FEBRUARI 2015 • ISSUE 009
Mengutamakan Konsumen
Pihak-pihak berwenang akan mengenalkan standar pengujian konsumsi bahan bakar yang lebih realistis mulai 2017 t o p i k
l a i n n y a
Apakah Komunitas Ekonomi ASEAN akan benar-benar bersinar?
Memandang ASEAN di 2015 Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Mengakali Tes Efisiensi BBM WLTP Akan Menggantikan NEDC Tests di 2017
M
etode pengetesan New European Driving Cycle (NEDC) yang saat ini digunakan untuk menguji konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang akan segera digantikan dengan metode baru bernama World-Harmonized LightDuty Vehicles Test Procedure (WLTP). WLTP dikatakan mampu memberikan indikator lebih handal kepada konsumen untuk urusan mencari tahu konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang. NEDC diperkenalkan pada 1 Januari 1996 untuk mengetahui siklus mengemudi standar untuk semua jenis kendaraan. Akhir-akhir ini, metode NEDC telah dihujani kritik keras karena menghasilkan hasil tes konsumsi bahan bakar tidak realistis. Sebenarnya cukup masuk akal bila ada beberapa tingkat perbedaan antara pengujian laboratorium dan konsumsi bahan bakar sebenarnya -- sebagian besar karena faktor eksternal seperti kondisi lalulintas, perilaku berkendara pengemudi dan cuaca -- beberapa organisasi otomotif berpengaruh seperti International Council on Clean Transportation (ICCT) telah mencatat bahwa perbedaan ini kini menjadi lebih lebar dari sebelumnya yang menunjukkan bahwa produsen merancang kendaraan mereka untuk ‘menipu’ tes NEDC, wilayah abu-abu yang biasa dikenal 2
Atas: Sebuah VW XL1 sedang diuji menggunakan NEDC.
sebagai ‘cycle beating’. ICCT mengatakan dalam sebuah laporan yang dirilis pada bulan Oktober 2014: Sebagai contoh, berdasarkan analisis dari dunia nyata data mengemudi dari situs spritmonitor.de, ICCT menyimpulkan bahwa perbedaan antara laboratorium resmi dan konsumsi bahan bakar dunia nyata dan nilai-nilai CO2 adalah sekitar 7 persen pada tahun 2001. Perbedaan ini telah meningkat terus sejak itu menjadi sekitar 30 persen pada 2013. ICCT menyarankan bahwa untuk mereduksi kesenjangan perbedaan
antara hasil NEDC dan hasil dunia nyata adalah karena: 1. Meningkatkan toleransi yang ada dan celah dalam penentuan beban jalan, berat kendaraan, uji suhu laboratorium, dan jadwal pergeseran transmisi untuk beberapa tipe 2. Ketidakmampuan tes saat ini, NEDC, untuk mewakili kondisi mengemudi di dunia nyata 3. Meningkatkan pangsa pasar kendaraan yang dilengkapi dengan sistem pendingin udara (tes NEDC dilakukan dengan AC dimatikan). Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Atas: Perbedaan antara angka-angka pengujian laboratorium dengan dunia nyata membesar.
