MODUL PELATIHAN
PETUNJUK BETERNAK ITIK Oleh : Ir. Mangonar Lumbantoruan, MS.
Disajikan pada : PELATIHAN PERCONTOHAN USAHA TERNAK ITIK SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF (MPA) BAGI NELAYAN DI DESA SIJAGO-JAGO DAN DESA TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH. Diselenggarakan atas kerjasama : CORAL REEF MANAGEMENT PLAN (COREMAP) REGIONAL TAPANULI TENGAH dengan LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN. 2006.
I. PENDAHULUAN Di Indonesia, itik merupakan unggas penghasil telur yang cukup potensil di samping ayam. Ternak itik tersebar luas di seluruh pelosok tanah air di mana sebagian besar di antaranya masih dipelihara secara ekstensif tradisional. Hanya di beberapa daerah, terutama di Jawa, peternak telah mencoba memelihara itik secara sistem terkurung dengan memanfaatkan bahan pakan lokal yang murah dan tersedia di daerah setempat.
Sifat-sifat Itik Menurut sejarahnya, nenek moyang itik berasal dari Amerika Utara yaitu berupa itik liar (Anas mocsha) atau wild mallard. Itik liar inilah yang dijinakkan hingga diperoleh berbagai jenis itik yang kita kenal sekarang yang disebut Anas domestica. Dalam keadaan liar, itik bersifat monogamus yaitu hidup berpasangan. Akan tetapi setelah diternakkan mereka menjadi bersifat poligamus sehingga dapat dipelihara secara bersama-sama dalam satu kandang. Itik dengan cepat dapat menyebar ke berbagai kawasan karena bersifat aquatik (hidup di air). Selain itu, dalam hal makanan mereka bersifat omnivorus yaitu pemakan segala, mulai dari biji-bijian, rumput-rumputan. Umbi-umbian dan bahan makanan yang berasal dari hewan. Sifat khas lainnya dari itik adalah kakinya relatif pendek dibanding ukuran tubuhnya, di antara jari kaki terdapat sejenis selaput yang membantunya berenang serta bulunya tebal dan berminyak yang berfungsi menghalangi air masuk ke permukaan tubuhnya. Dengan sifat seperti ini, meskipun sudah dijinakkan, itik cenderung menyukai hidup di air. Dibanding ternak unggas lainnya, itik memiliki beberapa keunggulan, yaitu : Mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibanding ayam. Sekalipun dipelihara dengan sistim pengelolaan sederhana itik masih mampu berproduksi dengan baik.
Tingkat kematiannya relatif kecil (relatif tahan terhadap penyakit). Bertelur di pagi hari sehingga pemungutan telur dapat dilakukan sekali sehari. Sekalipun diberi pakan berkualitas rendah produksi telurnya masih menguntungkan. Telurnya cocok diolah menjadi telur asin.
Manfaat Beternak Itik Berbicara tentang manfaat atau keuntungan beternak itik tidak perlu diragukan. Di setiap tahap umur dan setiap bagian tubuhnya itik memiliki nilai pasar tersendiri dengan harga jual yang lumayan, mulai dari telur, daging, bibit, bulu, feses hingga itik afkir (tua) semuanya dapat mendatangkan uang. Jika tujuan beternak itik untuk menghasilkan telur konsumsi maka pejantan tidak perlu dipelihara sehingga biaya pakan bisa lebih hemat. Lagi pula telur konsumsi sebaiknya bukan telur yang dibuahi agar mutunya lebih baik dan dapat disimpan lebih lama. Namun bila yang ingin dipanen adalah telur tetas maka pejantan wajib dipelihara. Selain itu, agar itik memperoleh bahan makanan yang lebih beragam sehingga daya tetas telurnya semakin baik maka itik untuk tujuan ini sebaiknya digembalakan atau dilepas dari kandang di sebagian hari. Itik yang digembalakan akan memperoleh bahan makanan dari rawa-rawa atau sawah berupa tumbuhan air, ikan-ikan kecil, cacing, keong dan lain-lain. Semuanya ini merupakan sumber protein nabati dan hewani serta mineral dan vitamin
yang cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan itik guna
mengkasilkan telur berdaya tetas tinggi. Produk usaha ternak itik bukan hanya telurnya saja. Dengan bermodalkan alat-alat tetas dan keterampilan sederhana, baik yang alami maupun buatan, peternak dapat menjadi produsen anak itik (meri) atau DOD (day old duck). Harga jual meri jauh lebih tinggi dibanding telur sekalipun baru berumur sehari (DOD). Bila harga jual telur misalnya Rp 600/butir maka harga seekor meri paling tidak Rp 2500. Harga jual itik umur 3 – 4 minggu mencapai sekitar Rp 5000/ekor. Bila sabar menunggu dan telaten maka peternak dapat membesarkan anak itik hingga berumur 4 – 6 bulan (itik dara) yang memiliki harga jual yang lebih tinggi lagi yaitu sekitar Rp 25.000/ekor. Itik jantan umur 1.5 bulan dapat dijual sebagai itik pedaging (bebek panggang) dengan harga sekitar Rp 10.000 – Rp 15.000 per ekor. Potensi lainnya yang dapat dikembangkan dari usaha ternak itik adalah produksi bulu. Bulu itik yang halus banyak digunakan sebagai pengisi mainan anak-anak, bantal, mantel, jas dan lainlain. Sedangkan batang bulu dan bulu kasar masih dapat dijadikan sebagai tepung bulu yang bermanfaat sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Bahkan feses (kotoran) itikpun masih berpotensi mendatangkan keuntungan karena dapat digunakan sendiri atau dijual sebagai pupuk.
2
Kompos yang berasal dari alas kandang itik sangat cocok digunakan untuk memupuk tanaman muda seperti sayur-sayuran. Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa usaha ternak itik sangat potensil dijadikan sebagai sumber mata pencaharian tambahan atau alternatif. Pilihan yang tersedia banyak, tergantung masing-masing, bisa mengkhususkan diri pada telur konsumsi, telur tetas, anak itik atau bibit itik yang sudah besar. Semuanya berpotensi memberikan keuntungan yang memadai.
