HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU BEKERJA, JAM KERJA IBU DAN DUKUNGAN TEMPAT KERJA DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO I
PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh: DINA WAHYU ROSYADI J 410 120 074
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
PERSEPSI IBU PEKERJA TERHADAP PENTINGNYA KETERSEDIAAN POJOK LAKTASI DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
AMELIA RACHMAWATI J 410 120 100
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Kusuma Estu Werdani SKM., M.Kes NIK. 100. 1572
Yuli Kusumawati SKM, M.Kes (Epid) NIK. 863
i
HALAMAN PENGESAHAN
PERSEPSI IBU PEKERJA TERHADAP PENTINGNYA KETERSEDIAAN POJOK LAKTASI DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OLEH AMELIA RACHMAWATI J 410 120 100
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Sabtu, 03 September 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji:
1. Kusuma Estu Werdani SKM., M.Kes
(……..……..)
(Ketua Dewan Penguji) 2. Heru Subaris Kasjono SKM., M.Kes
(……………)
(Anggota I Dewan Penguji) 3. Bejo Raharjo SKM., M.Kes (Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Suwaji, M.Kes NIP. 195311231983031002
ii
(…………….)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya. .
Surakarta, 03 September 2016 Penulis
AMELIA RACHMAWATI J 410 120 100
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU BEKERJA, JAM KERJA IBU DAN DUKUNGAN TEMPAT KERJA DENGAN KEBERHASILAN
iii
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO I oleh Dina Wahyu Rosyadi1, Yuli Kusumawati 2, Kusuma Estu Werdani 3 1 Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
[email protected] 2,3 Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak ASI merupakan makanan bayi yang mengandung nutrisi tinggi yang sangat dibutuhkan bayi. World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan agar bayi mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Menurut laporan SDKI tahun 2012, Indonesia hanya memiliki cakupan ASI eksklusif sebesar 54,3% dengan target yang diinginkan yaitu sebesar 80%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu bekerja, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini 66 ibu pekerja yang memiliki bayi 6-12 bulan. Pengambilan sampel dengan random sampling yaitu 54 ibu. Analisis hubungan dilakukan dengan analisa statistik fisher exact test. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 48 orang. Hasil analisis bivariat menyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu bekerja dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Banyudono I dengan nilai p=1,000. Ada hubungan antara jam kerja ibu dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Puskesmas Banyudono I dengan nilai p= 0,003. Serta ada hubungan antara dukungan tempat kerja dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Banyudono I dengan nilai p= 0,044. Keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja sangat dipengaruhi oleh jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja. Kata Kunci: Pengetahuan, jam kerja, dukungan tempat kerja, keberhasilan pemberian ASI eksklusif
1
Abstract Breast milk was the baby food was high in nutrients that were needed baby. World Health Organization (WHO) had recommended that babies exclusively breastfed until 6 months of age. According to the Demographic and Health Survey in 2012, Indonesia only had the scope of exclusive breastfeeding by 54,3% with the desired target was equal to 80%. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge of working mothers, mothers working hours and workplace support to the success of exclusive breastfeeding in Puskesmas Banyudono I. The study design used was cross sectional study. The population in this study 66 working mothers with babies 612 months. Sampling with random sampling, 54 mothers. Analysis of the relationship was done with statistical analysis Fisher exact test. Results showed mothers who are not exclusively breastfed as many as 48 people. The results of the bivariate analysis revealed no association between mother's knowledge to work with the success of exclusive breastfeeding in the region work of Puskesmas Banyudono I with p = 1.000. There was a relationship between mothers working hours with the success of exclusive breastfeeding in the PHC Banyudono Region I with p = 0.003. And there is an association between workplace support to the success of exclusive breastfeeding in the region work of Puskesmas Banyudono I with p = 0.044. The success of exclusive breastfeeding in mothers work is strongly influenced by the mother's working hours and workplace support. Keywords: Knowledge, working hours, workplace support, the success of exclusive breastfeeding
