Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai
Dita Ayu Suhari1, Karina Arifin2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia 2. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected] dita 8/2/14 2:28 PM
Abstrak
Deleted: ,
Artikel ini membahas mengenai analisis jejak pakai pada alat tulang dari situs Gua Kidang, Blora, Jawa Tengah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui fungsi alat tulang situs Gua Kidang. Penelitian ini dimulai dari kegiatan klasifikasi analitik dan klasifikasi taksonomik. Klasifikasi taksonomik pada alat tulang situs Gua Kidang, menghasilkan tiga tipe alat, yaitu lancipan, spatula, dan serut. Dari 290 alat tulang, 79 alat memperlihatkan adanya jejak pakai, dan 15 alat di antaranya yang diamati dan direkam menggunakan mikroskop stereo. Hasil pengamatan kemudian dibandingkan dengan penelitian para ahli mengenai eksperimen dan analisis jejak pakai pada alat tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat tulang situs Gua Kidang digunakan untuk aktivitas menusuk dan mengebor, menggali, mengikis dan menggosok, serta meraut.
Bone Tools Function from Gua Kidang Site, Blora, Jawa Tengah: Use Wear Study Abstract In this article the results of use-wear analysis of bone tools assemblage from Gua Kidang Site, Blora, Central Java, are presented. The aim of this study is to find out the function of these bone tools. The research is started by classifying the bone tools through analytic and taxonomic classifications. Result of taxonomic classification shows that there are three types of bone tools: point, spatulae, and scraper. From 290 bone tools, 79 of them showed use-wear traces, and 15 of them are chosen to be examined and recorded with stereomicroscope. Use-wear traces recorded from the examination are compared with those reported by experts from their experiments and use-wear analysis on bone tools. Result shows that bone tools of Gua Kidang site are probably used for piercing, boring, digging, scraping, smoothing, and whittling. Keywords: bone tools, use-wear, pembesaran rendah (low power magnification), function, prehistory, Gua Kidang.
Pendahuluan Di masa lalu, beberapa bagian hewan, seperti tulang, gigi, tanduk dimanfaatkan sebagai alat setelah hewan tersebut diambil dagingnya untuk kebutuhan konsumsi. Hal tersebut dapat terlihat dari sisa-sisa hewan yang ditemukan di suatu situs. Sisa-sisa hewan tersebut, khususnya yang ditemukan di situs hunian dapat memberikan informasi mengenai interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya di masa lalu (Renfrew & Bahn, 2004: 231). Selain itu, sisa-sisa hewan dapat memberikan pengetahuan mengenai aktivitas konsumsi dan ekonomi, serta aktivitas pembuatan benda-benda budaya (Reitz & Wing, 2008: 6). Sisa-sisa
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
hp 9/7/14 5:52 PM Formatted: Font:(Default) Times New Roman, 10 pt
hewan yang dimanfaatkan sebagai alat, selanjutnya disebut sebagai alat tulang. Alat tulang merupakan bagian hewan, seperti tulang, gigi, tanduk yang dipakai dan/atau sengaja dibuat manusia untuk mempermudah aktivitasnya sehari-hari (Reitz & Wing, 2008: 267). Alat tulang ada yang dibuat secara tidak sengaja maupun disengaja. Alat yang dibuat secara tidak sengaja adalah pecahan tulang yang tidak berhubungan dengan proses pembuatan alat tetapi memiliki bentuk pecahan yang dapat digunakan. Sementara alat tulang yang dibuat dengan sengaja adalah sisa-sisa hewan yang mengalami pengerjaan lebih lanjut sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Modifikasi pada tulang tersebut meninggalkan jejak, baik itu jejak pengerjaan pada saat proses pembuatan alat maupun jejak pemakaian ketika alat tersebut digunakan. Jejak pengerjaan pada alat antara lain penajaman, penggosokan, pemangkasan, pembakaran, kilapan, peretusan, dan patahan. Sementara, jejak pemakaian, antara lain patahan akibat proses pemakaian, penumpulan, kilapan, pecahan-pecahan kecil/primping, dan goresan-goresan halus searah/striasi pada permukaan alat tulang. Identifikasi jejak pengerjaan dan jejak pemakaian dapat menjadi cara untuk membedakan alat tulang, antara fragmen tulang hasil aktivitas manusia dengan pseudotools (tulang hewan yang mengalami modifikasi akibat proses alamiah, secara sekilas mirip dengan alat tulang) (Lyman, 1984:315). Analisis jejak pakai dan fungsional alat tulang telah banyak dilakukan oleh para ahli, seperti Sergei Semenov (1976), Genevieve M. LeMoine (1994), C. Webb dan J. Allen (1990), serta Ryan J. Rabett (2005). Para ahli tersebut melakukan analisis jejak pakai dengan menggunakan mikroskop, baik pada alat tulang yang ditemukan di situs-situs arkeologi maupun kegiatan eksperimen pembuatan dan pemakaian alat tulang. Hasil identifikasi bentuk jejak pakai pada alat tulang dari situs arkeologi kemudian dibandingkan dengan hasil kegiatan eksperimen yang sebelumnya telah mereka lakukan, sehingga dapat diketahui fungsi alat tulang tersebut. Penelitian ini membahas mengenai fungsi alat tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah berdasarkan tipe dan bentuk jejak pakai pada alat. Gua Kidang di kawasan karst Blora, Jawa Tengah merupakan salah satu situs prasejarah di Indonesia yang memiliki temuan alat tulang. Penelitan di situs tersebut telah dilakukan sejak tahun 2005 hingga tahun 2013 sebanyak tujuh tahap oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Ekskavasi Gua Kidang tahun 2011 dan 2012 berhasil menemukan 290 alat tulang. Akan tetapi, dari 290 alat tulang tersebut hanya 79 alat saja yang digunakan sebagai data utama di dalam penelitian ini. Ketujuh puluh sembilan alat tulang tersebut dipilih karena memiliki jejak pakai yang dapat teramati dengan baik dan kondisinya cukup baik. Dari 79 alat tulang tersebut
