POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Oleh : M MUFLIH FIRMANSYAH H 0403048
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh : M MUFLIH FIRMANSYAH H 0403048 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI Yang dipersiapkan dan disusun oleh M MUFLIH FIRMANSYAH H 0403048 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal : 22 Desember 2009 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Tim Penguji Ketua
Anggota I
Anggota II
D. Padmaningrum, SP, MSi NIP. 19720915 199702 2001
Emi Widiyanti, SP, MSi NIP. 19780325 200112 2001
Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD NIP. 19490320 197611 1001
Surakarta, Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS
NIP. 19551217 198203 1003
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Pola Komunikasi dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri”. Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi, selaku Pembimbing Utama Skripsi sekaligus Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skipsi dan studi 4. Emi Widiyanti, SP, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sampai selesainya skripsi ini 5. Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD selaku dosen tamu yang telah memberikan masukan dan saran atas penyelesaian skripsi ini 6. Seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Wonogiri yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan riset Program GERHAN di wilayah Kecamatan Pracimantoro. 7. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan di masa mendatang. Ridho Allah SWT yang penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. DAFTAR ISI
Surakarta, Februari 2010 Penulis Halaman
HALAMAN JUDUL
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
iv
v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix RINGKASAN SUMMARY I.
x ..................................................................................................... xi
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
II.
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 6 B. Kerangka Teoritis .................................................................................. 35
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................... 39 B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 39 C. Strategi Penelitian ................................................................................ 40
D. Metode Penentuan Cuplikan (sampling) .............................................. 40 E. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 41 F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 44 G. Validitas Data ........................................................................................ 46 H. Teknik Analisis ..................................................................................... 47
IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ...................................................................................... 50 B. Keadaan Penduduk .............................................................................. 51 C. Keadaan Pertanian ............................................................................... 56 D. Keadaan Kehutanan dan lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro ...... 58 E. Keadaan Perekonomian ....................................................................... 61 V.
PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO ....... 63
VI. POLA KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO ......... 71 VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 128 B. Saran ................................................................................................... 130 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 131 LAMPIRAN
............................................................................................. 135
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 51 Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Pracimantoro 52 Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pracimantoro 54 Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan Pracimantoro 55 Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
56
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan Pertanian di Kecamatan Pracimantoro . 57 Tabel 7. Jumlah Produksi Komoditas Utama di Kecamatan Pracimantoro 58 Tabel 8. Luas Hutan Negara dan Hutan Rakyat di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 59 Tabel 9. 2007 60
Luas Lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro Tahun
Tabel 10. Keadaan Sarana Perekonomian di Kecamatan Pracimantoro 61 Tabel 11. Data pembuatan Hutan Rakyat Sistem Pot
63
Tabel 12. Data Pelaksanaan GERHAN Tahun 2003 Hingga Tahun 2007 70 Tabel 13. Unsur Komunikasi Massa dalam Pelaksanaan Kegiatan GERHAN 74 Tabel 14. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Vertikal Dinas Hutbun 87 Tabel 15. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Horisontal Dinas Hutbun 88 Tabel 16. Unsur Komunikasi Organisasi Informal Dinas Hutbun
90
Tabel 17. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Vertikal Kelompok Tani 94
Tabel 18. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Horisontal Kelompok Tani 95 Tabel 19. Komunikasi Organisasi Informal Kelompok Tani dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro 96 Tabel 20. Unsur Komunikasi Kelompok
103
Tabel 21. Unsur Komunikasi Kelompok di Dinas Hutbun 107 Tabel 22. Unsur Komunikasi Kelompok di Kelompok Tani
109
Tabel 23. Unsur Komunikasi Kelompok di dalam Masyarakat
114
Tabel 24. Unsur Komunikasi Interpersonal
116
Tabel 25. Efektifitas Pola Komunikasi dalam Gerhan di Kecamatan Pracimantoro 125 Tabel 26. Efektifitas Pola Komunikasi dalam Gerhan di Kecamatan Pracimantoro per Kegiatan 126
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Berfikir Pola Komunikasi dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten wonogiri ............................................... Gambar 2. Triangulasi Data ................................................................................................. Gambar 3. Model Analisis Interaktif ................................................................................... Gambar 4. Bagan Model Komunikasi Massa dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro ................................................................................... Gambar 5. Bagan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri. ......................................................................................... Gambar 6. Bagan Stuktur Organisasi Pelaksana Kegiatan GERHAN .................................. Gambar 7. Bagan Struktur Organisasi kelompok Tani ........................................................ Gambar 8. Model Struktur Jaringan Komunikasi Roda ....................................................... Gambar 9. Model Komunikasi Kelompok Besar................................................................... Gambar 10. Pola Komunikasi dalam Pelaksanaan GERHAN di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.....................................................................
38 47 48 73 79 84 93 98 104 127
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Identitas Informan ......................................................................... 135 Lampiran 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 136 Lampiran 3. Transkrip Wawancara ..................................................................... 142 Lampiran 4. Peta Kecamatan Pracimantoro ....................................................... 170 Lampiran 5. Dokumentasi ................................................................................... 171
RINGKASAN
M Muflih Firmansyah. H0403048. “POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI”. Dibawah bimbingan D. Padmaningrum, SP, MSi dan Emi Widiyanti, SP, MSi. Pengelolaan hutan dan lahan kritis yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi menyebabkan mundurnya kualitas lingkungan hidup. Bencana banjir, tanah longsor yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia merupakan dampak langsung dari pengelolaan hutan yang salah. Selain itu, sejak krisis moneter tahun 1997 hutan menjadi sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber devisa. Akan tetapi persoalannya adalah bagaimana mengembalikan hutan yang gundul direhabilitasi kembali sehingga kelak dapat menjadi sumber devisa yang sangat besar. Untuk itu perlu adanya usaha untuk merehabilitasi hutan serta lahan kritis untuk jangka panjang. Pada tahun 2003 pemerintah mencanangkan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL / GERHAN). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimatoro Kabupaten Wonogiri. Untuk mengetahui pola komunikasi dalam pelaksanaan GERHAN serta untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi yang dilakukan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, dipilih dengan pertimbangan bahwa selain termasuk daerah tangkapan hujan Waduk Gajah Mungkur, sudah diikutkan dalam Gerhan sejak tahun 2003 dan merupakan wilayah terluas yang diikutkan dalam program GERHAN. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Metode penentuan cuplikan menggunakan teknik criterion-base selection. Sumber data berasal dari informan, arsip dan dokumen. Validitas data ditentukan dengan cara triangulasi data, serta teknik analisis menggunakan teknik analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro telah berlangsung sejak tahun 2003 dengan luasan total 1.675 hektar. Pola komunikasi yang digunakan meliputi pola komunikasi massa, pola komunikasi organisasi, pola komunikasi kelompok dan pola komunikasi interpersonal. Komunikasi massa digunakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam melakukan rillis kegiatan, pola komunikasi organisasi digunakan dalam menjalankan roda organisasi dinas maupun kelompok tani, pola komunikasi kelompok digunakan dalam bimbingan teknis dan sosialisasi dan pola komunikasi interpersonal digunakan pada seluruh tahapan kegiatan. Penggunaan pola komunikasi dipandang efektif,
terlihat dari pesan yang disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri sampai kepada petani. Petani mampu melaksanakan kegiatan pembuatan tanaman sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
SUMMARY
M Muflih Firmansyah. H0403048. " PATTERN OF COMMUNICATION IN THE NATIONAL MOVEMENT OF FORESTRY AND LAND REHABILITATION PROGRAM IN PRACIMANTORO DISTRICT OF WONOGIRI REGENCY ". Under the guidance of D. Padmaningrum, SP, MSi and Emi Widiyanti, SP, MSi. Management of forestry and critical land which doesn`t suit to the mean of conservation, cause the decline of the quality of environment. Floods and landslides which often occurred in several region of Indonesia constitute direct impact from wrong management of forestry exploitations. In addition, since monetary crisis in 1997s, forest becomes potential natural resources as huge income. For this purpose, it is necessary to hold effort s to rehabilitate forest and critical land for long term. On 2003 the government holds program of a national Movement for Forestry and Land Rehabilitation (GN-RHL/GERHAN). This research aims to know the implementation of GERHAN in Pracimantoro district of Wonogiri regency. It aims to know the pattern of communication in the implementation of GERHAN, and also to study the effectiveness from the pattern of communication which is performed in national movement of forestry and land rehabilitation (GERHAN) in Pracimantoro district of Wonogiri regency. The kind of this research is qualitative research. The location of the research is in Pracimantoro, Wonogiri regency which is selected with consideration that this region includes rain catchments of from Gajah Mungkur dam, it also has been involved in GERHAN program since 2003, and it is a widest area which is included in GERHAN program. The strategy used in this research is case study. The determination of cheating method uses a criterion-base selection technique. The source of data is derived from informers, archive, and documents. Validity of data is determined by the way of data triangulation, and analysis technique which is used, is interactive analysis technique. The result of the research showed that the implementation of GERHAN in Pracimantoro regency have been lasting since 2003 with the width of the area 1.675 hectare. The patterns of the communication which is used, include mass communication pattern, organization communication pattern, group communication pattern, interpersonal communication pattern. Mass communication pattern is used by Forestry and Plantation service in doing release activity. Organization communication pattern is used in operating the wheel of organization of the agency and farmer group, in group communication pattern is used in technical guidance and socialization and interpersonal communication pattern is used in all of the stages of activities. The usage of communication pattern is considered effective, it is seen from the messages which is delivered by forestry and plantation agency of Wonogiri regency to the farmers. Farmers are able to carry out the activity of plant establishing according to the guidance which are given.
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan produktif serta luas hutan di Indonesia secara umum menyebabkan berbagai masalah baik lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Longgena Ginting mengatakan kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar setahun. Hal ini berarti dalam satu menit 7,2 hektar hutan mengalami kerusakan. Dari tutupan hutan Indonesia seluas 130 juta hektar, menurut World Reseach Institute 72 % hutan asli Indonesia telah hilang yang berarti hutan Indonesia tinggal 28 %. Data Departemen Kehutanan mengungkapan 30 juta hektar atau 25 % hutan di Indonesia telah rusak parah. (Tempointeraktif, 2004). Pengelolaan hutan dan lahan kritis yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi menyebabkan mundurnya kualitas lingkungan hidup. Bencana banjir, tanah longsor yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia merupakan dampak langsung dari pengelolaan hutan yang salah. Apabila hal ini tidak dihadapi dengan serius maka bencana yang lebih besar telah siap mengancam. Akar penyebab terjadinya bencana tersebut adalah karena rusaknya lingkungan terutama di daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan yang juga merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area). Oleh
karena
itu
upaya
penanggulangan
yang
diperlukan
adalah
mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah dapat menahan limpasan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungan fisik dengan cara yang ramah lingkungan yaitu dengan rehabilitasi hutan dan lahan. Selain itu, sejak krisis moneter tahun 1997 hutan menjadi sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber devisa. Akan tetapi persoalannya adalah bagaimana mengembalikan hutan yang gundul direhabilitasi kembali
2
sehingga kelak dapat menjadi sumber devisa yang sangat besar. Untuk itu perlu adanya usaha untuk merehabilitasi hutan serta lahan kritis untuk jangka panjang. Pada tahun 2003 pemerintah mencanangkan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL / GERHAN) melalui Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Politik
dan
Keamanan
No:
09/KEP/MENKO/KESRA/III/2003,
No:
KEP.16/M.EKON/03/2003, No: KEP.08/MENKO/POLKAM/III/2003 tentang Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN), dengan sasaran 3 juta hektar selama 5 tahun (2003-2007). Secara umum program GN-RHL/ GERHAN ini memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi hutan yang telah rusak, menanggulangi bencana banjir, tanah longsor, bencana kekeringan secara terpadu. Program ini melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, serta masyarakat petani. Ruang lingkup kegiatan GERHAN meliputi perencanaan, pembuatan tanaman (reboisasi, hutan rakyat, hutan kota, turus jalan, dan penghijauan lingkungan), pengembangan model RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan), pembuatan bangunan konservasi tanah, pembinaan dan pengendalian. Proses yang panjang membutuhkan pengawasan serta pengendalian secara rutin agar program yang telah berjalan tidak akan berhenti di tengah jalan. Maka dalam program GERHAN diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan. Evaluasi juga berfungsi sebagai alat kontrol pemeliharaan hasil kegiatan GERHAN sendiri. Dengan adanya pemeliharaan berarti terdapat usaha untuk mencapai tujuan utama program GERHAN, dengan kata lain pemeliharaan berarti tidak mensia-siakan usaha yang ditempuh masyarakat serta pemerintah untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis.
3
Tindak
lanjut
penanaman
hutan
rakyat
dengan
melakukan
pemeliharaan merupakan langkah yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam program GERHAN. Pihak-pihak yang terlibat memiliki peran sendiri-sendiri. Peran optimal dapat dicapai bila masing-masing pihak dapat memahami dan menjalankan fungsi masing-masing dalam program GERHAN dengan baik. Pelaksanaan yang melibatkan banyak komponen, termasuk berbagai organisasi menuntut komunikasi yang terjalin haruslah efektif. Komunikasi tidak hanya menyangkut individu dengan individu tetapi juga antara kelompok dengan individu maupun organisasi, sehingga dimungkinkan banyak pola komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan program. Pola komunikasi yang digunakan menentukan tersebarnya informasi secara luas dan keefektifitasan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat sasaran. Penelitian dengan judul Pola Komunikasi dalam Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri dirasa perlu untuk dilakukan. Karena penelitian mengkaji pola komunikasi yang terdapat dalam pelaksanaan program tersebut,
mengingat
program
GERHAN
merupakan
usaha
untuk
merehabilitasi hutan dan lahan kritis yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat. B. Rumusan Masalah Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pada hakikatnya usaha untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta konservasi tanah dan air. Dimulai dengan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota untuk secara swakarsa dan swadaya melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi sumberdaya lahan yang dikelolanya.
4
Pelaksanaan GERHAN di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2003 hingga 2007 sendiri meliputi seluruh kecamatan dengan luas total lahan 198.651 ha. Dalam pelaksanaannya program GERHAN melibatkan pihak Pemerintah melalui
Dinas
Pertanian
Sub
Lingkungan
Hidup
Kehutanan
dan
Pertambangan, masyarakat petani sekitar hutan, organisasi kemasyarakatan, maupun stakeholder yang lain.
Pemerintah sebagi pembuat kebijakan
memberikan aturan-aturan pelaksanaan program GERHAN. Masyarakat sebagai pelaku utama, organisasi kemasyarakatan sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan, dan stakeholders yang mendukung kegiatan. Untuk Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Pracimantoro merupakan wilayah terluas yang dilibatkan dalam program GERHAN, yaitu seluas 1.700 ha. Diperlukan koordinasi yang mantap serta komunikasi yang efektif di antara pihak-pihak yang terkait dengan program GERHAN. Kebijakan yang dibuat pemerintah harus dapat tersosialisasikan kepada masyarakat maupun stakeholder yang terkait dan pemerintah harus mengetahui perkembangan pelaksanaan program agar dapat segera ditindaklanjuti. Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif, diantara pihak yang terlibat menggunakan pola komunikasi tertentu. Penggunaan pola komunikasi disesuaikan dengan kondisi ataupun situasi dari proses komunikasi. Begitu pentingnya komunikasi menjadikan komunikasi sebagai salah satu hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan program ini. Keberhasilan suatu program yang melibatkan banyak pihak akan sangat dipengaruhi oleh kelancaran jalannya komunikasi antar unit yang ada dalam sistem tersebut. Adanya komunikasi berarti menyatukan arah tujuan yang hendak akan dicapai bersama, komunikasi menyediakan alat-alat untuk mengambil keputusan, melaksanakan keputusan, menerima umpan balik dan mengoreksi tujuan. Sehingga dari uraian tersebut dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
5
1. Bagaimanakah pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri? 2. Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan dalam pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro? 3. Bagaimana efektifitas pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri?
6
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, adapun tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. 2. Mengkaji pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. 3. Mengkaji efektifitas pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk belajar serta memperdalam pemahaman tentang materi perkuliahan yang selama ini telah disampaikan terutama yang berkaitan dengan program GERHAN, serta untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi Pemerintah, diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan bahan-bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan program GERHAN. 3. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai pembanding dalam menyusun penelitian sejenis.
7
II.
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1997 arti hutan dirumuskan sebagai “suatu lapangan bertumbuhkan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan pemerintah sebagai hutan.” (Tinjauan Pustaka.mht, 2001). Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan fungsinya hutan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. b. Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
sistem
penyangga
kehidupan,
Mencegah
banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. c. Hutan Konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan merupakan asosiasi kehidupan baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dengan luas sedemikian rupa serta memiliki kerapatan tertentu dan menutupi areal, sehingga dapat membentuk iklim mikro tertentu (Arief, 1994).
8
Hutan sebagai sumberdaya alam memiliki potensi untuk mencegah krisis pangan,energi dan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hutan merupakan life support system (penyangga kehidupan), karena selain kayu hutan masih menyimpan 6 banyak kekayaan, diantaranya air, jasa wisata, gondorukem, rotan, damar, minyak atsiri serta hasil-hasil yang lain. Data perum perhutani tahun 2007 menyebutkan bahwa hasil hutan bukan kayu baru memeberikan kontribusi 25 % terhadap pendapatan total ( Nasution, 2008). Menurut Widianto (2003) hutan merupakan sistem penggunaan lahan yang tertutup dan tidak ada campur tangan manusia. Masuknya kepentingan manusia secara terbatas misalnya pengambilan hasil hutan untuk subsisten tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan penduduk dan ekonomi yang semakin besar mengakibatkan pengambilan hasil hutan semakin intensif (misalnya penebangan kayu) dan bahkan penebangan hutan untuk penggunaan yang lain misalnya perladangan, pertanian atau perkebunan. Gangguan terhadap hutan semakin besar sehingga fungsi hutan juga berubah. Ditambahkan, bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi kehidupan manusia. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai berikut : a. Penghasil kayu bangunan (timber) Di hutan tumbuh beraneka spesies pohon yang menghasilkan kayu dengan berbagai ukuran dan kualitas yang dapat dipergunakan untuk bahan bangunan (timber). Kayu bangunan yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi. b. Sumber Hasil Hutan Non-kayu (Non Timber Forest Product = NTFP) Tingkat
biodiversitas
hutan
alami
sangat
tinggi
dan
memberikan banyak manfaat bagi manusia yang tinggal di sekeliling hutan. Selain kayu bangunan, hutan juga menghasilkan beraneka
9
hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan keperluan rumah tangga lainnya (misalnya rotan, bambu dsb). c.
Cadangan karbon (C) Salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan karbon di alam karena C disimpan dalam bentuk biomasa vegetasinya. Alih-guna lahan hutan mengakibatkan peningkatan emisi CO2 di atmosfer yang berasal dari hasil pembakaran dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selama pembukaan lahan serta berkurangnya vegetasi sebagai lubuk C (C- sink).
d. Habitat bagi fauna Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif sehingga
tingkat
keanekaragaman
hayati
atau
biodiversitas
berkurang. e. Filter Kondisi tanah hutan umumnya remah dan memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya masukan bahan organik ke dalam tanah yang terus menerus dari daun-daun, cabang dan ranting yang berguguran sebagai seresah, dan dari akar tanaman serta hewan tanah yang telah mati. Dengan meningkatnya infiltrasi air tanah dan penyerapan air oleh tumbuhan hutan serta bentang lahan alami dari hutan, maka terjadi pengurangan limpasan permukaan, bahaya banjir, dan pencemaran air tanah. Jadi hutan berperan sebagai filter (saringan) dan pada peran ini sangat menentukan fungsi hidrologi hutan pada kawasan daerah aliran sungai (DAS). f.
Sumber tambang dan mineral berharga lainnya
10
Seringkali di bawah hutan terdapat berbagai bahan mineral berharga yang merupakan bahan tambang yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan
hidup
manusia. Namun sayang,
pemanfaatan bahan tambang itu seringkali harus menyingkirkan hutan yang ada di atasnya. g. Lahan Hutan menempati ruangan (space) di permukaan bumi, terdiri dari komponenkomponen tanah, hidrologi, udara atau atmosfer, iklim, dan sebagainya dinamakan ‘lahan’. Lahan sangat bermanfaat bagi berbagai kepentingan manusia sehingga bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi. h. Hiburan Manfaat hutan sebagai tempat hiburan ini jarang dibicarakan karena sulit untuk dinilai dalam rupiah. Banyak hutan dipakai sebagai ladang perburuan bagi orang yang memiliki hobi berburu. Hutan dapat merupakan sumber pendapatan daerah dengan adanya ecotourism yang akhir-akhir ini cukup ramai memperoleh banyak perhatian pengunjung baik domestik maupun manca negara (Widianto, 2003). Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan saat ini penebangan hutan sering dilakukan dengan intensitas sangat tinggi menyebabkan masa bera (masa pemulihan) menjadi lebih pendek dan bahkan dialih-gunakan menjadi non hutan. Karena singkatnya masa bera, kayu yang dihasilkan tidak layak sebagai bahan bangunan tetapi hanya dapat dipakai sebagai kayu bakar yang nilai ekonominya jauh lebih rendah. Masa bera yang singkat menyebabkan perubahan iklim mikro sehingga banyak spesies sensitif asal hutan berkurang populasinya dan akhirnya punah. Manfaat atau fungsi hutan bagi
11
kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung ternyata sangat banyak dan beragam. Hutan tidak sekedar sebagai sumber kayu dan hasil hutan yang memberikan manfaat ekonomi, tetapi menjadi habitat bagi fauna dan flora serta menjadi penyeimbang lingkungan. Beralihnya sistem penggunaan lahan dari hutan alam menjadi lahan pertanian, perkebunan atau hutan produksi atau hutan tanaman industri mengakibatkan terjadinya perubahan jenis dan komposisi spesies di lahan bersangkutan. Hal ini membawa berbagai konsekuensi terhadap berbagai aspek biofisik, sosial dan ekonomi (Widianto, 2003). Pengelolaan hutan bukan hanya sekedar menetapkan hutan sebagai perlindungan tanah iklim, sumberdaya air dan pemenuhan kebutuhan kayu dan produk lainnya. Tetapi pengelolaan hutan harus ditujukan untuk mendayagunakan semua lahan demi kepentingan negara bahkan negara lain. Pemerintah melalui surat keputusan Menteri
Kehutanan
dan
Perkebunan
No.677/Kpts-II/1998
menyebutkan bahwa pengelolaan hutan kemasyarakatan diberikan kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya hutan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki dalam jangka waktu tertentu (Arief, 1994). Hutan sebagi sumber daya yang sangat potensial dengan berbagai macam manfaatnya. Hutan juga sangat potensial dengan kerusakan. Hutan memiliki daya tarik tersendiri bagi manusia. Sehingga manusia secara besar-besaran mengeksplorasi hutan untuk keperluan pembangunan. Seringkali dalam proses pemanfaatan hutan manusia meninggalkan berbagai kerusakan yang justru akan menurunkan fungsi hutan dan pada akhirnya akan memberikan dampak negatif bagi manusia itu sendiri.
