Potensi Coalbed Methane untuk Mensukseskan Program Diversifikasi Energi Nasional Oleh : Hasan Rosyadi 111.070.153 *Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral UPN ” Veteran” Yogyakarta
ABSTRAK Coalbed Methane (CBM) adalah salah satu solusi yang diyakini mampu menggantikan posisi minyak bumi sebagai sumber energi. CBM merupakan gas Methane yang terdapat pada Batubara yang terbentuk dari aktivitas mikrobial (biogenic) atau panas (thermogenic) dimana selama proses pembentukan Batubara gas Methane terperangkap dan terserap dalam lapisan Batubara. Hingga saat ini terdapat 11 cekungan yang tersebar di seluruh Indonesia dimana CBM ditemukan dengan jumlah cadangan diperkirakan sebesar 337 Triliun Cubic Feet (TCF) ARI/Caltex/Pertamina Joint Study (1998) dan 450 TCF ARI/MIGAS/ADB 2003. Secara ekonomis, biaya eksplorasi CBM jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan biaya eksplorasi minyak bumi tiap sumurnya. Demikian pula biaya produksi CBM diperkirakan lebih murah US$ 0,03 Million Cubic Feet (MCF) dibandingkan biaya produksi gas alam. Sebagai salah satu langkah nyata yang di ambil Pemerintah adalah dengan menandatangani Memorandum Of Understanding (MOU) pengembangan CBM dengan pemerintah kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan. Selain itu, bentuk keseriusan pemerintah dalam pengembangan CBM sebagai energi alternatif diwujudkan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM nomor 033 tahun 2006 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara (CBM) yang diharapkan mampu mencapai tingkat komersialisasi. Kata kunci : coalbed methane, eksplorasi
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Menipisnya cadangan minyak mentah di Indonesia serta besarnya subsidi yang ditanggung oleh pemerintah telah memperbesar peluang pencarian energi alternative sebagai pengganti.Semakin tingginya kebutuhan akan energi minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar di dunia, mendorong
perusahaan – perusahaan
minyak dunia untuk berusaha meningkatkan produksi.
1
Peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia membawa konsekuensi pada penggunaan energi primer terutama minyak bumi yang lebih besar.Penduduk Indonesia yang cenderung boros energi mendorong semakin borosnya pemakaian energi minyak bumi. Hal ini terbukti dari penyediaan energi primer dalam mendukung kegiatan ekonomi di Indonesia telah mencapai 784 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2000 menjadi sebesar 970 juta SBM tahun 2005, yang berarti terjadi pertumbuhan energi primer sebesar 3,3% per tahun. Sedangkan penggunaan energi primer per kapita tumbuh sebesar 1,97% per tahun. Sementara itu, komposisi penggunaan energi primer pada tahun 2000 dan 2005 didominasi oleh jenis energi minyak bumi yang melebihi 50%. Tingginya prosentase penggunaan energi minyak bumi ini menimbulkan kekhawatiran menurunnya jumlah cadangan dalam memenuhi kebutuhan energi dimasa yang akan datang . Dengan adanya program subsidi BBM dari pemerintah yang membuat harga BBM cenderung relatif murah Rp 4.500,- perliter membuat masyarakat Indonesia cenderung tidak efektif dalam menggunakan BBM.Kesan boros dan tidak hemat energi masih menjadi dinamika dikalangan masyarakat Indonesia.Program subsidi yang diberikan cenderung disalah gunakan oleh kalangan orang-orang kaya.Jika program subsidi ini ditiadakan dan harga BBM di pasaran menjadi mahal orang mulai berfikir untuk menghemat pemakaian BBM dan mulai berfikir untuk konversi energi nasional dengan memeikirkan energi baru pengganti minyak bumi mengurangi ketergantungan konsumsi BBM. Berkaca dari kondisi tersebut, dimana kesadaran bahwa sumber energi fosil tidak dapat diperbaharui, maka sumber energi alternatif adalah sebuah solusi yang diyakini mampu untuk memenuhi kebutuhan energi yang berkelanjutan di masa mendatang. Indonesia mempunyai cadangan batubara yang sangat besar dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, yaitu tercatat sebesar 60,3 milyar ton per 1 Januari 2005. Pada tahun 2005, konsumsi domestik hanya sebesar 30% dari tingkat produksi batubara sebesar 152 juta ton, sementara sisanya merupakan konsumsi ekspor. Dengan demikian batubara mempunyai peluang yang besar sebagai bahan bakar alternatif.Dari pengeboran sumur CBM pertama di Lapangan Rambutan, Pendopo, Sumatera Selatan dengan kedalaman 600 meter pada tahun 2005, terlihat Gas langsung keluar seperti gas biasa yang menunjukkan CBM tidak berbahaya. Secara
2
ekonomis, biaya eksplorasi CBM jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan biaya eksplorasi minyak bumi tiap sumurnya.