1. PENDAHULUAN World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi yang baru lahir hingga minimal usia 6 bulan atau lebih. Pemberian ASI eksklusif tersebut akan memberikan dampak positif baik bagi bayi, ibu maupun lingkungan. Bayi yang diberikan ASI eksklusif akan terhindar dari berbagai macam penyakit infeksi seperti diare, pneumonia dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Ramadhani, dkk, 2013; Sugihartono, dkk, 2012; Prameswari, 2009). Ibu yang menyusui bayinya juga dapat membantu untuk mengurangi pendarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya depresi, dan menurunkan
2
skala nyeri setelah melahirkan. Dampak positif tersebut sangat membantu ibu untuk memiliki kondisi tubuh yang lebih sehat serta dapat meningkatkan produktivitas kerja khususnya bagi ibu pekerja (Karyati dan Islami, 2014). Pemberian ASI juga mempunyai dampak positif bagi lingkungan yaitu dapat mengurangi sampah dunia yang berasal dari kaleng susu, karton dan kertas pembungkus susu maupun dot karet. Selain itu, pemberian ASI juga dapat mengurangi polusi udara dan penebangan hutan secara liar untuk proses produksi pembuatan susu di pabrik (Roesli, 2000). Dukungan pemberian ASI eksklusif dari berbagai negara di dunia sangatlah besar. Hal ini dikarenakan masih rendahnya cakupan pemberian ASI tersebut. Menurut United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) (2012), data 2012 cakupan rata-rata ASI eksklusif di dunia hanya sebesar 38%, sedangkan untuk negara berkembang termasuk Indonesia memiliki rata-rata cakupan ASI hanya sebesar 47%-57% saja. Menurut Kementrian Kesehatan (2014), Indonesia memiliki cakupan ASI eksklusif sebesar 54,3%. Cakupan tersebut masih belum memenuhi target cakupan ASI eksklusif Indonesia, yaitu sebesar 80%. Sedangkan di Jawa Tengah, cakupan ASI eksklusif pada tahun 2013 sebesar 58,4%. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya antara lain adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap dan perilaku ibu, faktor fisik ibu serta faktor emosional. Sedangkan faktor eksternalnya adalah ibu yang bekerja, jam kerja ibu, dukungan suami, dukungan tempat kerja, pemberian makanan pralaktal dan pemberian susu formula (Fikawati dan Syafiq, 2010; Setiowati, 2011). Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memberikan dukungan bagi para ibu pekerja agar tetap dapat memberikan ASI pada bayinya. Hal ini didukung dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif yang mewajibkan untuk setiap perusahaan atau tempat kerja memberikan ruang untuk ibu menyusui yang bekerja agar tetap bisa memberikan ASI eksklusif (Depkes, 2016). Adanya dukungan tempat kerja
3
tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi, misalnya dengan adanya tempat memerah ASI, tempat penyimpanan ASI dan tempat penitipan bayi (Rejeki, 2008). Selain itu, jam kerja juga mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI termasuk di dalamnya adalah jenis pekerjaan dan lamanya kerja. Ibu yang bekerja di administrasi atau kantor memiliki kesempatan untuk menyusui bayinya lebih lama dibandingkan dengan ibu yang bekerja secara profesional. Ibu yang bekerja paruh waktu juga memiliki kemungkinan memberikan waktu menyusui lebih lama dibandingkan ibu yang bekerja full-time (Novayelinda, 2012). Berdasarkan penelitian Pernatun, dkk (2014), perusahaan yang tidak menyediakan waktu khusus untuk karyawannya menyusui atau memerah ASI di tempat kerjanya, fleksibilitas waktu bekerja dan durasi cuti mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Selain itu penyediaan ruang dan alat berpengaruh tiga kali lebih baik dalam mendukung pemberian ASI eksklusif. Sedangkan menurut Putri (2013), dukungan tempat kerja tidak ada hubungan dengan pemberian ASI. Adanya pemberian dukungan dan jam kerja yang baik tersebut akan menjadi faktor pendorong keberhasilan untuk melakukan praktik pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian Sarbini dan Hidayat (2011), 95% ibu mempunyai pengetahuan yang baik tentang laktasi dan 70% diantaranya adalah ibu rumah tangga. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan menurut Putri (2013), pengetahuan ibu ada hubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Beberapa hasil penelitian di atas memperlihatkan hasil yang tidak konsisten, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan hasil analisis yang akan diperoleh jika dilakukan di wilayah atau tempat penelitian yang berbeda. Pada tahun 2014 Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah memiliki angka cakupan ASI eksklusif sebesar 62%. Persentase ini lebih tinggi 10,8% dari tahun sebelumnya. Ada 10 Puskesmas di Boyolali yang masih memiliki cakupan ASI rendah, salah satunya adalah Puskesmas Banyudono I yaitu sebesar 38,6%. Target cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Boyolali pada tahun 2014 sebesar 70%. Hal
4
ini menunjukkan bahwa target belum terpenuhi (Dinkes Boyolali, 2014). Survei pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25 Maret 2016 terhadap 10 ibu menyusui yang bekerja di Desa Tanjungsari dan Trayu Boyolali, diperoleh informasi bahwa 70% ibu memiliki pengetahuan baik tentang pemberian ASI eksklusif namun
kenyataannya ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan yang baik tidak selalu diikuti dengan perilaku yang baik. Adapula seorang ibu yang hanya mendapatkan waktu cuti selama 2 minggu pasca persalinan serta tidak tersedianya fasilitas pojok laktasi di tempat kerjanya. Keberhasilan pemberian ASI pada ibu pekerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja. Hal ini terjadi pada ibu pekerja di daerah Tanjungsari dan Trayu Boyolali yang menunjukkan bahwa gagalnya pemberian ASI eksklusif dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan ibu, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu bekerja, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Banyudono I. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan ibu bekerja, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja di Wilayah Puskesmas Banyudono I. 2. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik menggunakan rancangan penelitian cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I pada bulan Agustus 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I sebanyak 66 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling sebanyak 54 orang. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dengan tabel frekuensi, selanjutnya analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel bebas yaitu pengetahuan ibu bekerja, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja dengan
5
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Analisis dilakukan dengan software statistik dengan menggunakan uji statistik fisher’s exact test. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini melibatkan ibu pekerja di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I sebanyak 54 orang. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden masuk dalam kelompok umur 28-29 tahun sebanyak 14 orang (25,9%). Mayoritas responden juga memiliki pendidikan SMA sebanyak 45 orang (83,3%) dan sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 45 orang (83,3%). Karena responden bekerja, sehingga mayoritas memiliki penghasilan >= UMR sebanyak 52 orang ( 96,3%). Data karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
3.1 Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Pekerja di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I 3.1 Karakteristik Responden
Frekuensi
3.2 Umur
3.3
% 3.4
22-23
6
11,1
24-25
12
22,2
26-27
13
24,0
28-29
14
25,9
30-31
6
11,1
32-33
2
3,7
34-35
1
1,9
Tamat SMP
2
3,7
Tamat SMA
45
83,3
Tamat D3
2
3,7
