PERANAN KUA DALAM MENANGGULANGI PERNIKAHAN DINI DI DESA PASAREAN KEC PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: DADE AHMAD NASRULLAH NIM : 2080441000020
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
PERANAN KUA DALAM MENANGGULANGI PERNIKAHAN DINI DI DESA PASAREAN KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh
DADE AHMAD NASRULLAH
NIM:
208044100020
Di Bawah Bimbingan
NIP. 195510151979031002
PRO GRAM STUDI AHWAL AL.SYAKHSHIYYAH
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2014
PENGESAI{AN PAh{ITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul "peranan KUA Dalom Menanggutangi pernikohan Dini di Desa PasareonKecsmotan pamijohan Kabupaten Bogor,,
telah diaj'kan datam Sidang Mtmaqosah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif tfidayatullah Jakada pada tanggal 26 Novemeber 2014. Slaipsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mempwleil gdar Sar3ana Program Strata Satu (Sl) pada pada program
st'di
awal syakhsiydh konsentasi peradilan agama
Jakart4 26 Desember2}l4 Mengesahkan
/-/ /vz'-
OrF.fPf Muslimin, M.A., ph.D. NS: 196812ttssgl3tlt4 PANITI-A UJIAN
t.
Ketua
: Dr. Euis Amah4 M.Ag NIP. 1971070n98031002
2a
J.
Sekretaris
: Mufidalu SHI
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejaniey, SH.,MA-,MH NIP. 1 955 I 015t97903t}02
4.
Penguji I
:Ismail Hasani, SH., MH
NIP.
5.
19771 2172007 rc10002
'tt/ Penguji 2
:A,fiilan Faizin, MA
NIP. 150,{41276
hL
''
Lembar Pernyataan
Dengan ini saya sampaikan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Stara Satu (S 1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Oktober 2014
Dade Ahmad Nasrullah
iv
ABSTRAK DADE AHMAD NASRULLAH, NIM 208044100020 PERANAN KUA DALAM MENANGGULANGI PERNIKAHAN DINI DI DESA PASAREAN KEC PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR.. Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Syakhsiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. Banyak kasus-kasus pernikahan anak perempuan di bawah umur yang terjadi di Indonesia terutama di pedesaan. Pernikahan anak di bawah umur sering kali terjadi atas karena beberapa faktor, misalnya karena faktor ekonomi yang mendesak (kemiskinan). Hanya saja, upaya pemerintah (KUA) tersebut dalam mencegah pernikahan dini menjadi relatif kurang efektif oleh karena adanya perbedaan makna pernikahan dini dalam sudut pandang agama dan Negara, penilaian masyarakat terhadap pernikahan dini dan juga oleh karena mulai memudarnya sakralitas lembaga perkawinan.. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, dokumentasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis deduktif. Dari penelitian yang dilakukan ada dua hal terkait dalam penelitian ini. Pertama, deskripsi mengenai pernikahan dini di desa Pasarean dan faktor-faktor penyebabnya. Hasilnya ada 33 pelaku pernikahan dini yang tersebar dalam 33 RT desa Pasarean, pelaku yang tidak tamat SD berjumlah 3 pasangan, SD/MI berjumlah 13 pasangan dan SMP/MTS berjumlah 17. Selain itu, dari 33 pasangan pelaku pernikahan dini ada 2 pasangan yang menikah dini oleh karena sudah ada jodohnya / dijodohkan, dan selebihnya 31 pasangan menikah dini oleh karena alasan ekonomi (menghilangkan beban ekonomi keluarga). Kedua, sejauhmana efektivitas peranan KUA terkait dengan usahanya menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor. Hasilnya KUA kecamatan Pamijahan dalam hal ini penghulu telah mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya menikah sesuai umur yang telah ditentukan Undang-Undang saat sebelum akad nikah (khutbah nikah) atau oleh amil desa melalui pengajian-pengajian dan peringatan hari-hari besar keagamaan (bila diundang) dalam rangka menanggulangi pernikahan dini di Pasarean, meskipun tidak efektif oleh karena hal tersebut dilakukan tidak secara terprogram (secara berkala). Kata kunci Pembimbing Daftar pustaka
: Kantor Urusan Agama, Pernikahan dini : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. : Tahun 1975 s.d Tahun 2010
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Tuhan sekalian alam. Tidak ada kata yang yang pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan yang baik dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dialah yang pantas dipuji dan hanya Dialah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam kepada ‘’legislator’’yang tidak ada tandingannya, membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada yang menentangnya. Semoga shalawat serta salam menolong hamba pada saat penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar semangat dan keteguhan dalam perjuangan penulis dalam penegakan hukum di kehidupan sehari-hari hamba. Penulis sangat berterimakasih kepada kedua orang tua, dan seruruh keluarga penulis yang telah mendidik dari kecil sampai sekarang. Mudah-mudahan Allah SWT melindungi dan memberikan keberkahan kepada kita sekeluarga. Amin. Tidak lupa, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang turut mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat: 1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal Sakhsiyyah sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penulisan Skripsi ini. Ibu Rusdiana, MA., Sekretaris Program Studi Ahwal AlSyakhsiyyah; 3. Muhfidah, SHI yang terus rela untuk kami sibukkan dalam setiap pengurusan administrasi, hingga selesai penulisan skripsi ini. 4. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH Sebagai Pembimbing Skripsi, terimakasih tak terhingga atas masukan dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini. 5. Kakanda Nunung Siti Nurillah - Moh Zaziri, Adinda Abdul Hadi, Aden Abdul Malik, keponakanku Hana Ziyadatul Syibil dan Muhamad al-Ghifari serta teman-teman kelas yang telah turut mensupport penulis sampai penulisan skripsi ini selesai ditulis. Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seruruh pihak yang tidak dapat penulis tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amin Jakarta, 1 Oktober 2014 Penulis
Dade Ahmad Nasrullah vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI……………………………...
iii
LEMBAR PERNYATAAN...........................................................................
iv
ABSTRAK ………………………………………………………………..
v
KATA PENGANTAR…....………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI......................................................................................
vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………..
ix
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................
10
C. Pembatasan Masalah .................................................................
11
D. Perumusan Masalah...................................................................
11
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................
12
F.
Review Studi Terdahulu ..........................................................
13
G. Metodologi Penelitian dan Penulisan.......................................
15
H. Sistematika Penulisan .............................................................
17
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERNIKAHAN DINI DAN KANTOR URUSAN AGAMA A. Landasan Teori ...............................................................
19
1.
Pernikahan Dini .........................................................
19
2.
Kantor Urusan Agama ………………………………
36
vii
3.
Peranan KUA dalam Menanggulangi Pernikahan Dini ....
47
B. Kerangka Konseptual.. .............................................................
49
C. Perumusan Hipotesis.................................................................
50
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI KUA KECAMATAN PAMIJAHAN DAN DESA PASAREAN .............................. A. KUA Kecamatan Pamijahan.....................................................
51
B. Desa Pasarean................................ ...........................................
64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian.........................................................
76
B. Analisa Teoritis Tentang Peranan KUA Kecamatan Pamijahan dalam Menanggulangi Pernikahan Dini di Desa Pasarean…… C. Perspektif
Peranan
Pendidikan
dalam
85
Menanggulangi
Pernikahan Dini di Desa Pasarean..........................................
86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................
87
B. Saran ........................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
viii
89
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Monografi Urusan Agama Wilayah KUA Pamijahan ............
51
Tabel 3.2 Statistik Nikah dan Rujuk KUA Pamijahan………………
62
Tabel 3.3 Batas Wilayah Desa Pasarean ............................................
63
Tabel 3.4 Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin……………….
64
Tabel 3.5 Tingkat Pendidikan Warga Desa Pasarean ...........................
64
Tabel 3.6 Data Sarana Pendidikan .......................................................
65
Tabel 3.7 Agama Penduduk… ………………………………….
65
Tabel 3.8 Mata Pencaharian Penduduk.................................................
66
Tabel 3.9 Data Pernikahan Desa Pasarean…….....................................
73
Tabel 4.1 Data Pelaku Pernikahan Dini Desa Pasarean……..
74
ix
DAFTAR BAGAN
Halaman Bagan 3.1 Struktur Organisasi KUA Pamijahan .............................
54
Bagan 3.2 Proses Pencatatan Nikah…………………………………
60
Bagan 3.3 Struktur Organisasi Desa Pasarean………………………
67
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Permohonan Penelitian Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian dari KUA Kecamatan Pamijahan Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian dari Desa Pasarean Lampiran 4 Wawancara dengan Mamat Sudrajat (Kepala KUA Kecamatan Pamijahan Lampiran 5 Wawancara dengan Ujang Hidayatullah (Amil Desa Pasarean) Lampiran 6 Wawancara dengan Pelaku Pernikahan Dini Desa Pasarean
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata “nikah” diartikan sebagai (1) perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi); (2) perkawinan. Al-Quran menggunakan kata ini untuk makna tersebut, selain itu kata nikah juga digunakan untuk arti berhimpun, dan secara majazi diartikan dengan “hubungan seks.” Secara umum Al-Quran hanya menggunakan kata ini untuk menggambarkan terjalinnya hubungan suami istri secara sah.1 Dengan demikian, bukanlah sebuah pernikahan bila tidak ada jalinan hubungan suami-istri dan bukanlah pernikahan, bila jalinan tersebut dilakukan secara tidak sah (resmi). Pernikahan disebut juga dengan perkawinan, yakni akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkannya.2 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 bab 2, pasal 2 menjelaskan bahwa “perkawinan menurut islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”3
1
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h. 191 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. Ke-3, Edisi Pertama, h. 8 3 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung, FOKUSMEDIA, 2007), Cet. Ke-2, h. 7 2
2
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pernikahan itu bukanlah hubungan suami-istrinya, akan tetapi akadnya (perjanjian) yang membuat perbuatan yang sebelumnya diharamkan bagi pria dan wanita menjadi dihalalkan, yang menyebabkan hubungan suami-isterinya menjadi sah (resmi). Oleh karena itu bukanlah pernikahan bila tanpa akad. Selain itu dapat dipahami juga bahwa pernikahan dilakukan semata oleh karena mentaati perintah Allah dan untuk ibadah, bukan semata karena dorongan kebutuhan biologis atau lainnya. Maka dari itu, sekali nikah apapun konsekwensinya menjadi tanggung jawab bersama dan dikomunikasikan bersama, tidak boleh menentukan segala sesuatu secara emosional yang berujung pada perceraian, kita harus mengingat kembali pada saat dilakukannya akad nikah betapa masing-masing dari kita punya komitmen kuat untuk membina kehidupan rumah tangga yang bahagia, yang semestinya komitmen tersebut terus dipertahankan sampai akhir hayat. Akad nikah bersifat suci, berdimensi vertikal dan horizontal, oleh karena itu meski akad nikah juga merupakan kontrak antara dua pihak, tetapi ia bersifat suci, ilahiyah, spritual. Nikah bersifat vertikal karena mempunyai dimensi ibadah bagi yang melaksanakannya, nikah bersifat sosiologis horizontal karena bukan saja menyangkut dua individu, tetapi dua keluarga besar dan bahkan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu benarlah bila agama menyebut akad nikah sebagai “mitsaqoh gholidza” janji yang sangat kuat.4
4
Najib Anwar, Dilema Kawin Sirri, dalam BP4 Pusat,Majalah Perkawinan & Keluarga Nomor 480/2012, h. 16-17
3
Salah satu syarat sahnya pernikahan dalam Islam adalah calon mempelai laki-laki maupun wanita sudah baligh. Maksud dari baligh adalah bahwa kedua calon mempelai yang akan menikah sudah dalam keadaan kematangan atau kedewasaan, ditandai dengan kematangan seksualitasnya, yakni secara fisik telah mengalami ikhtilam (mimpi basah),5 keluar air mani bagi laki-laki dan keluar haid bagi wanita, dan secara psikhis, ia sudah bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, sehingga ia dapat dibebani taklif (pembebanan hokum). Batasan umum umur seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang sudah baligh, yakni umur 9 tahun bagi wanita (umumnya perempuan keluar haid) dan umur 15 tahun bagi laki-laki,6 namun perkembangan fisik dan psikhis manusia pada setiap orang berbeda, sehingga sulit untuk menentukan standar umur dimana seseorang sudah baligh. Dalam undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 pasal 7 ditetapkan bahwa calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.7 Dengan demikian menurut hokum Islam daan undang-undang, perkawinan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh dan atau belum berumur 19 tahun (bagi laki-laki) dan 16 tahun (bagi wanita) adalah pernikahan dini (pernikahan di bawah umur). 5
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang termuat dalam Abi Isa Muhammad ibn Isa Saurah, Sunan al-Tirmidzi al-Jami al-Shohih, (Beirut : Daar al-Ma‟rifat, 2002), h. 114 6 Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang dalam karya Imam Abi Husain Bin Hajaj, Shahihul Muslim, Al-Musnad Asshahihu Al-Mukhtasar minas Sunani binaqli aladlu anil adl, (Kairo : Daar al-Hadis, 1991), h. 595 7 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : FOKUSMEDIA, 2007), Cet. Ke-2, h. 10
4
Pernikahan dini adalah istilah kontomporer. Dini dikaitkan dengan waktu, yakni sangat di awal waktu tertentu. Lawannya adalah pernikahan kadaluarsa. Bagi orang-orang yang hidup pada awal-awal abad ke 20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13- 14 tahun, atau lelaki pada usia 17 tahun18 tahun adalah hal biasa, tidak istimewa. Tetapi bagi masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 16 tahun atau lelaki sebelum 19 tahun pun dianggap tidak wajar, terlalu dini istilahnya. Banyak kasus-kasus pernikahan anak perempuan di bawah umur yang terjadi di Indonesia terutama di pedesaan. Pernikahan anak di bawah umur sering kali terjadi atas karena beberapa faktor, misalnya karena faktor ekonomi yang mendesak (kemiskinan). Banyak dari orang tua keluarga miskin beranggapan bahwa dengan pernikahan anaknya, meskipun anak yang masih di bawah umur akan mengurangi angka beban ekonomi keluarganya dan dimungkinkan dapat membantu beban ekonomi keluarga tanpa berpikir panjang akan dampak negatifnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pandangan masyarakat justru sebaliknya. Bahkan bagi perempuan yang menikah di usia belia di anggap sebagai hal yang tabu. Lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita, menghambat kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.8
8
Mohamad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 25-27
5
