POTENSI DAN NILAI STRATEGIS WILAYAH PERBATASAN NEGARA : PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA Oleh : Kol. CTP Drs. Umar S. Tarmansyah, Puslitbang Indhan Balitbang Dephan PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara maritim telah mendapatkan pengukuhan statusnya dengan Hukum Laut Internasional 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982). Dengan demikian NKRI telah mendapat jaminan atas hak-haknya sebagai negara maritim, namun juga dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya di laut terhadap dunia (pelayaran) Internasional. Berkah yang diberikan UNCLOS 1982 ini sepatutnya kita syukuri, karena Indonesia-lah negara yang paling diuntungkan, mengingat NKRI adalah negara maritim yang memiliki wilayah perairan terluas, lebih luas dari wilayah daratan (3x luas daratan : luas daratan 2.027 km2, luas perairan 6.184.280 km2) 1 UNCLOS 1982 merupakan Hukum dasar/pokok di bidang kelautan telah mengatur rejimrejim hukum laut yang selama + 25 tahun diperjuangkan Indonesia, yaitu ketentuanketentuan tentang : perairan pedalaman (inland waters), perairan kepulauan (Archipelagic waters), laut wilayah/teritorial (Territorial waters), landas kontinen (Continental Shelf), zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan zona tambahan. Dalam UNCLOS tersebut memuat ketentuan/ peraturan tentang bagaimana menentukan titik pangkal (base points), garis pangkal (base lines) dan ketentuan jarak serta cara-cara penentuan setiap rejim perairan.6 Sebagai konsekwensi dari adanya rejim Hukum Laut Internasional (HLI), Indonesia dihadapkan pada beban tugas yang berat yaitu mengelaborasi dan menjabarkan HLI ini untuk kepentingan sendiri dan untuk pengaturan lalulintas laut internasional yang cukup padat (karena kedudukan wilayah NKRI yang strategis) serta melaksanakan perundingan dengan negara-negara tetangga untuk menentukan batas perairan, semua itu perlu dilakukan dalam rangka penegakan wilayah kedaulatan NKRI.
Beratnya Permasalahan vis a vis Kemampuan yang Terbatas. Sudah seperempat abad UNCLOS 1982 diberlakukan, tetapi belum begitu banyak tugas-tugas tersebut di atas telah kita rampungkan. Masalahnya adalah, kita tidak memiliki ahli hukum laut yang cukup dan anggaran/finansial yang sangat terbatas, padahal tugas-tugas tersebut memerlukan biaya sangat besar. Di lain pihak begitu luas dan panjangnya perbatasan darat dan perairan negara-negara yang harus ditetapkan/ dikukuhkan dengan kesepakatan bersama. Ada 3 negara yang berbatasan darat dengan NKRI yaitu Malaysia,PNG dan Timor Leste dan ada 10 negara yang berbatasan laut dengan NKRI yaitu : Malaysia, Singapura, Thailand, India, Singapura, PNG, Australia, Vietnam, Filipina dan Palos.9 Sebagian besar negara-negara tersebut berada
di sebelah utara NKRI yang relatif penduduknya lebih padat daripada penduduk pulaupulau Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara tersebut yaitu : Kalimantan, Sulawesi, Kep. Maluku dan Papua. Permasalahan kawasan perbatasan darat dirasakan lebih berat dan lebih rumit. Penegasan garis batas (border lines) antara RI Malaysia di Pulau Kalimantan yang telah dikerjakan sejak 1975, sepanjang + 2004 km hingga saat ini belum tuntas diundangkan, karena ada permasalahan (perbedaan pandangan) pada sejumlah segmen batas yang belum disepakati. Demikian pula dengan perbatasan darat RI PNG di Papua (+ 715 km) dan RI Timor Leste di Pulau Timor (+ 150 km). 2 Padahal keberadaan garis batas yang sudah sah secara hukum adalah sangat penting karena border lines ini merupakan prasarana utama penegakan wilayah kedaulatan negara sekaligus merupakan sarana perekat kesatuan bangsa. Penetapan batas wilayah negara di darat lebih sulit, karena menyangkut banyak faktor kendala yaitu : * Sumberdaya alam (SDA), * Kesamaan etnik penduduk, beserta tradisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya dan agama/ kepercayaan, *Kondisi geografis/geomorfologis zona perbatasan dan *Perbedaan pandangan dari dua negara yang berbatasan. Namun bagaimanapun batas negara adalah sesuatu yang wajib adanya, karena menjadi satu persyaratan berdirinya