PPN DAN PPn BM PENGUSAHA KENA PAJAK, DPP & TARIF, TEMPAT PAJAK TERUTANG, DAN FAKTUR PAJAK, NOTA RETUR
Mata Kuliah
: Perpajakan II
Ruang , Hari /Jam kuliah : M 504, Minggu, Jam :16.15 – 18.45 WIB Tatap Muka
: Ke – 11
Pokok Bahasan
:
Dosen
: Sugianto, Ak., MSi
UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM KELAS KARYAWAN KAMPUS MENTENG
1
Pengertian Pengusaha Kena Pajak A. Pengertian PKP (Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000) - Pengusaha (Perusahaan) yang tidak termasuk Pengusaha Kecil yang menyerahkan Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak. - Pengusaha yang memenuhi syarat ini, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. - Pengusaha kecil yang menyerahkan BKP/JKP, dan memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha kecil diberikan pilihan untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak atau tidak menjadi Pengusaha Kena Pajak. Artinya, hukumnya tidak wajib. 1. Termasuk PKP (Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000) a) Pengusaha yang baru berniat akan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (dalam tahap pra operasi/belum berproduksi komersial), artinya perusahaan tersebut belum memulai usahanya tetapi dari kegiatan persiapan yang dilakukan seperti pembelian barang modal atau bahan baku dapat diketahui bahwa Pengusaha ini berniat akan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. b) Bentuk kerja sama operasi (Joint Operation/Joint Venture) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. Apabila Joint Operationt tersebut hanya merupakan alat koordinasi, sedangkan transaksi penyerahan BKP/JKP tetap dilakukan sendiri-sendiri oleh peserta JO, maka JO tersebut tidak perlu dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. 2. Pengusaha Kecil (552/KMK.04/2000 Jo 571/KMK.03/2003, SE - 33/PJ.51/2003) a. Sejak 1 Januari 2003 Batasan Pengusaha kecil adalah Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) untuk pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. b. Sebelum 1 Januari 2003 Batasan Pengusaha Kecil adalah : 1. Rp 360 Juta peredaran bruto setahun untuk :
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan JKP, tetapi penyerahan BKP lebih dari 50% dari total peredaran bruto dan penerimaan bruto
2
2. Rp 180 Juta peredaran bruto setahun untuk :
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan JKP, tetapi penyerahan JKP lebih dari 50% dari total peredaran bruto dan penerimaan bruto.
c. Beberapa hal seputar pengukuhan PKP : 1. Pengusaha kecil yang omsetnya telah melampaui batasan omset Rp 600 juta, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan setelah bulan terlampauinya batasan tersebut. Apabila batas waktu pelaporan tersebut terlampaui, maka saat pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya. Contoh : Bapak Meidi terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua memiliki toko onderdil mobil di Pusat Onderdil Fatmawati, omset bulan Januari s.d. April 2004 mencapai Rp 500 juta. Sementara omset bulan Mei 2004 adalah Rp 300 Juta. Dengan demikian, batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2004, sehingga Bapak Meidi harus segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua selambat-lambatnya 30 Juni 2004. Namun jika Bapak Meidi baru melaporkan usahanya pada tanggal 20 Juli 2004, maka saat pengukuhan PKP terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004. 2. Dalam hal pengukuhan dilakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan adalah awal bulan kedua setelah bulan terlampauinya batasan pengusaha kecil. Jika dalam contoh diatas, Bapak Meidi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua dan berdasarkan hasil ekstensifikasi pada bulan Desember 2004 diketahui bahwa batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2004. Maka saat pengukuhan sebagai PKP terhitung sejak tanggal 1 Juli 2004 dan atas PPN terutang bulan Juli s.d. Nopember 2004 beserta sanksi bunga 2 % sebulan dari PPN terhutang. 3. Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terhutang dimulai sejak saat pengukuhan sebagai PKP.
