POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG) 2014-2015
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam
Oleh MAHMUZUN NIM : 21111007
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI‟AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
1
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal
: Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamua’alaikum Waramatulahi Wabarakatuh. Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan koreksi dan maka naskah skripsi mahasiswa :
Nama
: MAHMUZUN
NIM
: 21111007
Judul
: POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN
DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu'alaikum Waramatulahi Wabarakatuh. Salatiga, 22 september 2015 Pembimbing
Drs.H. Mubasirun, M.Ag NIP. 19590202 199903 1001
2
3
PERYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Mahmuzun
NIM
: 21111007
Jurusan
: Ahwal Al- Syakhshiyyah
Fakultas
: Syariah
Judul Skripsi :POLA
PEMBINAAN
PRA
PERNIKAHAN
DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG MENYATAKAN bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga. 20 september 2015 Yang menyatakan Materai 6000
MAHMUZUN NIM: 2111107
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulilah alhamdulilah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hambaNya,sehingga sampai saat ini masih mendapatkan ketetapan iman dan Islam. Sholawat dan salam semoga tetep tercurah kepada belia Nabi agung Muhammad Saw yang senantiasa kita ikuti sunah-sunahnya dan semoga selalu mendapatkan syafaatnya di dunia dan di akhirat. Amin. Dalam penjelasan skripsi ini tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam idee, kritik,saran maupun dalam bentuk lanya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada: 1.
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Intitut Agama Islam Negeri Salatiga
2.
Dra. Siti Zumrotun. M.Ag Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Salatiga
3.
Bapak Sukron Ma‟mun SHI. MSI. Selaku Ketua Jurusan Ahwal AlSyahkhshiyyah
4.
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kandangan
5.
Drs.H. Mubasirun, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam penyelesaian skiripsi ini serta masukanmasukanya
6.
Segenap Dosen Fakultas Syariah
5
7.
Segenap Staf Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kandangan
8.
Kedua Orang tuaku yang saya sayangi dan saya banggakan, yang selalu mensuport dan doanya yang selalu mengiringi langkah saya, serta bantuanya baik berupa meteriil maupun non materiil
9.
Buat Ria Nirmawati makasih buat suport dan doanya selama ini yang selalu memberi aku semangat dan semangat dalam studinya ya, aku tunggu dipelaminan nanti.
10.
Buat teman-teman aku semuanya makasih atas waktunya selama ini sehingga kita bisa bersama-sama
11.
Buat sahabat-sahabati PMII tetap semangat dan berjuang terus
12.
Teman-teman formatas semuanya kalian adalah keluarga di salatiga
13.
Teman teman AS 2011 kalian semua tak akan terlupakan
14.
Hmj syariah dan Ekonomi Islam tetap semangat dalam menjalani amanah yang telah diberikan pada kalian
15.
Buat mbah kos terimakasih selama ini yang telah diberikan kepada saya semoga selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang
16.
Buat teman-teman lasin, anto, guse, lukman, tri heriyanto, rois, rohman, umam harjo, dan si jomblo fadhil, selamat menempuh perjalananya masingmasing.
17.
Dan buat semuanya teman-teman hmj, hanapek, syukron, dina, ndus, mimin, pendhil, kalian teman seru-seruan
6
Penulis menyadari banyaknya kesalahan dalam penulisan skirpsi ini baik dari bahasa, tulisan dan isi masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran dari pembaca dibutuhkan untuk menjadikan kesempurnaan dikemudian hari. Akhir kata penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita semua. Amin .
Salatiga 22 September 2015 Penulis
MAHMUZUN NIM: 2111107
7
ABSTRAK Mahmuzun. 2015.Pola Pembinaan Pra Pernikahan Dalam Penurunan Angka Perceraian di KUA Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Skripsi, Fakultas Syari‟ah, Program Studi Ahwal Al- Syakhshiyyah. Institut
Agama
Islam
Negeri
Salatiga.Pembimbing:Dr.H.
Mubasirun,M.Ag
Kata Kunci: Perceraian atau Pembinaan Pra Pernikahan Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahua perceraian yang terjadi di KUA kecamatan kandangan. Adapun pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana Pola pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan ? (2) Bagaimana Efektifitas pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan? (3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan prapernikahan dan faktor apa saja yang mengahmbat? Penulis dalam hal ini mendasarkan pada penelitian field research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan pra pernikahan di KUA Kandangan. Dalam penelitian ini maka peneliti akan terjun secara langsung ke KUA untuk mengetahui tentang pembinaan yang dilakukan, serta peneliti juga melakukan sedikit tanya jawab kepada masyarakat mengenai pembinaa yang dilakukan oleh pihak KUA dan sebagai mana efektif pembinaan pra pernikahan itu berlangsung baik itu bagi masyarakat maupun bagi KUA itu sendiri. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa kenapa dari sekian banyak calon pengantin banyak yang banyak bahkan hampir semuanya mengikuti pembinaan pra pernikahan yang dilakukan oleh pihak KUA, akan tetapi ketika sudah banyak banyak yan megikuti pembinan tetapi angka perceraian masih tinggi juga. Maka ketika sudah melihat hal tersebut perlu adanya perubahan dalam pembinaan pra pernikahan yang dilakukan oleh KUA sehingga pada saat berlangsungya pembinaan serta tidak berkesan monoton atau membosankan bagi calon pengantin, sehingga perlu adanya perubahan-perubahan yang harus dilakukan baik itu dari pihak KUA sendiri maupun dari masyarakat, perubahan tersebut dilakukan dalam rangka menekan angka perceraian yang terjadi dalam pembinaan pra pernikahan itu sendiri.
8
BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat
diinginkan dalam Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami istri sama –sama dalam mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naugan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik Karena itu, maka dikatakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan yang paling suci dan kokoh. Dan Tidak ada suatu dalil yang jelas menunjukan tentang sifat kesuciaNya yang demikan agung itu, Selain dari pada Allah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan “ mitsaqun-ghalidhun” (Perjanjian yang kokoh) (Sabiq, 1980: 7). Jika ikatan antara suami-istri sedemikian kokoh dan kuat, maka tidak sepatutnya dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekanya dibenci oleh Islam, karena dianggap merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri (Wasman dkk, 2011: 84). Dan jika ikatan perkawinan begitu kokohnya, akan tetapi mengapa banyak terjadinya perceraian yang terjadi, di KUA kandangan sehingga ketika mengetahui bahwa ikatan perkawinan sebegitu kokohnya maka sudah pasti tidak akan ada yang dapat memisahkan antara keduanya dan yang memisahkan hanya maut saja. Dan hal sedemikian itu tidak berlaku di KUA kecamatan kandangan.
9
Pengertian perkawinan yang lainya, diantaranya menurut undang- undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Berdasarkan konsepsi perkawinan menurut pasal 1 ayat (1), bahwa perkawinan adalah ikatan lahir antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (Rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian perkawinan diatas jelas bahwa baik menurut Isalam maupun menurut undang-undang perkawinan bahwa tujuan dari sebuah perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia kekal abadi dan juga yang tidak terpisahkan dalam kondisi dan situasi apapun bahwa memiliki keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan setiap idaman insan manusia yang mau menuju kesebuah pernikahan, maka dari itu dari urian diatas sudah dijelaskan bahwa pernikahan merupakan perjanjian yang kokoh untuk itulah kemudian bahwa perkawinan harus dilakukan dengan cara yang benar. Begitu juga yang terjadi di KUA Kecamatan Kandangan teryata dari setiap pencatatan pernikahan yang dilakukan oleh pihak KUA banyak yang tidak mengikuti kegiatan pembinaan pra pernikahan yang sudah di sediakan oleh KUA sedangkan pembinaan itu sendiri memberikan dampak yang bagus bagi calon pengantin karena pada dasarnya diberikan pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama Islam, fiqih, dan bagaimana cara membina keharmonisan keluarga. Di dalam KHI (Pasal 2) juga dijelaskan perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidhun untuk menaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah. Dengan demikian ada penegaan yang kuat di dalam KHI Bahwa perkawinan atau pernikahan merupakan akifitas
10
atau ritual yang mempunyai dimensi spiritual, sedangkan penegasan akad pernikahan sebagai akad yang kuat mitsaqan ghalidhun adalah dalam rangka meyadarkan kepada masyarakat betapa sucinya ikatan pernikahan sehingga jangan sampai dianggap pernikahan tersebut sabagai barang mainan sehingga orang dengan mudah mengadakan percerian (Wasman dkk, 2011: 35). Tidak hanya di Undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 saja yang menyatakan bahwa pernikahan merupakan ikatan yang suci dan kokoh, akan tetapi di dalam KHI juga menyatakan bahwa pernikahan merupakan mitsaqan ghalidhun
ikatan yang kuat dan kokoh, sehingga Islam dan Undang-undang
mengatur tentang pernikahan. Betapa pentingnya menjaga pernikahan tesebut sehingga pernikahan juga merupakan yang dilakukan hanya sekali dan tidak akan pernah terulang kembali sehingga diharapkan dari masyarkat memandang bahw pernikahan itu merupakan ikatan yang suci dan tidak boleh melakukan percerian apalagi ada pemikiran untuk mempermaikan sebuah perniakahan Pada dasarnya seluruh tujuan perkawinan di atas bermuara pada satu tujuan yaitu tujuan untuk membina rasa cinta dan kasih sayang antar pasangan suami istri sehingga terwujud ketentraman dalam keluarga ,Al-Qur‟an menyebutkan dengan konsep Sakinah, mawadah, wa rohmah, sebagaimana disebutkan dalam surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:
Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
11
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS Ar-Rum: 21). Pembinaan yang dimaksud dengan “membina” disini adalah segala upaya pengelolaan memelihara,
atau
penanganan
mencegah,
berupa
mengawasi,
merintis,
melatih,
menyantuni,
membiasakan,
mengarahkan
serta
mengembangkan kemampuan suami-istri untunk mewujudkan keluarga sakinah dengan mengadakan dan menggunakan segala daya , upaya dan dana yang dimiliki (Departemen Agama, 2005:4). Sehingga dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa sebuah pernikahan bukan hanya untuk sementara melaikan selamanya dan dibutuhkan pula dalam sebuah pernikahan saling mengerti, saling mengayomi dan bahkan juga saling melindungi guna untuk menwujudkan keluarga yang kekal dan abadi selamnaya. Terkadang ada orang yang ragu-ragu untuk kawin karena sangat takut memikul beban yang berat dan menghindarkan diri dari kesulitan-kesulitan. Islam memperingankan bahwa dengan kawin, Allah akan memberikan kepadanya penghidupan yang berkecukupan, menghilangkan kesulitan-kesulitan dan diberikanya kekuatan yang mampu mengatasi kemiskinan (Sabiq, 1980: 12). Dengan Firman Allah jelas bahwa Allah akan mempermudah ketika seseorang mau melangsungkan pernikahan dijalan Allah, maka disini diperlikanya sebuah pembinaan sebelum melangsungkan pernikahan denga dasar apa orang tersebut melangsungkan pernikahan sehingga pembinaan disini memberikan peran
12
yang sangat besar terhadap calon pengantin yang nantinya akan melangsungkan pernikahan sehingga sebelum beranjak kesana diperlukanya adanya sebuah pembinaan terlebih dahulu guna untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan calon pemgantin tentang pernikahan. Selain
itu juga teryata banyak yang melakukan pernikahan yang
kebanyakan calon istri masih muda-muda yaitu diantara 16 tahun sampai 18 tahun, hal yang demikian juga karena sdm yang rendah serta kurang dukungan dari orang tua Dalalm hal ini Upaya untuk mewujudkan harmonisasi hubungan suami istri dapat dicapai antara lain melalui : 1.
Adanya saling pengertian. Di antara suami-istri hendaknya saling mengerti dan memahami tentang keadaan masing-masing baik secara fisik maupun secara mental. Perlu diketahui bahwa suami-istri sebagai manusia, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan, Masing-masing sebelumnya tidak saling mengenal, bertemu setelah sama-sama dewasa . perlu diketahui juga bahwa masing-masing juga memiliki perbedaan sifat, sikap, tingkah laku, dan mungkin perbedaan pandangan
2.
Saling menerima kenyataan. Suami-istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki, mati itu dalam kekuasaan Allah tidak dapat dirumuskan secara sistematis. Namun kepada kita manusis diperintahkah untuk ikhtiar, Hasilnya barulah merupakan suatu
13
kenyataan yang harus kita terima, termasuk keadaan suami-istri kita masingmasing, kita terima secara tulus dan ikhlas. 3.
Saling melakukan penyesuain diri Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masingmasing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkunga keluarga, Kemampuan penyesuaian diri oleh masingmasing anggota keluarga mempunyai dampak yang positif, baik bagi pembinaan keluarga maupun masyarakat dan bangsa.
4.
Memupuk rasa cinta Setiap pasangan suami-istri menginginkan hidup bahagia. Kebahagian hidup adlah bersifat relatif sessuai dengan cita rasa dan keperlunya. Namun begitu setiap orang berpendapat sama bahwa kebahagiaan adalah segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketentraman, keamanan, kedamaian serta segala sesuatu yang bersifat pemenuhan keperlua mental spiritual manusia. Untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antar sesama suamiistri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan rasa saling menyanyangi, kasih-mengasihi hormat-menghormati serta saling hargamenghargai dan penuh keterbukaan.
5.
Melaksanakan asas musyawarah Dalam keluarga sikap bermusyawarah terutama antara suami-istri merupakan suatu yang perlu diterapkan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip tak ada masalah yang tidak dapat diselesaiakan selama prinsip musyawarah
14
diamalkan, Dalam hal ini dituntut untuk selalu terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri dari pihak suami maupun istri. Sikap bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab diantara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah yang timbul. 6.
