1
ANALISIS PUTUSAN HAKIM NO.13/PID.B/2011/PN. MARISA TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DI LAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MARISA
Siti Afriani Ohi Pembimbing I: Dr. Fence M.Wantu, SH.,MH Pembimbing II: Suwitno Y.Imran, SH.,MH Jurusan Ilmu Hukum
ABSTRAK Penelitian ini menggambarkan bagaimana
analisis
Hakim
dalam
menjatuhkan putusan No 13/Pid. B/2011/PN. Marisa tentang tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak serta factor-faktor apa yang mempengaruhi putusan No 13/Pid. B/2011/PN. Marisa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Analisis hakim dalam menjatukan hukuman pidana terhadap tindak pidana pencabulan yang di lakukan oleh anak serta factor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.Jenis penelitian yang di gunakan adalah Penelitian hukum Yuridis Normatif, yaitu Tipe Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif .dengan menggunakan analisis diskriptif analisis artinya data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh jawaban bahwa, analisis hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Marisa masih belum bisa memberikan keadilan bagi para korban. Kata Kunci : Analisis. Putusan, Pencabulan. PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi, secara tidak langsung berpengaruh pada manusia sebagai mahkluk sosial yang selalu berkembang. Demikian juga semakin banyak persoalan yang di
2
hadapi, secara tidak sadar mempengaruhi jiwa dan psikologi manusia sehingga kita setiap hari melihat berita melalui media cetak dan elektronik atau juga lingkungan sekitar, banyak sekalih kasus tindak pidana, semakin banyak dan bermacam-macam jenisnya seperti, pekorsaan,penganiyayaan, pencabulan bahkan kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur seperti kasus yang akan peneliti angkat ini yaitu pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur. Berdasarkan studi pendahuluan di Pengadilan Negeri Marisa putusan nomor 25/Pid.B/2011/PN. Marisa Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Lepas (bebas) dari segala dakwaan sedangkan dengan kasus putusan nomor 13/Pid.B/PN.Marisa, hakim menjatuhkan putusan akhir (Pemidanaan). Dalam hal ini penulis ingin mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan Oleh Anak di Bawah Umur. Berdasarkan perbandingan kasus tersebut peneliti melakukan riset penelitian “Analisis Putusan Hakim No.13/Pid.B/2011/Pn. Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Di Lakukan Oleh Anak Di Kota Marisa” METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah Penelitian hukum Yuridis Normatif, yaitu Tipe Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma dalam hukum positif. Pendekatan Masalah harus menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan yang dilakukan secara Researchable yang nantinya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang jelas dalam bidang profesi atau bidang ilmu yang akan diteliti. Dalam penelitian ilmu hukum Yuridis, sumber utamanya adalah bahan hukum bukan data atau fakta sosial karena dalam penelitian ilmu hukum yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat kepustakaan. Bahanbahan hukum tersebut terdiri dari Sumber Bahan Hukum Primer dan Sumber Bahan Hukum Sekunder dan Sumber Bahan Hukum Tersier . Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara menganalisis Populasi dan sampel yang didalamnya merupakan keseluruhan atau pun sebagian himpunan objek dengan ciri yang sama. Pengolahan data menggunakan metode diskriptif.
3
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
No.13/Pid.B/2011/PN.
Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Setelah proses pemeriksaan dipersidangan selesai, maka hakim harus mengambil keputusan. Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Pengertian putusan secara umum, dinyatakan yaitu: Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menuruti cara yang diatur dalam Undang-undang ini”. Dalam skripsi ini Penulis mengambil analisis putusan terhadap pelaku Tindak Pidana Melakukan persetubuhan diluar perkawinan dengan seorang perempuan yang patut harus diduga belum berumur 15 tahun atau belum waktunya kawin, Di Dalam Putusan Perkara No. 13/Pid.B/2011/PN. Marisa.Dari hasil penelitian Penulis di Pengadilan Negeri Marisa mengkaji lebih dalam mengenai penjatuhan Putusan Atas Terdakwa Guslan Adam dengan Nomor 13/Pid.B/2011/PN , Sebagai pembanding maka penulis mengambil satu contoh Putusan dalam perkara yang sama dengan Putusan 25/Pid.B/2011/PN.Marisa, Terdakwa ARMAN MAKMUD. Hasil penelitian ditemukan fakta berbeda dengan posisi kasus yang sama dalam 2 putusan Pengadilan Negeri Marisa pada tahun 2011 dalam persidangan terdakwa GUSLAN ADAM dengan Nomor Putusan 13/Pid.B/2011/PN.MARISA Putusan Pengadilan Terdakwa ARMAN MAHMUD
dan
dengan Nomor Putusan
25/Pid.B/2011/PN.MARISA. Dalam Putusan Nomor : 13/Pid.B/2011/PN. Marisa, Hakim menjatuhkan Putusan Bersalah terhadap terdakwa GUSLAM ADAM, dengan Isi Putusan yg di putus Majelis Hakim sebagai berikut: Bahwa pidana yang akan di jatuhkan terhadap diri terdakwa sebagaimana yang di jelaskan dalam; Hal-hal yang Memberatkan dan Meringankan dalam Persidangan dalam Putusan Nomor : 13/Pid.B/2011/PN. Marisa;
4
1. Menyatakan Terdakwa Guslan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan kekerasan, memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Kesatu Jaksa Penutut Umum; 2. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut; 3. Menyatakan Terdakwa Guslan adam telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan persetubuhan diluar perkawinan dengan seorang perempuan yang patut harus di duga belum berumur 15 tahun atau belum waktunya dikawin 4. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan; 5. Menetapkan masa penahanan yang telah di jalani oleh terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan 6. Menetapkan agar tetap ditahan Membebakan Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini sebesar Rp.1.000,-(seribu rupiah) -
Hal-hal yang meringankan a) Terdakwa bersikap sopan di persidangan b) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan tidak berbelit belit dalam memberikan keterangan sehingga memperlancar jalannya pemeriksaan dipersidangan c) Terdakwa menyesali perbuataannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya; d) Terdakwa belum pernah dihukum e) Terdakwa masih muda sehingga masih dapat diharapkan untuk memperbaiki kesalahannya dan berperilaku dimasa yang akan datang.
-
Hal-hal yang memberatkan a) Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan norma agama kesusilaan dan meresahkan masyarakat b) PerbuatanTerdakwa telah merusak masa depan saksi korban
5
Dari kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara ini, tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana, sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf. Bahwa Pidana yang akan di jatuhkan terhadap diri Terdakwa sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan di pandang telah adil dan patut, dalam ketentuan Pasal 287 ayat (1) tersebut bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan diluar perkawinan dengan seorang perempuan yang patut harus diduga belum berumur 15 tahun atau belum waktunya kawin. dan ayat (2) KUHP, Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 74 KUHP, Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undangundang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Serta peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini. Sedangkan dalam Posisi Kasus yang sama yang di persidangkan di Pengadilan Negeri Marisa dengan Putusan Nomor: 25/Pid.B/2011/PN.Marisa, Perbuatan Terdakwa diatur dan di ancam dalam Pasal 81 Ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak Jo Pasal 64 Aayat (1) KUHP. Demi mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan sekaligus untuk mengembangkan amanat yang terkandung dalam jiwa Undangundang RI Nomor 03 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak yang menayatakan bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social secara utuh,serasi,selaras, dan seimbang maka selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Marisa dalam kewenagannya secara ex officio terlepas dari atau tidaknya Eksepsi/keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat Hukum terdakwa dalam perkara ini dipersidangan akan membeikan pertimbangan mengenai perkara tersebut sebagaimana dalam uraian dibawah ini: Dalam Pasal 81 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mempunyai rumusan yang berbunyi sebagai berikut:
6
1.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan adanya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun denda paling bayak Rp 300.000.000.00 (Tiga juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000.00 (Enam Puluh juta Rupiah);
2.