Pendidikan
6
Tamat S1/D4
5
9,3
PNS
2
3,7
Pegawai swasta
45
83,3
Wiraswasta/dagang
6
11,1
Buruh
1
1,9
>= UMR
52
96,3
>UMR
2
3,7
Jumlah
54
100
Pekerjaan
Penghasilan
3.2 Analisa Bivariat
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu bekerja, jam kerja ibu dan dukungan tempat kerja dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 2. Hasil Uji Fisher’s Exact Hubungan antara Pengetahuan Ibu Bekerja, Jam Kerja Ibu dan Dukungan Tempat Kerja dengan Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I
Pemberian ASI Variabel
ASI Eksklusif n
(%)
Baik
6
12,2
Buruk
0
0
Tidak ASI
N
%
P value
9
100
1,000
5
100
1
100
Eksklusif n
(%)
Pengetahuan 4
87,8
3 5
100
Jam Kerja
7
4
0,003
Tidak Shift
5
35,7
Shift
1
2,5
9
64,3
3
97,7
9
4 4 0
100
Dukungan Tempat Kerja 1 Baik
4
28,6
Kurang
2
5
1
0
71,4
3
95
8
4 4 0
100
0,044
100
Hasil statistik uji Fisher’s Exact variabel pengetahuan ibu bekerja diperoleh p value 1,000 (≥0,05) sehingga H0 diterima, maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Banyudono I. Ibu yang memiliki pengetahuan baik sebagian besar tidak memberikan ASI eksklusifnya yaitu 43 orang (87,8%), sedangkan yang memberikan ASI eksklusif hanya 6 orang (12,2%). Sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan buruk seluruhnya tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 5 orang (100%). Uji statistik terhadap variabel jam kerja ibu diperoleh hasil p value 0,003 sehingga H0 ditolak, maka ada hubungan antara jam kerja ibu dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Banyudono I. Ibu yang memiliki jam kerja shift hanya 1 orang (2,5%) yang memberikan ASI eksklusifnya, sedangkan hampir seluruhnya tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 39 orang (97,7%) . ibu yang memiliki jam kerja tidak shift hanya 5 orang (35,7%) yang memberikan ASI eksklusif, sedangkan 9 orang lainnya tidak memberikan ASI eksklusif. Uji statistik terhadap variabel dukungan tempat kerja diperoleh hasil p value 0,044
sehingga H0 ditolak, maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara
dukungan tempat kerja dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Banyudono I. Ibu yang memiliki dukungan tempat kerja baik hanya 4 orang (28,6%) yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya, sedangkan sebanyak 10 ibu tidak memberikan ASI eksklusifnya. Ibu yang memiliki
8
dukungan tempat kerja yang kurang sebagian besar tidak memberikan ASI eksklusifnya yaitu 39 orang (95%).
3.3 Hubungan antara Pengetahuan Ibu Bekerja dengan Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Menurut Notoatmodjo (2007), seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik maka dia akan memiliki sikap atau perilaku yang lebih positif terhadap sesuatu, sehingga pengetahuan tersebut sangat penting untuk mengubah perilaku seseorang dari perilaku negatif menjadi positif. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada ibu bekerja di wilayah kerja Puskesmas Banyudono I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bekerja yang memiliki pengetahuan baik malah justru dia tidak memberikan ASI eksklusifnya kepada bayinya. Padahal status ibu bekerja dengan banyak teman, akses informasinya baik akan sangat mendukung peningkatan pengetahuan ibu dalam memahami ASI eksklusif. Tetapi faktanya, hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif (p-value 1,000) karena pengetahuan ibu yang baik tidak diikuti dengan praktik pemberian ASI eksklusif. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang lain. Menurut penelitian Rahmawati (2010), tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p-value 0,300). Rahmawati menyimpulkan bahwa ada variabel lain yang berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI yaitu usia (p-value 0,034), status pekerjaan (p-value 0,004), urutan kelahiran bayi (p-value 0,040), dan dukungan petugas kesehatan (p-value 0,010). Menurut penelitian Sugiarti (2011), juga tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p-value 0,603). Sugiarti menjelaskan bahwa ada variabel lain yang dapat mempengaruhi pemberian ASI, yaitu pekerjaan (p-value 0,000) dan Inisiasi Menyusu Dini (p-value 0,002). Penelitian ini menunjukkan bahwa semua ibu adalah pekerja dan mayoritas berpendidikan SMA (83,3%) serta masuk usia produktif (21-35tahun) (100%). Karakteristik seperti ini sangat memungkinkan ibu bekerja memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif. Akan tetapi, pengetahuan baik tersebut tidak
