PRAANGGAPAN DALAM KARTUN SUKRIBO PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS Sumiati Agustina Pandiangan FBS Unimed
ABSTRAK Judul penelitian ini adalah Praanggapan dalam Kartun Sukribo pada Surat Kabar Harian Kompas. Kartun pada umumnya bersifat lucu dan menghibur merupakan salah satu bentuk wacana humor, karena di dalamnya terdapat tuturan-tuturan yang berkesinambungan yang ada dalam ragam bahasa humor. Kartun Sukribo adalah kartun yang terdapat pada koran Kompas yang termasuk koran nasional. Kartun Sukribo secara berkala muncul di harian Kompas edisi Minggu. Untuk memunculkan praanggapan dari kartun tersebut perlu diketahui partisipan, pengetahuan bersama, dan konteks situasinya. Kemudian praanggapan kartun Sukribo ditentukan jenis praanggapannya. Adapun setelah penelitian dilakukan kartun Sukribo edisi Maret, April, Mei 2012 memiliki enam jenis praanggapan, yaitu praanggapan eksistensial, praanggapan faktual, praanggapan leksikal, praanggapan non-faktual, praanggapan struktural dan praanggapan konterfaktual. Dari duabelas kartun Sukribo yang diteliti oleh peneliti terdapat empat puluh dua praanggapan masing-masing diantaranya 9 praanggapan eksistensial, 14 praanggapan faktual, 6 praanggapan leksikal, 11 praanggapan nonfaktual, 1 praanggapan struktural dan dan 1 untuk praanggapan konterfaktual.
Kata kunci: Praanggapan, kartun. Kartun Sukribo
1. PENDAHULIAN Rutinitas kehidupan manusia tidak terlepas dari kegiatan komunikasi. Dalam berkomunikasi, manusia membutuhkan media. Media komunikasi massa dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu media elektronik dan media cetak – surat kabar (koran). Selain tulisan, gambar juga sering digunakan sebagai bentuk media komunikasi pada surat kabar. Bagaimanapun juga, informasi bergambar akan lebih menarik dibanding dengan informasi berbentuk tulisan karena hampir setiap pembaca lebih menyukai gambar. Pada surat kabar, kartun bertujuan untuk mempertegas suatu berita yang sedang hangat dibicarakan orang dengan bahasa yang sedikit meyindir atas suatu kondisi. Kartun Sukribo adalah kartun yang secara berkala muncul di harian Kompas edisi Minggu. Bahkan Sukribo juga sudah mucul di kaus, mug, dan lainnya. Ia juga punya studio Sebikom yang mengerjakan berbagai karya ilustrasi. Kartun yang diciptakan oleh Ahmad Faisal Ismail atau Mail Sukribo tersebut sudah delapan tahun muncul di Harian Kompas setiap hari Minggu sehingga tokoh kartun tersebut mendapat tempat di hati pembacanya. Untuk ini peneliti membatasi kartun Sukribo yang akan diteliti yaitu kartun Sukribo edisi Maret, April dan Mei 2012. Untuk lebih mudah memahami makna yang tersirat dari suatu kartun, perlu mengetahui praanggapan yang ada. Kajian bahasa yang telah dikaitkan dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa dalam hubungannya dengan pengguna bahasa disebut dengan pragmatik. Kajian dalam bidang pragmatik sangat beragam. Bidang kajian itu meliputi variasi bahasa, tindak bahasa, implikatur, percakapan, teori deiksis, praanggapan, analisis wacana dan lain-lain. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup kajian yang lebih sempit. Seluruh bidang kajian ini tentu berpokok pada penggunaan bahasa dalam konteks. Aspek pragmatik yang cenderung digunakan pada kartun adalah praanggapan. Pada umumnya praanggapan muncul pada sebuah kartun karena selain unsur gambar, kartun juga memiliki unsur bahasa. Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ng sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. 2. KERANGKA TEORETIS 2.1 Praanggapan Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan. Stalnaker (Brown,Yule. 1983:29) berpendapat bahwa praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan. Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya adalah Levinson (Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Lebih jelas lagi praanggapan yaitu sesuatu yang tidak dinyatakan tetapai sudah dipahami oleh pembaca/pendengar/audience. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut : Dia tidak akan pernah mencuri lagi (pernyataan) - Dia pernah mencuri (praanggapan) Dianbelum selesaai membaca surat itu (pernyataan)
- Dia membaca surat itu (praanggapan) Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006 : 46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu: a. Praanggapan eksistensial (existensial presupposition) Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit. Jelasnya praanggapan ini tidak hanya diasumsikan keberadaannya dalam kalimat-kalimat yang menunjukkan kepemilikan, tetapi lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan dalam tuturan tersebut. Praanggapan eksistensial menunjukkan bagaimana keberadaan atas suatu hal dapat disampaikan lewat praanggapan. Contoh: Mobil itu berjalan Praanggapan dalam tuturan tersebut menyatakan keberadaan, yaitu (a) Ada mobil berjalar (b) Ada orang menyetir mobil b. Praanggapan Faktif (factive presupposition) Praanggapan faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan. Praanggapan ini muncul dari informasi yang ingin disampaikan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini keberadaannya. Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam tuturan ialah kata kerja yang dapat memberikan makna pasti tuturan tersebut. Contoh: Kami menyesal mengatakan kepadanya Dalam kalimat di atas praanggapannya adalah (a) Kami mengatakan kepadanya Pernyataan tersebut menjadi faktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata ‘mengatakan’,’mengetahui’, ‘sadar’, ‘mau’ adalah kata-kata yang menyatakan sesuatu yang dinyatakan sebagai sebuah fakta dari sebuah tuturan. Walaupun di dalam tuturan tidak ada kata-kata tersebut, kefaktualan suatu tuturan yang muncul dalam praanggapan bisa dilihat dari partisipan tutur, konteks situasi, dan juga pengetahuan bersama. c. Praanggapan Leksikal (lexical presupposition) Praanggapan leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami. Praanggapan ini merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Berbeda dengan praanggapan faktif, tuturan yang merupakan praanggapan leksikal dinyatakan dengan cara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan tuturan tersebut bisa didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut. Contoh: Mereka mulai mengeluh Praanggapan padatuturan diatas adalah (a) Sebelumnya mereka tidak mengeluh Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata ‘mulai’ bahwa sebelumnya tidak mengeluh namun sekarang mengeluh d. Praanggapan Non-faktif (non-factive presupposition) Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar. Praanggapan ini masih memungkinkan adanya
pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu. Contoh: Andai aku seorang anggota DPR Dari tuturan diatas praanggapan yang muncul adalah (a) Aku bukan anggota DPR Penggunaan ‘andai’ sebagai pengandaian bisa memunculkan praanggapan non-faktif. Selain itu praanggapan yang tidak faktual bisa diasumsikan melelui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dari fakta yang disampaikan. e. Praanggapan Struktural (structural presupposition) Praanggapan struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui sebagai masalah. Dengan kata lain praanggapan ini dinyatakan dengan tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat katakata yang digunakan. Antilan purba (2002:18-19), menjelaskan pragmatik adalah studi hubungan antara bahasa dan konteksnya yang tergramatisasikan atau tersandikan di dalam unsur suatu bahasa. Dalam bahasa Inggris penggunaan struktur terlihat dalam ‘wh’ question yang dapat langsung diketahui maknanya sedangkan dalam bahasa Indonesia kalimat-kalimat tanya juga dapat ditandai melalui penggunaan kata tanya dalam tuturan. Contoh: Kemana Gayus bertamasya? Tuturan di atas menunjukkan praanggapan yaitu (a) Gayus bertamasnya Praanggapan yang menyatakan ‘keberadaan’ sebagai bahan pembicaraan yang dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat tanya yang menanyakan ‘kemana’. f. Praanggapan konterfaktual (counter-factual presupposition) Praanggapan konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan. Rahardi (2002:42) memberikan contoh yang berkaitan dengan praanggapan ini: “Tuturan yang berbunyi kalau kamu sudah sampai Jakarta, tolong aku diberi kabar. Jangan sampai lupa, aku tidak ada di rumah karena bukan hari libur. Tuturan itu tidak semata-mata dimaksudkan di dalam tuturan itu melainkan ada sesuatu yang tersirat dari tuturan itu yang harus dilakukannya, seperti misalnya mencari alamat kantor atau nomor telepon si penutur”. Praanggapan ini menghasilkan pemahaman yang berkelebihan dari pernyataannya atau kontradiktif. Kondisi yang menghasilkan praanggapan seperti ini biasanya dalam tuturannya mengandung ‘if clause’ atau pengandaian. Hasil yang didapat menjadi kontradiktif dari pernyataan sebelumnya. Contoh: Kalau Angie mengaku, dia akan dipenjra Dari contoh di atas kita akan menemukan praanggapan yang muncul adalah (a) Angie tidak mengaku Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan kata ‘kalau’. Penggunaan kalau membuat praanggapan yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.
Sebagaimana telah disinggung pada pendahuluan, untuk menemukan makna suatu kartun tidak sama denngan menemukan makna suatu teks bacaan. Oleh karena itu kita harus mengetahui penanda dari tiap-tiap praanggapan tersebut. Adapaun penanda yang mendukung kemunculan praanggapan terdiri dari tiga unsur penting yaitu pengetahuan bersama, konteks situasi, dan partisipan. a. Pengetahuan Bersama Pengetahuan bersama digunakan sebagai struktur yang membangun interpretasi yang tidak muncul dalam teks atau tuturan. Untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penutur, pengatahuan bersama berfungsi untuk menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Fungsi struktural ini berguna untuk melihat pola dalam tuturan sehingga pemahaman yang didapat sesuai dengan yang diinginkan penutur (Yule, 1996:85). Contoh: Kribo menyuapi Emak yang sedang sakit Praanggapan yang terdapat pada tuturan diatas adalah (a) Kribo kasihan pada Emak yang sakit Untuk memahami tuturan diatas diperlukan pengetahuan bersama bahwa Kribo adalah anak Emak, sehingga maksud dari tuturan di atas tepat maknanya. b. Partisipan Partisipan dapat diidentifikasi melalui ekspresi yang digunakan dalam tuturan. Hubungan yang dimiliki antara nama atau sebutan yang sesuai dengan objek yang dibicarakan menunjukkan kaitan partisipan dengan tuturan. Dengan adanya penyebutan tertentu oleh atau untuk partisipan, asumsi yang didapat dari sebuah tuturan jadi berbeda dan memiliki ciri khas satu sama lain (Yule, 1996:19-21). Menurut Hymes dalam Chaer (2003:64) menyatakan bahwa partisipan menyangkut dengan peserta tindak tutur atau pihak-pihak yang terlibat dalam pentuturan. Bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau juga pengirim dan penerima dimana peran mereka bisa bergantian. Contoh: Yang Mulia Ratu Elisabeth, saya telah memasuki istana Penggunaan