sebuah negara yang menyebutkan adanya suatu wilayah yang pasti; yang tentunya jelas batas-batasnya. Bilamana batas yang legal/tetap belum dapat diwujudkan, paling tidak harus ada kesepakatan batas sementara (provisional arrangement). Tanpa adanya border lines, pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di zona perbatasan akan sangat susah dicegah dan diberantas.7 Faktor-faktor Penyebab Lemahnya Kondisi Perbatasan Negara. a. Wilayah perbatasan jauh dari pusat pemerintahan, menyebabkan rentang kendali (span of control) dan pengawasan pemerintah terhadap wilayah perbatasan sangat lemah. b. Masih ada beberapa segmen batas (darat dan laut) yang bermasalah (belum ada kesepakatan kedua belah pihak). Sementara itu garis batas yang sudah ditegaskan diukur dan diberi patok batas juga belum ditetapkan secara hukum. 2 c. Keterbatasan kemampuan dan kekuatan aparatur keamanan perbatasan menyebabkan lemahnya pencegahan, penangkalan dan pemberantasan aktivitas pelanggaran batas dan kejahatan yang terjadi di daerah perbatasan. d. Medan yang berat dan jauhnya kawasan perbatasan dari pusat-pusat pemerintahan serta permukiman penduduk, memberikan peluang yang besar terjadinya border crimes
seperti : illegal logging/mining/fishing, human trafficking, penyelundupan senjata/narkoba/miras/sembako, illegal immigration, perompakan (piracy) dan lain-lain. e. Rendahnya kesadaran geografi maritim, sehingga masyarakat kita tidak memiliki kebanggaan atas wilayah perairan yang luas dan kaya sumberdaya. Hal ini terbukti dengan hanya sedikitnya penduduk Indonesia yang berkiprah/bermata pencaharian di laut. 10 f. Lemahnya hukum dan peraturan perundang-undangan perbatasan. Hal ini tidak lepas dari belum absahnya (legal) garis batas negara karena peraturan perundangundangan tersebut, salah satu rujukan utamanya adalah garis batas negara yang sudah tetap/absah belum ada. 3 g. Kevakuman aktivitas di kawasan perbatasan. Penduduk perbatasan yang sangat jarang menyebabkan rendahnya aktivitas penduduk bahkan pada kawasan pedalaman perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut yang letaknya sangat jauh dari pulau-pulau berpenduduk sama sekali tidak ada aktivitas. 10 Selama puluhan tahun sejak kemerdekaan, masyarakat perbatasan hampir tidak mengalami kemajuan yang berarti, selama itu pula sebagai daerah khusus tidak ada program pembangunan khusus untuk meningkatkan keberdayaan kawasan perbatasan. Selama ini kawasan perbatasan diperlakukan sebagai daerah belakang (periphery areas).7 Itulah yang menyebabkan penduduk perbatasan kita khususnya di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, tingkat kesejahteraannya jauh lebih rendah daripada penduduk perbatasan Malaysia, Vietnam dan Filipina, yang mengalami tingkat kemajuan yang lebih pesat. Oleh karena itulah dapat dipahami kalau kawasan perbatasan kita baik di darat maupun di laut sering menjadi ajang kegiatan kriminal yang dari waktu ke waktu semakin marak. Hal ini dipengaruhi oleh posisi NKRI yang strategis sebagai wilayah perlintasan perdagangan antara Barat (Eropa) dan Timur (Asia Timur). Strategi Penanggulangan Pelanggaran dan Kejahatan Di Wilayah Perbatasan. Pencurian kekayaan alam kita dari laut khususnya ikan yang bernilai puluhan trilyun rupiah pertahun cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan para pencuri itu semakin meningkat jumlahnya, mereka menggunakan wahana dan sarana penangkapan ikan yang semakin canggih dan modern. Disisi lain aparat Kamla kita tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Untuk itu diperlukan strategi penanggulang-an kejahatan perairan perbatasan yang efektif, sistematis dan handal. Dalam strategi penanggulangan ini meliputi : pencegahan, penangkalan dan pemberantasan. Melalui strategi pencegahan dan penanggulangan bertujuan untuk mencegah atau setidaknya meminimalkan terjadinya kejahatan. Strategi penanggulangan kejahatan maritim di kawasan perbatasan ini hanya mungkin dapat dibangun dengan melibatkan banyak pihak yang terkait dalam suatu kerjasama yang sinergis, dirancang secara konsepsional, terpadu melibatkan instansi/ lembaga departemen/nondep, perguruan tinggi dan LSM yang terkait. Keterlibatan LSM