9
diikuti dengan perilaku pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Menurut Roesli (2000), ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja akan tetap dapat memberikan ASI pada bayinya. Ibu bekerja akan menghabiskan separuh waktunya untuk bekerja, sehingga waktu bersama anaknya akan berkurang. Meskipun pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif baik, namun pengetahuan ibu tentang manajemen laktasi masih kurang, sehingga ibu tidak bisa memanfaatkan ASInya sendiri dan akan memilih susu formula sebagai penggantinya. Menurut Sutanto (2015), munculnya iklan susu formula diberbagai media menjadi penghalang utama untuk mewujudkan program pemberian ASI eksklusif. Iklan susu formula dikemas semenarik mungkin sehingga dikhawatirkan dapat merusak cara pandang ibu terhadap pemberian ASI eksklusif. Hal tersebut dapat mempengaruhi pemahaman ibu, dimana susu formula dapat memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi dan anak menjadi cerdas. Jika susu formula semakin diminati ibu maka pemberian ASI eksklusif akan semakin berkurang. Penelitian ini terdapat 23 ibu yang mengaku tertarik dengan iklan susu formula. Menurut penelitian Ambarwati (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu dan promosi susu formula.
3.4. Hubungan antara Jam Kerja Ibu dengan Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Keberhasilan pemberian ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh status pekerjaan ibu, karena ibu pekerja mempunyai potensi untuk gagal memberikan ASI eksklusif pada bayinya dikarenakan banyak faktor yaitu faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor sikap/perilaku, faktor psikologis, faktor fisik ibu, faktor emosional termasuk jam kerja. Jam kerja dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, karena adanya perbedaan jam kerja antara ibu yang memiliki jam kerja secara shift maupun ibu yang bekerja secara tidak shift yang dapat mempengaruhi kondisi ibu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ibu yang bekerja pada
10
jam kerja shift cenderung tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (97,7%). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang signifikan dengan nilai pvalue 0,003 sehingga ada hubungan antara jam kerja ibu dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Kondisi ini dapat terjadi karena ibu yang bekerja pada sistem kerja shift memiliki
potensi
untuk
terjadinya
kelelahan
maupun
stres
sehingga
mempengaruhi kondisi fisik ibu dan dapat mempengaruhi penurunan produksi ASI. Menurut Candra (2013), jika ibu dalam kondisi lelah atau stres, maka produksi hormon oksitosin akan terhambat, alhasil proses keluarnya ASI juga akan terhambat. Hormon oksitosin ini merupakan salah satu hormon yang dapat mempengaruhi produksi ASI, sehingga ibu tidak bisa memberikan ASInya. Kelelahan juga akan membuat ibu malas untuk memberikan ASI dan memilih susu formula yang lebih praktis untuk diberikan kepada bayinya. Selain itu, ibu memiliki waktu yang sedikit untuk bersama bayinya, apabila tidak memiliki manajemen ASI yang baik, maka mereka akan memilih susu formula. Menurut penelitian Kartika (2015), ada hubungan antara lama kerja dengan pemberian ASI eksklusif (p-value 0,002). Kartika (2015) menjelaskan bahwa ibu yang bekerja lebih dari 8 jam tidak ada yang memberikan ASI eksklusif. Seperti halnya ibu yang bekerja pada jam kerja shift, dimana sistem kerja tersebut menuntut ibu untuk lebih lama meninggalkan bayinya. Selain itu, ibu yang bekerja dengan jam kerja shift akan mudah mengalami kelelahan. Di tempat kerja dituntut untuk melakukan pekerjaan, sedangkan di rumah bayinya sudah menunggu untuk disusui. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi fisik dan juga psikologis ibu yang juga akan berpengaruh pada produksi ASI.