12
Efek negatif dari pemanfaatan hutan yang tak terkendali tersebut antara lain: a. Efek rumah kaca dan global warming Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (akan menyebabkan kenaikan gas Co2 (karbon dioksida) di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh lapisan Co2 (karbon dioksida) tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering (Edwards, 1991). Khaerul Tanjung (2006) menambahkan, lebih jauh lagi dari efek tersebut dapat berdampak pada pergeseran musim terutama di daerah tropik. b. Kepunahan species Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif sehingga
tingkat
keanekaragaman
berkurang (Widiyanto, 2003). c. Erosi dan banjir
hayati
atau
biodiversitas
13
Pembalakan hutan secara besar-besaran mengakibatkan tumbuhnya rumput dan alang-alang. Jenis tanaman ini sangat kecil sekali resistensinya dalam menahan air saat musim hujan. Dengan kata lain akar tanaman tidak dapat menahan tanah yang jenuh dengan air. Selain itu, penyebab yang lain adalah DAS (daerah aliran sungai) yang berdaya dukung rendah, ditandai dengan perubahan tata guna lahan dari daerah tangkapan hujan dengan koeffisien aliran permukaan (koefisien run off rendah berubah menjadi tanah terbuka dengan koeffisien run off tinggi (sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan) (Arifin, 2008). 2. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) diselenggarakan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan dengan pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit pengelolaannya selain kegiatan vegetatif, program GERHAN juga melakukan kegiatan sipil teknis seperti pembuatan dam penghambat, saluran pelimpasan dan teras. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-GERHAN) bertujuan melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat, agar kondisi lingkungan hulu sungai kembali berfungsi sebagai daerah resapan air hujan yang baik. Dengan demikian diharapkan bencana hidrometeorologi yaitu banjir, tanah longsor dan kekeringan dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi (BPDAS-AGAMKUANTAN, 2007). Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi
kesenjangan
ketika
sistem
perlindungan
tidak
dapat
mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi
14
deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan. Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan (Hidayat, 2003). Penyelenggaran GERHAN terdiri dari unsur pemerintah, swasta dan masyarakat yang harus diposisikan sesuai peranannya. Pemerintah sebagai regulator, dinamisator, fasilitator dan supervisor kegiatan GERHAN. Dunia usaha/swasta diperankan sebagai pembangunan/ pengembangan ekonomi dan pencipta lapangan kerja yang berbasis GERHAN, sedangkan masyarakat sebagai inisiator, pelaku dan pengelola kegiatan GERHAN termasuk pengamanan dan pemanfaatan hasilnya. Di tingkat wilayah kerja GERHAN (dalam kawasan dan luar kawasan hutan) yang
berbasis
pemberdayaan
masyarakat,
penyuluh
lapangan
(kehutanan, pertanian, koperasi) serta tokoh masyarakat dijadikan sebagai pendamping masyarakat untuk membangun dan menguatkan kelembagaannya sebagai sarana membuat perencanaan dan pelaksanaan pengawasan GERHAN (Hidayat, 2003). Wilayah GERHAN didasarkan kepada wilayah DAS yang ditentukan pada wilayah DAS prioritas. Pada wilayah DAS prioritas terpilih harus ditetapkan tujuan melaksanakan GERHAN karena setiap DAS mempunyai karakteristik tersendiri, kontribusi terhadap sektor lain serta memberikan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Wilayah DAS tersebut terbagi menjadi wilayah administratif propinsi, kab/kota, dan wilayah kerja GERHAN. Dalam pengelolaan wilayah DAS dikenal kelas kemampuan lahan yang didasari oleh kajian-kajian teknis rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Tujuan pokok GERHAN DAS yang dimaksud antara lain
15
pengamanan umur teknis dan umur ekonomis waduk, pencegah longsor dan banjir dalam rangka pengamanan jalur ekonomi dan investasi publik di
daerah
hilir,
penghambatan
sedimentasi
untuk
mencegah
pendangkalan sungai dan mempertahankan kondisi tanah sebagai unsur produksi yang berdampak pada pengembangan ekonomi wilayah (Hidayat,2003). Pola penyelenggaraan gerhan meliputi kawasan dalam hutan negara dan luar hutan negara dilaksanakan dengan pendekatan pola subsidi/biaya penuh, pola intensif dan pola Rehabilitasi Hutan dan Lahan Model. Pola intensif dalam kawasan hutan negara terdiri dari kegiatan: a. Reboisasi b. Reboisasi pengkayaan c. Rehabilitasi mangrove dan hutan pantai dalam kawasan hutan Pola rehabilitasi hutan model dalam kawasan hutan negara terdiri dari : a. Konservasi jenis tanaman langka / tanaman unggunkan setempat dengan silvikultur intensif b. Model pengembangan rehabilitasi hutan pola khusus (meranti) c. Model rehabilitasi mangrove pola rumpun berjarak d. Rehabilitasi hutan pada daerah tangkapan air (DTA) waduk dan danau prioritas Pola intensif di luar kawasan hutan negara meliputi : a. pembuatan hutan rakyat b. pengkayaan hutan rakyat c. rehabilitasi mangrove dan hutan pantai d. penghijauan lingkungan Pola subsidi / biaya penuh dilaksanakan dengan memberikan bantuan biaya untuk semua komponen kegiatan perancangan , pengadaan bahan dan bibit, penanaman, pemeliharaan I dan II kepada masyarakat
16
/kelompok tani pelaksana di daerah tertinggal sesuai dengan ketentuan yang berlaku meliputi: a. pembuatan hutan rakyat pada daerah tertinggal b. pengkayaan hutan rakyat pada daerah tertinggal c. pembuatan hutan kota d. penanaman turus jalan e. pembuatan hutan rakyat pada DTA waduk dan danau prioritas f. pembuatan green belt Rehabilitasi lahan pola model meliputi: a. hutan rakyat pola hibah (block grant) b. model silvikultur intensif konservasi jenis tanaman langka/unggulan setempat dengan silvikultur intensif c. model rehabilitasi mangrove pola rumpun berjarak d. model hutan rakyat sistem pot e. model pembuatan tanaman hasil hutan bukan kayu (HHBK) Bangunan konversi tanah/sipil teknis dilakukan di luar kawasan hutan negara. Sasaran lokasi kegiatan adalah daerah yang memenuhi kriteria teknis
sesuai
dengan
kebutuhan
upaya
untuk
melindungi,
mempertahankan dan meningkatkan daya dukung dan produktifitas tanah dan air sebagai penyangga kehidupan. Kebijakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta perbaikan lingkungan yang sifatnya terpadu, menyeluruh, bersama-sama dan terkoordinasi dengan melibatkan semua stakeholders melalui suatu perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien. Strategi penyelenggaraan GERHAN adalah : a. Memadukan kemampuan Pusat, mendayagunakan Pemerintah Daerah, menggerakan peran serta masyarakat dan swasta dengan kepeloporan TNI di lapangan.
17
b. Diselaraskan dengan upaya penekanan laju kerusakan hutan dan lahan. c. Diprioritaskan pada hutan dan atau lahan kritis yang menimbulkan daya rusak besar. d. Diterapkan sistem monitoring dan evaluasi terbuka dan menerus dengan menggunakan analisis citra satelit. e. Dipilih jenis tanaman yang akrab dengan kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka meningkatkan keberhasilan GERHAN diperlukan upaya yang terkoordinasi dalam menjaga, merehabilitasi dan menanam kembali hutan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka pada tingkat nasional dibentuk Tim Koordinasi Nasional beranggotakan lembaga pemerintah Departemen /Non Departemen yang bersifat lintas sektor. Tim Nasional Rehabilitasi dan Reboisasi Hutan bertugas: a. Mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi sertasosialisasi perbaikan lingkungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan. b. Menyusun petunjuk teknis perbaikan lingungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan. c. Menyelesaikan masalah-masalah dalam rangka perbaikan lingkungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan. d. Mengkoordinasikan penyiapan dukungan anggaran baik untuk pencegahan maupun penanaman (DEPHUT, 2007). Untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan keselarasan kebijakan dan program di Provinsi untuk mendukung penyelenggaraan GERHAN di daerah, maka dibentuk Tim Pengendali GERHAN Provinsi yang beranggotakan instansi terkait, dibentuk dan ditetapkan oleh Gubernur. Tugas Tim Pengendali GERHAN Provinsi adalah melakukan koordinasi, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta
18
melaporkan
hasil-hasil
pelaksanaan
tugasnya
kepada
Gubernur
(DEPHUT,2007). Untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan keselarasan kebijakan dan program di Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan
GERHAN,
maka
dibentuk
Tim
Pembina
Gerhan
Kabupaten/Kota yang beranggotakan instansi atau dinas terkait yang dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Tugas Tim Pembina Gerhan
Kabupaten/Kota
adalah
melaksanakan
sosialisasi
dan
penyebarluasan informasi, pembinaan dan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan fisik lapangan, pengawasan dan pengendalian serta melaporkan hasil tugasnya kepada Bupati/Walikota (DEPHUT, 2007). Kelembagaan masyarakat merupakan modal dasar masyarakat yang dapat mendorong individu anggota masyarakat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan pranata sosial, yang diwujudkan dalam
bentuk
pengakuan
terhadap
kepemilikan,
batas-batas
kewenangan, perangkat aturan perwakilan dalam masyarakat. Lembaga dimaksud meliputi kelompok tani, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan atau organisasi masyarakat (ormas) serta badan usaha.
Lembaga-lembaga
tersebut
diharapkan
mendukung
dan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan gerhan. Pada tahun 2007 peran LSM sebagai advisor pemberdayaan masyarakat yang ditempatkan pada satker Dinas Kabupaten/Kota (DEPHUT, 2007). 3. Komunikasi Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama. Sarah Trenholm dan Artur Jensen mendefinisikan komunikasi demikian : “a process by which a source transmits a message to a receiver through some channel.”
19
(komunikasi adalah suatu proses dimana sumber mentranmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran). Hoveland mendefinisikan komunikasi demikian : “The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbol) to modify, the behaviour of other individu.”. Komunikasi adalah proses individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain (Wiryanto, 2006). Menurut
Wilbur
Schrarmm
bahwa
apabila
kita
sedang
berkomunikasi sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonest) dengan seseorang, yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kesamaan (commonest); kesepahaman antara sumber sumber (source) dengan penerima (receiver-audience)-nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai (Suprapto, 2006). Joseph A. Devito mengemukakan komunikasi adalah transaksi. Dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses di mana komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan elemen lain. Elemen-elemen komunikasi saling bergantung, tidak pernah independen, masing-masing komponen saling mengait dengan komponen lain. Tidaklah mungkin antara sumber, pesan dan penerima berdiri sendiri. Tidak mungkin ada sumber tanpa penerima, tidak ada pesan tanpa sumber dan bahkan tidak terjadi umpan-balik tanpa ada penerima (Suprapto,2006).
20
Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, maka digunakan model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut (Mulyana, 2007). Model pada dasarnya adalah anologi yang mengabstrakkan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Sejalan dengan itu model dimungkinkan dapat diobservasi mengenai interaksi unsur vital bebas dari pencampuradukkan unsur yang tidak penting (Rahmat, 1993).
Model komunikasi dapat dikatakan
sebagai gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari suatu proses. Model adalah suatu cara untuk menunjukkan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsur-unsur pendukungnya (Wiryanto, 2006). 4. Unsur komunikasi Komunikasi antar manusia hanya terjadi jika ada seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Aristoteles menyebut bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukung, yaitu siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan. Sedangkan Claude E. Shannon dan Warren Weaver menyatakan bahwa terjadinya
proses
komunikasi
memerlukan
lima
unsur
yang
mendukungnya, yakni pengirim, transmiter, signal, penerima dan tujuan. Kesimpulan ini didasarkan studi mengenai pengiriman pesan lewat radio dan telepon. Secara lebih sederhana David K. Berlo memformulasikan unsur komunikasi yang lebih sederhana dan biasa dikenal dengan nama SMCR, yakni Source (pengirim), Message (pesan), Chanel (saluran-media), dan Receiver (penerima) (Hafied, 2005).
21
a. Sumber Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut source, sender atau encoder. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok, misalnya organisasi (Hafied, 2005). Vardiansyah mendefinisikan komunikator sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari : 1). Satu orang; 2). Banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang (kelompok kecil, kelompok besar/publik, organisasi) serta 3). Massa (Padmaningrum et al; 2005). b. Pesan Pesan yang dimaksudkan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau dengan menggunakan media komunikasi. Isinya dapat berupa pengetahuan, informasi, hiburan, nasihat atau propaganda. Pesan juga sering diterjemahkan dengan kata message, content atau information (Hafied, 2005). c. Saluran Komunikasi dan Media Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk sampai kepada komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator dapat sampai kekomunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media (mediated communication). Media yang dimaksud adalah media komunikasi. Media merupakan bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi diartikan sebagai perantara yang senganja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai pada komunikan. Jadi, unsur utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator secara sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media komunikasi (Vardiansyah dalam Padmaningrum et al; 2005).
22
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Indera manusia dan saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi. Komunikasi
massa,
media
adalah alat yang dapat digunakan
untuk
menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat,
membaca, dan mendengarkan. Media dalam
komunikasi massa dibedakan menjadi dua macam, yakni media cetak dan elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, leaflet, spanduk, buletin, brosur, stiker serta bentuk-bentuk hasil cetakan lain. Sedangkan media elektronik antara lain radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio dan semacamnya.selain itu kegiatan dan tempat-tempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan, bisa juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian, dan pesta rakyat (Hafied, 2005). d. Penerima Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirimkan oleh sumber. Penerima bisa tediri dari satu atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Komunikasi dipahami bahwa dalam prosesnya keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber, tidak ada penerima jika tidak ada sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena itu yang menjadi sasaran komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan ataukah pada saluran (Hafied, 2005). e. Efek Efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat diukur dengan membandingkan antara pengetahuan, sikap dan tingkah laku sebelum dan sesudah komunikan menerima pesan. Karena efek adalah salah satu elemen komunikasi yang sudah diinisiatifkan oleh komunikator. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri
23
komunikan, antara lain: 1). Kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu) 2). Afektif (sikap seseorang terbentuk) 3). Konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu) (Hafied, 2005). De Fleur dalam Hafied (2005) menyebutkan bahwa efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkahlaku seseorang. Oleh karena itu efek dapat diartikan sebagai perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. f. Umpan balik Umpan balik adalah salah satu bentuk pengaruh yang berasal dari penerima, akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk mengirim pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan, hal-hal tersebut yang menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber (Hafied, 2005). g. Lingkungan Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi waktu. Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa dilakukan kalau tidak terdapat rintangan fisik. Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi, politik yang bisa menjadi kendala tejadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan status sosial. Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan
24
komunikasi. Banyak proses komuniksi tertunda karena pertimbangan waktu, namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi memiliki nilai (Hafied, 2005). Komunikasi memiliki ruang lingkup yang luas sehingga setiap komunikasi yang dilakukan pada saat yang berbeda pada tempat yang berbeda pada lingkungan yang berbeda merupakan bentuk komunikasi yang berbeda pula, hal ini terkait dengan konteks komunikasi. Konteks komunikasi merupakan semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari : (1). Aspek fisik meliputi: iklim, cuaca, bentuk ruangan warna dinding, penataan tempat duduk, jumlah peserta komunikasi, alat yang teredia untuk menyampaikan pesan; (2). Aspek psikologis meliputi: sikap, prasangka, emosi para peserta komunikasi; (3). Aspek sosial meliputi: norma kelompok, nilai sosial, karakteristik budaya; (4). Aspek waktu berhubungan dengan kapan kita berbicara. Indikator yang paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasar konteksnya atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. (Mulyana,2007). 5. Pola Komunikasi Littlejohn (2002) mengungkapkan bahwasannya pola komunikasi merupakan penggunaan berbagai bentuk komunikasi dengan variasi tertentu. Bentuk yang dimaksud meliputi komunikasi interpersonal, komunikasi grup, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Komunikasi interpersonal berhubungan dengan komunikasi antar orang-orang, biasanya dengan face to face (bertatap muka), suasana pribadi. Komunikasi kelompok relatif pada interaksi beberapa orang dalam kelompok kecil dan biasanya dalam pengambilan keputusan. Komunikasi organisasi terjadi dalam jaringan kerjasama yang luas dan termasuk di
dalamnya hampir seluruh aspek baik komunikasi
interpersonal
maupun
komunikasi
grup/
kelompok.
Komunikasi
25
organisasi meliputi topik seperti struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses mengorganisasi, dan budaya organisasi. Komunikasi massa berhubungan dengan komunikasi publik. Komunikasi interpersonal, grup/ kelompok, dan komunikasi organisasi termasuk dalam proses komunikasi massa (Littlejohn, 2002).
a. Komunikasi antarpribadi (interpersonal) Komunikasi antarpribadi
(interpersonal) menurut Wiryanto (2006)
didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Deddy Mulyana (2007) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Sehingga komunikasi antar pribadi merupakan penyampaian pesan antara orang-orang dalam situasi tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bahasa verbal maupun non verbal. Dengan demikian komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk mempegaruhi atau membujuk orang lain. Gerald Miller dan M. Steinberg dalam Wiryanto (2006) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses sesungguhnya dari penetrasi social. Artinya bila komunikator meneruskan hubungan mereka, yakni jika komunikator termotivasi untuk melakukan usaha melanjutkan hubungannya, dan keterampilan antarpribadi mereka cukup memadai untuk memungkinkan pertumbuhannya, maka hubungan itu akan mengalami perubahan secara kualitatif. Ketika perubahan-perubahan itu menyertai pengembangan hubungan, pertukaran-pertukaran komunikasi akan meningkatkan hubungan antarpribadi. Dapat dikatakan informasi-informasi yang dimiliki digunakan secara bersama,
26
sehingga komunikasi antarpribadi peranan yang cukup besar untuk mengubah sikap. Salah satu asumsi terbesar mengenai teori sistem komunikasi interpersonal adalah hubungan antar individu. Hubungan antar individu didefinisikan sebagai interaksi diantara partisipan. Hubungan antara partisipan tersebut sangat mendalam. Sehingga untuk menjelaskan mengenai hubungan interpersonal ini tidak dapat dipisahkan antara komunikator dengan komunikan. Tidak dipandang sebagai individu tetapi pada interaksi diantara individu (Neuliep, 1997). Liliweri mengungkapkan komunikasi antar pribadi memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: (1). Manusia berkomunikasi untuk menemukan kebutuhan biologis dan psikologis; (2). Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban social; (3). Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik; (4). Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan menjaga kulaitas diri sendiri. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan pengaruh yang kuat orang lain. Jika dikaitkan dengan komunikasi maka terdapat dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan yaitu manusia berkomunikasi untuk membagi informasi dan manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain (Amanah, 2006). Sedangkan
De
Vito
menjelaskan
bahwa
efektivitas
komunikasi
antarpribadi dengan menekankan lima kualitas yaitu keterbukaan, empati, sifat mendukung, sifat positif dan kesetaraan. Keterbukaan mengacu sedikitnya tiga aspek yaitu: komunikatir antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi; kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang; dan kepemilikan perasaan dan pikiran sehingga harus bertanggung jawab atas apa yang dilontarkan. Empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada suatu saat tertentu (merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya). Komunikasi yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung, tanpa suasana
27
mendukung maka komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung. Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi ada dua cara yakni menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang menjadi teman kita berinteraksi. Terakhir komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara artinya harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga serta masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan (Amanah,2006). b. Komunikasi kelompok Deddy Mulyana (2007) mendefinisikan kelompok sebagai suatu perkumpulan orang yang memilki tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling ketergantungan), mengenal satu sama lainnya, memandang merekasebagai sebagian dari kelompok tersebut, meskipun setiap anggota boleh jadi punya peran berbeda. Dengan demikian, komunikasi kelompok merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil (small group communication), bersifat tatap muka. Umpan balik dari seorang peserta dalam komunikasi kelompok masih dapat diidentifikasi dan ditanggapi secara langsung oleh peserta lainnya. Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan juga komunikasi antarpribadi. Komunikasi
kelompok
oleh
banyak
kalangan
dinilai
sebagai
pengembangan dari komunikasi antarpribadi. Trenholm dan Jensen dalam Wiryanto (2006) mengatakan bahwa komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal. Peserta satu sama lain menerima umpan balik secara maksimal. Peserta komunikasi berperan secara fleksibel sebagai pengirim dan penerima. Setelah orang ketiga bergabung dalam interaksi tersebut, berakhirlah komunikasi antarpribadi, dan berubah menjadi komunikasi kelompok kecil. Komunikasi kelompok terbagi menjadi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi
kelompok
besar.
Robert
F.
Bales
dalam
Effendi
(2000)
mendefinisikan komunikasi kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat
28
dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face-to-face meeting) di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lain yang cukup kentara, sehingga dia-baik pada saat timbulnya pertanyaan maupun sesusahnya- dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perseorangan. Sedangkan komunikasi kelompok besar adalah kelompok komuikan yang jumlahnya banyak, dalam situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal misalnya: ceramah, pidato, tabligh akbar dan sebagainya. Komunikasi kelompok timbul karena adanya kebutuhan individu-individu untuk membandingkan pendapat, sikap, keyakinan dan kemampuan mereka sendiri dengan orang lain. Menurut dorongan-dorongan yamg dirasakan seseorang untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila ia menyadari tidak setuju dengan suatu kejadian, apabila kejadian itu semakin menjadi penting dan apabila sifat keterikatan kelompok menjadi meningkat. Selain itu dorongan-dorongan untuk mengadakan penyesuian untuk merubah posisi kita dalam struktur sosial kelompok atau untukberpindah kelompok juga merupakan motivasi bagi kita untuk berkomunikasi (Goldberg & Larson dalam Amanah, 2006). Sesudah membuat keputusan, anggota kelompok akan berkomunikasi satu sama lain untuk mendapat informasi yang menghasilkan pengertian yang sesuai dengan hasil keputusan. Apabila keputusan kelompok berlawanan dengan pendapat perorangan atau kepercayaan individu dari anggota kelompok, tingkah laku komunikasi dari anggota tersebut mungkin akan mengarah kepada percobaan untuk mengurangi ketidaksesuaian atau kesalahpahaman antara pandangan umum dengan pandangan pribadi (Goldberg &Larson dalam Amanah, 2006). De Vito menerangakan bahwa kelompok pemecah masalah merupakan sekumpulan individu yang bertemu untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai suatu keputusan mengenai beberapa maslah tertentu. Tahapan dalam
29
diskusi pemecahan masalah meliputi: (1). Identifikasi dan analisis masalah; (2). Menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan masalah yang terdiri dari kriteria praktis dan kriteria nilai; (3). Identifikasi pemecahan yang mungkin; (4). Evaluasi pemecahan; (5). Memilih pemecahan terbaik; (6). Pengujian pemecahan terbaik (Amanah, 2006). Peran tugas kelompok merupakan peran yang mampu membuat kelompok mampu memfokuskan secara lebih spesifik dalam mencapai tujuan kelompok. Peran membina dan mempertahankan kelompok merupakan fungsi untuk mendukung agar hubungan interpersonal anggota dalam kelompok berjalan efektif. Peran individual adalah peran yang menghambat kelompok dalam mencapai tujuannya karena lebih berorientasi pada individu dari pada kelompok. Sementara itu fungsi pemimpin antara lain: mengaktifkan interaksi kelompok; mempertahankan interaksi efektif; menjaga para anggota berada pada jalurnya; memastikan kepuasan anggota; merangsang evaluasi pernbaikan; dan mdenyiapkan anggota untuk berinteraksi (De Vito dalam Amanah, 2006). c. Komunikasi organisasi Organisasi
adalah
sebuah
kelompok
individu-individu
yang
diorganisasikan untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat beragam antara organisasi satu dengan organisasi lain. Selain jumlah individu, tingkat struktur juga sangat beragam dari organisasi satu dengan organisasi yang lain. Dalam struktur yang ketat, peran dan posisi setiap orang berada dalam hierarki yang didefinisikan dengan jelas. Di dalam organisasi dengan struktur yang longgar, peran bisa bergantian, dan status hierarki bisa juga kurang jelas dan relatif kurang penting. Sehingga komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto,2006). Selain bersifat formal dan informal, komunikasi organisasi juga berlangsung dalam jaringan yang lebih besar, lebih besar dari komunikasi
30
kelompok. Oleh karena itu organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok-kelompok. Komunikasi organisasi sering kali melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan ada kalanya juga komunikasi komunikasi publik. Komunikasi formal ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horisontal, sedangkan komunikasi informal tidak tergantung pada struktur organisasi (Mulyana, 2007). Diantara sifat formal dan informal terdapat sifat non formal. Sutarto (1991) menjelaskan sifat nonformal merupakan kegiatan penataan warta antara pejabat dilakukan antara resmi dan tidak resmi. Artinya penyampaian warta atau informasi bersifat resmi namun dalam penyampaiaannya dalam kondisi tidak resmi. Komunikasi nonformal biasanya terdiri dari cara yang singkat dan baru, cara yang lebih baik untuk melaksanakan pekerjaan, dikembangkan dan diprakarsai oleh anggota-anggota yang mengerti pekerjaan terbaik. Karena organisasi merupakan kumpulan dari individu-individu yang diorganisasikan, serta berada dalam hierarki yang ketat maka untuk menyelesaikan tugas maupun untuk menuju pencapaian tujuan maka organisasi perlu membuat sebuah jaringan komunikasi. Jaringan menurut Wiryanto (2006) adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain. Ditambahkan lagi bahwa jaringan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini merupakan system komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu orang ke orang lain. Kedua, jaringan komunikasi dapat dipandang sebagai struktur formal yang diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi. Josep A. De Vito (dalam Wiryanto, 2006) membagi struktur jaringan komunikasi ke dalam lima struktur sebahgai berikut: 1. Struktur Lingkaran
31
Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama,mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain yang terdekat. 2. Struktur Roda Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya di pusat. Pemimpi merupakan satu-satunya orang yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. 3. Struktur Y Struktur Y relative kurang tersentralisasi dibandingkan struktur roda, tetapi lebih tersentralisasi dibandingkan pola yang lainnya. Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas, satu anggota yang lain berperan sebagai pemimpin kedua (orang dari bawah). Anggota ini dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Komunikasi ketiga anggota lainnya hanya dengan satu orang lainnya. 4. Struktur Rantai Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran, akan tetapi anggota yang di bagian ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terapat di sini. Yang berada di posisi tengah lebih berperan
sebagai pemimpin
daripada
mereka yang berada di posisi lain. 5. Struktur Semua Saluran Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama denga struktur lingkaran, dalam arti semua anggota adalah sama, dan semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran,
32
setiap anggota bisa berkomunikasi dengan yang lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara maksimal. d. Komunikasi massa Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, internet), biaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik). Meskipun khalayak ada kalanya menyampaikan pesan kepada lembaga (dalam bentuk saran-saran yang sering tertunda), proses komunikasi didominasi lembaga, karena
lembagalah yang
komunikasi
kelompok,
menentukan
komunikasi
agendanya.
publik,
dan
Komunikasi
komunikasi
pribadi,
oraganisasi
berlangsung juga dalam proses mempersiapkan pesan yang disampaikan media massa (Mulyana, 2007). Sedangkan menurut Jalaluddin Rahmat (2005) komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heteogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Komunikasi massa terdiri dari unsur-unsur sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), serta efek (effect). Unsur sumber terdiri dari lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas
lembaga
(institutionalized
person).
Yang
dimaksud
dengan
instutionallized (lembaga atau organisasi) adalah perusahaan surat kabar, stasiun radio, stasiun televisi, studio film, penerbit buku atau majalah. Adapun yang dimaksud dengan person adalah redaktur surat kabar. Prinsip kerja organisasi tidak berbeda dengan komunikator individual. Organisasi juga bertindak sebagai decoder, enterprenter, dan encoder. Dengan demikian organisasi memiliki ratio output yang apa yang dapat dilakukan oleh komunikator perseorangan. Unsur
33
pesan dalam komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar sehingga dapat menjangkau audience yang sangat banyak (Wiryanto, 2006). Unsur saluran dalam komunikasi massa menyangkut semua peralatan mekanik untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Tanpa saluran tersebut pesa dikomunikasikan tida dapat menyebar secara luas, cepat dan simultan. Media yang mempunyai kemampuan tersebut ialah surat kabat, majalah, radio, televisi, dan internet. Saluran yang dimaksud di sini bukanlah aspek teknis media melainkan aspek psikologis sosialnya. Sebagai contoh adalah kapasitas. Ciri-ciri dari masing-masing media adalah membawakan pesan komunikasi, fungsi, dan peranannya dalam kehidupan sosial, psikologis masyarakat, serta efek yang ditimbulkannya. Unsur penerima menyangkut sasaran-sasaran komunikasi massa. Sasaran-sasaran komunikasi massa ialah orang-orang yang membaca surat kabar, mambaca majalah, orang yang mendengarkan radio, menonton televisi, dan orang yang sedang browsing internet. Mass audience (penerima) memiliki karakteristik-karakteristik large, heterogen, dan anonim (Wiryanto, 2006). Ukuran large biasanya menggunakan prinsip bahwa pihak komunikator pada dasarnya tidak dapat mengadakan interaksi dengan audience secara tatap muka. Karena audience tersebar dalam berbagai wilayah. Prinsip ini penting, audience merupakan perorangan-perorangan yang tidak terikat oleh tempat yang sama menyebar dalam berbagai wilayah, inilah yang dimaksud dengan large. Komunikasi massa tidak ditujukan kepada audience tertentu yang eksklusif, melainkan untuk sasaran-sasaran yang menduduki berbagai posisi, seperti orang-orang dari berbagai tingkat umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal. Dapat dikatakan bahwa heterogen adalah semua lapisan masyarakat dengan berbagai keragamannya. Anonim berarti bahwa anggota dari mass audience umumnya tidak saling mengenal secara pribadi dengan komunikatornya (vice versa). Anggota-anggota dari suatu mass audience dapat
34
mengelompok berdasarkan kepentingan yang sama, minat yang sama, pendapat yang sama, dan kesamaan lain yang berhubungan dengan jenis-jenis pesan media
yang
diterima.