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
diambil 15 alat untuk diamati dengan menggunakan mikroskop stereo (stereo microscope) dengan pembesaran 7X-100X. Metode Penelitian Metode penelitian meliputi tahap pengumpulan, pengolahan dan penafsiran data. Pada tahap pengumpulan data dilakukan kegiatan pengecekan data terlebih dahulu, yaitu membandingkan daftar temuan alat tulang yang tercantum pada laporan penelitian dengan alat tulang yang tersimpan di ruang artefak Balai Arkeologi Yogyakarta, guna memperoleh kesesuaian jumlah data alat tulang. Selain itu, dilakukan kegiatan pendeskripsian alat tulang meliputi asal alat tulang, keadaan dan kondisi alat, warna dan gradasi tulang, bentuk umum alat, ukuran, jumlah tajaman, jejak pemangkasan tajaman, bentuk tajaman, dan jejak pakai pada alat. Metode pengukuran alat tulang mengacu pada metode yang digunakan oleh CampsFabrer (1974 dalam Setiagama, 2006), yaitu pengukuran yang membagi alat tulang menjadi tiga bagian yang meliputi distal, mesial, dan proksimal. Pada tahap pengolahan data dilakukan kegiatan klasifikasi1 dan analisis khusus/specific analysis. Klasifikasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan klasifikasi taksonomik yang diajukan oleh Rouse (1960). Klasifikasi taksonomik merupakan klasifikasi yang dilakukan untuk menentukan tipe2 benda. Sebelum melakukan kegiatan klasifikasi taksonomik, terlebih dahulu dilakukan kegiatan klasifikasi analitik. Dalam melakukan klasifikasi analitik, mode-mode3 terlebih dahulu ditetapkan, selanjutnya ditentukan ciri-ciri yang terdapat pada artefak yang mengacu pada mode tertentu. Mode yang dihasilkan dari klasifikasi analitik, digunakan untuk menentukan tipe alat. Mode yang dipakai di dalam penelitian ini adalah mode yang bersifat prosedural, yaitu atribut yang berhubungan dengan teknik pembuatan dan pemakaian. Penentuan mode tersebut dilakukan dengan cara memahami proses alat tersebut dibuat, yaitu mulai dari pemilihan bahan, teknik yang digunakan untuk membuat alat, bentuk, hiasan, serta fungsi alat (Rouse, 1960: 314).
1
Klasifikasi adalah kegiatan mengelompokan artefak ke dalam kelas-kelas yang sesuai (Neilson, Knott, & Earhart, 1940: 496 dalam Rouse, 1960: 313). 2 Tipe merupakan kombinasi dari dua atau lebih mode yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Rouse, 1960: 318). 3 Mode adalah standar, konsep atau adat istiadat yang dianut oleh pembuat artefak, yang tersebar dari komunitas satu ke komunitas lain dalam jangkauan yang luas (Rouse, 1939 dalam Rouse, 1960: 313). Mode dapat berupa: 1) konsep yang dipakai oleh pembuat artefak mengenai bahan baku, bentuk dan dekorasi pada artefak; atau 2) kebiasaan dalam pembuatan dan penggunaan artefak (Rouse,1960: 315). Mode tersebut direpresentasikan dalam bentuk atribut yang tampakpada artefak. Rouse (1960: 315) mengajukan tiga jenis mode, yaitu technological modes (cara pembuatan artefak), stylistic modes (gaya), dan modes of uses (fungsi artefak).
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
Identifikasi awal terhadap 79 alat tulang situs Gua Kidang menunjukkan ciri-ciri sebagai alat lancipan4, spatula5, dan serut6. Setelah dilakukan klasifikasi yang menghasilkan tipe alat dilakukan kegiatan analisis khusus/specific analysis, yaitu analisis bentuk jejak pakai dengan menggunakan mikroskop stereo (stereo microscope). Analisis bentuk jejak pakai yang digunakan di dalam penelitian ini memakai pendekatan pembesaran rendah (low power approach), yaitu pembesaran mikroskop 7X-100X. Analisis bentuk jejak pakai dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo digital Nikon SMZ1500 inventaris Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dengan menggunakan mikroskop stereo Nikon SMZ1500 tersebut hasil fotomikrografi dapat langsung dilihat di layar komputer dan dapat direkam. Pada penelitian ini, 15 alat dari 79 alat tulang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo. Kelima belas alat tersebut dipilih karena mewakili masing-masing tipe alat dan memiliki bentuk jejak pakai yang beragam dilihat secara makroskopis, dan kondisinya cukup baik untuk dilakukan pengamatan mikroskop. Pada tahap penafsiran, hasil dari kegiatan klasifikasi dan analisis bentuk jejak pakai selanjutnya dianalogikan dengan menggunakan hasil penelitian dan kegiatan eksperimen yang telah dilakukan oleh para ahli. Selanjutnya, dilakukan penarikan kesimpulan untuk mencari jawaban penelitian mengenai fungsi alat tulang dari situs Gua Kidang.