Suka memaafkan Diantara suami-istri harus ada sikap kesdihan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan
sepele dapat menjadi sebab terganggunya
hubungan suami-istri yang tidak jarang dapat menjerumus kepada perselisishan yang berkepanjangan. 7.
Berperan serta untuk kemajuan bersama Masing-masing suami-istri harus berusaha saling membantu pada setisp usaha peningkatan dan
kemajuan yang pada giliranya menjadi
kebahagian keluarga (Kementrian Agama, 2005:29). Ketika melihat dari beberapa peryataan diatas bahwasanya untuk menjalin hubungan dalam rumah tangga tidaklah mudah maka dari sini peneliti tertarik dengan pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA dalam hal menekan angka perceraian yang terjadi kemudian dari hal tersebut seberapa efektifkah pembinaan, serta kendala-kendala apa yang dihadapi oleh pihak KUA dalam menekan angka perceraian yang terjadi.
15
B. Rumusan Masalah Dari Tema di atas nanti akan didapatkan berbagai permasalahanpermasalahan yang akan menjadi inti pembahasan pada penulisan ini. Diantaranya permasalahan-permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pola pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan ? 2. Bagaimana Efektifitas pembinaan pra pernikahan di KUA Kandangan ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan pra pernikahan dan faktor apa saja yang mengahmbat ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.
Tujuan Adapun hal-hal yang menjadi tujuan pokok dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui
Pola-Pola pembinaan prapernikahan
di
KUA
Kandangan . b. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas dari pembinaan prapernikahan tersebut. c. Untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan prapernikahan dan faktor apa saja yang mengahmbat. 2.
Kegunaan Dari penulisan ini tentunya penulis berharap agar tulisan ini mempunyai kegunaan atau kemanfaatan, diantaranya adalah sebagai berikut:
16
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pola berpikir mengenai betapa pentingya pernikahan dan mempertahankanya sebagaimana dalam islam dan Undang-undang perkawinan. b. Sebagai pedoman dalam rangka pengembangan ilmu dalam hal yang berkaitan dengan pernikahan. c. Untuk menambah pengetahuan mengenai pernikahan sehingga tidak ada niatan untuk bermain dalam hal pernikahan. D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian a. Penelitian ini termasuk field research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembinaan pra pernikahan di KUA Kandangan. 2. Lokasi Penelitian Adapun untuk lokasi yaitu berada di Kec. Kandangan Kab. Temanggung yang beralamat di JL Raya Kandangan Jumo, Kandangan, Temanggung. Telp (0293) 490 0907. Dari sekian kasus perceraian yang terjadi di KUA Kecamatan Kandangan ini menyita perhatian teryata dari sekian banyak pengantin yang mendaftarkan dirinya banyak yang tidak mengikuti pembinaan yang disediakan oleh KUA, serta banyak dari calon pengantin yang usianya masih dini serta tinggkat pendidikan yang rendah. 3. Sumber Data
17
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1)
Dokumen Adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Nastangin, 2012:13). Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Nastangin, 2012:13). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis berupa data-data yang ada di KUA Kandangan yang berkaitan dengan penelitian.
a.
Data sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil kajian buku-buku karya Ilmiah serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan penelitia ini adalah sebagai berikut : 1) Undang-undang yang mengatur tentang pernikahan 2) Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini 3) Arsip-arsip yang mendukung
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik yakni : a.
Wawancara Dalam teknik wawancara penulis melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan dalam hal ini pihak kepala KUA , sebagai pelaksana dalam hal pembinaan keluarga calon pengantin untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.
18
Untuk
mendapatkan
informasi
maka
peneliti
melakukan
wawancara terhadap kepala KUA dan ditambah dengan pegawai KUA untuk memperkuat argumen. b.
Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa vatatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda da sebagainya (Nastangin, 2012:15). Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan beberapa kasus tentang pembinaan prapernikahan di KUA Kandangan, untuk melengkapi data maka peneliti mencari data baik berupa data atau wawancara secara langsung, sehingga dari hal tersebut didapatkan data yang lebih akurat.
c.
Analisisn Data Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis, Dalam penganalisisan data tersebut penulis menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk urian (Moleong, 2011:288).
5.
Sistematika Penulisan Bab 1 dalam hal ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencangkup akan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, tinjuan pustaka, penegasan istilah, dan diakhiri dengan sitematika penulisan.
19
Bab II Dalam hal ini penulis mengemukakan dasar teori yang meliputi yaitu, Perkawinan, pembinaan dalam pra pernikahan, faktor apa saja yang menghambat dan mempengaruhi dari keberhasilan pembinaan tersebut. Bab III Dalam bab ini mengenai gambaran umum KUA Kandangan , prosedur pendaftaran pernikahan, hasil pembinaan prapernikahan, seerta bagaimana pendapat masyatakat menegnai pembinaan yang dilakaukan oleh pihak KUA tersebut. Bab IV Dalam bab ini merupakan bagian inti dari sebuah skripsi yang mana dari bab ini dibutuhkan sebuah analisis dari data-data yang telah terkumpul kemudaian dikaitkan dengan kehidupan atau realita yang ada kemudian apakah sudah benar efektifkah pola pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA itu sendiri. Bab V, Berisiskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan, diteruskan dengan sara-saran dan diakhiri dengan penutup.
20
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkawinan 1.
Pengertian Perkawinan Ta‟rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. Perkawinan adalah merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tidak laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka mereka harus kawin. Selain itu perkawinan juga merupakan kehendak kemanusian, kebutuhan rohani dan jasmani (Sosroatmojo, 1975:33) Firman Allah.:
21
Artinya: dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja. (QS An-Nisa:3). Perkawinan dalam Islam merupakan sunatullah yang sangat dianjurkan karena perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah swt. Untuk melestarikan kehidupan manusia dalam mencapai kemaslahatan dan kebahagiaan hidup, perkawinan diartikan dengan suatu akad persetujuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang mengakibatkan kehalalan pergaulan (hubungan) suami istri (Wasman , 2011: 32). Firman Allah dalam QS An-Nisa ayat 1 yang berbunyi:
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada
22
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS An-Nisa: 1). Dari pengertian ayat diatas begitu dijelaskan secara mendetail mengenai kedua calon suami dan calon istri, bahwasanya Allah telah mengatur tentang bagaimana cara manusia menjaga keturunanya sebagai mana dijelaskan pada ayat diatas Allah telah memberikan cara bagi hambanya yang mau mengikkuti segala aturaNya, bahwa di dalam ayat di atas Allah tidak menganjurkan kepada hambanya untuk melakukan hubungan yang tidak diperbolehkan bahwa manusia hidup mempunyai aturan.
2.
Rukun dan Syarat Sah Perkawinan Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya sebuah perkawinan. Jika syarat-syaratnya terpenuhi, perkawinanya sah dan menimimbulkan adanya segala kewajiban dan hak hak perkawinan. a.
Rukun Pernikahan yaitu: 1)
Adanya calon mempelai pria dan wanita
2)
Adanya wali dari calon mempelai wanita
3)
Dua orang saksi pria
4)
Adanya ijab, yaitu ucapan penyerahan calon mempelai wanita dari walinya atau wakilnya kepada calon mempelai pria untuk dinikahi
23
5)
Qobul, yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh calon mempelai pria atau wakilnya.
b.
Syarat Pernikahan 1)
Bagi calon mempelai pria, syaratnya : a)
Beragama islam
b)
Pria
c)
Tidak dipaksa
d)
Tidak beristri empat orang
e)
Bukan mahramnya calon istri
f)
Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istrinya
g)
Mengetahui calon istrinya itu tidak haram dinikahinya
h)
Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh
i)
Cakap melakukan perbuatan hukum untuk hidup berumah tangga
j) 2)
Tidak dapat halngan perkawinan
Bagi calon mempelai wanita sayaratnya: a)
Beragama Islam
b)
Wanita (bukan banci/lesbian)
c)
Telah memberi izin kepada walinya untuk menikahkanya
d)
Tidak bersuami dan tidak dalam iddah
e)
Bukan mahramnya calon suami
f)
Belum pernah dili‟an (sumpah li‟an) oleh calon suaminya
24
3)
g)
Jelas orangnya
h)
Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh
Tidak ada halangan perkawinan Seseorang terhalang perkawinanya karena :
4)
5)
a)
Hubungan darah terdekat (nasab)
b)
Hubungan persusuan (radla‟ah)
c)
Hubungan persemendaan (mushaharah)
d)
Talak ba‟in kubra
e)
Permanduan
f)
Telah beristri 4 orang
g)
Li‟an
h)
Masih bersuami/ dalam masa iddah
i)
Perbedaan agama
j)
Ihram haji atau umroh
Bagi wali calon mempelai wanita a)
Pria
b)
Beragama Islam
c)
Mempunyai hak atas perwalianya
d)
Tidak terdapat halangan untuk menjadi wali
Bagi saksi, syaratnya: a)
Dua orang pria
b)
Beragama islam
c)
Sudah dewasa
25
6)
d)
Hadir dalam upacara akad nikah
e)
Dapat mengerti maksud akad nikah
Bagi akad nikah syaratnya : a)
Adanya ijab (penyerahan) dari wali
b)
Adanya qabul (penerimaan ) dari calon wali suami
c)
Ijab harus mengunakan kata-kata nikah atau yang searti denganya
d)
Antara ijab dan qabul harus jelas dan saling berkaitan
e)
Antara ijab dan qabul masih dalam satu majlis
f)
Orang yang berujab-qabul tidak sedang dalam ihram haji atau umrah (Kementerian Agama, 2005: 15).
Ijab Kabul dalam sebuah pernikahan menghalalkan dua insan berlawanan jenis untuk hidup bersama sebagai suami istri. Keduanya dihalalkan untuk hidup serumah dalam mengarungi hidup selanjutnya (Yosodipuro, 2010: 97). Pernikahan menyebabkan timbulnya konsekuensi terhadap suami dan istri, yaitu hak dan kewajiban. Dalam kaitan ini, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan bersama dan ada juga hak dan kewajiban masing-masing. 1.
Hak-hak dan kewajiban suami-istri a. Hak dan kewajiban bersama 1)
Saling mengsihi dan menyayangi
2)
Saling mempercayai
3)
Mendidik anak
26
4)
Menciptakan komunikasi yang interaktif dan kondusif
5)
Saling memenuhi hak dankewajiban
6)
Saling menasihati
7)
Menjaga rahasia keluarga
b. Kewajiban suami 1)
Membayar mahar
2)
Memberi nafkah kepada irstri dan anak
3)
Memenuhi kebutuhan biologis istri/ menggauli istri
4)
Mendidik dan membimbing istri
5)
Menutupi aib istri \
c. Hak suami 1)
Mendapakan pelayanan istri
2)
Mendapatkkan perhatian istri
3)
Mendapatkan kebutuhan pelayanan biologis
4)
Meminpin rumah tangga
5)
Mendapatkan hak waris istri
d. Kewajiban istri 1)
Memenuhi hajat biologis suami
2)
Menjaga harta suami
3)
Menaati suami
4)
Menjaga martabat diri dan keluarga
5)
Merawat dan menjaga penampilan
27
6)
Menjaga kehormatan suami
7)
Menyelaraskan selera suami
e. Hak istri
3.
1)
Mendapatkan nafkah
2)
Pemenuhan kebutuhan biologis (digauli)
3)
Mendapatkan perlindungan dan pengayoman dari suami
4)
Mendapatkan didikan dan nasihat suami
5)
Memeberikan masukan dalam penyelesain masalah
6)
Mendapatkan hak waris suami (Yosodipuro, 2010: 98).
Hukum Pernikahan Secara personal hukum nikah berbeda disebabkan perbedaan kondisi mukallaf, baik dari segi karakter kemanusianya maupun dari segi kemampun hartanya, hukum nikah tidak hanya satu yang berlaku bagi seluruh mukallaf , masing-masing mukallaf mempunyai hukum tersediri yang spesifik sesuai dengan kondisinya yang spesifik pula, baik persyartan harta, fisik, atau ahklak ( Hawwas, 2009: 44). Didalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu”. a.
Wajib
28
Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus dalam
perzinaan wajiblah dia kawin, karena
menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin. b.
Sunnah Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari buat zina, maka sunnahlah dia kawin. Kawin baginya lebih utama dari pada bertekun diri dalam ibadah, karena menjalani hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan dalam Islam.
c.
Haram Bagi seorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya tidak mendesak, haramlah ia kawin.
d.
Makruh Makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mempu memberikan belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat, juga bertambah makruh hukumnya jika karena lemah syahwatnya itu ia berhenti melakukan sesuatu ibadah atau menuntut suatu ilmu.
e.
Mubah
29
Dan bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah (Hawwas, 2009: 45). 4.
Hikmah Pernikahan Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, mahkluk yang dimuliakan oleh Allah. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjaga dari ketimpagan dan penyimpangan, Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik (Hawwas, 2009: 39). Islam menganjurkan dan menggembirakan kawin sebagai mana maksud karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia (Sabiq, 1980: 18). Dari urian diatas dijelaskan bahwa dari sebuah pernikahan akan memberikan hikmah bagi yang menjalankan pernikahan tersebut akan tetapi hikmah itu akan ada ketika pernikahan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama dan karena mencari ridha Allah. Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologis, dan agama diantara yang terpenting adalah sebagai berikut (Hawwas, 2009: 39).
30
a.
Memelihara
gen
manusia.
Pernikahan
sebagai
sarana
untuk
memelihara keberlangsungan gen manusia, alat reproduksi, dan generasi dari masa ke masa. b.
Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh, di dalamya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius.
c.
Nikah sebagai perisai diri manusia. Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelanggaran-pelangaran yang diharamkan dalam agama.
d.
Melawan hawa nafsu. Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka.
e.
Pembagian tugas di mana yang satu mengurusi rumah tangga sedangkan lainya bekerja di luar sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.
f.
Perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan memperkuat hubungan masyarakat yang memang oleh Islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang dan menyayangi merupakan masyarakat yang kuat serta bahagia.
B. Perceraian Dalam Hukum Islam 1.
Pengertian Percerain
31
Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai, atau meninggalkan; mengurai atau melepas tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna,2009: 19). Istilah talak dalam fiqih mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Talaq menurut arti umum ialah segala macam bentuk percerian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraianya karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri. Seddangkan talak dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-istri itu ada yang disebabkan karena talaq, maka selanjutnya talaq ini disebut dengan istilah talaq dalam arti khusus ( Hawwas, 2009: 83). Langgengya perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan dalam Islam. Akad nikah dilaksanakan untuk selamanya dan seterusnya hingga maut memisahkan suami dan istri. Agar keduanya bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati naugan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya dalam kehidupan yang baik. Oleh karena itu ikatan antara suami dan istri merupakan ikatan yang paling suci dan paling kokoh yang dalam al-Qur‟an disebut dengan mitsaqon ghalidzan. Jika ikatan antara suami dan istri sedemikian kokoh dan kuatnya, maka tidak sepatutnya dirusakkan dan disepelekan. Setiap usaha yang meyepelekan dan melemahkannya maka dibenci oleh Islam, karena
32
dianggap merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.
f.
Hukum Perceraian Dalam Islam bercerai pada dasarnya “terlarang” atau tidak diperbolehkan kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh syara‟. Hal ini sejalan dengan pendapat mazhab Hanafi dan Hambali, mereka beralasan bahwa bercerai merupakan kufur nikmat, karena perkawinan adalah suatu nikmat, sedangkan kufur terhadap nikmat Allah merupakan haram, sehingga cerai haram kecuali darurat. Mazhab Hambali lebih lanjut menjelaskanya secara terperinci mengenai hokum bercerai. Menurut mereka bercerai mempunyai beberapa hukum, yaitu: a.
Wajib Yaitu talaq yang dijatuhkan oleh pihak Hakam (penegah) dikarenakan terjadinya perpecahan antara suami-istri yang sudah sangat berat dan tidak bisa diperbaiki lagi sehingga menurut keputusan hakam hanya perceraianlah jalan satu-satunya untuk menghentikan perpecahan (syiqaq) tersebut.
b.
Haram Yaitu talaq tanpa alasan, diharamkan karena merugikan suamiistri dan tidak adanya kemaslahatan yang akan dicapai dengan perbuatan thalaqnya tersebut.
c.
Sunnah
33
Yaitu apabila seorang suami atau istri mengabaikan kewajibankewajibanya kepada Allah, sedangkan suami atau istri tidak mampu untuk memaksanya agar pasanganya mampu menjalankan kewajibankewajibanya tersebut. d.
Makruh Yaitu jika suami menjatuhkan talaq kepada istri saleh dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan istri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan.
g.
Rukun dan Syarat Perceraianm Rukun percerian (talaq) ialah unsure pokok yang harus ada dalam talaq dan terwujudnya talaq tergatung adanya dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Massing-masing rukun tersebut harus memenuhi persyaratan. Syarat talaq ada yang disepakati oleh para ulama tetapi ada yang diperselisihkan (Supriatna,2009: 29) Rukun dan syarat tal ak tersebut adalah sebagai berikut: a.
Suami yang sah akad nikah dengan istrinya, disamping itu suami dalam keadaan: 1)
Baligh, sebagai suatu perbuatan hokum, perceraian tidak sah dilakukan oleh orang yang belum balihg.
2)
Berakal sehat, selain sudah baligh suami yang akan menceraikan istrinya juga harus mempunyai akal yang sehat, maka dari itu orang gila tidak sah untuk menjatuhkan talaq kepada istrinya.
34
3)
Atas kemauan sendirinya, perceraian yang dilakukan karena adanya sebuah paksaan bukan atas dasar kemauan sendirinya maka perceraian tersebut tidak sah.
b.
Istri, unsur yang kedua adalah istri. Untuk sahnya talak istri harus dalam kekuasaan suami, yaitu istri tersebut belum pernah ditalaq atau sudah ditalaq tetapi masih dalam masa waktu iddah dan dalam keadaan. 1)
Istri terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya.
2)
Istri harus dalam keadaan suci atau belum dicampuri oleh suaminya dalam waktu yang suci itu.
3)
Istri berada dalam iddah raj‟I atau iddah thalaq baim sughra.
4)
Jika istri berada dalam pisah badan dapat dianggap sebagai talaq, seperti pisah badan karena suami murtad, atau karena „illa, keadaan seperti ini dianggap talaq oleh mazhab Hanafiyah.
5) h.
Jika istri dalam masa idah akibah fasakh.
Bentuk-bentuk Perceraian Percerian (talaq) dapat dibagi menjadi beberapa bentuk dengan melihat kepada waktu menjatuhkanya, kemungkinanan suami kembali ke istrinya, cara menjatuhkanya, kondisi suami paa waktu mentalaq, dan lainlain (Supriatna,2009: 31) Diantara bentuk-bentuk perceraian (talaq) ialah sebagai berikut:
35
a.
Perceraian apabila ditinjau dari segi boleh tidaknyasuami ruju‟ kembali pada istrinya setelah ditalaq, maka perceraian ini ada dua bentuk yaitu: 1)
Talaq Raj‟i Adalah talaq yang suami diberi hak untuk kembali nikah kepada istri yang ditalaqnya tanpa harus melalui akad nikah yang baru, selama istri masih dalam masa iddah, talaq raj‟i tidak menghilangkan ikatan perkawinan sama sekali, yang termasuk kedalam talaq raj‟I ialah talaq satu atau talaq dua. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Talaq ayat1 :
Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak
36
mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. 2)
Talaq Ba‟in
Adalah talaq yang tidak diberikan hak kepada suami untuk rujuk kepdada istrinya. Apabila suami ingin kembali pada mantan istrinya, harus dilakukan dengan akad nikah yang baru yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syaratnya. Talaq bai‟in ini menghilangkan ikatan suami istri. Talaq ba‟in ini dapat dibagi menjadi talaq sughra dan talaq bai‟in kubra. a)
Talaq Ba‟in Sughra ialah talaq yang tidak memberikan hak rujuk kepada suami tetapi suami bisa menikah lagi kepada istrinya dengan tidak disyaratkan istri harus menikah denganlaki-laki lain. Yang termasuk talaq bai‟in sughra ialah talaq satu dan dua.
b)
Talaq Bai‟in Kubra ialah talaq apabila suami ingin kembali kepada mantan istrinya , selain harus dilakukan dengan akad nikah yag baru, disyaratkan istri harus terlebih dahulu menikah dengan orang lain dan telah diceraikan. Yang termasuk talaq ba‟in kubra ialah talaq yang ketiga kalinya. Allah SWT berfirman:
37
Artinya: kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. ( QS Al-baqarah ayat 230) b.
Adapun
bentuk-bentuk
perceraian
ditinjau
dari
siapa
yang
berkehendak untuk melakukan perceraian ialah: 1)
Talaq, yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak suami dengan menggunakan kata-kata talaq kepada istri (Wasmaan & Nuroniyah,2011: 86).
2)
Khulu‟, yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak istri dengan membayar iwad atau tebusan kepada suami (Wasmaan & Nuroniyah,2011: 100).
3)
Illa‟ dalam Islam ialah sumpah suami dengan menyebut Allah atau sifatnya yang tertuju kepada istrinya untuk tidak mendekati istrinya itu, baik secara mutlak atau dibatasi dengan ucapan selama-lamanya, atau dibatasi empat bulan atau lebih.
4)
Dhihar, dhihar berasal dari kata zhahr, artinya punggung, maksudnya suami berkata pada istrinya berkata: “engkau dan
38
akau seperti punggung ibuku”. Bahwa dhihar menurut istilah merupakan ucapan kasar yang dikatakan suami kepada istrinya dengan meyerupakan istri itu dengan ibu atau mahram suami, dengan maksud tersebut untuk mengharamkan istri untuk suaminya. c.
Ditinjau dari cara suami menyampaikan talaq terhadap istrinya, dalam hal ini tidak ada beberapa bentuk, baik dinyatakan dengan kata-kata ucapan, dengan surat atau tulisan kepada istrinya, dengan isyarat oleh orang bisu atau dengan mengirimkan seorang utusan (Sabiq,1980: 27). Diantara bentuk-bentuk tersebut ialah sebagai berikut: 1) Talaq dengan ucapan, yaitu talaq yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan dihadapi istrinya, dan istrinya mendengarkan secara langsung ucapan suaminya itu. 2) Talaq dengan tulisan, yaitu talaq yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaiakan kepada istrinya dan istri memahami isi dan maksudnya. Menurut Sayyid Sabiq syarat sah talaq secara tertulis, bahwa tulisan harus tegas, jelas dan nyata ditunjukan oleh suami terhadap isteri secara khusus. 3) Talaq dengan isyarat, yaitu talaq yang dilakukan oleh suami yang tuna wicara dalam bentuk isyarat, sebab isyarat baginya sama dengan bicara yang dapat menjatuhkan talaq, sepanjang isyrat itu jelas dan menyakinkan, para fuqaha mensyaratkan bahwa isyarat itu sah bagi tuna wicara.
39
4) Talaq dengan utusan, yaitu talaq yang disampaikan oleh suaminya kepada istrinya melalui perantara orang lain sebagai utusan. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami yang menjatuhkan talaq suami dan melaksanakan talaq itu. i.
Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian Dalam Islam sebab-sebab putusnya hubungan perkawinan, setidaknya ada Sembilan macam, yaitu: Talaq, khuluk, syiqaq, fasakh, taklik-talak, illa‟, zhihar,li‟an dan kematian(Wasman & Nuroniyah,2011: 86). Sebabsebab tersebut masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut: a.
Talaq Yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak suami dengan menggunakan kata-kata talaq kepada istri.
b.
Khuluk Yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak istri dengan membayar „iwad atau tebusan kepada suami.
c.
Syiqaq Yaitu menurut istilah Fiqih, Syiqaq adalah: perselisihan oleh suami istri yang diselesaiak oleh dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri.
d.
Fasakh Yaitu merusak atau melepaskan ikatan perkawinan. Fasakh dapat terjadi karena sebab yang berkenaan akad (sah atau tidaknya) atau dengan sebab yang dating setelah berlakunya akad.
40
e.
Takli‟talaq Yaitu suatu talaq yang digantungkan pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.
f.
Illa‟ Arti illa‟ ialah bersumpah untuk tidak melakukan suatu pekerjaan. Di dalam Islam illa‟ adalah sumpah dengan nama Allah untuk tidak menggauli istrinya.
g.
Dhihar Zhihar dari kata zhahr, artinya punggung, maksudnya suami berkata kepada istri; “engkau dan akau seperti punggung ibuku” bahwa dhihar menurut istilah ucapan kasar yang dikatakan oleh suami kepada istrinya dengan menyerupakan istrinya itu dengan ibu atau mahram suami, dengan ucapan itu dimaksud untuk mengharamkan istri untuk suami.
h.
Li‟an Li‟an secara bahasa berarti jauh, laknat atau terkutuk. Sedangkan menurut istilah adalah seseorang yang menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi, maka dia harus bersumpah memakai nama Allah sebayak empat kali bahwa dia
41
benar dalam tuduhan itu, dan ditambah dengan bersumpah satu kali lagi bahwa dia akan terkena laknat Allah jika dalam tuduhanya dia berdusta. i.
Kematian Putusnya perkawinan dapat juga disebabkanya kematian suami atau istri. Dengan kematian salah satu pihak, maka hak lain mempunyai waris atas harta peninggalan yang meninggal. Walaupun dengan kematian, hubungan suami istri tidak mungkin disambung lagi, namun bagi istri yang suaminya telah meninggal tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-laki lain sebelum masa iddah habis, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.
C. Pembinaan pra Pernikahan 1.
Pengertian Pembinaan pra Pernikahan Pembinaan yang dimaksud dengan “membina” disini adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, melatih, membiasakan, memelihara,
mencegah,
mengawasi,
menyantuni,
mengarahkan
serta
mengembangkan kemampuan suami-istri untunk mewujudkan keluarga sakinah dengan mengadakan dan menggunakan segala daya , upaya dan dana yang dimiliki (Departemen Agama, 2005:4). Sehingga dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa sebuah pernikahan bukan hanya untuk sementara melaikan selamanya dan dibutuhkan pula dalam sebuah pernikahan saling mengerti, saling mengayomi
42
dan bahkan juga saling melindungi guna untuk menwujudkan keluarga yang kekal dan abadi selamanya sesuai dengan arti dari sebuah pernikahan itu sendiri. Tujuaan membimbing keluarga adalah yang tiada lain ialah demi terwujudnya kebahagian yang abadi dari dunia hingga akhirat bagi keluarga itu, termasuk pihak suami sendiri, maka cara-cara yang paling tepat untuk mencapainya pun tiada lain ialah cara-cara bijaksana sesuai dengan yang diajarka oleh syariat Islam. Cara-cara itu tidak bia dilepaskan dari konsep Islam yang ajaranya jelas-jelas membimbing manusia menuju kebahagiaan abadi, kebahagiaan hidup di dunia hingga akhirat (Halim, 2005: 261). Persiapan dalam melakukan apapun awal dari keberhasilan. Apalagi untuk sebuah pernikahan, sebuah moment besar dalam kehidupan seorang laki-laki dan seorang perempuan momen besar bagi seorang laki-laki karena dia akan bertambah amanah yakni dari tanggung jawab atas dirinya sendiri menjadi tanggung jawab terhadap sebuah keluarga (Takariawan, 2009: 24). Untuk sebuah peristiwa bersejarah itulah laki-laki dan perempuan Muslim
hendaknya memiliki
kesiapan diri
secara moral
spiritual,
konsepsional, fisik, material dan sosial. a.