Berdasarkan
adanya
pengelompokan
tersebut,
komunikator dapat mengklasifikasikan mass audience ke dalam apa yang yang dinamakan
intended audience (khalayak yang dikehendaki) dan unintended
audience (khalayak yang tidak dikehendaki). Unsur efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri audience sebagai akibat dari terpaan pesan-pesan media. David Berlo mengklasifikasikan efek atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu perubahan dalam ranah pengetahuan, sikap dan perilaku nyata. Ketiga jenis perubahan ini biasanya (tidak selalu) berlangsung secara berurutan. Perubahan perilaku biasanya didahului oleh perubahan sikap, dan perubahan sikap diawali dengan perubahan pengetahuan. Efek diketahui melalui tanggapan khalayak (response audience) yang digunakan sebagai umpan balik (feed back). Umpan balik menjadi sarana untuk mngetahui efek. Surat pembaca kepada redaksi surat kabar atau telepon, e-mail, dan surat-surat yang dialamatkan kepada stasiun radio dan televisi oleh para audience-nya merupakan bentuk tanggapan khalayak. Hal ini berfungsi sebagai umpan balik bagi mass comunicator yang bersangkutan (Wiryanto,2006). Dalam komunikasi massa, jumlah umpan balik relatif sangat kecil dibandingkan dengan jumlah khalayak keseluruhan dan sering hal itu tidak mewakili seluruh khalayak. Oleh sebab itu, pengetahuan mass communicator atau mass audience adalah sangat terbatas. Selain itu, umpan balik yang dapat diterima oleh organisasi komunikasi cenderung dibedakan berdasarkan mekanisme umpan baliknya. Pada komunikasi massa, umpan balik cenderung langka dan tertunda (delayed). Namun, dalam komunikasi antarpribadi umpan balik cenderung mudah didapat dan dengan seketika (immediately). Efek pesan media massa dapat mengubah kognitif, afektif, dan perilaku khalayak. Efek kognitif dapat mengubah nilai yang saat ini ada dan telah terpelihara di dalam
35
masyarakat. Nilai tersebut terbentuk berdasarkan pengetahuan masyarakat yang dimiliki sebelumnya. Proses afektif seseorang berhubungan dengan perasaan dan emosi. Efek afektif labih banyak berhubungan dengan ketidakpekaan, ketakutan, dan kegelisahan, moral, dan alienasi yang dialami individu. Adapun efek perilaku berhubungan dengan hasil perluasan efek kognitif dan afektif. Ketiga efek psikologis tersebut kemudian mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi informasi di dalam masyarakat dan kadar perubahan stabilitas struktur masyarakat (Wiryanto, 2006). 6. Efektifitas Komunikasi Pendekatan klasik dari Quintilian menganggap bahwa komunikasi yang efektif merupakan gabungan antara keterampilan yang peroleh dan karakter moral yang tinggi: “Orang baik akan berbicara dengan baik pula.” Periode sejarah retorika yang kemudian merumuskan keefektifan, umpamanya dalam arti, antara lain, keterampilan dalam penggunaan bahasa secara artistic (retoric statistic) dan pengujian komunikasi secara terampil (perode elokusi) (Ron Ladlow et al, 2000). Komunikasi
diharapkan
mampu/dapat
membawakan
hasil
pertukaran informasi dan saling pengertian diantara orang-orang sehingga ukuran komunikasi efektif adalah informasi yang disampaikan dan hubungan yang dibangun. Keberhasilan dalam menyampaikan informasi sangatlah ditentukan oleh sifat dan mutu informasi (Hardjana, 2000). Proses komunikasi secara efektif dengan orang lain seringkali agak sulit ketika keharmonisan persepsi, nilai-nilai, dan pengertian tidak tercapai, komunikasi efektif akan gagal. Karena seringkali kita dalam menafsirkan informasi lebih melihat atau mendengar apa yang kita inginkan dari pada menghadapi fakta-fakta objektif. Penghalang terbesar objektifitas adalah konsep diri, yakni apa yang kita ketahui dalam hubungan kita dengan dunia dan orang lain, dan kita cenderung menolak
36
informasi
yang
tampaknya
mengancam
konsep
diri
tersebut
(Hardjana,2000). Pengaruh perbedaan status terjadi apabila salah seorang memiliki status yang lebih tinggi dalam jenjang hirarki dibandingkan dengan orang lain. Permasalahan semantik (semantic problem) terjadi ketika orang menggunakan kata yang sama dengan cara yang berbeda, atau kata yang berbeda dengan cara yang sama. Penyimpangan persepsi (perseptual distortion) dapat disebabkan oleh konsep atau pengenalan diri yang buruk, atau pemahaman yang buruk terhadap orang lain (Hardjana, 2000). Gangguan yang bersifat fisik (physical distortion) seringkali sangat mengganggu: ruangan dengan sistem kedap suara yang buruk, sistem penerangan yang kurang memadai sehingga mengganggu penglihatan sangat mengganggu proses komunikasi. Gangguan fisik dapat dihindarkan dengan memilih tempat yang memilki suasana yang kondusif untuk melakukan proses komunikasi (Hardjana, 2000). Komunikasi satu arah memungkinkan tiadanya umpan balik (no feedback). Meskipun komunikasi satu arah lebih cepat. Dalam situasi rumit, komunikasi dua arah dapat menolong pengirim maupun penerima untuk mengukur tingkat pemahan orang-orang yang berkomunikasi dan juga memperbaiki komitmen dalam saling memahami. Komunikasi dua arah memampukan untuk menyingkapkan kesalahpahaman diantara komunikan dan komunikator kemudian memperbaikinya, sehingga membawa kepada mutu penerimaan dan penyambutan yang lebih baik. Keyakinan, nilai-nilai, dan kerangka referensi pribadi mempengaruhi cara-cara seseorang mengirim dan menerima pesan. Hal-hal tersebut membentuk 4 saluran komunikasi berbeda-beda. Kriteria yang digunakan untuk efektifitas komunikasi adalah siapa penerima atau pemakai (receiver or user), isi pesan (content), ketepatan waktu (timing), media
37
komunikasi (media), format (format), dan sumber pesan (Hardjana, 2000). Penggunaan saluran dalam berkomunikasi memiliki pengaruh terhadap efektifitas komunikasi. Menurut Dahle dalam Tubbs (1996) menunjukkan bahwa urutan saluran menurut tingkat keefektifannya (dari tinggi ke rendah) adalah sebagai berikut: (a). Kombinasi tulisan dan lisan; (b). Lisan; (c)Tulisan; (d). Papan pengumuman; (e). Selentingan atau sindiran B. Kerangka Teoritis Program
GERHAN
adalah
suatu
kegiatan
terkoordinasi
yang
mendayagunakan segenap kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam merehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan1, sedangkan masyarakat adalah segenap masyarakat pada wilayah DAS, lebih khusus lagi masyarakat petani yang lahannya termasuk di dalam wilayah DAS. Komunikasi menghubungkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri dengan masyarakat petani Kecamatan Pracimantoro. Pemerintah memberikan informasi GERHAN kepada petani sekaligus memerlukan informasi mengenai hasil penanaman sebagai bahan evaluasi guna merumuskan kebijakan selanjutnya, lebih jauh lagi untuk mencapai tujuan program GERHAN. Petani membutuhkan informasi tentang program GERHAN, tentang teknik membuat tanaman, teknik memupuk dan cara-cara pemeliharaan. Oleh karenanya diperlukan sebuah komunikasi yang efektif agar informasi tersebut dapat diterima secara utuh dan dapat dilaksanakan. Komunikasi yang terjadi dimungkinkan dalam berbagai pola komunikasi yang berbeda-beda.
1
Mulai bulan Januari tahun 2009 Dinas Kehutanan dan Perkebunan dipisahkan dari Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP).
38
Hubungan komunikasi yang terbentuk antara Dinas Kehutanan dan Perkebunan dengan kelompok tani maupun komunikasi internal keduanya merupakan kejadian komunikasi atau peristiwa komunikasi. Dari peristiwa komunikasi yang terjadi maka dapat diketahui bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan, sehingga pola komunikasi yang digunakan dapat diketahui. Pola komunikasi meliputi berbagai bentuk komunikasi, antara lain komunikasi
personal,
komunikasi
kelompok,
komunikasi
organisasi,
komunikasi publik, dan komunikasi massa. Komunikasi personal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang terjadi diantara sekelompok orang, yang berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan sebagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dalam suatu organisasi. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Setiap
bentuk
komunikasi
memiliki
karakteristik
yang
saling
membedakan dengan bentuk komunikasi yang lain. Selain dari konteks komunikasi juga dapat dilihat dari unsur yang membentuk proses komunikasi tersebut. Unsur komunikasi merupakan bagian dasar yang menyusun suatu bentuk komunikasi. Komunikasi tidak dapat berlangsung apabila tidak terdapat unsur-unsur yang menyusun proses komunikasi. Secara sederhana Berlo memformulasikan unsur komunikasi SMCR yaitu source (sumber), message (pesan), chanel (saluran), dan receiver (penerima). Dari unsur-unsur ini dapat diketahui bentuk atau pola komunikasi yang digunakan pemerintah maupun GERHAN.
masyarakat
dalam
menjalankan
kegiatan-kegiatan
program
39
Efektifitas komunikasi berarti sejauh mana komunikator mampu berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi artinya melihat dan memahami tingkat akal budi (decoder dan interpretation) berikut peralatan jasmaniah (receiver) yang dimiliki komunikan terkait dengan pemilihan bentuk pesan, termasuk pula penentuan saluran/media yang harus dipilih komunikator. Efektifitas
pola
komunikasi
massa
dipengaruhi
oleh
sumber
(komunikator), pesan, saluran komunikasi massa, penerima, serta efek komunikasi massa. Efektifitas pola komunikasi organisasi dipengarui oleh struktur jaringan komunikasi dan arus komunikasi dalam komunikasi dalam organisasi. Efektifitas pola komunikasi kelompok dipengaruhi oleh faktor situasional (karakteristik kelompok) dan faktor interpersonal (karakteristik anggota kelompok). Faktor situasional meliputi ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, dan kepemimpinan. Faktor interpersonal meliputi kebutuhan interpersonal, tindak komunikasi, dan peranan anggota kelompok. Efektifitas pola komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi dalam penelitian ini, peneliti mencari kesesuaian antara tujuan komunikasi dengan hasil komunikasi, apabila hasil komunikasi telah sesuai dengan tujuan komunikasi, maka pola komunikasi yang dilaksanakan dikatakan efektif, dan sebaliknya bila komunikasi yang dilakukan tidak sesuai dengan tujuan maka penggunaan pola komunikasi tidak efektif
40
PROGRAM GERHAN
Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Konteks Komunikasi: Aspek Psikologis Aspek Fisik Aspek Sosial Aspek Waktu
BPDAS
1. 2. 3. 4.
Kelompok Tani
POLA KOMUNIKASI : Komunikasi Massa Komunikasi Organisasi Komunikasi Kelompok Komunikasi Interpersonal
Efektivitas Komunikasi
Tercapainya Tujuan GERHAN
Keterangan: ------ : Tidak diteliti Gambar.1 Kerangka Berfikir Pola Komunikasi Dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
LSM
III.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Nawawi dan Mimi (1996) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak diubah dalam bentuk simbolsimbol atau bilangan. Penelitian kualitatif pada dasarnya berarti rangkaian kegiatan atau proses mengungkapkan rahasia sesuatu yang belum diketahui, dengan mempergunakan cara bekerja atau metode yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap dan mendalam yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pedekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik. Sehingga, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individuatau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan (Moleong, 2001). Deskripsi meliputi potret subjek, rekonstruksi dialog, deskripsi keadaan fisik, struktur tentang tempat, dan barang-barang lain yang ada disekitarnya serta catatan tentang berbagai hal khusus (Sutopo, 2002). B. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi dalam penelitian ini diambil secara sengaja (Purposive) yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Surakhmad, 1994). Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah
39
40
Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Dengan pertimbangan wilayah ini sesuai dengan karakteristik penelitian, antara lain sebagai berikut: 1. Wilayah Kecamatan Pracimantoro merupakan daerah tangkapan hujan dari Sungai Bengawan Solo, yang mana konservasi daerah ini sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat di daerah sekitar sungai. 2. Kecamatan Pracimantoro telah mengikuti program GERHAN sejak tahun 2003. 3. Kecamatan Pracimantoro merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan yang diikutkan dalam program GERHAN paling luas di kabupaten Wonogiri, yaitu 1.675 ha (Data BP DAS Bengawan Solo, 2008). C. Strategi Penelitian Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Menurut Sutopo (2002) dalam penelitian kualitatif studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya dilapangan studinya. Dalam penelitian ini, dicari fakta-fakta yang berkaitan pola komunikasi yang digunakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Kelompok Tani dalam program GERHAN. Pola komunikasi yang digunakan sangat erat kaitannya dengan tersebarkannya informasi-informasi dengan efektif, yang tentu saja merupakan tujuan dari komunikasi itu sendiri. D. Metode Penentuan Cuplikan (sampling) Peneliti memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton dalam Sutopo, 2006). Cuplikan semacam ini lebih cenderung sebagai internal sampling (Bogdan &
41
Biklen dalam Sutopo, 2006) yang memberi kesempatan bahwa keputusan bisa diambil begitu peneliti mempunyai suatu pikiran umum yang muncul mengenai apa yang sedang dipelajari, dengan siapa ia akan berbicara, dan juga berapa jumlah serta macam dokumen yang perlu ditelaah. Sehingga penentuan informan untuk pihak Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP) dan Kelompok Tani dilakukan dengan teknik criterion-base selection karena peneliti sudah mengetahui siapa yang akan dijadikan responden (Goetz & LeCompte dalam Sutopo, 2006). Penelitian ini terdapat 3 narasumber, terbagi menjadi: (1) pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun), karena pelaksana teknis GERHAN di tingkat daerah adalah pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun yang bersangkutan adalah Kepala Tim Pelaksana GERHAN Kabupaten Wonogiri. (2) Di tingkat Kecamatan informan berasal dari Petugas Kehutanan Lapang (PKL) Kecamatan Pracimantoro (3) Kelompok Tani di Kecamatan Pracimantoro yang terlibat dalam kegiatan GERHAN. E. Jenis dan Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2004), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. 1. Jenis data a. Data utama Untuk mendapatkan informasi lisan maupun tertulis mengenai pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri maka peneliti memerlukan informasi-informasi yang berasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun), Petugas Kehutanan Lapang (PKL) Kecamatan Pracimantoro dan Kelompok Tani yang terlibat kegiatan program GERHAN. Data
42
utama berupa informasi yang digali dari informan yang berupa transkrip rekaman hasil wawancara.
b. Data pendukung Untuk melengkapi data utama, maka diperlukan data pendukung untuk memperkuat informasi yang telah didapatkan. Data pendukung berupa buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan GERHAN, buku petunjuk
teknis
palaksanaan
pelaksanaan GERHAN,
buku
GERHAN,
buku
laporan
petunjuk operasional
tahunan
dan rencana
operasional kegiatan GERHAN, buku dokumentasi kegiatan GERHAN Kabupaten Wonogiri, buku laporan bimbingan teknis GERHAN, buku laporan bimbingan kelembagaan GERHAN, hasil catatan dari Petugas Kehutanan Lapang (PKL), Notulensi Kegiatan Kelompok tani, gambar atau foto kegiatan penyuluhan maupun kegiatan teknis pembuatan, pemeliharaan tanaman GERHAN. 2. Sumber data a. Informan Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Informan berkewajiban menjadi tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Syarat yang digunakan untuk memilih informan antara lain, jujur, taat pada janji, patuh terhadap peraturan, suka berbicara, tidak termasuk anggota tim yang menentang penelitian (Moleong, 2004). Penelitian ini menggunakan informan dari instansi/pihak yang dilibatkan dalam program GERHAN di wilayah Kecamatan Pacimantoro. Antara lain :
43
1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) yang berperan sebagai fasilitator dalam pelaksanaan program GERHAN yaitu Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Drs Agus Tri Harimulyanto) 2) Petugas Kehutanan Lapang (PKL) Kecamatan Pracimantoro ( Bapak Sutarso, SP dan Bapak Mulyono,SP) 3) Pengurus kelompok tani di Kecamatan Pracimantoro yang terlibat dalam kegiatan GERHAN dari tahun 2003 hingga tahun 2007. b. Arsip dan dokumen Pelaksanaan program GERHAN telah dilakukan mulai tahun 2003. Sehingga untuk mendapatkan informasi-informasi tentang program GERHAN perlu dilakukan penggalian informasi dari dokumen maupun arsip yang ada. Arsip dan dokumen merupakan bahan tertulis yang bersangkutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dokumen merupakan rekaman tertulis (tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu). Dokumen dapat disebut arsip jika merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi. Dalam mengkaji dokumen, peneliti mencatat apa yang tertulis, menggali dan menangkap maknanya yang tersirat dari dokumen tersebut. Oleh karena itu dokumen dan arsip bukan hanya menjadi sumber data yang penting bagi penelitian kesejarahan, tetapi juga dalam penelitian kualitatif pada umumnya (Sutopo, 2006). Dokumen atau arsip yang digunakan berupa buku pedoman pelaksanaan GERHAN di Wonogiri, baik petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis, buku petunjuk operasional dan rencana operasional GERHAN, buku dokumentasi kegiatan GERHAN Kabupaten Wonogiri, catatan-catatan
dari
pertemuan-pertemuan
antara
petugas
Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, PKL dengan masyarakat kelompok tani dan
44
notulensi kelompok tani. Selain itu digunakan juga laporan-laporan kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan.
F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara, metode observasi, dan mencatat dokumen atau arsip (content analysis). 1. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan (Moleong, 2007). Untuk menggali informasi, penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (indepth interview), karena dibutuhkan informasi yang detail dan lengkap mengenai pelaksanaan program GERHAN. Menurut Bungin (2003) teknik wawancara secara mendalam/indepth interview merupakan cara penggalian data yang efektif dengan mengungkap apa yang tersembunyi disanubari seseorang, apakah itu masa lampau, masa kini, maupun masa depan. Agar wawancara dapat terfokus, maka peneliti menyiapkan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan. Peneliti juga menyiapkan alat rekam serta alat tulis sehingga hasil wawancara terdokumentasikan, yang nantinya akan dibutuhkan untuk mereview hasil wawancara. 2. Mencatat dokumen atau arsip (content analysis) Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Terutama bila sasaran
45
kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi di massa lampau yang sangat berkaitan dengan kondisi atau peristiwa massa kini yang sedang diteliti. Sumber data yang berupa arsip dan dokumen biasanya merupakan sumber data pokok dalam penelitian kesejarahan, terutama untuk mendukung proses interpretasi dari setiap peristiwa yang diteliti (Sutopo, 2006). Menurut Yin dalam Sutopo (2006) teknik mencatat dokumen ini disebut sebagai content analysis, sebagai cara untuk menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Dalam melakukan teknik ini perlu disadari bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat. Oleh karena itu dalam menghadapi beragam arsip dan dokumen tertulis sebagai sumber data, peneliti harus bisa bersikap kritis dan teliti. Sumber data jenis ini sangat bermanfaat bagi peneliti, terutama bila ingin memahami latar belakang suatu peristiwa. Dengan pemahaman latar belakang tersebut peneliti akan lebih mudah memahami proses mengapa suatu peristiwa bisa terjadi dan di dalam pencatatan data peneliti juga memperkuat dengan alat perekam. Adapaun dokumen maupun arsip yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan GERHAN, buku petunjuk teknis palaksanaan GERHAN, buku laporan tahunan pelaksanaan GERHAN, buku petunjuk operasional dan rencana operasional kegiatan GERHAN, buku dokumentasi kegiatan GERHAN Kabupaten Wonogiri, buku laporan bimbingan teknis GERHAN, buku laporan bimbingan kelembagaan GERHAN. Dokumen-dokumen maupun arsip tersebut menjadi sumber informasi yang mendukung pencarian informasi peneliti. Informasi yang ditemukan dalam penggalian informasi melalui wawancara secara langsung sulit untuk
46
diterjemahkan peneliti sehingga dengan adanya contain analisys dari dokumndokumen
tersebut,
kebenarannya.
informasi
Dari
menjadi
lebih
dokumen-dokumen
jelas
tersebut
dapat
dipercaya
peneliti
dapat
mengembangan pertanyaan maupun pokok pikiran dari penelitian. G. Validitas Data Penelitian ini akan menghasilkan data-data dan informasi yang dikumpulkan dari hasil pengalian di lapang. Semua data dan informasi tersebut harus mantap kebenarannya, sehingga peneliti perlu memilih cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Iqbal (2004) mendefinisikan validitas sebagai kesucian alat ukur dengan apa yang hendak di ukur, artinya alat ukur yang digunakan dalam pengukuran dapat digunakan untuk mengukur hal atau subjek yang ingin diukur. Senada, Nasution (1988) mengungkapkan bahwa validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi. Pada umumnya dikenal dua standart validitas yaitu validitas internal dan eksternal. Validitas internal mempertanyakan sampai seberapa jauh suatu alat ukur berhasil mencerminkan obyek yang akan diukur pada suatu setting tertentu. Sementara itu validitas eksternal lebih terkait dengan keberhasilan suatu alat ukur untuk diaplikasikan pada setting yang berbeda, artinya alat ukur yang cukup valid mengukur obyek pada suatu setting tertentu, apakah valid untuk mengukur obyek yang sama pada setting yang lain (Bungin, 2003). Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Ronny, 2003).
47
Sutopo (2002) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif validitas data penelitian dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara-cara tersebut antara lain beberapa macam teknik trianggulasi dan reviu informan kunci. Triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomologi yang bersifat multiperspektif yaitu menarik simpulan yang mantap tidak hanya menggunakan satu cara pandang. Patton dalam Sutopo (2002) menyebutkan terdapat 4 macam teknik triangulasi, yaitu (1) Triangulasi data (2) Triangulasi peneliti (3) Triangulasi metodologi (4) Triangulasi teoritis. Sedangkan review informan kunci yaitu pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya, walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui oleh mereka (Sutopo, 2006). Peneliti menggunakan teknik trianggulasi data dan review informan. Agar dapat dibuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan kenyataan.
Informan Wawancara
Informan Informan
Data
Content Analysis
Observasi
Dokumen/Arsip
Aktivitas
48
Gambar 2. Triangulasi Data H. Teknik Analisis Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data (Moleong, 2007). Untuk mengorganisasikan serta mengurutkan data maka diperlukan sebuah model analisis. Peneliti menggunakan model analisis interaktif dimana di dalamnya terdapat tiga komponen utama analisis kualitatif. Antara lain reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan kesimpulan / verifikasi
Gambar 3. Model analisis Interaktif Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa proses analisis dengan tiga komponen yang ada saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus dalam proses pelaksanaan pengumpulan data. Selain itu tiga komponen tersebut aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi baik antara komponennya maupun dengan proses pengumpulan data dalam proses yang berbentuk siklus (Sutopo, 2006). 1. Reduksi Data
49
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari catatan lapang. Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh di lapangan. Dalam menyusun ringkasan peneliti membuat coding, memusatkan tema, menentukan batas-batas permasalahan dengan menulis memo. Pada dasarnya reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan (Sutopo, 2002). 2. Sajian Data Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila di baca, akan mudah dipahami yang mengacu pada rumusan masalah yang telah dibuat sebagai pertanyaan penelitian sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada. Selain data dalam bentuk kalimat dalam sajian data ini juga dapat meliputi berbagai matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung narasi. Semuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dapat lebih dimengerti dalam bentuk yang lebih kompak (Sutopo, 2002). 3. Penarikan simpulan / Verifikasi Kesimpulan-kesimpulan
final
mungkin
tidak
muncul
sampai
pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, metode pencarian ulang
50
yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan-tuntutan pemberi dana, tetapi seringkali kesimpulan itu telah dirumuskan sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya “secara induktif” (Miles dan Huberman, 1992). Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi atau sajian datanya. Bilamana kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti akan mengulangi kembali pengumpulan data yang terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (Sutopo, 2002).
IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Kondisi Geografi dan Topografi Wilayah
Kecamatan
Pracimantoro
termasuk
dalam
wilayah
Kabupaten Wonogiri yang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Jarak dengan Ibukota Kabupaten sejauh 35 km, terletak pada ketinggian 253 mdpl dan merupakan daerah bukit lipatan batuan kapur dengan struktur tanah yang didominasi oleh asosiasi Litosal Mediteran Coklat Masam. Sedangkan letak astronomis Kecamatan Pracimantoro berada pada koordinat 7o.35’ – 8o.15’ LS dan 110o.41’ – 111o.81’ LU. Memiliki curah hujan sebesar 1.289 mm/tahun dan dalam setahun memiliki jumlah hari hujan sebanyak 79 hari. Berdasarkan letak geografis Kecamatan Pracimantoro memiliki batasbatas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kecamatan Eromoko
Sebelah Selatan
: Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Barat
: Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Timur
: Kecamatan Giritontro
Berdasarkan
topografi
dataran
sampai
pegunungan
wilayah
Kecamatan Pracimantoro memiliki titik elevasi terendah 146 mdpl hingga menjulang pada elevasi 253 mdpl. Perbedaan elevasi yang sangat tinggi menyebabkan wilayah Kecamatan Pracimantoro rawan erosi. Kecamatan Pracimantoro memiliki luas wilayah 1.421.430 Ha yang terbagi menjadi 18 desa 169 dusun, 194 RW, 410 RT. Terdiri dari tanah sawah seluas 961,50 ha; tanah tegalan seluas 10.509,76 ha; bangunan dan pekarangan seluas 1.896,65 ha; hutan negara seluas 396 ha; dan lain-lain seluas 450 ha.
