POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun 2013 Hasil penelitian yang telah dilakukan sampai tahap ketujuh (2013) dapat diringkas sebagai berikut: a. Pola pemanfaatan lahan gua Kidang adalah per lahan dimanfaatkan oleh per kelompok. Dengan kata lain, gua Kidang dihuni oleh beberapa kelompok yang menempati satu kompleks cekungan gua Kidang (terdapat dua gua yaitu gua Kidang dan gua Kidang AA) b. Pola adaptasi manusia gua Kidang dalam mempertahankan hidupnya adalah dengan penjadwalan musim untuk mengonsumsi makanan yang tersedia. Pada musim kering, mereka mengonsumsi jenis binatang invertebrata (siput dan kerang) sedangkan pada musim basah mereka mengonsumsi jenis binatang vertebrata. Selain itu, dalam mencari bahan baku untuk peralatan, selain dari sisa makanan yaitu kerang dan tulang, serta gigi binatang, juga memanfaat batu meskipun jenis batu yang digunakan relatif rendah silikaannya. Namun berdasarkan temuan jenis batu dengan tingkat silikaan tinggi, menunjukkan penghuni gua Kidang menjelajah sejauh 50 km. hal tersebut dikarenakan sumber bahan baku yang ada berada di DAS Solo dan di gunung Muria, Kudus. c. Teknologi pembuatan alat-alat dari cangkang kerang dan tulang menunjukkan adanya penerapan teknologi litik (batu) sehingga menghasilkan variasi dan teknik pengerjaan yang relatif tinggi dibandingkan dengan alat-alat cangkang kerang dan tulang temuan dari gua-gua lainnya khususnya di Jawa dan Indonesia umumnya. Adapun peralatan dari batu dimanfaatkan sebagai pendukung yaitu sebagai alat pengasah peralatan dari kerang dan tulang. Hal tersebut disebabkan bahan batuan yang tersedia di sekitar gua tidak memiliki kandungan silikaan tinggi. d. Temuan tiga rangka manusia (Homo sapiens) memberikan tambahan pengetahuan tentang sistem kubur yang dikenal manusia penghuni gua Kidang yaitu: orientasi kubur, posisi kubur, penyerta kubur, taburan remis cangkang moluska, taburan oker merah, timbunan batu gamping, alas batu gamping, dan posisi tangan. Kemungkinan temuan ketiga individu kubur ini merupakan ras yang berbeda dan periode/kronologis yang berbeda pula yang pernah menghuni gua Kidang. Dengan kata lain gua Kidang dihuni oleh ras yang berbeda dengan sistem kubur yang berbeda pula. e. Berdasarkan kajian tulang dan gigi temuan rangka kedua dalam posisi semi terlipat berhasil diketahui adanya penyakit sejenis rematik. Adapun berdasarkan analisis gigi dapat diketahui pola diet (jenis makanan) yang dikonsumsi manusia penghuni gua Kidang dominan mengandung fiber, sehingga kondisi gigi mudah aus. Selain itu dari kemiringan dan ratanya gigi memberikan informasi bagaimana cara makan manusia penghuni gua Kidang.
f.
Jelajah manusia penghuni gua Kidang menjangkau jelajah sejauh 50 km dalam mencari sumber makanan dan sumber bahan baku untuk pembuatan peralatan. Selain jangkauan ruang, berdasarkan data stratigrafi diketahui jelajah vertikal yang menunjukkan adanya kesinambungan kronostratigrafi dengan situs-situs Pleistosen. Dalam penelusuran jelajah vertikal berhasil ditemukan situs baru yang menunjukkan keselarasan data stratigrafi yaitu di teras sungai Lusi sebagai jembatan stratigrafi antara gua Kidang (kala Holosen) dengan situs-situs kala Pleistosen. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada hasil penelitian hingga tahap ke tujuh tersebut di atas, maka rumusan masalah pada tahap ke delapan ini masih sama dengan rumusan masalah tahap ketujuh yaitu sebagai berikut: a. Seberapa lama pemanfaatan lahan Gua Kidang dihuni, dalam hal ini terkait dengan waktu yaitu awal hunian sampai akhir hunian (sebagai sampel akan digali sedalam-dalamnya kotak T6S1)?; b. Bagaimana perkembangan teknologi untuk pembuatan peralatan baik dari cangkang kerang/moluska maupun tulang?; c. Bagaimana sistem kubur yang diterapkan oleh penghuni Gua Kidang?; dan d. Bagaimana pola hunian antara Gua Kidang A dengan Gua Kidang AA. C. Tujuan Dan Sasaran Penelitian 1. Tujuan Sehubungan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui a. Pola pemanfaatan vertikal (waktu) hunian gua Kidang, sejak awal sampai akhir dihuni; b. Perkembangan teknologi pembuatan alat dan perhiasan; c. Sistem kubur penghuni gua Kidang; dan d. Pola hunian antara gua Kidang A dengan gua Kidang AA. 2. Sasaran Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sasaran penelitian sebagai hasil akhir penelitian jangka panjang adalah sebagai berikut. a. Kronologi hunian gua Kidang; b. Jejak pangkas dan teknik pengerjaan alat dan perhiasan, serta jangkauan sumber bahan baku; c. Komponen rangka Homo sapiens; dan d. Tahap hunian antara gua Kidang A dengan gua Kidang AA. D. Kerangka Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini didasarkan pada studi arkeologi ruang (spatial archaeology). Sebagaimana diketahui, dalam studi spatial dikenal adanya tingkat
