STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong)
WISMAN INDRA ANGKASA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ii
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Bogor, 21 April 2011 Wisman Indra Angkasa NIM P05-4090055
iii
ABSTRACT WISMAN INDRA ANGKASA. Strategy and Feasibility of Developing Intermediary Institutions to Enhance Competitiveness of Small and Medium Enterprises in Indonesia (Case Studies in Technology Incubator Center at Puspitek Serpong). Under guidance of H. MUSA HUBEIS and NURMALA K. PANJAITAN. Looking at the rapid growth of the development of global business environment, so the establishment of Small and Medium Enterprises (SMEs) which has highly competitiveness is necessary conducted. One of the several important factors that influence the building of the SMEs mentioned above is the ability of innovation and technological capabilities. It is known that SMEs in Indonesia have weakness in acquiring the latest technology. One of the reason why the SMEs do not have the updated technology, is because they do not have the access to the Research and Development (R&D) Institutions which create the updated and the appropriate technology. In this instance, the SMEs is solely as the users of technology. In this concept of innovation systems, it is attempted an institution which has its role and function, as an intermediate actor between the R & D institutions and the SMEs. This intermediary institution, it is called Lembaga Intermediasi (LI). Based on reports of many research articles, nowadays, most of LI has not yet been able to carry out its role and functions optimally. For this reason, this research is conducted to view the performance one of the LI. This research is a case study, and has chosen one LI on purpose, that is the Technology Incubator Center (BIT) at Puspitek Serpong. The purpose of this study are (1) to identify the characteristic and conditions of BIT, (2) to identify the factors that influence the successes of BIT as LI, (3) to formulate a strategy and feasibility of developing BIT. Matrix IFE, EFE,IE, SWOT and QSPM are used for processing and data analyses in this research. The results of this study are as follow: The characteristic of BIT is one of several unit departments under guidance of Agency for The Assessment and Application of Technology (BPPT). BIT is led by a head of department, and its organization form is adopted single structure. Factors that influenced the successes of BIT performance are the number of human resources, fund availability and financial services, infrastructure, networking, appropriate services and serious/strong commitment for tutoring and helping tenants (SMEs). Based on analysis of functional feasibility, BIT has fulfill the requirement as a good organization, as an intermediary institution and as a business incubator. Based on the determination of QSPM matrix, there are three main strategies to be implemented to BIT are: (1) To increase the utilization and the use of existing human resources to enlarge the number and to enhance the competitiveness of assisted SMEs, (2) To maintain and to enhance the quality and the quantity of technology services for SMEs assisted, via utilization technology produced by R & D institutions, (3) To maintain and to enhance the quality and the quantity of market access services to acquire bigger share of market potential (domestic and international) for assisted SMEs's products. Keywords: innovation, intermediary institution, services, small and medium enterprises, technology
iv
RINGKASAN WISMAN INDRA ANGKASA. Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong). Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan NURMALA K. PANJAITAN. Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sangat besar perananannya dalam penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan perkembangan lingkungan usaha global dengan tingkat persaingan yang sangat tinggi, maka pengembangan dan pembentukan UKM berdaya saing tinggi menjadi mutlak untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing UKM adalah daya inovasi dan kemampuan teknologi. Keterbatasan kemampuan teknologi pada UKM disebabkan lemahnya akses terhadap teknologi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya titik temu antara lembaga penelitian dan pengembangan sebagai penghasil teknologi dan UKM sebagai pengguna, sehingga diperlukan adanya lembaga yang dapat menjembatani/penghubung antara lembaga litbang dan UKM. Dalam konsep Sistem Inovasi (SI), ada lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai penghubung, yaitu dinamakan Lembaga Intermediasi (LI). Sebuah lembaga dapat dikatakan sebagai LI, bila minimal mempunyai empat (4) layanan kepada UKM, yaitu (1) layanan berbasis teknologi; (2) layanan pengembangan SDM; (3) layanan/jejaring bisnis UKM; (4) layanan akses pembiayaan. Kondisi sebagian besar LI saat ini belum dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal karena beberapa masalah yang dihadapi seperti pendanaan, SDM, sarana dan prasarana yang kurang memadai, networking lemah dan lain-lain. Diperlukan suatu strategi dan kelayakan pengembangan LI ke depannya, agar dapat memecahkan masalah LI, serta memperkuat posisi dan perannya dalam memberikan layanan secara optimal dan terpadu untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia. Balai Inkubator Teknologi (BIT) merupakan LI milik pemerintah pusat yang dibentuk oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan salah satu LI yang dinilai berhasil dalam menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Sejak dibentuk tahun 2001 sudah banyak UKM yang berhasil ditingkatkan daya saingnya, dan selain itu BIT berhasil menumbuhkembangkan beberapa UKM berbasis teknologi atau inovasi. Tujuan dari penelitian adalah (1) Mengidentifkasi karakteristik dan kondisi umum BIT; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM: (3) Menyusun strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan sehingga dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk meningkatkan daya saing UKM lebih optimal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan layanan LI, sehingga layanan yang diberikan kepada UKM lebih optimal. Penelitian ini merupakan studi kasus, dilakukan di Balai Inkubator Teknologi yang berlokasi di Puspiptek Serpong. Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan dan analisa data menggunakan metode deskriptif, dengan matriks Internal Factor Evaluation
v
(IFE), External Factor Evaluation (EFE), matriks Internal External (IE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Karakteristik BIT adalah merupakan salah satu UPT di bawah pembinaan BPPT, yang dipimpin seorang Kepala Balai, mempunyai struktur organisasi bentuk organisasi tunggal. Sumber pendanaan sebagian besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), jumlah tenant (inwall dan outwall) yang dibina selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2006 – 2010) + 100 tenant atau rataan 20 tenant per tahun. Waktu pembinaan tenant rataan 1 – 3 tahun dengan tingkat keberhasilan tenant yang lulus + 80 persen. Jenis industri tenant yang dibina adalah: (1) industri manufaktur 50 %; (2) industri kreatif 30%; dan agroindustri 20%. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT adalah jumlah SDM, dana, sarana dan prasarana, layanan, networking yang cukup memadai dan komitmen kuat. Berdasarkan analisis fungsi BIT telah memenuhi kelayakan sebagai suatu organisasi yang baik, yaitu sebagai lembaga intermediasi dan sebagai inkubator. Dari hasil analisa matriks IFE skor tertinggi untuk kekuatan BIT adalah 0,452 yaitu jumlah SDM yang memadai. Kelemahan utama BIT ditunjukkan dengan nilai skor tertinggi 0,192 yaitu dana untuk pembinaan tenant yang terbatas dan bersifat jangka pendek. Dari hasil analisa matriks EFE diperoleh nilai skor tertinggi untuk peluang BIT 0,540, yaitu daya saing UKM yang lemah. Faktor ancaman yang menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan external dengan nilai skor tertinggi 0,260 yaitu produk impor yang lebih murah dan sejenis yang diproduksi oleh UKM. Analisa matrik IE dengan nilai IFE 2,529 dan EFE 2,655 menunjukkan bahwa strategi pemasaran BIT terletak pada Sel V. Dalam hal ini strategi yang dapat diterapkan adalah strategi menjaga dan mempertahankan, dengan alternatif strategi berupa penetrasi pasar, pengembangan produk/jasa. Berdasarkan penentuan matriks QSPM diperoleh urutan strategi utama yang paling menarik untuk diterapkan di BIT adalah : (1) Meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan (TAS 6,135); (2) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil lembaga litbang (TAS 4,542); (3) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar untuk memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk UKM binaan (TAS 4,125).
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA INTERMEDIASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek, Serpong)
WISMAN INDRA ANGKASA
Tugas Akhir Sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
viii
Judul Tugas Akhir
Nama NIP
: Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong) : Wisman Indra Angkasa : P05-4090055
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Ketua
Dr. Nurmala K Panjaitan, MS, DEA Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam kajian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ialah Lembaga Intermediasi, dengan judul Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Puspiptek Serpong). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA dan Ibu Dr. Nurmala K Panjaitan, MS, DEA yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan banyak memberikan saran-saran. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Bambang S Pujantyo selaku Kepala Balai Inkubator Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Drs. Priyanto, ME yang telah memberikan ijin dan membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Derry Pancadarma, MSc selaku Direktur Pusat Kebijakan Difusi Teknologi yang telah memberikan ijin untuk tugas belajar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak-anakku tercinta, atas segala doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2011 Wisman Indra Angkasa
xi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 30 Desember 1964 sebagai anak kelima dari pasangan Achmad Effendi dan Mutamamah. Pendidikan Diploma III ditempuh di Program Studi Budidaya Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta lulus tahun 1986. Tahun 1986 penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pendidikan Diploma IV didapatkan tahun 1992 pada Program Studi Budidaya Perikanan di Sekolah Tinggi Perikanan di Jakarta. Saat ini penulis bekerja sebagai Perekayasa Muda bidang kebijakan teknologi di Pusat Kebijakan Difusi Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Penulis pada tahun 2002 mendapatkan penghargaan Satyalancana Pembangunan dari Presiden atas jasa dalam bidang lapangan pembangunan dan hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi penulis sejak tahun 1986-2000 dinilai berhasil melakukan penelitian dan difusi teknologi budidaya dan pasca panen rumput laut kepada masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------------------- xiii DAFTAR GAMBAR --------------------------------------------------------------------------- xiv DAFTAR LAMPIRAN ------------------------------------------------------------------------- xv I.
PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------- 1 I.1 Latar Belakang --------------------------------------------------------------------- 1 I.2 Perumusan Masalah --------------------------------------------------------------- 4 I.3 Tujuan Kajian ---------------------------------------------------------------------- 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA ---------------------------------------------------------------- 6 2.1 Usaha Kecil dan Menengah -----------------------------------------------------2.1.1 Definisi -------------------------------------------------------------------2.1.2 Kinerja Usaha Kecil dan Menengah ----------------------------------2.1.3 Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah --------------------------2.2 Lembaga Intermediasi -----------------------------------------------------------2.2.1 Definisi -------------------------------------------------------------------2.2.2 Kriteria -------------------------------------------------------------------2.2.3 Contoh Lembaga Intermediasi di Indonesia ------------------------2.2.4 Contoh Lembaga Intermediasi di Beberapa Negara ---------------2.3 Sistem Inovasi --------------------------------------------------------------------2.3.1 Definisi -------------------------------------------------------------------2.3.2 Implementasi -------------------------------------------------------------2.4 Strategi Pengembangan Organisasi --------------------------------------------2.4.1 Definisi -------------------------------------------------------------------2.4.2 Klasifikasi Strategi ------------------------------------------------------2.4.3 Implementasi -------------------------------------------------------------2.5 Kelayakan Organisasi ------------------------------------------------------------2.6 Daya Saing -------------------------------------------------------------------------2.7 Inkubator ---------------------------------------------------------------------------2.7.1 Definisi -------------------------------------------------------------------2.7.2 Konsep Dasar, Persyaratan dan Prinsip Inkubator -----------------2.7.3 Jenis Inkubator ----------------------------------------------------------2.7.4 Inkubator Bisnis di Beberapa Negara ---------------------------------2.8 Balai Inkubator Teknologi --------------------------------------------------------
III.
6 6 7 10 12 12 15 16 19 24 24 27 29 29 30 33 36 38 43 45 47 49 51 61
PELAKSANAAN TUGAS AKHIR -------------------------------------------------- 63 3.1 Lokasi dan Waktu -----------------------------------------------------------------3.2 Metode Kajian ---------------------------------------------------------------------3.2.1 Pengumpulan Data --------------------------------------------------------3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data -------------------------------------------3.3 Aspek Kajian -----------------------------------------------------------------------
63 64 64 64 68
xi
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN -------------------------------------------------------- 70 4.1 Karakteristik Balai Inkubator Teknologi --------------------------------------4.1.1 Aspek Legal ---------------------------------------------------------------4.1.2 Aspek Organisasi ---------------------------------------------------------4.1.3 Aspek Keuangan ----------------------------------------------------------4.1.4 Aspek Operasional --------------------------------------------------------4.1.5 Aspek Monitoring --------------------------------------------------------4.2 Analisis Fungsi Balai Inkubator Teknologi -----------------------------------4.2.1 Fungsi Organisasi ---------------------------------------------------------4.2.2 Fungsi Inkubator ----------------------------------------------------------4.2.3 Fungsi Lembaga Intermediasi ------------------------------------------4.3 Perumusan Strategi dan Kelayakan Pengembangan Balai Inkubator Teknologi ---------------------------------------------------------------------------4.3.1 Identifikasi Matriks IFE dan Matriks EFE ----------------------------4.3.2 Identifikasi Matriks IE ---------------------------------------------------4.3.3 Analisis SWOT -----------------------------------------------------------4.3.4 Matriks SWOT ------------------------------------------------------------4.3.5 Perumusan Strategi Prioritas ---------------------------------------------
V.
70 70 71 74 76 82 83 83 92 96 98 98 102 103 104 106
KESIMPULAN DAN SARAN ------------------------------------------------------- 107 5.1 Kesimpulan ------------------------------------------------------------------------- 107 5.2 Saran --------------------------------------------------------------------------------- 107
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------------- 108 LAMPIRAN ------------------------------------------------------------------------------------- 111
xii
DAFTAR TABEL Halaman
1 Perkembangan jumlah dan kinerja UMKM dan UB tahun 2007 - 2009 ------------ 9 2 Penjabaran strategi generik menjadi strategi utama ------------------------------------ 31 3 Persentase tingkat pendidikan formal dari pengusaha UKM industri manufaktur tahun 2006 ------------------------------------------------------------------------- 41 4 Inovasi pada tingkat perusahaan menurut negara/wilayah ---------------------------- 43 5 Jumlah inkubator bisnis di beberapa negara -------------------------------------------- 44 6 Inkubator bisnis di beberapa negara tahun 2005 ---------------------------------------- 51 7 Tipe inkubator bisnis di Kanada ---------------------------------------------------------- 54 8 Peran stakeholder dalam pengembangan inkubator bisnis --------------------------- 55 9 Komposisi sumber dana pada pengelolaan inkubator bisnis ------------------------- 56 10 Jadwal kajian ------------------------------------------------------------------------------- 63 11 Anggaran biaya kajian ---------------------------------------------------------------------- 63 12 Aspek penelitian faktor internal dan eksternal Balai Inkubator Teknologi ---------- 69 13 Beberapa tenant BIT tahun 2006-2010 --------------------------------------------------- 73 14 Jumlah dana rutin operasional kantor dan pembinaan tenant BIT tahun 2006 2010 ------------------------------------------------------------------------------------------- 75 15 Permasalahan monitoring BIT dan solusinya -------------------------------------------- 83 16 Program utama BIT tahun 2006-2010 ---------------------------------------------------- 87 17 SDM BIT tahun 2006 - 2010 -------------------------------------------------------------- 87 18 Indikator fasilitas dasar tenant BIT ------------------------------------------------------- 93 19 Matriks IFE
--------------------------------------------------------------------------------- 99
20 Matriks IFE
--------------------------------------------------------------------------------- 102
21 Matriks SWOT BIT ------------------------------------------------------------------------ 105 22 Kegiatan operasional yang dapat dilakukan oleh BIT --------------------------------- 106
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Sistem inovasi nasional -------------------------------------------------------------------- 15
2 Relation building process ------------------------------------------------------------------ 19 3 Service flow at incubation centre in Taiwan -------------------------------------------- 20 4
Pengembangan pasar untuk BDS di Jerman -------------------------------------------- 22
5 Tahapan menentukan strategi utama ----------------------------------------------------- 34 6
Daya saing dan faktor-faktor utama penentu ------------------------------------------- 40
7
Bagan organisasi Balai Inkubator Teknologi ------------------------------------------- 71
8
Skema proses inkubasi tenant di Balai Inkubator Teknologi ------------------------- 77
9
Proses penyusunan RKP, Renja KL, RKA-KL, RAPBN, APBN -------------------- 86
10 Struktur organisasi sistem perekayasa --------------------------------------------------- 90 11 Matriks IE BIT ------------------------------------------------------------------------------ 102 12 Diagaram SWOT BIT ---------------------------------------------------------------------- 103 13 (a) Papan nama; (b) Fasilitas parkir BIT ------------------------------------------------ 115 14 (a) Gedung perkantoran; dan (b) Ruang tamu BIT ------------------------------------ 115 15 (a) Prasasti peresmian; (b) Fasilitas ruang kantor BIT -------------------------------- 115 16 PT. Nanotech salah satu tenant dan fasilitas yang diberikan oleh BIT -------------- 116 17 CV. TREE salah satu tenant BIT yang menghasilkan produk mesin pengolah air berbasis membran ---------------------------------------------------------------------- 116
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi ----------------------------------- 111 2 Kondisi dan fasilitas yang dimiliki BIT --------------------------------------------------- 115 3 Inwall Tenant BIT ---------------------------------------------------------------------------- 116 4 Daftar calon inwall tenant yang akan diinkubasi BIT tahun 2011 -------------------- 117
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting
dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk terus berupaya mengembangkan UKM. Walaupun kecil dalam skala jumlah pekerja, aset dan omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UKM cukup penting dalam menunjang perekonomian. Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan yang mendasari negara berkembang memandang pentingnya keberadaan UKM, yaitu (1) kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif; (2) sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi; (3) karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dari pada usaha besar (Berry 2001 dalam Rahayu 2005). Kondisi tersebut diatas dapat dilihat dari berbagai data empiris yang mendukung bahwa eksistensi UKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia (KUKM 2010), seperti : 1. Jumlah yang cukup besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi, dimana pada tahun 2009 tercatat jumlah UKM adalah 587.808 unit atau 1,12 % dari jumlah total unit usaha (52.769.280 unit). 2. Potensinya yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UKM pada tahun 2009 menyerap 6.198.638 tenaga kerja atau 6,27 % dari total angkatan kerja yang bekerja (98.886.003 tenaga kerja) 3. Kontribusi UKM dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 cukup nyata, yakni 23,45 % dari total PDB yaitu sebesar 2.993.151,7 milyar rupiah. Dengan perkembangan lingkungan usaha global yang bergerak dan berkembang sangat cepat dengan tingkat persaingan sangat tinggi, maka pengembangan dan pembentukan UKM berdaya saing tinggi menjadi mutlak
2
untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing UKM adalah daya inovasi dan kemampuan teknologi. Menjadikan UKM dengan keunggulan daya saing perlu dipahami keterbatasan UKM, antara lain dalam hal ukuran unit usaha, pengembangan kapasitas modal, teknologi produksi dan pemasaran produk (Tambunan 2000). Selain itu menurut Tambunan (2004), keterbatasan pengetahuan sumberdaya manusia (SDM), modal dan teknologi merupakan salah satu penyebab utama rendahnya daya saing produk UKM dari produk-produk IB (Industri Besar) atau produk-produk impor. Keterbatasan kemampuan teknologi pada UKM disebabkan lemahnya akses terhadap teknologi. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya titik temu antara lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) sebagai penghasil teknologi dan UKM sebagai pengguna teknologi, sehingga diperlukan adanya lembaga yang dapat menjembatani/penghubung antara lembaga litbang dan UKM. Dalam konsep Sistem Inovasi (SI), sebenarnya sudah ada lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai penghubung antara lembaga penghasil teknologi dengan pengguna teknologi, yaitu yang dinamakan Lembaga Intermediasi (LI). SI adalah sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara para pelaku (aktor lembaga) lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam suatu sistem kolektif untuk penciptaan (creation), penyebaran (diffussion), dan penggunaan (utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) bagi pencapai inovasi (Nelson 1993 dalam Taufik 2000). Aktor utama SI adalah perguruan tinggi, industri dan organisasi litbang. Aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional, regional, dan lokal), lembaga finansial/ventura (pendanaan), lembaga asing, pengguna (end user), bridging institution (organisasi profesi yang berperan sebagai ‘intermediaries’) atau di Indonesia dikenal sebagai LI maupun organisasi lainnya (lembaga paten, lembaga pendidikan dan latihan (diklat), dan lain-lain) (Nelson 1993 dalam Taufik 2000). Dengan nama berbeda-beda di Indonesia sudah banyak LI yang sudah terbentuk dan tidak saja berperan sebagai lembaga penghubung yang dapat meningkatkan kemampuan teknologi pada UKM, tetapi juga berperan dalam meningkatkan akses pasar, akses pembiayaan dan pembinaan manajemen bisnis
3
serta SDM. Beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki suatu lembaga agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM adalah sebagai berikut (PI-UMKM 2008) : 1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai. 2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai. 3. Memiliki program kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek sesuai dengan orientasi spesifik kebutuhan UKM. 4. Memiliki kerjasama (networking) yang luas. 5. Memiliki minimal 4 (empat) layanan yaitu layanan pengembangan teknologi, pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnis/pasar dan fasilitasi akses pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya saing UKM. Selain bentuk LI yang berbeda-beda, kepemilikan LI di Indonesia juga cukup beragam, dan secara umum dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) kelompok kepemilikan, yaitu (1) milik Perguruan Tinggi (PT); (2) milik Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); (3) milik Pemerintah Pusat; (4) milik Pemerintah Daerah (Pemda); (5) milik Asosiasi. Dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut saat ini beberapa LI tengah dihadapkan beberapa masalah sehingga tidak dapat memberikan layanan secara optimal kepada UKM. Masalah yang dihadapi LI, antara lain pendanaan, SDM, sarana dan prasarana yang masih terbatas. Beberapa LI pendanaannya sangat minim, tidak rutin dan tidak terstruktur. Sebagian besar pendanaan LI masih banyak yang hanya mengandalkan proyek dan program-program insentif dari lembaga pemerintah (Kementerian dan Non Kementerian) serta Pemerintah Daerah. Karena dana yang dimiliki masih minim, sehingga sarana dan prasarana yang dimilikinya juga sangat terbatas. Ada juga LI yang tidak dapat beroperasi secara maksimal, karena tidak memiliki SDM yang memadai dan ahli dalam menangani UKM. Berdasarkan hal tersebut diatas diperlukan adanya kajian strategi dan kelayakan pengembangan LI untuk meningkatkan daya saing UKM di Indonesia.
4
Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu lembaga yang mempunyai peran dan fungsi sebagai LI. BIT merupakan LI milik Pemerintah Pusat yang berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah pembinaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang mempunyai peran memberikan layanan secara terpadu kepada UKM. Fungsi dari BIT adalah (BIT 2010) : 1. Menyediakan layanan fasilitas dan advokasi manajemen, akses pasar, akses pendanaan, aspek legal dan layanan fasilitas laboratorium bagi peneliti BPPT atau lembaga penelitian lainnya dan masyarakat, dalam rangka menumbuh kembangkan kewirausahaan baru berbasis teknologi atau inovasi. 2. Memberi layanan advokasi untuk mendukung pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) yang berbasis teknologi atau inovasi. 3. Meningkatkan jejaring atau networking baik didalam negeri maupun luar negeri serta memasyarakatkan jasa inkubasi teknologi atau inovasi. Sejak terbentuk pada tahun 2001, sudah banyak UKM yang berhasil dibina dan ditingkatkan daya saingnya oleh BIT. Saat ini BIT sedang membina 39 UKM yang terdiri dari 20 UKM yang merupakan outwall tenant (berlokasi di luar BIT), dan 19 UKM inwall tenant (berlokasi di dalam BIT). Selain itu BIT mempunyai mitra 9 lembaga pemerintah, 40 lembaga akademisi dan 724 lembaga bisnis (BIT 2010). BIT dinilai cukup berhasil dalam menjalankan peran dan fungsinya secara optimal dan terpadu sebagai LI, selain berhasil meningkatkan daya saing UKM juga berhasil didalam menumbuh-kembangkan UKM baru yang berbasis teknologi dan inovasi. Sebagai LI yang dinilai cukup berhasil, BIT dapat dijadikan contoh dan referensi untuk pengembangan LI yang lain sehingga dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal untuk memberikan terpadu dalam rangka meningkatkan daya saing UKM di Indonesia. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka disusun
permasalahan pada kajian ini adalah :
5
1. Bagaimana karakteristik dan kondisi BIT sebagai LI ? 2. Faktor-faktor
apakah
yang
mempengaruhi
keberhasilan
BIT
dalam
menjalankan peran dan fungsinya sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM ? 3. Bagaimana strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan agar peran dan fungsinya sebagai LI untuk meningkatkan daya saing dan menumbuhkembangkan UKM berbasis teknologi atau inovasi dapat lebih optimal lagi ? 1.3
Tujuan Kajian Tujuan dari kajian yang akan dilakukan adalah :
1. Mengidentifkasi karakteristik dan kondisi BIT sebagai LI. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT dalam menjalankan fungsi dan perannya secara optimal dan terpadu sebagai LI untuk meningkatkan daya saing UKM. 3. Menyusun strategi dan kelayakan pengembangan BIT ke depan agar peran dan fungsinya sebagai LI untuk memberikan layanan terpadu untuk meningkatkan daya saing dan menumbuh-kembangkan UKM berbasis teknologi atau inovasi di Indonesia dapat lebih optimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Usaha Kecil dan Menengah
2.1.1 Definisi Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pendefinisian ini antara lain oleh Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan. Definisi UKM menurut lembaga-lembaga tersebut diatas adalah sebagai berikut (Hubeis 2009) : 1. Badan Pusat Statistik (BPS) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5 – 19 orang. 2. Bank Indonesia (BI) : UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa; (a) modal kurang dari 20 juta rupiah; (b) untuk satu putaran usahanya hanya membutuhkan dana 5 juta rupiah; (c) memiliki asset maksimal 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan; (d) omzet tahunan ≥ 1 miliar rupiah. 3. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Undang-Undang No. 9 Tahun 1995) : UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih 50 juta – 200 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan ≥ 1 miliar rupiah; dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dengan kekayaaan bersih 50 juta – 500 juta rupiah dan penjualan bersih tahunan 300 juta – 2,5 miliar rupiah. 4. Kementerian Perindustrian : a. Perusahaan memiliki aset maksimum 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan. b. Perusahaan memiliki modal kerja di bawah 25 juta rupiah. 5. Kementerian Keuangan : UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet maksimum 600 juta rupiah per tahun an atau aset maksimum 600 juta rupiah diluar tanah dan bangunan.
7
6. Kementerian Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD), dan Merk Luar Negeri (ML). Adanya berbagai macam penetapan definisi mengenai UKM di atas membawa berbagai konsekuensi yang strategis. Definisi merupakan konsensus terhadap entitas UKM sebagai dasar formulasi kebijakan yang akan diambil, sehingga paling tidak, ada 2 (dua) tujuan adanya definisi yang jelas mengenai UKM, yaitu pertama, untuk tujuan administratif dan pengaturan; serta kedua, tujuan yang berkaitan dengan pembinaan (Adiningsih 2000). Tujuan pertama berkaitan dengan ketentuan yang mengharuskan suatu perusahaan memenuhi kewajibannya, seperti membayar pajak, melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta mematuhi ketentuan ketenagekerjaan seperti keamanan dan hak pekerja lainnya. Sementara tujuan kedua lebih pada pembuatan kebijakan yang terarah seperti upaya pembinaan, peningkatan kemampuan teknis, serta kebijakan pembiayaan untuk UKM. Meskipun perbedaan-perbedaan ini bisa dipahami dari segi tujuan masingmasing lembaga, namun kalangan yang terlibat dengan kelompok UKM seperti pembuat kebijakan, konsultan, dan para pengambil keputusan akan menghadapi kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Seperti halnya, kesulitan dalam mendata yang akurat dan konsisten, mengukur sumbangan UKM bagi perekonomian, dan merancang regulasi/kebijakan yang fokus dan terarah. Oleh karena itulah, upaya untuk membuat kriteria yang lebih relevan dengan kondisi saat ini perlu dilakukan. 2.1.2 Kinerja Usaha Kecil dan Menengah UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
8
Karakteristik UKM di Indonesia pada umumnya mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi. UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama; (2) mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha; (3) pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja; dan (4) terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal. Peranan UKM yang penting sebagai penopang perekonomian, menjadikan UKM sebagai penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal; (2) sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB); dan (3) sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini. Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai tambah; (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas; (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut (K-KUKM, 2010) : 1. Nilai tambah Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2009 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM dengan nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai 2.993.151,7 milyar rupiah. UKM memberikan kontribusi 23,45 % dari total PDB Indonesia.