51
50 B. Keadaan Penduduk 1. Kepadatan Penduduk Tabel 1. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Desa
Sumberagung Petirsari Joho Gambirmanis Watangrejo Suci Jimbar Sambiroto Pracimantoro Gedong Gebangharjo Sedayu Banaran Trukan Tubokarto Lebak Glinggang Wonodadi
Luas (Km2)
11.08 6.18 11,55 13,78 9,48 9,53 4,71 6,08 7,49 8,92 7,20 5,71 7,18 4,51 7,02 4,84 7,21 9,66
Jumlah Penduduk (jiwa) 3.194 2.265 4.830 5.715 3.581 5.981 2.986 3.910 7.360 4.636 2.514 4.705 2.567 3.374 3.711 2.734 2.684 2.909
Kepadatan (jiwa/Km2) 288 367 418 415 378 627 634 644 982 520 349 824 357 749 528 565 372 301
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007 Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Pracimantoro tertinggi terdapat di Desa Pracimantoro sebesar 986 jiwa/km2, yang berarti dalam 1 km2 di wilayah tersebut ditempati sebanyak 986 jiwa penduduk. Hal ini disebabkan karena Desa Pracimantoro terletak di Ibukota Kecamatan, sehingga banyak penduduk yang memilih untuk tinggal di daerah tersebut.
52
Untuk wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Desa Sumberagung, yaitu 288 jiwa/km2. Dalam 1 km2 luas wilayahnya ditempati sebanyak 288 jiwa penduduk. Wilayah yang luas yaitu 110.820 dengan penduduk yang relatif sedang menempatkan Desa Sumberagung sebagai desa berkepadatan penduduk paling rendah. 2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur Keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk usia produktif, non produktif, dan Angka Beban Tanggungan (ABT). Adapun keadaan penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Pracimantoro adalah sebagai berikut : Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok Umur (tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 Di atas 60 Jumlah
Jumlah (jiwa) 7.035 6.220 5.647 7.073 7.457 7.242 8.008 8.204 7.204 5.616 69.706
Porsentase (%) 10,09 8,92 8,10 10,14 10,69 10,38 11,48 11,76 10,33 8,05 100,00
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa secara umum, penduduk Kecamatan Pracimantoro tersebar hampir merata dalam setiap kelompok umur. Akan tetapi, mayoritas penduduk Kecamatan Pracimantoro berada pada kelompok usia 40 – 49 tahun yaitu sebesar 8.204 jiwa (11,76%), dan
53
yang paling sedikit adalah pada kelompok usia diatas 60 tahun yaitu sebesar 5.616 jiwa (8,05%). Berdasarkan data di atas dapat diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT) yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak produktif dengan jumlah penduduk produktif dalam 100 jiwa penduduk, yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif harus menanggung sejumlah penduduk usia nonproduktif. Usia non produktif adalah usia antara 0 tahun hingga 14 tahun dan lebih dari 60 tahun sedangkan usia produktif adalah usia antara 15 tahun hingga 60 tahun, dari data jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat diketahui besar Angka Beban Tanggungan (ABT), adapun ABT di Kecamatan Pracimantoro adalah sebagai berikut : ABT =
å Penduduknon Pr oduktif ´100 å Penduduk Pr oduktif
ABT =
24.515 ´ 100 = 53,58 45.188
Angka ini menunjukkan bahwa 100 penduduk usia produktif di Kecamatan Pracimantoro harus menanggung antara 53 sampai 54 orang usia non produktif. Semakin besar rasio antara jumlah kelompok non produktif dan jumlah kelompok produktif maka akan semakin besar beban tanggungan bagi kelompok yang produktif terhadap kelompok non produktif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap proses pembangunan perekonomian yang sedang dijalankan. Angka ketergatungan ini bisa terus ditekan salah satunya dengan program Keluarga Berencana atau menunda usia perkawinan. 3. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin
54
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di suatu wilayah dapat digunakan untuk mengetahui jumlah ketersediaan tenaga kerja pria dan wanita, yang dapat bermanfaat bagi perencanaan pembangunan terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Adapun jumlah penduduk Kecamatan Pracimantoro menurut jenis kelamin dalam kelompok usia produktif dan non produktif adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pracimantoro No 1. 2. 3.
Usia (tahun) 0 – 14 tahun 15 – 59 tahun > 60 tahun Total
Laki-Laki (jiwa) 9.264 22.212 2.610
Perempuan (jiwa) 9.638 22.976 3.006
34.086 48,9%
35.620 51,1%
Jumlah (jiwa) 18.902 25.188 5.616 69706 100 %
Sumber : Kecamatan Pracimantoro dalam Angka Tahun 2007 Tabel 3 memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan, sex ratio di Kecamatan Pracimantoro berada dalam proporsi tidak seimbang, dimana prosentase penduduk laki-laki adalah 51,1% dan wanita adalah 48,9% dari penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa rasio atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berakibat pada ketersediaan tenaga kerja pelaksana pembangunan suatu wilayah. Terkait
55
dengan hal tersebut, untuk sex rasio usia produktif yaitu pada kelompok umur 15 – 59 tahun, dapat diketahui sebagai berikut : SexRatio =
22212 ´ 100 = 96,6 22976
Angka ini menunjukkan bahwa untuk setiap 96 penduduk laki-laki usia produktif sebanding dengan 100 penduduk perempuan usia produktif. Apabila angka tersebut jauh dibawah 100, maka akan muncul berbagai masalah antara lain kekurangan tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan.
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tabel 4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Pracimantoro No
Uraian
1 2 3 4 5
Tidak tamat SD Tamat SD / sederajat Tamat SLTP / sederajat Tamat SLTA / sederajat Tamat Akademi/ Perguruan tinggi Jumlah
Jumlah (jiwa) 28.834 22.451 6.889 3.979 844 62.997
Porsentase (%) 45,7 35,7 11,0 6,3 1,3 100
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007 Kecamatan Pracimantoro memiliki penduduk (usia sekolah ke atas) dengan jumlah tingkat pendidikan tidak tamat SD terbesar yaitu 28.834 jiwa. Tingkat pendidikan tamat SD/sederajat sebesar 22.451 jiwa. Di tingkat
56
selanjutnya sejumlah 6.889 jiwa penduduk Kecamatan Pracimantoro telah mengenyam
pendidikan
SLTP/sederajat.
Tingkat
selanjutnya
jumlah
penduduk yang tamat SLTA/sederajat sebanyak 3.979 jiwa. Sedangkan tingkat pendidikan tamat akademi/perguruan Tinggi sebanyak 844 jiwa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan penduduk kecamatan pracimantoro masih rendah. 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Data mengenai keadaan penduduk menurut mata pencaharian suatu wilayah dapat digunakan untuk mengetahui kondisi lapangan kerja di wilayah tersebut yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga memperkecil angka pengangguran di wilayah tersebut. Adapun keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Pracimantoro adalah sebagai berikut : Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian Petani Buruh Tani Pengusaha Kecil Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/ABRI/Polri Lain-lain Jumlah
Jumlah (jiwa) 24.573 2.808 1.217 3.391 3.058 1.456 482 737 19.202 56.925
Porsentase (%) 43,18 4,93 2,14 5,96 5,37 2,56 0,85 1,29 33,73 100%
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007 Mata pencaharian sebagai petani dimiliki sebagian besar penduduk Kecamatan Pracimantoro, yaitu sebesar 2.457 jiwa (43,18 %). Ketersediaan lahanyang cukup luas serta akses kepusat kabupaten mendorong penduduk untuk dapat memanfaatkan alam semaksimal mungkin. Selanjutnya
57
penduduk yang bermata pencaharaian sebagai buruh industri merupakan jumlah terbesar ke-dua yaitu sebanyak 3.391 jiwa (5,96 %). C. Keadaan Pertanian 1. Penggunaan Lahan Pertanian Ketersediaan lahan pertanian sangatlah mutlak dibutuhkan. Karena lahan merupakan tempat untuk menanam komoditas. Sedangkan jenis komoditas yang diusahakan bergantung dengan kondisi lahan yang ada. Topografi yang didominasi perbukitan kapur serta curah hujan 1.289 mm/tahun dan dalam setahun memiliki jumlah hari hujan sebanyak 79 hari menjadikan Kecamatan Pracimantoro menggunakan lahannya sebagai tegal seluas 1.896,65 Ha dan sawah seluas 961,50 Ha.
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan Pertanian di Kecamatan Pracimantoro Jenis Penggunaan Lahan 1. Sawah 2. Tegal 3. Hutan 4. Bangunan/pekarangan 5. Lainnya Jumlah
Luas (Ha) 961,50 1.896,65 396,00 10.509,76 450,39 14.214,30
Persentase (%) 6,76 13,34 2,79 73,94 3,17 100
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007 Seluas 10.509,76 Ha (73,94 %) luas Kecamatan Pracimantoro telah digunakan sebagai bangunan/pekarangan. Penggunaan sebagai lahan tegal seluas 1.896,65 Ha (13,34 %). Penggunaan sebagai hutan seluas 396 Ha ( 2,79 %). Keadaan tersebut berdampak pada komoditas yang diusahakan masyarakat
Kecamatan
Pracimantoro.
Masyarakat
lebih
banyak
58
mengusahakan tanaman palawija pada musim kering dan padi pada musim penghujan. 2. Komoditas Utama Jenis komoditas suatu daerah dipengaruhi jenis lahan dan kondisi topografinya. Kecamatan Pracimantoro sebagian besar didominasi lahan kering dengan topografi berbukit. Dengan demikian sebagian besar petani mengusahakan komoditas palawija yang lebih sedikit membutuhkan air.
Tabel 7. Jumlah Produksi Komoditas Utama di Kecamatan Pracimantoro Komoditas Utama Padi sawah Padi gogo Jagung Ubi kayu Kacang tanah Kedelai Kacang hijau
Luas Panen (ha) 823 3.025 6.662 6.257 2.354 3.468 24
Jumlah Produksi (kwintal) 37.103 3.025 34.800 593.412 49.931 65.311 216
Rata-rata Produksi (Kw/ha) 45,08 36,00 5,22 94,84 2121 18,83 9,00
Sumber : Kecamatan Pracimantoro dalam Angka Tahun 2007 Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa komoditas ubi kayu merupakan komoditas yang paling tinggi produksinya dibandingkan dengan
59
komoditas yang lain, sebesar 593.412 kwintal. Tanaman ubi kayu merupakan jenis yang cocok untuk ditanam di lahan tegal. Mengingat luas lahan tegal di kecamatan pracimantoro lebih luas dibandingkan dengan lahan sawah. Dilihat dari luas panennya bila dibandingkan dengan luas penggunaan lahan sawah dan tegal sangant terpaut jauh. Hal ini dikarenakan petani dalam 1 tahun dapat mengusahakan beberapajenis tanaman sekaligus, dengan metode tumpangsari maupun pemanfaatan lahan secara optimal. D. Keadaan Kehutanan dan lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro Salah satu potensi yang dimiliki Kecamatan Pracimantoro adalah hutan. Hutan merupakan Hutan sebagai sumberdaya alam memiliki potensi untuk mencegah krisis pangan, energi dan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hutan merupakan life support system (penyangga kehidupan) (Nasution, 2008). Hutan yang terdapat di Kecamatan Pracimantoro terbagi menjadi 2 yaitu Hutan Rakyat dan Hutan Negara. Hutan Rakyat merupakan hutan yang dibuat dan dikelola oleh rakyat sendiri, baik secara swadaya maupun dengan bantuan pemerintah, seperti program GERHAN. Sedangkan Hutan Negara adalah hutan yang dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani). Tabel 8. Luas Hutan Negara dan Hutan Rakyat di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 No
Uraian
Luas
Prosentase
(ha)
(%)
1.
Hutan Negara
396,00
7,60
2.
Hutan Rakyat
4.808,00
92,40
Jumlah
5.204,00
100,00
Sumber: Data Luas Lahan Kritis dan Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
60
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa luas hutan Negara di Kecamatan Pracimantoro seluas 396 ha atau sebanyak 7,60% dari luas hutan di Kecamatan Pracimantoro. Sedangkan luas hutan rakyat di Kecamatan Pracimantoro adalah 4.808 ha atau 92,40% dari luas hutan di Kecamatan Pracimantoro. Jenis tanaman yang diusahakan adalah tanaman jati (Tectona grandis). Tanaman jati merupakan jenis tanaman yang paling sesuai iklim di Kecamatan Pracimantoro. Tanaman jati relatif tahan kekeringan, dan dapat hidup di lahan berbatu kapur, selain itu tanaman jati memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Perhutani, 2009). Masyarakat menanam tanaman jati utnuk berinvestasi, karena tanaman jati termasuk tanaman kayu yang memiliki umur yang panjang. Kayu jati yang berkualitas baik dihasilkan dari tanaman jati yang berumur lebih dari 80 tahun. Namun petani di Kecamatan Pracimantoro biasa memanen tanaman jati pada umur kurang lebih 5 tahun atau tanaman telah berdiameter lebih dari 15 cm. kayu jati digunakan untuk kebutuhan sendiri maupun dijual kepada pengrajin kayu. Pembuatan hutan rakyat tidak terlepas dari usaha pengurangan jumlah lahan kritis di Kecamatan Pracimantoro. Lahan kritis merupakan lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media pengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan lingkungannya (rehabilitasi-hutan.tripod.com,2009). Tabel 9. Luas Lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 No
Desa
1.
Banaran
2.
LuasWilayah
Luas Lahan Kritis
(ha)
(ha)
Prosentase (%)
718,263
-
-
Gambirmanis
1.377,947
889,679
6,25
3.
Gebangharjo
720,196
25,394
0,17
4.
Gedong
891,695
283,261
1,99
61
5.
Glinggang
721,316
188,791
1,32
6.
Jimbar
470,982
-
-
7.
Joho
1.155,551
368,266
2,60
8.
Lebak
483,753
-
-
9.
Petirsari
617,885
156,922
1,10
10.
Pracimantoro
749,179
-
-
11.
Sambiroto
607,581
-
-
12.
Sedayu
571,080
-
-
953,602
0,118
-4
1.108,256
687,761
4,83
13.
Suci
14.
Sumberagung
15.
Trukan
450,640
-
-
16.
Tubokarto
702,252
133,082
0,93
17.
Watangrejo
948,656
2,795
0,02
18.
Wonodadi
465,496
132,274
0,93
14.214,325
2.868,343
20,17
Jumlah
8,30x10
Sumber: Data Luas Lahan Kritis dan Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri Tahun 2007 Tabel 9 menunjukkan jumlah luasan lahan kritis di Kecamatan Pracimantoro 2.868,343 ha atau 20,17% dari luas wilayah Kecamatan Pracimantoro. Sedangkan desa yang paling banyak memiliki lahan kritis adalah Desa Gambirmanis, seluas 889,679% atau 6,25 % dari luas lahan kritis di Kecamatan Pracimantoro. Luas lahan kritis di Kecamatan Pracimantoro masih sangat besar, sehingga upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi lahan kritis masih dilakukan. E. Keadaan Perekonomian 1. Sarana Perekonomian
62
Tantangan ke dapan dalam mewujudkan keseimbangan pertumbuhan antar desa adalah mengupayakan peningkatan penyediaan jaringan prasarana yang teintegrasi dan perbaikan iklim usaha produksi, pemasaran serta kelancaran aliran infestasi sehingga tercipta keterakaitan ekonomi antar wilayah lebih intensif. Wilayah Kecamatan Pracimantoro yang cukup jauh dengan ibu kota kabupaten tidak menyebabkan matinya aktifitas perekonomian. Keberadaan pasar-pasar yang berada di wilayah kecamatan telah mampu untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di dukung keberadaan sarana tranportasi yang relative mudah membuka kecamatan dengan daerah lain sehingga dari daerah luar dapat memasok barang kebutuhan masyarakat serta barang atau komoditas yang dihasilkan dapat di kirim ke luar daerah. Tabel 10. Keadaan Sarana Perekonomian di Kecamatan Pracimantoro No 1. 2. 3. 4.
Uraian Pasar umum Pasar hewan Pasar desa Toko/kios Jumlah
Jumlah (unit) 1 1 5 670 677
Sumber : Kecamatan Pracimantoro Dalam Angka Tahun 2007 Berdasarkan tabel 7 Kecamatan Pracimantoro telah memiliki pusat kegiatan perekonomian berupa pasar dan kios di luar pasar. Pasar umum yang terletak di pusat ibukota kecamatan menjadikan masyarakat Kecamatan Pracimantoro mudah mengakses serta menjadikan ibu kota kecamatan sebagai pusat kegiatan perekonomian. Selaian pasar umum di Kecamattan Pracimantoro juga terdapat pasar hewan yang juga terdapat di pusat kecamatan. Selaian pasar umum dan pasar hewan yang terdapat di ibu kota kecamatan, terdapat pula 5 pasar desa serta 670 toko/kios yang tersebar di
63
seluruh wilayah kecamatan. Keberadaan toko/kios serta pasar desa sangat membantu masyrakat untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkan serta mempermudah bagi para petani yang akan menjual hasil panennya.
63
V. PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO
Pelaksanaan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kabupaten Wonogiri merupakan tanggung jawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun). Program ini telah dilaksanakan mulai tahun 2003 hingga tahun 2007 meliputi 18 kecamatan dengan luas keseluruhan 19.491 ha. Pelaksananaan di Kecamatan Pracimantoro telah dilaksanakan sejak tahun 2003 hingga tahun 2007 meliputi 13 desa dengan luas 1.675 ha. Program GERHAN yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro termasuk luar kawasan hutan negara. Meliputi pola intensif, dan pola model. 1. Rehabiliasi Lahan Pola Intensif Pola intensif meliputi pembuatan hutan rakyat, pengkayaan hutan rakyat, rehabilitasi mangrove dan hutan pantai, penghijauan lingkungan. Tetapi yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro hanya pembuatan hutan rakyat. Pelaksanaannya telah dimulai tahun 2003 hingga tahun 2007 dengan luas keseluruhan 1.600 Ha. 2. Rehabilitasi Lahan Pola Model Pembuatan hutan rakyat sistem pot dilaksanakan pada tahun 2005 di Desa Pracimantoro, Desa Sedayu dan Desa Watangrejo yang masing-masing luasnya 25 ha. Tabel 11. Data Pembuatan Hutan Rakyat Sistem Pot Tahun 2005 No 1. 2. 3.
Desa Watangrejo Pracimantoro Sedayu Total
Kelompok Tani Ngudi Rejo Sumber Mulyo Gunung Sari
Luas (ha) 25 25 25 75
Sumber Data : Data Kelompok Tani Hutan Rakyat Tahun 2005 Program GERHAN merupakan program yang bersifat topdown dari pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan Republik
63 63
64
Indonesia. Departemen Kehutanan melalui Surat Keputusan Mentri Kehutanan menetapkan petunjuk pelaksanaan yang menjadi pedoman pelaksanaan GERHAN di seluruh Indonesia.1 Pelaksanaan GERHAN
di Kecamatan Pracimaroro
merupakan bagian pelaksanaan GERHAN Kabupaten Wonogiri. Sehingga pelaksanaan di tingkat kecamatan hanya merupakan pelaksanaan teknis atau pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat pemerintah kabupaten. Pemerintah Kabupaten melalui Bupati Wonogiri mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang pembentukan Tim Pembina Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kabupaten Wonogiri pada setiap tahun pelaksanaan. SK tersebut berisi tentang : 1. Membentuk Tim Pembina Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran pelaksanaan. 2. Menetapkan tugas Tim Pembina, yang isinya antara lain : a. Melaksanakan Sosialisasi dan Penyebarluasan informasi b. Melakukan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan fisik lapang. c. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian. d. Membuat laporan hasil penyelenggaraan GERHAN. 3. Menetapkan Tim Pembina bertanggungjawab dalam penyelenggaraan GERHAN di Kabupaten Wonogiri pada tahun tersebut. Dalam operasional sehari-hari Tim Pembina dapat dibantu oleh Sekretariat yang dibentuk oleh ketua Tim Pembina. 4. Biaya yang timbul akibat keputusan ini dibebankan pada sumber Dana PNBP DIPA BA 69 Lingkup Departemen Kehutanan di Kabupaten Wonogiri Tahun anggaran pelaksanaan. Berdasarkan SK tersebut maka dibentuklah Tim Pelaksana Kegiatan GERHAN. Tim Pelaksana Kegiatan GERHAN bertugas membantu pelaksanaan tugas harian, dengan kata lain melaksanakan kegiatan teknis GERHAN.
1
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 8 November 2008
64
65
Kegiatan GERHAN di Kabupaten Wonogiri secara keseluruhan meliputi: 1. Kegiatan Non Fisik,yang terdiri dari a. Penyusunan Rencana Kegiatan Kegiatan penyusunan rencana kegiatan merupakan langkah awal yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri untuk menyusun proposal yang akan diajukan kepada pemerintah pusat. Penyusunan rencana ini meliputi lahan-lahan yang akan digunakan, luasan lahan, kondisi lahan, jenis tanaman yang akan ditanam, dan sosial ekonomi petani. Pelaksanaannya dilakukan oleh personal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang memiliki kemampuan di bidang perencanaan. Oleh karena itu dinas membentuk tim perencana yang beranggotakan petugas dari bagian perencanaan ditambah personal PKL yang memiliki kemampuan atau sertifikat dibidang perencanaan.2 Dari proposal yang diajukan tidak seratus persen dapat direalisasikan pemerintah pusat. Pertimbangan anggaran menjadi dasar atas perencanaan yang yang diajukan. Sehingga setelah terdapat persetujuan dari pemerintah pusat maka pemerintah kabupaten dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan membuat prioritas di lahan mana saja yang akan dilaksanakan kegiatan GERHAN.3 b. Pembinaan Pengembangan Kelembagaan Pembinaan pengembangan kelembagaan adalah bagian dari kegiatan GERHAN yang bertujuan untuk menguatkan organisasi kelompok tani yang merupakan salah satu sasaran GERHAN. Terkait pengelolaan
bantuan
serta
menguatkan
kemandirian.