Persiapan Moral dan Spiritual Kesiapan secara spiritual ditandai oleh mantapnya niat dan langkah menuju kehidupan berumah tangga. Tidak rasa gamang atau keraguan tatkala untuk memutuskan menikah dengan segala
43
konsekuensinya atau resiko yang akan dihadapi pasca pernikahan (Takariawan, 2009: 24). Sehingga pada saatnya nanti diharuskan mempersiapkan diri untuk siap menanggung semua yang pada sebelumnya belum pernah dijalankan yaitu seorang laki-laki pada nantinya akan menjadi imam dalam sebuah rumah tangga dan akan menjadi bapak dari hasil pernikahan tersebut, kemudian persiapkan pula juga seorang perempuan yang pada nantinya juga akan menjadi seorang ibu dari anak-anak yang dihassilkan dari perrnikahan tersebut. Sebelum memutuskan untuk menikah, persiapkan diri dari segi moral sangat signifikan. Ingatlah peryataan Allah bahwa wanita yang beriman adalah untuk laki-laki yang beriman dan wanita pezina adalah untuk laki-laki pezina. Yang keji hanya layak medapatkan yang keji pula.
Artinya:. wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
44
mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) (QS An-Nur: 26). Jika ingin mendapatkan pasangan yang baik maka jadikan diri anda baik terlebih dahulu, jika anda ingin mencari istri yang salihah maka jadikan diri anda saleh terlebih dahulu, karena Allah sudah menetapkan akan hal itu semua sesuai dengan ayat yang ada diatas. b.
Persiapan Konsepsional Kesiapan konsepsional ditandai dengan dikuasainya berbagai hukum, etika, aturan, dan kadang juga pernak-pernik pernikahan serta kerumahtanggaan. Kadanag kita jumpai masyarakat yang menikah tanpa
mengaahui
aturan
Islam
tenang
pernikahan
dan
kerumahtanggaan, Wajar saja kalau kemudian dalam kehidupan berumah tanggaa terjadi berbagai bentuk yang tidak sesaui dengan sunnah kenabian disebabkan oleh ketidak mengertian (Takariawan, 2009: 28). Dari sekian banyak pernikahan yang sudah berlangsung bahwa teraya masih ada juga kejadian dimasayrakat mengenai betapa pentingya mengetahui ilmu-ilmu pernikahan, karena banyak dari sekian pernikahan di masayarakat yang tidak mau tahu terhadap betapa pentingya ilmu tentang pernikahan itu sendiri. c.
Persiapan Fisik Kesiapan fisik ditandai dengan adanya kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsinya
45
sebagai suami atau istri dengan optimal. Apabila diantara indikator „mampu‟ yang dituntut dalam melaksanakan pernikahan adalah kemampuan melaksanakan jimak maka salah satu aspek kesehatan yang dituntut pada laki-laki dan perempuan adalah menyangkut kemampuan berhubungan suami istri secara wajar (Takariawan, 2009: 32). Hal ini sangat diperlukan dalam menunjang sebuah perkawinan yang nantinya akan berlangsung dan diperlukan juga untuk memeriksakan diri masing-masing untttuk mengatahui kesehaan reproduksi dari setiap calon pengantin karena. Rasullulah Saw. Menganjurkan
untuk
menikahi
wanita
yang penyayang
lagi
mempunyai peluang untuk melahirkan banyak anak. Maka dari itu sebelum melangsungkan sebuah pernikahan alangkah baiknya dari setiap calon mengetahui dari setiap riwayat kesehatan dari masing-masing calon pengantin apakah pada nantinya akan diberlangsungkan sebuah pernikahan apa tidak sehingga pada nantinya tidak ada penyesalan setelah terjadinya penikahan tersebut. d.
Persiapan Materil Islam tidak menghendaki kita berpikiran meterialistis bahwa orintasi dalam kehidupan hanyalah materi. Akan teapi, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa materi mrupakan salah satu sarana ibadah kepada Allah. Masyrakat indonesia tidak
akan bisa menunaikan
ibadah haji apabila tidak memiliki cukup dana untuk berangkat
46
ketanah suci, serta biaya menetap maupun pulangya. Termasuk juga biaya bagi keluarga yang ditinggalkan selama hampir sebulan ((Takariawan, 2009: 34). Dari urian diatas jangankan haji, sedangkan sholatpun tidak akan sah kalau auratnya tidak tertutup dan untuk menutup itu aurat maka dibutuhkan juga materi untuk beribadah kepada Allah, selain itu pun kita tidak akan bisa beribadah tanpa kita makan sedangkan biaya untuk makan pun juga kita membutuhkan yang namanya materi. Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Maka dari sini Allah sudah meletakkan kewajiban untuk memenuhi ekonomi bagi pihak laki-laki karena laki-laki memiliki tanggung jawab kepada istri dan anak-anknya nanti, maka apabila ingin melangsungkan sebuah pernikahan alangkah baiknya sudah memiliki pekerjaan karena pada nantinya seorang laki-laki tidak akan hidup sendiri setelah dia melaksanakan sebuah pernikahan. e.
Persiapan sosial Menikah menyebabkan pelakunya mendapatkan status sosial ditengah masyrakat. Jika sewaktu lajang dia masih menjadi bagian
47
dari keluarga bapak ibunya, sehingga belum diperhintungkan dalam kegiatan kemasyarakatan, setelah menikah mereka mulai dihitung sebagai keluarga tersendiri (Takariawan, 2009: 38). Membiasakan diri terlibat dalam masyarakat merupakan sebuah persiapan bahwa sudah siap dengan apa yang akan terjadi nantinya, karena pada suatu saat nanti mau tidak mau kita pasti bakalan kembali pada masyarakat maka dari itu persiapan sosial dalam hal ini sangat dibutuhkan apabila dari masing-masing calon pengantin sudah dewasa pastinya sudah tidak akan asing lagi dengan kagiatan yang ada di masyarakat itu sendiri. Agama Islam senantiasa menyuruh kita untuk memeiliki kepedulian dan keterlibatan sosial. Allah Swt. Telah berfirman.
Artinya:
sembahlah
Allah
dan
janganlah
kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
48
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (QS An-Nisa ayat 36). Oleh sebab itu Islam sangat menghargai keserasian dalam kehidupan bermasyarakat kemudian jangalah pernah merasakan malu apa bila sudah dihadapkan dengan masyarakat secara langsung, karena pada duluya yang tidak pernah tersentuh oleh kegiatan yang ada di masyarakat maka setelah melangsungkan sebuah pernikahan dan sudah memiliki keluarga maka dengan sendirinya sudah harus bisa berinteraksi dengan masyarakat secara langsung yang tanpa harus disuruh sudah harus bisa membiasakan dengan sendirinya karena persiapan sosial disini sangatlah penting karena kita pada akhirnya akan menjadi masyarakat juga. 2.
Mewujudkan Hamonisasi Hubungan Suami Istri Upaya mewujudkan harmonisasi hubungan suami istri dapat dicapai antara lain melalui : 8.
Adanya Saling Pengertian. Di antara suami-istri hendaknya saling mengerti dan memahami tentang keadaan masing-masing baik secara fisik maupun secara mental. Perlu diketahui bahwa suami-istri sebagai manusia, masingmasing
memiliki
kekurangan
dan
kelebihan,
Masing-masing
sebelumnya tidak saling mengenal, bertemu setelah sama-sama dewasa perlu diketahui juga bahwa masing-masing juga memiliki
49
perbedaan sifat, sikap, tingkah laku, dan mungkin perbedaan pandangan 9.
Saling Menerima Kenyataan. Suami-istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki, mati itu dalam kekuasaan Allah tidak dapat dirumuskan secara sistematis. Namun kepada kita manusis diperintahkah untuk ikhtiar, Hasilnya barulah merupakan suatu kenyataan yang harus kita terima, termasuk keadaan suami-istri kita masing-masing, kita terima secara tulus dan ikhlas.
10.
Saling Melakukan Penyesuain Diri Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkunga keluarga, Kemampuan penyesuaian diri oleh masing-masing anggota keluarga mempunyai dampak yang positif, baik bagi pembinaan keluarga maupun masyarakat dan bangsa.
11.
Memupuk Rasa Cinta Setiap pasangan suami-istri menginginkan hidup bahagia. Kebahagian hidup adalah bersifat relatif sessuai dengan cita rasa dan keperlunya. Namun begitu setiap orang berpendapat sama bahwa kebahagiaan adalah segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketentraman, keamanan, kedamaian serta segala sesuatu yang bersifat pemenuhan keperlua mental spiritual manusia. Untuk dapat mencapai
50
kebahagiaan keluarga, hendaknya antar sesama suami-istri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan rasa saling menyanyangi, kasihmengasihi hormat-menghormati serta saling harga-menghargai dan penuh keterbukaan. 12.
Melaksanakan asas Musyawarah Dalam keluarga sikap bermusyawarah terutama antara suamiistri merupakan suatu yang perlu diterapkan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip tak ada masalah yang tidak dapat diselesaiakan selama prinsip musyawarah diamalkan, Dalam hal ini dituntut untuk selalu terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri
dari pihak suami maupun istri. Sikap
bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab diantara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah yang timbul. 13.
Suka Memaafkan Diantara suami-istri harus ada sikap kesdihan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan terganggunya
hubungan
suami-istri
sepele dapat menjadi sebab yang tidak
menjerumus kepada perselisishan yang berkepanjangan. 14.
Berperan Serta Untuk Kemajuan Bersama
51
jarang
dapat
Masing-masing suami-istri harus berusaha saling membantu pada setisp usaha peningkatan dan kemajuan yang pada giliranya menjadi kebahagian keluarga (Kementrian Agama, 2005:29).
BAB III PENYAJIAN DATA
A. GAMBARAN UMUM KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMATAN KANDANGAN DAN PEMBINAAN PRA NIKAH 1.
Sejarah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kandangan
52
Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Kandangan merupakan unit Pelaksana Teknis Dirjen Bimas Islam yang bertugas Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Temanggung yang secara institusional berada paling depan dan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat di bidang Urusan Agama Islam. Tugas Pokok KUA Kecamatan tersebut
tertuang pada
Keputusan Menteri Agama nomor 517 Tahun 2001 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan dan terakhir disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 39 tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urussan Agama. Dalam melaksanakan tugas tersebut KUA mennyelenggarakan fungsi. Pelaksanaan Pelayanan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan Nikah dan rujuk; penyusunan statistik dokumentasi dan pengelolaan sistem majanemen KUA; pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga KUA; Pelayanan bimbingan keluarga sakinah; Pelayanan bimbingan kemasjidan; Pelayanan bimbingan pembinaan syariah; serta penyelenggaraan fungsi lain di bidang agama islam yang di tugaskan oleh Kepala Kantor Kementerian Kabupaten Temanggung. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, kedudukan KUA Kecamatan memegang peranan yang sangat vital sebagai pelaksana hukum Islam, khususnya berkenaan dengan perkawinan. Peran tersebut dapat dilihat dari acuan yang menjadi dasar pelaksanaannya, yaitu: a.
UU No. 22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
53
b.
UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
c.
PP nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974
d.
Peraturan Menteri Agama Nomor 03 Tahun 1999 tentang Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah.
e.
Keputusan Menteri Agama No. 517 tahun 2001 tentang penataan organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan.
f.
Keputusan Menteri Agama RI No. 298 tahun 2003 yang mengukuhkan kembali kedudukan Kantor Urusan Agama kecamatan sebagai unit kerja Kantor Departemen Agama kabupaten / kota yang melaksanakan sebagian tugas Urusan Agama Islam.
g.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
h.
PMA Nomor 11 tahun 2007 tentang pencatatan Nikah.
i.
PMA Nomor 10 tahun 2010 Tentang Organisasi dan tata kerja Kementerian Agama.
j.
PMA Nomor 13 tahun 2012 tentang Organisasi dan tata kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama.
k.
PMA Nomor 39 tahun 2012 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Urusan Agama. Karena tugas KUA berkenaan dengan aspek hukum dan ritual yang
sangat menyentuh kehidupan keseharian masyarakat, maka tugas dan fungsi KUA kecamatan semakin hari semakin menuju pada peningkatan kuantitas maupun kualitasnya. Peningkatan ini tentunya mendorong kepala KUA dan
54
jajarannya sebagai pejabat yang bertanggung jawab dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan tugas-tugas Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk dapat bersikap dinamis, proaktif, kreatif, mandiri, aspiratif dan berorientasi pada penegakan peraturan yang berlaku. 2.
Dasar Hukum Penyusunan profil KUA Kecamatan Kandangan Kab. Temanggung yang memuat gambaran umum tentang pelaksanaan tugas dan fungsi KUA Kecamatan Kandangan yang didasarkan pada ketentuan tugas dan fungsi KUA Kecamatan itu sendiri dan harapan dari dinas instansi vertikal yang berwenang dalam pembinaan rutin dalam bentuk kegiatan penilaian KUA percontohan dengan berpijak pada peraturan yang berlaku , yaitu : a.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan;
b.
Keputusan Menteri Agama Nomor 168 Tahun 2000 tentang Pedoman Perbaikan Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen Agama;
c.
Keputusan Menteri Agama Nomor 480 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota;
d.
Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan;
55
e.
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
PER/25/M.PAN/05/2006 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik; f.
Keputusan Menteri Agama Nomor 117 Tahun 2007 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen Agama;
g.
Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pedoman Perbaikan Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen Agama.
3.
Kondisi Objektif KUA Kecamatan Kandangan KUA Kecamatan Kandangan terletak di sebelah utara jantung kota Temanggung.