kata ‘yang Mulia’ pada sebuah tutran yang terjadi dalam sebuah istana atau kerajaan menunjukkan adanya praanggapan, yaitu: Partisipan adalah keluarga kerajaan atau bersinggungan dengan keluarga kerajaan. Partisipan menjadi saangat penting dalam sebuah tuturan karena dapat memberikan informasi tambahan mengenai tuturan dan membedakan konteks yang terjadi dalam tuturan tersebut. c. Konteks Situasi Konteks situasi merupakan bagian dari bagian situasi dalam kajian linguistik yang mengacu pada penggunaan ungkapan dalam tuturan. Hymes (Chaer, 2003:63) memberi contoh sederhana bahwa percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas saat pelajaran sedang berlangsung. Tentu berbeda pula dengan percakapan di rumah duka ketika jenazah belum dikebumikan. Konteks dipercaya memiliki dampak yang lebih besar terhadap tuturan karena lebih mudah dipahami. Untuk mendukung suatu analisis, dibutuhkan konteks dan pengetahuan bersama yang dapat membantu para partisipan memaknai suatu tuturan (Yule, 1996:22)
Contoh: Pintu teater tiga telah dibuka, kepada penonton yang telah memiliki karcis harap segera masuk ke dalam teater. Praangapan yang terkandung pada tuturan di atas antara lain: (a) Tuturan terjadi di gedung pertunjukan (b) Tuturan terjadi di bioskop Praanggapan tersebut muncul dari tuturan yang dipahami konteks lokasi terjadinya. Adanya penggunaan kata ‘teater’, ‘penonton’, dan ‘karcis’ menentukan konteks situasi terjadinya tuturan tersebut. 2.2 Kartun Kartun adalah gambar dengan penampilan yang lucu berkaitan dengan keadan yang sedang berlaku, terutama mengenai politik (Depdiknas, 2007:510). Setiawan, (2002:34) berpendapat bahwa kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi dan simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Masalah-masalah sosial yang menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. Dengan kata lain, kartun merupakan metafora visual hasil ekspresi dan interpretasi atas lingkungan sosial politik yang tengah dihadapi oleh seniman pembuatnya (Nugroho, 1992:2). Terkait dengan pengertian kartun, Anderson (1990:162) mengatakan bahwa aspek pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan. Mat Nor Husin (1988) mengatakan bahwa kartun adalah lukisan tentang peristiwa-peristiwa harian yang digambarkan secara menyenangkan atau menarik. Sependapat dengan Husin, T. Iskandar (Mat Nor Husin, 1988) mendefenisikan kartun sebagai jenis lukisan yang mengisahkan hal-hal sehari-hari secara berjeneka. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kartun yaitu gambar yang berfungsi menyampaikan sesuatu yang sedang terjadi atau yang sedang hangat dibicarakan banyak orang dan sekaligus memberi hiburan kepada khalayak pembaca melalui bentuknya yang mengandung humor (lucu), termasuk kartun Sukribo. 3.
METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ditujukan untuk mencapai sasaran penelitian. Sasaran yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah menemukan praanggapan pada tuturan kartun dan menentukan jenis-jenisnya. Metode penelitian merupakan suatu cara atau metode untuk menyelesaikan penelitian. Metode penelitian merupakan strategi yang umum digunakan dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang ada. Nawawi (1994:174) mengatakan bahwa metode penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan. Dengan demikian metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. metode pengumpulan data b. metode analisis data c. metode pemaparan hasil analisis data atau metode penyajian hasil penguraian data
3.2 Sumber Data Menurut Arikunto (1996:114) dikatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data penelitian ini adalah harian Kompas edisi Oktober-Desember 2011 dan Januari 2012. Data yang akan diambil yaitu kartun Sukribo yang terbit sekali dalam seminggu, jadi jumlah kartun yang akan diteliti sebanyak 12 kartun. Dari setiap tanggal terbit peneliti mengambil satu kartun yaitu kartun Sukribo sebagai sampel. Selain itu peneliti juga membutuhkan surat kabar lain seperti Analisa, Tribun, dan sebagainya serta bukubuku pendukung lainnya sebagi sumber data yang tidak langsung atau data skunder. 3.3 Instrumen Penelitian Arikunto (2006:160) mengatakan, “instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Dengan demikian instrrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah mengumpulkan kartun Sukribo pada harian Kompas edisi Oktober-Desember 2011 dan Januari 2012. Peneliti mengambil satu kartun setiap tanggal terbit untuk diolah. Peneliti menggunakan indikator daftar chek-list (table chek-list) dengan cara menuliskan tuturan tersebut, menemukan praanggapan, mencari tahu konteks yang melatari munculnya praanggapan yaitu bagaimana pengetahuan bersama dari suatu tuturan, partisipan dari tuturan dan bagaimana konteks situasinya. Kemudian membubuhkan tanda chek-list di tempat yang sesuai yang menunjukkan jenis praanggapan. Akan tetapi sebelumnya peneliti memberikan penjelasan guna menemukan praanggapan, menentukan jenisnya dan mengetahui konteks komunikatifnya. 4. PEMBAHASAN 4.1 Kartun Kompas Edisi Maret 2012 a. “Dia sebenarnya jujur” (4 Maret) X Yoga Sukribo Pak Haji Yoga Pak Haji
: Saya terima tiga mobil itu dari mana?itu mereka berhalusinasi...!!! : Halah kutu kumpret, bohong. : Gak tahu malu, dasar. : Heh, jangan nuduh orang sembarangan dik. Dia itu jujur jangan berburuk sangka!!! : Mpphh, kayaknya tambah lagi nih kiayi baju biru. : Bisa saja kan dia gak terima tiga mobil, tapi empat...