Keterlibatan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam kegiatan GERHAN adalah mendampingi kelompok tani, serta memberikan pelatihan-pelatihan dalam
2
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP Wawancara tanggal 8 November 2008 Menurut Kepala Seksi RH Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
3
65
66
menjalankan roda organisasi. Kegiatan pendampingan dilakukan secara berkala dengan mengadakan pertemuan-peremuan dengan kelompok tani yang terlibat. Selain dari LSM, PKL juga bertanggungjwab atas pembinaan dan pengembangan kelembagaan kelompok tani. Untuk itu PKL dalam pertemuan dengan kelompok tani selalu memeriksa perlengkapan administrasi yang dimiliki kelompok.4 c. Penyebarluasan Informasi GERHAN Pemerintah bertanggung jawab dalam penyebarluasan informasi GERHAN. Pemerintah pusat melakukan penyebarluasan informasi melalui media cetak maupun elektronik. Departemen Kehutanan memanfaatkan jaringan internet sebagai media untuk penyebaran informasi yang utama, dengan demikian sumber informasi ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi lembaga lain dalam menentukan kebijakan terkait pelaksanaan GERHAN. Sedangkan penyebaran informasi di tingkat kabupaten, Dinas Kehutanan dan Perkebunan melakukan penyebaran informasi dengan membuat brosur, buku dokumentasi GERHAN serta melakukan siaran pers ke media massa. Namun untuk brosur dan buku dokumentasi pendistribusiannya terbatas kepada stakeholder yang terkait.5 d. Bimbingan Teknis dan Monitoring Evaluasi Mengingat pentingnya pengetahuan petani mengenai GERHAN maka perlu dilakukan bimbingan teknis. Bimbingan teknis dilakukan setelah terdapat sosialisasi terlebih dahulu. Bimbingan teknis meliputi pelatihan-pelatihan mengenai teknis administrasi yang perlu dilaksanakan oleh kelompok tani. Kelengkapan administrasi petani meliputi buku tamu, buku kas, buku organisasi (anggaran dasar rumah tangga organisasi) buku catatan operasional kegiatan GERHAN, buku notulen dan buku inventarisasi kelompok.6 Selain pelatihan pengelolaan administrasi petani mendapatkan pelatihan teknis GERHAN seperti teknik pembuatan
4
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP Wawancara tanggal 8 November 2008 Menurut Kepala Seksi RH Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 Nov 2008 6 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono,SP Wawancara tanggal 6 November 2008 5
66
67
tanaman, penyiapan lahan, pemeliharaan (pendangiran, pemupukan, pemberantasan hama) serta kegiatan-kegiatan pertanian kehutanan yang mendukung pelaksanaan GERHAN.7 Bimbingan teknis dilakukan dinas Kehutanan dan Perkebunan dibantu PKL, dalam pelaksanaannya selain dari personal dari dinas sendiri, dinas juga mengundang narasumber yang berkompetan untuk memberikan materi kepada para petani. Khusus LSM pendamping hanya memberikan dampingan kepada kelompok tani terkait pengelolaan administrasi dalam kelompok tani serta pengembangan kelompok tani. Sedangkan evaluasi dan monitoring dilaksanakan selama kegiatan berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar setiap kegiatan yang berjalan dapat dioptimalkan dan mencapai sasaran. Evaluasi dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dengan melakukan kunjungan langsung ke lapang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan juga membuat laporan kepada Departemen Kehutanan sebagai laporan perkembangan GERHAN. Petani tidak dibebankan membuat laporan pembuatan tanaman GERHAN, maupun dalam pelaksanaan pemeliharaan namun hanya bertanggung jawab pada penggunaan bantuan yang telah diberikan kepada kelompok tani baik uang maupun barang dalam bentuk surat pertanggungjawaban (SPJ) kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan sekaligus SPJ ini sebagai syarat untuk pencairan bantuan selanjutnya. Dalam GERHAN terdapat Lembaga Penilai Independen (LPI) yang ditunjuk untuk melakukan penilaian terhadap hasil pelaksanaan GERHAN, baik kelembagaan hasil penanaman maupun pemeliharaan hasil kegiatan GERHAN.8 2. Kegiatan Fisik a. Pemeliharaan Tanaman Hutan Rakyat b. Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
7 8
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP Wawancara tanggal 8 November 2008 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
67
68
GERHAN di Kecamatan Pracimantoro meliputi lahan seluas 1750 Ha yang telah dilaksanakan mulai tahun 2003 hingga tahun 2007. Adapun pelaksanaan tiap tahun adalah sebagai berikut: Pembuatan hutan rakyat pada tahun 2003 meliputi 9 desa dengan luas keseluruhan 475 ha. Pada tahun 2003 tidak dilakukan evaluasi LPI (Lembaga Penilai Independen), namun Dinas Kehutanan dan
Perkebunan
tetap
melakukan
evaluasi
dan
monitoring
perkembangan tanaman. Hasil evauasi pelaksanaan pemeliharaan tanaman tahun 2003 menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeliharaan belum optimal. Menurut Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan, Drs Agus Tri Harimulyo bahwa pelaksanaan pemeliharaan yang belum optimal dikarenakan tingkat pengetahuan serta pengalaman yang masih kurang dari kelompok tani. tahun 2003 merupakan tahun pertama pelaksanaan GERHAN. Tahun 2004 dilaksanakan dengan luas lahan sebesar 400 ha yang terdiri dari 11 desa. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN Kabupaten Wonogiri (2004) menunjukkan prosentase tumbuh sebesar 74,56% dengan sebanyak 77,65% tanaman sehat. Sedangkan rata-rata tinggi tanaman adalah 101,35 cm. Terjadi peningkatan prosentase tumbuh
dan
penurunan
prosentase
kematian
seiring
dengan
meningkatnya pengetahuan serta pengalaman petani. Tahun 2005 dilaksanakan dengan melibatkan 4 desa dengan luas total 100 ha. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN Kabupaten Wonogiri (2005) menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan pada peningkatan prosentase jumlah tanaman hidup antara 85% hingga 88%. Sedangkat tingat prosentase tanaman sehat mencapai 90%. Masalah-masalah yang sering muncul saat pemeliharaan tanaman sudah dapat diatasi oleh petani. Antara lain masalah-masalah tersebut adalah kekeringan, gangguan hama. Petani menggunakan batang bambu untuk
menyimpan air, setiap tanaman mendapatkan satu
bambu
sudah
yang
dilubangi
68
pada
bagian
bawahnya
yang
69
memungkinkan air mengalir sedikit-demi sedikit sehingga air tidak akan langsung habis.9 Tahun 2006 dilaksanakan dengan melibatkan 1 desa dengan luas lahan 25 ha. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN Kabupaten Wonogiri (2006) menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya. Prosentase tanaman yang hidup mencapai 93,13% dengan tingkat kesehatan sebesar 93,51%. Tingkat pengetahuan petani mengenai teknik pemeliharaan berdampak pada tingkat pertumbuhan maupun prosentase tanaman hidup.10 Tahun 2007 dilaksanakan dengan melibatkan 8 desa dengan luas lahan sebanyak 700 ha. Hasil Evaluasi Pelaksanaan GERHAN Tahun 2007 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbed dengan tahun sebelumnya. Prosentase tanaman tumbuh berkisar antara 80% hingga 89%. Sedangkan prosentase jumlah tanaman sehat berkisar antara 89,9% hingga 96,3%. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan penanaman serta pemeliharaan yang dilakukan oleh petani berhasil. Secara
umum
pelaksanaan
GERHAN
di
Kecamatan
Pracimantoro mendapatkan predikat berhasil. Hasil evaluasi yang dilaksanakan setiap tahun menunjukkan peningkatan. Menurut PKL (Petugas Kehutanan Lapang) Kecamatan Pracimantoro Bapak Sutarso bahwa
petani
sangat
bersungguh-sungguh
dalam
melakukan
pemeliharaan tanaman, serta dukungan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang maksimal membuahkan hasil yang optimal.
9
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,Sp Wawancara tanggal 7 November 2008 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 10
69
70
No 1.
Desa Lebak
Kelompok Tani
Sari Mulyo Jati Murni 2. Wonodadi Ngudi Subur Ngudi Mulyo Ngudi Makmur 3. Glinggang Sumber Rejeki Amrih Subur Amrih Mulyo Maju Utomo 4. Gebang harjo Siti Mulyani Tuwuh Sejati 5. Pracimantoro Sumber Mulyo 6. Joho Margo Mulyo Marsudi Mulyo Murih Raharjo 7. Petirsari Tani Mulyo Sari Tani Ngudi Rejeki Ngudi Mulyo 8. Watangrejo Manggolo Sari Ngudi Subur Ngudi Rejo Ngudi Mulyo Bumi Lestari 9. Gambirmanis Ngudi Raharjo Ngudi Makmur Tani Makmur 10. Tubokarto Langgeng Jati Sedyo Mulyo 11. Sumberagung Ngudi Lestari Sari Bumi 12. Gedhong Ngudi
Tahun dan Luas Lahan Total 2003 2004 2005 2006 2007 (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) 50 50 25 25 50 50 100 50 50 25 25 50
50 50 50
50 50 50 50 25 75
50
100
50
50
50 50 25 50
25
50
50
50
50 50 50 50 50 25 25
50 50 25
75
25 25
50 50 50 50 50 25 75 50 25 125 25
50 25
25 50
50 50 50 70
50 50 50 50
71
13. Sedayu Total
Rindang Ngudi Subur Gunung Sari
50
475
400
25 100
25
50 25 700 1.700
Tabel 12. Data Pelaksanaan GERHAN Tahun 2003 Hingga Tahun 2007 Sumber: Buku Dokumentasi GERHAN 2003-2007 Dinas lingkungan Hidup Pertambangan dan Kehutanan
VI. POLA KOMUNIKASI DALAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KECAMATAN PRACIMANTORO
Komunikasi yang ada dalam pelaksanaan program GERHAN terjadi pada seluruh tahapan pelaksanaan program, yaitu sosialisasi, pembuatan tanaman dan pemeliharaan, serta bimbingan teknis. Berdasarkan pengamatan peneliti pola komunikasi yang ada meliputi bentuk-bentuk komunikasi sebagai berikut: 1. Komunikasi Massa Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rahmat, 2005). Kegiatan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro meliputi kegiatan teknis pembuatan tanaman serta pemeliharaan. Tidak terdapat perumusan kebijakan di tingkat kecamatan. Pelaksananya adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri, Petugas Kehutanan Lapang Kecamatan Pracimantoro, serta kelompok tani yang dilibatkan dalam Gerhan 2003-2007. Sesuai dengan definisi komunikasi massa, maka komunikasi massa yang ditemukan dalam pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro terjadi pada peristiwa komunikasi pengaksesan situs GERHAN, Departemen Kehutanan, situs BPDAS Solo oleh petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan
71
72
, serta siaran pers Dinas Kehutanan dan Perkebunan melalui pemerintah Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan tabel 13 terdapat tiga peristiwa komunikasi massa. Ketiga peristiwa tersebut melibatkan Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Wonogiri dan BPDAS Solo. Peristiwa komunikasi tersebut merupakan peristiwa utama dalam kegiatan GERHAN
di Kecamatan
Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Peristiwa
komunikasi
pertama melibatkan
sumber Deparemen
Kehutanan. Isi pesannya mengenai perkembangan kegiatan GERHAN yang meliputi luasan lahan penanaman, lokasi-lokasi kegiatan GERHAN, dan kebijakan pemerintah mengenai GERHAN. Saluran yang digunakan ialah 71 internet, media cetak nasional Kompas. Pesan tersebut ditujukan kepada masyarakat luas, termasuk Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri. Peristiwa komunikasi ke dua melibatkan sumber Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Solo. Isi pesan berupa perkembangan kegiatan GERHAN di wilayah DAS Solo termasuk di dalamnya Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, penyampaian informasi pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro sudah termasuk dalam laporan yang dihimpun oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Wonogiri. Dari laporan tersebut, oleh Balai Pengamatan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo dipublikasikan melalui situs resminya
www.bpdas-
bengawansolo.net. Selain untuk pengaksesan maupun pempublikasian pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro. Penggunaan media massa bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkait dengan materi-materi penunjang pelaksanaan penanaman maupun pemeliharaan. Lebih spesifik, materi mengenai teknik budidaya tanaman keras, teknik konservasi lahan, dan teknik pembenihan serta materi lain yang relevan dengan GERHAN. Tidak ditemukan petani yang khusus mengakses media massa terkait pencarian infomasi pelaksanaan GERHAN. Diakui bahwa petani hanya mengandalkan
72
73
informasi yang diberikan PKL maupun petugas dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan.11 Tidak terdapat umpan balik (feedback) pada peristiwa komunikasi massa. Pola komunikasi massa digunakan untuk mempublikasikan informasi sebagai usaha sosialisasi kegiatan GERHAN kepada masyarakat. Di
Kecamatan
Pracimantoro
telah
terdapat
jaringan
yang
memungkinkan untuk mengakses media massa elektronik maupun cetak. Dengan demikian setiap petani di Pracimantoro memiliki kesempatan untuk mengakses informasi melalui media massa. Namun petani masih jarang menjadikan media massa sebagai sumber informasi12. Masyarakat petani mengandalkan informasi yang berasal dari PKL, petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun dari sesama petani lain. Petani yang memiliki kesadaran untuk mengakses media massa masih rendah jumlahnya. Hanya petani yang banyak melakukan kunjungan ke kantor kecamatan atau ke kantor dinas kabupaten saja yang lebih sering mengakses media massa.
Departemen Kehutanan RI
Masyarakat Petani Kecamatan
BPDAS SOLO
MEDIA MASSA
11
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP (Wawancara 7 November 2008 ) “Petani Dishutbun biasanya mengandalkan informasi dari petugas mas, maupun dari petani lain...” Masyarakat Luas Wonogiri Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono,SP (Wawancara 7 November 2008) “Masyarakat sini masih kecil minatnya sama koran mas, lebih suka komunikasi langsung dengan PKL atau teman petani yang lain..kalo ada ya paling hanyaa beberapa saja” 12 Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bapak Mulyono,SP (Wawancara tanggal 7 November 2008)
73
74
Keterangan : : Aliran informasi : Akses informasi Gambar 4. Bagan Model Komunikasi Massa dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro
74
75
75
76
Informasi yang dicari beragam, petani lebih tertarik mengenai informasi dunia pertanian, baik kebijakan maupun teknologi pertanian. Petani tidak mengakses secara langsung mengenai perkembangan kebijakan maupun perkembangan pelaksanaan GERHAN di media massa13. Dari paparan tersebut diketahui penggunaan pola komunikasi massa dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk menyebarluasan informasi GERHAN, maupun untuk memperoleh informasi GERHAN dari Departemen Kehutanan melalui media cetak maupun intenet. Penggunaan media massa oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dapat menyebarkan informasi secara serentak, lebih cepat dan dapat meliputi khalayak luas. Komunikasi massa dilakukan oleh pemerintah kabupaten melalui siaran pers pada situs resmi pemerintah Kabupaten Wonogiri terkait dengan pelaksanaan GERHAN. Siaran pers tersebut berisi informasi perkembangan terakhir pelaksanaan GERHAN di Wonogiri. Sekaligus himbauan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam program GERHAN. Media massa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi juga sekaligus digunakan untuk mendapatkan informasi. Personal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan memanfaatkan jaringan internet sebagai sarana mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan GERHAN. Penyusunan materi sosialisasi, materi pelatihan pun beberapa didapatkan dari mengakses internet. Antara lain mengenai bududaya tanaman jati, sistem tanam, mengatasi bahaya kekeringan serta bahan-bahan lain yang menunjang kegiatan sosialisasi. Sebagai penunjang telah disediakan sarana untuk mengakses internet. Tiga set komputer berada di dalam kantor Dinas 13
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bapak Sutarso,SP (Wawancara 8 November 2008) “yang Saya tahu,petani kalo baca Koran kalo ketemu Koran saja, dan yang dibaca ya yang umum-umum saja itu,sekedar hiburan, kalo ada ya tentang dunia pertanian,perkembangan teknologi,kebijakan pupuk,biasanya itu” Menurut Bapak Sutino Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur Gambir Manis wawancara tanggal 5 November 2008 “saya tidak pernah beli Koran mas, paling kalo ada teman yang punya saja, saya lebih tertarik tentang pertanian” Menurut Bapak Katiran Ketua Kelompok Tani Gunungsari Sedayu “kalo lagi pingin baca saja mas,tidak setiap hari, yang dibaca ya hanya itu-itu saja,lebih seneng brita dunia pertanian mas.”
76
77
Kehutanan dan Perkebunan, ruang kehutanan. Ketiganya telah tersambung dengan jaringan internet, dengan fasilitas tersebut petugas dapat bergantian untuk menggunakan fasilitas tersebut. Komunikasi massa pada dasarnya memiliki fungsi sebagai penyampai informasi masyarakat luas. Komunikasi massa mengandalkan media massa yang memiliki cakupan masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat (Bungin, 2006). Media massa yang digunakan adalah website permerintah Kabupaten Wonogiri, media cetak Solo Pos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat. Media ini dapat menjangkau masyarakat di seluruh eks-karisidenan Surakarta dan Provinsi Jogjakarta. Termasuk wilayah Kecamatan Pracimantoro di mana Kecamatan Pracimantoro merupakan salah satu wilayah yang mendapatkan bantuan GERHAN. Penggunaan media massa oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri sudah tepat dan efektif, mengingat sasaran dari komunikasi tersebut adalah masyarakat luas. Pemerintah bermaksud menyampaikan pesan bahwa telah dilaksanakan kegiatan GERHAN di Kabupaten Wonogiri, serta mengajak masyarakat luas untuk dapat menyadari arti pentingnya usaha menjaga kehijauan lingkungan. Hasil pola komunikasi massa yang dilakukan Departemen
Kehutanan
maupun
Dinas
Kehutanan
dan
Perkebunan
menunjukkan bahwa masyarakat khususnya petani di kecamatan Pracimantoro telah memiliki kesadaran untuk memanfaatkan lahan yang dimilikinya dengan menanam tanaman kayu-kayuan sebagai bentuk kesadaran masyarakat dalam menghijaukan lahan, dan meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan GERHAN.
2. Komunikasi Organisasi Program GERHAN merupakan dalam
melaksanakannya
diperlukan
77
program yang terstruktur sehingga sebuah
pengorganisasian.
Untuk
78
mengorganisasi mutlak memelukan komunikasi diantara anggota organisasi untuk dapat menjalankan tugas maupun fungsi masing-masing. Dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai. Chester Barnard dalam Hardjana (2000) menyimpulkan bahwa dalam setiap teori organisasi yang tuntas dan menyeluruh. Komunikasi menempati tempat sentral, karena struktur, keluasan jangkauan, dan ruang lingkupnya hampir seluruhnya ditentukan oleh teknik-teknik komunikasi. Bahkan spesialisasi dalam organisasi muncul dan dipelihara karena tuntutan komunikasi. Demikian juga organisasi pelaksana program GERHAN, komunikasi menjadi sentral dan roda organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seluruh organisasi kelompok tani tidak terlepas dari komunikasi antara anggota-anggota di dalamnya. Komunikasi ini merupakan komunikasi organisasi. Komunikasi yang mutlak diperlukan untuk menjalankan roda organisasi. Komunikasi organisasi bersifat formal dan informal (Deddy Mulyana, 2007). Komunikasi organisasi yang bersifat formal meliputi komunikasi yang mengikuti struktur organisasi. Sedangkan komunikasi yang bersifat informal meliputi komunikasi di luar struktur organisasi, bersifat lebih bebas dan tidak terpancang pada hierarki organisasi. Salah satu sasaran GERHAN adalah menciptakan kelembagaan petani yang mandiri dan mampu berswadaya dalam mengelola hasil kegiatan GERHAN maupun dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan dengan sasaran kelompok tani. kegiatan pengembangan kelembagaan meliputi pelatihan maupun pendampingan kelompok tani. Dalam penelitian ini akan dibahas komunikasi yang terdapat di Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Kelompok Tani. a. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan GERHAN terdapat di setiap tingkat. Di tingkat kabupaten terdapat Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang merupakan penanggung jawab tingkat kabupaten.
78
79
Sedangkat di tingkat kecamatan terdapat organisasi penyuluh kehutanan yang membantu melaksanakan kegiatan GERHAN. Petugas Kehutanan Lapang (PKL) bertugas mendampingi petani selama kegiatan berlangsung sesuai dengan intruksi yang diberikan. Di Kecamatan Pracimantoro terdapat 2 PKL. Setiap PKL memiliki wilayah berbeda untuk mencakup seluruh kawasan Kecamatan Pracimantoro. Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan dipimpin oleh seorang kepala dinas. Kepala dinas bertanggung jawab atas kinerja dinas langsung kepada Bupati Wonogiri. Dibawah strukturnya terdapat sekretariat yang bertugas sebagai penanggung jawab mengenai tugas kesekretariatan. Sekretariat dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu sub bagian perencanaan dan pelaporan, sub bagian keuangan, dan sub bagian umum dan kepegawaian. Selain sekretariat juga terdapat dua bidang dibawah kepala dinas. Bidang Kehutanan bertanggung jawab mengenai kehutanan, terdiri dari tiga seksi, yaitu seksi rehabilitasi hutan dan lahan, seksi pemanfaatan dan peredaran hasil, dan seksi penyuluhan dan pemberdayaan
masyarakat.
Bidang
yang
terakhir
adalah
bidang
perkebunan. Seperti halnya bidang yang lain, bidang perkebunan dibagi menjadi tiga seksi. Seksi produksi, seksi pengembangan dan teknologi budaya, serta seksi pengendalian organisme pengganggu tanaman. Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) yang merupakan wadah bagi Penyuluh Kehutanan Lapang (PKL) juga masuk dalam struktur Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Tidak seperti bidang maupun kesekretariatan yang memiliki kepala bidang maupun kepala sekretariatan. KJF dipimpin oleh koordinator. PKL setiap kecamatan langsung bertanggung jawab kepada kepala dinas. Hubungan dengan bagian lain dari struktur adalah koordinasi. Penyuluh Kehutanan Lapang berkedudukan di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Wonogiri. Jumlah PKL di setiap kecamatan antara 2-5 orang. Sedangkan di wilayah Kecamatan Pracimantoro terdapat 2
79
80
PKL. Tidak terdapat struktur organisasi PKL, namun hanya dipimpin oleh seorang koordinator PKL kecamatan.
80
81
KEPALA
SEKRETARIAT
Subbag. Perencanaan dan Pelaporan
Subbag. Keuangan
Subbag. Umum dan Kepegawaian
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
BIDANG KEHUTANAN
Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Seksi Pemanfaatan dan Peredaran Hasil
Seksi Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan
BIDANG PERKEBUNAN
Seksi Produksi
Seksi Pengembangan dan Teknologi Budidaya
Seksi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Gambar 5. Bagan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri
81
82
Dalam pelaksanaan GERHAN terdapat organisasi yang dibentuk secara khusus untuk menangani pelaksanaan GERHAN. Anggota dari organisasi ini juga merupakan anggota Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Pembentukan organisasi ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) tentang pembentukan Tim Pembina Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kabupaten Wonogiri yang dikeluarkan Bupati Wonogiri pada setiap tahun anggaran pelaksanaan. Struktur terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Penguji Tagihan, Bendahara, Staf Kasekretariatan, Pinlak Fisik dan Pinlak Bintek / Monev. Kuasa Pengguna Anggaran merangkap sekaligus sebagai Pejabat pembuat Komitmen yang langsung membawahi bagian lainnya. Setiap bagian struktur memiliki tugas dan wewenang yang masingmasing. Tugas dan wewenang tersebut diatur dalam Petunjuk Operasional (PO) dan Rencana Operasional (RO). Adapun tugas dan wewenang dari masing-masing struktur adalah sebagai berikut. 1) Kuasa Pengguana Anggaran (KPA) a) Tugas : 1) Bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran 2) Menunjuk pejabat pembuat komitmen 3) Menunjuk pejabat penguji SPP/ Penerbit SPM 4) Menunjuk panitia pengada barang / jasa 5) Menunjuk panitia pemeriksa dan penerima barang 6) Menunjuk staf kesekretariatan 7) Mengkoordinasikan pembuatan rencana dan pelaksanaan kegiatan 8) Mengadakan pemeriksaan Kas Bendaharawan sedikitnya 3 bulan sekali. 2) Wewenang : 1) Menerbitkan
dan menetapkan Petunjuk Operasional dan
Rencana Kegiatan. 2) Menerbitkan dan menetapkan petunjuk teknis kegiatan
82
83
3) Menanda-tangani Surat Perntah Kerja 4) Menanda-tangani Surat Perintah Tugas dan SPPD 5) Mengajukan Surat Perintah Pembayaran (SPP) 3) Pejabat Pembuat Komitmen a) Tugas : 1) Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran uang 2) Bertanggungjawab atas penyelesaian kegiatan tepat pada waktunya 3) Bertanggungjawab terhadap hasil fisik dan pelaksanaan keuangan 4) Melakukan
pengujian
terhadap
hasil
tagihan
sebelum
memberikan persetujuan pembayaran 5) Melakukan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan 6) Membuat laporan bulanan, triwulan, dan tahunan / akuntabilitas hasil kegiatan dan penyampaian laporan tersebut tepat waktu 7) Mengadakan pemeriksaan kas pada bendaharawan sedikitnya 3 bulan sekali b) Wewenang : 1) Mengambil kebijakan untuk pelaksanaan pembinaan dan pengendalian kegiatan sesuai aturan, petunjuk pelaksanan, petunjuk teknis, dan peraturan keproyekan lain. 2) Melakukan pengecekan hasil dan pelaksanaan kegiatan apakah telah sesuai dengan standar mutu teknis kegiatan. 3) Mengatur sistem koordinasi, konsolidasi dan sinkronisasi semua pelaksanaan kegiatan. 4) Menentukan jadwal kegiatan 5) Memberikan bahan masukan, bahan pertimbangan dan laporan kepada KPA dan Kepala Unit Kerja.
83
84
4) Bendahara a) Tugas : 1) Menyelenggarakan
pengelolaan
keuangan
yang
menjadi
tanggungjawab dengan sebaik-baiknya, yakni menerima, menyimpan, dan membeayarkan kepada yang berhak atas persetujuan PPK. 2) Bertanggung jawab atas keadaan kas yang menjadi tanggung jawabnya 3) Melaksanakan
pengujian
secara
teliti
atas
keaslian
kelengkapan-kelengkapan yang diperlukan untuk pembayaran. 4) Menyelenggarakan pembukuan dan penata usahaan secara tertib, teratur dan terus menerus sesuai dengan peraturan yang berlaku. b) Wewenang 1) Melakukan pembayaran kepada pihak-pihak yang berhak setelah mendapatkan persetujuan dari PPK 2) Mencairkan dana dari bank untuk operasional kegiatan setelah mendapat persetuajuan dari PPK 3) Menyimpan uang di tempat yang telah ditentukan
5) Pejabat Penguji Pengeluaran / Penerbit Surat Perintah Melunasi (SPM) a) Tugas : 1) Menguji SPP yang diajukan KPA 2) Menandatangani SPM b) Wewenang : Menolak SPP yang diajukan apabila kurang memenuhi persyaratan dan kelengkapannya. 6) Pemimpin Pelaksana (Pinlak) Fisik a) Tugas : 1) Menyusun Rencana dan Anggaran (RAB) kegiatan fisik 2) Menyiapkan
(bersama
Kerjasama (SPKS)
84
bendaharawan)
Surat
Perjanjian
85
3) Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang fisik 4) Mengadakan pengawasan pelaksanaan kegiatan 5) Membantu PPK untuk pelaksanaan kegiatan bidang fisik 6) Membuat laporan kemajuan hasil pelaksanaan kegiatan kepada PPK b) Wewenang : 1) Memberikan masukan kepada PPK 2) Memberikan persetujuan untuk pembayaran kepada pelaksana kegiatan bidang fisik 3) Memberhentikan (sementara) kegiatan apabila tidak sesuai dengan standart dan mutu teknis yang telah ditetapkan. 7) Pemimpin Pelaksana (Pinlak) Bimbingan Teknis (Bintek) dan Monitoring Evaluasi (Monev) a) Tugas : 1) Menyusun rencana dan anggaran (RAB) kegiatan Bintek dan Monev 2) Menyusun Petunjuk Teknis Kegiatan 3) Menentukan sasaran kegiatan, waktu pelaksanaan dan petugas pelaksana untuk mendapatan persetujuan PPK 4) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan bidang monev dan bintek 5) Menyiapkan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan 6) Mengadakan pengawasan pelaksanaan kegiatan 7) Membantu PPK untuk melaksanakan kegiatan bidang bintek dan monev 8) Membuat laporan kemajuan hasil pelaksanaan kegiatan kepada PPK. b) Wewenang : 1) Memberikan saran dan masukan kepada PPK. 2) Memberikan persetuajuan untuk pembayaran kepada pelaksana kegiatan bintek dan monev.
85
86
8) Staf Kesekretariatan a) Tugas : 1) Menyusun Surat Keputusan (SK) berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan. 2) Menyiapkan surat menyurat untuk mendukung pelaksanaan kegiatan. 3) Menyiapkan rapat-rapat pertemuan. 4) Mengelola arsip-arsip kegiatan 5) Membantu pinlak fisik dan bendaharawan dalam penyiapan SPKS 6) Membantu
bendaharawan
untuk
menyelesaikan
Surat
Pertanggung Jawaban (SPJ).
