ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI FIBER TO THE HOME (FTTH) MENGGUNAKAN GIGABIT PASSIVE OPTICAL NETWORK (GPON) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAURA UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG “Analysis Implementation Fiber To The Home Network (FTTH) using Gigabyte Passive Optical Network (GPON) with Optisystem on STO Cijaura to Pesona Ciwastra Village Bandung ” Pradika Erta Ardanta Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom Jln. Telekomunikasi Dayeuhkolot Bandung 40257 Indonesia
[email protected] Abstrak Untuk mendukung layanan triple play, PT.Telkom mengganti seluruh jaringan akses tembaga ke jaringan akses fiber optik melalui proyek Trade In Trade Off (TITO) [6] yang bekerja sama dengan PT.Inti. Dengan akan digantinya seluruh jaringan akses tembaga ke optik, dipastikan untuk kedepannya PT.Telkom tidak lagi membangun jaringan akses baru berbasis tembaga. Selain itu, untuk teknologi jaringan akses fiber optik yang digunakan oleh PT.Telkom saat ini, khususnya Fiber to the Home (FTTH) yang menggunakan teknologi GPON ZTE, masih memiliki beberapa kekurangan pada sistem Fiber Termination Management (FTM) yang masih tradisional. Pada penelitian ini, dilakukan perancangan jaringan akses FTTH pada perangkat lunak menggunakan teknologi Gigabit Passive Optical Network (GPON) Huawei untuk perumahan Pesona Ciwastra Village. Perancangan diawali dengan membuat jalur awal, lalu penentuan perangkat, spesifikasi, tata letak dan volume yang digunakan. Kemudian untuk kelayakan sistem di analisa dengan parameter Link Power Budget (LPB) dan Rise Time Budget (RTB), sedangkan untuk performansi sistem di analisa menggunakan parameter Signal to Noise Ratio (SNR) dan Bit Error Rate (BER). Parameter-parameter dihitung untuk kelayakan performansi sistem yang disimulasikan pada OptiSystem. Untuk parameter performansi sistem yaitu BER yang dihasilkan dari simulasi OptiSystem, didapatkan nilai BER downstream sebesar 1.04771x10-16 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10 -9. Parameter performasi sistem Qfactor pada downstream sebesar 8.21642 dan upstream sebesar 156,768, Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena baik downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6 pada Q factor agar dapat dikatakan baik. Dengan sensitifitas perangkat ONT sebesar -28 dBm, hasil perhitungan menggunakan Optisystemuntuk pelanggan terjauh Receive Powermenunjukan angka sebesar -19.179 dBm sehingga dapat dikatakan pengujian implementasi ini layak. Kata Kunci: FTTH, GPON, Opti System 1. Pendahuluan Seiring dengan proyek PT. Telkom dalam mengganti seluruh jaringan akses tembaga ke jaringan akses serat optik melalui proyek TITO (Trade In Trade Off[7] ), telah dipastikan kedepannya PT.Telkom tidak lagi menyediakan pembangunan jaringan baru berbasis tembaga. Hal ini dilakukan agar pengguna jasa PT.Telkom dapat menikmati layanan triple play (voice, data, dan video) [7] . Layanan ini dimaksimalkan melalui pembangunan jaringan FTTH (Fiber to the Home) hingga perumahan. Dalam hal ini, PT.Telkom menggunakan teknologi Gigabit Passive Optical Network (GPON) [7] sebagai teknologi jaringan akses FTTH. Pada realisasinya, PT.Telkom untuk di beberapa daerah, khususnya pada Sentral Telepon Otomat Cijaura (STO CJA) masih menggunakan teknologi GPON ZTE yang belum memiliki kesempurnaan pada fungsi FTM yang masih tradisional. FTM tradisional ini tidak memungkinkan untuk didapatkannya manajemen core optik yang baik, serta deteksi dan pnanggulangan gangguan yang tidak efisien. Sehingga akan dilakukan penelitian dalam merancang