(peminat/pecinta kelautan) dan perguruan tinggi diperlukan karena dalam membangun strategi ini perlu menggunakan pendekatan kajian ilmiah dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.6 Hal ini merupakan suatu tuntutan yang diharapkan dapat menjawab tantangan para pelaku kriminal yang menggunakan kapal, sarana dan perlengkapan yang semakin canggih. Selain mencuri ikan, mereka juga mengincar kekayaan laut yang lain seperti harta karun, endapan mineral, koral dan lain-lain. Hingga saat ini kita ketahui baru sedikit sumber kekayaan laut nusantara yang sudah dieksplorasi dan dieksploitasi, karena kemampuan kita yang rendah dihadapkan pada perairan yang begitu luas. Beberapa temuan spektakuler sumberdaya mineral bawah air seperti sumber minyak bumi bawah laut sebagian besar dilaksanakan dari hasil kerjasama dengan perusahaan negara asing. Selain minyak bumi, banyak lubuk dan palung laut kita kaya dengan endapan mangan, timah, pasir besi, cebakan emas, perak dan lain-lain dengan kandungan sangat besar.7 Tetapi dikarenakan Indonesia belum memiliki kemampuan yang memadai hingga saat ini sumber mineral berharga tersebut masih tetap tersimpan di dasar laut. Sehubungan dengan itu, upaya-upaya yang disarankan untuk dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menambah jumlah dan meningkatkan kemampuan serta pemberdayaan aparat keamanan yang ditempatkan di wilayah perbatasan darat dan laut. Untuk kesatuan TNI misalnya melalui TMMD, Karya Bhakti dan Operasi Bhakti untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna menumbuhkan kesadaran bela negara serta rasa kebangsaan. 2. Menuntaskan penyelesaian masalah penetapan garis perbatasan dan masalahmasalah krusial lainnya yang sering terjadi di kawasan perbatasan darat seperti para pelintas batas tradisional dari kedua negara, kolaborasi antara penduduk perbatasan dengan cukong-cukong dari negara tetangga untuk perbuatan jahat seperti illegal logging, illegal mining, human trafficking, smugling, dan lain-lain. Untuk perbatasan laut, melanjutkan kembali pertemuan bilateral guna menyelesaikan atau mencapai kesepakatan perbatasan laut kedua negara dan meningkatkan kegiatan patroli terkoordinasi dengan negara-negara tetangga. 3. Menambah jumlah penduduk perbatasan terutama pada lokasi strategis, wilayah rawan kejahatan dan pulau-pulau terpencil. Penambahan ini dapat dilakukan melalui program transmigrasi atau relokasi penduduk dari wilayah perbatasan yang padat ke wilayah yang kosong namun cukup potensial untuk berkembang. Program transmigrasi yang disarankan adalah program transmigrasi pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan atau pola NIR (Nelayan Inti Rakyat) untuk daerah perbatasan pantai dan pulau-pulau terpencil. Dengan demikian, bersama-an dengan itu harus dibangun perusahaan inti perkebunan dan nelayan yang melibatkan perusahaan BUMN, BUMD dan Swasta nasional. 4. Mengubah paradigma dan pandangan yang selama ini memandang dan memperlakukan wilayah perbatasan sebagai daerah belakang (periphery areas) menjadi daerah depan (frontier areas). Dengan paradigma baru tersebut diharap-kan daerah perbatasan
mendapat kesempatan/prioritas dalam pembangunan dan pembinaan khusus di segala bidang. Dampak dari pembangunan dan pembinaan wiltas ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang pada gilirannya dapat meningkatkan rasa kebangsaan, cinta tanah air dan kesiapan bela negara serta kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. 5. Menambah porsi pelajaran geografi nasional, termasuk grografi maritim Indonesia pada kurikulum pendidikan mulai tingkat dasar (SD) dan lanjutan (SMP dan SMU). Tujuannya agar semua WNI sejak dini sudah mengenal wilayah tanah airnya yang luas dengan lokasinya strategis dalam konstelasi/interelasi hubungan Barat dan Timur, sehingga karenanya memiliki nilai geopolitik yang tinggi. 