Berdasarkan realitas yang peneliti kemukakan di atas, dapat diduga bahwa faktor yang menjadi penghambat bagi upaya penanggulangan pernikahan dini adalah adanya perbedaan makna pernikahan dini dalam sudut pandang agama dan negara. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimal undang-undang perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur, sedangkan dalam sudut pandang agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Selain faktor penghambat di atas, perbedaan penilaian masyarakat terhadap pernikahan dini juga sangat mempengaruhi efektivitas penanggulangan pernikahan dini. Banyak yang menikah pada usia muda dan masyarakat memberi penilaian yang positif, ada juga komentar negatif muncul ketika ada yang menikah muda karena masyarakat belum melihat adanya tanda-tanda kedewasaan. Belum lagi, kita dihadapkan pada tantangan melunturnya sakralitas lembaga perkawinan, meskipun belum terjadi atau tidak seburuk seperti halnya yang dialami Negara-negara Barat, dimana lembaga perkawinan yang sebelumnya merupakan ikatan keagamaan dan bernilai sakral berubah menjadi ikatan yang hanya formalitas dan kehilangan makna hakikinya. Dalam kondisi seperti ini kehidupan perkawinan dijalani orang hanya memenuhi kebutuhan biologisnya atau untuk kepentingan status saja.9
9
M. Fuad Nasar, Refleksi Setengah Abad BP4: Penguatan Peran BP4 di Tengah Tingginya Angka Perceraian, dalam BP4 Pusat, Majalah Perkawinan & Keluarga Nomor 480/2012, h. 11
6
Oleh karena itu langkah penguatan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sesuai dengan ajaran agama, termasuk pencegahan pernikahan dini perlu mendapat perhatian yang lebih besar dari semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah dalam hal ini Kantor Urusan Agama.Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Kementrian Agama RI (Kemenag) yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang Agama di wilayah kecamatan (KMA No.517/2001) dan PMA No.11/2007). Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri dengan menyelenggarakan menejemen kearsipan, administrasi surat-menyurat dan statistik serta dokumentasi yang mandiri. Selain itu, harus mampu menjalankan pelayanan di bidang pencatatan nikah dan rujuk (NR) secara apik, oleh karena pelayanan itu sangat besar pengaruhnya dalam membina kehidupan keluarga warahmah. Lebih dari itu, aparat KUA bertugas mengurus dan membina tempat ibadah umat islam (masjid, langgar/mushalla) membina pengamalan agama Islam, zakat, wakaf, baitul mal dan ibadah sosial, kemitraan umat Islam, kependudukan serta pengembangan keluarga sakinah, sesuai kebijakan masyarakat Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10 Dalam bidang konsultasi atau nasehat perkawinan, KUA melalui BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) yang merupakan
10
Rahmat Fauzi, Refleksi Peranan KUA http://salimunnazam.blogspot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan.html
Kecamatan,
dalam
7
bagian dari struktur keorganisasian KUA (di tingkat kecamatan) bertugas melaksanakan kegiatan edukasi dan pelayanan masyarakat kepada pria dan wanita sebelum menikah maupun sesudah menikah, yang juga bermanfaat bagi upaya pencegahan pernikahan yang tidak sesuai dengan agama dan Negara.11 Dalam hal pernikahan dini, pemerintah diminta oleh MUI agar meningkatkan sosialisasi tentang UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan untuk mencegah terjadinya pernikahan dini yang berakibat tidak tercapainya tujuan dan hikmah pernikahan, yakni kemaslahatan hidup berumah tangga, bermasyarakat dan jaminan keamanan bagi kehamilan, serta terbentuknya keluarga sakinah dan memperoleh keturunan.12 Efektivitas dalam menjalankan tugas tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh adanya petugas-petugas yang profesional di bidangnya seperti konsultan yang berpengalaman, perencanaan yang terukur dan terarah (matang) dan tingkat kepedulian masyarakat terhadap keberadaan KUA, dimana masih dijumpai sebagian masyarakat karena kesibukan dengan pekerjaannya, mereka tidak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan pemerintah. Pemerintah (KUA) sudah berupaya mencegah adanya pernikahan dini dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat melalui seminarseminar, ceramah-ceramah, pengajian-pengajian dan majlis ta‟lim, memberikan
11
Ahmad Sutarmadi, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, dalam http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/ 12 Fatwa MUI tentang Pernikahan Usia Dini dalam Ma‟ruf Amin, et.al., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Editor Hijrah Saputra, et.al., (Surabaya: Erlangga,2010)
8
nasehat penerangan kepada yang berkepentingan mengenai masalah-masalah nikah thalak dan rujuk (NTR), mengadakan upaya-upaya yang dapat memperkecil perceraian dan memberikan dukungan moril kepada masyarakat dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan perkawinan dan kerumahtanggaan secara umum. Materi yang disampaikan terdiri dari UU RI Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, fiqih munakahat, fiqih ibadah dan mu‟amalat, program keluarga berencana (KB) dan kesehatan, pembinaan dan pendidikan keluarga sakinah,13 dan lain sebagainya yang berkaitan dan dianggap perlu seperti dampak pernikahan dini. Hanya saja, upaya pemerintah (KUA) tersebut dalam mencegah pernikahan dini menjadi relatif kurang efektif oleh karena adanya perbedaan makna pernikahan dini dalam sudut pandang agama dan Negara, penilaian masyarakat terhadap pernikahan dini dan juga oleh karena mulai memudarnya sakralitas lembaga perkawinan. Demikian juga yang terjadi pada KUA kecamatan Pamijahan. KUA kecamatan Pamijahan terletak di Jalan KH Abdul Hamid Km 17 desa Pasarean kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor. Wilayah kerja KUA kecamatan Pamijahan berbatasan dengan kecamatan Leuwiliang (sebelah barat), kecamatan Tenjolaya (sebelah timur), kecamatan Cibungbulang (sebelah utara) dan kabupaten
13
Ahmad Sutarmadi, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, dalam http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/
9
Sukabumi (sebelah selatan).Wilayah kerja KUA kecamatan Pamijahan meliputi 15 desa (termasuk desa Pasarean), 143 Rukun Warga (RW), 513 Rukun Tetangga (RT), jumlah penduduknya 142437 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 34815. Data terakhir yang peneliti dapatkan ada 1813 pasangan suami-istri yang menikah dan mencatatkan pernikahannya di KUA kecamatan Pamijahan.14 Dari 1813 pasangan suami istri tersebut diasumsikan sudah sesuai tata aturan dan persyaratan pernikahan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1974, termasuk mengenai persyaratan umur menikah. Selain itu, di desa Pasarean terdapat 33 pasangan suami istri yang menikah dini Yang menjadi fokus penelitian dalam hal ini adalah langkah apa saja yang dilakukan oleh KUA Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan sehingga dapat meminimalisir praktek pernikahan dini, baik yang dilakukan secara resmi (setelah mendapat izin pengadilan agama) maupun tidak resmi (nikah sirri ) atau dengan cara memalsukan data umur calon pasangan suami istri, dilanjutkan dengan meneliti berapa banyak kasus pernikahan dini di desa Pasarean, sehingga dapat disimpulkan sejauhmana peranan KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. Atas dasar pemikiran di atas, penulis terdorong untuk mengkaji sejauhmana peranan KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean dan akan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul “PERANAN
14
Arsip KUA Kecamatan Pamijahan Bogor Barat yang diambil pada tanggal 30 Agustus 2014 di Kantor KUA Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Barat
10
KUA DALAM MENANGGULANGI PERNIKAHAN DINI
DI DESA
PASAREAN KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi berbagai permasalahan seputar pernikahan dini dan peranan KUA dalam menanggulanginya sebagai berikut : 1. Langkah apa saja yang dilakukan KUA Kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean ? 2. Sejauhmana efektivitas peranan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor ?
C. Pembatasan Masalah Sebelum dibatasi permasalahannya, peneliti menjelaskan beberapa konsep yang terkait dengan objek penelitian antara lain: 1. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh atau belum berumur 19 tahun (bagi laki-laki) dan 16 tahun (bagi wanita) atau istilah lainnya pernikahan di bawah umur. 2. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Kementrian Agama RI (Kemenag) yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang Agama di wilayah kecamatan.
11
Dalam penelitian ini, peneliti fokus untuk meneliti kasus pernikahan dini dan efektivitas peranan KUA dalam menanggulanginya di desa Pasarean.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut : “Sejauhmana efektivitas peranan KUA dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor ?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan Penelitian ini bertujuan, antara lain : 1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. 2. Untuk mengetahui ihwal pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan. 3. Untuk
mengetahui
sejauhmana
efektivitas
peranan
KUA
dalam
menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor. 4. Untuk menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak terkait, terutama pihak KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean.
12
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagi akademis, sebagai tambahan wawasan dan hazanah keilmuan mengenai pernikahan dini dan Kantor Urusan Agama. 2. Bagi KUA, sebagai pertimbangan bagi KUA untuk menentukan langkahlangkah yang diperlukan dalam rangka menanggulangi pernikahan dini. 3. Bagi penelitian, sebagai pijakan untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan pernikahan dini dan penanggulangannya oleh pihak KUA.
F. Review Studi Terdahulu Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti membaca dan mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian tersebut, antara lain : 1. Sari Eka Lestari Putri (2011), Skripsi Berjudul : “Pernikahan Dini Di Kecamatan Limo Depok”, menjelaskan bahwa latar belakang terjadinya pernikahan dini di kecamatan Limo disebabkan beberapa faktor, yaitu : Faktor ekonomi, sosial, pendidikan, kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua serta pergaulan bebas yang mengakibatkan terjadinya remaja putri hamil di luar perkawinan yang mengharuskan mereka harus melakukan pernikahan di bawah umur. Dampak negatif pernikahan dini di daerah tersebut adalah banyak perjalanan pernikahan mereka tidak harmonis,
13
bahkan ada yang berujung perpisahan, dikarenakan kurangnya kesiapan baik jiwa maupun raga dalam menghadapi persoalan rumah tangga. 2. Hasan Mansjur (Volume IX, No. 2, Oktober 2008 ISSN 1411-6154) Halaman 145-146, Koordinat Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta), Artikel penelitian berjudul : “Tradisi Pernikahan Dini Pada Masyarakat Kampung Dukuh Desa Cijambe dan Pengaruhnya Terhadap Keutuhan Rumah Tangga,” yang menjelaskan bahwa masyarakat kampung dukuh sudah terbiasa menikahkan anak mereka pada usia muda, adapun alasan orang tua yang melakukan pernikahan dini bagi anak mereka adalah faktor kebiasaan yang bersifat turun temurun, dan karena adanya perasaan malu manakala anak-anak mereka belum melangsungkan pernikahan setelah memasuki usia 15 tahun, dan pernikahan tersebut berdampak tidak baik terhadap keutuhan rumah tangga pasangan tersebut. 3. Noor Lutfi Az-Zahra (2010) Skripsi berjudul : “Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Mengantisipasi Praktek Perkawinan Bawah Tangan (Studi KUA Kecamatan Cimanggis Depok),” menjelaskan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat kecamatan Cimanggis Depok melakukan praktek perkawinan bawah tangan dapat dibagi menjadi tiga faktor penyebab, yakni faktor ekonomi, adat dan faktor internal, dimana faktor yang mendominasi dari ketiganya ialah faktor ekonomi, maksudnya ketidakmampuan mereka dalam hal biaya nikah menjadi halangannya,
14
dengan tambahan ketidaktahuan mereka akan adanya peringanan melalui negoisasi dengan pihak KUA dan ketidaktahuan mereka dengan adanya aturan pembebasan biaya bagi warga tidak mampu, dengan catatan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan. Peranan KUA dalam mengantisipasi praktek pernikahan tersebut dengan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan setiap sepekan sekali, juga mengajak kepada masyarakat yang telah melakukan kawin bawah tangan untuk melegalkan perkawinannya ke pengadilan agama, meskipun belum optimal dalam implementasinya dimana ternyata masih banyak masyarakat yang melakukan kawin bawah tangan dikarenakan kurangnya informasi mengenai besarnya biaya nikah, yang menjadi kendala tersendiri. Kebijakan KUA nya adalah menggulirkan program nikah massal yang telah dilakukan pada tahun 2007, meskipun hal ini kemudian disalahgunakan oleh pelaku kawin bawah tangan untuk mengitsbatkan pernikahannya melalui kegiatan tersebut. Dan aturan KUA, untuk nikah massal selanjutnya diperuntukkan bagi pasangan yang benar-benar ingin menikah namun terdesak dengan masalah biaya. Dari sekian literatur berupa skripsi dan jurnal yang dibaca peneliti, belum ada karya ilmiah yang mengkaji pernikahan dini dan peranan KUA dalam menanggulanginya, apalagi di desa Pasarean yang merupakan salah satu wilayah kerja KUA Kecamatan Pamijahan sebagai locus penelitiannya.
15
G. Metodologi Penelitian dan Penulisan Penelitian
ini
menggunakan
metode
library
research
(penelitian
kepustakaan) untuk mendapatkan berbagai konsep mengenai pernikahan, pernikahan dini dan Kantor Urusan Agama serta peranan KUA dalam menanggulanginya, dan metode field research (penelitian lapangan) untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan KUA kecamatan Pamijahan dan desa Pasarean, jumlah kasus pernikahan dini di desa Pasarean dan langkahlangkah yang dilakukan oleh KUA tersebut dalam menanggulanginya serta hambatan-hambatannya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, oleh karena hasil dan kesimpulan penelitiannya nanti bukan berupa data-data angka, melainkan berupa kategori, yakni peranannya sangat kuat, cukup atau kurang. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif-analitis yakni mendeskripsikan berbagai hal seputar data mengenai motif dan dampak pernikahan dini di desa Pasarean serta langkah-langkah yang dilakukan oleh KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulanginya, dan selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis induktif, yang akan menghasilkan kesimpulan yang bersifat umum yang diangkat dari hal yang bersifat kasuistis. Untuk
memperoleh
data,
pengumpulan data, antara lain :
peneliti
menggunakan
beberapa
teknik
16
1. Studi kepustakaan, dalam hal ini peneliti membaca literatur-literatur berupa buku, jurnal, skripsi, majalah dan internet atau lainnya yang mengkaji tentang pernikahan dini dan Kantor Urusan Agama. 2. Observasi, dalam hal ini peneliti melihat langsung lokasi penelitian untuk mendapatkan data-data terkait dengan desa Pasarean dan KUA kecamatan Pamijahan serta pernikahan dini 3. Wawancara, dalam hal ini peneliti akan mewawancarai pihak-pihak terkait, termasuk kepala KUA kecamatan Pamijahan, ketua BP4 kecamatan Pamijahan, Kepala Desa Pasarean, dokter kandungan, beberapa ketua RT dan beberapa warga desa Pasarean yang melakukan pernikahan dini, untuk mendapatkan data mengenai motif dan dampak pernikahan dini di desa Pasarean serta langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulanginya. 4. Dokumentasi, teknik ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang terkait dengan KUA kecamatan Pamijahan dan desa Pasarean, termasuk struktur organisasi dan data statistik pernikahan. Sementara itu teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada Buku pedoman penulisan skripsi fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah edisi tahun 2008.