Terminologi Alat Tulang Penamaan morfologi alat dimaksudkan untuk mempermudah pada saat proses pengamatan. Secara umum morfologi pada alat tulang, adalah: a) Bagian pangkal/zona pasif/proksimal: bagian yang paling tidak aktif pada saat aktivitas pembuatan dan pemakaian alat. Bagian tersebut paling dekat dengan tangan pengguna alat. b) Bagian tengah/zona peralihan/mesial: bagian yang terdapat di antara bagian distal dan proksimal. Secara umum bagian tersebut memperlihatkan sisa-sisa epifisis, kilapan, dan pangkasan. 4
Lancipan dicirikan oleh bagian distal yang meruncing dan dihasilkan melalui proses pengerjaan (pemangkasan atau penggosokan) (Simanjuntak, Handini & Prasetyo, 2004: 179). 5 Spatula adalah alat tulang yang memiliki tajaman yang pipih dan lebar, terbuat dari bahan tulang berukuran relatif besar (Simanjuntak, Handini, & Prasetyo, 2004: 177-178). 6 Serut adalah serpihan tulang yang dilepaskan dari induknya, akibat dari pelepasan tersebut terbentuk dataran pukul dan luka pukul. Pinggiran alat serut tersebut tersebut memiliki bentuk yang tidak beraturan yang disebut retus, yang digunakan sebagai mata tajaman. Retus tersebut ada yang terbentuk dari proses pengerjaan maupun pemakaian.
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
c) Bagian ujung/zona aktif/distal: bagian yang paling bersentuhan atau dipakai pada saat pembuatan dan pemakaian alat. Bagian tersebut dicirikan dengan adanya jejak pembuatan maupun jejak pakai, serta berbentuk tajaman.
Gambar 1. Morfologi alat tulang dengan bidang penampang pipih (sumber: Setiagama, 2006: 14)
d) Bagian ventral: bagian ini memperlihatkan tanda pembelahan pada saat proses pembuatan alat tulang dan masih memperlihatkan permukaan dalam tulang (medullary surface) dan sisa kanal sumsum tulang (canal medullaire). Pada alat tulang berbentuk silindris berlubang/helical, bagian yang disebut bagian ventral adalah bagian alat yang memperlihatkan bagian dalam tajaman (gambar 2). e) Bagian dorsal: bagian ini umumnya masih memiliki permukaan luar tulang pada bagian distal, mesial, dan (sisa-sisa epifisial) pada bagian pangkal proksimal. Pada alat tulang berbentuk silindris berlubang/helical, bagian dorsal alat adalah bagian yang tidak memperlihatkan bagian dalam alat (gambar 2). f) Bagian sisi kanan (lateral kanan): sisi kanan alat yang dilihat dari tampak ventral. g) Bagian sisi kiri (lateral kiri): sisi kiri alat yang dilihat dari tampak ventral. Morfologi alat tulang tersebut berlaku pada alat tulang berbentuk pipih dan silindris berlubang/helical (gambar 1 dan 2), tetapi tidak berlaku bagi alat tulang berbentuk silindris membulat, karena bagian dorsal atau ventral alat tidak terlihat jelas atau tidak dapat dibedakan.
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
Gambar 2. Morfologi Alat Tulang Berbentuk Silindris (gambar: Setiagama, 2006: 42)
Aktivitas Pemakaian Alat Tulang Aktivitas pemakaian alat berkaitan erat dengan fungsinya. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi mengenai aktivitas menggunakan alat, yaitu: a) Memotong/cutting Aktivitas memotong dilakukan dengan cara mengarahkan mata tajaman dengan posisi vertikal dan menggerakkan mata tajam searah (uni-directional) atau didorong dan ditarik (bi-directional) sejajar dengan bidang yang dikerjakan (Grace, 2012: 84). b) Mengikis (scraping) Aktivitas mengikis dilakukan dengan cara mengarahkan dan menggerakkan sisi tajaman, baik searah (uni-directional) maupun didorong dan ditarik (bi-directional) dengan tekanan tertentu ke bidang yang akan dikerjakan (Grace, 2012: 85). Mata tajaman digerakkan dengan posisi yang agak tegak. Berbeda dengan aktivitas meraut, materi yang dikerjakan lebih banyak yang hilang ketika aktivitas mengikis (scraping). c) Meraut (whittling) Aktivitas meraut dilakukan dengan menggerakkan mata tajaman ke satu arah (unidirectional) dengan kemiringan dan tekanan tertentu (Grace, 2012: 85). Posisi mata tajaman dengan materi yang dikerjakan membentuk sudut lancip. Aktivitas tersebut mengakibatkan hilangnya bagian permukaan pada bidang yang dikerjakan. d) Melubangi (piercing) Grace (2012: 86-87) membedakan antara aktivitas melubangi (piercing) dan mengebor (drilling). Aktivitas melubangi dilakukan dengan alat dengan ujung tajaman yang meruncing. Melubangi merupakan aktivitas yang dilakukan dengan menekankan dan
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
menggerakkan ujung tajaman ke arah kiri dan kanan (rotasi) atau dengan menekankan ujung tajaman pada bidang yang dikerjakan (Grace, 2012: 86; Buc, 2011: 551). Bidang yang dilubangi biasanya benda dengan tingkat kekerasan yang lunak. e) Mengebor (drilling) Berbeda dengan melubangi, aktivitas mengebor dilakukan dengan menekankan dan menggerakkan ujung tajaman yang runcing ke kiri dan kanan, didorong dan ditarik hingga terbentuk lubang (Grace, 2012: 87). Materi yang dikerjakan dengan cara mengebor biasanya benda dengan tingkat kekerasan yang tinggi. f) Menggosok (smoothing) Aktivitas menggosok dilakukan dengan cara mengarahkan dan menggerakkan salah satu sisi tajaman (transversal motions) dengan didorong dan ditarik (bi-directional) (Buc, 2011: 511). Posisi tajaman dengan materi yang dikerjakan miring (oblique angle).