Tuturan: (a) “Saya terima tiga mobil itu dari mana? itu mereka berhalusinasi...!!!” (b) “Halah kutu kumpret, bohong. Gak tahu malu, dasar”. (c) “Mpphh, kayaknya tambah lagi nih kiayi baju biru” (d) “Heh, jangan nuduh orang sembarangan dik. Dia itu jujur jangan berburuk sangka!!! Bisa saja kan dia gak terima tiga mobil, tapi empat”
Praanggapan: (a) X dituduh menerima mobil dari seseorang (b) X berbohong (c) Kiayi terlibat dalam pembicaraan (d) X menerima empat mobil. Praanggapan (a) adalah praanggapan non faktif karena kata dituduh belum bisa dipastikan kebenarannya. Demikian juga dengan pranggapan (b) dan (d) belum bisa dipastikan kebenerannya si X berbohong atau tidak. Selanjutnya si X menerima empat mobil atau tiga mobil karena dalam percakapan tersebut tidak dinyatakan keberadaan suatu bukti. Praanggapan (c) merupakan praanggapan ekstensial karena pak Haji terlibat dalam pembicaraan mengenai mobil si X bukan terlibat atas pemerolehan mobil si X. Oleh karena itu keberadaan pak haji diakui terlibat dalam pembicaraan tersebut. Sukribo, Yoga, X, dan pak Haji sebagai partisipan, berbicara tentang mobil yang diterima oleh X. Dimana belum dapat dipastikan X menerima tiga mobil atau empat karena pada pembicaraan tersebut tidak disinggung mengenai bukti. Kemudian yang menjadi pengetahuan bersama adalah bahwa Sukribo dan Yoga sedang marah, X sedang membela diri dan pak Haji mencoba menenangkan situasi. Selanjutnya kita tahu biasanya Kiayi ahli dalam menenangkan situasi yang sedang memanas b. “Demi Aspirasi” (11 Maret) Pak Lurah : Bujubuseeet... apalagi yang mau kalian lakukan? Sukribo : Biarin aja Wan... yang penting aspirasi warga bisa kitasampaikan ke para wakil rakyat. Kalo gak gini nanti kita akan tetap diabaikan oleh para anggota dewan. Yoga : Siap Bo Tuturan: (a) “Buset, apalagi yang mau kalian lakukan?” (b) “Biarin aja Wan, yang penting aspirasi warga bisa kita sampaikan ke para wakil rakyat. Kalo gak gini nanti kita akan tetap diabaikan oleh para anggota dewan” Praanggapan: (a) Sebelumnya melakukan sesuatu (b) Terjadi sebuah demonstrasi kepada para Wakil Rakyat Praanggapan (a) merupakan praanggapan leksikal. Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata apalagi yang menyatakan pernah terjadi peristiwa pengeboman sebelumnya. Kemudian praanggapan (b) merupakan praanggapan eksistensial karena kata terjadi menunjukkan bahwa ada suatu kejadian yang terjadi yaitu demonstrasi. Kedua praanggapan tersebut muncul karena adanya pengetahuan bersama bahwa di Indonesia sering terjadi demonstrasi akibat ketidakpuasan rakyat akan kinerja wakil rakyat. Sukribo dan kawan kawannya adalah sebagian kecil rakyat yang protes terhadap wakil rakyat yang selalu mengabaikan rakyat. Dimana konteksnya demonstrasi tersebut belum dimulai artinya akan dilakukan hanya saja Pak Lurah melarang mereka. c.
“Menunggu 2014” (18 Maret)
Yoga Sukribo
: Wuahh, lewat ponsel bisa beli mobil Harrier seharga 400 juta, gila. : Nih pak, ngapain mesti sussah payah ngulangi maju lagi 2014. Ini malah modalnya sedikit. : Grrrr
Pak Anggit Tuturan: (a) “Wuahh, penipu lewat ponsel, bisa beli mobil Harrier seharga 400 juta, gila”. (b) “Nih pak, ngapain mesti susah payah ngulangi maju lagi 2014. Ini malah modalnya sedikit.” (c) “Grrr” Praanggapan: (a) Mustahil melalui ponsel bisa beli mobil mahal (b) Pak Anggit pernah gagal maju mencalonkan diri menjadi anggota legislatif (c) Kesal
Tuturan (a) menyatakan keberadaan. Pernyataan pertama menunjukkan keberadaan penipu yang menipu masyarakat melalui ponsel. Oleh karena itu praanggapan yang cukup mewakili dari tuturan (a) yaitu “mustahil melalui ponsel bisa beli mobil mahal”. Maka dapat disimpulkan praanggapan tersebut merupakan praanggapan eksistensial. Praanggapan (b) merupakan praanggapan leksikal. Kata lagi menyatakan bahwa sebelumnya pak Anggit sudah mencoba mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Praanggapan (c) merupakan eksistensial. Kata grrr merupakan kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu kekesalan, artinya kata grrr tersebut cukup mengungkapkan bahwa pak Anggit sedang kesal. Partisipan praanggapan (a),(b),(c), dan (d) yaitu, Yoga, pak Anggit, dan Sukribo. Perbincangan tersebut berlangsung ketika mereka sedang membaca koran Yoga dan Kribo bertemu dengan pak Anggit yang hendak bergabung denganmereka. Yoga, Kribo, dan pak Anggit sepaham bahwa pak Anggit pernah gagal mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Kemudian antara partisipan yaitu Sukribo dan kawankawaan dengan pembaca sepakat bahwa kata grrr adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu kekesalan. Selanjutnya untuk menjadi calon legislatif butuh biaya cukup banyak. d. “Swalayan” (25 Maret) X1 : Ayo ikut demo Bo, Wan, jangan cuma omong doang. Kalo nggak ikut berarti kalian ini tetap aja pembela pemerintah yang korup, tidak memihak rakyat. Sukribo : Siapa yang mau di demo? X1 : Pemerintah dong...!!! siapa lagi X2 : tetap nggak mau..?? berarti kalian berdua ini memeng antek pemeritah, mental dogol cari aman anak muda payah. Sukribo : Mau mendemopemerintah? Emangnya kita punya pemerintah?kamu tahu Wan? Yoga : Tauk... Tuturan: (a) “Ayo ikut demo Bo, Wan, jangan cuma omong doang. Kalo nggak ikut berarti kalian ini tetap aja pembela pemerintah yang korup, tidak memihak rakyat” (b) “Tetap nggak mau..?? berarti kalian berdua ini memang antek pemeritah, mental dogol cari aman anak muda payah”
