NILAI EKONOMI HASIL GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI SUB DAS TIRTO PROPINSI JAWA TENGAH
EKA WIDIYASTUTIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Nilai Ekonomi Hasil Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Di Sub DAS Tirto adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2010
Eka Widiyastutik NRP E151070141
ABSTRACT EKA WIDIYASTUTIK. Economic Value of National Movement on Forest and Land Rehabilitation (GERHAN) Results in Sub DAS Tirto, Jawa Tengah. Supervised by HARIADI KARTODIHARDJO and BRAMASTO NUGROHO. One of the efforts to improve the decreasing function of forest and land is by conducting national movement on forest and land rehabilitation (GERHAN). GERHAN is one kind of investments, like another investment there always an expectation of benefits from the result of its. The objective of this study were to elaborate total economic value of GERHAN results in Sub DAS Tirto and to determine the variables which influence to the failure of GERHAN. Total economic value was calculated by using the market price, replacement cost and contingency valuation methods and it was based on estimating direct use, indirect use, and non use value (option and existence value). The result was obtained that the total economic value of 1463 ha rehabilitation land in Sub DAS Tirto is Rp 331.223.929.621 in 15 years analysis periods (rotation of cutting wood trees) with a 15% rate of interest or Rp 15.093.367/ha/year. From these benefits are share 92,21% by direct benefits, 6,64% by indirect benefits and 1,15% non use value. These benefits were obtained from percentage of rehabilitation trees growth 88% for wood tree and 85% for multi purpose tree species (MPTS). Some variables that influence to failure of GERHAN were farmer participation in rehabilitation planning, marketing products, incentive of rehabilitation and the integrated implementation rehabilitation with land use direction. Key word : Sub DAS Tirto, GERHAN (national movement on forest and land rehabilitation), economic value
RINGKASAN EKA WIDIYASTUTIK. Nilai Ekonomi Hasil Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh HARIADI KARTODIHARDJO dan BRAMASTO NUGROHO Sub DAS Tirto merupakan salah satu Sub DAS di pantai utara Jawa Tengah, luas wilayahnya ±15.937,44 ha yang meliputi 3 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Grobogan (98,88%), Blora (0,88%) dan Pati (0,84%). Karena kekritisan dan potensi kerusakannya menyebabkan Sub DAS Tirto termasuk dalam kategori prioritas I untuk ditangani. Untuk memperbaiki kerusakan hutan dan lahan guna meningkatkan produktifitas dan memulihkan fungsinya sebagai perlindungan DAS maka dilakukan rehabilitasi yaitu melalui GERHAN. Sejumlah biaya dan pengorbanan telah dilakukan untuk merehabilitasi lahan kritis di Sub DAS Tirto. Dari tahun 2003-2008, seluas 1463 ha telah menelan dana sebesar Rp 3.242.663.450. Sebagai sebuah investasi maka pasti selalu ada manfaat/keuntungan yang diharapkan baik manfaat langsung maupun tidak langsung. GERHAN merupakan kegiatan yang bersifat hibah seharusnya hal tersebut merupakan pendorong keberhasilannya tetapi pada kenyataannya banyak dijumpai kegagalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (langsung maupun tidak langsung) yang dihasilkan dari kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan potensi kegagalan GERHAN. Nilai ekonomi yang dihitung meliputi nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung dan nilai bukan guna (nilai pilihan dan keberadaan). Metode yang digunakan dalam pendugaan nilai ekonomi hasil GERHAN di Sub DAS Tirto ini adalah pendekatan harga pasar untuk barang dan jasa yang diperdagangkan, sementara untuk barang dan jasa yang tidak diperdagangkan menggunakan teknik pengukuran tidak langsung yaitu pendekatan biaya pengadaan, dan biaya pengganti, serta pengukuran secara langsung dengan pendekatan kontingensi. Untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap potensi kegagalan dilakukan analisis pengaruh variabel-variabel penduga penyebab kegagalan terhadap kegagalan GERHAN yang tercermin dari prosentase kegagalan tanaman. Dari hasil kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto seluas 1463 ha, dengan rata-rata keberhasilan tanaman kayu 88% dan tanaman MPTS 85%, periode analisis 15 tahun, dan pada tingkat suku bunga 15% diperoleh nilai kini sebesar Rp 331.223.929.621 atau Rp 15.093.367/ha/tahun. Dari nilai ini menunjukkan bahwa dengan dilakukan rehabilitasi atau penanaman tanaman kayu dan tanaman MPTS akan memberikan harapan manfaat langsung dan tidak langsung yang lebih besar dari pada lahan dibiarkan dalam kondisi kritis atau tegalan dengan tanaman semusim saja yang hanya memberikan manfaat sebesar Rp 10.699.707/ha/tahun. Nilai manfaat GERHAN di Sub DAS Tirto terdiri dari nilai guna langsung Rp 324.662.438.996 (98,02%), nilai guna tidak langsung Rp 2.499.738.902 (0,75%) dan nilai bukan guna Rp 4.061.751.724 (1,23%). Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa nilai manfaat GERHAN di Sub DAS Tirto lebih didominasi dari manfaat yang bersifat nyata dapat dirasakan oleh masyarakat yaitu berupa nilai guna langsung atau manfaat yang langsung dapat diambil dari hasil rehabilitasi sebagai
masukan (input) untuk proses produksi maupun untuk konsumsi yaitu hasil kayu pertukangan, hasil tanaman MPTS, hasil tanaman pertanian, hasil tanaman empon-empon, hasil hijauan pakan ternak dan kayu bakar yang dipungut dari areal yang direhabilitasi. Nilai guna tidak langsung yang mempunyai proporsi yang kecil (0,75%) menunjukkan bahwa perbaikan lingkungan dari kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto tidak memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Begitu juga dengan nilai bukan guna yang diukur dengan pendekatan kontingensi berdasarkan persepsi masyarakat hanya 1,23% dari nilai manfaat total. Kecilnya nilai bukan guna ini menggambarkan persepsi dan apresiasi masyarakat terhadap sumberdaya hasil rehabilitasi yang dikuantifikasikan untuk menunjukkan nilai atau manfaat dari barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan yang direhabilitasi. Dengan tingkat pendapatan masyarakat yang hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari (rata-rata Rp 755.625./bulan) menyebabkan masyarakat belum bisa memikirkan untuk kebutuhan yang lainnya apalagi untuk suatu hal yang belum secara nyata manfaatnya seperti nilai pilihan dan nilai keberadaan. Secara ekonomi GERHAN layak untuk dilaksanakan yang ditunjukkan dari hasil analisis ekonomi kegiatan GERHAN seluas 1463 ha dengan periode analisis 15 th pada tingkat suku bunga 15% diperoleh NPV = Rp 111.034.577.505, BCR = 1,5 dan IRR = 62,91%. Variabel yang diduga penyebab kegagalan yang diamati adalah : kurangnya keikutsertaan masyarakat sesuai dengan kapasitasnya dalam perencanaan rehabilitasi (X1), ketidak sesuaian jenis tanaman dengan kondisi ekologisnya (X2), rendahnya kualitas bibit (X3), ketidak sesuaian jenis dengan yang diusulkan (X4); kondisi bibit waktu diterima kurang bagus (X5); sulitnya pemasaran hasil (X6); kurangnya insentif/penghargaan untuk kegiatan rehabilitasi (X7); Kurangnya kapasitas instansi terkait dalam kegiatan rehabilitasi dilihat dari kecukupan tenaga kerja, kapasitas teknis dan dukungan logistik (X8); kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan penggunaan lahan yang lebih luas (X9); Ketidakjelasan pembagian hak dan kewajiban para pihak dalam hal rehabilitasi hutan dan lahan (X10). Dari kesepuluh variabel tersebut terdapat 4 variabel yang secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap kegagalan GERHAN yaitu kurangnya keikutsertaan masyarakat sesuai dengan kapasitasnya dalam perencanaan rehabilitasi (X1), sulitnya pemasaran hasil (X6), kurangnya insentif/penghargaan untuk kegiatan rehabilitasi (X7) dan kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas (X9). Hubungan antara kegagalan GERHAN dengan variabel penentunya digambarkan dalam persamaan Y = -0.05 + 0.028X1 + 0.012X6 + 0.045X7 + 0.019X9 dari model ini diperoleh koefisien determinasi 52%. Berdasarkan persamaan tersebut apabila keempat variabel tersebut dapat diperbaiki dalam kondisi yang maksimal dapat menekan kegagalan GERHAN sampai 5,4% Kata Kunci : Sub DAS Tirto, GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan), nilai ekonomi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
NILAI EKONOMI HASIL GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI SUB DAS TIRTO PROPINSI JAWA TENGAH
EKA WIDIYASTUTIK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Tesis
: Nilai Ekonomi Hasil Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah
Nama
: Eka Widiyastutik
NRP
: E151070141
Mayor
: Ilmu Pengelolaan Hutan
Disetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Ketua
Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS Anggota
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS
Prof.Dr. Ir.Khairil. A.Notodiputro, MS
Tanggal Ujian :
19 Februari 2010
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Supriyanto
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini bertema “Nilai Ekonomi Hasil Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu dalam penyelesaian karya tulis ini terutama : 1. Dr.Ir.Hariadi Kartodihardjo,MS dan Dr.Ir.Bramasto Nugroho,MS selaku dosen pembimbing serta Dr.Ir. Supriyanto selaku dosen penguji. 2. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Departemen Manajemen Hutan dan teman-teman IPH angkatan 2007 atas bantuan dan dukungannya. 3. Departemen Kehutanan sebagai sponsor, Pusdiklat Departemen Kehutanan, Pimpinan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan serta BPDAS Pemali Jratun yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 ini. 4. Pimpinan beserta staf Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, Dinas Kehutanan
Kabupaten
Blora,
yang
telah
banyak
membantu
dalam
pengumpulan data. 5. Kedua orangtuaku, suamiku Heru Djatmika, anakku Idza dan Andis, serta seluruh keluargaku atas segala doa, kesabaran dan dukungannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Insya Allah.
Bogor, Februari 2010 Eka Widiyastutik
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jogjakarta pada tanggal 31 Maret 1974, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Moch Subani dan Ngadilah. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2007 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi ke program pasca sarjana IPB pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan (IPH). Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Penulis merupakan staf di Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Wilayah V sejak tahun 1998 hingga sekarang yang berganti nama menjadi Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Pemali Jratun salah satu UPT Ditjen RLPS Departemen Kehutanan.
DAFTAR ISI Daftar Tabel ........................................................................................................... xiii Daftar Gambar ........................................................................................................ xv Daftar Lampiran ..................................................................................................... xvi I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ........................................................................................... I.2. Pertanyaan Penelitian.................................................................................. I.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... I.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... I.5. Kerangka Pemikiran...................................................................................
1 3 4 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1.Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN/GNRHL)... 11 II.2.DAS/Sub DAS Sebagai Unit Analisis ....................................................... 13 II.3.Penilaian Ekonomi..................................................................................... 14 II.4.Analisa Manfaat dan Biaya Proyek............................................................ 20 II.5.Imbalan Jasa Lingkungan RHL ................................................................. 21 II.6.Penelitian Sebelumnya .............................................................................. 24 II.7.Faktor Penyebab Kegagalan Rehabilitasi ................................................... 26 III. METODE PENELITIAN III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... III.2. Lingkup Penelitian................................................................................... III.2.1. Lokasi Penelitian ......................................................................... III.2.2. Lingkup Nilai Ekonomi yang Dinilai.......................................... III.3. Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ......................................... III.3.1. Pengambilan Sampel.................................................................... III.3.2. Pengambilan Data ........................................................................ III.4. Analisis Data ........................................................................................... III.4.1. Nilai Ekonomi Total Hasil GERHAN.......................................... III.4.2. Analisis Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN ........... III.4.3. Rancangan Sistem Insentif Untuk Tidak Merusak Hutan dan Lahan...................................................................................................
29 29 29 30 30 30 31 31 31 46 49
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................................... IV.1. Keadaan Biofisik ..................................................................................... IV.2. Keadaan Sosial Ekonomi......................................................................... IV.3. Rehabilitasi Lahan Kritis Melalui GERHAN........................................... IV.4. Evaluasi GERHAN oleh Pemerintah ......................................................
50 50 53 54 56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... V.1. Nilai Ekonomi Total Hasil GERHAN ..................................................... V.1.1. Nilai Guna Langsung ................................................................... V.1.2. Nilai Guna Tidak Langsung ........................................................ V.1.3. Nilai Bukan Guna ........................................................................ V.2.Analisis Kelayakan ................................................................................... V.3.Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN......................................... V.4.Sistem Insentif Untuk Tidak Merusak Hutan dan lahan.............................
59 59 64 74 83 86 93 96
V.5.Rekomendasi .............................................................................................104 VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan...............................................................................................106 VI.2. Saran.........................................................................................................106 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................108 LAMPIRAN ...........................................................................................................111
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Perubahan Kebijakan Pemerintah Mempengaruhi Program Rehabilitasi Hutan............................................................................... 12
Tabel 2.
Perbedaan Insentif Variabel (Variable Incentives) dan Insentif Pemungkin (Enabling Insentives).......................................... 23
Tabel 3.
Estimasi Nilai Ekonomi Hutan........................................................... 25
Tabel 4.
Nilai Ekonommi Total Hutan Alam Produksi Pada Berbagai Intensitas Penebangan .................................................................. 26
Tabel 5.
Sub DAS Tirto Menurut Wilayah Administrasi................................ 50
Tabel 6.
Kelas Kelerengan Sub DAS Tirto ………………………………… 51
Tabel 7.
Luas Kekritisan Lahan Sub DAS Tirto .............................................. 52
Tabel 8.
Jumlah Penduduk dalam Wilayah Sub DAS Tirto............................. 53
Tabel 9.
Kegiatan GERHAN (Vegetatif) di Wilayah Sub DAS Tirto ............. 55
Tabel 10. Kegiatan GERHAN (Sipil Teknis) di Wilayah Sub DAS Tirto ........ 56 Tabel 11. Keberhasilan Tanaman GERHAN di Wilayah Sub Tirto .................. 57 Tabel 12. Nilai Ekonomi Total Hasil Rehabilitasi Sub DAS Tirto.................... 61 Tabel 13. Nilai Manfaat Lahan Tanpa Kegiatan Rehabilitasi ............................ 63 Tabel 14. Perkiraan Nilai Ekonomi Hasil GERHAN Pada Berbagai Keberhasilan Tanaman ...................................................................... 64 Tabel 15. Kondisi Harga Kayu Bundar Jati di Kabupaten Grobogan ................ 65 Tabel 16. Prediksi dan Nilai Hasil Kayu Jati dari GERHAN di Sub DAS Tirto.65 Tabel 17. Jenis dan Jumlah Tanaman MPTS GERHAN di Sub DAS Tirto...... 66 Tabel 18. Prediksi Hasil Tanaman MPTS GERHAN di Sub DAS Tirto........... 68 Tabel 19. Nilai Hasil Tanaman Semusim per Tahun ......................................... 70 Tabel 20. Nilai Hasil Tanaman Empon-Empon per Tahun................................ 71 Tabel 21. Nilai Hijauan PakanTernak Pada Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto................................................................................ 73 Tabel 22. Nilai Kayu Bakar pada Lokasi Kegaiatn GERHAN di Sub DAS Tirto................................................................................ 74 Tabel 23. Kandungan Unsur Hara Makro pada Masing-Masing Jenis Tanah di Sub DAS Tirto................................................................................ 75 Tabel 24. Nilai Pengurangan Erosi On-plot per tahun........................................ 75 Tabel 25. Nilai Pengurangan Sedimentasi dari Masing-Masing Lokasi Tanaman ................................................................................. 76 Tabel 26. Prediksi Nilai Pengurangan Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Tirto77
Tabel 27. Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Berbagai Tata Guna Lahan 78 Tabel 28. Keberadaan Mata Air di Sub DAS Tirto ........................................... 79 Tabel 29. Nilai Air Untuk untuk Keperluan Rumah Tangga dan Pengairan Sawah. .............................................................................. 82 Tabel 30. Nilai Jasa Penyerapan Karbon Tanaman Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto ............................................................................... 83 Tabel 31. Nilai Pilihan Hasil Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto ........ 85 Tabel 32. Nilai Keberadaan Hasil Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto.. 86 Tabel 33. Aliran Kas Kegiatan Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto..... 87 Tabel 34. Analisis Finansial Kegiatan Rehabilitasi (GERHAN) Pada TiaLuas Kepemilikan di Sub DAS Tirto............................................ 92 Tabel 35. Pendapatan Petani dari Hasil GERHAN Pada Berbagai Strata Kepemilikan ....................................................................................... 93 Tabel 36. Hasil Analisis Varian Faktor Penyebab Kegagalan GERHAN.......... 94 Tabel 37. Biaya GERHAN di Sub DAS Tirto .................................................. 97
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Nilai Ekonomi Hasil GERHAN......
10
Gambar 2. Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan Menurut Turner et al, 1994. ..............................................................................
15
Gambar 3. Bagan Alir Pemilihan Metode Penilaian Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Sumberdaya Hutan (James, 1991) ………….....
17
Gambar 4.`Bagan Alir Pemilihan Metode Penilaian Nilai Guna Tidak langsung, Nilai Pilihan dan Nilai Keberadaan Sumberdaya Hutan (James, 1991) .....................................................................................
18
Gambar 5. Lokasi Penelitian di Sub DAS Tirto...................................................
29
Gambar 6. Proyeksi Manfaat dan Biaya GERHAN di Sub DAS Tirto…………
91
Gambar 7. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Sumberdaya Hutan dan Lahan .........................................................................................
98
Gambar 8. Penyebab Langsung Kerusakan Hutan dan Lahan Menurut Persepsi Masyarakat ..........................................................................
99
Gambar 9. Penyebab Pokok Kerusakan Hutan dan Lahan Berdasarkan Persepsi Masyarakat.......................................................................................... 101 Gambar 10.Insentif yang Dibutuhkan.................................................................... 103
DAFTAR LAMPIRAN
Lampir an 1 Analisis Validitas dan Reliabilitas................................................ 111 Lampiran 2 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN............................................ 114 Lampiran 3 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN (keberhasilan 70%) .......... 119 Lampiran 4 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN (keberhasilan 50%)............ 124 Lampiran 5 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN (keberhasilan 30%)............ 129 Lampiran 6 Prediksi Hasil Kayu Jati Pada Masing-masing Lokasi yang Direhabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto....................... 134 Lampiran 7 Hasil Tanaman Semusim Pada Masing-Masing Lokasi GERHAN ..................................................................................... 136 Lampiran 8 Prediksi Hasil Tanaman Empon-Empon pada Lokasi GERHAN di Sub DASTirto......................................................... 139 Lampiran 9 Perhitungan Nilai Ekonomi Hijauan pakan ternak
................ 140
Lampiran 10 Pendugaan Nilai Hijauan pakan ternak dari Masing- masing Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto ........................................... 142 Lampiran 11 Pendugaan Nilai Kayu Bakar dari Lokasi Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto...................................................... 143 Lampiran 12 Pendugaan Nilai Pengendalian Erosi dan Sedimentasi ............... 144 Lampiran 13 Pendugaan Nilai Ekonomi Air Untuk Keperluan Rumah Tangga 146 Lampiran 14 Rekapitulasi Hasil wawancara Faktor Penyebab Kegagalan GERHAN ................................................................... 149
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akibat eksploitasi yang berlebihan, sumberdaya hutan maupun lahan telah mengalami penurunan kualitas maupun kuantitasnya. Berdasarkan pengukuran luas hutan pertengahan tahun 1980an (program pemetaan RePPProt) dan MoFEC tahun 1996, dalam jangka waktu 12 tahun telah terjadi pengurangan luas hutan di Indonesia sebesar ± 20 juta hektar atau rata-rata sebesar 1,7 juta hektar per tahun (World Bank, 2001). Angka tersebut telah melebihi taksiran laju deforestrasi yang dapat diterima yaitu berkisar antara 0,6 – 1,3 juta hektar per tahun (World Bank, 1994 dalam World Bank, 2001). Laju deforestasi ini diperkirakan semakin besar dan tidak terkendali karena semakin meningkatnya kegiatan illegal logging dan konversi hutan menjadi areal penggunaan lain. Luas hutan Indonesia mengalami penurunan rata-rata 1,872 juta Ha (1,7%) per tahun pada periode tahun 19902000, dan 1,871 juta Ha (2%) per tahun pada periode tahun 2000 – 2005 (FAO, 2007). Kerusakan hutan dan lahan telah menimbulkan berbagai macam bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan yang menyebabkan kerugian materi dan korban jiwa. Walaupun tidak dapat dikatakan dengan begitu saja bahwa kerusakan hutan menyebabkan banjir, tetapi pengaruh aktifitas tataguna lahan terutama di daerah hulu dapat memberikan akibat yang nyata pada volume air dan waktu tercapainya debit puncak sebagai respon daerah aliran sungai (DAS) terhadap curah hujan. Sub DAS Tirto yang merupakan bagian dari DAS Serang ds meliputi 3 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Grobogan (98,88%), Kabupaten Blora (0,88%), dan Kabupaten Pati (0,84%). Kondisi hutan dan lahannya telah mengalami kerusakan yang cukup luas, dari luas total ± 15.937,4 ha seluas 2581,58 Ha (16,2%) telah mengalami degradasi sehingga masuk dalam kriteria agak kritis, kritis dan sangat kritis (BPDAS Pemali Jratun, 2004). Pada Sub DAS tersebut mengalir anak sungai menuju sungai Lusi yang merupakan salah satu sungai besar yang mengalir melalui Kabupaten Grobogan, dan sering meluap menyebabkan banjir
pada musim penghujan. Karena kekritisan dan potensi
2
dampak kerusakannya membuat Sub DAS Tirto termasuk dalam kategori prioritas I untuk ditangani. Untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan pada daerah-daerah yang telah mengalami kekritisan tersebut maka dilakukan upaya rehabilitasi melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). GERHAN dilaksanakan
mulai
tahun
2003,
diselenggarakan
untuk
memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan, sehingga diharapkan dapat berfungsi kembali sebagai perlindungan DAS, sekaligus untuk mendukung produktivitas sumberdaya hutan dan lahan serta melestarikan keanekaragaman hayati. GERHAN merupakan sebuah investasi, sejumlah sumberdaya finansial, sosial, fisik dan material ditanamkan untuk upaya pemulihan produktifitas hutan dan lahan. Selama enam tahun (tahun 2003 - 2008) kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto telah menelan dana sebesar Rp 3.242.663.450 untuk merehabilitasi lahan kritis seluas ± 1.463 ha melalui kegiatan pembuatan hutan rakyat (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, Dinas Kehutanan Kabupaten Blora, tahun 2009) Sebagaimana investasi pada umumnya akan selalu ada keuntungan atau manfaat yang diharapkan. Manfaat yang diperkirakan akan dihasilkan dari kegiatan GERHAN secara menyeluruh baik manfaat yang dapat dinilai langsung dengan uang (tangible benefits) maupun yang tidak dapat dinilai langsung dengan uang (intangible benefits) antara lain berupa hasil kayu dan non kayu bagi masyarakat, perbaikan fungsi hidrologi DAS, pengendalian erosi, maupun jasa penyimpan karbon. GERHAN dibiayai Pemerintah hanya sampai pemeliharaan tahun kedua, selepas itu keberhasilannya akan tergantung oleh peran masyarakat pemilik lahan karena GERHAN dilaksanakan di lahan milik dimana pemilik lahan mempunyai hak penuh terhadap pengelolaan lahan selanjutnya. Manfaat-manfaat dari hasil GERHAN umumnya baru dapat dinikmati dalam jangka panjang jika GERHAN berhasil sedangkan manfaat terutama jasa lingkungan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal yang melaksanakan kegiatan tetapi juga oleh masyarakat luas
3
didaerah hilir. Untuk membangun hubungan hulu hilir yang dapat menguntungkan semua pihak, diperlukan pengaturan pembagian keuntungan dari jasa lingkungan yang dinikmati masyarakat hilir dengan pemberian penghargaan berupa insentif kepada masyarakat pemilik lahan untuk tetap mau memelihara mempertahankan tanaman rehabilitasi sampai dapat memberikan manfaat-manfaat tersebut. Kegiatan GERHAN merupakan kegiatan hibah dimana untuk petani menerima bantuan bibit, biaya penanaman dan pemeliharaannya sampai tahun kedua serta hasilnya untuk masyarakat sendiri. Hal tersebut seharusnya menjadi pendorong keberhasilan GERHAN tetapi pada kenyataannya banyak dijumpai kegagalan, oleh karena itu perlu dicari penyebab kegagalan sebagai bahan pembelajaran dimasa mendatang. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan penilaian ekonomi hasil GERHAN khususnya di Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah untuk mengetahui berapa besar nilai manfaat dari hasil GERHAN; menganalisis faktor-faktor penyebab kegagalan GERHAN, serta mengkaji sistem insentif yang dibutuhkan bagi masyarakat untuk tetap memelihara tanaman rehabilitasi agar diperoleh manfaat-manfaat dari hasil GERHAN. I.2. Pertanyaan Penelitian Untuk memperbaiki kerusakan hutan dan lahan telah dilakukan berbagai program rehabilitasi, salah satunya melalui GERHAN. GERHAN adalah program nasional untuk perbaikan kualitas lingkungan DAS yang dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak, membutuhkan biaya besar dan diharapkan mempunyai nilai manfaat yang besar pula. Investasi lebih dari satu triliun rupiah dalam GERHAN harus dapat dikembalikan beserta segala marginnya, sejumlah sumberdaya finansial, sosial, fisik dan material ditanamkan pada suatu unit RHL (Setyarso,2004). Untuk itu harus diidentifikasi apa yang seharusnya dapat dipasarkan agar investasi tersebut membuahkan hasil yang lebih besar. Biaya-biaya yang ditimbulkan dari GERHAN bukan hanya biaya langsung yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tetapi juga termasuk biaya-biaya lain yang tidak diperhitungkan misalnya sewa tanah atau
4
biaya tenaga kerja. Begitu juga dengan manfaatnya, dapat bersifat dapat dipasarkan (hasil kayu, non kayu) dan tidak dapat dipasarkan (jasa lingkungan). Untuk mengetahui besarnya keuntungan atau manfaat menyeluruh dari hasil kegiatan GERHAN maka perlu dilakukan penilaian ekonomi terhadap manfaat keseluruhan GERHAN. Hal ini untuk menunjukkan secara obyektif dan kuantitatif seberapa besar kegiatan GERHAN memberikan keuntungan. Peran daerah hulu sangatlah penting karena pengelolaannya berdampak pada keberlangsungan fungsi lingkungan yang menyokong kehidupan masyarakat di daerah hilir. Begitu juga dengan kegiatan rehabilitasi di daerah hulu, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang melakukan rehabilitasi tetapi juga masyarakat di daerah hilir. Lahan yang direhabilitasi merupakan lahan milik sehingga keberlanjutan kegiatan rehabilitasi sangat tergantung pada pemilik lahan. Untuk itu diperlukan insentif untuk mendorong pemilik lahan pelaku rehabilitasi untuk memelihara tanaman rehabilitasinya sampai memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitarnya. GERHAN merupakan kegiatan yang bersifat hibah dimana petani diberikan bantuan bibit, biaya penanaman dan pemeliharaan serta hasilnya untuk petani sendiri dengan demikian sudah sepantasnya kalau tanaman dipelihara sampai berhasil.
Pada kenyataannya kegiatan GERHAN banyak mengalami kegagalan,
faktor apa saja yang menyebabkan kegagalan tersebut menarik untuk diketahui sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dimasa mendatang. I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk : 1. Menduga besarnya nilai ekonomi dari hasil kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah 2. Menentukan faktor-faktor yang menyebabkan potensi kegagalaan GERHAN
5
I.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah : 1. Memberikan bahan informasi yang memperkaya khasanah ilmu pengetahuan mengenai nilai ekonomi hasil kegiatan rehabilitasi, khususnya kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah. 2. Sebagai bahan masukan untuk evaluasi kebijakan. I.5. Kerangka Pemikiran Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan dan mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar melalui sungai utama sampai ke laut atau danau. DAS merupakan suatu ekosistem dengan berbagai sumberdaya dalam suatu hubungan saling interaksi. Adanya hubungan keterkaitan tersebut maka segala aktivitas komponen ekosistem selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain. Begitu juga dengan aktifitas tata guna lahan di hulu DAS tidak hanya memberikan dampak pada daerah setempat tetapi juga akan menimbulkan dampak pada bagian hilir DAS seperti fluktuasi debit air antar musim (pada musim hujan banjir dan kekeringan pada musim kemarau), transport sedimen serta material terlarut dalam aliran airnya Tekanan terhadap sumberdaya alam dalam DAS terutama sumberdaya hutan dan lahan telah menyebabkan degradasi DAS berupa lahan gundul, tanah kritis serta meningkatnya erosi yang dapat menyebabkan menurunnya daya dukung DAS. Untuk memulihkan kerusakan DAS diperlukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yaitu melalui GERHAN. GERHAN dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembalikan fungsi dan produktivitas sumber daya hutan dan lahan. Rehabilitasi memberikan dampak manfaat langsung maupun tidak langsung. Manfaat ekonomi yang dapat teridentifikasi dari kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto adalah sebagai berikut :
6
1. Nilai guna langsung Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan penanaman tanaman kayu maupun MPTS, tentu saja manfaat langsung yang dapat diharapkan adalah dari hasil kayu dan hasil tanaman MPTS, hasil tanaman semusim dan empon-empon yang ditanam secara swadaya, kayu bakar, dan hijauan pakan ternak. 2. Nilai guna tidak langsung 2.1.Pengendalian erosi Rehabilitasi dengan penanaman tanaman kayu-kayuan pada saatnya nanti penutupan tajuk tanamannya akan memperbaiki penutupan lahan sehingga dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan secara langsung. Selain itu perakaran dari tanaman rehabilitasi akan memperbaiki struktur tanah yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi sehingga air hujan yang jatuh dapat lebih banyak diserap kedalam tanah dan mengurangi aliran permukaan yang menyebabkan erosi. Berdasarkan penilaian dampak lingkungan pada lima proyek rehabilitasi yang dilakukan oleh CIFOR, pada proyek hutan rakyat menunjukkan telah ada dampak positif pada variabel erosi tanah setelah 5 tahun pertama maupun pada 5 tahun pertama proyek. Menurut laporan hasil evaluasi dampak dan manfaat GERHAN kabupaten Grobogan diharapkan setelah umur 5 tahun nanti penutupan tajuknya akan optimal menutup tanah dari percikan air hujan. Dampak lanjutan dari erosi adalah sedimentasi pada sungai, saluran irigasi dan badan-badan air lainnya. Sebagaimana diketahui sedimentasi pada sungai menyebabkan kapasitas tampungnya menurun sehingga pada waktu hujan dengan intensitas yang tinggi melebihi kapasitas tampungnya akan menyebabkan luapan air sungai atau banjir, sehingga secara tidak langsung rehabilitasi daerah hulu DAS memberikan dampak pada pengendalian bencana banjir di bagian hilirnya. 2.2.Nilai jasa penyerapan karbon Dalam proses pertumbuhannya tanaman menyerap karbon yang ada di udara untuk fotosintesis. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa.
Jasa penyerapan karbon saat ini sudah ada pasarnya di dunia
internasional, melalui pasar sukarela maupun melalui skema Mekanisme
7
Pembangunan Bersih (MPB/CDM) dalam Protokol Kyoto dimana negara-negara maju (Annex 1) mempunyai kewajiban untuk menurunkan tingkat emisi gas rumah kacanya sebesar 5% dibandingkan emisinya pada tahun 1990 melalui proyek aforestasi dan reforestasi (A/R) di negara berkembang. Walaupun masih ada perbedaan definisi A/R untuk kelayakan dalam skema MPB, tetapi pada intinya jasa penyerapan karbon dari rehabilitasi lahan kritis mempunyai nilai ekonomi. 2.3.Nilai hasil air Tutupan lahan oleh vegetasi pohon dengan segala bentuknya dapat mempengaruhi aliran air dalam daur hidrologi DAS, antara lain sebagai pendorong perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologis dalam tanah (Asdak, 2004). Kapasitas infiltrasi tanah akan meningkat dengan adanya tutupan vegetasi tersebut. Dengan meningkatnya kapasitas infiltras i menyebabkan air yang masuk dalam tanah menjadi lebih besar. Air hujan yang terinfiltrasi selanjutnya mengalami perkolasi, yaitu setelah lapisan atas jenuh air akan bergerak ke tanah yang lebih dalam akibat gaya gravitasi bumi. Air inilah yang akan menjadi air tanah yang akan keluar melalui mata air dan mengalir ke sungai yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pada saat musim kemarau. Berdasarkan inventarisasi mata air yang dilakukan BPDAS Pemali Jratun, di Sub DAS Tirto terdapat kurang lebih 27 buah mata air, antara lain di Kecamatan Ngaringan (12 mata air), Kecamatan Tawangharjo (6 mata air), Kecamatan Wirosari (2 mata air) dan Kecamatan Tambakromo (7 mata air). Pemanfaatan mata air tersebut sebagian besar untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam Sub DAS Tirto mengalir anak-anak sungai yang berfungsi mengairi sawah irigasi seluas 4.597,73 Ha (28,85%) dari luas Sub DAS Tirto. Sebagaimana uraian sebelumnya, kontinuitas aliran sungai pada musim penghujan maupun musim kemarau dipengaruhi oleh penutupan vegetasi daerah hulunya. Cadangan air tanah pada musim kemarau akan dialirkan melalui mata air-mata air
8
selanjutnya akan menuju ke sungai sehingga dengan demikian pada musim kemarau sungai tetap dapat mengairi sawah. Menurut hasil penilaian dampak lingkungan pada lima proyek rehabilitasi yang dilakukan oleh CIFOR, pada proyek hutan rakyat menunjukkan telah ada dampak positif pada variabel hasil air setelah 5 tahun pertama, sedangkan menurut laporan hasil evaluasi dampak dan manfaat GERHAN kabupaten Grobogan dengan keberhasilan tanaman rata-rata 70% diperkirakan setelah tanaman berumur 5 tahun nanti manfaat hasil air dapat dirasakan. 3. Nilai Bukan Guna 3.1.Nilai Pilihan Penanaman beberapa jenis tanaman kayu, MPTS pada lahan kritis secara bertahap akan membentuk suatu ekosistem yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas habitat untuk keanekaragaman flora maupun fauna. Keberadaan flora dan fauna tersebut merupakan nilai pilihan. Nilai pilihan merupakan nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi), maupun yang belum dimanfaatkan. Keberadaan flora dan fauna meskipun saat ini kegunaannya belum diketahui tetapi mempunyai potensi manfaat pada masa yang akan datang. 3.2.Nilai Keberadaan Penanaman tanaman kayu maupun MPTS pada saatnya nanti mampu memberikan kenyamanan, keindahan dan nilai budaya bagi masyarakat setempat. Manfaat yang dihasilkan dari kenyamanan, keindahan dan budaya merupakan bentuk nilai keberadaan. Menurut Bahruni (1999) nilai keberadaan merupakan nilai yang menggambarkan manfaat (kesejahteraan) yang diperoleh seseorang atau masyarakat dengan mengetahui keberadaan sumberdaya tersebut, meskipun masyarakat tersebut tidak memiliki atau menggunakan sumberdaya hutan tersebut. Nilai keberadaan termasuk pula manfaat sosial budaya yang diperoleh masyarakat lokal sebagai interaksi kehidupan sosial budaya mereka dengan keberadaan
hutan
tersebut,
yang berarti
keberadaan
kelangsungan nilai-nilai sosial budaya masyarakat tersebut.
hutan
menentukan
9
Manfaat-manfaat yang telah disebutkan di depan tidak dapat begitu saja dijumlahkan untuk mendapatkan manfaat total dari kegiatan rehabilitasi. Antara manfaat hasil kayu dan manfaat jasa lingkungan mempunyai hubungan yang saling meniadakan, apabila pohon ditebang untuk memperoleh hasil kayu maka otomatis manfaat jasa lingkungan berupa pengendalian erosi, manfaat hasil air dan jasa penyerapan karbon akan hilang. Demikian juga apabila yang diharapkan manfaat jasa lingkungannya maka hasil kayu tidak bisa diambil. Dari hasil identifikasi manfaat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa manfaat dari hasil rehabilitasi hutan dan lahan tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang melakukan rehabilitasi tetapi juga dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat yang tidak melakukan kegiatan rehabilitasi terutama masyarakat yang tinggal di daerah hilir. Untuk mendorong berbagai pihak agar ikut berperan serta dalam rehabilitasi hutan dan lahan maka perlu suatu sistem insentif terutama untuk mendorong masyarakat pelaku rehabilitasi untuk memelihara tanaman agar berbagai manfaat tersebut dapat dirasakan. Manfaat dari kegiatan rehabilitasi baru dapat dirasakan dalam jangka panjang setelah tanaman rehabilitasi berhasil membentuk suatu ekosistem yang menyerupai hutan terutama, terutama untuk manfaat jasa lingkungan disamping hasil kayu maupun tanaman MPTS. Dalam jangka waktu sampai dapat menghasilkan manfaat tersebut dimungkinkan adanya peluang kegagalan dari tanaman
yang
disebabkan
oleh
banyak
faktor. Faktor
apa
saja
yang
mempengaruhi kegagalan perlu diketahui sebagai bahan pembelajaran di masa mendatang. Secara garis besar kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
10
LAHAN KRITIS dalam DAS/Sub DAS
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)
Rehabilitasi berhasil (pulihnya fungsi dan peningkatan produktifitas sumberdaya hutan dan lahan)
Nilai Ekonomi Hasil GERHAN Marketable Non-marketable Hasil kayu, MPTS, Jasa lingkungan kayu bakar dll Diterima masyarakat yang melakukan Rehabilitasi
Rehabilitasi gagal
Faktor penyebab kegagalan
Dirasakan oleh masyarakat penerima jasa keterangan : : lingkup studi
Sistem Insentif RHL
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Nilai Ekonomi Hasil GERHAN
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN/GNRHL) Kerusakan hutan dan lahan yang semakin meningkat telah menyebabkan semakin meluasnya dampak kerusakan yaitu dengan kejadian berbagai bencana seperti banjir, kekeringan dan semakin meluasnya lahan kritis. Berbagai upaya pemulihan fungsi sumberdaya hutan dan lahan telah dilakukan dengan berbagai bentuk program rehabilitasi hutan dan lahan. Rehabilitasi menurut Tim CIFOR 2003 dalam Nawir et al. (2008) didefinisikan sebagai ”kegiatan yang secara sengaja ditujukan untuk regenerasi pohon, baik secara alami dan/atau buatan, pada padang rumput, semak belukar, atau wilayah tandus yang dulunya merupakan hutan, dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas, penghidupan masyarakat, dan/atau manfaat jasa lingkungan. Sedangkan menurut Departemen Kehutanan, rehabilitasi terdiri atas dua kategori yaitu reboisasi dan penghijauan. Reboisasi atau rehabilitasi hutan didefinisikan dengan kegiatan menanam pohon yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan, sedangkan penghijauan atau rehabilitasi lahan berkenaan dengan kegiatan penanaman pohon yang dilaksanakan di lahan milik masyarakat di luar kawasan hutan. Penerapan program rehabilitasi telah dilakukan oleh Pemerintah sejak awal tahun 1950 an dengan berbagai pendekatan. Pada periode tahaun 1950-1970an rehabilitasi menggunakan pendekatan top-down. Antara tahun 1980-1990an kebijakan rehabilitasi hutan berada pada masa transisi dari top-down ke arah partisipatif, mulai akhir tahun 1990an secara konseptual kebijakan rehabilitasi lebih partisipatif. Pengaruh kebijakan pemerintah terhadap program rehabilitasi hutan dan lahan sejak tahun 1950an sampai sekarang dapat dilihat pada Tabel 1.