Teknik Memegang Alat Tulang Alat tulang dapat digunakan dengan cara digenggam langsung menggunakan tangan (hand held) dan dengan tangkai (hafting). Penggunaan alat dengan cara digenggam disesuaikan dengan bentuk dan ukuran alat. Ujung proksimal (zona pasif) seringkali dibuat berbentuk membundar (rounded) agar nyaman digenggam, khususnya ketika menggunakan alat tulang berukuran kecil (Griffitts, 2006: 259). Penggunaan alat tulang tidak selalu digenggam menggunakan semua jari tangan, tetapi juga menyesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan. Kajian yang dilakukan Olsen (1984: 207) menunjukkan pada saat menganyam (weaving), alat lancipan dipegang menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, sementara tiga jari tangan yang lain hampir tidak menyentuh bagian alat. Alat tulang bertangkai dibuat dengan cara membuat pangkasan berbentuk “v” bertakik (v-shapped notch) pada tangkai sebagai tempat untuk melekatkan alat dengan menggunakan getah (pine resin), lilin (beeswax), tali, otot (sinew wrapping) (Olsen, 1984: 215-216). Hasil kegiatan eksperimen yang dilakukan Olsen (1984: 215-216) menunjukkan penggunaan tangkai yang direkatkan pada alat tulang mengurangi efek hantaman alat (shock absorption effect) dengan materi yang dikerjakan, sehingga mengurangi timbulnya kerusakan pada ujung tajaman.
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
Materi yang Dikerjakan Aktivitas penggunaan alat pada jenis materi yang dikerjakan, meninggalkan jejak pakai pada alat yang digunakan. Grace (2012: 88) membagi materi menjadi tiga jenis berdasarkan tingkat kekerasannya, yaitu lunak (soft), sedang (medium), dan keras (hard). Materi yang lunak, misalnya daging, kulit kayu segar, kayu segar, dan kulit hewan segar. Materi sedang, misalnya kayu kering, ikan, tanduk basah (soaked antler), dan kulit hewan kering (dry hide). Materi keras, misalnya tanduk yang kering (dry antler), tulang, cangkang kerang, dan batu. Pada kegiatan eksperimen alat tulang, LeMoine (1994: 323) menggunakan alat tulang untuk mengerjakan materi basah (wet/saturated materials), materi kayu dan sejenisnya (wood and wood-like materials), sisik ikan atau bulu, dan materi yang abrasif. Materi yang basah, yaitu salju, es, daging, tanduk segar, dan kulit hewan basah. Materi kayu dan sejenisnya, meliputi tulang, tanduk kering, dan kayu. Materi yang abrasif, yaitu batu dan pasir.
Bentuk Jejak Pakai Pada Alat Tulang Alat tulang yang digunakan untuk melakukan aktivitas tertentu akan memiliki jejak pakai. Setiap bentuk jejak pakai pada alat dapat menunjukkan intensitas pemakaian dan fungsi alat.
Bentuk
jejak
pakai
yang
terdapat
pada
alat
tulang,
adalah:
primping
(microflaking/microdamage), garis-garis halus/striasi (striation), kilapan, penumpulan (rounding), dan patahan akibat proses pemakaian. a) Primping (microflaking/microdamage) adalah pecahan-pecahan kecil yang biasanya terdapat pada bagian ujung dan tepi alat (Johnson, 1985:216). Pecahan-pecahan kecil tersebut terjadi akibat penggunaan alat pada bahan yang keras atau intensitas pemakaian yang lama yang mengakibatkan permukaan tulang menjadi lebih rapuh. b) Garis-garis halus/striasi pada alat tulang adalah setiap goresan/garis yang dalam pada permukaan tulang (Buc, 2011: 547). Berdasarkan distribusi (pembesaran 50-100X), striasi terbagi menjadi (Buc, 2011: 547): •
Distribusi striasi (relatif, menyesuaikan dengan sumbu alat): transversal, longitudinal, dan acak/random.
•
Bentuk susunan striasi: pararel (parallel), bersilang (crossed), dan tidak beraturan (irregular).
c) Kilapan adalah terbentuknya permukaan yang mengilap, halus, goresan dan garis sudah tidak tampak dengan/tanpa pembesaran (Coes,1971: 29 dalam LeMoine, 1994:
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
320). Permukaan yang mengilap tersebut terbentuk sebagai hasil dari pemakaian yang intensif pada bahan yang lebih lunak daripada tulang hingga menyebabkan keausan pada permukaan alat (Del Bene, 1979 dalam Johnson, 1985: 216). d) Penumpulan (rounding) adalah terbentuknya tajaman yang membundar padaalat (lihat foto 2.3). Penumpulan terjadi akibat dari reduksi ujung tajaman hingga membentuk ujung tajaman yang melengkung (Johnson, 1985: 216). e) Patahan adalah kerusakan yang biasanya tampak pada tajaman alat. Kerusakan tersebut terjadi akibat proses pemakaian yang berupa hilangnya pecahan tulang sebagai akibat dari bertumbuknya alat tulang dengan bahan lain yang lebih keras daripada tulang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interpretasi Bentuk Jejak Pakai Alat Tulang Dalam melakukan interpretasi terhadap bentuk jejak pakai yang tampak pada alat, terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti lubrikasi (lubrication) dan pembesaran (magnification). a) Lubrikasi (lubrication) Bentuk jejak pakai yang terlihat pada alat tulang seringkali tidak dapat mengidentifikasi jenis materi yang dikerjakan secara akurat. Acapkali, bentuk jejak pakai terlihat mirip satu sama lain. LeMoine (1994: 322) melakukan kegiatan eksperimen pengerjaan materi yang basah atau mengandung air dengan menggunakan alat tulang. Materi yang dikerjakan, antara lain es, salju, daging, kulit hewan yang segar (raw/fresh hide), dan tanduk yang basah (wet antler). Hasil eksperimen menunjukkan jejak pakai yang terlihat pada alat cenderung mirip, yaitu kilapan dan striasi, serta bagian osteon tulang yang terekspos (LeMoine, 1994: 324). Jejak pakai yang terlihat mirip tersebut disebabkan air dapat berperan sebagai penggerus (etchant) atau pelicin (lubricant). Air berperan sebagai penggerus (etchant) karena air sedikit mengandung asam yang menghasilkan jejak pakai hasil dari proses kimiawi. Meskipun demikian, jejak pakai yang dihasilkan dari proses yang melibatkan air sebagai pelicin memiliki persamaan dengan jejak pakai yang dihasilkan dari aktivitas pengerjaan kulit rusa (chamois) maupun pengerjaan tumbuh-tumbuhan yang mengandung silika (LeMoine, 1994: 325). Air dapat berperan sebagai pelicin (lubricant) yang melapisi atau membentuk lapisan tipis antara materi yang dikerjakan dengan alat yang dikerjakan. Lapisan tipis tersebut berfungsi untuk mengurangi jejak pakai yang dihasilkan pada saat interaksi alat dengan materi yang
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
dikerjakan. Air sebagai pelicin (lubricant) menghasilkan kilapan seperti yang terdapat pada pengerjaan materi kering yang halus, meskipun tingkat kekerasan dan tekstur permukaan juga mempengaruhi bentuk jejak pakai yang dihasilkan. Materi yang sama yang dikerjakan tanpa adanya lubrikasi dapat menghasilkan jejak pakai yang sangat berbeda (LeMoine, 1994: 325). b) Pembesaran Mikroskop (Magnification) Secara umum, terdapat beberapa pendekatan untuk mengidentifikasi jejak pakai
hp 9/7/14 5:43 PM Formatted: Space Before: 12 pt
secara mikroskopis, yaitu pembesaran rendah (low power magnification), pembesaran tinggi (high power magnification), dan scanning electron magnification (SEM). Masing-masing pendekatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam identifikasi jejak pakai (lihat tabel 5.1). Sebagian besar penelitian jejak pakai pada alat tulang menggunakan pembesaran rendah (low power magnification) dengan menggunakan mikroskop stereo atau mikroskop metalurgi (Griffitts, 2006: 150; Byrd, 2011: 3). Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan identifikasi jejak pakai berdasarkan jenis pembesarannya Pembesaran
Pembesaran rendah (low power magnification)
Pembesaran tinggi (high power magnification)
Kelebihan
Kekurangan
a) Efektif untuk jejak pakai berukuran besar (larger traces) (Griffitts, 2006: 149).
a) Kurang efektif untuk identifikasi jejak pakai tertentu, seperti kilapan dan striasi (Griffitts, 2006: 150).
b) Letak atau distribusi jejak pakai dapat teridentifikasi dengan akurat (Odell & Odell Vereecken, 1980: 119). c) Efektif untuk alat yang mengalami sedikit perubahan bentuk (volume deformation) akibat proses pemakaian alat, serta jejak pakai yang terlihat dengan jelas (well developed) (Legrand & Sidera, 2007: 75). d) Mudah dipelajari dan diaplikasikan (Odell, 2004 dalam Griffitts, 2006: 150). e) Waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat, sehingga sesuai untuk jumlah sampel yang besar (Odell & Vereecken, 1980: 120). a)Efektif untuk identifikasi jejak pakai, seperti kilapan dan striasi (Griffitts, 2006: 150). b) Efektif untuk identifikasi jejak pakai yang perubahan bentuknya (volume deformation) hanya tampak sedikit (lightly developed) sehingga perlu
dita 5/26/14 6:51 AM Formatted Table
hp 5/24/14 6:10 PM
b) Kurang efektif untuk menentukan jenis aktivitas dan materi yang dikerjakan(Odell & Odell Vereecken, 1980: 119)
Deleted: Identifikasi l
hp 5/24/14 6:17 PM Deleted: baik
hp 5/24/14 6:21 PM Deleted: secara
hp 5/24/14 6:48 PM Deleted: ,
hp 5/24/14 6:21 PM Deleted: nya
hp 5/24/14 6:48 PM Deleted: dengan menggunakan alat
a) Seringkali, jejak pakai tertentu terlalu besar untuk diidentifikasi dengan menggunakan pembesaran tinggi (high power magnification) (Griffitts, 2006: 152).
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
Pembesaran
Kelebihan diamati kilap dan striasinya (Legrand & Sidera, 2007: 75).
a) Citra atau foto yang dihasilkan lebih jelas dan mendetail dibandingkan dengan menggunakan pembesaran rendah maupun pembesaran tinggi (Griffitts, 2006: 150). Scanning Electron Microscope (SEM)
b) Identifikasi letak dan faktor penyebab terbentuknya jejak pakai, residu yang tertinggal, dan jejak pakai yang mikro dapat ditentukan dengan baik (Olsen, 1984: 30).