3
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (Pasal 3A Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000) : a. Pengusaha yang telah wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha Kecil yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak seperti tersebut diatas berkewajiban untuk : 1) Melaporkan usahanya (mendaftarkan perusahaannya) untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. 2) Memungut PPN/PPn BM yang terutang. 3) Menyetor PPN/PPnBM yang terutang (yang kurang dibayar) 4) Melaporkan PPN/PPn BM yang terutang (menyampaikan SPT Masa PPN/PPn BM). b. Pengusaha kecil yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak tidak wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi boleh memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak atau tidak. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan PPN, kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. c. Apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, peredaran bruto (omzet) Pengusaha telah melewati batasan Pengusaha Kecil, Pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya. d. Apabila dalam satu tahun buku peredaran bruto Pengusaha Kena Pajak tidak melebihi batasan Pengusaha kecil, maka Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pencabutan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Hak PKP a. Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP b. Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN Proses Pencabutan PKP : a. Direktur Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. b. Keputusan akan diberikan dalam jangka waktu 2 bulan sejak permohonan diterima.
4
c. Jika Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu 2 bulan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan keputusan pencabutan akan diberikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah 2 bulan tersebut. Contoh : PT A bergerak dalam bidang perdagangan garmen. Selain itu, PT A juga melakukan penyerahan jasa pengecetan gedung. Pada Masa September 2002, PT A melakukan pengecetan penjualan garmen s.d. September 2002 sebesar Rp 350.000.000,00 dan penyerahan jasa pengecetan gedung s.d. bulan September 2002 Rp 50.000.000,00. Dari kasus ini dapat dihitung Peredaran usaha PT A s.d. September 2002 adalah sebesar Rp 400.000.000,00 (87,5% penyerahan BKP). Jadi dalam hal ini PT A sudah berkewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan Oktober 2002.
Transaksi Antar Pengusaha Kena Pajak yang Terdapat Hubungan Istimewa Dalam hal harga jual atas Barang Kena Pajak atau penggantian atas Jasa Kena Pajak dipengaruhi adanya hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian tersebut dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak tersebut. Hubungan Istimewa terjadi dalam hal : - Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan sebesar 25% atau lebih pada dua Pengusaha atau lebih. Demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebutkan terakhir. - Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua Pengusaha atau lebih berada dibawah penguasaan Pengusaha yang sama, yaitu penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi. - Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat : - Sedarah lurus satu derajat, yaitu: ayah/ibu dengan anak - Sedarah kesamping satu derajat, yaitu: kakak dengan adik
5
- Semenda lurus satu derajat, yaitu: mertua dengan menantu atau ayah/ibu dengan anak tiri - Semenda kesamping satu derajat, yaitu: hubungan saudara ipar - Jika antara suami istri ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka hubungan keduanya merupakan hubungan istimewa. Cabang tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP apabila (SE - 09/PJ.51/2003) : Di dalam Pasal 1A huruf F Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang termasuk ke dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak. Namun, apabila cabang memenuhi syarat-syarat seperti yang tercantum dalam SE-09/PJ.51/2003, maka cabang tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP apabila : a. Tempat tersebut hanya digunakan untuk melakukan pembelian dan pengumpulan BKP (bahan baku) untuk kegiatan produksi Pengusaha Kena Pajak di tempat kegiatan usahanya (pabrik); b. Tempat tersebut semata-mata hanya melakukan penyerahan bahan baku yang dibeli atau dikumpulkannya tersebut ke tempat kegiatan usahanya (pabrik) dan tidak melakukan penyerahan kepada pihak lain; serta c. Tidak melakukan kegiatan usaha selain point b di atas
Saat Pajak Terutang ( Pasal 11 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Jo Peraturan Pemeritah Nomor 143 TAHUN 2000 Jo PP Nomor 24 TAHUN 2002) PPN terutang pada saat : 1. Penyerahan BKP/JKP 2. Impor BKP 3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean 4. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. 5. Ekspor BKP
6
6. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean. 7. Pada saat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak, dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Saat pajak terutang seperti tersebut di atas diartikan sebagai saat mulai timbulnya utang pajak kepada negara, sehingga bukan merupakan batas akhir pembayaran pajak ke kas negara. 1. Terutangnya Pajak atas Penyerahan BKP Bergerak : a. Saat barang diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga atas nama pembeli, atau b. Saat barang secara langsung diserahkan kepada juru kirim atau Pengusaha jasa angkutan Undang-Undang PPN menganut prinsip bahwa penyerahan barang bergerak telah terjadi pada saat barang tersebut dikeluarkan dari penguasaan PKP Penjual dengan maksud langsung atau tidak langsung diserahkan kepada pihak lain. 2. Terutangnya Pajak atas Penyerahan BKP Tidak Bergerak : Yaitu mana yang lebih dulu terjadi diantara : a. Saat penyerahan hak untuk menguasai atau menggunakan secara yuridis. (Saat penyerahan hak sebagaimana yang tercantum dalam akta jual beli). b. Saat penyerahan hak untuk menguasai atau menggunakan secara nyata. (Saat barang tidak bergerak diserahkan penguasaannya secara nyata kepada pembeli, meskipun secara yuridis barang tersebut masih hanya penjual). 4. Terutangnya Pajak atas Penyerahan BKP Tidak Berwujud :
Yaitu mana yang lebih dulu terjadi diantara : a. Saat harga penyerahannya diakui sebagai piutang oleh PKP yang bersangkutan.