Kesesuaian Usaha Ternak Itik dengan Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Berbagai manfaat yang disebut di atas dapat diperoleh tanpa harus memiliki modal dan lahan yang besar serta pendidikan yang tinggi. Modal beternak itik tidak harus besar, baik untuk kandang, bibit, pakan, tenaga kerja, obat-obatan maupun lahan. Kebutuhan modal utama adalah membeli bibit. Sebuah usaha ternak itik dapat dimulai dari beberapa ekor atau beberapa puluh ekor bibit saja. Dengan kesabaran dan keuletan yang tinggi bibit yang sedikit ini dapat dikembangkan secara bertahap menjadi ratusan bahkan ribuan hanya dalam tempo sekitar 2 tahun. Untuk membuat material kandang dapat digunakan bahan-bahan yang tersedia secara lokal seperti bambu, batang kelapa, batang nyiur, rumbia dan lain sebagainya sehingga tidak perlu mengeluarkan modal besar. Kebutuhan bahan pakan untuk itu dapat diandalkan dari ubi-ubian, daun-daunan, dedak, ikan rucah, bekicot, kepiting dan hewan-hewan kecil lainnya serta sisa-sisa dapur yang tidak selalu perlu dibeli. Selanjutnya, memelihara beberapa puluh ekor itik tidak perlu lahan yang luas, cukup di pekaranngan seluas beberapa meter persegi saja. Bahkan ternak itik juga dapat dipelihara disela-sela tanaman yang batangnya cukup tinggi seperti jagung, ubi kayu dan berbagai jenis tanaman tahunan. Itik adalah pemakan gulma (tumbuhan pengganggu) yang baik. Mereka akan memakan tumbuh-tumbuhan muda yang pendek sebab mudah direnggut. Tentu saja bila hendak melepas itrik di sela-sela tanaman pertanian perlu ditunggu agar pucuknya cukup tinggi serta batangnya cukup kokoh agar tidak rusak oleh renggutan atau cocoran mulut itik. Waktu yang tersita untuk mengurus ternak itik juga tidak terlalu banyak. Untuk puluhan ekor itik paling-paling dibutuhkan sekitar 2 – 3 jam sehari yaitu untuk menyiapkan dan memberikanan makanan, melepas dari dan memasukkan ke kandang serta membersihkan kandang. Pekerjaanpekerjaan seperti ini tidak menuntut pendidikan yang tinggi sehingga dapat dilakukan oleh anakanak atau orang yang sudah lanjut usia sekalipun. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa beternak itik sangat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi nelayan. Nelayan (kaum pria) umumnya bekerja di malam hari hingga subuh sehingga pekerjaan menyediakan kebutuhan itik bisa dilakukan siang harinya seusai
3
beristirahat. Bahkan sebagian dari bahan pakan itik, khususnya yang berupa ikan rucah atau hewan-hewan air yang tidak laku dijual,
dapat disediakan
oleh nelayan sambil melaut.
Sementara itu, sang istri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya dapat berperan mengurus ternak itik sehari-hari. Untuk memperoleh gambaran mengenai keuntungan beternak itik, ada baiknya kita mempelajari pengalaman peternak itik di Kabupaten Brebes Jawa Tenngah. Kabupaten ini dikenal sebagai penghasil telur asin. Di pelosok kota maupun desa di kabupaten ini mudah kita jumpai toko atau kedai yang menjual telur asin. Tak pelak, telur asin menjadi trademark kabupaten tersebut. Melimpahnya produksi telur asin di Brebes tak terlepas dari banyaknya sentra peternakan itik di wilayah ini. Di Brebes tercatat 1.778 peternak itik yang tersebar dan bergabung di lebih dari 10 kelompok tani ternak itik (KTTI). Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan peternak unggas lain, seperti peternak ayam petelur yang 246 orang ataupun peternak ayam pedaging yang hanya 99 orang. Setiap tahunnya, lebih dari 100 juta butir telur diproduksi di peternakan-peternakan itik di Brebes dari populasi itik sebanyak hanpir
900.000 ekor. Banyaknya warga Brebes yang
menggeluti profesi sebagai peternak itik tak terlepas dari keuntungan yang bisa dihasilkan dari usaha ini. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan perawatan yang mudah, seorang peternak itik pemula (satu tahun) rata-rata bisa mendapat keuntungan bersih Rp 50.000 sampai Rp 150.000 per hari. Bahkan, apabila jumlah itiknya di atas 1.000 ekor, tak mustahil dia meraih keuntungan Rp 300.000 per hari. Kegiatan beternak itik lambat laun menjadi kegiatan ekonomi utama dibandingkan dengan bertani. Bahkan, tak sedikit petani yang menjadikan lahan pertaniannya, terutama lahan bawang merah, untuk dijadikan areal peternakan itik. Diperlukan waktu enam bulan bagi anak itik untuk tumbuh menjadi dewasa dan siap bertelur. Minimal 60 persen dari itik yang dipelihara akan bertelur setiap hari. Bahkan, apabila musim sedang bagus dan itik tidak stres, persentase bertelurnya bisa mencapai 80 persen. Artinya, jika jumlah itik yang dipelihara 500 ekor, telur yang dihasilkan setiap harinya antara 300 400 butir. Salah seorang petani, Haryanto, memiliki 600 ekor itik di kandangnya, dengan produksi 350 butir sampai 400 butir telur setiap hari. Dengan harga telur itik Rp 700 - Rp 750 per butir maka dalam sehari Haryanto memperoleh hasil penjualan sekitar Rp 300.000. Penghasilan kotor itu dikurangi biaya pembelian pakan dan obat-obatan sekitar Rp 150.000. Dengan demikian, dalam sehari Haryanto mendapat keuntungan bersih Rp 150.000. "Penghasilan saya sebagai peternak itik cukup lumayan dibandingkan dengan waktu saya masih bertani. Namun, itu semua harus dicapai dengan kerja keras. Tidak duduk-duduk saja," katanya.
4
Syahroni (58), Ketua KTTI Sumber Pangan, menuturkan bahwa beternak itik lebih menjanjikan daripada bertani bawang maupun padi. Selain risikonya kecil, keuntungan ekonomi yang diperoleh lebih stabil dan relatif lebih besar. "Waktu saya menjadi petani bawang merah, kalau harganya bagus, sekali panen memang untung sangat besar. Namun, biaya perawatannya juga besar. Selain itu, belakangan ini harga bawang merah jatuh akibat banyaknya bawang impor. Kalau beternak itik, risiko-risiko semacam itu tidak ada. Harga telur memang naik-turun, tetapi lebih stabil dibandingkan dengan harga bawang. Risikonya paling-paling harga pakan yang mahal," ungkap Syahroni. Selain adanya kemudahan pasar, peternak itik di Brebes juga diuntungkan oleh banyaknya sungai kecil yang mengalir di wilayah ini. Sungai-sungai ini memudahkan peternak menggembalakan dan memberikan air minum bagi itik. "Keberadaan sungai sebenarnya tidak mutlak. Namun, apabila ada, itu sangat membantu. Itik yang digembalakan akan lebih mudah bertelur karena tidak gampang stres dan lemaknya terbakar," papar Kepala Kantor Peternakan Kabupaten Brebes Nono Setyawan. Keuntungan lain yang dimiliki peternak itik, kata Nono, daya tahan itik terhadap serangan penyakit cukup tinggi, termasuk flu burung yang kini menghantui para peternak unggas di Indonesia. Ini tak terlepas dari faktor bawaan itik yang memang memiliki kekebalan terhadap serangan virus tersebut. Bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara/i ingin menjadi seperti mereka? Tak perlu ragu apalagi takut berangan-angan atau bermimpi. Asalkan sabar dan ulet serta disiplin, dalam waktu 2 – 3 tahun bapak, ibu atau saudara/I bisa seperti mereka. Kami dari Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen Medan siap membantu dari segi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk itu. Jangan sia-siakan kesempatan yang disediakan oleh Coremap.
II. MENGENAL BANGSA-BANGSA ITIK Berdasarkan tipenya itik dapat dikelompokkan menjadi tiga kerlompok yaitu itik tipe pedaging, petelur, dan dwi guna (gabungan). Sesuai dengan namanya itik petelur dapat menghasilkan telur cukup tinggi, sedangkan itik pedaging mempunyai per tumbuhan yang cepat dalam menghasilkan daging. Tipe gabungan, selain sebagai penghasil telur juga untuk produksi daging. Beberapa tipe itik lokal diberi nama sesuai dengan lokasinya dan mempunyai ciri morphologi yang khas. Sebagai contoh : itik Tegal, Alabio, Bali, Cirebon, Magelang, Tasikmalaya, Tangerang, Porsea, Mojosari dan lain-lain.