Ketentuan Pidana sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan,
atau
membujuk
anak
melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; Dan pasal 82 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mempunyai rumusan yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun paling singkat 3 (Tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000.00 (Enam puluh juta Rupiah). Sedangkan Undang-undang RI Nomor 03 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak telah mengatur secara tersendiri mngenai Pidana Penjara dan Pidana Denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal terutama dalam ketentuan Pasal 26 Ayat (1) dan Pasal 28 berbunyi sebagai Pasal 26 yaitu Pidana penjara yang dapat dilakukan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Dan pasal 28 pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak Nakal paling banyak ½ (sati perdua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa; 1.
Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja;
7
2.
Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lam 90 (Sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 9empat0 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari;
Dengan demikian maka dalam perkara ini yang merupakan Perkara anak, ketentuan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang disangkakan kepada tersangka tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-undang RI Nomor 03 Tahun 1997 tentang pengadilan anak harus dibaca dan memakai dengan pengertian sebagai berikut: Pasal 81: 1.
Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan pesetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)tahun dan 6 (enam) bulan dan paling singkat 1 (satu) tahun dan 6 (enam) dan denda paling banyak Rp 150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp.30.000.000.00 (Tiga puluh juta rupiah);
2.
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan dengannya atau dengan orang lain;
Pada Pasal 82Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membjuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan dan paling singkat 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp.150.000.000.00 (Seratus lima puluh juta rupiah dan paling sedikit Rp.30.000.000.00 (Tiga Puluh Juta Rupiah).
8
Setelah
mempelajari secara cermat berkas perkara atas nama Terdakwa
maka dapat diketahui bahwa pada
pemeriksaan Tingkat Penyidikan, tersangka
tidak didampingi oleh penasehat hukum dan hal ini dapat diketahui dari adanya surat pernyataan tidak bersedia didampingi penasihat hukum serta Berita Acara Penolakan untuk didampingi Penasehat Hukum keduanya di cap jempol oleh tersangka. Dengan adanya Surat Pertanyaan tidak bersedia didampingi penasehat hukum serta Berita Acara penolakan untuk didampingi Penasehat Hukum yang keduanya di cap jempol oleh tersangka tersebut maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam hal terjadi penolakan untuk damping Penasehat Hukum oleh tersangka maka seharusnya yang menandatangani atau menumbuhkan cap jempol pada Surat Pernyataan tidak bersedia didampingi penasehat hukum serta berita acara penolakan untuk di dampingi penasehat hukum tersebut adalah orang tua atau wali yang sah dari tersangka dan bukan tersangka sendiri karena tersangka masih dibawah umur yang secara hukum dianggap tidak mempunyai kecakapan hukum untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri dan harus diwakili oleh orang tua atau wilayahnya yang sah sehingga dengan demikian maka surat pernyataan
Tidak bersedia didampingi Penasehat Hukum serta berita acara
penolakan didampingi penasehat hukum yang keduanya di cap jempol oleh tersangka tersebut harus dinyatakan tidak sah karena mengadung cacat hukum. Seperti dijelaskan dalamPasal 51 Ayat (1) dan (2) Undang-undang RI Nomor 03 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah menetukan sebagai berikut : 1 Setiap Anak Nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapatkan bantuan hukum dari seseorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini; 2 Pejabat
yang
melakukan
penangkapan
atau
penahanan
wajib
memberitahukan kepada tersangka dan orang tua, wali atau orang tua
9
asuh, mengenai hak memperoleh bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tersebut diatas ikut dijadikan sebagai Legal reasoning bagi majelis hakim dalam pertimbangan putusan ini dengan didasarkan kepada ketentuan Pasal 40 Undag-undang RI Nomor 03 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyatakan bahwa: “Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentuan dalam Undang-undang ini” Ancaman pidana terhadap perbuatan yang disangkakan/ didakwakan kepada kepada tersangka/Terdakwa yang dikaitkan dengan maksud dan tujuan dari ketentuan Pasal 51 Aayat (1) dan (2) Undang-undang RI Nomor 03 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Pasal 56 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka Majelis Hakim