jaringan FTTH menggunakan teknologi GPON Huawei yang telah memiliki fungsi Intelligent Optical Distribution Network (iODN)/ FTM nontradisional dan akan menjadi solusi untuk kekurangan FTM tradisional ZTE existing Penelitian mengenai perancangan jaringan FTTH menggunakan teknologi GPON sebelumnya telah dilakukan di perumahan Setraduta Bandung[11] . Hasil penelitian menunjukkan kelayakan sistem untuk nilai PLB yang masih sesuai dengan nilai standard ITU-T yaitu [13 ; 28][3] dBm, dan nilai RTB didapatkan dengan menggunakan pengkodean NRZ[11] . Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada simulasi hasil perancangan menggunakan perangkat lunak, dilakukannya analisa performansi sistem untuk nilai SNR dan BER, serta analisa fungsi iODN pada perangkat NMS-GPON Huawei. 2. Dasar Teori 2.1 Serat Optik. [5] Serat optik secara umum terdiri atas 3 bagian, yaitu pertama bagian inti/ Core. Core merupakan bagian utama serat optik berbahan kaca kualitas tinggi sebagai media perambatan cahaya yang memiliki ukuran diameter 7 µm -50 µm. Ukuran core sangat mempengaruhi karakteristik serat optik. Kedua, bagian Cladding. Cladding merupakan bagian selubung dari core berbahan kaca yang memiliki indeks bias lebih kecil dari core. Bagian terakhir adalah Coating, bagian ini berfungsi sebagai pelindung yang terbuat dati plastik. Berikut struktur dasar fiber optik:
Gambar 2.1 Struktur Dasar Serat Optik[5] Serat optik terbagi kedalam 3 jenis, yaitu step-index multi mode, graded-index multimode, dan step-index single mode. Berikut struktur serat optik step-index single mode yang digunakan dalam penelitian ini:
Gambar 2.2 Step-Index Single Mode[5] 2.2 Gigabit Passive Optical Network (GPON) [5] Prisip kerja dari GPON yaitu ketika data atau sinyal dikirimkan dari OLT, maka ada bagian yang bernama splitter yang berfungsi untuk memungkinkan serat optik tunggal dapat mengirim ke berbagai ONT. Untuk ONT sendiri akan memberikan data-data dan sinyal yang diinginkan oleh user. Pada prinsipnya, Passive Optical Network adalah sistem point-to-multipoint, dari fiber ke arsitektur premise network dimana unpowered optical splitter (splitter fiber) serat optik tunggal. Arsitektur sistem GPON berdasarkan pada TDM (Time Division Multiplexing) sehingga mendukung layanan T1, E1, dan DS3. ONT mempunyai kemampuan untuk mentransmisikan data di 3 mode power. Pada mode 1, ONT akan mentransmisikan pada kisaran daya output yang
normal. Pada mode 2 dan 3 ONT akan mentransmisikan 3 – 6 dB lebih rendah daripada mode 1 yang mengizinkan OLT untuk memerintahkan ONT menurunkan dayanya apabila OLT mendeteksi sinyal dari ONT terlalu kuat atau sebaliknya, OLT akan memberi perintah ONT untuk menaikkan daya jika terdeteksi sinyal dari ONT terlalu lemah. Persyaratan teknik perangkat yaitu mampu menyalurkan atau membawa multilayanan (voice, data, video) dalam satu platform teknologi berbasis Passive Optical Network (PON) pada lingkungan Next Generation Network (NGN). Persyaratan sistem GPON yaitu: 1. Beroperasi dengan line rates pada 2.488 Gbps downstream dan 1.244 Gbps upstream dengan menggunakan single fiber, sistem GPON harus sesuai dengan ITU-T G.984.x series (G.984.1/2/3/4). 2. Modul GPON dapat diekspansi, yang memungkinkan terbentuknya sistem perangkat yang fleksible. 3. Sistem arsitektur GPON harus dalam satu rak yang terintegrasi untuk semua layanan. Semua layanan dikontrol oleh sebuah NMS. 4. Arsitektur internal backplane perangkat GPON harus berbasis arsitektur IP. Kemampuan switching bersifat non-blocked matrix. Berikut keunggulan GPON sebagai teknologi jaringan akses yang digunakan berdasarkan persyaratan perangkat diatas: 1. Mendukung aplikasi triple play (voice,data,dan video) pada layanan FTTx. 2. Memberikan power hingga loop terakhir. 3. Alokasi bandwidth dapat diatur atau managable. 