Dipaksa untuk Mengalahkan Tes NEDC Sehubungan dengan poin pertama, perusahaan mobil sering ditekan lebih dari sebelumnya untuk ‘mengalahkan’ tes NEDC guna menghindari hukuman karena tidak mampu memenuhi target Uni Eropa untuk mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang. Suatu saat di tahun 90-an, Uni Eropa (UE) memperdebatkan proposal yang mendorong produsen mobil untuk secara sukarela mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) kendaraan dan konsumsi bahan bakar masing-masing 140 gr/km dan 6 liter/100 km. European Car Manufacturers Association (ACEA) enggan menyetujui untuk memenuhi target tahun 2008. Pada kisaran waktu yang sama, Peraturan Uni Eropa 715/2007 diperkenalkan pada tahun 2007 untuk menegakkan standar emisi Euro-5 dan Euro-6 yang sekali lagi menggunakan NEDC sebagai metode pengujian untuk peraturan tersebut. Usulan serupa untuk mengurangi emisi dan konsumsi bahan bakar kendaraan juga membuat pemerintah Jepang mendorong Japan Automobile Manufacturer Association (JAMA). Ini 3
merupakan bagian dari inisiatif lebih luas di bawah Protokol Kyoto, di mana Jepang menargetkan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 6% dari tingkat tahun 1990. Sementara pembuat mobil Jepang menggalakkan hybrid, produsen Eropa menempatkan taruhan mereka pada perampingan mesin, sebagian besar melalui teknologi turbocharging. Segera menjadi jelas bahwa di saat produsen Jepang sedang membuat kemajuan yang baik dalam mengurangi karbon, produsen Eropa, yang memiliki banyak model performa tinggi tidak akan membuat batas waktu dan melakukan lobi untuk menunda target. Pada tahun 2008, rata-rata emisi CO2 dan konsumsi bahan bakar kendaraan Eropa mencapai 155 gr/km dan 6,7 liter/100 km. Sebelumnya pada tahun 2007, ketika langkah sukarela telah gagal memaksa produsen Eropa untuk berbuat lebih banyak untuk meningkatkan ‘keramahtamahan pada lingkungan’, Uni Eropa mengambil sikap keras. Pada bulan Juni 2007, Dewan Menteri Lingkungan Hidup secara resmi mengadopsi sebuah resolusi untuk menyetujui pengubahan standar
wajib dan pendekatan terpadu untuk mencapai 120 gr/km (5,2 liter/100 km), di saat produsen mobil hanya mampu mencapai 130 gr/km (5.6 liter/100km) melalui perbaikan teknis dan sisanya 10 gr/km yang berasal dari berbagai tindakan lain. Langkah-langkah ini dapat mencakup penggunaan AC dan ban lebih efisien, sistem pengawasan tekanan ban, indikator gear shift, perbaikan kendaraan komersial ringan, dan peningkatan penggunaan bahan bakar bio. Produsen yang gagal mencapai target bisa menghadapi hukuman hingga 95 euro per gr/km dari tiap CO2 yang melebihi target dan per mobil yang terdaftar. Berbasis emisi CO2, struktur pajak kendaraan Eropa juga memberikan penghargaan atau menghukum kendaraan berdasarkan emisi CO2 mereka.
TEKANAN SEMAKIN MENINGKAT Salah satu cara yang digunakan oleh produsen Eropa adalah dengan memperkenalkan mesin yang dirampingkan, dan mesin turbo. Dalam batas-batas pengujian laboratorium, mesin turbo memiliki keuntungan lebih dibanding naturally aspirated, karena dalam metode tes NEDC, mesin turbo dimungkinkan untuk beroperasi di bawah ambang batas mereka. Pesan di iklan adalah bahwa generasi baru mesin turbo mampu menggabungkan yang terbaik dari dua dunia - kinerja mesin besar dan konsumsi bahan bakar irit, dengan hampir nol turbo lag. Tapi segera, konsumen menemukan bahwa konsumsi bahan bakar yang lebih banyak dari mesin kapasitas kecil tidak mendekati klaim produsen mereka - ini terutama berlaku pada sedan D-segmen yang lebih besar dan model SUV mesin kecil berturbo. Sebuah tes yang dilakukan oleh Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Consumer Reports di Amerika Serikat, yang tidak menerima iklan dari perusahaan mobil dan membeli mobil tes mereka sendiri, menegaskan hal ini. Consumer Reports menemukan bahwa Kia Sportage dengan mesin turbo 2.0-liter mengkonsumsi BBM 11,2 liter/100 km, yang sebenarnya lebih boros dari Toyota RAV4 3.5-liter V6 yang memiliki catatan 10,7 liter/100 km. Akselerasi Kia dari 0-100 km/jam juga 0,4 detik lebih lambat dari Toyota, meski diperkuat mesin turbo. Hasil serupa juga terlihat di Ford Fusion 1.6-liter turbo, yang memiliki catatan 9,5 liter/100 km yang lebih boros dari Honda Accord 2.4-liter yang menggunakan mesin naturally aspirated dengan catatan 7,8 liter/100 km.