7
b. Saat harga penyerahannya ditagih oleh PKP yang bersangkutan. c. Saat harga penyerahannya dibayar baik sebagian maupun keseluruhan. d. Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh PKP yang bersangkutan (dalam hal kondisi pada huruf a, b, atau c tidak diketahui). 5. Terutangnya Pajak atas Penyerahan JKP : Yaitu saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau keseluruhan. 5. Terutangnya Pajak atas Impor BKP : Yaitu saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean. 6. Terutangnya Pajak atas Ekspor BKP : Yaitu saat Barang Kena Pajak tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean. 7. Terutangnya Pajak atas persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan : Yaitu mana yang lebih dahulu terjadi di antara : a. Saat ditandatanganinya Akta Pembubaran oleh Notaris; b. Saat diketahui telah bubar secara nyata c. Saat diketahui telah bubar berdasarkan dokumen atau data. 8. Terutangnya Pajak atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean (568/KMK.04/2000 ) Yaitu mana yang lebih dulu terjadi di antara : a. Saat secara nyata digunakan b. Saat harga perolehannya dicatat sebagai utang (dicatat sebagai biaya/acrual basis) c. Saat penagihan d. Saat pembayaran e. Saat ditandatanganinya surat perjanjian (dalam hal kondisi pada huruf a, b, c, atau d tidak dapat diketahui)
8
Saat Terutangnya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah dari Pusat ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan BKP Yang Tergolong Mewah Antar Cabang (KEP - 428/PJ./2002) 1.Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai Pusat maupun sebagai Cabang perusahaan, maka atas setiap tempat pajak terutang tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), kecuali atas tempat pajak terutang tersebut dilakukan pemusatan tempat pajak terutang. 2.Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang, dikenakan PPN. 3.Dalam hal Pusat atau Cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, maka atas penyerahan Barang Kena Pajak belum terutang PPnBM. 4.Saat terutangnya PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak Pusat atau Cabang kepada pihak lain. 5.Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah adalah sebesar Harga Jual setelah dikurangi laba kotor. 6.Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah adalah sebesar Harga Jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. 7.Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2002
Tempat Pajak Terutang ( Pasal 12 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002) 1. Jenis Tempat Terutangnya PPN : •
Atas Penyerahan BKP/JKP adalah di tempat tinggal (Pengusaha orang pribadi) atau tempat kedudukan (Pengusaha Badan) dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai PKP.
9
•
Atas Impor BKP adalah di tempat dimasukannya Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
•
Atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah di tempat orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud/JKP tersebut terdaftar sebagai wajib pajak.
•
Atas Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan adalah di tempat bangunan didirikan.
•
Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat di atas sebagai tempat pajak terutang atas ekspor BKP, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan.
2. Tempat Terutangnya PPN atas PKP Orang Pribadi ( KEP - 525/PJ./2000 ) •
Dalam hal di tempat tinggal Pengusaha Orang Pribadi tidak dilakukan kegiatan usaha (hanya semata-mata untuk tempat tinggal), maka PPN hanya terutang di tempat kegiatan usaha. Sehingga, pengukuhan sebagai PKP hanya dilakukan di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha.
•
Apabila di tempat tinggal Pengusaha tersebut sudah terlanjur dikukuhkan, maka pengukuhan tersebut akan dicabut setelah dilakukan pemeriksaan oleh fiskus.
•
Tempat Terutangnya PPN bagi PKP yang dikukuhkan di KPP WP Besar (KEP - 335/PJ./2002 Jo SE - 32/PJ.52/2002)
•
Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP WP Besar
•
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, tempat terutangnya pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha tersebut ditetapkan hanya di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Besar.