17
H. Sistematika penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas serta terperinci tentang isi skripsi ini, maka penulisan skripsi ini disusun dengan membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB 1 Pendahuluan. Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian dan penulisan, serta sistematika penulisan. BAB 11 Tinjauan Teoritis Tentang Pernikahan Dini dan Kantor Urusan Agama. Pembahasan dalam bab ini meliputi landasan teori mengenai pernikahan dini, Kantor Urusan Agama (KUA) dan peranan KUA dalam menanggulanginya, kerangka konseptual dan perumusan hipotesis. Bab 111 Gambaran Umum Desa Pasarean dan KUA Kecamatan Pamijahan. Bab ini membahas mengenai sejarah singkat, letak geografis dan demografi, visi, misi, tugas dan wewenang, struktur organisasi desa Pasarean dan KUA kecamatan Pamijahan serta pelaksanaan tugasnya dalam bidang pernikahan. Bab 1V Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini menguraikan data-data tentang kasus-kasus pernikahan dini di desa Pasarean, pandangan warga desa Pasarean terhadap pernikahan dini, motif-motif dan dampak pernikahan dini di desa Pasarean, langkah-langkah yang dilakukan KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean, faktor pendukung dan
18
penghambat dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean, analisa teoritis mengenai peranan KUA kecamatan Pamijahan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean, pengujian hipotesis serta perspektif peranan pendidikan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. Bab V Penutup. Bahasan dalam bab ini berisi kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya serta beberapa saran yang diharapkan dapat berguna khususnya bagi akademisi, aparat desa, KUA dan bagi masyarakat pada umumnya.
19
BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PERNIKAHAN DINI DAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)
A. Landasan Teoritis 1. Pernikahan Dini Pernikahan dini (nikah di bawah umur) bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Praktek ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak pelaku. Tidak di kota besar tidak di pedalaman. Faktor penyebabnya-pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, karena hamil terlebih dahulu (kecelakaan atau populer disebut dengan istilah married by accident), dan lain-lain. Selain menimbulkan masalah sosial, nikah di bawah umur bisa menimbulkan masalah hukum. Pernikahan syekh puji dan ulfa membuka ruang kontroversi bahwa perkara nikah di bawah umur ternyata disikapi secara berbeda oleh hukum adat, hukum Islam, serta hukum nasional dan hukum internasional. Kenyataan ini melahirkan, minimal dua masalah hukum. Pertama, harmonisasi hukum antar sistem hukum yang satu dengan sistem hukum lain. Kedua, tantangan terhadap legislasi hukum perkawinan di Indonesia terkait dengan perkawinan di bawah umur.
20
Pengertian perkawinan sebagaimana dimaksudkan dalam Undangundang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 yaitu : perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mengundang perhatian dan pemahaman masyarakat luas, oleh karena undang-undang ini merupakan landasan pokok perkawinan. Begitu juga dengan Kompilasi Hukum Islam. Dengan perkataan ikatan lahir dan batin itu dimaksudkan bahwa suami istri tidak boleh semata-mata hanya berupa ikatan lahiriah saja, dalam makna seorang pria dan wanita hidup bersama sebagai suami dan istri bukan sebagai ikatan formal saja, tetapi kedua-duanya harus membina ikatan batin berupa cinta dan kasih sayang yang mendalam. Dengan demikian, perkawinan dalam Undang-Undang ini tidak sematamata hubungan hukum saja antara seorang pria dengan seorang wanita, tetapi juga mengandung aspek-aspek lainnya, yaitu agama, biologis, sosial dan juga masyarakat.15 Sebelum mengemukakan pengertian perkawinan di bawah umur, terlebih dahulu penulis mengemukakan tentang maksud dari anak di bawah umur. Anak di bawah umur yaitu anak yang belum mumayyiz atau anak yang
15
M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : PT. Grapindo Persada, 2002). Cet. Ke-11, h.27
21
belum bisa dibebani tanggung jawab, karena kurang cakapnya dalam bertindak. Adapun patokan dalam bertindak yaitu akal. Apabila akal seseorang masih kurang maka ia belum bisa dibebani kewajiban. Sebaliknya jika akalnya telah sempurna ia wajib menunaikan beban tugas yang dipikulkan kepadanya. Berdasarkan hal ini, maka kecakapan bertindak ada yang bersifat terbatas dan adapula yang sempurna.16 Berdasarkan pengertian di bawah umur di atas, maka yang dimaksud perkawinan di bawah umur (pernikahan dini) adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhui
syarat
umur
yang
ditentukan
oleh
Undang-Undang
Nomormormor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Sebagaimana ketentuan yang ditegaskan pada pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun.‟‟ Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 ayat 1 : “ untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan pada pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomormormer 1 tahun 1974, yaitu calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurangkurangnya berumur 16 tahun‟‟.
16
Helmi Karim, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. Ke-3, h. 82
22
Apabila dihubungkan antara pasal 1 dengan pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-Uundang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat 1 maka dapatlah diambil beberapa pemahaman yang diuraikan sebagai berikut : a. Perkawinan merupakan ikatan lahir dan bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Perkawinan adalah salah satu perbuatan mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya dan bernilai ibadah bagi yang melaksanakannya. c. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Warahmah. d. Perkawinan itu dapat dilangsungkan setelah umur 16 tahun bagi calon perempuan dan 19 tahun bagi calon mempelai laki-laki. e. Harus ada izin orang tua terhadap perkawinan yang belum sampai pada batas maksimal usia perkawinan yaitu 21 tahun. f. Apabila pernikahan yang dilakukan pada usia di bawah batas minimal yang ditentukan undang-undang yaitu 16 tahun bagi calon mempelai wanita dan 19 tahun bagi calon laki-laki, maka harus dapat dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain dalam hal ini pengadilan agama untuk yang beragama Islam.
23
Dari uraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa perkawinan di bawah umur (pernikahan dini) adalah perkawinan yang dilangsungkan salah satu pihak atau kedua mempelai yang belum berumur 16 tahun bagi calon mempelai perempuan dan 19 tahun bagi calon mempelia pria, sehingga diperlukan izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan dan dispensasi nikah dari pengadilan agama atau pejabat lain yang dirujuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Dalam hal izin orang tua, K.wantjik Saleh menambahkan bahwa hal tersebut sebagai bukti dari adanya restu mereka terhadap perkawinan yang dilangsungkan.17 Hukum Islam, dalam hal ini Al-Qur‟an dan hadist tidak menyebutkan secara spesifik tentang usia minimum untuk menikah. Persyaratan umum yang lazim dikenal adalah sudah balig, berakal sehat, mampu membedakan yang baik dengan yang buruk sehingga dapat memberikan persetujuannya untuk menikah. Pasal 16 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa : Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan, atau isyarat, tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.
17
Ke-8, h. 26
K. Wantjik Saleh , Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta : Graha Indonesia, 1987), Cet.
24
Sama halnya dengan hukum Islam, hukum adat Indonesia yang berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lain, hukum kebiasaan tak tertulis, juga tidak mengenal pemberlakuan umur seseorang dianggap layak untuk menikah. Biasanya seorang anak dinikahkan ketika ia dianggap telah mencapai fase atau peristiwa tertentu dalam kehidupannya, dan ini seringkali tidak terkait dengan umur tertentu. Masalah kematangan fisik dan jiwa seseorang dalam konsep Islam, tampaknya lebih ditonjolkan pada aspek yang pertama yaitu fisik. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam pembebanan hukum taklif bagi seseorang, yang dalam term teknis disebut mukallaf (dianggap mampu menanggung beban hukum). Dalam sebuah hadist, Rasulullah saw bersabda :
عي الصلبً حخى: عي على رضى اهلل عنو عي النً صلى اهلل علٍو ًسلن قال رفع القلن عي ثالثت )ٌحٍالم عي النائن حخى ٌسخٍقظ ًعي الوجنٌى حخى ٌفٍق ل (رًاه الخزهٍذي Artinya: Ali ra meriwayatkan dari nabi saw, beliau bersabda : terangkat pertanggungjawaban seseorang dari tiga hal yaitu anak kecil sampai ia bermimpi, orang tidur samapai ia terbangun dan orang gila hingga ia tersadar. (HR. Abu daud dan at-Tirmidzi) Menurut isyarat hadits tersebut, kematangan seseorang dilihat pada gejala kematangan seksualitasnya, yaitu air mania tau sperma bagi laki-laki dan mentruasi (haid) bagi perempuan. Dari segi umur, kematangan masing-
25
masing orang berbeda saat datangnya. Hal ini disebabkan oleh karena berbedanya dalam memahami nash Al-Qur‟an dalam surat an-Nuur ayat 59 : Artinya: Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh maka hendklah mereka meminta izin seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya dan Allah maha mengtahui lagi lagi maha bijaksana (An-Nur : 59)
Memperhatikan kedua dalil di atas, dapat diambil pemahaman bahwa batas usia 15 tahun sebagai awal masa kedewasaan bagi anak laki-laki karena biasanya pada usia tersebut anak laki-laki telah mengelurkan air maninya melalui mimpinya. Adapun bagi perempuan 9 tahun untuk daerah seperti madinah telah dianggap memiiki kedewasaan. Ini didasarkan kepada pengalaman aisyah ketika dinikahi oleh Rasulullah saw:
حزًجيا رسٌل اهلل ًىً بنج سج ًبنى بيا ًىى بنج حسع ًهاث ًىى بنج ثواى عشزة (رًاه )هسلن Artinya: Rasullulah saw menikah dengan dia (aisyah) dalam usia 6 tahun, dan beliau memboyongnya ketika ia berusia 9 tahun, dan beliau wafat pada waktu dia berusia 18 tahun (H.R Muslim).
26
Atas dasar hadist tersebut, dalam kitab kasyifat al-saja dijelaskan ” tanda-tanda dewasanya atau baligh seseorang itu ada tiga yaitu sempurnanya umur 15 tahun bagi laki-laki dan perempuan pada usia 9 tahun, dan haid (menstruasi) bagi wanita usia 9 tahun. Adanya dispensasi bagi calon mempelai yang kurang dari 9 tahun, atau 16 tahun bagi wanita, boleh jadi didasarkan kepada nash hadis di atas. Walaupun kebolehan tersebut harus dilampiri izin dari pejabat untuk itu. Ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep pembaharuan hukum Islam yang memang bersifat ijtihadi diperlukan waktu dan usaha terus menerus. Dalam hal ini juga diperlukan pendekatan konsep maslahat mursalah dan hukum Islam di Indonesia memerlukan waktu agar masyarakat sebagai subyek hukum dapat menerimanya dan menjalankannya dengan sukarela tanpa ada unsur pemaksaan. Di samping itu pemahaman terhadap nash, utamanya yang dilakukan oleh Rasullulah SAW pada saat menikah dengan aisyah, menurut penulis juga perlu dipahami seiring dengan tuntutan situasi dan kondisi waktu itu. Ini penting, karena tuntutan kemaslahatan yang ada waktu itu dibanding dengan sekarang jelas sudah berbeda. Berbeda dengan batas usia perkawinan menurut hukum Islam, batas usia pernikahan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 7 UndangUndang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa
27
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun. Penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat terjadi ketika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita (pasal 7 ayat 2), begitu pula ketika Undang-undang yang sama menyebutkan bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai dan izin dari orang tua diharuskan bagi mempelai yang belum berusia 21 tahun. Pembatasan umur yang dilakukan oleh Undang-Undang di atas, di samping oleh karena pertimbangan kematangan kedua mempelai dalam menjalani bahtera rumah tangga, namun juga oleh karena pertimbangan kependudukan, dimana hal tersebut dimaksudkan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. Masalah penentuan umur dalam undang-undang perkawinan maupun dalam kompilasi memang bersifat ijtihadiyah, sebagai usaha pembaharuan pemikiran fikih yang lalu. Namun demikian, apabila dilacak referensi syar‟inya mempunyai landasan kuat. Misalnya isyarat Allah dalam surat alnisa ayat 9 yang berbunyi :
28
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka kwatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (An-Nisa: 9)
Ayat tersebut bersifat umum, tidak secara langsung menunjukkan bahwa perkawinan yang dilakukan oleh pasangan usia muda atau di bawah ketentuan yang diatur UU N0 1 tahun 1974 akan menghasilkan keturunan yang dikawatirksn kesejahteraannya. Akan tetapi berdasarkan pengamatan berbagai pihak rendahnya usia kawin, lebih banyak menimbulkan hal-hal yang tidak sejalan dengan misi dan tujuan perkawinan,yaitu terwujudnya ketentraman dalam rumah tangga berdasarkan kasih dan sayang. Tujuan di atas akan sulit terwujud, apabila masing-masing mempelai belum matang jiwa dan raganya. Kematangan dan intgritas pribadi yang stabil akan sangat berpengruh dalam menyelesaikan setiap ploblem yang muncul dalam menghadapi liku-liku dan badai dalam rumah tangga. Banyak kasus menunjukan bahwa banyaknya perceraian cenderung didominasi karena akibat kawin dalam usia muda.18 Dalam hal ini UU perkawinan tidak konsisten di satu sisi, di sisi lain dalam pasal 7 ayat (1) menyebutkan perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun. Bedanya jika kurang dari 21 tahun, yang diperlukan izin 18
Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 78
29
orang tua, dan jika kurang dari 19 tahun, perlu izin pengadilan dan ini juga dikuatkan dalam KHI pasal 15 ayat 2 yang berbunyi : Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3),(4) dan (5) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. Sedangkan dalam kompilasi hukum Islam (KHI), yang disebarluaskan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 memuat perihal yang kurang lebih sama. Pada pasal 15, KHI menyebutkan bahwa batas usia perkawinan sama seperti pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, namun dengan tambahan alasan: untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga. Dengan demikian, secara eksplisit tidak tercantum jelas larangan untuk menikah di bawah umur sehingga penyimpangan terhadapnya dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari pengadilan atau pejabat atau yang berkompeten. Namun demikian, perkawinan di bawah umur dapat dicegah dan dibatalkan. Pasal 60 KHI menyebutkan pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami dan istri tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundangundangan. Dalam hal pencegahan perkawinan, pihak yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon
30
mempelai, suami atau istri yang masih terikat dalam perkawinan dengan salah seorang calon istri atau calon suami, serta pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi perkawinan (pasal 62, 63, dan 64 KHI). KHI juga menyebutkan perkawinan dapat dibatalkan antara lain bila melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. Para pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah : (1) para keluarga dalam garis keturunan lulus keatas dan kebawah dari suami atau istri; (2) suami atau istri ; (3) pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang; (4) para pihak berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut Islam dan peraturan perundangundangan (pasal 73). Terlepas dari persoalan status hukum mengenai pernikahan di bawah umur (pernikahan dini) di atas, berikut sebab-sebab terjadinya pernikahan dini dan berbagai dampaknya. Pada umumnya yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dibawah adalah karena faktor budaya dan pendidikan, walaupun ada sebab lain yang mempengaruhi, tetapi hal itu lebih merupakan sebagai rangkaian yang sifatnya sebagai pelengkap. Secara kuantitatif pernikahan usia muda relatif
31
lebih banyak ditemukan pada daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan.19 Kenyataan ini dapat terjadi, Karena didaerah perkotaan dari segi infarmasi dan transformasi Pengetahuan dan budaya lebih cepat dan maju, Sehingga dapat menggugah kesadaraan dan pentingnya hidup. Keadaan yang memaksa bagi komunitas kota untuk berfikir rasional dan bertindak realistis dalam menghadapi berbagai persoalan hidup, khususnya dalam perkawinan. Sedangkan pada masyarakat pedesaan, aspek rasionalistis lebih terabaikan karena terhimpit oleh tradisi dan budaya yang menggejala di masyarakat. Dalam masyarakat yang tradisi keagamaannya sangat kuat, bagi orang tua
yang
memiiki
anak
gadisnya
umumnya
ingin
cepat-cepat
mengawinkannya anaknya disebabkan ada rasa kekhawatiran yang dapat menyebabkan seorang anakterzebak perzinahan. Bila hal itu terjadi, maka merupakan aib besar yang sangat memalukan rang tua. Pernikahan pada usia dini merupakan sebuah antisipasi dari orang tua untuk mencegah akibat-akibat negative yang dapat mencemarkan dan merusak martabat orang tua dan keluarganya. Dari sejumlah sebab yang melatar belakangi tingginya jumlah pernikahan pada usia muda faktor paling dominan adalah karena rendahnya tingkat pendidikan. Bahkan pendidikanlah yang sebenarnya menjadi inti
19
Nani Suwondo, Hukum Perkawinan dan Kependidikan di Indonesia, (Bandung : PT. Bina Cipta, 1989), Cet. Ke-1, h. 108
32
masalah ini, karena dengan pendidikan dapat menambah pola pikiran dan pandangan dari yang tidak baik menjadi lebih baik, dari yang tidak rasinal menjadi rasional dan realistis. Tetapi ini merupakan sebuah harapan ideal tanpa melihat kendala yang dihadapi. Pada masyarakat pedesaan, masalah pendidikan merupakan suatu yang sangat sulit di jangkau. Kesulitan ini bisa terjadi karena alasan biaya, entah itu tempat pendidikan yang sulit dijangkau, informasi dan transformasi yang sangat terbatas sehingga banyak anak-anak dipedesaan tidak dapat melanjutkan pendidikan atau beajar akan tetapi putus ditengah jalan bahkan tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sebenarnya pernikahan dibawah umur dizaman kemajuan teknologi ini merupakan setbeck (mundur) kejaman lampau diwaktu pendidikan masih belum demikian berkembang dan anak-anak gadis masih dalam pingitan. Di masa lampau, perkawinan dibawah umur disebabkan oleh: a. Keinginan orang tua yang ingin cepat-cepat ngambil mantu b. Karena ada lamaran dari orang-orang yang disegani dan orang tua khawatir tidak dapat lagi calon sebaik itu c. Karena unsur materi yang ingin anaknya berbahagia jika sudah menikah (besanan dengan orang kaya, mengharapkan anaknya dapat tertolong)
33
d. Dari yang bersangkutan sendiri ingin cepat menikah karena ingin lebih bebas dan mengira hidup berumah tangga lebih nikmat Pendapat tersebut diatas secara realistis memang ada benarnya bila dilihat dari kebutuhan jangka pendek, waaupun secara umum alasan demikian merupakan alasan yang kolot dan seolah-olah tidak punya harapan untuk lebih maju dihari esok. Dari hasi penelitian fakultas syariah bahwa faktor adanya faktor adanya perkawinan pada usia dini adalah: a. Faktor pendidikan yang rendah b. Sosio kultural c. Tidak mengetahui Undang-undang perkawinan d. Pergaulan bebas e. Tradisi daerah/adat istiadat f. Kondisi fisik yang cepat masak g. Pengaruh ekonomi Perkawinan di bawah umur tidak hanya terjadi di desa-desa, tetapi juga di kota-kota dengan sebab yang sama. Bahkan di kota-kota besar dewasa ini sering terjadi perkawinan di bawah umur karena sebab (menurut istilah sekarang) ‘’kecelakaan’’ malu‟‟, kehidupan di kota-kota yang penuh oleh tantangan dan aneka macam kemesuman karena eksis-eksis pergaulan. Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan di bawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut :
34
a. Dampak hukum Adanya pelanggaran terhadap tiga Undang-Undang, antara lain : 1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 7 ayat 1 yang berbunyi : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”, dan pasal 6 ayat 2 yang berbunyi : “Untuk
melangsungkan
perkawinan
seorang
yang
belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua” 2) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak 3) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang PTPPO. Patut ditengrai adanya penjualan/pemindah tangan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut. Amanat Undang-undang tersebut bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Undang-Undang ini sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action tentang perlindungan terhadap anak.