Dalam batasanbatasan pengujian laboratorium, mesin-mesin turbo lebih menguntungkan dibandingkan mesin-mesin naturally aspirated
Honda mampu berakselerasi dari waktu 0-100 km/jam dalam 7,7 detik yang juga lebih cepat dari mesin turbo Ford yang berada di angka 8,9 detik. Ford Fusion 2.0-liter turbo dan Kia Optima 2.0-liter turbo tidak mampu berbicara banyak bila dibandingkan dengan rekan-rekan naturally aspirated dengan mesin V6 3.5-liter. Mesin turbo Ford dan Kia mengonsumsi lebih banyak bahan bakar (10,7 liter/100 km dan 9,8-liter/100 km), dan memiliki akselerasi lebih buruk (7,4 detik dan 6,6 detik) daripada Honda Accord bermesin naturally aspirated berkapasitas 3.5-liter V6 dengan hasil 9 liter/100 km dan 6,3 detik. Consumer Reports menyarankan konsumen: “Jadi jangan membeli
Profil berkendara NEDC
4
Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
the world-harmonized light-duty vehicles test cycle (wltc)*
*The WLTC is the test cycle of the WLTP.
mesin turbo yang membanggakan efisiensi. Ada cara lain yang lebih baik untuk menghemat bahan bakar, termasuk hibrida, mesin diesel, dan teknologi canggih lainnya.” Mereka juga mengatakan bahwa secara umum, kapasitas mesin turbo kecil benar-benar memiliki kinerja percepatan lebih miskin daripada mobil berkapasitas mesin lebih besar, tetapi torsi yang lebih luas dari mesin turbo mampu memberikan ilusi kinerja yang baik. “Salah satu keunggulan mesin turbo adalah melimpahnya torsi pada rpm rendah hingga pertengahan. Dalam berkendara sehari-hari, ini berarti hadirnya perasaan berkendara lebih mudah dengan mengurangi kebutuhan untuk menurunkan transmisi saat mendaki bukit atau saat pengendara harus memilih gigi moderat. Ini bisa membuat mobil terasa lebih responsif, bahkan saat akselerasi sebenarnya lebih.”
Cara Mengakali Tes Meski metodologi tes NEDC diatur secara ketat oleh regulasi UNECE 5
(United Nations Economic Commission for Europe) No. 715/2007, ada beberapa celah yang dapat dimanfaatkan oleh produsen untuk mendapatkan hasil tes lebih menguntungkan. Pengujian biasanya dilakukan baik di fasilitas pabrik sendiri di bawah otoritas penyedia layanan teknis, sebagai bagian dari proses homologasi kendaraan sebelum model dapat diizinkan untuk dijual. Metodologi Tes NEDC yang ditandai dengan akselerasi lembut dan kecepatan konstan, semua dilakukan tanpa AC atau perangkat lain seperti perangkat infotainment -- yang berbeda secara signifikan dari kondisi mengemudi perkotaan saat ini di mana kondisi stop-go yang mengharuskan pengemudi melakukan akselerasi ‘agak menghentak’ dan dengan ketergantungan pada AC dan infotainment. Peraturan yang cukup ketat untuk memastikan bahwa mobil yang diajukan untuk pengujian (biasanya model pra-produksi) merupakan representasi yang dapat diandalkan dari model produksi,
pada kenyataannya sangat sulit untuk memastikannya. Produsen dapat, misalnya, memasang software khusus yang disesuaikan ke dalam engine control unit yang dapat mengenali cara mobil dikendarai saat mobil ini sedang digunakan untuk tes NEDC dan mesin mampu menyesuaikan diri dengan parameter operasional agar efisiensi maksimal. Dapat juga dengan mengganti pelumas mobil standar dengan oli mesin khusus, ban non-standard dengan low rolling resistance, mengubah keselarasan roda untuk mengurangi rolling resistance dan bahkan mamasang bantalan rem ke kaliper untuk mengurangi resistensi. Semua ini tidak jelas dalam metodologi tes NEDC saat ini.
Meluruskan yang Salah dengan Memperkenalkan WLPT PBB, di bawah panitia kerja WP.29 (World Forum for Harmonization of Vehicle Regulations) bersama-sama dengan para pemangku kepentingan dari Uni Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Eropa, Jepang, Korea, China dan India, saat ini tengah menyelesaikan rincian usulan untuk tes WLPT. Dengan WLPT, pemerintah berharap dapat mengenalkan standar baru untuk konsumsi bahan bakar dan pengujian emisi gas buang, yang merupakan representasi mendekati kondisi mengemudi yang sebenarnya. Rancangan peraturan untuk WLPT harus disampaikan kepada Working Party on Pollution and Energy (GRPE) PBB pada Oktober 2015. Tujuannya adalah untuk memiliki dokumen resmi yang bisa siap pada bulan Januari 2016, dan diperkenalkan ke dunia pada 2017.
