POKOK BAHASAN 12. BIJI DAN EMBRIO
Setelah pembuahan, bakal biji berkembang menjadi biji. Integumen berkembang menjadi kulit biji atau testa. Sel telur yang dibuahi atau zigot berkembang menjadi embrio, dan sel endosperm primer, membelah menghasilkan endosperm. Biji yang tidak mempunyai endosperm (eksalbumin) menyimpan makanan cadangan pada kotiledon. Pada beberapa jenis tumbuhan, dijumpai adanya arilus, yang merupakan pertumbuhan funikulus ke arah luar, misalnya pada Myristica fragans. Biji mempunyai bentuk, ukuran , warna, struktur dan permukaan yang bervariasi.
Gambar 12.1 Diagram penempang lintang biji
12.1.
Struktur anatomi biji Biji tersusun oleh jaringan-jaringan:
Kulit biji Kulit biji merupakan bagian terluar dari biji. Pada Angiospermae bakal biji mempunyai satu atau dua integumen. Pada umumnya semua bagian yang menyusun integumen berperan dalam pembentukan kulit biji. Sering pada biji tertentu jaringan integumen mengalami keruakan karena adanya perkembangan jaringan lain pada biji, sehingga kulit biji berasal dari bagian yang tersisa di dalam integumen. Gosypium sp. Mempunyai ovulum yang bitegmik, dan kedua integumen berperan dalam pembentukan kulit biji. Perubahan-perubahan histologis tampak jelas 6 hari setelah pembuahan. Struktur anatomi kulit biji sangat bervaniasi untuk setiap jenis tumbuhan. Sel-sel parenkim pada integumen mengalami diferensiasi menjadi aerenkim, kolenkim, selsel tempat cadangan makanan, sel-sel tanin, sel kristal, sel gabus, sel sklerenkim dan lain-lain. Pada beberapa tumbuhan suatu keadaan yang ekstrim adalah tidak adanya kulit biji pada biji masak. Ini dijumpai pada taksa yang ovulumnya mengalami reduksi. Misalnya pada Crinum (Amaryllidaceae), Santalaceae, dan Lorantaceae, pada beberapa jenis suku Apocynaceae dan Rubiaceae yang ovulumnya berkembang dengan baik. Mengenai susunan kulit biji pada biji keras, di sebelah luar terdapat epidermis, atau sering tanpa epidermis, tetapi langsung jaringan yang sel-selnya berdinding tebal, mempunyai ukuran yang panjang, tersusun seperti jaringan tiang pada daun. Ini disebut jaringan palisade dan sel-
Universitas Gadjah Mada
1
selnya dikenal sebagai makrosklereida. Di sebelah dalam lapisan ini mungkin masih dijumpai adanya jaringan yang sel-selnya berdinding tebal disebut osteosklereida.
Gambar 12.2 Berbagai macam struktur kulit biji
Gambar 12.3 Diagram
bagian-bagian
biji
yang
meliputi kulit biji, lapisan aleuron dan endosperm
Selain itu masih dijumpai lagi sel-sel parenkim, sel-sel kristal atau sel-sel yang mengandung pigmen. Pada permukaan kulit biji, pengamatan dengan dengan menggunakan mikroskop elektron skaning
menunjukkan adanya ornamentasi yang
bermacam-macam
bentuknya. Endosperm Endodermis merupakan hasil pembelahan inti primer endosperm yang berkali-kali, dan berfungsi memberi makan embrio yang sedang berkembang. Tidak semua golongan tumbuhan Universitas Gadjah Mada
2
membentuk endosperm. Tumbuhan yang tidak membentuk endosperm adalah suku Orchidaceae, Podostemaceae dan Trapaceae. Derajad ploidi endopserm bervariasi tergantung pada jumlah inti megaspora yang berfungsi pada pembentukan gametofit betina. Endosperm pada kebanyakan tumbuhan mempunyai derajad ploidi 3 (triploid). Ploidi pada endosperm haustorium palia Thesium alpinum lebih dan 384 n, yang mempunyai ploidi sangat tinggi adalah endosperm Arum maculatum, yaitu 24576 n. Terjadinya poliploidisasi pada endospern disebabkan oleh karena peristiwa endomitosis dan fusi inti di dalam sel-sel endosperm. Sel-sel endosperm biasanya isodiametris, di dalamnya terthpat butir-butir amilum, lemak dan protein atau butir-butir aleuron. Pada Serealia, beberapa lapisan endoisperm yang terluar terspesialisasi baik secara morfologi maupun fisiologi, dan menyusun suatu jaringan aleuron. Pada gandum jaringan aleuron terdiri atas 3-4 lapis sel. Pada waktu biji masak, lapian aleuron masih tetap hidup, dan bagian dengan sel yang mengandung amilum dikelilingi oleh lapisan aleuron. Selsel aleuron mempunyai dinding tebal dan sitoplasma yang tidak bervakuola. Pada dikotil aleuron tidak merupakan lapisan, tetapi merupakan butir-butir yang terdapat di dalam sel endosperm, mialnya pada Ricinus communis, Viccia vaba dan lain sebagainya. Tergantung pada ada tidaknya endosperm pada biji, maka dibedakan 2 tipe biji, yaitu: 1. Endospermus (albuminus), pada biji dijumpai adanya endosperm, misalnya pada Zea mays, Ricinus communi. 2. Non endospermus (eks — albuminus), pada biji tidak dijumpai adanya endosperm, misalnya pada Areca catechu, Piper nigrum, Glycine max, Cucurbita. Apabila di dalam biji tidak dijumpai adanya endosperm, fungsi nutritif bagi embrio yang sedang berkembang diambil alih oleh jaringan yang ada di dalam ovulum. Pada suku tertentu, antara lain Amaranthaceae, Cannaceae, Piperaceae, Capparidaceae, jaringan nuselus berfungsi sebagai cadangan makanan. Jaringan nuselus ini disebut perisperm. Pada Piper nigrum jaringan nuselus di bawah kantong embrio membelah dan aktifitas pembelahannya terus bertambah. Selsel nuselus dan epidermis nuselus tesebut banyak mengandung amilum, sedang endospennnya sendiri yang terdapat disekitar embrio sangat mereduksi bila dibandingkan dengan perisperm. Pada biji Miristica fragans (pala) endosperm dan perisperm berkembang sama kuat. Pada Cynastrum andosperm dan sebagian besar nuselus tidak tampak selama perkembangan biji. Path Cynastrum endospenn dan sebagian besar nuselus tidak kelihatan selama perkembangan biji. Tetapi sel-sel nuselus yang ada di bagian khalasa, tepat di atas jaringan vaskuler aktif mengandakan pembelahan membentuk jaringan yang nyata disebut khalasosperm. Sel-sel jaringan ini penuh dengan lemak dan amilum, berfungsi sebagai pengganti endosperm.