•
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan melalui tempat-tempat kegiatan usahanya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat terutangnya pajak (KPP WP Besar)
•
Dalam setiap kegiatan penyerahan BKP dan/atau JKP, Pengusaha Kena Pajak wajib menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan
10
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Kode Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh KPP WP Besar 3. Tempat Terutangnya PPN bagi PKP yang dikukuhkan di KPP PND (KEP 394/PJ./2003 Jo SE - 34/PJ.52/2003) •
Wajib Pajak yang berstatus sebagai BUMN dan telah terdaftar di KPP PND, wajib dikukuhkan sebagai PKP di KPP PND.
•
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, tempat terutangnya pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha tersebut ditetapkan hanya di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan oleh KPP PND.
•
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan melalui tempat-tempat kegiatan usahanya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat terutangnya pajak (KPP PND).
•
Dalam setiap kegiatan penyerahan BKP dan/atau JKP, Pengusaha Kena Pajak wajib menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Kode Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh KPP yang mengelola WP BUMN.
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak selain Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, wajib dicabut pengukuhannya pada tanggal 30 Agustus 2002 oleh Kantor Pelayanan Pajak selain Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak selain KPP PND, wajib dicabut pengukuhannya selambat-lambatnya tanggal 31 Januari 2004 oleh KPP selain KPP PND. Sentralisasi Tempat Pajak Terutang (KEP - 128/PJ./2003) PKP yang dapat mengajukan permohonan sentralisasi tempat PPN terutang : - Apabila Pengusaha memiliki tempat kegiatan usaha lebih dari satu (memiliki kantor cabang atau perwakilan) yang berada dalam wilayah kerja KPP yang berbeda, maka masing-masing tempat kegiatan usaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (Prinsip Desentralisasi). - Apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan, Pengusaha tersebut dapat
11
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak untuk melakukan pemusatan (sentralisasi) tempat pajak terutang pada satu tempat atau lebih. - Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik (e-filing) yang memiliki lebih dari satu tempat untuk melakukan kegiatan penyerahan BKP/JKP dapat mengajukan pemusatan (sentralisasi) tempat PPN terutang pada satu tempat atau lebih. - Pengusaha Kena Pajak selain yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM melalui Media Elektronik (e-filing) yang memiliki lebih dari satu tempat untuk melakukan kegiatan penyerahan BKP/JKP dapat mengajukan pemusatan (sentralisasi) tempat PPN terutang pada satu tempat atau lebih. Syarat-syarat yang harus dipenuhi : a. Semua kegiatan administrasi penjualan dan pembelian hanya dilakukan di tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terhutang; b. Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan hanya berfungsi untuk melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atas perintah tempat pemusatan PPN terhutang; c. Semua Faktur Pajak atau Faktur Penjualan diterbitkan oleh tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terhutang; d. Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan tidak membuat Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan, kecuali Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan yang dicetak berdasarkan data yang diinput secara on line dari Kantor Pusat atau tempat pemusatannya; dan e. Kantor Cabang Unit yang dipusatkan hanya mengadministrasi persediaan dan kegiatan perolehan BKP/JKP untuk keperluan operasional kantor atau unit bersangkutan yang dananya berasal dari kas kecil (petty cash). Sentralisasi Tempat PPN Terhutang Bagi PKP selain Pedagang Eceran dan PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM melalui media elektronik : 1. Menyampaikan pemberitahuan sentralisasi tempat PPN terhutang pada saat dimulainya pemusatan yaitu saat dimulainya pemasukan SPT Masa dengan Media elektronik (e-filing); 2. Mengajukan permohonan untuk penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan PPN terhutang kepada Kepala Kanwil paling lambat 3 (tiga) bulan
12