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pejabat Penguji Tagihan
Bendahara
Staf Kesekretariatan
Pinlak Bintek / Monev
Pinlak Fisik Keterangan : : garis komando : garis koordinasi
Gambar 6. Bagan Struktur Organisasi Pelaksana Kegiatan GERHAN
86
87
Struktur tersebut ditempati oleh personal yang ditunjuk oleh kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan berdasarkan Surat Ketetapan (SK) Bupati tentang pembentukan Tim Pelaksana/Kesekretariatan. Personal yang ditunjuk merupakan personal
yang dianggap mampu dan
berkompeten dibidangnya. Dengan kata lain personal yang ditunjuk masuk dalam struktur organisasi pelaksana kegiatan GERHAN berasal dari bidang yang bersesuaian dengan struktur organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Komunikasi organisasi yang terdapat pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan
maupun
organisasi maupun
PKL tingkat
kecamatan
merupakan bentuk koordinasi antar bagian struktur. Koordinasi tersebut merupakan usaha penyelarasan gerak pelaksanaan kegiatan GEHAN. Komunikasi yang dilakukan oleh kepala dinas merupakan bentuk pemantauan kinerja maupun pemantauan perkembangan program yang telah berjalan, yang sedang berjalan maupun yang telah berjalan. Pimpinan memberikan instruksi kepada struktur di bawahnya melalui rapat, surat resmi, maupun koordinasi langsung dengan yang bersangkutan. Berikut adalah
pernyataan dari Kepala Bidang Kehutanan Drs
Agus Tri Harimulyanto: ”Rapat dilakukan secara rutin, minimal 1 bulan sekali kami melakukan
rapat, fungsinya untuk memantau perkembangan
kegiatan, koordinasi, maupun menyusun perencanaan kegiatan selanjutnya. dalam rapat kami juga melaporkan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai pertanggungjawaban kepada Kepala Dinas. Selain itu setiap bidang juga melakukan koordinasi internal masing-masing, hasil rapat bidang tersebut yang akan dibawa ke rapat besar.” (Wawancara: 9 November 2008) Sedangkan surat resmi juga merupakan salah satu saluran dalam berkomunikasi. Namun fungsinya tidak seperti rapat yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Surat biasanya digunakan sebagai tindak
87
88
lanjut dari rapat maupun koordinasi yang dilakukan. Surat dapat berfungsi sebagai pemberitahuan maupun penugasan. Pada bagian lain, Kelompok jabatan fungsional melakukan komunikasi vertikal dengan kepala dinas. Terlihat dalam gambar 6. (Bagan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri) bahwa kelompok jabatan fungsional langsung dibawah kepala dinas, yang dihubungkan dengan garis. Garis tersebut mengartikan bahwa kelompok jabatan fungsional bertanggung jawab langsung kepada kepala dinas. Bentuk komunikasi yang digunakan dengan menggunakan laporan tertulis maupun laporan dalam rapat pertemuan. Isi pesan yang disampaikan merupakan laporan kinerja, laporan perkembangan program, dan laporan mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Koordinasi dilakukan Kepala Bidang Kehutanan maupun seksiseksi di bawah bidang kehutanan. Koordinasi mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di wilayah kerja PKL, baik pembuatan rencana kegiatan, tindak lanjut kegiatan. Koordinasi dilakukan dengan menggelar rapat bersama. Dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali. Di Kecamatan Pracimantoro tidak terdapat struktur organisasi PKL. Jumlah PKL yang terdapat di Kecamatan Pracimantoro hanya 2 personil saja, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya maka salah satu PKL berfungsi sebagai koordinator PKL Kecamatan Pracimantoro. Komunikasi yang yang dilakukan merupakan bentuk koordinasi langsung. Komunikasi langsung ini dipandang sangat efektif dalam melaksanakan tugas secara bersama-sama.14
14
Menurut Bapak Sutarso, SP PKL Kecamatan Pracimantoro wawancara 7 November 2009 “di Kecamatan Pracimantoro kami hanya berdua mas, jadi tidak terdapat struktur, hanya saja salah satunya menjadi koordinator” Menurut Bapak Mulyono, SP PKL Kecamatan Pracimantoro wawancara 7 November 2009 “Pak Tarso sebagai koordinator, karena kami hanya berdua maka koordinasi sifatnya langsung”
88
89
89
90
90
91
Komunikasi organisasi yang bersifat formal perlu ditunjang komunikasi yang bersifat informal. Komunikasi informal tidak terbatasi struktur dinas. Komunikasi informal terjalin antar anggota organisasi. Komunikasi yang terjalin antar anggota organisasi berisi tentang berbagai isu yang sedang berkembang. Diantaranya isu pergantian pimpinan, isu pelaksanaan GERHAN yang tidak dapat terlaksana, penilaian hasil kegiatan, maupun isu kenaikan jabatan. Isu-isu tersebut berkembang diantara anggota organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Isu menjadi bahan pembicaraan dan bahan pendiskusian. Selain isu, terdapat juga komunikasi yang mendukung komunikasi yang bersifat formal. Karena dalam komunikasi organiasi yang bersifat formal tidak bisa menjadi satu-satunya saluran komunikasi, perlu adanya dukungan dari proses informal. Seperti
yang
diakui
Drs
Agus
Tri
Harimulyanto
dalam
pernyataannya: ”Selain rapat tentu saja kami berkoordinasi, baik sebelum rapat maupun setelah rapat. Semacam konsultasi dulu, jadi rapatnya nanti menjadi lebih efektif, keputusan yang akan dibuat akan menjadi lebih tepat. Sering juga kok, dalam rapat malah saya direkomendasikan untuk berkoordinasi dengan yang lain, untuk berdiskusi menemukan solusi.” (Wawancara: 9 November 2008) Pernyataan serupa diungkapkan Petugas Kehutanan Pracimantoro (PKL) Bapak Sutarso, SP : ”Setelah rapat biasanya kumpul-kumpul dulu sama yang lain, kadang masih membahas hasil rapat, maupun koordinasi lagi,kadang kami dapat solusi baru malah setelah rapat ” (Wawancara : 7 november 2008)
91
92
92
93
Komunikasi
organisasi
informal
menjadi
pendukung
bagi
pelaksanaan komunikasi organisasi formal. Komunikasi organisasi informal mempengaruhi keterbukaan anggota organisasi. Karena dalam komunikasi organisasi informal lebih cenderung berkaitan dengan kedekatan personal antar individu. Sehingga individu lebih terbuka dan tidak merasa terbatasi maupun tertekan. Umpan balik dalam pola komunikasi organisasi yang bersifat formal di Dinas Kehutanan dan Perkebunan diberikan saat peristiwa komunikasi berlangsung. Umpan balik berisi pesan mengenai klarifikasi tugas, pelaporan tugas solusi dari permasalahan. Dalam pola komunikasi organisasi yang bersifat informal umpan balik berupa klarifikasi mengenai isu pemisahan Bidang Kehutanan dan Perkebunan dari Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP). Efektifitas pola komunikasi organisasi dapat diketahui dari hasil kinerja para anggota organisasi. Hasil kinerja diketahui dari berbagai laporan yang disusun sebagai pertanggungjawaban. Ditemukan dalam dokumen Laporan Kegiatan Pembinaan Kelembagaan Dinas Lingkungan HidupKehutanan dan Pertambangan (LHKP) Kab Wonogiri, bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai target dan petunjuk pelaksanaan GERHAN. Dalam laporan disebutkan bahwa telah dilaksanakan kegiatan GERHAN meliputi kegiatan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, bimbingan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan fiik lapangan, pengawasan dan pengendalian. Tercatat dalam dokumen laporan kegiatan bimbingan kelembagaan petugas dinas melakukan koordinasi dengan pemerintah kecamatan dan pemerintah desa, maupun dengan kelompok tani. masyarakat merespon baik kegiatan GERHAN, serta sangat antusias dengan kegiatan GERHAN. Temuan dari laporan kegiatan GERHAN menunjukkan komunikasi organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri berlangsung efektif. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk operasional kegiatan GERHAN.
93
94
b. Kelompok Tani Kelompok tani beranggotakan petani-petani yang memiliki lahan yang saling berdekatan biasanya membentuk sebuah blok. Jumlah anggota kelompok tani antara 30 hingga 40 petani. Kelompok tani memiliki kepengurusan yang sederhana. Dipimpin oleh seorang ketua kelompok tani dan dibantu seorang wakil ketua. Dalam menjalankan tugasnya ketua dibantu seoarang sekretaris, bendahara serta bidang-bidang. Tidak berbeda dengan organisasi yang lainnya, di dalam kelompok tani terdapat juga pola komunikasi organisasi. Ketua kelompok tani menjadi pemimpin dan menjadi pusat informasi. Ketua kelompok tani memberikan mandat kepada struktur dibawahnya dalam menjalankan roda organisasi. Dalam melaksanakan program GERHAN ketua kelompok tani berfungsi sebagai orang yang dipercayakan PKL maupun dinas untuk dapat memimpin dan menggerakkan seluruh anggota kelompok tani untuk terlibat.15 Perintah atau mandat yang diberikan ketua kelompok tani berupa perintah teknis harian organisasi. Perintah, mandat maupun instruksi yang diberikan kepada sekretaris berupa instruksi tentang penyelenggaraan administrasi organisasi, notulensi, maupun, pengkoordiniran mengenai data anggota dan inventarisasi organisasi kelompok tani. Ketua kelompok tani juga meminta sekretaris untuk menjadi wakilnya pada pertemuanpertemuan tertentu bila ketua berhalangan untuk hadir. Komunikasi dengan bendahara meliputi pengkontrolan perkembangan keuangan yang dimiliki kelompok tani, terkait pengeluaran, pemasukan, maupun rencana anggaran pada bulan selanjutnya terkait dengan kegiatan GERHAN. Tidak 15
Menurut Bapak Satino Ketua Kelompok Tani Ngudimakmur Wawancara 7 November 2009 “Kalau ada sesuatu, biasanya anggota larinya ke saya mas (ketua kelompok tani)” Menurut Bapak Sakino Ketua Kelompok Tani Ngudirejo Wawancara 6 November 2009 “Ketua biasanya yang mengayomi anggotanya, ketua berusaha bisa menjawab dan membantu anggota yang punya pertanyaan atau masalah, kalau tidak bisa biasanya saya bertanya ke Pak Tarso (PKL)” Menurut Bapak Sutarso, SP PKL Kecamatan Pracimantoro Wawancara 7November 2009 “Ketua Kelompok tani yang mengorganisisir anggotanya, biasanya anggota mudah percaya kalau ketuanya mendukung saya.”
94
95
jauh
berbeda,
seksi-seksi
juga
memberikan
laporan
maupun
mengkoordinasi bidangnya sesuai dengan instruksi ketua kelompok tani. setiap seksi dikoordinir seorang ketua seksi. Secara langsung ketua seksi mendapatkan instruksi dari ketua kelompok tani. 16 RAPAT ANGGOTA PENASEHAT KETUA KELOMPOK TANI BENDAHARA
SEKRETARIS
SEKSI PENGADAAN SAPRODI
SEKSI PENGADAAN PUPUK
SEKSI PENGAIRAN
SEKSI PENGENDALIAN OPT
SEKSI PENGADAAN PUPUK
Gambar 7. Bagan Struktur Organisasi Kelompok Tani
Komunikasi organisasi formal terdapat dalam rapat yang setiap 35 hari dilaksanakan 1 kali. Rapat dihadiri seluruh anggota kelompok, terkadang bila dibutuhkan PKL di undang untuk datang. Dalam rapat dibahas berbagaimasalah yang di hadapi anggota maupunkelompok tani. Kegiatan rutin ini juga membahas laporan dari setiap seksi, koordinasi sekaligus, persiapan kegiatan selanjutnya.
16
Menurut Bapak Satino Ketua Kelompok Tani Ngudimakmur Wawancara 7 November 2009 Menurut Bapak Katiran, Ketua Kelompok tani Gunungsari Wawancara 6 November 2009
95
96
96
97
Tidak seperti organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan, organisasi kelompok tani lebih sederhana, sehingga komunikasi dalam kelompok tani pun lebih sederhana. Kedekatan interpersonal di dalam kelompok tani sangat kental sekali. Sehingga komunikasi organisasi yang bersifat formal pun menjadi komunikasi yang kekeluargaan. Sikap ewuh pekewuh masih kental sekali dalam kelompok tani di Pracimantoro. Namun dalam menjalankan tugas kerap sekali dilakukan secara gotongroyong/bersama-sama. Tabel 18. Unsur Komunikasi Organisasi bersifat Formal Horisontal Kelompok Tani dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro Sumber
Pesan
Saluran
Penerim
Tujuan
Efektivitas
a Seksi-
Koordinas Rapat
seksi
i kegiatan
Seksi lain
koordinas
Efektif
i
(Kegiatan
kelompok
yang
tani
dilaksanakan terkoordinasi )
Sekretaris Koordinas Rapat
Bendahar
koordinas
Efektif
Kelompo
a
i
(Kegiatan
i kegiatan
k Tani
Kelompo
yang
k Tani
dilaksanakan terkoordinasi )
Sumber : Analisis Data Primer
Demikian juga dengan pola komunikasi organisasi formal horisontal.
Profesionalitas
dalam
organisasi
kelompok
tani
di
Pracimantoro adalah kekeluargaan. Saling menghargai antara satu dengan yang lain, sehingga dalam menjalankan tugasnya, pengurus kelompok tani
97
98
harus bisa ngemong sesama pengurus maupun ngemong anggota kelompok tani. Sifat ini yang mendorong bagi pengurus untuk senantiasa berkoordinasi dengan sesamanya. Faktor tersebut juga menyebabkan pesan lebih banyak disampaikan melalui komunikasi orgasniasi informal. Isi pesan yang yang biasanya disampaikan berupa desas-desus atau isu mengenai pelaksanaan kegiatan GERHAN di lapang, maupun kebijakan yang akan diambil. Isu-isu tersebut antara lain mengenai pergantian, isu kebijakan pelaksanaan GERHAN tahun 2008 yang terlambat turun, penilaian pembuatan tanaman dan pemeliharaan yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, luas lahan yang akan digunakan dalam kegiatan GEHAN, daerah dan kelompok tani yang terlibat dalam GERHAN tahun selanjutnya, waktu dan mekanisme pencairan bantuan bibit, pupuk, dan dana pemeliharaan. Tabel 19. Unsur Komunikasi Organisasi Informal Kelompok Tani dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro Sumber
Pesan
Saluran
Peneri
Tujuan
ma Petani
Dana kegiatan
Komunik
yang akan diturunkan,
Petani
Efektivi tas
Bertukar
Efektif
asi
informasi
(Pengeta
personal
untuk
huan
jumlah luas
menambah
petani
lahan yang akan
pengetahua
tentang
digunakan,
n mengenai program
kelompok tani
perkemban
meningk
yang akan
gan
at)
terlibat, waktu
program
pencairan bantuan pupuk, Sumber : Analisis Data Primer Komunikasi organisasi informal pada kelompok tani berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan GERHAN. Karena petani masih merasa
98
99
kaku dengan kondisi formal dalam organisasi. Hubungan personal dan kekeluargaan
lebih
diutamakan.
Sehingga
dalam
pelaksanaannya,
penyuluh memiliki peran penting dalam menjalankan roda organisasi. Sebagai contoh adalah pernyataan beberapa informan sebagai berikut: ”Kelompok tani biasanya juga minta tolong untuk dibantu membuat
LPJ
penggunaan
bantuan
GERHAN...”(Sutarso,
SP.Wawancara: 8 November 2008) ”Dalam masalah administrasi saya sering minta tolong ke pak Tarso” (Katiran, wawancara 7 November 2008) Terlihat bahwa pengurus kelompok tani masih mengandalkan hubungan
personal
dengan
PKL
untuk
menyelesaikan
masalah
adminitrasi. Komunikasi organisasi informal sangat membantu dalam melaksanakan kegiatan GERHAN. Namun demikian, PKL dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan berharap kelompok tani dapat menjadi lebih mandiri lagi. Umpan balik dalam pola komunikasi organisasi kelompok berlangsung saat terjadinya peristiwa komunikasi. Umpan balik berupa penyelesaian masalah atau solusi dari masalah yang ditemukan, selain itu umpan balik berupa klarifikasi-klarifikasi mengenai permasalahan yang dihadapi para anggota kelompok tani. Pola komunikasi organisasi dalam kelompok tani berlangsung kurang efektif. Karena ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan kerja organisasi kelompok tani yang dikerjakan PKL, sebagai contohnya adalah pembuatan surat pertanggung jawaban (SPJ) kelompok tani. anggota organisasi belum dalap melaksanakan tugasnya secara optimal. Dari
uraian
mengenai
komunikasi
organisasi
pada Dinas
Kehutanan dan Perkebunan maupun Kelompok Tani menunjukkan bahwa komunikasi organisasi yang bersifat informal sangat berguna dalam mendukung
komunikasi
komunikasi
organisasi
organisasi informal
99
yang lebih
bersifat
formal.
memungkinkan
Dalam
terjadinya
100
komunikasi
kelompok maupun
komunikasi
interpersonal. Dengan
demikian komunikasi yang terjalin menjadi lebih efektif dan pelaksanaan roda organisasi menjadi lancar. Selain itu juga peran pimpinan juga memiliki pengaruh. Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara efektif mempengaruhi gerak kelompok ke arah tujuan kelompok (Cragan dan Wrigh dalam Rakhmat, 2005). Gaya kepemimpinan yang diterapkan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun Kelompok Tani adalah gaya kepemimpinan yang mengutamakan hubungan personal, memberikan kebebasan berfikir bagi anggota anggotanya dengan kata lain gaya kepemimpinan demokratis. Menurut Rakhmat (2005)
kepemimpinan
demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, semua pihak dapat menerima hasil keputusan tersebut. Sehingga pelaksanaan kegiatan GERHAN dilaksanakan secara bersama tanpa ada rasa keberatan dari anggotanya. Selain gaya kepemimpinan jaringan komunikasi organisasi berpengaruh. Komunikasi organisasi informal berkembang dari pimpinan pejabat Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun pimpinan kelompok tani yang berbincang dengan anggota yang lain diluar kegiatan formal. Kemudian dari personal tersebut disampaikan juga ke personal yang lain hingga membentuk rantai komunikasi yang panjang dan jaringan komunikasi dalam organisasi. Hal ini dapat terjadi karena pejabat yang lebih tinggi memiliki akses informasi yang lebih luas, sehingga pejabat tersebut menjadi sumber informasi utama di organisasi tersebut. Demikian juga dalam organisasi kelompok tani. pemimpin memiliki akses yang cukup luas terhadap informasi luar, informasi dapat berasal dari PKL maupun petugas Dinas. Yang kemudian akan diteruskan kepada anggotaanggota yang lan.
100
101
E
B
A
D
C Gambar 8. Model Struktur Jaringan Komunikasi Roda Struktur bintang memiliki pemimpin yang jelas. Posisinya di pusat, dan pemimpin merupakan satu-satunya orang yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karenannya, pesan yang disampaikan seorang anggota kepada anggota lain, maka pemimpin pun akan mendapatkan mendapatkan pesan yang sama. Organisasi kelompok tani maupun organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan GERHAN merupakan bentuk pengejawantahan dari pelaksanaan pencapaian tujuan GERHAN. Yaitu membentuk masyarakat yang sadar akan pentingnya rehabilitasi dan pemeliharaan lingkungan sekitar. Kesadaran tersebut tercermin dari terbentuknya organisasi kelompok tani yang mewadahi petani untuk mencapai tujuan bersama yang tidak lain adalah tujuan GERHAN. Bentuk komunikasi
organisasi
ditemukan
pada organisasi-
organisasi yang terlibat dalam GERHAN. Di tingat kabupaten organisasi tersebut adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Dalam melaksanakan program GERHAN dibentuk tim khusus yang terdiri dari personal yang bertugas di Dinas
Kehutanan dan Perkebunan. Pembentukannya
berdasarkan SK Bupati selaku Ketua Pembina GERHAN. Komunikasi yang dilakukan personal organisasi dilakukan di lingkungan kantor. Fasilitas yang mendukung komunikasi antara lain alat komunikasi pribadi
101
102
(handphone), ruang rapat, dan surat-surat. Komunikasi organisasi berlangsung secara formal dan informal. Tujuan dari komunikasi yang dilakukan untuk mengkoordinasikan seluruh anggota organisasi, yang meliputi penyatuan pemahaman mengenai program GERHAN, pembagian tugas, mengatur pelaksanaan program, menyusun rencana anggaran, serta evaluasi kegiatan. Efektifitas komunikasi organisasi ditentukan dengan sejauh mana komunikasi yang dilakukan dalam organisasi tersebut. Efektifitas komunikasi
organisasi
dipengaruhi
gaya
kepemimpinan.
Gaya
kepemimpinan yang diterapkan adalah gaya kepemimpinan demokratis. Dimana dalam menjalankan roda organisasi diutamakan rasa kekeluargaan dan kebersamaan. Dengan demikian komunikasi organisasi efektif dilaksanakan dalam pelaksanaan program GERHAN, yaitu program yang memiliki struktur yang jelas. Strukturisasi merupakan salah satu ciri yang dimiliki sebuah organisasi.
3. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang terjadi di dalam suatu kelompok, dimana setiap anggota kelompok saling mengenal antara satu dengan yang lain dan memandang mereka merupakan bagian dari kelompok tersebut. Kelompok bisa terdiri lebih dari 2 orang, dengan alur komunikasi tertentu. Komunikasi kelompok terjadi pada setiap organisasi yang terlibat dalam GERHAN. Untuk melihat bentuk komunikasi kelompok yang terjadi dalam pelaksanaan GERHAN. Maka terlebih dahulu dilihat kelompok-kelompok apa saja yang terbentuk selama proses pelaksanaan GERHAN berlangsung. Kelompok yang terbentuk tidak hanya kelompok yang bersifat formal saja tetapi kelompok-kelompok yang bersifat informal. Kelompok formal lazimnya disebut organisasi sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang ada diluar organisasi tersebut. a. Kelompok Besar
102
103
Data laporan tahunan GERHAN tahun 2006 menunjukkan bahwa terdapat pertemuan-pertemuan yang melibatkan lebih dari 60 orang. Kegiatan tersebut telah mulai berlangsung pada tahun 2003. Kemudian dilaksanakan pada tiap tahun pelaksanaan GERHAN. Teknis pertemuanya adalah dengan mengundang perwakilan-perwakilan kelompok tani seluruh Wonogiri untuk kemudian mendapatkan penjelasan mengenai kegiatankegiatan GERHAN. Sosialisasi yang dilaksanakan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar kepada para perwakilan petani. Petani yang hadir dalam pertemuan tersebut nantinya akan menjadi pelopor dalam kegiatankegiatan GERHAN. Untuk selanjunya kegiatan dilangsungkan di wilayah masing-masing dengan tetap ada pengawasan dari pemerintah kabupaten dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Selain sosialisasi, dalam pertemuan tersebut sekaligus melaksanakan persiapan pelaksanaan GERHAN, yaitu mendata dan membuatkan rekening setiap kelompok tani yang terlibat.17 Pelaksanaan sosialisasi ini telah direncanakan terlebih dahulu dengan membentuk kepanitiaan atau tim kerja. Tim kerja ini merupakan personal-personal yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Sedangkan
untuk pemateri tidak hanya dari personal petugas Dinas
Kehutanan dan Perkebunan tetapi juga didatangkan pemateri dari praktisi maupun dari BPDAS Solo.18 Tidak hanya kegiatan sosialisasi saja. Komunikasi kelompok juga mengagendakan penyuluhan maupun pelatihan yang diadakan secara besar. Kegitan tersebut biasanya bertajuk pelatihan petani kader GERHAN. Materi meliputi pelatihan persiapan pembuatan tanaman, pemupukan, pembibitan, dan teknik-teknik konservasi lahan. 17
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,Sp Wawancara tanggal 8 November 2008 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 18 Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008
103
104
Di tingkat kecamatan komunikasi kelompok besar ditemukan pada pertemuan yang dilaksanakan di Pendopo Kecamatan Pracimantoro. Pertemuan ini dilaksanakan setiap bulan. Tujuan dari pelaksanaan ini untuk memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan GERHAN maupun kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro. Pertemuan bulanan ini dihadiri seluruh jajaran pemerintah Kecamatan Pracimantoro, Petugas Kehutanan Lapang (PKL), perwakilan perangkat desa seluruh Kecamatan Pracimantoro, dan perwakilan kelompok tani. Pada saat tertentu pertemuan ini juga dihadiri perwakilan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk memantau sekaligus hadir sebagai pembicara dalam pertemuan tersebut. Secara informasi yang bersifat lebih umum diberikan oleh Camat atau yang mewakili. Karena pada pertemuan ini memang tidak dikhususkan pada keiatan GERHAN, tetapi meliputi semua kegiatan yang dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro. Komunikasi kelompok besar didukung dengan penggunaan alatalat bantu pengeras suara, papan tulis, LCD Proyektor, komputer, serta alat peraga yang mendukung penyampaian materi lainnya. Pelaksana juga menyiapkan materi-materi atau data-data yang berkaitan dengan materi yang akan disampaiakan sumber. Materi-materi tersebut diperbanyak dalam bentuk makalah maupun selebaran-selebaran dan kemudian dibagikan kepada seluruh peserta sosialisasi maupun pertemuan. Dengan demikian pesan yang disampaikan lebih cepat dipahami peserta. Pertemuan tersebut memungkinkan terjadinya interaksi
antara
sumber dengan peserta. Namun kondisi dalam pertemuan tidak memungkinkan semua peserta dapat memberikan feedback kepada sumber. Keterbatasan saluran serta jumlah audiens yang banyak membatasi jumlah feedback yang dapat diterima sumber. Komunikasi kelompok besar yang terdapat pada pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro dapat diringkas dengan model pada gambar 9
104
105
Interaksi antar peserta juga terjadi dalam pertemuan. Interaksi melibatkan peserta-peserta yang bertempat duduk berdekaatan. Interaksi berupak komunikasi antar personal maupun kelompok. Interaksi ini terkadang dirasakan mengganggu acara pertemuan. Akibatnya konsentrasi peserta yang bersangkutan maupun peserta lain menjadi terpecah dan materi tidak dapat diterima secara sempurna.
105
106
106
107
SUMBER: Dinas Kehutanan dan Perkebunan, PKL
Perwakilan kelompok tani
Perwakilan kelompok tani
Perwakilan kelompok tani
Gambar 9. Bagan Model Komunikasi Kelompok Besar
Dalam rangkaian acara sosialisasi yang digelar Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang bertempat di kabupaten maupun di kecamatan menggunakan banyak pembicara atau pemateri. Pematerinya pun berasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan sendiri maupun mengundang personal dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) yang memiliki kompetensi materi yang akan disampaikan. Persiapan dilakukan tim pelaksana sebelum acara pertemuan dilaksanaan. Terlebih dahulu tim menghubungi personal yang akan menjadi pembicara dengan membawa term
of
refference.