5
Berdasarkan rumpun keluarganya, itik lokal Indonesia dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (1) rumpun itik Jawa Barat dan Jawa Tengah, (2) rumpun itik Jawa Timur, Bali, dan Lombok; dan (3) rumpun itik Alabio dan Medan/Porsea. Dari ketiga rumpun itu, bangsa itik yang cukup terkenal adalah itik Tegal, Alabio, Mojosari, Bali dan Porsea. Itik-itik tersebut terutama dipelihara untuk produksi telur, kecuali Alabio yang lazim diambil dagingnya. Pada pemeliharaan secara intensif itik Alabio umur 72 minggu mampu bertelur 220 butir dengan berat telur rata-rata 62,9 g/butir, sedangkan kawin silang antara Alabio jantan dan itik Tegal betina (itik Alagal) mampu berproduksi 249 butir per tahun dengan berat telur 65 g/butir. Pemilihan itik sebagai bibit secara umum adalah sebagai berikut: 1) Mempunyai rata-rata produksi telur tinggi, 2) Tidak pernah terserang penyakit menular, 3) Tidak cacat, 4) Lincah dan Bentuk tubuh besar. Ada beberapa cara pengadaan bibit yang dapat dilakukan antara lain: a. Pembelian Telur Tetas. Pengadaan telur tetas ini bertujuan untuk ditetaskan sendiri. Pemilihan telur tetas tentunya harus diadakan seleksi asal-usul ternak itu sendiri, usahakan pembelian telur tetas berasal dari petemak yang mengkhususkan sebagai pembibitan. Disamping itu mempunyai produksi telur tinggi, bibit atau induk tidak pernah terkena penyakit yang dapat menurun. b. Pengadaan Anak Itik. Pembelian anak itik sehari (day old duck) ini pun perlu pemilihan anak itik yang cermat, seperti halnya pemilihan telur tetas, disamping itu bentuk fisik seperti tidak cacat, lincah, clan mata bening. c. Pengadaan Itik Dara. Pengadaan itik dara sebagai bibit seperti halnya dalam pemilihan telur tetas dan anak itik, tetapi itik dara tidak rumit, dibandingkan cara pemilihan tersebut di atas. Karena itik dara lebih mudah dalam menyeleksi bentuk dan kondisinya.
III. SISTIM PEMELIHARAAN Umumnya itik di Indonesia dipelihara sebagai penghasil telur, hanya dibeberapa daerah itik diusahakan sebagai penghasil daging clan petelur seperti di Bali (itik "betutu") dan Kalimantan Selatan (itik panggang). Sistem pemeliharaan itik dapat dikelompokkan ke dalam tiga sistem, yaitu sistem gembala, sistem lanting, dan sistem terkurung. a. Sistem Gembala. Pemeliharaan itik sistem gembala merupakan cara pemeliharaan yang paling banyak di jumpai di pedesaan, terutama di Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sumatera yaitu di daerah-daerah persawahan. Biasanya dipelihara dalam skala usaha kecil dan merupakan usaha turun-temurun. Dalam penggembalaan, peternak selalu berpindah-pindah sampai ratusan kilometer sehingga kadang-kadang tidak mempunyai tempat tinggal yang
6
tetap, dan bila itik tersebut tidak berproduksi lagi biasanya dijual. Beberapa kerugian dan keuntungan dalam pemeliharaan sistem gembala, adalah sebagai berikut: Kerugian Produksi telurnya rendah Ketersediaan pakan tergantung pada musim panen di sawah Penggunaan pestisida yang semakin meningkat dapat memusnahkan sumber pakan alami bagi itik. Makin intensifnya sistem persawahan mengurangi jatah pakan alam. Peternak harus selalu mengawasi ternaknya setiap saat. Peternak harus selalu berpindah tempat. Keuntungan Kandang sangat sederhana. Biaya pakan relatif rendah. Kebutuhan tenaga kerja sedikit. b. Sistem Lanting. Sistem Lanting hanya terdapat di Kabupaten Alabio, Kalimantan Selatan. Para peternak memanfaatkan daerah rawa sebagai tempat pemeliharaan itik Alabio yang telah lama di budidayakan oleh masyarakat setempat. Lanting merupakan rumah khusus peternak itik yang terapung di atas rawa. Kolong-kolong rumah tersebut dimanfaatkan sebagai petakpetak untuk kandang itik. Penggembala dilengkapi dengan sampan sebagai alat transportasi untuk menggembalakan itik dan sekaligus untuk memasarkan telur-telur itik. Peternak umumnya rata-rata memiliki sekitar 300 - 350 ekor. Pakan yang diberikan bergantung kepada musim dan ketinggian permukaan air rawa. Pemberian pakan tambahan terutama pada waktu musim pasang berupa udang segar yang dipotong-potong, ikan kecil yang direbus, keong yang dicincang, dan bataag sagu. Produksi telur itik Alabio cukup tinggi dibandingkan dengan jenisjenis itik lainnya; hal ini didukung oleh tersedianya sumber pakan itik berupa ikan-ikan kecil dan binatang air lainnya yang cukup banyak. Dengan sistem Lanting rata-rata produksi telur berkisar antara 50 - 70%. c. Sistem Terkurung. Pemeliharaan itik sistem terkurung cukup berkembang dan banyak diusahakan oleh peternak. Dengan sistem ini peternak dapat memperoleh keuntungan lebih besar dibandingkan dengan sistem lain. Resiko hilang atau mati relatif kecil, produksi telur lebih tinggi, tidak bergantung pada musim clan kesehatan ternak lebih mudah dikontrol. Sistem terkurung ini memerlukan biaya pakan relatif tinggi, biaya kandang dan perlengkapan kandang cukup mahal, dan diperlukan keterampilan khusus dalam beternak.
7
IV. TATALAKSANA PEMELIHARAAN 4.1 Kandang Indonesia merupakan negara tropis dengan suhu rata-rata cukup tinggi sehingga merupakan lingkungan yang kurang baik bagi ternak itik. Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari gangguan hewan pemangsa, tempat tidur clan istirahat, berkembang biak dan mempermudah dalam pengontrolan . Sebagaimana unggas lainnya, kandang itik pun memerlukan perawatan agar tidak cepat rusak. Bila terjadi kerusakan kandang perlu segera dilakukan perbaikan agar tidak meluas. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah ukuran dan bentuk kandang agar disesuaikan dengan kebutuhan. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kandang yaitu: a. Lokasi kandang. Dalam pembuatan kandang harus diperhitungkan tempat atau lokasi kandang. Karena kesalahan dalam pemilihan lokasi kandang dapat merugikan peternak maupun lingkungan di sekitarnya. Pemilihan lokasi kandang harus didasarkan pada keadaan wilayah, lingkungan penduduk, ketersediaan sarana pendukung seperti air, penerangan, sumber bahan pakan, transportasi, dan pemasaran. Lokasi peternakan sebaiknya jauh dari perkotaan karena akan menimbulkan masalah dalam pembuangan limbah dan bau kotoran yang kurang sedap. Disamping itu itik mudah stres terutama pada lingkungan yang bising . Kandang harus jauh dari rumah atau sumber air untuk mencegah pencemaran. Kandang sedapat mungkin terlindung dari masuknya sinar matahari secara langsung yang dapat mempengaruhi kenyamanan di dalam kandang. Untuk menanggulangi hal-hal tersebut dapat ditanam pohon pelindung di sekitar kandang agar udara menjadi sejuk terutama pada siang hari. b. Konstruksi Kandang. Perencanaan konstruksi kandang itik sangat penting agar usaha peternakan itik dapat memberi nilai ekonomis . Pembuatan kandang hendaknya memberikan manfaat kenyamanan dan kesehatan bagi itik. Kandang itik berbeda dengan kandang ayam, kandang itik hanya digunakan untuk istirahat di malam hari dan bertelur di pagi hari. Pada siang hari itik berada di halaman kandang tidak beratap yang dibatasi oleh pagar pagar. Pembuatan kandang itik harus mempunyai dua ruang yaitu ruang tempat istirahat dan ruang tempat bermain. Di antara dua ruang tersebut dibatasi dengan pagar dalam yang terbuat dari belahan bambu. Pagar dalam ini biasanya mudah dipindah pindahkan terutama pada waktu membersihkan lantai kandang. Tinggi pagar 40 - 50 cm, agar itik tidak masuk ke dalam kandang pada siang hari. c. Lantai Kandang. Lantai kandang maupun pelataran sebaiknya dibuat dari semen agar memudahkan dalam pembersihan, tidak becek dan lembab . Lantai semen dibuat miring agar
8
air tidak tergenang, dialasi dengan sekam padi atau serbuk gergaji yang berfungsi sebagai penyerap air. Luas lantai kandang itik harus disesuaikan dengan umur itik yang dipelihara (Tabel 1). Itik tidak boleh terlalu padat agar keadaan lantai kandang tetap bersih dan kering. Selain itu, kandang yang terlalu padat dapat menyebabkan kanibalisme pada itik muda. Tabel 1 . Kebutuhan luas lantai kandang itik untuk usaha berskala kecil. No. 1 2. 3. 4.
