PR DAN RELASI MEDIA Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA
PENGANTAR • Praktisi PR harus mampu menjalin hubungan yang baik dengan berbagai media massa. Perkembangan media yang tumbuh begitu pesat di Indonesia, menantang para praktisi PR untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan keterangan informasi. • Di era informasi sekarang ini, praktisi PR tidak bisa menganggap bahwa konferensi pers atau acara yang dibuatnya pasti diliput media. Karena kini satu peristiwa harus bersaing ketat dengan lainnya untuk diberitakan media.
KIAT MEMPEROLEH PEMBERITAAN MEDIA a)
KREATIVITAS Kreativitas adalah unsur utama yang harus dimiliki siapa saja yang ingin mendapatkan pemberitaan media. Hal ini dikarenakan setiap hari media menghadapi begitu banyak informasi, isu, kasus, dan permasalahan publik. Kesulitan media saat ini bukan lagi mencari informasi, tetapi memilah-milah informasi yang hendak diberitakan kepada khalayak. Maka untuk menjadi sumber berita yang produktif dan diberitakan media dibutuhkan kreativitas. Dalam mengemas isu atau pesan yang ingin diberitakan; dalam memanfaatkan momentum;dalam memilih tempat untuk seminar,konpers,atau dalam memilih pembicara. Pada intinya perlu dipahami bahwa media selalu mencari sesuatu yang unik, baru, dan menarik. Peristiwa atau sumber berita yang biasa saja akan sulit mendapatkan pemberitaan media dan tidak akan menjadi perhatian publik.
b) KOMPETENSI Kompetensi atau spesialisasi seseorang di mata media akan dilihat dari beberapa segi. Pertama, latar belakang pendidikan, formal atau informal apakah pendidikan yang digeluti sang tokoh? Sampai pada jenjang pendidikan, kemudia perguruan tinggi mana, negeri atau swasta, dalam atau luar negeri?. Jenjang pendidikan dan latar belakang almameter memberikan nilai lebih kepada sumber berita. Namun jenjang pendidikan dan latar belakang almameter bukan satu-satunya faktor. Media juga melihat aktivitas dan keterlibatan seseorang dalam suatu bidang.
c)
Mempunyai Jaringan dengan Pers Seorang praktisi PR, pejabat publik, politisi, pengamat harus secara personal mengenal wartawan dan redaktur dari media yang berbeda-beda. Mereka juga harus mengetahui dan mengenal secara pribadi tokoh asosiasi wartawan atau jurnalis. Jaringan tersebut akan mempermudah sumber berita untuk menyebarkan pesan, pernyataan publik, press release, undangan konperensi pers. Mempunyai jaringan dengan komunitas pers juga bermanfaat jika sewaktu-waktu sumber berita (pribadi, badan publik atau korporasi) mempunyai masalah dengan pers atau wartawan. Masalah tersebut bisa berupa berita tidak berimbang, menghakimi, tidak akurat atau perilaku wartawan yang berlebihan dan tidak profesional. Masalah dapat segera diselesaikan dan tidak memantik kontroversi jika sumber atau subjek berita mempunyai jaringan di komunitas pers.
d)
Penyelennggaraan Konferensi pers, Kunjungan media, dan diskusi publik. Konferensi pers adalah pertemuan yang diselenggarakan khusus untuk kalangan wartawan guna menyampaikan sesuatu yang relatif simpel, ringkas dan tidak bertele-tele. Konferensi pers berhubungan kebutuhan sehari-hari wartawan terhadap informasi, data atau sikap yang gamblang, mudah dipahami dan jika bisa kontroversial. Diskusi publik atau seminar mempunyai fungsi yakni membahas suatu masalah secara konseptual dan mendalam dari perspektif tertentu. Di dalam diskusi publik dan seminar, wartawan bukan khalayak satu-satunya. Diskusi publik biasanya hanya berlangsung 2-4 jam, terdiri dari satu sesi dengan 3-5 pembicara. Sementara seminar dapat dilakukan sehari atau lebih, terdiri dari minimal dua sesi, dengan pembicara 3-5 orang untuk masing-masing sesi. Kunjungan media untuk kebutuhan diskusi intensif dengan awak redaksi. Dalam kunjungan media, kita mempunyai waktu lebih panjang untuk menjelaskan suatu hal dan melakukan pendalaman melalui diskusi. Kita dapat lebih jauh mengeksplorasi informasi atau data yang kita miliki, juga pemikiran atau konsep terkait masalah tertentu.