(c) “Siapa yang mau di demo?” “Mau mendemo pemerintah? Emangnya kita punya pemerintah?kamu tahu Wan?” Praanggapan: (a) Ada beberapa orang yang hendak demo (b) Sukribo menolak untuk demo (c) Sukribo tidak mengakui adanya pemerintah Praanggapan (a) diasumsikan keberadaannya dalam tuturan yang menunjukkan eksistensi tuturan tersebut, yaitu dapat kita lihat dari penggunaan kata demo. Dimana pada suatu demonstrasi tidak mungkin pesertanya hanya saatu orang. Oleh karena itu timbullah sebuah praanggapan (a) Ada beberapa orang yang hendak demo. Praanggapan (b) menjadi faktual karena dalam tuturan dinyatakan degan katakata yang meninjukkan suatu fakta. Kalimat “Tetap nggak mau” menimbulkan praanggapan bahwa sukribo tidak mau ikut demo, sehingga itulah kenyataan dari tuturan tersebut. Praanggapan (c) menjadi tidak faktual karena Sukribo tidak mengakui keberadaan pemerintah di Indonesia. Kribo dan Yoga diajak temannya untuk demo kepada pemerintah kemudian terjadilah penolakan yang disebutkan di atas. Dapat diingat yang menjadi pengetahuan bersama yaitu negara Indonesia masih memiliki pemerintah dan dalam demonstrasi harus memiliki peserta lebih dari satu orang. 4.2 Kartun Kompas Edisi April 2012 a. “Karaoke” (1 April) Pak Haji Pembantu Pak Lurah
Pembantu Pak Lurah
: (menyanyi) iwa peyek...iwa peyek.. iwa peyek sego tiwul..... : pak Lurah, maaf...anu :Ganggu apalagi? Habis lagi iya?kalian ini bagaimana sih? Itu kan hal penting, kenepa sampai tidak dicek, diawasi apa stoknya masih cukup atau tidak. Dasar amatir! : Anu pak...ampun, Cuma mau bilangkalo diluar banyak orang demo : oh Cuma orang demo toh, biarin aja. Kirain es teh-nya habis
Tuturan: (a) pak Lurah, maaf...anu (b) Ganggu apalagi? Habis lagi iya?kalian ini bagaimana sih? Itu kan hal penting, kenapa sampai tidak dicek, diawasi apa stoknya masih cukup atau tidak. Dasar amatir! (c) Anu pak, ampun cuma mau bilang kalo diluar banyak orang demo (d) oh Cuma orang demo toh, biarin aja. Kirain es teh-nya habis Praanggapan: (a) si Pembantu berbuat kesalahan (b) Persediaan es teh pernah habis (c) Sebelumnya pernah dimarahi (d) Orang demo tidak lebih penting dari es teh Praanggapan (a) menjelaskan bahwa si pembantu berbuat kesalahan. Hal ini dibuktikan dari penggudaan kata ‘maaf’ pada tuturan (a). Itulah yang menyebabkan pranggapan (a) termasuk praanggapan faktual. Praanggapan (b) dan (c) muncul dengan adanya penggunaan kata ‘lagi’ dam ‘ampun’ yang menyatakan bahwa persediaan es
telah habis (b) dan si Pembantu sebelumnya pernah dimarahi pak Lurah (c). Tuturan (d) yang memunculkan praanggapan (d) bahwa orang demo tidak lebih penting dari es teh, merupakan praanggapan faktif atau faktual karena informasi yang ingin disampaikan dinyatakan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya. Setiap tuturan diatas ada karena adanya suatu pembicaraan antara Pembantu dan pak Lurah, dimana pak lurah sedang karauke-an dan si pembantu pun datang mengganggu. Kemudian praanggapan tersebut muncul karena adanya pengetahuan bersama bahwa sudah menjadi kebiasaan kita lebih mementingkan kenutuhan pribadi daripada keperluan umum. Contohnya persediaan es teh di rumah lebih penting dari orang-orang yang demo demi keperluan bersama. b. “Bhineka tunggal korup” (8 April) Bu Lurah
Pak Lurah Penduduk Bu Lurah Penduduk
: Kita bangun ruang tamu terbuka di sini Pi.. jadi tiap orang bisa lihat bahwa saat itu ada yang sedang menghadap Papi. Itu pasti keren bangat pencitraan. : tapi saat ini kita belum ada dana Mi. : Ayo kita bantu pak Lurah yuuuk Ayooo : Apa yang kalian lakukan? : Tenang pak Lur, kalo rumah pak Lur dirusak pke lumpur, nanti dapat duit dari negara katanya... oke kan? Irit pak Lur.
Tuturan: (a) Kita bangun ruang tamu terbuka di sini Pi.. jadi tiap orang bisa lihat bahwa saat itu ada yang sedang menhadap Papi. Itu pasti keren bangat pencitraan (b) Ayo kita bantu pak Lurah yuuuk. Ayooo (c) Apa yang kalian lakukan? (d) Tenang pak Lur, kalo rumah pak Lur dirusak pke lumpur, nanti dapat duit dari negara katanya... oke kan? Irit pak Lur. Praanggapan: (a) Ibu Lurah suka pamer (b) Pak Lurah butuh bantuan (c) Penduduk melakukan sesuatu (d) Pemerintah membiayai rumah lurah yang rusak. Praanggapan (a) yang dinyatakan pada tuturan (a) menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya. Praangggapa (a) menjadi faktual karena sudah disebutkan dalam tuturan (a). Penggunaan kalimat ‘tiap orang bisa lihat bahwa saat itu ada yang sedang menhadap Papi. Itu pasti keren bangat pencitraan’ adalah kalimat yang menyatakan sesuatu yang dinyatakan sebagai sebuah fakta yaitu ‘suka pamer’. Praanggapan (a) merupakan praanggapan faktual. Selanjutnya praanggapan (b) disimpulkan sebagai praanggapan non faktual karena praanggapan (b) tidak dapat dibuktikan kebenaraannya. Pada tuturan sebelumnya pak Lurah tidak meminta bantuan siapapun untuk membangun rumahnya karena hal tersebut masih usul dari ibu Lurah- istrinya alias belum disetujui oleh pak Lurah. Praanggapan (c) adalah praanggapan yang dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa langsung melihat kata-kata yang digunakan. Tuturan (c) yang menyatakan ‘Apa yang kalian lakukan?’ Menimbulkan praanggapan (c) ‘Penduduk melakukan sesuatu’. Praanggapan yang menyatakan