Maksudnya
agar
pembicara
nantinya
akan
membawakan materi sesuai dengan yang telah direncanakan oleh tim pelaksana sosialisasi.19 19
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “Sosialisasi yang digelar merupakan hasil persiapan dari TIM kami, jauh sebelumnya kami menghubungi calon pembicara yang akan kami gunakan, biasanya kami menggunakan surat resmi yang dilampiri TOR (term of reference) agar pembicaranya nanti mengetahui tentang apa yang harus dibawakan nanti”
107
108
Bentuk komunikasi kelompok dilakukan sesuai dengan kebutuhan dinas dalam usahanya mensosialisasikan kegiatan GERHAN maupun pelatihan bagi petani sebagai persiapan menjalankan program GERHAN. Jumlah audiens yang banyak harus dihadapi secara terorganisir dan terencana. Waktu dan tempat dipilih yang dapat mengakomodir sejumlah peserta, didukung peralatan untuk presentasi, copy materi, papan tulis, alat peraga maupun personal-personal yang memandu jalannya acara. Materi yang disampaikan meliputi tentang sosialisasi mengenai kebijakan program GERHAN secara umum, manajemen kelompok tani, pembuatan dan pemeliharaan tanaman GERHAN, teknik konservasi tanah dan air, administrasi GERHAN. Mareti-materi tersebut disampaikan oleh beberapa pemateri, secara bergantian. Sehingga peserta mudah untuk menangkap mengenai apa yang disampaikan oleh pembicara. Selanjutnya acara tersebut ditindak lanjuti dengan pelatihan-pelatihan kecil yang diadakan oleh PKL di daerah petani masing-masing. Maksudnya agar materi yang telah disampaikan dalam acara sosialisasasi maupun pelatihan besar tidak langsung hilang, agar terdapat pembelajaran yang lebih mendalam.20 Pencapaian tujuan komunikasi yang dilakukan dapat dikatakan berhasil.
Banyak
materi
yang
disampaikan
dalam
komunikasi
tersampaikan. Petani memahami materi yang disampaikan, hal ini terbukti dari pernyataan Bapak Katiran bahwasanya materi yang disampaikan mudah dimengerti. Menurut PKL kecamatan Pracimantoro Bp Mulyanto,SP wawancara tanggal November 2008 “biasanya ada semacam panitia tersendiri yang menyiapkan acara sosialisasi, demikian juga dengan PKL yang akan mengadakan pertemuan sosialisasi maupun sekolah lapang, persiapan materi wajib hukumnya,kami mencari bahan yang akan disampaikan terlebih dahulu biar petani memperoleh materi secara lebih maksimal” 20 Menurut Bp Maryoto ketua kelompok tani Sumbermulyo wawancara November 2009 “Setelah acara di kabupaten biasanya terus ada acara lagi di daerah masing-masing yang di pandu sama PKL, materinya hamper sama tetapi langsung praktek di lahan.” Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bapak Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “Ada tindak lanjutnya, setelah sosialisasi petani mendapatkan meteri dari PKL langsung di lapang, sekaligus langsung melakukan persiapan lahan maupun penanaman.”
108
109
”Penjelasannya gamblang sekali kok mas, mudah dipahami, yang menjelaskan juga sudah ahli” (Wawancara: 12 November 2009) Demikian juga dengan pernyataan dari Bapak Maryoto yang menyatakan bahwa materinya sudah bisa dipahami, walaupun hanya dengan mendengar. ”Menawi masalah nandur, ngrawat taneman jati meniko gampil mas. Saking penjelasanipun petugas sampun saget nampi. Petugas ingkang njelaske njih sampun sae banget, gamblang..” (Kalau tentang menanam, merawat tanaman jati itu mudah mas, dari penjelasan petugas sudah bisa diterima. Petugas yang menjelaskn juga bagus sekali, jelas..) (Wawancara: 12 November 2009) b. Komunikasi Kelompok Kecil Komunikasi kelompok kecil juga ditemukan dalam kegiatan pelaksanaan GERHAN. Komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang melibatkan 5 hingga 15 orang (Devito dalam wiryanto, 2006). Pembahasan mengenai komunikasi kelompok kecil akan dibagi menjadi 3 poin, berdasar temuan komunikasi kelompok kecil. 1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pelaksanaan program yang melibatkan banyak orang dengan berbagai tugas mempengaruhi terbentuknya kelompok-kelompok informal dalam suatu organisasi. Di tingkat Dinas Kehutanan dan Perkebunan, kelompok-kelompok terbentuk atas pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban. Sebagai contoh petugas yang memiliki tugas
menyiapkan
perlengkapan
sosialisasi
GERHAN,
yang
bersangkutan di luar forum resmi juga akan membentuk kelompok lain guna menyelesaikan tugas-tugasnya. Diskusi kecil di luar kegiatan formal dilakukan untuk menjaga hubungan sosial dengan petugas lain, dan terkadang isi diskusi tersebut menyangkut dengan tugas masing-
109
110
masing dengan tujuan untuk sekedar berbagi pengalaman maupun mencari penyelesaian masalah yang dihadapi.21 Tabel 21. Unsur Komunikasi Kelompok Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sumber
Pesan
Saluran Sasaran
Tujuan
Efektifitas
Personil
Permasalahan Diskusi
Personil
Sharing
Efektif
petugas
organisasi
petugas
pengalaman,
(Petugas
Dinas
(misalnya:
Dinas
menyelesaikan bertambah
Kehutanan
penyelesaian
Kehutanan
masalah,
pengetahuan,
dan
tugas,
dan
menjaga
mendapat
Perkebunan pembuatan
Perkebunan hubungan
laporan)
sosial
jalan keluar, hubungan sosial terjaga)
Sumber : Analisis Data Primer Pelaksanaan program yang melibatkan banyak orang dengan berbagai tugas mempengaruhi terbentuknya kelompok-kelompok informal dalam suatu organisasi. Di tingkat Dinas Kehutanan dan Perkebunan, kelompok-kelompok terbentuk atas pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban. Sebagai contoh petugas yang memiliki tugas
menyiapkan
perlengkapan
sosialisasi
GERHAN,
yang
bersangkutan di luar forum resmi juga akan membentuk kelompok lain guna menyelesaikan tugas-tugasnya. Diskusi kecil di luar kegiatan formal dilakukan untuk menjaga hubungan sosial dengan petugas lain, dan terkadang isi diskusi tersebut menyangkut dengan tugas masing21
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “diantara petugas-petugas dinas ada forum yang sifatnya informal, lebih tepatnya terbentuk karena kedekatan di kantor, kalau kumpul yang dibicarakan macem-macem, mulai dari masalah pekerjaan kantor hingga tentang kehidupan di rumah, itu untuk saling bersosialisasi saja.” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono, SP wawancara tanggal 7 November 2008 “sekedar bersosisaisasi saja mas, mengeratkan tali persaudaraan sesame profesi,yang dibicarakan komplit,mulai masalah kerjaan,kehidupan keluarga,hobi dan lain-lain”
110
111
masing dengan tujuan untuk sekedar berbagi pengalaman maupun mencari penyelesaian masalah yang dihadapi.22 2) Kelompok Tani Komunikasi kelompok juga terdapat pada forum pertemuan yang melibatkan banyak orang. Kegiatan sosialisasi yang diadakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dalam kegiatan tersebut diundang perwakilan kelompok tani beserta PKL yang mendampingi dalam forum. Pertemuan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan membentuk kelompok yang terdiri dari individu-individu yang dikumpulkan dalam forum tersebut. Mereka berasal dari daerah-daerah yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama, sehingga ketertarikan untuk berkomunikasi cukup besar. Diskusi yang terjadi seputar program GERHAN, kondisi pertanian, kehutanan, peternakan, usaha lain, maupun mengenai forum itu sendiri.23 Temuan lain terdapat pada kelompok tani di tingkat desa. Kelompok tani merupakan pengorganisasian para petani pada wilayah tertentu, anggota dari kelompok tani beragam, antara 30 hingga 60 petani. Maksud dari pengorganisasian ini adalah agar memudahkan petani dalam menjalankan aktifitasnya. Tujuan kelompok tani merupakan tujuan dari masing-masing individu yang dirumuskan menjadi tujuan umum. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut petani 22
23
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “diantara petugas-petugas dinas ada forum yang sifatnya informal, lebih tepatnya terbentuk karena kedekatan di kantor, kalau kumpul yang dibicarakan macem-macem, mulai dari masalah pekerjaan kantor hingga tentang kehidupan di rumah, itu untuk saling bersosialisasi saja.” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono, SP wawancara tanggal 7 November 2008 “sekedar bersosisaisasi saja mas, mengeratkan tali persaudaraan sesame profesi,yang dibicarakan komplit,mulai masalah kerjaan,kehidupan keluarga,hobi dan lain-lain” Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “kelompok informal terbentuk saat ada sosialisasi, dalam forum tersebut terdapat petani-petani yang sudah saling kenal sebelumnya,jadi malah seperti reuni” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Mulyono, SP wawancara 7 November 2008 “ada diskusi,pembicaraan-pembicaraan diantara para petani, mereka sudah sering ketemu dalam forum yang hampir sama, yang dibicarakan ya tentang pertanian mas”
111
112
harus dapat saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tabel 22. Unsur Komunikasi Kelompok di Kelompok Tani Sumber
Pesan
Saluran
Sasaran
Tujuan
Efektivitas
Petugas
Menyampaik
Bimbinga
Personil
Memberik
Efektif
Kehutan
an informasi
n teknis /
petugas
an
(Pengetahua
an
program
penyuluh
Dinas
pengetahu
n petani
Lapang
GERHAN,
an,
Kehutana
an kepada mengenai
(PKL)
teknik
pertemua
n
pembuatan
n
Perkebun
pembuatan
tanaman,
kelompok
an
tanaman,
teknik
tani
dan petani
teknis
pemeliharaa
pemeliharaan
n, kebijakan GERHAN meningkat)
Petani
Keluhan
Pertemua
Kelompo
permasalaha
n
k
n (misalnya: kelompok
Mencari
Efektif
tani, penyelesai an
an
masalah,
terselesaika
gangguan
menyiapk
n
hama/ternak
an
menghimba
gembala),
kegiatan
u
kekeringan,
PKL
(Permasalah
tani
persiapan
dapat
(dengan
pemilik
ternak))
kegiatan Sumber : Analisis Data Primer Temuan lain mengenai terdapat pada kegiatan bimbingan teknis. Bimbingan teknis merupakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan dibantu PKL untuk memberikan pengetahuan kepada kelompok tani dalam melaksanakan
kegiatan
GERHAN.
Kegiatan
tersebut
meliputi
pelatihan-pelatihan mengenai teknik pembuatan tanaman maupun
112
113
pemeliharaan tanaman yang telah ada. Materi disampaikan oleh PKL dan diperhatikan oleh petani. Selain materi juga diberikan contoh dan praktik secara langsung di lahan. Komunikasi terjadi di dalam kelompok, penyuluh menyampaikan informasi dan petani memberikan feedback kepada penyuluh, dan terkadang terdapat petani lain yang membantu memberikan jawaban. Diskusi kecil antara 3 sampai 5 orang juga tedapat dalam kegiatan ini. Materi diskusi kelompok kecil tersebut beragam, antara lain mengenai kegiatan pertanian masingmasing, dan diskusi tentang kegiatan yang sedang dilaksanakan.24 Salah satu tujuan dari kegiatan GERHAN adalah melakukan pembinaan terhap kelompok tani yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan program GERHAN petani dapat melakukan administrasi dan mendukumentasikan hasil setiap kegiatan. Sehingga mempermudah dalam memantau maupun mengevaluasi kegiatan GERHAN. Komunikasi kelompok dalam kelompok tani terjadi dalam rapat kelompok yang dilaksanakan setiap bulan secara bergilir di rumah anggota. Secara rutin rapat tersebut membahas mengenai perkembangan pelaksanaan GERHAN maupun evaluasi. Sering sekali dalam forum dibahas mengenai masalah-masalah teknis yang sedang dihadapi para petani. Sebagai contoh mengenai masalah ternak yang digembalakan penduduk sekitar di daerah penanaman tanaman jati. Hal ini menjadi masalah ketika ternak yang digembalakan tersebut memakan tanaman muda. Penyelesaian yang dilakukan dengan melakukan pendekatan personal kepada pemilik ternak serta membuat
24
Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bapak Mulyono,SP Wawancara tanggal 7 November 2008 “saat penyuluhan bimbingan teknis terdapat pertemuan dengan kelompok, yang kami datangi tiap kelompok pada waktu yang sudah ditentukan, setelah saya menyampaikan materi biasanya ada tanya jawab seputar materi kemudian praktek” Menurut Bp Maryoto Ketua Kelompok Tani Sumbermulyo Pracimantoro wawancara 7 November 2008 “biasanya ada tanya jawab setelah pak PKL member materi,buat ngetes apa benar sudah paham, kalo tidak paham petani boleh bertanya lagi, kalo tidak ya diskusi sama temannya”
113
114
papan larangan untuk melindungi tanaman-tanaman yang masih muda.25 Apabila dari forum tersebut belum dapat mendapatkan jawaban-jawaban yang sesuai maka permasalahan-permasalahan tersebut akan diteruskan kepada PKL yang ada di kecamatan. Tidak jarang
PKL
diundang
secara
khusus
untuk
membantu
dan
membimbing petani dalam rapat bulanan tersebut. Komunikasi kelompok yang lebih kecil juga terjadi di dalam forum rapat kelompok tani, karena para anggota kelompok tani telah lama saling kenal maka materi perbincangan lebih dalam. Akan tetapi para anggota kelompok tani lebih terfokus pada permasalah yang sedang atau akan di bahas di dalam rapat bulanan tersebut. Komunikasi juga terjadi diluar forum rapat bulanan. Para pengurus juga melakukan koordinasi dalam menjalankan tugasnya, rapat yang dilakukan dalam jumlah terbatas ini lebih banyak dilakukan secara informal. Mengenai keanggotaan kelompok tani, petani mengakui banyak manfaat yang didapatkan ketika menjadi kelompok tani tersebut diungkapkan Bapak Katiran dalam wawancara: 12 November 2009 ”Wontenipun kelompok tani sak meniko nambai guyubipun masyarakat tani, menawi wonten masalah saget dipadoske pemecahanipun sareng-sareng, saget tumut program sarengsareng, mboten wonten iren-irenan malih, amargi sampun terfasilitasi sedanten.” (Adanya Klompok Tani menambah kerukunan masyarakat petani, jika ada masalah dapat dicari solusi bersama-sama,
25
Menurut Bp Katiran Ketua Kelompok Tani Gunungsari (Wawancara tanggal 6 November 2008) ”Rapat kelompok tani dilakukan sepasar sekali, bergilir di rumah para anggota, yang dibahas ya tentang laporan-laporan,mbahas masalah ternak yang mengganggu...” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso,SP wawancara 7 November 2008 ”kelompok tani biasanya mengadakan rapat setiap 35 hari sekali, tidak jarang PKL diundang dalam kegiatan tersebut, karena memang sudah tugasnya PKL untuk membantu petani, biasanya yang dibahas mengenai perkembangan kegiatan GERHAN, rencana kegiatan selanjutnya, membahas masalah masalah teknis,dan lain sebagainya”
114
115
dapat ikut program bersama-sama, tidak ada kecemburuan lagi, karena semuanya terfasilitasi) Demikian pula yang diungkapkan Bapak Maryoto dalam wawancara: 12 November 2009 ”Menawi katah rencangipun nggih nyambut damel mboten kraos berat, sinambi gojekan tapi nggih tetep serius nyambut damelipun, menawi piyambak nggih rasane awang-awangen mas.” (Kalau banyak temannya, bekerja tidak terassa berat, sambil bercanda tapi tetap serius bekerja, kalau sendiri rasanya terlalu berat untuk dilaksanakan) Kelompok tani memberikan kepercayaan diri bagi petani untuk ikut berpartisipasi dan terlibat dalam GERHAN. Petani merasa tidak sendiri, dan terdapat individu-individu lain yang dapat membantunya. Kegiatan yang dilaksanakan secara individu memiliki hasil yang berbeda bila dilaksanakan secara kolektif. Menurut Rakhmat (2005) perilaku komunikasi dipengaruhi oleh kelompok. Perilaku komunikasi tersebut meliputi konformitas, fasilitasi sosial, dan polarisasi. Konformitas merupakan kecenderungan para anggota untuk melakukan dan mengatakan hal yang sama. Dalam melaksanakan tugasnya, PKL memegang beberapa petani untuk dijadikan contoh bagi anggota yang lain. Maksud dari tindakan ini adalah sebagai percontohan. Kemudian anggota kelompok tani yang lain mengikutinya. Semakin banyak yang mengawali maka semakin cepat dan semakin banyak pula yang akan mengikutinya. Fasilitasi sosial disebutkan Robert Zajonc dalam Rakmat (2005) sebagai teori Drive. Teori tersebut menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi (energizing effect) pada perilaku individu. Kehadiran PKL, petugas dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, maupun sesama petani memberikan dampak pada prestasi kerja. Baik bagi PKL, petugas
115
116
Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun petani. Individu petani, PKL, maupun petugas dinas dihadapkan pada kelompok dimana kelompok tersebut tidak hanya mengawasi namun juga akan menilai kinerjanya. Teori polarisasi menjelaskan bahwa orang cenderung membuat keputusan yang lebih berani ketika berada di dalam kelompok daripada ketika sendirian. Hal tersebut dikarenakan kelompok memungkinkan adanya pembagian tanggungjawab sehingga resiko kegagalan dapat ditanggung bersama. Petani menyadari bahwa ketika di dalam kelompok tani petani tidak sendiri, terdapat rekan-rekan yang lain dimana nantinya akan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Dalam kegiatan GERHAN khususnya penanaman sistem pot, petani sempat ragu dengan kegiatan ini, akan terasa berat karena harus membuat lubang di atas batu untuk menanam tanaman jati. Namun dorongan dari kelompok sangat besar sehingga kegiatan pun dapat dilaksanakan. 3) Kelompok dalam Masyarakat Petani/tetangga Kehidupan manusia tidak terlepas dari komunitas sosial di mana manusia tersebut tinggal. Interaksi dengan komunitas di sekitar lingkungan
tidak
dapat
dielakkan
sebagai
kebutuhan
untuk
bersosialisasi dengan komunitas. Demikian juga dengan petani yang ikut dalam program GERHAN. Di lingkungannya masing-masing petani berinteraksi untuk bersosialisasi. Dalam bersosialisasi dengan tetangga, petani tidak hanya berkumpul dengan para petani yang terlibat dalam GEHAN saja. Tetapi juga dengan petani-petani lain yang tidak terlibat dalam GERHAN. Tempat intraksi dapat bermacam-macam, bisa terjadi di masjid, di warung, di rumah tetangga, maupun di ladang, sesuai dengan situasi dan kondisi. Petani yang memeluk agama Islam biasanya berinteraksi di masjid ketika selesai melakukan ibadah Sholat Magrib atau Isya berjamaah. Pada waktu-waktu ini petani memiliki
116
117
waktu yang senggang, sambil beristirahat petani dengan beberapa petani/warga lain berkumpul. Demikian juga dengan perkumpulan di tempat lain. Semua interaksi dilakukan pada waktu senggang/istirahat. Seperti yang diungkapkan beberapa informan berikut: ”Menawi wekdalipun dong istirahat, menopo jajan wonten warung, kumpul kalian rencang-rencang petani sanes, nggih mesti wonten rembagan babagan jati, mboko sithik tapi mesthi wonten.” (Saat waktu istirahat, ataupun makan di warung, kumpul bersama rekan yang lain, biasanya ada perbincangan mengenai jati, walaupun sedikit pasti ada) (Katiran, wawancara: 12 November 2009) ”Wonten mriki mboten sedanten tumut kegiatan, wonten petani ingkang mboten nggadahi lahan, tapi menawi kumpul njih maringi pemikiran-pemikiran, jenengipun tonggo nggih ngoten niku, menawi kumpul-kumpul wonten masjid, warung, menopo wonten ngalas nggih sing dirembag macem-macem, salah satunggalipun nggih jati niku.” (Di sini tidak ikut semua, ada petani yang tidak punya lahan, tetapi kalau kumpul bersama memberi pemikiran-pemikiran, namanya juga tetangga ya seperti itu, kumpulnya di masjid, warung, ataupun di hutan, yang dibicarakan macam-macam, salah satunya tentang jati) (Maryoto, 12 November 2009) Tabel 23. Unsur Komunikasi Kelompok dalam Masyarakat Sumbe
Pesan
Saluran
Sasara
Tujuan
Efektivitas
r
n
Tetangg Info pupuk, Diskusi,
Petani,
Menyampaik
Efektif
a petani
an informasi
(Petani
kondisi
interperso
warga
cuaca
nal
tetangg
memperoleh
a
tambahan
117
118
informasi pupuk, kondisi cuaca) Petani
Masalah
Diskusi,
Petani,
Berkeluh
Efektif
keterlambat
interperso
warga
kesah,
(Petani
an bantuan nal
tetangg
menyampaik
merasa
bibit,
a
an informasi
tidak sendiri
masalah
dalam
kekeringan,
melaksanak
bantuan
an kegiatan
pupuk
GERHAN)
Sumber : Analisis Data Primer Tidak semua warga dalam satu desa terlibat dalam program GERHAN. Namun pembicaraan yang terjadi terkadang membahas menganai program GERHAN. Antara lain tentang bagaimana perkembangan pembuatan tanaman, serta pemeliharaan yang sudah dilakukan. Diskusi ini sangat berguna sekali bagi petani, disamping untuk bersosialisasi petani juga mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan GERHAN. Dengan demikian petani mendapatkan ide baru maupun semangat baru untuk mengelola tanamannya. Kelompok tersebut merupakan bentuk kelompok informal. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang memiliki latar belakang yang sama
baik tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, serta tempat tinggal yang sama pula. Faktor tersebut sangat mempengaruhi efektifitas komunikasi, apabila hubungan antar anggota akrab maka semakin efektif pula komunikasi tersebut. Sebagaimana penjelasan Rogers dalam Widiyanti (2006) keakraban secara fisik dan sosial menjadikan komunikasi homophilous menjadi lebih mungkin. Ketika homofili ada maka komunikasi cenderung akan menguntungkan semua pihak yang terlibat komunikasi.
118
119
4. Komunikasi Interpersonal Bentuk komunikasi yang paling sering digunakan adalah komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi). Komunikasi yang menghubungkan 2 individu secara langsung sehingga bersifat timbal balik. Hampir diseluruh lini penyelenggaraan program GERHAN di Kecamatan Pracimantoro terdapat komunikasi interpersonal. Pemakaian bentuk komunikasi interpersonal tidak mutlak secara khusus saja tetapi bentuk komunikasi interpersonal juga digunakan pada peristiwa komunikasi yang menggunakan bentuk komunikasi massa, publik, organisasi maupun kelompok. Terlihat pada peristiwa komunikasi antara pejabat yang terkait menggunakan komunikasi interpersonal ketika sedang berada pada rapat formal maupun informal organisasi. Informasi yang disampaikan beragam, baik yang berkaitan dengan agenda rapat maupun sekedar bahan untuk mengakrabkan. Demikian juga pada komunikasi
sosialisasi
GERHAN,
terdapat
peserta
yang
peristiwa melakukan
komunikasi interpersonal dengan peserta lain. Tabel 24. Unsur Komunikasi Interpersonal Sumber Pesan
Saluran
PKL
Interpersonal Petani
Petani
Info
Sasaran Tujuan
Efektifitas
Menyampaikan Efektif
pelaksanaan
perkembangan
(Petani
kegiatan, info
informasi
memperoleh
teknologi,
informasi
info pupuk
tambahan)
Pengelolaan
interpersonal Petani
Menyampaikan Efektif
lahan kering,
informasi yang (Petani
mencari
dibutuhkan
memperoleh
tenaga
informasi
bantuan, info
tambahan)
inovasi
119
120
Petani
Permasalahan Interpersonal PKL
Mencari
Efektif (PKL
teknis
informasi
memperoleh masukan, petani mendapatkan solusi)
Sumber: Analisis Data Primer Secara
umum
informasi-informasi
yang
disampaikan
secara
interpersonal berkaitan dengan GERHAN, teknis pelaksanaan, perkembangan terakhir, maupun permasalahannya. Komunikasi interpersonal juga digunakan PKL untuk menjelaskan materi-materi maupun menyampaikan informasi khusus mengenai GERHAN kepada petani maupun personal yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan.26 Berikut adalah beberapa pernyataan mengenai pola komunikasi interpersonal yang dilakukan petani di Pracimantoro. ”Nggih mestinipun tanglet kalian Pak Tarso (PKL) wonten kantor, menawi mboten saget kepanggih nggih biasanipun kulo bel HP nipun.” (Sudah semestinya bertanya kepada Pak Tarso di kantor, kalau tidak ya saya telpun lewat HP)(Katiran, wawancara: 12 November 2009) ”Kedahipun mekaten, informasi kulo sampeaken dumateng rencang, wanci leren wonten ngalas, nopo wonten nggriyo.” (Seharusnya begitu, informasi disampaikan kepada rekan, waktu istirahat di hutan, maupun di rumah) (Maryoto, wawancara: 12 November 2009)
26
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan Bp Agus Tri Harimulyanto Wawancara tanggal 9 November 2008 “…Semua kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh dinas diperkuat oleh teman-teman yang langsung terjun di lapang,dalam hal ini PKL, teman-teman PKL memiliki kedekatan khusus dengan petani-petani, dengan kedekatan tersebut PKL memiliki kesempatan untuk terus mengulang informasi yang sudah diterima petani sebelumnya dan sekaligus memantau perkembangan di lahan..” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso, SP wawancara tanggal November 2008 “…kami langsung terjun ke lapangan untuk terus berinteraksi dengan petani, selain untuk melakukan kegiatan penyuluhan juga agar diketahui perkembangannya, kalau ada masalah membantu menyelesaikan..