Umur (minggu) 0-4 4–8 6 - 16 Dewasa
Kebutuhan lantai (m2) 4 9 12 18
Kapasitas (ekor) 100 100 100 100
d. Atap Kandang. Pada prinsipnya atap kandang dapat dibuat dari bahan sederhana sampai yang harganya mahal, tetapi harus memperhatikan faktor-faktor teknis dan ekonomis. Atap yang paling sederhana adalah dari daun rumbia. Atap jenis ini harus dipelihara secara teratur dan perlu diganti 2 - 3 tahun sekali. Atap rumbia membuat suasana kandang sejuk terutama pada musim kemarau. Sedangkan atap dari seng atau asbes harganya relatif mahal, tetapi dapat tahan lama. Atap seng dapat memantulkan panas dan berkilap, sehingga perlu dilakukan pengecatan dengan cat bronze. Konstruksi atap merupakan bagian yang sangat penting. Ada empat bentuk atap kandang itik untuk kondisi di Indonesia: Atap dua muka dengan lubang angin. Atap dua muka tanpa lubang angin Atap satu muka dengan lubang angin Atap satu muka tanpa lubang angin. Mengingat kandang itik sangat mudah basah, maka disarankan agar atap dilengkapi dengan lubang angin. Atap seperti ini lebih cocok dibandingkan dengan tanpa lubang angin. Atap satu muka lebih cocok untuk peternak skala kecil dan sedang, sedangkan atap dua muka untuk peternakan skala besar.
4.2 Pakan Seperti halnya pada ayam ras dan ternak yang lainnya, makanan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan, demikian juga dengan peternakan itik. Sebagai contoh, rendahnya produksi telur itik yang digembalakan di sawah-sawah adalah karena kekurangan zat gizi yang tersedia dalam makanan di daerah padang penggembalaan. Pada pemeliharaan itik secara intensif, maka semua kebutuhan zat gizi itik untuk pertumbuhan dan produksi telur harus disediakan oleh peternak, sehingga dengan demikian biaya yang dibutuhkan untuk pembelian pakan cukup tinggi yaitu kira-kira 60-70% dari biaya produksi.
9
Oleh karena itu pemberian makanan yang murah tetapi mengandung zat gizi yang dibutuhkan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan itik. Kebutuhan biaya pakan itik merupakan yang terbesar dari biaya produksi. Banyak petemak itik yang tidak dapat melanjutkan usahanya karena tidak seimbangnya harga pakan dan produksi telur.
4.2.1 Kebutuhan Zat Gizi Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh itik untuk dapat hidup, bertumbuh dan bertelur adalah: air, protein, sumber energi (lemak dan karbohidrat), vitamin dan mineral. a. Air. Air merupakan zat gizi yang penting terutama untuk proses metabolisme (pemecahan atau pembentukan zat gizi dalam tubuh), pengangkutan zat gizi dan zat khusus didalam darah serta untuk pengeluaran panas tubuh. Penyediaan air secara terus menerus sangat diperlukan karma ternak itik tidak dapat minum air dalam jumlah banyak pada suatu saat. Kekurangan air akan menyebabkan ternak kerdil bahkan mati. Berbeda dengan ayam, selain sebagai zat gizi (diminum), air juga dibutuhkan itik untuk membasahi kepalanya. Oleh karena itu ke dalaman air pada tempat minum harus dapat membasahi kepala itik. b. Protein dan Energi. Protein adalah zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, menggantikan jaringan tubuh yang sudah tua dan untuk pembentukan antibodi yang berguna untuk melawan penyakit di dalam tubuh. Penentuan kebutuhan protein selalu dihubungkan dengan tingkat energi dalam pakan karma protein dapat dijadikan sebagai sumber energi dan dibutuhkan dalam pembentukan protein. Untuk itik periode bertelur, pemberian pakan dengan kadar protein tinggi (18%) dapat memproduksi telur lebih balk dibandingkan pakan dengan kadar protein lebih rendah (16%), sedangkan energi metabolisme untuk itik yang sedang bertelur adalah 2.700 Kkal/kg. Pemberian kadar protein yang lebih rendah menyebabkan telur yang dihasilkan lebih kecil, sedangkan bila kadar energi pakan yang lebih rendah akan menyebabkan penurunan produksi telur, tetapi tidak mempengaruhi berat telur. c. Vitamin dan Mineral. Vitamin adalah zat gizi yang dibutuhkan sebagai pernbantu (katalis) dalam proses pembentukan atau pemecahan zat gizi lain di dalam tubuh, jadi hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Mineral dibutuhkan untuk membentuk kerangka (tulang) tubuh, membantu pencernaan dan metabolisme dalam sel serta untuk pembentukan kerabang (kulit) telur. Zat kapur atau (Calcium = Ca) dan fosfor (P) adalah zat mineral yang paling banyak dibutuhkan. Kedua zat ini mempunyai hubungan yang saling terkait. Untuk itik yang sedang bertelur dibutuhkan zat kapur dan fosfor yang cukup tinggi dalam pakannya berkisar 3,0% Ca dan 0,60% P. Penurunan zat kapur hingga 1,25% dalam pakan menyebabkan penurunan produksi telur dan kerabang telur yang lebih tipis. Kekurangan zat fosfor akan menurunkan nafsu
10
makan dan menyebabkan pertumbuhan yang terlambat, serta penurunan produksi dan berat telur. Penambahan garam dapur 0,2% hingga 0,5% sudah dapat menunjang pertumbuhan dan produksi telur yang balk. Kebutuhan akan mineral lain (Mg, K, Zn, Fe, I, Mn, Mo, Se, Co, Cl) dan vitamin adalah dalam jumlah yang sangat sedikit. Dalam praktek sehari-hari digunakan campuran mineral dan vitamin (premix) yang telah banyak diperdagangkan dengan komposisi yang telah disesuaikan, sehingga hanya perlu diberikan sebanyak 0,25 - 0,5 Kg premix untuk tiap 100 Kg pakan. Standar kebutuhan nutrisi secara lengkap untuk itik, khususnya itik petelur masih belum ada. Selama ini para peternak menggunakan standar nutrisi untuk itik bibit. Kebutuhan nutrisi itik yang sedang tumbuh dan dewasa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan beberapa nutrisi itik petelur. No. 1. 2. 3. 4.