12
Tabel 1. Perubahan Kebijakan Pemerintah Mempengaruhi Program Rehabilitasi Hutan Aspek Kebijakan
Orientasi Kebijakan 1950-1960an
1970-1990an
1998 – hingga saat ini
Pengelolaan hutan
Difokuskan pada aspek ekologi : mengembalikan dan mempertahankan fungsi ekologis (konservasi tanah dan air)
Difokuskan pada aspek ekonomi : berorientasi pada pengelolaan kayu untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor miyak
Difokuskan pada pengelolaan berbasis sumberdaya : menyeimbangkan aspek sosial-ekonomi dan lingkungan
Skala pengelolaan
Pengelolaan skala kecil hingga sedang
Pengelolaan skala besar
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat
Sistem Pemerintahan terpusat pemerintahan
Pemerintahan terpusat
Desentralisasi pemerintahan
Target rehabilitasi kehutanan
Rehabilitasi umumnya dilakukan di pulau Jawa melalui pengembangan tanaman jati
Rehabilitasi kawasan Rehabilitasi hutan hutan produksi dan produksi dan kawasan lahan milik konservasi
Pendekatan pengelolaan
Pendekatan sektoral
Pendekatan sektoral
Pendanaan
Pendanaan dari pemerintah
Pendanaan dari pemerintah dan donor
Pendekatan terpadu
Prinsip berbagi biaya, namun masih mempunyai ketergantungan pada dana pemerintah Sumber : Mursidin et al. (1997); Christanty dan Atje, 2000; Dirjen RLPS 2003; Dirjen RLPS 2004 dalam Murniati, 2007 dan Nawir et al. (2008)
Berdasarkan pengalaman yang lalu, berbagai upaya rehabilitasi hutan dan lahan tetap tidak mampu mengimbangi laju kerusakan hutan dan lahan karena kompleksnya faktor yang menyebabkan kerusakan tersebut. Kegiatan rehabilitasi seharusnya dimulai dengan tujuan untuk menyikapi berbagai penyebab degradasi dan
deforestasi
tersebut
(Murniati,
2007).
Karena
keberhasilan
dalam
memecahkan suatu masalah memerlukan solusi yang tepat terhadap masalah yang juga tepat. Menurut Russell L. Ackoff (1974) dalam Dunn (2004) kita lebih sering gagal karena kita memecahkan suatu masalah yanag salah daripada menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang tepat.
13
Dengan semakin meningkatnya kerusakan sumberdaya hutan dan lahan yang menimbulkan dampak kerusakan yang telah memberikan pembelajaran dan pengalaman berharga betapa besar dan mahalnya kerugian akibat kerusakan tersebut bagi masyarakat maka perlu dilakukan percepatan rehabilitasi hutan dan lahan untuk memulihkan fungsi sumberdaya hutan dan lahan melalui GERHAN. Pelaksanaan GERHAN didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menko, yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Menteri Koordinator
Bidang
Perekonomian
dan
Menteri
Koordinator
Bidang
Kesejahteraan Rakyat yang ditandatangani tanggal 31 Maret 2003, dengan tujuan melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat untuk memulihkan kualitas sumberdaya hutan/lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Upaya
rehabilitasi
melalui
GERHAN
dilaksanakan
dalam
bentuk
penanaman sejumlah bibit pohon dan tanaman buah-buahan di dalam kawasan hutan dan lahan kosong/kritis dengan melibatkan partisipasi berbagai pihak terkait termasuk masyarakat di sekitar hutan. Bentuk kegiatannya meliputi pembuatan hutan rakyat, rehabilitasi mangrove, pembuatan hutan kota dan pembuatan banguan konservasi tanah dan air (embung, dam pengendali, dam penahan, gully plug,
umur
resapan)
serta
kegiatan
pendukung
berupa
pengembangan
kelembagaan dan kepeloporan TNI. II.2. DAS/Sub DAS Sebagai Unit Analisis DAS sebagai bagian dari sistem hidrologi didefinisikan sebagai suatu bentang lahan yang secara topografis dibatasi oleh punggung punggung bukit atau gunung
yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkanny a ke laut melalui sungai utama (Asdak C, 2004). DAS terbagi dalam beberapa sub DAS, merupakan suatu ekosistem yang terdiri atas berbagai sumberdaya
alam geologi,
tanah,
air
(air
permukaan
dan
air
tanah),
tumbuhan/hutan, satwa, manusia, iklim, dan berbagai sumberdaya budaya dalam suatu hubungan saling interaksi. Dari aspek kelembagaan, DAS merupakan
14
sumberdaya alam berupa stok dalam ragam pemilikan, berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan/atau kelompok, masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan saling ketergantungan atau interdependensi antar pihak, individu dan/atau kelompok masyarakat serta antar lembaga (Kartodihardjo et al. 2004). Alasan utama dari pendekatan DAS sebagai unit pengelolaan dan fokus kegiatan rehabilitasi adalah dengan pendekatan DAS lebih holistik dan dapat pula digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar faktor biofisik dan intensitas kegiatan sosial ekonomi dan budaya dari daerah hulu ke daerah hilir; dapat pula digunakan untuk menilai dampak terhadap lingkungan secara lebih cepat dan lebih mudah (Ditjen RLPS 2003 dalam Nawir et al. 2008). DAS atau sub DAS menerima pengaruh atau merespon langsung antara lain perubahan debit dan hasil air akibat peristiwa presipitasi atau hujan. DAS memiliki keterkaitan biogeofisik yang sangat kuat antara hulu hilir sehingga mampu menggambarkan perubahan perilaku air akibat perubahan karakteristik lanskapnya secara nyata (Asdak, 2004). Selain itu menurut NRC (1999) dalam Nawir et al. (2008), DAS mempunyai batas wilayah dan konsep unit yang logis untuk pengelolaan ekosistem karena konsep DAS mengakui pentingnya peran air dalam hubungan biologis serta DAS mudah dikenal sehingga memudahkan para pengelola untuk mengukur dan mengamati komponen dasar fisik dan kimia dari suatu ekosistem. II.3. Penilaian Ekonomi Dalam pengelolaan sumberdaya hutan, nilai total dari keberadaannya seringkali hanya dinilai dari produk-produk yang memiliki manfaat nyata (tangible benefit) dan terukur dalam mekanisme pasar seperti kayu, padahal berdasarkan pendekatan ekosistem nilai total sumberdaya hutan dan lahan tidak hanya dapat dilihat dari kayu saja tetapi juga harus menilai manfaat-manfaat lain dari hutan yang bersifat tidak nyata (intangible benefit) seperti penyediaan jasa hidroorologis, estetika, ritual adat keagamaan dan habitat satwa. Penilaian didefinisikan sebagai penentuan nilai manfaat barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat (Davis dan Johnson, 1987). Nilai diartikan sebagai
15
kegunaan, kemanfaatan, kepuasan dan rasa senang yang diperoleh oleh individu atau masyarakat atas keberadaan suatu obyek. Dalam pengelolaan sumberdaya hutan, nilai hutan merupakan ekspresi kemanfaatan hutan berdasarkan ekspresi individu atau masyarakat terhadap sumberdaya hutan tersebut dalam satuan moneter pada ruang atau tempat dan waktu tertentu. Nilai yang dimiliki oleh suatu barang atau jasa akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat, ataupun organisasi. Nilai ekonomi total dari sumberdaya hutan menurut Turner et al. (1994) adalah sebagai berikut : Nilai ekonomi
Nilai bukan guna (non use value)
Nilai guna (Use value)
Nilai guna langsung
Nilai guna tidak langsung
Kayu, buah, biji
Fungsi hidro logis, penyim pan karbon
Dari pembangunan
Total Keuntungan pembangunan
Nilai Pilihan (option value)
Nilai Warisan (Bequest value)
Nilai keberadaan (existence value)
Suaka margasatwa, ekosistem
Rekreasi, habitat
Biodiversity, pemandangan
Dari konservasi
Total Keuntungan
Gambar 2. Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan menurut Turner et al.(1994)
16
Berdasarkan Gambar 2 tersebut total nilai ekonomi dari sumberdaya hutan terdiri dari nilai guna dan nilai bukan guna. Nilai guna dibedakan menjadi nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Nilai guna langsung merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh masyarakat atau perusahaan terhadap komoditas hasil hutan berupa kayu bukan kayu, fauna dan komoditas dari proses ekologis (ekosistem) hutan Sedangkan nilai guna tidak langsung merupakan manfaat yang diperoleh individu/masyarakat melalui suatu penggunaan secara tidak langsung terhadap sumberdaya hutan yang memberikan jasa (pengaruh) pada aktivitas ekonomi/produksi atau mendukung kehidupan mahluk hidup. Nilai sumberdaya hutan yang termasuk nilai guna tidak langsung adalah nilai berbagai fungsi jasa hutan berupa manfaat hutan bagi pengendalian banjir, prasarana angkutan air (sungai), pengendalian erosi dan penyerapan CO2 (Bahruni, 1999). Dalam Bahruni (1999) dijelaskan mengenai nilai pilihan, yaitu merupakan nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi) maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai pilihan ini berkaitan dengan adanya ketidakpastian yang bersumber dari dua hal; yang pertama preferensi masyarakat konsumen saat ini terhadap komoditas hutan (barang dan jasa) pada masa yang akan datang maupun preferensi generasi yang akan datang, yang kedua adalah ketidakpastian teknologi pemanfaatan maupun manajemen sumberdaya terhadap pasokan (supply) komoditas pada masa yang akan datang. Nilai pilihan seperti nilai flora dan fauna yang saat ini belum dimanfaatkan secara potensial. Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan sumberdaya tersebut, berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika dan kultural. Nilai warisan muncul ketika orang-orang menempatkan suatu nilai konservasi sumberdaya tertentu untuk anak cucu (generasi yang akan datang). Nilai keberadaan maupun nilai warisan in i tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop, 1999)
17
Untuk memudahkan dalam memilih metode penilaian ekonomi, berikut ini adalah bagan alir pemilihan metode penilaian dari nilai guna langsung maupun nilai guna tidak langsung (Gambar 3). Data demand dan supply hasil hutan tersedia lengkap
ya
Metode Manfaat Sosial Bersih (Net Social Benefit Methods)
tidak
ya Ada pasar Hasil Hutan (Hasil hutan di jual di pasar)
Metode Harga Pasar (Market Price Methods)
tidak
ya Harga Pengganti (Surrogate Price) : 1. Harga Substitusi 2. Harga Substituti tidak langsung 3. biaya oportunitas tidak langsung 4. Nilai Tukar Perdagangan (Nilai Relatif) 5. Biaya Relokasi 6. Biaya Perjalanan / Pengadaan (Travel cost Methods)
Hasil Hutan merupakan Barang Siap Pakai (Final Product)
tidak
Hasil Hutan merupakan Produk Antara (Intermediate Product)
ya
Nilai Produksi: 1. Pendekatan Fungsi Produksi 2. Pendapatan Faktor Produksi Bersih
Gambar 3. Bagan Alir Pemilihan Metode Penilaian Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Sumber Daya Hutan (James, 1991) Pemilihan metode yang digunakan dalam penilaian nilai guna langsung pada Gambar 3 tersebut di atas didasarkan pada seberapa jauh ketersediaan data harga yang ada dan sifat dari barang tersebut. Sedangkan pemilihan metode penilaian untuk nilai guna tidak langsung, nilai pilihan dan nilai keberadaan ditentukan berdasarkan pada dapat tidaknya nilai tersebut direfleksikan pada nilai-nilai manfaat yang mudah terukur (Gambar 4)
18
Hutan mempunyai fungsi perlindungan terhadap aset
ya 1. 2. 3. 4.
tidak
Nilai fungsi hutan / atribut hutan dapat direfleksikan dalam nilai lahan atau harga lainnya
Metode Perlindungan Aset (Protection of Assets): Biaya penggantian biaya rehabilitasi nilai kehilangan produksi biaya pembangunan tambahan
ya (Hedonic Pricing)
tidak
ya Hutan (ekosistemnya) berfungsi mendukung produksi pertanian
Nilai Produksi : 1. Pendekatan Fungsi Produksi 2. Faktor Pendapatan Bersih
tidak Ada harga pasar untuk barang yang mempunyai fungsi sama dengan fungsi hutan
ya Harga Pengganti : 1. Harga Substitusi 2. harga substitusi tak langsung
tidak Fungsi/atribut hutan tidak ada kaitan dengan transaksi komersial maupun substitusi
ya
Penilaian Kontingensi (Contingent Valuation)
Gambar 4. Bagan Alir Pemilihan Metode Penilaian Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value), Nilai Pilihan dan Nilai Keberadaan Sumber Daya Hutan (James, 1991) Dalam penelitian ini metode penilaian untuk nilai guna langsung (hasil kayu, tanaman MPTS, kayu bakar, tanaman semusim) adalah metode harga pasar. Untuk menduga nilai hasil air, menggunakan metode biaya pengadaan yang merupakan modifikasi biaya perjalanan (Travel Cost Methods), yaitu berdasarkan
19
biaya pengadaan sampai air tersebut dapat dikonsumsi. Metode yang sama juga digunakan untuk menghitung nilai hijauan pakan ternak. Untuk nilai jasa penyerapan karbon, karena ada harga pasarnya di dunia internasional maka untuk penilaiannya menggunakan pendekatan harga pasar. Untuk penilaian hasil pengendalian erosi, digunakan pendekatan biaya pengganti, sedangkan untuk nilai pilihan flora/fauna dan nilai keberadaan diduga dengan metode kontingensi. Metode biaya pengganti (replacement cost), nilai/harga dari suatu fungsi sumberdaya didekati dengan biaya pengganti suatu aset yang rusak akibat hilangnya fungsi jasa lingkungan sumberdaya hutan sehingga aset tersebut berfungsi kembali (Bahruni, 1999). Metode biaya pengganti digunakan untuk pendekatan menghitung nilai dari pengendalian erosi. Lahan yang tererosi menyebabkan
hilangnya
juga
unsur
hara,
sehingga
untuk
memulihkan
kesuburannya kembali petani harus mengeluarkan biaya untuk pemupukan. Sehingga nilai dari manfaat pengendalian erosi didekati dengan biaya penggantian pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanahnya. Dampak lanjutan dari erosi adalah sedimentasi di sungai ataupun badan air lainnya yang menyebabkan berkurangnya daya tampung sungai. Untuk memulihkan agar sungai dapat berfungsi normal (kapasitas normal) guna menghindarkan dari terjadinya peluapan sungai diperlukan biaya normalisasi sungai. Uuntuk itu nilai dari pengurangan sedimentasi merupakan biaya normalisasi sungai yang tidak jadi dikeluarkan. Metode kontingensi (Contingent value method/CVM) merupakan salah satu metode penilaian ekonomi sumberdaya yang tidak terpasarkan (non marketable) yang sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering dikenal dengan nilai keberadaan. Ada 2 metode dalam CVM yaitu willingness to pay (WTP) yang bertujuan untuk mengetahui jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu, dan willingness to accept (WTA) untuk mengetahui jumlah minimum pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan sesuatu (Fauzi, 2006). Pemilihan teknik ini didasarkan atas hak kepemilikan, jika yang ditanya individu yang tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan
20
dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah WTP yang maksimum, sebaliknya jika individu yang ditanya adalah pemilik hak atas sumberdaya, maka pengukuran yang relevan adalah WTA yang paling minimum (Fauzi, 2004). Dalam praktek pengukuran nilai ekonomi, WTP lebih sering digunakan daripada WTA, karena WTA bukan pengukuran yang berdasarkan insentif (insentive based) sehingga kurang tepat untuk dijadikan studi yang berbasis perilaku manusia (Fauzi, 2004), selain itu menurut Garrod dan Willis (1999), Hanley dan Splash (1993) dalam Fauzi (2004), meski besaran WTP dan WTA sama, namun selalu terjadi perbedaan pengukuran, dimana besaran WTA berada pada kisaran 2 sampai 5 kali lebih besar dari pada besaran WTP. Asumsi dasar dari CVM adalah bahwa individu-individu memahami benarbenar pilihan-pilihan yang ditawarkan kepada mereka dan bahwa mereka cukup familiar atau tahu kondisi lingkungan yang dinilai, dan bahwa apa yang dikatakan orang adalah sungguh-sungguh apa yang mereka lakukan jika pasar untuk barang lingkungan itu benar-benar terjadi. II.4. Analisis Manfaat dan Biaya Proyek Menurut Gittinger (1986), proyek adalah kegiatan yang menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat (benefit), atau suatu kegiatan dimana dikeluarkan biaya dengan harapan untuk memperoleh hasil pada waktu yang akan datang. Suatu proyek atau kegiatan hendaknya dipandang dari berbagai kelayakan (feasibility) diantaranya kelayakan finansial dan kelayakan ekonomi. Untuk mengevaluasi kelayakan proyek digunakan analisis manfaat-biaya. Analisa manfaat-biaya adalah suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analisis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dan total keuntungan dalam bentuk uang (Dunn, 2003). Secara sederhana konsep analisa manfaat-biaya adalah mengenali manfaat (benefit) dan biaya (cost) atas proyek kemudian mengukurnya dalam ukuran yang dapat diperbandingkan. Apabila nilai manfaat lebih besar daripada nilai biaya, maka proyek tersebut menuju alokasi faktor produksi yang efisien (Suparmoko, 2006).
21
Biaya dalam analisa proyek menurut Gittenger (1986) adalah tiap barang dan jasa yang digunakan dalam suatu proyek yang akan mengurangi tujuan yang harus ditempuh tergantung dari sisi mana analisa dilakukan. Sedangkan manfaat adalah tiap barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu proyek yang dapat meningkatkan pendapatan petani atau perusahaan atau menaikkan pendapatan nasional masyarakat/suatu negara. Biaya dan manfaat proyek dibedakan atas biaya yang dapat dikuantifikasikan (tangible cost) dan biaya yang tidak dapat dikuantifikasikan (intangible cost), dan juga manfaat yang dapat dikuantifikasikan (tangible benefit) dan manfaat yang tidak terukur (intangible benefit). Bahan pertimbangan yang menjadi kriteria kelayakan investasi proyek menurut Gittenger (1986) adalah : (1) Net Present Value (NPV) atau nilai kini bersih, yang diperoleh dengan mendiskontokan semua biaya (costs) dan penerimaan (benefits) pada discount rate tertentu, kemudian hasil diskonto penerimaan dikurangi hasil diskonto biayanya. Suatu proyek dikatakan layak apabila NPV-nya bernilai posistif. (2) Benefit Cost Ratio (BCR), didapatkan dengan membagi jumlah hasil diskonto penerimaan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak apabila nilai rasio manfaat biayanya lebih besar dari 1. (3) Internal Rate Return (IRR), adalah tingkat discount rate yang menyebabkan jumlah hasil diskonto penerimaan sama dengan hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari tingkat discount rate yang ditetapkan. II.5. Imbalan Penyediaan Jasa Lingkungan RHL Jasa lingkungan hutan didefinisikan sebagai hasil atau implikasi dari dinamika hutan berupa jasa yang mempunyai nilai manfaat atau memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia (Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, 2009). Jasa lingkungan ini dihasilkan oleh proses yang terjadi pada ekosistem alam. Hutan sebagai ekosistem alam selain berbagai produk kayu dan non kayu, merupakan reservoir besar yang menampung air hujan, menyaring
22
air tersebut dan kemudian melepaskan secara gradual sehingga air tersebut bermanfaat bagi manusia. Sedangkan jasa lingkungan hutan menurut Pagiola et al. (2004) dan Leimona et al. (2006) dalam Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam 2009, dibedakan dalam 4 kategori yaitu : (1) Perlindungan dan pengaturan tata air (Jasa Lingkungan Air) (2) Konservasi keanekaragaman hayati (Jasa Lingkungan Keanekaragaman Hayati) (3) Penyediaan keindahan bentang alam (Jasa Lingkungan Ekowisata) (4) Penyerapan dan Penyimpanan Karbon (Jasa Lingkungan Karbon). Prinsip dasar konsep pembayaran jasa lingkungan, adalah bahwa masyarakat penyedia jasa lingkungan perlu mendapat insentif terhadap usaha yang mereka lakukan, dilain pihak pengguna jasa lingkungan perlu membayar atas jasa lingkungan yang mereka manfaatkan. Rehabilitasi hutan dan lahan menghasilkan jasa lingkungan berupa perbaikan kualitas air, pengendalian banjir, penyerapan karbon yang dirasakan oleh masyarakat luas melampaui wilayah DAS yang direhabilitasi. Sehingga implikasinya adalah upaya rehabilitasi hutan dan lahan tidak bisa hanya mengandalkan inisiatif masyarakat ataupun Pemda setempat, tetapi untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas diperlukan suatu mekanisme insentif. Masyarakat
atau
Pemerintah
Daerah
setempat
seharusnya
mendapat
kompensasi/insentif atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Besarnya nilai kompensasi minimal sebesar selisih antara peningkatan nilai ekonomi dari rehabilitasi dan jasa lingkungan dengan manfaat yang diterima masyarakat setempat. Insentif rehabilitasi hutan dan lahan didefinisikan sebagai semua bentuk dorongan spesifik atau rangsang/stimulus yang berasal dari institusi eksternal (pemerintah, LSM atau swasta) yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk bertindak atau mengadopsi teknik dan metode baru yang
23
bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan DAS melalui rehabilitasi hutan dan lahan (Putro et al. 2003). Menurut kamus bahasa inggris Oxford Modern, insentif adalah pembayaran atau konsesi untuk menstimulir output yang lebih besar dari pekerja. Definisi lain, insentif termasuk perangsang atau dorongan untuk aksi, suatu faktor motivasi yang mendorong aktif, atau stimulus motivasi untuk mengambil petunjuk atau latihan tertentu (Sanders et al. 1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa insentif merupakan katalis untuk perubahan dalam praktek pertanian dan penggunaan lahan. Insentif adalah instrumen, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi keputusan produsen atau konsumen melalui finansial dan atau dorongan non-keuangan. Insentif didesain untuk mengkatalis perubahan dan untuk menghasilkan dampak secepatnya pada perilaku individu atau masyarakat. Insentif langsung termasuk : input pertanian, perlengkapan dari infrastruktur lokal, dana dan subsidi, pajak konsesi untuk investasi dalam praktek konservasi tanah, pembiayaan hijau (green funds), biaya-biaya yang berbeda (differential fees), akses yang berbeda untuk sumber penghasilan, penghargaan dan hadiah, pinjaman murah dan kredit, dan penetapan cost sharing (Sanders et al. 1999). Sedangkan insentif tidak langsung menurut Sanders et al. (1999) yang diadaptasikan dari IFAD (1996 dan 1998), terdiri dari insentif variabel dan insentif pemungkin (Tabel 2). Tabel 2. Perbedaan Insentif Variabel (Variable Pemungkin (Enabling Insentives) Insentif variabel Sektoral Ekonomi makro - harga input - nilai penukaran dan output (exchange rate) - pajak - pajak - subsidi - tingkat bunga - tariff
- tindakan fiskal dan moneter
Incentives)
dan
Insentif
Variabel pemungkin -
keamanan lahan aksesibilitas pembangunan pasar devolusi pengelolaan sumberdaya alam - desentralisasi dalam pembuatan keputusan - fasilitas kredit - keamanan nasional
Sumber : Sanders et al. (1999) diadaptasi dari IFAD (1996 dan 1998) Dalam merancang sistem insentif RHL, langkah yang harus diambil adalah mengidentifikasi dan memastikan jasa lingkungan yang akan disediakan dari
24
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan beserta penyedia dan penggunaannya, termasuk menemukan mekanisme pemberian imbalan yang sesuai apakah bersifat finansial atau tidak, yang mampu menciptakan kerangka kebijakan dan kelembagaan yang dapat mendukung skema transfer lingkungan yang efektif. Menurut Putro et al. (2003) dalam merancang sistem insentif RHL yang dikembangkan berdasarkan dokumen ”Community-based Incentive For Nature Conservation” yang ditulis oleh Emerton (1999) dan diterbitkan IUCN, ada 5 tahapan yang harus dilakukan yaitu : (1) pengumpulan informasi yang melatarbelakangi mata pencaharian masyarakat dan kharakteristik sumberdaya alam dalam DAS; (2) analisis pengaruh ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya alam; (3) identifikasi kebutuhan dan relung insentif; (4) memilih insentif ekonomi untuk rehabilitasi hutan dan lahan berbasis masyarakat; (5) pertimbangan praktis dalam penerapan tindakan insentif. II.6. Penelitian Sebelumnya Berbagai penelitian mengenai nilai ekonomi lingkungan telah banyak dilakukan oleh para peneliti dalam berbagai literatur yang ada. Lingkup nilai ekonomi yang dinilai berbeda-beda dan dengan menggunakan metode penilaian yang berbeda juga. Salah satu contoh adalah penilaian oleh NRM dalam Suparmoko (2006) diperoleh nilai ekonomi hutan tropis mencapai Rp 38,39 juta/ha yang dihitung berdasarkan penggunaan kayu, kayu bakar, produk hutan non kayu, konsumsi air dan nilai guna tidak langsung seperti konservasi tanah dan air, penyerap karbon, pencegah banjir, transportasi air dan keanekaragaman hayati. Costanza et al. (1997) dalam Krieger (2001) menghitung nilai berbagai tipe ekosistem hutan didunia (Tabel 3).
25
Tabel 3. Estimasi Nilai Ekosistem Hutan (berdasarkan dolar tahun 1994) Barang & Jasa Ekosistem
Pasar Jasa Alam
Nilai Global menurut type hutan ($/acre) Semua Tropis Temperate/ hutan boreal 1 2 3 4 5 Regulasi iklim NM 57,1 90,2 35,6 Pengendalian bencana NM 0,8 2,0 na Pengaturan air NM 0,8 2,4 0 Supplay air M,NM 1,2 3,2 na Pengend. Erosi & sed NM 38,8 99,1 0 Pembentukan tanah NM 4,0 4,0 4,0 Siklus hara NM 146,1 373,1 na Pengelolaan limbah NM 35,2 35,2 35,2 Pengendalian biologis NM 0,8 Na 1,6 Produksi pangan M 17,4 12,9 20,2 Bahan baku M 55,8 127,5 10,1 Sumberdaya genetik M,NM 6,5 16,5 na Rekreasi M,NM 26,7 45,3 14,6 Budaya NM 0,8 0,8 0,8 Total 292,1 812,2 122,2 Keterangan : na = tidak tersedia, NM = non market, M = market Sumber : Costanza et al. (1997) dalam Krieger, 2001
Nilai seluruh hutan Amerika (juta $) 6 18,5 Na 0 Na 0 2,1 Na 18,3 0,8 10,5 5,3 Na 7,6 0,4 63,6
Nurfatriani (2005) menghitung nilai ekonomi kawasan yang di rehabilitasi (hutan dan lahan) pada proyek RHL Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunung Kidul yang terdiri dari nilai penggunaan langsung (nilai kayu pertukangan, kayu bakar, pakan ternak, tanaman obat, madu, dan daun kayu putih), nilai penggunaan tidak langsung (fungsi hidrologis dan fungsi pencegah erosi), nilai pilihan dan nilai keberadaan. dengan metode pendekatan kesediaan membayar. Hasil penilaian ekonomi total kawasan hutan dan lahan yang direhabilitasi adalah sebesar Rp 95.886.082.429/tahun 18.616.097.938/tahun
yang
terdiri
(19,41%),
nilai
dari
nilai
guna
langsung
guna
tidak
langsung
Rp
sebesar Rp
2.236.240.078/tahun (2,335%), nilai pilihan sebesar Rp 1.969.001.771/tahun (2,05%) dan nilai keberadaan sebesar Rp 73.064.742.642/tahun (76,20%). Bahruni (2008) menduga nilai ekonomi total ekosistem hutan dengan pendekatan sistem, nilai ekonomi total ekosistem hutan alam produksi dari hasil kayu dan non kayu pada berbagai intensitas penebangan dan nilai ekonomi total yang terdiri dari nilai guna kayu dan non kayu, nilai guna tidak langsung fungsi hidrologis, nilai pilihan dan keberadaan kehati sebagaimana Tabel 4 berikut ini.
26
Tabel 4. Nilai Ekonomi Total Ekosistem Hutan Alam Produksi Pada Berbagai Intensitas Penebangan No
Nilai Kiwari pada Intensitas Penebangan Keterangan (Rp/ha) 0% 50% 76% 100% 1 2560000 3249000 3457000 3619000 Nilai guna langsung kayu dan non kayu 2 3860000 3760000 3219000 2664000 Nilai guna langsung kayu,non kayu, dan nilai guna tidak langsung fungsi hidrologis, nilai pilihan dan keberadaan kehati Sumber : Bahruni, 2008
II.7. Faktor Penyebab Kegagalan Rehabilitasi Pelaksanaan program GERHAN di lapangan masih terdapat permasalahanpermasalahan
yang
mendasar. Keberlanjutan
kegiatan
rehabilitasi
masih
terhambat dengan : kurangnya rencana pengelolaan jangka panjang (masih bersifat keproyekan); kondisi teknis pada tingkat proyek hasilnya belum signifikan; pengaturan kelembagaan (tidak jelasnya pembagian hak dan kewajiban); partisipasi masyarakat masih terkendala (Nawir et al. 2008). Hasil studi pada 2 kasus di Riau pelaksanaan program rehabilitasi hutan dan lahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah, belum disertai oleh upaya penguatan kelembagaan (Kartodihardjo, 2006). Awang (2006) menyatakan bahwa keberhasilan GERHAN hanya dapat dicapai jika GERHAN menjadi sebuah program nasional multi year didukung oleh sistem anggaran berkelanjutan yang dikuatkan oleh Keputusan Presiden, sebagai gerakan sosial maka penguatan organisasi kawasan dan organisasi sumberdaya manusia para pihak menjadi syarat mutlak. Secara teknis berhasil/tidaknya program GERHAN dipengaruhi oleh kualitas bibit dengan jumlah yang cukup serta sesuai dengan kondisi tapak tanam, tata waktu penanaman yang tepat, tersedianya pengawasan atau pengendalian dan pemeliharaan tanaman serta adanya kelembagaan yang mendukung pelaksanaan program tersebut (Darwo et al. 2005). Di tingkat lapangan, pemilihan jenis pohon yang ditanam di suatu tempat (site matching) sangat menentukan. Secara sosial
27
pemilihan je nis andalan setempat akan lebih menarik minat masyarakat untuk menanamnya. Jenis andalan setempat telah dikenal masyarakat dari segi ekologis dan ekonomis. Dari segi ekologis, maka resiko kegagalannya akan kecil karena tanaman akan mampu bertahan dengan kondisi alam dan iklim setempat, dari segi ekonomis masyarakat sudah mengetahui manfaat dan nilai ekonominya sehingga secara sosial akan lebih diterima masyarakat (Pasaribu, 2008). Sebagai gerakan nasional, GERHAN dilakukan dengan skala yang besar dan melibatkan masyarakat banyak untuk itu keberhasilannnya sangat tergantung dari peranserta masyarakat. Sementara peran serta masyarakat sangat dipengaruhi oleh motivasi yang berada dalam kultur sosial masyarakat setempat, baik motivasi yang bersifat individu maupun kelompok. Selain itu pembiayaan dari Pemerintah untuk kegiatan GERHAN hanya sampai tahun ke-2 setelah penanaman, sehingga keberlanjutan
tanamannya
akan
sangat
tergantung
dari peranserta dan
kelembagaan masyarakat. Murniati (2007) menyampaikan upaya-upaya untuk mencapai keberlanjutan kegiatan rehabilitasi, yaitu : 1. Keberlanjutan hidup tanaman : Keberhasilan tanaman di lapangan menuntut berbagai syarat diantaranya waktu penanaman yang tepat,
adanya pemeliharaan terhadap tanaman dan
pengamanan lokasi dari gangguan (kebakaran, penyerobotan lahan, penebangan liar, dll). Untuk itu upaya yang diperlukan adalah : (1) mengintegrasikan antara kegiatan pembuatan bibit dengan penanaman dimana kedua kegiatan tersebut harus dilaksanakan oleh pihak yang sama yaitu kelompok masyarakat, (2) menjamin partisipasi masyarakat untuk pengamanan lokasi rehabilitasi dengan cara merumuskan hak dan kewajiban secara jelas dengan proses yang partisipatif, (3) perlu adanya reformasi mekanisme pendanaan untuk rehabilitasi hutan dan lahan dengan sistem multi tahunan dan disesuaikan dengan musim tanam sesuai kondisi setempat.
28
2. Keberlanjutan inisiatif rehabilitasi setelah proyek berakhir Untuk keberlanjutan inisitaif rehabilitasi setelah proyek perlu adanya pengalihan tanggung jawab yang jelas kepada lembaga atau kelompok yang tepat serta perencanaan jangka panjang sebagai bagian dari rancangan proyek. 3. Keberlanjutan kelembagaan masyarakat Keberlanjutan kelembagaan masyarakat khususnya yang mewadahi kegiatan RHL
dapat diwujudkan
jika lembaga tersebut tumbuh dari masyarakat itu
sendiri, atau dapat saja dibentuk oleh pelaksana proyek tetapi secara partisipatif. Berdasarkan penelitian Tonny (2004) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan kelembagaan adalah : intervensi positif pemerintah, jejaring kerjasama, kecukupan anggaran dan aturan tertulis. 4. Keberlanjutan manfaat Keberlanjutan manfaat/insentif dari kegiatan rehabilitasi berupa hasil dari tanaman kayu dan bukan kayu secara terus menerus dimaksudkan agar sebagian hasilnya dapat digunakan untuk reinvestasi pada rotasi kedua dan selanjutnya. Untuk itu diperlukan adanya kesepakatan bersama mengenai mekanisme dan proporsi pembagian hasil rehabilitasi. Pasar yang jelas diperlukan guna keberlanjutan manfaat rehabilitasi. Untuk mencapai keberlanjutan tersebut diperlukan peningkatan peran penyuluhan.
III. METODOLOGI PENELITIAN III.1.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Sub DAS Tirto Propinsi Jawa Tengah pada lokasi-lokas i yang terdapat kegiatan GERHAN (Gambar 5). Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei s/d Juni 2009.
Gambar 5. Lokasi Penelitian di Sub DAS Tirto
III.2.Lingkup Penelitian III.2.1.Lokasi Penelitian Penelitian mencakup wilayah yang dilakukan rehabilitasi melalui GERHAN dari tahun 2003 sampai dengan 2008 di Sub DAS Tirto, yang meliputi 5 wilayah kecamatan di 3 wilayah kabupaten yaitu Kecamatan Wirosari, Ngaringan dan Tawangharjo di Kabupaten Grobogan; Kecamatan Todanan di Kabupaten Blora; Kecamatan Tambakromo dan Kayen di Kabupaten Pati (Gambar 5).