Berjarak kurang lebih 8 kilo meter dari perkantoran
Kabupaten Temanggung. Berada satu komplek dengan masjid Besar Kecamatan Kandangan dan Kantor PPAI serta Kantor Kepala Desa Kandangan, Secara terinci; sebelah selatan merupakan Jalan Raya Kandangan Jumo, sebelah barat masjid Besar Attaqwa Kecamatan Kandangan, sebelah Timur dan utara adalah perumahan penduduk. Wilayah Kecamatan Kandangan seluas 5728 Ha dengan mayoritas adalah lahan Pertanian, Perindustrian, perdagangan, dan perumahan. KUA Kec. Kandangan salah satu dari 20 KUA Kecamatan di lingkungan
Kantor
Kementerian
Agama
Kabupaten
Temanggung.
Berdasarkan catatan buku register Nikah , KUA Kandangan berdiri pada tahun 1947 M. dan dipimpin oleh kepala KUA pertama bernama Abdul Chamid.
56
Berdasarkan data pada Surat Keputusan
Kepala Desa Kandangan
Nomor: 543.8/01/1985 tertanggal 03 April 1985 Tentang Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Gedung Balai Nikah Kecamatan Kandangan, yang kemudian telah di sertifikatkan dengan nomor sertifikat: 12/9/2002 tertanggal 07 Januari 2002,
dibangun di atas tanah Hak Pakai Kantor
urusan Agama seluas 700 m2, terletak di Jl Jumo – Kandangan Km.01 Desa Kandangan Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. Berdasarkan Informasi dari Bapak KH Zainal Ma‟ruf, KUA Kecamatan Kandangan berdiri sejak tahun 1947 M. Pertama berdiri kantor Urusan Agama berkantor di rumah bapak Sapar di Kandangan Timur, kemudian pindah di rumah bapak Sunadi juga berlokasi di Kandangan Timur. Kemudian pindah di sebelah masjid. Sejak saat itulah lokasi kantor urusan agama menjadi satu dengan masjid Besar Kandangan. Semenjak tahun 1975 Gedung KUA telah berdiri sendiri di sebelah halaman masjid besar Kandangan. Pada tahun 1985 KUA Kec, Kandangan mendapat proyek pembangunan gedung dari pemerintah pusat yang berdiri di sebelah bangunan lama hingga sekarang. Adapun wilayah kecamatan Kandangan terdiri dari 16 desa yaitu: a.
Kandangan
b.
Baledu
c.
Caruban
d.
Samiranan
e.
Kembangsari
57
4.
f.
Gesing
g.
Blimbing
h.
Kedungumpul
i.
Wadas
j.
Rowo
k.
Malebo
l.
Ngemplak
m.
Tlogopucang
n.
Kedawung
o.
Banjarsari
p.
Margolelo
Visi Misi dan Motto KUA Kecamatan Kandangan a.
Visi
Profesional dan Amanah Demi Terwujudnya Masyarakat Yang Islami, Berakhlakul Karimah b.
Misi 1)
Meningkatkan pelayanan bidang organisasi dan Ketatausahaan
2)
Meningkatkan Disiplin Pegawai
3)
Meningkatkan pelayanan teknis administrasi nikah dan rujuk
4)
Meningkatkan pelayanan teknis administrasi kependudukan dan keluarga sakinah
58
5)
Meningkatkan pelayanan teknis administrasi kemasjidan dan hisab ru‟yah
6)
Meningkatkan pelayanan administrasi zakat, wakaf & shadaqah serta ibadah sosial
7)
Meningkatkan pelayanan teknis dan Pembinaan Jamaah Haji
8)
Meningkatkan kerjasama lintas sektoral
9)
Mendorong berkembangnya masyarakat madani yang dilandasi nilai-nilai Religi dan nilai-nilai luhur budaya daerah.
c.
Motto PELAYANAN PRIMA KAMI UNTUK KEPUASAN ANDA
5.
Struktur Organisasi KUA Kandangan
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMATAN KANDANGAN
59
6.
Keadaan Karyawan KUA Kandangan Jumlah pegawai KUA Kecamatan Kandangan tahun 2015 sebanyak 7 orang , terdiri dari 5 orang pegawai laki-laki dan 2 orang pegawai perempuan. Adapun rincian pegawai KUA sebagai berikut: a.
Badarodin, M.Ag. jabatan Kepala , dengan tugas sebagai penanggung jawab pelaksanaan tugas dan fungsi KUA
b.
Edy Mansur Jabatan Staf Penata Muda Tk.I III/b Pengolah data
c.
Umi Kulsum jabatab staf pengelola data Dipa
d.
M.Safi`i, S.Ag, Jabatan Pembina penyuluh Agama Islam Fungsional
e.
Widodo Jabatan Staf Juru Muda Tk. I I/b caraka Membantu ketata usahaan, haji dan basos.
7.
Keadaan Penduduk dan Sosio Religiusnya Kecamatan Kandangan Jumlah penduduk Kecamatan Kandangan pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No
Desa
1
1
2
Kandangan
Jumlah Penduduk Keseluruh an
KRISTEN Islam
3
4
4756
4793
60
Protestan
Katol Hind u ik
5
36
6
1
Bu dh a
7
8
0
0
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Baledu
1921
Caruban
2593
Wadas
4041
Samiranan
2010
Ngemplak
3887
Kembangsari
3688
Gesing
4848
Margolelo
1597
Blimbing
1495
Kedungumpu l
3437
Rowo
2359
Malebo
4656
Tlogopucang
6711
Kedawung
827
Banjarsari
1866
JUMLAH
46091
1916
5
0
0
0
2544
49
7
0
0
3995
35
11
0
0
2001
0
9
0
0
3382
13
492
0
0
3649
38
1
0
0
4134
682
32
0
0
1597
0
0
0
0
1491
0
4
0
0
3186
59
192
0
0
2356
0
0
0
3
4652
4
0
0
0
6711
0
0
0
0
817
10
0
0
0
1684
99
83
0
0
832
0
3
53.322
61
1030
8.
Prosedur Pelayanan Nikah Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh calon pengantin sebelum melangsungkan sebuah pernikahan adalah sebagai berikut: a.
Calon pengantin laki-laki dan perempuan dating ke KUA untuk mendaftar pernikahan
b.
Calon pengantin laki-laki dan perempuan mangambil, mengisi dan melengkapi formulir persyaratan nikah di KUA
c.
Kemudian apabila pernikahan akan dilakukan di luar KUA atau di luar jam kerja membayar Rp. 600.000 yang wajib disetorkan oleh calon pengantin pada bank yang ditunjuk berdasarkan PP. NO 48 Tahun 2014
d.
Menyerahkan slip bukti pembayaran ke KUA
e.
Jika pernikahan dilakukan di kantor KUA dan pada jam kerja maka tidak dikenakan biaya Rp. 0,-
9.
Prosedur Pelayanan Pendaftaran Nikah a.
Calon pengantin Laki-laki 1)
Surat keterangan untuk menikah (Model N1)
2)
Surat keterangan Asal-usul (Model N2)
3)
Surat persetujuan calon mempelai (Model N3)
4)
Surat keterangan Orang tua (Model N4)
5)
Surat keterangan persetujuan Orang tua (Model N5) Bagi catin yang berusia kurang dari 21 pada tanggal pernikahan
6)
Surat keterangan kematian istri (Model N6) Bagi duda mati
62
7)
Disertakan berkas pendukung: a)
Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
b)
Foto copy Akta Kelahiran
c)
Foto copy Kartu Keluarga
d)
Akta kematian/Surat Keterangan Kematian bagi duda mati
e)
Akta Cerai Asli berikut salinan putusan /bagi Duda cerai
f)
Surat Ijin Kawin dari Komandan bagi Catin Anggota TNI/POLRI
g)
Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi Catin yang belum berusia 19 Tahun
h)
Pas Photo UKURAN 2X3 Background Biru sebanyak 4 Lembar
i)
Rekomendasi
nikah
dari
Kantor
Urusan
Agama
Kecamatan setempat bila catin berasal dari daerah lain. b.
Calon Pengantin Wanita 1)
Surat Keterangan Untuk Menikah (Model N1)
2)
Surat Keterangan Asal-Usul (Model N2)
3)
Surat Persetujuan Calon Mempelai (Model N3)
4)
Surat Keterangan Orang Tua (Model N4)
5)
Surat Keterangan Persetujuan Orang Tua (Model N5) Bagi catin yang belum berusia 21 tahun pada tanggal pernikahan
6)
Surat Kematian Kematian Suami (Model N6) bagi janda mati
7)
Surat Keterangan Wali
63
8)
Disertai berkas pendukung: a)
Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
b)
Foto Copy Akta Kelahiran
c)
Foto Copy Kartu Keluarga
d)
Akta kematian/Surat Keterangan Kematian bagi janda mati
e)
Akta Cerai Asli berikut salinan putusan /bagi janda cerai
f)
Surat Ijin Kawin dari Komandan bagi Catin Anggota TNI/POLRI
g)
Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi Catin yang belum berusia 19 Tahun
h)
Pas Photo Ukuran 2X3 Background Biru sebanyak 4 Lembar
i)
Rekomendasi
nikah
dari
Kantor
Urusan
Agama
Kecamatan setempat bila catin berasal dari daerah lain. KETERANGAN i.
Bagi Surat Nikah Model N ditandatangani dan distempel Kepala Desa/Lurah
ii. 10.
Bagi pihak yang mendaftar ditambah model N7
Tugas Kantor Urusan Agama KUA Masyarakat pada umumnya bahwa pada dasarnya KUA adalah menikahkan orang yang akan menikah, maka dari itu semua peneliti
64
melakukan wawancara terhadap BD bahwa belia meluruskan apa yang selama ini ada pada masyarakat sebagai berikut: “.Bahwa KUA Tugasnya tidak menikahkah orang , akan tetapi mencatatkan pernikahan seseorang, sedangkan yang bertugas menikahkan wali dari catin perempuan, tetapi kebanyakan yang dating ke KUA untuk melangsungkan pernikahan biasanya tidak dinikahkah oleh walinya melainkan lewat pegawai KUA itu sendiri maka karena seringya mewakilkan itu atau naib , Karena wali banyak yang beranggapan kurang mampu, atau karena tidak biasanya seperti itu”. Selain itu pula diperkuat dengan peryataan oleh M.S beliau menambahkan bahwa tugas KUA tidak hanya mencatatkan saja peryataanya adalah sebagai berikut: “.Bahwa disini KUA selain melakukan pencatatan, pengawalan, pembinaan, dan pengadministrasian, KUA juga mempunyai tugas sebagai pembuat ikrar wakaf, manasik haji, pengurusan masjid, TPQ, Pendataan tempat-tempat ibadah, dan pengelolaan zakat dan waqaf pembinaan terhadap calon pengantin”. 11.
Program Kerja KUA Program Kerja setiap KUA adalah sama karena sudah diatur oleh pemerintah pusat. Untuk itu peneliti melakukan wawancara terhadap BD bahwa BD menuturkan bahwa. “ ya kalau masalah program kerja itu kita dari KUA memiliki kebijaksanaan tersendiri karena setiap lokasi itu berbeda dengan lokasi yang lain serta juga dari kondisi masyarakat itu juga karena pada dasarnya masyarakat juga menjadi prioritas utama akan tetapi kita juga tidak melenceng dari apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat”.
65
12.
Jumlah Nikah, Talak, Cerai, Rujuk Kantor Urusan Agama Kecamatan Kandangan telah mencatat peristiwa nikah pada tahun 2012 hingga dengan saat ini adapun peristiwa adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 data Jumlah Nikah, Talak, Cerai, Rujuk, Kantor Urusan Agama Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung. Tahun
Nikah
Talak
Cerai
Rujuk
2014
447
24
45
0
2015
170
0
0
0
B. PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN Dari sekian banyaknya KUA yang ada di kabupaten Temanggung teryata juga memiliki cara yang berbeda-beda dalam pembinaan karena letak geografis dan keadaan dari masyarakat juga ikut berperan penting dalam pembinaan tersebut. Berikut model pembinaan dari KUA Kecamatan sebagai berikut: 1.
Model Pembinaa Pra Pernikahan di KUA Kecamatan Kandangan Model pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA Kandangan . Disini peneliti melakukan wawancara terhadap BD belia menegaskan adalah sebagai berikut. “ kalau model pihak KUA melakukan pembinaan pada saat pemeriksaan catin dan pada saat akan berlangsungya pernikahan, serta pihak KUA juga memanggil catin untuk dating ke KUA, selain itu juga adanya proses Tanya jawab yang dilakukan oleh pihak pegawai KUA terhadap catin itu
66
sendiri serta seberapa jauh catin mengetahui tentang pernikahan dan juga agama”. 2.
Pihak yang Terlibat dalam Pembinaan Pihak yang ada dalam pembinaan teryata tidak hanya catin dan pihak KUA saja akan tetapi ada jiga pihak lain yang ikut dalam pembinaan tersebut, peneliti melakukan wawancara kepada BD beliau juga menuturkan bahwa pihak yang terlibat dalam pembinaan adalah sebagai berikut: “ pihak yang terlibat dalam pembinaan ini calon pengantin , tokoh agama, pemerintah desa dan juga puskesmas karena apa puskesamas juga terlibat karena untuk mengetahui kondisi kesehatan dari pihak calon pengantin karena sangat penting untuk mengatahui kondisi kesehatan, bukanya rasulullah juga menegaskan bahwa kawinilah wanita yang dapat memberika keturunan yang banyak bagi kamu”.
3.
Materi Pembinaan Dalam melaksanakan pembinaan tentu juga dari pihak KUA memiliki materi tersendiri yang nantinya akan diberikan kepada calon pengantin, bahkan menurut BD materi yang akan diberikan tentang, ilmu-ilmu fiqih, tentang membina keluarga, dan bagaimana nikah yang sebenarya, serta nikah sebagai menjalin hubungan rumah tangga yang harmonis.
4.
