PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MAKASSAR RESTORATIVE JUSTICE APPROACH IN THE RESOLUTION OF CRIMINAL OFFENSES COMMITTED BY CHILDREN IN THE CITY OF MAKASSAR Munawara1,M. Syukri Akkub1, Musakkir2 Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Bagian Hukum Masyarakat dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar 1
Alamat Korespondensi : Munawara Fakultas hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 085299101876 Email :
[email protected]
1
Abstrak Anak sebagai sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka anak mendapat suatu perlakuan khusus guna memberikan perlindungan dan jaminan atas kelangsungan masa depannya. Tujuan penelitian untuk mengetahui Pendekatan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak di kota Makassar. Bentuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam kenyataanya diterapkan keadilan restorative justice. Metode Penelitian ini bersifat deksriptif analitis, dan pendekatan sosiologi hukum. Data- data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Hasil Penelitian menunjukan bahwa Pendekatan restorative dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak di kota Makassar dengan melihat hasil perbandingan antara jenis tindak pidana hasil perbandingan antara jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diselesaikan dengan pendekatan restorative justice dan tindak pidana yang tidak diselesaikan secara restorative justice oleh aparat pihak kepolisian. Pendekatan restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh seorang anak hanya terdapat jenis tindak pidana ringan dimana kasus anak yang tidak memerlukan tindak lanjut kasus ringan cukup mendapat peringatan dengan proses mediasi secara musyawarah dan mufakat baik pihak korban maupun pelaku dan keluarga korban maupun keluarga pelaku. Dalam proses penyelesaian perkara pelaku dalam hal ini bertanggung jawab atas perbuatannya. Bentuk perkara tindak pidana yang paling dominan dilakukan oleh anak dan seringkali diselesaikan dengan pendekatan restorative justice adalah jenis tindak pidana diatas rata-rata dari tahun 2008-2012 adalah jenis tindak pidana ringan misalnya penganiyayaan, membawa lari anak dibawah umur serta perbuatan tidak menyenangkan. Kesimpulan metode yang digunakan dalam penyelesaian restorative justice diPolrestabes Makassar khususnya pada unit PPA adalah proses mediasi sesuai dengan kebiasaan bermusywarah yang dilakukan oleh pihak kepolisian Kata kunci: Restorative justice, tindak pidana yang dilakukan oleh anak, keadilan Abstract Children as human resources and a potential successor to the ideals of national struggle, then the child gets a special treatment in order to provide protection and security for their future survival. This study aimed to determine Restorative justice approach in solving crimes committed by children in the city of Makassar. Forms of criminal offenses committed by children in fact applied justice restorative justice. Methods This study is a descriptive analysis, and the sociology of law approach. Data were analyzed qualitatively. The results showed that Restorative justice approach in the resolution of criminal offenses committed by children in the city of Makassar is to see the results of the comparison between the types of criminal offenses committed by children who completed the restorative justice approach to crime and not be dealt with by restorative justice police officers. Restorative justice approach to crime committed by a child just to kind of a misdemeanor which means that they can be resolved in the case of children who do not require follow-up, mild cases quite get a warning with the mediation process by deliberation and consensus both the victims and perpetrators of family. Actors in the process of settlement in this case could be responsible for his actions, The form of case types most dominant offenses committed by children and often resolved with restorative justice approach is the type of crime than average from 2008-2012 is kind of minor criminal offenses such as minor assault, abusive beatings carried off children under age, as well as unpleasant acts. Methods used in the completion of restorative justice is done in the approach in Makassar Polrestabes especially on unit PPA is the process of mediation in accordance with the habits of deliberation conducted by the police keyword: restorative justice, solving crimes committed by children, justice
2
PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara hukum dalam konstitusi Undang-undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945. Negara Indonesia telah memberikan perlindungan kepada anak melalui berbagai peraturan perundang-undangan di antaranya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UndangUndang No. 39 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai successor suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa ( Gultom, 2008). UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Undang-Undang itu juga bertujuan melindungi anak agar mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, sehat, cerdas, berahlak mulia dan sejahtera (undang-undang no. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak). Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang dewasa atau orang disekitarnya. Proses penghukuman yang diberikan kepada anak lewat sistem peradilan pidana formal dengan memasukkan anak ke dalam penjara ternyata tidak berhasil menjadikan anak jera dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk menunjang proses tumbuh kembangnya. Penjara justru seringkali membuat anak semakin profesional dalam melakukan tindak kejahatan (Joni dkk 1999). Istilah yang sering dipergunakan untuk menyebut anak sebagai pelaku tindak pidana adalah juvenile delinquency. Istilah yang sering terdengar dan lazim dipergunakan dalam media massa adalah kenakalan remaja atau sering juga digunakan istilah kejahatan anak (Hadisuprapto : 2008)
3
Perlidungan anak dalam sistem peradilan pidana berkaitan erat/ tidak dapat dilepaskan dengan keadilan, karena dalam peradilan pidana anak, selain peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukumnya harus adil dan berpihak pada hak-hak anak, juga harus didukung oleh rasa keadilan para penegak hukum terutama hakim yang dalam konteks implementasi sistem sanksi bagi anak, maka hakimlah yang paling menentukan, sebab dia yang memeriksa, mengadili, dan akhirnya memutuskan jenis sanksi apa yang diterapkan kepada anak yang terbukti melakukan tindak pidana. Apabila keadilan dihubungkan dengan perlindungan anak maka dalam keadilan tercermin perlindungan anak yang baik mencerminkan keadilan, yang implementasinya terlindunginya hak-hak anak. Keadilan adalah penghargaan terhadap setiap orang menurut harkat dan martabatnya sebagai pribadi dan dalam hubungannya dengan segala sesuatu diluar pribadinya (Yuliandri : 2010). Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam penanganan perkara tindak pidana anak adalah pendekatan restorative juctice, yang dilaksanakan dengan cara pengalihkan (diversi). Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan di luar sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian ( Marlina : 2008) Restorative justice adalah suatu penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana, secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya, dengan menekankan pemulihan dan bukan pembalasan. Restorative justice merupakan upaya untuk mendukung dan melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa “Penangkapan penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir” (faturohman : 2012) Keadilan Restorative adalah harmonisasi antar warga masyarakat bukan pada penghukuman. Lima unsur utama keadilan Restorative Justice adalah (Ali
4
:2009) : a) Restorative justice adalah satu jenis keadilan yang merupakan konsep hukum proses pidana atau criminal justice sistem yang diakui secara universal dan yang diawali ini semakin banyak digunakan dalam berbagai kasus pidana di negara maju. b) Restorative justice memandang tindak pidana itu bukan kejahatan terhadap negara/publik melainkan kejahatan terhadap korban. Ini bisa berbentuk perseorangan atau beberapa orang/kelompok. c) Restorative justice berfokus pada penderitaan atau kerugian yang diderita oleh korban dan bukan pada pemidanaan terhadap pelaku. d) Restorative justice dapat berwujud dialog langsung atau tidak langsung dalam wujud mediasi ataupun rekonsiliasi ataupun pengadilan. e) Restorative justice tidak hanya dalam wujud rekonsiliasi yang bersifat transsisional seperti dalam pemaparan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pendekatan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak di kota Makassar. Bentuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam kenyataanya diterapkan keadilan restorative justice
BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di Kepolisian Resort kota besar Makassar. Adapun jenis penelitian hukum empiris dapat mengkaji hambatan-hambatan/kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum yaitu Pihak kepolisian dalam peradilan pidana anak. Metode pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi lapangan dan studi kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan melalui model interaksi secara langsung terhadap objek yang sedang diteliti baik melalui wawancara maupun pengamatan (observasi) sejauh mana pendekatan restorative dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak dikota Makassar. Adapun penelitian kepustakaan didapatkan melalui dokumen, pengumpulan dan telaah bahan-bahan bacaan seperti buku-buku, literature lainnya, karya ilmiah, hasil penelitian, bahan makalah/seminar, dan berbagai peraturan macam peraturan perundang-undangan guna memperoleh,
5
mengumpulkan data, dan menilai validitasnya untuk membantu penulis mengembangkan objek yang diteliti. Analisis data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, kemudian disajikan secara kualitatif. Yaitu usaha untuk menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.