30
Alasan penentuan lokasi penelitian adalah karena Sub DAS Tirto termasuk kategori Sub DAS prioritas I yang harus segera direhabilitasi, untuk mencegah kerusakan lebih lanjut telah dilakukan upaya rehabilitasi melalui GERHAN seluas 1463 ha (tahun 2003-2008). III.2.2.Lingkup Nilai Ekonomi yang Dinilai Nilai ekonomi hasil rehabilitasi melalui GERHAN yang dihitung adalah nilai guna dan nilai bukan guna. Nilai guna berupa nilai guna langsung yaitu berupa hasil kayu pertukangan,
kayu bakar, hijauan pakan ternak, tanaman
semusim. Nilai guna tidak langsung yaitu nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya yang diturunkan dari manfaat jasa lingkungan hasil rehabilitasi yaitu berupa jasa pengendalian erosi (onsite dan offsite), nilai jasa air (rumah tangga dan pertanian) dan jasa penyerapan karbon. Serta nilai bukan guna yang berupa nilai pilihan (flora dan fauna) dan nilai keberadan. III.3.Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data III.3.1.Pengambilan Sampel Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar diperoleh sampel yang baik (representatif dan memadai). Suatu sampel dikatakan representatif apabila ciri-ciri sampel yang diambil berkaitan dengan tujuan penelitian sama/hampir sama dengan ciri-ciri populasinya. Sampel memadai apabila ukuran dan jumlah sampelnya cukup meyakinkan kestabilan ciri-cirinya (Hasan, 2002). Metode pengambilan contoh digunakan pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) yang dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan kriteria tertentu yaitu anggota kelompok tani peserta kegiatan GERHAN. Besarnya ukuran sampel disesuaikan dengan kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir, untuk menentukan besarnya sampel yang memadai digunakan rumus menurut Paguso et al. (1978) yang dikutip Sevilla (1994) dalam Hasan (2002), sebagai berikut :
31
n=
N 1 + Ne 2
.......................................................................................................(1)
keterangan : n
= ukuran sampel
N = ukuran populasi e
= persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yanag mas ih dapat ditolerir atau diinginkan yaitu 10%
Dengan ukuran populasi ± 2928 KK maka sampel yang diambil adalah ± 97 atau dibulatkan100 KK. III.3.2.Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada responden ataupun wawancara kepada petugas lapangan dan pengamatan lapangan untuk memperoleh informasi yang dapat menjelaskan masalah penelitian. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kegiatan GERHAN di wilayah Sub DAS Tirto, laporan dan publikasi dari dinas/instasi terkait, hasil-hasil penelitian, maupun pemberitaan majalah dan koran. Studi kepustakaan dilakukan untuk menelaah konsep-konsep dan teori yang berkaitan dengan masalah penelitian. III.4.Analisis Data III.4.1.Nilai Ekonomi Total Hasil GERHAN
NET = NGL + NGTL + NBG ...............................................................................(2)
NET = (NK + NMPTS + NKb + NHmt + NTs ) + ( NPe + NHa + NJK ) ...............(3) + ( NFl + Nfa + NKD ) Keterangan : NET
= Nilai ekonomi totaal hasil GERHAN
NGL
= Nilai guna langsung
NGTL
= nilai guna tidaak langsung
32
NBG
= nilai bukan guna
NK
= nilai kayu
NMPTS = nilai tanaman MPTS NKb
= nilai kayu bakar
NHmt
= nilai hijauan pakan ternak
NTs
= nilai tanaman semusim/tanaman bawah lain
NPe
= nilai pengendalian erosi
NHa
= nilai hasil air
NJK
= nilai jasa penyerapan karbon
NFl
= nilai pilihan (flora)
Nfa
= nilai pilihan (fauna)
NKD
= nilai keberadaan
Nilai kayu Untuk menduga nilai guna langsung berupa hasil kayu dilakukan beberapa tahap yang pertama yaitu mengetahui pertumbuhan tanaman jenis tanaman kayu untuk memprediksikan ukuran diameter dan tinggi pohon pada saat ditebang. Jenis tanaman kayu yang ditanam untuk GERHAN di Sub DAS Tirto adalah jati. Karena daur jati yang panjang dan informasi mengenai diamater dan tinggi pohon untuk setiap umur tidak tersedia maka pendugaan diameter dan tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan model persamaan pertumbuhan tanaman jati yang diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Ginoga et al. (2005), yaitu sebagai berikut :
LnD = 0.36453263 2 + 0.82980848 1× LnT
.......................................................(4)
LnH = 0.56899102 3 + 3397.49906 1 × LnT - 1698.39917 2 × LnT 2 ........................(5) keterangan : LnD = logaritma natural dari diameter (cm) LnH = logaritma natural dari tinggi (m) LnT = logaritma natural dari umur (th) LnT2 = logaritma natural dari bentuk kuadrat dari umur
33
Kemudian berdasarkan prediksi ukuran diameter dan tingginya dicari volume kayunya dengan menggunakan rumus volume pohon dalam Vademecum Kehutanan Indonesia ( V = 0.25 × π × D 2 × T × 0.7 ). Untuk menghitung nilai manfaat dari hasil kayu maka volume kayu yang dihasilkan dikalikan dengan harga kayu per satuan volume. Harga kayu yang digunakan adalah harga prediksi pada tahun dimana kayu ditebang dengan menggunakan model peramalan (forecast) berdasarkan data harga kayu 5 tahun terakhir dari dinas/instansi terkait. Untuk menghitung nilai manfaat dari hasil kayu, secara matematis digunakan rumus sebagai berikut : n
N k = ∑ Vki × Pi × Lr × hki ......................................................................................(6) i =1
keterangan : Nk
=
nilai kayu
Vki =
prediksi volume kayu jenis i pada umur masak tebang (m3)
Pi
=
jumlah pohon jenis i per ha
Lr
=
luas tanaman rehabilitasi (ha)
Hki =
harga kayu jenis i di pasaran
Nilai Hasil Tanaman MPTS Hasil tanaman MPTS berupa buah-buahan yang sudah ada harga pasarnya. Untuk menilai manfaat dari hasil tanaman MPTS diduga dengan menggunaan persamaan sebagai berikut : n
NMPTS = ∑ pi × jp i × li × hi ...............................................................................(7) i =1
keterangan : NMPTS = nilai tanaman MPTS Pi
= produksi tanaman mpts jenis ke- i (satuan/pohon)
jpi
= jumlah pohon jenis ke-i (pohon/ha)
li
= luas lahan yang ditanam tanaman MPTS jenis ke-i
hi
=
harga prouk jenis ke- i dipasaran per satuan
34
Nilai Kayu Bakar Masyarakat biasanya memungut kayu bakar untuk pemenuhan kebutuhan energi terutama untuk memasak. Kayu bakar diperoleh dengan memangkas dahan, ranting-rating (merencek) atau mengambil pohon-pohon yang telah mati dari hutan rakyat miliknya. Pohon mulai direncek setelah dirasa tajuknya menaungi tanaman bawah kira-kira setelah umur tanaman lebih dari 5 tahun. Nilai Kayu Bakar diduga dengan menggunakan harga pasar karena kayu bakar sudah umum diperjual belikan didaerah tersebut. Hasil kayu bakar dari GERHAN secara keseluruhan merupakan rata-rata volume kayu bakar yang dihasilkan tiap petani (responden) dikalikan dengan jumlah populasinya yaitu keseluruhan petani peserta GERHAN sebagai pemanfaat kayu bakar hasil GERHAN. Secara matematis nilai kayu bakar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
NKB = [Vkb × hkb × P ]............................................................................................(8) keterangan : NKB =
nilai kayu bakar (Rp)
Vkb
=
rata-rata volume kayu bakar yang dihasilkan petani (m3)
Hkb
=
harga kayu bakar (Rp/ m3 )
P
=
jumlah petani peserta GNRHL
Nilai Hijauan Pakan Ternak Hijauan pakan ternak disini berupa rumput pakan (kolonjono/rumput gajah) yang sengaja ditanam untuk penguat teras, rumput liar maupun daun-daunan yang masih muda. Nilai dari hijauan pakan ternak didekati dengan kesediaan membayar dari pengguna barang tersebut. Kesediaan membayar tercermin dari besarnya biaya pengadaan untuk memperoleh hijauan pakan ternak tersebut. Untuk mengetahui nilai hijauan pakan ternak ini dilakukan wawancara kepada responden yang merupakan petani peserta GERHAN, dan populasinya adalah keseluruhan petani peserta GERHAN. Biaya pengadaan hijauan pakan ternak ini digunakan untuk menduga kurva permintaan terhadap hijauan pakan ternak. Menentukan model persamaan kurva permintaan pakan ternak
35
Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + .....+ β n X n ....................................................................(9) keterangan : Y
=
permintaan atau konsumsi hijauan pakan ternak (satuan/KK)
X1
=
harga atau biaya pengadaan (Rp/satuan)
β0
=
intersep
β 1,2 ,.. n = koefisien regresi X2,3,...n =
peubah bebas / faktor sosial ekonomi
Berdasarkan pengorbanan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hijauan pakan ternak maka nilainya dapat didekati dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Wmp × U NHmt = × PT Vi
.............................................................................(10)
keterangan : NHmt =
nilai hijauan pakan ternak (Rp)
U
=
upah buruh harian (Rp/jam)
Vi
=
volume pakan ternak yang dihasilkan (kg/KK)
Wmp =
waktu untuk mencari pakan ternak (jam)
PT
jumlah petani peserta GERHAN yang mempunyai ternak
=
Nilai Tanaman Semusim Nilai hasil tanaman semusim yang ditanam dengan sistem tumpangsari pada lahan yang direhabilitasi dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : n
NTs = ∑ pi × Li × hi ...........................................................................................(11) i =1
keterangan : NTs
=
nilai tanaman semusim
Pi
=
produksi tanaman semusim jenis i (satuan/ha)
Li
=
luas tanaman semusim jenis i (ha)
36
hi
=
harga produk jenis i dipasaran per satuan
Nilai Pengendalian Erosi Nilai guna tidak langsung dari pengendalian erosi pada lahan yang direhabilitasi dihitung dengan terlebih dahulu menghitung estimasi pengurangan erosi dengan membandingkan sebelum rehabilitasi dan setelah dilakukan rehabilitasi menggunakan rumus USLE (Universal Loss Soil Equation) yang dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith 1978 (Asdak, 2004). Bentuk persamaan untuk menduga besarnya erosi (ton/ha/th) adalah sebagai berikut :
A = R × K × LS × CP .........................................................................................(12) keterangan : A
=
besarnya kehilangan tanah persatuan luas lahan (ton/ha/th)
R
=
faktor erosivitas curah hujan dan air larian yang dapat meyebabkan erosi
K
=
faktor erodibilitas tanah untuk horison tanah tertentu
L
=
faktor panjang kemiringan lereng
S
=
faktor gradien / beda kemiringan lereng
C
=
faktor pengelolaan vegetasi
P
=
faktor konservasi tanah
Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung pada pengelola lahan yaitu berupa pengurangan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan jumlah pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan lahan kritis. Pendekatan biaya ganti didasarkan pada asumsi bahwa erosi tanah dan aliran permukaan menyebabkan terjadinya pencucian hara dan efektivitas pupuk bagi tanaman lebih rendah, yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan produksi. Kehilangan hara yang disebabkan erosi pada lahan usahatani dikonversi dengan jumlah pupuk seperti pupuk kandang ataupun pupuk anorganik. Untuk mengetahui proporsi unsur hara dalam tanah akan dilakukan analisis kimia tanah dari tiga lokasi mewakili 3 jenis tanah yang dominan.
37
Pendugaan nilai manfaat dari pengurangan erosi dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
NPe = NPeOn + NPeOff
…………………………………………….........(13)
NPeOn = ∑∑ JUH ij × L j × HPi = ∑ ∑ (PUH i × E j )× L j × HPi 3
n
3
i =1 j =1
n
.................(14)
i =1 j =1
(Persamaan ini diadopsi dari Hufschmidt et al. 1983 dalam Sihite 2001). keterangan : NPeOn = Nilai dampak pengendalian erosi on plot JUHi
= jumlah unsur hara ke-i yang hilang dari tanah yang yang tererosi (kg/ha)
Hpi
= Harga pupuk jenis ke-i (Rp/kg)
Lj
= luas areal yang direhabilitasi ke-j (Ha)
PUHi
= proporsi unsur hara ke-i dari setiap 1 ton tanah yang tererosi (kg)
Ej
= pengurangan laju erosi lahan yang di rehabilitasi (ton/ha/th) Dampak lanjutan dari erosi diluar lahan pertanian (off plot) adalah terjadinya
sedimentasi yang dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar. Bentuk dampak off plot antara lain pelumpuran dan pendangkalan sungai. Penilaian dampak off plot dari pengurangan erosi didekati dengan pengurangan biaya normalisasi /pengerukan sungai waduk. Pendekatan ini didasarkan bahwa erosi menghasilkan sedimen (sedimen yield) yang mengendap di badan–badan air sungai yang dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampung sungai yang dapat menyebabkan air limpasan (banjir). Besarnya pengurangan sedimentasi diperoleh dari jumlah pengurangan erosi hasil rehabilitasi dikalikan dengan besarnya nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR) yang besarnya ditentukan berdasarkan luas DAS(Roehl,1962 dalam Asdak, 2004). Jumlah pengurangan sedimen dari hasil rehabilitasi adalah sebagai berikut:
ET × SDR BJsed
SDT =
............................................................................................(15)
Dimana SDT
= jumlah sedimen (m3/th)
38
ET
= estimasi pengurangan erosi total (ton/th)
SDR
= nisbah pelepasan sedimen (sediment delivery ratio)
BJsed = berat jenis/kerapatan sedimen (asumsi 1,2 ton/m3) Sedimentasi
menyebabkan
pendangkalan
sungai
untuk
itu
diperlukan
normalisasi/pengerukan sungai agar terhindar dari meluapnya air sungai. Untuk itu nilai dari dampak off plot pengurangan erosi dapat dihitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut :
NPeOff = SDT × Bp .........................................................................................(16) keterangan : NpeOff = nilai pengendalian erosi (off plot) (Rp) SDT
= sedimentasi total (m3/th)
Bp
= biaya pengerukan lumpur (Rp/m3)
Nilai Hasil Air Sebagaimana telah disampaikan didepan, nilai hasil air dari GERHAN yang teridentifikasi adalah dari pemanfatan air untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan untuk pertanian sawah.
NHA = NHArt + NHApt ..................................................................................(17) keterangan : NHA
= nilai nasil air
NHArt
= nilai hasil air untuk kebutuhan rumah tangga
NHApt = nilai hasil air untuk pertanian (1) Hasil air untuk kebutuhan rumah tangga Nilai dari hasil air dari pemanfaatan oleh rumah tangga didekati dengan metode biaya pengadaan air yang merupakan modifikasi dari metode biaya perjalanan yang menunjukkan kesediaan membayar untuk mendapatkan manfaat air. Harga air dihitung berdasarkan pada biaya pengadaan, yaitu biaya yang dikorbankan untuk mendapatkan dan menggunakan air tersebut. Biaya pengadaan digunakan untuk menduga kurva permintaan masyarakat terhadap hasil air rumah tangga.
Y = β0 +.. β1 X 1 + β 2 X 2 + .....+ β n X.........................................................................(18) n
39
keterangan : Y
= permintaan atau konsumsi air (m3/KK)
X1
= harga atau biaya pengadaan (Rp/m3)
β0
= intersep
β1, 2 ,..n X2,3,...n
= koefisien regresi = peubah bebas / faktor sosial ekonomi
Biaya pengadaan air per satuan volume dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :
HA =
BPA ........................................................................................................(19) JKA
keterangan : HA
= Harga air (Rp/m3)
BPA
= biaya pengadaan air (Rp)
JKA
= jumlah konsumsi air rumah tangga (m3)
Nilai ekonomi dari air rumah tangga dihitung berdasarkan konsumsi air per kapita di kalikan jumlah penduduk di wilayah sub DAS Tirto dikalikan dengan proporsi luas GERHAN dibandingkan luas penutupan hutan secara keseluruhan karena diasumsikan bahwa sumber air rumah tangga yang digunakan masyarakat tersebut merupakan hasil dari keberadaan penutupan hutan secara keseluruhan di Sub DAS Tirto.
Lr .............................................................................(20) NHA = HA × JKA × JP × Lph keterangan : NHA =
nilai hasil air
HA
=
harga air (Rp/m3)
JKA
=
jumlah konsumsi air per kapita (m3)
JP
=
jumlah penduduk satu wilayah Sub DAS Tirto
Lr
=
luas hutan hasil GERHAN (ha)
Lph
=
luas penutupan hutan keseluruhan (kawasan hutan, hutan rakyat swadaya dan hutan hasil GERHAN)
40
(2) Hasil air untuk pertanian Untuk menduga nilai hasil air untuk kebutuhan irigasi pertanian digunakan metode kontingensi, untuk mengetahui besarnya kesediaan membayar dari petani sawah untuk melindungi dan mempertahankan tanaman hasil rehabilitasi guna memperoleh manfaat kontinuitas hasil air untuk irigasi sawahnya. Untuk memperoleh informasi tersebut dilakukan wawancara kepada responden yang merupakan petani sawah. Nilai hasil air total untuk kebutuhan irigasi pertanian adalah
kesediaan
membayar
rata-rata
dari
responden
dikalikan
jumlah
populasinya (jumlah petani sawah di Sub DAS Tirto). Nilai hasil air dari GERHAN sesuai dengan proporsi luasan hutan hasil GERHAN terhadap penutupan hutan secara keseluruhan di Sub DAS Tirto. Untuk menduga nilai hasil air dari GERHAN, secara matematis disampaikan dalam beberapa persamaan berikut ini. n
WTPHApt =
∑ WTPHApt i =1
ni
i
.............................................................................(21)
Lr ..........................................................................(22) NHApt = WTPHApt × N × Lph keterangan :
WTPHApt
=
rata-rata kesediaan membayar untuk manfaat hasil air pertanian (Rp/KK)
WTPHApti = kesediaan membayar untuk manfaat hasil air untuk pertanian dari individu ke-i (Rp/KK)
NHApt
=
nilai hasil air untuk pertanian (Rp/th)
N
=
jumlah populasi (jumlah petani sawah di Sub DAS Tirto, KK)
ni
=
jumlah responden (bagian dari petani sawah di Sub DAS Tirto, KK)
Lr
=
luas hutan hasil rehabilitasi GERHAN
Lph
=
luas penutupan hutan keseluruhan (kawasan hutan, hutan rakyat swadaya dan hutan hasil GERHAN)
41
Nilai Jasa Penyerapan Karbon Nilai jasa lingkungan yang dihasilkan dari hasil rehabilitasi hutan dan lahan melalui GERHAN adalah jasa penyerapan karbon oleh tanaman selama pertumbuhan sampai tanaman tersebut dipanen. Tanaman atau pohon, merupakan tempat penyimpanan karbon untuk itu pendugaan kandungan karbon tersimpan dihitung biomassa kering persamaan allometrik. Untuk menghitung biomassa bagian atas tanaman jati (Tectona grandis) menggunakan persamaan allometrik (Kraenzel et al. 2003 dalam IPCC, 2003)
Y = 0,0908 × DBH
2,575
…………………………………………………………….(23)
keterangan : Y
=
DBH =
Biomassa bagian atas tanaman (kg/pohon) diameter setinggi dada (cm)
Untuk menghitung Biomassa pohon-pohon bercabang menggunakan persamaan allometrik (Ketterings, 2001)
B = 0,11 × ρ × D
2, 62
……………………………………………………..……...(24)
keterangan : B
=
berat kering (kg/pohon)
D
=
diameter setinggi dada (cm)
?
=
kerapatan kayu (kg/dm3)
Setelah diperoleh biomassa kering pohon/ha kemudian dikonversikan dalam berat karbon dengan persamaan sebagai berikut :
C = Biomassa ker ing (ton / ha) × 0,45 ………....................................................(25) keterangan : C
=
berat karbon tersimpan (ton/ha)
0,45
=
faktor konversi
Dengan mengetahui estimasi berat karbon total dari hasil GERHAN, dikalikan dengan harga karbon yang berlaku di pasar internasional maka diketahui nilai jasa lingkungan dari penyerapan karbon oleh tanaman hasil rehabilitasi.
42
Nilai Pilihan Nilai pilihan yang berupa potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat di masa yang akan datang, meskipun pada saat ini belum dimanfaatkan dan belum bernilai ekonomi. Untuk menghitung nilai pilihan berupa flora dan fauna ini digunakan pendekatan kontingensi, yaitu nilai yang diberikan oleh individu atau masyarakat untuk mau melindungi dan mempertahankan sumberdaya hutan dan lahan hasil rehabilitasi agar diperoleh manfaat potensial dari flora dan fauna untuk kepentingan masa depan. Untuk menghitung nilai pilihan dari flora dan fauna, secara garis besar digunakan rumus sebagai berikut : n
WTPFl r =
∑ WTPFl
i
i =1
.............................................................................(26)
ni
NEFl = WTPFl × N ×
Lr .................................................................................(27) Lph
keterangan : WTPFlr = rata-rata kesediaan membayar untuk manfaat potensial flora (Rp/KK)
WTPFli = kesediaan membayar untuk manfaat potensial flora dari individu ke-i (Rp/KK)
NEFl
= nilai pilihan flora (Rp/th)
N
= jumlah populasi (jumlah KK di Sub DAS Tirto)
ni
= jumlah responden
Lr
= jumlah lahan yang di rehabilitasi
Lph
= luas penutupan hutan Untuk nilai pilihan fauna, dihitung dengan rumus sebagai berikut : n
WTPFa r =
∑ WTPFa i =1
i
.............................................................................(28)
ni
NEFa = WTPFa × N ×
Lr Lph
.............................................................................(29)
43
keterangan :
WTPFa r = rata-rata kesediaan membayar untuk manfaat potensial fauna (Rp/KK)
WTPFai = kesediaan membayar untuk manfaat potensial fauna dari individu kei (Rp/KK)
NEFa
= nilai pilihan fauna (Rp/th)
N
= jumlah populasi (jumlah KK di Sub DAS Tirto)
ni
= jumlah responden
Lr
= luas lahan yang direhabilitasi (ha)
Lph
= luas penutupan hutan total dalam satu sub DAS (ha)
Nilai Keberadaan Nilai keberadaan adalah nilai yang diberikan baik oleh individu ataupun masyarakat atas manfaat spiritual, estetika dan kultural dari sumberdaya hutan dan lahan hasil rehabilitasi. Rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penelitian menjadi hal yang penting untuk mengatasi persolan kekritisan lahan. Disamping itu hasil sumberdaya hutan dan lahan tersebut merupakan sumber pendapatan masyarakat baik untuk keperluan komersiil maupun untuk kebutuhan subsisten. Mengingat besarnya manfaat yang dihasilkan dari sumberdaya hutan dan lahan maka nilai keberadaan sumberdaya hutan dan lahan tersebut didekati dari besarnya kesediaan masyarakat agar keberadaan sumberdaya hasil rehabilitasi dapat dipertahankan sehingga manfaat keindahan, kesejukan dan kenyamanan dapat selalu dinikmati. Untuk menghitung nilai ekonomi keberadaan sumberdaya hutan dan lahan hasil rehabilitasi digunakan metode kontingensi dengan menanyakan besarnya kesediaan membayar dari individu atau masyarakat untuk mempertahankan sumberdaya hutan dan lahan. Untuk nilai keberadaan hasil rehabilitasi hutan dan lahan, dihitung dengan rumus sebagai berikut : n
WTPKB r =
∑ WTPKB i =1
ni
i
.............................................................................(30)
44
Lr .............................................................................(31) NEKB = WTPKB × N × Lph keterangan :
WTPKB r = rata-rata kesediaan membayar untuk nilai keberadaan sumberdaya hasil rehabilitasi hutan dan lahan (Rp/KK)
WTPKBi = kesediaan membayar untuk nilai keberadaan sumberdaya hasil rehabilitasi hutan dan lahan dari individu ke-i (Rp/KK)
NEKB = nilai keberadaan sumberdaya hasil rehabilitasi hutan dan lahan (Rp/th) N
= jumlah populasi (jumlah seluruh KK Sub DAS Tirto, KK)
ni
= jumlah responden
Lr
= luas lahan hutan hasil rehabilitasi GERHAN (ha)
Lph
= luas penutupan hutan keseluruhan dalam sub DAS Tirto
Biaya GERHAN Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan GERHAN secara keseluruhan bukan hanya biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah tetapi juga biaya pemeliharaan oleh masyarakat dan biaya sewa lahan yang kadang tidak pernah diperhitungkan. Analisa Manfaat Biaya Setelah semua biaya dan manfaat teridentifikasi kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) untuk memproyeksikan biaya dan manfaat dalam satu periode tebang. Untuk memperkirakan nilai saat ini dari biaya dan manfaat yang akan diperoleh pada masa mendatang, dilakukan melalui prosedur discounting yaitu cara untuk menghitung dampak waktu ketika membuat rekomendasi kebijakan (Dunn, 2003). Nilai sekarang dari manfaat atau biaya masa depan diperoleh dengan menggunakan faktor diskon. Faktor diskon dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
DF =
1
(1 + r )t
.....................................................................................................(32)
45
keterangan : DF =
discount factor
r
=
tingkat diskon
t
=
jumlah tahun dimana manfaat dan biaya di diskon.
Rumus umum untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut : T
NPV = ∑ t =0
(Bt − C t ) ...........................................................................................(33) t (1 + r)
keterangan : B = manfaat C
=
biaya
r
=
tingkat bunga / tingkat diskon
t
=
tahun dari 0 sampai T
Selain menggunakan NPV untuk menilai kegiatan GERHAN dilakukan dengan analisis perbandingan antara manfaat dan biaya proyek (BCR = benefit cost ratio). Analisa ini dilakukan dengan membandingkan total manfaat proyek dengan total biaya proyek yanag semua dinyatakan dalam nilai sekarang. Rumus umum untuk menghitung BCR adalah sebagai berikut : T
BCR =
∑
t=0 T
∑
t=0
Bt (1 + r ) t Ct (1 + r ) t
.....................................................................................(34)
keterangan : B = manfaat C
=
biaya
R
=
tingkat suku bunga
t
=
t dari 0 sampai T
?
=
jumlah
Suatu proyek dikatakan layak apabila NPV-nya positif dan BCR>1. Selain NPV dan BCR untuk menilai kelayakan proyek adalah dengan menggunakan IRR (Internal Rate Return) yaitu tingkat discount rate yang menyebabkan jumlah hasil diskonto penerimaan sama dengan hasil diskonto biaya total. Suatu proyek
46
dikatakan layak atau dapat diterima apabila IRR-nya lebih besar dari tingkat discount rate yang ditetapkan. Nilai IRR adalah nilai discount rate yang membuat nilai NPV sama dengan 0 (Gittinger, 1986). Secara matematis IRR ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bt − C t = 0 ....................................................................................(35) t t = 0 (1 + IRR) keterangan : t =T
NPV = ∑
NPV
=
nilai manfaat bersih sekarang
B
=
manfaat
C
=
biaya
t
=
t dari 0 sampai T
IRR
=
internal rate return
Untuk mengetahui kelayakan kegiatan GERHAN secara ekonomi maupun secara finansial, akan dilakukan analisis finansial pada biaya-biaya dan manfaat langsung yang diterima petani dan analisis ekonomi secara keseluruhan. III.4.2.Anasisis Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN Berdasarkan penelusuran berbagai pustaka, penyebab kegagalan yang sering terjadi di lapangan dapat dibedakan kedalam aspek teknis, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Secara teknis penyebab kegagalan GERHAN diduga karena : (1) masyarakat tidak diikut sertakan dalam perencanaan sehingga kurang rasa memiliki terhadap kegiatan, (2) pemilihan jenis yang tidak sesuai kondisi ekologisnya, (3) jenis bibit tidak sesuai keinginan(tidak disukai) masyarakat (4) kualitas bibit tidak bagus (5) kondisi bibit yang ditanam tidak bagus, (6) waktu tanam yang tidak tepat, dan (7) tidak ada rencana pemeliharaan terhadap tanaman terutama selepas proyek. Dari aspek ekonomi beberapa hal yang diduga menyebabkan kegagalan GERHAN adalah : (1) tidak ada harapan keuntungan atau analisa kelayakan sebelumnya yang dapat merangsang minat petani untuk memelihara tanaman kegiatan rehabilitasi, (2) tidak adanya kemudahan pasar untuk
hasil-hasil
produksinya,
(3)
tidak
ada rencana
untuk
menjamin
keberlanjutan rehabilitasi dalam jangka panjang seperti mekanisme reinvestasi,
47
dan (4) tidak adanya insentif untuk kegiatan rehabilitasi. Dari aspek sosial dan budaya yang diduga menyebabkan kegagalan GERHAN adalah : (1) kurangnya pengalaman berusaha tani; (2) status pelaku rehabilitasi bukan pemiliknya; (3) kepemilikan lahan sempit; (4) kegiatan tanam menanam bukan merupakan budaya masyarakat; sedangkan dari aspek kelembagaan adalah : (1) kurangnya kapasitas kelembagaan dari instansi terkait
untuk melaksanakan kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan dilihat dari kecukupan tenaga kerja, kapasitas teknis dan dukungan logistik; (2) tidak ada keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan penggunaan lahan dalam wilayah yang lebih luas; (3) tidak ada aturan atau norma yang jelas berkaitan dengan upaya rehabilitasi; (4) tidak jelasnya pembagian hak dan kewajiban dalam hal rehabilitasi hutan dan lahan; (5) tidak ada pengakuan dari proyek terhadap pengaturan hak kepemilikan yang sudah ada di lokasi proyek (jenis kepemilikan lahan, pemegang hak dan mekanisme pengakuannya); (6) adanya konflik antara pemangku kepentingan dan tidak ada penyelesaiannya; (7) kurangnya bantuan teknis, penyuluhan atau pembangunan kapasitas untuk mendukung upaya rehabilitasi. Agar dapat memenuhi standar penelitian ilmiah maka alat ukur untuk menilai faktor penyebab kegagalan GERHAN diuji kesahihannya atau validitas dan keterandalannya atau reliabilitas sebelum digunakan untuk pengumpulan data (Bungin, 2003). 1.
Uji Validitas Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen ini mampu mengukur apa
saja yang hendak diukurnya. Validitas mempertanyakan kesahihan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor setiap item dengan total skore. Teknik korelasi yang digunakan adalah Pearson Product Moment, dinama instrumen dikatakan valid apabila nilai koefisien korelasinya (r) > r tabel atau jika korelasi sudah lebih besar dari 0,3 pertanyaan yang dibuat dikategorikan shahih/valid (Hasan, 2002). Item-item yang valid adalah jika corrected item total correlations lebih besar dari nilai r pada tabel nilai r Product Moment atau jika nilai r lebih besar dari 0,3. Dari hasil analisis validitas (Lampiran 1) didapatkan 10 item yang valid
48
digunakan untuk mengukur faktor penyebab kegagalan GERHAN yaitu : kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan (X1) ketidak sesuaian jenis tanaman dengan kondisi ekologisnya (X2) rendahnya kualitas bibit (X3) ketidak sesuaian jenis dengan yang diusulkan (X4) jeleknya kondisi bibit waktu diterima (X5) kesulitan pemasaran hasil (X6) kurangnya insentif/penghargaan untuk kegiatan rehabilitasi (X7) kurangnya kapasitas instansi terkait dalam kegiatan rehabilitasi dilihat dari kecukupan tenaga kerja, kapasitas teknis dan dukungan logistik (X8) kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan penggunaan lahan yang lebih luas (X9) ketidakjelasan pembagian hak dan kewajiban dalam hal rehabilitasi hutan dan lahan (X10). 2. Uji Reliabilit as Reliabilitas adalah tingkat ketepatan, ketelitian atau keakuratan sebuah instrumen (Hasan, 2002). Reliabilitas menunjukkan apakah suatu instrumen yang digunakan dalam pengukuran tersebut secara konsisten memberikan hasil ukuran yang sama tentang sesuatu yang diukur pada waktu yang berlainan. Pengujian reliabilitas ini hanya dilakukan terhadap butir-butir yang valid, yang diperoleh melalui uji validitas. Reliabilitas dinilai dengan Cronbach’s coeffisient ALPHA (a) (Cronbach, 1970 dalam Jogiyanto, 2008). Skore reliabilitas yang diterima di banyak penelitian berkisar 0,70 sampai dengan 0,80 tetapi menurut Nunnaly untuk tahapan awal riset nilai 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup (Jogiyanto, 2008). Rumus untuk menghitung Cronbach’s coeffisient ALPHA sebagai berikut : 2 k ∑ σ xi .........................................................................................(36) α= 1 − σ x2 k − 1
Dimana a
=
Cronbach’s coeffisient ALPHA
k
=
jumlah pecahan
σ 2xi = total varian masing-masing pecahan σ x2
=
varian dari total skore
49
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan mempunyai angka korelasi 0.898 yang artinya mempunyai keterhandalan yang cukup baik. 3. Analisa Regresi Berganda Untuk mengetahui pengaruh faktor penyebab kegagalan terhadap tingkat kegagalan yang dilihat dari prosentase kematian tanaman dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan rumus umum sebagai berikut :
Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + .....+ β n X n ................................................................(37) Dimana Y= prosentase kematian tanaman, ,β 0 = intersep, β 1,2 ,.. n = koefisien regresi, X1,2...n = peubah bebas/faktor teknis, ekonomi, kelembagaan. Karena variabel penentunya berbentuk data ordinal, agar memenuhi syarat asumsi data dalam sebaran normal maka harus ditransfer menjadi data interval dengan menggunakan Metode Suksesive Interval (MSI). Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-sama/simultan terhadap tingkat kegagalan dilakukan uji F, jika F-hitung>F-tabel maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap model. III.4.3.Rancangan Insentif Untuk Tidak Merusak Hutan dan Lahan Mengacu perancangan insentif untuk rehabilitasi hutan dan lahan menurut Putro et al. (2003) tahapan yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi yang menjadi
latar
belakang mata
pencaharian
masyarakat
dan
karakteristik
sumberdaya alam dalam DAS, menganalisis pengaruh aktivitas ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya alam, identifikasi kebutuhan insentif dan memilih insentif ekonomi untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Untuk itu dilakukan analisis
deskriptif/kualitatif
terhadap
karakteristik
masyarakat
(mata
pencaharian/sumber penghasilan utama), persepsi masyarakat terhadap penyebab langsung degradasi hutan dan lahan, faktor penyebab utama degradasi hutan dan lahan, dan bentuk insentif yang dibutuhkan untuk mendorong peserta GERHAN terus memelihara tanaman GERHAN sampai diperoleh manfaat sebagaimana yang telah disebutkan di depan.