keruangan yang meliputi mikro, meso (semi mikro), dan makro (Clarke, 1977; Mundardjito, 1990). Berangkat dari persepsi/konsep pemikiran tersebut dan melihat fakta objektif pada penelitian terdahulu, tampak bahwa pola permukiman gua memiliki keunikan tersendiri, bagaimana manusia masa itu menyiasati cara hidupnya yang masih mengandalkan pada potensi lingkungan alam (ekologis) sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa suatu gua memiliki karakteristik tipe aktivitas tertentu. Selanjutnya, sesuai dengan konsep arkeologi keruangan menarik untuk dikaji secara mendalam aspek-aspek yang berkaitan dengan pengaturan ruang yang tersedia dalam suatu lahan gua untuk keperluan aktivitas manusia pendukungnya. Untuk itu, dilakukan penelitian yang lebih dititikberatkan pada masalah yang selama ini belum banyak dikaji yaitu pola tata ruang mikro yang diterapkan pada lahan suatu gua yang tersedia dan selanjutnya akan diketahui pola semi mikro (meso) pada aktivitas komunitasnya. Hal ini disebabkan pemanfaatan lahan gua hunian mencerminkan suatu aktivitas micro settlement penghuninya. Sedangkan dari aktivitas beberapa micro settlement tersebut akan dicerminkan aktivitas komunitas yang berlangsung. Lebih luas lagi kajian dari berbagai pola komunitas akan diketahui pola zonal (skala makro) dalam suatu kawasan, dalam hal ini adalah kawasan perbukitan karst Jawa. Secara skematis kerangka pikir tersebut dapat digambarkan sbb:
ARKEOLOGI SPATIAL PENGUMPULAN DATA
COMMUNITY LAYOUT
MICRO SETTLEMENT
BUDAYA Teknologi, kronologi, struktur atau konfigurasi sebaran
DATA UTAMA
EKOLOGI Flora – fauna, musim, jarak sumber makanan dan bahan baku alat
Sebaran gua Lingkungan alam (geologis – geografis)
ANALISIS & SINTESA
GEOLOGIS-GEOGRAFIS Morfologi lahan, sungai, batuan, sedimentasi, stratigrafi, proses pembentukan gua
POLA ZONAL GUA HUNIAN PRASEJARAH DI JAWA
POLA OKUPASI GUA HUNIAN PRASEJARAH SKALA KOMUNITAS
E. Temuan Hasil Penelitian Tahun 2014 Dalam pelaksanaan penelitian tahun 2014 2014,, maka untuk menjawab dan menjelaskan masalah yang telah dirumuskan dilakukan pendalaman kotak ekskavasi dan pembukaan kotak baru, serta melakukan cross cek areal survei. Ekskavasi dilakukan pada kotak terdahulu dan pembukaan kotak baru. Sebagaimana diketahui, kotak T7S2 pada eksakavasi tahun 2013 telah ditemukan rangka manusia bagian jari dan lengan tangan bagian kanan. Selanjutnya pada tahap ini memperjelas dan merunut rangka manusia tersebut untuk mengetahui keutuhan dan posisi rangka. Secara khusus penangan kotak ini dilakukan oleh peloantropolog. loantropolog. Hasil dari penyingkapan rangka manusia ini berhasil diketahui rangka menghadap ke barat, posisi duduk.. Belum semua bagian anatomis rangka ditemukan, namun hal yang jelas rangka ini tidak ditemukan bagian kepala atau tengkoraknya. Meskipun demikian ikian beberapa gigi ditemukan di sekitar rangka. Adapun Rangka ka ke 3: posisi duduk arah hadap barat dengan temuan seperti remis kerang, fragmen konteks batu gamping pipih seperti wadah (hancur) tulang binatang, serta cangkang kerang Dok. Balar Yogya sebagai temuan penyerta kubur ditemukan sebagaimana temuan dua rangka sebelumnya. Hal yang menarik dari temuan rangka ini adalah temuan batu gamping pipih yang terletak di depan (barat) rangka. Batu gamping tersebut sepertinya sengaja diletakkan dan dibentuk seperti wadah cekung. Untuk mengetahui konteks keberadaan batu gamping ini, masih perlu pengupasan lebih lanjut kotak ini ini. Adapun penggalian kotak baru meliputi dua kotak yaitu kotak T7S1 dan kotak U4T3. Alasan membuka kotak T7S1 adalah merunut lahan bagian yang masing-masing masing kotak ditemukan rangka manusia. Kotak ini berada di utara temuan rangka posisi duduk. duduk Dengan demikian ian pada bagian selatan atau kanan mulut gua telah dibuka 4 (empat) kotak gali. Selain itu, pembukaan kotak ini juga dimaksudkan untuk keamanan, mengingat kondisi tanah mudah longsor, sehingga posisi kotak T7S1 apabila tidak segera dibuka akan kehilangan d data ata karena longsor. Adapun alasan pembukaan kotak U4T3 adalah untuk mengetahui pemanfaatan lahan bagai tengah gua. Selain itu berdasarkan temuan fragmen fragmen-fragmen fragmen tulang dan cangkang kerang serta siput pada bagian lahan mulut gua, dimaksudkan untuk mengetahu mengetahuii arus alir materi tersebut sampai ke bagian lahan mulut gua, serta posisi dasar atau lantai gua.