‘sesuatu’ sebagai objek yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat tanya yang menanyakan ‘apa’. Praanggapan (d) merupakan praanggapan non faktual karena pada kenyataannya pemerintah tidak memberikan biaya apapun untuk pembangunan rumah lurah. Tuturan (d) muncul untuk menyindir anggota DPR yang dimana gedung DPR rusak disubsidi oleh pemerintah demi perbaikan. Di depan rumah pak Lurah terjadi peristiwa lempar lumpur yang dilakukan oleh penduduk terhadap rumah pak Lurah. Hal tersebut dilakukan penduduk demi membantu pak Lurah mendapatkan biaya untuk membangun rumah mewah. Namun hal itu membuat pak Lurah dan istrinya kesal. Pengetahuan bersama dari tuturan diatas yaitu bahwa setiap rumah pejabat yang rusak akan memperoleh bantuandana dari pemerintah demi perbaikan. c. “Bocor” (15 April) Bu Lurah : Pi, soal harta karun yang di bawah kelurahan sudah dipastikan lhoo. Kapan mulai penggalian? Pak Lurah : Nanti kita pastikan dulu agar jangan sampai siapapun tahu, trus Mami segera buat rekening baru pake nama siapalah bukan kita. Sukribo : pak Lur, kok gitu sih? Pak Lurah : Kamu gak boleh ngomong gitu. Ini kan pembicaraan internal rumah tangga, engak etis kalo kamu bocorkan keluar. Tuturan: (a) Pi, soal harta karun yang di bawah kelurahan sudah dipastikan lhoo. Kapan mulai penggalian? (b) Nanti kita pastikan dulu agar jangan sampai siapapun tahu, trus Mami segera buat rekening baru pake nama siapalah bukan kita. (c) pak Lur, kok gitu sih? (d) Kamu gak boleh ngomong gitu. Ini kan pembicaraan internal rumah tangga, engak etis kalo kamu bocorkan keluar. Praanggapan: (a) Belum pernah diadaakan penggalian harta karun di dawah kelurahan (b) Keberadaan harta karun di bawah kelurahan disembunyikan (c) Sukribo merasa kesal (d) Urusan pribadi tidak pantas diketahui semua banyak orang. Praanggapan (a) merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Tuturan (a) ‘Pi, soal harta karun yang di bawah kelurahan sudah dipastikan lhoo. Kapan mulai penggalian?’ mempraanggapkan (a) belum pernah diadakan paenggalian harta karun di bawah kelurahan. Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata ‘mulai’ yang menyatakan belum pernah dilakukan atau dimulai. Praanggaan (b) menjelaskan lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan (b)“Nanti kita pastikan dulu agar jangan sampai siapapun tahu, trus Mami segera buat rekening baru pake nama siapalah bukan kita”. Tuturan tersebut cukup menjelaskan keberadaan harta karun yang terletak di bawah kelurahan. Selanjutnya praanggapan (c) merupakan praanggapan faktual. Penggunaan kalimat tanya “kok gitu sih” adalah ungkapan dari rasa tidak puas. Oleh karena itu dari tuturan (c) muncullah praanggapan (c) yang menyatakan bahwa Sukribo sedang kesal pada pak Lurah. Praanggapan (d) adalah praanggapan non faktual. Tuturan (d) yang menyatakan bahwa harta karun di bawah kelurahan milik pribadi tidaklah tepat.
Munculnya praanggapan (d) semakin membuktikan bahwa tuturan (d) tersebut tidak benar. Partisipan dari tuturan diatas adaalah Sukribo, pak Lurah dan buk Lurah. Konteks situasinya adalah pak Lurah dan buk Lurah berbisik-bisik tentang harta katun yang di bawah kelurahan dan merahasiakannya. Kemudian Sukribo mendengar pembicaraan tersebut dan merasa kesal atas sikap pak Lurah. Yang menjadi pengetahuan bersama adalah harta karun di bawah kelurahan adalah milik seluruh warga kelurahan tersebut bukan milik pribadi. d. “Sukseskrat asli Indonesia” (22 April) Yoga : Wah, ini yang aku tunggu-tungu. Kayak gini harus ikut kalo kita pingin sukses Bo...!!! Sukribo : Nanti kalo sudah kamu ajarin aku ama Yudi ya Yudi : nah ini dia calon orang kaya asli Indonesia dah datang. Yoga : Ternyata Cuma disuruh jadi aktifis partai, habis itu resus korupsi dengan gagah berani. Nanti korupsi miliaran denngan Cuma 200 juta kerjanya iduran tetap kaya raya. Tuturan: (a) Wah, ini yang aku tunggu-tungu. Kayak gini harus ikut kalo kita pingin sukses Bo...!!! (b) Nanti kalo sudah kamu ajarin aku ama Yudi ya (c) nah ini dia calon orang kaya asli Indonesia dah datang (d) Ternyata Cuma disuruh jadi aktifis partai, habis itu terus korupsi dengan gagah berani. Nanti korupsi milyaran dengan cuma 200 juta kerjanya tiduran tetap kaya raya Praanggapan: (a) Mereka bukan orang sukses. (b) Ada sesuatu yang belum diketahui (c) Orang miskin datang (d) Koruptor kalau dipenjara tetap kaya raya Praanggapan (a) merupakan praanggapan praanggapan non faktual. Praanggapan ini adalah praanggapan yang masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu. Kata ersebut yaitu ‘kalo’ yang sama artinya dengan kalau. Oleh karena itu timbullah praanggapan (a) mereka bukan orang sukses. Praanggapan (b) merupakan praanggapan eksistensial karena keberaran dari sesuatu dapat dibuktikan meskipun belum diketahui. Sementara itu praanggapan (c) merupakan praanggapan faktual. Tuturan (c) “nah ini dia calon orang kaya asli Indonesia dah datang menghasilkan praanggpan (c) yakni orang miskin datang. Frase ‘calon orang kaya’ membuktikan bawa Yoga adalah orang miskin. Selanjutnya praanggapan (d) merupakan pranggapan faktual karena sekarang ini kita sama-sama tahu bahwa setiap pejabat yang dipenjara bukan semakin tersiksa melainkan semakin kaya raya. Konteks situasi: Yoga berjalan dan kemudian ia menemukan poster iklan yang berisi ajakan untuk menjadi seorang aktifis partai supaya bisa kaya walau tidur-tiduran. Kemudian diberitahukannya kepada rekannya Sukribo. Partisipan: Sukribo, Yoga dan Yudi. Pengetahuan bersama: pejabat yang dipenjara bukan malahmenderita melainkan kaya raya. Kemudian Sukribo dan kawan-kawan bukan orang kaya.