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV.1. Keadaan Biofisik IV.1.1. Letak dan Luas Wilayah Lokasi penelitian terletak di Sub DAS Tirto (bagian DAS Serang Ds), mempunyai luas 15.937,44 Ha (4,35 % dari luas DAS Serang Ds). Sub DAS Tirto terletak 111o02’03“–111o10’39“BT dan 6o57’53“–7o05’58“LS. Menurut wilayah administrasi meliputi Kabupaten Grobogan 15.662,8 Ha (98,28%), Blora 140,36 Ha (0.88%) dan Pati 134,29 Ha (0,84%), secara rinci disampaikan pada Tabel 5. Tabel . 5 Sub DAS Tirto Menurut Wilayah Administrasi No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Kabupaten 2 BLORA
Kecamatan 3 Todanan
GROBOGAN Kradenan Ngaringan
Tawangharjo Wirosari
PATI
Kayen Tambakromo
Desa 4 Pelemsengir Prigi Sambeng Tanjungsari Bandungsari Kalanglundo Pendem Sendangrejo Sumberagung Tanjungharjo Truwolu Godan Kemaduhbatur Dapurno Dokoro Gedangan Kalirejo Karangasem Kunden Mojorebo Tambahrejo Tambakselo Tanjungrejo Tegalrejo Wirosari Purwokerto Maitan Pakis
Jumlah
Sumber : Data Base BPDAS Pemali Jratun 2009
Luas (Ha)
Total Luas (Ha) 6 140,36
5 17,04 64,51 58,81 17,17 15.662,81 1.348,46 23,98 402,94 6,54 1.161,00 27,90 418,42 39,28 929,64 542,52 2.144,31 1.379,51 11,83 2.096,54 358,92 1.788,94 35,25 1.522,86 519,44 560,08 327,30 7,81 134,29 66,36 60,12 15.937,44
Prosestase 7 0,88
98,28
0,84
100.00
51
IV.1.2. Topografi dan Iklim Berdasarkan kondisi topografinya wilayah penelitian bervariasi dari datar sampai perbukitan dengan ketinggian 5 – 232 m di atas permukaan laut. Tingkat kelerengan lahan sebagian besar (13.266,17 Ha atau 83,24%) merupakan daerah datar (0-8%). Luas wilayah Sub DAS Tirto berdasarkan kelas kelerengannya selengkapnya disajikan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Kelas Kelerengan Sub DAS Tirto No 1 2 3 4
Kelas lereng Luas (Ha) Datar (0-8%) 13.266,17 Landai (8-15%) 2.055,33 Agak Curam (15-25%) 533,06 Curam (25-40%) 82,90 Jumlah 15.937,44 Sumber : Data Base BPDAS Pemali Jratun 2009
Prosentase 83,24 12,90 3,34 0,52 100
Menurut klasifikasi Smidth dan Ferguson wilayah Sub DAs Tirto termasuk type iklim B dengan curah hujan tahunan 1.900 mm/th. mm/th. Bulan basah Oktober s/d Maret, sedangkan bulan kering April s/d September. IV.1.3. Jenis Tanah Jenis tanah utama yang terdapat di Sub DAS Tirto yaitu Grumusol, Litosol dan Mediteran. Jenis tanah Grumusol dengan luas 5.090,87 Ha (31,94%) meliputi kecamatan Wirosari (sebagian besar wilayah Desa Gedangan, Tambakselo, Mojorebo, Dapurno, dan Tanjungharjo) dan kecamatan Ngaringan (sebagian besar Desa Bandungsar i, Pendem, dan Trowulu). Jenis tanah Litosol meliputi luas 4962,37 Ha (31,14%) tersebar di kecamatan Wirosari (desa Dokoro, Tegalrejo dan Karangasem), Kecamatan Tawangharjo (Desa Kemadohbatur), wilayah Kabupaten Pati (Kecamatan Kayen dan Tambakromo) dan wilayah Kabupaten Blora (Kecamatan Todanan) . Jenis tanah Mediteran dengan 5884,2 Ha (36,92%) meliputi Kecamatan Wirosari (Desa Mojorebo, Dokoro, Karangasem), Kecamatan Ngaringan (Desa Sumber Agung, Bandungsari dan Pendem), dan Kecamatan Tawangharo (Desa Kemadohbatur)
52
IV.1.4. Arahan Fungsi dan Penggunaan Lahan Berdasarkan arahan fungsinya, wilayah Sub DAS Tirto terdiri atas 3.620,28 Ha (22,71%) kawasan lindung, 4.285,63 Ha (26,89%) kawasan penyangga, 7.729,80 (48,5%) kawasan budidaya tanaman semusim dan pemukiman, dan 301,74 Ha (1,89%) kawasan budidaya tanaman tahunan. Penggunaan lahan secara garis besar dikelompokkan menjadi hutan, tegalan, sawah, perkebunan, pemukiman dan penggunaan lain. Penetapan penggunaan lahan pada umumnya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Kondisi penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Tirto adalah hutan 8.076,60 Ha (50,67%), pemukiman 1.576,75 Ha (9,89%), sawah 1 kali 378,66 ha (2,36%), sawah 2 kali 4.597,73 Ha (28,8 %), tegalan 1.277,58 Ha (8,01%) dan sungai 30,10 Ha (0,19%). Melalui Sub DAS Tirto mengalir anakanak sungai dengan debit rata-rata tahunan 123 m3/detik, debit banjir 402 m3/detik dan debit minimum 0,34 m3/detik. Anak-anak sungai tersebut menuju ke Sungai Lusi yang merupakan sungai besar yang mengalir melalui Kabupaten Grobogan. IV.1.5. Lahan Kritis Berdasarkan penilaian prioritas penanganan DAS yang dilakukan BPDAS Pemali Jratun tahun 2007, Sub DAS Tirto merupakan Sub DAS prioritas I untuk ditangani dalam DAS Serang yang juga merupakan prioritas I. Salah satu tolok ukur dalam menentukan prioritas penanganan dalam suatu Sub DAS/DAS adalah adanya lahan kritis. Kekritisan lahan di Sub DAS Tirto disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Luas Lahan Kritis Sub DAS Tirto Luas menurut kawasan (Ha) Jumlah (Ha) Luar kawasan Dalam kawasan 1 Sangat Kritis 70,93 70,93 2 Kritis 143,59 247,64 391,24 3 Potensial Kritis 1734,30 526,25 2260,56 4 Agak kritis 850,85 168,69 1019,53 5 Tidak Kritis 6863,76 5331,43 12195,19 Jumlah 9064,39 6274,01 15937,45 Sumber data : Laporan Inventarisasi Lahan Kritis BPDAS Pemali Jratun, tahun 2009 No
Kekritisan
53
IV.2. Keadaan Sosial Ekonomi Berdasarkan data BPS (2007) umlah j penduduk dari keseluruhan desa dalam wilayah Sub DAS Tirto adalah 152.448 jiwa atau 757 jiwa/km2 dan jumlah rumah tangga 42.354 KK. Data mengenai jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan luas lahan pertanian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk dalam Wilayah Sub DAS Tirto No
Kab/Kec/Ds
I
Grobogan Kec. Ngaringan Ds. Bandungsari Ds. Kalanglundo Ds. Pendem Ds. Sendangharjo Ds. Sumberagung Ds. Tanjungharjo Ds. Truwolu Kec. Tawangharjo Ds. Godan Ds. Kemaduhbatur Kec. Wirosari Ds. Dapurno Ds. Dokoro Ds. Gedangan Ds. Kalirejo Ds. Karangasem Ds. Kunden Ds. Mojorebo Ds. Tambahrejo Ds. Tambakselo Ds. Tanjungrejo Ds. Tegalrejo Ds. Wirosari Kec.Kradenan Ds. Tanjungsari
1
2
3
4
Luas (Ha)
Jumlah penduduk (jiwa)
Jumlah rumah tangga (KK)
Jumlah petani & buruh tani
Luas lahan pertanian (Ha)
1678 1104 373 430 2166 2054 564
7360 7178 3760 3473 7892 6663 7472
2027 2105 1124 1012 2167 1975 2239
4410 5447 2258 2532 2848 3233 4416
692.35 808.22 277.89 247.42 844.46 773.68 407.23
2583 1605
5774 3629
1590 1161
5157 1010
513.78 819.37
386 1563 1397 417 1778 410 1926 714 2831 634 1378 207
4174 6013 5074 5278 8911 8684 4948 7424 9251 6322 7549 5576
1239 1733 1213 1517 2338 2284 1246 2001 2437 1711 2129 1442
2156 3105 2620 2725 4602 4485 2555 3834 4777 3265 3898 2880
275 1014 418.58 295.44 532.02 308.86 589.45 539 1126 453.21 916 133.5
460
3745
1056
1775
306.59
54
Tabel 8. Jumlah Penduduk dalam Wilayah Sub DAS Tirto (lanjutan) No
II 1
2 III 1
Kab/Kec/Ds
Pati Kec. Tambakromo Ds. Maitan Ds. Pakis Kec. Kayen Ds. Purwokerto Blora Kec. Todanan Ds. Pelemsengir Ds. Prigi Ds. Sambeng Jumlah
Luas (Ha)
Jumlah penduduk (jiwa)
Jumlah rumah tangga (KK)
Jumlah petani & buruh tani
Luas lahan pertanian (Ha)
949 586
4960 1784
583 1511
715 304
715 320
515
1737
471
530
352.55
493 211 298 29706
3816 1376 2625 152448
1019 322 702 42354
1254 1442 2287 80520
415 178 186 14458.58
Sumber : BPS, 2007 Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar penduduk (52,83%) bermata pencaharian dib idang usaha pertanian. Dengan luas lahan pertanian (sawah dan tegal) ±14.458,58 Ha dan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak ± 80.520 jiwa, kepadatan agraris yang merupakan rasio jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani dengan luas lahan pertanian adalah 5,57 jiwa/ha. IV.3. Rehabilitasi Lahan Kritis Melalui GERHAN Rehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan GERHAN diselenggarakan untuk mempercepat perbaikan dan pemulihan fungsi hutan dan lahan yang terdegradasi. Untuk merehabilitasi lahan
kritis di Sub DAS Tirto kegiatan
GERHAN dari tahun 2003 s/d 2008 telah mencapai luas 1463 Ha dengan rincian sebagaimana Tabel 9.
55
Tabel 9. Kegiatan GERHAN (Vegetatif) di Wilayah Sub DAS Tirto No
Lokasi Kegiatan pembuatan hutan rakyat tahun... (Ha) Jumlah Kab/Kec/Ds 2003 2004 2005 2006 2007 2008 (ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I Grobogan 1 Kec. Ngaringan Ds. Bandungsari 25 25 Ds. Pendem 25 25 Ds. Sumberagung 75 75 Ds. Kalanglundo 2 Kec. Wirosari Ds. Dokoro 63 50 25 25 100 25 288 Ds. Karangasem 50 50 25 125 Ds. Mojorebo 25 50 75 Ds. Tambakselo 25 50 75 Ds. Tegal Rejo 50 75 250 375 Ds. Wirosari 25 25 3 Kec. Tawangharjo Kamadohbatur 100 50 150 Godan 75 75 II Pati 1 Kec. Tambakromo Ds. Pakis 25 25 50 Ds. Maitan 25 25 50 III Blora 1 Kec. Todanan Pelemsengir 25 25 50 Jumlah 113 350 200 25 700 75 1463 Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunana Kabupaten Pati dan Dinas Kehutanan Kabupaten Blora, 2009
Selain kegiatan penanaman melalui GERHAN juga dilakukan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air seperti embung, dam penahan, dam pengendali, gully plug dan sumur resapan. Kegiatan rehabilitasi yang berupa pembuatan bangunan sipil teknis di Sub DAS Tirto adalah sebagaimana Tabel 10.
56
Tabel 10. Kegiatan GERHAN (Sipil Teknis) di Wilayah Sub DAS Tirto No I
Kab/ Kecamatan
Desa
1
Grobogan Ngaringan
2
Wirosari
3
Tawangharjo
1 2
II
III 1
Bangunan Konservasi Tanah dan Air (unit) Embung Dpi Dpn GP SR
Bandungsari Pendem Sumberagung Kalanglundo Dokoro Karangasem Mojorebo Tambakselo Tegal Rejo Wirosari Kamadohbatur Godan
-
1 -
3 3 1 -
2 2 2 2 -
Pati Tambakromo Kayen
Pakis Purwokerto
-
-
1 -
-
2 3 2 2 2 2 2 -
Blora Todanan
Pelemsengir
-
-
-
-
-
Jumlah 1 8 8 15 Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunana Kabupaten Pati dan Dinas Kehutanan Kabupaten Blora, 2009
IV.4. Evaluasi GERHAN oleh Pemerintah Berbagai
evalu asi terhadap
kegiatan
GERHAN dilaksanakan
oleh
pemerintah antara lain melalui Balai Pengelolaan DAS, Dinas Kehutanan Propinsi maupun Dinas Kehutanan Kabupaten. Evaluasi dilakukan terhadap kinerja, keberhasilan tanaman dan dampak manfaatnya. Hasil evaluasi kinerja GERHAN menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (tahun 2006) melalui konsultan yang ditunjuk, Kabupaten Grobogan memperoleh nilai kinerja total (pembuatan tanaman, bangunan konservasi, dan kegiatan pendukung) sebesar 92,37% yang termasuk dalam predikat kinerja sangat baik. Kinerja satuan kerja dinilai pada masing-masing
tahapan
pekerjaan
dari
perencanaan,
pengawasan dan pengendalian. Hal ini mendorong
pelaksanaan
serta
kegiatan GERHAN dapat
dilanjutkan sampai lahan kritis terehabilitasi seluruhnya.
57
Hasil penilaian keberhasilan tanaman yanag dilakukan oleh Dinas Kehutanan di Kabupaten Grobogan, Blora dan Pati sampai dengan tahun 2009 pada lokasi GERHAN yang berada di Sub DAS Tirto diperoleh rata-rata prosentase keberhasilan tanaman untuk tanaman kayu 88% dan tanaman MPTS 85%. Hasil penilaian keberhasilan tanaman di Sub DAS Tirto sampai tahun 2009 adalah sebagaimana Tabel 11. Tabel 11. Keberhasilan Tanaman GERHAN di wilayah Sub Tirto No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tahun tanam/lokasi Tahun 2003 Wirosari/Dokoro Tambakromo/Pakis Tambakromo/Maitan Tahun 2004 Ngaringan/Bandungsari Ngaringan/Pendem Ngaringan/Sumberagung Wirosari/Dokoro wirosari/Karangasem Wirosari/Tambakselo Wirosari/Tegalrejo Todanan/Pelemsengir Tambakromo/Pakis Tahun 2005 Wirosari/Dokoro Wirosari/Mojorebo Wirosari/Karangasem Wirosari/Tegalrejo Todanan/Pelemsengir Tahun 2006 Wirosari/Dokoro Tahun 2007 Wirosari/Wirosari wirosari/Karangasem Wirosari/Tambakselo Wirosari/Tambakselo Wirosari/Dokoro Wirosari/Dokoro Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Mojorebo Wirosari/Mojorebo Tawangharjo/Kemadohbatur
Keberhasilan tanaman Kayu (%) MPTS (%) 96 78 78
72 73 73
92 91 95 92 88 85 97 82 78
92 91 95 92 88 85 97 -
100 99 100 95 82
100 99 100 95
100
100
100 100 73 70 75 77 98 81 96 100 100 79
80 70 75 77 98 96 100 -
58
Tabel 11. Keberhasilan Tanaman GERHAN di wilayah Sub Tirto (lanjutan) No
Tahun tanam/lokasi
31 32 33 34
Tawangharjo/Kemadohbatur Tawangharjo/Godan Tawangharjo/Godan Tambakromo/Maitan Tahun 2008 Tawangharjo/Kemadohbatur Wirosari/Dokoro
35 36
Keberhasilan tanaman Kayu (%) MPTS (%) 83 83 75 81 81 88 82 89
82 89
Rata-rata 88 85 Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kab. Grobogan, Dinas Kehutanan Kabupaten Blora dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati (2009)
Berdasarkan hasil penilaian dampak manfaat GERHAN yang dilakukan oleh Konsultan PT Centra Multicon Jaya tahun 2007 dijelaskan bahwa kegiatan GERHAN di wilayah BPDAS Pemali Jratun telah memberikan sejumlah manfaat dan dampak, baik dari aspek teknis, lingkungan, ekonomi, maupun sosial, dengan tingkatan manfaat dan dampak yang beragam. Dari segi teknis penyelenggaraan GERHAN telah memberikan manfaat, berupa peningkatan kapasitas para pihak yang terlibat kegiatan, baik dalam hal
perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Dari aspek ekonomi, telah memberikan sejumlah manfaat yakni penyerapan HOK 11,30% dan tambahan pendapatan 10,33% dari total pendapatan keluarga peserta GERHAN. Dari aspek lingkungan belum berdampak nyata, tetapi pada masa yang akan datang, seiring pertumbuhan tanaman, secara bertahap hasil tanaman GERHAN akan memberikan manfaat dan dampak pada perbaikan kondisi lingkungan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Nilai Ekonomi Total Hasil GERHAN Nilai ekonomi total hasil kegiatan rehabilitasi meliputi nilai guna dan nilai bukan guna. Nilai guna terdiri dari nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung. Nilai guna langsung merupakan nilai penggunaan langsung oleh masyarakat yang melaksanakan rehabilitasi lahan yang berupa hasil kayu, hasil tanaman MPTS, kayu bakar, hijauan pakan ternak, dan hasil tanaman semusim (tanaman pertanian ataupun tanaman empon-empon). Nilai guna tidak langsung yang merupakan nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Nilai guna tidak langsung dari hasil rehabilitasi lahan adalah berupa jasa lingkungan dalam hal ini adalah nilai dari pengendalian erosi, nilai hasil air untuk keperluan rumah tangga maupun untuk pengairan sawah, dan jasa penyerapan karbon selama satu rotasi tanaman kayu, sedangkan nilai bukan guna adalah nilai pilihan flora, nilai pilihan fauna dan nilai keberadaan. Nilai ekonomi GERHAN di Sub DAS Tirto dihitung berdasarkan hasil evaluasi keberhasilan tanaman yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, Dinas Kehutanan Kabupaten Blora, sampai dengan tahun 2009 keberhasilan tanaman mencapai 88% untuk tanaman kayu (jati) dan 85% untuk tanaman MPTS (mangga, sukun, kemiri, melinjo, randu, durian, petai) didukung dengan hasil evaluasi lahan kritis oleh BPDAS Pemali Jratun, kondisi kekritisan lahan di luar kawasan hutan
menurut evaluasi tahun 2004 berdasarkan peta
liputan lahan dari hasil analisis Citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2003 luas lahan sangat kritis, kritis dan agak kritis adalah seluas 2591,58 ha, pada evaluasi lahan kritis tahun 2009 berdasarkan peta liputan lahan hasil analisis Citra satelit tahun 2006 luas lahan sangat kritis, kritis dan agak kritis menjadi seluas 1065,37 ha atau berkurang 1526,20 ha dari sebelumnya. Dari hasil ini menunjukkan kegiatan rehabilitasi di Sub DAS Tirto sedikit banyak telah berhasil mengurangi lahan kritis. Dari hasil pengolahan data, nilai kini manfaat hasil GERHAN seluas 1463 Ha di Sub DAS Tirto selama satu daur penebangan tanaman kayu (15 th) pada
60
tingkat suku bungan 15% dengan memperhitungkan prosentase keberhasilannya (rata-rata 88% untuk tanaman kayu jati dan 85% untuk tanaman MPTS) adalah sebesar Rp 331.223.929.622 atau Rp 15.093.367/ha/tahun. Nilai tersebut terdiri dari nilai guna langsung adalah sebesar Rp 324.662.438.996 (98.02%), nilai guna tidak langsung sebesar Rp 2.499.738.902 (0.75%) dan nilai bukan guna Rp 4.061.751.724 (1,23%). Nilai tersebut lebih kecil dan proporsi masing-masing nilai manfaatnya sangat berbeda apabila dibandingkan dengan nilai ekonomi hasil rehabilitasi hutan dan lahan kritis seluas 3640 ha di Kecamatan Nglipar menurut Nurfatriani (2005) yaitu sebesar Rp 95.886.082.429/tahun atau Rp 26,342,330/ha/tahun, yang terdiri dari nilai guna langsung Rp 18.616.097.938/tahun (19,41%), nilai guna tidak langsung sebesar Rp 2.236.240.078/tahun (2,335%), nilai pilihan sebesar Rp 1.969.001.771/tahun (2,05%) dan nilai keberadaan sebesar Rp 73.064.742.642/ tahun (76,20%). Perbedaan nilai suatu sumberdaya dimungkinkan karena adanya perbedaan lingkup dan metode pendekatan pendugaan nilai yang digunakan. Metode perhitungan nilai pengendalian erosi yang digunakan oleh Nurfatriani (2005) menggunakan pendekatan kontingensi sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendekatan biaya pengganti. Pendugaan nilai pilihan dan nilai keberadaan sama-sama menggunakan pendekatan kontingensi berdasarkan persepsi masyarakat penilainya. Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek tertentu, tempat dan waktu tertentu pula (Davis dan Johnson, 1987), sehingga nilai sumberdaya yang dinyatakan oleh masyarakat akan tergantung pada persepsi setiap anggota masyarakat yang memberikan penilaian. Begitu juga apabila dibandingkan dengan nilai ekonomi total hutan tropis Indonesia
menurut
hasil
penelitian
yang
dilakukan
NRM
yaitu
Rp
383.999.400/ha/th yang terdiri dari nilai guna langsung 52,39%, nilai guna tidak langsung 43,3% dan nilai bukan guna 4,58%, dari total nilai tersebut proporsi nilai kayu sebesar 29,11% (Suparmoko, 2006). Nilai tersebut dihitung berdasarkan penggunaan kayu, kayu bakar, produk hutan non kayu, konsumsi air dan nilai guna tidak langsung seperti konservasi tanah dan air, penyerap karbon, pencegah
61
banjir, transportasi air dan keanekaragaman hayati. Perbedaan nilai ekonomi total yang dihasilkan disebabkan ada perbedaan lingkup manfaat yang dihasilkan antara hutan tropis dengan hasil rehabilitasi GERHAN di Sub DAS Tirto. Sebagai contoh dari hutan tropis menghasilkan nilai guna tidak langsung dari transportasi air, sedangkan dari hasil GERHAN di Sub DAS Tirto hanya untuk keperluan rumah tangga dan irigasi saja. Secara ringkas hasil perhitungan nilai ekonomi total hasil GERHAN di Sub DAS Tirto dapat dilihat Tabel 12, selengkapnya disajikan dalam Lampiran 2. Tabel 12. Nilai Ekonomi Total Hasil Rehabilitasi Sub DAS Tirto No
Jenis Manfaat
I
Nilai Guna Langsung Hasil tanaman pertanian Hasil tanaman empon-empon Hasil tanaman MPTS Hasil tanaman kayu Hasil hijauan pakan ternak Hasil kayu baker
II
Nilai Guna Tidak Langsung Jasa pengendalian erosi Hasil air untuk rumah tangga Hasil air untuk pengairan sawah Jasa penyerapan karbon
III
Nilai Bukan Guna Nilai pilihan flora Nilai pilihan fauna Nilai keberadaan
Jumlah Sumber : Hasil analisis data
Nilai Kini Manfaat GERHAN (Rp) 324.662.438.996 146.608.234.496 71.914.577.319 21.507.313.174 32.343.357.834 36.269.444.921 16.019.511.252
Prosentase Terhadap Total (%) 98.02 44,26 21,71 6,49 9,78 10,95 4,84
23.380.803.173 603.591.798 463.162.781 293.321.821 1.139.662.503
0.75 0.18 0.14 0,09 0,34
4.061.751.724 1.381.510.157 1.358.578.207 1.321.663.360
1,23 0,42 0,41 0,40
331.223.929.622
100
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai manfaat yang mempunyai proporsi yang paling besar terhadap nilai manfaat total adalah nilai guna langsung yaitu Rp 324.662.438.996 (98,02%). Hal ini menunjukkan bahwa nilai manfaat
62
yang dihasilkan dari kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto didominasi oleh manfaat yang yang langsung dapat diambil dari hasil rehabilitasi sebagai masukan (input) untuk proses produksi maupun untuk konsumsi yaitu hasil kayu pertukangan, hasil tanaman MPTS, hasil tanaman pertanian, hasil tanaman empon-empon, hasil hijauan pakan ternak dan kayu bakar yang dipungut dari areal yang direhabilitasi. Nilai guna tidak langsung diduga sebesar Rp 23.380.803.173 atau 0,75% dari nilai ekonomi total. Nilai guna tidak langsung yang mempunyai proporsi yang kecil menunjukkan bahwa perbaikan lingkungan dari kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto tidak memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kondisi tanah di Sub DAS Tirto yang didominasi oleh tanah kapur yang miskin unsur hara, dengan pendekatan biaya pengganti membuat nilai pengendalian erosi di Sub DAS Tirto menjadi kecil. Selain itu yang membuat kecilnya nilai guna tidak langsung ini adalah pemanfaatan dari hasil airnya hanya untuk keperluan rumah tangga dan irigasi pertanian yang tidak dikelola secara komersial. Nilai bukan guna yang terdiri dari nilai pilihan dan nilai keberadaan mempunyai proporsi 1,23% dari nilai total. Nilai pilihan merupakan manfaat yang potensial dikembangkan dimasa yang akan datang walaupun saat ini belum diketahui manfaatnya. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai pilihan flora sebesar Rp 1.381.510.157 atau 0,42% dari nilai manfaat total. Sedangkan manfaat potensial fauna dimasa yang akan datang yang merupakan nilai pilihan fauna sebesar Rp 1.358.578.207 (0,41%) tidak berbeda dengan nilai pilihan flora. Nilai pilihan berpotensi dikembangkan pada masa yang akan datang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Nilai keberadaan merupakan nilai yang diberikan oleh masyarakat pada kawasan yang direhabilitasi atas manfaat spiritual, estetika dan kultural. Berdasarkan hasil perhitungan nilai sekarang dari nilai keberadaan kawasan yang direhabilitasi adalah sebesar Rp 1.321.663.360 atau 0,40% dari nilai total. Kecilnya nilai bukan guna ini menggambarkan persepsi dan apresiasi masyarakat terhadap sumberdaya hasil rehabilitasi yang dikuantifikasikan untuk menunjukkan nilai atau manfaat dari barang dan jasa
63
lingkungan yang dihasilkan dari kawasan yang direhabilitasi. Hal ini disebabkan karena tingkat pendapatan masyarakat yang hanya cukup untuk kehidupan seharihari (rata-rata pendapatan Rp 755.625./bulan) sehingga belum bisa memikirkan untuk kebutuhan yang lainnya apalagi untuk suatu hal yang belum secara nyata manfaatnya. Dari nilai manfaat GERHAN di Sub DAS Tirto secara rata-rata kegiatan rehabilitasi dengan penanaman kayu dan MPTS memberikan nilai manfaat sebesar Rp 15.093.367/ha/tahun. Apabila dibandingkan dengan hasil perhitungan manfaat jika lahan dibiarkan hanya dengan tanaman semusim saja sebagaimana Tabel
13,
dengan
nilai
manfaat
yang
dihasilkan
hanya
sebesar
Rp
10.699.707/ha/tahun dari hasil tanaman semusim dan lahan tetap tererosi, nilai tersebut lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa GERHAN dapat memberikan harapan nilai manfaat langsung dan tidak langsung yang lebih besar dari pada lahan dibiarkan dalam kondisi kritis atau tegalan dengan tanaman semusim saja. Tabel 13 Nilai Manfaat Lahan Tanpa Kegiatan Rehabilitasi No 1 2 3
Uraian Hasil tanaman semusim Hasil air Kehilangan tanah karena erosi Jumlah
Nilai (Rp/ha/th) 17.250.000 722.844 (7.273.137) 10.699.707
Sumber : Hasil analisis data Kegiatan rehabilitasi dapat dirasakan hasilnya dalam jangka panjang, berupa hasil kayunya maupun jasa lingkungannya. Selama masa tunggu tersebut banyak hal yang dapat terjadi yang menyebabkan kegagalan tanaman. Apabila terjadi kegagalan tanaman maka tentu saja nilai ekonomi yang dihasilkan juga akan berkurang. Berikut adalah hasil perkiraan nilai kini hasil GERHAN apabila tingkat keberhasilan 70%, 50% dan 30% dari lahan yang direhabilitasi seluas 1463 ha dengan periode analisis 15 tahun setelah ditanam dan pada tingkat suku bunga 15% (Tabel 14).
64
Tabel 14. Perkiraan Nilai Ekonomi Hasil GERHAN Pada Berbagai Keberhasilan Tanaman No Prosentase Nilai kini hasil Rata-rata keberhasilan GERHAN (Rp/ha/th) tanaman (Rp) 1 70% 328.129.674.220 14.952.366 2 50% 300.997.017.713 13.715.973 3 30% 284.729.924.887 12.974.706 Sumber : Hasil analisis data Hasil perhitungan nilai manfaat hasil GERHAN pada keberhasilan tanaman 70%, 50% dan 30% selengkapnya secara berturut-turut disampaikan dalam Lampiran 3 s/d 5. V.1.1. Nilai Guna Langsung V.1.1.1. Nilai Hasil Kayu Jenis kayu yang ditanam melalui GERHAN di Sub DAS Tirto adalah Jati. Jati merupakan jenis kayu dengan nilai ekonomi tinggi yang paling diminati oleh petani. Kayu jati merupakan jenis kayu favorit untuk industri meubel dan kerajinan karena kayunya yang indah. Berdasarkan informasi dari responden, umur tebangan kayu jati milik masyarakat rata-rata ± 15 tahun. Nilai kayu dihitung berdasarkan keberhasilan tanaman sampai tahun 2009 dengan rata-rata 88,14% (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, dan Dinas Kehutanan Kabupaten Blora). Hasil kayu jati dari rehabilitasi (GERHAN) diprediksi dengan persamaan pertumbuhan yang diacu dari Ginoga et.al (2005). Harga kayu jati yang digunakan adalah harga prediksi berdasarkan data harga kayu jati beberapa tahun terakhir. Di lokasi penelitian harga kayu jati rakyat dengan diameter kurang lebih 20 cm pada tingkat petani berkisar Rp 1.000.000/m3 sampai Rp1.400.000/m3. Kondisi harga kayu Jati di Kabupaten Grobogan dan sekitarnya selama 4 tahun terakhir disampaikan dalam Tabel 15.
65
Tabel 15. Kondisi Harga Kayu Bulat Jati di Kabupaten Grobogan Harga (Rp/m3)
No Tahun Sortimen 1 2006 A1 2 2007 A1 3 2008 A1 4 2009 A1 Sumber : Perhutani, 2009 (laporan manajerial)
849.317 895.158 1.111.605 1.445.198
Rekapitulasi hasil prediksi volume kayu jati pada umur 15 tahun dan nilai kayu jati dari hasil rehabilitasi di Sub DAS Tirto disampaikan pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16. Prediksi dan Nilai Hasil Kayu Jati dari GERHAN di Sub DAS Tirto N Tahun Luas o tanam (ha)
Jumlah Tanaman hidup (btg)
1 2 1 2003
3 113
4 33.648
2 2004
350
102.890
3 2005
200
61.250
4 2006
25
8.000
5 2007
700
161.362
6 2008
75
20.248
jumlah 1463
387.399
Prediksi Hasil Kayu Pada Tahun (M3) (Rp)x 106 2018 5 4040 12,056
2019 6
2020 7
2021 8
Volume m3 Nilai kini (Rpx 109) 2022 9
2023 10
12355 39,348 7355 24.900 961 3.445 19376 72.745 2431 9.696
11 4040 3.427 12355 9,726 7355 5,352 961 0,644 19376 11,823 2431 1,370 46518 32,343
Sumber : Hasil analisis data Apabila keberhasilan tanaman dapat dipertahankan maka pada akhir tahun ke-15 nanti, potensi hasil kayu dari rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto sebesar 46.518 m3 dengan nilai sekarang sebesar Rp32.343.357.833 (hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 6). Dengan harga kayu jati yang cukup stabil bahkan cenderung meningkat dan tersedianya pangsa pasar yang jelas potensi hasil kayu ini akan menigkatkaan kesejahteraan masyarakat khususnya petani yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi.
66
V.1.1.2. Hasil Tanaman MPTS Jenis tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) GERHAN di Sub DAS Tirto adalah sebagian besar mangga. Pada awal dimulainya kegiatan GERHAN pada tahun 2003 dan 2004
jenis yang ditanam meliputi berbagai jenis yaitu
mangga, sukun, kemiri (Kabupaten Grobogan), mangga, melinjo, randu (Kabupaten Pati), mangga, mlinjo, durian, petai (Kabupaten Blora). Tetapi karena keberhasilannya dirasa tidak memuaskan kemudian tahun-tahun berikutnya hanya tanaman jenis mangga saja. Jenis dan jumlah hidup tanaman MPTS di Sub DAS Tirto selama tahun 2003 – 2008 disampaikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Jenis dan Jumlah Tanaman MPTS GERHAN di Sub DAS Tirto No
Tahun Jumlah tanaman hidup tanam Mangga Sukun Kemiri Melinjo Randu Durian Petai Jumlah 1 2003 4,463 945 840 2195 2,195 - 10,638 2 2004 22,140 377 377 22,894 3 2005 14,685 - 14,685 4 2006 2,000 2,000 5 2007 24,983 - 24,983 6 2008 5,062 5,062 Jumlah 71,333 945 840 2195 2195 377 377 80,262 Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehuatan Kabupaten Blora dan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pati tahun 2009
Penanaman
tanaman
MPTS
dilakukan
dengan
tujuan
agar
dapat
memberikan penghasilan kepada petani selama menunggu hasil panenan kayu. Untuk menilai
besarnya manfaat yang dihasilkan dari tanaman MPTS maka
digunakan prediksi produksi masing-masing jenis tanaman MPTS. Tanaman mangga secara ekologis cocok ditanam di Sub DAS Tirto karena merupakan daerah dengan perbedaan musim yang jelas antara musim penghujan dan musim kemarau. Tanaman mangga diprediksikan mulai berbuah mulai umur 6 tahun dengan produksi buah 10 – 30 sampai umur 10 tahun, setelah 10 tahun dapat meningkat sampai lebih dari 40 kg/pohon per tahun. Harga yang digunakan untuk menghitung nilainya adalah harga mangga di petani, rata-rata pada saat musim seharga Rp 2000 per kg.
67
Jenis sukun yang ditanam adalah sukun Cilacap yang mempunyai keunggulan dalam produksinya. Tanaman sukun diprediksikan mulai berbuah setelah umur 5 tahun ke atas dengan produksi berangsur-angsur meningkat 30 – 60 buah per pohon per tahun setelah mencapai umur 10 tahun buahnya dapat lebih banyak lagi. Secara rata-rata produktivitas sukun di wilayah Kabupaten Grobogan, Blora dan Pati adalah 143,31 kg/pohon/tahun (BPS, 2006). Tanaman kemiri adalah tumbuhan yang dimanfaatkan bijinya sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Produksi biji kemiri pada awal produksi pada umur 6 tahun sekitar 10 – 30 kg/pohon sampai umur 10 tahun, setelah itu produksi bisa meningkat sampai 40 -80 kg/pohon/tahun. Melinjo, merupakan tanaman yang dimanfaatkan bijinya sebagai bahan pembuatan emping melinjo, selain itu bunga daun mudanya juga dimanfaatkan untuk sayur. Tanaman melinjo setahun berbuah 2 kali, mulai berbuah setelah berumur 5 tahun dengan produksi 30 kg/pohon/tahun. Semakin bertambah umurnya semakin meningkat produksinya pada umur 15 tahun produksinya bisa mencapai 60 kg/pohon/tahun. Secara rata-rata produktivitas melinjo di Kabupaten Grobogan, Blora dan Pati adalah 48,3 kg/pohon/tahun. Durian adalah salah satu jenis buah-buahan yang mepunyai nilai ekonomis tinggi. Bibit yang ditanam dari okulasi pada umur 8 tahun sudah mulai berbunga dengan produksi 60 – 70 butir/pohon/tahun (rata-rata 2,7 kg/buah). Produktivitas durian di Kabupaten Grobogan, Blora dan Pati rata-rata adalah 124,57 kg/pohon/tahun. Petai rata-rata produktivitasnya adalah 44,26 kg/pohon/tahun dan harga jual petai Rp 30000 per kg. MPTS lainnya adalah kapuk randu, merupakan tanaman perkebunan yang penting terutama untuk wilayah kabupaten Pati. Tanaman kapuk randu mulai produksi pada umur 5 tahun 40 kg per pohon per tahun sampai 140 kg/pohon per tahun ketika sudah berumur 15 tahun. Penjualan tanaman randu biasanya dengan tebasan dengan harga tebasan Rp 1500 sampai dengan Rp 1900/kg. Prediksi hasil tanaman MPTS dari GERHAN di Sub DAS Tirto dengan keberhasilan rata-rata 85% secara ringkas disampaikan dalam Tabel 18.
Tabel 18. Prediksi Hasil Tanaman MPTS GERHAN di Sub DAS Tirto No 1
Th. tanam/ jenis Th. 2003 Mangga Kemiri Sukun Melinjo Randu
2
6
2009 44,6 89,3 9,5 23,9 8,1 20,2 21,1 84,3 87,8 131,7
Th.2004 Mangga Melinjo
2010
2011
5
6
2021
2022
178,5 357,0 28,4 85,0 40,3 100,8 105,4 421,4 263,3 395,0
178,5 357,0 37,8 113,4 40,3 100,8 105,4 421,4 307,2 460,8
178,5 357,0 47,2 141,8 40,3 100,8 105,4 421,4 307,2 460,8
178,5 357,0 56,7 170,1 40,3 100,8 105,4 421,4 307,2 460,8
178,5 357,0 66,2 198,4 40,3 100,8 105,4 421,4 307,2 460,8
178,5 357,0 75,6 22,7 40,3 100,8 105,4 421,4 307,2 460,8
221,4 442,8 2,41 9,6
332,1 664,2 4,8 19,3 3,3 20,0
442,8 885,6 7,2 28,9 6,7 400 11.306 56,5
553,5 1107,2 9,6 38,6 10,0 60,1 11.306 56,5
885,6 1.771,2 12,0 48,2 13,3 80,1 15.075 75,4
885,6 1.771,2 12,0 48,2 16,7 100,1 15.075 75,4
885,6 1.771,2 12,0 48,2 16,7 100,1 18.844 94.22
885,6 1.771,2 12,0 48,2 16,7 100,1 22.613 113,1
885,6 1.771,2 12,0 48,2 16,7 100,1 22.613 113,1
885,6 1771,2 12,0 48,2 16,7 100,1 22.613 113,1
146,8 293,7
220,3 440,6
293,7 587,4
367,1 734,2
587,4 1.174,8
587.4 1174.8
587,4 1.174,8
587,4 1.174,8
587,4 1.174,8
587,4 1.174,8
20 40
30 60
40 80
50,0 100
80 160
80 160
80 160
80 160
80 160
80 160
249,8 499,7
374.745 749.49
499,7 999,3
624.575 1249.15
999,3 1998,6
999,3 1.998,6
999,3 1.998,6
999,3 1.998,6
999,3 1.998,6
999,3 1.998,6
1.453,5 2.154,6
50.62 101.24 5.093,3 2.532,3
75,9 151,9 5.902,7 2.551,9
101.24 202.48 6.310,3 2.372,3
126,5 253,1 7.157,6 2.339,8
202,5 405,0 7.337,8 2.085,9
202,5 405,0 5.789,8 1.431,1
202,5 405,0 3.738,4 803,5
202,5 405,0 2.563,6 479,2
202,5 405,0 2.403,6 390,6
Th. 2006 Mangga Th.2007 Mangga Th. 2008 Mangga 353,7 353,7
2020
111,6 223,1 28,4 85,0 32,3 80,6 84,3 337,2 219,4 329,2
Th.2005 Mangga
Jumlah Nilai kini
2019
89,2 178,5 18,9 56,7 24,2 60,5 63,2 252,9 175,6 253,3
Durian (bh)
4
Prediksi hasil pada tahun.... (ton) / (Rp x 10 ) 2014 2015 2016 2017 2018
2013
66,9 133,9 18,9 56,7 16,1 40,3 42,1 168,6 131,7 197,5
Petai
3
2012
1.049,4 912,5
Sumber : Hasil analisis data
1.809 1367,9
2.546,8 1.674,5
2023
202,5 405,0 404,96 57,2
Total nilai kini (Rp)
21.507,3
69
Nilai kini hasil tanaman MPTS sebesar Rp 21.507.314.174 atau 6,49% dari total manfaat. Hasil tanaman MPTS bisa menjadi tambahan penghasilan bagi petani jika tanaman dipelihara dengan baik, hasil ini bisa diharapkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga petani yang bersifat jangka pendek. Hal ini bisa menjawab salah satu permasalahan utama dalam pola investasi hutan rakyat yaitu masa menunggu yang lama hasil dari proses investasi yang dilakukan (Darusman dan Wijayanto, 2007).