HASIL Pada tabel 1 memperlihatkan, perkara jenis tindak pidana yang paling dominan dilakukan oleh anak dan sering kali diselesaikan secara restorative justice adalah jenis tindak pidana yang diatas rata-rata dari tahun 2008-2012 adalah jenis tindak pidana ringan misalnya penganiyayaan ringan berjumlah 36 kasus, pengeroyokan disertai penganiyayaan sebanyak 7 kasus membawa lari anak dibawah umur sebanyak 4 kasus serta perbuatan tidak menyenangkan sebanyak 8 kasus. Dalam menyelesaikan kasus tindak pidana anak yang terjadi korban akan mengemukakan alasan dan pemikiran dan pandanganya tentang tindak pidana yang terjadi, sebagai contoh penyelesaian pada tindak pidana membawa lari anak dibawah umur dengan menerapkan prinsip restorative justice pada awalnya akan terjadinya perdebatan antara pihak keluarga baik keluarga korban maupun keluarga pelaku dimana keluarga korban yang berpandangan peran pelaku lebih besar daripada peran korban artinya disini pelaku yang sengaja membawa lari anak dibawah umur padahal umur pelaku juga sama-sama dibawah umur dan pelaku berpandangan dia membawa lari anak tersebut karena faktor suka sama suka dalam hal ini pihak pelaku mendapat persetujuan korban bersepakat untuk pergi bersama. Jadi pada tahap penyelesaian yang terjadi kedua belah pihak dalam sebuah pertemuan tatap muka antara korban dan pelaku dari berbagai pandangan kedua belah pihak baik korban maupun pelaku terhadap permasalahan yang dibahas akan memunculkan hal baru sebagai hal utama yang akan memunculkan pembahasan baru dalam proses upaya untuk memberikan perhatian dan pemahaman terhadap penyelesaian suatu kasus tindak pidana yang
6
dilakukan dengan tujuan tercapainya perdamaian untuk semua pihak yang terkait dalam tindak pidana yang terjadi sebagai upaya perdamaian pada mediasi korban dan pelaku sebagai bentuk musyawarah kelompok keluarga untuk mencari jalan penyelesian yang terbaik untuk semua pihak baik korban dan pelaku. Hambatan dalam penerapan prinsip Restorative justice yang dialami pihak penyidik kepolisian adalah: walaupun keadilan Restoratif Justice dan Diversi sudah mulai dikenal sebagai alternatif penanganan anak berhadapan dengan hukum dari peradilan pidana dan mulai mendapatkan dukungan banyak pihak masih banyak hambatan yang dihadapi oleh sistem peradilan anak yaitu: a) Kebutuhan yang semakin meningkat tidak sebanding dengan sumber daya (baik personel maupun fasilitas). b) Pemahaman yang berbeda dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum dan korban di antara aparat penegak hukum. c) Kurangnya kerja sama antara pihak yang terlibat (aparat penegak hukum dan pekerja sosial anak). d) Permasalahan etika dan hambatan birokrasi dalam penukaran data dan informasi antara aparat penegak hukum. e) Belum ada persamaan persepsi antar-aparat penegak hukum mengenai penanganan anak berhadapan dengan hukum untuk kepentingan terbaik bagi anak. f) Terbatasnya sarana dan prasarana penanganan anak berhadapan dengan hukum selama proses pengadilan. g) Kurangnya kebijakan formulasi untuk melaksanakan proses rehabilitasi sosial anak nakal dalam hal ini Departemen social atau organisasi sosial kemasyarakat yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja sehingga dapat dikirim kepanti sosial untuk dibina secara khusus diberi pemulihan mental dan perilaku. h) Kurangnya perlindungan anak yang melakukan tindak pidana namun kehendak demikian tidaklah mudah dilakukan karena kerena ketentuan dalam sistem pemasyakatan anak saat ini tidak memberi peluang yang demikian Hambatan Eksternal Bahwa dalam menerapkan sistem Restorative Justice dan Diversi masih banyak hambatan eksternal yang ditimbulkan yaitu: a) tidak konsistensi penerapan peraturan belum adanya payung hukum sebagai landasan dan pedoman bagi semua lembaga penegak hukum, inkonsistensi penerapan peraturan di lapangan dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum masalah
7