12.2.
Struktur embrio Universitas Gadjah Mada
3
Setelah pembuahan, zigot membelah berkali-kali menjadi embrio. Embrio ini mempunyai potensi untuk membentuk tanaman yang sempurna. Embrio mempunyai poros embrional. Pada tumbuhan dikotil poros ini bertautan dengan dua kotiledon secara lateral. Poros pada dikotil menyebabkan terjadinya dua kutub, yaitu kutub yang ada di bagian atas yaitu epikotil dan yang ada dibagian bawah yaitu hipokotil. Epikotil akhimya menjadi pucuk embriomk (plumula) dan hipokotil pada bagian bawah akan menghasilkan calon akar. Pada umumnya embrio dikotil dan monokotil mempunyai persamaan perkembangan sampai stadium 8 inti sel, yaitu stadium bulat. Embrio pada monokotil bentuknya silindris karena mempunyai satu kotiledon, sedang pada dikotil mungkin bilobus (2 lobi) karena mempunyai dua katiledon. Kotiledon pada dikotil muncul sebagai dua tonjolan meristematik pada ujung apikal embrio. Tonjolan ini disebabkan adanya perluasan ujung apikal embrio ke arah lateral. Karena adanya dua kotiledon ini maka embrio terbelah secara bilateral simetris. Bagian apeks yang terdapat pada lekukan di antara dua kotiledon menyusun suatu meristematik apikal epikotil. Diferensiasi kutub atas sudah dibentuk mulai dari awal, jauh sebelum embrio mencapai ukuran yang maksimum. Meristem yang ada di kutub atas adalah protoderm, prokambnium dan meristem dasar. Sedang diferensiasi kutub bawah meliputi organisasi promeristem dan tudung akar. Promeristem ini mirip sekali dengan titik tumbuh akar, dalam hubungannya dengan pembentukan jaringan-jaringan primer. Embrio pada monokotil berbeda dengan dikotil, selain jumlah kotilendonnya juga berbeda dalam hal struktur. Kotiledon pada monokotil dinamakan skutelum. Pada potongan membujur embrio dapat dilihat adanya sumbu embrional. Sumbu embrional bagian bawah dan skutelum adalah radikula (calon akar) yang menghasilkan promeristem dan tudung akar. Radikula dan tudung akar diselubungi oleh selaput pelindung yang disebut koleoriza. Epikotil akan menyusun tunas apeks dengan primordium daun. Epikotil bersama dengan primordium daun diselubungi oleh koleoptil. Disisi lateral koleoriza membentuk tonjolan kecil ke arah luar, dan tonjolan ini disebut epiblas. Pada beberapa tumbuhan yang endospermnya tidak berkembang, embrio berfungsi sebagai penyimpan makanan cadangan sehingga embrio menjadi tebal, misalnya pada tumbuhan Leguminosae, sedang pada biji yang endospermnya berkembang embrio sangat tipis.
Universitas Gadjah Mada
4
Gambar 12.4 Diagram embrio pada tumbuhan dikotil (A) dan monokotil (B) BUKU ACUAN
1.
Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnager, 1999, The Embryology of angiosperms, Vikas Publishing House PVT. LTD.
2.
Cutter, E.G., 1970. Plant Anatomy: Experiment and interpretation. Part I: Cell and Tissues. Addison Wesley Pub!. Co. Ontario.
3.
Eames, A.J. and L. H. MacDaniel. 1981. An introduction to plant anatomy. TMH Edit. Tata McGrow-Hill Pub!. Comp. Ltd. Bombay
4.
Esau, K., 1965, Plant Anatomy, 2nd edition, Wiley Eastern Private United, New Delhi.
5.
Esau, K., 1979, Anatomy of seed plants, Wiley Eastern LTD.
6.
Fabn, A., 1990, Plant anatomy, 4th edition, Pergamon Press.
7.
Hidayat, E.B., 1995, Anatomi tumbuhan berbiji, Penerbit ITB Bandung
8.
Johansen, D.A., 1950, Plant embryology: Embryology of the spermathophyta, Chromea Botamca Co.
9.
Maherwan, P., 1955, An introdduction to the embryology of angiosperms. 1st edition, Mc Grow-Hill Book Co.Inc. New York.
10. Pandey, B.P.,1982, Plant anatomy, 3 edition, S. Chan and Company Ltd. New York 11. Sumardi I dan Pudjoarinto A. 1993. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi. 12. Wibisono, S. dan S.W. Santosa. 1987. Anatomi tumbuhan. Karunika Jakarta. Universitas Terbuka.
Universitas Gadjah Mada
5