35
b. Dampak biologis Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya., apalagi jika sampai hamil kemudian meahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ refroduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar keetaraan dalam hal produksi antara istri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak. c. Dampak psiklogis Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
seks,
sehingga
akan
menimbulkan
trauma
psikis
berkepentingan dalam jiwa anak yang suit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
36
2. Kantor Urusan Agama Kecamatan Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Depag yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang Agama Islam, di wilayah Kecamatan (KMA No.517/2001 dan PMA No.11/2007). Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Karena itu wajar bila keberadaan KUA dinilai sangat urgen seiring keberadaan Depag. Fakta sejarah juga menunjukkan kelahiran KUA hanya berselang sepuluh bulan dari kelahiran Depag, tepatnya tanggal 21 Nopember 1946. Ini sekali lagi, menunjukan peran KUA sangat strategis, bila dilihat dari keberadannya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, terutama yang memerlukan pelayanan bidang Urusan Agama Islam (Urais). Konsekuensi dari peran itu, secara otomatis aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri dengan menyelenggarakan manajemen kearsipan, administrasi surat-menyurat dan statistik serta dokumentasi yang mandiri.20 Kantor urusan agama (KUA) mempunyai sejarah yang cukup panjang di Indonesia, baik berkenaan dengan kelembagaan maupun peran dan fungsinya. Keberadaannya dapat dilacak sejak permulaan Islam masuk ke Indonesia, pertumbuhan
20
dan
perkembangan
kerajaan/kesultanan
Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA http://salimunazzam.blospot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan. html
Islam,
Kecamatan,
masa
dalam
37
kolonialisme, hingga masa kemerdekaan, sepanjang itu, KUA mengalami dinamika dan transformasi kelembagaan, peran, dan fungsinya. Masa sejarah KUA (sebelumnya kepenghuluan) di Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu.21
a. Masa sebelum kemerdekaan Di masa ini kepenghuluan muncul dan terlihat di dalam adat meningkabau. Di daerah ini penghulu adalah pemimpin yang harus bertanggungjawab dipimpinnya). Ia
kepada
masyarakat
(anak-kemenakan
yang
digambarkan sebagai sosok pemimpin yang
mempunyai 5 macam fungsi kepemimpinan yang melekat pada dirinya dan berbudi pekerti yang luhur. Salah satu tugas penghulu di sana adalah menempuh jalan nan pasa, yaitu melaksanakan ketentuan yang telah berlaku dan berjalan baik dalam cara rumah tangga, bernegeri jangan diubah dan jangan dilanggar. Demikian pula di kerajaan mataram, birokrasi keagamaan reh penghuluan sudah ada sejak abad ke17. Jabatan keagamaan ditingkat desa disebut kaum, amil, modin, kayim dan lebay.22 Meskipun demikian sampai dengan abad ke-18, lembaga reh kepenghuluan begitu tertata dengan baik. Dan menjelang abad ke-19, 21
Nuhrison M nuh et.al. optimalisasi peran KUA melalui jabatan fungsional penghulu, (jakarta:puslitbang kehidupan keagamaan, 2007),cet ke-1,h..23-29.. 22 Daniel S Lev, Peradilan Agama Islam di Indonesia, (Jakarta : Intermasa,1986), h.3
38
lembaga itu telah begitu kukuh dan mapan. Karena keterlibatan mereka dalam urusan-urusan negara, penghulu dan naib tergolong ke dalam kalangan priyayi.23 Menurut kuntowijoyo, tampak bahwa penghulu adalah juga santri, dan pada umumnya berasal dari kalngan priyayi.24 Saat itu, Snouck hurgronje, seperti dikutip Karl Stenbrink, menyadari adanya jurang pemisah, yang sesuai keadaan sekarang masih memisahkan penghulu dan kawan-kawannya. Penghulu adalah pejabat resmi dari pemerintahan kolonial yang diangkat oleh gubernur jendral atau atas namanya, melalui pencalonan dari Bupati dengan persetujuan presiden. Mereka itu umumnya berasal dari keluarga atau kenalan bupati dan wedana. Sebagai pegawai, mereka menerima gaji langsung dari batavia. Di samping
pemegang tugas keagamaan, seperti pengurus
masjid atau pengadilan agama, mereka sering pula ditugaskan menyelenggarakan suntikan wajib kepada penduduk untuk mencegah wabah penyakit. Kiai pada saat itu digambarkan dalam sejarah sebagai kelompok dalam masyarakat,
di luar pemerintahan atau keraton. Pengetahuan
mereka tentang agama dinilai lebih mendalam dan cara hidup mereka lebih dipercayai rakyat. Menurut Karl Steenbrink, politik belanda
23 24
Kuntawijaya, Paradigma Islam, (Bandung: Mizan, 1991), h. 125-126 M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelgensia, (Bandung: Mizan,1996), h.172
39
mempunyai tujuan untuk memisahkan dua golongan itu supaya para penghulu menjadi pegawai yang setia kepada pemerintah kolonial. Tetapi sebaliknya, pada abad ke-19 pemerintah kolonial terpaksa melakukan pemisahan antara penghulu dan kiai, yaitu dengan melakukan seleksi yang ketat terhadap calon penghulu di pemerintahan. Dampak dari pemisahan ini adalah meningkatnya kharisma penghulu di depan publik dan menurunkan pengaruh kiai. Dengan munculnya dua jenis elit ini, mereka saling bersaing memperebutkan kekuasaan. Huijbers, seperti yang dikutip kuntowijiyo, sebagai saksi atau yang menyaksikan persaingan ini selama dekadedekade terakhir kekuasaan belanda, mengatakan bahwa guru-guru agama mempunyai prestasi yang lebih besar dibandingkan penghulu. Di masa pra kemerdekaan ini, kepenghuluan di tingkat kabupaten terdiri dari lima fungsi, yang diantaranya: 1) Sebagian mufti (penasihat hukum Islam). Dalam hal ini penghulu harus menghadiri sidang-sidang pengadilan negeri (landraad), ia diangkat oleh pemerintah belanda dan memperoleh uang sidang. 2) Sebagai qadi atau hakim dalam pengadilan agama. 3) Sebagai imam masjid. Penghulu mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan masjid raya ditempat kediamannya.
40
4) Sebagai wali hakim. Ia bertugas mengawinkan wanita yang tidak mempunyai wali, dan pada perkawinan lain membantu demi keabsahan perkawinan. 5) Menurut adat, penghulu adalah satu-satunya yang berhak mengumpulkan zakat yang tidak diperuntukkan bagi mustahiq.25 Fungsi-fungsi di atas tidak selalu diperankan oleh satu orang, Walaupun pemerintah berusaha terus mengadakan kombinasi. Sejak 1918 kombinasi fungsi ini resmi diwajibkan. Khusus penghulu, sebelumnya ditemukan dua jabatan, yakni penghulu landraad (1,2 dan 5) dan penghulu hakim yang juga disebut penghulu kawin atau penghulu masjid (untuk point 3 dan 4). Sedangkan Djamil Latif menulis 6 fungsi penghulu masa kolonial belanda, yaitu : 1) Imam masjid (kepala pegawai kemasjidan) 2) Kepala pegawai pencatat nikah 3) Wali hakim 4) Penasihat pada pengadilan negeri 5) Penasihat bupati dalam masalah keagamaan 6) Ketua pengadilan agama.26
25
Nuhrison M. Nuh, et.al., Optimalisasi Peran KUA Melalui Jabatan Fungsional Penghulu, (Jakarta: Puslitbang Keagamaan,2007), Cet. Ke-1, h.28 26 M. Djalil Latif, Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), h.23-24
41
b. Masa kemerdekaan Begitu Indonesia merdeka, tugas-tugas dan fungsi penghulu yang pernah dilakukan pada masa pemerintah kesultanan dan kolonial belanda dalam beberapa aspek tetap dilanjutkan. UU No.22 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk menyatakan bahwa bagi orang Indonesia yang beragama Islam pencatatan perkawinannya dilakukan oleh pembantu pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk (P3NTR). Ketentuan ini berlaku untuk seluruh Indonesia sesuai UndangUndang Nomor 32 tahun 1954 dan pasal 1 ayat (1) UU No.22 tahun 1946 yang maksudnya bahwa nikah yang dilakukan menurut agama Islam diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, posisi penghulu atau istilah barunya P3NTR, tetap dipertahankan sebagai pegawai pemerintah tetapi tugasnya hanya mengawasi pernikahan. Ini berarti tugas dan fungsinya mengalami penyempitan dibandingkan pada masa kolonial atau kesultanan.27 Ketentuan mengenai tugas dan fungsi penghulu sebagai Pegawai Pencatat Nikah semakin kuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, meskipun informasi pasal-pasal yang berkenan dengan
27
Nuhrison M. Nuh, et.al., Optimalisasi Peran KUA Melalui Jabatan Penghulu, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007), Cet, ke-1, h.30.