9
2. Unit usaha dan tenaga kerja Pada tahun 2009 jumlah populasi UKM mencapai 587.809 unit usaha atau 2,2 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 6,2 juta orang. 3. Ekspor non migas UKM Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari 161.543,5 milyar rupiah pada tahun 2008 menjadi 147.878,7 milyar rupiah pada tahun 2009. Tabel 1 Perkembangan jumlah dan kinerja UMKM dan UB pada tahun 2007 – 2009 No.
Indikator
1.
2
3.
4.
Tahun 2007 Jumlah Pangsa (unit) (%)
Tahun 2008 Jumlah Pangsa (unit) (%)
Tahun 2009 Jumlah Pangsa (unit) (%)
Unit usaha : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha Besar
49.608.953 498.565 38.282 50.145.800 4.463
98,92 0,99 0,08 99,99 0,01
50.847.771 522.124 39.717 51.409.612 4.650
98,90 1,02 0,08 99,99 0,01
52.176.795 546.675 41.133 52.764.603 4.677
98,88 1,04 0,08 99,99 0,01
Tenaga kerja : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha besar
84.452.002 3.278.793 2.761.135 90.491.930 2.535.411
90,78 3,52 2,97 97,27 2,73
87.810.366 3.519.843 2.694.069 94.024.278 2.756.205
90,73 3,64 2,78 97,15 2,85
90.012.694 3.521.073 2.677.565 96.211.332 2.674.671
91,03 3,56 2,71 97,30 2,70
PDB atas dasar harga berlaku* : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha besar
1.209.622,5 386.404,3 511.841,3 2.107.868,1 1.637.681,2
32,29 10,32 13,67 56,28 43,72
1.510.055,8 472.830,3 630.339,9 2.613.226,1 2.080.582,9
32,17 10,07 13,43 55,67 44,33
1.751.644,6 528.244,2 713.262,9 2.993.151,7 2.301.709,2
33,08 9,98 13,47 56,53 43,47
Total ekspor non migas* : - Usaha mikro - Usaha kecil - Usaha menengah A. UMKM B. Usaha besar
12.917,5 31.619,5 95.826,8 140.363,8 654.508,3
1,63 3,98 12,06 17,66 82,34
16.464,8 40.062,5 121.481,0 178.008,3 805.532,1
1,67 4,07 12,35 18,10 81,90
14.375,3 36.839,7 111.039,6 162.254,5 790.835,3
1,51 3,87 11,65 17,02 82,98
Keterangan : *) dalam miliar rupiah Sumber : Kementerian KUKM, 2010
10
2.1.3 Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah Permasalahan UKM di Indonesia dikelompokkan atas 3 (tiga) kategori (Hubeis 2009) : 1. Permasalahan klasik dan mendasar, misalnya keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran. 2. Permasalahan pada umumnya, misalnya antara peran dan fungsi instansi terkait dalam menyelesaikan masalah dasar yang berhubungan dengan masalah lanjutan seperti prosedur perizinan, perpajakan, agunan dan hukum. 3. Permasalahan lanjutan, misalnya pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut perizinan, hak paten dan prosedur kontrak. Menurut Urata (2000), secara umum UKM menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah non finansial. Masalah yang termasuk dalam masalah finansial (Urata 2000) di antaranya adalah : 1. Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia dan dana yang dapat diakses oleh UKM. 2. Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM. 3. Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil. 4. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai. 5. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi. 6. Banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial. Termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya adalah : 1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi, serta kurangnya pendidikan dan pelatihan (diklat).
11
2. Kurangnya pengetahuan pemasaran, yang disebabkan oleb terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk/jasa yang sesuai dengan keinginan pasar. 3. Keterbatasan pendidikan sumber daya manusia (SDM). 4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi. Di samping 2 (dua) permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi permasalahan linkage dengan perusahaan dan ekspor. Permasalahan yang terkait dengan linkage antar perusahaan, di antaranya sebagai berikut : 1. Industri pendukung yang lemah. 2. UKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem cluster dalam bisnis belum banyak. Keterbatasan SDM ini merupakan adalah satu hambatan struktural yang dialami oleh UKM (Urata 2000). Sekitar 70% tenaga kerja UKM hanya SD, dan alasan tidak melanjutkan sekolah sebagian dikarenakan ketiadaan biaya (kemiskinan). Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ekspor, di antaranya sebagai berikut : 1. Kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan. 2. Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor. 3. Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor. 4. Pengurusan dokumen yang diperlukan untuk ekspor yang birokratis. Beberapa hal yang ditengarai menjadi faktor penyebab permasalahanpermasalahan di atas adalah (1) pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan UKM, termasuk masalah perpajakan yang belum memadai; (2) masih terjadinya ketidaksesuaian antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan kebutuhan UKM; (3) serta kurangnya linkage antar UKM sendiri atau antara UKM dengan industri yang lebih besar (Urata 2000). Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius serta terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengembangkan UKM.
12
2.2
Lembaga Intermediasi
2.2.1 Definisi Intermediasi atau intermediary makna secara harfiahnya adalah perantara atau penengah. Dalam pembangunan ekonomi biasanya intermediasi merupakan lembaga yang menjadi penghubung antara pemodal dengan pengusaha/industri. Dalam hal ini lembaga perbankan merupakan Lembaga Intermediasi (LI) yang berkaitan dengan konteks pembangunan ekonomi. Dalam konteks kajian ini, LI yang dimaksud lebih ditekankan kepada LI iptek, yakni suatu lembaga atau institusi yang menghubungkan atau menjembatani interaksi antara lembaga penghasil teknologi dan pengguna teknologi. Didalam menjalankan peran dan fungsinya LI ini tidak saja memberikan layanan pengembangan teknologi tetapi juga layanan pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnis/pasar dan fasilitasi akses pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya saing UKM. LI merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai lembaga penghubung (mediatory) dari sumber-sumber produktif pengembangan usaha maupun pengembangan teknologi dengan pengguna baik masyarakat maupun UKM. Lembaga ini dapat berupa unit khusus yang independen (memiliki otonomi/ kewenangan pengelolaan organisasi yang relatif tinggi). Contoh dari bentuk ini berupa suatu lembaga/organisasi, misal “Pusat (Center)” sebagai suatu organisasi yang sepenuhnya berdiri sendiri (otonom), walaupun implementasinya dalam koordinasi institusi lain (di bawah suatu kementerian/non kementerian pemerintah) tertentu, ataupun suatu lembaga berupa konsorsium atau bentukan dari kerjasama beragam pihak, misalnya inkubator, pusat-pusat teknologi, dunia usaha dan pemerintah. Secara legal terminologi intermediasi muncul secara eksplisit dalam Peraturan Presiden (PP) No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 Bab 22 mengenai pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dalam RPJM 2004-2009 menyatakan bahwa pembangunan iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas SDM, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi.
13
Lemahnya daya saing bangsa dan kemampuan iptek ditunjukkan oleh sejumlah indikator. Salah satu indikator tersebut adalah karena belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna (PI-UMKM 2008). Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan iptek menjadi teknologi siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Disamping itu, masalah tersebut dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan pihak industri termasuk UKM, yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan UKM berbasis teknologi (PI-UMKM 2008). Dengan perkataan lain, salah satu penyebab lemahnya daya saing UKM disebabkan oleh masih lemahnya peran kelembagaan intermediasi iptek. Untuk itulah peran LI menjadi sangat sentral dan strategik dalam proses difusi inovasi. Difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Melalui proses difusi dimungkinkan suatu inovasi dikomunikasikan sehingga dapat diketahui oleh banyak orang, tersebar luas dan akhirnya digunakan oleh masyarakat. Proses difusi biasanya terjadi karena adanya pihak-pihak yang menginginkan atau secara sengaja merencanakan dan mengupayakan (Prayitno et al. 2005). Proses difusi teknologi sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara 4 (empat) unsur, yaitu karakteristik inovasi itu sendiri, bagaimana inovasi itu dikomunikasikan, waktu dan sistem sosial dimana suatu hasil inovasi diperkenalkan (Rogers 1995 dalam Prayitno et al. 2005). Supaya proses alih teknologi dari penemu kepada pemakai teknologi berjalan dengan baik, diperlukan LI sebagai salah satu unsur yang sangat penting dalam proses difusi inovasi, yakni sebagai salah satu bentuk saluran komunikasi. Salah satu upaya pemerintah dalam mendukung penguasaan pemanfaatan dan pemajuan iptek secara nyata telah dijabarkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi. Dengan adanya PP ini, diharapkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, UKM serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan mutu kehidupan bangsa dan negara.
14
Selama ini proses difusi dan alih teknologi yang dilakukan oleh lembagalembaga tersebut, lebih banyak melihat dari sisi technology push. Technology push adalah istilah dimana teknologi dikembangkan tanpa melihat apakah teknologi tersebut dibutuhkan atau ada permintaan pasar atau tidak (Taufik 2000). Di Indonesia, lembaga yang sebetulnya memiliki fungsi atau paling tidak diharapkan memiliki peran sebagai LI teknologi, sebetulnya telah banyak dibentuk. LI tersebut lebih banyak dibentuk oleh lembaga pemerintah (pusat dan daerah), walaupun ada juga yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi baik negeri ataupun swasta, LSM, atau perorangan dan asosiasi. LI yang dibentuk oleh pemerintah pusat, antara lain : BPPT Engineering (BE-BPPT), Business Technology Center (BTC), Balai Inkubator Teknologi (BIT), program Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), Business Development Service Provider (BDS-P) dan Forum Pusat Layanan Usaha (PLU) yang merupakan program Kementerian KUKM. Yang dibentuk oleh Pemda, antara lain Balai Pelayanan Bisnis Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Provinsi DI Yogjakarta, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi/ Kabupaten/Kota, UPT UMKM Disperindag Provinsi Bali. Sedangkan yang dibentuk oleh LSM atau perorangan misalnya Andalas Solusi Bisnis, Business Innovation Center (BIC) Jakarta, Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), dan LI yang dibentuk oleh Perguruan Tinggi diantaranya adalah : Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Sriwijaya (Unsri), Pusat Inkubator Agribisnis dan Agroindustri Institut Pertanian Bogor (PIAA-IPB), UKM Center Universitas Indonesia (UI), UPT Inkubator Industri dan Bisnis (IIB) Institut Teknologi Bandung (ITB), Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI), IKOPIN, LPPM Universitas Gadjah Mada dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk oleh asosiasi antara lain UKM Center Kadin. Sampai saat ini lembaga-lembaga tersebut sebagian besar masih belum berperan dan berfungsi secara optimal sebagai LI, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Diperlukan adanya strategi dan kelayakan pengembangan, serta upaya yang konsisten agar lembaga-lembaga tersebut dapat berperan dan berfungsi secara optimal menjadi lembaga intermediasi untuk meningkatkan daya saing UKM.
15
Gambar 1 Sistem Inovasi Nasional (KRT 2008) 2.2.2 Kriteria Lembaga Intermediasi (LI) adalah suatu organisasi atau unit organisasi sebagai simpul, hub atau gateway dari jaringan kemitraan yang memberikan jasa pelayanan terpadu untuk meningkatkan daya saing UKM. Beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki suatu lembaga agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM adalah sebagai berikut (PIUMKM 2008) : 1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai. 2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai. 3. Memiliki program kerja baik jangka panjang maupun jangka pendek sesuai dengan orientasi spesifik kebutuhan UKM. 4. Memiliki kerjasama (networking) yang luas. 5. Minimal mempunyai 4 (empat) layanan, yaitu : a. Jasa layanan berbasis teknologi Sebagai pusat data dan informasi yang di dalamnya mencangkup teknologi, peluang pasar, pusat-pusat unggulan teknologi, tenaga ahli, produk, bahan baku, jaringan bisnis dalam dan luar negeri, informasi best practice, pendanaan, dan
16
lain-lain. Jasa layanan berbasis teknologi meliputi pemberi rekomendasi terkait penggunaan/pemanfaatan teknologi, advokasi, alih teknologi, konsultansi, pengujian, jasa operasional, pilot project, pilot plant, prototype, survei. b. Pengembangan SDM UKM Yang dimaksudkan dengan layanan pengembangan SDM adalah layananlayanan berkaitan dengan upaya agar kemampuan SDM baik sebagai pelaku UKM atau technopreneur meningkat, baik dari aspek wawasan berbisnis maupun kemampuan teknis operasional menjalankan usaha. Jasa layanan pengembangan SDM UKM meliputi pelatihan, pendampingan, workshop, seminar dan lain-lain. c. Intermediasi/jejaring bisnis Usaha Kecil dan Menengah Sebagai pusat jaringan UKM dengan pasar, industri serta jaringan sarana komunikasi dan pemasaran produk berbasis internet. Jasa layanan intermediasi/ jejaring bisnis UKM meliputi mempertemukan UKM dengan pasar dan industri, promosi produk-produk UKM melalui pameran-pameran dan internet. d. Fasilitasi akses pembiayaan Fasilitasi jasa pembiayaan bank dan non bank (pembiayaan berisiko/risk capital). Jasa layanan fasilitasi akses pembiayaan mempertemukan UKM dengan lembaga keuangan/pembiayaan bank dan non bank. 2.2.3 Contoh Lembaga Intermediasi di Indonesia 1. Balai Pelayanan Bisnis Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta Balai Pelayanan Bisnis (BPB) merupakan salah satu unit dibawah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY). BPB ini berfungsi untuk memberikan layanan dan fasilitas bagi pengembangan bisnis di di Yogyakarta, khususnya bagi usaha kecil menengah dan koperasi (UKMK). Berbagai layanan untuk dunia usaha, khususnya UKMK telah disediakan oleh BPB yang merupakan beragam layanan dengan mempergunakan teknologi informasi dan komunikasi. BPB mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : a. Pengelolaan data informasi bisnis. b. Pengembangan sistem informasi serta pengembangan jaringan pengelolaan informasi bisnis.
17
c. Pelayanan informasi bisnis. d. Pelayanan konsultasi, bimbingan dan pendampingan usaha. e. Peyelenggaraan pengembangan bisnis. BPB sebagai lembaga fasilitator pengembangan UKM Provinsi DIY setiap tahun mengadakan pelatihan bagi UKM dan beberapa diantaranya bersertifikasi. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pelaku UKM DIY, baik dalam manajerial, pemasaran, administrasi dan pemanfaatan teknologi informasi bagi perkembanagan usahanya. Jenis Pelayanan yang terdapat dalam BPB adalah : a. Pelayanan usaha berupa konsultasi melalui tatap muka. b. Pelayanan usaha melalui pelatihan/bimbingan, pendampingan dan bantuan promosi pemasaran. c. Penyelenggraan pengembangan bisnis melalui bantuan promosi pemasaran. d. SIOT (Sistem Informasi Operasional dan Transaksi). e. OLAP (Online Analytical Processing). f. Diskusi Online dan SMS serta Call Center. 2. Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil atau disingkat PUPUK (Association for Advancement of Small Business) adalah organisasi non profit, independen dan bersifat non-politis yang memposisikan diri sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pengembangan usaha kecil. PUPUK didirikan untuk menjawab perlunya kegiatan pengembangan usaha kecil yang terintegrasi di semua lini ekonomi. Melalui pendekatan yang integratif PUPUK berupaya untuk mendorong usaha kecil agar mengoptimalkan peranannya. Kegiatan utama PUPUK adalah kerjasama pengembangan UKM, implementasi program CSR (Corporate Social Responsibility), studi, riset dan survei yang dilakukan sebelum dan sesudah program kerjasama pengembangan UKM, program advokasi yang diarahkan pada upaya memperkuat posisi UKM dalam persaingan bisnis. Kemudian untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknis UKM melalui kegiatan pelatihan, workshop, dan in-house training. PUPUK juga melaksanakan pelatihan dan workshop kepada CSR perusahaan.
18
Adapun jenis pelatihan dan workshop yang dilaksanakan oleh PUPUK antara lain tentang : a. CSR (Corporate Social Responsibility). b. Klaster industri dan inisiasinya. c. Local and Regional Economic Development. d. Kompetensi inti daerah. e. Perencanaan strategis pembangunan daerah. f. Rantai nilai (Value Chain Development). g. Balance Score Card. h. OVOP (One Village One Product). Dengan berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh PUPUK tentunya menghasilkan berbagai pengalaman empirik. Sebagai lembaga yang peduli pada pengembangan dan penguatan UKM, maka PUPUK merasa berkewajiban untuk mendiseminasikan berbagai temuan dan pengalaman empirik di lapangan kepada publik, melalui seminar, workshop dan berbagai publikasi. Program-program penguatan UKM dilakukan dengan basis potensi yang dimiliki oleh UKM dan kebutuhan UKM dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki Indonesia. 3. Surabaya Busines Incubator Centre (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wirausaha Jawa Timur) Misi dan tujuan dari lembaga ini adalah mengembangkan wirausaha pemula/industri kecil yang belum berpengalaman menjadi wirausaha menengah dan tangguh. Bentuk layanan yang dapat diberikan oleh lembaga ini adalah : a. Menyediakan fasilitas bagi pengusaha pemula dalam bidang industri kecil dan menengah (IKM) untuk mengembangkan usahanya dengan cara memberikan dukungan pembinaan administrasi, manajemen, teknologi, pemasaran dan dana. b. Memberikan jasa penyuluhan kepada para pengusaha kecil (industri kecil) diluar tenant, serta mengusahakan jaringan informasi mengenai dunia usaha, antara lain yang berkaitan dengan manajemen, teknologi, pemasaran dan dana.
19
2.2.4 Contoh Lembaga Intermediasi di Beberapa Negara 1. Lembaga intermediasi di negara China Pemerintah China telah melakukan penggabungan antara sistem iptek sesuai dengan kebutuhan ekonomi pasar dan kebijakan perpajakan, untuk mendorong inovasi teknologi dalam dunia usaha. Selain itu juga dikembangkan dan diperkuat fungsi Research and Development (R&D) dari berbagai lembaga litbang pemerintah maupun universitas dan melakukan percepatan pengembangan inovasi teknologi untuk Berbagai upaya dalam pengembangan UKM di Cina telah dilakukan melalui LI seperti inkubator teknologi. Salah satu pusat inkubator teknologi terbesar terdapat di Shanghai, yaitu Shanghai Technology Innovation Center (STIC), yaitu salah satu lembaga publik non profit di bawah pimpinan Komisi Iptek Kodya Shanghai yang yang dibentuk pada tahun 1988. STIC merupakan pusat inkubasi yang cukup berprestasi dan didanai oleh pemerintah Shanghai, diakui oleh Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai Pusat Pelayanan Teknologi baru dan tinggi, serta merupakan salah satu Pusat International Business Incubator. STIC mencurahkan perhatiannya untuk suatu prinsip dari alih teknologi yang unggul, inkubasi teknologi bagi pengusaha, dan menanamkan teknologi entrepreneur dan berusaha sekuat tenaga untuk membangun lingkungan inovasi yang baik untuk menyediakan pelayanan komprehensif terhadap pengguna teknologi
dan inovator untuk tujuan
komersialisasi. Sebagai organisasi induk dari Asosiasi Inkubasi Teknologi Bisnis (Technology Business Incubation Association) Shanghai, selusin inkubator teknologi, termasuk inkubator “Yangpu” dan “IC Design” didanai dan didirikan oleh STIC. STIC
Government
Industry
Gambar 2 Relation building process (STIC 2007dalam Mulyadi, 2008)
20
2. Lembaga intermediasi di negara Taiwan Pertumbuhan penting dalam inovasi dan aktivitas kewirausahaan dalam era baru perkembangan ekonomi, pada tahun 1996 Small and Medium Enterprise Administration (SMEA) dari Kementerian Ekonomi (MOEA), mengambil inisiatif dan memimpin dalam pembangunan dan perkembangan pusat inkubasi di Taiwan. Pusat inkubasi merupakan tempat pembinaan/pelatihan inovasi bisnis, produk dan teknologi, serta membantu UKM untuk menumbuhkan kemampuannya sendiri. Dengan menyediakan ruangan kantor, peralatan, dan R&D technology,
membantu penjaminan pembiayaan dan menyediakan konsultasi
manajemen, serta pelayanan bisnis lainnya. Konkrit dari hal yang dimaksud adalah membantu memfasilitasi integrasi efektif dari sumber daya, membantu mengurangi biaya dan resiko pemula untuk mengembangkan bisnisnya. Application Procedures For Locating One’s Start Up Within An Incubation Center
Incubation Center Service Flow
Incubation Centers
Promotion Presentation Filing Of Apllication For Moving Into Incubation Centers
Premilinary Discussion With Applicants
Writing - Up Of
Review On Apllications
Contrack Signing
Provision Of Detailed Bisness Plan
Formulation Of Incubation Plans And Excecution
Provision Of Statements Of Operation
Evaluation And Recomendation On Statements Of Operation
Arrangement Of Promotinal Campaigns And Consulting Services
Helping Enterprises Fit To Various Industrial Environments
Gambar 3 Service Flow at Incubation Centers in Taiwan (SMEA 2005 dalam Mulyadi, 2008)
21
Saat ini, sebagian besar pusat inkubasi di Taiwan berafiliasi dengan universitas. Kementerian Urusan Ekonomi mendorong lembaga penelitian dan private sector untuk menanam investasi dalam sektor inkubator dan menyusun strategi untuk penggabungan beberapa sumber daya dan kekuatan yang berbeda dari pusat inkubasi yang berjalan dengan unversitas dan lembaga penelitian. Tujuan utamanya adalah menyediakan suatu bentuk yang komprehensif tentang pelayanan inkubasi untuk melindungi setiap langkah proses pengembangan UKM. 3. Lembaga intermediasi di negara Jerman Fungsi LI di Jerman adalah memberikan pelayanan (business development service-BDS) yang bersifat nirlaba dan berperan penting terhadap pendirian, kelangsungan hidup, produktivitas, daya saing, perkembangan perusahaan baru dan UKM. LI di Jerman memberikan berbagai jenis pelayanan yang meliputi pelatihan, konsultansi, bimbingan pemasaran, teknologi informasi, pengembangan teknologi dan promosi jejaring bisnis. LI memberikan 2 (dua) kategori pelayanan, yaitu bersifat operasional dan yang bersifat strategik. Pelayanan operasional merupakan kegiatan rutin seperti sistem informasi dan komunikasi, pengelolaan keuangan dan perpajakan dimana semua kegiatan tersebut didasarkan pada peraturan yang berlaku di Jerman. Dilain pihak, pelayanan strategik merupakan kegiatan yang digunakan untuk mengantisipasi program jangka menengah dan jangka panjang dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan client, daya saing dan akses ke pasar. Sebagai contoh pelayanan strategik dapat membantu perusahaan client untuk mengidentifikasi dan memberikan pelayanan ke pasar, mendisain produk, menyiapkan fasilitas dan akses ke bank. Di negara Jerman, fungsi LI dilakukan oleh beberapa pihak (aktor), yaitu : a. Perusahaan baru/UKM, merupakan sisi demand dari pasar LI. b. Provider
BDS memberikan service langsung ke perusahaan baru/UKM.
Dapat berupa individu, private forprofit firms, NGO, badan pemerintah, asosiasi dan lain-lain. c. Fasilitator BDS mendukung provider BDS, contoh mengembangkan produk service baru, mempromosikan praktek baik dan membangun kapasitas dan
22
kemampuan provider BDS. Fasilitator juga dapat bekerja pada sisi demand, contohnya mendidik perusahaan baru/UKM untuk mengenali keuntungan yang bisa didapat atau memberikan insentif. d. Donor menyediakan pendanaan pada proyek-proyek BDS. Pada beberapa kasus, fasilitator BDS adalah donor itu sendiri. e. Pemerintah, yang seperti donor juga memberikan pendanaan untuk proyekproyek BDS. Selain itu, intervensi terhadap BDS, peranan utama pemerintah adalah menyediakan kebijakan, hukum dan regulasi untuk perusahaan baru/UKM dan provider BDS, serta infrastuktur, pendidikan dan pelayanan informasi. Gambar 4 di bawah mengilustrasikan fungsi dari berbagai aktor tersebut di atas, masing-masing dengan tujuan yang berbeda-beda tergantung pada orientasi komersial atau pengembangan publik. Fasilitator BDS mempunyai tujuan untuk mengembangkan pasar sebagai bagian dari kebijakan sosial dan ekonomi pemerintah Negara Jerman. Bagi Provider BDS yang berorientasi komersial, pengembangan pasar yang dilakukan oleh fasilitator BDS adalah tidak relevan dengan misi Provider BDS komersial dan bahkan sering timbul konflik.