Kekurangan b) Waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan menggunakan pembesaran rendah (Griffitts, 2006: 152). c) Biaya yang dibutuhkan lebih besar daripada menggunakan pembesaran rendah (Griffitts, 2006: 152) a) Biaya sangat mahal. b) Prosedur identifikasi lebih rumit, harus mempersiapkan replika alat yang akan diidentifikasi dengan menggunakan resin (LeMoine, 1994: 321). c) Jika alat terlalu besar, tidak dapat masuk ke chamber/ruangan SEM (Griffitts, 2006: 150)
dita 5/26/14 6:51 AM Formatted Table dita 5/26/14 6:32 AM Moved (insertion) [1] dita 5/26/14 6:32 AM Moved up [1]: (Legrand & Sidera, 2007: 75).
dita 5/26/14 6:32 AM Deleted: terlihat secara kasat mata (lightly developed) SEBAIKNYA DIPAKAI ‘....YANG PERUBAHAN BENTUKNYA (VOLUME DEFORMATION) HANYA TAMPAK SEDIKIT (LIGHTLY DEVELOPED), SEHINGGA PERLU DIAMATI KILAP DAN STRIASINYA
hp 5/24/14 6:25 PM Deleted: yang LEBIH
hp 5/24/14 6:23 PM Deleted: e
hp 5/24/14 6:23 PM Deleted: m
dita 5/26/14 6:35 AM Formatted: Font:(Default) Times New Roman, Italic dita 5/26/14 6:34 AM
Hasil dan Pembahasan Klasifikasi taksonomik yang dilakukan terhadap 79 alat tulang menghasilkan tiga tipe
Deleted: KALAU ALAT TERLALU BESAR SEHINGGA TIDAK DAPAT MASUK KE DALAM “CHAMBER”.LIHAT GRIFFITTS HAL 150
alat, yaitu tipe lancipan, tipe spatula, dan tipe serut. Dari ketiga tipe tersebut terbagi lagi
hp 9/7/14 5:43 PM Formatted: Indonesian
menjadi sembilan subtipe dan 12 varian. Akan tetapi, pada penelitian ini hanya 15 alat tulang
hp 9/7/14 5:43 PM Formatted: Indent: First line: 0 cm
yang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo (tabel 2). Kelima belas alat tulang tersebut dipilih, sebab secara umum kondisi alat cukup baik, bentuk jejak pakai dapat teramati dengan baik, dan memiliki jumlah bentuk jejak pakai yang beragam. Berikut adalah penjelasan bentuk jejak pakai berdasarkan masing-masing tipe alat. a) Tipe lancipan (foto 1a) adalah alat tulang dengan bentuk distal yang meruncing. Pada penelitian ini, tipe lancipan yang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo berjumlah lima alat (tabel 2). Secara umum, bentuk jejak pakai yang tampak pada alat tipe lancipan, yaitu patahan, primping, kilapan, penumpulan, dan striasi. Jejak-jejak pakai tersebut, terutama patahan dan primping terkonsentrasi pada ujung tajaman alat. b) Tipe spatula (foto 1b) yaitu alat tulang yang memiliki bentuk distal yang menumpul, pipih, dan melebar. Tipe spatula yang diidentifikasi menggunakan secara mikroskopis berjumlah delapan alat. Sebagian besar spatula tersebut tidak lagi dalam keadaan yang
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
hp 9/7/14 5:43 PM Deleted: beberapa
hp 9/7/14 5:44 PM Deleted: yang
utuh dan memiliki lebar distal 3-5 cm. Bentuk jejak pakai yang tampak pada alat tipe spatula, yaitu primping, penumpulan, patahan pada ujung tajaman. Selain itu, terdapat kilapan dan striasi pada bagian tajaman alat. c) Tipe serut (foto 1c) adalah alat tulang yang memiliki bentuk distal yang tidak beraturan, serta memiliki dataran pukul dan luka pukul. Tipe serut yang diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo berjumlah dua alat. Jejak pakai yang terlihat pada alat tipe serut, yaitu primping, patahan, penumpulan halus, dan kilapan buram pada tajaman alat.
a
b
c
Foto 1. Alat tulang situs Gua Kidang: a) tipe lancipan, b) tipe spatula, c) tipe serut
Fungsi Alat Tulang Situs Gua Kidang Eksperimen penggunaan alat tulang yang dilakukan oleh para ahli dan pemahaman mengenai lubrikasi serta pembesaran mikroskop dapat membantu dalam memperkirakan fungsi alat tulang situs Gua Kidang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan bentuk dan jenis jejak pakai pada alat tulang situs Gua Kidang dengan hasil eksperimen yang dilakukan para ahli. Arah pemakaian (wear direction) pada saat pemakaian alat dapat diketahui berdasarkan jenis striasi yang terlihat pada alat. Sementara, jenis materi yang dikerjakan alat dan intensitas pengerjaan dapat diketahui berdasarkan jenis kilapan yang tampak. Keadaan ujung tajaman pada alat dapat memberikan perkiraan tentang tingkat kekerasan materi yang dikerjakan. Alat tipe lancipan diperkirakan digunakan untuk aktivitas melubangi dan mengebor. Hal tersebut terlihat dari bentuk jejak pakai berupa patahan dan penumpulan pada tajaman alat
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
hp 5/24/14 6:52 PM Deleted: intensitas pemakaian
hp 5/24/14 6:52 PM Deleted: (wear intensity)
dita 5/26/14 6:37 AM Deleted: JENIS KILAPAN LEBIH TEPAT UNTUK MENENTUKAN JENIS MATERI YANG DIKERJAKAN, MENGINGAT KILAPAN BURAM DAN KILAPAN TERANG BUKAN BERARTI INTENSITAS PEMAKAIANNYA YANG BERBEDA, TAPI MATERI YANG DIKERJAKAN BERBEDA. KALAU MATERI YANG DIKERJAKAN MENGANDUNG SILIKA MAKA KILAPANNYA AKAN TERANG.
(foto 2). Patahan yang teridentifikasi pada bagian tajaman lancipan situs Gua Kidang tergolong dalam patahan terjal (stepped fractures), menunjukkan bahwa alat digunakan untuk mengerjakan materi dengan tingkat kekerasan rendah hingga sedang, seperti kulit kayu segar, kulit kayu kering, kulit hewan segar, dan kulit hewan kering. Selain itu, patahan terjal juga menunjukkan aktivitas yang dilakukan dengan alat tersebut cenderung repetitif (berulangulang).