42
“pencatatan perkawinan” sangat sedikit. Selengkapnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut seperti halnya pasal 2 Peraturan Pemerintah : 1) Pencatatan
perkawinan
dari
mereka
yang
melangsungkan
perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No.32 tahun 1954 tentang nikah, talak dan rujuk. 2) Pencatatan
perkawinan
dari
mereka
yang
melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaanya itu selain agama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan yang ada di kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai perkawinan. 3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9 peraturan pemerintah.28 c. Masa Reformasi Zainal Arifin dalam makalah „Peran KUA Di Era Reformasi‟ menjelaskan bahwa pelayanan pencatatan perkawinan dan urusan keagamaan merupakan tugas pokok KUA, karena pelayanan itu sangat
28
Nuhrison M. Nuh, et.al., Optimalisasi Peran KUA Melalui Jabatan Penghulu, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007), Cet, ke-1, h.31
43
besar pengaruhnya dalam membina kehidupan beragama, di situlah cikal bakal terbentuknya keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Dalam malaksanakan tugas ke-Urais-an ini, KUA tidak sekedar melakukan pengawasan dan pencatatan nikah/rujuk saja, tetapi juga melaksanakan tugas-tugas lainnya seperti mengurus dan membina tempat ibadah umat Islam (masjid, langgar/mushalla) membina pengamalan agama Islam, zakat, wakaf, baitul mal dan ibadah sosial, pangan halal, kemitraan umat Islam, kependudukan serta pengembangan keluarga
sakinah
sesuai
kebijakan
Dirjen
Bimas
Islam
dan
Penyelenggaraan Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berhubung KUA bersentuhan langsung dengan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kemampuan serta pemahaman yang beraneka ragam di bidang Urais, termasuk masalah perhajian, maka sesuai hasil Rakernas Penyelenggaran Haji tahun 2006 di Jakarta menyepakati KUA diikutsertakan sebagai pelayan haji kepada masyarakat dan calon jemaah haji. Ini dimaksudkan agar KUA secara intensif mampu memberikan penyuluhan dan penyebarluasan
informasi
tentang
perhajian. Begitu penting dan strategisnya peran dan fungsi KUA, maka tidaklah aneh bila sebagian masyarakat berharap KUA mampu
44
memberikan pelayanan prima terhadap peran dan fungsinya itu. Bahkan pemerintah sendiri berharap besar KUA dapat mengembangkan perannya lebih dari sekadar peran-peran yang ada. Adapun peran KUA selama ini antara lain: 1) Pelayanan di bidang administrasi. Sebagai unit pelaksana operasional Depag, mekanisme kegiatan perkantoraan ditandai aktifitas pelayanan administrasi dalam bentuk pelayanan dan bimbingan agama pada masyarakat sebagai wujud koordinasi baik vertikal maupun horisontal, meliputi: administrasi NTCR, keluarga sakinah dan lainnya. 2) Pelayanan di bidang kepenghuluan. KUA adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang berwenang melakukan pencatatan pernikahan di kalangan umat Islam. 3) Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang akan berkembang menjadi tatanan masyarakat yang lebih luas. Karena itu pembinaan keluarga sakinah sangat penting karena akan mewujudkan masyarakat yang rukun, damai dan bahagia baik secara fisik maupun psikologi. 4) Pelayanan di bidang perwakafan. Tanah wakaf bukan semata-mata aset ummat, tetapi juga aset bangsa. Untuk itu perlu pengelolaan
45
secara optimal dan profesional yang dilegitimasi dengan kekuatan hukum, sehingga tidak menimbulkan permasalahan seperti ; pembatalan, pengalihan status, diperjualbelikan dan lainnya. 5) Pelayanan di bidang zakat dan ibadah sosial. Zakat dan ibadah sosial adalah modal dasar pembangunan kesejahteraan ummat dan merupakan salah satu sumber dana untuk mengentaskan kemiskinan. Peran KUA sangat diperlukan guna menggerakkan tokoh agama dan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran berzakat terutama kepada lembaga zakat yang diakui pemerintah seperti Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ). 6) Pelayanan di bidang kemasjidan dan kehidupan beragama. Sebagai aparat Depag di tingkat kecamatan, KUA berkewajiban memberikan bimbingan dalam mewujudkan Idarah, Imarah dan Ri’ayah masjid. 7) Layanan di bidang pangan halal dan kemitraan umat Islam. Untuk pelayanan di bidang pangan halal, peran KUA masih terlihat samar dan abu-abu, hal ini disebabkan petunjuk teknis ke arah itu masih belum jelas. Untuk tugas dimaksud, biasanya KUA hanya melaksanakannya sebatas sosialisasi dan itupun dilaksanakan bersama Kandepag Kabupaten/Kota.
46
8) Penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang perkawinan. Di masyarakat masih sering dijumpai perkawinan yang belum sesuai ketentuan agama dan perundang-undangan, terutama UU No. 1/1974 Tentang Perkawinan serta Peraturan Pemerintah No: 9/1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1/1974
seperti perkawinan/pernikahan yang tanpa dihadiri petugas resmi, poligami tanpa izin dari pengadilan, perceraian/talak yang dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama dll. 9) Pelayanan di bidang perhajian. Keberadan KUA di tengah-tengah masyarakat sebagai pranata keagamaan memiliki sisi penting, mengingat
KUA
sebagai
perpanjangan
tangan
Kandepag
Kabupaten/Kota yang berbasis front terdepan, setiap saat dapat bersentuhan langsung dengan lapisan masyarakat di tingkat bawah, khususnya calon/jamaah haji yang pada umumnya berada di pedesaan.. Untuk itulah sehingga KUA harus secara langsung terlibat dalam masalah perhajian. 10) Kegiatan lintas sektoral Banyak sekali kegiatan-kegiatan lintas sektoral yang memerlukan keterlibatan KUA secara langsung, misalnya penyuksesan program pembangunan lainnya seperti Keluarga Berencana, penanggulangan penyalahgunaan narkoba
47
dll. Tentu saja kesemuanya disampaikan secara apik kepada masyarakat dengan menggunakan bahasa agama.29 3. Peranan KUA dalam Menanggulangi Pernikahan Dini Berbicara mengenai peran, dapat diartikan suatu tindakan, sedangkan peranan adalah bagian dari tindakan utama yang harus dilaksanakan seseorang.30 Kantor Urusan Agama sebagai unit kerja paling depan pada Departemen Agama (Dahulu), memiliki tugas dan fungsi yang terkait langsung dengan pemberiaan pelayanan/pembinaan masyarakat di bidang urusan agama Islam seperti yang diuraikan penulis sebelumnya. Berkaitan dengan upaya penanggulangan pernikahan dini, Kantor Urusan Agama dapat menggunakan perannya sebagai berikut31 : a. Pelayanan di bidang administrasi termasuk pencatatan nikah, talak dan rujuk serta pencatatan lainnya yang terkait dengan tugas dan peran KUA. Dalam hal ini pihak KUA kecamatan dapat membuat kebijakan yang bersifat teknis operasional mengenai prosedur pencatatan perkawinan dan administrasinya yang tidak bertentangan dengan aturan dalam rangka menanggulangi pernikahan dini. b. Penyuluhan dan Sosialisasi Undang-Undang Perkawinan
29
Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, http://salimunazzam.blospot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan. html 30 Amran Y S Chaniago, Kamus Besar Indonesia, Jakarta, 1995.h.449 31 Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, http://salimunazzam.blospot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan. html
dalam
dalam
48
Dalam hal ini, pihak KUA mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan kepada masyarakat melalui berbagai media, khususnya pasal 7 ayat 1 mengenai batas umur seseorang boleh menikah, yakni umur 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk wanita. Selain itu, pihak KUA mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak negatif pernikahan dini dari aspek hukum, psikologis, biologis dan aspek lainnya, sehingga masyarakat menyadari pentingnya menikah sesuai umur yang ditentukan oleh Undang-Undang. c. Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah. Dalam hal penanggulangan pernikahan
dini, KUA dapat
mengoptimalkan peran BP4 dan perangkat KUA lainnya dalam memberikan nasehat-nasehat perkawinan dan pentingnya membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Dalam hal ini, ditekankan pentingnya menikah sesuai batasan umur dalam Undang-Undang sebagai faktor penting terbentuknya keluarga sakinah. KUA juga dapat melakukan pembinaan keluarga sakinah kepada masyarakat dan memperketat prosedur serta administrasi pernikahan agar tidak terjadi manipulasi umur dalam rangka menanggulangi pernikahan dini.
49
d. Pelayanan di bidang kepenghuluan. Dalam hal ini, KUA dapat mengoptimalkan para penghulu dan juga amil desa dalam mensosialisasikan pentingnya menikah sesuai batasan umur yang telah ditentukan, baik melalui khutbah nikah atau ketika diundang dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Dalam hal perannya menanggulangi pernikahan dini, KUA dapat menggunakan berbagai media, baik cetak maupun elektronik, melalui seminar, pengajian-pengajian, khutbah jumat
dan lainnya, sehingga
masyarakat mengetahui dan menyadari pentingnya menikah sesuai umur yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Agar lebih efektif, sebaiknya upaya penanggulangan pernikahan dini tersebut terprogram dengan baik dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
B. Kerangka Konseptual Berdasarkan landasan teori di atas, khususnya mengenai peranan KUA dalam menanggulangi pernikahan dini, maka kerangka konseptualnya sebagai berikut: 1. Minimal ada empat
peran KUA
yang dapat digunakan dalam
menanggulangi pernikahan dini, yaitu perannya dalam pelayanan administrasi seperti pencatatan nikah, penyuluhan dan sosialisasi Undang-
50
Undang Perkawinan, pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah, dan pelayanan di bidang kepenghuluan. 2. Upaya KUA dalam menanggulangi pernikahan dini melalui peran tersebut akan menjadi efektif bila dilakukan secara terprogram, menggunakan berbagai media dan melibatkan semua elemen masyarakat.
C. Perumusan Hiptesis Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan berperan secara efektif dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. 2. Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan tidak berperan secara efektif dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean.
51
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI KUA KECAMATAN PAMIJAHAN DAN DESA PASAREAN
A. KUA KECAMATAN PAMIJAHAN 1. Sejarah Singkat, Letak Geografis dan Monografi Urusan Agama Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan terbentuk pada tanggal 15 Juni 2001, yang merupakan pemekaran dari Kantor Urusan Agama Cibungbulang Bogor. KUA Kecamatan Pamijahan terletak di Jalan KH Abdul Hamid Km 17 desa Pasarean kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor.32 Wilayah kerja KUA Pamijahan adalah seluruh wilayah kecamatan Pamijahan yang terdiri dari 15 desa (termasuk desa Pasarean), 143 Rukun Warga (RW), 513 Rukun Tetangga (RT), jumlah penduduknya 142437 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 341815. Wilayah kerja KUA kecamatan
Pamijahan berbatasan dengan
kecamatan Leuwiliang (sebelah barat), kecamatan Tenjolaya (sebelah timur), kecamatan Cibungbulang (sebelah utara) dan kabupaten Sukabumi (sebelah selatan)33
32
Mamat Sudrajat (Kepala KUA Kecamatan Pamijahan), Wawancara Resmi, Kamis, 26 Juni
2014 33
Arsip KUA Kecamatan Pamijahan Bogor yang diambil tanggal 30 Agustus 2014 di Kantor KUA Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Barat
52
Berikut ini monografi urusan agama wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor : Tabel 3.1 Monograpi Urusan Agama Wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan Per 1 Januari 2014
A.
B.
C.
Lembaga A Pemerintahan 1. Desa : 15 Desa 2. Rt/Rw : 513
F.
Jumlah Penduduk 1. Laki-Laki : 73.753 2. Perempuan :68.684 3. Jumlah :142.437
G.
Jumlah Haji 1. Laki-Laki 2. Perempuan 3. Petugas Tempat Peribadatan 1. Masjid : 236 2. Langgar : 333 3. Mushalla : 4. Gereja :5. Klenteng : -
K.
L.
Kekuatan Personil H. Lembaga Dakwah M. 1. Kepala :1 1. Majelis Taklim 2. Pengawas Pendidikan : 2 2. Pengajian 3. Penamas :1 3. Organisasi 4. Penghulu : 5. Pelaksana :5 D. Agama I. Perguruan Islam 1. Islam : 142.298 1. RA/TK/TPA : 2. Protestan :8 2. MI : 33 3. Katolik :6 3. MTS :9 4. Hindu :4. MA/SMA : 4 5. Budha :5. PT :6. Kong Hucu : E. Pembinaan Umat Beragama J. Kekayaan 1. Ulama Umat Islam 2. Penyuluh 1. Wakaf 3. Guru Ngaji 2. Hibah Bersertifikat 4. Muballigh 3. Akta Wakaf Dalam 5. Khatib Proses Sumber : Data Monografi Urusan Agama KUA Pamijahan
Statistik 1. Nikah : 1813 2. Cerai : 3. Rujuk : 1. Muzakki 2. Mustahiq
Qurban 1.Yang Berkurban 2.Sapi / Kerbau 3.Kambing
53
2. Tugas Pokok, Fungsi, Visi dan Misi serta Motto KUA Kecamatan Pamijahan
TUGAS POKOK Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.
FUNGSI 1
Statistik dan dokumentasi
2
Penyusunan surat, kearsifan dan rumah tangga kantor.
3
Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, dan ibadah sosial, serta pengembangan keluarga sakinah.
4
Pembinaan pangan halal
5
Pembinaan kemitraan umat
6
Penyelenggaraan bimbingan manasik haji
VISI “Profesional Dalam Pelayanan Menuju Terwujudnya Kehidupan Masyarakat Yang Islami”
54
MISI 1.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Administrasi dan Manajemen.
2.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Bimbingan di Bidang Pernikahan dan Rujuk.
3.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan, Bimbingan dan Pengembangan di Bidang Keluarga Sakinah / BP.4.
4.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Bimbingan di Bidang Kemasjidan.
5.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan, Bimbingan dan Pemberdayaan Zakat, Pengembangan Wakaf dan Ibadah Sosial.
6.
Memberikan Pelayanan dan Bimbingan Tentang Produk Halal.
7.
Memberikan Informasi Tentang Pelayanan Haji.
8.
Meningkatkan Bimbingan dan Pengembangan Kemitraan Umat.
9.
Meningkatkan
Kualitas
dalam
Mengkordinasikan Kegiatan dan
Pelaksanaan Kegiatan Sektoral Maupun Lintas Sektoral di Wilayah Kecamatan Pamijahan.
MOTTO “PRIMA DALAM PELAYANAN ADALAH PRIORITAS”
55
3. Struktur Organisasi Bagan 3.1 STRUKTUR ORGANISASI BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR KEPALA MAMAT SUDRAJAT, S.Ag, M,SI NIP. 196203131987031003
SEKRETARIS
BENDAHARA
NELY HARYAMAN S, NIP :…………………...
N, SUMIATI, SH.I NIP : …………………...
NIP…………….
SIE. PENDIDIKAN KELUARGA SAKINAH DAN PENGEMBANGAN.
SIE.KONSULTASI HUKUM DALAM PEPERKAWINAN/
SIE.PENASIHATAN PERKAWINAN DAN KELUARGA.
DRS,JAKI NULHAKIM. ISLAH,S.HI
ZAELANI,SH.I NIP. 196104031083071001
NIP.197402052002121002
SIE. USAHA IIS AISYAH NIP……….