e. “Rada sakit bahasa ini” (29 April) X : Perasaan si Asrad dah lama banget gak main bersaama kalian...?? Anak1 : Iya memang. Sejak dia masuk RSBI X : astaga, jadi si Astrad opname? Sakit apa dia? Kok kalian enggak cerita sama ibu. Udah sembuh? Anak kecil : RSBI sekolah internasional itu lhoo X : lho yang bikin isilah juga gimana...belajar bahasa dimana dia? Tuturan: (a) Perasaan si Asrad dah lama banget gak main bersaama kalian...?? (b) Iya memang. Sejak dia masuk RSBI (c) astaga, jadi si Astrad opname? Sakit apa dia? Kok kalian enggak cerita sama ibu. Udah sembuh? (d) lho yang bikin istilah juga gimana...belajar bahasa dimana dia? Praanggapan: (a) Asrad menghilang atau pindah (b) Asrad pindah sekolah (c) Asrad ada di rumah sakit (d) Sama-sama tidak tahu Praanggapan (a) merupakan praanggapan yang muncul dari informasi yang ingin disampaikan dinyatakan dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang kebenarannya diyakini. Praanggapan (a) menjadi faktual karena sudah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata ‘dah lama banget gak main’ adalah katakata yang dinyatakan sebagai sebuah fakta dari sebuah tuturan. Demikian juga dengan praanggapan (b), Asrad pindah sekolah adalah kenyataaan dari tuturan (b) Iya memang. Sejak dia masuk RSBI. Kemudian praanggapan (c) adalah praanggapan yang sangat faktual. Tuturan (c) yang menyatakan lho yang bikin istilah juga gimana...belajar bahasa dimana dia? Membuktikan bahwa mereka sama-sama tidak tahu. Selanjutnya praanggapan (d) adalah tidak faktual karena tuturan (d) tidak saling berhubunngan dengan praanggapan (d). Kenyataannya adalah Asrad masuk RSBI. Partisipan: ibu dan anak-anak yang ada dalam kartun. Konteks situasi: anakanak sedang main dan secara langsung ibuk-ibuk datang dan menanyakan keberadaan Asrad. Pengetahuan bersama: RSBI adalah sekolah luar biasa. 4.3 Kartun Kompas Edisi Mei 2012 a. “Perintah dilaksanakan” 13 Mei 2012 Sukribo Pak Lurah
Sekretaris
: Pak Lur... tolonglah jangan membenci saya karena saya ini ganteng : (Dasar manusia paling nyengiti). Dengar, aku ingin manusia paling nyengiti itu dikasih pelajaran, pokoknya dia KTP barunya jangan dijadiin dulu, biar tahu rasa. : Oh, kalo itu memang sudah dilaksanakan semua pak, ini kan emang E-KTP gak ada yang jelas kapan selesainya.
Tuturan: (a) Pak Lur, tolonglah jangan membenci saya karena saya ini ganteng
(b) (Dasar manusia paling nyengiti). Dengar, aku ingin manusia paling nyengiti itu dikasih pelajaran, pokoknya dia KTP barunya jangan dijadiin dulu, biar tahu rasa. (c) Oh, kalau itu memang sudah dilaksanakan semua pak, ini kan emang E-KTP gak ada yang jelas kapan selesainya Praanggapan: (a) Pak Lurah membenci Sukribo Sukribo tidak ganteng (b) Di keurahan sedang diadakan pembuatan KTP baru (c) Pembuatan E-KTP sangat rumit Praanggapan (a) termasuk dalam praanggpan dengan fakta yang bertentangan atau yang sering disebut dengan Counter factual presupposition. Hal ini terjadi karena praanggapan ini menghasilkan pemahaman yang berkebalikan dari pernyataannya atau kontradiktif. Tuturan (a) Pak Lur, tolonglah jangan membenci saya karena saya ini ganteng menghasilkan praanggapan (a) yaitu Pak Lurah membenci Sukribo dan Sukribo tidak ganteng. Praanggapan tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya kata ‘jangan’. Penggunaan ‘jangan’ membuktikan bahwa Sukribo tidak ganteng dan dibenci pak Lurah. Keberadaan atau eksistensi dari tuturan (b) menunjukkan bagaimana suatu hal dapat disampaikan lewat praanggapan (b). Hal tersebut adalah bahwa dikelurahan sedang diadakan pembuatan KTP baru. Oleh karena itu praanggapan (b) merupakan praanggapan eksistensial. Kemudian praanggapan (c) merupakan praanggapan faktual karena telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan frase ‘gak ada yang jelas kapan selesainya’ adalah frase yang cukup membuktikan bahwa pembuatan E-KTP susah dan sangat rumit. Untuk memahami tuturan diatas diperlukan pengetahuan bersama bahwa di Indonesia sedang dimulai pembuatan E-KTP dan proses pembuatan E-KTP sangat rumit. Partisipannyaadalah Sukribo yang adalah seorang warga kelurahan, pak Lurah dan Sekretaris Lurah. Kemudian yang menjadi konteks situasi dari percakapan di atas adalah sebuah kantor kecil yaitu kantor lurah, dimana sekretaris lurah sibuk mengerjakan tugasnya sementara pak Lurah marah-marah pada Sukribo. b. “Refreshing” (20 Mei 2012) Yoga : Yuk kita kerja lagi Bo. Sukribo : Ayo... Eits..adduh adduh, nanti dulu kakiku kesemutan. Yoga : Huuu... itu tandanya kalo kamu itu kurang olahraga, kurang gerak. Sukribo : Bukan... itu tanda kalo Sukribo emang manis Yoga : Hooeek... Tuturan: (a) Yuk kita kerja lagi Bo (b) Ayo... Eits..adduh adduh, nanti dulu kakiku kesemutan (c) Huuu... itu tandanya kalo kamu itu kurang olahraga, kurang gerak. (d) Bukan... itu tanda kalo Sukribo emang manis. (hooeek) Praanggapan: (a) Sebelumnya bekerja (b) Sukribo menolak bekerja (c) Kurang olahraga membuat sering kesemutan (d) Sukribo tidak manis