Metode Pembinaan Untuk metode yang dilakukan oleh pihak KUA sendiri adalah dengan akan berlangsungya pernikahan, pemeriksaan calon pengantin, selain itu proses penyampain materi yang dilakukan oleh pihak KUA juga terbatas sehingga tidak cukup dilakukan hanya sekali saja, Karena pembinaan tersebut bersifat wajib bagi calon pengantin. Disini peneliti melakukan wawancara terhadap BD beliau menegaskan bahwa:
67
“ bahwa untuk tehknik atau metode ya biasa saja, kita dari pihak KUA mendatangkan kedua calon pengantin ke KUA untuk melangsungkan pembinaan tersebut, kemudian setelah itu kami melakukan Tanya jawab terhadap calon pengantin itu sendiri selain itu pula kita hanya bisa memanggil secara satu persatu karena tidak semua dari para calon pengantin yang bisa dating untuk melangsungkan pembinaan itu sendiri. Selain itu juga masih kurangya calon pengantin mengenai bahwa betapa pentingya pembinaan sehingga kami dari pihak KUA merasa kesulitan dalam memberikan pengertian kepada calon pengantin itu sendiri”. Dan teryata dari pihak KUA sendiri itu sudah merupakan cara yang paling efektif karena setelah melihat dari kondisi lingkungan dan masyarakat . 5.
Waktu pelaksanaan Pembinaan Disini dari kapan waktu pelaksanaan teryata dari pihak KUA sendiri juga ada waktu tersendiri mengenai kapan pembinaan itu berlangsung, akan tetapi karena adanya kendala maka peneliti melakukan wawancara terhadap BD belia menuturkan sebagai berikut: “ bahwa pada dasarnya kami dari KUA memiliki waktu tersendiri untuk melangsungkan pembinaan tersebut, akan tetapi karena kurang kesadaran dari calon pengantin itu sendiri maka kami dari KUA sering tidak bisanya melangsungkan pembinaan pada apa yang teah ditentukan. Sehingga menurut kami waktu yang paling tepat dan dikira sangat efektif yaitu pada akan berlangsungya ijab qabul yang akan dilakukan oleh calon pengantin, sehingga kami hanya bisa melakukan sedikit ceramah mengenai cara membina sebuah keluarga yang akan menjadi tanggung jawab bersama nantinya”.
6.
Problema Pembinaan Bahwa apa yang selalu dalam sebuah kebaikan tidak selalu mudah dalam menjalaninya disini peneliti melakukan wawancara terhadap BD
68
beliau menegaskan bahwa problema yang dihadapi oleh KUA adalah sebagai berikut: “bahwa pada dasarnya kita selalu mengupayakan dalam hal pembinaan akan tetapi karena letak geografis dan kondisi masyrakat yang kurang begitu antusias sehingga membuat adanya sebuah kendala, disini kita dari pihak KUA mengalami yaitu banyaknya yang bekerja dari calon pengantin sehingga tidak ada waktu untuk dating ke KUA untuk melangsungkan pembinaan, jarak yang jauh antara tempat kediaman cati dengan KUA, biaya yang harus dikeluarkan oleh catin yang mana jarak sudah begitu jauh, sehingga kita dari pihak KUA berinisiatif bahwa waktu yang dirasa paling tepat dan sangat efektif yaitu pada akan berlangsungya ijab Qabul itu sendiri”. Itulah kendala yang dialami oleh pihak KUA di Kecamatan Kandangan sendiri yang berakibat banyaknya kasus perceraian dilakukan.
BAB IV ANALISA POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN
A.
POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DI KANTOR URUSAN
AGAMA (KUA) KECAMATAN KANDANGAN 1.
Efektifitas Pembinaan Pra Pernikahan di KUA Kecamatan Kandangan Dalam wawancara dengan BD selaku pegawai dari KUA itu sendiri diperoleh penjelasan sebagai berikut .
69
“ bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA dirasa sudah begitu efektif, meskipun belum seratus persen itu berhsil aka tetapi dari pihak KUA sendiri menganggap sudah berhasil karena dengan adanya pembinaan yang dilakukan setiap calon pengantin yang akan melangsugkan pernikahan, meskipun itu hanya dilakukan pada saat akan melangsungan pernikahan dan itu dirasa hal yang paling efektif karena disitu pembinaan berlangsung meskipun tidak dalam waktu yang lama ya mungkin berkisar kurang lebih lima belasan menit”. Selain peryataan dari BD juga diperkuat dengan peryataan MS menambahkan bahwa. “ untuk pembinaan sendiri memang dilakukan pada saat akan berlangsungya pernikahan itu sendiri karena yang dirasa cukup efektif, akan tetapi kadang ada juga yang dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan ya mungkin hanya satu atau dua kali saja itu saja hanya bagi calon pengantin yang sadar saja akan pembinaan tersebut, sehingga pembinaan yang paling efektif ya saat akan berlangsugnya pernikahan tersebut”. Maka dari peryataan kedua pegawai KUA tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembinaan yang dilakukan di KUA Kecamatan Kandangan paling efektif sebagian besar dilakukan pada saat akan berlangsungnya penikahan tersebut. 2.
Pola Pembinaan Pra Pernikahan di KUA Kecamatan Kandangan Pola yang diberlakukan oleh setiap KUA teryata berbeda dengan KUA yang lainya. Disni peneliti melakukan wanwancara dengan BD selaku pegawai dari KUA sendiri bahwa beliau menuturkan sebagai berikut. adalah calon pengantin datang ke KUA kemudian kami dari pihak KUA melakukan pemberian materi sedikit kemudian kami memberikan wawancara terhadap calon pengantin, kemudian untuk pola modern kami mendatangkan calon pemgantin untuk datang ke KUA kemudian kami berikan sedikit materi yang dalam bentuk selembaran yang bisa untuk dibaca oleh calon pengangantin atau bisa menjadikann pedoman serta melakukan Tanya jawab terhadap calon pengantin”.
70
Dari hasil wawancara diatas dengan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pola yang diberlaku“Bahwa untuk pola pembinaan kami dari KUA mempunyai dua pola yaitu pola klasik dan pola mdern, yang mana untuk pola klasik kan di KUA sendiri yaitu pola klasik dan modern yang mana klasik calon pengantin datang ke KUA kemudian dilakukan sedikit materi kemudian dilakukan wawancara, sedangkan untuk modern calon pengantin datang ke KUA kemudian diberi selebaran materi untuk dijadikan pedoman kemudian dilakukan Tanya jawab terhadap calon pengantin itu sendiri. 3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembinaan
Pra
Pernikahan di KUA Kecamatan Kandangan Dari setiap usaha yang dilakukan pasti akan mengalami sebuah problem adapun dari itu peneliti melakukan wawancara tehadap BD bahwa beliau menuturkan sebagai berikut: “ Bahwa kami dari pihak KUA berhasil melakukan pembinaan tersebut yaitu ketika akan berlangsung sebuh pernikahan dan itu pasti terlaksana, adapun untuk tidak terlaksana atau tidak berhasil yaitu ketika kami suruh calon pengantin untuk datang ke KUA untuk melangsungkan pembinaan banyak dari calon pengantin yang teryata juga tidak bisa dengan alasan sibuk kerja dan jarak tempuh yang jauh sehingga tidak berhasil, serta masih kurangya masyarakat mengetahui betapa pentingya dari pembinaan itu sendiri”. Dari hasil wawancara diatas maka peneliti dapat menyimpulkan dari apa yang telah peneliti dapatkan, yaitu bahwasanya dari piha KUA juga sudah melakukan pemanggilan terhadap calon pengantin untuk bisa datang ke KUA akan tetapi, teryata ada banyak hal yang dijadikan pemanggilan itu tidak berhasil diantara dari calon pengantin ada yang sibuk kerja, jarak
71
tempuh yang jauh, serta masih kurangya pemahaman betapa pentingya pembinaan tersebut di masyarakat sendiri sehingga tinggkat keberhasilan dari pembinaan tersebut masih belum secara sepenuhnya berhasil. 4.
Jumlah Kejadian Talak , Cerai, Kejadian Nikah, Talak, cerai, maupun rujuk tidak bisa dipungkuri lagi bahwa itu bisa terjadi pada pernikahan siapa saja, serta tidak memandang sudah berapa tahun mereka menikah. Dari hasil wawancara juga peneliti menyajikan kejadian nikah, talak, rujuk, dan cerai yang terjadi sebagai berikut: Yaitu bahwa dari tahun 2014 sampai dengan 2015 yang mendaftar di KUA untuk melangsungkan pernikahan adalah sejumlah 617, dari sekian banyak calon yang mendaftar tersebut, semuanya melaksanakan dalam pembinaan tersebut, akan tetapi hanya pas akan berlangsungy ijab qabul saja karena pada waktu itu dari pihak KUA menyatakan bahwa waktu itu paling efektif untuk melakukan pembinaan. Sedangkan sepanjang tahun 2014 sampai 2015 yang bercerai sebanyak enam puluh sembilan, bahwa dari sekian jumlah cerai yang telah tercatatkan tidak menutup kemungkinan bahwa semua keluarga baik-baik saja, bahwa banyak dari keluarga yang keluarganya kurang harmonis akan tetapi tidak berujung pada perceraian. Dari hasil penemuan diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA masih kurang berhasil meskipun semuanya melakukan pembinaan akan tetapi itu saja waktunya
72
terbatas karena dibarengi dengan akan diberlangsungkanya ijab qabul sehingga hal tersebut kurang efisien waktunya. Dari buku register yang diperoleh setiap pernikahan yang akan berlangsung pihak KUA melakukan pencatatatan pada calon yang akan melangsungkan pernikahan, selain itu pembinaan terhadap calon pengantin yang akan menikah, akan tetapi semua itu tidak begitu membuahkan hasil setelah melihat peristiwa pernikahan yang terjadi dari tabel diatas. Dari data yang diperoleh diatas maka peneliti melakukan analisa dari data calon pengantin yang sudah terdaftar dalam register buku nikah. Dari sekian jumlah yang bermasalah dengan keluarganya ada enam puluh sembilan dari data di atas teryata hampir semuanya mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh KUA akan tetapi hanya aka diberlangsugkanya ijab qabul.. Sehingga setelah peneliti melakukan anailisa maka alangkah baiknya pihak KUA harus juga pro aktif dalam hal pembinaan pernikahan, karena selama ini pihak KUA hanya bersifat pasif saja sedangkan banyak di sana dari masyarakat yang kurang paham akan adanya pembinaan itu tersebut, maka perlu adanya perubahan pemikiran bahwa KUA beranggapan hanya menjemput bola saja tanpa harus mencari bola itu sendiri. 5.
Makna Pembinaan Pra Pernikahan Pembinaan yang dimaksud dengan “membina” disini adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta
73
mengembangkan kemampuan suami-istri untunk mewujudkan keluarga sakinah dengan mengadakan dan menggunakan segala daya , upaya dan dana yang dimiliki (Departemen Agama, 2005:4). Dari pengertian diatas bahwa peneliti juga melakukan wawancara terhadap BD beliau menuturkan bahwa “ pembinaan pada dasarnya sangat penting karena juga akan berdampak baik pada catin itu sendiri serta dapat mengetahui seberapa besar dari calon pengantin itu sendiri mengetahui tentang pernikahan itu”. Dari pengertian dan wawancara diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembinaan juga bukan hanya sekedar membina rumah tangga saja melainkan bagaimana mengatasi sebuah masalah dalam kehidupan rumah tangga serta seberapa jauh calon pengantin itu sendiri mengetahui tentang sebuah pernikahan. Sehingga dari adanya pembinaan tersebut dapat meminimalisir terjadinya perceraian. 6.
Model Pembinaan Pra Pernikahan Model pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA Kandangan sendiri. Disini peneliti melakukan wawancara terhadap BD beliau menegaskan adalah sebagai berikut. “ kalau dalam model pihak KUA melakukan pembinaan pada saat pemeriksaan calon pengantin dan pada saat akan berlangsungya pernikahan, serta pihak KUA juga memanggil catin untuk datang ke KUA, selain itu juga adanya proses Tanya jawab yang dilakukan oleh pihak pegawai KUA terhadap catin itu sendiri serta seberapa jauh catin mengetahui tentang pernikahan dan juga agama”.
74
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa teryata untuk model pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA Kandangan memiliki dua cara yaitu, dengan cara memanggil langsung calon pengantin untuk datang ke KUA sebelum melangsungkan pernikahan akan tetapi ada juga melangsungkan pembinaan disaat akan berlangsungya pernikahan tersebut serta hal inilah yang dianggap paling efektif oleh pihak KUA ketika akan melaksanakan pembinaan pra pernikahan kepada calon pengantin. Untuk hal tersebut memang pembinaanya berjalan akan tetapi hanya sekali saja yaitu pada saat ijab qabul berlangsung, dan itu saja waktunya terbatas maka pembinaan tersebut efektif bagi KUA akan tetapi tidak efektif bagi peneliti karena waktu yang kurang serta pada waktu tersebut kurang begitu kondusif.
7.
Pihak yang Terlibat Dalam Pembinaan Pra Pernikahan Pihak yang ada dalam pembinaan teryata tidak hanya calon pengantin dan pihak KUA saja akan tetapi ada jiga pihak lain yang ikut dalam pembinaan tersebut, peneliti melakukan wawancara kepada BD beliau juga menuturkan bahwa pihak yang terlibat dalam pembinaan adalah sebagai berikut: “ pihak yang terlibat dalam pembinaan ini calon pengantin , tokoh agama ,modin, pemerintah desa dan juga puskesmas karena apa puskesamas juga terlibat karena untuk mengetahui
75
kondisi kesehatan dari pihak calon pengantin karena sangat penting untuk mengatahui kondisi kesehatan, bukanya rasulullah juga menegaskan bahwa kawinilah wanita yang dapat memberika keturunan yang banyak bagi kamu”. Dari hasil peneliti dalam melakukan wanwancara terhadap BD maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang terlibat dalam pembinaan pra pernikahan adalah. Modin, tokoh Agama, kepala desa, puskesmas dan pihak KUA itu sendiri. adapun untuk peran dari masing-masing tokoh adalah sebagai berikut: a.