NIP. 196205101987031007
SIE. IBU TELADAN HJ,MARIYAM NIP…………… …
SIE. PENERANGAN CECE YUSUP NIP. 196407041990031004
56
4. Pembagian Kerja (Job Description) Berdasarkan struktur keorganisasian KUA kecamatan Pamijahan di atas, maka berikut pembagian kerja masing-masing : Kepala KUA 1. Sebagai kepala kantor : a. Melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama Kabupaten di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan b. Membantu pelaksanaan tugas pemerintah di tingkat Kecamatan dalam bidang keagamaan c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas KUA kecamatan d. Melaksanakan tugas koordinasi penilik agama Islam, penyuluh agama Islam, dan koordinasi / kerjasama dengan instansi lain di kecamatan e. Selaku PPAIW, Pembina P2A kecamatan, ketua BP4 kecamatan, ketua LPTQ kecamatan, ketua Satgas Pembina gerakan keluarga Sakinah dan Top KB kecamatan. f. Bertanggung jawab tentang pembukuan uang muka cabang g. Bertanggung jawab tentang penggunaan dana DIPA KUA 2. Sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf : a. Meneliti syarat-syarat wakaf, meneliti dan mengesahkan nadzir
57
b. Menyelenggarakan buku pengesahan nadzir dan meneliti saksi ikrar wakaf c. Menyaksikan pelaksanaan Ikrar Wakaf bersama saksi dan membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga d. Membuat
salinan
Akta
Ikrar
Wakaf
rangkap
empat
dan
menyampaikan salinannya e. Menyelenggarakan daftar Akta Ikrar Wakaf menurut bentuk W.4 dan mengajukan permohonan pendaftaran tanah wakaf ke BPN Sekretaris 1. Menerima surat-surat masuk dan mengirimkan surat-surat keluar serta menggandakan dan mengarsip surat-surat penting 2. Bertanggung jawab dalam pengetikan, penggandaan dan penyampaian surat-surat 3. Mengatur dan menyimpan daftar hadir (absensi) pegawai 4. Mengatur dan menertibkan arsip-arsip dokumen dan statistik serta menyelenggarakan administrasi kepegawaian 5. Menyelesaikan dupikat NR dan administrasi, mengerjakan buku-buku, laporan-laporan, dan membantu mengerjakan penulisan buku kutipan akta nikah (Model NA) serta melaksanakan tugas lain yang diberikan pimpinan
58
Bendahara 1. Mengelola keuangan dan laporannya dan menyetorkan biaya nikah ke Kas Negara melalui Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah 2. Mengerjakan buku Kas Umum Seksi-Seksi a. Seksi Pendidikan Keluarga Sakinah dan Pengembangan membantu kepala KUA untuk melakukan pembinaan dan pengembangan keluarga sakinah b. Seksi Konsultasi Hukum dalam perkawinan membantu kepala KUA untuk memberikan nasehat hukum yang berkaitan dengan masalah perkawinan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat c. Seksi Penasehatan Perkawinan dan Keluarga membantu kepala KUA untuk memberikan penasehatan pada kedua mempelai dan masyarakat lainnya tentang perkawinan dan keluarga. d. Seksi Ibu Teladan membantu kepala KUA untuk mensukseskan pembinaan keluarga sakinah e. Seksi Penerangan membantu kepala KUA untuk menyampaikan berbagai ha seputar pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama kecamatan Pamijahan kepada semua pihak terkait f. Seksi Usaha membantu kepala KUA untuk mengembangkan usahausaha dalam rangka mengsukseskan tugas KUA kecamatan Pamijahan
59
5. Pelaksanaan Tugas dalam Bidang Pernikahan Kantor Urusan Agama kecamatan Pamijahan sebagaimana KUA lainnya tentu telah dan sedang melaksanakan tugasnya terkait peranan yang sudah ditentukan. Khususnya dalam bidang pernikahan tentu tidak terlepas dengan peranannya sebagai berikut : a. Pelayanan di bidang administrasi seperti nikah, talak, cerai dan rujuk serta keluarga sakinah. b. Penyuluhan dan Sosialisasi Undang-Undang Perkawinan c. Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah. d. Pelayanan di bidang kepenghuluan.34 KUA kecamatan Pamijahan menjalankan ketentuan mengenai proses pencatatan perkawinan dan proses administrasi perkawinan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Salah satu kegunaan dari pencatatan dari pencatat perkawinan ini adalah untuk mengontrol dengan konkrit tentang data nikah, talak dan rujuk (NTR).35 Adapun ketentuan mengenai proses pencatatan dan administrasi pernikahannya sebagai berikut : a. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melaksanakan perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah. b. Akad nikah dilaksanakan di bawah pengawasan penghulu.
34
Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, dalam http://salimunazzam.blospot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan. html 35 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: kencana, 2008), h.14-15.
60
c. Tempat pelaksanaan akad nikah tersebut adalah KUA Kecamatan. Akan tetapi, atas permintaan pengantin dan dengan persetujuan penghulu akad nikah juga dapat dilaksanakan di luar KUA Kecamatan seperti di rumah calon istri, di masjid, atau di gedung yang dikehendaki. d. Sebelum dilaksanakan akad nikah, kedua mempelai diberikan bimbingan dan nasehat perkawinan. e. Proses pelaksanaan akad nikah diawasi oleh penghulu, dan selanjutnya dilakukan penandatanganan akta nikah oleh kedua mempelai, wali, dan saksi serta penghulu sebagai bagian dari pencatatan perkawinan.36 Jika akad nikah dilaksanakan di balai KUA kecamatan, maka nikah dicatatkan dalam akta nikah Model N, dan NA rangkap dua yang diberikan kepada suami istri, namun jika akad nikah (dilaksanakan di luar balai nikah) , suami-istri mendapatkan akta nikah model NB. f. Selanjutnya akta nikah Mode N rangkap dua atau Model ND bagi janda atau duda diserahkan ke Pengadilan Agama, dan yang satunya disimpan KUA sebagai arsip.37 Adapun penjelasan di atas dapat dilihat dari bagan di bawah ini.38
36
A. Sutarmadi & Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, (Jakarta: FSH-UIN,2006), h. 19. 37 Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2008), h.53-57 38 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan, (Jakarta: 2009), h.515
61
Bagan 3.2 Proses Pencatatan Nikah
Pemeriksaan Nikah
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
10 hari Pengumuman Kehendak Nikah
Akad Nikah
Pencatatan Nikah
Pemberian Kutipan Akta Nikah
Pencegahan Perkawinan Oleh PA Bogor
Penolakan Kehendak Nikah
Yang Bersangkutan Mengajukan Keberatan Kepada Pengadilan Agama Setempat
Pembatalan Perkawinan
Berikut berbagai ketentuan mengenai adminidtrasi pernikahan : a. Setiap orang yang hendak melakukan perkawinan sebelumnya diharuskan memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai pencatat nikah di tempat willayah kediaman calon istri dalam jangka waktu 14
62
hari kerja sebelum perkawinan dilalangsungkan kecuali karena alasanalasan tertentu maka dapat dimintakan dispensasinya kepada Camat atas nama Bupati Kepala Daerah. b. Selanjutnya Pegawai KUA melakukan pemeriksaan dengan meneliti apakah syarat-syarat perkawinannya sudah dipenuhi dan apakah ada halangan perkawinan menurut Undang-undang yang berlaku. Berikut persyaratan administrasinya : 1) Formulir Model NI, N2, N4 ditandatangani Kepala Desa atau Lurah 2) Surat pernyataan di atas materai untuk perjaka dan perawan 3) Photo Copy KTP, KK, Akte Kelahiran / ijazah 4) Pas Photo 2x3 sebanyak 5 lembar 5) Keterangan Imunisasi TT dari Puskesmas 6) Formulir Model N6 untuk janda / duda ditingga mati yang ditandatangani oleh Kepala Desa atau Lurah 7) Akte Cerai dan putusannya dari Pengadilan Agama untuk janda dan duda cerai. 8) Izin komandan bagi TNI / Polri dan izin dari Kedubes untuk WNA 9) Surat pernyataan permohonan wali hakim untuk pernikahan wali hakim. 10) Mengikuti penataran BP4 di KUA
63
c. Apabila belum memenuhi persyaratan akan dikirimkam formulir Model N8 dan apabila tidak terpenuhi sebelum hari pelaksanaan akad nikah maka akan dikirimkan N9 sebagai penolakan pencatatan pernikahan. d. Apabila memenuhi persyaratan, maka berikutnya pembayaran biaya pencatatan nikah ke rekening kas Negara melalui bank atau kantor pos yang telah ditunjuk.39 Berikut data statistik nikah dan rujuk yang tercatat di Kantor Urusan Agama wilayah kecamatan Pamijahan : Tabel 3.2 Statistik Nikah dan Rujuk Wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor No. 01. 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 39
2014
Kelurahan Cibening Pasarean Pamijahan Cimayang Gunung Menyan Gunung Sari Gunung Bunder 1 Gunung Bunder 2 Gunung Picung Ciasmara Cib.kulon Cib.wetan Ciasihan Cibunian
Nikah 158 132 175 81 88 179 113 129 141 104 86 60 132 148
Rujuk 1 1 1
Keseluruhan
Mamat Sudrajat (Kepala KUA Kecamatan Pamijahan), Wawancara Resmi, Rabu, 26 Juni
64
15
Purwabakti Jumlah
87 1. 813
3
1.816
B. DESA PASAREAN 1. Sejarah Singkat, Letak Geografis dan Demografi Desa Pasarean merupakan hasil pemekaran dari desa Pamijahan pada tahun 1981. Sejak 1981 hingga sekarang, desa Pasarean sudah mengalami tiga kali pergantian Kepala Desa, yakni Encep Wilga periode 1981-1984, Mirta Sasmita periode 1984-2004 dan M. Ansori periode 2004-2014. Desa Pasarean terletak di Kampung Pasarean, Rt. 01/Rw. 01 Kecamatan Pamijahan.40 Secara administratif, Desa Pasarean merupakan salah satu dari 15 desa di wilayah kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor yang mempunyai luas wilayah 277 208 ha/m2, dengan batas-batas sebagai berikut:41 Tabel 3.3 Batas Wilayah
40
Batas Wilayah
Kelurahan
Kecamatan
Sebelah Utara
Situ Udik
Cibungbulang
Sebelah Selatan
Gunung Picung
Pamijahan
Sebelah Timur
Gunung Menyan
Pamijahan
Sebelah Barat
Pamijahan
Pamijahan
Ujang Hidayatullah (Amil Desa Pasarean), Wawancara Resmi, Rabu, 25 Juni 2014 Arsip Desa Pasarean yang diambil pada tanggal 23 Agustus 2014 di Balai Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor 41
65
Kemudian jika dilihat dari kepadatan penduduk, maka desa Pasarean merupakan desa yang mempunyai jumlah penduduk 11715 jiwa, 2778 KK yang terbagi ke dalam dua dusun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 6122 jiwa dan penduduk perempuan adalah 5593 jiwa dengan rincian sebagai berikut : Tabel 3.4 Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No. 01. 02. Jumlah :
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
Dusun I 3307 3008 6315
Dusun II 2815 2585 5400
Desa 6122 5593 11715
Perkembangan manusia yang bersosial dan berbudaya akan didasari oleh tingkat pendidikannya, dan pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia untuk menuju tingkat kesejahteraan. Dengan tingkat pendidikan yang maksimal maka akan meningkatkan keterampilan sehingga akan tumbuh kewirausahaan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, menghasilkan karya berupa benda maupun jasa hasil dari budi dan karya. Berikut tabel tingkat pendidikan desa Pasarean.42 Tabel 3.5 Tingkat Pendidikan Warga Desa Pasarean Pendidikan Belum Tamat SD SD SLTP 42
Dusun I 1332 368 306
Dusun II 1131 308 333
Desa 2463 676 729
Keterangan
Arsip Desa Pasarean yang diambil pada tanggal 23 Agustus 2014 di Balai Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor
66
SLTA Diploma 1 - 2 Diploma 3 Sarjana Pasca Sarjana Jumlah :
470 11 20 53 2650
350 5 4 2131
820 16 20 57 4781
Dalam hal pendidikan, tidak akan menghasilkan prestasi yang baik tanpa ditunjang oleh sarana pendidikan yang baik tentunya. Berikut data sarana pendidikan yang ada di desa Pasarean.43 Tabel 3.6 Data Sarana Pendidikan No. 01.
Lembaga Pendidikan TK
Jumlah 8
02. 03. 04. 05. 06. 07. 08.
SD SMP SMA Ibtidaiyah Tsanawiyah Aliyah Pondok Pesantren
4 1 1 1 1 1 8
Penduduk desa Pasarean mayoritas beragama Islam, hal ini terlihat dari data sensus kependudukan desa Pasarean. Tabel 3.7 Agama Penduduk Agama Islam
43
Laki-Laki 6122
Perempuan 5593
Jumlah 11 715
Arsip Desa Pasarean yang diambil pada tanggal 23 Agustus 2014 di Balai Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor
67
Penduduk desa Pasarean umumnya bermata pencaharian sebagai petani sehingga keadaan ekonomi di desa Pasarean lebih didominasi pertanian. Berikut data mata pencaharian penduduk desa Pasarean :44 Tabel 3.8 Mata Pencaharian Penduduk Jenis Pekerjaan Petani Buruh Tani Buruh Migran Perempuan Pegawai Negeri Sipil Pengrajin Industri Rumah Tangga Pedagang Keliling Peternak Montir Dokter Swasta TNI Polri Pensiunan PNS Dukun Kampung Terlatih Jumlah :
Laki-Laki 1670 1275 137 32 2 57 8 1 1 3 1 23 3210
Perempuan 43 5 48
Jumlah 1670 1275 137 32 2 100 8 1 1 3 1 23 5 3258
2. Visi dan Misi Desa Pasarean VISI. Terwujudnya pelayanan yang prima serta terwujudnya masyarakat desa yang sejahtera, berdaya dan berbudaya berlandaskan iman dan taqwa. MISI. a. Membina sumber daya manusia (SDA) aparatur pemerintah desa guna tercapainya pelayanan yang prima.