120
121
”Bibar rapat kelompok biasanipun nggih lajeng wonten njawi, menopoingkang dereng jelas nggih ditangletke sederek sanes.” (Setelah rapat biasanya berlanjut di luar, apa yang belum jelas ditanyakan kepada rekan) (Sutino, wawancara: 12 November 2009) Petani sering mempertanyakan masalah-masalah teknis kepada PKL seperti pembuatan laporan administrasi keuangan kelompok tani untuk keperluan pertanggungjwaban penggunaan bantuan kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Diskusi antara anggota kelompok tani dengan PKL yang sedang memantau lahan GERHAN meliputi hal-hal teknis lapang, mengenai permasalahan pupuk, hama pengganggu, maupun pencarian solusi terhadap masalah pengairan.27 Para PKL lebih sering menggunakan pola komunikasi interpersonal karena dinilai lebih efektif agar petani dapat menerapkan materi yang disampaikan. Komunikasi interpersonal mutlak diperlukan untuk menunjang keberhasilan tim dalam
melaksanakan kegiatannya. Bentuk komunikasi
personal tercermin dari koordinasi yang dilakukan masing-masing personal yang terlibat. Koordinasi diantara personal dinas, koordinasi antara personal dinas dengan personal PKL, koordinasi diantara personal PKL, Koordinasi antara personal PKL dengan personal anggota kelompok tani, maupun koordinasi diantara anggota kelompok tani. Sumber dalam komunikasi interpersonal sering berganti-ganti. Tidak hanya ketua kelompok tani ataupun PKL saja yang selalu dijadikan sumber namun petani lain yang dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan dijadikan sumber. Hubungan ini juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan 27
Menurut Bp Katiran Ketua Kelompok Tani Gunungsari Desa Sedayu wawancara November 2008 ”...kalo tidak paham saya ngontak Pak Tarso (PKL Kecamatan Pracimantoro), permasalahan yang sering ya tentang pupuk, obat-obatan pembasmi hama, sama pengairan...” Menurut Bp Maryoto Ketua Kelompok Tani Sumber Mulyo wawancara November 2008 ”Pak Tarso sering ke sini mas, beliau kliling-kliling ngecek jati, kalo ketemu biasanya sekalian diskusi, siapa tahu ada informasi baru, kadang juga ngecek penggunaan pupuk, soalnya kadang ada petani yang curang pupuknya digunakan buat yang lain,..” Menurut PKL Kecamatan Pracimantoro Bp Sutarso, SP wawancara tanggal November 2008 “kelompok tani biasanya juga minta tolong untuk dibantu membuat LPJ penggunaan bantuan GEHAN..”
121
122
yang baik antara pelaku komunikasi. Dalam masyarakat juga terdapat nilainilai kekeluargaan yang berpengaruh pada pola komunikasi interpersonal. Nilai penghormatan membentuk perilaku petani saling menghormati antar sesamanya. Nilai kerukunan membenruk perilaku petani saling menolong antar sesamanya. Dari semua nilai ini menjadikan komunikasi interpersonal sebagai sebuah kebutuhan. Dimulai dari hanya bertegur sapa, menanyakan kabar hingga kemudian terjadi perbincangan yang mengangkat masalahmasalah kegiatan GERHAN. Komunikasi interpersonal menjadi puncak komunikasi. Seluruh bentuk komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan GERHAN diperkuat dengan penggunaan komunikasi interpersonal. Bentuk-bentuk komunikasi tidak dapat berdiri sendiri, bentuk komunikasi yang kompleks tersusun dari bentuk
komunikasi
yang
lebih
sederhana.
Sedangkan
komunikasi
interpersonal merupakan betuk komunikasi yang paling dasar. Sehingga seluruh informasi mengenai pelaksanaan GERHAN juga dikomunikasikan secara personal di Dinas Kehutanan dan Perkebunan, di tingkat PKL Kecamatan Pracimantoro maupun di tingkat Kelompok Tani. Komunikasi interpersonal juga merupakan bentuk komunikasi yang paling sering digunakan. Tetapi tidak semua komunikasi interpersonal memberikan efek yang sama pada jalinan hubungan personal yang lainnya. Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa tidak benar anggapan banyak orang semakin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain maka semakin baik hubungan mereka. Yang menjadi perhatian bukan berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi dilakukan. Ditambahkan, terdapat tiga hal yang membentuk kualitas dari hubungan komunikasi personal. Ketiga hal itu adalah percaya (trust), sikap suportif, dan sikap terbuka. Percaya adalah faktor yang menentukan efektivitas komunikasi (Rakhmat,2005). Sedangkan menurut Giffin dalam Rakhmat (2005) secara ilmiah percaya didefinisikan sebagai perilaku mengandalakan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan
122
123
dalam situasi yang penuh resiko. Petani sebagai pelaksana utama dalam GERHAN dipandang memiliki resiko yang tinggi. Petani harus mencurahkan waktunya untuk membuat tanaman yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Salah satu kegiatan tersebut adalah pembuatan hutan rakyat sistem pot. Hal ini merupakan hal baru yang belum pernah dilakukan, dan belum mengetahui hasilnya akan seperti apa. Petani memiliki resiko untuk melaksanakan kegiatan ini. Namun petani percaya kepada petugas maupun PKL yang mendampingi kegiatan ini. Kepercayaan yang diberikan meningkatkan komunikasi interpersonal antara petani dengan PKL. Dengan semakin meningkatnya komunikasi interpersonal maka akan membuka saluran komunikasi,
memperjelas
pengiriman
dan
penerimaan
pesan,
serta
memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Percaya meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi. Sebaliknya, hilangnya kepercayaan kepada orang lain akan menghambat hubungan interpersonal yang akrab. Akibatnya hubungan akan berlangsung secara dangkal dan tidak mendalam. Keakraban hanya terjadi bila semua bersedia mengungkapkan perasaan dan pikiran masing-masing. Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Seseorang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Dengan sikap defensif memberikan kemungkinan kegagalan komunikasi interpersonal, karena orang yang bersikap defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan faktor-faktor yang lainnya) atau faktor-faktor situasional. Diantara faktor-faktor situasional adalah perilaku komunikasi orang lain (Rakhmat, 2005). Hubungan yang terjalin
antara petani dengan PKL Kecamatan
Pracimantoro sudah cukup lama. Keakraban antara petani dengan PKL pun sudah terbentuk. Kedekatan personal ini dirasakan mempermudah bagi PKL dalam menyampaikan meteri-materi GERHAN dalam penyuluhannya.
123
124
Walaupun tidak secara keseluruhan petani memiliki kedekatan personal dengan petugas PKL. Hanya personal tertentu saja yang memiliki kedekatan personal denagan PKL kecamatan. Dalam hal ini adalah pengurus dari kelompok tani. antara PKL dengan pengurus kelompok tani terjadi hubungan timbal balik yang menguntungkan. PKL dapat terbantu dalam melaksanakan tugasnya, baik ketika melakukan penyuluhan GERHAN, mengawasi proses pembuatan tanaman, mengawasi pemeliharaan, maupun pengawasan terhadap partisipasi anggota kelompok tani. Sedangkan petani merasa selalu diperhatikan dan selalu dilibatkan dalam pembangunan khususnya program GERHAN. Sikap terbuka (open mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah sikap tertutup atau dogmatisme. Untuk memahami sikap tebuka dapat juga dengan memahami dogmatisme. Sehingga agar komunikasi interpersonal efektif maka yang dilakukan adalah menggantikan sikap dogmatis dengan sikap terbuka. Bersama sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (Rakhmat, 2005). Kelompok tani merupakan satu-satunya wadah bagi para petani untuk melaksanakan program GERHAN. Sehingga segala aktifitas pelaksanaan program GERHAN dipusatkan melalui kelompok tani. untuk itu dalam melaksanakan kegiatan para anggota kelompoktani beserta PKL saling bahu membahu untuk keberhasilan pelaksanaan program GERHAN. Dalam kehidupan anggota kelompok tani telah berkembang sikap terbuka, saling pengertian, dan saling menghargai. Para anggota sangat menghargai hubungan interpersonal
yang
terjalin.
Bahkan
lebih
mengutamakan
hubungan
interpersonal. Oleh karena itu dalam pelaksanaan program GERHAN di Kecamatan Pracimantoro bentuk komunikasi interpersonal dipandang sebagai komunikasi yang paling efektif.
124
125
Paparan yang telah dijelaskan merupakan hasil pengamatan di lapang serta mengacu pada dokumen yang diperoleh. Secara lebih sederhana penggunaan pola komunikasi dalam program GERHAN di Kecamatan Pracimantoro dapat dilihat pada tabel 25. Penggunaan bentuk-bentuk komunikasi dalam pelaksanaan GERHAN sesuai dengan konteksnya masing masing. Komunikasi massa digunakan ketika sasaran penerima pesan adalah khalayak luas, yakni seluruh masyarakat yang perlu mendapatkan informasi tentang GERHAN. Pola komunikasi massa tidak efektif digunakan dalam menyampaikan informasi GERHAN kepada petani di Kecamatan Pracimantoro. Penyebabnya adalah masih rendahnya minat petani untuk mengakses media massa, serta pesan yang disampaikan melalui media massa terbatas pada rillis kegiatan yang akan dan sedang dilaksanakan. Materi pesan yang lebih dalam tidak dapat disampaikan, seperti teknis-teknis kegiatan GERHAN serta tidak terdapat umpan balik dalam proses komunikasi massa. Pola komunikasi organisasi berlangsung pada organisasi pelaksana GERHAN, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan, organisasi PKL, dan organisasi kelompok tani. Organisasi merupakat alat utama dalam mencapai tujuan GERHAN. Segala informasi tentang GERHAN berasal dari pemimpin organisasi kemudian disampaikan dan disebarkan kepada seluruh anggota organisasi agar dapat dipahami dan dilaksanakan. Pola komunikasi organisasi yang berlangsung pada organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan maupun di tingkat organisasi kelompok tani berlangsung efektif. Salah satu faktor pendukungnya adalah sikap dari anggota kelompok yang saling menghargai, dan menghormati setiap hak dan kewajiban masing-masing anggota organisasi. Sikap ini mendorong komunikasi berlangsung lebih efektif. Pola komunikasi kelompok merupakan komunikasi antara kelompok baik dalam diskusi maupun kelompok yang terbentuk karena situasi. Pola komunikasi kelompok mendukung pemahaman anggota kelompok tani dalam memahami hakikat kegiatan GERHAN. Interaksi dengan kelompok menambah referensi, serta pengetahuan petani dalam
melaksanakan program GERHAN. Petani
125
126
menjadi lebih berani dalam membuat keputusan untuk terus melanjutkan program GERHAN. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar individu. Komunikasi interpersonal terdapat diseluruh bentuk komunikasi lain. Komunikasi mendukung seluruh bentuk komunikasi yang lain. Banyak pesan-pesan maupun informasi yang disampaikan melalui komunikasi interpersonal. Penggunaan komunikasi interpersonal, informasi yang disampaikan lebih jelas dan langsung dapat memberikan feedback kepada sumber informasi. Komunikasi interpersonal menghubungkan petani dengan petugas PKL
lebih dekat, komunikasi yang
terjalin tidak terdapat hambatan. Informasi yang diterima petani dari petugas PKL lebih jelas, karena petani langsung dapat memberikan feedback berupa pertanyaan-pertanyaan atas informasi yang belum jelas. Bagi PKL komunikasi interpersonal efektif digunakan ketika PKL mengevaluasi kegiatan, mencari permasalahan sekaligus menyelesaikan permasalahan. Pemahaman petani mengenai hakekat pelaksanaan program GERHAN menjadi ukuran sejauh mana pola komunikasi yang digunakan mempengaruhi efektifitas komunikasi. Karena alur komunikasi dalam pelaksanaan program GERHAN berawal dari pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan berakhir pada kelompok tani dengan anggotaanggotanya. Dapat dilihat juga dari tujuan utama GERHAN, yaitu upaya percepatan rehabilitasi hutan dan lahan pada
Daerah Aliran Sungai (DAS)
prioritas yang diarahkan untuk penanggulangan bencana alam secara terpadu dengan peran semua pihak melalui mobilisasi sumber daya. Berdasarkan hasil temuan dilapang diketahui bahwa masyarakat petani telah mengetahui latar belakang kenapa dilaksanakan program GERHAN, tujuan utama dari kegiatan GERHAN, serta manfaat dari dilaksanakannya kegiatan GERHAN. Selain dari aspek pengetahuan juga dari aspek sikap dan perilaku. Terlihat bahwa masyarakat petani secara sukarela berswadaya melakukan lanjutan pemeliharaan tanaman hutan rakyat yang telah dibuat sebelumnya. Terdapat upaya secara mandiri dari petani untuk melakukan penanaman pohon di lahannya yang masih bisa ditanami.
126
127
Berikut adalah beberapa pernyataan yang berkaitan yang menguatkan temuan tersebut. ”Petani secara sukarela melakukan pemeliharaan mandiri, berusaha mempertahankan tanaman yang akan mati, mengganti tanaman yang sudah mati,itu sudah tanpa saya anjurkan, sepertinya sudah mulai sadar akan pentingnya menanam.” (Sutarso, wawancara: 8 November 2008) “Kegiatan
GERHAN
sangat
bermanfaat
sekali
bagi
kehidupan
petani,lahan yang kosong bisa bermanfaat, ya kalo bisa program ini terus berlanjut” (Katiran, wawancara : 6 November 2008) “Tanaman sudah tumbuh, walaupun tidak semua mas, tetapi kami sulami dengan swadaya dari bibit kami sendiri.” (Sakino, wawancara: 6 November 2008) Dapat dilihat pula bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembuatan tanaman, petani mengikuti prosedur yang telah dibuat oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Prosedur-prosedur tersebut meliputi ukuran lubang tanam, jarak tanam antar tanaman, jenis pupuk yang digunakan, dosis pupuk yang digunakan, ketentuan pendangiran, pemangkasan, penyulaman, pembuatan tabung bambu untuk pengairan, serta kegiatan administrasi kelompok tani yang harus diaksanakan. Ketersepahaman antara dinas dengan kelompok tani merupakan bentuk sinkronisasi antara pesan yang disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan kepada petani melalui berbagai bentuk komunikasi. Semakin efektif komunikasi yang dilakukan, maka kesepahaman makna pesan akan semakin tinggi. Perubahan sikap dan perubahan perilaku berawal dari pemaknaan pesan oleh komunikan, selanjutnya berdasarkan aspek-aspek pribadi komunikan pesan tersebut dapat menimbulkan perubahan sikap dan akhirnya perubahan perilaku pada komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator.
127
128
128
129
129
130
130
131
PROGRAM GERHAN
PKL Kecamatan
Komunikasi Kelompok Isi pesan: - Sosialisasi Kebijakan Program GERHAN - Evaluasi, monitoring, dan pengendalian pelaksanaan GERHAN
Komunikasi Kelompok Isi pesan : - Teknis pembuatan tanaman - Teknik pemeliharaan - Pengembangan kelembagaan - Administrasi Komunikasi Interpersonal Isi pesan : - Koordinasi pelaksanaan kegiatan bintek - Evaluasi pelaksanaan kegiatan penanaman dan pemeliharaan Komunikasi Organisasi Isi pesan : - Koordinasi kegiatan bintek - Penyusunan SPKS - Evaluasi kegiatan - Penyusunan Rancangan Teknis Pembuatan Tanaman
Bimbingan Teknis
Keterangan:
Komunikasi Organisasi Isi pesan : ü Koordinasi internal lembaga ü Administrasi organisasi ü Komunikasi eksternal lembaga ü Laporan pelaksanaan GERHAN ü Pengadaan bibit dan pupuk
DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Komunikasi Kelompok Isi pesan : ü Sosialisasi Kebijakan Program GERHAN ü Pelatihan Teknis Pembuatan Tanaman ü Pelatihan Teknis Pemeliharaan ü Pelatihan Pengembangan Kelembagaan ü Administrasi GERHAN
Komunikasi interpersonal Isi pesan: Koordinasi diantara personal petugas
Sosialisasi GERHAN Kab. Wonogiri Laporan Kegiatan dan pembuatan LPJ kegiatan
Kelompok Tani
Komunikasi Kelompok Isi pesan : ü Pelatihan Teknis Pembuatan Tanaman ü Pelatihan Teknis Pemeliharaan ü Pelatihan Pengembangan Komunikasi Interpersonal Isi pesan : ü Koordinasi pelaksanaan tugas individu ü Teknis pemberantasan hama ü Teknis pengairan ü Teknis pemupukan ü Administrasi organisasi
Komunikasi kelompok Isi pesan: Koordinasi, evaluasi, sosialisasi Komunikasi Massa Isi pesan : ü Informasi kebijakan GERHAN ü Informasi pelaksanaan GERHAN ü Informasi perkembangan kegiatan GERHAN
Pelaksanaan : ü Pembuatan Tanaman GERHAN ü Pemeliharaan Tanaman
Tujuan GERHAN
Komunikasi Organisasi Isi pesan : ü Sosialisasi kegiatan ü Penyusunan dan penandatangan SPKS ü Penyusunan Rancangan Teknis Pembuatan Tanaman ü Koordinasi persiapan kegiatan ü Pembagian tugas anggota
: Koordinasi Gambar 10. Pola Komunikasi dalam Pelaksanaan GERHAN di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri 131
128
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut : 1. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri telah dilaksanakan sejak tahun 2003 hingga tahun 2009. Meliputi 11 desa dengan luas lahan 1825 Ha. 2. Kegiatan GERHAN meliputi kegiatan non fisik dan kegiatan fisik. Kegiatan non fisik meliputi kegiatan perencanaan, pembinaan dan pengembangan
kelembagaan,
penyebarluasan
informasi
GERHAN,
bimbingan teknis monitoring dan evaluasi. Kegiatan fisik meliputi 2 kegiatan yaitu pembuatan tanaman dan pemeliharaan hasil kegiatan. 3. Pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro ditemukan pola komunikasi massa, pola komunikasi organisasi, pola komunikasi kelompok, dan pola komunikasi interpersonal. a. Pola komunikasi massa dilakukan oleh Kehutanan dan Perkebunan dalam melakukan pressrillis kepada media massa, maupun dalam mengakses informasi dari media internet. b. Pola komunikasi organisasi merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seluruh organisasi pelaksana GERHAN, baik Kehutanan dan Perkebunan,
maupun
organisasi
kelompok
tani.
Komunikasi
berlangsung diantara anggota organisasi. c. Pola komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan di dalam maupun antar kelompok yang terbentuk pada pelaksanaan GERHAN. d. Pola komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi yang terbangun antar individu. Komunikasi interpersonal ditemukan di seluruh organisasi pelaksana maupun kelompok-kelompok yang terbentuk dalam pelaksanaan
GERHAN.
Komunikasi 128
128
interpersonal
merupakan
129
komunikasi yang dipandang sebagai komunikasi yang paling efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dari sumber kepada penerima. 4. Pola komunikasi digunakan pada situasi tertentu, dengan kata lain setiap pola memiliki karakteristik masing-masing. Penggunaan pola komunikasi yang sesuai dengan tempat, isi pesan, maupun audiens menentukan efektifitas pola komunikasi. Seluruh bentuk komunikasi digunakan dalam melaksanakan kegiatan GERHAN. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan GERHAN yang berskala besar tidak dapat dilaksanakan bila hanya menggunakan beberapa bentuk komunikasi saja. Pelaksanaan GERHAN setiap tahun memperlihatkan bahwa kegiatan dinyatakan berhasil, apabila kegiatan tidak dinyatakan berhasil maka untuk tahun berikutnya tidak akan dialokasikan anggaran kegiatan. a. Pola komunikasi massa efektif digunakan ketika Dinas Kehutanan dan Perkebunan dihadapkan dengan khalayak yang besar, wilayah yang luas, dan dalam waktu yang cepat. b. Pola komunikasi organisasi merupakan komunikasi yang terjadi dalam proses menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Komunikasi organisasi meliputi komunikasi organisasi formal (rapat koordinasi, rapat evaluasi, surat resmi) dan komunikasi organisasi non formal ( meliputi segala bentuk komunikasi yang mendukung organisasi pelaksana GERHAN, Kehutanan dan Perkebunan, maupun organisasi Kelompok Tani) c. Pola komunikasi kelompok efektif digunakan di dalam kelompok untuk menunjang komunikasi yang dilakukan dinas maupun PKL dalam menyampaikan informasi GERHAN, sama halnya dengan komunikasi organisasi namun yang membedakan struktur yang lebih sederhana. Komunikasi kelompok digunakan para anggota kelompok untuk bersosialisasi sekaligus untuk memecahkan masalah yang ada dalam kelompok, sebagai usaha untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam kelompok individu petani dapat mencari pemecahan secara kolektif.
129
130
d. Pola komunikasi interpersonal digunakan diantara dua individu secara mendalam. Sangat efektif karena informasi yang disampaikan akan lebih jelas. Hal ini didukung factor kepercayaan, keterbukaan, dan suportif yang telah ada diantara para petani maupun dengan PKL. B. Saran 1. Kegiatan GERHAN masih tergantung dengan kebijakan pemerintah pusat, anggaran yang digunakan juga merupakan anggaran pemerintah pusat, maka perlu desentralisasi kebijakan. Pemerintah daerah perlu lebih proaktif dengan upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemulihan serta pemanfaatan lahan kritis. 2. Proses administrasi yang panjang dan lama sangat mengahambat pelaksanaan kegiatan GERHAN yang sangat terpancang dengan musim. Akibatnya kegiatan tidak dapat dilaksanakan karena telah masuk musim kemarau, pemerintah daerah tidak berani menanggung yang kemungkinan besar tanaman akan mati kekeringan. Maka diperlukan sebuah kebijakan yang berjangka panjang, dan proses administrasi yang lebih pendek. 3. Sosialisasi yang dilakukan perlu didukung oleh penggunaan pamphlet maupun poster-poster yang lebih banyak. Selama ini penyebarannya masih terbatas pada pihak-pihak yang terlibat saja, sehingga kontrol masyarakat masih sedikit. 4. Jumlah PKL di Kecamatan Pracimantoro hanya 2 personal saja. Hal ini kurang efektif mengingat wilayah yang luas, sehingga perlu ditambah. Namun demikian komunikasi yang terjalin antara petani dengan PKL sangat baik, PKL memiliki kontak setiap wilayah sehingga memudahkan PKL untuk mengontrol wilayahnya. Penunjukan personal disetiap wilayah merupakan jalan yang efektif dalam melaksanakan pengawasan maupun pengontrolan.
130
131
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Arifin. 1994. Hutan, hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Arifin, Yudi Firmanul, 2008. Faktor Penyebab Banjir Dan Kebakaran Hutan Dan Lahan Berdasarkan Analisis Data Perubahan Penutupan Lahan Dan Iklim Di Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Universitas Lambung Mangkurat. Amanah. 2006. Pola Komunikasi Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan pada Proyek pembangunan Partisipatif. Unpublished. Pascasarjana UNS Surakarta. Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. BPDAS Agamkuantan, 2007. Tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. www.bpdas-agamkuantan.org diakses tanggal 16 Mei 2007 BPDAS Bengawan Solo, 2008. Data Pelaksanaan GERHAN. Surakarta Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2007. Penyelenggaraan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta. Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, 2005. Buku Dokumentasi Tahun 2003-2007 Kabupaten Wonogiri. Wonogiri. Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, 2005. Laporan Kegiatan Pembinaan Kelembagaan dalam rangka Penyelenggaraan GERHAN Kabupaten Wonogiri tahun 2005. Wonogiri. Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, 2008. Petunjuk Operasional (PO) dan Rencana Operasional (RO) Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Tahun 2008 Kabupaten Wonogiri . Wonogiri.
131 131
132
Edwards, CA. Wali, MK and Horn, DJ. 1991. Agriculture and The Environmen. Presented at the international conference on agricultural and the environment 10-13 November 1991. The Ohio University. Columbus. USA. Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. PT. Alumni. Bandung. Effendy, Onong U. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Hadari, Nawawi dan Mimi, Martini. 1996. Penelitian Terapan. UGM Press. Yogyakarta. Hardjana, Andre. 2000. Audit Komunikasi Teori dan Praktek. PT Grasindo. Jakarta. Hidayat, Nur. 2003. Bahan Masukan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (Gn-GERHAN). www.dephut.go.id diakses tanggal 28 Mei 2007. Husaini, Usman dan Purnomo, S. A. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta. http/ tinjauan pustaka.mht. 2001. Hutan. Diakses tanggal 28 Mei 2007 Iqbal, Hasan. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Ladlow, Ron and Ferguson Panton. 2000. The Essence of Effective Communication. Yogyakarta. Littlejohn, SW. 2002. Theories of Human Communication. New Mexico. Miles, M.B dan A. M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI press. Jakarta. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. IKAPI. Bandung. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. IKAPI. Bandung. Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
132
133
Nasution, S. 1988. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung. Tarsito. Nasution, Muslimin. 2008. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Energi serta Mencegah Global Warming. makalah Seminar Nasional . Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Neuliep, James W. 1997. Human Communication Theory : Aplication and Case Studies. St Norbert Colledge. USA. Padmaningrum, D dan Widiyanti, E. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi. Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian UNS. Surakarta Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rodsakarya. Bandung. Rogers, Everest M. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3ES. Ronny, Kountur. 2003. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Thesis. Penerbit PPM. Jakarta. Suprapto, Tommy. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Media Pressindo. Yogyakarta. Surakhmad, 1994. Pengantar penelitian Ilmiah Metode Teknik. Tarsito. Bandung. Sutarto. 1991. Dasar-Dasar Komunikasi Administrasi. Duta wacana university press. Yogyakarta. Sutopo . 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press. Surakarta. . 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapan Dalam Penelitian. UNS Press. Surakarta. Tanjung, Khaerul. 2006. Hutan Adalah Jantung Ekositem:Selamatkan. http://www.blogster.com/khaerulhtanjung/. Diakses 14 September 2009 Tempo Interaktif, 2004. Kerusakan Hutan indonesia. www.tempointeraktif.com diakses tanggal 12 Mei 2007. Tubbs, Stewart L and Moss, Sylvia. 1996. Human Communication: konteks-konteks komunikasi. Diterjemahkan Dr Deddy Mulyana MA. Rosdya Karya. Bandung.
133
134
Widianto, Hairiah K, Suharjito D, dan Sardjono M. A. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. ICRAF. Bogor Wiryanto, 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
134