6. Mengembangkan produk hukum, peraturan dan perundang-undangan yang mengenai problematika daerah perbatasan, baik darat maupun laut serta perjanjian perbatasan antara RI dengan negara tetangga dalam menangani kejahatan lintas negara (transborder crimes) seperti smugling (penyelundupan), human trafficking dan terrorism. Untuk perbatasan wilayah perairan banyak produk hukum yang dapat dibuat dengan cara mengelaborasi dan menjabarkan pasal-pasal dan kaidah hukum yang bersumber dari Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982). 7. Pelibatan berbagai pihak (stokeholders) dari kalangan pemerintah dan masyarakat guna membangun kebersamaan dan kesatuan dalam menghadapi segala bentuk ancaman dan gangguan keamanan dan kejahatan bersenjata maupun non bersenjata. Kegiatannya dapat dilakukan dalam bentuk penyuluhan- penyuluhan di bidang hukum, keamanan, ketertiban dan ketahanan masyarakat. Kondisi dan Pemberdayaan Perbatasan Negara Untuk menjadikan nilai strategis wilayah perbatasan agar berdayaguna, maka wilayah perbatasan tersebut harus dibangun, dibina, dan diberdayakan. Artinya ada upaya yang sungguh-sungguh dan terprogram, sehingga dari tahun ke tahun wilayah perbatasan mengalami kemajuan. Berbicara tentang zona wilayah perbatasan negara, meliputi segala sumberdaya yang ada didalamnya, yaitu sumberdaya alam (SDA), sumberdaya buatan (SDB), sumberdaya manusia (SDM), sarana prasarana (Sarpras), tata nilai, Iptek dan wilayah itu sendiri sebagai ruang. Dalam ”bahasa” Binter (pembinaan teritorial), SDA, SDB, Sarpras dan wilayah termasuk dalam ranah ”geografi”, SDM masuk dalam ranah ”demografi” dan sumberdaya yang lainnya termasuk ke dalam ranah ”kondisi sosial”. Pemberdayaan sumberdaya yang satu dengan sumberdaya yang lainnya saling mempengaruhi secara positif, demikian pula sebaliknya kerusakan terhadap salah satu sumberdaya akan berpengaruh negatif terhadap sumberdaya lainnya.7 Oleh karena itu perbedaan ketiga ranah Binter itu tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus secara bersamaan, sinergis, dan terkendali. Kondisi Perbatasan
1. Kondisi Geografi (wilayah, SDA, SDB, Sarpras). Kondisi zona perbatasan darat NKRI pada umumnya relatif lemah. Wilayah yang terdiri dari medan dengan topografi kasar, terbukit/bergunung yang dicabik-cabik oleh lembah aliran sungai. SDA-nya secara homogen didominasi oleh hutan alam (primer dan sekunder) dengan kondisi lahan yang miskin. SDB nya sangat terbatas, berupa jaringan jalan sederhana dan jalan setapak. Jalan diperkeras/aspal sangat terbatas pada akses ke Poslintas Batas. Medan yang berat sangat menyulitkan pembuatan jalan raya. Sarprasnya berupa permukiman dengan prasarana yang sangat sederhana. Pilar-pilar batas sebagai sarana penegakan hukum dan kedaulatan wilayah negara (berupa pilar tipe A s/d tipe D), jumlahnya masih sangat sedikit sehingga dari satu pilar ke pilar yang lain jaraknya rata-rata > 100 m (data Ditwilhan Dephan,2003) 2. Kondisi Demografi (SDM). Kepadatan penduduk zona wilayah perbatasan sangat rendah. Penduduk umumnya mengelompok disepanjang aliran sungai, dataran rendah dan di kanan-kiri jalan akses ke batas negara. Tingkat pendidikan mereka sangat rendah (rata-rata hanya tamat SD, bahkan banyak yang buta huruf) dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Agama yang dianut : Islam, Kristen (Katholik dan Protestan) dan sebagian di pedalaman masih menganut Animisme. Mata pencaharian penduduk sebagian besar berladang/bertani, mengambil hasil hutan, mencari ikan, berdagang dan buruh tani/perkebunan. 3. Kondisi Sosial (Ipoleksosbud, tata nilai & Iptek). Terdiri dari masyarakat yang sederhana yang menganut pola hubungan sosial yang diikat oleh tata nilai budaya tradisional. Hanya sebagian kecil masyarakat perbatasan yang ”melek” iptek dan budaya luar yaitu mereka yang relatif lebih sejahtera dan memiliki sarana komunikasi seperti radio, TV dan HP serta sepeda motor. Mereka itulah yang memiliki mobilitas tinggi, kelompok ini umumnya berdomisili di sekitar jalan akses ke kota atau ke perbatasan. Kondisi masyarakat yang miskin dan adanya keterikatan kekerabatan/kesamaan etnik dengan penduduk negara tetangga, sering dimanfaatkan oleh cukong pelaku illegal logging dari negara tetangga (Malaysia) menjadi tenaga buruh kasar penebang kayu.