4. Passive component membutuhkan biaya maintenence yang ringan dan. 5. Proses instalasi dan upgrade menjadi sederhana. Program perangkat sistem GPON dikemas dalam bentuk modul agar memudahkan proses instalasi. Disamping itu, penambahan kapasitas jaringan pada GPON dapat dlakukan secara mudah dan tidak mahal. 6. Transparan terhadap laju bit dan format data. GPON dapat secara fleksibel mentransferkan informasi dengan laju bit dan format yang berbeda karena setipe laju bit dan format data ditransmisikan melalui panjang gelombang yang berbeda. Laju bit 1.244 Gbit/s untuk upstream dan 2.44 Gbit/s untuk downstream. 7. Biaya pemasangan,pemeliharaan dan pengembangan lebih efisien. Halini dikarenakan arsitekture jaringan GPON lebih sederhana daripada arsitektur jaringan serat optik konvensional. 8. Dengan adanya GPON mengurangi penggunaan banyak serat optik dan peralatan pada kantor pusat atau central office bila dibandingkan dengan arsitektur point to point, Hanya satu port optik di central office (menggantikan multiple port). 2.3 Fiber To The Home (FTTH) FTTH merupakan suatu format penghantar informasi berupa gelombang cahaya dari pusat penyedia (provider) ke kawasan pengguna dengan menggunakan serat optik sebagai 8 medium penghantar. Perkembangan teknologi ini tidak lepas dari kemajuan perkembangan teknologi serat optik yang dapat menggantikan penggunaan kabel tembaga dengan kelengkapannya dalam menyediakan layanan triple play (suara, data, dan video). Transmisi informasi menggunakan teknologi FTTH ini dapat menghemat biaya, baik dari segi instalasi maupun pemeliharaan dibandingkan dengan kabel tembaga. Kemampuan lebih dari serat optik lainnya adalah pengalokasian band width yang jauh lebih besar yang dapat diatur sesuai kebutuhan dibandingkan dengan kabel tembaga. Berikut arsitektur dari FTTH menggunakan teknologi GPON, teknologi yang digunakan oleh PT.Telkom saat ini di Indonesia untuk FTTH:
Gambar 2.3 FTTH – GPON[9] 2.4 Parameter Kelayakan Hasil Penelitian 2.4.1 Bit Error Rate (BER) Bit error rate merupakan laju kesalahan bit yang terjadi dalam mentransmisikan sinyal digital. Sensitivitas merupakan daya optik minimum dari sinyal yang datang pada bit error rate yang dibutuhkan. Kebutuhan akan BER berbeda-beda pada setiap aplikasi, sebagai contoh pada aplikasi komunikasi membutuhkan BER bernilai 10 10 atau lebih baik, pada beberapa komunikasi data membutuhkan BER bernilai sama atau lebih baik dari 10 -12. BER untuk system komunikasi optik sebesar 10 -9. Faktor-faktor yang mempengaruhi BER antara lain noise, interferensi, distorsi, sinkronisasi bit, redaman, multipath fading, dll. [3] 2.4.2 Q-Factor Q-Factor adalah faktor kualitas yang akan menentukan bagus atau tidaknya kualitas suatu link atau jaringan DWDM. Dalam sistem komunikasi serat optik khususnya GPON, minimal ukuran Q-Factor yang bagus adalah 6, atau 10-9 dalam Bit Error Rate (BER) [1]. 3 Perancangan Jaringan dan Simulasi 3.1 Diagram Alir Perancangan Langkah awal dari penelitian ini adalah menentukan lokasi perancangan. Lokasi yang dipilih adalah di Perumahan Pesona Ciwastra Village. Setelah didapatkan lokasi, dilakukan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam perancangan ini seperti jumlah homepass (HP) dan fasilitas yang ditawarkan oleh pihak penyedia. Penentuan dan peletakan perangkat akan dipengaruhi oleh jumlah homepass dan fasilitas yang ditawarkan oleh pihak penyedia. Setelah semua data dikumpulkan dan peramalan dilakukan, perancangan jaringan FTTH sudah bisa dilakukan. Analisis dan evaluasi terhadap perancangan dilakukan setelah didapat hasil rancangan. Apabila hasil analisis perancangan yang dilakukan tidak memenuhi standar parameter yang ditentukan, maka harus dilakukan perancangan ulang sampai standar kelayakan parameter terpenuhi. Jika hasil evaluasi perancangan sudah memenuhi standar kelayakan parameter yang ditentukan maka perancangan sudah selesai.