Rumusan Masalah Dari
uraian
latar
belakang
masalah
tersebut
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Coalbed Methane mampu menjadi energi alternatif pengganti energi miyak bumi di Indonesia? 2. Bagaimana tinjauan ekonomi terhadap penggunaan Coalbed Methane di Indonesia? 3. Bagaimana kesiapan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan Coalbed Methane?
Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Potensi Coalbed Methane untuk mensukseskan program diversifikasi energi nasional ditinjau dari
segi kuantitas
cadangan
dan
perekonomian.Selain itu, penulisan ini juga diharapkan bermanfat bagi : 1. Penulis Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan wawasan pengetahuan tentang sumber energi alternative Coalbed Methane dan potensinya di Indonesia. 2. Masyarakat Diharapkan penelitian ini dapat membantu mampu untuk menambah wawasan pemanfaatan energi Batubara terutama Coalbed Methane yang masih jarang dipublikasikan, sehingga pola pikir masyarakat mulai tidak tergantung pada BBM seutuhnya
METODE PENELITIAN Sumber Data
Sumber data di dalam Artikel Ilmiah ini berasal dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari beberapa literature yang berhubungan dengan judul penelitian dan artikel – artikel dari pencarian di Website Internet.
3
Metode Pengumpulan Data Metode yang dilaksanakan dalam Pengumpulan data adalah dengan cara telaah pustaka, yaitu pengumpulan literature dan artikel yang berkaitan dengan judul telitian termasuk juga paper, majalah dan bulletin yang membahas dan memuat data tentang judul telitian. Metode Analisa Data Penulisan Artikel Ilmiah ini bersifat penulisan semata dan perlu adanya pengujian lebih lanjut serta perlunya pemaparan ilmiah untuk mengujinya, dimana penulisan ini berusaha untuk menggali lebih dalam tentang Coalbed Methane yang tergolong masih baru. Dalam penulisan ini ada sintetis berupa pembandingan antara satu penulis dengan penulis lainya yang kemudian penulis berusaha menarik inti dari perbandingan karya dengan menambahkan beberapa kalimat dari penulis
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi dan Pembentukan Coalbed Methane Selama proses pembentukan Batubara, akan dihasilkan bermacam - macam gas terutama gas Methane. Beberapa gas akan melepaskan diri keluar ke permukaan melalui media rekahan pada batuan, namun ada beberapa gas yang terperangkap ke dalam Batubara. Rekahan - rekahan pada Batubara terbentuk secara alami dan biasanya disebut “Cleats”. Rekahan pada Batubara ini biasanya berhubungan dengan pembentukan sedimen di atasnya, atau bisa juga berhubungan dengan kekar atau sesar (James Cobb, 2003). Batubara pada umumnya bersifat sebagai aquifer (sebelum mengalami kematangan lanjut) karena Cleats pada umumnya jenuh dengan air. Kandungan air dalam Cleats ini yang menahan gas Methane dalam Batubara sehingga gas Methane terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan Batubara dan biasanya gas ini tidak dapat dideteksi oleh teknologi peralatan pemboran gas konvensional biasa. Coalbed Methane terbentuk bersama air, Nitrogen dan Karbondioksida ketika material tumbuhan tertimbun dan kemudian berubah menjadi Batubara karena penambahan panas dan proses kimia selama waktu geologi, proses inilah yang sering disebut dengan "coalification".
4
Untuk mengeluarkan gas Methane dari lapisan Batubara, terlebih dahulu kandungan air tersebut harus dikeluarkan dengan cara dipompa keluar. Sebelum dibuang, air limbah pada Coalbed Methane ini harus terlebih dahulu dideterminasi dengan cara melewati beberapa proses kimiawi, hal ini untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Jumlah kandungan CBM dalam lapisan Batubara sangat tergantung pada kedalaman dan kualitas Batubaranya. Semakin dalam lapisan Batubara terbenam dari permukaan tanah, semakin tinggi nilai energi dari Batubara tersebut, dan semakin banyak pula kandungan CBM di dalamnya. Secara umum, lapisan Batubara bisa menyimpan gas Methane sebesar 6 – 7 kali lebih banyak daripada jenis batuan lain (pada volume yang sama) yang sering ditemukan sebagai reservoir gas.
Daerah Potensi Coalbed Methane di Indonesia Penelitian tentang CBM telah dimulai sejak beberapa tahun 1995 pada areaarea cadangan Batubara.Pada tahun 1998 ARI/Caltex/Pertamina melakukan Joint Study dengan hasil potensi CBM di 11 cekungan, yaitu di Sumatera Tengah 50 TCF, Ombilin 1 TCF, Sumatera Selatan 120 TCF, Bengkulu 5 TCF, Jatibarang 1 TCF, Tarakan Utara 20 TCF, Berau 10 TCF, Kutai 50 TCF, Barito 75 TCF, Pasir dan Asam – Asam 3 TCF serta Sulawesi Tenggara 2 TCF dengan jumlah cadangan diperkirakan sebesar 337 TCF (PT PERTAMINA, 2007).Pada tahun 2003 ARI/MIGAS/ADB (2003) melakukan penelitian lebih lanjut untuk mendukung program diversifikasi energy Nasional dengan jumlah cadangan diperkirakan sebesar 450 TCF
5
Tabel I .Potensi CBM Indonesia ( Scott H. Stevens Advanced Resources International, Inc. (ARI) 2006 ) 1
ARI
2
3
Report
1.3 1.6 1.8 1.4 1.10 1.9 1.2 1.7 1.12 1.11 1.5
a b c d
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
General Avg CBM Reservoir Properties at Prospect Depth in Prospective Areas Basin Province Loc Target Frac Coal Depth Gas Ash Moist- CO2 High- CBM Resources Est. Form- Coal Rank Cont. ation Thick (daf) 3 (ft) a (Ro%) (ft) (ft /t) (%) S. Sumatra Sumatra Barito Kalim. Kutei Kalim. C. Sumatra Sumatra N. Tarakan Kalim. Kalim. Berau Ombilin Sumatra Pasir/Asem Kalim. NW Java Java Sulawesi Sulawesi Bengkulu Sumatra Total
S M.Enim 120 SE Warukin 90 E Prangat 70 EC Petani 50 NE Tabul 48 NE Latih 80 C Sawaht 80 SE Warukin 50 NW T. Akar 20 S,W Toraja 20 SW Lemau 40
0.47 0.45 0.50 0.40 0.45 0.45 0.80 0.45 0.70 0.55 0.40
2500 3000 3000 2500 2300 2200 2500 2300 5000 2000 2000
223 195 195 223 147 144 267 164 422 223 133
10% 10% 10% 10% 12% 10% 10% 7.5% 15% 15% 10%
ure (%) 7.5% 10% 5% 10% 6% 7.5% 3% 7.5% 3% 4% 10%
17
CBM
18
19
20
21
22
Rankingc CBM Oilfield Gas Overall
Graded Complet- Concen- Perm. Res- Data Service Market Rankd Area able tration ervoir Avail (mi2) (Tcf)b (Bcf/mi2) (mD) Rank Rank Rank Rank Rank (%) 3% 2% 2% 2% 5% 2% 50% 2% 5% 5% 5%
7,350 6,330 6,100 5,150 2,734 780 47 385 100 500 772 30,248
183.0 101.6 80.4 52.5 17.5 8.4 0.5 3.0 0.8 2.0 3.6 453.3
24.9 16.0 13.2 10.2 6.4 10.8 10.7 7.9 7.6 4.0 4.7 15.0
0.5-2.0 1.0-5.0 1.0-5.0 0.5-2.0 0.5-2.0 0.5-2.0 0.5-1.0 0.5-2.0 0.1-0.5 0.5-2.0 0.1-0.5
4.0 4.0 3.5 2.5 2.5 2.5 1.0 2.0 1.0 1.0 1.0
4.0 3.5 2.5 3.0 2.5 1.0 4.0 2.0 1.0 1.0 2.0
4.0 1.5 3.5 4.0 2.0 2.0 2.0 2.0 1.5 1.0 1.0
3.0 2.0 2.5 3.5 2.0 2.0 3.0 2.0 4.0 2.5 1.0
3.7 3.1 3.1 3.0 2.3 2.2 2.0 2.0 2.0 1.5 1.1
High
Mod
Low
A subset of total coal, assuming vertical CBM well with 3 frac/well completion and 100-foot height growth per frac. In-Place Resources at CBM Prospective Depth, Potentially Completable in 3-Frac Vertical CBM Well. 4.0 = Excellent; 3.0 = Good; 2.0 = Fair; 1.0 = Poor 50% Reservoir rank; 10% Data Availability; 10% Oilfield Services; 30% Gas Market.