Perlu adanya suatu pola investasi yang cepat
menghasilkan yang dirancang khusus untuk merespon kebutuhan akan sumber pendapatan, bagi masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan jangka pendek karena tanaman MPTS secara rutin dapat memberikan hasilnya setiap tahun. V.1.1.3. Hasil Tanaman Semusim Tanaman semusim ditanam secara swadaya, pada umumnya adalah padi (gogo) dan palawija sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman tahunan (kayu dan MPTS). Tanaman padi dan palawija ditanam untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sedangkan sisanya untuk dijual. Tanaman pertanian diusahakan secara tumpang sari dengan tanaman tahunan sampai tahun ke–4, setelah itu diusahakan untuk empon-empon karena kondisi lahan sudah ternaungi sehingga tidak memungkinkan lagi jika ditanami padi dan palawija lagi. Pada lahan yang direhabilitasi pada musim tanam I ditanami padi gogo dan sebagian besar jagung pada musim tanam II, hanya sebagian kecil tumpangsari antara jagung dengan kacang tanah pada musim tanam ke II. Produksi rata-rata untuk tanaman padi gogo di lokasi kegiatan ± 3000 kg/ha per musim tanam, untuk jagung ±5000 kg/ha per musim tanam. Perhitungan
hasil
tanaman
semusim/pertanian
direhabilitasi di Sub DAS Tirto disampaikan dalam Tabel 19.
pada
lokasi
yang
70
Tabel 19 Nilai Hasil Tanaman Semusim per Tahun NO Lokasi Luas MT I MT II GERHAN Jenis produksi nilai (Rp) Jenis produksi Tahun (ton) (ton) 1 2003 113 Padi 339 1.017.000.000 Jagung 339 Kacang 68 2 2004 200 Padi 600 1.800.000.000 Jagung 1 150 Padi 450 1.350.000.000 Jagung 450 Kacang 90 3 2005 175 Padi 525 1.575.000.000 Jagung 875 25 Padi 75 225.000.000 Jagung 75 Kacang 15 4 2006 25 Padi 75 225.000.000 Jagung 125 5 2007 700 Padi 2.100 6.300.000.000 Jagung 3.500 6 2008 75 Padi 225 675.000.000 Jagung 375
Jumlah (Rp)
nilai (Rp) 610.200.000 237.300.000 1.800.000.000 810.000.000 315.000.000 1.575.000.000 135.000.000 52.500.000 225.000.000 6.300.000.000 675.000.000
1.864.500.000 6.075.000.000
3.562.500.000
450.000.000 12.600.000.000 1.350.000.000
Sumber : Hasil analisis data
Hasil tanaman semusim pada masing-masing lokasi yang direhabilitasi secara terinc i disampaikan pada Lampiran 7. V.1.1.4. Hasil Tanaman Empon-Empon Tanaman empon-empon yang diusahakan di lokasi yang direhabilitasi di wilayah Sub DAS Tirto meliputi temu lawak, kencur dan laos. Tanaman emponempon dibudidayakan pada lahan setelah tanaman kayu berumur lebih dari 4 tahun karena pada saat itu lahan sudah tertutup naungan sehingga tidak dapat menghasilkan lagi jika ditanami dengan tanaman padi ataupun palawija. Perkiraan hasil produksi tanaman empon-empon pada lokasi yang direhabilitasi secara rinci disampaikaan pada Lampiran 8. Perhitungan nilai dari hasil tanaman empon-empon secara ringkas disajikan pada Tabel 20.
71
Tabel 20 Nilai Hasil Tanaman Empon-Empon per Tahun NO
Lokasi GERHAN tahun tanam
1
2003
2
2004
3
2005
4 5
2006 2007
6
2008
Luas Ha 63 50 300 50 175 25 25 675 25 75
Prediksi Hasil Tanaman Empon-Empon temu Lawak Laos Kencur (kg) (kg) (kg) 220.500 315.000 250.000 1.050.000 1.500.000 250.000 612.500 875.000 125.000 87.500 125.000 2.362.500 3.375.000 125.000 262.500 375.000
Nilai Produksi (Rp)/tahun 973.000.000 2.987.500.000 1.706.250.000 212.500.000 5.956.250.000 637.500.000
Sumber : Hasil analisis data
Hasil tanaman empon-empon ini akan memberikan pendapatan bagi petani secara rutin setiap tahunnya dengan biaya produksi yang rendah karena kegiatan pemeliharaannya tidak intensif dan tenaga kerjanya dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri. V.1.1.5. Hijauan pakan ternak Hijauan pakan ternak yang dihasilkan dari lokasi yang direhabilitasi berupa rumput pakan (kolonjono/rumput gajah) yang sengaja ditanam untuk penguat teras, rumput liar maupun daun-daunan yang masih muda. Nilai ekonomi hijauan pakan ternak didekati dengan kesediaan membayar dari pengguna barang tersebut. Kesediaan membayar tercermin dari besarnya biaya pengadaan untuk memperoleh hijauan pakan ternak. Biaya pengadaan makanan ternak ini digunakan untuk menduga kurva permintaan. Berdasarkan wawancara rata-rata pemilikan ternak tiap kepala keluarga adalah sapi 1,5 ekor dan kambing 3 ekor dengan jumlah kebutuhan hijauan untuk pakan ternak sebanyak 53,69 kg/hari. Kebutuhan hijauan pakan ternak untuk 1 ekor kambing 5 kg/hari sedangkan untuk 1 ekor sapi 25kg/hari, jika disetarakan berdasarkan jumlah pakannya maka 1 ekor sapi setara dengan 5 ekor kambing. Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 9) didapatkan model persamaan kurva permintaan pakan ternak yaitu Y = 56,8 – 0,145 X1 + 20,9 X3 – 0,589 X4 dimana
72
Y adalah jumlah kebutuhan pakan tiap kepala keluarga per hari (kg), X1 adalah biaya pengadaan tiap kg pakan ternak (Rp), X3 adalah jumlah ternak (disetarakan dengan jumlah sapi) yang dimiliki petani dan X4 adalah umur kepala keluarga. Model
tersebut menghasilkan koefisien determinasi (R2 sebesar 45,3%) yang
artinya proporsi keragaman kebutuhan pakan tiap KK dapat dapat dijelaskan dengan hubungan linearnya dengan biaya pengadaan, jumlah pemilikan ternak dan umur kepala keluarga sebesar 45,3%. Biaya pengadaan pakan tiap kg (X1) mempunyai pengaruh nyata terhadap model dengan P<0.01, jumlah ternak memberikan pengaruh nyata dengan P<0.01, dan umur kepala keluarga berpengaruh nyata dengan P<0.15 Berdasarkan model tersebut ternyata kebutuhan pakan tiap KK (Y) berkorelasi negatif dengan biaya pengadaan (X1) sebesar 0,145 yang artinya jika faktor lainnya tetap setiap kenaikan biaya pengadaan sebesar Rp 1 maka akan mengakibatkan pengurangan pemberian pakan ternak tiap KK sebesar 0,145 kg per hari. Jumlah pakan yang dibutuhkan tiap KK (Y) berkorelasi positif terhadap jumlah ternaknya (X3) sebesar 20,9 yang artinya jika faktor lainnya tetap setiap kenaikan jumlah ternak setara dengan 1 ekor sapi maka jumlah pakannya akan meningkat 20,9 kg. Hal ini dapat dipahami karena semakin banyak ternak yang dimiliki maka kebutuhan pakannnya akan semakin besar. Kebutuhan pakan tiap KK (Y) berkorelasi negatif terhadap umur kepala keluarga sebesar 0,859 yang artinya jika faktor yang lainnya tetap setiap kenaikan umur kepala keluarga 1 tahun maka akan mengakibatkan pengurangan pakan yang diberikan terhadap ternak sebesar 0,859 kg. Pendugaan nilai ekonomi hijauan pakan ternak menggunakan model tersebut dilakukan pada variabel biaya pengadaan pakan, variabel yang lainnya dianggap tetap dengan menggunakan nilai rata-rata. Sehingga terbentuk persamaan baru menjadi : Y= 71,59-6,90 X1. Selanjutnya persamaan tersebut diinversi untuk membentuk suatu fungsi harga menjadi X1= 493,70 – 6,90 Y. Besarnya kesediaan membayar diperoleh dari hasil integral fungsi harga tersebut
yang
secara
matematis
dapat
dituliskan
dengan
persamaan
73
U = ∫0 (493 .702 − 6.89655Y )δ y dengan batas bawah pada saat Y=0 dan batas y
atas Y= rata-ratanya. Dari hasil perhitungan nilai hijauan pakan ternak (Lampiran 10) diperoleh kesediaan membayar hijauan pakan ternak Rp 16.567/hari/KK, nilai yang dibayarkan Rp 6.627/hari/KK dan surplus konsumennya Rp 9.940/hari/ KK. Dalam menghitung nilai ekonomi hijauan pakan ternak selama setahun dari lokasi GERHAN mempertimbangkan adanya bulan-bulan kering, dalam setahun ratarata terdapat 5 bulan kering dimana tidak ada rumput dari lahan miliknya. Untuk itu nilai hasil hijauan pakan ternak hanya dihitung 7 bulan dalam setahun dimana hijauan pakan yang diambil merupakan hasil memungut dari lahan miliknya. Hasil perhitungan nilai hijauan pakan ternak secara ringkas pada masingmasing lokasi kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto adalah sebagaimana Tabel 21 berikut ini, sedangkan secara lebih rinci disajikan dalam Lampiran 10. Tabel 21. Nilai Hijauan Pakan Ternak Pada Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto No
Lokasi tahun Tanam
1 2 3 4 5 6
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah pemilik ternak (KK) 178 540 407 53 1045 127
Nilai Ekonomi Hijauan Pakan Ternak Dalam Setahun (Rp) Kesediaan membayar Harga yang Surplus dibayarkan konsumen 619.267.259 1.878.675.953 1.415.965.024 184.388.566 3.635.585.872 441.836.752
247.707.860 751.473.286 566.388.199 73.755.711 1.454.239.969 176.735.383
371.559.398 1.127.202.668 849.576.825 110.632.854 2.181.345.903 265.101.369
Sumber : Hasil analisis data Dari hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa kesediaan petani membayar atau berkorban dalam memperoleh jumlah hijauan yang dibutuhkan untuk ternak yang dimilikinya masih lebih besar dari harga yang sebenarnya dia bayarkan. Hal ini menunjukkan bahwa ternak mempunyai arti sangat penting karena merupakan sumber tabungan dimana dapat dijual dengan cepat untuk kebutuhan-kebutuhan mendadak. V.1.1.6. Hasil Kayu Bakar Nilai ekonomi kayu bakar dihitung dengan pendekatan harga pasar karena kayu bakar sering diperjual belikan selain untuk keperluan rumah tangga juga di
74
lokasi banyak terdapat industri pembuatan batu bata yang memerlukan kayu bakar sebagai bahan bakar. Di lokasi penelitian kayu bakar merupakan bahan bakar utama untuk memasak. Kayu bakar diperoleh diperoleh dari hutan dan dari lahan milik dengan memangkas dahan, ranting-rating atau mengambil pohon-pohon yang telah mati (merencek) dari hutan rakyat miliknya. Pohon mulai direncek setelah umurnya tanaman lebih dari 5 tahun. Rata-rata konsumsi kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga tiap KK adalah ± 1.5 ikat per hari kalau dikonversikan dalam ukuran staple meter (sm), 1 sm kayu bakar setara dengan 8 ikatan sehingga 1 ikat setara dengan ± 0.13 sm. Harga pasaran kayu bakar 1 pikulan (2 ikat) adalah Rp 10.000 jadi 1 ikat seharga Rp 5.000. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai ekonomi kayu bakar di lokasi GERHAN di SubDAs Tirto sebagaimana tercantum dalam Tabel 22. Tabel 22. Nilai Kayu Bakar pada Lokasi Kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto No
Lokasi tahun Tanam
Luas (ha)
1 2003 113 2 2004 350 3 2005 200 4 2006 25 5 2007 700 6 2008 75 Sumber : Hasil Analisis Data
Jumlah pengguna kayu bakar (KK) 221 672 507 66 1303 159
Produksi kayu bakar per tahun Ikat 60.167 182.952 138.031 17.969 354.742 43.388
Nilai Kayu Bakar (Rp/th)
(sm) 7.557 300.836.250 22.979 914.760.000 17.337 690.153.750 2.257 89.842.500 44.556 1.773.708.750 5.437 216.438.750
Hasil perhitungan nilai kayu bakar dari masing-masing lokasi yang direhabilitasi selengkapnya disajikan dalam Lampiran 11. V.1.2. Nilai Guna Tidak Langsung V.1.2.1. Nilai Pengendalian Erosi Kondisi penutupan lahan pada saat sebelum dilakukan rehabilitasi pada umunya adalah lahan kosong, atau ada sedikit tanaman dengan jumlah kurang dari 100 batang per ha. Perubahan penutupan lahan setelah dilakukan rehabilitasi mempengaruhi laju erosi menjadi lebih rendah dari pada sebelumnya. Menurut
75
hasil penilaian dampak lingkungan kegiatan rehabilitasi, dampak proyek hutan rakyat terhadap erosi tanah sudah nampak sejak 5 tahun pertama dan setelah 5 tahun pertama (Nawir et al., 2008). Dalam penelitian ini dampak pengurangan erosi dihitung setelah tahun ke -5 dari kegiatan rehabilitasi. Pengurangan
erosi
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
USLE
(Wischmeir dan Smith 1978 dalam Asdak, 2004) dengan merubah nilai faktor C dan P nya. Penilaian dampak on-site akibat rehabilitasi dilakukan dengan menghitung kandungan hara yang tidak jadi tererosi pada lahan yang dikonversikan dengan jumlah pupuk (Urea, SP36, KCL). Di Sub DAS Tirto terdapat 3 jenis utama tanah (Litosol, Mediteran, dan Grumusol), berdasarkan analisis kimia tanah kandungan hara makro (N, P, dan K) masing-masing jenis tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Kandungan Unsur Hara Makro pada Masing-Masing Jenis Tanah di Sub DAS Tirto Pupuk Pengganti per ton tanah tererosi (kg) N P K Urea SP36 KCL (%) (ppm) (ppm) (N:46%) (P:36%) (K:60%) 1 Litosol 0.051 10.411 12.70 1.109 0.029 0.021 2 Mediteran 0.073 11.085 9.68 1.587 0.031 0.016 3 Grumusol 0.025 16.315 12.60 0.543 0.045 0.021 Sumber : Laboratorium Tanah Fakultas Geografi UGM, 2009 dan Analisis data No
Jenis Tanah Utama
Kandungan Unsur Hara
Harga pupuk non subsidi untuk Urea Rp 3.500 per kg; SP36 Rp 2.400 per kg; dan KCL Rp 6.500 per kg. Prediksi pengurangan erosi sebelum dan sesudah dilakukannnya kegiatan rehabilitasi, jumlah pupuk pengganti atas pengurangan erosi serta nilai dari pengurangan erosi adalah sebagaimana Tabel 24. Tabel 24. Nilai Pengurangan Erosi On-plot per Tahun No
Lokasi Luas Laju Erosi (ton/th) Jumlah Pupuk Nilai tahun (ha) Pengganti (kg) pengurangan tanam erosi per Sebelum Sesudah Pengu- Urea SP36 KCL tahun rangan 1 2003 113 4631,7 1157,9 3473,8 3851 91 74 14.176.170 2 2004 350 7804,8 1951,2 5853,6 6318 162 122 17.316.583 3 2005 200 5425,9 1356,5 4069,4 4512 108 86 10.953.036 4 2006 25 2003,0 500,8 1502,3 1666 43 32 5.833.472 5 2007 700 21122,4 5280,6 15841,8 16880, 482 333 63.069.466 6 2008 75 6312,9 1578,2 4734,7 5249 137 100 13.212.137 Sumber : Hasil analisis data
76
Erosi menghasilkan sedimen yang mengendap di badan–badan air/sungai yang dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampung sungai yang pada gilirannya dapat menyebabkan air limpasan (banjir). Penilaian dampak off plot pengurangan
erosi
didekati
dengan
pengurangan
biaya
untuk
normalisasi/pengerukan sungai agar sungai dapat berfungsi normal kembali menampung aliran. Besarnya pengurangan sedimentasi diperoleh dari jumlah pengurangan erosi hasil rehabilitasi dikalikan dengan besarnya nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR) yang besarnya ditentukan berdasarkan luas DAS (Roehl,1962 dalam Asdak, 2004). Dengan luas Sub DAS ±15.937,44 Ha diperoleh angka SDR 0,12. Pekerjaan pengerukan sedimentasi berdasarkan hasil perhitungan menurut PT. Sota Mitra Utama tahun 2009 diketahui besarnya biaya alat (jenis excavator) Rp 38.280,94 /jam, kapasitas kerja alat 30 m3/jam sehingga biaya pengerukan sedimen dengan menggunakan alat berat adalah Rp 1.276/m3. Hasil perhitungan nilai pengurangan erosi dan sedimentasi disampaikan pada Tabel 25. Tabel 25. Nilai Pengurangan Sedimentasi dari Masing-Masing Lokasi Tanaman No
Lokasi Tahun Tanam
1 2003 2 2004 3 2005 4 2006 5 2007 6 2008 Sumber : Hasil analisis data
Luas (Ha) 113 350 200 25 700 75
Pengurangan Sedimentasi (m3/tahun) 342 576 401 48 1559 466
Nilai pengurangan sedimentasi (Rp/tahun) 436.344 735.269 511.155 188.701 1989.879 406.018
Nilai kini jasa pengendalian erosi dengan pendekatan biaya pengganti diperoleh nilai sebesar Rp 603.591.798 atau Rp 27.505/ha/th, rendahnya nilai ini dapat dipahami mengingat kondisi kesuburan tanah di Sub DAS Tirto pada umumnya kurang subur yang ditunjukkan dari hasil analisis kadar unsur hara dalam tanah (Tabel 23). Pendugaan nilai pengurangan erosi dan sedimentasi dari hasil rehabilitasi dengan periode analisis setelah tahun ke-5 sampai tanaman kayu dipanen (umur 15 th) secara ringkas disampaikan dalam Tabel 26.
77
Tabel 26. Prediksi Nilai Pengurangan Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Tirto No
1 2 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tahun
Luas rehabilitasi yang berdampak (Ha)
2009 2010 2011 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
113 463 663 688 1388 1463 1463 1350 1000 800 775 75 -
Nilai Pengurangan Erosi on-site (Rp)
Nilai Pengurangan sedimentasi (Rp)
14.176.170 31.492.753 42.445.789 48.279.261 111.348.727 124.560.864 124.560.864 110.384.694 93.068.110 82.115.075 76.281.602 13.212.137 -
436.344 1.171.612 1.682.767 1.871.468 3.861.347 4.267.365 4.267.365 3.831.022 3.095.753 2.584.598 2.395.897 406.018 -
Total (Rp)
14.612.514 32.664.365 44.128.556 50.150.729 115.210.074 128.828.229 128.828.229 114.215.715 96.163.864 84.699.673 78.677.499 13.618.155 -
Sumber data : Hasil analisis data
Hasil pengurangan erosi dan sedimentasi dari masing-masing lokasi yang direhabilitasi secara rinci disampaikan pada Lampiran 12. V.1.2.2. Nilai Hasil Air Keberadaan vegetatasi tanaman dapat memberbaiki watak fisik tanah sehingga dapat meningkatkan laju infiltrasi dengan demikian cadangan air tanah juga meningkat. Cadangan air tanah ini nantinya akan keluar melalui mata air dan mengalir ke sungai serta dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun pertanian. Dampak kegiatan rehabilitasi terhadap peningkatan cadangan air tanah sangat sulit untuk diukur. Untuk itu dampak kegiatan rehabilitasi GERHAN terhadap hasil air dapat dilihat dari dampak berkurangnya aliran permukaan oleh keberadaan vegetasi dengan asumsi bahwa dengan berkurangnya aliran permukaan maka akan lebih banyak air hujan yang terserap ke dalam tanah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan rehabilitasi secara tidak langsung akan berdampak pada hasil air. Menurut penelitian dampak lingkungan dari proyek hutan rakyat dampak terhadap kualitas dan kuantitas air dirasakan setelah 5 tahun pertama (Nawir et al. 2008). Berkaitan dengan aliran permukaan, parameter yang biasa digunakan adalah koefisien aliran permukaan (C). Koefisien aliran permukaan atau sering disingkat
78
C adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan (Lee, 1998). Angka C berkisar antara 0 sampai dengan 1. Angka C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedang angka C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Sebagai gambaran mengenai koefisien aliran permukaan untuk berbagai tataguna lahan dapat dilihat dalam Tabel 27. Tabel 27. Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Berbagai Tata Guna Lahan No Tataguna Lahan C 1 Tanah pertanian kosong 0,3 – 0,6 2 Ladang garapan dengan vegetasi 0,1 – 0,25 3 Ladang garapan tanpa vegetasi 0,2 – 0,25 4 Padang rumput 0,15 – 0,25 5 Hutan/bervegetasi 0,05 – 0,15 sumber : US Forest service, 1980 dalam PT Centra Multicon Jaya 2007
Dengan mengacu pada Tabel 27, kegiatan rehabilitasi dengan penanaman vegetasi dapat memperbaiki koefisien aliran dari lahan kritis semula mempunyai nilai C = 0,25 menjadi berhutan/bervegetasi dengan nilai C = 0,05-0,15, artinya semula 25% air hujan menjadi aliran permukaan berubah menjadi hanya 5-15 % dari air hujan akan menjadi aliran permukaan. Atau dengan kata lain, perubahan tataguna lahan dari rumput alang-alang menjadi tataguna lahan berhutan terjadi penurunan jumlah aliran permukaan sebanyak 3-5 kalinya. Untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat memanfaatkan mata air dan sumur dengan kedalaman air tanah sampai 15 m atau lebih. Di lokasi penelitian terdapat cukup banyak mata air yang dimanfaatkan secara berkelompok untuk kepentingan bersama dengan menyalurkan melalui selang/pipa paralon ke rumah masing-masing warga. Data keberadaan mata air di Sub DAS Tirto disampaikan dalam Tabel 28.
79
Tabel 28. Keberadaan Mata Air di Sub DAS Tirto No 1 I 1
Kab./ Kec. /Desa 2 Grobogan Kec. Wirosari Ds. Tegalrejo
Nama Mata air 4
Sd. Wedok Sd. Tlonok
Kondisi Aliran 5
Penggunaan 5
Sepanjang tahun Sepanjang tahun
RT & usaha tani RT & usaha tani
2
Kec. Tawangharjo Ds. Kemadohbatur Gedong Sepanjang tahun RT & usaha tani Madoh Sepanjang tahun RT & usaha tani Carikan Sepanjang tahun RT & usaha tani Widuri Sepanjang tahun RT & usaha tani Tapan Blabag Sepanjang tahun RT & usaha tani Sribening Sepanjang tahun RT & usaha tani 3 Kec. Ngaringan Ds. Sumberagung Kembangkuning Sepanjang tahun RT & usaha tani Pondok Sepanjang tahun RT & usaha tani Sumberagung Sepanjang tahun RT & usaha tani Grantil Sepanjang tahun RT & usaha tani Kluter Sepanjang tahun RT & usaha tani Jaringan Sepanjang tahun RT & usaha tani Mojolumut Sepanjang tahun RT & usaha tani Jlono Sepanjang tahun RT & usaha tani Ds. Pendem Geneng Sepanjang tahun RT & usaha tani Ds. Tanjungharjo Sumberagung Sepanjang tahun RT & usaha tani Taman Sepanjang tahun RT & usaha tani Ds. Bandungsari Sono Sepanjang tahun RT & usaha tani II Kab. Pati 4 Kec. Tambakromo Ds. Maitan Sendang Budek Sepanjang tahun RT & usaha tani Klumpit Sepanjang tahun RT & usaha tani Ds. Pakis Sendangpakis Sepanjang tahun RT & usaha tani Guntur Sepanjang tahun RT & usaha tani Coran Sepanjang tahun RT & usaha tani Kaman Sepanjang tahun RT & usaha tani Sendang Doyo Sepanjang tahun RT & usaha tani Sumber : Inventarisasi Mata Air Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati (BPDAS Pemali Jratun, 2007)
Sebagian besar responden menggunakan mata air (76%) sebagai sumber air. Sebagian masyarakat khususnya yang jauh dari mata air secara berkelompok mengadakan sarana untuk menyalurkan air dari mata air ke rumah-rumah warga dan tiap bulannnya mengumpulkan iuran untuk koperasi lingkungan, selain itu juga ada warga yang mengambil air secara langsung dari mata air. Bagi masyarakat yang di daerahnya tidak terdapat mata air mereka harus membuat sumur untuk memperoleh air bersih. Karena biayanya mahal tidak semua warga
80
bisa membuat sumur, pembuatan sumur dilakukan dengan gotong royong beberapa kepala keluarga. Penilaian hasil air untuk keperluan rumah tangga dilakukan dengan pendekatan biaya pengadaan yang menunjukkan kesediaan membayar untuk memperoleh manfaat air. Biaya pengadaan digunakan untuk menduga kurva permintaan masyarakat terhadap hasil air rumah tangga. Dari hasil perhitungan (lampiran 13) diperoleh model permintaan air Y = 65,6- 0.00138 X1 - 5X3, dimana Y= komsumsi air per kapita per tahun, X1 = biaya pengadaan air (Rp/m3), dan X3 = jumlah angggota keluarga dengan koefisien determinasi (R2) 58,1%. Dari model tersebut dapat dijelaskan bahwa biaya pengadaan air berkorelasi negatif dengan konsumsi air per kapita sebesar 0,00138 yang artinya jika faktor yang lain tetap setiap kenaikan biaya pengadaan Rp 1 akan menyebabkan penurunan konsumsi air per kapita sebesar 0,00138 m3/th. Jumlah anggota keluarga juga berkorelasi negatif terhadap konsumsi air per kapita sebesar 5 yang artinya setiap kenaikan jumlah anggota keluarga 1 orang maka konsumsi per kapitanya akan menurun 5 m3/tahun. Pendugaan nilai ekonomi hasil air untuk keperluan rumah tangga menggunakan model tersebut dilakukan pada variabel biaya pengadaan air, variabel yang lainnya dianggap tetap dengan menggunakan nilai rata-rata. Sehingga terbentuk persamaan baru menjadi Y = 42.5 – 0.00183X1. Selanjutnya persamaan tersebut diinversi untuk membentuk suatu fungsi harga menjadi X1 = 23224,04-546,558Y. Besarnya kesediaan membayar diperoleh dari hasil integral fungsi harga tersebut yang secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan U = ∫ (23224 .04 − 546 .558Y )δ y dengan batas bawah pada saat Y=0 0 y
dan batas atas Y= rata-ratanya. Dari hasil perhitungan sebagaimana Lampiran 13 diperoleh kesediaan membayar terhadap manfaat air untuk kebutuhan rumah tangga adalah sebesar Rp 490.559/kapita/tahun. Nilai yang dibayarkan Rp 70.041/kapita/tahun dan surplus konsumen Rp 420.145/kapita/tahun. Dengan rata-rata konsumsi air per kapita
39,214 3
m3/tahun
maka
rata-rata
kesediaan 3
membayar
sebesar
Rp 12.509/m , harga yang dibayarkan Rp 1786/m dan surplus konsumen
81
Rp 10.714/m3 Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kesediaan membayar masyarakat untuk memperoleh manfaat air ternyata jauh lebih besar daripada nilai yang dibayarkan. Ini menunjukkan bahwa air mempunyai nilai yang sangat penting apalagi daerah penelitian merupakan daerah yang rawan kekeringan. Dengan jumlah penduduk ± 87.969 jiwa yang mendiami wilayah Sub DAS Tirto, maka nilai untuk keperluan
rumah tangga secara keseluruhan adalah
sebesar Rp 6.194.214.650/tahun. Nilai air untuk kebutuhan rumah tangga dari lokasi kegiatan GERHAN sesuai dengan proporsi terhadap penutupan total hutan seluas ± 10,301.14 Ha (hutan negara, hutan rakyat swadaya maupun hutan hasil rehabilitasi) yaitu Rp 879.721.970/tahun. Kegiatan rehabilitasi dapat menurunkan aliran permukaan 3 – 5 kali dari sebelumnya dengan asumsi penurunan aliran permukaan menyebabkan jumlah air hujan yang masuk lebih banyak, maka nilai air untuk keperluan rumah tangga yang merupakan dampak dari kegiatan rehabilitasi di Sub DAS Tirto seluas 1463 ha adalah antara Rp. 103.495.702/tahun sampai Rp 185.204.625/tahun. Nilai
hasil
menggunakan
air
untuk
kebutuhan
irigasi
pertanian
diduga
dengan
metode kontingensi untuk mengetahui besarnya kesediaan
membayar dari petani sawah untuk melindungi dan mempertahankan tanaman hasil rehabilitasi guna memperoleh manfaat kontinuitas hasil air untuk irigasi sawahnya. Hasil perhitungan rata-rata kesediaan membayar dari responden adalah Rp 311.290/petani/tahun. Luas sawah irigasi di Sub DAS Tirto adalah ± 1.949 ha dengan jumlah petani sawah di Sub DAS Tirto ± 11.555 orang maka nilai ekonomi hasil air untuk kebutuhan irigasi secara total dalam satu Sub DAS adalah Rp 3.596.959.677/tahun. Dari nilai tersebut yang merupakan dampak dari kegiatan rehabilitasi (GERHAN) seluas 1463 ha adalah Rp 59.244.041 sampai Rp 106.015.653/tahun. Pendugaan nilai air untuk keperluan rumah tangga dan irigasi dari hasil GERHAN di Sub DAS Tirto adalah sebagaimana Tabel 29.
82
Tabel 29. Nilai Air untuk Keperluan Rumah Tangga dan Pengairan Sawah dari Hasil Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Luas lahan rehabilitasi yang berdampak (Ha) 113 463 663 688 1388 1463 1463 1463 1463 1350 1000 800 775 75
Nilai air untuk keperluan rumah tangga (Rp)
Nilai air untuk keperluan pengairan sawah (Rp)
7.993.935 32.753.912 46.902.470 48.671.040 101.521.799 117.144.166 123.039.398 120.861.265 147.008.172 119.200.050 85.519.656 99.295.884 98.109.080 9.494.427
4.642.051 25.010.935 231.506.910 34.253.958 64.944.217 89.530.674 92.954.016 94.370.955 90.949.002 35.627.942 18.398.624 66.250.492 12.089.622 6.576.240
Total
(Rp) 12.635.987 57.764.847 278.409.380 82.924.997 166.466.016 206.674.839 215.993.414 215.232.220 237.957.174 154.827.993 103.918.280 165.546.375 110.198.702 16.070.667
Sumber : Hasil analisis data
V.1.2.3. Nilai Jasa Penyerapan Karbon Nilai jasa penyerapan karbon diduga dengan pendekatan harga pasar karena di dunia internasional sudah ada pasarnya. Jasa penyerapan karbon oleh tanaman selama pertumbuhan sampai tanaman tersebut dipanen dihitung berdasarkan biomassa kering yang diduga persamaan allometrik (persamaan 23 dan 24). Kemudian dari berat biomassa kering dikonversikan dalam bentuk karbon. Berdasarkan perhitungan, dari hasil rehabilitasi di Sub DAS Tirto rata-rata penyerapan karbon sampai umur dipanen (15 tahun) adalah 10.46 ton/ha. Harga karbon yang digunakan berdasarkan asumsi Kementer ian Lingkungan Hidup (KLH) batas minimal harga karbon US$ 4 per ton. Secara ringkas hasil perhitungan nilai jasa penyerapan karbon sampai satu daur penebangan dari kegiatan Rehabilitasi (GERHAN) dari masing-masing lokasi tanaman di Sub DAS Tirto disampaik an dalam Tabel 30.
83
Tabel 30. Jumlah dan Nilai Penyerapan Karbon Tanaman Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Luas Lahan (ha)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Jumlah karbon tersimpan (ton)
113 463 663 688 1.388 1.463 1.463 1.463 1.463 1.463 1.463 1.463 1.463 1.350 1.000 800 775 75
41 198 417 708 1.268 1.884 2.676 3.613 4.709 5.973 7.41 9.024 10.82 11.123 8.074 6.447 7.116 867
Nilai karbon (Rp) 1.646.974 7.912.181 16.626.397 28.231.828 50.597.089 75.170.731 106.739.737 144.119.648 187.843.354 238.274.375 295.600.481 359.997.522 431.631.428 443.724.236 322.072.115 257.190.182 283.877.579 34.607.120
Keterangan : kurs 1 US$ = Rp 9973 Sumber : Hasil analisis data
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa hutan di lahan milik rakyat juga dapat memberikan nilai tambah dari jasa penyerapan karbon selain dari hasil tanaman kayu dan MPTS. Dalam perdagangan karbon, hutan rakyat berpeluang melalui pasar karbon sukarela, mengingat mekanisme REDD dan CDM nampaknya belum siap diimplementasikan di Indonesia. V.1.3. Nilai Bukan Guna V.1.3.1. Nilai Pilihan Nilai pilihan merupakan nilai manfaat potensial dimasa yang akan datang. Hutan yang terbentuk dari hasil rehabilitasi pada gilirannya nanti dapat menciptakan kondisi yang mendukung keberadaan flora maupun fauna yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan pada masa yang akan datang walaupun saat ini belum diketahui manfaat apa.
84
Di lokasi penelitian terdapat berbagai macam satwa yang dilindungi antara lain adalah biawak abu-abu (Varanus nebolosus), burung udang biru (Alcedo caerulescens), burung kuda (Garulax rufrifrons), alap-alap capung (Microhierax fringillarius), burung madu kuning (Nectarinia jugularis), burung kipasan gunung (Rhipidura euryura), dan burung kipasan (Rhipidura javanica) (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, 2008). Dampak dari kegiatan GERHAN saat ini sekitar lahan yang direhabilitasi sudah mulai sering terdengar suara kicauan burung seperti burung Cendet atau Pentet. Keberadaan burungburung yang berperan sebagai penyebar biji tumbuhan akan memungkinkan keberadaan keanekaragaman flora di daerah tersebut. Nilai pilihan diduga dengan pendekatan kontingensi, yaitu nilai yang diberikan
oleh
individu
atau
masyarakat
untuk
mau
melindungi
dan
mempertahankan sumberdaya hasil rehabilitasi agar diperoleh manfaat potensial dari flora dan fauna untuk kepentingan masa depan. Kesediaan rata-rata membayar untuk manfaat flora pada masa yang akan datang sebesar Rp 102.917/KK/tahun dan Rp 101.208/KK/tahun untuk nila i pilihan fauna, dengan jumlah KK keseluruhan dalam Sub DAS ± 24.197 KK maka nilai pilihan flora
total
adalah
Rp
2.490.274.583/tahun
dan
nilai
pilihan
fauna
Rp 2.448.938.042/tahun. Sedangkan nilai pilihan flora dan fauna dari hasil rehabilitasi (GERHAN) disesuaikan dengan proporsinya terhadap luas penutupan hutan secara total dalam Sub DAS. Hasil perhitungan nilai pilihan flora dan nilai pilihan fauna setelah tahun ke-5 sampai tahun akhir penebangan pada lahan yang direhabilitasi di Sub DAS Tirto disampaikan pada Tabel 31.