Foto 2. Jejak pakai berupa patahan terjal dan penumpulan halus pada lancipan 159/U31T49/-86/2012 dengan pembesaran 30X (kiri) dan jejak pakai berupa patahan terjal, primping, penumpulan halus pada lancipan 36/B2U7/-99/2011 dengan pembesaran 10X (kanan).
Dua dari lima alat lancipan yang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo terdapat striasi yang sejajar (longitudinal striations), striasi yang miring (oblique striations) yang saling bersilangan dan kilapan yang buram (dull polish) pada bagian tajaman alat (foto 3). Striasi tersebut terbentuk pada saat ujung tajaman melakukan penetrasi pada materi yang dikerjakan saat aktivitas melubangi. Kegiatan tersebut membutuhkan tekanan dan menimbulkan gesekan antara ujung tajaman alat dengan materi yang dikerjakan, sehingga menghasilkan jejak pakai striasi yang sejajar. Striasi tersebut juga menunjukkan posisi alat yang miring atau tegak lurus pada saat materi dikerjakan. Sementara itu, penumpulan pada bagian ujung tajaman alat menunjukkan posisi alat yang tegak lurus dengan materi yang dikerjakan pada saat alat tersebut didorong dan diputar ketika melakukan aktivitas mengebor. Alat tipe lancipan yang diperkirakan digunakan untuk aktivitas melubangi, yaitu alat 159/U31T49/-86/2012, T6S2/-90-98/2012, dan 145/U31T49/-70-80/2012. Lancipan yang diperkirakan digunakan untuk mengebor, yaitu alat 36/B2U7/-99/2011 dan 32/T6S2/-93/2011. Alat tipe lancipan digunakan dengan cara dipegang langsung dengan jari-jari yaitu, ibu jari dan telunjuk sementara tiga jari lain hampir tidak menyentuh alat.
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
Foto 3. Jejak pakai berupa penumpulan halus dan kilapan buram pada lancipan 159/U31T49/-86/2012 dengan pembesaran 40X (kiri) dan jejak pakai berupa striasi miring yang saling bersilangan dengan pembesaran 100X (kanan)
Pada alat tipe spatula, distribusi jejak pakai kilapan pada bagian ujung dan tengah tajaman menunjukkan bahwa ujung dan bagian tengah permukaan tajaman berinteraksi langsung dengan materi yang dikerjakan (foto 4). Striasi yang miring (oblique striations) berasosiasi dengan kilapan menunjukkan pada saat penggunaan alat, posisi tajaman miring dengan materi yang dikerjakan (foto 4 kiri). Kilapan dihasilkan sebagai hasil dari gesekan langsung tajaman alat dengan materi yang dikerjakan. Pada beberapa spatula terlihat jejak pakai berupa kilapan yang terang (bright polish) yang berasosiasi dengan penumpulan.
Foto 4. Jejak pakai berupa striasi miring, kilapan terang, dan primping pada spatula 72/U31T49/-66/2012 (pembesaran 7X) (kiri) dan kilapan terang (bright polish) dan penumpulan pada alat tulang situs Gua Kidang (80/U31T49/-17/2011) (pembesaran 100X) (kanan)
hp 9/7/14 5:46 PM Formatted: Indent: First line: 0 cm
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
Pada beberapa spatula terdapat kilapan yang terang, tipis, dan terlihat menempel pada permukaan tajaman alat. Kilapan tersebut diduga sebagai kilapan aditif7(additive polish), yang diduga hasil pengerjaan tanaman yang mengandung silika (foto 5). Selain kilapan, terlihat jejak pakai lain berupa patahan dan primping pada bagian tajaman alat. Patahan dan primping terbentuk dari gerakan yang dilakukan berulang-ulang yang terkonsentrasi pada bagian ujung tajaman. Pada salah satu alat tipe spatula, terlihat adanya jejak pemangkasan yang diperkirakan digunakan sebagai tempat gagang dilekatkan di bagian proksimal alat (foto 6). Selain itu, juga terlihat adanya jejak yang diduga sebagai akibat dari penggunaan tangkai, yaitu berupa kilapan dan penumpulan pada bagian ujung proksimal alat. Alat tersebut diduga diikat dengan menggunakan tali.
Foto 5. Kilapan buram (dull polish) (pembesaran 50X) pada spatula 202/U31T49/-83/2012 (kiri) dan kilapan terang (bright polish) (pembesaran 100X) (kanan) yang terlihat tipis, dan menempel pada spatula yang diduga sebagai additive polish pada spatula 73/U31T49/-67/2012
Foto 6. Jejak yang diduga akibat penggunaan tangkai pada spatula T6S2/-98-110/2012
7
Kilapan yang tergolong additive polish dapat terbentuk dari aktivitas pengerjaan tumbuh-tumbuhan (plant processing/working), pembuatan keranjang (basket making), dan pengerjaan cangkang kerang (shell working). Additive polish memiliki permukaan yang mengilap hasil dari residu materi yang dikerjakan (additional material) pada permukaan alat. Additive polish dapat mengisi permukaan alat yang tidak rata (Griffitts & Bonsall, 2001: 215).