e)
Kemasan yang menarik dan efisien. Media tidak hanya membutuhkan sesuatu yang penting dan bernilai publik, tetapi juga sesuatu yang menarik. Oleh karena itu diskusi publik, seminar, atau konferensi pers harus dikemas secara menarik. Suguhan musik selera anak muda, kedatangan selebriti terkenal, pengamat yang terpercaya bisa menambah daya tarik. Demikian juga dengan pembawa acara atau moderator yang komunikatif, penuh humor, dan sanggup menghidupkan suasana. Perlu diperhatikan pula kesesuaian dana yang dibutuhkan dengan efek yang ditimbulkan. Siaran pers, makalah, atau presentasi yang dibagikan kepada wartawan, pertama-tama harus menarik; menggunakan layout yang bagus, disertai dengan diagram, tabel, foto, bagan yang ilustratif dan demonstratif. Siaran pers, makalah atau presentasi juga harus efisien, dalam arti singkat, padat, dan mudah dipahami.
f) Tidak Berpretensi Ilmiah Teoritis Banyak pengamat atau akademisi berpikir, ketika menghadapi wartawan, mereka harus menempatkan diri layaknya ilmuwan, yang harus berbicara secara ilmiah dan teoritis. Padahal ketika menghadapi media yang perlu ditonjolkan pertama kali adalah berbicara secara komunikatif dan artikulatif. Berbicara dengan gamblang, jelas, dan mudah dipahami, inilah makna dari komunikatif.
g)
Selalu mudah diwawancarai. Wartawan adalah sekelompok orang yang bekerja hampir sepanjang waktu. Wartawan bekerja tidak dengan jam kerja konvensional. Konsekuensinya, kebutuhan mereka akan informasi, data, klarifikasi, konfirmasi sumber juga tidak dibatasi oleh waktu. Kita bukan berarti tidak memiliki privasi sama sekali dan harus menerima permintaan wawancara kapan pun. Tetapi dalam arti bahwa kita mempunyai peluang yang bagus untuk menjadi narasumber idola para wartawan. Yakni jika kita selalu meluangkan waktu untuk mereka, selalu terbuka untuk diwawancarai, bahkan untuk menerima pertanyaan-pertanyaan mereka di luar konteks wawancara.
h) Menguasai Teknologi Informasi Sumber berita atau praktisi PR, harus lebih produktif dan menguasai teknologi informasi, baik software maupun hardware. Di zaman serba virtual seperti sekarang, mengirimkan press release melalui faks sudah mulai ditinggalkan. Wartawan lebih membutuhkan press release yang disampaikan melalui email, BBM, atau WhatsApp. Selain lebih mudah diakses di mana pun dan kapan pun, press release jadi lebih mudah dikutip. Wartawan tidak perlu mengetik ulang sebagaimana press release yang dikirimkan melalui faks. Sifat hiperaktualitas dan interaktivitas media sosial memberi kemudahan bagi siapa saja untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan banyak pihak.
i)
Aktualitas Ciri dari media harian adalah mengedepankan aktualitas. Media harian selalu berusaha mencari dan memberitakan peristiwa yang paling baru, yang terkini. Untuk media radio dan televisi, aktualitas itu bahkan tidak diukur dalam hitungan hari, namun hitungan jam. Media radio dan televisi mempunyai program berita regular edisi pagi, siang, sore, bahkan malam. Dapat dibayangkan betapa dinamis perubahan dan perkembangan realitas yang diangkat media. Maka jika kita ingin mendapatkan pemberitaan media, kita harus mengikuti perubahan dan perkembangan realitas terberitakan itu. Kita perlu mengamati perkembangan isu dan wacana publik, dan tidak memaksakan wacana yang sudah lewat atau sama sekali belum berkembang.
j)
Momentum Selain aktualitas, media juga memperhitungkan momentun. Momentum dapat merujuk pada peristiwa besar keagamaan ataupun kenegaraan dan internasional. Momentum juga dapat merujuk pada peristiwa besar seperti kenaikan harga BBM, pasar bebas ASEAN, nilai tukar rupiah, bencana alam, dan terorisme. Media biasanya menerapkan agenda pemberitaan tertentu terkait dengan momentum atau peristiwa tersebut. Momentum ini dapat dimanfaatkan pihak-pihak berkepentingan dengan pemberitaan media untuk unjuk eksistensi diri, mengaktualisasikan gagasan atau pemikiran, atau memperkenalkan produk baru yang relevan. Perlu kejelian dan perencanaan matang untuk memanfaatkan momentum tersebut.
k) Dekat dengan masalah publik Siapa pun yang ingin jadi sumber berita produktif, mesti memperhatikan kedekatan masalah dengan publik. Bahwa yang mereka bicarakan, yang mereka ungkapkan, harus bersentuhan langsung dengan masalah masyarakat, khususnya masyarakat yang menjadi target sasaran dari media yang berbedabeda. Di hadapan pers, jangan memaksakan diri untuk berbicara tentang sesuatu yang tidak penting dan tidak berurusan langsung dengan kehidupan masyarakat. Apa yang penting dan dekat dengan kehidupan masyarakat itu? Tak perlu ragu untuk mendengarkan opini orang lain dalam hal ini.
l)
UNIK Media tidak menyukai hal-hal yang biasa saja, yang umum dan sudah sering terjadi. Sebaliknya, media selalu tertarik kepada hal-hal yang mencolok dan berbeda dari yang lain dan istimewa. Maka jika suatu lembaga, tokoh, perusahaan, produk, atau gagasan ingin menarik perhatian media, maka harus menampilkan diri sebagai sesuatu mencolok, berbeda, atau istimewa.
j) Terobosan dan Prestasi Media menuntut lebih dari sekedar unik, lain dari yang lain dan kontroversial pada diri suatu tokoh, lembaga, dsbnya. Media juga mempertimbangkan apa prestasi atau terobosan yang sudah dilakukan calon narasumber. Pers menuntu bukti nyata kontribusi mereka untuk masyarakat.