Perbedaan Antara NEDC dan WLPT Secara umum, kendaraan dengan mesin yang dirampingkan atau hybrid akan mampu memperlihatkan penurunan 10 persen emisi CO2 dan konsumsi bahan bakar mereka di WLPT dibandingkan NEDC. Di sisi lain spektrum teknologi, mesin konvensional non-hybrid, mesin naturally aspirated tanpa sistem startstop akan memperlihatkan peningkatan 5 sampai 10 persen dalam hal konsumsi bahan bakar dan emisi CO2. Temuan yang agak kontra-intuitif ini ditemukan oleh konsultan teknik otomotif, Ricardo Inc, yang disimulasikan baik oleh metode NEDC dan WLPT pada berbagai kendaraan. Ricardo menjelaskan perbedaan hasilnya karena WLPT memiliki konsumsi yang lebih rendah saat kendaraan berhenti. Hasil sama juga dikonfirmasi oleh konsultan powertrain lain, AVL, yang menambahkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam hasil antara mesin bensin atau diesel.
Dari Perampingan ke ‘Ukuran Ideal’ - Mazda Menyambut WLPT Akan bisa dimengerti kenapa produsen lebih khawatir terhadap WLPT, yang 6
Atas: Perbedaan antara uji resmi konsumsi BBM dan emisi CO2 dengan dunia nyata pada 2013 (diambil dari ICCT 2014).
lebih sulit daripada NEDC. Salah satu produsen yang keras kepala melawan trend perampingan kapasitas mesin adalah Mazda, yang secara konsisten menyatakan bahwa perampingan bukan jalan benar untuk Mazda karena biaya tambahan dan kompleksitas turbocharger lebih besar daripada manfaatnya. Belum lagi karena keborosan bahan bakar di dunia nyata (yang dibuktikan oleh Ricardo dan AVL). Ketika ditanya pendapat Mazda terhadap pergantian NEDC dengan WLPT, Mitsuo Hitomi, Managing Executive Officer yang bertanggung jawab atas Powertrain Development and Electric Drive System di Technical Research Centre Mazda mengatakan: “Pengubahan siklus mengemudi Eropa akan lebih akurat untuk efisiensi bahan bakar di dunia nyata.” Dalam email balasan ke Automotive Industry Review, Hitomi menjelaskan bahwa bahkan insinyur di perusahaan mobil Eropa mengakui bahwa mesin yang dirampingkan tidak sangat irit bahan bakar saat diuji di WLTP. Dia lalu menjelaskan bahwa perusahaan konsultan rekayasa Eropa baru-baru ini mengatakan: “Kami telah merampingkan mesin terlalu banyak
dan sekarang kami akan pergi ke ukuran yang tepat.” Dalam wawancara lain dengan Automotive Industry Review awal Mei 2014, Hitomi mengatakan kepada kami, “Menjalankan mesin yang dirampingkan dan memiliki turbocharger intercooler. Kami yakin bahwa efisiensi SkyActiv jauh lebih baik daripada mesin yang hanya dirampingkan saja. SkyActiv memiliki kapasitats relatif lebih besar, namun efisiensi lebih dari mesin dirampingkan dan efisiensi bahan bakar di dunia nyata lebih baik, kami percaya.” “(Tes) efisiensi bahan bakar NEDC menguntungkan mesin yang dirampingkan karena frekuensi bebanrendah cukup tinggi,” tambahnya. “Kami percaya bahwa SkyActiv tidak pernah ada di belakang mesin yang dirampingkan dalam hal efisiensi bahan bakar di dunia nyata. Pajak otomotif ditentukan oleh peraturan efisiensi bahan bakar, karena itu kami tidak punya pilihan selain meningkatkan efisiensi bahan bakar dalam kisaran beban-ringan,” katanya.