44
Arsip Desa Pasarean yang diambil pada tanggal 23 Agustus 2014 di Balai Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor
68
b. Meningkatkan kerjasama dan fungsi koordinasi dengan lembagalembaga yang ada di desa dan pelaksana teknis pembangunan dari dinas/intansi terkait. c. Menata kelembagaan dan pemerintahan desa yang lebih baik dan profesional. d. Pelembagaan pembangunan masyarakat melalui sistem parsitipatif. e. Mengembangkan norma dan budaya masyarakat yang islami melalui pengajian rutin Majlis Ulama Indonesia (MUI) tingkat desa. 3. Struktur Organisasi Bagan 3.3 Struktur Organisasi Desa Pasarean BPD
Kepala Desa
Dedi Furqon
M. Anshori Sekretaris Desa Asep Ridwan
Kaur Pemerintahan
Kaur Esbang
Acon & Asrori
Apendi
Kaur Keuangan
Kaur Kesra
Unsa & Masudin
U. Hidayatullah
Kaur Kesra Sarkoni
sukardi Pelaksana Teknis Wilayah
Unsur Wilayah sukardi
Apendi
sukardi
P3A Didin Baisudin Mitra CAI sukardi
Apendi
Kelompok Tani
Keamanan
H. Jaji
Hamdani
Kepala Dusun I
Kepala Dusun II
M. Sayuti
H. Halimi
69
4. Pembagian Kerja (Job Description) Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2006, berikut tugas masing-masing jabatan di struktur pemerintahan desa Pasarean : Kepala Desa Kepala desa adalah kepala pemerintahan yang bertugas merencanakan dan membuat program, baik menyangkut sarana maupun prasarana kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi, sosial, agama, budaya dan lainnya. Sekretaris Desa Bertanggung jawab tentang administrasi desa dan menerima laporan dari
seluruh
kepala
urusan,
baik
bidang
pemerintahan,
ekonomi
pembangunan, keuangan, urusan umum, kesejahteraan rakyat dan kepala dusun. Ka.Ur. Bidang Pemerintahan a. Pengumpulan, pengolahan dan evaluasi data pemerintahan, ketentraman dan ketertiban b. Pengumpulan bahan dan pembinaan wilayah dan masyarakat. c. Pemberian pelayanan kepada masyarakat bidang pemerintahan (KTP dan KK) d. Membantu
pelaksanaan
Pemilihan
Umum,
Pemilihan
Presiden,
Pemilihan Kepala Daerah, dan Pemilihan Kepala Desa, Musyawarah
70
Pembentukan Anggota
BPD berdasarkan
Peraturan
Perundang-
undangan e. Inventarisasi kegiatan sosial politik f. Membantu tugas-tugas bidang pertanahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan g. Membantu tugas-tugas bidang Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (akte kelahiran) h. Pelaksanaan pengelolaan administrasi Pemerintahan i. Pengumpulan bahan dan penyusunan laporan di bidang Pemerintahan45 Ka.Ur. Bidang Ekonomi dan Pembangunan a. Pengumpulan, pengolahan dan evaluasi data pembangunan b. Pelaksanaan administrasi pembangunan desa c. Perencanaan hasil swadaya masyarakat dalam pembangunan desa d. Penghimpunan data analisis dan pengembangan potensi desa e. Pencatatan dan persiapan bahan guna pembuatan daftar usulan rencana proyek/ daftar usulan kegiatan f. Kooordinasi pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana fisik di desa g. Pengumpulan dan laporan pembangunan
45
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Pasal 21
71
h. Pengumpulan, pengelolaan dan evaluasi data perekonomian antara lain : pertanian, perindustrian, perkoperasian, perkreditan usaha ekonomi lemah i. Inventarisasi dan pelaporan perkembangan keadaan dan kegiatan perekonomian masyarakat. j. Pelayanan administrasi dalam rangka pembuatan perizinan yang berhubungan dengan usaha sesuai dengan peraturan perundangundangan k. Pengelolaan administrasi kegiatan perekonomian di desa46 Ka. Ur. Keuangan a. Pencatatan penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa dengan Peraturan Perundang-Undangan b. Pengumpulan dan analisis data sumber penghasilan desa untuk dikembangkan. c. Pengelolaan administrasi pendapatan desa (APBDes) d. pengelolaan administrasi keuangan desa e. penyusunan rencana APBDes untuk dikonsultasikan kepada BPD Ka.Ur. Umum a. Penerimaan serta pengelolaan surat-surat masuk dan keluar, pelaksanaan tata kearsipan dan ekspedisi
46
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Pasal 22 dan 23
72
b. Penyedian, penyimpanan dan pendistribusian alat-alat tulis kantor serta pemeliharaan dan perbaikan peralatan kantor c. Penyusunan jadwal Piket Desa dan tingkat RT d. Pemeliharaan ketertiban dan kebersihan kantor serta bangunan lain milik desa e. Pengelolaan administrasi aparat desa (Daftar Hadir Perangkat Desa) f. Pengelolaan buku administrasi umum g. Inventarisasi kekayaan desa (Data Inventarisasi milik Pemerintahan Desa) h. Melaksanakan persiapan penyelenggaraan rapat dan penerimaan tamu dinas serta kegiatan kerumahtanggaan lainnya.47 Ka. Ur. Kesra a. Pengumpulan, pengelolaan dan evaluasi data kesejahteraan rakyat b. Bimbingan bidang keagamaan, kesehatan, keluarga berencana dan pendidikan masyarakat. c. Pelayanan kesejahteraan masyarakat d. Bimbingan kegiatan pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh (BAZIS) e. Membantu pelaksanaan pemungutan dana Palang Merah Indonesia (PMI)
47
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Pasal 25
73
f. Inventarisasi penduduk yang tuna karya, tuna wisma, tuna susila, penyandang cacat mental maupun fisik, yatim piatu, jompo, panti asuhan dan bekas narapidana. g. Mengikuti
pengembangan
kependudukan
antara
lain:
serta
mencatat
Keluarga
kegiatan
Berencana,
program Posyandu,
Ketenagakerjaan, transmigrasi dan lingkungan hidup. h. Pencatatan Jamaah Haji i. Pencatatan pelaksanaan pengurusan administrasi kematian j. Pengelola Beras Raskin, pembinaan DKM, Lumbung Bahagia dan beras perelek k. Pengumpulan bahan dan penyusunan laporan bidang kesra (Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk) 48 Tugas Kepala Dusun a. Membantu Kepala Desa di wilayah bagian Desa dalam rangka melaksanakan tugas pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan secretariat desa, pelaksana teknik lapangan, lembaga kemasyarakatan desa (RT, RW) serta tugas tertentu yang dilimpahkan Kepala Desa b. Pengumpulan data dan informasi pengevaluasian pelaksana tugas dan perumusan program c. Pelaksanaan dan pembinaan serta pemantauan penyelenggaraan kegiatan 48
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Pasal 24
74
d. Pelayanan kepada masyarakat e. Penyusunan kerja tahunan f. Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan49 5. Pelaksanaan Tugas dalam Bidang Pernikahan Dalam melaksanakan tugas di bidang pernikahan, utamanya dalam hal proses pencatatan dan administrasi nikah, talak, cerai dan rujuk pada tingkat desa, tentu merujuk pada kebijakan Kantor Urusan Agama kecamatan Pamijahan. Aparat desa yang membidangi persoalan perkawinan adalah Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) bidang perkawinan, yakni Amil Ujang Hidayatullah. Tidak ada yang berbeda dalam hal prosedur pencatatan dan administrasi perkawinan di desa Pasarean, sebagaimana aturan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah dan menjadi kebijakan Kantor Urusan Agama kecamatan Pamijahan. Namun demikian, Amil Ujang Hidayatullah berusaha untuk memperketat seleksi berkas pernikahan yang diajukan dan berkomitmen untuk tidak menerima suap, sehingga dapat dicegah berbagai hal penyimpangan termasuk manipulasi umur nikah. Data pernikahan warga desa Pasarean terakhir yang diterima dari Amil Ujang Hidayatullah,50 sebagai berikut :
49
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Pasal 28 Ujang Hidayatullah, Wawancara Resmi, Rabu, 25 Juni 2014
50
75
Tabel 3.9 Data Pernikahan Desa Pasarean No. 001. 002.
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
Nikah 48 97
Jumlah 145 Jiwa
76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Data-Data Kasus Pernikahan Dini di Desa Pasarean Temuan-temuan sebelumnya menunjukkan bahwa kasus pernikahan dini banyak terjadi setelah anak lulus SD, yakni sekitar usia 12 sampai 14 tahun, dan alasan utamanya adalah perjodohan. Ada juga temuan yang menunjukkan bahwa alasan utama mereka melakukan pernikahan dini adalah kekhawatiran orang tua bila anaknya terjerumus dalam perzinaan sebagaimana yang dipaparkan oleh Azharudin Latif dalam penelitiannya di Madiun. Lalu bagaimana dengan desa Pasarean kecamatan Pamijahan ? Berikut data pernikahan dini yang penulis dapatkan langsung melalui wawancara pribadi dengan para pelaku pernikahan dini berjumlah 33 pasangan suami-istri (disebut salah satunya), masing-masing satu pasangan tersebar pada setiap RT dari 33 RT : Tabel 4.1 Data Pelaku Pernikahan Dini Nama Alis Mardillah Amah Anisa
Tanggal Lahir 13-07-1992 06-09-1987 10-10-1993
Tahun Pendidikan Nikah 2007 MTS 2002 SMP 2006 MI
Ariyanti
05-07-1993
2007
SMP
Alasan Ekonomi Ekonomi Ekonomi/ Dijodohkan Ekonomi
77
Dewi Khoirinisa 03-06-1992 2007 MTS Dian Hardianti 02-12-1995 2010 MI Siti Nurasiyah 10-10-1993 2004 Tidak Tamat SD Evi 15-06-1995 2010 MTS Fika Afriyani 09-12-1993 2008 SMP Iin Indriyani 10-12-1993 2008 MTS Ismawati 12-10-1991 2006 Tidak Tamat SD Hopipah 10-12-1994 2009 MI Iyam Maryam 10-12-1994 2008 MI Lianah 20-10-1993 2008 SMP Minah Mayang 04-05-1997 2012 SD Mira 14-04-1993 2007 MI Neng Windawati 12-07-1995 2010 MTS Nita Sri Rahayu 15-07-1992 2007 MTS Nyai Nurasiyah 12-09-1993 2008 SD Ratna Oktavia 03-10-1993 2008 SMP Rismawati 10-12-1993 2007 SD Siti Maryam 12-09-1993 2008 SMP Siti Payani 10-12-1997 2011 Tidak Tamat SD Siti Zakiah 12-07-1993 2008 MTS Siti Lutfiah H 23-09-1995 2009 SD Sumiati 02-10-1992 2006 SD Suntini 10-12-1993 2008 SMP Ulpah 10-12-1995 2009 MI Vivit vitriawati 06-05-1989 2014 SD Yati 13-01-1993 2007 SD Yuliawati Sukma 10-09-1994 2009 SMP Rika amali 12-03-1993 2008 SMP Otop 17-09-1993 2008 SMP Jumlah : 33 Orang (Sumber : Wawancara Pribadi Tanggal 21-25 Juli 2014)51
Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Dijodohkan Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi
Dari 33 pelaku pernikahan dini yang tersebar dalam 33 RT desa Pasarean, pelaku yang tidak tamat SD berjumlah 3 pasangan, SD/MI berjumlah 13 pasangan dan SMP/MTS berjumlah 17. Selain itu, dari 33 pasangan pelaku pernikahan dini ada 2 pasangan yang menikah dini oleh 51
Alis Mardillah dkk, Wawancara Pribadi, Tanggal 21-25 Juli 2014
78
karena sudah ada jodohnya / dijodohkan, dan selebihnya 31 pasangan menikah dini oleh karena alasan ekonomi (menghilangkan beban ekonomi keluarga). Data di atas menunjukkan bahwa sama-sama signifikan, mereka yang menikah dini setelah lulus SD dan setelah lulus SMP, yakni sekitar umur 14 sampai dengan 15 tahun, dan alasan utama mereka menikah dini lebih dominan oleh karena alasan ekonomi, yakni dengan menikah dini, maka beban orang tua terkurangi dan seterusnya suaminya yang menanggung beban tersebut. 2. Pandangan Warga Desa Pasarean Terhadap Pernikahan Dini Pada penelitian-penelitia sebelumnya menunjukkan bahwa mereka yang menikah dini berpandangan bahwa dengan menikah dini akan menjadi indah dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, menghindarkan mereka dari godaan orang lain, menjauhkan mereka dari perbuatan zina sehingga mereka dapat menjaga kehrmatannya, dan lainnya. Lalu bagaimana dengan pandangan masyarakat desa Pasarean tentang pernikahan dini ? Para ulama di desa Pasarean memandang bahwa pernikahan dini sah-sah saja menurut Islam, meskipun mereka tetap memandang perlunya kematangan fisik dan psikis. Oleh karena itu, sebaiknya yang harus dilakukan oleh pihak yang berwenang sebatas anjuran, bukan larangan, sehingga tidak bertentangan dengan pemahaman para ulama dan masyarakat desa Pasarean.
79
Selain pandangan masyarakat bahwa menikah dini itu sah-sah saja menurut Islam (menunjukkan mereka lebih kenal dan mengikuti aturan Islam), ada sebagian warga desa Pasarean yang menikah dini berpandangan bahwa menikah dini mampu mengatasi beban ekonomi, tidak berdampak pada keharmonisan keluarga, dan bila sudah ada jodohnya kenapa harus ditunda, karena jodoh tidak datang dua kali.52 Dari data tersebut dapat dipahami mengapa mereka yang sudah lulus SMP pun tetap tidak menyadari pentingnya menikah sesuai ketentuan umur yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Hal itu disebabkan faktor condongnya mereka pada aturan Islam bukan perundang-undangan, faktor ekonomi dan faktor perjodohan. 3. Faktor-Faktor dan Dampak Pernikahan Dini di Desa Pasarean Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong dilakukannya perkawinan pada usia dini, antara lain : a. Faktor pendidikan yang rendah b. Sosio kultural c. Tidak mengetahui Undang-undang perkawinan d. Pergaulan bebas e. Tradisi daerah/adat istiadat f. Kondisi fisik yang cepat masak h. Faktor ekonomi 52
Ujang Hidayatullah, Wawancara Resmi, Rabu, 25 Juni 2014
80
Perkawinan di bawah umur tidak hanya terjadi di desa-desa, tetapi juga di kota-kota dengan sebab yang sama. Bahkan di kota-kota besar dewasa ini sering terjadi perkawinan di bawah umur karena sebab (menurut istilah sekarang) ‘’kecelakaan’’ malu‟‟, kehidupan di kota-kota yang penuh oleh tantangan dan aneka macam kemesuman karena eksis-eksis pergaulan. Lalu bagaimana dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini di desa Pasarean ? Seperti yang terlihat dalam data pelaku pernikahan dini di desa Pasarean, dimana dari 33 pasangan yang menikah dini ada 31 pasangan yang menikah dini oleh karena faktor ekonomi, sedangkan dua pasangan lainnya lebih karena faktor perjodohan. Atas dasar data inilah, maka faktor yang sangat dominan mendorong warga desa Pasarean melakukan pernikahan dini adalah faktor ekonomi. Penelitian sebelumnya mengenai dampak terhadap kondisi rumah tangga untuk pasangan suami-istri yang menikah usaha dini menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi rumah tangga pasangan yang menikah di usia dini kurang harmonis. Lalu bagaimana dengan yang terjadi di desa Pasarean ? Ternyata tidak seperti di tempat lain, terbukti dari 33 pasangan yang menikah dini di desa Pasarean, 30 pasangan di antaranya tetap harmonis rumah tangganya, selebihnya 2 pasangan lainnya dalam kondisi kurang harmonis, dan satu pasangan lagi tidak memberi komentar. Kenyataan
81
mengenai dampak pernikahan dini di desa Pasarean ini53 dapat berpotensi sebagai faktor tumbuh suburnya pernikahan dini di desa tersebut 4. Langkah-Langkah KUA Kecamatan Pamijahan Dalam Menanggulangi Pernikahan Dini di Desa Pasarean Secara teoritis, upaya penanggulangan pernikahan dini dapat dilakukan Kantor Urusan Agama melalui perannya sebagai berikut:54 a. Pelayanan di bidang administrasi termasuk pencatatan nikah, talak dan rujuk serta pencatatan lainnya yang terkait dengan tugas dan peran KUA. Dalam hal ini pihak KUA kecamatan dapat membuat kebijakan yang bersifat teknis operasional mengenai prosedur pencatatan perkawinan dan administrasinya yang tidak bertentangan dengan aturan dalam rangka menanggulangi pernikahan dini. b. Penyuluhan dan Sosialisasi Undang-Undang Perkawinan Dalam hal ini, pihak KUA mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan kepada masyarakat melalui berbagai media, khususnya pasal 7 ayat 1 mengenai batas umur seseorang boleh menikah, yakni umur 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk wanita. Selain itu, pihak KUA mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak negatif pernikahan dini dari aspek hukum, psikologis, biologis dan aspek lainnya, sehingga masyarakat 53
Alis Mardillah dkk, Wawancara Pribadi, Tanggal 21-25 Juli 2014 Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, http://salimunazzam.blospot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan. html 54
dalam
82
menyadari pentingnya menikah sesuai umur yang ditentukan oleh Undang-Undang. c. Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah. Dalam
hal
penanggulangan
pernikahan
dini,
KUA
dapat
mengoptimalkan peran BP4 dan perangkat KUA lainnya dalam memberikan nasehat-nasehat perkawinan dan pentingnya membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Dalam hal ini, ditekankan pentingnya menikah sesuai batasan umur dalam Undang-Undang sebagai faktor penting terbentuknya keluarga sakinah. KUA juga dapat melakukan pembinaan keluarga sakinah kepada masyarakat dan memperketat prosedur serta administrasi pernikahan agar tidak terjadi manipulasi umur dalam rangka menanggulangi pernikahan dini. d. Pelayanan di bidang kepenghuluan. Dalam hal ini, KUA dapat mengoptimalkan para penghulu dan juga amil desa dalam mensosialisasikan pentingnya menikah sesuai batasan umur yang telah ditentukan, baik melalui khutbah nikah atau ketika diundang dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Dalam hal perannya menanggulangi pernikahan dini, KUA dapat menggunakan berbagai media, baik cetak maupun elektronik, melalui seminar, pengajian-pengajian, khutbah jumat
dan lainnya, sehingga
masyarakat mengetahui dan menyadari pentingnya menikah sesuai umur yang
83
telah ditentukan oleh Undang-Undang. Agar lebih efektif, sebaiknya upaya penanggulangan pernikahan dini tersebut terprogram dengan baik dan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Lalu apakah pihak KUA kecamatan Pamijahan dan perangkat desa Pasarean sudah melaksanakan peran tersebut secara terprogram sehingga hasilnya menjadi optimal ? Pihak KUA kecamatan Pamijahan telah melaksanakan minimal empat peranan tersebut di atas, tidak banyak yang berbeda dengan ketentuan yang sudah ada, antara lain : a. Dalam hal pelayanan administrasi dan kepenghuluan, pihak KUA kecamatan dan amil desa tidak membuat kebijakan apapun yang bersifat teknis operasional mengenai prosedur pencatatan perkawinan dan administrasinya yang tidak bertentangan dengan aturan dalam rangka menanggulangi
pernikahan
dini.