yang paling sederhana dapat dilihat pada beragamnya batasan yang menjadi umur minimal seorang anak pada peraturan-peraturan yang terkait. b) kurangnya dukungan dan kerja sama antar lembaga masalah ini merupakan hambatan yang lain yang masih banyak terjadi dalam menegakkan suatu ketentuan hukum, termasuk penanganan anak berhadapan dengan hukum banyak kalangan professional hukum yang masih menganggap mediasi sebagai metode pencarian keadilan kelas dua yang mereka tidak berhasil mencapai keadilan sama sekali, padahal saat ini hakim adalah satu-satu pihak yang bisa memediasi perkara anak yang
berhadapan
dengan
hukum
tidak
seperti
mediasi
perdata
yang
memperbolehkan non-hakim menjadi mediator di pengadilan. c) pandangan masyarakat terhadap perbuatan tindak pidana masih terhalang adanya pandangan masyarakat yang cenderung dendam dan ingin melakukan pembalasan terhadap pelaku kejahatan, termasuk pada pelaku anak. Berdasarkan hasil Wawancara dengan KA Subnit 1 Unit VI Reskrim (unit PPA) Polrestabes Makassar (IPTU Afriyanti Firman) hambatan yang dialami penyidik anak dalam penerapan prinsip restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah sebagai berikut: a) Kendalanya pada saat mengundang pihak korban dan keluarganya yang mana pada saat itu masih belum terima dengan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. b) Pencarian alamat korban dan tersangka dimana jika memberikan alamat yang kurang lengkap. c) Menentukan waktu yang tepat untuk membicarakan perdamaian. d) Fasilitas tempat yang kurang memadai. PEMBAHASAN Pendekatan Restorative Justice dalam penyelesaian Tindak Pidana yang Dilakukan oleh anak dikota makassar. Menurut (Supeno : 2009) ada 5 prinsip penerapan restorative justice yaitu: a) Membuat pelanggar bertanggung jawab untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya. b) Memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kapasitas dan kualitasnya di samping mengatasi rasa bersalahnya. c) Melibatkan para korban,
8
orang tua, keluarga. d) Menciptakan forum untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. e) Menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial yang formal. Konsep restorative justice, proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku ( tersangka ) bersama – sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama – sama berbicara (H. Abdurrahman: 2004). Sistem pertanggungjawaban pidana anak yang dianut oleh
KUHP (yang berlaku sekarang ini) adalah sistem pertanggungjawaban yang menyatakan bahwa semua anak (berusia 1 tahun sampai dengan 16 tahun), anak yang jiwanya sehat, dianggap mampu bertanggungjawab dan dituntut (SR. Sianturi : 1996) . Pendekatan Restorative Justice dalam penyelesaian Tindak Pidana yang Dilakukan oleh anak dikota makassar restorative justice proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku ( tersangka ) bersama – sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama – sama berbicara. Proses model keadilan restorative yang dimana peran polisi sebagai mediator, fasilitator, atau pengawas. Dalam hal ini polisi menunjukan pasal-pasal dan ketentuan perundang-undangan peradilan anak, lalu para masyarakat dipersilahkan mencari jalan keluar terbaik agar terjadi proses perbaikan, pemulihan hubungan, konsiliasi dan rekonsiliasi antara korban dan pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku, dengan penerimaan masyarakat kembali terhadap pelaku tanpa stigma apapun terhadap pelaku. Menurut hasil Wawancara pada tanggal 22 Februari dengan KA Subnit 1 Unit VI Reskrim (unit PPA) Polrestabes Makassar (IPTU Afriyanti Firman) Ada Tiga kriteria kasus Anak yang melakukan Tindak Pidana yang dapat diselesaikan dengan model restorative justice: Pertama, kasus itu tidak mengorbankan kepentingan umum dan bukan pelanggaran lalu lintas. Kedua, anak itu baru pertama kali melakukan kenakalan dan bukan residivis. Ketiga, kasus itu bukan kasus yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, luka berat, atau cacat seumur hidup, Namun, apabila seorang anak yang dilaporkan dan ditangkap untuk tindak pidana ringan, misalnya karena mengutil/pencurian ringan, perkelahian ringan, penganiyayaan ringan tidak usahlah dipenjara, cukup panggil orangtuanya dan dinasihati. Penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan Hakim pun tidak perlu menjatuhkan hukuman.