Pendanaan publik, pengembangan pasar
Pelayanan langsung
Pendanaan privat, Orientasi komersial
Fasilitasi demand/supply
Gambar 4 Pengembangan pasar untuk BDS di Jerman (Mulyadi, 2008)
23
Sebagai contoh, pengembangan pasar untuk BDS sering berimplikasi pada makin tumbuhnya Provider BDS baru. Pada paradigma pengembangan pasar untuk BDS, fungsi utama dari Donor dan Pemerintah adalah memfasilitasi tumbuhnya sisi demand dan supply. 4. Lembaga intermediasi di negara Jepang Di Jepang, ada lembaga yang dinamakan Japan Small Medium Business Corporation (JASMEC). Lembaga ini dikelola secara profesional atas dasar kebijakan umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Didirikan pada tanggal 1 Juli 1999 yang merupakan penggabungan dari Small Business Credit Insurance Corporation (Japan CIC) dan Japan Small Business Corporation (JSBC). Lembaga ini berada dibawah pengawasan Ministry of Industry and International Trade (MITI) dan Ministry of Finance, dimana seluruh modalnya berasal dari pemerintah pusat. Lembaga ini dibangun untuk mengimplementasikan kebijakan pemerintah Jepang menyangkut UKM melalui mutu SDM, internasionalisasi (go international) dan pelayanan informasi, seperti informasi pasar, informasi teknologi, dan sebagainya. Bentuk sistem dukungan kepada UKM dilakukan melalui pembuatan buku petunjuk, training dan pelayanan konsultasi manajemen dengan melibatkan the chambers of commerce and industry, associations of entrepreneurs dan asosiasi perdagangan UKM. Jasmec dan SME & Venture Business Support Centers telah melakukan kerjasama kolektif dalam mengembangkan UKM. Pelayanan di bidang keuangan dilakukan Japanese Finance for Small Business (59 cabang), People Finance Corporation (152 cabang) dan The Shoko Chukin Bank (104 cabang). Sedangkan untuk asuransi kredit dilakukan oleh Small Business Credit Insurance Corporation dan didukung oleh Prefectural Credit Insurance Association (asosiasi kredit yang berada di distrik, terdiri dari 52 anggota). Bagi UKM yang membutuhkan investasi, mereka dapat menghubungi Small and Medium Business Investment & Consultation Co. Ltd. di Tokyo, Osaka, dan Nagayo. Sedangkan
untuk
melihat
peluang-peluang
usaha
yang
dapat
dikembangkan serta kelemahan-kelemahan para pesaingnya di luar negeri, UKM di Jepang juga mendapatkan informasi business intelligence dari Japan Chamber
24
of Commerce and Industry dan National Federation of Commerce-Industry Trade Association. Selain lembaga-lembaga yang mendukung pemberdayaan UKM di Jepang, para pelaku UKM sendiri juga mendirikan National Federation of Small Business Association dan didukung oleh asosiasi di daerah Perfectural Federation of Small Business Association guna menyamakan arah dan pandangan sehingga dapat berkerjasama dengan baik. Asosiasi ini dikelola dengan sangat profesional, dimana di dalamnya terdapat sekitar 9000 konsultan yang senantiasa memberikan bimbingan kepada UKM untuk dapat mengakses pasar, meningkatkan kinerjanya, meningkatkan kualitas produknya, dan sebagainya. Negara Jepang sudah mengembangkan tiga macam sistem dukungan kepada UKM yaitu SME/Venture Business Support Centers, Prefectural SME Support Centers dan Regional SME Support Centers. Ketiga lembaga ini saling bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain seperti Commerce and Industry Associations and Chambers of Commerce and Industry dengan melakukan pelayanan satu atap menyangkut informasi, strategi, dan implementasi proyek termasuk didalamnya pelayanan konsultasi dan penyediaan tenaga ahli, serta pelaksanaan training dan seminar, dan lain-lain. 2.3
Sistem Inovasi
2.3.1 Definisi Sistem Inovasi (SI) semakin sering dibahas, terutama dalam dua dekade terakhir ini. Banyak bukti empiris menunjukkan bahwa perusahaan, daerah atau negara yang berhasil di bidang sosial ekonomi ternyata didukung oleh SI yang berkembang dan kuat. Sistem Inovasi pada dasarnya merupakan sistem yang terdiri dari sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, kemitraan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya serta proses pembelajaran. Dengan demikian SI sebenarnya mencakup basis iptek termasuk di dalamnya aktivitas pendidikan, aktivitas penelitian dan pengembangan, dan rekayasa), basis produksi (meliputi aktivitasaktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan non bisnis, serta
25
masyarakat umum), dan pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat, serta proses pembelajaran yang berkembang. Beberapa definisi yang berkembang tentang SI dari beragam sudut pandang sebagai berikut : a. SI adalah jaringan lembaga di sektor publik dan swasta yang interaksinya memprakarsai, mengimpor, memodifikasi dan mendifusikan teknologiteknologi baru (Freeman 1987 dalam Taufik 2000). b. SI merupakan unsur dan hubungan-hubungan yang berinteraksi dalam menghasilkan, mendifusikan dan menggunakan pengetahuan yang baru dan bermanfaat secara ekonomi. c. SI merupakan sehimpunan aktor yang secara bersama memainkan peran penting dalam mempengaruhi kinerja inovatif (innovative performance) (Nelson and Rosenberg 1993 dalam Taufik 2000). d. SI merupakan sistem yang menghimpun institusi-institusi berbeda yang berkontribusi, secara bersama maupun individu, dalam pengembangan dan difusi teknologi-teknologi baru dan menyediakan kerangka kerja (framework), di mana pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakankebijakan untuk mempengaruhi proses inovasi. e. SI merupakan himpunan lembaga-lembaga pasar dan non-pasar di suatu negara yang mempengaruhi arah dan kecepatan inovasi dan difusi teknologi (Freeman 1987 dalam Taufik 2000). f. SI merupakan keseluruhan faktor ekonomi, sosial, politik, organisasional dan faktor lainnya yang mempengaruhi pengembangan, difusi dan penggunaan inovasi. Jadi, SI pada dasarnya menyangkut determinan dari inovasi (Edquist 2001 dalam Taufik 2000). g. Menggunakan istilah ”sistem riset dan inovasi nasional” (national research and innovation system), yaitu keseluruhan aktor dan aktivitas dalam ekonomi yang diperlukan bagi terjadinya inovasi industri dan komersial dan membawa kepada pembangunan ekonomi (Arnold et al. 2001 dalam Taufik 2000). Dari beragam uraian definisi tersebut dan perkembangan dalam literatur SI, secara “konsep” sejauh ini pada dasarnya ada beberapa hal penting yang “melekat (inherent)” dalam pengertian SI (Taufik 2000), yaitu :
26
a. Kata “sistem” dalam istilah SI menunjukkan cara pandang yang secara sadar memperlakukan suatu kesatuan menyeluruh (holistik) dalam konteks “inovasi dan difusi. b. Dalam literatur SI, konvensi yang umum tentang pengertian istilah SI pada dasarnya lebih luas dari (mencakup) ”sistem iptek” (dan bagian dari sistem relevan lainnya). Istilah SI juga meliputi konteks “inovasi dan difusinya. Walaupun ada yang menggunakan istilah “sistem riset dan inovasi”/research and innovation system (misalnya Arnold et al. 2001 dalam Taufik 2000), namun istilah “SI dan difusi” tidak lazim digunakan. Berdasarkan beberapa sudut pandang dari para ahli dan literatur diatas, maka SI adalah sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara para pelaku (aktor lembaga) lembaga iptek dalam suatu sistem yang kolektif dalam
penciptaan
(creation),
penyebaran
(diffussion),
dan
penggunaan
(utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) untuk pencapai inovasi (Nelson and Rosenberg 1993 dalam Taufik 2000). Konsep SI menjadi populer pada akhir tahun 80-an oleh Christopher Freeman ketika memetakan interaksi antar aktor invoasi, yaitu antara pemerintah, universitas, lembaga riset dan industri di Jepang. Kemajuan inovasi teknologi di Jepang tidak terlepas dari interaksi dan sinergi dari aktor-aktor tersebut, sehingga mampu menghasilkan produk-produk teknologi yang inovatif dan kompetitif di pasar dunia (Freeman 1995). Inti dari konsep SI adalah jejaring (network) dan secara umum jejaring merupakan pemetaan dari interaksi aktor-aktor lembaga, serta faktor lainnya, sehingga membentuk pola (pattern) jejaring tertentu. Pengertian jejaring dalam SI dapat dipersepsikan secara sempit (narrow) maupun luas (broader). Para pakar lebih cenderung melihat jejaring dalam arti sempit yaitu interaksi antara perguruan tinggi, industri dan pemerintah. Sedangkan para pemikir lainnya (Freeman 1987; Lundval 1988 dan 1992; Nelson 1988 dan 1993 dalam Taufik 2000) cenderung untuk melihat jejaring tersebut sebagai hubungan interaksi antar aktor yang terdiri dari aktor utama dan pendukung, serta faktor-faktor determinan (determinant factors) yang mempengaruhi hubungan tersebut. Interaksi antar aktor dalam lembaga dapat bermacam-macam, baik itu technical, commercial legal, social, maupun finansial.
27
Aktor utama dari SI adalah perguruan tinggi, industri, dan organisasi litbang. Aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional, regional dan lokal), lembaga finansial/ventura (pendanaan), lembaga asing, pengguna (end user), bridging institution (organisasi profesi yang berperan sebagai „intermediaries‟), maupun organisasi lainnya (lembaga paten, lembaga diklat dan lain-lain). Sedangkan faktor-faktor determinan terdiri dari struktur ekonomi dan industri, persaingan, dan sosial budaya. Terdapat banyak saluran aliran pengetahuan diantara institusi dan berbagai pendekatan untuk mengukurnya. 2.3.2 Implementasi Pentingnya SI bagi Indonesia adalah untuk menjembatani sisi supply dan demand teknologi. SI merupakan suatu jaringan rantai pemasok teknologi yang mengaitkan antara institusi publik pemasok teknologi dan sektor swasta pengguna teknologi dalam suatu wilayah nasional (SINAS) atau daerah (SIDA) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan hasilnya sehingga manfaat nyata dapat dirasakan masyarakat (KRT 2008). Implementasi dari SI, yaitu suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan berjangka-panjang yang dapat mendorong, mendukung, menyebarkan dan menerapkan inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan dalam skala nasional. Konsep seperti ini relatif baru, meskipun sudah mulai diterapkan di beberapa negara yang mengalami transformasi. Setiap negara mempunyai SI dengan corak yang berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masingmasing. Pada prinsipnya terdapat 5 (lima) segi/tekanan perhatian yang umumnya yang harus diperhatikan dalam SI (Taufik 2005), yaitu : a. Basis sistem sebagai tumpuan bagi proses inovasi beserta difusi inovasi. b. Aktor dan/atau organisasi (lembaga) yang relevan dengan perkembangan inovasi dan difusinya. c. Kelembagaan,
hubungan,
jaringan
dan
interaksi
mempengaruhi inovasi dan difusinya. d. Fungsionalitas, yaitu menyangkut fungsi-fungsi utama SI.
antar
pihak
yang
28
e. Aktivitas, yaitu menyangkut upaya/proses atau tindakan penting dari proses inovasi dan difusi. Dalam mengembangkan/memperkuat SI, disadari bahwa sistem iptek merupakan bagian integral yang sangat penting. Dalam kaitan ini dan belajar dari pengalaman negara yang berhasil, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa faktor sangat menentukan keberhasilan suatu negara membangun/mengembangkan atau memperkuat SI adalah : a. Kemampuan mengembangkan kelima aspek/segi yang disebut sebelumnya dan keterkaitan di antaranya, sehingga tidak saja memperkuat basis iptek, tetapi juga berdampak pada perbaikan ekonomi dan sosial budaya. b. Kemampuan menciptakan/memperbaiki iklim bisnis dan inovasi yang kondusif. c. Kemampuan memperkuat daya dukung inovasi. Kemajuan iptek tidak hanya tergantung pada para pelaku yang terlibat langsung, melainkan juga pihakpihak lain. Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia saat ini, maka untuk mengembangkan/memperkuat SI secara bertahap, adaptif dan antisipatif dalam rangka mewujudkan SI yang tangguh di masa depan, tata laksananya (Taufik 2009) adalah : a. Memperbaiki kondisi dasar sebagai prasyarat bagi peningkatan upaya pengembangan/penguatan sistem inovasi. b. Melakukan reformasi kebijakan inovasi di berbagai sektor/bidang dan lintassektor/bidang serta pada tataran pemerintahan yang berbeda, secara bertahap dan berkelanjutan. c. Mengembangkan kepemimpinan (leadership) dan memperkuat komitmen nasional dalam pengembangan/penguatan Sistem Inovasi Nasional dan Daerah. d. Meningkatkan keselarasan kebijakan inovasi di tingkat nasional dan daerah. Mengenali beragam kelemahan SI merupakan awal penting. Namun tentu saja hal demikian belumlah cukup. Menelaah lebih mendalam akar-akar persoalannya dan menganalisis isu kebijakan yang dinilai penting untuk dipecahkan perlu dilakukan sebagai bahan untuk mendesain langkah kebijakan yang perlu diambil.
29
2.4
Strategi Pengembangan Organisasi
2.4.1 Definisi Pengembangan organisasi adalah peningkatan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan memanfaatkan potensi manusia secara lebih efektif dan mengevaluasi setiap perubahan dan mengarahkannya secara konstruktif. Pengembangan organisasi merupakan upaya meningkatkan kemampuan organisasi berdasarkan persepektif waktu jangka panjang yang terdiri dari serangkaian penahapan dengan penekanan pada hubungan antar individu, kelompok dan organisasi sebagai keseluruhan (Siagian 1995). Pengembangan organisasi dapat juga dikatakan aplikasi pendekatan kesisteman terhadap hubungan fungsional, struktural, teknikal, dan personal dalam organisasi. Pengembangan organisasi merupakan suatu perubahan organisasi, Siagian (1995) mengatakan bahwa persepsi tentang perlunya perubahan harus dirasakan karena hanya dalam kondisi demikianlah para anggota organisasi dapat diyakinkan bahwa dalam upaya mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi, diperlukan cara kerja baru, metode kerja baru, dan bahkan mungkin strategi dan visi yang baru. Salah satu
ciri umum
pengembangan organisasi
adalah bahwa
pengembangan organisasi merupakan suatu proses yang terus menerus dan dinamis. Pelaksana harus mampu mengubah strategi selama proses sedang berlangsung sebagai akibat masalah-masalah yang timbul dan kejadian-kejadian organisasi. Moekijat (1993) mengutip pendapat Gary Dessler mengatakan bahwa ciri umum pengembangan organisasi adalah suatu strategi pendidikan yang dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan organisasi yang telah direncanakan. Ada 4 (empat) tipe pengembangan organisasi, yakni pengembangan teknologi, pengembangan produk, administratif dan pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan teknologi berkenaan dengan proses pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan layanan yang strategis, sedangkan pengembangan produk adalah berkenaan dengan hasil atau layanan keluaran organisasi dalam proses pendidikan. Pengembangan administrasi yaitu mencakup struktur, tujuan, kebijakan, insentif, sistem informasi dan anggaran. Dan yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia adalah pengembangan sikap, keterampilan,
30
pengharapan, kepercayaan, perilaku para pegawai termasuk pimpinan (Siagian 1995). Sementara itu, pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan dengan daya dan sarana yang dapat dihimpun (Soekarton 1992). Sedangkan Siagian (1995) menyebutkan bahwa strategi merupakan cara-cara yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dipergunakan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Strategi adalah cara berpikir manusia secara sistematis. Kenneth Primozic et al. 1991 dalam Siagian (1995) menggolongkan berpikir manusia yakni secara mekanik, institusi dan strategik. Ketiga cara berpikir tersebut menurutnya bahwa cara strategik lebih kreatif dan dinamis selaras dengan permasalahan yang ditemukan. Wahyudi (1996) mengemukakan bahwa karakteristik masalah strategik menyangkut orientasi ke masa depan; berhubungan dengan unit-unit kegiatan yang kompleks; perhatian manajemen puncak; pegaruh jangka panjang; alokasi sumber-sumber daya. Berkenaan dengan banyak pilihan sebagai alternatif pemecahan masalah, semakin kecil tingkat kesalahan yang timbul di masa depan. 2.4.2 Klasifikasi Strategi Menurut teori manajemen strategi, strategi perusahaan/organisasi antara lain diklasifikasikan berdasarkan jenis perusahaan/organisasi. Selain itu juga dikenal strategi perusahaan/organisasi yang diklasifikasikan atas dasar tingkatan tugas. Strategi-strategi yang dimaksud adalah strategi generik yang akan dijabarkan menjadi strategi utama/induk. Strategi induk ini selanjutnya dijabarkan menjadi strategi tingkat fungsional perusahaan/organisasi, yang sering disebut dengan strategi fungsional (Umar 2005). Pada dasarnya setiap perusahaan/organisasi mempunyai strategi dalam berusaha. Namun mungkin saja terjadi seorang pimpinan perusahaan/organisasi tidak menyadarinya. Dalam mengkaji strategi perusahaan, perlu diketahui bahwa bentuk strategi akan berbeda-beda antar industri, antar perusahaan/organisasi, dan bahkan antar situasi. Namun, ada sejumlah strategi yang sudah banyak diketahui umum dan dapat diterapkan pada berbagai bentuk industri dan ukuran
31
perusahaan/organisasi. Strategi-strategi ini dikelompokkan ke dalam strategi generik. Ada 3 (tiga) model strategi generik yaitu menurut Porter (1980), Wheelen and Hunger (2000) dan David (2000) dalam Umar (2005). Menurut David (2000) dalam Umar (2005), pada prinsipnya strategi generik dapat dikelompokkan atas 4 (empat) kelompok strategi yaitu : 1. Strategi integrasi vertikal (Vertical Integration Strategy) Strategi ini menghendaki agar perusahaan melakukan pengawasan yang lebih terhadap distributor, pemasok, dan/atau para pesaingnya, misalnya melalui target, akuisisi atau membuat perusahaan sendiri. 2. Strategi intensif (Intensive Strategy) Strategi ini memerlukan usaha-usaha yang intensif untuk meningkatkan posisi persaingan perusahaan melalui produk yang ada. Tabel 2. Penjabaran strategi generik menjadi strategi utama Strategi Generik Strategi Integrasi Vertikal (Vertical Integration Strategy)
Strategi Intensif (Intensive Strategy)
Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy)
Strategi Bertahan (Defensive Strategy)
Sumber : David (2000) dalam Umar, 2005.
Strategi Utama a. Strategi integrasi ke depan (forward integrative straight) b. Strategi integrasi ke belakang (backward integration strategy) c. Strategi integrasi horizontal (horizontal integration strategy) a. Strategi pengembangan pasar (market development strategy) b. Strategi pengembangan produk (product development strategy) c. Strategi penetrasi pasar (market penetration strategy) a. Strategi diversifikasi konsentrik (concentrix diversification strategy) b. Strategi diversifikasi konglomerat (conglomerate diversification strategy) c. Strategi diversifikasi horizontal (horizontal diversification strategy) a. Strategi usaha patungan (joint venture strategy) b. Strategi penciutan biaya (retrenchment strategy) c. Strategi penciutan usaha (divestiture strategy) d. Strategi likuidasi (liquidation strategy)
32
3. Strategi diversifikasi (Diversification Strategy) Strategi ini dimaksudkan untuk menambah produk-produk baru. Strategi ini makin kurang popular, paling tidak ditinjau dari sisi tingginya tingkat kesulitan manajemen dalam mengendalikan aktivitas perusahaan yang berbeda-beda. 4. Strategi bertahan (Defensive Strategy) Strategi ini bermaksud agar perusahaan melakukan tindakan-tindakan penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang lebih besar, yang pada ujungujungnya adalah kebangkrutan. Setelah disusun strategi generik, maka strategi ini dapat dioperasionalkan dengan menjabarkan atas strategi utama. Jabaran strategi generik menjadi strategi utama menurut David (2000) dalam Umar (2005) dapat dilihat pada Tabel 2 di atas. Selain strategi yang harus dimiliki organisasi, visi dan misi juga harus dimiliki. Visi adalah bagaimana rupa yang seharusnya dari suatu organisasi kalau berjalan dengan baik (Helgeson 1996 dalam Salusu 1996). Lebih lanjut Salusu menjelaskan bahwa visi keberhasilan dapat dijelaskan sebagai suatu deskripsi tentang bagaimana seharusnya rupa dari suatu organisasi pada saat ia berhasil dengan sukses melaksanakan strateginya dan menemukan dirinya yang penuh potensi yang mengagumkan.Visi suatu organisasi juga merupakan suatu imajinasi/wawasan ke depan dari organisasi tersebut yang menerobos dimensi waktu didasarkan atas argumen rasional. Visi tertulis disebut dengan mission statement atau pernyataan misi. Suatu pernyataan misi yang baik adalah bagian penting
untuk
membuat,
mengaplikasikan
dan
mengevaluasi
strategi.
Mengembangkan dan mengomunikasikan pernyataan misi, merupakan tahapan yang terpenting di dalam manajemen strategik. Sedangkan misi adalah maksud dan kegiatan utama yang membuat organisasi tersebut mempunyai jati diri yang khas yang membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Dalam melaksanakan misi tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai baik dalam jenis, jumlah dan mutu sumber daya manusia tersebut. Pernyataan misi dapat bervariasi bentuk, panjang, isi dan spesifikasinya. Penyusunan misi organisasi dipengaruhi oleh beberapa unsur yang harus dipertimbangkan oleh pembuat atau perencana strategi agar misi tersebut dapat
33
benar-benar mencerminkan apa yang ingin dilakukan oleh organisasi. Unsur tersebut adalah aspek sejarah organisasi, keinginan pimpinan puncak, perubahan lingkungan, keterbatasan sumber daya, keunggulan yang dimiliki untuk bersaing. 2.4.3 Implementasi Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik. Beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan strategi (Salusu 1996) yaitu : 1. Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan di masa depan dan menentukan misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicitacitakan dalam lingkungan tersebut. 2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menjalankan misinya. 3. Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya. 4. Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi. 5. Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Menurut David (2009), cara menentukan strategi utama adalah dengan melakukan tiga tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk matriks-matriks itu telah sesuai dengan segala ukuran dan tipe organisasi perusahaan/ organisasi, sehingga alat tersebut dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih strategi-strategi yang paling tepat. Secara garis besar 3 (tiga) tahapan menentukan strategi utama (David 2009) disajikan pada Gambar 5.
34
Tahap 1 : The Input Stage External factor Evaluation (EFE) Matrix
Internal factor Evaluation (IFE) Matrix
Competitive Profile (CP) Matrix
Tahap 2 : The Matching Stage ThreatsOpportunitiesWeaknessesStrength (TOWS) Matrix
Strategi Position and Action Evaluation (SPACE)Matrix
Boston Consulting Group (BCG) Matrix
Internal-External (IE) Matrix
Grand Strategy Matrix
Tahap 3 : The Decision Stage Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
Gambar 5 Tahapan menentukan strategi utama (David 2009) Setelah dipahami akan strategi yang dapat dipakai tersebut, maka ada beberapa tahap yang dapat dilakukan dalam penerapan pengembangan organisasi atau organization development (OD) tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam 4 (empat) tahap (Siagian 2005) yaitu : 1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini adalah mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk unsur-unsur di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah : a. Fungsi utama tiap unit organisasi. b. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit. c. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar kelompok dan antar individu dalam organisasi. 2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini mutu pengorganisasian, serta kegiatan operasional masing masing unsur dalam organisasi dianalisis dan
35
dievaluasi. Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas unsur-unsur tersebut, diantaranya : a. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi. b. Tanggungjawab, yaitu kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi. c. Identitas, yaitu kejelasan misi dan peran masing masing unit. d. Komunikasi, yaitu kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi; e. Integrasi, yaitu hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antarkelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis. f. Pertumbuhan, yaitu iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama. 3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi
dan dirumuskan strategi
memperkenalkan perubahan
atau
pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. 4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Kegiatan implementasi perubahan meliputi : a. Perubahan struktur. b. Perubahan proses dan prosedur. c. Penjabaran kembali secara jelas tujuan sera sasaran organisasi. d. Penjelasan tentang peranan dan misi masing masing anggota dalam organisasi. Setelah segala sesuatunya berjalan dalam masa yang telah ditentukan bersama maka selanjutnya adalah perlu diadakan evaluasi atau diagnosis organisasi, hal ini sangat diperlukan guna mengetahui akan segala kekurangan dalam perjalanan organisasi selama ini sehingga pada kedepannya dapat dilakukan suatu perbaikan dan pada akhirnya organisasi dapat berjalan sesuai dengan
36
tujuannya yang menciptakan organisasi modern yang siap dalam menjawab tuntutan zaman dan berkualitas. 2.5
Kelayakan Organisasi Organisasi (organization) adalah bentuk persekutuan antara dua orang atau
lebih yang bekerja bersama-sama (teamwork) dan secara formal terikat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam persekutuan ini terdapat seorang atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/sekelompok orang yang disebut bawahan. Terdapat 3 (tiga) unsur utama dalam suatu organisasi, yaitu (a) organisasi memiliki kegunaan atau tujuan, pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan; (b) terdiri dari sekelompok manusia; dan (c) merupakan wadah sekelompok orang untuk bekerjasama. Kelayakan suatu organisasi adalah unsur yang sangat penting agar organisasi itu dapat berjalan dengan baik. Yang dimaksud kelayakan organisasi dalam kajian ini adalah syarat dan kriteria suatu organisasi yang baik. Terkadang suatu organisasi tidak mempertimbangkan syarat dan kriteria untuk menjadi organisasi yang baik. Padahal syarat dan kriteria tersebut sangatlah penting. Jika dilihat dari dampaknya di kemudian hari, maka sangatlah besar dampaknya bagi organisasi apabila tidak memperhatikan syarat dan kriteria ini. Untuk itu pertimbangan syarat dan kriteria yang dibutuhkan dalam organisasi (Robbin 1994) adalah : 1. Visi Visi adalah acuan atau pandangan yang dapat membuat suatu organisasi menjadi maju dan berkembang. Pada dasarnya visi tidaklah jauh berbeda dengan misi. 2. Misi Setiap organisasi pasti memiliki misi. Tidak mungkin suatu organisasi berdiri tanpa tujuan yang jelas. Dan misi dapat memacu suatu organisasi untuk maju dan bekerja keras demi tercapainya misi tersebut. 3. Aturan Aturan dalam setiap organisasi dibutuhkan untuk menciptakan para karyawan dan anggota yang tertib sesuai dangan peraturan yang telah disepakati.
37
Kebanyakan organisasi yang tidak memiliki aturan, maka organisasi itu hancur. Karena banyak karyawan atau anggotanya bertindak sesuka hati. 4. Profesionalisme Profesionalisme dalam berorganisasi atau pekerjaan sangatlah penting dalam mendapatkan hasil kerja yang baik dan sangat memuaskan. Jika tidak memiliki profesionalisme dalam suatu pekerjaan, maka hasilnya hampir dipastikan kurang maksimal atau kurang memuaskan bahkan bisa mengecewakan. 5. Rencana Kerja Banyak organisasi atau rencana kerja yang tidak memiliki rencana kerja dan hasil kedepannya sangatlah tidak bagus. Organisasi atau perusahaan menjadi salah langkah. Maka dari pada itu, rencana kerja sangatlah penting demi masa depan suatu organisasi atau perusahaan. 6. Sumber daya Sumber daya berupa SDM dan dana sangatlah dibutuhkan dalam organisai atau perusahaan. Karena dengan adanya SDM dan dan, akan sangat membantu di setiap langkah atau pekerjaan yang berada di organisasi. Saat ini hampir semua organisasi membutuhkan sumber daya yang mutunya baik untuk menyelesaikan masalah dalam organisasi. 7. Insentif Sesungguh-sungguhan dari setiap organisasi atau perusahaan tergantung juga pada insensif untuk individu karyawan atau anggota yang ingin memajukan organisasi tersebut. Jika salah satunya saja tidak ada, maka organisasi tersebut tergolong bukan organisasi yang baik. Salah satu kriteria tersebut sangatlah penting dalam membangun organisasi yang dapat bersaing dengan yang lain. 8. Manajemen Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. aktivitas utama atau fungsi utama manajemen adalah : a. Perencanaan (planning). Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Gagal dalam merencanakan artinya merencanakan kegagalan,
38
sehingga lebih baik bersimbah keringat di saat latihan daripada bersimbah darah di medan perang. b. Pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien (Handoko 1995). Sedangkan fokus pada tahap pengorganisasian adalah : (1) apa saja tugas yang harus diselesaikan ?; (2) siapa yang yang mengerjakannya ?; (3) bagaimana tugastugas dikelompokkan ?; (4) siapa melapor ke siapa ?; (4) dimana keputusan harus dibuat ?. c. Pengarahan (leading/Actuating). d. Pengontrolan (controlling). Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. 9. Teknologi Anggapan banyak orang, teknologi identik dengan sesuatu yang canggih seperti peralatan yang modern, computer, laptop, robot dan sebagainya. Padahal sebenarnya yang teknologi itu luas sekali. Robbin (1994) mengatakan bahwa teknologi adalah merujuk pada informasi, peralatan, teknik dan proses yang dibutuhkan untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Jadi tidak hanya peralatan yang disebutkan di atas, tetapi juga berupa tehnik atau informasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknologi sangat berperan didalam meningkatkan kinerja suatu organisasi. 2.6
Daya Saing Daya saing adalah sebuah konsep yang cukup rumit. Tidak ada satu
indikatorpun yang bisa digunakan untuk mengukur daya saing, yang memang sangat sulit untuk diukur. Namun demikian, daya saing adalah suatu konsep yang umum digunakan di dalam ekonomi, yang biasanya merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar dalam kasus perusahaan-perusahaan dan keberhasilan dalam persaingan internasional dalam kasus negara-negara. Dalam dua dekade terakhir, seiring dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia dan persaingan bebas, daya saing telah menjadi satu dari konsep-konsep kunci bagi perusahaan-perusahaan termasuk UKM, negara-negara,
39
dan wilayah-wilayah untuk berhasil dalam partisipasinya di dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia. Dengan memakai konsep daya saing, dapat dibuat suatu model konseptual yang menghubungkan karakteristik-karakteristik pemilik UKM dan kinerja jangka panjang perusahaan. Model konseptual untuk daya saing UKM tersebut terdiri dari 4 (empat) unsur yaitu : (1) ruang lingkup daya saing perusahaan; (2) kapabilitas organisasi dari perusahaan; (3) kompetensi pengusaha/pemilik usaha; (4) dan kinerja. Hubungan antara kompetensi pengusaha/pemilik usaha dan tiga unsur lainnya merupakan inti dari model tersebut, dimana hubungan tersebut merupakan 3 (tiga) tugas prinsip pengusaha: (a) membentuk ruang lingkup daya saing; (b) menciptakan kapabilitas organisasi; (c) menetapkan tujuan-tujuan dan cara mencapainya. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Tambunan (2004), ada 3 (tiga) aspek penting yang mempengaruhi daya saing UKM, yakni (1) faktor-faktor internal perusahaan; (2) lingkungan eksternal; dan (3) pengaruh dari pengusaha/ pemilik usaha. Selanjutnya, di dalam penelitian ini, pengaruh dari pengusaha tersebut di tangani dengan pendekatan kompetensi dari sebuah proses atau perspektif perilaku. Dengan memakai hasil studi tersebut sebagai salah satu input, kerangka pemikiran mengenai daya saing sebuah UKM sebagai berikut (Gambar 6). Daya saing sebuah perusahaan tercerminkan dari daya saing dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Dalam gilirannya, daya saing dari perusahaan tersebut ditentukan oleh banyak faktor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti energi, bahan baku, dan lain-lain. Dua faktor pertama tersebut adalah aspek SDM, yang mana, keahlian pekerja tidak hanya dalam teknik produksi (antara lain disain produk dan proses produksi), tetapi juga teknik pemasaran dan dalam penelitian dan pengembangan (R&D). Sedang keahlian pengusaha, terutama adalah wawasan bisnis, dan yang dimaksud di sini adalah wawasan mengenai bisnis dan juga lingkungan eksternal.
