I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Unggas merupakan salah satu hewan yang tergolong homoeoterm
berdasarkan adaptasinya terhadap perubahan suhu tubuh dan perubahan suhu lingkungan. Setiap jenis unggas memiliki suhu nyaman yang membuat unggas memiliki kemampuan dalam mempertahankan suhu tubuh dan berproduksi optimal salah satunya itik. Itik sebagai hewan homoeotherm, itik memerlukan kisaran suhu lingkungan yang nyaman untuk hidup. Kemampuan thermoregulasi itik lebih rendah dibandingkan dengan ayam, hal tersebut menunjukkan itik tidak dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang fluktuatif dibandingkan ayam. Suhu nyaman itik harus dipertahankan agar itik dapat terhindar dari stres. Dampak yang ditimbulkan dari stres dapat menyebabkan kerugian misalkan penurunan produksi telur, penurunan laju pertumbuhan, gangguan metabolisme sampai dengan kematian.
Gangguan metabolisme akibat peningkatan suhu
lingkungan ditandai dengan meningkatnya konsumsi air dan menurunnya konsumsi pakan, hal ini akan menyebabkan nutrient di dalam pakan tidak memenuhi kebutuhan nutrient itik sehingga terjadi penurunan produktivitas. Keadaan stres yang dialami itik akan mengakibatkan terjadinya pembentukan glukosa dari bahan bukan karbohidrat (glukoneogenesis) untuk memenuhi kekurangan energi tersebut. Glukoneogenesis distimulan oleh hormon kortisol yang dikeluarkan oleh korteks adrenal. Cara menanggulangi tingkat stres pada itik akibat kenaikan suhu diantaranya dengan pembuatan kolam air, memberikan naungan, dan menurunkan
2 energi pada pakan itik. Saat ini, Universitas Padjadjaran mengembangkan itik yang dapat hidup pada kondisi minim air, yang tentunya hal tersebut berlawanan dengan termoregulasi itik. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya peningkatan hormon kortikostreron dan kortisol
dalam darah. Hormon
kortikostreron dan kortisol digolongkan sebagai glukokortikoid dan memiliki peranan utama pada proses glukoneogenesis (perubahan bahan non karbohidrat menjadi energi) Pemberian Minyak Buah Makasar (MBM) merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kenaikan suhu. MBM mengandung asam-asam lemak yang berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Kadar Protein, Lemak, dan Kolesterol Hati Itik Cihateup yang Diberi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica p.) dalam kondisi Pemeliharaan Minim Air”. 1.2
Identifikasi Masalah
1.
Seberapa besar pengaruh pemberian minyak buah makasar (MBM) terhadap kadar protein, lemak, dan kolesterol hati itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air.
2.
Berapa kadar optimal penambahan minyak buah makasar (MBM) terhadap kadar protein, lemak, dan kolesterol hati itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air.
3 1.3
Maksud dan Tujuan
1.
Mengetahui pengaruh pemberian minyak buah makasar (MBM) terhadap kadar protein, lemak, dan kolesterol hati itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air.
2.
Mengetahui kadar optimal penambahan minyak buah makasar (MBM) terhadap kadar protein, lemak, dan kolesterol hati itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan
pengetahuan terhadap pembaca mengenai kadar protein, lemak, dan kolesterol hati itik Cihateup yang diberi minyak buah makasar (Brucea javanica p.) dalam kondisi pemeliharaan minim air. 1.5
Kerangka Pemikiran Stres merupakan respon fisiologi, biokimia, dan tingkah laku ternak
terhadap variasi lingkungan. Stres dapat terjadi apabila ternak mengalami perubahan lingkungan hidup yang ekstrim, seperti ketika pemeliharaan itik Cihateup pada kondisi minim air yang sedang dikembangkan oleh Universitas Padjadjaran. Kondisi stres akibat lingkungan yang dialami itik Cihateup akan menyebabkan perubahan aktivitas hormonal pada itik. Kondisi stres ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah, kandungan glukosa darah, konstraksi otot dan percepatan respirasi.
Peningkatan cekaman stres pada unggas menyebabkan
perubahan profil hasil metabolit (Yalcin dkk., 2009).