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan 3.2 Perancangan Jaringan 3.2.1
Perancangan Jaringan FTTH di Perumahan Pesona Ciwastra Village
Total rumah yang akan di bangun di perumahan Pesona Ciwastra adalah 530 rumah yang terdiri dari kelas menengah atas dan menengah. Dalam perancangan simulasi ini akan dirancang jaringan dari STO Cijaurah hingga ke perumahan yang berjarak kurang lebih 1km . Saat ini di sentral Cijaurah terdapat OLT merek ZTE dengan tipe ZXPON C300 version V4.6.02A, OLT ini dicadangkan oleh PT. Telkom khusus untuk layanan FTTH. OLT ini memiliki 6 modul GTGO (modul GPON) , setiap modul memiliki 8 port, setiap port dialokasikan untuk melayani 32 ONT (pelanggan). Dari 48 port yang tersedia ini, hanya 2 port yang telah terpakai, sehingga masih terdapat 46 port yang masih bebas (bisa digunakan), sehingga mampu melayani pelanggan sebanyak 46 x 32 pelanggan = 1472 pelanggan. Untuk jaringan akses fiber menuju perumahan Pesona Ciwastra Village, belum ada jaringan akses fiber eksisting.
3.2.2
Perancangan Letak ODC dan ODP Dari perancangan jaringan FTTH yang sudah dilakukan, sebelum membuat simulasi konfigurasi Downlik dan Upstream dengan menggunakan Optisystem dilakukan perancangan letak ODC dan ODP di Cluster Permai Batununggal Residence. Perancangan ini berguna untuk mengetahui jarak terjauh perangkat ONT ataupun pelanggan yang akan gunakan sebagai acuan pada simulasi Optisystem.
Gambar 3.3 Peta Perancangan FTTH pada Perumahan Pesona Ciwastra Village
3.3 Simulasi pada Opti System 3.3.1 Konfigurasi Downstream Pada simulasi Downstream maka yang harus pertama kali dilakukan adalah mengatur parameter layout dengan bitrate 2,488 Gbps dan sensitifitas -28 dBm
Gambar 3.4 Konfigurasi Downstream
Gambar 3.5 BER Analyzer pada konfigurasi Downstream
Gambar 3.6 Daya Terima pada konfigurasi Downlik Berdasarkan hasil simulasi perancangan tersebut didapatkan nilai BER adalah 1.04771x10-16. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai BER ideal transmisi serat optik yaitu 10 -9. Nilai Q-Factor sebesar 8.21642 labih tinggi dari nilai Q Factor ideal tranmisi serat opyik yaitu 6. Daya terima yang terukur pada Optical Power Meter (OPM) adalah –19.179 dBm. 3.6.1
Konfigurasi Upstream Pada simulasi Upstream maka yang pertama harus dilakukan adalah mengatur layout dengan nominal bit-rate 1,244 Gbps, dan sensitivity -29 dBm.
Gambar 3.7 Konfigurasi Upstream
Gambar 3.8 BER Analyzer pada konfigurasi Upstream
Gambar 3.9 Daya terima pada konfigurasi Upstream Berdasarkan hasil simulasi perancangan tersebut didapatkan nilai BER adalah 0 Nilai Q-Factor sebesar 156,768 labih tinggi dari nilai Q Factor ideal tranmisi serat opyik yaitu 6. Daya terima yang terukur pada Optical Power Meter (OPM) adalah – 4,846 dBm.