40
Wawasan pengusaha yang luas juga sangat penting bagi inovasi, dan bukan lagi rahasia umum bahwa inovasi merupakan kunci utama daya saing. Bahkan banyak literatur menyatakan bahwa banyak faktor yang menentukan kemampuan UKM melakukan inovasi, diantaranya kreativitas pengusaha, dan yang terakhir ini, pada gilirannya, ditentukan oleh wawasannya mengenai bisnis yang ditekuninnya. Sebuah UKM yang memiliki daya saing yang tinggi dicirikan oleh sejumlah aspek internal perusahaan yang terkait dengan ketujuh faktor utama penentu daya saing seperti yang diperlihatkan di Gambar 6, dan aspek-aspek eksternal yang terkait dengan kinerja. Dalam aspek-aspek internal, ada tiga hal yang paling penting (Tambunan 2004) yaitu : 1. SDM (pekerja dan pengusaha/pemilik usaha) Perusahaan dengan daya saing tinggi cenderung memiliki pekerja dan pengusaha dengan keahlian/pendidikan tinggi. Sebagai ilustrasi empiris, data BPS (2006) dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pendidikan formal (yang umum digunakan sebagai indikator tingkat keahlian) dari pengusaha di UKM di sektor industri manufaktur (Tabel 3). Dapat dilihat bahwa jumlah pengusaha UKM yang memiliki diploma universitas hanya sekitar 2,20 %, walaupun tingkat ini bervariasi antara usaha kecil (UK) dan usaha menengah (UM). Ini bisa merupakan salah satu penyebab rendahnya kinerja atau daya saing UKM di Indonesia.
Gambar 6 Daya saing dan faktor-faktor utama penentu (Tambunan 2004)
41
2. Ketersediaan atau penguasaan teknologi Perusahaan
dengan
daya
saing
tinggi
adalah
perusahaan
yang
memiliki/menguasai teknologi yang paling baik (biasanya teknologi terakhir yang ada) di dalam bidangnya. Aspek ini diidentifikasi dengan sejumlah indikator, diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy adalah tingkat produktivitas. Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga merupakan perusahaan produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas, misalnya, tenaga kerja, tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau tingkat ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah indikator dari tingkat pendidikan dari pekerja. Dengan kata lain, dengan teknologi yang ada, semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin tinggi produktivitas pekerja, ceteris paribus, yang lainnya konstan tidak berubah. Sudah banyak literatur mengenai UKM yang menunjukkan bahwa salah satu ciri dari UKM adalah rendahnya tingkat produktivitas di kelompok usaha tersebut. Industri manufaktur menurut skala usaha juga menunjukkan hal yang sama bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja cenderung meningkat menurut skala usaha. Rasio output terhadap tenaga kerja di Usaha Kecil (UK) termasuk usaha mikro jauh lebih rendah dibandingkan di Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB). Tabel 3 Persentase tingkat pendidikan formal dari pengusaha UKM industri manufaktur pada tahun 2006 Tingkat Pendidikan Tidak menamatkan SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Diplima I/II/III Tamat Universitas Total Sumber : BPS, 2006
UK 12,20 28,87 23,04 30,42 1,96 3,51 100
Skala Usaha UM (%) 7,97 21,29 19,58 37,54 3,53 10,09 100
UKM 16,09 31,30 22,10 26,87 1,44 2,20 100
Selain produktivitas, kegiatan inovasi juga bisa digunakan sebagai salah satu indikator. Perusahaan yang mampu melakukan inovasi, dalam produk, proses produksi, organisasi, manajemen, sistem pemasaran, dan aspek-aspek bisnis
42
lainnya, dapat dipastikan adalah perusahaan yang memiliki daya saing yang tinggi. Namun tidak gampang mengidentifikasi secara langsung perusahaanperusahaan yang melakukan inovasi, apalagi inovasi dalam proses produksi atau pemasaran. Oleh karena itu ada sejumlah alat ukur yang dapat digunakan, dua diantaranya yang umum dipakai karena mudah menerapkannya selama ada data, adalah jumlah sertifikat menyangkut inovasi yang dimiliki oleh sebuah perusahaan, dan pengeluaran R&D. Sayangnya, tidak ada data mengenai dua peubah tersebut untuk UKM di Indonesia. Data yang ada sementara ini dari Survei Perusahaan di Dunia 2007 dari Bank Dunia dan The International Finance Corporation (IFC) (Tabel 4), tetapi data tersebut tidak membedakan usaha menurut skala. Namun demikian, jika rasio-rasio yang ditunjukkan di tabel tersebut dapat diasumsikan juga berlaku bagi UKM secara umum, maka tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat daya saing UKM di Malaysia atau Thailand lebih tinggi daripada di Indonesia. 3. Organisasi dan manajemen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa inovasi merupakan kunci dari daya saing, dan untuk bisa melakukan inovasi, perusahaan bersangkutan harus bisa menyiapkan tenaga kerja terdidik, modal yang cukup, teknologi, membangun jaringan kerja dengan pihak lain, khususnya lembaga R&D atau universitas, bank, pemerintah. Dalam kata lain, untuk bisa melakukan inovasi agar bisa unggul dalam persaingan, sebuah perusahaan tidak bisa menerapkan suatu sistem organisasi dan manajemen yang sederhana. Sementara, sebagian besar UKM, khususnya UK, di Indonesia sama sekali tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang umum diterapkan di dalam dunia bisnis modern. Banyak UK di mana pengusaha mengerjakan semua kegiatan produksi, pengadaan bahan baku, pemasaran, dan administrasinya, dilakukan dengan menerapkan manajemen yang sederhana. Sedangkan dari aspek-aspek eksternal
yang menyangkut
kinerja
perusahaan adalah terutama volume produksi, pangsa pasar, dan orientasi pasar (melayani hanya pasar domestik atau juga pasar luar negeri), atau diversifikasi pasar (terkonsentrasi pada pasar tertentu atau menyebar ke pasar di banyak wilayah).
43
Jadi, UKM berdaya saing tinggi dicirikan oleh (1) tren yang meningkat dari laju pertumbuhan volume produksi; (2) pangsa pasar (dalam negeri maupun/atau luar negeri) yang terus meningkat; (3) yang melayani tidak hanya pasar domestik tetapi juga melakukan ekspor; dan (4) tidak hanya melayani pasar lokal tetapi pasar nasional (untuk kasus pasar domestik), dan tidak hanya melayani pasar di satu negara saja tetapi juga di banyak negara lainnya (untuk kasus ekspor). Tabel 4 Inovasi pada tingkat perusahaan menurut negara/wilayah Negara Asia Timur dan Pasifik Eropa & Asia Tengah Amerika Latin & Karibian Timur Tengah & Afrika Utara OECD Asia Selatan Afrika Sub-Sahara Kambodia (2003) Indonesia (2003) Malaysia (2002) Filipina(2003) Thailand (2004) Vietnam (2005) Keterangan : tad : tidak ada data Sumber : World Bank (2007)
2.7
Jumlah Kepemilikan Sertifikasi ISO (%) 23,69 12,98 13,11 12,88 14,53 19,79 11,68 2,78 22,13 31,43 15,79 44,65 37,84
Jumlah Pengeluaran R & D (% Penjualan) 2,01 0,46 2,40 0,97 0,25 0,58 1,71 5,21 tad 1,38 0,80 0,25 2,21
Inkubator Inkubator bisnis telah lama dikembangkan di beberapa negara maju,
bahkan upaya pendirian inkubator telah dimulai sejak 1959. Tenant pertama yang dibina dalam inkubator adalah usaha pengecatan papan petunjuk di New York dengan luas ruangan 1.919,6 meter persegi. Gerakan pendirian inkubator dilakukan di Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Australia. Di Amerika Serikat, misalnya, inkubator telah berkembang sejak awal tahun 1980-an. Perkembangan inkubator lebih lanjut terjadi di negara berkembang pada pertengahan tahun 1990an, antara lain di India, China, Malaysia, Singapura, Philipina dan lainnya, hingga mencapai 4.000. Sementara itu suatu studi yang lain melaporkan bahwa jumlah inkubator pada tahun 2000 sebanyak 3.450. Perbedaan jumlah tersebut karena
44
adanya penggolongan antara inkubator yang didirikan pemerintah (universitas) dengan inkubator yang didirikan oleh swasta yang berorientasi laba. Menurut Hewick (2006) diperkirakan jumlah inkubator bisnis di dunia lebih dari 3.500 dan sebagian besar diantaranya berada di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, seperti dimuat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah inkubator bisnis di beberapa negara No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Negara Amerika Utara Amerika Selatan Eropa Barat Eropa Timur Timur Jauh (Far East) Afrika dan Timur Tengah
Jumlah (unit) 1.000 200 900 200 1.000 200
Sumber : Hewick, 2006
Jumlah tersebut dapat dikatakan meningkat pesat bila dibandingkan tahun 1980 yang hanya berjumlah 12 inkubator bisnis. Pertumbuhan tercepat terjadi di negara-negara berkembang yang besarnya mencapai 15-20% per tahun (Hewick, 2006). Beberapa alasan yang mendasari didirikannya inkubator pada umumnya adalah sebagian besar usaha yang baru berdiri gagal tumbuh dan berkembang, tidak semua orang berbakat menjadi pengusaha dan kondisi perekonomian dunia yang semakin kompetitif. Bagi usaha yang baru berdiri perlu upaya peningkatan keterampilan dan keahlian melalui pelatihan maupun pendampingan intensif. Sedangkan untuk menghadapi kondisi perekonomian dunia yang kompetitif diperlukan upaya-upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru. Di Indonesia, inkubator mulai dikembangkan sejak tahun 1992, atas inisiatif pemerintah cq Departemen Koperasi bekerjasama dengan perguruan tinggi. Upaya itu berlanjut ketika pada tahun 1997 diselenggarakan program Pengembangan Budaya Kewirausahaan di perguruan tinggi, yang salah satu kegiatannya adalah Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). Sehingga pada tahun 1999, jumlah inkubator telah mencapai sebanyak 29, dimana sebagian besar merupakan program perguruan tinggi. Menurut Kementerian KUKM (2010) dari ratusan inkubator yang pernah berdiri, pada tahun 2004 hanya 56 unit inkubator di
45
seluruh Indonesia yang kebanyakan dilakukan oleh Perguruan Tinggi, dan diantaranya hanya beberapa yang aktif. Menurut Dipta (2003), beberapa faktor yang menyebabkan kurang berkembangnya inkubator di Indonesia adalah (a) keterbatasan dalam penyediaan fasilitas operasional yang berdampak pada rendahnya kemampuan menyerap inwall tenants, (b) kurangnya dukungan modal awal (seed capital) sehingga inkubator belum ditangani secara professional dan banyak inwall tenants yang tidak bisa mendapatkan modal awal walaupun usahanya layak untuk dibiayai, (c) komitmen dan dukungan pemerintah relatif kurang dan tidak konsisten dalam mengembangkan inkubator. 2.7.1 Definisi Inkubator merupakan suatu tempat pengembangan ide-ide yang didasarkan pada pengetahuan baru, metode-metode dan produk-produk yang dihasilkan. Menurut Hewick (2006) dari Canadian Business Inkubator : a. Inkubasi adalah “the concept of nurturing qualifying entrepreneurs in managed workspaces called incubators”. b. Inkubator adalah “a dedicated workspace (building) to support qualifying businesses with: mentorship, training, professional networking, & assistance in finding finances until they graduate & can survive in the competitive environment”. Sedangkan
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Koperasi
dan
UKM
No. 81.3/Kep/M.KUKM/ VIII/2002, bahwa inkubator adalah : a. Inkubasi adalah proses pembinaan bagi usaha kecil dan atau pengembangan produk baru yang dilakukan oleh inkubator bisnis dalam hal penyediaan sarana dan prasarana usaha, pengembangan usaha dan dukungan manajemen, serta teknologi. b. Inkubator adalah lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan fasilitas dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi UKM untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalam jangka waktu tertentu.
46
Inkubator banyak ditemukan di universitas, laboratorium, penelitian, sekolah medis, kelompok ide (think-thank) dan korporasi besar dimana berbagai bakat intelektual diikat dengan tujuan mengkomersialisasikan teknologi baru, transfer teknologi ke pasar, atau mempercepat proses inovasi ke implementasi. Dengan cara transfer teknologi oleh oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian bertujuan : (1) memfasilitasi hasil-hasil penelitian untuk kepentingan publik; (2) menghargai, memperkuat dan merekrut anggota fakultas/lembaga penelitian; (3) menjalin ikatan yang lebih erat dengan industri; dan (4) menghasilkan pendapatan dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi (Panggabean, 2007). Salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk menumbuhkan dan mengembangkan UKM adalah melalui program inkubator bisnis dan teknologi. Karena inkubator adalah suatu lembaga yang mengembangkan calon pengusaha menjadi pengusaha yang mandiri melalui serangkaian pembinaan terpadu meliputi penyediaan tempat kerja/kantor, sarana perkantoran, bimbingan dan konsultasi manajemen,
bantuan
penelitian
dan
pengembangan,
pelatihan,
bantuan
permodalan, dan penciptaan jaringan usaha baik lokal maupun internasional (K-KUKM, 1999). Pada inkubator ada tenant sebagai peserta yaitu pengusaha kecil atau calon pengusaha yang dibina melalui inkubator dengan membayar biaya pelayanan yang tidak memberatkan peserta peserta yang bersangkutan. Tujuan pendirian inkubator adalah (1) mengembangkan usaha baru dan usaha kecil yang potensial menjadi usaha mandiri, sehingga mampu sukses menghadapi persaingan lokal mapun internasion; (2) mengembangkan promosi kewirausahaan dengan menyertakan perusahaan-perusahaan swasta yang dapat memberikan kontribusi pada sistem ekonomi pasar; (3) sarana alih teknologi dan proses komersialisasi hasil hasil penelitian pengembangan bisnis dan teknologi dari para ahli dan perguruan tinggi; (4) menciptakan peluang melalui pengembangan perusahaan baru; (5) aplikasi teknologi dibidang industri secara komersial melalui studi dan kajian yang memakan waktu dan biaya yang relatif murah (K-KUKM, 1999).
47
2.7.2 Konsep Dasar, Persyaratan dan Prinsip Inkubator Faktor pendukung keberhasilan inkubator di beberapa negara adalah (1) kebijakan pemerintah dan strategi operasional bagi pengembangan inkubator; (2) dukungan pemerintah daerah/regional dalam bentuk pendanaan pembangunan fasilitas fisik inkubator dan kredit lunak jangka panjang untuk pengelolaan inkubator; (3) dukungan lembaga keuangan baik pemerintah mapun swasta dalam bentuk kredit usaha bagi tenant inkubator; (4) komitmen perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk mengembangkan teknologi dan alih teknologi bagi tenant inkubator; (5) sinergi dengan science park atau technology park yang dibangun serentak dengan pembangunan inkubator; (6) pendirian badan hukum inkubator dengan tim pengelola indikator yang bekerja penuh, profesional dan efisien serta diberikan penghargaan yang layak; (7) pemilihan lokasi yang tepat di pusat kawasan bisnis atau ditengah science park atau teknologi; (8) dukungan sarana dan prasarana teknologi informasi yang lengkap bagi tenant inkubator; dan (9) penyediaan fasilitas perkantoran pendukung usaha tenant inkubator dibawah satu atap (informasi pasar, modal ventura, bank) (Panggabean, 2007). Di Indonesia konsep dasar inkubator adalah suatu lembaga perusahaan yang menyediakan 7 S, yaitu : (1) space yaitu ruang perkantoran; (2) shared office fasilitas yaitu penyediaan sarana perkantoran yang bisa dipakai bersama, misalnya sarana fax, telepon, foto copy, ruang rapat, komputer dan sekretaris; (3) service yaitu bimbingan dan konsultasi manajemen: marketing, finance, production, technologi dan sebagainya; (4) support yaitu bantuan dukungan penelitian dan pengembangan usaha dan akses penggunaan teknologi; (5) skill development yaitu pelatihan, penyusunan rencana usaha, pelatihan manajemen dan sebagainya; (6) seed capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya memperoleh akses permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan; dan (7) sinergi yaitu penciptaan jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun internasional. Selain konsep dasar tersebut ada syarat-syarat pokok suatu inkubator yaitu (1) adanya panduan sistem seleksi dan staf untuk menentukan keberhasilan/kelulusan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 2-3 tahun; (2) kapasitas suatu inkubator antara 15-20 tenant yang dapat dibina dalam inkubator (inwall) dan antara 20-40 tenant yang dibina diluar inkubator (outwall); (3) calon tenant potensial hendaknya dari
48
usaha rintisan mulai dari awal atau pemula; (4) inkubator harus dikelola secara bisnis. Artinya harus tercipta keuntungan dari perbandingan penghasilan dan biaya; dan (5) inkubator harus dikelola secara otonom dengan metode profesional (K-KUKM, 1999). Dari kedua persyaratan tersebut terlihat dengan jelas ada persamaan dan ada perbedaan. Perbedaan yang sangat nyata, yaitu keharusan masing-masing pelaku
dalam
mengembangkan
inkabator
diharuskan
untuk
mencapai
keberhasilan, hal inilah yang kurang jelas dalam konsep inkubator di Indonesia. Selain harus memenuhi persyaratan, maka inkubator bisnis harus memenuhi 2 (dua) prinsip inkubator bisnis agar dapat berjalan efektif (Panggabean 2007), yaitu : 1. Inkubator bisnis harus memberikan dampak positif pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. 2. Inkubator bisnis merupakan suatu model dinamis yang mampu mengikuti perkembangan dan beroperasi secara efesien hingga mencapai kemandirian. Untuk mencapai keberhasilan maka setiap pendiri dan tim manajemen inkubator harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut (K-KUKM, 1999) : a. Menjalankan dua prinsip pengelolaan inkubator bisnis. b. Mempunyai misi dan perencanaan strategis serta tujuan dalam rangka pengembangan masyarakat. c. Mampu mencapai kemandirian finansial melalui pengembangan dan pelaksanaan rencana bisnis yang realitis. d. Merekrut tim manajemen yang handal dan kompensasi yang sesuai. e. Membangun komitmen para pendiri terhadap pencapaian misi inkubator bisnis dan memaksimalkan peran manajemen dalam mengembangkan inkubator yang berhasil. f. Mengutamakan pelayanan kepada tenant termasuk konsultansi yang proaktif dan membuat acuan dalam upaya mencapai kesuksesan dari inkubator. g. Mengembangkan fasilitas, sumber daya, metode dan alat inkubator dalam rangka memberikan pelayanan terhadap tenant. h. Mengintergrasikan program dan kegiatan inkubator kepada masyarakat dan berkontribusi kepada pembangunan ekonomi yang lebih luas.
49
i. Menggalang dukungan stakeholder termasuk membangun jaringan yang membantu tenant untuk mewujudkan misi dan operasi inkubator. j. Memelihara sistem informasi manajemen, mengumpulkan data statistik dan informasi penting yang terkait dalam rangka pelaksanaan program evaluasi. Sehingga akan dapat meningkatkan efektivitas program dan mampu menyesuaikan terhadap kebutuhan tenant. 2.7.3
Jenis Inkubator Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai tujuan
inkubator, beberapa studi telah dilakukan oleh Hewick (2006). Menurut studi tersebut terdapat 4 (empat) tipe inkubator, yaitu : 1. Technopoles Incubator : merupakan bagian dari proyek terpadu yang melibatkan lembaga pendidikan, lembaga riset dan organisasi lainnya yang berminat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi regional. 2. Sector-specific incubator
: bertujuan untuk mengeksploitasi sumber daya
lokal untuk mengembangkan bisnis baru dalam suatu sektor tertentu secara lebih fokus yang lazim disebut klaster. 3. General incubator : berorientasi pada pengembangan bisnis umum, meskipun kadang kala ada penekanan pada inovasi. 4. Building businesses : bertujuan menciptakan bisnis dengan membentuk tim manajemen yang sesuai untuk mengeksploitasi kesempatan bisnis tertentu dan menseleksi, serta membinanya. Berdasarkan kepemilikan Hewick (2006) mengklasifikasikan inkubator menjadi 4 (empat) kategori berikut : 1. Standalone : dimiliki dan dijalankan oleh pihak independen yang tidak berfungsi sebagai unit bisnis dan terpisah dari induk yang menaunginya. 2. Embedded : merupakan bagian tidak terpisahkan dari induk yang menaunginya, misalnya dimiliki dan dijalankan oleh lembaga pembangunan daerah. 3. Networked : dijalankan berdasarkan kerjasama formal dengan inkubator lainnya, baik dalam bentuk kepemilikan atau manajemen maupun melalui penyediaan jasa atau informasi bersama.
50
4. Virtual: menyediakan jasa yang sebagian besar melalui jaringan komunikasi dari jarak jauh. Meskipun telah dilakukan pengkategorian seperti di atas, namun hal itu belum lengkap dan membantu untuk memahami peran berbagai komponen di pasar. Sekurang-kurangnya terdapat 5 (lima) bentuk generik inkubator bisnis yang telah berkembang selama 40 tahun (Campbell et al 1988 dalam Hewick 2006) sebagai berikut : 1. Industrial incubators : disponsori oleh pemerintah dan lembaga non-profit dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja, dan biasanya sebagai respon terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengangguran. 2. University-related incubators : dibentuk dengan tujuan untuk mengkomersialisasikan ilmu, teknologi dan hak intelektual yang dihasilkan perguruan tinggi. 3. For-profit property development incubators : menyediakan ruang kantor dan workshop/tempat produksi untuk disewakan serta layanan lainnya. 4. For-profit investment incubators : merupakan cara bagi perusahaan modal ventura untuk memiliki perusahaan dalam portofolio mereka. Hal ini akan memungkinkan perusahaan modal ventura untuk menciptakan sinergi dalam portofolionya. 5. Corporate venture incubators : merupakan salah satu model inkubator yang pertumbuhannya
paling
cepat
dan
paling
sukses.Perusahaan
besar
menyediakan modal, fasilitas dan tenaga ahli serta tenaga pemasaran kepada perusahaan kecil yang kemudian dikonversi dalam bentuk saham. Berdasarkan sponsor yang mendukungnya, paling sedikit ada 5 (lima) jenis inkubator yang selama ini menjadi acuan dalam pengembangan inkubator di beberapa negara (Hewick, 2006), yakni : 1. Regional development incubator : bertujuan untuk pengembangan agribisnis, penerangan listrik, dan kerajinan yang diutamakan untuk pasar regional. 2. Research, University, Technology-based business incubator : bertujuan mengembangkan hasil riset yang dilakukan universitas, dengan menyediakan pelayanan bagi personil menjadi seorang wirausaha yang memanfaatkan teknologi untuk memenuhi pasar dan berbagai peluang yang tersedia.
51
3. Public-private partnership, industrial development incubator : bertujuan untuk pengembangan usaha kecil sebagai vendor komponen dan pelayanannya bagi perusahaan besar. Inkubator ini umumnya berada di lingkungan perkotaan atau industrial estate. 4. Foreign sponsors, International Trade and Technology : bertujuan untuk memfasilitasi masuknya usaha kecil dan menengah asing ke dalam pasar lokal (domestik). Inkubator ini biasanya melakukan kolaborasi internasional, teknologi dan finansial. 5. Lainnya : misalnya inkubator yang memfokuskan pada program pengembangan kelompok tertentu. 2.7.4
Inkubator Bisnis di Beberapa Negara Untuk dapat memberikan analisis tentang inkubator bisnis yang ideal di
Indonesia, dilakukan upaya untuk mengumpulkan berbagai informasi tentang pengalaman pelaksanaan inkubator bisnis di luar negeri baik melalui studi literatur maupun informasi dari internet. Dari berbagai sumber tersebut dapat diidentifikasi sejumlah best practices dari beberapa negara yakni Uni Eropa, Kanada, Australia, dan China. Penetapan best practices didasarkan atas beberapa faktor antara lain cakupan layanan yang disediakan, manajemen, kinerja dan sustainibility dari inkubator bisnis maupun tenant. Berikut ini digambarkan mengenai data inkubator bisnis di beberapa negara yaitu : Tabel 6 Inkubator bisnis di beberapa negara tahun 2005 No.
Negara
1. Kanada 2. Unit Eropa 3. China 4. Australia*) 5. Indonesia Sumber : Hewick, 2006 *) data tahun 1996
Jumlah Inkubator (unit) 100 1.100 450 45 25
Rata-Rata Luas Area (m2) 3.500 3.200 4.700 8.000 2.000
Rata-Rata Tenant 18 25 36 NA 20
Rata-Rata Tenaga Kerja Tenant 6,5 6,2 2 NA 4
Dari data yang diperoleh tidak mudah bagi usaha baru atau usaha yang sedang tumbuh untuk dapat berkembang ditengah-tengah iklim persaingan yang
52
makin tajam. Di Australia ± 33% usaha baru gagal memasuki pasar. Agar usaha baru tersebut mempunyai kemampuan memasuki pasar, dibutuhkan persiapan perencanaan usaha, pengelolaan usaha, target pasar yang jelas, manajemen keuangan, jaringan kerjasama dan akses terhadap sumber daya usaha. Persiapanpersiapan tersebut tidak semua dapat dilakukan oleh setiap usaha baru, dalam hal ini inkubator bisnis dapat menjadi sarana untuk menyediakan kebutuhan dimaksud. Berikut adalah best practices pelaksanaan inkubator bisnis di Uni Eropa, Kanada, Australia dan China (Dipta, 2003). 4. Uni Eropa Pada tahun 2001, inkubator bisnis di Uni Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Finlandia, Jerman, Yunani, Irlandia, Itali, Luxembourg, Belanda, Protugal, Swedia, Spayol dan Inggris), secara keseluruhan berjumlah 911 buah dan dengan jumlah UKM sebanyak 18.025.000 usaha. Rasio jumlah inkubator binis terhadap jumlah UKM sangat bervariasi, untuk Austria rasionya adalah 1 : 3.000, sedangkan untuk Yunani 1 : 106.000. Namun demikian, secara umum rasio untuk Uni Eropa adalah 1 : 19.000. Berikut ini disampaikan gambaran mengenai karakteristik inkubator bisnis di Uni Eropa berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Centre for Startegy and Evaluation Service (CSES). a. Luas/ruangan inkubator/jumlah tenant Rata-rata luas inkubator bisnis yang disurvei adalah 3.000 m2. Sedangkan untuk mencapai skala ekonomi, direkomendasikan setiap inkubator bisnis mempunyai luas areal minimal 2.000 m2, dengan jumlah tenant yang dapat diakomodir sebanyak 20 – 30 tenant. Namun demikian, kisaran luas area (ruangan) inkubator bisnis yang ideal diusulkan antara 2.000 m2 s.d 4.000 m2 dengan mempertimbangkan tipe dari masing-masing inkubator bisnis. b. Masa inkubasi Secara umum masa inkubasi bagi tenant yang diusulkan adalah 3 (tiga) tahun. Meskipun demikian penetapan masa inkubasi mempertimbangkan tipe dari inkubator bisnis yang bersangkutan. Sebagai contoh, untuk inkubator bisnis yang
53
berbasis teknologi relatif membutuhkan waktu inkubasi lebih panjang karena dibutuhkan waktu untuk uji coba teknologi. c. Rasio staf dan manajerial terhadap tenant Rata-rata rasio jumlah staf Inkubator Bisnis terhadap jumlah tenant adalah 1 : 14. Sedangkan benchmark nilai rasio manager adalah 2 : 20-30. Usulan rasio manager tersebut sekaligus untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu manager berhalangan hadir (sakit, mengikuti pelatihan, workshop). Hal ini memudahkan tenant untuk berkonsultansi setiap saat dengan manajer. Namun demikian, rasio manager ideal yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 1 : 20. d. Proporsi waktu manajemen membina tenant Porporsi waktu manajemen inkubator bisnis membina tenant adalah 39%, namun disarankan agar manajemen inkubator bisnis lebih banyak menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan tenant. e. Tingkat survival tenant Tingkat survival usaha yang tumbuh di dunia usaha tanpa keterlibatan inkubator adalah sekitar 30-50%. Tingkat survival ini meningkat sampai 80-90% dengan menjadi tenant atau secara rata-rata mencapai 85%. Tingkat survival tenant ini sangat penting karena sebagai indikator kinerja inkubator bisnis yang bersangkutan. f. Penciptaan lapangan kerja rata-rata pekerja per tenant Tujuan utama inkubator bisnis adalah untuk menciptakan lapangan kerja melalui pertumbuhan dan pengembangan usaha tenant. Kemampuan menciptakan lapangan kerja ini dipengaruhi oleh tipe usaha tenant yang diinkubasi, jumlah usaha tenant yang dapat didampingi inkubator bisnis dan luas ruangan yang tersedia. Demikian pula jumlah lapangan kerja yang dapat diciptakan oleh setiap tenant tergantung dari jenis usaha tenant, apakah usahanya merupakan usaha yang berbasis pada teknologi intensif (padat modal) atau tenaga kerja intensif (padat karya). Mendasari hal tersebut, maka secara ideal kemampuan menciptakan lapangan kerja tidak dapat ditentukan dengan pasti. Namun demikian, sebagai gambaran tentang kemampuan tenant menciptakan lapangan kerja dapat diperoleh dari hasil survei yaitu berkisar 6,2 unit lapangan perkerjaan.