berpendapat bahwa pada semua tingkat pemeriksaan (tingkat pemeriksaan Penyidikan, penututan dan pemeriksaan persidangan), bagi tersangka/terdakwa wajib ditunjuk penasehat hukum, penunjukan mana harus dilakukan diawal Penyidikan terhadap Tersangka/terdakwa tersebut (Vide Putusan Mahkamah Agung RI Nomor:1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993); sifat imperative yang terkandung dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, merupakan penghargaan terhadap hak asasi Tersangka/Terdakwa dalam rangka menerapkan asas hukum Acara Pidana yaitu Asas Bantuan Hukum pada semua tingkat pemeriksaan, asas mana tidak bisa dikesampaikan dengan alasan bahwa Tersangka/Terdakwa tidak mau atau menolak untuk didampingi Penasehat Hukum; Berdasarkan kepada ketentuan Pasal 51 Ayat (1) dan (2) Undang-undang RI Nomor Tahun 1997 tentang Pengadilan anak dan Pasal 56 Ayat (1) Undangundang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana oleh karena telah terbukti bahwa pada pemeriksaan Tingkat Penyidikan ternyata tersangka tidak didampingi oleh Penasehat Hukum maka Penyidikan yang telah dilakukan oleh
10
Penyidik terhadap Tersangka dalam Perkara ini harus dinyatakan tidak sah. Seluruh pertimbangan hukum tersebut diatas maka Majelis hakim berpendapat karena penyidikan dalam perkara ini telah dinyatakan tidak sah maka surat dakwaan dari penutut kejaksaan negeri marisa yang dibuat berdasarkan hasil penyidikan yang telah dinyatakan tidak sah tersebut juga harus dinyatakan Tidak dapat diterima. Terdakwa ARMAN MAKMUD Alias LULU dinyatakan bebas dan tidak bersalah serta dibebaskan dari segala tuntutan tanpa ada alasan yang bisa di jabarkan di muka persidangan. Menurut Majelis Hakim Menyatakan Penuntutan dari penutut umum kejaksaan negeri Marisa terhadap Terdakwa Arman Makmud Alias lulu Tidak dapat di terima dan Memerintahkan kepada Penutut Umum Kejaksaan Negeri Marisa untuk memebebaaskan Terdakwa dari dalam tahanan di lembaga Pemasyarakatan Boalemo segera setelah putusan ini di ucapakan dan juga Membebankan biaya perkara kepada Negara.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara anak adalah fakta-fakta dan asas-asas dalam persidangan dengan melakukan pemeriksaan terhadap identitas terdakwa,pemeriksaan terhadap terdakwa, dan pertimbangan subyektif atau keyakinan hakim tersebutlah yang menjadi dasar dalam melakukan putusan B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Putusan Nomor: 13/Pid.B/2011/ PN.MARISA. 1. Pertimbangan yang bersifat yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan fakta yang di jadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. 2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis 1.
Filosofis
2.
Sosiologis
3.
Psikologis
11
4.
Kriminologis
C. KOMENTAR PENULIS TERHADAP PUTUSAN Putusan
Pengadilan
Negeri
Marisa
Terhadap
Putusan
No.13/PID.B/2011/PN.MRS kasus yang penulis kemukakan bahwa putusan yang di ambil hakim adalah penjatuhan sanksi pidana karena terpenuhinya syarat-syarat penerapan dan seluruh unsur-unsur dari pasal 287 ayat (1) KUHP tersebut di atas, maka Majelis Hakim berksimpulan bahwa terdakwa telah terbukti secara Sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan persetubuhan di luar perkawinan dengan sesorang perempuan yang patut harus di duga belum berumur 15 tahun atau sebelum waktunya dikawin, dari kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara ini, Majelis hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggung jawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar maupun sebagai alasan pemaaf, selain fakta bahwa terdakwa adalah seorang ANAK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, oleh karena itu Majelis hakim berkesimpulan bahwa perbuatan terdakwa harus di pertanggung jawabkan kepadanya. Perbuatan terdakwa berkaitan
dengan
pelanggaran
kesusilaan
yang
memberikan dampak negative bagi masa depan saksi korban yang tidak dapat dikembalikan dalam keadaan seperti semula, serta timbulnya rasa malu bagi keluarga bagi saksi korban, maka demikian rasa keadilan, dan penulis pun berpendapat bahwa bentuk pemidanaan yang tepat adalah pidana pokok berupa Pidana Penjara dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang-undang No. 3 Tahun 1997 mengenai penerapan pidana penjara bagi orang dewasa ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Sedangkan Putusan No.25/PID.B/2011/PN.MRS Mestinya Majelis Hakim menjatuhkan Saksi Pidana sebagai efek jerah terhadap terdakwa sebagaimana penjatuhan sanski pidana terhadap Putusan No.13/PID.B/2011/PN.MRS karena
12
bagi masyarakat ini adalah ketidak adilan karena masa depan saksi korban yang tidak dapat dikembalikan dalam keadaan seperti semula, serta timbulnya rasa malu bagi keluarga bagi saksi korban dan perbuatan ini adalah pelanggaran kesusilaan. PENUTUP Kesimpulan Dari Bab IV Penelitian Dan Pembahasan Di Atas, Maka Penulis Menarik Beberapa Kesimpulan Sebagai Berikut: 1.
Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
No.13/Pid.B/2011/PN.
Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak yaitu berdasarkan, Dasar Pertimbangan hakim, dan hal-hal yang meringankan dan memberatkan Bahwa Pidana yang akan di jatuhkan terhadap diri Terdakwa sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan di pandang telah adil dan patut, dalam ketentuan Pasal 287 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 74 KUHP, Undangundang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Serta peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini, sedangkan Putusan 25/PID.B/2011/PN
dalam
putusaannya menyatakan penuntut dari Penutut Umum Kejaksaan Negeri Marisa terhadap Terdakwa ARMAN MAKMUD Alias LULU Tidak dapat di terima memerintahkan kepada Penutut Umum Kejaksaan Negeri Marisa untuk membebaskan Terdakwa dari dalam tahanan di lembaga Pemasyarakatan Boalemo, segera setelah putusan ini di ucapakan membebankan biaya perkara kepada Negara, atas dasar pertimbangan menimbang, bahwa dengan berdasarkan kepada ketentuan Pasal 51 Ayat (1) dan (2), Undang-undang RI Nomor 03 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Pasal 56 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana oleh Karena telah terbukti bahwa pada
13
pemeriksaan Tingkat Penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik terhadap Tersangka dalam perkara ini harus dinyatakan tidak sah. 2.
Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
No.13/Pid.B/2011/PN.
Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Dilihat dalam Faktor yang bersifat yuridis yaitu pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan fakta yang di jadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dan faktor non yuridis seperti filosofis, sosiologis, psikologis dan kriminologis. Saran-Saran 1.
Aparat penegak hukum setidaknya lebih mengoptimalkan dalam menangani kasus khsusnya Tindak Pidana Persetubuhan diluar perkawinan dengan seorang anak dibawah 15 Tahun yang marak terjadi diwilyah hukum Polres Pohuwato bekerja sama dengan pemerintah setampat dan tokoh-tokoh masyarakat, membantu dalam upaya menangani dan mengurangi tindak pidana serta lebih menekankan untuk melakukan penyuluhan hukum juga pembinaan akan pentingnya kesadaran hukum.
2.
Hakim harus memiliki nilai moral hati nurani dalam melihat masalah, menyelesaikan masalah bukan hanya menyelesaikan satu msalah tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang akan datang, sehingga masalah yang akan datang itu tidak menimbulkan protes dari masyarakat karena di anggap suatu putusan yang adil.
3.
Masyarakat harus memberikan contoh yang baik bagi generasi muda dan meningkatkan nilai-nilai keagaamaan serta menaati peraturan yang berlaku sehingga tercipta lingkungan yang bebas dari tindak kejahatan
DAFTAR PUSTAKA http://bimoadiwicaksono.blogspot.com/2010/06/analisis-pemidanaan-dalamtindak pidana.html,diakses 28 februari 2013 Bambang Sugono. 2006. Metodologi Penelitian Hukum.Rajagrafindo Persada.
14
Isi Putusa pada Putusan Nomor: 13/Pid.B/2011/PN.MARISA Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang kitab hukum acara pidana
15