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
hp 9/7/14 5:46 PM Deleted:
Beberapa alat tipe spatula situs Gua Kidang diperkirakan digunakan untuk dua aktivitas sekaligus, yaitu aktivitas mengikis dan menggosok (alat 72/U31T49/-66/2012, 73/U31T49/-67/2012, 202/U31T49/-40/2011, 1/U31T49/-67/2012, 97/U31T49/-40/2011, 80/U31T49/-17/2011. Akan tetapi, terdapat dua spatula yang diperkirakan digunakan untuk aktivitas menggali tanah, yaitu alat 106/U31T49/-36/2011 dan T6S2/-98-110/2012. Sebagian spatula tersebut digunakan dengan menggunakan tangan secara langsung, kecuali alat T6S2/98-110/2012 yang diperkirakan digunakan dengan menggunakan tangkai. Pada alat tipe serut, distribusi jejak pakai berupa kilapan yang buram (dull polish) dan striasi yang miring (oblique striations), primping pada bagian ujung tajaman (alat T6S2/110120/2012, 145/U31T49/-49/2011) (foto 7). Striasi yang miring (oblique striations) terhadap sumbu alat menunjukkan pada saat penggunaan alat, tajaman diarahkan dengan kemiringan dan tekanan tertentu. Striasi tersebut memanjang miring searah pada bagian ujung tajaman menunjukkan tajaman digerakkan searah (uni-directional). Alat tipe serut diperkirakan untuk aktivitas meraut. Kilapan yang terlihat pada alat adalah kilapan yang buram, yang diperkirakan digunakan untuk pengerjaan materi kayu. Alat tipe serut digunakan dengan cara dipegang langsung dengan tangan.
Foto 7. Primping, kilapan buram, dan penumpulan halus pada tajaman serut 145/U31T49/-76/2011 dengan pembesaran 30X (kiri) dan kilapan buram bagian tengah tajaman serut 145/U31T49/-76/2011 pembesaran 30X (kanan)
Kesimpulan Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bentuk jejak pakai tertentu berkaitan erat dengan tipe alat tertentu. Tipe lancipan memiliki jejak pakai yang sebagian besar berada pada bagian ujung tajaman alat, seperti patahan, striasi yang sejajar (longitudinal striations)
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
hp 5/24/14 7:04 PM Deleted: h
hp 5/18/14 1:40 PM Deleted: aktifitas
dan striasi yang miring (oblique striations). Sementara, pada tipe spatula mayoritas jejak pakai terdistribusi pada bagian ujung dan tengah tajaman alat. Jejak pakai yang terlihat berupa kilapan yang berasosiasi dengan penumpulan serta striasi yang miring (oblique striations). Pada serut, jejak pakai yang terlihat terdistribusi pada bagian ujung dan tengah tajaman, seperti striasi yang miring (oblique striations) dan kilapan yang buram (dull polish). Pada penelitian ini, analisis jejak pakai dilakukan dengan pembesaran rendah (low power magnification). Penentuan jejak pakai dengan pembesaran yang rendah (low power magnification) memberi keuntungan dalam mengidentifikasikan bagian alat yang memiliki jejak pakai. Keuntungan penggunaan pembesaran rendah (low power magnification) efektif untuk mengidentifikasi jejak pakai yang berukuran besar (Griffitts, 2006: 149). Selain itu, bagian alat yang memiliki jejak pakai dapat teridentifikasi dengan baik dan efektif untuk alat yang memiliki jejak pakai yang sudah terlihat sangat jelas. Pembesaran rendah (low power magnification) lebih cepat dilakukan dan dipelajari daripada pembesaran tinggi (high power magnification). Meskipun demikian, beberapa jejak pakai tertentu hanya dapat terlihat dengan pembesaran yang tinggi (high power magnification). Selain itu, pembesaran rendah (low power magnification) kurang efektif untuk memperkirakan jenis aktivitas dan materi yang dikerjakan secara tepat (Odell & Odell-Vereecken, 1980: 119). Mikroskop yang dipakai pada penelitian ini adalah mikroskopstereo Nikon SMZ1500 yang memiliki spesifikasi zoom range 0,75X-11,25X dengan HR Plan Apo 1X dan lensa okular (eye piece) C-W10X berdiameter menghasilkan pembesaran 7,5-112,5X. Dengan demikian, pengamatan hanya bisa dilakukan dengan pembesaran rendah (low power magnification). Pada penelitian ini, dalam melakukan interpretasi fungsi alat, penulis hanya menggunakan analogi eksperimen dan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Kegiatan eksperimen pembuatan dan penggunaan alat tidak dilakukan, sebab untuk saat ini hasil analogi eksperimen dan penelitian yang dilakukan para ahli sudah dianggap cukup untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, yaitu fungsi alat berdasarkan bentuk jejak pakai dan tipe alat. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, adalah melakukan kegiatan eksperimen buat dan pakai alat tulang dan identifikasi jejak pakai dengan pembesaran tinggi (high power magnification) untuk mempertajam dan memperdalam analisis yang sebelumnya telah dilakukan. Selain itu, pemahaman mengenai konsep tribologi menjadi penting dalam penelitian arkeologi, khususnya analisis fungsional artefak. Tribologi merupakan ilmu yang mengkaji perubahan yang tampak pada permukaan alat, akibat berinteraksi dengan benda lain, baik itu pada proses pembuatan maupun pemakaian alat. Tribologi dapat menjadi cara untuk
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014
hp 5/24/14 8:36 PM Deleted: Sehingga
membantu arkeolog di dalam menginterpretasikan fungsi artefak, mengidentifikasi dan mempertimbangkan faktor-faktor yang turut mempengaruhi proses terbentuknya jejak pakai, serta morfologi dan distribusi jejak pakai. Hasil identifikasi jejak pakai dengan menggunakan pendekatan tribologi idealnya dikombinasikan dengan kegiatan arkeologi eksperimental dan etnografi. Dengan mengkombinasikan hal-hal tersebut, diharapkan identifikasi fungsi artefak dapat dilakukan secara akurat.
Fungsi alat..., Dita ayu Suhari, FIB UI, 2014