54
g. Biaya yang dibutuhakan untuk menciptakan satu lapangan kerja Biaya rata-rata untuk menciptakan satu lapangan kerja oleh inkubator bisnis adalah sekitar € 4.400. Sedangkan benchmark berkisar antara € 4.000 – € 8.000. 5. Kanada Di Kanada, pada tahun 2005 tercatat sedikitnya 83 inkubator bisnis beroperasi dan yang membutuhkan investasi pengembangan lebih dari $ 45 juta. Sebanyak 900 tenant mampu meningkatkan pendapatannya lebih dari $ 93 juta dan menciptakan lapangan kerja baik tetap maupun tidak tetap lebih 13,000 orang. Indikator lain yang merupakan dampak positif inkubator adalah sebanyak 2,958 tenant mampu menghasilkan pendapatan pada akhir tahun. Sebagai tambahan, 105 tenant telah menerima penghargaan pajak dari Experimental Development dan Scientific Research. Keberadaan inkubator bisnis sangat membantu usaha baru dalam mempersiapkan dirinya untuk terjun di dunia usaha. Hal dapat diketahui, bahwa melalui inkubator bisnis tingkat keberhasilan usaha baru mencapai 95%. Manfaat inkubator bisnis yang dapat diperoleh untuk pengembangan ekonomi lokal antara lain penciptaan lapangan pekerjaan, membangun atau mempercepat pertumbuhan industri dan mengkomersialisasikan teknologi serta diversifikasi ekonomi. a. Jumlah dan tipe inkubator bisnis Dari 83 inkubator bisnis, 77 di antaranya mempunyai tenant dan sisanya tidak mempunyai tenant karena masih baru. Sementara dari jenis layanan yang diberikan 55 inkubator bisnis memberikan layanan tempat dan jasa dan 22 hanya memberikan layanan jasa. Tabel 7 Tipe inkubator bisnis di Kanada No. 1. 2. 3. 4.
Tipe Inkubator
Jumlah
%
Jasa Inkubasi Bisnis (Primarily business incubation services) Jasa Inkubasi Teknologi (Primarily technology incubation services) Jasa Inkubasi Campuran (Mixed incubation services) Tidak ada Tenant
73
88
10
12
44
53
6
7
Total
83
100
55
Berdasarkan tipe inkubator bisnis, sebagian besar (88%) inkubator bisnis di Kanada adalah inkubator bisnis jasa. Selengkapnya tipe inkubator bisnis ditampilkan pada Tabel 7 di atas. b. Peran serta stakeholder Keberhasilan inkubator bisnis membutuhkan peran serta dan komitmen dari semua pihak (stakeholders) yang terkait dalam pengembangan usaha. Peran yang paling strategis dalam pengembangan inkubator bisnis dilakukan oleh pemerintah. Berikut adalah gambaran peran serta stakeholder dalam pengembangan inkubator bisnis di Kanada. Tabel 8 Peran stakeholder dalam pengembangan inkubator bisnis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Stakeholder
%
Pemerintah Pusat Pemerintah Propinsi Pemerintah Kota Universitas Organisasi Non Profit Swasta Lainnya Perusahaan Swasta Perguruan Tinggi setempat Pemerintah Regional Lembaga pembiayaan Tidak berpartner
28,0 17,0 13,6 10,6 7,7 6,5 5,3 4,1 3,0 3,0 1,2
Total
100
c. Kebutuhan sumberdaya Inkubator bisnis di Kanada telah berdiri selama 30 tahun, dengan rata-rata telah berdiri selama 9 tahun. Secara umum keberhasilan inkubator bisnis tidak terlepas dari dukungan sumberdaya seperti SDM, luasan kantor dan pendanaan. 1) Sumberdaya manusia Rata-rata jumlah karyawan yang full-time (baik yang dibayar atau tak dibayar) di inkubator jumlahnya adalah 3.2, hampir 70% dari karyawan tersebut adalah para profesional (tenaga ahli). Tenaga ahli tersebut berasal dari universitas, swasta dan lembaga pemerintah yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan inkubator bisnis baik secara penuh waktu maupun paruh waktu. Jumlah tenaga ahli rata-rata yang aktif dalam pengelolaan inkubator bisnis adalah 2 orang. Tenaga ahli ini rata-rata mempunyai pengalaman dalam bidangnya selama 5 (lima) tahun. Para
56
profesional tersebut terutama mempunyai keahlihan dalam bidang pengelolaan usaha dan keuangan. 2) Luas ruangan Rata-rata total luas ruangan (space) yang dimiliki oleh inkubator bisnis adalah adalah 1.106,36 m2 dan seluas ± 871,59 m2 diperuntukan bagi kegiatan tenant. Dari luasan tersebut, tingkat hunian rata-rata adalah 69% atau setara dengan 6.055,37 m2. 3) Sumber dana Sumber dana yang dimaksud dibagi menjadi dua yaitu untuk kegiatan inkubator bisnis dan untuk kebutuhan pengembangan usaha dari tenant. a) Untuk kegiatan inkubator bisnis Di Kanada, pembiayaan untuk inkubator bisnis mencapai di atas $ 45 juta. Sumber dana terbesar berasal dari Pemerintah (± 39%). Dalam hal ini, Pemerintah Pusat merupakan penyedia dana yang paling besar mencapai $ 10.1 juta ( 22.6%). Kemudian disusul, pinjaman lunak sekitar 19,7%, sedangkan hasil sewa dari tenant hanya memberikan kontribusi sebesar 1,9%. Tabel 9 Komposisi sumber dana pada pengelolaan inkubator bisnis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Asal Sumber Dana
%
Hibah Pemerintah Pusat Hibah Pemerintah Propinsi Hibah Pemerintah Kota Dana operasi dari setiap induk Dana sewa dari tenant Fee dari tenant Dana sponsor dari perusahaan swasta Pinjaman lunak Dana cash dari tenant Lainnya
22,6 12,6 4,0 3,0 15,9 8,0 1,9 19,7 1,3 11,0
Total
100
b) Untuk pengembangan usaha tenant Sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha tenant sebagian besar (54%) berasal dari modal ventura, pinjaman sebesar 14,2% dan lainnya sebesar 14,5%. Sementara kontribusi dana dari hibah dalam pembiayaan usaha tenant hanya sebesar 2,6%. Gambaran tersebut, menunjukan bahwa inkubator bisnis mampu
57
meningkatkan kredibilitas tenant dalam mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan dan pihak ketiga. d. Kriteria tenant Banyak usaha baru yang berkeinginan masuk dalam program
inkubator
bisnis, namun tidak semua usaha tersebut dapat diterima sebagai tenant. Hal ini tergambar dari data inkubator bisnis pada tahun 2005 di Kanada ada sekitar 4,517 calon tenant yang melamar, hanya 34% atau sekitar 1,539 calon yang dapat diterima sebagai tenant atau hanya satu dari tiga proposal dari calon tenant yang diterima oleh inkubator bisnis (Dipta 2003). Untuk menyeleksi calon tenant tersebut, maka inkubator bisnis harus memiliki kriteria tenant yang menjadi prioritas. Ada tiga kriteria utama yang menjadi acuan bagi inkubator bisnis dalam menyeleksi calon tenant yaitu ketersediaan rencana usaha yang inkubator bisnis jelas dan terukur, mempunyai sumberdaya pengelola yang berkompeten dan prospek pengembangan usaha yang bersangkutan. e. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kelulusan Tujuan akhir dari inkubator bisnis adalah untuk menyiapkan usaha baru agar mampu eksis dan berkembang di dunia usaha. Upaya penyiapan ini hendaknya dalam kerangka kegiatan yang jelas dan terukur sehingga Inkubator Bisnis dapat menetapkan kriteria bagi tenant kapan harus lulus/meninggalkan inkubator. Kriteria yang sering digunakan dalam penetapan kelulusan tenant antara lain jangka waktu pendampingan inkubator bisnis (misalnya 24 atau 36 bulan) atau berdasarkan pertumbuhan volume/skala usaha tenant. f. Jasa layanan program inkubasi Inkubator bisnis memberi berbagai macam jasa layanan untuk membantu pengembangan usaha, pemasaran dan pengelolaan keuangan/akuntansi. g. Penciptaan lapangan kerja oleh tenant inkubator Salah satu ukuran keberhasilan pendampingan inkubator dan dampak dari keberadaan inkubator adalah penciptaan lapangan kerja oleh tenant. Berdasarkan data pada tahun 2005, Inkubator Bisnis di Kanada mampu menciptakan 13,000 lapangan kerja bagi tenaga kerja penuh waktu dan 300 lapangan kerja untuk tenaga kerja paruh waktu.
58
h. Tantangan Tantangan utama dalam mengembangkan Inkubator Bisnis adalah menemukan calon tenant yang sesuai (65%), calon tenant tidak mempuyai dana untuk memulai usaha (65%), dan memperoleh donor untuk kegiatan operasional usaha (63%). Ketiga tantangan tersebut menjadi penentu bagi inkubator bisnis untuk meraih keberhasilaan. 3. Australia Pengembangan inkubator bisnis di Australia dilakukan oleh Asosiasi Inkubator Bisnis New Zealand dan Australia dengan nama Anzabi. Menurut Anzabi, kegiatan inkubator bisnis meliputi 3 (tiga) hal pokok yaitu konsultansi usaha, layanan jasa dan dukungan usaha bagi UKM agar mampu tumbuh dan berkembang. Yang dimaksud dengan konsultansi usaha meliputi advis pengembangan usaha, perencanaan strategis, aspek keuangan dan hukum, pasar dan pemasaran serta pendampingan pengelolaan. Layanan jasa usaha meliputi layanan kesekretariatan, penerima tamu dan menjawab telepon, kantor dan atau untuk kebutuhan workshop, pencatatan dan pelaporan. Sedangkan dukungan usaha adalah mentoring, pengembangan jaringan dengan usaha lain yang sinergis, pengembangan diri sebagai usahawan (misalnya bagaimana mengelola stress dalam menjalankan usaha) Berikut ini disampaikan gambaran mengenai karakteristik inkubator bisnis di Australia berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Anzabi. a. Tipe inkubator Walaupun banyak jenis inkubator bisnis yang berkembang di Australia, tetapi ada kesamaan yang mendasar yang dapat digunakan untuk menggolongkan inkubator bisnis menjadi 3 tipe yaitu: embedded inkubator (inkubator bersubsidi), inkubator mandiri dan inkubator teknologi. Faktor yang menjadi dasar penggolongan tersebut adalah : 1) Kondisi yang mendorong inkubator bisnis tersebut berdiri 2) Kualitas dan jenis layanan yang diberikan 3) Tujuan pendirian Inkubator Bisnis.
59
Karakteristik ketiga tipe inkubator tersebut adalah : Tipe 1 : Embedded inkubator (bersubsidi) inkubator bisnis jenis ini banyak terdapat di wilayah yang jumlah populasinya kurang dari 100.000 jiwa. Umumnya inkubator bisnis merupakan bagian dari sebuah organisasi induk. Inkubator bisnis didirikan untuk mengembangkan usaha yang mempunyai hubungan dengan kegiatan organisasi induknya. Jenis layanan yang tersedia merupakan bagian dari fasilitas organisasi induk. Tenaga kerja yang terlibat dalam inkubator bisnis umumnya paruh waktu karena mereka menjadi pegawai dari organisasi induk. Seluruh biaya, fasilitas dan dukungan untuk pengelolaan Inkubator Bisnis disediakan oleh organisasi induknya. Pada tahun 1996 tercatat ada 28 inkubator bisnis bersubsidi dengan luas layanan sebesar 689 m2 per inkubator bisnis. Tipe-2 : Independent inkubators (mandiri) Jenis ini banyak terdapat di kota (urban) dengan populasi penduduk mendekati atau lebih besar dari 100.000 jiwa. Layanan dan fasilitas berasal dari pendiri sendiri (tidak tergantung dengan organisasi induk atau lainnya). Inkubator bisnis dapat membiayai kegiatan dari pendapatan penyewaan ruang kantor dan biaya pelayanan yang diberikan. Agar dapat berkelanjutan inkubator bisnis jenis ini minimal harus mempunyai luas areal 1500 m2, tenaga kerja yang terlibat adalah secara full time /penuh waktu. Pada tahun 1996, ada sekitar 12 inkubator bisnis mandiri dengan luas rata-rata adalah 1.644 m2. Tipe-3 : Inkubator teknologi : Tujuan utama adalah untuk mengembangkan teknologi. Sedangkan ciri utamanya adalah : 1) Penawaran sewa ruangan untuk usaha produk teknologi (ruangan dengan area yang lebih luas). 2) Mendukung transfer teknologi termasuk inovasi teknologi. 3) Kerjasama dengan lembaga penelitian maupun lembaga pendidikan. 4) Penawaran untuk melakukan penelitian dalam hal teknologi, pengembangan; produksi dan fasilitas produksi 5) Umumnya berlokasi di kota besar. Pada tahun 1996 terdapat 5 (lima) inkubator bisnis teknologi dengan luas rata-rata ruangan 1.310 m2.
60
b. Kebutuhan sumberdaya Kebutuhan sumberdaya yang mendukung aktivitas inkubator bisnis antara lain adalah ketersediaan prasarana, sumberdaya manusia dan sumber dana. 1) Ketersediaan prasarana : Ketersedian prasarana yang utama adalah gedung (ruangan). Lebih dari 66% inkubator bisnis mempunyai gedung sendiri atau menyewa dengan harga di bawah pasar. 2) Sumberdaya manusia : Kebutuhan sumberdaya manusia dalam hal ini staf untuk mengelola inkubator bisnis sangat sulit untuk diidentifikasi. Hal ini karena banyak inkubator bisnis yang merupakan bagian dari organisasi lain, sehingga jumlah staf yang teridentifikkasi sering kali overlapping dengan staf organisasi terkait. Namun secara rasio dapat digambarkan bahwa setiap manager rata-rata mempunyai 2,3 staf. Namun demikian, sebanyak 30% inkubator bisnis mempunyai manajer yang bekerja secara penuh waktu. Sementara itu, 70% manajer lainnya bekerja secara paruh waktu. Sedangkan, untuk menjadi manajer, rata-rata dibutuhkan pengalaman selama 2,7 tahun dibidang usaha yang terkait. 3) Sumber dana pengembangan inkubator bisnis : Peran pemerintah sangat kuat dalam pengembangan inkubator bisnis di Australia. Dalam kaitan ini pemerintah menunjuk Menteri Tenaga Kerja, Hubungan Penempatan Kerja dan Usaha Kecil (Ministry for Employment, Workplace Relations and Small Business) untuk terus memantau dan mengevaluasi pengembangan inkubator. Guna membantu pengembangan inkubator ini, pemerintah secara kontinyu menyiapkan pendanaan sampai inkubator tersebut betul-betul mandiri. Dana hibah pemerintah maksimum mencapai U$ 500,000 untuk pengembangan inkubator selama 5 tahun. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan biaya pendirian. Sedangkan bagi inkubator yang sudah berjalan, dapat memperoleh batuan maksimum sebesar U$ 100,000. c. Proporsi waktu manajemen membina tenant Hasil survei menyebutkan bahwa porporsi waktu manajemen inkubator bisnis membina tenant idealnya adalah 60%. Namun demikian, disarankan agar manajemen inkubator bisnis lebih banyak menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan tenant.
61
d. Tingkat survival tenant Tingkat survival tenant melalui dukungan inkubator dalam mengembangkan usaha mencapai lebih dari 90%. Tingkat survival tenant ini sangat penting karena sebagai indikator kinerja inkubator bisnis yang bersangkutan. 2.8
Balai Inkubator Teknologi Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dibawan pembinaan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). BIT berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT didirikan pada tahun 2001 sebagai wahana untuk menciptakan enterpreneur inovatif dari kalangan mitra ABG (Academic, Business, Government) sehingga dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau inovasi yang memiliki daya saing, tangguh dan mandiri. Disamping itu BIT juga berperan sebagai wahana pembinaan bagi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) yang berbasis teknologi atau inovasi. Selain itu BIT berfungsi untuk mengkomersialisasikan hasil-hasil penelitian baik dari institusi pemerintah, perguruan tinggi negeri/swasta, maupun masyarakat serta membantu, memfasilitasi dan menumbuhkembangkan Industri Pemula Berbasis Teknologi (IPBT) (start-up company) menjadi UKM yang berdaya saing tingi, tangguh dan mandiri. Dengan adanya BIT tersebut diharapkan dapat mengurangi atau menurunkan tingkat "kematian" usaha kecil dan menengah yang mengalami droup-out dimasa start-up. Pengusaha atau calon pengusaha pemula yang menjalani proses inkubasi di BIT disebut sebagai tenant. Penetapan tenant dilaksanakan melalui proses seleksi yang sangat ketat berdasarkan kriteria dan mekanisme yang telah ditetapkan oleh BIT. Kriteria calon tenant yang telah ditetapkan oleh BIT yaitu : 1. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial. 2. Berpotensi menciptakan lapangan kerja. 3. Adanya Kesamaan antara kebutuhan tennant dan layanan yang diberikan BIT. 4. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi. 5. Mempunyai teamwork yang potensial. 6. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan.
62
7. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan cashflow. Selain itu untuk meningkatkan peranan BIT dalam rangka menumbuhkembangkan UKM di Indonesia, BIT membagi pelayanan ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu (1) pra- inkubasi; (2) masa inkubasi; dan (3) pasca inkubasi. Kegiatan prainkubasi meliputi kegiatan road show dan pameran, technopreneurship program, inTim Software, dan temu bisnis. Setelah pra-inkubasi maka didapatkan tentant untuk di inkubasi, dan fasilitas yang disediakan selama masa inkubasi adalah fasilitas kantor, fasilitas laboratorium uji produksi, fasilitas mentoring dan konsultasi, survei konsumen dan uji pasar, dan sertifikasi produk/product license. Fase yang terkahir adalah fase pasca-inkubasi yaitu
fase dimana tenant
dikatakan telah lulus dari fase inkubasi, yang artinya secara teknologi, manajemen bisnis, pemasaran dan keuangan telah mampu secara mandiri untuk memproduksi dan memasarkan hasil produknya. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut BIT dalam fase ini berperan sebagai mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra investor melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program, dimana pada kegiatan ini mendiskusikan mengenai masalah pendanaan dan sharing profit.
III. 3.1
PELAKSANAAN TUGAS AKHIR
Lokasi dan Waktu Kajian ini dilakukan di Jakarta, sedangkan lokasi Lembaga Intermediasi
(LI) yang dijadikan obyek kajian adalah Balai Inkubator Teknologi (BIT) yang berlokasi di Puspiptek Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. BIT dipilih sebagai obyek penelitian karena sebagai LI dinilai berhasil menjalankan peran dan fungsinya secara optimal dan terpadu untuk meningkatkan daya saing UKM. Kajian dilaksanakan selama 5 bulan bulan pada bulan Januari – Mei 2011, dan jadwal kajian secara rinci dan anggaran biaya kajian dapat di lihat pada Tabel 10 dan 11 di bawah ini. Tabel 10 Jadwal kajian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan Studi Pustaka Penyusunan Proposal Survey Awal Kolokium Survey Lapang Survey Pakar Penyusunan Laporan Seminar Perbaikan Laporan 1 Ujian Perbaikan Laporan 2 Laporan Akhir
Jan √ √ √ √ √
Feb
√ √ √
2011 Maret
April
√ √ √ √ √ √
Tabel 11 Anggaran biaya kajian No 1 2 3 4 5
Mei
Keterangan Transportasi dan Komunikasi Dokumentasi Pembelian Buku Referensi Perbanyakan Kuesioner dan Laporan ATK Jumlah
Biaya (Rp) 5.000,000 300,000 200,000 500,000 100,000 6.100.000
64
3.2
Metode Kajian
3.2.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber bahan bacaan yang mendukung kajian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka data primer dalam kajian ini diperoleh dari pengamatan langsung pada BIT baik melalui wawancara ataupun melalui angket/kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instasi terkait, laporan-laporan berkala atau tahunan, jurnal dan berbagai literatur yang berhubungan dengan kajian.
Sumber pokok data sekunder
diperoleh dari Sekretariat Pusat Inovasi UMKM, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Negera Riset dan Teknologi. 3.2.2 Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan
metode
deskriptif, di samping dengan matriks Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Beberapa metode analisis yang digunakan dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif diperoleh untuk memperoleh gambaran karakteristik dan kondisi obyek kajian, yaitu Balai Inkubator Teknologi (BIT). 2. Analisis Tiga Tahap Perumusan Strategi Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi karakteristik dan kondisi umum BIT serta mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal BIT. Hasil analisis tersebut dikembangkan menjadi beberapa alternatif strategi berdasarkan skala prioritas untuk memilih strategi yang terbaik. Tiga tahap penentuan strategi utama menurut David (2009) adalah :
65
a. Tahap input 1) Analisis lingkungan internal dan eksternal. Pada tahap input ini dianalisis lingkungan internal dan eksternal dari BIT Analisis lingkungan internal BIT dimaksudkan untuk memahami kekuatan dan kelemahan yang dimiliki BIT dari seluruh aspek. Analisis lingkungan eksternal menghasilkan sejumlah daftar peluang dan ancaman bagi BIT. 2) Teknik pembobotan Teknik yang digunakan untuk menentukan bobot dari faktor internal dan eksternal adalah teknik Pairwise Comparison (Kinnear and Taylor 1991). Teknik ini membandingkan setiap peubah horizontal dengan peubah pada kolom vertikal. Penentuan bobot pada setiap peubah yang dibandingkan menggunakan skala 1, 2 dan 3. 3) Matriks IFE dan EFE Matriks IFE dan EFE yang telah disusun memberikan informasi faktor-faktor yang mempengaruhi atau kurang mempengaruhi BIT dalam lingkungan internal maupun eksternal. Pada kolom analisis tiga matriks IFE dan EFE diberikan rating. Penentuan rating oleh manajemen atau pakar dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisa situasi BIT. Pada EFE untuk menunjukkan seberapa efektif strategi BIT saat ini menjawab masing-masing peubah-peubah tersebut digunakan sesuai peringkat dengan menggunakan skala 1,2,3 dan 4. b. Tahap pemaduan Tahap pemaduan, yaitu tahapan menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor internal dan eksternal yang telah dihasilkan pada tahap input. Pada tahap ini digunakan alat analisis Internal–Eksternal (IE) dan matriks SWOT. 1) Matriks IE Matriks IE menempatkan berbagai divisi dari BIT dalam diagram skematis yang disebut matriks portofolio. Matriks IE dibagi menjadi 3 (tiga) daerah utama yaitu :
66
a) Daerah 1 meliputi sel I, II atau IV termasuk dalam daerah grow and build. Strategi yang sesuai dengan daerah ini adalah strategi intensif, misalnya penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk dan strategi integratif, misalnya integrasi horizontal dan vertikal. b) Daerah II meliputi sel III, V atau VII. Strategi yang paling sesuai adalah strategi-strategi hold and maintain. Strategi ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk (layanan). c) Daerah III, meliputi sel VI, VIII atau IX adalah daerah harvest and divest. 2) Matriks SWOT Pengembangan strategi pada matriks SWOT dilakukan berdasarkan hasil dari matriks IE. a) Strategi SO, yaitu menggunakan kekuatan internal BIT untuk meraih peluangpeluang yang ada di luar BIT. b) Strategi WO, bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal BIT dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. c) Strategi ST, bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. d) Strategi WT, merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman. c. Tahap keputusan Dalam literatur mengenai rancangan, ada satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk menentukan relative attractiveness dari pelaksanaan strategi alternatif. Teknik yang dimaksud adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Teknik ini secara jelas menunjukkan strategi alternatif mana yang paling baik untuk dipilih. QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan key success factors internal-eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Jadi secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menetapkan relative attractiveness dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk
menentukan
diimplementasikan.
strategi
mana
yang
dianggap
paling
baik
untuk
67
Langkah-langkah pelaksanaan QSPM meliputi (1) membuat daftar berbagai peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal utama di kolom kiri QSPM; (2) memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal utama tersebut; (3) mencermati matriks-matirks tahap 2 (dua) pemaduan, dan mengidentifikasi berbagai strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh BIT; (4) tentukanlah skor daya tarik (AS) didefinisikan sebagai nilai numeric yang mengindikasikan daya tarik berbagai strategi alternatif dari setiap strategi di rangkaian alternatif tertentu; (5) menghitung skor daya tarik total dan (6) menghitung jumlah keseluruhan daya tarik total. Salah satu keistimewaan dari QSPM adalah bahwa rangkaian-rangkaian strateginya dapat diamati secara berurutan atau bersamaan. Keistimewaan lain dari QSPM adalah mendorong para penyusun strategi untuk memasukkan faktorfaktor eksternal dan internal yang relevan ke dalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM memperkecil kemungkinan bahwa faktor-faktor utama akan terlewat atau diberi bobot secara berlebihan. QSPM menggarisbawahi berbagai hubungan penting yang mempengaruhi keputusan strategi. Walaupun dalam mengembangkan QSPM dibutuhkan sejumlah keputusan subjektif, membuat keputusan-keputusan kecil disepanjang proses meningkatkan probabilitas bahwa keputusan strategi akhir yang dicapai adalah yang terbaik bagi BIT. QSPM dapat diadaptasi untuk digunakan oleh organisasi berorientasi laba dan nirlaba yang besar maupun kecil sehingga bisa diaplikasikan hamper setiap jenis organisasi. QSPM
bukannya
tanpa
keterbatasan.
Pertama,
QSPM
selalu
membutuhkan penilaian intuisi dan asumsi yang berdasar. Pemeringkatan dan skor daya tarik membutuhkan keputusan penilaian, meskipun hal itu harus didasarkan pada informasi yang objektif. Keterbatasan yang lain adalah QSPM hanya akan baik dan bermanfaat sepanjang informasi prasyarat dan analisis pencocokan yang menjadi dasarnya.