hans cheong
Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Membaca Kembali Peluang ASEAN Economic Community (AEC) Terhambat oleh regulasi-regulasi berbeda, AEC tidak akan membawa keuntungan-keuntungan lebih jauh melebihi apa-apa saja yang telah ditawarkan oleh AFTA
S
ebagian besar yang telah dikatakan tentang ASEAN Economic Community (AEC) akan datang adalah sesuatu positif. Para pendukung AEC sering mengatakan bahwa di bawah AEC, potensi ASEAN sebagai suatu kesatuan pasar akan terbuka lewat adanya aliran bebas perdagangan, bakat dan modal. Pertanyaannya adalah berapa banyak dari hal-hal ini akan menjadi realitas? Sebagian besar laporan positif di media terkait AEC menunjukkan bahwa penghapusan tarif akan mempromosikan basis produksi dan pasar tunggal. Dengan ukuran pasar gabungan lebih dari 600 juta orang, dengan penjualan 4,4 juta mobil per tahun, ASEAN yang bersatu akan menjadi pasar mobil terbesar keenam di dunia - kecuali bahwa hal ini dipandang sebagai suatu hal yang terlalu optimis. Kon Thueanmunsaen, analis senior di LMC Automotive, menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada hal baru tentang AEC. Ide dasarnya sudah dilaksanakan di bawah payung Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA), dan oleh peraturan berbeda di negara-negara anggota ASEAN yang berarti bahwa banyak dari janji-janji AEC tidak dapat direalisasikan. “Kami memastikan bahwa tidak akan ada dampak signifikan atau langsung 7
Atas: Hingga ASEAN mengadopsi regulasi standar, maka terlalu cepat mengatakan ASEAN sebagai suatu pasar bersatu.
yang bisa dihasilkan dari realisasi AEC. Hal ini karena ide dasar AEC tentang perjanjian perdagangan pada dasarnya tidak ada yang baru, dan karena masih ada tantangan besar untuk kerjasama tambahan,” katanya dalam kolomnya di surat kabar Thailand, The Nation. Kon menjelaskan bahwa kesepakatan penurunan tarif AEC adalah “pada dasarnya hanya ‘alias yang baru’ untuk perjanjian serupa yang sebelumnya memiliki banyak nama termasuk Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di bawah AFTA, dan dimasukkannya program insentif investasi daerah, yang sebelumnya dikenal dengan nama ASEAN Industrial
Cooperation (AICO).” Lebih penting lagi, sejauh penurunan tarif yang banyak disebutkan, hanya sedikit hal ditawarkan AEC yang belum ditawarkan AFTA. “Pada Februari 2013, proporsi produk dengan tarif nol persen sudah 99 persen di enam anggota asli. Untuk empat anggota lainnya Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam, yang bergabung kemudian persentasenya adalah 69 persen dan pengurangan lain yang dijadwalkan kemudian untuk 2018, bukan 2015. Akibatnya, pelaksanaan AEC pada tahun 2015 hampir tidak akan menyebabkan dampak tambahan lebih jauh dari skema perdagangan saat ini,” Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
tambah Kon. Masalah lain adalah di bidang harmonisasi standar dan peraturan masing-masing negara. Dalam sektor otomotif, Malaysia dan Singapura adalah dua negara yang secara aktif bekerja untuk melakukan harmonisasi peraturan otomotif agar selaras dengan standar PBB WP.29. Misalnya, berkas sertifikasi kendaraan dari Thailand atau Indonesia tidak diakui oleh Malaysia, dan sebaliknya. Dalam pasar terpadu yang benar seperti Uni Eropa, produk dan jasa memiliki standar peraturan dan proses yang sama untuk semua negara-negara anggotanya. Sebuah kendaraan yang telah disertifikasi untuk mulai dijual di satu negara Uni Eropa bisa dijual di
negara anggota Uni Eropa lainnya. Di saat AEC memiliki niat untuk menyelaraskan peraturan negara yang saat ini beragam, hanya sedikit kemajuan yang bisa diharapkan dalam jangka pendek-menengah karena akan sulit untuk mengharapkan negara ekonomi yang baru berkembang seperti Myanmar untuk mengadopsi peraturan yang sama seperti yang dikembangkan di Singapura. AEC awalnya direncanakan untuk 1 Januari 2015, tetapi telah ditunda sampai 31 Desember 2015. Di atas kertas, AEC masih percaya akan lepas landas dalam waktu 2015 tetapi dalam prakteknya, maka akan ditunda satu tahun karena masih banyak masalah yang belum terselesaikan menghalangi
Kia Picanto yang dipasarkan di Thailand (atas) tidak memenuhi regulasi UNECE ketika dijual di Malaysia (bawah).