3.5. Hasil Hubungan antara Sikap Kerja dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Batik Cap di Industri Kampung Batik Laweyan, Surakarta Ibu pekerja dalam masa menyusui juga membutuhkan dukungan dari tempat kerjanya. Dukungan dari tempat kerja dapat berupa perhatian dari pimpinan, rekan kerja maupun penyediaan fasilitas di tempat kerja. Peraturan Pemerintah Nomor
11
33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, telah mewajibkan setiap instansi baik pemerintah maupun swasta untuk menyediakan fasilitas pojok laktasi (Depkes, 2016). Persediaan pojok laktasi merupakan salah satu upaya untuk keberhasilan pemberian ASI esksklusif pada ibu pekerja yang sedang masa menyusui. Menurut Asosiasi Ibu Menyusui, perempuan dapat bekerja dalam lingkungan formal maupun informal. Tempat atau pemilik pekerjaan harus memberikan waktu, ruang/jarak dan dukungan untuk ibu bekerja yang sedang dalam menyusui. Waktu disini mencakup cuti selama bersalin yakni selama 3 bulan namun tetap dibayar penuh, waktu untuk menyusui bayi disela pekerjaan serta jam kerja yang fleksibel. Hal ruang/jarak yaitu dengan tersedianya ruang untuk penitipan bayi, serta ruangan khusus untuk memerah dan menyimpan ASI. Sedangkan dukungan dapat berupa dukungan dari anggota keluarga, masyarakat, pemberi kerja, rekan kerja dan atasan dalam bentuk perilaku positif terhadap menyusui dan pengertian terhadap situasi pekerjaan (Susilawati, 2015). Ibu yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Banyudono I sebagian besar bekerja sebagai karyawan di pabrik, dimana semua pabrik tidak memiliki fasilitas pojok laktasi. Puskesmas Banyudono I telah memberikan penyuluhan mengenai pentingnya pojok laktasi di tempat kerja, namun sampai saat ini 2 pabrik yang sudah didatangi belum melaksanakan persetujuan yang telah disepakati yaitu untuk menyediakan fasilitas pojok laktasi. Hal ini berdampak pada ibu pekerja pabrik tersebut belum bisa memerah ASInya pada saat bekerja. Namun, ada beberapa ibu yang bekerja di rumah sakit, meskipun telah tersedia fasilitas pojok laktasi, tetapi tidak semua ibu tersebut memanfaatkan fasilitas pojok laktasi dan tetap memilih susu formula karena dianggap praktis. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu pekerja (74,1%) kurang mendapat dukungan di tempat kerjanya. Dukungan yang paling rendah yaitu berupa dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional. Hasil analisis juga menunjukkan adanya hubungan antara dukungan tempat kerja dengan pemberian ASi eksklusif (p-value 0,044). Dukungan tempat kerja sangat mempengaruhi kondisi fisik ibu maupun psikologis ibu misalnya kelelahan dan stres, sehingga diperlukan dukungan yang
12
lebih di tempat kerja untuk mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pernatun, dkk (2014), yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif (p-value 0,001) dan nilai OR=3,331. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dukungan yang kurang dari tempat kerja akan membuat banyak ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. PENUTUP 4.1 Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu bekerja (p value= 1,000) tidak berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif, akan tetapi jam kerja ibu (p value= 0,003) dan dukungan tempat kerja (p value= 0,044) memiliki hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. 4.2 Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi Puskesmas Banyudono I (khususnya) untuk lebih melakukan penyuluhan tentang ASI eksklusif khususnya pada ibu bekerja. Pemilik tempat kerja juga diharapkan untuk lebih memfasilitasi ibu pekerja dengan memberikan kelonggaran waktu untuk menyusui atau menyediakan fasilitas pojok laktasi. Peneliti lain juga dapat melanjutkan penelitian ini dengan mengkaji lebih lanjut tentang manajemen laktasi, faktor motivasi dari perusahaan, kelelahan akibat kerja dan lamanya kerja terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, R.2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Binaan Puskesmas Pandangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Tahun 2004. [Skripsi Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro. Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kebumen. 2013. Jam Kerja PNS. Diakses: 26 April 2016.