3.7 Analisis Hasil Perancangan Berdasarkan simulasi perancangan dengan menggunakan Optisystem untuk parameter performansi sistem yaitu BER yang dihasilkan dari simulasi OptiSystem, didapatkan nilai BER downstream sebesar 1.04771x10-16 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10-9. Parameter performasi sistem Q-factor pada downstream sebesar 8.21642 dan upstream sebesar 156,768, Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena baik downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6 pada Q factor agar dapat dikatakan baik. Dengan sensitifitas perangkat ONT sebesar -28 dBm, hasil perhitungan menggunakan Optisystem untuk pelanggan terjauh Receive Power menunjukan angka sebesar -19.179 dBm sehingga dapat dikatakan pengujian implementasi ini layak.
4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada obyek perencanaan jaringan akses fiber optik di Perumahan Pesona Ciwastra Village dengan jarak calon pelanggan terjauh adalah 1.025 km, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sistem dikatakan layak dengan memenuhi syarat link power budget, karena berdasarkan kalkulasi simulasi Optisystem didapatkan nilai daya -19.179 dBm untuk downstream dan -4,846dBm untuk upstream, kedua nilai tersebut masih diatas batas minimum daya di penerima yang ditetapkan oleh PT.Telkom, yaitu -23 dBm. Jadi signal yang telah ditransmisikan oleh OLT di STO masih dapat sepenuhnya diterima oleh ONT di sisi pelanggan. 2. Berdasarkan kalkulasi Q-Factor pada simulasi Optysistem untuk downstream 8.21642 dan upstream 156,768 terpenuhi. Dimana faktor kualitas yang akan menentukan bagus atau tidaknya kualitas suatu link dalam sistem komunikasi serat optik khususnya GPON, minimal ukuran Q-Factor yang bagus adalah 6. 3. Berdasarkan simulasi pada Opti System didapatkan nilai BER untuk konfigurasi downstream sebesar 1.04771x10-16 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10 -9. 4.2 Saran Disusunnya penelitian ini tentu tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka untuk kedepannya jika ada yang ingin melanjutkan tugas akhir ini ada beberapa saran yang dapat dilakukan untuk seterusnya, antara lain: 1. 2.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur langsung ke lapangan agar mendapatkan hasil yang akurat. Pada penelitian selanjutnya diharapkan memasukan faktor ekonomi berupa biaya perancangan.
Daftar Pustaka: [1] Fikri, Haikal. 2014. “Analisa Performansi Teknologi CWDM (Coarse Wavelength Division Multiplexing) pada Jaringan ODC (Optical Distribution Cabinet) STO-Cijaura Menggunakan Opti System”. Bandung : Universitas Telkom [2] ITU, 2000, ITU-T Recommendation L.40, “Optical fiber outside plant maintenance support, monitoring and testing system”. [3] ITU-T. 2003. ITU-T Recommendation G.984.2, “Series G: Transmission Systems And Media, Digital Systems And Networks”. [4] Keiser, Gred. 1991. “Optical Fiber Communications”. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc [5] Kencanawati, Dwi. 2014. “Perancangan Jaringan Fiber to the Home (FTTH ) dengan Teknologi Gigabit Capable Passive Optical Network (GPON) untuk Apartmen Newton (Newton Residence) Bandung”. Bandung : Universitas Telkom [6] Pramanabawa, Ida Bagus. 2013. “Analisa Rise Time Budget dan Power Link Budget dari STO ke Pelanggan Infrastruktur GPON ( Gigabit Passive Optical Network) PT.Telekomunikasi Divisi Access Denpasar”. Bali: Universitas Udayana [7] PT.Telekomunikasi Indonesia Tbk, Direktorat Network dan Solution. 2010. “Pedoman Pemasangan Jaringan Akses Fiber Optik”. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Bandung [8] Telkom Indonesia, PT. 2012. “Modul 9 – Fiber Termination Management System (FTMs)”. PT. Telkom Indonesia [9] Telkom Indonesia, PT. 2012. “Modul 1 - Overview Jaringan FTTx”. PT. Telkom Indonesia [10] Siahaan, Muhamad Ramdhan Mardiana. 2012. “Perancangan Jaringan Akses Fiber to the Home (FTTH) Menggunakan Teknologi Gigabit Capable Passive Optical Network (GPON) di Perumahan Setra Duta Bandung”. Bandung : Institut Teknologi Telkom