8
integrasi ekonomi ASEAN. Sebelumnya pada bulan Januari, Dato’ Seri Mustapa Mohamed, Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia, yang juga presiden ASEAN untuk tahun 2015, mengatakan bahwa dampak integrasi yang lebih besar hanya dapat terjadi setelah 2020. “Komunitas bisnis ingin ASEAN diintegrasikan sebagai satu kesatuan. FaktaNYA adalah bahwa ada masalah perbatasan, bea cukai, imigrasi, dan peraturan yang berbeda,” kata menteri di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Menteri menambahkan bahwa meskipun benar bahwa banyak potensi AEC tidak dapat direalisasikan pada tahun 2015, tujuan jangka panjang dari AEC masih bisa dicapai. “Yang penting adalah bahwa kami berkomitmen, saya tidak mengatakan bahwa kita mundur,” tambahnya. Beberapa hal memang menyulitkan di periode awal ini, masa sulit integrasi pada hari-hari awal Uni Eropa juga bisa menjadi contoh. Namun, Kon percaya bahwa perbedaan mendasar antara Uni Eropa dan AEC membuat perbandingan itu merupakan perbandingan yang salah. “Saya tidak berpikir kita harus atau bisa membandingkan AEC dengan Uni Eropa. Tingkat integrasi sangat jauh berbeda. Dan latar belakang dan karakteristik anggota juga sangat berbeda.” Isu lain yang menghambat kemajuan AEC adalah bahwa tidak seperti Uni Eropa, banyak negara di ASEAN berada dalam persaingan diantara satu sama lain untuk menyedot investasi asing. Kebijakan otomotif di Thailand, Malaysia, dan Indonesia misalnya, bersaing satu sama lain. Program insentif investasi saat ini untuk industri otomotif, seperti Ecocar di Thailand, Energy Efficient Vehicles di Malaysia, dan Low Cost Green Car di Indonesia, jelas menunjukkan persaingan sengit di antara negaranegara ASEAN. Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Masalah lain yang menghambat kemajuan AEC adalah tidak sama dengan Uni Eropa, banyak negara-negara di ASEAN berada dalam kompetisi untuk Investasi Langsung Luar Negeri (FDI)
Proyek EcoCar Thailand, EEV Malaysia dan LCGC Indonesia berkompetisi untuk tipe investasi yang sama.
“Masalahnya di industri otomotif ASEAN adalah bahwa mereka akan bersaing untuk mencari investasi pada ekspor mobil. Kita akan melihat lebih banyak upaya dari OEM di Indonesia dan Thailand terkait jaringan produksi global mereka,” katanya. Sebelum AEC dapat lepas landas, negara-negara perlu melihat melampaui dirinya sendiri, dan itu akan menjadi hal yang sangat sulit untuk dicapai. Pada November lalu Nikkei Asian Review Forum di Bangkok, Tim Zimmerman, President of South East 9
Asia Operations di General Motors mengatakan bahwa negara-negara ASEAN akan diuji pada “apakah mereka bisa melihat kepentingan nasional sebagai masa lalu dan lebih melihat kepentingan global. Untuk menempatkan diri sebagai basis ekspor ASEAN tidak bisa menghabiskan waktu berjuang sendirian,” lugasnya. Zimmerman mengatakan bahwa masalah ini bukan dilihat siapa yang memiliki industri terbesar, tapi bagaimana masing-masing negara dapat berkontribusi untuk membuat
masyarakat yang lebih kuat dan lebih sejahtera. “Sebuah komunitas ekonomi bukan sesederhana kumpulan negara-negara yang melakukan apa yang menjadi keinginan mereka sendiri. Setiap negara harus berkontribusi untuk memperkuat, yang mungkin berarti akan menjadi pergeseran industri dari satu negara ke negara lain.” Perubahan tersebut tidak akan mudah, tapi hal itu akan diperlukan, tambahnya. hans cheong
Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Perkiraan Penjualan Mobil di Indonesia, Thailand dan Malaysia ADB Memperkirakan Pertumbuhan ASEAN akan Melambat di 2015
P
ertumbuhan stabil diharapkan akan terlihat di sebagian besar negara Asia di 2015 dengan Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh 6,2%, tapi akan ada beberapa perlambatan untuk Asia Tenggara. ADB telah merevisi prospek untuk Asia Tenggara, dari 5,3% menjadi 5,1%, dengan Thailand diprediksi akan turun paling tajam, dari 4,5% menjadi 4,0%. ADB mencatat bahwa meski gejolak politik yang telah mendominasi sebagian besar dari 2014 sudah berakhir pada kuartal ketiga 2014, kegiatan ekonomi tetap lesu. Kinerja ekspor masih lemah, terhambat oleh penurunan umum dalam hal permintaan di banyak mitra dagang Thailand. Konsumsi domestik sudah mulai pulih tapi kecepatan masih lambat. Indonesia, kunci ekonomi lain di ASEAN, diproyeksi akan mengalami penurunan PDB di tahun 2015 dari 5,8% menjadi 5,6%. Indonesia masih di belakang 2 negara dengan pertumbuhan tercepat di ASEAN: Filipina (6,4%), dan Vietnam (5,8%). Didukung oleh penduduk kelas 10
gross domes tic product growth, developing asia (%) 2013
2014
2015
Developing Asia
6.2
6.4
6.2
Central Asia
5.6
5.9
5.4
Kazakhstan
4.5
5.2
4.6
East Asia
6.7
6.7
6.5
China
7.5
7.4
7.2
Hong Kong
2.5
3.2
3.2
Korea
3.7
3.8
3.8
Taiwan
3.4
3.3
3.6
South Asia
5.4
6.1
6.1
India
5.5
6.3
6.1
Southeast Asia
4.6
5.3
5.1
Indonesia
5.3
5.8
5.6
Malaysia
5.7
5.3
5.3
Philippines
6.2
6.4
6.4
Singapore
3.5
3.9
3.5
Thailand
1.6
4.5
4.0
Vietnam
5.5
5.7
5.8
The Pacific
5.3
13.2
13.4
Source: Asian Development Bank.
menengah yang berkembang pesat, ekonomi Indonesia akan terus tumbuh terus berkat kuatnya konsumsi domestik. Tantangan untuk tahun 2015 meliputi banyak hal termasuk perlambatan pasca-pemilu dan permintaan ekspor yang lamban. Sedangkan Malaysia, ADB mencatat
bahwa pertumbuhan PDB akan melambat dari tahun lalu dari 5,7 persen menjadi 5,3 persen. Tercatat pula bahwa perekonomian Malaysia sudah mulai melambat sejak paruh kedua 2014. Peningkatan belanja pemerintah dan konsumsi swasta terbebani dengan memperlambat investasi dan ekspor. Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
ISSUE 009
Perkiraan Penjualan Mobil 2015 Thailand 2014 merupakan tahun kelabu untuk sektor otomotif Thailand. Perselisihan politik menjadi malapetaka industri otomotif. Total penjualan kendaraan turun 33,7% menjadi hanya 881.832 unit. Sebagian besar kontraksi datang dari segmen mobil penumpang, yang turun 41,4%, sedangkan segmen kendaraan komersial lebih tahan dengan turun 26,8%. Di sisi lain, penjualan di tahun 2015 akan meningkat, namun Thailand tidak akan mengalami pertumbuhan secepat di 2012 dan 2013. Penjualan saat itu berkisar antara 1.200.000-1.300.000 kendaraan, didorong oleh skema insentif pemerintah untuk pembeli mobil pertama yang berakhir pada tahun 2012. Toyota meramal penjualan kendaraan baru akan mencapai 92 ribu unit atau 4,3% lebih tinggi dari tahun 2014, masih jauh dari 2013 dengan 1,33 juta kendaraan. “Pada 2015, penjualan domestik Thailand akan kembali normal sejalan dengan pemulihan ekonomi secara bertahap yang membangun kepercayaan konsumen. Oleh karena itu, proyeksi pasar untuk tahun 2015 akan menjadi 920.000 kendaraan, naik sekitar 4,3% year-to-year,” kata Kyoichi Tanada, Presiden Toyota Motor Thailand. Menurutnya penjualan pada semester II 2015 diperkirakan akan lebih baik dibanding paruh I, dan segmen kendaraan komersial akan terus lebih baik dibandingkan mobil penumpang. “Meski selama 2014 manuver politik secara psikologis memengaruhi keputusan pembelian, bersamaan dengan perlambatan ekonomi dan harga produk pertanian yang rendah memengaruhi bisnis dan belanja rumah tangga, pada tahun 2015 penjualan domestik akan kembali normal setelah penghentian program First Car Buyer 11