85
Tabel 31. Nilai Pilihan Hasil Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto No
Tahun
Luas (Ha)
1
2 3 1 2009 113 2 2010 463 3 2011 663 4 2012 688 5 2013 1388 6 2014 1463 7 2015 1463 8 2016 1463 9 2017 1463 10 2018 1350 11 2019 1000 12 2020 800 13 2021 775 14 2022 75 15 2023 Sumber : Hasil Analisis Data
Nilai pilihan flora (Rp) 4 27.317.474 111.929.120 166.322.320 172.366.009 341.589.300 359.720.367 359.720.367 359.720.367 359.720.367 332.402.893 247.791.248 193.398.047 187.354.358 18.131.067 -
Nilai pilihan fauna (Rp) 5 26.864.026 110.071.187 163.561.504 169.504.873 335.919.194 353.749.300 353.749.300 353.749.300 353.749.300 326.885.274 243.678.113 190.187.796 184.244.427 17.830.106 -
Jumlah (Rp) 6 54.181.500 222.000.306 329.883.825 341.870.882 677.508.495 713.469.667 713.469.667 713.469.667 713.469.667 659.288.167 491.469.361 383.585.843 371.598.785 35.961.173 -
V.1.3.2. Nilai Keberadaan Nilai keberadaan adalah nilai yang diberikan baik oleh individu ataupun masyarakat atas manfaat spiritual, estetika dan kultural dari sumberdaya hutan dan lahan hasil rehabilitasi. Nilai keberadaan sumberdaya hutan hasil rehabilitasi tersebut didekati dari besarnya kesediaan masyarakat membayar agar keberadaan sumberdaya hasil rehabilitasi dapat dipertahankan sehingga manfaat keindahan, kesejukan dan kenyamanan dapat selalu dinikmati dengan menggunakan metode kontingensi. Dengan keberadaan tanaman GERHAN saat ini masyarakat merasakan suhu udara di sekitarnya menjadi tidak terlalu panas pada siang hari dan ini memberikan rasa lebih nyaman. Hasil wawancara terhadap responden diperoleh rata-rata
kesediaan
membayar untuk nilai keberadaan adalah Rp 98.458/KK/tahun. Dengan jumlah KK yang tinggal dalam Sub Das Tirto 24.197 KK, maka nilai keberadaan hutan secara keseluruhan dalam Sub DAS Tirto adalah Rp 2.382.396.292/tahun. Sedangkan nilai keberadaan dari hasil rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto
86
sesuai dengan proporsinya terhadap luas penutupan hutan secara keseluruhan setelah tahun ke-5 sampai akhir daur penebangan adalah sebagaimana Tabel 32. Tabel 32. Nilai Keberadaan Hasil Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto No Tahun 1 2 1 2009 2 2010 3 2011 4 2012 5 2013 6 2014 7 2015 8 2016 9 2017 10 2018 11 2019 12 2020 13 2021 14 2022 15 2023 Sumber : Hasil Analisis Data
Luas (Ha) 3 113 463 663 688 1388 1463 1463 1463 1463 1350 1000 800 775 75 -
Nilai Keberadaan (Rp) 4 26.134.086 107.080.368 159.117.264 164.899.142 326.791.707 344.137.399 344.137.399 344.137.399 344.137.399 318.003.254 237.056.971 185.020.075 179.238.197 17.345.632 -
V.2. Analisis Kelayakan Hasil analisis ekonomi selama satu daur penebangan tanaman kayu (15 tahun) dari seluruh lokasi yang direhabilitasi (GERHAN) dalam wilayah Sub DAS Tirto seluas 1463 Ha (dari tahun 2003 s/d 2008) pada tingkat suku bunga 15 % diperoleh NPV sebesar Rp 111.034.577.505 dengan BCR sebesar 1,5 dan IRR 62,91%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa secara ekonomi kegiatan rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto sangat layak untuk dilakukan. Secara ringkas aliran kas kegiatan rehabilitasi (GERHAN) yang membandingkan nilai manfaat baik nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, dan nilai bukan guna dengan biaya yang dikeluarkan selama periode analisis 15 tahun penanaman disampaikan dalam Tabel 33.
87
Tabel 33. Aliran Kas Kegiatan Rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto NO Tahun t
Uraian
Volume
Pendapatan (Rp)
1
2
3
4
5
6
7
2003 -6 Pembuatan HR Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 tahun hijauan makanan ternak jumlah 2004 -5 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th hijauan makanan ternak jumlah 2005 -4 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th hijauan makanan ternak jumlah 2006 -3 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th hijauan makanan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2007 -2 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th hijauan makanan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2008 -1 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th hijauan makanan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2009 0 Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
113 113 113 178
ha ha ha KK
350 113 463 350 718
ha ha ha ha KK
200 350 113 663 200 1125
Ha Ha Ha Ha Ha KK
25 200 350 688 25 1178 113
ha ha ha ha ha KK ha
700 25 200 1275 113 700 2223 313
ha ha ha ha ha ha KK ha
75 700 25 1000 463 75 2350 663
ha ha ha ha ha ha KK ha
75 700 800 663 2350 113 113 113 113 113 113 688
ha ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1,864,500,000 247,707,861 2,112,207,861 7,939,500,000 999,181,146 8,938,681,146 13,212,000,000 1,565,569,345 14,777,569,345 13,662,000,000 1,639,325,056 1,646,974 15,302,972,030 24,397,500,000 973,000,000 3,093,565,026 7,912,181 28,471,977,206 19,672,500,000 3,960,500,000 3,270,300,410 16,626,397 26,919,926,806 14,400,000,000 5,666,750,000 3,270,300,410 353,720,520 300,836,250 14,612,514 12,635,987 54,181,500 26,134,086 28,231,828 24,127,403,094
Biaya (Rp) 377,877,450 1,635,949,025 1,695,000,000 3,708,826,475 808,675,000 41,245,000 6,538,710,275 5,250,000,000 12,638,630,275 253,550,000 119,000,000 20,622,500 9,290,399,963 3,000,000,000 12,683,572,463 43,700,000 67,625,000 59,500,000 9,631,793,400 375,000,000 -
Pendapatan-Biaya terdiskon/compound (r=15%) (Rp)
(3,693,075,874)
(7,441,919,273)
3,662,413,635
10,177,618,400 700,857,500 8,500,000 33,125,000 17,554,860,625 832,778,650 10,500,000,000 -
7,795,022,203
29,630,121,775 95,786,000 225,625,000 4,250,000 13,676,279,688 3,430,271,150 1,125,000,000 -
(1,531,646,192)
18,557,211,838 35,625,000 120,375,000 10,924,590,000 4,915,168,650 36,671,969 16,032,430,619
9,617,122,214
8,094,972,475
88
Tabel 33 (lanjutan) NO Tahun t
Uraian
Volume
Pendapatan (Rp)
8 2010 1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 9 2011 2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 10 2012 3 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 11 2013 4 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 12 2014 5 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
75 775 688 2350 463 463 463 463 463 463 1388
ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
75 1388 2350 663 663 663 663 663 663 1463
ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 688 688 688 688 688 688 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1388 1388 1388 1388 1388 1388 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
13,950,000,000 5,879,250,000 3,270,300,410 1,049,419,440 1,215,596,250 32,664,365 57,764,847 222,000,306 107,080,368 50,597,089 25,834,673,076 1,350,000,000 11,835,500,000 3,270,300,410 1,809,087,060 1,905,750,000 44,128,556 80,129,425 329,883,825 159,117,264 75,170,731 20,859,067,271 12,473,000,000 3,270,300,410 2,546,785,930 1,995,592,500 50,150,729 82,924,997 341,870,882 164,899,142 106,739,737 21,032,264,328 12,473,000,000 3,270,300,410 3,768,513,550 3,533,524,345 336,822,497 166,466,016 677,508,495 326,791,707 144,119,648 24,697,046,666 12,473,000,000 3,270,300,410 5,093,319,400 3,985,740,000 128,828,229 206,674,839 713,469,667 344,137,339 187,843,354 26,403,313,239
Biaya (Rp) 16,875,000 10,583,196,563 5,132,944,900 173,851,528 -
Pendapatan-Biaya terdiskon/compound (r=15%) (Rp)
15,906,867,990 1,024,180,313 11,194,742,400 327,995,246 -
8,632,873,988
12,546,917,959 11,848,071,150 460,110,965 -
6,285,179,064
12,308,182,115 11,848,071,150 729,769,684 -
5,736,225,668
12,577,840,834 11,848,071,150 1,033,014,184 -
6,929,195,268
12,881,085,334
6,722,937,124
89
Tabel 33. (lanjutan) NO Tahun t
13 2015
14 2016
15 2017
16 2018
17 2019
Uraian
6 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 7 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 8 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 9 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 10 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah
Volume
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 113 1350 1350 1350 1350 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1350 2172 1350 1350 350 1350 1000 1000 1000 1000
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
Pendapatan
Biaya
(Rp)
(Rp)
12,473,000,000 3,270,300,410 5,902,688,100 3,985,740,000 128,828,229 215,993,414 713,469,667 344,137,339 238,274,375 27,272,431,534 12,473,000,000 3,270,300,410 6,310,331,850 3,985,740,000 128,828,229 215,232,220 713,469,667 344,137,339 295,600,481 27,736,640,196 12,473,000,000 3,270,300,410 7,157,635,600 3,985,740,000 128,828,229 237,957,174 713,469,667 344,137,339 359,997,522 28,671,065,942 12,473,000,000 2,863,951,334 7,337,845,600 3,985,740,000 12,056,631,970 114,215,715 154,827,993 659,288,167 318,003,254 431,631,428 40,395,135,460 11,500,000,000 3,022,592,549 5,789,791,750 3,684,903,750 39,348,314,294 443,724,236 96,163,864 103,918,280 491,469,361 237,056,971 64,717,935,053
11,848,071,150 1,229,713,344 -
Pendapatan-Biaya terdiskon/compound (r=15%) (Rp)
13,077,784,494 11,848,071,150 1,323,907,344 -
6,136,737,630
13,171,978,494 11,848,071,150 1,527,714,844 -
5,475,395,808
13,375,785,994 11,848,071,150 1,569,761,344 161,616,780 -
5,000,054,146
13,579,449,274 11,015,292,500 1,397,374,000 494,199,213 12,906,865,713
7,622,691,636
12,806,903,949
90
Tabel 33 (Lanjutan) NO Tahun t
Uraian
18 2020 11 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah 19 2021 12 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah 20 2022 13 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah 21 2023 14 budidaya empon-empon hijauan makanan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati jasa penyerapan karbon Jumlah JUMLAH (NPV)
Volume
1000 1632 1000 1000 200 1150 800 800 800 800
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
800 1225 800 800 25 800 775 775 775 775
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
775 1172 775 775 700 775 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
75 127 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha
Pendapatan (Rp) 8,512,500,000 2,271,119,263 3,738,400,000 2,770,143,750 24,900,881,869 322,072,115 84,699,673 165,546,375 383,585,843 185,020,075 43,333,968,963 6,806,250,000 1,704,731,065 2,563,600,000 2,079,990,000 3,445,242,454 257,190,182 78,677,499 110,198,702 371,598,785 179,238,197 17,596,716,885 6,593,750,000 1,630,975,353 2,403,600,000 1,990,147,500 72,745,733,801 283,877,579 13,618,155 16,070,667 35,961,173 17,345,632 85,731,079,860 637,500,000 176,735,384 404,960,000 216,438,750 9,696,386,743 34,607,120 11,166,627,997
Biaya (Rp) 8,417,800,000 934,600,000 294,195,566 9,646,595,566 6,932,902,500 640,900,000 38,425,292 7,612,227,792 6,715,126,250 600,900,000 775,047,754 8,091,074,004 653,328,750 101,240,000 97,254,415 851,823,165
Pendapatan-Biaya terdiskon/compound (r=15%) (Rp)
7,240,872,603
1,866,172,402
12,618,671,509
1,457,777,524 111,034,577,505
Sumber : Hasil analisis data Secara lebih jelas proyeksi manfaat dan biaya kegiatan GERHAN di Sub DAS Tirto seluas 1463 ha sampai satu daur tebang tanaman jati (15 tahun) dapat dilihat pada Gambar 6.
91
40
nilai kini (Rpx1M)
35 30 25 20 15
Manfaat
10
Biaya
5
Manfaat-biaya
(5) (10) 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 tahun
Gambar 6. Proyeksi Manfaat dan Biaya GERHAN di Sub DAS Tirto Berdasarkan Gambar 6, kegiatan GERHAN pada tahun 2003, 2004 dan 2007 biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada manfaat yang diperoleh. Keuntungan akan diperoleh setelah tahun 2008 dan keuntungan tertinggi dicapai pada tahun 2019 dan tahun 2022 yang berasal dari tanaman tahun 2004 (350 ha) dan tanaman 2007 (700 ha). Berdasarkan jenis yang ditanaman (semusim, tanaman empon-empon dan tanaman MPTS), di lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto terdapat 5 pola perpaduan jenis tanaman yaitu : pola 1 (jati, mangga, kemiri, dan sukun, tanaman semusim MT 1 padi, MT II Jagung dan kacang tanah, tanaman empon-empon laos dan temu lawak); pola 2 (jati, mlinjo, petai durian, tanaman semusim MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, tanaman empon-empon kencur); pola 3 (jati), tanpa tanaman MPTS, tanaman semusim MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, tanaman empon-empon kencur); pola 4 (jati, mangga, tanaman semusim MT I padi, MT II jagung, tanaman empon-empon laos dan temu lawak); dan pola 5 (jati, mangga, mlinjo, randu, tanaman semusim MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, tanaman empon-empon kencur). Berdasarkan luas kepemilikan lahan dapat dibedakan menjadi 3 strata kepemilikan yaitu strata 1 (= 0,25 ha), strata 2 (0,25-0,75 ha) dan strata 3 (=0,75 ha). Sebagian besar responden (55,8%)
92
mempunyai luas lahan 0,25-0,75 ha, kemudian luas kepemilikan <0,25 ha sebanyak 30,8%, dan luas kepemilikan >0,75 ha sebanyak 13,3% responden. Hasil analisis finansial kegiatan rehabilitasi (GERHAN) selama satu daur penebangan tanaman kayu (15 tahun) dengan tingkat suku bunga 15% pada berbagai pola perpaduan jenis tanaman masing-masing strata kepemilikan disampaikan dalam Tabel 34. Tabel 34. Analisis Finansial Kegiatan Rehabilitasi Pada Tiap Luas Kepemilikan di Sub DAS Tirto No Luas kepemilikan (ha) 1 =0,25 NPV (Rp) BCR IRR (%) 2 0,25-0,75 NPV (Rp) BCR IRR (%) 3 =0,75 NPV (Rp) BCR IRR (%)
Pola Kombinasi Jenis Tanaman 1
9.142.774 1,17 33,04 18.524.157 1,17 31,62 48.808.689 1,25 36,62
2
14.707.377 1,28 21,6 32.340.600 1,26 21,7 116.804.977 1,78 43.5
3
7.496.901 1,17 17,7 19.156.260 1,21 18,9 79.658.782 1,64 44,9
4
5
13.198.824 6.678.587 1,29 1.11 23,5 18.6 27.083.619 31.748.950 1,3 1.3 22,9 28.9 61.250.243 87.005.187 1,36 1.46 25,7 42.6
Sumber : hasil analisis data Keterangan : - pola 1 (jati, mangga, kemiri, sukun, MT 1 padi, MT II Jagung, kacang tanah; laos dan temu lawak) - pola 2 (jati, mlinjo, petai durian, MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, kencur) - pola 3 (jati, MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, kencur) - pola 4 (jati, mangga, MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, laos dan temu lawak) - pola 5 (jati, mangga, mlinjo, randu, MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, kencur)
Dari hasil analisis finansial tersebut di atas, pada berbagai luas kepemilikan yang menghasilkan keuntungan paling besar adalah pada pola perpaduan jenis 2 yaitu tanaman jati, mlinjo, petai, durian, tanaman semusim MT I padi, MT II jagung dan kacang tanah, serta tanaman empon-empon laos dan temu lawak. Keuntungan
yang lebih besar disebabkan karena jenis tanaman MPTS yang ditanam bernilai ekonomis dan beragam. Seringkali petani dalam analisis usahanya tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja dan sewa lahan karena biasa dikerjakan oleh keluarga dan merupakan lahan milik sehingga tidak perlu membayar sewa. Rata-rata pendapatan dari lahan
93
yang direhabilitasi pada tiap luas kepemilikan lahan adalah sebagaimana Tabel 35. Tabel 35. Pendapatan Petani dari Hasil GERHAN Pada Berbagai Luas Kepemilikan No
Luas kepemilikan (ha)
Pola perpaduan jenis tanaman
1
=0.25
1 2 3 4 5
2
Rata-rata 0.25 – 0.75
3
Rata-rata =0.75
Rata-rata Sumber : Hasil analisis data
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Rata –rata pendapatan berdasarkan analisis finansial (Rp /bulan) 50.793 81.707 41.648 73.326 37.103 56.965 102.912 179.670 106.423 150.464 176.383 143.170 271.159 648.917 442.548 340.279 483.362 437.253
Rata –rata pendapatan tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja & sewa lahan (Rp / bulan) 245.976 274.395 198.832 282.749 285.091 257.409 504.704 578.356 445.187 508.259 582.240 523.749 941.939 1.106.238 823.350 883.659 1.186.282 882.983
Berdasarkan Tabel 35 meskipun dalam analisis tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja dan sewa lahan, dapat dikatakan bahwa kegiatan rehabilitasi yang dilakukan belum bisa memberikan pendapatan yang layak bagi petani, dilihat dari pendapatan rata-rata yang diperoleh untuk luas kepemilikan lahan =0,25 ha sebesar Rp 257.409 per bulan dan luas kepemilikan 0,25 – 0,75 ha sebesar Rp 523.749 yang masih lebih rendah dibandingkan UMR yang berlaku di Kabupaten Grobogan (Rp 640.000./bulan). GERHAN dapat memberikan pendapatan rata-rata yang layak bagi petani pada luas pemilikan = 0,75 ha. V.3. Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN Untuk mengetahui faktor penyebab kegagalan dilakukan wawancara terhadap 100 orang responden dari peserta GERHAN di Sub DAS Tirto mengenai
94
keberhasilan tanaman di lahan miliknya dan 10 item faktor penduga penyebab kegagalan dari GERHAN yaitu : kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan (X1); ketidak sesuaian jenis tanaman dengan kondisi ekologisnya (X2); rendahnya kualitas bibit (X3); ketidak sesuaian jenis dengan yang diusulkan (X4); jeleknya kondisi bibit waktu diterima (X5); kesulitan pemasaran hasil (X6); kurangnya insentif/penghargaan untuk kegiatan rehabilitasi (X7); kurangnya kapasitas instansi terkait
dalam kegiatan rehabilitasi dilihat dari kecukupan
tenaga kerja, kapasitas teknis dan dukungan logistik (X8); kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan penggunaan lahan yang lebih luas (X9); dan ketidakjelasan pembagian hak dan kewajiban dalam hal rehabilitasi hutan dan lahan (X10). Masing-masing variabel diberikan skore 1-5, jika kondisinya semakin jelek diberikan skore semakin besar. Berdasarkan hasil wawancara (Lampiran 14) kemudian dilakukan analisis regresi yang menghubungkan antara kegagalan tanaman dengan variabel-variabel penentunya. Dari hasil analisis diperoleh model persamaan regresi yang menghubungkan antara faktor-faktor penyebab dengan tingkat kegagalan (Y) yaitu Y = -0.05+ 0.028X1+0.012X6+0.045X7+0.019X9, dari model tersebut diperoleh koefisieen determinasi (R2) 52,0%. Hasil analisis varian disampaikan Tabel 36. Tabel 36. Hasil Analisis Varian Faktor Penyebab Kegagalan GERHAN Source Regression Residual Error Total
DF 4 95 99
SS 0.337361 0.311039 0.648400
MS 0.084340 0.003274
F 25.76
P 0.000
Sumber : Hasil analisis data Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-sama/simultan terhadap tingkat kegagalan dilakukan uji F, dari hasil analisis diperoleh F-hitung 25.76 > F-tabel (3;96) = 2,706 maka dapat dikatakan bahwa variabel X1, X6, X7 dan X9 secara bersama-sama berpengaruh terhadap model. Variabel X1 atau kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan berpengaruh terhadap kegagalan GERHAN, yang dimaksud keterlibatan dalam perencanaan rehabilitasi disini adalah keterlibatan sesuai dengan kapasitasnya. Semakin
kurang
95
keterlibatan
masyarakat sesuai
dengan
kapasitasnya
dalam
perencanaan
rehabilitasi, maka kegagalannya akan semakin besar. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi antara lain turut serta dalam menyusun rancangan kegiatan, menentukan jenis dan jumlah kebutuhan tanaman yang akan ditanam. Dengan keikutsertaannya terhadap perencanaan maka akan ada rasa memiliki terhadap kegiatan sehingga berpengaruh juga pada keberhasilan tanamannya. Variabel X6 atau kesulitan pemasaran hasil berkorelasi positif dengan kegagalan tanaman, semakin sulit pemasaran hasil maka kegagalannya akan semakin besar. Kemudahan pemasaran hasil berkaitan dengan keberlanjutan manfaat dari kegiatan rehabilitasi berupa hasil dari tanaman kayu dan bukan kayu secara terus menerus. Dengan adanya harapan hasil dari tanaman yang ditanam akan merangsang minat masyarakat dalam memelihara tanaman yang akan berpengaruh positif pula terhadap keberhasilannya.. Variabel X7 atau kurangnya insentif/penghargaan untuk kegiatan rehabilitasi, semakin kurang adanya insentif/penghargaan maka
kegagalan
akan
semakin meningkat.
Adanya
insentif/penghargaan akan memberikan dorongan yang dapat menarik minat masyarakat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi. Dan variabel X9 atau kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas yang mengacu pada arah penggunaan lahan. Kegiatan rehabilitasi diarahkan pada lahan kritis bukan pada lahan subur yang diperuntukkan untuk pertanian. Ini berkaitan dengan keberlanjutan tanaman rehabilitasi, agar lahan tidak diubah untuk budidaya tanaman semusim yang hasilnya dapat diperoleh lebih cepat. Dari
model
persamaan
0.028X1+0.012X6+0.045X7+0.019X9),
regresi apabila
yang
dihasilkan
keempat
variabel
(Y=-0.05+ tersebut
diposisikan pada kondisi yang paling jelek, kegagalan tanaman (Y) diprediksikan akan mencapai 0,446 atau 44,6%. Apabila variabel penyebab kegagalan diposisikan pada kondisi yang paling bagus (dengan skore 1), seperti masyarakat dilibatkan dalam perencanaan sesuai dengan kapasitasnya, pemasaran hasil produk sangat mudah, adanya insentif/penghargaan untuk rehabilitasi dan ada keterpaduan pelaksanaan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas, maka kegagalan tanaman (Y) sebesar 0,054 atau 5,4%. Dengan ini dapat dikatakan
96
bahwa jika keempat variabel penyebab kegagalan tersebut dapat diperbaiki sampai pada kondisi yang paling baik yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi sesuai dengan kapasitasnya, menyediakan kemudahan pasar hasil produksi, memberikan insentif/penghargaan yang cukup untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, dan adanya keterpaduan antara pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas, maka dapat meningkatkan keberhasilan tanaman sampai 95,6%. V.4. Sistem Insentif Untuk Tidak Merusak Hutan dan Lahan Keberadaan lahan kritis yang memerlukan rehabilitasi di Sub DAS Tirto masih luas, dari ± 2.591,58 ha lahan yang termasuk kategori sangat kritis sampai agak kritis selama tahun 2003 s/d 2008 baru bisa di rehabilitasi seluas 1.463 ha. Rehabilitasi dilakukan untuk memperbaiki kerusakan lahan dan memberikan nilai manfaat, untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan rehabilitasi diperlukan suatu insentif. Insentif merupakan semua bentuk dorongan spesifik atau stimulus yang berasal dari institusi eksternal untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat agar bertindak atau mengadopsi suatu sistem kegiatan/program. Insentif termasuk perangsang atau dorongan untuk aksi, suatu faktor motivasi yang mendorong aktif, atau stimulus motivasi untuk mengambil petunjuk atau latihan tertentu (Sanders et al., 1999). Insentif dapat berupa salah satu atau kombinasi dari : pembayaran atau pemberian kompensasi untuk merangsang output yang lebih besar, dorongan atau faktor yang dapat memotivasi dilakukannya suatu tindakan, isyarat (signal) positif (insentif). Biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk rehabilitasi di Sub DAS Tiro dari tahun 2003 s/d 2008 seluas 1463 ha sebesar Rp. Rp 3.242.663.450, apabila dibandingkan dengan nilai manfaat yang dihasilkan sebesar Rp 331.223.929.622 maka dapat dikatakan bahwa biaya yang dialokasikan oleh Pemerintah masih sangat kecil. Biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk kegiatan rehabilitasi di Sub DAS Tirto dari tahun 2003 s/d tahun 2008 sebesar, selengkapnya disajikan dalam Tabel 37.
97
Tabel 37. Biaya GERHAN di Sub Das Tirto No
tahun tanam
Luas (Ha)
Biaya Penanaman
1 2 3 4 5 6
Biaya Pemeliharaan th-1 41.245.000 119.000.000 67.625.000 8.500.000 225.625.000 35.625.000
Biaya Pemeliharaan th-2 20.622.500 59.500.000 33.125.000 4.250.000 120.375.000 16.875.000
Jumlah biaya (Rp)
2003 113 377.877.450 439.744.950 2004 350 808.675.000 987.175.000 2005 200 253.550.000 354.300.000 2006 25 253.550.000 266.300.000 2007 700 700.857.500 1.046.857.500 2008 75 95.786.000 148.286.000 jumlah 3.242.663.450 Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kab. Grobogan, Dinas Kehutanan Kab. Blora dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. pati
Mengingat besarnya manfaat rehabilitasi dan manfaat jasa lingkungan yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang melakukan rehabilitasi tetapi juga masyarakat luas melampaui wilayah Sub DAS yang direhabilitasi untuk itu perlu dukungan insentif dari instansi pemerintah maupun swasta agar kegiatan rehabilitasi dapat terus berkembang. Untuk merancang sistem insentif dilakukan analisis deskriptif/kualitatif terhadap
karakteristik
masyarakat
antara
lain
mata
pencaharian/sumber
penghasilan utama, ketergantungan terhadap sumberdaya hutan dan lahan, persepsi masyarakat terhadap penyebab langsung degradasi hutan dan lahan, faktor penyebab utama
degradasi hutan dan lahan, dan bentuk insentif yang
dibutuhkan untuk mendorong masyarakat untuk melakukan rehabilitasi pada lahan kritis. Mata pencaharian masyarakat seringkali tergantung dan memberikan dampak pada sumberdaya alam. Mata pencaharian utama masyarakat di sub DAS Tirto sebagian besar (52,83%) bermata pencaharian di bidang pertanian. Kegiatan bercocok tanam dilakukan pada lahan sawah yang didominasi sawah tadah hujan maupun lahan kering (tegalan). Gambar 7 berikut ini menunjukkan seberapa besar ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya lahan yang dimilikinya .
98
sebagai sumber mata pencaharian utama 12% 29% 21%
sebagai sumber kehidupan harian (subsisten) sebagai kegiatan sekunder atau tambahan sebagai sumber pendapatan
38%
Gambar 7. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Sumberdaya Hutan dan Lahan Dari Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (38%) menjadikan sumberdaya hutan dan lahan sebagai sumber kehidupan, 29% sebagai sumber mata pencaharian utama, 21% sebagai sumber kegiatan sekunder atau tambahan dan 12% responden menjadikan sumberdaya hutan dan lahan sebagai sumber pendapatan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sangat tergantung terhadap sumber daya hutan dan lahan. Hasil dari pengelolaan lahan menjadi sumber penghidupan sehari-hari untuk untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual sebagai sumber pendapatan Kerusakan hutan dan lahan diduga disebabkan karena pengaruh aktifitas masyarakat di sekitarnya. Berbagai aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat seperti pertanian, pertukangan, pertambangan bisa berdampak terhadap kerusakan hutan dan lahan. Untuk mengetahui pengaruh aktifitas masyarakat terhadap kerusakan hutan dan lahan dilakukan wawancara terhadap 100 orang responden. Berdasarkan persepsi responden penyebab langsung kerusakan hutan dan lahan di sekitar mereka dapat dijelaskan sebagaimana Gambar 8.
99
sistem pertanian intensif 4%
pemberian pupuk kimia yang berlebihan erosi
21%
22%
1%
ada kegiatan pertambangan 3%
2%
pengambilan kayu bakar yang berlebihan penebangan intensif
47%
Gambar 8. Penyebab Langsung Kerusakan Hutan dan Lahan Menurut Persepsi Masyarakat Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar (47%) responden menyatakan bahwa kerusakan hutan dan lahan karena erosi, 22% karena penebangan intensif, 21% karena sistem pertanian intensif, 4% karena pencurian kayu, 2% karena kegiatan pertambangan, 3% karena pengambilan kayu bakar yang berlebihan, dan 1 % pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa kerusakan terutama lahan disebabkan oleh erosi, selain karena jenis tanahnya yang rentan terhadap erosi dan kondisi kelerengan, juga dipengaruhi oleh penutupan lahan. Penyebab langsung
lainnya menurut
persepsi
masyarakat
adalah
penebangan intensif terutama di lahan milik (22%), hal tersebut disebabkan karena pengelolaan hutan di lahan milik umumnya belum mengacu pada aspekaspek manajemen hutan dimana penebangan dapat dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan. Intensitas penebangan hutan rakyat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya peranan hutan rakyat sebagai pemasok bahan baku industri perkayuan. Semakin meningkatnya permintaan kayu rakyat merupakan anugrah bagi pengembangan hutan rakyat, dengan semakin tinggi permintaan seharusnya diikuti dengan peningkatan supply yaitu dengan penanaman sehingga dapat memberikan kepastian kelestarian hasil minimal dalam skala Sub DAS. Menurut persepsi responden (21%) kegiatan pertanian intensif menjadi penyebab langsung kerusakan sumberdaya hutan dan lahan yang ketiga.
100
Pemilikan lahan yang sempit dan desakan kebutuhan yang meningkat menyebabkan pengelolaan lahan dilakukan dengan cara intensif yang kadang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air telah menyebabkan menurunnya fungsi lahan sebagai faktor produksi pertanian. Penyebab kerusakan yang lainnya yang mempunyai proporsi kecil (4%) adalah pencurian kayu, pengambilan kayu bakar yang berlebihan (3%), adanya kegiatan pertambangan kapur (2%) dan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan (1%). Pencurian kayu terutama di kawasan hutan negara pada masa reformasi tahun
1998
terjadi
peningkatan yang
menyebabkan
penurunan
potensi
sumberdaya hutan. Pencurian kayu pada lahan milik biasanya dilakukan secara iseng oleh penggembala yang memangkas pohon muda yang biasanya di pinggir jalan. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang malah akan menjadi racun dan menurunnnya kesuburan tanah. Demikian pula dengan pengambilan kayu bakar yang berlebihan menjadi penyebab kerusakan hutan dan lahan, terutama pada lahan milik. Pengambilan kayu yang berlebihan disebabkan karena kebutuhan yang tinggi terhadap sumber energi yang murah tinggal mengambil dari hutan atau lahan milik. Adanya kegiatan pertambangan menurut sebagian kecil responden juga menyebabkan kerusakan hutan dan lahan. Kegiatan pertambangan yang ada disekitar lokasi adalah pertambangan batu kapur. Setelah mengetahui penyebab langsung kerusakan hutan dan lahan kemudian dicari penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan tersebut. Penyebab pokok ini merupakan akar penyebab kerusakan hutan dan lahan. Secara garis besar penyebab utama kerusakan hutan dan lahan yaitu : kegagalan kebijakan, kegagalan kelembagaan, kegagalan pasar dan kondisi mata pencaharian (Putro et al, 2003). Berdasarkan wawancara menurut persepsi responden penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan adalah sebagaimana Gambar 9.
101
6%
terbatasnya sumber mata pencaharian
5%
kegagalan pasar kegagalan kebijakan 89%
Gambar 9. Penyebab Pokok Kerusakan Hutan dan Lahan Berdasarkan Persepsi Masyarakat Berdasarkan Gambar 9 diatas, 89% responden berpendapat bahwa penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan karena terbatasnya sumber mata pencaharian, tekanan penduduk terhadap lahan yang tinggi. Sebagaimana telah dikemukakan didepan masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap lahan. Sehingga menyebabkan intensitas pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan semakin tinggi juga yang sering tidak disertai dengan upaya pelestarian yang menyebabkan kerusakan sumberdaya hutan dan lahan yang ditandai dengan terjadinya erosi. Penyebab pokok selanjutnya adalah kegagalan pasar,
adanya monopoli
pasar oleh tengkulak menyebabkan petani memiliki posisi tawar yang lebih rendah. Problematika yang dihadapi oleh berbagai macam usaha skala rakyat adalah lemahnya penguasaan mereka terhadap informasi pasar dan system pemasaran. Hancurnya usaha-usaha rakyat karena pemerintah tidak memberikan perlindungan terhadap sistem tataniaganya (Awang, et al 2002). Kayu jati milik petani dijual dengan sistem tebang butuh, yaitu ditebang pada saat ada kebutuhan misalnya untuk keperluan membayar sekolah anak, ada keluarga yang sakit atau akan punya hajat. Penjualan dilakukan dengan cara sedikit-sedikit ataupun
dengan
tebasan satu luasan tertentu. Karena desakan
kebutuhan kadang-kadang petani kurang memperhitungkan harga jualnya.
102
Kegagalan kebijakan sebagai penyebab utama kerusakan hutan dan lahan menurut persepsi responden mempunyai proporsi paling kecil (5%). Pemerintah membuat kebijakan untuk mendorong perekonomian untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional atau sektoral. Kebijakan umumnya disertai dengan instrumen pendukung seperti subsidi, pajak dan sebagainya. Instrumen kebijakan tersebut seringkali mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas yang menyebabkan degradasi sumberdaya lam dalam aktivitas ekonominya. Seperti kebijakan pertanian hanya berorientasikan pada output saja dengan sistem pertanian intensif yang tanpa mengindahkan aspek kelestarian lingkungan mendorong petani untuk melakukan budidaya pertanian yang dapat menurunnya daya dukung lahan. Seperti kebijakan pemerintah dalam pengembangan hutan rakyat, untuk memberikan insentif secara nyata dalam pengembangan hutan rakyat dikeluarkan Permenhut no. P51/Menhut-II/2006 Jo no P.33/MenhutII/2007 tentang kebijakan SKAU (Surat Keterangan Asal- Usul Kayu). Surat dirjen BPK no S.1047/VI-BIKPHH/2006 tanggal 29 Desember 2006 perihal penjelasan permethut p.51 yang mengatur tentang surat keterangan sah kayu bulat cap kayu rakyat (SKSKB cap KR) untuk jenis kayu hutan rakyat yang mirip produk hutan milik negara. SKAU dan SKSKB cap KR ditujukan untuk ketertiban peredaran hasil kayu dan melindungi hak-hak masyarakat dalam pengangkutan kayu rakyat, memberikan kepastian hukum kepada konsumen mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya menjadi disinsentif karena menyebabkan banyaknya pelanggaran atas ketentuan tersebut seperti adanya pungutan yang malah menjadi beban bagi masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat. Informasi
mengenai
latar
belakang
mata
pencaharian
masyarakat,
ketergantungan masyarakan terhadap sumberdaya hutan dan lahan, serta penyebab kerusakan hutan dan lahan berguna untuk menentukan bentuk intensif yang tepat guna
mendorong
kegiatan
rehabilitasi.
Berdasarkan
persepsi
masyarakat
kebutuhan insentif dibutuhkan masyarakat adalah sebagaimana Gambar 10.