Upaya Pemberdayaan. Dalam keterbatasan potensi aspek geografi, nilai positif yang dapat dieksploitasi adalah sumberdaya air yang mengalir dari sungai-sungai yang memiliki gradien tinggi sehingga cukup kaya dengan air terjun. Air terjun ini mengalir hampir sepanjang tahun dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sederhana yang dikenal dengan pembangkit listrik mikro hidro (Pikit Hidro). Pikit Hidro ini merupakan modal dasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan yang tersebar di pedalaman. Guna memberdayakan kondisi demografi yang begitu lemah, dapat dilakukan melalui transmigrasi terintegrasi, yaitu menggabungkan pembinaan penduduk transmigran dengan penduduk asli setempat sehingga penduduk asli dapat belajar dari pendatang trans dalam satu pola kegiatan PIR atau NIR. Dikatakan ”terintegrasi” karena yang membina mereka bukan hanya dari Deptrans, melainkan juga Departemen-departemen lain yang terkait, Pemda dan LSM. Tentu saja ”Transmigrasi terintegrasi” ini perlu didukung dengan ketersediaan SDB dan Sarpras yang diperlukan
seperti : bendungan beserta jaringan irigasinya, areal lahan perkebunan/pesawahan, dan sarana produksi pertanian lainnya. Sarana pengolahan hasil dan pemasaran produksi juga harus menjadi suatu paket perencanaan dalam program transmigrasi terpadu sebagaimana dirancang dalam transmigrasi pola PIR. Kobodohan dan kemiskinan telah membelenggu masyarakat perbatasan, sehingga mereka begitu apatis, masa bodoh dan tidak memiliki semangat juang untuk menyetarakan diri dengan penduduk negara tetangga. Maka untuk memberdayakan penduduk wiltas harus dimulai dengan pembebasan dari dua faktor (kebodohan dan kemiskinan) itu melalui cara-cara yang pas untuk mereka. Untuk mengangkat mereka dari kemiskinan harus dilakukan dengan pendampingan dan percontohan oleh pengusaha sukses yang memiliki semangat wiraswasta dan oleh aparat pemerintah terkait sebagai fasilitator penyedia sarana, modal dan pemasaran produksi. Dari interaksi penduduk lokal wiltas dengan para pembimbingnya selama proses pendampingan usaha akan terjadi proses pembelajaran, yang secara bertahap akan membebaskan penduduk lokal wiltas dari kebodohan. Sejalan dengan itu akan mempermudah proses pemberdayaan mereka dalam bidang-bidang yang lain sehingga karenanya akan terjadi akselerasi pembangunan di kawasan perbatasan. Para pelintas batas ilegal penduduk wiltas disebabkan oleh beberapa faktor kemudahan sarana dan prasarana yang tersedia di negara tetangga seperti jalan, pasar, Puskesmas dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk mengurangi illegal crossing ini kita harus memperbanyak dan meningkatkan kualitas sarana prasarana tersebut di atas dan lapangan usaha baru yang sesuai dengan potensi daerah. Melalui pembinaan masyarakat perbatasan yang terintegrasi dalam satu komunitas warga perbatasan, diharapkan dapat mempermudah pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, guna meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Dengan semakin baiknya tingkat kesejahteraan, diharapkan kesadaran idiologi, politik, pendidikan, hukum dan lain-lain yang menyangkut kewarganegaraan yang baik dapat dibangun, dibina dan dikembangkan. Pada gilirannya harapan atas masyarakat perbatasan yang sejahtera, cinta tanah air Indonesia, bangga menjadi warga negara Indonesia dan siap membela negara akan terwujud. Pembinaan untuk mewujudkan masyarakat wilayah perbatasan seperti itu hanya mungkin dilakukan-sekali lagi- melalui Program Pemberdayaan Wilayah Perbatasan Terpadu. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Wilayah perbatasan NKRI yang dibingkai oleh garis batas negara memiliki nilai strategis karena wilayah perbatasan yang merupakan pengikat dan penegas wilayah NKRI berfungsi sebagai sarana penegakan kedaulatan wilayah NKRI terhadap segala bentuk ancaman dan gangguan pihak luar negeri, baik di darat maupun di laut. Sehubungan dengan itu, wilayah perbatasan harus memiliki kemampuan dan daya tangkal yang tinggi terhadap segala bentuk ancaman dan gangguan bersenjata dan non bersenjata.
