Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
“Potensi dan Prospek Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia Dalam Meningkatkan Daya Saing” Retno Gumilang Dewi1,2 dan Krisna S. Permana2 Departemen Teknik Kimia – Institut Teknologi Bandung 2 Pusat Penelitian Energi – Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, INDONESIA 40132 Ph/Fax: 62 22 250 0989/250 1438; email
[email protected];
[email protected] 1
Abstrak Industri petrokimia yang dikembangkan di Indonesia, pada dasarnya sangat diuntungkan oleh kondisi potensi bahan baku berupa minyak dan gas bumi dan potensi pasar di dalam negeri yang cukup besar. Dengan demikian, elemen-elemen penting yang seharusnya ada bagi pengembangan suatu industri kimia telah dimiliki oleh industri petrokimia Indonesia. Akan tetapi, berbagai hambatan tetap menjadi kendala bagi pengembangan industri tersebut. Teramati bahwa impor akan produk petrokimia di dalam negeri pada saat ini cukup tinggi sedangkan tingkat pemanfaatan sumberdaya yang merupakan basis bahan baku industri petrokimia masih rendah. Sebagian besar sumberdaya minyak dan gas bumi termanfaatkan di dalam negeri sebagai bahan bakar atau diekspor sebagai bahan mentah. Perlu dicatat bahwa ekspor bahan mentah minyak dan gas bumi mempunyai keterkaitan dengan peran kunci dalam perolehan devisa negara, yang sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Teramati juga dalam beberapa hal terdapat semacam anomali, seperti pada kasus ekspor nafta di sektor migas sedangkan permintaan nafta di dalam negeri untuk bahan baku industri dipenuhi dari impor sehingga ‘net foreign exchange earnings’ menjadi rendah. Di samping kehilangan kesempatan memperoleh devisa yang lebih besar dibanding pengolahannya di dalam negeri, terjadinya kecenderungan (sengaja atau tidak) yang menekankan ekspor bahan mentah minyak dan gas bumi juga mengakibatkan kehilangan kesempatan memperoleh nilai tambah lebih tinggi atas pemanfaatan hasil minyak dan gas bumi. Akibat lain dari kecenderungan ini adalah rantai keterkaitan antar proses produksi di sektor petrokimia tidak terbentuk, yang memberi efek kepada menurunnya kinerja sektor ini di dalam menciptakan daya saing, karena proses ‘value creation’ menjadi terganggu. Terkait dengan penciptaan daya saing, peran pemerintah tidak kalah penting dalam mengarahkan pengembangan industri Petrokimia yang adaptif, berdaya saing, dan mampu selalu terposisikan sebagai industri yang berdaya saing sehingga dapat diperoleh manfaat yang lebih besar atas hasil pengusahaan sumberdaya minyak dan gas bumi di Indonesia. Pada makalah ini disampaikan (i) hasil analisis terhadap keadaan dan perkembangan industri petrokimia di Indonesia untuk mengenali dan memahami struktur, kelemahan, kekuatan, dan potensi industri tersebut; (ii) gambaran arah dan prospek pengembangan industri petrokimia di dalam negeri yang adaptif dan mampu mewujudkan dan meningkatkan daya saing; serta (iii) strategi dan kebijakan yang dipandang lebih baik dari yang telah ada, dan langkah-langkah utama yang diperlukan dalam mewujudkan strategi dan kebijakan tersebut. Kata kunci: industri petrokimia, potensi, prosepek, daya saing, adaptif, strategi, kebijakan industri
1. Pendahuluan Industri petrokimia di Indonesia dikembangkan dan berkembang karena dua hal utama, yaitu bahwa: (i) dikembangkannya aktivitas di sektor pertanian dan sektor manufaktur, terdapat dan makin berkembang kebutuhan akan bahan-bahan produk industri petrokimia yang ditunjukkan dengan telah diproduksinya sekitar 35 produk hulu, antara, dan hilir pada saat ini yang mencakup pupuk urea, TPA, metanol, dan asam semut, dan (ii) tersedianya sumberdaya minyak dan gas bumi yang merupakan basis bahan baku bagi industri petrokimia dalam jumlah yang cukup di Indonesia. Kedua elemen ini merupakan elemen pokok yang diperlukan dalam pengembangan industri kimia. Teramati bahwa pemanfaatan sumberdaya yang merupakan basis bahan baku industri petrokimia tersebut masih rendah. Data tahun 1999 menunjukkan bahwa dari produksi gas bumi sebesar 8,400 MMSCFD hanya 7.79% dimanfaatkan untuk produksi bahan petrokimia. Sebagian besar gas bumi dimanfaatkan di dalam negeri untuk bahan bakar atau diekspor sebagai ‘bahan mentah’ (50.35%). Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
Data tahun 2003 menunjukkan terdapat sedikit peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk produksi bahan petrokimia menjadi 8.27% dari total produksi gas sebesar 8,420 MMSCFD, sedangkan gas bumi yang diekspor sebagai bahan mentah (LNG atau LPG) meningkat menjadi 57.64%. Perlu dicatat bahwa ekspor bahan mentah minyak dan gas bumi ini mempunyai peran kunci dalam perolehan devisa negara, yang sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Rendahnya tingkat pemanfaatan hasil minyak dan gas bumi untuk tujuan produksi bahan-bahan melalui industri petrokimia dapat lebih terlihat bila dibandingkan dengan konsumsi gas bumi untuk kegiatan produksi minyak dan gas bumi sebesar 12.58% pada 1999 dan menjadi 11.51% pada 2003, yang dibakar sebagai ‘flared gas’ dan losses (hilang) 8.45% pada 1999 dan turun menjadi 5.63% pada 2003 {Ditjen Migas, 2004}. Teramati juga bahwa dalam beberapa hal terdapat semacam ‘anomali’, sebagaimana dijumpai dalam kasus nafta; di satu sisi nafta yang dihasilkan dari sektor minyak dan gas bumi diekspor, sedangkan di sisi lain permintaan akan nafta bagi kebutuhan bahan baku industri dipenuhi dengan impor, sehingga ‘net foreign exchange earnings’ menjadi lebih rendah dibandingkan bila anomali yang dikemukakan tersebut tidak terjadi. Di samping kaitannya dengan masalah ‘kehilangan’ kesempatan untuk memperoleh devisa yang lebih besar dibanding pengolahannya di dalam negeri, terjadinya kecenderungan yang, sengaja atau tidak sengaja, menekankan kepada ekspor bahan mentah hasil minyak dan gas bumi juga mengakibatkan ‘kehilangan’ kesempatan memperoleh nilai tambah lebih tinggi atas pemanfaatan hasil minyak dan gas bumi. Akibat lain dari kecenderungan yang dikemukakan ini adalah bahwa rantai keterkaitan antar proses produksi di sektor petrokimia tidak terbentuk, yang memberi efek kepada menurunnya kinerja sektor ini di dalam menciptakan daya saing, karena proses-proses ‘value creation’ menjadi terganggu. Terkait masalah peningkatan daya saing, menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang kondusif yang mengarahkan pengembangan industri petrokimia yang adaptif, berdaya saing, dan mampu selalu terposisikan sebagai industri yang berdaya saing agar diperoleh manfaat yang lebih besar atas hasil pengusahaan sumberdaya minyak dan gas bumi di Indonesia.
2. Gambaran Umum Potensi Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia Di dalam meninjau potensi Indonesia untuk mengembangkan industri petrokimia, sedikitnya ada tiga hal yang dapat dijadikan landasan potensial, yaitu (a) ketersediaan bahan baku petrokimia, seperti minyak dan gas bumi, dan sumber lain khususnya batubara dan biomassa; (b) jumlah penduduk yang besar, dan (c) luasnya kesempatan aktivitas berproduksi dan berindustri di Indonesia untuk memenuhi berbagai komoditas yang bahan masukannya merupakan produk petrokimia. Pada bagian ini juga disampaikan rumusan tentang apa yang lazim dimaksud dengan industri petrokimia, uraian mengenai struktur dasar bahan baku industri petrokimia dan teknologi proses yang melandasi pembentukan komoditi dasar industri petrokimia dan komoditi lanjutan yang diperoleh dari komoditi dasar termaksud, sumberdaya alam alternatif yang dapat dijadikan landasan penyediaan bahan baku industri petrokimia, ciri utama pasar komoditi industri petrokimia, dan sumber teknologi industri petrokimia. 2.1
Batasan Umum Definisi Industri Petrokimia
Istilah industri petrokimia muncul pada Perang Dunia II, saat proses-proses di kilang minyak bumi, terutama di Amerika Serikat, menghasilkan banyak gas hidrokarbon sebagai produk samping perengkahan minyak berat menjadi bensin. Gas-gas tersebut di manfaatkan terutama untuk menghasilkan komponen bahan bakar cair bensin, bahan-bahan polimer, dan berbagai senyawa kimia organik yang luas pemanfaatannya, sehingga tumbuh suatu gugus industri proses yang bahan bakunya bertumpu pada gas-gas hasil samping pengilangan minyak. Maka istilah industri petrokimia didefinisikan sebagai industri yang bertumpu kepada sumberdaya alam minyak dan gas bumi -- termasuk kondensat yang diperoleh di dalam eksploitasi gas bumi-sebagai bahan asal untuk memperoleh bahan baku utamanya, yang mencakup senyawa-senyawa olefin, aromatik, ‘normal paraffin’, gas sintesa (berbagai bentuk kombinasi gas H2 dan CO), asetilena, dan menghasilkan beragam senyawa organik turunan bahan baku utama tersebut. Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
2.2
Struktur Dasar Bahan Baku dan Teknologi Proses yang Melandasi Pembentukan Bahan Baku Industri Petrokimia
Mengacu kepada rumusan pengertian industri petrokimia sebelumnya, dan memperhatikan: a. hasil eksploitasi dan pengilangan minyak dan gas bumi yang berperan sebagai bahan penyedia bagi pembuatan bahan baku utama industri petrokimia; b. ragam bahan baku utama serta teknologi proses untuk memperoleh bahan baku utama tersebut dari bahan penyedia termaksud di butir (a), yang lazim dinyatakan sebagai komoditi dan proses-proses di sisi hulu dari industri petrokimia; c. himpunan komoditi yang dapat dihasilkan secara langsung dari bahan baku utama termaksud di butir (b), melalui berbagai konversi kimiawi, dan lazim dinyatakan sebagai komoditi dan proses-proses antara atau sekunder dari cabang industri petrokimia; d. himpunan berbagai komoditi yang merupakan hasil pengolahan terhadap produk-produk antara petrokimia, yang lazim dinyatakan sebagai komoditi sisi hilir dari cabang industri petrokimia; maka disusun pohon industri petrokimia, yang secara garis besar ditunjukkan pada Gambar 1. Pada gambar dapat dilihat bahwa dari sumberdaya minyak bumi, hasil-hasil kilang yang merupakan penyedia utama bagi pembuatan bahan baku utama (atau produk hulu) adalah: a. gas kilang, bensin mentah, dan nafta, yang merupakan bahan penyedia pembuatan senyawa olefin (etilena, propilena, olefin C4) dan senyawa aromatik (benzena, toluena, dan xylene); b. distilat menengah, bahan penyedia bagi pembuatan bahan baku ‘normal paraffin’ ; c. minyak residu, yang menghasilkan synthesis gas melalui proses oksidasi parsial; dan d. gas bumi, yang menghasilkan synthesis gas melalui proses steam reforming atau bahan baku utama asetilena dengan pirolisis terhadap metana. Bahan mentah alami
Produk kilang
Hulu (primer)
Hilir (sekunder) [contoh]
Etilena
Gas kilang
Polietilena Vinil klorida Etilena oksida
Produk kimia akhir
Plastik
Perengkahan
Olefin
Propilena
[Bensin pirolisis]
Olefin C 4
Bensin mentah Benzena
Polipropilena Akrilonitril Propilena oksida
Poliisobutena Butadiena, MTBE 2-Butanol
karet sintetik
Serat sintetik
Fenol Stirena Sikloheksana Pupuk
Nafta
Reformasi katalitik
Aromatik
Toluena
Toluena diisosianat (TDI) Trinitro Toluena (TNT)
Ksilena
Anhidrida Ftalat Asam tereftalat
Bahan pembersih
Minyak Bumi
Distilat menengah
Pemisahan
Normal Parafin
Alkilbenzena
H2 + CO
Minyak residu
Oksidasi parsial
Gas sintesis
Bahan pelembut/ pemplastis Metanol Alkohol oxo
CO Asam Format Asam Asetat
Bahan anti beku
Pelarut
H2 Amoniak
Reformasi dengan kukus
Gas Bumi Pirolisis metana
Bahan pelabur permukaan
Asetilena
1,4-Butandiol Asam akrilat
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
Bahan pelindung tanaman
3
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
Gambar 1. Skema garis besar pohon industri petrokimia [Soerawidjaja, 1995] 2.3 Potensi Jumlah Penduduk Di dalam Pengembangan Industri Petrokimia Penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 210 juta merupakan potensi pasar yang besar bila daya beli masyarakatnya memadai. Karena rendahnya tingkat upah dan pendapatan sebagian besar masyarakat, potensi pasar yang besar tersebut tidak terwujud. Untuk mengubah potensi tersebut menjadi kenyataan, di dalam menggagaskan kebijakan dan upaya mengembangkan industri petrokimia perlu dicari strategi-strategi pengembangan yang berdampak kepada pemerataan pendapatan, khususnya yang tertuju kepada peningkatan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat. Mengingat bahwa industri petrokimia merupakan jenis industri yang sangat ‘capital intensive’ maka imbas pengembangan industri petrokimia ke pemerataan hanya dapat diwujudkan melalui penguatan keterkaitan antar sektor produksi ke arah hilir. 2.4 2.4.1
Potensi Pasar Ciri Utama Pasar Komoditi Industri Petrokimia
Komoditi yang dihasilkan cabang industri petrokimia pada dasarnya adalah bahan-bahan yang diperlukan atau dikonsumsi sebagai bahan baku oleh industri lain, termasuk industri yang ada dalam lingkup industri petrokimia. Produk-produk industri petrokimia, terutama yang tergolong produk hulu dan sekunder (antara), sebagian besar merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam lingkup industri petrokimia itu sendiri. Hampir semua produk hulu merupakan umpan bagi prosesproses di industri sekunder (antara), dan hampir semua hasil proses produksi di industri sekunder (antara) dikonsumsi industri hilir. Hasil-hasil dari industri hilirlah yang pada dasarnya merupakan penghubung dengan cabang industri lain. Dengan demikian, pada dasarnya pasar dari produk industri petrokimia adalah sektor produksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan hanya beberapa saja yang merupakan komoditi yang secara langsung dibutuhkan sebagai barang konsumsi di masyarakat. Ciri pasar komoditi produk industri petrokimia yang digambarkan tersebut berimplikasi bahwa, di dalam mengembangkan industri petrokimia, penegakan sistem industri petrokimia yang membentuk jaringan sistem produksi dengan keterkaitan yang tinggi, baik di dalam lingkup industri petrokimia itu sendiri maupun dalam kaitan dengan sektor-sektor produksi lain, merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting, mengingat hal-hal berikut: a. ’supply security’ dalam lingkup industri petrokimia terjamin; b. memungkinkan dibangunnya kompleks industri yang membentuk ‘clusters of interconnecting production units’, yang dapat meng-efisiensikan penggunaan bahan dan energi dalam berproduksi, dan menurunkan biaya transportasi bahan; c. biaya transaksi yang berkaitan dengan impor bahan dari sumber luar negeri dalam sistem ‘supply line’ dapat dikurangi; dan d. dengan adanya keterkaitan yang kuat, efek peningkatan nilai tambah dari satu sektor ke sektor lainnya menjadi lebih baik dan lebih besar, dengan demikian kontribusi di dalam pembentukan PDB akan lebih baik.
2.4.2 Persaingan Pasar di Dalam dan di Luar Negeri Bagi Produk Industri Petrokimia Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, potensi pasar di dalam negeri pada dasarnya sangat besar, tetapi hanya dapat menjadi nyata bila pola pembangunan ekonomi dan berindustri mampu menciptakan peningkatan dan pemerataan pendapatan. Beberapa negara sekitar, menunjukkan adanya kebutuhan yang meningkat, seperti Pakistan, India Vietnam, Filipina, dan kecenderungan permintaan yang tinggi teramati di Cina [Nakajima, 2001]. Persaingan yang berat datang dari negara-negara Timur Tengah, yang mampu menekan biaya produksi karena rendahnya bahan baku. Hal ini secara mutlak memerlukan pola pendekatan produksi dan dukungan kebijakan agar biaya produksi produk-produk petrokimia dapat dibuat kompetitif.
2.4.3 Perkembangan Pasar Dalam Negeri Dan Luar Negeri Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
Perkembangan industri petrokimia sangat terkait erat dengan kebutuhan sektor industri lainnya. Beberapa produk industri petrokimia hulu Purified Terephtalate Acid (PTA) dan Caprolactam digunakan untuk memproduksi serat sintetik yang dibutuhkan industri tekstil. Produk lainnya seperti etilena dan propilena sangat dibutuhkan pada sektor industri makanan dan minuman yang memerlukan pengemasan dari plastik. Produk lainnya yakni urea digunakan sebagai pupuk anorganik pada sektor pertanian. Sementara produk petrokimia lainnya yakni stirena digunakan untuk produksi styrene butadiene rubber yang diperlukan pada industri ban. Menurut hasil analisis Nakajima, kebutuhan pasar domestik akan PTA pada tahun 2000 sudah dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, sehingga didapat surplus produksi yang bisa diekspor. Sementara kebutuhan akan etilena dan propilena serta polietilena dan polipropilena masih sangat tinggi, sehingga masih harus diimpor dalam jumlah yang cukup signifikan. Konsumsi plastik di Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya relatif masih kecil [Nakajima, 2001], sehingga diperkirakan kebutuhan etilena dan propilena pada tahun-tahun mendatang masih cukup besar. Meskipun mempunyai captive market yang besar, industri pupuk kurang diuntungkan dengan harganya yang relatif murah. Harga pupuk urea di Indonesia relatif murah (Rp 1.000,-/kg) yang dipatok oleh pemerintah untuk melindungi petani. Akibatnya apabila terjadi kenaikan harga gas bumi, maka industri pupuk banyak yang rugi. Pada tahun 1989 pernah diperkirakan bahwa nilai pasar produk petrokimia di Indonesia akan melebihi USD 5 milyar pada tahun 1994. Dari jumlah tersebut lebih dari separuh nilai keseluruhannya disumbang oleh produk-produk hilir, disusul oleh bahan-bahan kimia antara yang dibuat dari gas alam, dan kemudian yang lain-lainnya [CIC, 1989]. Permintaan dari industri kayu berupa bahan perekat kayu lapis telah mendorong berkembangnya industri perekat sintetis yang terbuat dari urea formaldehid, fenol formaldehid, dan melamin formaldehid, yang secara langsung menaikkan permintaan metanol sebagai bahan baku awal.
3. 3.1
Keadaan dan Perkembangan Industri Petrokimia di Indonesia Industri Petrokimia Yang Telah Beroperasi Di Indonesia
Dapat dikemukakan bahwa produksi sektor hulu masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi sektor hulu dibandingkan dengan kebutuhan input untuk produksi sektor hilir adalah 42.5%. Demikian juga halnya dengan penyediaan bahan baku sektor hulu. Dari seluruh kebutuhan bahan baku yang berupa naphta, sebesar 46.9% dipenuhi dari impor. Industri petrokimia di Indonesia yang termasuk ke dalam sektor hulu ada 7, yaitu ammonia, methanol, benzene, paraxylene, ethylene, propylene, dan carbon black. Sedangkan yang termasuk ke dalam sektor antara memproduksi 48 produk petrokimia dan yang termasuk ke dalam sektor hilir memproduksi 24 jenis produk petrokimia. 3.2
Sebaran Geografik
Seperti halnya dengan banyak aktivitas ekonomi lainnya, sebagian besar aktivitas produksi di sektor industri petrokimia terdapat di Pulau Jawa. Hal ini ditunjukkan di Gambar 2. Di Wilayah Indonesia bagian Timur tidak ada satupun aktivitas industri petrokimia. Observasi tentang sebaran geografik aktivitas industri petrokimia yang dikemukakan tersebut perlu mendapat perhatian dalam perumusan kebijakan pengembangan industri petrokimia. Segi-segi penting yang diperkirakan dapat menstimulasi terjadinya pergeseran untuk meniadakan ketimpangan wilayah tersebut adalah: a. pembangunan infrastruktur yang lebih baik, termasuk jalan, jembatan, pelabuhan, lapangan terbang, telekomunikasi, dan penyediaan energi listrik; b. Perbaikan jaringan transportasi, terutama laut; c. Peningkatan kemampuan dan kualitas pemerintahan di daerah, terutama tingkat kabupaten.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
Gambar 2. Kawasan, Zona & Lahan Peruntukan Industri Petrokimia 3.3
Pengamatan Terhadap Perkembangan Industri Penghasil Petrokimia Primer
Bagian dari industri petrokimia yang menjadi tumpuan dari sektor industri ini adalah industriindustri petrokimia hulu, yaitu yang menghasilkan pruduk-produk petrokimia primer. Secara menyeluruh, sektor petrokimia yang tergolong sebagai penghasil produk primer adalah penghasil: a. olefin (ethylene, propylene, butadiene, isoprene), dengan bahan baku light condensate/‘naphta; b. aromatik (benzene, toluene, xylene), dengan bahan baku utama naphta; dan c. ammonia/methanol, dengan bahan baku utama methane dari gas bumi. Mempertimbangkan posisi penting tersebut, dan memperhatikan juga bahwa di sektor industri petrokimia hulu ini mengalami berbagai kesulitan finasial bersamaan dengan terjadinya gejolak moneter dan pergantian regim pemerintahan di tahun 1998, maka pada bagian ini secara khusus dilakukan tinjauan terhadap industri yang tergolong sebagai penghasil produk-produk petrokimia primer tersebut. Penyajian hasil tinjauan mencakup (a) gambaran perkembangan yang dikelompokkan menurut produknya, dan (b) ‘issues’ yang dipandang penting untuk diperhatikan.
3.3.1 Issues yang Dipandang Penting untuk Diperhatikan Dalam meninjau industri petrokimia hulu, teramati adanya berbagai masalah penting (major issues) yang dipandang perlu diungkapkan, sebagai bahan pertimbangan di dalam menggariskan langkah-langkah pengembangan industri petrokimia selanjutnya, sebagaimana diuraikan berikut: a. Industri petrokimia yang dibangun di Indonesia, khususnya industri penghasil produk-produk primer dan menjadi landasan industri petrokimia, telah terbentuk tanpa mengkait kepada suatu ‘national grand strategy’, yang bagi negara berkembang perlu dipunyai di dalam menempuh pembangunan industri petrokimia; b. Akibat dari yang dikemukakan di butir (a), segi-segi berupa kerjasama yang saling mendukung dan menguntungkan bagi terwujudnya industri petrokimia tidak terbentuk; hal ini tampak dari: tidak adanya keserasian antara produksi, penyediaan dan perdagangan bahan-bahan baku bagi industri hulu, khususnya naphta; demikian juga dengan tidak dapat terjaganya jaminan akan kehutuhan gas bumi bagi produksi methanol maupun ammonia/urea; industri dibangun terpisah dari kompleks ‘oil refinery’ ataupun ‘natural gas processing’. Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
tidak pernah dikembangkan upaya kebijakan harga gas bumi yang secara komprehensif menelaah implikasi-implikasinya terhadap pembangunan industri petrokimia, hanya terarah kepada masalah penyediaan energi dan bahan baku industri yang sudah ada. c. Hampir semua industri petrokimia hulu yang penting dan milik swasta, baik yang sudah beroperasi maupun yang sedang dibangun ataupun dalam perencaan, mengalami masalah finansial yang cukup berat. Penyelasaian yang tepat sangat penting untuk mencegah efek-efek yang dapat merugikan perkembangan industri petrokimia kedepan; d. Di dalam mempertahankan operasinya, pabrik-pabrik yang telah beroperasi menghadapi berbagai persoalan, yang banyak diantaranya terkait dengan terjadinya berbagai ‘institutional failures’ berkaitan dengan terjadinya pergeseran regim pemerintahan/kekuasaan: terjadinya ‘disorientasi’ dalam sistem pemerintahan, sehingga timbul keraguan ataupun kebingungan dikalangan pemegang kebijakan pemerintah untuk menetapkan segi-segi mana dari sistem industri petrokimia yang perlu dilindungi dan mana yang tak perlu, bagaimana bentuk perlindungannya, dan berapa lama perlindungan dilakukan. terjadi kerancuan dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan akibat diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah, terutama karena keterbatasan kemampuan aparat pemerintahan di daerah, dan ketidak mampuan pemerintah di dalam merinci dan mengarahkan penyelenggaraan tatanan pemerintahan di daerah. Semua kerancuan tersebut menjadi beban kerja, pikiran dan dana bagi badan-badan usaha yang beroperasi; e. Agar kesulitan yang dihadapi industri petrokimia hulu tidak diperparah, perlu dipertimbangkan agar langkah penurunan bea masuk atas import tidak secara tergesa-gesa diterapkan, untuk memberi kesempatan kepada produsen dalam negeri mengambil langkah-langkah efisiensi dan kepada upaya-upaya untuk memperbaiki keadaan struktur yang disjointed dalam alur penyediaan bahan baku bagi industri petrokimia hulu. -
3.4
Analisis Terhadap Kinerja Ekonomi Sektor Industri Petrokimia
Pendekatan untuk memperoleh gambaran tentang ‘contour’ kinerja ekonomi sektor industri petrokimia digunakan data dan perhitungan terhadap bagian-bagian industri kimia yang mencakup industri petrokimia di dalamnya. Segi-segi yang dinilai di dalam melakukan penilaian terhadap kinerja ekonomi ini mencakup hal-hal yang dapat mengungkapkan: (i) kontribusi terhadap PDB dan pendapatan devisa yang mencakup value added di sektor industri petrokimia, besarnya komponen upah dalam value added, kemampuan ekspor dan ketergantungan impor; (ii) efek pemerataan dari input keterkaitan antar industri, yaitu Indeks Daya Penyebaran Nilai Tambah (IDPNT) & Indeks Derajat Kepekaan Nilai Tambah (IDKNT) yang merupakan ukuran pemerataan karena backward linkages (keterkaitan melalui input), dan Indeks Daya Penyebaran Tenaga Kerja (IDPTK) & Indeks Derajat Kepekaan Tenaga Kerja (IDKTK) yang merupakan ukuran pemerataan karena forward linkages (keterkaitan melalui output). 3.4.1
Kontribusi Terhadap PDB dan Pendapatan Devisa
Pengukuran besaran-besaran yang diperlukan untuk memperkirakan kontribusi sektor petrokimia dari data statistik yang dihasilkan Badan Pusat Statistik secara tajam tidak dilakukan, karena pada tingkat pengelompokan yang terkecilpun komponen industri petrokimia tak dapat dipisahkan dengan tajam. Akan tetapi dengan menggunakan beberapa pendekatan dapat dikemukakan bahwa pada tahun 1990 dan 1995 kontribusi dari kelompok industri yang secara kasar dianggap sebagai sektor petrokimia, termasuk pengilangan minyak bumi dan pelumas, terhadap PDB kira-kira sama yaitu ± 3%. Perbandingan nilai tambah (value added) kelompok industri tersebut terhadap output mencapai ± 31% pada tahun 1990 dan menjadi ± 35% pada tahun 1995. Kecuali komponen industri pupuk dan industri sabun & bahan pencuci, semua komponen yang lain dari kelompok industri tersebut menunjukkan perolehan devisa yang secara netto negatif, artinya sampai 1995 sebagian besar komponen kelompok industri ini secara netto tidak berkontribusi dalam pembentukan devisa. Berkaitan dengan masalah devisa, secara spesifik dapat dikemukakan: (i) secara menyeluruh kelompok industri termaksud mempunyai kandungan nilai impor sebesar 33,0% di tahun 1990 dan menjadi 37,9% di tahun 1995; (ii) nilai pendapatan ekspor secara Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
keseluruhan pada tahun 1995 hanya mencapai 31.1% dari nilai pembelanjaan impor; (iii) dua komponen industri yang menghasilkan pendapatan ekspor lebih tinggi dari pengeluaran impornya adalah industri pupuk dengan perbandingan ekspor/impor = 1,81 dan industri sabun & bahan pembersih dengan perbandingan ekspor/impor = 5,23. 3.4.2
Efek Pemerataan dari Input Keterkaitan antar Industri
Seperti yang dijelaskan terdahulu, tingkat pemerataan pendapatan yang dapat ditimbulkan oleh pengembangan industri petrokimia akan diukur menggunakan empat indeks yaitu Indeks Daya Penyebaran Nilai Tambah (IDPNT), Indeks Derajat Kepekaan Nilai Tambah (IDKNT), Indeks Daya Penyebaran Tenaga Kerja (IDPTK), dan Indeks Derajat Kepekaan Tenaga Kerja (IDKTK). IDPNT dan IDPTK sebagai ukuran pemerataan karena adanya “backward linkages” (keterkaitan melalui input), sedangkan IDKNT dan IDKTK sebagai ukuran pemerataan karena adanya “forward linkages” (keterkaitan melalui output). Untuk menyatakan bahwa industri petrokimia berpotensi relatif besar untuk mewujudkan pemerataan pendapatan, keempat indeks di atas yang dimiliki oleh industri petrokimia nilainya haruslah lebih besar dari satu (di atas rata-rata semua sektor dalam sistem perekonomian) dan nilai tersebut mendekati nilai maksimum indeks yang dapat dicapai oleh suatu sistem perekonomian dalam kurun waktu tertentu. Berikut ini disampaikan analisis keempat indeks untuk industri petrokimia yang dihitung dengan menggunakan tabel I-O Indonesia untuk 66 sektor (1990 dan 1995) [PPE-ITB, 2002]. Berdasarkan perhitungan IDPTK dan IDPNK[PPE-ITB, 2002], terlihat bahwa posisi industri kimia untuk peningkatan nilai tambah melalui keterkaitan inputnya berada di atas urutan ke-48, bahkan pada tahun 1995 sektor pengilangan minyak bumi berada di posisi ke-65 dari 66 sektor yang ada; dan nilai indeksnyapun di bawah angka satu. Fenomena ini berarti bahwa potensi industri petrokimia yang ada (berdasarkan I-O tahun 1990 dan 1995) untuk mewujudkan pemerataan pendapatan relatif kecil dari aspek keterkaitan inputnya. Hal ini terjadi karena teknologi industri petrokimia yang ada di Indonesia pada saat ini masih berbasis migas yang potensi penciptaan nilai tambah dan lapangan kerjanya pun relatif kecil. Berdasarkan perhitungan IDKNT dan IDKTK [PPE-ITB, 2002], terlihat bahwa potensi industri petrokimia untuk peningkatan nilai tambah melalui keterkaitan outputnya relatif besar (indeksnya di atas satu kecuali industri pupuk dan pestisida pada tahun 1990 yang bernilai 0,93492) walaupun tidak maksimum. Fenomena ini menyatakan bahwa industri petrokimia yang ada pada saat ini berpotensi besar untuk meningkatkan nilai tambah melalui keterkaitan outputnya tetapi tidak besar untuk penciptaan lapangan kerja. Sehingga potensi industri petrokimia untuk mewujudkan pemerataan pendapatan relatif kecil juga dari aspek keterkaitan outputnya.
4. Prospek Pengembangan Industri Petrokimia Dalam Meningkatkan Daya Saing Mengacu dan mempertimbangkan hasil-hasil observasi dan analisis yang telah disampaikan terdahulu, pada bagian ini disampaikan usulan tentang rumusan sasaran pengembangan industri petrokimia dan pokok-pokok strategi untuk mewujudkannya. Sebelum disampaikan usulan tentang rumusan sasaran pengembangan dan strategi untuk mewujudkan sasaran tersebut, akan dikemukakan terlebih dahulu ‘major issues’ yang terungkapkan dari hasil observasi dan analisis sebelumnya, yang merupakan butir-butir pertimbangan penting bagi perumusan sasaran pengembangan termaksud. Dengan demikian, uraian pada bagian ini disusun dalam tiga subbagian, yang secara berurutan menyampaikan (a) major issues yang dipandang penting untuk diungkapkan dan diperhatikan dalam meningkatkan daya saing, (b) struktur permasalahan pengembangan industri kimia yang merupakan butir-butir pertimbangan penting di dalam merumuskan sasaran pengembangan industri petrokimia, (b) rumusan sasaran pengembangan industri petrokimia, dan (c) pokok-pokok strategi untuk mewujudkan sasaran tersebut. 4.1
Keterkaitan Berbagai Faktor Pada Struktur Permasalahan Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
Perlu dikemukakan bahwa rentetan major issues yang dikemukakan terdahulu dalam banyak hal satu dengan lainnya saling terkait dan saling mempengaruhi, bukan merupakan butir-butir yang independent. Oleh karena itu perlu diidentifikasi upaya-upaya penting guna mengarahkan sistem industri petrokimia kepada tujuan-tujuan yang diinginkan di dalam meningkatkan daya saing, yang dapat dijadikan acuan untuk merumuskan sasaran pengembangan industri petrokimia, serta strategi dan kebijakan untuk mewujudkan sasaran tersebut. 4.2
Arah Pengembangan Industri Petrokimia Dalam Meningkatkan Daya Saing
Dengan melakukan telaah ‘cursory’ terhadap informasi yang diperoleh dan mengingat major issues yang disampaikan terdahulu, maka dapat dikemukakan pokok-pokok masalah berikut ini, sebagai rujukan dasar di dalam merumuskan sasaran pengembangan industri petrokimia dalam meningkatkan daya saing; a. Agar industri petrokimia mampu berkontribusi secara berarti di dalam pembentukan PDB: i. Produksi sektor hulu dan sektor hilir perlu tidak hanya ditingkatkan, tetapi juga ditata keterhubungannya agar kedua sektor tersebut dikembangkan secara tanggem (‘linked and matched’); ii. Selain daripada itu perlu dilakukan strategi keterkaitan dengan sektor-sektor lain agar daya penyebaran dan derajat kepekaan nilai tambah, serta daya penyebaran dan derajat kepekaan tenaga kerja mempunyai nilai tinggi. b. Agar industri petrokimia mampu berkontribusi secara berarti di dalam meningkatkan pendapatan devisa, bidang industri ini perlu memperoleh ‘net foreign exchange earning’ yang positif (>0): i. pola pengembangan produksi yang dikemukakan di pokok masalah (a) juga merupakan persyaratan, karena akan mempunyai efek menurunnya permintaan impor terhadap bahan baku sektor hilir; ii. daya saing perlu diwujudkan dan tetap dijaga, dan untuk itu bidang industri petrokimia perlu memiliki kemampuan dan sikap ‘responsive’ dan ‘adaptive’ terhadap perkembangan permintaan pasar internasional; dan iii. ketersediaan bahan baku utama yang diperlukan sektor hulu petrokimia, khususnya yang bersumber dari dalam negeri (terutama produk-produk tertentu sektor migas) perlu dijamin, sehingga impor akan bahan baku dapat dihindari. c. Untuk memenuhi harapan bahwa pengembangan industri petrokimia dapat memberi imbas kepada pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja, selain mampu berkontribusi secara berarti di dalam pembentukan PDB, juga berlaku persyaratan yang diungkapkan di pokok masalah (a), khususnya butir (ii), yaitu adanya strategi keterkaitan dengan sektor-sektor lain agar daya penyebaran dan derajat kepekaan nilai tambah, serta daya penyebaran dan derajat kepekaan tenaga kerja mempunyai nilai tinggi. d. Untuk mendukung terwujudnya hal-hal yang dikemukakan di butir (a), (b), dan (c) diperlukan prakarsa-prakarsa berikut ini: i. prakarsa bahan baku; ii. prakarsa teknologi; iii. prakarsa investasi; iv. prakarsa penguatan dan pengembangan pasar.
4.3
Sasaran Pengembangan Industri Petrokimia Dalam Meningkatkan Daya Saing
Memperhatikan masalah-masalah yang terungkap di dalam menganalisis medan persoalan industri petrokimia sebagaimana disampaikan terdahulu dan tujuan-tujuan pengembangan industri yang terungkap dalam Undang-undang no. 5 Tahun 1984, dan banyak diantaranya merupakan tujuan yang tetap ‘valid’, maka secara normatif dapat dirumuskan sasaran umum pengembangan industri petrokimia di Indonesia berikut ini. Sasaran utama (major goal) pengembangan industri petrokimia di Indonesia adalah terwujud dan berkembangnya sistem produksi yang:
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
9
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
-
-
-
-
-
mempunyai ciri adaptif dan responsif terhadap perkembangan kebutuhan pasar, sehingga memiliki ketahanan ekonomi dan daya saing yang tinggi baik di tataran pasar dalam negeri maupun pasar internasional; mampu menghasilkan ‘net foreign exchange earning’ yang positif (>0) dan berkontribusi secara berarti di dalam pembentukan cadangan devisa nasional; mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi sehingga sektor petrokimia berkontribusi secara berarti kepada pembentukan PDB; mampu membentuk dan menstimulasi terbentuknya jaringan antar sektor produksi dengan tingkat keterkaitan yang tinggi, sehingga dampak kenaikan nilai tambahnya secara kuat berkontribusi kepada pembentukan PDB melalui keterkaitannya dengan sektor-sektor tersebut; mampu memberikan kontribusi yang berarti di dalam mewujudkan terjadinya pemerataan, baik yang berkaitan dengan terwujudnya keseimbangan pembangunan antara wilayah maupun yang terkait dengan tingkat dan keseimbangan perolehan pendapatan di antara anggota masyarakat; mampu membentuk kemampuan teknologi yang diperlukan industri tersebut, sehingga makin tinggi kemampuan yang dimiliki di dalam mengendalikan impor teknologi, dengan demikian: i. tingkat ketergantungannya terhadap impor teknologi makin mengecil; ii. kandungan teknologi dalam negeri di sistem produksi makin meningkat, yang berdampak pada penghematan penggunaan devisa; iii. dipunyai daya penyeimbang (‘leveraging power’) di dalam melakukan pembelian teknologi impor; dan iv. tercipta keadaan bahwa impor teknologi bukan merupakan keharusan, melainkan merupakan pilihan. mampu membuka alur pilihan lain, selain sebagai sumber energi dan komoditas ekspor yang kini merupakan alur pemanfaatan yang dominan, di dalam pemanfaatan minyak dan gas bumi, yang berpotensi memberikan kontribusi yang lebih baik dalam pembentukan PDB dan perolehan devisa.
5
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan Hasil Observasi dan Analisis Industri Petrokimia di Indonesia
Pokok-pokok kesimpulan dari pengamatan dan analisis termaksud di atas akan dijadikan landasan untuk langkah kajian selanjutnya, menuju kepada rumusan pokok-pokok gagasan mengenai kebijakan yang disarankan untuk dipertimbangkan di dalam menggariskan kebijakan pemerintah tentang pengembangan industri petrokimia.
5.2
Butir-butir yang Merefleksikan Keinginan Dalam Pengembangan Industri Petrokimia
Dengan mengacu kepada pernyataan-pernyataan formal, yang terekspresikan di dalam peraturanperundangan mengenai perindustrian, maupun yang tak-formal, sebagaimana terungkap di media massa, dapat dikemukakan adanya keinginan dan harapan mengenai hal-hal yang dapat terwujud di dalam membangun industri petrokimia di Indonesia, yaitu: a. Industri petrokimia di Indonesia dapat berkembang dengan memberikan kontribusi secara berarti (‘significantly’) kepada perkembangan kehidupan ekonomi nasional, dengan: Menyediakan produk-produk petrokimia yang diperlukan, dengan harga dan kualitas yang memberikan kepuasan bagi konsumennya, baik industri pengguna produk-produk tersebut, maupun konsumen umum; Menghasilkan nilai tambah yang berarti di dalam pembentukan PDB, melalui pembentukan jaringan keterkaitan antara sektor-sektor petrokimia hulu, antara, dan hilir; Menghasilkan devisa melalui ekspor produk-produknya pada tingkat pendapatan yang menjadikan bidang industri ini mempunyai net foreign exchange earning yang positif; dan Menstimulasi terjadinya pemerataan pendapatan dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia; b. Industri petrokimia di Indonesia dapat memposisikan diri untuk menjadi industri yang dari segi kemampuannya: Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
10
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
Memiliki daya saing, yang berarti mempunyai kemampuan responsive dan adaptive terhadap perkembangan permintaan pasar nasional dan internasional, dan dengan demikian dapat berkontribusi secara signifikan di dalam menghasilkan pendapatan devisa yang mengimbangi dan melebihi besarnya pembelanjaan devisa dari sektor ini; dan Mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam penguasaan atas teknologi, sehingga dapat menciptakan basis teknologi yang makin menguat, dan karenanya bidang industri ini dapat makin mandiri di dalam memfungsikan teknologi; c. Industri petrokimia dapat berfungsi dan beroperasi dalam iklim usaha yang mempunyai ciriciri sebagai berikut: terciptanya persaingan usaha yang sehat dan tercegahnya persaingan yang tidak jujur; tercegahnya pemusatan atau penguasaan industri oleh suatu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat; tercegahnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup; teramankannya keseimbangan dan kelestarian sumberdaya alam, dalam mewujudkan pembangunan yang dapat dipertahankan berlanjut (sustainable development); dan terlindunginya (secara wajar) kehidupan industri dalam negeri terhadap tekanan-tekanan industri luar negeri yang mempraktekkan perdagangan tak sehat (seperti dumping), ataupun tekanan-tekanan politik, perdagangan internasional, ataupun pandanganpandangan ideographic, yang dapat berdampak kepada terjadinya gangguan terhadap kepentingan nasional pada umumnya dan kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya. -
5.3
Saran-saran Mengenai Pokok-pokok Strategi Mewujudkan Sasaran Pengembangan Industri Petrokimia Dalam Meningkatkan Daya Saing
Untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang disampaikan sebelumnya, dengan memperhatikan major issues yang dikemukakan terdahulu, diperlukan himpunan strategi yang komprehensif, yaitu mencakup strategi industri, teknologi, bahan baku, investasi, dan pengembangan pasar. Berikut ini disampaikan rincian dari masing-masing strategi yang disebutkan tersebut: Strategi Industri a. Menata kembali sistem produksi di industri petrokimia yang ada pada saat ini dan bermasalah sehingga dapat mengisolasi efek persoalan yang timbul dari upaya pengembangan selanjutnya; b. Mengembangkan industri petrokimia berbasis bahan baku alternatif dari dalam negeri seperti batubara dan biomassa yang dapat memberikan ‘value added’ tinggi dan memiliki efek peningkatan kemampuan R & D teknologi industri petrokimia berbasis bahan baku tersebut di dalam negeri; c. Memacu pengembangan industri petrokimia yang menggunakan kandungan teknologi yang dikembangkan di dalam negeri yang makin meningkat; d. Mengembangkan ‘industrial cluster’ untuk menciptakan sistem industri petrokimia yang efisien; dan e. Mendorong pengembangan industri petrokimia yang memiliki keterkaitan kuat dengan sektor ekonomi lainnya. Strategi Teknologi a. Mengembangkan kemampuan berteknologi dalam negeri yang berhubungan dengan engineering, procurement, dan construction (EPC) industri petrokimia; b. Menstimulasi dan memobilisasi kemampuan nasional untuk membangun dan menegakkan berfungsinya industri teknologi; c. Menstimulasi dan memobilisasi institusi pengembang ilmu (pendidikan tinggi, R&D) untuk mengembangkan pengetahuan dan preskripsi guna memanfaatkan sumber bahan baku alternatif industri petrokimia, seperti batubara dan biomassa; d. Meningkatkan kemampuan di dalam negeri untuk mengembangkan teknologi proses yang dapat menciptakan produk-produk baru dan memanfaatkan produk-produk tersebut sehingga akan menciptakan peluang pasar yang lebih luas; dan Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
11
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
e. Membentuk kemitraan dengan institusi pemasok teknologi untuk menjamin daya saing unitunit produksi industri petrokimia yang menggunakan teknologi mereka. Strategi Bahan Baku a. Menciptakan keseimbangan antara potensi bahan baku, tingkat produksi bahan baku, dan tingkat pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia; b. Mengalokasikan secara khusus pemanfaatan komponen-komponen gas bumi, kondensat, nafta, dan senyawa-senyawa alkana, yang di satu sisi mendukung perkembangan kebutuhan untuk industri petrokimia dan di sisi lain tidak mengganggu upaya penggalangan cadangan devisa nasional; dan c. Membuka peluang pemanfaatan bahan baku alternatif dari dalam negeri, seperti batubara dan biomassa yang pada saat ini belum digunakan di industri petrokimia. Strategi Investasi a. Membuka kesempatan dan menciptakan suasana usaha yang cukup menarik bagi investor luar negeri, guna memobilisasi dana untuk membangun industri petrokimia di Indonesia; dan b. Menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pengembangan industri petrokimia berskala menengah, terutama pada tingkat daerah, bagi pengembangan industri petrokimia antara dan hilir, dan yang berpotensi memanfaatkan sumberdaya alam lain selain minyak dan gas bumi, yaitu batubara dan biomassa. Terimplementasinya strategi ini berpotensi menciptakan pemerataan pendapatan dan pembangunan wilayah-wilayah. Pemanfaatan bahan baku yang bersumber dari biomassa (‘chemicals’ dari minyak kelapa, minyak sawit, minyak jarak, karet alam, dsb.) berpotensi memberi imbas bagi penciptaan lapangan kerja. Strategi Penguasaan dan Pengembangan Pasar a. Strategi penguasaan pasar merupakan strategi yang terutama diarahkan kepada pasar dalam negeri, yang pada dasarnya dilandasi motivasi untuk menekan efek pengurasan devisa berkaitan dengan pemasokan kebutuhan pasar dalam negeri akan produk-produk petrokimia, melalui alur pendekatan: memfasilitasi upaya-upaya usaha industri dalam negeri untuk mampu lebih kompetitif terhadap produk impor; dan memfasilitasi investasi untuk memproduksi komoditi petrokimia yang permintaannya berkembang di dalam negeri. b. Strategi pengembangan pasar tertuju baik kepada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, dan pada dasarnya dilandasi motivasi untuk memperbesar perolehan devisa melalui peningkatan pendapatan dari ekspor, dan membuka kesempatan kepada usaha industri untuk mengembangkan ataupun menumbuhkan skala usahanya. Alur-alur pendekatan utama di dalam mewujudkan strategi ini mencakup: memfasilitasi upaya-upaya usaha industri dalam negeri untuk mampu lebih kompetitif, baik melalui prakarsa-prakarsa teknologis maupun institusional; memfasilitasi upaya-upaya usaha industri dalam melakukan ‘product development’. 6
Daftar Pustaka
6.1
Referensi
CIC,“Development of PetrochemicalUpstream Industries in Indonesia”, Indochemical No.34, 23rd July 1989 Indonesian Chemicals Industries Club (ICIC) & Ditjen Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan-Depperindag, “Pengembangan Industri Petrokimia di Indonesia”, Jakarta, 2001 Pusat Penelitian Energi Institut Teknologi Bandung, “Penyusunan Kebijakasanaan Nasional Pengembangan Industri Petrokimia”, Kerjasama Proyek Pengembangan Daya Saing Produk Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Desember 2002, Bandung, Indonesia Sasmojo, S, “Pengindustrian Intelegensi”, Jurnal Studi Pembangunan Vol.2 No 3 Desember, 1999, 123-142 Soerawidjaja, TH, 1995, Catatan Kuliah “Pengantar Industri Kimia” di Departemen Teknik Kimia, ITB Nakajima, Kunio, “Policy Recommendation for Indonesia’s Petrochemical Industry”, 2001
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
12
Industri Minyak dan Gas Bumi ISSN 1410-9891
MITI-Japan,“Establishment of Petrochemical Industry: From Planning to Production and Marketing”, 1995
6.2
Bibliografi
Rudd, Dale F., dkk, “Petrochemical Technology Assessment”, John Wiley & Sons, NY, 1981 Hydrocarbon Processing, “Hydrocarbon Processing’s Petrochemical Processes ’99”, Vol.3 No.78, March 1999, pp. 87-134
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
13