Anak (0 – 8 mg) 2.900 17 - 20 0.6 – 1.0 0.6
Zat nutrisi Energi metabolis (kkal/kg) Protein kasar (%) Ca (%) P (%)
Dara (8 – 20 mg) 2.800 18 0.6 – 1.0 0.6
Dewasa (> 20 mg) 2.700 16 – 18 2.9 – 3.25 0.47
4.2.2 Bahan Pakan Banyak bahan pakan alternatif (bahan pakan pilihan) yang bisa digunakan, namun dalam mencari bahan yang akan dipakai hendaknya berpegang pada kadar protein dan energi yang diperlukan itik. Bahan pakan sumber energi untuk itik antara lain adalah dedak padi, jagung, menu, tepung singkong, polar, nasi keying, roti afkir dan mie afkir, namun dalam pemberiannya sebaiknya tidak dalam bentuk keying, tetapi agak basah atau jika terlalu keras perlu direndam sebelum diberikan pada itik. Sebagai contoh perendaman diperlukan jika itik diberi nasi kering, sehingga nasi tersebut menjadi agak lunak/lembek dan dapat ditelan dengan mudah oleh itik. Bahan pakan sumber protein yang sangat disukai oleh itik dalam bentuk segar adalah ikan rucah, cangkang udang dan keong, namun pemberiannya haruslah dalam ukuran yang cukup kecil untuk memudahkan itik menelannya. Selain itu berbagai jenis bahan pakan sumber protein yang berbentuk tepung yang dapat diberikan kepada itik antara lain bungkil kelapa, tepung ikan, bekicot dan sebagainya. Kandungan zat gizi beberapa bahan pakan disajikan pada Tabel 3. Dedak Padi. Dedak path (bekatul) merupakan hash dari prows penggilingan path yang digiling, jumlahnya sekitar 10% dari total berat path. Pemanfaatan dedak sebagai bahan pakan ternak mempunyai kandungan karbohidrat atau sumber energi yang cukup tinggi. Penggunaan dedak path hingga 75% dalam ransum itik petelur tidak mengganggu produksi telur, asalkan kandungan nutrisi yang lainnya cukup.
11
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Beberapa Bahan Pakan. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------No. Jenis Bahan Energi metabolis Protein kasar Fosfor Calsium Metionin Lisin (kkal.kg) (%) (%) (%) (%) (%) --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Dedak padi 2.400 12,00 1.0 0,20 0,25 0,45 Menir 2.660 10,30 0,12 0,09 0,17 0,30 Jagung 3.300 8,50 0,30 0,02 0,18 0,20 Bungkil kelapa 1.410 18,60 0,60 0,10 0,30 0,55 Tepung cangkang udang 2.000 30,00 1.15 7,86 0,57 1,50 Udang segar 2.900 54,20 1,40 4,20 0,57 1,50 Ikan rucah segar 3.122 64,33 3,37 4,15 1,79 5,07 Tepung ikan 2.960 55,11 2,85 5,30 1,79 5,07 Tepung bekicot 2.700 44.00 0,43 0,69 0,89 7,72 Polar 1.300 15,50 1,17 0,14 0,20 0,30 Limbah Roti 10,50 0,13 0,17 Tepung Keong Mas 46,20 0,35 2,98 0,30 1,37 Tepung Singkong 3.200 2,00 0,40 0,33 0,01 0,07
Singkong dan ubi jalar. Singkong dan ubi jalar merupakan tanaman yang mudah dijumpai dart banyak dihasilkan di Indonesia. Bagian singkong dan ubi jalar yang dapat digunakan sebagai bahan pakan itik adalah umbi gaplek. Tepung gaplek mempunyai kandungan karbohidat atau sumber energi yang tinggi, hampir menyamai jagung, tetapi miskin akan protein (sekitar 2%). Pada umbi singkong, sebagian besar sianida terdapat pada kulitnya. Pengupasan kulit umbi, perendaman dan pengeringan dapat menurunkan kadar sianida tersebut. Tepung singkong dapat digunakan dalam pakan ink hingga 30%. Pemberian dalam jumlah yang lebih tinggi akan menyebabkan ternak mencret (diare). Bekicot. Bekicot yang umumnya terdapat di pedesaan dapat digunakan sebagai sumber protein untuk itik. Bekicot segar mengandung protein kasar sekitar 15%, kadar protein ini dapat ditingkatkan dengan membuat tepung bekicot (dipisahkan dari kulit, dikeringkan lalu digiling). Tepung bekicot yang dibuat dari bekicot mentah mengandung 52% protein, sedangkan yang dibuat dari bekicot rebus mengandung 32,7% protein. Tepung bekicot mentah dapat dicampurkan dalam pakan itik hingga 15%, sedangkan tepung bekicot rebus hingga 20%. Keong Emas. Keong emas balk digunakan untuk campuran pakan itik karma hewan air ini mengandung banyak protein dan kalsium. Pemberian dalam bentuk segar dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap ternak, yaitu dapat menyebabkan penurunan produksi ternak karma di dalam lendir keong tersebut terdapat suatu zat anti nutrisi yang dapat menghambat pertumbuhan ternak, oleh sebab itu dianjurkan menggunakan keong Emas yang telah direbus, karma zat anti nutrisi yang ada akan berkurang atau bahkan hilang setelah proses perebusan selama 15-20 menu.
12
Cangkang Udang. Cangkang udang (terdiri dari kepala dan kulit) merupakan limbah yang banyak ditemui di daerah pantai terutama di daerah yang mempunyai pabrik kerupuk udang dan penampungan (pengolahan) udang untuk ekspor. Cangkang udang basah mempunyai kadar air 60-65% dan apabila dikeringkan mengandung 50% protein kasar, 11% calcium dan 1,95% fosfor. Pemberian cangkang udang kering hingga 30°,% dapat meningkatkan produksi telur itik cukup tinggi. Ikan Rucah. Ikan rucah yang banyak dihasilkan di berbagai daerah dapat digunakan sebagai sumber protein bagi itik. Pemberian ikan rucah akan Baling melengkapi kebutuhan protein jika diberikan bersamaan dengan cangkang udang.
4.2.3 Penyusunan dan Pemberian Ransum Menyusun ransum pada hakekatnya sama dengan mencampur bahan-bahan pakan yang tersedia dengan perbandingan tertentu agar campuran tersebut dapat memenuhi kebutuhan itik untuk berproduksi dengan baik. Yang banyak dilakukan orang untuk penyusunan ransum secara sederhana adalah dengan cara coba-coba. Cara ini relatif mudah jika bahan pakan yang digunakan tidak terlalu banyak jenisnya. Contoh susunan ransum disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh Susunan Ransum (Per 100 kg) -------------------------------------------------------------------------------------------------------No. Nama bahan jumlah (kg) Protein (%) ME (kkal/kg) Ca (%) P (%) -------------------------------------------------------------------------------------------------------1. Bekatul 35 4,2 842 0,07 0,35 2. M e n i r 20 2,0 533 0,02 0,02 3. Jagung 25 2,12 825 0,05 0,08 4. Tepung Ikan 8,13 4,47 241 0,43 0,23 5. Bkl. kedelai 11,87 5,21 266 0,04 0,08 -------------------------------------------------------------------------------------------------------Jumlah 100 18,00 2707 0,61 0,76 -------------------------------------------------------------------------------------------------------Dari susunan ransum diatas dapat dilihat bahwa kandungan protein dan energi ransum sudah sesuai dengan yang diinginkan, akan tetapi kapur (Ca) untuk itik petelur masih terlalu rendah. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan bahan yang mempunyai kadar kapur tinggi seperti tepung kapur, tepung tulang dan tepung kulit kerang. Dengan menambahkan tepung kapur; sebanyak 6 kg maka kebutuhan zat kapur akan bertambah sebanyak 2,28% sehingga total zat kapur dalam ransum menjadi 0,61% + 2,28% = 2,89%. Penambahan zat kapur ini tidak akan merubah kandungan protein maupun energi dalam susunan ransum tersebut. Selain itu perlu juga ditambahkan campuran vitamin dan mineral-mineral mikro (Premiks) yang banyak tersedia di toko-toko makanan ternak Contoh lain susunan ransum itik petelur adalah sebagai berikut:
13
a. Dedak
= 54,64 %
b. Menir
= 13,66 %
c. Cangkang Udang Segar
= 19,58 %
d. Ikan Rucah Segar
= 9,11 %
e. Kapur
= 2,75 %
f.
= 0,26 %
Top Mix
Semua bahan selain cangkang udang dan ikan rucah segar ditimbang untuk keperluan satu minggu. Kemudian dicampur secara merata lalu dibagi menjadi 7 bagian dan masing-masing bagian dimasukkan kedalam kantong plastik yang berbeda. Masing-masing kantong plastik berisi untik kebutuhan sehari. Ikan rucah segar dan setengah bagian dari pakan campuran dalam kantong plasti diberikan dalam bentuk agak basah pada pukul 07.00 (pagi), kemudian cangkang udang segar dan setengah bagian dari pakan campuran tadi diberikan padfa pukul 15.00 (sore hari) dalam bentuk agak basah yaitu dengan jalan menambahkan sedikit air supaya tidak mudah ditiup angin dan memudahkan itik untuk mengkonsumsinya.
4.3. Penyakit Ternak itik a. Penyakit yang Disebabkan oleh Bakteri. Ada beberapa penyakit yang sering menimbulkan kerugian antara lain yang disebabkan oleh bakteri : (1) Kolera Unggas. Penyakit kolera pada unggas atau Fowl Cholera tergolong penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Pasteurella multocida. Penyakit ini dapat menyerang itik, kalkun, ayam, dan entog. Tanda-tanpa kolera unggas adalah kematian mendadak dan mortalitas tinggi. Sedangkan tanpa-tanda kronis adalah gangguan pernafasan dan syaraf serta radang persendian. Sumber penyebab kolera unggas ialah itik carrier (pembawa bibit penyakit), yaitu itik yang dalam tubuhnya mengandung bibit penyakit tanpa menampakkan gejala klinis, tetapi mempunyai kecenderungan menulari itik sehat. Ada dua golongan itik yang dapat dikatagorikan sebagai carrier, yaitu: Pembawa bibit penyakit setelah itik sembuh dari penyakit (Convalescence carrier) Pembawa bibit penyakit akibat itik berhubungan langsung dengan penderita (Contact carrier) Bila itik carrier mengalami stres, misalnya kekurangan gizi, perubahan cuaca, infeksi oleh penyakit lain, daya tahan tubuhnya menurun, maka kemungkinan terjadinya peledakan penyakit besar sekali, terutama pada itik muda yang tergolong sangat peka. Karena itu dianjurkan itik muda tidak dicampurkan dengan itik tua. Disamping itu
14
unggas lain, tikus, dan binatang kecil lainnya dapat merupakan sumber penularan pada ternak itik. Itik penderita dapat menyebarkan kuman bibit penyakit melalui cairan ekskreta mata, hidung, dan mulut, yang akan mencemari pakan dan air minum. Itik sehat dapat juga tertulari bila mematuk cairan mata atau bangkai itik sakit. Bahkan pe nyebaran penyakit yang lebih cepat adalah melalui petugas kandang yang berfungsi rangkap, seperti menangani itik sakit sekaligus itik sehat . Karena itu disarankan petugas jangan bertugas rangkap. Penanggulangan Penyakit. Pengendalian penyakit kolera unggas terdiri dari tiga pokok kegiatan, yaitu: program sanitasi, vaksinasi, dan pengobatan. Disamping itu, upaya pengamanan terhadap penyakit menular yang perlu diperhatikan antara lain: Pengunjung dilarang berlalu lalang di komplek peternakan Petugas diberi tugas tetap dan khusus, tidak merangkap Kandang isolasi dibuat cukup jauh dari komplek peternakan Pakan dan minuman agar tidak tercecer dan terbuang di lantai, tidak mudah dicemari kotoran dan debu Hanya itik sehat yang boleh diternakka Bila ada itik menunjukkan gejala kelainan, segera diisolasi dan didiagnosa penyakitnya. Usahakan agar menternakan itik seumur. Lakukan pengafkiran (culling) terhadap ternak yang tidak memberikan harapan setelah terjadi wabah. Lakukan vaksinasi secara teratur. Ada dua jenis vaksin yang dianjurkan sebagai usaha preventif, yaitu: Vaksin kolera unggas adjuvan minyak galur lokal Vaksin kolera unggas hidup avirulen, yang hanya mampu menimbulkan kekebalan selama 8 minggu. Harus dipergunakan dalam waktu singkat, 2 - 3 hari. Kedua jenis vaksin tersebut kualitasnya masih belum mantap. Pengobatan. Terhadap itik sakit dapat diobati dengan sulfaquinoxalin, agribon, sulmet dan sulfodimethoxin. Dapat juga digunakan obat antibiotika seperti aureomycin, terramycin dan erythromycin. Dosis pemakaian obat disesuaikan dengan petunjuk label yang ada pada botol atau menurut petunjuk dokter hewan. Obat-obatan tersebut dapat dipergunakan dengan cara penyuntikan. Untuk menghindari resiko penyebaran penyakit sebaiknya mempergunakan jarum suntik baru yang steril setiap kali
15
penyuntikan. Cara pengobatan lain juga dapat dilakukan dengan mencampur obat ke dalam pakan atau air minum. (2) Pasteurella anatipestifer Pasteurella anatipestifer infection (infectious serositis, duck septicaemia, antipestifer syndrome, new duck disease) adalah penyakit yang bersifat fatal pada itik dengan gejala khusus pada alat pernafasan dan syaraf. Itik umur 1 - 8 minggu sangat peka terhadap penyakit ini, sedangkan itik dewasa bersifat kronik. Penyakit ini secara ekonomis dapat merugikan dengan angka mortalitas yang cukup tinggi, disertai penurunan berat badan. Tanda-tanda Penyakit. Anak itik menunjukkan gejala lemah, gangguan gerakan, diare dan mengeluarkan cairan dari mata. Gejala pada gangguan syaraf yaitu keseimbangan terganggu, tremor pada kepala dan leher. Isolasi agen penyakit didapatkan dari darah jantung, otak, kantong hawa, paruparu, dan hati. Pada kasus akut, kematian dapat mencapai 75%, sedangkan pada kejadian kronis infeksi lokal pada kulit dan persendian tidak menimbulkan kematian . Pengobatan Sulfametazin 0,2 - 0,25% dala.m air minum atau pakan Sulfaquinoxalin 0,025% dalam pakan Novobiosin atau Lincomisin dalam pakan Sulfadimitoxin-ormitropin dalam pakan Pensilin dan Lincomisin-spektinomisin dengan suntikan. (3) Botulilismus (Lumberneck, Western Duck Disease). Penyebabnya adalah racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum yang sering ditemukan pada bangkai hewan dan tanaman busuk. Itik yang dipelihara secara ekstensif sering memakannya. Tanda-tanda Penyakit. Terjadi kelumpuhan dan kehilangan keseimbangan pada kaki, leher, sayap yang disertai perosis, paralisis kemudian koma. Terjadi kekejangan pada urat daging dan bulu biasanya penderita mati dalam waktu yang cepat. Pengobatan. Menggunakan antitoksin polivalen (dosis penggunaan obat tertera pada label botol obat). Dan dapat dicoba dengan obat laksatif (garam epson) . (4) Salmonellosis Salmonellosis pada itik disebabkan oleh beberapa serotipe Salmonella. Yang sering ditemukan ialah paratiphoid dan biasanya menyerang itik muda secara akut, bila menyerang yang tua bersifat kronis terutama Salmonella typhimurium dan S. enteridis.
16
Tanda-tanda Penyakit. Itik muda yang terserang menunjukkan gejala-gejala lesu, dehidrasi dan diare. Walaupun angka morbiditas tinggi tetapi mortalitasnya rendah, kurang dari 10%. Pengobatan. Dapat dilakukan dengan nitrofuran, sulfa dan chlortetracyclin (0,04%) serta sulfadimitoxin-ormetropin (0,04 - 0,08%) yang dapat diberikan dalam pakan. Penyakit bakteri lainnya yang sering menyerang penyakit itik diantaranya Colibacillosis dan Erysipelas.
b. Penyakit yang Disebabkan oleh Virus. (1) Duck Virus Hepatitis (DVH) Itik umur 1 - 4 minggu sangat peka, penyakit ini sangat cepat menyebar dengan angka mortalitas 90%. Itik dewasa resisten terhadap DVH, tetapi dapat menjadi sumber penularan karena biasanya menjadi carrier. Itik yang terserang DVH umumnya akan mati dalam beberapa jam setelah gejala penyakit timbul yaitu kejang-kejang. Penularan terjadi melalui kontak langsung, infeksi per oral dan pernapasan. Tindakan desinfeksi harus dilakukan bila peternakan pernah terserang panyakit DVH. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi pada itik umur 1 hari dengan vaksin aktip. (2) Duck Virus Enteritis (DVE) Duck Virus Enteritis (DVE), disebut juga duck plague, bersifat akut dan sangat fatal, dapat menyerang itik dan angsa. Penyakit ini peka terhadap semua umur itik dan sangat merugikan para peternak itik, terutama menimbulkan penurunan produksi telur dan dapat menimbulkan kematian sampai 100%. Infeksi terjadi dengan kontak langsung dari penderita atau lingkungan yang terkontaminasi terutama melalui air limbah dengan masa inkubasi 3 - 7 hari. Penderita yang sembuh dapat bertindak sebagai "carrier". Penyakit penting lainnya yang disebabkan oleh virus diantaranya adalah penyakit Avian influenza, Cacar itik (Duck Pox) dan New Castle Disease (ND).
c. Penyakit yang Disebabkan oleh Cendawan. Salah satu penyakit yang diakibatkan cendawan pada itik adalah Aspergillosis. Penyakit ini disebabkan oleh Aspergillus flavus dan A. fumigatus. A. flavus dapat menghasilkan racun aflatoksin. Ternak itik sangat peka terhadap racun aflatoksin. Aspergillus sering ditemukan pada bahan pakan misalnya jagung, bungkil
17
kacang tanah, bungkil kelapa dan tepung kedelai. Aflatoksin dapat menimbulkan kanker hati pada itik, sehingga produksi telur terganggu sedangkan pada itik muda dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, untuk menghindarkan bahaya keracunan aflatoksin harus diusahakan agar bahan tersebut digunakan seminimal mungkin. Keracunan karena Aflatoksin dapat menimbulkan kerusakan pada hati, penurunan nafsu makan, pertumbuhan yang terlambat, penurunan produksi telur, dan dapat menimbulkan kematian pada anak itik Pengendalian penyakit cendawan pada peternakan itik sistem gembala umumnya sangat sulit dilakukan. Pencegahan aflatoksikosis dapat dilakukan dengan cara memelihara secara intensif artinya itik dikandangkan yang terbuat dari bambu, kayu atau kawat kasa. Disamping itu pemeliharaan kandang dan lantai harus bersih, pakan harus selalu segar, tidak tercemari cendawan. Disarankan itik-itik yang terkena aflatoksikosis hendaknya dipotong untuk mencegah kerugian yang lebih parah. Pengobatan yang sederhana dengan memberikan arang aktif 1,5 -3% pada pakan yang terkontaminasi aflatoksin.
V. PENETASAN TELUR ITIK Penetasan telur itik tidak berbeda dengan ayam, tetapi telur itik lebih sulit ditetaskan. Hal ini disebabkan penetasan telur itik membutuhkan kelembaban yang lebih tinggi dibanding telur ayam. Adanya selaput renang di antara jari-jari itik yang sering mengotori telur pada saat mengeram, sehingga telur tercemar mikro organisme. Pori-pori pada kerabang telur yang lebih besar mempengaruhi proses evaporasi telur itik sewaktu ditetaskan. 5.1 Pemilihan Telur Tetas Telur itik yang akan ditetaskan dipilih dari kelompok itik yang berproduksi tinggi dan mempunyai jumlah pejantan dan betina minimum dengan perbandingan 1 : 8. Telur itik yang akan ditetaskan harus bersih dari kotoran yang melekat pada kerabang telur dan mempunyai bentuk telur normal serta mempunyai berat telur antara 65 - 75 gram. Penyimpanan telur sebelum ditetaskan tidak boleh dari 7 hari dan disimpan pada kisaran suhu 10 - 20°C. 5.2 Cara Penetasan Hampir semua bangsa itik domestik yang dikenal sekarang tidak lagi memiliki sifat mengeram. Hilangnya sifat mengeram ini disebabkan oleh proses dometikasi dan terjadinya
18
mutasi alamiah. Sebab itu, untuk pengembangannya perlu campur tangan manusia, baik dengan bantuan unggas lain maupun dengan menggunakan mesin tetas. Hampir semua bangsa itik (Anas platyrhynchos) mempunyai periode inkubasi 28 hari, kecuali entog (Carina moschata) yang membutuhkan waktu 33 - 35 hari. Umumnya daya tetas telur itik masih jauh di bawah standar penetasan telur ayam. Ada 3 faktor utama penyebab rendahnya daya tetas telur itik, yaitu: kontaminasi embrio oleh mikro organisme, teknik inkubasi, dan adanya inbreeding atau perkawinan dalam keluarga. Pada dasarnya penetasan telur itik dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu penetasan alamiah yang diatur oleh manusia dan secara buatan. Penetasan secara alamiah dengan menggunakan entog atau ayam kampung. Penetasan telur dengan cara buatan biasanya menggunakan mesin tetas listrik maupun lampu minyak atau kombinasi keduanya. a. Penetasan Secara Alami. Entog yang digunakan sebagai "mesin tetas" hendaknya dipilih yang sehat dan besar, mempunyai tingkah laku yang baik antara lain kebiasaan makan yang teratur, tidak membuang kotoran di atas telur, dalam keadaan bulu yang basah langsung mengeram, frekuensi turun dari tempat mengeram sedikit dan kondisi bulu tidak kotor. Rata-rata entog dapat mengeram secara terus menerus selama 3 - 4 bulan, bahkan entog yang baik mampu mengeram selama 7 bulan terus menerus. Telur-telur yang telah siap untuk dieramkan, diletakkan dalam sangkar yang bersih dan diatur sedemikian rupa agar setiap butir telur mendapat pemanasan dari entog secara merata. Peneropongan telur (candling) pada hari ke 7, 16, dan 24 untuk melihat telur-telur yang infertil dan embrio yang mati. Setelah menetas, meri-meri segera dipindahkan ke tempat lain dan diganti dengan telur baru untuk periode penetasan berikutnya. Hal serupa dapat dilakukan sampai 3 atau 4 kali. b. Penetasan dengan Mesin Tetas. Bentuk dan kapasitas mesin tetas sangat bervariasi mulai dari kotak kayu yang sederhana sampai mesin tetas berkapasitas ribuan telur dengan pengontrol suhu dan kelembaban secara otomatis. Ada tiga tipe mesin tetas yaitu tipe datar (flat type) yang hanya mempunyai kapasitas 50 - 600 butir, tipe cabinet (cabinet type) dengan kapasitas 600 - 10.000 butir dan type berjalan (walking type). Setelah siap untuk ditetaskan, maka tahap pertama adalah menyiapkan mesin tetas. Mesin tetas dinyalakan selama 24 jam sampai suhu di dalamnya konstan yaitu 37,3°C dengan kelembaban relatip 75% sebelum telur-telur dimasukkan. Pengaturan suhu dapat dilakukan dengan memutar tombol pengatur bila menggunakan mesin tetas listrik, atau mengatur sumbu lampu bila menggunakan pemanas lampu minyak. Kelembaban
19
udara diatur dengan menggeser lubang ventilasi, bila kelembaban terlalu tinggi lubang ventilasi dibuka lebar dan bila terlalu rendah dirapatkan. Pengaturan suhu sangat penting, karena bila terlalu tinggi telur itik akan menetas lebih awal dan meri yang kecil, sedangkan bila terlalu rendah akan memperlambat proses penetasan dan biasanya meri yang dihasilkan alcan lemah. Pemutaran telur dilakukan 3 – 5 kali sehari dengan selang waktu yang sama, sehingga seluruh permukaan telur mendapat panas secara merata . Bila mesin tetas mempunyai alat pemutar telur otomatis, maka pemutaran dapat dilakukan setiap satu atau dua jam sekali. Peneropongan dilakukan pada hari ke 7 dan 16 untuk melihat telur yang infertil dan embrio yang mati. Tiga hari sebelum menetas yaitu pada hari ke 25 telur-telur dipindahkan ke "setter" dan tidak dilakukan pemutaran lagi. Pada periode ini suhu mesin tetas diturunkan sekitar 0,5°C dan kelembaban dinaikkan menjadi 85 % sampai telur menetas. Beberapa gangguan selama penetasan serta kemungkinan penyebabnya : ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Gangguan Kemungkinan penyebabnya
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Telur kosong
- Perbandingan jantan dan betina (tidak dibuahi) kurang, induk terlalu tua atau pejantan terlalu tua -Telur disimpan terlalu lama atau kondisi penyimpanan kurang baik - Kekurangan vitamin (A, B, clan E) - Gangguan parasit (cacing) Kematian dalam masa - Suhu mesin tetas terlalu tinggi/rendah embrio dini - Telur difumigasi secara salah - Faktor genetik - Pemutaran telur kurang merata - Induk berpenyakit Kematian dalam masa embrio - Kesalahan pengaturan suhu atau ventilasi kurang hari ke 11 - 20 - Kekurangan vitamin - Telur kurang dibalik-balik - Induk berpenyakit Kematian menjelang menetas - Kesalahan pengaturan suhu atau ventilasi kurang - Kelembaban tidak sesuai - Faktor genetik - Ruang udara telur salah posisinya Kematian setelah kulit retak - Kelembaban terlalu rendah - Suhu terlalu tinggi/rendah selama masa yang pendek Menetas terlalu dini - Suhu terlalu tinggi Lambat menetas - Suhu terlalu rendah - Telur terlalu lama sewaktu diangin-angin Menetas tidak merata - Penyebaran panas yang tidak merata - Telur berasal dari induk yang tidak seumur - Terdapat telur besar dan kecil Anak mati lemas dalam telur - Kelembaban terlalu tinggi sebelum tsepertiga telur retak Kulitnya -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
20
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Gangguan Kemungkinan penyebabnya
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Pusar kasar dan bengkak
Pusarnya terlalu rapat Anak itik tertutup sisa telur
Anak itik kecil-kecil
Anak itik lemah Anak itik cacat
- Suhu terlalu tinggi - Cara disinfeksi yang salah - Kelembaban terlalu rendah - Kekurangan panas - Suhu terlalu rendah - Rata-rata kelembaban terlalu tinggi - Induk kekurangan gizi - Telurnya kecil - Kelembaban terlalu rendah - Terlalu banyak panas - Panas terlalu tinggi - Induk kekurangan gizi - Suhu terlalu tinggi - Kelembaban terlalu rendah - Telur kurang dibalik-balik - Alas rak telur terlalu licin
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bahan Bacaan Andayani, D. Muflihani, Y. Y.C.Rahardjo, B.Wibowo dan B.Bakrie, 1999. Laporan Akhir Penelitian Adaptif Teknologi Pakan dari Cangkang Udang dan Ikan Rucah untuk Itik Petelur. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. BPT, 1990 Potensi Pengembangan Ink dengan Pemeliharaan Terkurung . Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ginting, Ng. 1983. Aflatoksikosis pada Ternak Itik . Wartazoa 1(2) : 1 - 3. Hardjosworo, P. dan Rukmiasih. 2006. Iti. Permasalahan dan Pemecahan. Cetakan XI. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasidi. 2005. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Cetakan VI. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M.1984. Beternak Itik Petelur. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Sandhy, S.W. 2005. Beternak Itik Tanpa Air. Edisi Revisi. Cetakan XXVI. Penebar Swadaya Jakarta. Setioko, A.R. 1991. Kebutuhan Pakan Itik. Makalah Temu Tugas dalam Aplikasi Teknologi. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Bogor. Sinurat, A.P. dan A.R. Setioko. 1993. Prospek dan Kendala Penerapan Teknologi Usaha Ternak Itik. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan di Pedesaan . Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Sinurat, A. P.2000. Penyusunan Ransum Ayam Buras dan Itik. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Suharno, B. 2005. Beternak Itik Secara Intensif. Cetakan XIII. Penebar Swadaya. Jakarta. Syamsudin, A. 1987. Upaya Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Unggas Menular. Makalah pada Latihan Penyuluhan Pertanian Spesialis Ternak Unggas . IPLPP, Ciawi, 9 Desember 1986.
21