103
10%
insentif mata pencaharian tindakan finansial
30%
51%
tindakan fiskal tindakan pasar
9%
Gambar 10. Insentif yang Dibutuhkan Insentif yang dibutuhkan untuk mendorong masyarakat melakukan kegiatan rehabilitasi sebagian besar responden (51%) membutuhkan adanya insentif mata pencaharian. Berdasarkan penggalian penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan karena keterbatasan mata pencaharian yang hanya tergantung pada lahan. Bentuk insentif mata pencaharian diperlukan terutama untuk kegiatan cadangan atau sambilan di masa paceklik yang akan sangat menolong apabila hasil panenan tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan lahan diperlukan diversisifikasi mata pencaharian dan peningkatan ketrampilan agar masyarakat tidak sepenuhnya tergantung pada pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan sehingga tekanan terhadap sumberdaya hutan dan lahan akan berkurang. Untuk meningkatkan ketrampilan masyarakat dibutuhkan adanya pelatihan-pelatihan seperti pelatihan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, pelatihan pengolahan hasil pasca panen yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani dan sebagainya. Tindakan fiskal misalnya dalam bentuk subsidi untuk teknologi RHL ataupun sarana produksi pertanian, pembebasan pajak atau tingkat pajak yang rendah untuk penggunaan sumberdaya lahan yang lestari menempati peringkat yang kedua. Saat ini yang dirasakan oleh masyarakat petani adalah mahalnya kebutuhan sarana produksi pertanian (saprodi), petani sangat mengharapkan
104
adanya subsidi terutama untuk pupuk. Harga pupuk yang sangat tinggi dirasa sangat memberatkan bagi petani. Menurut persepsi responden bentuk insentif yang dibutuhkan yang terakhir adalah bentuk insentif finansial (9%) dan bentuk insentif pasar (10%). Kebutuhan insentif tindakan finansial dalam bentuk pemberian kredit dengan bunga lunak untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Sedangkan bentuk insentif tindakan pasar berupa tersedianya informasi pasar dan kemudahan aksesnya. Dengan mengetahui informasi pasar petani tidak mudah di kuasai oleh tengkulak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Apabila memungkinkan petani menginginkan adanya hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dengan industri-industri pengolahan kayu yang bersedia menampung hasil kayu dari petani. Dalam merancang dan mengimplementasikan tindakan insentif harus mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh termasuk sosial dan politiknya, terdapat 3 aspek makro yang harus dipertimbangkan menurut Vorhies (2001) dalam Putro et al. (2003) yaitu : kendala formal (hukum, kebijakan, dan hak-hak kepemilikan); kendala sosial yang berakar pada sistem kepercayaan, termasuk norma budaya, kesepakatan sosial adat istiadat, etika, tradisi dan sebagainya; kepatuhan, suatu tindakan insentif hanya akan efektif bila masyarakat patuh/taat pada aturan mainnya. V.5. Rekomendasi Dari hasil penelitian diketahui bahwa potensi kegagalan GERHAN dipengaruhi secara nyata oleh 4 hal yaitu kurangnya keterlibatan masyarakat sesuai dengan kapasitasnya dalam perencanaan rehabilitasi, kesulitan pemasaran hasil, kurangnya insentif/penghargaan untuk kegiatan rehabilitasi, dan kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas yang mengacu pada arah penggunaan lahan. Untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan rehabilitasi maka hal tersebut perlu ditingkatkan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi akan berpengaruh pada rasa memiliki terhadap kegiatan. Masyarakat perlu dilibatkan sejak perencanaan dalam hal menyusun rancangan kegiatan, pemilihan jenis dan
105
kebutuhan jumlah tanaman yang akan ditanam dengan demikian diharapkan bantuan yang diberikan akan sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga diharapkan akan berpengaruh positif pada keberhasilan tanaman. Faktor pasar merupakan hal yang penting berkaitan dengan keberlanjutan manfaat dari kegiatan rehabilitasi berupa hasil dari tanaman kayu dan bukan kayu secara terus menerus. Diharapkan dengan kemudahan pemasaran hasil dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagian hasilnya dapat digunakan untuk reinvestasi pada rotasi kedua dan selanjutnya. Insentif/penghargaan terhadap kegiatan rehabilitasi sangat diperlukan karena dapat mendorong minat masyarakat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dengan demikian keberhasilan tanaman GERHAN dapat meningkat. Dalam perencanaan sasaran lokasi yang akan direhabilitasi hendaknya memperhatikan perencanaan yang lebih luas seperti arah penggunaan lahan. Selain itu diperlukan pengawasan agar tanaman ditanam pada lokasi yang tepat yaitu pada lahan kritis. Jangan sampai salah sasaran pada lahan yang subur yang diperuntukkan
untuk
pertanian,
karena
seringkali
karena
tertarik
untuk
mendapatkan bantuan dari kegiatan rehabilitasi lahan yang subur juga diusulkan untuk kegiatan rehabilitasi tetapi akhirnya akan berubah lagi untuk budidaya pertanian karena untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari tergantung dari lahan yang dimilikinya.
VI. SIMPULAN DAN SARAN VI.1. Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Nilai manfaat ekonomi dari kawasan yang direhabilitasi di Sub DAS Tirto didominasi oleh nilai manfaat nyata dari hasil kegiatan rehabilitasi berupa hasil kayu, tanaman MPTS, tanaman semusim, tanaman empon-empon, kayu bakar dan hijauan pakan ternak, sedangkan nilai manfaat ekologis dan nilai bukan guna dari kawasan yang direhabilitasi masih relatif kecil. 2. Dari lahan yang direhabilitasi di Sub DAS Tirto dengan penanaman tanaman kayu dan MPTS memberikan harapan manfaat (langsung dan tidak langsung) yang lebih besar dibandingkan apabila lahan tersebut hanya diusahakan untuk tanaman semusim saja. 3. Kegiatan rehabilitasi (GERHAN) di Sub DAS Tirto layak secara ekonomi untuk dilaksanakan, hal ini berdasarkan hasil analisis ekonomi dari kegiatan GERHAN tahun tanam 2003 – 2008 seluas 1463 ha pada tingkat suku bunga 15% dengan periode analisis selama satu daur tebangan tanaman kayu jati yang
ditanam
(15
tahun)
diperoleh
nilai
bersih
sekarang
(NPV)
Rp 111.034.577.505 dengan BCR sebesar 1,50 dan IRR 62,91%. 4. Potensi kegagalan tanaman GERHAN dipengaruhi secara nyata oleh kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi, kesulitan pemasaran
hasil,
kurangnya
insentif/penghargaan
terhadap
kegiatan
rehabilitasi dan kurangnya keterpaduan pelaksanaan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas mengacu pada arah penggunaan lahan. VI.1. Saran 1. Dari hasil penelitian diketahui ada 4 variabel penyebab yang secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap kegagalan tanaman, yaitu kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi, kesulitan pemasaran hasil, kurangnya insentif/penghargaan RHL, dan kurangnya keterpaduan kegiatan RHL dengan perencanaan yang lebih luas. Untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan rehabilitasi di masa-masa mendatang maka keempat variabel tersebut harus diperhatikan. Apabila kondisi keempat variabel
107
tersebut dapat dimaksimalkan pada posisi paling baik maka kegagalan tanaman GERHAN dapat ditekan hingga hanya 5,4%. 2. Peran petugas penyuluh diperlukan untuk mendorong kelompok tani dalam membuat
kesepakatan-kesepakatan
mengenai
penyisihan
hasil
untuk
reinvestasi dan pengaturannya agar manfaat berupa hasil dari tanaman kayu dan bukan kayu dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat secara terus menerus. 3. Guna keberlanjutan manfaat hasil rehabilitasi diperlukan pasar yang jelas, dalam hal ini keberadaan industri pengolahan kayu dapat mendorong kegiatan rehabilitasi menjadi semakin luas. 4. Rehabilitasi hutan dan lahan menghasilkan jasa lingkungan yang dirasakan oleh
masyarakat
luas.
Diperlukan
penelitian
lebih
lanjut
mengenai
kemungkinan implementasi pembayaran jasa lingkungan dari hasil kegiatan rehabilitasi yang dilakukan.
108
DAFTAR PUSTAKA Awang, SA. 2006. Pembentukan Unit Manajemen Kawasan Kelola Rehabilitasi Hutan dan Sistem Pendukungnya (Implementasi program GERHAN di Indonesia). Makalah disampaikan pada seminar nasional Arahan Pembentukan Unit Manjemen GERHAN di Hotel Garuda Yogyakarta, 29 – 30 Agustus 2006 Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Pemali Jratun. 2004. Hasil Inventarisasi Lahan Kritis Wilayah BPDAS Pemali Jratun. Semarang BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Pemali Jratun. 2007. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Identifikasi dan Inventarisasi Sumber Mata Air di Kabupaten Grobogan Bahruni. 1999. Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan jilid I. Diktat. Fakultas Kehutanan Istitut Pertanian Bogor. 1999 Bishop Jhosua T.1999. Valuing Forests : a Review of Methods and Applications in Developing Countries. Environmental Economic Programme. International Institute For Environment and Development (IIED). London Bungin, B. 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi. Divisi Buku Perguruan Tinggi (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Darwo. 2008. Kualitas Bibit GERHAN di Sumatra Utara memprihatinkan. BPK Aeknauli. http://bpk-aeknauli.org diakses pada tanggal 8-02-2009 Davis L.S. dan K.N Johnson. 1987. Forest Management. 3rd Edition. Mc GrawHill Book Company. New York Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan. 2008. Peta Keanekaragaman Hayati. 2008 Direktorat Pemanfatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, DITJEND PHKA, DEPHUT. 2009. Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan. Makalah Semiloka Pengembangan Jasa Lingkungan Hutan Se – Wilayah MPU. Surakarta 23-25 Maret 2009 Darusman D. dan Wijayanto N. 2007. Aspek Ekonomi Hutan Rakyat (Skim Pendanaan). Makalah dalam Studium General Pekan Hutan Rakyat II di Balai Penelitian Kehutanan Ciamis 2007 Dunn W. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua, Gadjah Mada University Press. Jogjakarta
109
FAO. 2007. State Of Worl’s Forests. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Rome 2007 Fauzi Akhmad. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ginoga Kirsfianti, Yuliana C dan Djaennudin Deden. 2005. Karbon dan Peranannya Dalam Meningkatkan Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis) di KPH Saradan, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi. Volume 2 tahun 2005 Gittinger J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta Hasan Iqbal M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. IPCC.2003. Good Practice Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry (LULUCF). The Institute for Global Environmental Strategies (IGES) for IPCC. Japan. James R.F. 1991. Wetland Valuation : Guidelines and Technique. Asian Wetland Bureau – Indonesia. Bogor. Kartodihardjo, H. 2006. Masalah Kelembagaan dan Arah Kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol. 3, No 1 Maret 2006: 29-41 Ketterings. 2001. Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Elsevier. Forest Ecology and Management 146. 2001 Krieger J. Douglas. 2001. Economic Valu e of Forest Ecosystem Services : A Review. An analysis for The Wilderness Society Murniati. 2007. Rehabilitasi Hutan dan Lahan : Sejarah, Karakteristik, dan Upaya Mencapai Kegiatan Berkelanjutan. Makalah pada Ekspose dan Gelar Teknologi Hasil-Hasil Penelit ian ”IPTEK untuk mendukung Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat”. Pontianak. 11-13 Desember 2007 Nawir Ani Adiwinata, Murniati, dan Rumboko Lukas. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih dari Tiga Dasa Warsa. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor. Indonesia Nurfatriani Fitri. 2005. Nilai Ekonomi Kawasan Yang Direhabilitasi (Hutan dan Lahan) Studi Kasus Proyek RHL Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DIY. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2005 Pasaribu. 2008. Kajian Potensi dan Pemanfaatan Jenis-Jenis Kayu GERHAN. BPK Aeknauli. http://bpk-aeknauli.org diakses pada tanggal 8-02-2009
110
PT. Centra Multicon Jaya. 2007. Laporan Akhir Evaluasi Dampak dan Manfaat GERHAN Kabupaten Grobogan PT. Sota Mitra Utama. 2009. Data Penawaran Pekerjaan Pembangunan DAM Konsolidasi Kali Pabelan di Ds. Sengi Kabupaten Magelang Tahap II. Sleman 2009. Tidak dipublikasikan Putro HR, Saleh MB, Hendrayanto, Ichwaandi I, Sudaryanto. 2003. Sistem Insentif Rehabilitasi Lahan dalam Rangka Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor. Fakultas Kehutanan IPB. Sanders W David, Huszan C Paul, Sombatpanit Samran dan Enters Thomas. 1999. Incentives In Soil Conservation. From Theory to Pratice. World Association of Soil and Water Conservation. Oxford & IBH Publishing Co. PVT. LTD. New Delhi. Calcuta Setyarso A. 2004. Aktualisasi Nilai dan Manfaat Sosial Ekonomi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jurnal Hutan Rakyat Volume VI Nomor 2 : 1-26 Sihite Jamartin. 2001. Evaluasi Dampak Erosi Tanah Model Pendekatan Ekonomi Lingkungan dalam Perlindungan DAS : Kasus Sub DAS Besai DAS Tulang Bawang Lampung. Desertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Sugiyono. 2007. Statistik Alfabeta. Bandung
Non
Parametrik
Untuk
Penelitian.
CV
Suparmoko M. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis). Edisi 3. BPFE Jogjakarta Suparmoko M. 2006. Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan : Konsep, Metode Penghitungan dan Aplikasi. BPFE Jogjakarta The World Bank. 2001. Indonesia Environment and Natural Resource Management in Transition. The World Bank. Washington, D.C. 20433, U.S.A Tony Fredian. 2004. Perspektif Kelembagaan dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citanduy (Studi Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata Pemerintahan Sumberdaya Alam). Project Working Paper Series No.04. Pusat Studi Pembangunan- Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Partership For Governance Reform in Indonesia – UNDP. Turner Kerry R, Pearce David and Bateman Ian. 1994. Environmental Economics. An Elementary Introduction
LAMPIRAN
111
Lampiran 1 Analsis Validitas dan Reliabilitas Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
15 0 15
% 100.0 .0 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .725
N of Items 22
Item Statistics Mean 2.1333 2.2000
Std. Deviation .63994 .56061
2.8000 1.9333
.56061 .25820
15 15
T5 T6 T7
2.9333 1.2000 2.0000
.25820 .41404 .00000
15 15 15
E1 E2
1.0667 3.7333 2.2000
.25820 .70373 .67612
15 15 15
2.8667 1.5333 1.0000
.35187 .51640 .00000
15 15 15
1.9333 1.8000
.59362 1.01419
15 15
KL1 KL2 KL3
2.4667 2.7333 1.6667
.91548 .70373 .48795
15 15 15
KL4 KL5
2.8667 3.0000 4.6000
.51640 .00000 .50709
15 15 15
1.4667
.51640
15
T1 T2 T3 T4
E3 E4 SB1 SB2 SB3 SB4
KL6 KL7
N 15 15
112
Item-Total Statistics
T1 T2 T3
Scale Mean if Item Deleted 48.0000 47.9333 47.3333
Scale Variance if Item Deleted 17.571 17.495 16.524
Corrected Item-Total Correlation .586 .707 .940
Cronbach's Alpha if Item Deleted .686 .679 .657
T4 T5 T6
48.2000 47.2000 48.9333
19.171 19.171 20.067
.834 .834 .239
.698 .698 .719
T7 E1 E2
48.1333 49.0667 46.4000
21.124 20.781 18.400
.000 .117 .369
.727 .725 .708
E3 E4
47.9333 47.2667 48.6000
20.781 18.352 22.114
-.019 .878 -.259
.745 .685 .754
49.1333 48.2000 48.3333
21.124 20.171 20.667
.000 .113 -.062
.727 .730 .772
47.6667 47.4000 48.4667
16.667 15.829 21.981
.484 .857 -.239
.694 .652 .751
47.2667 47.1333 45.5333
17.352 21.124 22.124
.815 .000 -.264
.673 .727 .754
48.6667
20.381
.102
.729
SB1 SB2 SB3 SB4 KL1 KL2 KL3 KL4 KL5 KL6 KL7
Scale Statistics Mean 50.1333
Variance 21.124
Std. Deviation 4.59606
Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
15 0 15 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
% 100.0 .0 100.0
N of Items 22
113
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .898
N of Items 10 Item Statistics
T1 T2
Mean 2.1333 2.2000
Std. Deviation .63994 .56061
N
T3 T4 T5
2.8000 1.9333 2.9333
.56061 .25820 .25820
15 15 15
E2 E4 KL1
3.7333 2.8667 2.4667
.70373 .35187 .91548
15 15 15
KL2 KL4
2.7333 2.8667
.70373 .51640
15 15
15 15
Item-Total Statistics
T1 T2 T3 T4
Scale Mean if Item Deleted 24.5333
Scale Variance if Item Deleted 14.838
Corrected Item-Total Correlation .491
Cronbach's Alpha if Item Deleted .899
24.4667 23.8667 24.7333
14.695 13.410 15.781
.618 .960 .887
.890 .867 .888
23.7333 22.9333 23.8000 24.2000
15.781 14.638 15.171 13.457
.887 .470 .865 .502
.888 .902 .883 .912
23.9333 23.8000
12.924 14.029
.839 .872
.873 .874
T5 E2 E4 KL1 KL2 KL4
Scale Statistics Mean 26.6667
Variance 17.667
Std. Deviation 4.20317
N of Items 10
114
Lampiran 2 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN Sub DAS Tirto NO
Tahun
1
2003
2
2004
3
2005
4
2006
5
2007
6
2008
7
2009
8
2010
Manfaat Hasil tanaman semusim Hijauan pakan ternak jumlah Hasil tanaman semusim Hijauan pakan ternak jumlah Hasil tanaman semusim Hijauan pakan ternak jumlah Hasil tanaman semusim Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil tanaman semusim Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil tanaman semusim Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil tanaman semusim Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil tanaman semusim Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Kayu Bakar
Volume 113 178
ha KK
463 718
ha KK
663 1125
Ha KK
688 1178 113
ha KK Ha
1275 113 2223 463
ha ha KK Ha
1000 463 2350 663
ha ha KK Ha
800 663 2350 113 113 113 113 113 113 688
ha ha KK ha ha ha ha ha ha Ha
775 688 2350 463
ha ha KK ha
Nilai (Rp) 1,864,500,000 247,707,861 2,112,207,861 7,939,500,000 999,181,146 8,938,681,146 13,212,000,000 1,565,569,345 14,777,569,345 13,662,000,000 1,639,325,056 1,646,974 15,302,972,030 24,397,500,000 973,000,000 3,093,565,026 7,912,181 28,471,977,206 19,672,500,000 3,960,500,000 3,270,300,410 16,626,397 26,919,926,806 14,400,000,000 5,666,750,000 3,270,300,410 353,720,520 300,836,250 14,612,514 12,635,987 54,181,500 26,134,086 28,231,828 24,127,403,094 13,950,000,000 5,879,250,000 3,270,300,410 1,215,596,250
Nilai Sekarang (Rp)
4,885,665,132
17,978,880,571
25,846,061,144
23,273,907,587
37,654,189,885
30,957,915,827
24,127,403,094
115
Lampiran 2 (lanjutan) NO
9
Tahun
2011
10
2012
11
2013
Manfaat Hasil tanaman MPTS Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil tanaman semusim Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
Volume 463 463 463 463 463 1388 75 1388 2350 663 663 663 663 663 663 1463
ha ha ha ha ha ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 688 688 688 688 688 688 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1388 1388 1388 1388 1388 1388 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 1,049,419,440 32,664,365 57,764,847 222,000,306 107,080,368 50,597,089 25,834,673,076 1,350,000,000 11,835,500,000 3,270,300,410 1,809,087,060 1,905,750,000 44,128,556 80,129,425 329,883,825 159,117,264 75,170,731 20,859,067,271 12,473,000,000 3,270,300,410 2,546,785,930 1,995,592,500 50,150,729 82,924,997 341,870,882 164,899,142 106,739,737 21,032,264,328 12,473,000,000 3,270,300,410 3,768,513,550 3,533,524,345 336,822,497 166,466,016 677,508,495 326,791,707 144,119,648 24,697,046,666
Nilai Sekarang (Rp)
22,464,933,110
15,772,451,622
13,829,055,200
14,120,616,588
116
Lampiran 2 (lanjutan) NO 12
Tahun 2014
13
2015
14
2016
15
2017
Manfaat Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa peny erapan karbon Jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna
Volume 1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha Ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha Ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 3,270,300,410 5,093,319,400 3,985,740,000 128,828,299 206,674,839 713,469,667 344,137,339 187,843,354 26,403,313,239 12,473,000,000 3,270,300,410 5,902,688,100 3,985,740,000 128,828,229 215,993,414 713,469,667 344,137,339 238,274,375 27,272,431,534 12,473,000,000 3,270,300,410 6,310,331,850 3,985,740,000 128,828,229 215,232,220 713,469,667 344,137,339 295,600,481 27,736,640,196 12,473,000,000 3,270,300,410 7,157,635,600 3,985,740,000 128,828,229 237,957,174 713,469,667
Nilai Sekarang (Rp)
13,127,113,077
11,790,624,760
10,427,230,413
117
Lampiran 2 (lanjutan) NO
16
17
18
Tahun
Manfaat
nilai keberadaan Jasa penyerapan karbo Jumlah 2018 Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 2019 Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Hasil kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah 2020 Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Hasil kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah
Volume 1463 1463
ha Ha
1463 2350 1463 1463 113 1350 1350 1350 1350 1350 1350 1463
ha KK ha ha Ha ha ha ha ha ha ha Ha
1350 2172 1350 1350 350 1350 1000 1000 1000 1000
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1000 1632 1000 1000 200 200 800 800 800 800
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 344,137,339 359,997,522 28,671,065,942 12,473,000,000 2,863,951,334 7,337,845,600 3,985,740,000 12,056,631,970 114,215,715 154,827,993 659,288,167 8,099,222,922 659,288,167 318,003,254 431,631,428 40,395,135,460 11,500,000,000 3,022,592,549 5,789,791,750 3,684,903,750 39,348,314,294 443,724,236 96,163,864 103,918,280 491,469,361 237,056,971 64,717,935,053 8,512,500,000 2,271,119,263 3,738,400,000 2,770,143,750 24,900,881,869 322,072,115 84,699,673 165,546,375 383,585,843 185,020,075 43,333,968,963
Nilai Sekarang (Rp)
9,372,662,314
11,482,818,640
15,997,283,757
9,314,342,942
118
Lampiran 2 (Lanjutan) NO 19
20
21
Tahun 2021
2022
2023
Manfaat Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Hasil kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Hasil kayu jati jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna nilai keberadaan Jumlah Hasil empon-empon Hijauan pakan ternak Hasil tanaman MPTS Kayu Bakar Pemanenan kayu jati jasa penyerapan karbon Jumlah JUMLAH
Sumber : Hasil analisis data
Volume 800 1225 800 800 25 800 775 775 775 775 775 1172 775 775 700 700 75 75 75 75 75 127 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha ha KK ha ha ha ha
Nilai (Rp) 6,806,250,000 1,704,731,065 2,563,600,000 2,079,990,000 3,445,242,454 257,190,182 78,677,499 110,198,702 371,598,785 179,238,197 17,596,716,885 6,593,750,000 1,630,975,353 2,403,600,000 1,990,147,500 72,745,733,801 283,877,579 13,618,155 16,070,667 35,961,173 17,345,632 85,731,079,860 637,500,000 176,735,384 404,960,000 216,438,750 9,696,386,743 34,607,120 11,166,627,997
Nilai Sekarang (Rp)
3,288,952,206
13,933,697,234
1,578,164,549 331,223,929,622
119
Lampiran 3 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN pada Keberhasilan 70% NO Tahun
t
Uraian
Volume
Nilai
Nilai Sekarang
(Rp) 1
2003
2
2004
3
2005
4
2006
5
2007
6
2008
7
2009
-6 Pembuatan HR Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 tahun Hijauan pakan ternak jumlah -5 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak jumlah -4 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak jumlah -3 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah -2 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah -1 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 0 Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar
113 113 113 178
ha ha ha KK
350 113 463 350 718
ha ha ha ha KK
200 350 113 663 200 1125
Ha Ha Ha Ha Ha KK
25 200 350 688 25 1178 113
ha ha ha ha ha KK ha
700 25 200 1275 113 700 2223 313
ha ha ha ha ha ha KK ha
75 700 25 1000 463 75 2350 663
ha ha ha ha ha ha KK ha
75 700 800 663 2350 113 113
ha ha ha ha KK ha ha
1,864,500,000 247,707,861 2,112,207,861 8,749,500,000 999,181,146 9,748,681,146 14,022,000,000 1,565,569,345 15,587,569,345 14,472,000,000 1,639,325,056 1,315,158 16,112,640,215 25,207,500,000 973,000,000 3,093,565,026 6,313,879 29,280,378,905 19,672,500,000 3,960,500,000 3,270,300,410 13,261,928 26,916,562,338 14,400,000,000 5,666,750,000 3,270,300,410 411,810,000 300,836,250
4,885,665,132
19,608,079,892
27,262,756,207
24,505,311,687
38,723,301,101
30,954,046,688
120
Lampiran 3 (lanjutan)
NO Tahun
8 2010
9 2011
10 2012
t
Uraian
Volume
Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
113 113 113 113 688
ha ha ha ha
1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 3 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
75 775 688 2350 463 463 463 463 463 463 1388
ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
75 1388 2350 663 663 663 663 663 663 1463
ha ha KK ha ha ha ha ha ha
1463 2350 688 688 688 688 688 688 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
Nilai
Nilai Sekarang
(Rp) 14,612,514 12,635,987 54,181,500 26,134,086 22,545,266 24,179,806,012 24,179,806,012 13,950,000,000 5,879,250,000 3,270,300,410 1,067,010,000 1,215,596,250 32,664,365 51,773,999 222,000,306 107,080,368 40,424,006 25,836,099,704 22,466,173,656 1,350,000,000 11,835,500,000 3,270,300,410 1,739,937,500 1,905,750,000 44,128,556 74,138,577 329,883,825 159,117,264 60,052,177 20,768,808,309 15,704,202,880 12,473,000,000 3,270,300,410 2,473,765,000 1,995,592,500 50,150,729 83,096,165 341,870,882 164,899,142 85,313,667 20,937,988,495 13,767,067,310
121
Lampiran 3 (lanjutan) NO Tahun
11
2013
12
2014
13
2015
14
2016
15
2017
t
Uraian
4 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 5 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 6 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 7 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 8 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah
Volume
1463 2350 1388 1388 1388 1388 1388 1388 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 3,270,300,410 3,610,792,500 3,533,524,345 350,986,979 166,637,183 677,508,495 326,791,707 115,219,161 24,524,760,779 12,473,000,000 3,270,300,410 4,759,510,000 3,985,740,000 128,828,229 191,331,405 713,469,667 344,137,339 150,204,543 26,016,521,593 12,473,000,000 3,270,300,410 5,483,537,500 3,985,740,000 128,828,229 194,487,964 713,469,667 344,137,339 190,566,569 26,784,067,679 12,473,000,000 3,270,300,410 5,897,937,500 3,985,740,000 128,828,229 200,363,570 713,469,667 344,137,339 236,457,537 27,250,234,252 12,473,000,000 3,270,300,410 6,746,337,500 3,985,740,000 128,828,229 247,569,506 713,469,667 344,137,339 288,020,141 28,197,402,792
Nilai Sekarang
14,022,111,573
12,934,809,269
11,579,491,588
10,244,372,402
9,217,780,991
122
Lampiran 3 (lanjutan) NO Tahun
16
2018
17
2019
18
2020
19
2021
t
Uraian
9 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 10 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 11 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 12 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah
Volume
1463 2350 1463 1463 113 113 1350 1350 1350 1350
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1350 2172 1350 1350 350 350 1000 1000 1000 1000
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1000 1632 1000 1000 200 200 800 800 800 800
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
800 1225 800 800 25 800 775 775 775 775
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 2,863,951,334 6,938,487,500 3,985,740,000 9,543,758,693 345,389,083 114,215,715 236,789,877 659,288,167 318,003,254 37,478,623,623 11,500,000,000 3,022,592,549 4,982,337,500 3,684,903,750 30,517,866,396 355,041,372 96,163,864 167,795,644 491,469,361 237,056,971 55,055,227,406 8,512,500,000 2,271,119,263 3,248,000,000 2,770,143,750 18,213,097,510 257,627,536 84,699,673 156,956,670 383,585,843 185,020,075 36,082,750,320 6,806,250,000 1,704,731,065 2,352,000,000 2,079,990,000 2,411,669,718 205,621,792 78,677,499 155,080,694 371,598,785 179,238,197 16,344,857,751
Nilai Sekarang
10,653,763,951
13,608,810,207
7,755,742,638
3,054,970,782
123
Lampiran 3 (lanjutan) NO Tahun
20
2022
21
2023
t
Uraian
13 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 14 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jumlah
Sumber : Hasil analisis data
Volume
775 1172 775 775 700 775 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
75 127 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha
Nilai (Rp) 6,593,750,000 1,630,975,353 2,240,000,000 1,990,147,500 59,022,793,051 226,963,891 13,618,155 15,007,809 35,961,173 17,345,632 71,786,562,563 637,500,000 176,735,384 336,000,000 216,438,750 8,045,204,331 27,728,074 9,439,606,539
Nilai Sekarang
11,667,323,331
1,334,086,924
124
Lampiran 4 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN Pada Keberhasilan 50% NO
1
2
3
4
5
6
Tahun
t
Uraian
2003 -6 Pembuatan HR Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 tahun Hijauan pakan ternak jumlah 2004 -5 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak jumlah 2005 -4 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak jumlah 2006 -3 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2007 -2 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2008 -1 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah
Volume
113 113 113 178
ha ha ha KK
350 113 463 350 718
ha ha ha ha KK
200 350 113 663 200 1125
Ha Ha Ha Ha Ha KK
25 200 350 688 25 1178 113
ha ha ha ha ha KK ha
700 25 200 1275 113 700 2223 313
ha ha ha ha ha ha KK ha
75 700 25 1000 463 75 2350 663
ha ha ha ha ha ha KK ha
Nilai
Nilai Sekarang
(Rp)
(Rp)
1,864,500,000 247,707,861 2,112,207,861 8,749,500,000 999,181,146 9,748,681,146 14,022,000,000 1,565,569,345 15,587,569,345 14,472,000,000 1,639,325,056 1,041,915 16,112,366,972 25,207,500,000 973,000,000 3,093,565,026 4,916,677 29,278,981,702 19,672,500,000 3,960,500,000 3,270,300,410 10,209,176 26,913,509,585
4,885,665,132
19,608,079,892
27,262,756,207
24,504,896,118
38,721,453,301
30,950,536,023
125
Lampiran 4 (lanjutan) NO
Tahun
7
8
2009
2010
9
2011
10
2012
t
Uraian
Volume
0 Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
75 700 800 663 2350 113 113 113 113 113 113 688
ha ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu Bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 3 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
75 775 688 2350 463 463 463 463 463 463
ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha
75 1388 2350 663 663 663 663 663 663
ha ha KK ha ha ha ha ha ha
1463 2350 688 688 688 688 688 688
ha KK ha ha ha ha ha ha
Nilai
Nilai Sekarang
(Rp)
(Rp)
14,400,000,000 5,666,750,000 3,270,300,410 294,150,000 150,418,125 17,887,347 23,799,505,882
23,799,505,882
13,950,000,000 5,879,250,000 3,270,300,410 762,150,000 607,798,125 -
32,442,691 24,501,941,225 1,350,000,000 11,835,500,000 3,270,300,410 1,242,812,500 952,875,000 48,101,213 18,699,589,122 12,473,000,000 3,270,300,410 1,766,975,000 997,796,250 69,176,408 18,577,248,068
21,306,035,848
14,139,575,896
12,214,842,158
126
Lampiran 4 (lanjutan) NO Tahun 11
2013
12
2014
13
2015
14
2016
15
2017
t
Uraian 4 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 5 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 6 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 7 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 8 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah
Volume 1463 2350 1388 1388 1388 1388 1388 1388
ha KK ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 3,270,300,410 2,519,137,500 1,766,762,172 94,007,785 20,123,207,867 12,473,000,000 3,270,300,410 3,309,650,000 1,992,870,000 123,149,406 21,168,969,815 12,473,000,000 3,270,300,410 3,796,812,500 1,992,870,000 156,966,939 21,689,949,849 12,473,000,000 3,270,300,410 4,062,812,500 1,992,870,000 195,628,526 21,994,611,435 12,473,000,000 3,270,300,410 4,578,812,500 1,992,870,000 239,293,057 22,554,275,967
Nilai Sekarang (Rp)
11,505,509,409
10,524,719,302
9,377,163,874
8,268,589,117
7,373,032,821
127
Lampiran 4 (lanjutan) NO Tahun 16
2018
17
2019
18
2020
19
2021
t
Uraian 9 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 10 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 11 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 12 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah
Volume 1463 2350 1463 1463 113 1350 1350 1350 1350 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1350 2172 1350 1350 350 350 1000 1000 1000 1000
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1000 1632 1000 1000 200 1150 800 800 800 800
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
800 1225 800 800 25 800 775 775 775 775
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 2,863,951,334 4,716,062,500 1,992,870,000 6,816,970,495 288,111,646 29,150,965,974 11,500,000,000 3,022,592,549 3,318,812,500 1,842,451,875 21,798,475,997 295,674,193 41,778,007,114 8,512,500,000 2,271,119,263 2,336,000,000 1,385,071,875 13,009,355,364 213,037,208 27,727,083,711 6,806,250,000 1,704,731,065 1,440,000,000 1,039,995,000 1,722,621,227 167,893,872 12,881,491,164
Nilai Sekarang (Rp)
8,286,523,901
10,326,884,411
5,959,748,729
2,407,642,804
128
Lampiran 4 (lanjutan) NO Tahun 20
2022
21
2023
t
Uraian 13 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 14 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jumlah JUMLAH