Penurunan performans
4 unggas dan perubahan penurunan konsentrasi protein dan lipid darah unggas yang mangalami cekaman stres (Wang dkk., 2007). Hormon yang berperan pada kondisi stres adalah hormon adrenalin yang dihasilkan ujung syaraf dan hormon norephinephrin yang dihasilkan medulla adrenal (Guyton, 1983). Selain itu, hormon yang berasal dari hypothalamus mensekresikan Corticotropin Realising Factor (CRF) ke hipofise anterior. Hipofise anterior akan mensintesis adrenocortocotropin (ACTH) dan selanjutnya disekresikan ke seluruh pembuluh darah.
Selain epinefrin, CRF dan ACTH,
kenaikan level hormon ADH dan aldosteron untuk mengatur retensi Na dan K serta pH dan osmolaritas cairan tubuh (Sandercock dkk., 2001). Selain mineral, protein albumin dan globulin memiliki peranan pengaturan tekan osmotik tersebut (Tao dkk., 2006; Wang dkk., 2007). Hasil akhir dari aktivitas hormonal itik ditandai dengan peningkatan hormon kortikostreron dan kortisol dalam darah. Hormon kortikostreron dan kortisol digolongkan sebagai glukokortikoid dan memiliki peranan utama pada proses glukoneogenesis (perubahan bahan non karbohidrat menjadi energi) (Guyton, 1983). Aktivitas hormon tersebut pada akhirnya akan menurunkan produktivitas itik, hal ini diakibatkan itik memerlukan energi yang lebih banyak untuk pengaturan suhu tubuh sehingga mengurangi penyediaan energi untuk produksi. Suhu lingkungan tinggi konsumsi pakan akan turun sehingga nutrient dalam tubuh akan berkurang dan akhirnya menurunkan produktivitas (Nataamijaya dkk., 1986). Tekanan osmotik cairan tubuh baik cairan intrasellular maupun cairan ekstrasellular juga akan mengalami ketidakseimbangan pada saat keadaan stres akibat cekaman panas, sehingga osmolaritas membran sel tidak dapat
5 dipertahankan normal (Socha dkk., 2002). Ketidakseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh dipicu oleh tingkah laku itik yaitu itik akan meningkatkan pernafasan yang cepat dan dangkal (panting) untuk mengontrol hilangnya panas. Selain itu, perilaku pengeluaran urin dan feses yang berlebihan untuk mengurangi panas tubuh, yang dapat memacu pengeluaran mineral-mineral elektrolit berlebihan. Akhirnya menyebabkan gangguan tekanan osmotik. Sumber eletrolit bagi ternak dapat diperoleh dari dua sumber yaitu melalui air minum dan pakan, apabila keduanya kekurangan untuk mempertahankan osmolaritas cairan tubuh maka proporsi glukosa, lipid dan protein (khususnya albumin dan globulin) akan meningkat dalam darah untuk menjaga tekanan osmotik tersebut. Sebaliknya, apabila imbangan elektrolit tinggi dalam ransum, maka pengeluaran elektrolit dalam feses dan urin akan lebih tinggi. Keadaan cekaman stres, apoptosis sel-sel glomerulus ginjal menyebabkan pengeluaran protein darah berlebih, oleh karena itu protein sekresi albumin dan globulin dihati meningkat untuk dikeluarkan ke sistem vaskuler, ini menyebabkan protein hati menjadi menurun (O’Brien dkk., 2010). Selain peran glukosa, mekanisme homeostatis menjadi alternatif penting bagi ternak yang mengalami cekaman keseimbangan elektolit, melalui peran hormonal antara lain ADH (anti deuretik hormone) dan aldesteron dari tubulus ginjal yang diinduksi oleh angiotensin dari sel-sel hati (Mushawwir Latipudin, 2012).
dan
Lintasan sintesis protein (albumin dan globulin) akan
meningkat untuk disekresikan ke cairan tubuh.