68
3.3
Aspek Kajian
1. Analisis Fungsi-Fungsi Balai Inkubator Teknologi a. Fungsi sebagai organisasi : sejarah, struktur organisasi, nilai, visi, misi, aturan, profesionalisme, rencana kerja, sumberdaya (SDM dan dana), insentif, manajemen, teknologi, sarana dan prasarana. b. Fungsi sebagai inkubator : (1) adanya panduan sistem seleksi dan staf untuk menentukan keberhasilan/kelulusan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 23 tahun; (2) kapasitas suatu inkubator antara 15-20 tenant yang dapat dibina dalam inkubator (in wall) dan antara 20-40 tenant yang dibina diluar inkubator (out wall); (3) calon tenant potensial hendaknya dari usaha rintisan mulai dari awal atau pemula; (4) inkubator harus dikelola secara bisnis. Selain itu akan dilihat fasilitas dasar untuk tenant yaitu dikenal dengan istilah 7 S yatu : (1) space yaitu ruang perkantoran; (2) shared office fasilities yaitu penyediaan sarana perkantoran yang bisa dipakai bersama, misalnya sarana fax, telepon, foto copy, ruang rapat, komputer dan sekretaris; (3) Service yaitu bimbingan dan konsultasi manajemen : marketing, finance, production, technology dan sebagainya; (4) support yaitu bantuan dukungan penelitian dan pengembangan usaha dan akses penggunaan teknologi; (5) skill development yaitu pelatihan, penyusunan rencana usaha, pelatihan manajemen dan sebagainya; (6) seed capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya memperoleh akses permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan dan (7) sinergy yaitu penciptaan jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun internasional. c. Fungsi sebagai lembaga intermediasi : (1) layanan layanan pengembangan teknologi; (2) layanan pengembangan SDM; (3) layanan intermediasi jejaring bisnis/pasar; (4) layanan fasilitasi akses pembiayaan
69
2. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Balai Inkubator Teknologi Tabel 12 Aspek penelitian faktor internal dan eksternal Balai Inkubator Teknologi Faktor Internal
Faktor Eksternal
1) Kekuatan a) Jumlah SDM yang memadai b) Jumlah Sarana dan prasarana usaha yang memadai c) Jumlah dana operasional rutin kantor yang memadai d) Jumlah layanan yang memadai e) Komitmen dalam pengelolaan lembaga intermediasi yang kuat
1) Peluang a) Jumlah UKM yang sangat besar b) Daya saing UKM yang lemah c) Potensi daerah yang sangat besar d) Potensi pasar (dalam dan luar negeri) yang besar e) Teknologi hasil lembaga litbang yang cukup banyak dan bisa dimanfaatkan
2) Kelemahan a) Dana untuk pembinaan UKM yang terbatas dan bersifat jangka pendek b) SDM yang profesional dan full time masih terbatas c) Networking yang masih lemah d) Belum mempunyai program pelayanan yang utuh e) Kegiatan sangat tergantung pada program pemerintah yang bersifat jangka pendek f) Pemanfaatan sarana dan prasarana belum optimalKapasitas dan spesialisasi SDM
2) Ancaman a) Dukungan pemerintah yang tidak optimal dan kontinyu b) Belum ada kebijakan secara khusus mengenai lembaga intermediasi c) Produk impor yang lebih murah dan sejenis dengan yang diproduksi UKM d) Iklim usaha yang kurang sehat
70
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Karakteristik dan Kondisi Balai Inkubator Teknologi Balai Inkubator Teknologi (BIT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) milik lembaga pemerintah pusat yang berada di bawah naungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). BPPT adalah lembaga pemerintah non-departemen yang berada dibawah koordinasi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan pemerintah di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. BIT didirikan pada bulan April 2001, berada di bawah koordinasi Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. BIT berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahun dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Tujuan didirikannya BIT adalah sebagai wahana untuk menciptakan enterpreneur
inovatif
dari
kalangan
mitra
ABG
(Academic,
Business,
Government) sehingga dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau inovasi yang memiliki daya saing, tangguh dan mandiri. Disamping itu BIT juga berperan sebagai lembaga intermediasi untuk meningkatkan daya saing UKM. 4.1.1 Aspek Legal Aspek legal merupakan hal yang penting dalam pengelolaan suatu organisasi karena dalam aspek ini tercermin komitmen manajemen dalam pengelolaan organisasi, yang dituangkan dalam dasar hukum yang lebih formal dan diwujudkan dalam wadah organisasi. BIT sebagai suatu organisasi juga mempunyai aspek legal atau dasar hukum pembentukannya. Dasar hukum pembentukan BIT adalah (1) Keppres No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; (2) Keppres No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; (3) Keputusan Ka. BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT.
71
4.1.2
Aspek Organisasi Terkait dengan aspek legal seperti dipaparkan di muka, struktur organisasi
BIT sangat dipengaruhi oleh aspek legalnya, selain itu struktur organisasi BIT dipengaruhi oleh kebijakan Kepala BPPT. Pembahasan struktur organisasi BIT secara umum mencakup struktur organisasi itu sendiri, pengelola, serta komposisi pengelolanya. 1. Struktur, uraian tugas dan standart operational procedure (SOP) organisasi BIT BIT dipimpin oleh Kepala Balai setingkat eselon III, dan bertanggung jawab langsung kepada Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. Dibawah Kepala Balai terdapat 2 (dua) Kepala Seksi yaitu Kepala Seksi Fasilitasi dan Advokasi dan Kepala Seksi Kerjasama dan Pemasyarakatan dan 1 (satu) Kepala Sub Bagian Tata Usaha setingkat eselon IV. Untuk lebih lengkapnya struktur organisasi BIT dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Bagan Organisasi BIT (BIT 2010) Ditinjau dari jumlah pucuk pimpinan, maka struktur organisasi BIT merupakan bentuk organisasi tunggal dimana organisasi ini pucuk pimpinannya berada di tangan seorang (Sutarto 2006). Apabila ditinjau dari saluran wewenang,
72
maka struktur organisasi BIT bentuk organisasi jalur, fungsional dan staf dimana organisasi semacam ini wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi di bawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap bidang berhak memerintahka kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya (Sutarto 2006). Sedangkan bagan organisasi BIT seperti yang terlihat pada Gambar 7, merupakan bagan organisasi piramid. Bagan organisasi piramid ialah bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Bagan piramid merupakan bagan organisasi yang paling lazim dipakai oleh berbagai organisasi (Sutarto 2006). Selain memiliki struktur organisasi, berdasarkan hasil survey BIT juga mempunyai uraian tugas dan Standard Operating Procedures (SOP) secara tertulis. 2. Pengelola Pengelola BIT terdiri dari Leason Officer (LO), tenaga teknis dan tenaga administrasi. Selain itu, dalam pengelolaan BIT juga dibutuhkan tenaga konsultan yang memiliki berbagai keahlian seperti di bidang teknologi terapan, kewirausahaan, perencanaan usaha, hukum, community development, perbankan, dan sebagainya. Sebagian tenaga ahli tersebut merupakan pegawai dari BIT dan sebagian lain merupakan tenaga ahli dari luar BIT. 3. Sasaran kegiatan Kegiatan utama BIT adalah menumbuhkembangkan dan memberikan penguatan kepada UKM berbasis teknologi binaan (tenant) melalui pelatihan, bimbingan dan pendampingan, konsultasi bisnis, dan sebagainya. Dan sasaran kegiatannya adalah tumbuhnya UKM pemula berbasis teknologi. Jumlah tenant yang dibina selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2006 – 2010) oleh BIT adalah + 100 tenant atau 20 tenant per tahun, dan pada tahun 2011 ini, BIT akan membina 6 inwall tenant dan baru. Tenant yang dibina BIT berupa tenant inwall dan outwall. Tenant inwall dibina dalam suatu ruangan atau lingkungan yang dilengkapi dengan sarana fisik dan fasilitas kantor. Sementara tenant outwall dibina di luar lingkungan tersebut. Hasil survei yang
73
dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 30 % tenant yang dibina oleh BIT merupakan tenant outwall, sedangkan tenant inwall sebanyak 70 %. Tabel 13 Beberapa tenant BIT tahun 2006 – 2009 No.
Nama Tenant
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 19. 11. 12.
PT. Diyna Energy PT. Situsnet Global Solution PT. Igosnet Solution Rodite Ogie CV. Mega Kirana Tiga PT. Prima Citra Indonesia PT. Inovasi Multi Teknologi CV. BERKATTA CV. Hidro Guna Sedaya PT. Nur Baiti Viani PT. Medixe Sekawan Utama Institute for Science & Engineering Development 13. Sinergi Inovasi Teknologi 14. CV. Bukit Indah /Biopestisida 15. CV. Bukit Organik 16. CV. Nanotech Indonesia 17. PT. Nusa Reagen Sumber : BIT, 2010
Jenis Tenant
Tanggal Masuk
Outwal Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Outwall Tenant Inwall Tenant Inwall Tenant Inwall Tenant
2006-03-12 2006-06-20 2007-02-26 2007-04-12 2007-04-12 2007-05-24 2008-05-02 2008-07-01 2008-08-11 2006-05-31 2006-03-04 2008-03-01
Inwall Tenant Inwall Tenant Inwal Tenant Inwall Tenant Inwall Tenant
2008-05-02 2008-04-18 2008-04-18 2009-03-02 2009-02-02
1. Permasalahan dalam aspek organisasi Permasalahan dalam aspek organisasi yang dihadapi BIT adalah, jumlah dana pembinaan tenant, jumlah dan kompetensi SDM pengelola yang profesional, infrastruktur, networking dan kebijakan. Berdasarkan hasil survei, kendala dalam aspek organisasi dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendanaan pembinaan tenant yang terbatas; (2) Networking yang lemah; (3) Kebijakan yang kurang mendukung; (4) Jumlah SDM yang profesional terbatas; (4) Keterbatasan infrastruktur (tempat dan lahan tenant ) Dengan berbagai permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya untuk mencari jalan keluar atau penyelesaian masalah. Berikut ini upaya yang telah dilakukan oleh BIT dalam mengatasi permasalahan sebagai berikut : 1. Upaya mengatasi keterbatasan pendanaan antara lain : a. Meminta tambahan dana dari lembaga induk. b. Mencari dana dari kementerian/non kementerian yang menangani UKM. b. Mencari dana dari pemerintah daerah melalui program-program yang sesuai. c. Mewajibkan mitra binaan ikut share dalam pendanaan.
74
d. Mencari sponsor dari luar lembaga. e. Mendirikan unit usaha jasa (kursus-kursus, pelatihan dan lain-lain). 2. Upaya mengatasi kebijakan yang kurang mendukung dan networking yang lemah antara lain : a. Memperkuat networking dengan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. b. Memperkuat networking dengan membuat Perjanjian Kerjasama dengan beberapa lembaga yang komitmen untuk bekerjasama dalam membina UKM. b. Melakukan pendekatan, sosialisasi dan lobi ke kementerian KUKM dan Menko Perekonomian. c. Membentuk forum inkubator bisnis. d. Sosialisasi ke berbagai stakeholders. 3. Upaya mengatasi keterbatasan infrastruktur (tempat dan lahan tenant) antara lain : a. Meminta kepada lembaga induk untuk menyediakan infrastruktur yang memadai. b. Meminta kepada pemerintah pusat untuk menyediakan infrastruktur. 4. Upaya mengatasi keterbatasan SDM yang professional antara lain mengirim/ mengikutsertakan karyawan ke berbagai pelatihan-pelatihan, bekerjasama dengan lembaga terkait terutama di lingkungan BPPT, LIPI dan lain-lain. Kendatipun upaya-upaya tersebut telah dilakukan secara maksimal, akan tetapi belum memberikan hasil yang maksimal khususnya untuk pendanaan tenant yang sifatnya jangka panjang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama ini BIT belum mendapat dukungan/komitmen pendanaan khususnya pendanaan jangka panjang untuk pembinaan tenant baik dari lembaga induk dalam hal ini BPPT maupun dari lembaga lain dan pemerintah pusat. 4.1.3 Aspek Keuangan 1. Sumber dana Sumber dana untuk kegiatan operasional rutin dari BIT sepenuhnya berasal dari APBN, dan pendanaan untuk pembinaan tenant sebagai besar juga dari dana APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant.
75
Tabel 14 Jumlah dana rutin operasional dan pembinaan tenant BIT tahun 2006 - 2010
No.
Jenis Dana
1. 2. 3.
Dana rutin operasional Dana pembinaan untuk tenant Dana untuk lainnya (insentif untuk pengembangan LI di 24 kota dari Menko Perekonomian) Sumber; BIT, 2010
2006 1.050 750 -
Jumlah dana (juta) Tahum 2007 2008 2009 1.050 1.150 1.200 750 900 1.200 15.000
2010 1.350 1.200 15.000
2. Penggunaan dana Secara umum, dana yang diperoleh BIT digunakan untuk : a. Kegiatan operasional BIT merupakan biaya rutin untuk keperluan perawatan kantor, biaya operasional seperti listrik, telepon, kendaraan, alat tulis kantor, kebersihan dan biaya tenaga pengelola. b. Biaya pelaksanaan program/kegiatan seperti pelatihan, pameran, magang, pendampingan, monitoring dan lainnya. 3. Pengalaman berhubungan dengan lembaga keuangan BIT belum pernah memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan bank/non bank, namun BIT berperan dalam memfasilitasi tenant khususnya yang memiliki usaha yang layak dan memiliki prospek untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan bank/non bank. Selain sebagai fasilitator, BIT juga menjadi avalis dan memberikan rekomendasi bagi tenant UKM binaannya kepada perbankan. Namun demikian tidak semua UKM yang direkomendasikan berhasil memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lembaga keuangan atau perbankan cenderung membiayai usaha yang sudah berjalan dan bank masih banyak yang beranggapan bahwa usaha tenant belum layak. Bagi UKM yang sudah mendapat pembiayaan dari bank, BIT tetap membantu agar dana yang dipinjam dapat dikembalikan oleh tenant secara tepat waktu.
76
4. Masalah pendanaan Kendatipun
BIT
memiliki
sumber
dana
rutin
yang
berasal
dari
lembaga/instansi yang menaunginya, namun jumlahnya kurang memadai sehingga potensi UKM yang ada masih belum dapat digarap secara menyeluruh dan optimal. Sumber dana tersebut umumnya sebagian besar hanya cukup untuk membiayai kegiatan rutin operasional kantor. Selain jumlah dana yang tidak memadai, masalah lain yang dihadapi adalah terbatasnya sumber dana jangka panjang dari sumber yang bervariasi. BIT juga memiliki sumber dana lain (seperti yang berasal dari kerjasama program dengan stakeholder atau yang berasal dari hasil jasa usaha), umumnya memiliki kegiatan yang lebih padat. Tetapi jika sudah tidak memiliki kerjasama program atau kerjasama program telah berakhir, cenderung mengalami pengurangan kegiatan. 4.1.4 Aspek Operasional Aspek operasional BIT meliputi : kriteria calon tenant binaan, periode dan tahapan, strategi pembinaan, kriteria keberhasilan pembinaan, fasilitas dan jasa layanan, sumber pendanaan, dasar penetapan biaya pembinaan, jenis industri tenant, hubungan BIT dengan tenant. 1. Kriteria tenant Kriteria calon tenant yang telah ditetapkan oleh BIT yaitu : a. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial. b. Berpotensi menciptakan lapangan kerja. c. Adanya kesamaan antara kebutuhan tenant dan layanan yang diberikan BIT. d. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi. e. Mempunyai teamwork yang potensial. f. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan. g. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan cashflow. 2. Periode dan tahapan inkubasi Inkubasi adalah proses pembinaan bagi tenant dan atau pengembangan produk baru yang dilakukan oleh BIT dengan cara penyediaan sarana dan prasarana
77
usaha, pengembangan usaha, dukungan manajemen serta teknologi. Periode inkubasi BIT secara konseptual dilakukan berdasarkan beberapa tahapan, yaitu : a. Periode pengembangan konsep/ide awal dan rencana usaha. b. Start Up Period : penerapan konsep dan rencana usaha menjadi usaha awal yang masih coba-coba. c. Pilot Project Period : penerapan usaha yang sebenarnya, yang dilakukan sesuai rencana usaha tetapi belum mencapai hasil yang optimal. d. Roll Out Period : usaha yang sudah berjalan stabil dan menunjukkan peningkatan volume, nilai tambah dan produktivitas. Berdasarkan hasil survei, periode inkubasi yang dilakukan BIT dari tahap awal sampai Roll Out bervariasi antara tenant yang satu dengan yang lain, dan berkisar antara 1 s.d 5 tahun. 3. Sumber dana inkubasi Sumber dana untuk tahapan/proses inkubasi, selain berasal dari BIT, juga dari kerjasama program dengan BUMN, Kemenkop & UKM, Dikti-Kemdiknas, Pemerintah Daerah, serta kerjasama dengan stakeholders lain. Sumber dana untuk inkubasi, dilihat dari sasarannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu dana untuk operasional proses inkubasi (pembinaan dan pelatihan tenant) dan dana untuk penguatan usaha tenant.
Gambar 8 Skema proses inkubasi tenant di Balai Inkubator Teknologi (BIT 2010)
78
4. Strategi pembinaan Strategi pembinaan BIT kepada tenant selama masa inkubasi terkait erat dengan tahapan proses inkubasi yang terdiri dari konsep/ide awal, Start Up, Pilot Project dan Roll Out. Strategi pembinaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi usaha dan kemampuan tenant. Dalam tahapan pembinaan tenant, kegiatan yang dilakukan untuk setiap tahapan adalah sebagai berikut : a. Tahap pengembangan ide dan konsep awal 1) Pemantapan wirausaha melalui pelatihan dasar, studi banding dan sharing success story dari pengusaha sukses. 2) Pembuatan dan konsultasi business plan. 3) Pembinaan dan pendampingan. 4) Pemberian insentif. b. Tahap Start Up 1) Pencarian dan peningkatan akses pasar melalui pameran dan pengembangan jaringan pasar. 2) Magang usaha. 3) Peningkatan akses sumber dana (investor atau lembaga keuangan). 4) Pembinaan dan pendampingan. 5) Konsultasi bisnis. c. Tahap Pilot Project 1) Penyebarluasan informasi produk dan jasa. 2) Penelitian mengenai kepastian pasar. 3) Pemantapan jaringan dengan pemerintah, BUMN dan Bank. 4) Penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seperti: e-commerce. 5) Penggunaan aplikasi computer. 6) Pemantapan kelembagaan. 7) Penguatan legalitas. 8) Pencapaian dan peningkatan efesiensi dan daya saing. 9) Konsultansi bisnis. d. Tahap Roll Out 1) Pengembangan pasar.
79
2) Pengawasan hak cipta, hak merk dan lain-lain. 3) Pengembangan pasar domestik maupun ekspor. 4) Penguatan akses dan jaringan permodalan dengan BUMN dan bank. 5) Menjalin jaringan dengan lembaga lain. 6) Pertumbuhan dan penguatan efisiensi dan daya saing. 7) Penguatan Manajemen. 8) Konsultansi bisnis. Untuk melaksanakan strategi pembinaan kepada tenant, dibutuhkan tenaga ahli, antara lain di bidang teknologi terapan, kewirausahaan, perencanaan usaha, hukum, community development, perbankan dan sebagainya. Sebagian tenaga ahli difasilitasi dari BIT, dan sebagian lain dari lembaga/institusi di luar BIT. BIT tidak menempatkan tenaga khusus untuk setiap tahapan dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi serta kesinambungan pembinaan untuk masing-masing tahapan proses inkubasi. 5. Kriteria keberhasilan tenant Secara ideal keberhasilan BIT dalam membina tenant dapat diukur pada masing-masing tahapan proses inkubasi. BIT menetapkan kriteria keberhasilan untuk setiap tahapan proses inkubasi, khususnya untuk tahapan Pilot Project atau Roll Out. Hal ini sangat terkait dengan adanya persyaratan/kriteria dalam rangka memperoleh pembiayaan dari program pemerintah atau persyaratan dalam rangka kerjasama dengan lembaga keuangan (BUMN dan perbankan). Secara keseluruhan kriteria keberhasilan tenant untuk masing-masing tahapan proses inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut : a. Tahap pengembangan ide dan konsep awal 1) Memiliki ide yang inovatif dan layak. 2) Mampu membuat rencana bisnis. 3) Memiliki produk dan jasa yang lebih spesifik. 4) Memiliki potensi pasar lokal dan regional. b. Tahap Start Up 1) Memiliki akses ke pasar lokal. 2) Memiliki produk/jasa lebih inovatif dan variatif. 3) Mengembangkan prototipe dan kapasitas.
80
4) Dapat menggunakan teknologi informasi. 5) Dapat mengakses pasar dengan menggunakan e-commerce. c. Tahap Pilot Project 1) Dapat mengakses pasar lokal/nasional. 2) Dapat meningkatkan modal yang bersumber dari BUMN/bank. 3) Mendapatkan HKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). d. Tahap Roll Out 1) Mencapai Break Even Point (BEP) dan dapat bersaing. 2) Tumbuh sesuai dengan Business Plan. 3) Siap mandiri secara komersial. 4) Mencapai peningkatan volume usaha, nilai tambah dan produktivitas usaha. 5) Mampu mengembangkan networking. Pada dasarnya, BIT mempunyai peran yang cukup besar dalam mengembangkan tenant sehingga dapat berkembang lebih baik hingga tahap Roll Out. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua tenant yang dibina BIT dapat berkembang hingga ke tahap Roll Out. Keberhasilan tersebut berkisar 80% saja dari jumlah tenant yang dibina. Kegagalan tenant yang dibina dalam mengembangkan usahanya tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi tenant. Berdasarkan
pengalaman
BIT,
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi kegagalan usaha tenant yang dapat diperingkat sebagai berikut (1) Pengusaha kurang gigih; (2) Prospek pasar kurang cerah; (3) Keterbatasan modal; (4) Keterbatasan kemampuan SDM; (5) Kurangnya networking/jaringan usaha; (6) Terputusnya hubungan dengan BIT; (7) Adanya barang subsitusi yang lebih baik dan harga murah; (8) Persaingan pasar yang tidak sehat. 6. Jenis industri Jenis industri yang dibina BIT beragam, yakni industri manufaktur, industri kreatif, agroindustri. Jenis industri binaan BIT berturut-turut dari yang paling besar adalah sebagai berikut : a. Industri manufaktur (50 %). b. Industri kreatif (30 %). c. Agroindustri (20 %).
81
7. Dasar penetapan biaya pembinaan Dasar penetapan biaya pembinaan oleh BIT yang dikenakan pada tenant, secara berturut-turut digambarkan sebagai berikut : a. Besarnya fasilitas yang diterima tenant ( 5%). b. Tidak dipungut biaya (70 %). c. Besarnya modal usaha tenant (10 %). d. Kemapanan usaha (15 %). BIT memungut biaya kepada tenant terbilang murah, yaitu maksimum Rp. 500.000.- per bulan tergantung dari jenis dan banyaknya fasilitas yang digunakan dan pelatihan yang diperoleh. Biaya yang ditetapkan umumnya digunakan untuk keperluan pembinaan tenant inwall antara lain sewa ruangan, biaya listrik, telepon dan lainnya, biaya mengikuti pelatihan dan biaya untuk pameran. Biaya mengikuti pelatihan seringkali disubsidi oleh mitra yang memiliki program kerjasama dengan BIT. Biaya-biaya yang dipungut dari tenant secara keseluruhan tidak cukup untuk membiayai pembinaan tenant. Selain merupakan komitmen dari BIT, alasan lain yang mendasari tidak dipungut/kecilnya biaya yang diwajibkan kepada tenant adalah karena BIT merupakan lembaga pemerintah dan kondisi tenant yang memang tidak/belum mampu membayar sebagaimana yang diharapkan. 8. Hubungan dengan tenant Tenant yang sudah keluar dari BIT, sebagian masih memiliki hubungan yang baik dengan BIT dan sebagian lain tidak. Tenant yang tidak memiliki hubungan dengan BIT paska inkubasi umumnya disebabkan jarak dan lokasi yang memang jauh, berpindah alamat, dan terputus komunikasi karena tidak ada monitoring. Jumlah tenant yang masih memiliki hubungan dengan BIT sampai saat ini sekitar 45 %. Sementara itu, tenant yang masih mempunyai hubungan dengan BIT umumnya berupa konsultasi bisnis, pemasaran, teknis dan manajemen, pemanfaatan teknologi informasi, kepemilikan/penyertaan modal dan networking. Hubungan konsultasi bisnis dan networking merupakan hubungan yang paling banyak terjadi mengingat hubungan tersebut tidak mengikat dan bersifat sukarela. Sementara hubungan lain yaitu pemasaran, teknis manajemen, dan kepemilikan relatif lebih mengikat. Berdasarkan hasil survei secara lebih rinci
82
dapat digambarkan hubungan antara BIT dengan tenant dengan peringkat sebagai berikut : a. Konsultasi bisnis (11 tenant). b. Networking (8 tenant). c. Pemasaran (2 tenant). d. Teknis manajemen (2 tenant). e. Kepemilikan (2 tenant). 4.1.5 Aspek Monitoring Monitoring merupakan aspek yang penting terutama untuk mengetahui perkembangan keberhasilan ataupun kegagalan tenant baik dalam masa inkubasi maupun paska inkubasi. Monitoring tenant outwall membutuhkan perhatian lebih khusus mengingat jarak dan lokasi yang tidak dekat sehingga tidak dapat dilihat setiap saat; disamping itu tenant outwall relatif lebih dinamis dan mudah terpengaruh oleh perkembangan lingkungan baik positif maupun negatif di luar kendali BIT. Oleh karena itu diperlukan instrumen monitoring yang efektif untuk memantau perkembangan tenant. BIT berpendapat bahwa monitoring mempunyai peranan penting dalam mendukung keberhasilan tenant. Dengan monitoring akan dapat terpantau perkembangan usaha yang dilakukan tenant serta dapat diketahui secara dini permasalahan yang dihadapi oleh tenant untuk kemudian dicari solusi atau pemecahannya. 1. Instrumen monitoring Secara umum instrumen monitoring yang dapat digunakan antara lain pelaporan tertulis secara periodik dari tenant ke BIT, kunjungan langsung, dan penggunaan sarana komunikasi seperti telepon, e-mail dan sebagainya. 2. Frekuensi monitoring Monitoring yang dilakukan berkala dengan frekuensi yang tinggi, dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada tenant. Tetapi karena keterbatasan dana monitoring, maka frakuensi monitoring yang dilakukan oleh BIT setiap empat (4) kali setahun. Frekuensi monitoring bisa lebih banyak apabila memang
83
tenant sedang menghadapi masalah pada masa inkubasi, terutama untuk outwal tenant. 3. Sumber dana monitoring Sumber dana monitoring dengan menggunakan telepon dan kunjungan ke lapangan sebagian besar berasal dari dana rutin operasional kantor. Sumber dana lainnya untuk kunjungan lapangan menggunakan dana dari lembaga terkait yang merupakan mitra kerja BIT. Selain itu BIT juga memiliki sumber dana untuk monitoring yang berasal dari
jasa usaha yang disisihkan untuk kepentingan
monitoring. 4. Permasalahan monitoring dan solusinya Berdasarkan pengalaman, fungsi monitoring tidak dapat dilakukan secara ideal, hal ini disebabkan oleh antara lain keterbatasan sumber dana, tenaga kerja, jarak lokasi yang jauh dan lainnya. Berikut ini dapat digambarkan permasalahan BIT dalam melakukan monitoring, sesuai dengan rangking permasalahan serta upaya penyelesaiannya. Tabel 15 Permasalahan monitoring BIT dan solusinya No.
Permasalahan
1.
Keterbatasan dana
2.
Keterbatasan SDM
3.
Jarak wilayah tentant yang jauh
4. Lainnya Sumber: BIT, 2010
Solusi a. Kerjasama dengan mitra b. Mencari tenant yang jaraknya dekat dengan BIT Mengurangi frekuensi monitoring a. Monitoring kepada tenant yang sangat membutuhkan b. Mengurangi frekuensi monitoring a. Monitoring ke wilayah yang mudah dijangkau b. Monitoring melalui telepon c. Monitoring wilayah yang dekat dengan BIT a. Monitoring melalui telepon
4.2
Analisis Fungsi Balai Inkubator Teknologi
4.2.1
Fungsi Organisasi
1. Visi dan misi Visi dari BIT adalah menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi dalam rangka mewujudkan wirausaha baru yang tangguh, mandiri dan berdaya saing, sedangkan misi dari BIT adalah :
84
a. Wahana terkemuka dalam pengembangan wirausaha baru berbasis teknologi atau inovasi. b. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi UKM yang berbasis teknologi atau inovasi. c. Mitra terpercaya dalam mengelola jaringan kerjasama antara tenant, lembaga litbang, perguruan tinggi, lembaga keuangan dan dunia usaha. d. Pusat askes informasi ke lembaga litbang, jaringan profesional, teknologi dan investasi. Visi yang dibuat oleh BIT diatas sesuai dengan pendapat dari Helgeson (1996) dalam Salusu (1996), dimana BIT mempunyai visi akan menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi untuk menciptakan wirausaha
baru berbasis
teknologi sudah didasarkan atas argumen yang rasional. Argumen yang rasional tersebut didasarkan adanya dukungan SDM, sarana dan prasarana serta pendanaan rutin untuk operasional yang dipunyai BIT cukup memadai sehingga lembaga ini mampu mewujudkan visi tersebut diatas. Selain itu misi yang yang kan dijalankan oleh BIT juga sudah sesuai dengan persyaratan sebuah misi, sesuai pendapat dari Helgeson (1996) dalam Salusu (1996). Yang membedakan misi dari BIT dengan lembaga lain yang sejenis dan menjadi ciri yang khas adalah penekanannya untuk menciptakan wirausaha yang berbasis teknologi. 2. Aturan Aturan dalam setiap organisasi dibutuhkan untuk menciptakan para karyawan dan anggota yang tertib sesuai dangan peraturan yang telah disepakati. Kebanyakan organisasi yang tidak memiliki aturan, maka organisasi itu hancur, karena banyak karyawan atau anggotanya bertindak sesuka hati. Karena sebagian besar karyawan BIT adalah pegawai negeri (PNS), maka aturan yang dipakai di lingkungan BIT adalah Undang-Undang Pegawai Negeri No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 3. Profesionalisme Profesionalisme dalam berorganisasi atau pekerjaan sangatlah penting untuk mendapatkan hasil kerja yang baik dan sangat memuaskan. Jika tidak memiliki
85
profesionalisme dalam suatu pekerjaan, maka hasilnya hampir dipastikan kurang maksimal atau kurang memuaskan bahkan bisa mengecewakan dan gagal. Hasil pengamatan di lapangan dan dari data-data yang didapat bahwa BIT sudah dikelola oleh sebuah tim yang bekerja penuh, mempunyai komitmen yang kuat dan profesional. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan tenat 80 %, walaupun SDM yang profesional yang ada di BIT masih sangat terbatas. Dan untuk meningkatkan SDM profesional dilakukan dengan mengikutsertakan pegawai BIT di berbagai pelatihan, selain itu juga dilakukan melakukan kerjasama dengan lembaga lain. 4. Perencanaan dan program kerja Perencanaan dan program kerja yang dilakukan oleh BIT mengikuti sistem perencanaan kegiatan dan anggaran nasional, sesuai dengan Alur Mekanisme Pengelolaan Program BPPT yang mengacu pada proses penyusunan Rencana Kerja Pemerinrah (RKP), Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja KL), Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL), Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti pada Gambar 9 di bawah ini. Setelah suatu program atau kegiatan mendapat anggaran dari Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) disahkan maka kegiatan tersebut diharuskan untuk membuat pendetailan atau rincian kegiatan sebagai action plan sesuai dengan anggaran yang didapat yang dituangkan pada dokumen Program Manual. Penggunaan nomenklatur, istilah dan komponen-komponen dalam Program Manual disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan standar penamaan yang telah digunakan di instansi eksternal yang telah berlaku baik dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penggunaan Program Manual sebagai salah satu dokumen pengelolaan program BPPT telah diputuskan dan menjadi kebijakan yang harus dilaksanakan. Program Manual adalah dokumen acuan dan pegangan yang menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan program dan kegiatan mulai dari tujuan program (program objectives), tingkat teknologi (state of the art technology) yang diambil, struktur rincian kerja (work breakdown structures), organisasi fungsional
86
program, perencanaan SDM (man power planning), program master phasing plan, program scheduling, perencanaan anggaran (financial planning) dan sistem pelaporan (sistem reporting). Januari - April
Pembahasan Pokok2 Kebijakan Fiskal dan RKP
DPR Kabinet/ Presiden
RPJM Nasional
Kement. Negara PPN
Daerah
Rancangan Akhir RKP
Pembahasan RKA-KL
Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran
Pembahasan RAPBN
Nota Keuangan RAPBN dan Lampiran
UU APBN
Keppres tentang Rincian APBN
Keppres Tentang RKP Penelaahan Konsistensi dengan RKP
Prioritas Program dan Indikasi Pagu
Kement. Negara Keuangan Kement. Negara/ Lembaga
Kebijakan Pemerintah
Pengumuman Rancangan Awal RKP
September - Desember
Mei - Agustus
Pagu Sementara
Lampiran RAPBN
Rancangan Keppres ttg Rincian APBN
Penelaahan Konsistensi dengan Prioritas Anggaran
Rancangan Renja KL
RENSTRA KL
A
B
C
RKA-KL
D
Pengesahan
Konsep Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
E
Gambar 9 Proses Penyusunan RKP, Renja KL, RKA-KL, RAPBN, APBN (BIT 2010) Program Manual di lingkungan BIT, diperlukan dalam rangka pengelolaan mulai dari penyusunan, perencanaan kegiatan, anggaran, sumberdaya dan pelaporan. Program Manual ini selanjutnya digunakan sebagai dokumen bagi pelaksana kegiatan dan sebagai bahan dalam monitoring dan evaluasi pada pertengahan maupun akhir kegiatan. Penyusunan Program Manual diberlakukan pada semua kegiatan di BIT baik Program Teknis maupun Program Dukungan Manajemen. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan oleh BIT merupakan kegiatan perekayasaan yang mempunyai sifat-sifat serupa dengan sifat-sifat pada kegiatan di industri.
87
Sedangkan program kerja BIT secara umum tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16 Program utama BIT tahun 2006 - 2010 No.
Program
I.
Tahun 2006 1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Peningkatan kompetensi karyawan 3. Peningkatkan networking dan pendanaan inkubator II. Tahun 2007 1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Peningkatan kompetensi karyawan 3. Peningkatan networking dan pendanaan inkubator III. Tahun 2008 1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Peningkatan kompetensi karyawan 3. Peningkatan sarana dan prasarana IV. Tahun 2009 1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Sosialisasi Lembaga Intermediasi 3. Pembentukan Lembaga Intermediasi di 24 kota di Indonesia V. Tahun 2010 1. Pembinaan wirausaha baru berbasis teknologi 2. Pengembangan Lembaga Intermediasi menjadi Pusat Inovasi di 24 kota di Indonesia 3. Penyusunan panduan pendirian inkubator teknologi di Indonesia Sumber: BIT, 2010
5. Sumberdaya manusia Sumberdaya berupa SDM merupakan salah satu selain dana yang sangat dibutuhkan dalam organisai atau perusahaan. Karena dengan adanya SDM, akan sangat membantu di setiap langkah atau pekerjaan yang berada di organisasi. Dan sekarang ini hampir semua organisasi membutuhkan SDM yang kualitasnya baik dan profesionalisme. Tabel 17 SDM BIT tahun 2006 – 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pendidikan
S3 S2 S1 Diploma SMA SMP SD Total Sumber: BIT, 2010
2006 4 10 2 5 2 23
2007 7 7 2 5 2 23
Tahun 2008 1 7 10 2 5 2 26
2009 1 7 10 2 5 2 26
2010 1 10 10 2 5 2 30
88
SDM yang dimiliki oleh BIT sampai dengan tahun 2010 berjumlah 30 orang yang terdiri dari beberapa tingkatan pendidikan. Perkembangan jumlah SDM dari BIT tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 17 di atas. Dilihat dari tabel diatas jumlah SDM yang dimiliki oleh BIT cukup memadai, yang masih kurang untuk meningkatkan layanan BIT adalah SDM yang professional dimana jumlahnya masih minim. Masalah SDM yang professional ini bukan saja menjadi masalah bagi BIT, tetapi hampir semua inkubator di Indonesia, jumlah SDM professional rata-rata masih minim. 6. Insentif Kesungguh-sungguhan dari setiap organisasi atau perusahaan tergantung juga pada insensif untuk individu karyawan atau anggota yang ingin memajukan organisasi tersebut. Berkaitan dengan insentif bagi karyawan di BIT dibandingkan dengan inkubator yang lain sudah cukup memadai. Seperti kita ketahui sistem pendanaan operasional rutin dari BIT dari APBN, dimana salah satu struktur dari anggaran tersebut dimungkinkan adanya insentif bagi karyawan BIT yang diberikan setiap bulan dengan besaran tergantung dari jabatan didalam struktur proyek. Rata-rata insentif yang diterima oleh karyawan BIT sebesar 1,2 – 1,5 juta rupiah/bulan diberikan selama 10 bulan setiap tahunnya dan insentif ini merupakan pendapatan diluar gaji pokok karyawan. 7. Manajemen Manajemen menurut Terry (1997) dalam Herujito (2011) manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari planning, organizing, actuating dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang lainnya, dan aktivitas utama atau fungsi utama manajemen adalah : a. Perencanaan (planning) Perencanaan kegiatan yang dilakukan oleh BIT seperti yang telah dijelaskan diatas adalah mengikuti sistem perencanaan kegiatan dan anggaran nasional.
89
b. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian kegiatan di lingkungan BIT mengikuti pengorganisasian kegiatan BPPT yang dilakukan dengan memakai sistem perekayasa, dimana pembagian tugas didalam kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kepala Program (Program Director) Program inisiator yang memberikan arahan tentang garis-garis besar kegiatan program rancang bangun maupun servicing termasuk : state of the art, strategi pembiayaan program maupun pelaksanaannya. Bersama Chief Engineer, Program Manager
dan
para
Group
Leader
merangkum,
mengintegrasikan
dan
menyimpulkan hasil dari program. Kepala Program bertanggung jawab kepada Kepala BPPT. 2) Chief Engineer (Insinyur Kepala) Melaksanakan pemantauan kualitas hasil program dari segi teknis seperti pemenuhan persyaratan desain, penetapan SDM yang kompeten dan berkualitas untuk program. Chief Engineer bertanggung jawab kepada Kepala Program dan dapat mempunyai asisten sejumlah maksimal 4 (empat) orang. 3) Program Manager (Manajer Program) Melaksanakan tugas manajemen program yang meliputi perencanaan program termasuk jadwal pencapaian sasaran serta aliran pendanaan. Program Manager bertanggung jawab kepada Kepala Program. Program Manager dapat mempunyai asisten sejumlah Satuan Kerja yang terlibat dalam program sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang asisten. 4) Group Leader (Ketua Kelompok) Mengkoordinasikan para Leader dalam pelaksanaan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual sebagai pemadu beberapa bidang spesifik dalam satu kelompok tertentu yang ia pimpin. Mengintegrasikan hasil pemaduan kelompok ini dengan kelompok lainnya di bawah pimpinan Chief Enginer. 5) Leader (Ketua Sub Kelompok) Memimpin para Engineering Staff dalam pelaksanaan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual untuk spesifik bidang tertentu. Merangkum &
90
menyimpulkan semua hasil pekerjaan para Engineering Staff di bawah koordinasinya, di bawah pimpinan Group Leader. 6) Engineering Staff (Staf Perekayasa) Melaksanakan kegiatan penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan dan pengoperasian seperti diinstruksikan dalam Program Manual untuk spesifik bidang tertentu, dibawah koordinasi Leader.
KEPALA PROGRAM INSINYUR KEPALA MANAJER PROYEK
WBS 1 Ketua Kelompok 1
WBS 2 Ketua Kelompok 2
WP 1.1. Ketua Sub Kelompok 11 • •
Staf Perekayasa Staf Perekayasa
WBS 3 Ketua Kelompok 3
. . .
WP 3.1. Ketua Sub Kelompok 31 • •
Staf Perekayasa Staf Perekayasa
WP 1.2. Ketua Sub Kelompok 12
WP 3.2. Ketua Sub Kelompok 32
• •
• •
Staf Perekayasa Staf Perekayasa
Staf Perekayasa Staf Perekayasa
Gambar 10 Struktur organisasi sistem perekayasa (BIT, 2010) c. Pengarahan (leading/Actuating) Dari
seluruh
rangkaian
proses
manajemen,
pelaksanaan
(actuating)
merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Kegiatan actuating yang dilakukan BIT adalah : 1) Melakukan rapat koordinasi dan pengarahan kepada semua pegawai di lingkungan BIT yang dilaksanakan setiap hari senin. 2) Melakukan evaluasi dan pengarahan akhir minggu yang dilaksanakan setiap hari jumat. 3) Memberikan reward kepada pegawai yang berpretasi.
91
Pelaksanaan (actuating) yang dilakukan oleh BIT tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan yang disusun dapat terlaksana dan dengan hasil yang baik, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan inkubator secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : 1) Merasa yakin akan mampu mengerjakan. 2) Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya. 3) Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak. 4) Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan 5) Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis. d. Pengontrolan (controlling) Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengontrolan yang dilakukan di BIT dengan menggunakan sistem kerekayasaan. Dimana setiap berkala mulai tingkatan ES sampai CE memberikan report. Sistem pelaporan dan monitoring jalannya kegiatan program dilaksanakan secara bertahap melalui Technical Notes (TN)
yang
ditulis
oleh
para
Engineering
Staff,
Technical
Report
(TR)/Memorandum (TM) yang ditulis oleh para Leader, Technical Document (TD) yang ditulis oleh para Group Leader dan Program Document (PD) yang ditulis oleh Chief Engineer. Disamping itu ditulis pula laporan Progress Control & Monitoring (PCM) yang ditulis oleh Program Manager. 8. Teknologi Berkaitan dengan teknologi, BIT didukung dengan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang cukup memadai, selain itu juga ditunjang peralatan-peralatan modern yang lain. BIT juga didukung oleh beberapa software yang memadai untuk mendukung kelancaran dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai LI.
92
9. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BIT antara lain: gedung perkantoran, tempat parkir, ruang rapat, ruang untuk tenant, komputer, fasilitas internet. 4.2.2 Fungsi Inkubator Persyaratan BIT yang menjalankan fungsi sebagai inkubator, secara umum telah cukup terpenuhi, walaupun belum maksimal yaitu : a. BIT mempunyai panduan sistem seleksi calon tentant dan panduan untuk menentukan keberhasilan/kelulusan tenant dalam jangka waktu tertentu, misalnya 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun. b. Kapasitas suatu inkubator antara 15-20 tenant yang dapat dibina dalam inkubator (in wall) dan antara 20-40 tenant yang dibina diluar inkubator (out wall). Saat ini ruang untuk tenant yang dimiliki BIT memang masih terbatas, sehingga maksimal hanya untuk 6 tenant (inwall tenant) dan outwall tenant berjumlah 14 tenant. Jumlah
ruang untuk tenant ini yang seharusnya
diperbanyak sehingga mampu menampung minimal 15-20 inwall tenant, tetapi karena keterbatasan dana sampai saat ini belum terwujud. c. Calon tenant potensial hendaknya dari usaha rintisan mulai dari awal atau pemula, dan hal ini sudah dilakukan oleh BIT dan merupakan salah satu kriteria atau syarat untuk seleksi tenant. d. Inkubator harus dikelola secara bisnis. Secara umum memang BIT karena merupakan lembaga pemerintah, sehingga sampai saat ini tidak dikelola secara bisnis. BIT lebih banyak bergeraknya sebagai lembaga non profit. Selain itu fungsi inkubator dari BIT dilihat dari fasilitas dasar untuk tenant yaitu dikenal dengan istilah 7 S (Space, Shared office facilities, Service, Suppor, Skill development, Seed capital, Sinergy), dan secara umum BIT telah memenuhi persyaratan fasilitas dasar inkubator. Indikator fasilitas dasar BIT dapat dilihat Tabel 18.
93
Tabel 18 Indikator fasilitas dasar tenant BIT No.
Indikator Fasilitas Dasar Tenant
1. 2.
Space yaitu ruang perkantoran Shared office facilities yaitu penyediaan sarana perkantoran yang bisa dipakai bersama, misalnya sarana fax, telepon, foto copy, ruang rapat, komputer dan sekretaris Service yaitu bimbingan dan konsultasi manajemen: marketing, finance, production, technology dan sebagainya Support yaitu bantuan dukungan penelitian dan pengembangan usaha dan akses penggunaan teknologi Skill development yaitu pelatihan, penyusunan rencana usaha, pelatihan manajemen dan sebagainya Seed capital yaiu penyediaan dana awal usaha serta upaya memperoleh akses permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan Sinergy yaitu penciptaan jaringan usaha baik antar usaha baik usaha lokal maupun internasional
3. 4. 5. 6. 7.
Fasilitas Dasar Tenant BIT
Untuk lebih jelas apakah BIT telah memiliki fasilitas dasar tenant, maka dikemukakan tahapan inkubasi yang dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yang dilakukan oleh BIT a. Pra-inkubasi Dalam tahapan ini BIT melakukan beberapa kegiatan untuk menjaring calon mitra yang akan diinkubasi dan calon mitra yang akan menjadi investor. Adapun komunitas yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah komunitas ABG (Akademisi, Bisnis, dan Government/Pemerintah) dan kegiatan tersebut meliputi : 1) Road show dan pameran Kegiatan ini bertujuan untuk menjaring komunitas ABG yang memiliki potensi untuk menjadi mitra dan juga berguna sebagai sarana promosi terhadap peranan BIT dalam membangun UKM di Indonesia, melalui hasil-hasil produk yang telah berhasil diinkubasi. 2) Technopreneurship program Tujuan dari kegiatan ini sebagai media untuk meningkatkan entrepreneur inovatif berbasis teknologi. Kegiatan spesifik yang dilakukan adalah workshop dan training berbasis teknologi dengan beberapa lembaga dan yayasan yang dianggap kompeten sebagai nara sumber.
94
3) InTim Software Salah
satu
fasilitasi
pendukung
yang
disediakan
oleh
BIT
guna
memaksimalkan peranannya sebagai lembaga intermediasi adalah InTim (Indonesian Network for Technology-Industry Matching). InTim berfungsi untuk mensinergikan antara penawaran teknologi (TO) yang dihasilkan oleh litbangyasa dan permintaan teknologi (TR) yang dibutuhkan oleh industri. 4) Temu bisnis Setelah menjalin mitra-mitra potensial melalui beberapa kegiatan seperti roadshow, pameran dan technopreneurship program, serta didukung dengan software InTim, maka dihasilkan daftar calon mitra
dan tenant BIT. Untuk
memfasilitasi pertemuan antar calon mitra potensial tersebut BIT mengadakan kegiatan temu bisnis, dimana dalam acara tersebut diharapkan terjadi kesepakatan antara calon mitra potensial, sehingga dapat dilanjutkan pada proses inkubasi. b. Inkubasi Setelah melalui tahapan pra-inkubasi maka didapat tenant tetap BIT melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BIT dengan tenant. Adapun fasilitas yang disediakan selama masa inkubasi adalah : 1) Fasilitas kantor Tipe tenant yang diinkubasi oleh BIT ada 2 (dua) yaitu inwall tenant dan otwall tenant. Outwall tenant adalah tenant yang melakukan aktifitas inkubasi diluar areal perkantoran BIT, dalam arti bahwa tenant tersebut sudah memiliki fasilitas ruang kantor sendiri. Sedangkan inwall tenant adalah tenant yang melakukan aktifitas inkubasi di dalam areal perkantoran BIT, dalam arti tenant tersebut menggunakan fasilitas perkantoran yang disediakan. Adapun luas ruang perkantoran bervariasi tergantung dari kebutuhan tenant tersebut. 2) Fasilitas laboratorium uji produksi Untuk mendukung proses inkubasi secara maksimal, selain menyediakan fasilitas ruang kantor, juga sediakan fasilitas laboratorium uji produk yang telah disesuaikan jenis produk yang sedang diinkubasi oleh setiap tenant. Dalam memaksimalkan penyediaan fasilitas laboratorium uji produk, BIT juga bekerjasama dengan pihak penyedia jasa layanan laboratorium uji produk yang terkait.
95
3) Fasilitas mentoring dan konsultasi Dalam rangka meningkatkan kualitas dari para tenant, baik dalam hal teknologi yang dikembangkan maupun dalam manajemen bisnis, BIT sebagai fasilitator menyediakan fasilitas mentoring atau konsultasi untuk membantu para tenant dalam menghadapi berbagai macam hambatan. Adapun kegiatan mentoring yang dilakukan adalah mentoring teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tenant, mentoring bisnis, mentoring pemasaran dan mentoring keuangan. 4) Survei konsumen dan uji pasar Tujuan utama dari suvei konsumen dan uji pasar adalah untuk menghitung persentase jumlah konsumen dan nilai jual terhadap produk yang akan dipublikasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya tarik atau minat pasar terhadap produk tersebut, sehingga produsen dapat memperkirakan profit dan pertumbuhan ekonomi dari hasil penjualan produk. Sebagai fasilitator BIT memfasilitasi melalui jasa konsultasi dan konsultan survei, sehingga para tenant memperoleh data yang akurat mengenai hasil survei konsumen dan uji pasar terhadap produk yang akan dijual. 5) Sertifikasi produk/product license Sertifikat produk adalah sebuah bentuk pengakuan secara tertulis yang mengatakan bahwa suatu produk telah teruji sesuai dengan standar nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh konsumen secara aman. Mengingat pentingnya sertifikat produk bagi para produsen, dalam hal ini adalah tenant, maka BIT – BPPT memfasilitasi proses sertifikasi produk melalui konsultan yang dianggap kompeten dalam bidangnya. c. Pasca-inkubasi Pasca inkubasi adalah tahapan dimana tenant dikatakan telah lulus dari fase inkubasi, yang artinya secara teknologi, manajemen bisnis, pemasaran dan keuangan telah mampu secara mandiri untuk memproduksi dan memasarkan hasil produknya. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut BIT dalam tahapan ini berperan sebagai mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra investor melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program, dimana pada kegiatan ini mendiskusikan mengenai masalah pendanaan dan sharing profit.
96
4.2.3 Fungsi Lembaga Intermediasi Sebuah lembaga harus memenuhi beberapa kriteria khusus yang harus dimiliki agar dapat dikatakan sebagai LI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga penghubung dan memberikan layanan secara optimal dan terpadu kepada UKM . Berdasarkan karakteristik, kondisi dan analisis fungsi organisasi dan fungsi inkubator bahwa BIT cukup memenuhi kriteria khusus sebagai lembaga intermediasi karena telah mempunyai SDM yang memadai, sarana dan prasarana yang memadai, memiliki program kerja. Khusus untuk kerjasama (networking) memang saat ini, kondisi networking BIT masih lemah. Secara umum networking BIT sebenarnya cukup luas dengan beberapa lembaga yang mendukung kegiatan pembinaan UKM yang dilakukan oleh BIT seperti lembaga keuangan bank/non bank, lembaga litbang, dan lain-lain. Tetapi networking yang dimiliki BIT masih lemah, karena komitmen lembaga-lembaga yang bekerjasama dengan BIT tersebut masih lemah. Seharusnya networking yang telah dibentuk harus diperkuat dengan perjanjian kerjasama yang jelas sehingga komitmennya menjadi kuat dalam rangka meningkatkan daya saing UKM sesuai tugas pokok dan fungsi dari masing-masing lembaga tersebut. Analisis fungsi LI yaitu layanan yang dimiliki BIT untuk UKM, berdasarkan 4 (empat) layanan minimal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga intermediasi adalah sebagai berikut : 1. Layanan pengembangan teknologi BIT merupakan lembaga intermediasi yang dibentuk oleh BPPT, dimana BPPT merupakan salah satu lembaga penghasil dan pemberi rekomendasi teknologi di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas fungsi layanan teknologi telah dimiliki oleh BIT. Selain itu untuk memperkuat layanan teknologi yang diberikan, BIT juga melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang pemerintah yang lain yang berada dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (KRT). BIT juga bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta seperti IPB, UI, ITB, ITS dan lain-lain. Berkaitan dengan layanan teknologi, BIT juga menyediakan fasilitas laboratorium uji produk yang telah disesuaikan jenis produk yang sedang
97
diinkubasi oleh setiap tenant. Dalam memaksimalkan penyediaan fasilitas laboratorium uji produk, BIT juga bekerjasama dengan pihak penyedia jasa layanan laboratorium uji produk yang terkait. Dalam rangka meningkatkan kualitas dari para tenant, baik dalam hal teknologi yang dikembangkan maupun dalam manajemen bisnis, BIT sebagai fasilitator menyediakan fasilitas mentoring atau konsultasi untuk membantu para tenant. Adapun kegiatan mentoring yang dilakukan adalah mentoring teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap tenant, mentoring bisnis, mentoring pemasaran dan mentoring keuangan. 2. Layanan pengembangan SDM Jasa layanan pengembangan SDM UKM meliputi: pelatihan, pendampingan, workshop, seminar dan lain-lain. Sebagai inkubator, BIT telah melakukan pelatihan, pendampingan, workshop dan seminar secara berkala dalam rangka peningkatkan kemampuan SDM UKM yang dibina. Berdasarkan hal tersebut, maka BIT telah mempunyai layanan pengembangan SDM. 3. Layanan intermediasi jejaring bisnis/pasar Sebagai pusat jaringan UKM dengan pasar, industri serta jaringan sarana komunikasi dan pemasaran produk berbasis internet, BIT memberikan jasa layanan
intermediasi/jejaring
bisnis
UKM
meliputi
dengan
kegiatan
mempertemukan UKM dengan pasar dan industri, promosi produk-produk UKM melalui pameran-pameran dan internet. Selain itu BIT juga melakukan suvei konsumen dan uji pasar adalah untuk menghitung persentase jumlah konsumen dan nilai jual terhadap produk yang akan dijual oleh UKM binaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya tarik atau minat pasar terhadap produk tersebut, sehingga produsen dapat memperkirakan profit dan pertumbuhan ekonomi dari hasil penjualan produk. Sebagai fasilitator BIT memfasilitasi melalui jasa konsultasi dan konsultan survei, sehingga para tenant memperoleh data yang akurat mengenai hasil survei konsumen dan uji pasar terhadap produk yang akan dijual. BIT untuk memperkuat pasar juga melakukan sertifikat produk yaitu sebuah bentuk pengakuan secara tertulis yang mengatakan bahwa suatu produk telah teruji sesuai dengan standar nasional yang berlaku dan dapat digunakan oleh konsumen secara aman. Mengingat pentingnya sertifikat produk bagi para
98
produsen, dalam hal ini adalah tenant, maka BIT memfasilitasi proses sertifikasi produk melalui konsultan yang dianggap kompeten dalam bidangnya. 4. Layanan fasilitasi akses pembiayaan Memberikan jasa pembiayaan bank dan non bank (pembiayaan berisiko/risk capital) juga dilakukan oleh BIT dan hal ini ditunjukkan dengan beberapa UKM binaan memperoleh pinjaman untuk pengembangan usahanya oleh bank dengan mediasi dari BIT. Jasa layanan fasilitasi akses pembiayaan yang dilakukan oleh BIT
pada
prinsipnya
adalah
mempertemukan
UKM
dengan
lembaga
keuangan/pembiayaan bank dan non bank. 4.3
Perumusan Strategi dan Kelayakan Pengembangan Balai Inkubator Teknologi
4.3.1 Identifikasi Matriks IFE dan Matriks EFE Hasil identifikasi matriks IFE pada Tabel 19 dapat dilihat skor tertinggi untuk kekuatan BIT adalah sebesar 0,452. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kekuatan utama dari BIT adalah jumlah SDM yang memadai. Skor tertinggi kedua sebesar 0,412 menunjukkan kekuatan utama kedua yaitu jumlah dana operasional rutin kantor yang memadai. Dengan mengopimalkan kekuatan yang ada BIT dapat meningkatkan daya saing UKM, tetapi hal tersebut perlu ditunjang dengan pendanaan untuk pembinaan tenant yang memadai dan berjangka panjang. Kelemahan utama BIT ditunjukkan dengan nilai skor tertinggi 0,192. Nilai tersebut menunjukkan kelemahan utama BIT adalah dana untuk pembinaan tenant yang terbatas dan bersifat jangka pendek. Memang selama ini pendanaan BIT yang memadai masih terbatas untuk operasional rutin, sedangkan dana untuk pembinaan tenant masih terbatas yang berjangka pendek saja. Dengan belum ada dana pembinaan tenant yang bersifat jangka panjang dan rutin, mengakibatkan jumlah tenant yang dapat dibina dan dapat dilayani oleh BIT juga masih terbatas.
99
Tabel 19 Matriks IFE Faktor Internal Kekuatan 1) Jumlah SDM yang memadai 2) Jumlah Sarana dan prasarana usaha yang memadai 3) Jumlah dana operasional rutin kantor yang memadai 4) Jumlah layanan yang memadai 5) Komitmen dalam pengelolaan lembaga intermediasi yang kuat Kelemahan 1) Dana untuk pembinaan UKM yang terbatas dan bersifat jangka pendek 2) SDM yang profesional dan full time masih terbatas 3) Networking yang masih lemah 4) Belum mempunyai program pelayanan yang utuh 5) Kegiatan sangat tergantung pada program pemerintah yang bersifat jangka pendek 6) Pemanfaatan sarana dan prasarana belum optimal Total
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
0,113 0,095
4 3
0,452 0,285
0,103
4
0,412
0,100 0,070
3 3
0,300 0,210
0,105
2
0,210
0,065
1
0,065
0,096 0,103
2 1
0,192 0,103
0,095
2
0,190
0,055
2
0,110
1,00
2,529
Skor tertinggi kedua sebesar 0,192 menunjukkan kelemahan utama kedua yaitu networking yang masih lemah. Memiliki networking yang kuat dan luas merupakan hal yang wajib dimiliki oleh LI. Untuk meningkatkan akses teknologi, LI harus mempunyai networking dengan lembaga litbang, untuk meningkatkan akses pembiayaan harus mempunyai networking dengan lembaga keuangan, dan untuk meningkatkan akses pasar harus mempunyai networking dengan pasar. LI tidak hanya mempunyai networking dengan lembaga-lembaga seperti yang disebutkan diatas saja, tetapi harus mempunyai networking dengan lembagalemabaga lainnya yang berhubungan dengan peningkatan daya saing UKM. Untuk memperkuat networking yang masil lemah dari BIT dapat dilakukan dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) secara tertulis dengan lembaga-lembaga yang telah melakukan kerjasama dan berkomitmen untuk membina tenant. Selama ini memang kerjasama yang dilakukan oleh BIT dengan lembaga-lembaga pembiayaan, pemasaran dan lembaga lain yang mendukung kegiatan BIT tidak dilakukan secara tertulis. Diharapkan dengan adanya PKS secara tertulis dapat memperkuat networking BIT yang selama ini menjadi salah
100
satu kelemahan. Selain itu BIT juga terus
memperluas networking dengan
lembaga-lembaga lain sehingga pelayanan yang diberikan kepada UKM dapat lebih optimal dan terpadu. Networking yang dijalin oleh BIT dengan lembagalembaga lain tidak hanya terbatas pada networking yang bersifat semu, tetapi lembaga-lembaga tersebut harus mempunyai komitmen yang kuat. Hasil identifikasi matriks EFE pada Tabel 20, diperoleh nilai skor tertinggi untuk peluang BIT 0,540. Nilai tersebut menunjukkan peluang utama yang dimiliki oleh BIT adalah daya saing UKM yang lemah. Peluang utama kedua ditunjukkan dengan nilai skor 0,480 adalah potensi daerah yang besar. Potensi daerah yang besar merupakan salah satu sumber bahan baku utama yang dapat dimanfaatkan oleh UKM untuk menghasilkan produk-produknya. Daya saing UKM yang lemah ini didukung oleh hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian KUKM (2010) bahwa sebanyak 7.692 unit UKM Indonesia, daya saing produknya ke sesama negara Asean adalah 1.596 unit yang kuat dan 6.096 unit lemah. Daya saing produk domestik dibandingkan produk Cina hanya 796 unit yang kuat dan 5.596 unit lemah dan biaya produksi per unit produk Tiongkok juga lebih rendah ketimbang Indonesia. Faktor ancaman yang menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan eksternal dengan nilai skor tertinggi sebesar 0,260 adalah produk impor yang lebih murah dan sejenis yang diproduksi oleh UKM. Untuk itu BIT harus dapat menciptakan UKM yang dapat memproduksi barang yang dapat berdaya saing dengan produk-produk impor tersebut dan hal ini dapat dilakukan oleh BIT dengan memanfaatkan teknologi hasil dari lembaga litbang di Indonesia. Prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas saat ini selain UKM harus berinovasi menciptakan produk-produk yang dapat memenuhi keinginan pasar, juga sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UKM. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi UKM. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani UKM secara finansial bicara berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan
101
pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai peraturan dan persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UKM. Tabel 20 Matriks EFE Faktor Eksternal Peluang 1) Jumlah UKM yang sangat besar 2) Daya saing UKM yang lemah 3) Potensi daerah yang sangat besar 4) Potensi pasar (dalam dan luar negeri) yang besar 5) Teknologi hasil lembaga litbang yang cukup banyak dan bisa dimanfaatkan Ancaman 1) Dukungan pemerintah yang tidak optimal dan kontinyu 2) Belum ada kebijakan secara khusus mengenai lembaga intermediasi 3) Produk impor yang lebih murah dan sejenis dengan yang diproduksi UKM 4) Iklim usaha yang kurang sehat Total
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (axb)
0,095 0.135 0.120 0.110 0.090
4 4 4 3 3
0,380 0,540 0,480 0,330 0,270
0.155
1
0,155
0.075
2
0,150
0.130 0,090
2 1
0,260 0,090
1,00
2,655
Suatu faktor penting di beberapa daerah yang sangat mengurangi daya saing UKM adalah pungutan liar (pungli) atau sumbangan wajib yang dikenakan pejabat aparat pemerintah. Pungli liar ini tentu saja akan meningkatkan biaya operasi UKM sehingga mengurangi daya saing mereka. Dengan demikian, pungutan liar maupun beban fiskal yang memberatkan perkembangan UKM di daerah harus dihapuskan. Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien dan secara lebih spesisfik The Asia Foundation (2000) diacu dalam Tambunan (2004) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu : (1) Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2)
102
Pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi; (3) Pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif; (4) Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. 4.3.2 Identifikasi Matriks IE Pada Balai Inkubator Teknologi – BPPT, nilai IFE 2,529 dan EFE 2,655 (Gambar 11). Nilai tersebut menunjukkan bahwa strategi pemasaran BIT terletak pada Sel V. Dalam hal ini strategi yang dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan; penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang paling banyak digunakan dalam jenis divisi ini. Organisasi atau perusahaan yang berada dalam Sel V memiliki posisi strategis yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut BIT harus konsentrasi pada pasar (penetrasi pasar) dan jasa (pengembangan jasa layanan) yang ada saat ini merupakan strategi yang paling sesuai. Ketika perusahaan pada Sel V terlalu berpatokan dengan satu produk/jasa tertentu, diversifikasi terkait layanan kiranya dapat membantu mengurangi resiko yang berkaitan dengan jasa yang sempit. Perusahaan yang berada pada Sel V memiliki sumberdaya yang memadai untuk mengambil keuntungan dari berbagai peluang eksternal yang muncul di banyak bidang. Mereka bisa mengambil resiko secara agresif jika perlu (David 2009).
Sel V Posisi BIT
Gambar 11 Matriks IE BIT Keterangan: a. sel I, II, IV = strategi tumbuh dan bina (growth and build) b. sel III, V, VII = jaga dan pertahankan c. sel VI, VIII, IX = panen atau divestasi
103
4.3.3 Analisis SWOT Setelah menyusun kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal melalui matrik EFE dan IFE, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis SWOT. Analisa diagram SWOT memiliki sasaran untuk mengidentifikasi satu dari empat pola atau sel yang terdapat dalam diagram ini menyarankan strategi yang dapat mendukung perusahaan dalam kondisi tersebut. Dalam analisis diagram SWOT skor peluang dikurangi skor ancaman dari matrik EFE dan skor kekuatan dikurangi skor kelemahan dalam matrik IFE. Nilai selisih yang diperoleh dimasukkan kedalam diagram untuk mengetahui kondisi perusahaan dan alternatif strategi. Berdasarkan hasil dari analisis faktor eksternal perusahaan pada matrik EFE diperoleh hasil 1,345 (total skor peluang sebesar 2,000 dikurangi total skor ancaman sebesar 0,655) untuk faktor peluang, sedangkan faktor internal perusahaan pada IFE diperoleh hasil 0,789 (total kekuatan sebesar 1,659 dikurangi total skor untuk kelemahan sebesar 0,970) untuk faktor kekuatan, maka diagram SWOT dapat digambarkan pada gambar 12.
Gambar 12 Diagram SWOT BIT
104
Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa posisi perusahaan berada dikuadran I. Hal tersebut berarti perusahaan memiliki peluang lingkungan sebesar 1,345 dan memiliki kekuatan internal sebesar 0,970, maka strategi yang sesuai dengan kondisi perusahaan adalah strategi agresif atau perluasan untuk memaksimalkan kekuatan internal dan eksternal perusahaan. BIT juga dapat melakukan strategi seperti pengembangan pasar, pengembangan jasa layanan dan inovasi. 4.3.4 Matriks SWOT Matrik SWOT dianalisis dengan menyesuaikan antara peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki BIT, dengan tujuan mengembangkan strategi-strategi alternatif bagi BIT yang mendukung strategi berbenah diri sesuai dengan posisi BIT pada diagram SWOT. Hasil analisis matriks SWOT untuk BIT secara lengkap terdapat pada Tabel 21. Dari kondisi dan posisi BIT pada lingkungan internal maupun eksternal yang terlihat melalui analisis SWOT pada kuadaran I, yang mana menandakan bahwa kondisi BIT sangat kuat dan berpeluang untuk memaksimalkan persaingan dengan melakukan eskpansi, memperbesar pertumbuhan, meraih kemajuan secara maksimal dan memanfaatkan bauran pemasaran (Marketing Mix) seperti tetap menjaga
kualitas
jasa
layanan,
besaran
biaya
pembinaan,
melakukan
promosi/sosialisasi yang efektif, serta distribusi yang efisien. Menurut Swastha (2003) strategi pemasaran yang berhasil umumnya ditentukan dari satu atau beberapa variabel marketing mix, sehingga perusahaan dapat mengembangkan strategi produk, harga, distribusi atau promosi, atau dapat mengkombinasikan variabel-variabel tersebut kedalam suatu rencana strategis secara menyeluruh. Berdasarkan memaksimalkan
hasil
kajian
ini,
menunjukkan
bahwa
BIT
perlu
strategi pemasaran untuk mencapai tujuan lembaga yaitu
menumbuhkembangkan UKM yang inovatif dan meningkatkan daya saing UKM dengan memperhatikan bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari variabel jasa layanan, besaran biaya pembinaan, promosi/sosialisasi dan distribusi. Sehingga semakin banyak lagi UKM yang dapat dibina oleh BIT.
105
Tabel 21 Matriks SWOT BIT FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL Peluang (O) 1. Jumlah UKM yang sangat besar 2. Daya saing UKM yang lemah 3. Potensi daerah yang sangat besar 4. Potensi pasar (dalam dan luar negeri) yang besar 5. Teknologi hasil lembaga litbang yang cukup banyak dan bisa dimanfaatkan
Ancaman (T) 1. Dukungan pemerintah yang tidak optimal dan kontinyu 2. Belum ada kebijakan secara khusus mengenai lembaga intermediasi 3. Produk impor yang lebih murah dan sejenis dengan yang diproduksi UKM 4. Iklim usaha yang kurang sehat
Kekuatan (S) 1. Jumlah SDM yang memadai 2. Jumlah sarana dan prasarana usaha yang memadai 3. Jumlah dana operasional rutin kantor yang memadai 4. Jumlah layanan yang memadai 5. Komitmen dalam pengelolaan inkubator yang kuat
Strategi S-O 1. Meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya untuk meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan (S1, S2, S3, S4,S5, O1,O2) 2. Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil litbang (S4, O2, O4, O5) 3. Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar untuk memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk UKM binaan (S4, O4)
Strategi S-T 1. Meningkatkan sosialisasi dan pendekatan kepada pemerintah untuk mendapatkan dukungan kebijakan khusus lembaga intermediasi (S1, T1, T2, T4) 2. Meningkatkan layanan untuk meningkatkan daya saing produk UKM sehingga dapat bersaing dengan produkproduk impor (S4, T3)
Kelemahan (W) 1. Dana untuk pembinaan tenant yang terbatas dan bersifat jangka pendek 2. SDM yang profesional dan full time masih terbatas 3. Networking yang masih lemah 4. Belum mempunyai program pelayanan yang utuh 5. Kegiatan sangat tergantung pada program pemerintah yang bersifat jangka pendek 6. Pemanfaatan sarana dan prasarana belum optimal Strategi W-O 1. Meningkatkan dana pembinaan jangka panjang guna meningkatkan jumlah UKM binaan (W1, O1) 2. Meningkatkan jumlah SDM profesionalisme untuk meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan (W2, O1, O2) 3. Memperkuat dan meningkatkan networking untuk meningkatkan layanan teknologi dan akses pasar (W3, O4, O5) 4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan untuk memberikan layanan yang utuh (terpadu) guna meningkatkan daya saing UKM (W4, O2) 5. Meningkatkan program-program yang bersifat jangka panjang untuk meningkatkan jumlah UKM binaan (W6, O1) Strategi W-T 1. Meningkatkan pendanaan jangka panjang, SDM profesional, layanan, networking, program, pemanfaatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan daya saing produk UKM sehingga dapat bersaing dengan produk impor (W1, W2, W3, W4, W6, W7, T3)
106
4.3.5 Perumusan Strategi Prioritas Perumusan urutan strategi prioritas dilakukan dengan menggunakan rumusan strategi dari hasil analisis SWOT. Berdasarkan penentuan matriks QSPM diperoleh urutan strategi yang paling menarik untuk diterapkan di BIT adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan (TAS 6,135) 2. Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil lembaga litbang (TAS 4,542) 3. Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar untuk memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk UKM binaan (TAS 4,125)
Tabel 22 Kegiatan operasional yang dapat dilakukan oleh BIT No. a..
Sasaran Meningkatnya pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada.
Kegiatan -
b.
Meningkatkan layanan teknologi.
-
c.
Meningkatkan layanan akses pasar.
-
Strategi 1 Melakukan evaluasi pemanfaatan dan penggunanaan sumberdaya yang ada. Mengidentifikasi sumberdaya yang belum digunakan dan dimanfaatkan. Melakukan perencanaan penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya yang belum dimanfaatkan. Meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan dengan menambah UKM/tenant inwall binaan Strategi 2 Mengevaluasi layanan teknologi yang telah dimiliki. Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan teknologi yang dibutuhkan oleh UKM binaan. Melakukan kerjasama dengan lembaga litbang yang memiliki teknologi yang dibutuhkan oleh UKM binaan. Strategi 3 Mengevaluasi layanan akses pasar yang telah dimiliki. Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan pasar produk-produk UKM binaan. Melakukan survei pasar produk-produk UKM binaan dalam dan luar negeri. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang mempunyai akses pasar produk-produk UKM binaan baik didalam maupun luar negeri.
107
V. 5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karakteristik BIT adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang mempunyai aspek legal atau dasar hukum pembentukannya, dimana jika ditinjau dari jumlah pucuk pimpinan maka struktur organisasi BIT merupakan bentuk organisasi tunggal, dan jika ditinjau dari saluran wewenang, struktur organisasi BIT berbentuk organisasi jalur, fungsional dan staf. Pendanaan BIT sebagian besar dari APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant, selain itu secara fungsi BIT telah memenuhi kelayakan sebagai organisasi yang baik, sebagai inkubator dan sebagai lembaga intermediasi. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan BIT adalah jumlah SDM, dana operasional rutin kantor, sarana, prasarana, layanan dan networking yang memadai serta komitmen yang kuat. 3. Strategi pengembangan BIT agar peran dan fungsinya lebih optimal dapat dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada dengan menambah UKM binaannya, meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil lembaga litbang, serta menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar dengan memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk UKM binaan. 5.2
Saran
1. Mengingat
pentingnya
peranan
LI,
maka
BIT
harus
melakukan
sosialisasi/promosi dan kampanye yang terstruktur serta terus menerus mengenai peranan, fungsi dan pentingnya LI sebagai instrumen dalam meningkatkan daya saing UKM, menciptakan wirasusaha baru berbasis teknologi. 2. Untuk mengoptimalkan peran dan fungsi LI harus didukung pendanaan yang memadai dan terstruktur, SDM profesional, layanan, networking, sarana dan prasarana yang memadai, komitmen yang kuat serta dikelola secara profesional.
108
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih S. 2000. Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta. BD Bank Dunia. 2007. Enterprise Surveys 2007, World Bank Group, Private Sector Resources). BI Bank Indonesia. 2001. Peraturan Bank Indonesia No. 3/2/PBI/2001yang berkaitan dengan Pemberian Kredit Usaha Kecil. BIT Balai Inkubator Teknologi. 2003. Profil Balai Inkubator Teknologi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. ______. 2010. Laporan Kegiatan Tahun 2010 Balai Inkubator Teknologi. Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. BPS Badan Pusat Statistik. 2006. Sensus Ekonomi 2006. Badan Pusat Statistik. Jakarta. David FR. 2009. Konsep Manajemen Strategis. Salemba Empat. Jakarta. Dipta IW. 2003. Inkubator Bisnis dan Teknologi sebagai Wahana Pengembangan Usaha Kecil Memasuki Era Global. Kementerian Koperasi , Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. Freeman C. 1995. The National System of Innovation. in Historical Perspective. Cambridge Journal of Economics. Page 5-24. Handoko H 1995. Organisasi Perusahaan. PBFE. Yogyakarta. Herujito YM. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Grasindo. Jakarta Hewick L. 2006. Canadian Business Incubator, paper on seminar International Best Practices For Increasing Incubator Efficiencies, Jakarta. Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Ghalia Indonesia. Bogor. K-KUKM Kementerian Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah. 1999. Pedoman Pembinaan Pengusaha Kecil Melalui Inkubator. Jakarta. ________. 2010. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2007 – 2009. Jakarta ________. 2011. Surat Keputusan Menteri KUKM No. 81.3/Kep/M.KUKM/ VIII/2002 tentang Petunjuk Teknis Perkuatan Permodalan Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi dan Lembaga Keuangan dengan Penyediaan Modal Awal dan Padanan Melalui Inkubator, Jakarta. Keputusan Kepala BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT. Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
109
Keputusan Presiden No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Kinnear TC and Taylor JR. 1991. Marketing Research, An Applied Approach. Mc Graw Hill. New York. KRT Kementerian Riset dan Teknologi. 2008. Materi Rakor Ristek 2008. Kementerian Riset dan Teknologi. Jakarta Marimin. 2008. Pengambilan Keputusan: Kriteria Majemuk. Hlm 58 – 63. Grasindo. Jakarta Moekijat. 1993. Pengembangan Organisasi. Bandung. Remaja Rosdakarya. Mulyadi AW. 2008. Kumpulan Pengalaman Lembaga Intermediasi di Berbagai Negara. Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi-PKT. BPPT. Jakarta. OECD Organisation for Economic Co-Operation and Development.1997. The National System of Innovation. Paris. PI-UMKM Pusat Inovasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 2008. Pedoman Pembentukan Pusat Inovasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Jakarta PPKDT Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi. 2006. Difusi Teknologi. P2KDT. PKT. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Panggabean R. 2007. Profil Inkubator dalam Penciptaan Wirausaha Baru. Kementerian KUKM. Jakarta Peraturan Pemerintah (PP) No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 Bab 22. Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual. Prayitno KB, A Hardiyanto dan Arwanto. 2005. Mekanisme Difusi Teknologi. Difusi Teknologi: Teori, Pendekatan dan Pengalaman. Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi. BPPT. Jakarta Prayitno KB. 2009. Pemetaan Unsur Pendukung UMKM Inovatif. Laporan Penelitian. Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi. BPPT. Jakarta Rahayu. 2005. Analisis Pernan Perusahaan Modal Ventura dalam Mengembangkan UKM di Indonesia. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional. Jakarta Robbin SP. 1994. Teori Organisasi (Struktur, Desain & Aplikasi). Terjemahan oleh Jusuf Udaya, Lic, Ec. Arcan. Jakarta. Salusu J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. PT Gramedia. Jakarta Setyobudi S. 2007. Peran serta Bank Indonesia dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Bank Indonesia. Jakarta
110
Siagian PS. 1995. Manajemen Strategik. Bumi Aksara. Jakarta ________. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. PT. Bumi Aksara. Jakarta Soekarton.1992. Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada Press. Yogjakarta. Sutarto. 2006. Dasar-Dasar Organisasi. Gadjah Mada Press. Yogjakarta Swastha B. 2003. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty. Yogyakarta. Tambunan T. 2000. Development of Small-Scale Industries during the New Order Government in Indonesia, Aldershot: Ashgate. _________. 2004. Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM. Pusat Studi Industri. Universitas Trisakti. Hlm 4-6. Jakarta _________. 2006. Development of Small & Medium Enterprises in Indonesia from the Asia-Pacific Perspective, LPFE-Usakti. Jakarta Taufik TA. 2005. Pengembangan Sistem Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan. P2KTPUDPKM-BPPT. Jakarta. _________. 2009. Kebijakan Inovasi di Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. _________. 2000. Sistem Inovasi. Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Umar H. 2005. Strategic Management in Action : Konsep, Teori dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis. Gramedia. Jakarta Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Urata S, 2000. Policy Recommendations for SME Promotion in Indonesia. Report to the Coordination Ministry of Economy, Finance and Industry, Jakarta. Wahyudi AS. 1996. Manajemen Strategik, Pengantar Proses Berpikir Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta. WB Word Bank. 2007. Enterprise Surveys 2007. World Bank Group, Private Sector Resources).
Lampiran 1. Rekapitulasi karakteristik Balai Inkubator Teknologi No.
Karakteristik
1.
Mulai berdiri
2.
Aspek legal
3.
Visi, misi dan tujuan
Keterangan Didirikan April 2001 dengan nama Balai Inkubasi Teknologi (BIT), berada di bawah koordinasi Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi – BPPT. 1. Keppres No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; 2. Keppres No. 30 /2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 103/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; 3. Keputusan Ka. BPPT No. 102 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi BPPT. Visi: menjadi pusat unggulan inkubasi teknologi dalam rangka mewujudkan wirausaha baru yang tangguh, mandiri dan berdaya saing Misi: 1. Wahana terkemuka dalam pengembangan wirausaha baru berbasis teknologi atau inovasi; 2. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi UKM yang berbasis teknologi atau inovasi; 3. Mitra terpercaya dalam mengelola jaringan kerjasama antara tenant, lembaga litbang, perguruan tinggi, lembaga keuangan dan dunia usaha; 4. Pusat askes informasi ke lembaga litbang, jaringan profesional, teknologi dan investasi. Tujuan : adalah sebagai wahana untuk menciptakan enterpreneur inovatif dari kalangan mitra ABG (Academic, Business, Government) sehingga dapat menjadi unit usaha baru yang berbasis teknologi atau inovasi yang memiliki daya saing, tangguh dan mandiri.
111
4.
Struktur organisasi
5. 6.
Periode inkubasi Persyaratan tenant
1-3 tahun 1. Ide atau gagasannya memiliki potensi komersial. 2. Berpotensi menciptakan lapangan kerja. 3. Adanya kesamaan antara kebutuhan tenant dan layanan yang diberikan BIT-BPPT. 4. Intensitas litbang besar dan produknya berbasis teknologi atau inovasi. 5. Mempunyai teamwork yang potensial. 6. Secara pribadi memiliki potensial kemampuan kewirausahaan. 7. Memiliki suatu rencana bisnis yang berisi fokus utama bisnisnya, informasi pasar, pesaing, konsumen dan perkiraan cashflow.
7.
Alur seleksi dan pembinaan tenant
8.
Jasa layanan
1. Pra inkubasi a. Road show dan pameran b. Technopreneurship program c. InTim Software d. Temu bisnis 2. Inkubasi a. Fasilitasi kantor b. Fasilitasi laboratorium uji produksi c. Fasilitasi mentoring dan konsultasi d. Survei konsumen dan uji pasar e. Sertifikasi produk
113
9.
Infrastruktur yang disediakan
10. 11.
Fokus sasaran Jenis industri tenant
12.
Jenis dan jumlah rata-rata tenant setiap tahun Monitoring tenant Sumber dana inkubator Sumber dana tenant Jumlah karyawan Status karyawan Hubungan tenant dengan inkubator Rasio jumlah karyawan dengan jumlah tenant Permasalahan utama
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
3. Pasca inkubasi Mediator untuk mempertemukan tenant dan mitra investor melalui kegiatan temu bisnis dan technopreneurship program 1. Ruangan 2. Sarana dan prasarana perkantoran Tenant berbasis teknologi a. Industri manufaktur (50 %). b. Industri kreatif ( 30 %). c. Industri agroindustri (20 %). a. Inwall tenant 6 b. Outwall tenant 14 Selalu dilakukan oleh Licenses Officers (LO) setiap 3 bulanan. Murni program dari BPPT yang bersumber dari dana APBN APBN dan sebagian kecil dari mitra dan tenant. 30 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Hubungan pembinaan 1:1 1. Ketersediaan dana untuk pembinaan tenant yang sifatnya jangka panjang 2. Networking.yang masih lemah
117
Lampiran 5 Daftar calon inwall tenant yang akan diinkubasi BIT tahun 2011
Produk Electro Cardiografi (EKG)
Keterangan Electro Kardiografi adalah Alat untuk memantau kondisi denyut jantung tubuh
Leasson Officer Suryo Hadiyono
Manfaat Produk : Mendeteksi dini kelainan fungsi jantung Status teknologi: siap diproduksi Calon Mitra : Inkubasi : mitra investasi, Uji produksi, alpha dan beta test dan mentoring Gelatin Halal
Engine Rusnas / Silent Genset
Gelatin merupakan protein yang diekstrak dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen hewan. Manfaat Produk : Dapat diaplikasi pada produk pangan dan non pangan sebagai bahan penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), pengikat (binder) Status Teknologi: level 6 telah dihasilkan dan diuji coba pada lingkungan yang relevan Calon Mitra : PT. Muhara Dwitunggal Laju, Citereup Jabar Inkubasi: Uji produksi, alpha dan beta test dan mentoring Engine Rusnas merupakan mesin multi guna berkapasitas 500cc. Manfaat Produk : Dapat diaplikasikan pada kendaraan fungsi khusus seperti micro car, transportasi air, silent genset, dll Calon Mitra: PT. NEFA, PT. INKA, PT. ITM, PT. CNG GLOBAL, PT. Intanjaya Agro Megah Abadi. Status : Pengembangan untuk aplikasi produk pada micro car Inkubasi : Uji produksi, alpha dan beta test, serta mentoring
Ai Nelly
Moh Hamdani
118
Nano Powder
Nano Powder merupakan bubuk nano partikel dengan jenis dan fungsi yang beragam.
Ai Nelly
Kantong Aspal
Manfaat Produk : Aplikasi di dunia Industri, contoh sebagai penguat bahan komposit berbagai produk, aplikasi pada pelapis permukaan (cat), serta tekstil berfungsi khusus. Status : tahap uji coba produksi Calon Mitra : CV. Nanotech Indonesia, PT. Catur Elang Perkasa. Inkubasi : Uji Produksi, alpha dan betha test, mentoring. Kantong aspal merupakan produk yang berfungsi sebagai kemasan aspal yang efektif.
Eddy HP. Entum
Aloe Gel Liquid Extractor
Manfaat Produk : Selain sebagai kantong aspal juga sebagai bahan adiftif yang dapat meningkatkan kualitas aspal. Status : Sudah sesuai dengan properties produk benchmark, sedang dilakukan pengembangan untuk aplikasi pada prototipe Calon Mitra : PT. JAYA Trade, PT. PERTAMINA, Cilacap Inkubasi : Mitra Investasi, Peralatan pendukung aplikasi produk, Uji Produksi, alpha dan beta test, mentoring. Merupakan mesin pembuat ekstrak daun Lidah Buaya (Aloe Vera)
Teguh D. Cahyanto
Manfaat Produk : Sebagai alat produksi pangan yang ekonomis dengan proses industri berskala IKM Status: sudah diaplikasikan, kurang beberapa modul dan penyempurnaan. Calon Mitra: CV. Prima Indonesia, Bali Inkubasi : Pembuatan peralatan pendukung, uji produksi, alpha dan betha test, mentoring.