sebelum dimulainya pemusatan; 3. Surat permohonan tersebut memuat : a.Nama, alamat dan NPWP tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang; b.Rincian nama, alamat dan NPWP tempat PPN terhutang yang akan dipusatkan; c. Tangal dimulainya pemusatan; d.Berita acara penyampaian SPT Masa PPN melalui Media Elektronik (e-filing) beserta fotokopinya untuk masa pajak dari tempat yang akan dijadikan pemusatan PPN terhutang. 4. Keputusan penetapan sentralisasi tempat PPN terhutang harus diberikan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan diterima. 5. Kepala Kanwil dapat memberikan keputusan penetapan sentralisasi tempat PPN terhutang tanpa melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan. 6. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, kepala Kanwil belum memberikan keputusan, maka permohonan sentralisasi dianggap diterima. 7. Keputusan persetujuan pemusatan tempat PPN terhutang berlaku selama 5 ( lima ) tahun sejak tanggal berlakunya pemusatan. 8. PKP dapat mengajukan permohonan perpanjangan sentralisasi tempat PPN terhutang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah habis masa berlakunya 9. PKP dapat mengajukan dapat mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang untuk tempat kegiatan usaha dimana pabrik terletak. 10.Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM beserta lampirannya dengan menggunakan media elektronik berupa Disket, Digital Data Storage (DDS), atau Digital Audio Type (DAT) dan Compact Disk, tidak termasuk ke dalam pengertian PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM secara elektronik. Dengan demikian, PKP tersebut tidak dapat mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang untuk tempat kegiatan usaha dimana pabrik terletak (SE - 25/PJ.52/2003) Permohonan Sentralisasi tempat PPN terhutang dikabulkan apabila : - Kegiatan dan administrasi pembelian untuk jaringan penjualan yang tersebar di berbagai tempat, dipusatkan di tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai dimohonkan Sentralisasi Tempat PPN Terhutang Bagi PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM selain melalui media elektronik :
13
1. Permohonan sentralisasi diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum saat dimulainya pemusatan dan paling sedikit memuat : a. Nama, alamat dan NPWP tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang; b. Rincian nama,alamat dan NPWP tempat kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dipusatkan; c. Tanggal yang diinginkan untuk dimulainya pemusatan; dan d. Pernyataan Pengusaha Kena Pajak bahwa sistem administrasinya telah sesuai dengan persyaratan pemusatan tempat PPN terutang. 2. Kepala kanwil harus memberikan keputusan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan. 3. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan kepala kanwil belum memberikan keputusan, maka permohonan PKP dianggap diterima dan surat keputusan persetujuan pemusatan diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan dianggap diterima. 4. Keputusan persetujuan pemusatan tempat PPN terhutang berlaku selama 5 (lima) tahun sejak tanggal berlakunya pemusatan. 5. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan kepala kanwil belum memberikan keputusan, maka permohonan PKP dianggap diterima dan surat keputusan persetujuan pemusatan diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan dianggap diterima. 6. PKP tidak dapat mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang untuk tempat kegiatan usaha dimana Pabrik terletak. 7. Keputusan pemusatan tempat PPN terhutang untuk Pabrikan yang telah diberikan sebelum diterbitkannya KEP - 128/PJ./2003 tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. 8. Fiskus akan melakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) untuk meyakinkan bahwa persyaratan di atas telah terpenuhi. 9. Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal permintaan pemeriksaan, Kepala Kantor KPP tidak memberikan laporan hasil pemeriksaan, maka keputusan pemusatan dianggap diterima. 10.Dalam hal KPP memberikan hasil laporan PSL yang berbeda-beda, maka Kepala Kanwil dapat menolak atau mengabulkan sebagian permohonan pemusatan tempat PPN terhutang.
14
Pengertian dan Jenis DPP ( Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ): Dasar Pengenaan Pajak artinya nilai uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang, dengan mengalikan tarif pajaknya. Dengan demikian, Pajak yang Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak Jenis DPP PPN adalah : - Harga jual, untuk penyerahan Barang Kena Pajak - Penggantian, untuk penyerahan Jasa Kena Pajak - Nilai impor, untuk impor Barang Kena Pajak - Nilai ekspor, untuk ekspor Barang Kena Pajak - Nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 diatur mengenai DPP atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yaitu sebagai berikut : - Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas penyerahan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut. - Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut. Contoh : PT JTS Trading bergerak di bidang produksi Air Mineral. Pada Masa Oktober 2002 melakukan penyerahan ke PT Surya Mineral sebesar Rp 2.000.000.000,00 (PPN 10%, PPnBM 15%), kemudian PT Surya Mineral menjual kembali ke PT Cahaya Mineral dengan margin laba 20%. Maka, perhitungan DPP-nya sbb :
15
a. Jumlah yang harus dibayarkan PT Surya Mineral ke JTS Trading sebesar Rp 2.500.000.000,00, dengan perincian :
b.
- Harga Jual
=
Rp 2.000.000.000,00
- PPN
=
Rp 200.000.000,00
- PPnBM
=
Rp 300.000.000,00
- Total
=
R 2.500.000.000,00 p
PT Surya Mineral menghitung DPP sebesar harga jual yang telah ditambahkan margin laba termasuk PPnBM sebesar Rp 2.970.000.000,00 - Harga Pokok =
Rp 2.000.000.000,00
- Margin Laba =
Rp 400.000.000,00
- PPnBM
=
Rp 300.000.000,00
- DPP
=
- PPN
=
- Total
=
R p R p
R p
2.700.000.000,00
270.000.000,00
2.970.000.000,00
1. Harga Jual ( Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) : - Nilai berupa uang - Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual Barang Kena Pajak. - Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak. Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur harga jual, antara lain : pengangkutan, asuransi, bantuan teknik, pemeliharaan, dan garansi. 2. Penggantian ( Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) : - Nilai berupa uang - Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya dimintaoleh penjual Barang Kena Pajak. - Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
16
Dengan demikian, Dasar Pengenaan Pajak adalah harga jual/penggantian netto (setelah dikurangi diskon yang diberikan), dengan syarat diskon tersebut dicantumkan dalam faktur pajak. 3. Nilai Impor ( Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) : - Nilai berupa uang yang menjadi Dasar penghitungan bea masuk - Ditambah pungutan yang dikenakan sesuai Undang-Undang Pabean. - Tidak termasuk PPN/PPn BM. Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk PPN = 10% x Nilai Impor Contoh : PT X mengimpor barang A yang memiliki harga dalam CIF sebesar USD 25,000 dan berdasarkan buku tarif bea masuk dari Bea dan Cukai dikenakan bea masuk sebesar 25%, kurs pajak yang berlaku pada tanggal impor (Pemberitahuan Impor Barang) tersebut adalah Rp 12.000,00. Perhitungan PPN yang terutang atas barang yang diimpor PT X sbb : - Harga CIF
=USD25,000.00
- Bea Masuk
=25%
- Kurs
=Rp 12.000,00
-
Nilai CIF dalam rupiah
=Rp 300.000.000,00
- Bea Masuk
=Rp 75.000.000,00
- Nilai Impor
=RP 375.000.000,00
- Nilai Impor
=RP 375.000.000,00
- PPN
=Rp 37.500.000,00
4. Nilai Ekspor ( Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) : - Nilai berupa uang - Termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, yaitu, nilai yang tercantum dalam dokumen PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai). PPN Ekspor = 0% x Nilai Ekspor
17
5. DPP Nilai Lain ( 567/KMK.04/2000 Jo 251/KMK.03/2002): Jenis-jenis nilai lain : - Harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor - Perkiraan harga jual rata-rata - Harga pasar wajar - Persentase tertentu dari harga jual, tagihan atau imbalan - Harga faktual yang dianggap wajar
a. Pemakaian Sendiri : DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba bruto) PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan b. Pemberian Cuma-Cuma : DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga Jual atau Penggantian dikurangi laba bruto) PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan c. Penyerahan Rekaman Suara/Gambar : DPP = Perkiraan harga jual rata-rata PPN = 10% X Perkiraan harga jual rata-rata d. Penyerahan Film Ceritera ( SE - 04/PJ.52/1996 ) : DPP = Perkiraan hasil rata-rata perjudul film PPN = 10% X Perkiraan rata-rata per judul film - Impor Pertama Kali : -
Film Amerika/Eropa Rp 87.000.000,00 per judul film
-
Film Asia Mandarin Rp 54.375.000,00 per judul film
-
Film Asia Lainnya
Rp 40.600.000,00 per judul film
- Impor Kedua Kali dan Seterusnya : Untuk semua jenis film sama, yaitu Rp 3.000.000,00 per copy film. Jadi PPN-nya = Rp 300.000,00 per kopi film. Dasar pengenaan pajak untuk impor ke dua kali dan seterusnya ini merupakan biaya-biaya subtitling, sertifikat produksi, sensor dan profit margin.