Tax Rebate.” Toyota meramalkan penjualan 1,34 juta kendaraan di 2015, naik 13,4% dari 2014. Indonesia Penjualan kendaraan baru di Indonesia turun sedikit karena pemotongan subsidi BBM menjelang akhir 2014. Menurut data yang dikumpulkan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan turun 1,7% dari tahun 2013 menjadi 1.208.019 kendaraan pada tahun 2014. Meski harga minyak dunia telah turun, subsidi bensin RON88 di Indonesia, paling populer di Indonesia dan menjadi salah satu bensin dengan kualitas terendah di dunia, telah menyedot banyak subsidi. Namun, kebanyakan produsen tidak terlalu khawatir dengan dampak serius dari kenaikan harga BBM karena melihat negara ini masih merupakan pasar berkembang dan banyak dari penduduknya membeli mobil. Kecuali pengubahan yang signifikan dalam kondisi ekonomi, GAIKINDO memperkirakan bahwa penjualan kendaraan baru untuk tahun 2015 akan terus terus stabil di angka 1,2 juta kendaraan. “Kami akan melakukan review setiap triwulan. Saat ini, kami berharap untuk melihat 1,2 juta unit,” kata Sudirman Maman Rusdi, Ketua Umum GAIKINDO. Perkiraan GAIKINDO didasarkan pada kondisi nilai tukar mata uang, inflasi, dan suku bunga dari Bank Indonesia. Malaysia Pada tahun 2014, penjualan kendaraan baru mencapai titik tertinggi, 666.465 unit. Meski angka tersebut sudah 1,6% lebih tinggi dari tahun sebelumnya, namun masih cukup jauh dari 675.000 unit yang diperkirakan Frost & Sullivan dan 680.000 unit oleh Malaysian Automotive Association. Untuk tahun 2015, Frost & Sullivan
memprediksi akan tumbuh 3% menjadi 685.950 unit. Kombinasi dari beberapa model mobil baru yang akan datang dengan harga kompetitif, dan ekonomi stabil akan terus dorong pasar mobil. Pada saat yang sama, akan ada tantangan berupa kemungkinan pengetatan kredit oleh bank, serta dampak jangka pendek dari barang atau jasa terkena pajak atau Goods and Services Tax (GST). Sementara, RHB Research Institute memprediksikan penjualan akan turun tahun, sekitar 2,5% menjadi 650.000 unit. “Pelaksanaan GST biaya hidup meningkat kemungkinan akan memberi tekanan pada belanja konsumen,” kata RHB Research.
hans cheong
CONTACT US iCar Asia (Indonesia) Limited Gedung Buncit 36 Jalan Warung Jati Barat No.36, Jakarta Selatan - 12550 +62 21 7808010 S a l es E n quiries
Opinus Sinuhaji
[email protected] E d i t or
Hans Cheong
[email protected] In d on esia C orresp ondent
Indra Prabowo
[email protected] T h ail a n d C orresp on dent
Pisan Ittiwattanakul
[email protected] Ar t Dire c t or
Kam Li Mei
[email protected]
Artikel bisa diunduh di Mobil123.com
iCarAsia’s MOST VIEWED , SORTED BY P AGEVIEWS ( j a n u a r y )
BRANDS
MODELS
toyota
NO.
1
h onda
NO.
2
daihatsu
NO.
3
suzuki
NO.
4
n i ssan
NO.
5
1
mitsub ishi
NO.
6
1
merce de s-b e nz
NO.
7
2
bmw
NO.
8
i suzu
NO.
9
1
spot
1 spot
spot
spot
spots
che vrole t No change
NO.
10
Toyota Innova 2
Honda CR-V
1
Toyota Avanza
spots
spot
1 spot
2
spots
Honda Jazz Toyota Vios Daihatsu Xenia
2 spots
Isuzu Panther BMW 3-Series
4
spots
Mitsubishi Pajero Daihatsu Ayla