Modin Adapun untuk peran dari modin karena memang dari pihak KUA sendiri maka memberikan nasehat-nasehat dalam hal pernikahan akan tetapi hanya dalam ruang lingkup KUA saja.
b.
Tokoh Agama Adapun untuk tokoh Agama sendiri merupakan kelanjutan dari pihak KUA itu sendiri karena antara KUA dan tokoh Agama peranya sama dan saling keterkaitan akan tetapi untuk tokoh Agama sendiri peranya adalah memberikan nasehat serta memantau pengantin itu sendiri secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat.
c.
Kepala Desa Karena
pada
dasarnya
antara
tokoh
Agama
dengan
pemerintahan dalam artian kepala desa juga peranya sangat penting yaitu membuat peraturan yang mana peraturan tersebut dalam ranah pemerintahan yang harus ditaati oleh calon pengantin serta
76
memberikan contoh cara bermasyarakat yang baik serta harus bisamenbaur dengan kehidupan orang banyak. d.
Puskesmas Supaya dalam berkehidupan bermasyarakat sejahtera dan tentram maka perlu juga melibatkan puskemas dalam hal ini memberikan pelayanan dalam kesehatan kedua calon pemgantin karena kesehatan merupakan hal yang paling terpenting dalam hal apapun, sehingga disini puskesmas juga sangat berperan penting untuk mengetahui kesehatan dari kedua calon pengantin tersebut.
8.
Materi Pembinaan Pra Pernikahan Dari sisi peneliti melakukan wawancara kepada BD mengenai materi yang diberikan kepada calon pengantin adalah sebagai berikut. Menurut BD Materi yang diberikan adalah “mengenai tata cara membina keluarga, Ilmu-ilmu Fiqih, tentang bagaimana menjalin hubungan rumah tangga yang harmonis, dan bagaimana cara mengatasi ketika menghadapi sebuah masalah”. Sedangkankan tambahan menurut MS bahwa “ tidak hanya menganai itu juga tapi diberi nasehat, dan tatacara membina keluarga, serta bagaimana menjalin hunbungan yang baik dengan masyarakat sekitar, serta bagaimana mempertahankan kehormatan keluarga”. Selain penuturan dari pihak KUA diperkuat dengan BD selaku pelaku dari pembinaan tersebut, bahwa materi yang diberikan dalam pembinaan tersebut meliputi
77
“ Tentang bagaimana mencaga kehormatan sebuah keluarga, serta bagaimana dalam membina hubungan keluarga yang harmonis, dan juga diberi pengetahuan tentang Ilmu-ilmu Fiqih, serta bagaimana berhubungan yang baik dengan suami maupun istri, dan menjadikan pernikahan sebagai ibadah bukan sebagai senang-senang saja. Setelah mendapatkan beberapa sumber baik dari pihak KUA sendiri maupun dari pihak selaku dari calon pengantin yang telah melakukan pembinaan di KUA maka dapat disimpulkan bahwa teryata materi yang didapatkan di KUA yaitu mengenai bagaiamana menjaga hubungan keluarga yang harmonis, Ilmu-ilmu Fiqih, serta bagaiaman menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar dan juga tata cara menjaga kehormatan dari keluarga itu sendiri. Sehingga ketika mendengarkan beberapa penuturan dari pihak KUA maka sudaah jelas bahwa pembinaan itu banyak memberikan manfaat bagi calon pengantin yang akan menjalin sebuah rumah tangga yang baru, yang memang banyak dari calon pengantin yang masih muda-muda sehingga belum ada pemikiran yang sampai pada yang akan datang. akan tetapi pembinaan itu sendiri masih kurang begitu dimanfaatkan oleh calon pengantin untuk mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA. 9.
Metode Pembelajaran Pembinaan Pra Pernikahan Metode di sini adalah cara penyampaian materi dalam pembinaan tersebut pada pasangan yang akaan melangsungkan pernikahan, kemudian peneliti melakukan wawancara terhadap BD beliau menuturkan metode pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA yaitu.
78
“Kalau teknik dari pembinaan itu sendiri ya biasa saja yaitu hanya melakukan ceramah dan kemudian melakukan tanya jawab kepada calon pengantin, dan itu semua dilakukan pada saat akan berlangsungya ijab qabul saja yang sekiranya waktunya sangat cukup efisien karena kalau kita datangkan secara bersama-sama calon pengantin belum tentu datang semua maka dari itu pihak KUA melakukannya secara satu persatu”. Hal yang serupa pun juga diungkapkan oleh MS beliau juga menuturkan mengenai bagaimana teknik dari metode pembinaan tersebut yaitu. “ Dilakukanya pemanggilan kepada calon pengantin ke KUA untuk melakukan pembinaan pra pernikahan kemudian dari itu semua, kami pihak KUA melakukan ceramah dan tanya jawab terhadap calon pengantin menngenai bagai mana cara membina keluarga yang harmonis”. Kemudian dari penuturan diatas di perkuat dengan CB selaku dari calon pengantin yang mendapatkan pembinaan. “ kurang lebih 10 hari sebelum berlangsungnya ijab Qabul, kami dipanggil ke KUA untuk melakukan pembinaan pra pernikahan , kami datang kesana kemudia kami mendapatkan ceramah dan tanya jawab, serta diberi pengetahuan tentang Ilmu-ilmu Fiqih dan bagaimana menjalin hubungan kelurga yang baik dan harmonis, tapi kami hanya datang satu kali saja karena kami harus bekerja dan itu semua waktunya kurang lebih 25 menit”. Dari penuturan antara BD, MS, dan CB maka peneliti menyimpulkan bahwa metode pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA hanya melakukan tanya jawab saja dengan calon pengantin dan waktunta hanya kurang lebih 25 menit saja. Sehingga dari penuturan di atas untuk pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA masih kurang begitu bagus karena msih menggunakan hal-hal
79
yang dirasa biasa saja dan malah cenderung membosankan, maka dari hal tersebut diharapkan pihak KUA melakukan inovasi dalam hal pembinaan pra pernikahan itu, sehingga tidak memberikan kesan yang monoton dan juga membosankan. 10.
Waktu Pelaksanaan Pembinaan Pra Pernikahan Dari kapanya itu pembinaan diberlangsungkan pihak KUA sendiri juga sudah memiliki inisiatif tersendiiri untuk bagaimana pembinaan itu bisa terlaksanakan, maka dari itu peneliti melakukan wancara dengan BD beliau menuturkan bahwasanya. ” Waktu pelaksanaan pembinaan kami lakukan pada saat akan berlangsungya ijab qabul karena kalau kita memanggil satu persatu calon penganti untuk melakukan pembinaan dari pihak calon pengantin sering tidak bisanya karena terbentur jarak dan juga waktu, yang mana kebanyakan calon pengantin pekerja buruh di pabrik sehingga waktu untuk liburpun juga tidak ada maka dari itu pihak KUA juga melakukan inisiatif terebut, iya memang ada satu atau dua calon pengantin yang kita panggil ke KUA untuk melakukan pembinaan tersebut”. Dari keterangan di atas merupakan hasil wawancara peneliti dengan BD selaku pegawai dari KUA itu sendiri, kemudian keterangan diatas diperkuat dengan MS beliau juga menuturkan bahwa. ” untuk waktu yang paling tepat melakukan pembinaan ya memang pada saat akan berlangsungnya ijab Qabul itu sendiri karena hal tersebut dirasa cukup efektif dalam hal melakukan pembinaan kepada calon pengantin, akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa kita juga memanggil dari calon pengantin untuk juga dating ke KUA untuk melakukan pembinaan”. Selain itu pula dari keterangan diatas diperkuat dengan CB selaku calon pengantin yang melakukan pembinaan di KUA dia mengatakan bahwa. “ pada waktu itu kami memang dipanggil untuk datang ke KUA akan tetapi karena dari kami berdua merupakan pekerja
80
buruh di pabrik maka kami hanya datang satu kali saja, karena untuk sering ijin kami juga tidak bisa dan tambah lagi jarak rumah dari KUA juga lumayan jauh sehingga banyak waktu yang harus kita luangkan untuk bisa datang ke KUA “. Jadi dari keterangan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwasanya pembinaan yang dirasa cukup efekif bagi pihak KUA yaitu pada saat akan dilangsungkanya ijab qabul, dikarenakan pada waktu itu banyaknya calon pengantin yang bekerja dan juga jarak antara KUA dan rumah yang cukup lumayan jauh sehingga membutuhkan waktu yang lumayan untuk bisa mencapai ke KUA tersebut. Akan tetapi cukup efektif bagi KUA bukan bagi peneliti atau masyarakat pada umumnya justru dari sini peneliti menyimpulkan pembinaan itu kurang begitu berhasil karena KUA hanya melihat dari sisi pembinaan itu berlangsung tanpa bagaimana tanggapan dari masyarakat itu sendiri, sehingga alangkah baiknya waktu pembinaan itu dilakukan pada saat sore hari dalam artian penambahan jam kerja, serta disini nanti yang bertugas diberi waktu piket sehingga dari setiap harinya ada pegawai yang berjaga untuk melakukan piket itu sendiri. 11.
Problema yang dihadapi Oleh Pihak KUA Untuk setiap usaha memberikan hak kebaikan maka tidak akan selalu mudah untuk itu dalam menjalaninya maka dari itu peneliti melakukan wawancara terhadap BD beliau juga menuturkan bahwa kendala yang di hadapi oleh pihak KUA dalam hal pembinaan adalah sebagai berikut. “ Kendala kami dalam hal pembinaan merupakan hal yang menjadikan tantangan tersendiri bagi pihak KUA karena kecamatan kandangan merupakan kecamatan yang paling
81
komplek permaslahnya baik itu dari masayarakatnya sendiri, maupun dari segi kondisi lingkungan, sehingga dari masyarakat khususnya desa tlogopucang masih kurang akan kesadaran pentingnya dari sebuah pembinaan tersebut sehingga bnayak dari calon pengantin yang apa bila kita pnggil untuk dating ke KUA banyak yang tidak hadir sehingga itu membuat kami dari pihak KUA sendiri untuk melakukan inisiatif supaya pembinaan itu sendiri terlaksana”. Dari keterangan di atas juga diperkuat oleh MS beliau juga menambahkan bahwasanya kendala yang dihadapi oleh pihak KUA itu sendiri yaitu. “ Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingya pembinaan serta dari itu juga karena rendahnya tingkat pendidikan sehingga membuat pemikiran dari calon pengantin hanya sesaat saja tanpa memikirkan yang akan datang, selain itu juga ditambah dengan jarak yang lumayan jauh sehingga membuat dari pihak KUA untuk memikirkan bagaimana agar pembinaan tersebut juga tetap berjalan. Dari hasil keteranagan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya masalah yang dihadapi oleh pihak KUA sendiri yaitu karena letak geografis, kurang kesadaranya masyarakat terhadap betapa pentingya pembinaan serta rendahnya tingkat pendidikan sehingga itu berakibatkan pada pembinaan itu sendiri. Selain itu sendiri alangkah baiknya pihak KUA juga bisa proaktif dalam raangka mensukseskan pembinaan karena selama ini banyak dari masyarakay yang kurang paham akan pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA sehingga itu menjadi tugas tersendiri untuk bisa bersosialisasi pada masyarakat pada umumnya. 12.
Pelaksanaan Pembinaan Pra Pernikahan di KUA Kandangan a.
Teknis Pembinaan
82
Kurang lebih satu minggu sebelum ijab qabul dilangsungkan calon pengantin disuruh datang ke
KUA untuk dapat mengikuti
kegiatan pembinaan pra pernikahan. Dari kegiatan pembinaan pra pernikahan tersebut pihak KUA bersifat pasif sehingga KUA hanya menunggu pasangan yang datang ke KUA saja tanpa dengan paksaan sama sekali, apabila pasangan calon pengantin tidak datang ke KUA untuk melakukan pembinaan tersebut maka pihak KUA juga tidak mau mendatangi langsung ke rumahnya karena itu merupakan kebutuhan dari calon pengantin itu sendiri, jika saja pada saat pembinaan itu yang datang banyak maka dilakukan secara bersama-sama akan tetapi jika yang datang hanya sedikit maka KUA melakukanya dengan cara individu. Serta kegiatan pembinaan pra pernikahan tersebut sifatya wajib maka calon pengantin seharusnya wajib juga untuk bisa datang ke KUA untuk melakukan pembinaan tersebut, sehingga pada nantinya akan terciptanya keluarga yang harmonis. b.
Teknis Pelaksanaan (waktu, bentuk pembinaan dan materi ajar) Adapun untuk waktu yang digunakan oleh pihak KUA dalam pembinaan pra pernikahan yaitu kurang lebih satu minggu sebelum ijab qabul dilaksanakan dan calon pengantin di suruh untuk datang ke KUA untuk melakukan pembinaan pra pernikahan tersebut. Untuk bentuk pembinaan sendiri dari pihak KUA yaitu hanya calon pengantin disuruh datang ke KUA kemudian setelah itu pihak
83
KUA melakukan ceramah dan tanya jawab kepada calon pengantin sehingga pembinaan tersebut hanya memerlukan waktu kurang lebih 20 menit untuk sekali pembinaan, apabila yang datang itu banyak maka pihak KUA melakukanya secara bersama-sama akan tetapi jika yang datang sedikit maka pihak KUA juga melakukanya secara individu. Selanjutnya untuk materi yang diberikan dalam pembinaan pra pernikahan tersebut pihak KUA memberikan materi mengenai bagaimana menjaga hubungan keluarga agar terciptanya keluarga yang harmonis, pengetahuan tentang ilmu-ilmu fiqih, dan ceramahceramah menganai dari pengertian pernikahan itu sendiri, sehingga dengan adanya materi tersebut diharapkan calon pengantin mengerti dengan benar bagaimana dalam menjalin keluarga yang nantinya sudah tidak hidup sendiri lagi melainkan sudah memiliki kehidupan bersama. 13.