Sumber : Hasil analisis data
Volume 775 1172 775 775 700 700 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
75 127 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha
Nilai (Rp) 6,593,750,000 1,630,975,353 1,360,000,000 995,073,750 42,159,137,893 185,435,000 52,924,371,996 637,500,000 176,735,384 240,000,000 54,109,688 5,746,574,522 23,846,979 6,878,766,572
Nilai Sekarang (Rp)
8,601,690,039
972,166,848 300,997,017,714
129
Lampiran 5 Pendugaan Nilai Manfaat GERHAN Pada Keberhasilan 30% NO
1
2
3
4
5
6
Tahun
t
Uraian
2003 -6 Pembuatan HR Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 tahun Hijauan pakan ternak jumlah 2004 -5 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak jumlah 2005 -4 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak jumlah 2006 -3 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2007 -2 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah 2008 -1 Pembuatan HR Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim budidaya empon-empon Sewa lahan 15 th Hijauan pakan ternak Jasa penyerapan karbon jumlah
Volume
113 113 113 178
ha ha ha KK
350 113 463 350 718
ha ha ha ha KK
200 350 113 663 200 1125
Ha Ha Ha Ha Ha KK
25 200 350 688 25 1178 113
ha ha ha ha ha KK ha
700 25 200 1275 113 700 2223 463
ha ha ha ha ha ha KK ha
75 700 25 1000 463 75 2350 663
ha ha ha ha ha ha KK ha
Nilai
Nilai Sekarang
(Rp)
(Rp)
1,864,500,000 247,707,861 2,112,207,861 8,749,500,000 999,181,146 9,748,681,146 14,022,000,000 1,565,569,345 15,587,569,345 14,472,000,000 1,639,325,056 625,149 16,111,950,206 25,207,500,000 973,000,000 3,093,565,026 2,950,006 29,277,015,032 19,672,500,000 3,960,500,000 3,270,300,410 6,125,505 26,903,300,410
4,885,665,132
19,608,079,892
27,262,756,207
24,504,262,269
38,718,852,379
30,938,795,471
130
Lampiran 5 (Lanjutan) NO
Tahun
7
2009
8
2010
9
2011
10
2012
t
Uraian 0 Pemeliharaan HR th-1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 1 Pemeliharaan HR th-2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 2 Budidaya tanaman semusim Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 3 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah
Volume 75 700 800 663 2350 113 113 113 113 113 113 688
ha ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
75 775 688 2350 463 463 463 463 463 463 1388
ha ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
75 1388 2350 663 663 663 663 663 663 1463
ha ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 688 688 688 688 688 688 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 14,400,000,000 5,666,750,000 3,270,300,410 176,490,000 90,250,875 10,732,408 23,614,523,693 13,950,000,000 5,879,250,000 3,270,300,410 457,290,000 364,678,875 19,465,614 23,940,984,899 1,350,000,000 11,835,500,000 3,270,300,410 745,687,500 571,725,000 28,860,728 17,802,073,637 12,473,000,000 3,270,300,410 1,060,185,000 598,677,750 41,505,845 17,443,669,004
Nilai Sekarang (Rp)
23,614,523,693
20,818,247,738
13,460,925,246
11,469,495,524
131
Lampiran 5 (Lanjutan) NO
Tahun
11
2013
12
2014
13
2015
14
2016
15
2017
t
Uraian
4 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 5 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon jumlah 6 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 7 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah 8 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jasa penyerapan karbon Jumlah
Volume 1463 2350 1388 1388 1388 1388 1388 1388 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
1463 2350 1463 1463 1463 1463 1463 1463 1463
ha KK ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 3,270,300,410 1,511,482,500 1,060,057,303 56,404,671 18,371,244,884 12,473,000,000 3,270,300,410 1,985,790,000 1,195,722,000 73,889,644 18,998,702,053 12,473,000,000 3,270,300,410 2,278,087,500 1,195,722,000 94,180,164 19,311,290,073 12,473,000,000 3,270,300,410 2,437,687,500 1,195,722,000 117,377,115 19,494,087,025 12,473,000,000 3,270,300,410 2,747,287,500 1,195,722,000 143,575,834 19,829,885,744
Nilai Sekarang (Rp)
10,503,818,888
9,445,712,662
8,348,803,611
7,328,549,372
6,482,424,825
132
Lampiran 5 (lanjutan) NO
16
17
18
19
Tahun
2018
t
Uraian
9 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 2019 10 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 2020 11 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 2021 12 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah
Volume
1463 2350 1463 1463 113 113 1350 1350 1350 1350
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1350 2172 1350 1350 350 1350 1000 1000 1000 1000
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
1000 1632 1000 1000 200 1000 800 800 800 800
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
800 1225 800 800 25 800 775 775 775 775
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
Nilai (Rp) 12,473,000,000 2,863,951,334 2,829,637,500 1,195,722,000 4,090,182,297 172,866,987 23,625,360,118 11,500,000,000 3,022,592,549 1,991,287,500 1,105,471,125 13,079,085,598 177,404,516 30,875,841,288 8,512,500,000 2,271,119,263 1,760,000,000 831,043,125 7,805,613,219 127,822,325 21,308,097,932 6,806,250,000 1,704,731,065 864,000,000 623,997,000 1,033,572,736 100,736,323 11,133,287,124
Nilai Sekarang (Rp)
6,715,801,852
7,632,035,755
4,580,031,239
2,080,890,969
133
Lampiran 5 (lanjutan) NO
20
21
Tahun
t
Uraian
2022 13 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jasa pengendalian erosi Hasil air Nilai pilihan flora+fauna Nilai keberadaan Jumlah 2023 14 Budidaya empon-empon Hijauan pakan ternak Pemanenan tanaman MPTS Kayu bakar Pemanenan kayu jati Jasa penyerapan karbon Jumlah JUMLAH
Sumber : Hasil analisis data
Volume
775 1172 775 775 700 775 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha ha ha ha ha
75 127 75 75 75 75
ha KK ha ha ha ha
Nilai (Rp) 6,593,750,000 1,630,975,353 816,000,000 597,044,250 25,295,482,736 111,261,000 35,044,513,339 637,500,000 176,735,384 144,000,000 19,479,488 3,447,944,713 14,308,187 4,439,967,772
Nilai Sekarang (Rp)
5,695,713,146
627,494,687 284,722,880,556
Lampiran 6 Prediksi Hasil Kayu Jati Pada Masing-Masing Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan/Desa tahun tanam
Tahun 2003 Wirosari/Dokoro Tambakromo/Pakis Tambakromo/Maitan Tahun 2004 Ngaringan/Bandungsari Ngaringan/Pendem Ngaringan/Sumberagung Wirosari/Dokoro wirosari/Karangasem Wirosari/Tambakselo Wirosari/Tegalrejo Todanan/Pelemsengir Tambakromo/Pakis Tahun 2005 Wirosari/Dokoro Wirosari/Mojorebo Wirosari/Karangasem Wirosari/Tegalrejo Todanan/Pelemsengir Tahun 2006 Wirosari/Dokoro Tahun 2007 Wirosari/Wirosari wirosari/Karangasem Wirosari/Tambakselo Wirosari/Tambakselo
luas (ha)
jati jumlah ditanam (ph/ha)
% hidup*
63 25 25
350 320 320
25 25 75 50 50 25 50 25 25
TANAMAN KAYU prediksi prediksi prediksi vol / pohon volume volume umur 15 th per ha total (m3) (m3) (m3)
prediksi ukuran diameter th ke-15 (cm)
prediksi ukuran tinggi th ke-15 (m)
96 78 78
13.62 13.62 13.62
11.78 11.78 11.78
0.12 0.12 0.12
40 30 30
320 320 320 320 320 320 320 320 400
92 91 95 92 88 85 97 82 78
13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62
11.78 11.78 11.78 11.78 11.78 11.78 11.78 11.78 11.78
0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12
35 35 37 35 34 33 37 31 37
25 25 50 75 25
320 320 320 320 320
100 99 100 95 82
13.62 13.62 13.62 13.62 13.62
11.78 11.78 11.78 11.78 11.78
0.12 0.12 0.12 0.12 0.12
38 38 38 37 31
25
320
100
13.62
11.78
0.12
38
25 25 25 25
200 320 200 320
100 100 73 70
13.62 13.62 13.62 13.62
11.78 11.78 11.78 11.78
0.12 0.12 0.12 0.12
24 38 18 27
4,040 2,542 749 749 12,355 884 874 2,738 1,768 1,691 817 1,864 784 937 7,355 961 951 1,921 2,738 784 961 961 49,422 600 961 438 673
prediksi harga th ke-15 (Rp/m3)
2,984,005 2,984,005 2,984,005 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,184,814 3,385,623 3,385,623 3,385,623 3,385,623 3,385,623 3,586,432 3,787,241 3,787,241 3,787,241 3,787,241
Hasil Kayu (Rp)
12,056,631,970 7,584,842,651 2,235,894,659 2,235,894,659 39,348,314,294 2,814,680,409 2,784,086,057 8,719,390,399 5,629,360,819 5,384,606,001 2,600,519,944 5,935,304,342 2,497,416,976 2,982,949,347 24,900,881,869 3,252,338,841 3,219,815,453 6,504,677,682 9,269,165,697 2,654,884,196 3,445,242,454 3,445,242,454 72,745,733,801 2,273,841,292 3,638,146,068 1,659,904,143 2,550,340,394
Lampiran 6 (lanjutan)
NO
Kecamatan/Desa tahun tanam
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Wirosari/Dokoro Wirosari/Dokoro Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Mojorebo Wirosari/Mojorebo Tawangharjo/Kemadohbatur Tawangharjo/Kemadohbatur Tawangharjo/Godan Tawangharjo/Godan Tambakromo/Maitan Tahun 2008 35 Tawangharjo/Kemadohbatur 36 Wirosari/Dokoro Jumlah / rata-rata
luas (ha)
50 50 25 100 125 25 25 50 50 50 25 25
200 320 320 200 320 320 200 200 320 200 320 400
75 77 98 81 96 100 100 79 83 75 81 88
prediksi ukuran diameter th ke-15 (cm) 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62 13.62
50 25
320 320
82 89
13.62 13.62
1,463
jati jumlah % ditanam hidup* (ph/ha)
88
TANAMAN KAYU prediksi prediksi prediksi prediksi prediksi harga ukuran vol / pohon volume volume th ke-15 tinggi umur 15 th per ha total (Rp/m3) th ke-15 (m3) (m3) (m3) (m) 11.78 0.12 18 895 3,787,241 11.78 0.12 29 1,475 3,787,241 11.78 0.12 38 944 3,787,241 11.78 0.12 19 1,933 3,787,241 11.78 0.12 37 4,619 3,787,241 11.78 0.12 38 961 3,787,241 11.78 0.12 24 600 3,787,241 11.78 0.12 19 948 3,787,241 11.78 0.12 32 1,595 3,787,241 11.78 0.12 18 905 3,787,241 11.78 0.12 31 773 3,787,241 11.78 0.12 42 1,057 3,184,814 2,431 11.78 0.12 32 1,580 3,988,050 11.78 0.12 34 851 3,988,050
Hasil Kayu (Rp)
3,388,023,526 5,584,554,214 3,574,478,512 7,321,768,962 17,492,206,294 3,638,146,068 2,273,841,292 3,590,395,401 6,039,322,473 3,426,678,828 2,928,707,585 3,365,378,750 9,696,386,743 6,302,076,726 3,394,310,018
46,518
Sumber : Hasil analisis data * laporan keberhasilan tanaman sampai tahun 2009 (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, Dinas Kehutanan Kabupaten Blora)
Lampiran 7 Hasil Tanaman Semusim Pada Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto No
Kabupaten/Kec/Ds Jenis Komoditi
tahun 2003 1 Grobogan/Wirosari/Dokoro Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) Kacang tanah (MT II) 2 Tambakromo/Pakis Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) Kacang tanah (MT II) 3 Tambakromo/Maitan Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) Kacang tanah (MT II)
tahun 2004 4 Grobogan/Ngaringan/Bandungsari,Pendem, Sumberagung Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) Kacang tanah (MT II)
luas (ha)
1
produksi dan pendapatan tahun ke ….. 2 3
4
63 kg Rp kg Rp kg Rp
189,000 567,000,000 189,000 340,200,000 37,800 132,300,000
189,000 567,000,000 189,000 340,200,000 37,800 132,300,000
189,000 567,000,000 189,000 340,200,000 37,800 132,300,000
189,000 567,000,000 189,000 340,200,000 37,800 132,300,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 1,864,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 1,864,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 1,864,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 1,864,500,000
375,000 1,125,000,000 750,000 1,350,000,000 75,000 262,500,000
375,000 1,125,000,000 375,000 675,000,000 75,000 262,500,000
375,000 1,125,000,000 375,000 675,000,000 75,000 262,500,000
375,000 1,125,000,000 375,000 675,000,000 75,000 262,500,000
25 kg Rp kg Rp kg Rp 25 kg Rp kg Rp kg Rp
125 kg Rp kg Rp kg Rp
Lampiran 7 (lanjutan) No
Kabupaten/Kec/Ds Jenis Komoditi 5 Grobogan/Wirosari/Dokoro,Karangasem, Tambakselo, Tegalrejo Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) 6 Pati/Tambakromo/Pakis Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) 7 Blora/Todanan/Pelemsengir Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) Kacang tanah (MT II)
Tahun 2005 8 Wirosari/Dokoro,Mojorebo,Karangasem,Tegalrejo Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) 9 Blora/Todanan/Pelemsengir Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) Kacang tanah (MT II)
luas (ha) 175 kg Rp kg Rp
1
produksi dan pendapatan tahun ke ….. 2 3
4
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
75,000 225,000,000 125,000 225,000,000
75,000 225,000,000 125,000 225,000,000
75,000 225,000,000 125,000 225,000,000
75,000 225,000,000 125,000 225,000,000
75,000 225,000,000 150,000 270,000,000 15,000 52,500,000 6,075,000,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 6,075,000,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 6,075,000,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 6,075,000,000
525,000 1,575,000,000 1,750,000 3,150,000,000
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
525,000 1,575,000,000 875,000 1,575,000,000
75,000 225,000,000 150,000 270,000,000 15,000 52,500,000 5,272,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 3,562,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 3,562,500,000
75,000 225,000,000 75,000 135,000,000 15,000 52,500,000 3,562,500,000
25 kg Rp kg Rp 25 kg Rp kg Rp kg Rp
175 kg Rp kg Rp 25 kg Rp kg Rp kg Rp
Lampiran 7 (lanjutan) No
Kabupaten/Kec/Ds Jenis Komoditi
tahun 2006 10 Kab. Grob/Kec. Wirosari/Dokoro Padi gogo (MT I) Jagung (MT II)
tahun 2007 11 Kab. Grob/Kec.Wirosari/Wirosari,Karangasem, Tambakselo, Dokoro, Tegalrejo, Mojorebo Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) 12 Kab. Grob/Kec.Tawangharjo/Kemadohbatur Godan Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) 13 Kab. Pati/Kec. Tambakromo/Maitan Padi gogo (MT I) Jagung (MT II)
tahun 2008 14 Kab. Grob/Kec.Tawangharjo/Kemadohbatur Padi gogo (MT I) Jagung (MT II) 16 Wirosari/Dokoro Padi gogo (MT I) Jagung (MT II)
Jumlah
luas (ha)
1
produksi dan pendapatan tahun ke ….. 2 3
4
25 kg Rp kg Rp
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 465,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 465,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 465,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 465,000,000
1,600,000 4,800,000,000 5,000,000 9,000,000,000
1,600,000 4,800,000,000 5,000,000 9,000,000,000
1,600,000 4,800,000,000 5,000,000 9,000,000,000
1,600,000 4,800,000,000 5,000,000 9,000,000,000
560,000 1,680,000,000 875,000 1,575,000,000
560,000 1,680,000,000 875,000 1,575,000,000
560,000 1,680,000,000 875,000 1,575,000,000
560,000 1,680,000,000 875,000 1,575,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 17,520,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 17,520,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 17,520,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 17,520,000,000
160,000 480,000,000 250,000 450,000,000
160,000 480,000,000 250,000 450,000,000
160,000 480,000,000 250,000 450,000,000
160,000 480,000,000 250,000 450,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 1,395,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 1,395,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 1,395,000,000
80,000 240,000,000 125,000 225,000,000 1,395,000,000
500 kg Rp kg Rp 175 kg Rp kg Rp 25 kg Rp kg Rp
50 kg Rp kg Rp 25 kg Rp kg Rp 1463
139
Lampiran 8. Hasil Tanaman Empon-Empon Pada Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto No
Kabupaten/Kec/Ds tahun penanaman
tahun 2003 1 Grobogan/Wirosari/Dokoro 2 Tambakromo/Pakis 3 Tambakromo/Maitan tahun 2004 4 Grobogan/Ngaringan/Bandungsari,Pendem, Sumberagung 5 Grobogan/Wirosari/Dokoro,Karangasem, Tegalrejo, Tambakselo 6 Pati/Tambakromo/Pakis 7 Blora/Todanan/Pelemsengir Tahun 2005 8 Wirosari/Dokoro,Mojorebo,Karangasem,Tegalrejo 9 Blora/Todanan/Pelemsengir tahun 2006 11 Wirosari/Dokoro tahun 2007 12 Wirosari/Wirosari,Karangasem Tambak selo, Dokoro, Tegalrejo, Mojorebo 13 Tawangharjo/Kemadohbatur,Godan 14 Tambakromo/Maitan tahun 2008 15 Tawangharjo/Kemadohbatur 16 Wirosari/Dokoro
Sumber : Hasil analisis data
luas (ha)
jenis tanaman
63 laos temu lawak 25 kencur 25 kencur
315,000 220,500 125,000 125,000
125 laos temu lawak 175 laos temu lawak 25 kencur 25 kencur
625,000 437,500 875,000 612,500 125,000 125,000
175 laos temu lawak 25 kencur
875,000 612,500
25 laos temu lawak
125,000 87,500
500 laos temu lawak 175 laos temu lawak 25 kencur
2,500,000 1,750,000 875,000 612,500
50 laos temu lawak 25 laos temu lawak 1463
250,000 175,000 125,000 87,500
Nilai (Rp) 973,000,000 315,000,000 220,500,000 218,750,000 218,750,000 2,987,500,000 625,000,000 437,500,000 875,000,000 612,500,000 218,750,000 218,750,000 1,706,250,000 875,000,000 612,500,000 218,750,000 212,500,000 125,000,000 87,500,000 5,956,250,000 2,500,000,000 1,750,000,000 875,000,000 612,500,000 218,750,000 637,500,000 250,000,000 175,000,000 125,000,000 87,500,000
140
Lampiran 9 Perhitungan Nilai Ekonomi Hijauan pakan ternak Analisis Regresi Hijauan pakan ternak Descriptive Statistics: Y, X1, X2, X3, X4 Variable Q3 Y 80.00 X1 176.93 X2 850000 X3 3.000 X4 55.000 Variable Y X1 X2 X3 X4
N
N*
Mean
SE Mean
StDev
Minimum
Q1
Median
100
0
53.69
4.15
45.51
0.000000000
16.00
40.00
100
0
122.76
6.86
75.09
0.000000000
72.92
130.95
100
0
755625
19124
209490
300000
650000
800000
100
0
2.083
0.142
1.553
0.000000000
1.000
2.000
100
0
48.808
0.735
8.047
28.000
45.000
48.000
Maximum 200.00 303.57 1500000 7.000 70.000
Correlations: Y, X1, X2, X3, X4 Y 0.033 0.023
X1
X2
-0.015 0.868
0.148 0.107
X3
0.630 0.000
0.367 0.000
-0.020 0.832
X4
-0.118 0.020
-0.110 0.230
0.001 0.994
X1
X2
X3
-0.057 0.540
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Stepwise Regression: Y versus X3, X1, X2, X4 Alpha-to-Enter: 0.15
Alpha-to-Remove: 0.15
Response is Y on 4 predictors, with N = 120 Step Constant
1 15.26
2 27.18
3 56.85
X3 T-Value P-Value
18.4 8.80 0.000
20.9 9.61 0.000
20.9 9.64 0.000
141
X1 T-Value P-Value
-0.139 -3.09 0.003
-0.145 -3.23 0.002
X4 T-Value P-Value
-0.59 -1.51 0.135
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
35.5 39.65 39.14 11.1
34.3 44.19 43.24 3.5
34.1 45.27 43.85 3.3
Menentukan Nilai Ekonomi Hijauan pakan ternak 1.
Model yang digunakan Y = 56.8 - 0.145 X1 + 20.9 X3 – 0.589 X4 Dimana
Y = kebutuhan hijauan pakan ternak tiap KK (kg/hari) X1 = biaya pengadaan pakan (Rp/kg) X3 = jumlah ternak per KK (ekor) X4 = umur kepala keluarga 2. penentuan intersep baru Y = 56.8 - 0.145 X1 + 20.9 X3 – 0.589 X4 Y = 56.3 – 0.145X1 + 20.9(2.083)-0.589(48.808) Y = 71.58679 – 0.145X1 3. menginversi persamaan Y=f(X1), menjadi X1=f(Y) X1 = 493.702-6.89655Y 4. menduga kesediaan membayar (U)
U = ∫0 f (Y )δ y à U = ∫0 (493 .702 − 6.89655Y )δ y y
y
53.69
2 6.89655 = 493.702Y − 2 0
= 16566.8
5. Penentuan X1 pada saat Y X1 = 493.702-6.89655Y à X1 = 493.702-6.89655(53.69) X1 = 123.42612 6. Penentuan nilai yang dibayarkan konsumen pada saat harga saat X1 NHPT
= X1*Y = 123.42612 x 53.69 = 6626.7486
7. Penentuan surplus konsumen SK
= nilai kesediaan membayar- nilai yang dibayarkan = 16566.8-6626.75 = 9940.06
142
Lampiran 10. Pendugaan Nilai Hijauan Pakan Ternak dari Masing-Masing Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto No Kec/Desa I
Tahun 2003 1 Wirosari/Dokoro 2 Tambakromo/Pakis 3 Tambakromo/Maitan II Tahun 2004 4 Ngaringan/Bandungsari 5 Ngaringan/Pendem 6 Ngaringan/Sumberagung 7 Wirosari/Dokoro 8 wirosari/Karangasem 9 Wirosari/Tambakselo 10 Wirosari/Tegalrejo 11 Todanan/Pelemsengir 12 Tambakromo/Pakis III Tahun 2005 13 Wirosari/Dokoro 14 Wirosari/Mojorebo 15 Wirosari/Karangasem 16 Wirosari/Tegalrejo 17 Todanan/Pelemsengir IV Tahun 2006 18 Wirosari/Dokoro V tahun 2007 19 Wirosari/Wirosari 20 wirosari/Karangasem 21 Wirosari/Tambakselo 22 Wirosari/Tambakselo 23 Wirosari/Dokoro 24 Wirosari/Dokoro 25 Wirosari/Tegalrejo 26 Wirosari/Tegalrejo 27 Wirosari/Tegalrejo 28 Wirosari/Mojorebo 29 Wirosari/Mojorebo 30 Tawangharjo/Kemadohbatur 31 Tawangharjo/Kemadohbatur 32 Tawangharjo/Godan 33 Tawangharjo/Godan 34 Tambakromo/Maitan VI tahun 2008 35 Tawangharjo/Kemadohbatur 36 Wirosari/Dokoro JUMLAH
luas (ha)
113 63 25 25 350 25 25 75 50 50 25 50 25 25 200 25 25 50 75 25 25 25 700 25 25 25 25 50 50 25 100 125 25 25 50 50 50 25 25 75 50 25 1463
Sumber : Hasil analisis data
Jumlah Jumlah Ternak Nilai anggota Jumlah Hijauan Pakan Ternak Kelompok Pemilik Ternak Sapi Kambing (Rp/th) (KK) (KK) (ekor) (ekor) 6626.75 221 178 272 550 1,179,561 123 99 151 306 656,048 35 28 43 86 185,549 63 51 78 158 337,964 672 540 825 1669 3,578,444 81 65 99 201 430,739 87 70 107 216 463,872 147 118 180 365 781,956 148 119 182 368 788,583 42 34 52 105 225,309 47 38 58 117 251,816 40 32 49 99 212,056 38 30 46 93 198,802 42 34 52 105 225,309 507 407 784 1586 2,697,087 147 118 180 365 781,956 59 47 72 145 311,457 134 108 165 334 715,689 127 102 156 315 675,928 40 32 49 99 212,056 66 53 81 164 351,218 66 53 81 164 351,218 1303 1045 1593 2930 6,924,952 38 30 46 93 198,802 23 18 27 56 119,281 38 30 46 93 198,802 39 31 47 96 205,429 97 78 119 241 516,886 98 78 119 241 516,886 47 38 58 117 251,816 90 73 111 225 483,753 239 192 292 293 1,272,336 68 55 84 170 364,471 65 52 79 161 344,591 108 87 133 269 576,527 91 73 111 226 483,753 163 131 200 405 868,104 51 41 63 127 271,697 48 38 58 117 251,816 159 127 194 392 841,597 110 88 134 272 583,154 49 39 60 120 258,443 2928
2350
3749
7291
143
Lampiran 11. Pendugaan Nilai Kayu Bakar dari Lokasi GERHAN di Sub DAS Tirto No
Lokasi
Tahun 2003 1 Wirosari/Dokoro 2 Tambakromo/Pakis 3 Tambakromo/Maitan II Tahun 2004 4 Ngaringan/Bandungsari 5 Ngaringan/Pendem 6 Ngaringan/Sumberagung 7 Wirosari/Dokoro 8 wirosari/Karangasem 9 Wirosari/Tambakselo 10 Wirosari/Tegalrejo 11 Todanan/Pelemsengir 12 Tambakromo/Pakis III Tahun 2005 13 Wirosari/Dokoro 14 Wirosari/Mojorebo 15 Wirosari/Karangasem 16 Wirosari/Tegalrejo 17 Todanan/Pelemsengir IV Tahun 2006 18 Wirosari/Dokoro V tahun 2007 19 Wirosari/Wirosari 20 wirosari/Karangasem 21 Wirosari/Tambakselo 22 Wirosari/Tambakselo 23 Wirosari/Dokoro 24 Wirosari/Dokoro 25 Wirosari/Tegalrejo 26 Wirosari/Tegalrejo 27 Wirosari/Tegalrejo 28 Wirosari/Mojorebo 29 Wirosari/Mojorebo 30 Tawangharjo/Kemadohbatur 31 Tawangharjo/Kemadohbatur 32 Tawangharjo/Godan 33 Tawangharjo/Godan 34 Tambakromo/Maitan VI tahun 2008 35 Tawangharjo/Kemadohbatur 36 Wirosari/Dokoro JUMLAH
anggota peserta (KK)
Luas (ha)
I
Sumber : Hasil analisis data
63 25 25
123 35 63
25 25 75 50 50 25 50 25 25
81 87 147 148 42 47 40 38 42
25 25 50 75 25
147 59 134 127 40
25
66
25 25 25 25 50 50 25 100 125 25 25 50 50 50 25 25
38 23 38 39 97 98 47 90 239 68 65 108 91 163 51 48
50 25 1463
110 49 2928
Kebutuhan ky.bakar (Sm/th) 7,557 4,206 1,197 2,154 22,979 2,770 2,975 5,027 5,061 1,436 1,607 1,368 1,299 1,436 17,337 5,027 2,017 4,582 4,343 1,368 2,257 2,257 44,556 1,299 786 1,299 1,334 3,317 3,351 1,607 3,078 8,173 2,325 2,223 3,693 3,112 5,574 1,744 1,641 5,437 3,761 1,676
Nilai Kayu Bakar per tahun (Rp) 300,836,250 167,433,750 47,643,750 85,758,750 914,760,000 110,261,250 118,428,750 200,103,750 201,465,000 57,172,500 63,978,750 54,450,000 51,727,500 57,172,500 690,153,750 200,103,750 80,313,750 182,407,500 172,878,750 54,450,000 89,842,500 89,842,500 1,773,708,750 51,727,500 31,308,750 51,727,500 53,088,750 132,041,250 133,402,500 63,978,750 122,512,500 325,338,750 92,565,000 88,481,250 147,015,000 123,873,750 221,883,750 69,423,750 65,340,000 216,438,750 149,737,500 66,701,250
Lampiran 12 Pendugaan Nilai Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
No
Desa /Kec.
Tahun 2003 1 Wirosari/Dokoro 2 Tambakromo/Pakis 3 Tambakromo/Maitan Tahun 2004 4 Ngaringan/Bandungsari 5 Ngaringan/Pendem 6 Ngaringan/Sumberagung 7 Wirosari/Dokoro 8 wirosari/Karangasem 9 Wirosari/Tambakselo 10 Wirosari/Tegalrejo 11 Todanan/Pelemsengir 12 Tambakromo/Pakis Tahun 2005 13 Wirosari/Dokoro 14 Wirosari/Mojorebo 15 Wirosari/Karangasem 16 Wirosari/Tegalrejo 17 Todanan/Pelemsengir Tahun 2006 18 Wirosari/Dokoro
luas (ha)
113 63 25 25 350 25 25 75 50 50 25 50 25 25 200 25 25 50 75 25 25 25
pengurangan erosi (ton/th) 3,473.8 1,964.3 1,340.2 169.3 5,853.6 183.9 183.9 327.2 1,344.1 379.5 212.9 379.5 1,502.3 1,340.2 4,069.4 672.1 18.9 302.7 1,573.4 1,502.3 1,502.3 1,502.3
Dampak On-site Jumlah Pupuk Pengganti (kg) Urea (N) SP36 (P) KCL (K) N = 46% P = 36% K = 60% 3,851.40 2,177.78 1,485.93 187.70 6,318.15 99.95 99.95 519.26 1,490.25 420.78 115.69 420.78 1,665.57 1,485.93 4,511.73 745.13 20.97 335.58 1,744.47 1,665.57 1,665.57 1,665.57
90.97 56.81 30.33 3.83 161.55 8.33 8.33 10.08 38.87 10.98 9.65 10.98 34.00 30.33 108.24 19.44 0.55 8.75 45.50 34.00 43.45 43.45
73.53 41.58 28.37 3.58 122.16 3.86 3.86 5.28 28.45 8.03 4.47 8.03 31.80 28.37 86.14 14.23 0.40 6.41 33.30 31.80 31.80 31.80
Nilai pengen dalian erosi (Rp/th) 14,176,170 8,028,810 5,457,937 689,424 17,316,583 394,927 394,927 1,875,911 5,494,101 1,551,275 457,118 1,551,275 139,113 5,457,937 10,953,036 2,611,854 136,060 1,500,223 6,416,609 288,290 5,833,472 5,833,472
Dampak off-site pengurangan Nilai pengurangan sedimentasi sedimentasi 3 m /th (Rp/th) 341.95 193.36 131.93 16.66 576.22 18.10 18.10 32.21 132.31 37.36 20.95 37.36 147.88 131.93 400.58 66.16 1.86 29.80 154.89 147.88 147.88 147.88
436,344 246,731 168,348 21,265 735,269 23,100 23,100 41,100 168,838 47,672 26,738 47,672 188,701 168,348 511,155 84,419 2,376 38,020 197,640 188,701 188,701 188,701
Total Nilai (Rp/th) 14,612,514 8,275,541 5,626,284 710,689 18,051,852 418,027 418,027 1,917,011 5,662,938 1,598,947 483,856 1,598,947 327,813 5,626,284 11,464,191 2,696,272 138,437 1,538,242 6,614,248 476,991 6,022,173 6,022,173
Lampiran 12 (Lanjutan) No
Desa /Kec.
Tahun 2007 Wirosari/Wirosari wirosari/Karangasem Wirosari/Tambakselo Wirosari/Tambakselo Wirosari/Dokoro Wirosari/Dokoro Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Tegalrejo Wirosari/Mojorebo Wirosari/Mojorebo Tawangharjo/Kemadohbatur Tawangharjo/Kemadohbatur Tawangharjo/Godan Tawangharjo/Godan Tambakromo/Maitan Tahun 2008 35 Tawangharjo/Kemadohbatur 36 Wirosari/Dokoro 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
luas (ha)
700 25 25 25 25 50 50 25 100 125 25 25 50 50 50 25 25 75 50 25 1463
pengurangan erosi (ton/th) 15,841.80 19.2 119.6 753.9 753.9 225.1 225.1 672.1 2,688.30 3,360.40 18.9 18.9 3,232.40 3,232.40 234.9 117.5 169.3 4,734.70 3,232.40 1,502.30
Dampak On-site Jumlah Pupuk Pengganti (kg) Urea (N) SP36 (P) KCL (K) N = 46% P = 36% K = 60% 16,880.01 21.24 132.57 409.73 409.73 249.59 249.59 745.13 2,980.50 3,725.63 20.97 20.97 3,583.73 3,583.73 372.8 186.4 187.7 5,249.31 3,583.73 1,665.57
482.46 0.55 3.46 34.17 34.17 6.51 6.51 19.44 77.74 97.18 0.55 0.55 93.48 93.48 7.23 3.62 3.83 136.92 93.48 43.45
333.29 0.41 2.53 15.83 15.83 4.77 4.77 14.23 56.9 71.13 0.4 0.4 68.42 68.42 3.79 1.89 3.58 100.22 68.42 31.8
Nilai pengen dalian erosi (Rp/th) 63,069,466 99,074 648,913 1,618,959 1,480,650 920,171 1,012,685 3,164,388 11,127,314 13,043,605 77,324 742,480 13,212,137 12,585,060 1,325,807 1,321,476 689,424 13,212,137 13,212,137 6,140,465
Dampak off-site pengurangan Nilai pengurangan sedimentasi sedimentasi 3 m /th (Rp/th) 1,559.43 1.89 11.77 74.21 74.21 22.16 22.16 66.16 264.63 330.79 1.86 1.86 318.19 318.19 23.12 11.56 16.66 466.07 318.19 147.88
1,989,879 2,406 15,020 94,697 94,697 28,277 28,277 84,419 337,675 422,094 2,376 2,376 406,018 406,018 29,508 14,754 21,265 406,018 406,018 188,701
Total Nilai (Rp/th) 65,059,345 101,479 663,933 1,713,656 1,575,347 948,448 1,040,963 3,248,807 11,464,989 13,465,699 79,700 744,856 13,618,155 12,991,079 1,355,315 1,336,230 710,689 13,618,155 13,618,155 6,329,166
146
Lampiran 13. Pendugaan Nilai Ekonomi Air Untuk Keperluan Rumah Tangga
Descriptive Statistics: Y, x1, x2, x3, x4, x5 Variable Q3 Y 45.630 x1 1897 x2 850000 x3 5.000 x4 55.000 x5 1.0000 Variable Y x1 x2 x3 x4 x5
N
N*
Mean
SE Mean
StDev
Minimum
Q1
Median
100
0
39.214
0.647
6.474
22.810
36.500
36.500
100
0
1816
237
2368
217
457
1041
100
0
765700
21138
211381
350000
675000
787500
100
0
4.620
0.108
1.080
2.000
4.000
4.500
100
0
48.810
0.776
7.763
28.000
44.250
48.000
100
0
1.1900
0.0443
0.4426
1.0000
1.0000
1.0000
Maximum 45.630 13714 1500000 8.000 70.000 3.0000
Correlations: Y, x1, x2, x3, x4, x5 Y -0.249 0.012
x1
x2
0.062 0.542
-0.450 0.000
x3
-0.496 0.000
-0.504 0.000
0.302 0.002
x4
-0.190 0.058
-0.112 0.266
0.047 0.642
0.224 0.025
x5
0.193 0.055
-0.092 0.362
0.110 0.275
-0.016 0.871
x1
x2
x3
x4
-0.383 0.000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Stepwise Regression: Y versus x1, x3 Alpha-to-Enter: 0.15
Alpha-to-Remove: 0.15
147
Response is Y on 2 predictors, with N = 100 Step Constant
1 52.96
2 65.65
x3 T-Value P-Value
-2.97 -5.66 0.000
-5.00 -10.97 0.000
x1 T-Value P-Value
-0.00183 -8.81 0.000
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
5.65 24.64 23.87 78.7
4.23 58.15 57.29 3.0
Regression Analysis: Y versus x1, x3 The regression equation is Y = 65.6 - 0.00183 x1 - 5.00 x3 Predictor Constant x1 x3
Coef 65.645 -0.0018326 -5.0008
S = 4.23130
SE Coef 2.358 0.0002080 0.4558
R-Sq = 58.1%
T 27.84 -8.81 -10.97
P 0.000 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 57.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 2 97 99
SS 2413.0 1736.7 4149.7
MS 1206.5 17.9
F 67.39
P 0.000
Penentuan Nilai Ekonomi Air Rumah Tangga 1. Model yang digunakan Y = 65.6-0.00183X1-5.00X3 Dimana Y = X1 = X3 =
konsumsi air per kapita (m3/tahun) biaya pengadaan air (Rp/m3) jumlah anggota keluarga (orang/KK)
2. penentuan intersep baru Y = 65.6-0.00183X1-5.00X3 Y = 65.6-0.00183X1-5.00(4.620) à Y = 42.5 – 0.00183X1 3. menginversi persamaan Y=f(X1), menjadi X1=f(Y)
148
X1 =
42.5 − Y = 23224 .04 − 546.558Y 0.00183
4. menduga kesediaan membayar (U) (Rp/kapita/tahun) y
U = ∫0 f (Y )δ y
U = ∫0 (23224 .04 − 546 .558Y )δ y y
39 .214
2 546 .558Y = 23224 .04Y − 2 0 = 490558.99 5. Penentuan X1 pada saat Y
X1 = 23244.04-546.558Y X1 = 23244.04-546.558(39.214) X1 = 1796 6. Penentuan nilai yang dibayarkan konsumen pada saat harga saat X1 (Rp/kapita/tahun) NHART = X1*Y = 1796 x 39.214 = 70413.61 7. Penentuan surplus konsumen (Rp/kapita/tahun) SK
= nilai kesediaan membayar- nilai yang dibayarkan = 490558.99-70413.61 = 420145
149
Lampiran 14. Rekapitulasi Hasil Wawancara Faktor Penyebab Kegagalan GERHAN No Pertanyaan Skore Jumlah responden 1 Keterlibatan dalam perencanaan rehabilitasi a. sangat terlibat 1 55 b. terlibat 2 28 c. cukup terlibat 3 11 d. kurang terlibat 4 3 e. tidak terlibat 5 3 Jumlah 100 2 Kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungan a. sangat sesuai 1 55 b. sesuai 2 35 c. cukup sesuai 3 15 d. kurang sesuai 4 3 e. tidak sesuai 5 2 Jumlah 100 3 Kesesuaian jenis tanaman dengan usulan a. sangat sesuai 1 49 b. sesuai 2 17 c. cukup sesuai 3 32 d. kurang sesuai 4 1 e. tidak sesuai 5 1 Jumlah 100 4 Kualitas bibit yang diterima a. bibit unggul anjuran 1 51 b. bibit unggul lokal 2 48 c. bibit lokal asalan 3 1 Jumlah 100 5 Kondisi bibit waktu diterima a. sangat baik 1 2 b. baik 2 51 c. cukup baik 3 45 d. kurang baik 4 1 e. tidak baik 5 1 Jumlah 100 6 Kemudahan pemasaran hasil produk a. mudah 1 21 b. sedang 2 38 c. sulit 3 41 Jumlah 100
150
Lampiran 14 (lanjutan) No Pertanyaan 7
Skore
Jumlah responden
8
Insentif/penghargaan untuk RHL a. sangat banyak 1 5 b. banyak 2 49 c. cukup 3 36 d. sedikit 4 4 e. tidak ada 5 6 Jumlah 100 Kapasitas instansi terkait dilihat dari kecukupan tenaga teknis, penyuluhan dan logistik a. sangat memadai 1 58 b. memadai 2 6 c. cukup 3 34 d. kurang memadai 4 1 e. tidak memadai 5 1 Jumlah 100
9
Keterpaduan pelaksanaan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas
a. sangat baik b. baik c. cukup baik d. kurang baik e. tidak baik Jumlah 10
Kejelasan pembagian hak dan kewajiban para pihak a. sangat jelas b. jelas c. cukup jelas d. kurang jelas e. tidak jelas
Jumlah Sumber : data primer
1 2 3 4 5
52 2 42 2 2 100
1 2 3 4 5
52 1 43 1 3 100
151
Analsisis Regresi Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN Stepwise Regression: M versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 Alpha-to-Enter: 0.15 Alpha-to-Remove: 0.15 Response is M on 10 predictors, with N = 100 Step Constant
1 0.068979
2 -0.008170
0.0451 5.68 0.000
0.0458 6.87 0.000
0.0448 6.89 0.000
0.0453 7.01 0.000
0.0439 6.47 0.000
0.0297 3.46 0.001
0.0276 3.19 0.002
0.0227 2.57 0.012
0.0189 2.08 0.040
X7 T-Value P-Value X1 T-Value P-Value
3 4 -0.021491 -0.050066
X9 T-Value P-Value X6 T-Value P-Value
0.0116 1.54 0.126
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
0.0705 24.78 24.01 51.6
0.0593 47.44 46.36 9.2
0.0576 50.83 49.29 4.5
0.0572 52.03 50.01 4.2
Regression Analysis: M versus X7, X1, X9, X6 The regression equation is M = - 0.0501 + 0.0453 X7 + 0.0276 X1 + 0.0189 X9 + 0.0116 X6
Predictor Constant X7 X1 X9 X6
Coef -0.05007 0.045277 0.027564 0.018903 0.011564
S = 0.0572197
SE Coef 0.02771 0.006458 0.008650 0.009086 0.007492
R-Sq = 52.0%
PRESS = 0.349008
T -1.81 7.01 3.19 2.08 1.54
P 0.074 0.000 0.002 0.040 0.126
VIF 1.0 1.7 1.8 1.3
R-Sq(adj) = 50.0%
R-Sq(pred) = 46.17%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 4 95 99
SS 0.337361 0.311039 0.648400
MS 0.084340 0.003274
F 25.76
P 0.000