13
http://kepegawaian.kebumenkab.go.id/web/index.php/informasikepegawaian/bidang-pengembangan-dan-pembinaan-pegawai/65jam_kerja.html
Candra, A. 2013. Apa Saja yang Mempengaruhi Produksi ASI. Kompas [online], edisi
17/08/2013.
Diakses:
19
Juni
2016.
http://health.kompas.com/read/2013/08/17/1509498/Apa.Saja.yang.Pengaru hi.Produksi.Asi. Departemen Kesehatan. 2016. Pentingnya Pojok Laktasi untuk Ibu dan Bayi. Diakses : 09 April 2016. http://promkes.depkes.go.id/pentingnya-pojok-laktasi-untuk-ibu-dan-bayi/. Fikawati S dan Syafiq A. 2010. Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia. Makara Kesehatan, 14 (1): 17-24, Juni 2010. Kartika RP. 2015. Hubungan Lamanya Jam Kerja Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Jurnal Kesehatan dan Budaya. 8 (2): 26-32, November 2015. Karyati S dan Islami. 2013. Aplikasi Inisiasi Menyusui Dini pada Ibu Bersalin Sebagai Upaya Pencegahan Depresi Pasca Persalinan di Kab. Kudus Tahun 2013. JIKK 5 (1): 35-46, Januari 2014. Novayelinda R. 2012. Telaah Literatur: Pemberian ASI dan Ibu Bekerja. Jurnal Ners Indonesia. 2 (2): 1-8, Maret 2012. Pernatun C., Retna E., Retno E. 2014. Dukungan Tempat Kerja terhadap Perilaku Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal Kebidanandan Keperawatan. 10 (1): 2736, Juni 2014. Prameswari GN. 2009. Hubungan Lama Pemberian ASI Secara Eksklusif dengan Kejadian ISPA. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5 (1): 27-33, Juli 2009. Rahmawati M.D. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui di Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Jurnal Kesmadaska, 1 (1): 8-17, Juli 2010.
14
Ramadhani E., Lubis G., Edison. 2013. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 2 (2): 62-66, Februari 2013. Rejeki S. 2008. Studi Fenomenologi: Pengalaman Menyusui Eksklusif Ibu Bekerja di Wilayah Kendal Jawa Tengah. Media Ners. 2 (1): 1-13, Mei 2008. Roesli U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya. Setiowati T. 2011. Hubungan Faktor-faktor Ibu dengan Pelaksanaan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-12 Bulan di Desa Cidadap Wilayah Kerja Puskesmas Pagaden Barat Kabupaten Subang Periode Januari-Juli 2011. Jurnal Kesehatan Kartika. 10 (5): 10-17, Juli 2011. Sugiarti, Eni. (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen. . [Skripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Sugihartono N. 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 11 (11): 82-86, April 2012. Susilowati D. 2015. Dukungan Tempat Kerja Jadi Faktor Kesuksesan Ibu Menyusui. Diakses : 26 April 2016. http://gayahidup.republika.co.id/berita/gayahidup/parenting/15/08/11/nsxbh g328-dukungan-dari-tempat-kerja-jadi-faktor-kesuksesan-ibu-menyusui. Sutanto M. 2015. Iklan Susu Formula Melampaui Batas Etika. Diakses 26 September 2016. http://www.antaranews.com/berita/501452/aimi-iklan-susu-formulalampaui-batas-etika. UNICEF. 2012. Mari jadikan ASI eksklusif prioritas nasional. Pusat Media UNICEF. Diakses: 19 Maret 2016. http://www.unicef.org/indonesia/id/media_19265.html
15