18
e. Persediaan BKP yang Tersisa Saat Pembubaran Perusahaan : DPP = Harga Pasar Wajar PPN = 10% X Harga Pasar Wajar f. Aktiva yang Tujuan Semula Tidak Diperjualbelikan yang tersisa saat pembubaran perusahaan : DPP = Harga Pasar Wajar PPN = 10% X Harga Pasar Wajar Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan DPP Nilai Lain tersebut di atas tetap dapat dikreditkan, sepanjang berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya dan Faktur Pajaknya Standar. g. Penyerahan Jasa Biro Perjalanan/Wisata : DPP = 10% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih PPN = 1% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih h. Penyerahan Jasa Pengiriman Paket : DPP = 10% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih PPN = 1% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih i. Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas : DPP = 10% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih PPN = 1% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih j. Penyerahan Jasa Anjak Piutang ( SE - 06/PJ.53/1997 ) : DPP = 5% X Jumlah seluruh imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon. PPN = 0,5% X Jumlah seluruh imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon.
k. Penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang DPP = Harga Jual atau penggantian dikurangi laba kotor PPN = 10% x Harga Jual atau penggantian dikurangi laba kotor
19
l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang DPP = Harga Lelang PPN = 10% x Harga Lelang Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menghasilkan penyerahan kendaraan bermotor bekas, jasa biro perjalanan/wisata, pengiriman paket, dan jasa anjak piutang tidak dapat dikreditkan, karena sudah diperhitungkan dalam nilai lain. Pengertian Faktur Pajak Pengertian Faktur Pajak (Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2000) : 1. Bukti pungutan pajak (PPN/PPn BM) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP ; atau
2. Bukti pungutan pajak (PPN/PPn BM) karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur Penjualan, artinya Faktur Penjualan dapat sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak. Macam Faktur Pajak Macam Faktur Pajak ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) •
Faktur Pajak Standar
•
Faktur Pajak Gabungan
•
Faktur Pajak Sederhana
•
Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak.
1. Faktur Pajak Standar ( PER - 159/PJ./2006) a. Faktur Pajak Standar harus memuat : - Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP/JKP. - Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
20
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga. - Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. - Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut. - Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. - Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. b. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar. 2. Faktur Pajak Gabungan ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 a. Faktur Pajak Standar yang memuat lebih dari satu transaksi b. Dalam satu bulan takwim c. Untuk pembeli BKP/penerima JKP yang sama d. Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat satu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan BKP/JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP/penerima JKP yang sama. 3. Faktur Pajak Sederhana ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Jo KEP - 524/PJ./2000 Jo KEP - 425/PJ./2001 Jo KEP - 128/PJ./2004 Jo SE 06/PJ.52/2004) a. Dibuat dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP kepada konsumen akhir atau kepada pembeli BKP/penerima JKP yang nama, alamat, atau NPWP-nya tidak dapat diketahui. b. Bisa berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lainnya yang sejenis. c. Minimal memuat: - Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP atau JKP. - Jenis dan kuantum BKP/JKP yang diserahkan. - Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan tersendiri. - Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana. d. Harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penyerahan BKP/JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP/JKP e. Dibuat minimal rangkap dua.
21
- PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana tidak dapat dikreditkan oleh Pembeli BKP/ Penerima JKP. - Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana
Waktu Pembuatan Faktur Pajak Standar Waktu Pembuatan Faktur Pajak Standar (PER - 159/PJ./2006) •
Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat : a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; c. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; d. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau e. pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
•
Faktur Pajak Gabungan dibuat paling lambat : a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau b. pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
22
•
PKP dapat menerbitkan Faktur Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu pembuatan Faktur Pajak di atas dan bagi PKP yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat mengkreditkannya.
•
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak, tetapi melewati batas waktu 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu penerbitan Faktur Pajak, dianggap tidak membuat Faktur Pajak (Lihat KEP - 424/PJ./2002 Jo SE - 47/PJ.51/2002).
Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak Standar (PER - 159/PJ./2006) •
Faktur Pajak dibuat oleh PKP Penjual.
•
Dibuat minimal rangkap dua (lembar pertama untuk pembeli BKP/penerima JKP dan lembar kedua untuk arsip PKP penjual).
•
Bila dibuat lembar ketiga harus disebutkan peruntukannya, misalnya untuk Kantor Pelayanan Pajak.