9
Berdasarkan wawancara ada tahap tindakan polisi dalam menerapkan prinsip restorative justice terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak diwilayah hukum polrestabes makassar ada 3 yakni: Peringatan informal yakni dilakukan polisi dengan memberikan peringatan secara lisan terhadap anak dengan diberikan nasehat-nasehat kepada anak sebagai pelaku tindak pidana. Contoh tindakan peringatan lisan ini dilakukan terhadap tindak pidana yang ringan seperti pengeroyokan dan perkelahian. b) Peringatan formal yakni berupa peringatan yang mewajibkan pihak pelaku membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya. Tindakan peringatan formal ini dilakukan terhadap tindak pidana membawa lari anak dibawah umur, penganiyayaan ringan. c) Tahap perundingan tindakan yang ketiga tindakan yang diambil oleh polisi berdasarkan perundingan antara korban, pelaku, dan polisi.
Berdasarkan hasil penelitian metode yang digunakan dalam penyelesaian yang dilakukan dalam restorative justice dipolrestabes makassar khususnya pada unit PPA adalah proses mediasi sesuai dengan kebiasaan bermusyawarah, dalam penerapan prinsip restorative justice dikota makassar yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti Mediasi korban dengan pelaku/pelanggar; musyawarah kelompok keluarga, yang bersifat pemulihan baik bagi korban maupun pelaku dimana keterlibatan dalam proses penyelesaian yakni korban dan pelaku serta pihak ketiga yakni pihak kepolisian yang menjadi mediator dan fasilitator untuk menjebatani kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan dan tujuan yang hendak dicapai melalui proses musyawarah adalah untuk memulihkan segala kerugian dan luka yang telah diakibatkan oleh peristiwa kenakalan anak tersebut KESIMPULAN DAN SARAN Pendekatan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak dikota makassar yaitu dengan melihat hasil perbandingan antara jenis tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diselesaikan dengan menerapkan prinsip restorative justice dan tindak pidana yang tidak diselesaikan secara restorative justice oleh aparat pihak kepolisian. penerapan restorative justice hanya terhadap jenis tindak pidana ringan dimana yang masih bisa diselesaikan artinya dalam kasus anak yang tidak memerlukan tindak lanjut kasus ringan cukup mendapatkan peringatan, dengan proses mediasi secara musyawarah 10
dan mufakat baik pihak korban maupun pelaku dan keluarga korban maupun keluarga pelaku. Dalam proses penyelesaian perkara pelaku dalam hal ini dapat bertanggung jawab atas perbuatannya. Aparat penegak hukum dan masyarakat dan membangun persepsi yang sama tentang perlindungan terhadap anak. Konsep restorative justice merupakan konsep yang bertujuan mencari alternatif penyelesaian terhadap anak pelaku tindak pidana. Restorative justice harus dijalankan dengan memberikan pemahaman terhadap korban dan pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku untuk bersama-sama memutuskan tindakan yang tepat terhadap pelaku tindak pidana. Pengembangan prinsip restorative justice dalam penyelesaian anak pelaku tindak pidana, harus mendapat perhatian dari masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk itu perlunya sosialisasi tentang prinsip restorative justice secara luas dan berkelanjutan. Para akademisi diharapkan dapat berperan aktif mensosialisasikan tentang restorative justice dan pemerintah membuat kebijakan untuk mendukung pelaksanaan prinsip restorative justice.
11
DAFTAR PUSTAKA Ali, Achmad; (2009): “Menguak Teori Hukum ( Legal Theory) dan Teori Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk InterPrestasi Undang-Undang LegisPrudence)”. Jakarta : Kencana. Abdurrahman, H; (2004): “ Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”. Jakarta : Akademika Pressindo. Faturorahman; (2012): “Pendekatan Restorative Justice Sebagai Alternatif Penanganan Masalah Kenakalan anak”. Bandung : Citra Aditya Bakti Gultom, Maidin; (2008): “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Anak Di Indonesia”. Bandung : Refika Aditama Hadisuprapto, Paulus; (2008): “Delikuensi Penanggulangan”. Jakarta : Bayumedia
Anak,
Pemahaman
Dan
Marlina; (2009): “Peradilan Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Anak Di Indonesia)”. Bandung : Refika Aditama M. Joni, dan Zulchaina Z, Tanamas; (1995): “Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak”. Bandung : Citra Aditya Bakti Sianturi, SR; (1996): “ Hukum Penintensia Indonesia”. Jakarta : Aditama Supemo, Hadi; (2010) “ Kriminalisasi Anak”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Yuliandri; (2010): “Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan”. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Republik Perlindungan Anak
Indonesia
Nomor
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP)
12
23
Tahun
2002
Tentang