Praanggapan (a) merupakan praanggapan leksikal karena didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Dengan adanya penggunaan kata ‘lagi’ yang menyatakan mereka sebelumnya bekerja – praanggapan (a). Kemudian praanggapan (b) adalah merupakan praanggapan nonfaktual. Penggunaan kata ‘ayo’ memungkinkan adanya pemahaman yang salah, hanya saja diikuti dengan penggunaan frase ‘nanti dulu’ yang menyatakan bahwa pekerjaan tersebut tidak lagi dilanjutkan. Hal ini menyebabkan praanggapan (b) tidak faktual dan bisa diasumsikan keberaaannya masih diragukan dengan fakta yang disampaikan. Selanjutnya praanggapan (c) menjadi faktual karena informasi yang disampaikan dalam tuturan (c) diakui kebenarannya. Praanggapan (c) kurang olahraga membuat sering kesemutan, itulah kebenarannya. Demikian juga dengan praanggapan (d) diyakini kefaktualannya karena adanya kata ‘hooeek’ yang menjelaskan suatu ketidaksetujuan Yoga bahwa Sukribo manis. Maka praanggapannya adalah Sukribo tidak manis. Partisipan dari setiap tuturan di atas adalah Sukribo dan Yoga. Sesudah bekerja mereka istirahat di taman, kemudian kaki Sukribo sakit karna kesemutan.pengetahuan bersamanya adalah sering kesemutan karena jarang olahraga. Kemudian kata ‘hooeek’ adalah kata yang sering digunakan orang untuk mengejek. c. “Daun biru” (27 Mei 2012) Sukribo : Kangungnya panenan kapan nih MbokArnie? Mbok Arnie : Baru itu... seger banget baru tadi pagi. Sukribo : Hehehe, kalo jualan jujur kenapa? Ini dah adaa yang agak kering gini masa panenan tadi pagi..?? Mbok Arnie : Halaaah Boo, dimaafkan kalo salah, lagian kan cuma kangkung, ganja aja dimaafkan gitulhoo..! Tuturan: (a) Kangungnya panenan kapan nih Mbok Arnie Baru itu, seger banget baru tadi pagi (b) Hehehe, kalo jualan jujur kenapa? Ini dah ada yang agak kering gini masa panenan tadi pagi..?? (c) Halaaah Boo, dimaafkan kalo salah, lagian kan cuma kangkung, ganja aja dimaafkan gitulhoo..! Praanggapan: (a) Ada kangkung (b) Kangkung jualan Mbok Arnie kurang bagus (c) Penjual ganja dimaafkan Praanggapan (a) merupakan praanggapan eksistensial karena diasumsikan keberadaannya dalam tuturan (a). Kemudian praanggapan (b) adalah praanggapan faktual. Tuturan (b) Hehehe, kalo jualan jujur kenapa? Ini dah ada yang agak kering gini masa panenan tadi pagi..??, kata ‘agak kering’ menjelaskan bahwa kangkung Mbok Arnie kurang bagus. Lain halnya dengan praanggapan (c) yang merupakan praanggapan nonfaktual. Praanggapan ini nonfaktual karena tidak dapat dibuktikan kebenerannya. Di Indonesia penjual ganja selalu dihukum alias dipenjara. Partisipan: Mbok Arnie yang adalah seorang penjual sayur dan Sukribo pembeli sayur. Konteks situasi: Mbok Arnie sedang berjualan di sekitar rumah sukribo, kemudian Sukribo memanggil mbok Arnie dan menanyakan kangkung yang dijualnya. Pengetahuan bersama: ganja adalah sejenis tumbuham yang terlanrang untuk diperjual
belikan dan kangkung adalah sayuran yang jika sudah agak lama maka akan layu atau kering. 5.
PENUTUP Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut: Praanggapan dalam kartun Sukribo surat kabar harian Kompas edisi Maret, April dan Mei 2012 memiliki enam jenis praanggapan yaitu praanggapan eksistensial, praanggapan faktif, praanggapan leksikal, praanggapan struktural, dan praanggapan konterfaktual. Untuk memunculkan praanggapan tersebut harus diketahui terlebih dahulu koneks dari kartun tersebut. Pengetahuan bersama, partisipan dan konteks situasi adalah kunci utama untuk menentukan praanggapan dalam kartun Sukribi surat kabar harian kompas edisi Maret, April, dan Mei 1012. Pengetahuan bersama digunakan sebagai struktur yang membangun interpretasi yang tidak muncul dalam teks atau tuturan. Partisipan adalah peserta tindak tutur atau pihak-pihak yang terlibat dalam pentuturan. Bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau juga pengirim dan penerima dimana peran mereka bisa bergantian. Kemudian konteks situasi adalah keaadaan dimana tuturan disampaikan. Kartun Sukribo yaitu gambar yang berfungsi menyampaikan sesuatu yang sedang terjadi atau yang sedang hangat dibicarakan banyak orang dan sekaligus memberi hiburan kepada khalayak pembaca melalui bentuknya yang mengandung humor (lucu). Praanggapan yang dominan pada kartun Sukribo surat kabar harian Kompas yaitu praanggapan faktual.