Kendala yang dihadapi Oleh KUA Kandangan dalam Pembinaan Pra Pernikahan Dalam melaksanakan pembinaa pra pernikahan pada pasagan yang akan melangsungkan pernikahan, teyata dari pihak KUA juga banyak mengalami kendala yang berakibat pada pembinaan tersebut sehingga ini merupakan masalah bagi pihak KUA itu sendiri dan uga bagi masyarakat itu juga , yaitu sebagai berikut: a.
Jarak tempuh yang jauh sehingga banyak membutuhkan waktu
84
14.
b.
Rendahnya tingkat pedidikan
c.
Usia calon pengantin
d.
Dan kurangya dukungan dari orang tua
e.
Serta kesibukan dari calon pengantin
Strategi yang dilakukan Untuk Mengatasi Kendala Dari sekian banyakanya jumlah penduduk yang ada pada kecamatan kandangan maka untuk menunjang dalam hal pembinaan pra pernikahan maka pihak KUA juga harus melakukan perubahan terutama dalam hal: a.
Perlu adanya penambahan pegawai KUA sehingga pada nantinya sesuai dengan jumlah volume penduduk yang terus meninggkat
b.
Perlu adanya kendaraan dinas demi kelancara tugas Kantor Urusan Agama Kandangan
c.
Harus berinisiatif untuk mencari waktu yang efektif sehingga pembinaan dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak KUA itu sendiri serta masyarakat tidak merasa terbebani dengan waktu yang ditentukan sehingga calon pengantin dapat datang ke KUA untuk melangsungkan pembinaan pra pernikahan itu sendiri.
d.
Perlu juga adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pembinaan yang dilakukan oleh KUA itu sendiri kepada masyarakat, karena masih kurang mengetahui dan betapa pentingya pembinaan itu bagi calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan.
85
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Setelah melakukan analisa dari data yang diperoleh, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa pembinaan pra pernikahan yang dilakukan oleh pihak KUA Kandangan adalah sebagai berikut. 1.
Pelaksanaan pembinaan pra pernikahan pada dasarnya sudah diatur dalam peraturan pemetintah, akan tetapi setiap KUA memiliki cara dan strategi
86
yang dilakukan guna untuk memberlangsungkan pembinaan tersebut. Dari sini peneliti dapat menyimpulkan bahwa KUA mempunyai 2 pola dalam hal pembinaan yaitu, klasik dan modern adapun utuk klasik calon penganti datang ke KUA kemudian diberikan materi setelah itu
dilakukan
wawancara mengenai tentang pernikahan, sedangkan yang modern adalah calon pemgantin datang ke KUA kemudian diberikan selebaran sebuah materi setelah itu dilakukan tanya jawab yang dilakukan oleh pihak KUA itu sendiri untuk saat ini KUA kandangan lebih menggunakan pada pola yang modern karena dirasa cukup efektif dan juga menghemat waktu. Dari kesimpulan diatas peneliti dapat mengetahui bahwa pola yang ada pada KUA Kandangan ada dua pola, yaitu pola klasik dan modern akan tetapi dari pihak KUA sendiri lebih cenderung menggunakan pola yang modern karena dirasa cukup efektif dan tidak terlalu banyak memakan waktu, sehingga dengan pola modern tersebut dapat terlaksana dengan baik pembinaan itu sendiri. Akan tetapi pembinaan tersebut kurang berhasil di dalam kehidupan masyarakat karena disini KUA hanya bersifat pasif saja, sehingga disini peneliti menyimplkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA kurang begitu efektif , serta harus banyak aktif dalam masyarkat. 2.
Dalam hal ini dari sekian banyaknya pernikahan yang telah terjadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa untuk beberapa terakhir ini KUA terutama dalam hal pembinaan pra pernikahan menggangap sudah begitu efektif dengan pembinaan pra pernikahan tersebut, karena pihak KUA sendiri
87
memiliki strategi sendiri bahwa pembinaan yang paling efektif adalah disaat akan berlangsungnya pernikahan tersebut meskipun hanya beberapa menit saja akan tetapi. Sehingga dengan strategi tersebut khususnya KUA Kecamatan Kandangan sudah merasa sangat efektif dengan pembinaan yang dilakukan pada saat akan berlansungya pernikahan tersebut meskipun tidak lama yaitu hanya beberapa menit saja. Maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa, pembinaan yang paling efektif yaitu apa bila pihak KUA pro aktif dalam masyarakat karena selama ini banyak dari calon pengantin yang tidak tahu dngan pembinaan itu sendiri, sehingga dari sini peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA kurang berhasil. Dalam hal ini KUA mempunyai dua faktor dalam pembinaan pra penikahan itu sendiri antara lain yang dapat peneliti simpulkan diantaranya. a.
Pembinaan itu berhasil dilakukan oleh pihak KUA, akan tetapi tidak secara terjadwal melainkan pembinaan tersebut dilakukan pada saat akan berlangsungya pernikahan tersebut karena dirasa cukup efektif dan sangat tepat.
b.
Pembinaan itu tidak berhasil dilakukan oleh pihak KUA sendiri yang dikarenakan kesadaran dari masyarakat itu masih kurang sehingga untuk pembinaa yang dilakukan oleh pihak KUA secara terjadwal tidak bisa dilangsungkan, sehingga hanya bisa dilangsungkan pada saat berlangsungnya pernikahan tersebut, adapun bisa tidak semuanya
88
hanya ada beberapa calon pengantin saja yang bisa dari sekian banyak peristiwa pernikahan. Dari kesimpulan diatas dalam mengenai keberhasilan dari pembinaan itu sendiri teryata peneilit memiliki pandangan yang berbeda dengan pihak KUA bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA selama ini tidak berhasil, karena KUA yang penting program itu jalan tanpa mencari tahu alsan-alasan kenapa banyak dari calon pengantin yang tidak ikut pembinaan, teryata selain jarak dan kesibukan teryata juga kurang mengetahuinya dari calon pengantin akan adanya pembinaan yang dilakukan oleh KUA sehingga itu menjadi tugas tersendiri agar pembinaan itu brhasil serta perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pembinaan itu sendir. Yang dilakukan oleh pihak KUA dalam rangka perlu adanya perubahan strategi dalam hal keberhasilan dari pembinaan itu sendiri, sehingga peluang banyak yang ikut dalam pembinaan itu sendiri semakin besar. B. SARAN Berdasarkan dari apa yang diperoleh selama ini maka peneliti memberikan beberapa saran yang diharapkan pada nantinya dapat memberikan manfaat baik itu bagi KUA, kedua calon pengantin, dan beberapa pihak yang ikut dalam proses pembinaan pra pernikahan itu sendiri maka beberapa saran diantaranya sebagai berikut: 1.
KUA
89
Bagi KUA kandangan alangkah sebaiknya kalau dalam hal pembinaan pra pernikahan tidak bersifat pasif melainkan bagaimana agar juga bisa bersifat aktif sehingga pada akhirnya akan adanya saling mendukung antara pihak KUA dengan calon pengantin juga sehingga akhirnya akan ada keberhasilan dalam hal pembinaan pra perniahan serta penambahan dalam pegawai KUA sehingga akan seimbang nantinya antara pegawai dengan masyarakat yang ada di kecamatan kandangan itu sendiri. Serta harus lebih aktif dalam memberikan sosialisasi terhadap masyarakat mengenai pembinaan pra pernikahan, dengan adanya sosialisasi tersebut maka diharapkan masyarakat akan sadar bahwa betapa pentingya pembinaan itu bagi kehidupanya nanti. Semisal coba saja dari KUA melakukan satu saja sebagai contoh desa binaan, sehingga pada nantinya akan lebih mengatahui bagaimana desa itu berkembang setelah dibina oleh KUA dan tidak begitu lama mungkin selama dua atau tiga bulan desa itu dibina maka pada nantinya akan kelihatan hasilnya. 2.
Calon Pengantin Untuk calon pengantin alangkah baiknya juga memperhatikan dalam hal pembinaan karena hal tersebut juga sangat penting untuk menjadikan keluarga yang harmonis, sehingga dengan diadakanya pembinaan tersebut bagi calon pengantin akan mempunyai pemikiran yang baik bahwa pernikahan hanya sekali dalam seumur hidup serta tidak ada pemikiran untuk melakukan pernikahan dua kali bahkan tiga kali.
90
Serta pemikiran bagi calon pengantin harus bisa berubah serta berfikir yang panjang karena mulai saat ini mereka tidak hidup sendiri lagi melainkan sudah hidup berkeluarga dan juga harus bisa menghadapi sebuah masalah dengan cara yang arif dan bijaksana, serta bagaimana juga nantinya ketika harus hidup bermasyarakat juga bahwa kehidupan berumah tangga bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan apalagi bagi calon pengantin baru yang akan masuk ke dalam kehidupan berkeluarga. 3.
Tokoh-Tokoh yang Terlibat dalam Pembinaan Pra Pernikahan Yaitu Tokoh Agama, Pemerintah Desa, Puskesmas,dan Pihak KUA sendiri mungkin alangkah baiknya bahwa harus sedikit menekankan kepada calon pengantin untuk harus bisa mengikuti pembinaan pra pernikahan tersebut, karena ini juga terkait dengan masa depan keluarga yang akan mereka bangun nantinya sehingga kesadaran itu pada nantinya akan tumbuh pada setiap calon pengantin apabila dari beberapa pihak yabg terlibat lebih menekankan pada betapa pentingya pembinaan pra pernikahan itu sendiri. Selain itu juga alangkah baiknya adanya pemantuan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh ini sehingga pemantuan tidak hanya dilakukan pada saat pra pernikahan saja akan tetapi pemantuan itu dilakukan juga pada pasca pernikahan itu sehingga ketika ada yang kurang atau salah kewajiban bagi tokoh-tokoh ini yang nantinya membenarkan kepada pengantin yang baru membangun kehidupan berumah tangga ini.
4.
Perlu adanya Kendaraan Dinas
91
Dengan diadakanya kendaraan dinas maka diharapkan dapat menunjang seert menjadikan dari pihak KUA tidak hanya bersifat pasif melainkan juga bisa bersifat aktif sehingga dapat menjangkau tempattempat yang jaraknya lumayan jauh, sehingga KUA dapat menelusuri tempat yang sekiranya masyarkat kurang antusias dalam hal pembinaan pra pernikahan. Kemudian dengan diharapkanya adanya kendaraan dinas dapat membantu mensukseskan program pembinaan pra pernikahan itu sendiri, sehingga pada nantinya akan berdampak positif juga baik itu buat pihak KUA sendiri maupun bagi masyarakat 5.
Perlunya Perubahan Strategi Dengan adanya perubahan strategi diharapkan dapat memperkecil angka perceraian yang terjadi, semisal pembinaan dilakukan yang lebih menarik sehingga calon pengantin akan bisa antusias mengikuti, sehingga tidak hanya teori saca melainkan kalau bisa melakukan simulasi dalam sebuah rumah tangga sehingga materi yang didapat akan lebih meresap pada calon pengantin tersebut. Serta mengurangi anggapan yang ada di masyarakat saat ini bahwa pembinaan masih kurang begitu penting dan hanya membuang waktu saja, maka dengan adanya perubahan staregi ini diharapkan dapat menekan anggapan yang selama ini ada di masyarakat mengenai pembinaan pra pernikahan itu sendiri sehingga apa yang diharapkan nanti dapat tercapai
92
bersama-sam serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat khusunya kecamatan kandangan itu sendiri. Serta perlu perubahan strategi dalam pembinaan, selama ini yang peneliti ketahui bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA biasa saja bahkan berkesan sangat membosankan dan monoton. Maka dari sini perlu adanya perubahan yang inovatif, semisal selain teori diberikan simulasi sehingga calon pengantin tidak bosan. Kemudian lakukan penelitian di dalam masyarakat atau penilain dalam pembinaan yang dilakukan oleh pihak KUA sehingga pada nantinya itu bisa menjadika masukan yang baik bagi KUA dan masyarakat kecamatan kandangan pada khusunya.
DAFTAR PUSTAKA
Moleong, Leksi J, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset. Wasman, wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras. Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqih Sunnah Jilid 9. Bandung : PT Al-Ma‟arif
93
Nastangin, 2012. Percerian karena salah satu pihak murtad (Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/PA.SAL), Salatiga. Undang-undang Republik IndonesianNomor 1 Tahun 2004 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. 2011. Bandung : Citra Umbara Sabiq, Sayid. 1980. Fiqh Sunnah Jilid 8. Bandung : PT Al-Ma‟arif. Departemen Agama RI, 2005. Membina Keluarga Sakinah. Ibnu mas‟ud, Zainal Abidin. 1999. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung : Pustaka setia. Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqih Sunnah Jilid 6. Bandung : PT Al-Ma‟arif Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqih Sunnah Jilid 8. Bandung : PT Al-Ma‟arif Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqih Sunnah Jilid 9. Bandung : PT Al-Ma‟arif Azzam abdul aziz muhammad, Hawwas abdul wahhab sayyed. 2009. Fiqh Munaqahat. Jakarta : Amzah. Halim M Abdul Nipan, 2005. Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama. Yogyakarta : MITRA PUSAKA. Yosodipuro Arif, 2010. Saya Terima Nikahnya, Jakarta : Imprin Gramedia Pustaka Utama. Zahwa Abu, Haikal Ahmad, 2010. Buku Pintar Keluarga Sakinah. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka. Thobrono.M, Munir Aliyah A, 2011. DALAM BINGKAI MAHABBAH. Yogyakarta: Citra Risalah Sastroatmodjo & Aulawi. 1975. Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
94
Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
95
96
97
98
99
100
101
102