•
Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas dan benar baik formal maupun material dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh PKP. Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang :
•
Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas dan benar baik formal maupun material dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh PKP. Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang : a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantin, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. Kode, Nomor, Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
23
•
Dalam hal rincian BKP/JKP tidak dapat ditampung dalam satu lembar Faktur Pajak : a. Membuat lebih dari satu lembar Faktur Pajak dengan syarat : 1) Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000; 2) Pada setiap lembar Faktur Pajak harus dibubuhkan tempat, tanggal, nama terang, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; 3) Menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama; 4) Khusus untuk baris harga jual/penggantian/uang muka/termijn, potongan harga, uang muka yang telah diterima, dasar pengenaan pajak, dan PPN cukup diisi pada lembar Faktur Pajak yang terakhir ; 5)
Setiap lembar Faktur Pajak merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
b. Membuat satu Faktur Pajak dengan mencantumkan Nomor dan Tanggal Faktur Penjualan pada kolom Nama BKP/JKP dan Faktur Penjualan tersebut merupakan lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan •
Faktur Pajak dapat dibuat secara gabungan untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.
•
Apabila pembayaran atas harga jual atau pengantian dilakukan dengan menggunakan mata uang rupiah, maka bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar dapat dibuat sebagaimana contoh dalam Lampiran IA PER 159/PJ./2006 atau disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak.
•
Apabila pembayaran atas harga jual atau pengantian dilakukan dengan menggunakan mata uang asing, maka bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar dapat dibuat sebagaimana contoh dalam Lampiran IB PER 159/PJ./2006 atau disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak.
Nota Retur Nota Retur ( 596/KMK.04/1994, Pasal 5A Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 )
24
1. Pembuatan Nota Retur : •
Nota Retur dibuat dalam hal terjadi pengembalian Barang Kena Pajak dari pembeli kepada penjualan kecuali jika diganti dengan Barang Kena Pajak yang jenisnya, typenya, jumlahnya, dan harganya sama.
•
Retur hanya mungkin terjadi dalam transaksi penyerahan Barang, dan tidak dapat terjadi dalam penyerahan jasa.
•
Nota retur dibuat dalam rangkap 2 (dua); lembar pertama untuk PKP Penjual dan lembar kedua untuk arsip pembeli.
•
Nota retur dibuat pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP.
•
Bentuk dan ukuran Nota Retur dapat disesuaikan dengan kebutuhan admnistrasi pembeli.
•
Nota retur yang tidak mencantumkan informasi minimal yang disyaratkan tidak dapat diperlakukan sebagai nota retur.
•
Nota retur harus dibuat oleh pembeli dalam masa pajak yang sama dengan saat terjadinya pengembalian barang.
Nota Retur minimal harus memuat : •
Nomor Urut Nota Retur.
•
Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan
•
Nama, Alamat, dan NPWP pembeli BKP yang dikembalikan.
•
Nama, alamat, NPWP penjual yang menerbitkan Faktur Pajak.
•
Jenis, kuantum dan harga jual Barang Kena Pajak yang dikembalikan.
•
PPN/PPn BM yang dikembalikan.
•
Tanggal pembuatan Nota Retur.
•
Tandatangan Pembeli.
2. Fungsi Nota Retur Bagi Penjual : •
Mengurangi Pajak Keluaran dan/atau PPn BM pada Masa Pajak diterimanya Nota Retur. Misal :
25
Apabila pada bulan Juni 2000 diterima nota retur dari pembeli atas transaksi penyerahan BKP yang terjadi pada bulan Januari 2000, maka PPN yang tercantum dalam nota retur tersebut dikurangkan dari Pajak Keluaran dalam SPT Masa PPN Juni 2000. 3. Fungsi Nota Retur Bagi Pembeli : •
Mengurangi Pajak Masukan pada Masa Pajak dibuatnya Nota Retur, dalam hal Pajak Masukan tersebut telah dikreditkan.
•
Mengurangi beban (expense) atau biaya perolehan aktiva atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atau atas PPn BM yang telah dibebankan/dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva. Misal : Jika nota retur dibuat pada bulan Mei 2000 atas pembelian BKP yang terjadi pada bulan Januari 2000, maka PPN yang tercantum dalam nota retur tersebut dikurangkan dari Pajak Masukan dalam SPT Masa PPN Mei 2000.
26
DAFTAR PUSTAKA
_____________, 2000, Undang Undang RI Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. _____________, 2007, Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara PerpajakanKetentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Surat Keputusan dan Surat Edaran Dirjen Pajak yang terkait. Mardiasmo, Perjapakan, Andi Yokyakarta, Edisi Revisi 2008 Website : www.pajakonline.com Website : www.ortax.com
27