Besarnya perkiraan cadangan CBM telah mendorong pemerintah untuk mengembangkannya sebagai sumber energi alternatif, melalui pemboran sumur pertama, yang dilakukan pada tahun 2005, pada kedalaman 600 meter di Lapangan Rambutan, Pendopo, Sumatera Selatan. Pemboran itu merupakan kelanjutan kerjasama Balitbang ESDM yang diwakili oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas (Lemigas) dengan Medco Eksplorasi dan Produksi Indonesia (MEPI). Berikutnya, tahun 2006 dilakukan pemboran 3 sumur dan pada tahun 2007 direncanakan pemboran sebanyak 5 sumur untuk mengetahui cadangan pasti CBM di Lapangan Rambutan tersebut (Widodo, 2006)
Gambar I. Peta Cekungan Berpotensi CBM di Indonesia (PT.PERTAMINA, 2007)
6
PEMBAHASAN Potensi Coalbed Methane untuk Mensukseskan Program Diversifikasi Energi Nasional Cadangan Coalbed Methane yang diperkirakan sekitar 453 Triliun Cubic Feet bukanlah jumlah yang sedikit, bila dibandingkan dengan jumlah cadangan energi minyak bumi yang hanya 8,71 Milyar barel atau 4 % dunia (SPE 2009 ).Hingga saat ini potensi Coalbed Methane belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, hal ini dikarenakan hampir separuh dari sumber energi nasional menggunakan energi minyak bumi. Dengan semakin menurunnya tingkat produksi minyak bumi, dan mahalnya harga minyak bumi maka peluang Coalbed Methane sebagai energi alternatif semakin terbuka lebar semakin banyaknya penelitian baik dari pemerintah,pihak swasta dan Perguruan Tinggi untuk memikirkan energy baru pengganti minyak bumi. Penurunan produksi minyak bumi berbanding terbalik dengan produksi Batubara yang mengalami grafik peningkatan secara signifikan. Produksi minyak bumi mengalami penurunan hingga 16 persen dari biaya produksi sebelumnya, sementara produksi Batubara mengalami peningkatatan tiap tahunnya. Pengembangan teknologi untuk mengekstrak sumber energi ini, pertama kali dilakukan di Alabama dan Colorado Selatan pada akhir tahun 1980. Dibutuhkan 3 tahapan utama dalam memproduksi CBM, yaitu:
Dewatering Stage, dimana sejumlah besar air akan diproduksi bersama dengan sejumlah kecil CBM.
Stabil Stage, sebagai tahapan produksi stabil yang terjadi setelah pengurangan tekanan reservoir setelah tahap pertama dilakukan, dimana dalam tahap ini sejumlah gas yang diproduksi akan meningkat sedangkan jumlah air yang diproduksi akan menurun.
Decline Stage, yaitu terjadi penurunan jumlah gas yang diproduksi serta produksi air yang tetap rendah. Pada prakteknya, biaya operasional produksi CBM pada tahap awal ternyata
sedikit lebih besar dibandingkan dengan biaya operasional produksi gas alam. Hal ini terjadi karena proses produksi CBM harus melewati dewatering stage yang lebih lama, sementara tahapan dewatering dalam proses produksi gas alam lebih cepat.