Hanya
saja
mereka
berusaha
memperketat (sesuai aturan yang ada) seleksi administrasinya dan berkomitmen untuk tidak menerima suap, sehingga dapat meminimalisir penyimpangan-penyimpangan seperti manipulasi umur yang lazim dilakukan oleh banyak orang. b. Dalam hal pelayanan sosialisasi pentingnya menikah sesuai umur yang ditentukan perundang-undangan dan pelayanan bimbingan keluarga sakinah, Pihak KUA kecamatan Pamijahan dan amil desa telah berupaya
untuk
melakukannya,
namun
mereka
belum
84
mensosialisasikannya melalui media cetak dan seminar, baru dilakukan melalui pengajian-pengajian, khutbah jumat dan lainnya, itu pun tidak dilakukan secara berkala (tidak terprogram).55 c. Faktor Penghambat Dalam Menanggulangi Pernikahan Dini di Desa Pasarean Berdasarkan data-data mengenai pelaku pernikahan dini, pandangan masyarakat mengenai pernikahan dini, faktor dan dampak pernikahan dini serta langkah yang sudah ditempuh oleh pihak yang berwenang, maka berikut faktor penghambat upaya pencegahan pernikahan dini : a. Perbedaan makna pernikahan dini dalam sudut pandang agama dan negara. Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimal undangundang perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah, sedangkan dalam sudut pandang agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Hal ini menyebabkan pandangan ulama lebih condong pada aturan Islam dan menjadi hambatan bagi upaya penanggulangan pernikahan dini di Pasarean. b. Selain faktor penghambat di atas, penilaian masyarakat desa Pasarean yang cukup positif terhadap pernikahan dini juga sangat menghambat efektivitas penanggulangan pernikahan dini.
55
Ujang Hidayatullah, Wawancara Resmi, Rabu, 25 Juni 2014
85
c. Belum ada upaya penanggulangan pernikahan dini yang terprogram, yakni dilakukan secara berkala oleh KUA kecamatan Pamijahan dan pihak perangkat desa Pasarean.
B. Analisa Teoritis Tentang Peranan KUA Kecamatan Pamijahan Dalam Menanggulangi Pernikahan Dini di Desa Pasarean Berikutnya dari data penelitian di atas, dianalisis dengan menggunakan analisis deduktif sebagai berikut : 1. Upaya penanggulangan pernikahan dini menjadi optimal bila upaya tersebut dilakukan secara berkala, terprogram dan menggunakan berbagai media.(Premis Mayor) 2. KUA kecamatan Pamijahan tidak melakukan upaya penanggulangan pernikahan dini di desa Pasarean secara berkala, tidak terprogram dan belum sepenuhnya memanfaatkan berbagai media (Premis Minor) 3. Berarti peranan KUA kecamatan Pamijahan dalam melakukan upaya penanggulangan pernikahan dini di desa Pasarean tidak optimal (Kesimpulan)
86
C. Perspektif Peranan Pendidikan Dalam Menanggulangi Pernikahan Dini di Desa Pasarean Berdasarkan analisis deduktif di atas, maka disimpulkan bahwa pihak KUA kecamatan Pamijahan tidak optimal dalam upaya menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. Oleh karena itu perlu diupayakan penanggulangannya melalui pendekatan lainnya, termasuk pendekatan pendidikan. Atas dasar itulah saya merekomendasikan agar dalam penelitian selanjutnya
mengkaji
peranan
pernikahan dini di desa Pasarean.
pendidikan
dalam
upaya
menanggulangi
87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. KUA kecamatan Pamijahan dalam hal ini penghulu telah mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya menikah sesuai umur yang telah ditentukan undang-undang saat sebelum akad nikah (khutbah nikah), atau oleh amil desa melalui pengajian-pengajian dan peringatan hari-hari besar keagamaan (billa diundang) dalam rangka menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean. 2. Kantor Urusan Agama kecamatan Pamijahan tidak berperan secara efektif dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean oleh karena program penanggulangan pernikahan dini tidak dilakukan oleh KUA secara terprogram (secara berkala).
B. Saran-Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saya sampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi pihak KUA kecamatan Pamijahan, agar dalam upaya menanggulangi pernikahan dini dilakukan secara terprogram (berkala), baik melalui media
88
cetak maupun elektronik, seminar, pengajian, khutbah nikah, khutbah jumat dan media-media lainnya, bahkan media sosial. 2. Bagi Ulama desa Pasarean, agar turut serta membantu KUA Pamijahan dan amil desa Pasarean untuk ikut menyadarkan kepada masyarakat tentang pentingnya menikah sesuai umur yang ditentukan oleh undang-undang. 3. Bagi masyarakat desa Pasarean, agar beralih memandang bahwa pernikahan dini banyak dampak negatifnya, misalnya melalui peningkatan pendidikan. 4. Bagi peneliti selanjutnya, agar mengkaji peranan pendidikan dalam menanggulangi pernikahan dini di desa Pasarean.
89
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Quraish, Wawasan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996) Ghazali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. Ke-3, Edisi Pertama Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung, FOKUSMEDIA, 2007), Cet. Ke-2 Anwar, Najib, Dilema Kawin Sirri, dalam BP4 Pusat,Majalah Perkawinan & Keluarga Nomor 480/2012 Ibnu Isa Saurah, Abi Isa Muhammad, Sunan al-Tirmidzi al-Jami al-Shohih, (Beirut : Daar al-Ma‟rifat, 2002) Bin Hajaj, Imam Abi Husain, Shahihul Muslim, Al-Musnad Asshahihu Al-Mukhtasar minas Sunani binaqli al-adlu anil adl, (Kairo : Daar al-Hadis, 1991) Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : FOKUSMEDIA, 2007), Cet. Ke-2 Fauzil Adhim, Mohamad, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Cet. Ke-1 Nasar, M. Fuad Nasar, Refleksi Setengah Abad BP4: Penguatan Peran BP4 di Tengah Tingginya Angka Perceraian, dalam BP4 Pusat, Majalah Perkawinan & Keluarga Nomor 480/2012 Fauzi,
Rahmat, Refleksi Peranan KUA Kecamatan, dalam http://salimunnazam.blogspot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan.html
Sutarmadi, Ahmad, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, dalam http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkanangka-perceraian/ Fatwa MUI tentang Pernikahan Usia Dini dalam Ma‟ruf Amin, et.al., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, Editor Hijrah Saputra, et.al., (Surabaya: Erlangga,2010)
90
Arsip KUA Kecamatan Pamijahan Bogor Barat yang diambil pada tanggal 30 Agustus 2014 di Kantor KUA Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Barat Ali, M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : PT. Grapindo Persada, 2002). Cet. Ke-11 Karim, Helmi, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. Ke-3 Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta : Graha Indonesia, 1987), Cet. Ke-8 Rafiq, Hukum Islam di Indonesia Suwondo, Nani, Hukum Perkawinan dan Kependidikan di Indonesia, (Bandung : PT. Bina Cipta, 1989), Cet. Ke-1 M. Nuh, Nuhrison, et.al. optimalisasi peran KUA melalui jabatan fungsional penghulu, (jakarta:puslitbang kehidupan keagamaan, 2007),cet ke-1 S. Lev, Daniel, Peradilan Agama Islam di Indonesia, (Jakarta : Intermasa,1986) Kuntawijaya, Paradigma Islam, (Bandung: Mizan, 1991) Raharjo, M. Dawam, Intelektual Intelgensia, (Bandung: Mizan,1996) Latif, M. Djalil, Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) Chaniago, Amran Y S, Kamus Besar Indonesia, Jakarta, 1995 Sudrajat, Mamat, (Kepala KUA Kecamatan Pamijahan), Wawancara Resmi, Kamis, 26 Juni 2014 Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, kencana, 2008)
(Jakarta:
Sutarmadi, A & Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, (Jakarta: FSH-UIN,2006) Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan, (Jakarta: 2009)
91
Hidayatullah, Ujang (Amil Desa Pasarean), Wawancara Resmi, Rabu, 25 Juni 2014 Arsip Desa Pasarean yang diambil pada tanggal 23 Agustus 2014 di Balai Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Mardillah, Alis, dkk, Wawancara Pribadi, Tanggal 21-25 Juli 2014
KEMENTERIAN AGAMA
UNTERSrTAS rSLAM hlEGERr (UtrY) SYARIF EIDAYATTILLAE JAKARIA F.AKULTAS SYARIAH DAN EUKUM Y h. H.Juanda No. 95 Cirstet
Nomor
Jekart
lt{lZ
':Un.ol
f 401 925
lF4lIQ./^:OO.oU
Lampiran
Hal
:
F.L
E{an:
lrxlo3lo la
bffi
tzOt+
(62-21't 7 49 1 821
Ial<artA 22 September 20{4 H
Permohonan Data/ Wawancara
KepadaYth.
I(antor Urusan Agama Pamijahan Kab. Bogor di Tempat Assal amu lalai hm Wr.
Wb :
Dckao .Fakriltis Syariah dan 'Hukum (IIN Syarif Hidayetullah menerangkan bahwa
Jakarta
:
Nama
Dadc Ahmad Nasnrllah
Nomor Pokok
208044100020
Tempat/Tanggal Lahir
Bogor,24 Maret 1987
Semester
XVII (Tujuh Belas)
Jurusan/I(onsentrasi
Ahwal Asyalhsiryah/ Peradilan Agama
Kp, Kawakilan
Alamat
ll
Rf/ Rw.
Pasarean Keo. Pamijahan Kab,
Telepon
0l/ 03 Desa
Bogor
085773910487
adalah benar mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jril@rta yang.scdang menyusun slcripsi dengan
judul:
oPeranan KUA Xecatdataa Pamijahan Dalam Menanggulangi pernikahan
'..
Dini
Di Desa Fasarean,'
untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/ Ibu
dapat
menerima yang bersangkutan untuk wawancaftr serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu' alailqnn Wr, Wb,
Tembusan
l.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta;
2. Kal Sekprodi MuamalaV Perbankan
Syariah.
KEMENTERTAN AGAMA KANTOR T'RUSAN AGAMA KECAMATAN PAMIJAIIAN KABUPATEN BOGOR JL Abdul Eamid KM. 06 Ds. Pasareau - Bogor Nomor \Lampiran Lampiran
: I(k. I 0.0
1.
1
7/Kp .04 427 l20l 4
Pamijahan, 24 September 2014
::
Keterangan llawancara .
Kepada Yth
Wakil Dekan Bidang Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DiTempat
Ass alamu'
laikum Wr. ll'b
Yang bertanda tangan dibawah
ini
Kabupaten Bogor menerangkan bahwa
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamijahan :
DADEAI{MADNASRULLAH
Nama
:
No Pokok
: 208044100020
Lahir
:
Bogor, 24 Maret L987
Semester
:
XIII
Jurusan/Konsentrasi
: Ahwal Asyakhsiyyah/ Peradilan Agarna
Alamat
:
Tempat/Tanggal
(Tiga Belas)
Kp.Kawakilan tr Rt. 0l/03 Ds. Pasarean Kec. Pamijahan
Benar bahwa nama tersebut telah melakukan wawancara dcngan pihak kanri yang dilaksanakan pada
Hari Selasa, 23 September 2014 dengan judul "Peranan
KaA
dalam Menanggulangi
Pernikahan Dini di Dess Pssarean Kecamatan Pamiiahan Kabupaten Bogor". Demikian Surat keterangan ini di buat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya' Wassalamua' laikum Wn
W
PEME.RN\NAH TL{BUPATM{ BOCOR KE CAJYIA TAI.{ PA}TIJAffAN
KAIflTOR KEPALA DESA. PASA"FIAN"*. ,tffi
l Jlhr.KE ,rtbut ErurU Xo, qz KIp 0?.
tic-nor: C1A/zOO5/At /tX/zot -i,a
nn
Drrr.PErcm ft{p. (f}sl) 664161
Kode Pos 16530
4
;
'- a 1: -enelitian fla lft'-, Del;an Fakultas Syanlah dsn r{ukum dl
Itepa
empat A,9na
lanue
t
a
la l-L:r.ln lir.i,lb.
YqnF bertanrle ta'rqan dlbawah J-ni Kepala Desa iasa'-ean Kecar.atsn f arnt,ja'''an kaY,'rp"trun noqor. rnenerarrqlian hahwaa
li a n 8' : DA.le -Ahrad llasrullah z2OFO44tO002O .lIIm 'i :rogor, 24-OA-t9?.i Tgl Lar,l.r teFpat S ei.res l-:er ; XIf I ( t,1ga Belas ) Jlirusan : Rerarlllan Aeara A 1a ma t : Kp. Karskllan Eua RTn or /0J ' lenar IiATi,
nan:g
Desa
Pasabean Fecatnatan Far"i jahan Katrurraten 3ogor.
tersebut d'iatas srrdah neLalnrlran FenelJ.tian d1 desa
CETgAN JUdUI'PERAIIAN KUA DAIAI.f I{ENANGGULATT.}I FF,R]:]IF.AI]A}I
DTqr Dr r)r;1A
lenikian
pAlrrJArAI{ KABIIPATEN BO-loR. Srrrat lietero:nqan inl karnl b.rat den.qan gehenarnii, ,e"., vanpe berkepentlngan asar rensetahul rlen maklun FASAREANT KECAMATAI,'
;::::.pihak
PASAREAN, 24-a9-2Ot 4
Pasarean