Cara Menghadapi Wartawan Palsu 1) Jangan Panik dan Tidak Takut Pertama yang harus dilakukan ketika menghadapi wartawan palsu adalah sikap tenang, tidak panik, dan tidak takut. Kepanikan wajar terjadi karena tidak jarang wartawan tersebut datang ke sebuah kantor atau sebuah acara secara bergelombol dan demonstratif. Ketakutan juga wajar terjadi karena wartawan tersebut sering mengutarakan ancaman secara langsung maupun tidak langsung.
2)
Memahami UU PERS, Kode Etik Jurnalistik, serta Nota Kepahaman Dewan Pers & Polri. Hak dan kewajiban wartawan, serta sebaliknya hak dan kewajiban sumber atau subjek berita diatur dalam UU Pers dan kode etik jurnalistik. Wartawan berhak untuk mendapatkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi terkait kepentingan publik, namun wartawan juga harus menghargai kepentingan dan privasi sumber atau subjek berita. Selain itu Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri pada 9 Februari 2012 untuk pelembagaan kemerdekaan pers di Indonesia. Tujuan pembuatannya untuk memberikan kepastian tentang proses penanganan kasus-kasus yang terkait dengan masalah jurnalistik. Nota kesepahaman ini pertama-tama menegaskan bahwa sengketa jurnalistik akan diselesaikan secara jurnalistik.
3)
Mengecek Identitas Wartawan dan Keberadaan Medianya. Merujuk kepada pasal 2 kode etik jurnalistik, sekali lagi hanya wartawan dengan identitas yang jelas yang perlu dilayani. Oleh karena itu, tidak perlu ragu-ragu untuk menanyakan kartu identitas wartawan yang hendak melakukan wawancara. Walaupun misalnya wartawan dapat menunjukkan kartu identitasnya, sumber berita dapat melakukan pengecekan lebih lanjut terhadap keberadaan perusahaan media tempat wartawan itu bekerja. Yang tidak kalah penting adalah memeriksa badan hukum pers. UU pers no 32 tahun 1999 menegaskan, perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia. Badan hukum yang dimaksud adalah Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan, dan Perkumpulan. Untuk media komersial, badan hukum yang memungkinkan adalah PT.
4) Tidak Melakukan Intimidasi dan Kekerasan. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap wartawan adalah sebagai berikut : Kekerasan fisik kekerasan non fisik perusakan alat peliputan upaya menghalangi kerja wartawan bentuk kekerasan lain yang diatur dalam KUHP dan UU HAM.
5)
Tidak Memberikan Uang pada Wartawan AMPLOP adalah istilah yang populer untuk uang yang diberikan sumber berita atau objek pemberitaan kepada wartawan. Mereka memberikan uang tersebut bisa jadi karena ingin diberitakan secara positif atau karena memang ada wartawan yang meminta uang tersebut. Dalam konteks ini, direkomendasikan kepada pejabat publik dan politisi untuk menggunakan anggaran media relationsnya untuk pemasangan iklan secara profesional. Anggaran media relations semestinya juga digunakan untuk membuat event-event yang menarik, unik, dan baru sehingga layak untuk diberitakan. Jika kita dapat membuat event yang unik, menarik dan baru. Akan otomatis media profesional akan memberitakannya.
6) Melaporkan Wartawan Tidak Profesional ke Polisi Berpegang pada nota kesepahaman Dewan Pers dan Polri sebagaimana telah disebutkan, berbagai bentuk pemerasan wartawan terhadap sumber atau subjek berita adalah tindakan kriminal. Maka tindakan tersebut dapat langsung diadukan ke polisi. Yang akan diproses oleh Polisi adalah tindakan pemerasannya, sebagaimana tindakan pemerasan pada umumnya, dan bukan tindakan jurnalistiknya.
7) Bekerja Sama dengan AJI, PWI, dan IJTI Tiga asosiasi wartawan yang telah menjadi stakeholders Dewan Pers (AJI, PWI, dan IJTI) dapat diharapkan banyak untuk menangani masalah wartawan tidak profesional. Tiga asosiasi profesi ini mempunyai komitmen sekaligus tanggung jawab untuk menegakkan profesionalisme wartawan dan etika pers. Mereka juga mempunyai kepentingan untuk menjaga martabat profesi jurnalis serta martabat pers secara keseluruhan.