7
Sampai saat ini, "biaya puncak" produksi CBM diperkirakan memakan waktu 5-7 tahun, sedangkan untuk gas alam hanya membutuhkan waktu 1 tahun. Setelah melewati tahap awal tersebut, biaya produksi CBM diperkirakan lebih murah US$ 0,03 Million Cubic Feet (MCF) dibanding biaya produksi gas alam (Widodo, 2006) Berdasarkan perkiraan Presiden Direktur PT Energi Pasir Hitam Indonesia Wahyudi Yudiana Ardiwinata, yang dimuat dalam koran Bisnis Indonesia, 7 Desember 2006, biaya eksplorasi satu "kepala sumur" CBM diperkirakan US$ 400.000, lebih rendah dari minyak atau gas yang rata-rata US$ 1 juta hingga US$ 2 juta. Sementara itu, biaya kompresi dan bahan bakar pembangkit diperkirakan mencapai sekitar 7-13% dari total volume produksi kotor, dengan "rincian hilang" yaitu 5% untuk pembangkit dan 2-8% karena adanya kompresi/pemampatan gas, sehingga total volume CBM yang bisa dijual hanya sekitar 87-93% (Gregory C Bank dan Vello A. Kuuskraa, 2006). Sedangkan biaya transportasi dan distribusi merupakan fungsi dari volume penyaluran atau harga gas dan jarak, sehingga biaya yang harus ditanggung oleh konsumen akhir (end user) adalah penjumlahan dari harga gas di "kepala sumur" ditambah dengan biaya transportasi dan biaya distribusi (tergantung dari jenis pasar dan volume penyaluran/harga gas). Dalam menentukan model keekonomian CBM, harus selalu mengkaitkannya dengan harga CBM di "kepala sumur", royalty, pajak produksi dan faktor lain yang berdampak pada biaya pengelolaan CBM. Faktor lain yang mendukung Coalbed Methane sebagai untuk mensukseskan program diversifikasi energy nasiona adalah adanya keseriusan pemerintah dalam pengembangan CBM ini yang ditampakkan dari usaha pemerintah untuk mendorong Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk bekerjasama dengan Sojitz Corporation dalam pengembangan CBM di areal pertambangan Batubara Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Dengan kerjasama komersialisasi antara PGN dengan Sojitz, diharapkan PGN dapat memenuhi kebutuhan gas domestik dengan CBM di Sumatera Selatan yang dialirkan melalui pipa South Sumatra-West Java (SSWJ). Hal ini semakin memperbesar peluang Coalbed Methane untuk menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi di masa mendatang.Dukungan pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 033 tahun 2006 mengenai Pengusahaan Gas Metana Batubara (CBM).
8
KESIMPULAN Jjumlah cadangan Coalbed Methane yang mencapai 453 Trilliun Cubic Feet (TCF) ternyata sebuah faktor yang mampu menjadikan Coalbed Methane sebagai salah satu upaya mensukseskan program diversifikasi energy nasional. Dukungan pemerintah dalam pengembangan CBM telah diwujudkan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 033 tahun 2006 tentang Pengusahaan Coalbed Methane (CBM), walaupun peraturan tersebut masih perlu dipelajari dan dievaluasi lebih jauh lagi untuk menghindari terjadinya konflik, terutama mengenai pengaturan pengusahaan CBM dan Batubara, bagi hasil, penanganan limbah serta bentuk kerjasamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan CBM di Indonesia memiliki potensi dan peluang yang sangat besar dan layak untuk dikembangkan sebagai energi nasional.
DAFTAR PUSTAKA. Widodo, Aruman. (2006). ”Peluang CBM sebagai Energi Alternatif di Masa Depan”.Ikatan sarjana Ekonomi Indonesia Kurnely, Kun. (2007). ”Coalbed Methane Prospect in Indonesia”. PT.PERTAMINA. Coalbed Methane Bulletin. (2003). ”Coalbed Methane Resource”. University Of Kentucky, Lexington Jhendry, Muhammad. (2008). ” Potensi Coalbed Methane Dalam Batubara Sebagai Energi Alternarif Pengganti Minyak Bumi”.Geology UPN ”Veteran” Yogyakarta Jhendry, Muhammad. (2008). ” Potensi dan Peramalan Keuntungan Serta Dampak Coalbed Methane Sebagai Energi Alternatif Bagi Perekonomian dan Lingkungan ”.Geology UPN ”Veteran” Yogyakarta
9