Adapun temuan pada kotak baru hampir sama dengan temuan kotak-kotak lainnya. Pada kedalaman lebih kurang antara 40 - 50 cm didominasi temuan berupa tembikar, keramik, dan beberapa cangkang kerang dan tulang serta gigi binatang. Pada kedalaman selanjutnya merupakan lapisan budaya konteks prasejarah yaitu berupa tembikar, cangkang kerang dan tulang baik sebagai sisa makanan maupun artefak. Selain itu, pembukaaan an kembali pada kotak B2U7 sehubungan dengan pelacakan kesinambungan stratigrafi antara gua Kidang dengan Sungai Lusi. Sebagaimana diketahui kotak B2U7 telah digali mencapai kedalaman 170 cm dari permukaan tanah. Hal tersebut menarik untuk dikaji lebih jauh h apakah temuan batu tersebut merupakan stalakmit ataukah runtuhan stalaktit. stal Apabila batu tersebut merupakan stalakmit, itu artinya posisi kotak B2U7 sudah mencapai lantai gua. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pembersihan pada kotak ini untuk meyakinkan inkan batu tersebut. Adapun survei dilakukan untuk cross cek morfologi lahan yang telah disurvei pada 8 (delapan)) titik di sekitar desa Tinapan dan Kedungwungu, kecamatan Todanan. Berdasarkan kedelapan titik tersebut, dapat diketahui Pembersihan kotak B2U7 untuk pemanfaatan lahan dalam mempertahankan hidupnya penelusuran stratigrafi dan manusia penghuni gua Kidang. Pemanfaatan lahan kedudukan batu Dok. Balar Yogya tersebut meliputi lahan sebagai sumber air (mata ( air), sumber makanan, serta sumber bah bahan baku untuk peralatan. Selain itu, coss cek juga dilakukan di sungai Lusi, yang menunjukkan adanya lapisan budaya Pleistosen. Eksistensi fosil dan beberapa artefak di teras sungai Lusi merupakan transformasi dari situs-situs situs Pleistosen terutama dari DAS Solo. Hal tersebut membuka harapan baru sebagai pintu gerbang penelusuran missing link antara budaya Pleistosen ke Holosen.
Sumber air di barat gua Kidang, bendungan Bentolo Dok. Balar Yogya
Sungai Lusi, banyak ditemukan fosil & artefak budaya Pleistosen (dok. Balar Yogya)
Sampai penelitian tahap ini berakhir, permasalahan tersebut belum terjawab.
F. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian sampai pada tahap kedelapan tahun 2014 ini, dapat disimpulkan sementara beberapa hal sebagai berikut. a. Temuan rangka manusia ketiga memberikan tambahan tentang sistem kubur yang telah dikenal manusia penghuni gua Kidang. Hal tersebut mengenai posisi kubur yang berbeda dari temuan rangka pertama (bagian kaki, telentang) dan rangka kedua (semi terlipat). Selain posisi, hal lain terkait jejak perlakuan terhadap mayat (kubur) sama yaitu taburan remis cangkang kerang, dan beberapa fragmen tulang dan gigi binatang vertebrata. Arah hadap kubur pada rangka pertama berbeda dengan kedua rangka lainnya yang menghadap barat, rangka pertama ini membujur baratlaut – tenggara. b. Pemanfaatan lahan kawasan karst Todanan dalam mempertahankan hidupnya terdiri atas lahan sebagai sumber air, sumber makanan aquatik dan darat, serta sumber bahan baku peralatan yang menjangkau sampai sejauh 50 km. c. Temuan tulang yang telah mengalami fosilisasi dan bongkahan batu pada kotak B2U7 memberikan harapan baru terbukanya missing link antara budaya Pleistosen ke Holosen. Hal tersebut didasarkan bukti stratigrafi yang tampak adanya kesinambungan dengan stratigrafi pada lapisan atas di sungai Lusi (situs Pleistosen). d. Perkembangan teknologi dalam pembuatan peralatan menunjukkan adanya teknologi litik yang diterapkan pada bahan cangkang kerang dan tulang. Hal tersebut menghasilkan tipe alat dan perhiasan yang lebih bervariasi dan pengerjaan relatif rumit.