2. Kondisi faktual wilayah perbatasan NKRI masih jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar wilayah perbatasan (darat) berupa hutan dengan kondisi topografi bergelombang hingga bergunung sehingga sangat jarang dihuni penduduk. Sumberdaya alam yang tersedia didominasi oleh hutan primer dan sekunder, serta sungai-sungai yang mengalir hampir sepanjang tahun. Sungai-sungai ini potensial dikembangkan untuk PLTA Mikro hidro, pengairan sawah dan kolam ikan. Sumberdaya buatan, sarana dan prasarana yang tersedia sangat terbatas. Jumlah penduduknya sedikit dengan sebaran tidak merata, tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat yang umumnya rendah/ miskin menyebabkan mereka apatis dan masa bodoh terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya. 3. Kondisi geografi dan demografi yang digambarkan di atas kurang mendukung terciptanya dinamika kehidupan masyarakat wilayah perbatasan baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun Hankam. Sehubungan dengan itu, masyarakat wilayah perbatasan sulit mengalami kemajuan yang signifikan, dari tahun ke tahun tidak banyak perubahan. Kondisi demikian menyebabkan wilayah perbatasan tidak memiliki daya tangkal, sangat rentan terhadap ancaman militer maupun non militer dari luar. 4. Untuk meningkatkan kemampuan wilayah perbatasan agar memiliki daya tangkal yang tinggi terhadap segala ancaman dan gangguan perlu dibangun dan dibina melalui pendekatan interdepartemen dan interdisiplin dengan pendanaan dan pengelolaan secara terpadu melibatkan multi stakeholder. Saran 1. Penyelesaian permasalahan garis batas RI Malaysia (pada sepuluh segmen batas) yang sudah lama menggantung perlu segera dituntaskan karena hal ini menjadi kendala penetapan batas kedua negara. 2. Perlu pelibatan Pemda dan masyarakat perbatasan dalam memelihara dan mengawasi pilar (tugu) batas negara dan penambahan pilar-pilar baru guna perapatannya yang selama ini hanya dilaksanakan pemerintah pusat. 3. Untuk penetapan batas laut perlu segera menentukan base points dan base lines sebagai pangkal penarikan garis batas laut dan segera mendepositkannya ke Sekjen PBB guna pengesahannya. 4. Menjadikan kawasan perbatasan yang tidak memungkinkan dibudidayakan untuk pertanian sebagai Taman Nasional bersama dengan negara tetangga yang diawasi bersama. Contoh yang sudah ada Taman Nasional Kayan Mentarang (Kab. Malinau dan Kab. Nunukan Prop. Kaltim) 5. Perlu ada prioritas pembangunan, pemberdayaan dan pengawasan terhadap penduduk pulau-pulau terpencil yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan dan permukiman negara tetangga karena mereka menggunakan uang asing dan bahasa negara
tetangga dalam transaksi ekonomi. Mereka lebih banyak mendengarkan/ menonton siaran radio/TV asing. Penduduk pulau-pulau terpencil itu perlu mendapat bantuan (tunjangan/subsidi), kemahalan harga kebutuhan pokok yang sulit diperoleh dan sangat mahal. Sumber : Balitbang.dephan.go.id