Selain mineral, glukosa dan
protein (albumin dan globulin) darah menjadi biomolekul penting dalam mempertahankan tekanan osmotik darah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
6 peningkatan albumin serum ketika terjadi cekaman panas dan ketidakseimbangan elektrolit mineral (Mushtaq dkk., 2013; Ahmad dkk., 2005). Peningkatan glukoneogensis dalam kondisi cekaman stres menyebabkan protein hati dan deposit trigliserida dan lipid lain (seperti kolesterol) banyak digunakan untuk prekursor energi (Zuklifli dkk., 2007). Respon tyroid sesaat meningkat ketika cekaman panas, kemudian menurun (Tao dkk., 2006). Tyroid mampu meningkatkan katabolisme protein dan lemak di dalam sel-sel hati. Penurunan protein dan lemak serta kolesterol hati unggas ketika stres juga telah dilaporkan Yalcin dkk. (2009) dan O’Brien dkk. (2010). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak negatif dari pemeliharaan itik Cihateup pada kondisi minin air adalah dengan menambahkan minyak esensial yang terdapat pada ekstrak minyak buah makasar. Buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman yang tergolong dalam famili Simaroubaceae. Habitat tanaman ini adalah di hutan dan kadang sengaja ditanam sebagai tanaman pagar. Tanaman makasar (Brucea javanica (L) Merr secara tradisional oleh masyarakat Indonesia digunakan sebagai obat batuk, disentri amuba, rematik, demam. Beberapa senyawa kimia yang terkandung pada buah
ini
antara
lain:
alkaloid
brucamarine,
yatanine,
glikosida,
brucealin,yatanoside A dan B, kosamine, fenol brucenol, bruceolic acid. Daging buahn makasar mengandung minyak lemak, asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan palmitoleat (Dalimarta, 2006). Berdasarkan analisis dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometri (GC-MS), dapat diketahui komposisi kimia minyak buah makasar setiap tetesnya terdiri dari Linoleic acid 52,89%, 2-ethyl hexanol 16,67%, Palmitinic acid 12,02%, di-(9-octadecenoyl)-Glycerol 11,04%, Ethyl oleat 5,60%,
7 Myristyl oleat 1,09%, Ethyl palmitat 0,48% dan o-phthalic acid anhydride 0,24% (Suraya dkk., 2011). Asam lemak yang paling banyak terkandung dalam minyak buah
makasar
adalah
asam
linoleat
(CH3(CH2)4=CH-(CH2CH=CH-
(CH2)7COOH), yaitu sebesar 52,89%. Asam linoleat memiliki aktivitas antioksidan yang akan merespon dan melakukan pertahanan dengan cara menyerang sumber penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit (Pariza, 2004). Pemberian asam linoleat kepada
broiler dapat menurunkan total lemak, dan
meningkatkan jaringan otot dan kerapatan tulang. Kemampuan minyak esensial untuk menstimulasi sistem saraf pusat mengakibatkan ternak lebih toleran terhadap stres (meningkatkan kekebalan), baik stres akibat pemisahan dengan induknya (terutama pada ternak babi) maupun stres akibat kondisi lingkungan.
Penelitian in vitro menunjukkan bahwa minyak
esensial dari berbagai macam tanaman mempunyai antimikroba dan antifungisida yang dapat menghambat dan membunuh bakteri, virus dan jamur, maupun bakteri patogen lain dalam saluran pencernaan (Harjo, 2006). Pemberian asam lemak linoleat dapat menyebabkan penurunan kadar hormon ACTH, Cortisol dan Epinefrin (Fesler dkk., 2013). Asam linoleat efektif menurunkan cekaman stres, sehingga menurunkan laju glukoneogenesis, yang pada akhirnya menurunkan penggunaan protein dan lemak hati sebagai perekursor energi. Kemampuan asam linoleat mengikat radikal bebas juga menjadi indikator efektifnya asam linoleat sebagai antistres (Long dkk., 2012; Fesler dkk., 2013; dan Jiang dkk., 2014). Pemberian lemak esensial in juga menunjukkan kadar HDL dalam darah sehingga transportasi kolesterol dari sel-sel jaringan ke hati semakin tinggi.
8 Pemberian asam linoleat dalam bentuk terkonjugasi dalam level 2-7% dalam pakan, efektif menurunkan glikoneogenesis (Long dkk., 2011; Long dkk., 2012; Fesler dkk., 2013; dan Jiang dkk., 2014). Berdasarkan uraian kerangka pemikiran dapat ditetapkan hipotesis bahwa pemberian minyak buah makassar (MBM) pada itik yang dipelihara dalam kondisi minim air menyebabkan kadar protein, lemak dan kolesterol hati lebih tinggi dibandingkan hati itik tanpa pemberian MBM. 1.6
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai bulan Desember 2015
di Kandang Itik Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang.