Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
PERWUJUDAN SINEGRITAS PERAN TNI AD DALAM PENANGGULANGAN AKIBAT BENCANA ALAM DI DAERAH BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat risiko bencana alam yang tertinggi di dunia (high risk disaster country). Posisi Indonesia berada di antara tiga lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng samudera Hindia-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Eurasia. 1 Pertemuan tiga lempeng aktif yang terjadi mengakibatkan Indonesia memiliki kondisi geologis dan geomorfologis yang kompleks. Secara geologis berdampak pada tingginya potensi gempa bumi tektonik, tanah longsor dan tsunami. Hal ini disebabkan karena interaksi lempeng tektonik yang dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dihadapkan pada wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, wilayah Indonesia mempunyai risiko sangat tinggi mengalami tsunami. Posisi Indonesia juga berada di jalur lingkaran gunung berapi (the ring of fire) dengan jumlah gunung api aktif terbanyak di dunia. Gunung berapi yang ada kurang lebih 80, membujur dari Barat sampai ke arah Timur. Dampak yang akan terjadi sangat besar terhadap potensi letusan gunung berapi dan gempa vulkanik. Indonesia juga mengalami fenomena perubahan iklim (climate change) sebagai akibat pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim ekstrim. Hal ini memicu terjadinya banjir, banjir bandang, dan erosi di sebagian wilayah Kalakhar Bakornas PB Dr. Syamsul Ma‟arif, Msi pada pencerahan penanganan bencana alam dilingkungan TNI tanggal 12 Pebruari 2007. 1
Terbaik, Terhormat dan Disegani
1
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Indonesia, sementara di wilayah lain mengalami kekeringan. Demikian juga menyebabkan terjadinya angin kencang, badai atau disebut angin puting beliung, dan topan. Dengan iklim tropis, Indonesia juga merupakan lingkungan yang sangat baik untuk berkembang biak vegetasi maupun mikro organisme. Perkembangbiakan tersebut mengakibatkan potensi penyebaran hama tanaman yang menimbulkan gagal panen ataupun epidemi berbagai penyakit. Indonesia juga memiliki potensi terjadinya bencana yang diakibatkan ulah manusia seperti kerusakan lingkungan, kebakaran hutan, kecelakaan transportasi dan kegagalan teknologi. b. Melihat besarnya kerawanan bencana alam di Indonesia, maka TNI Angkatan Darat berkewajiban untuk berperan secara aktif. Upaya penanggulangan berbagai peristiwa bencana alam tertuang pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 7 ayat (2) b point 12 mengamanatkan bahwa TNI: “membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan”. Pasal tersebut merupakan bagian dari tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) TNI. TNI merupakan instansi yang paling efektif, terorganisasi dan mobile dalam konteks penanggulangan bencana di wilayah kedaulatan Republik Indonesia.2 Namun demikian kemampuan dan kekuatan TNI AD baik dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM), Alutsista, Sarpras maupun peranti lunaknya masih terbatas. Kondisi tersebut, jika dihadapkan pada luas wilayah, bentuk sumber daya nasional Indonesia belum seluruhnya diberdayakan untuk menunjang tugas penanggulangan bencana alam. c. Guna mengatasi berbagai keterbatasan dan tantangan pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di daerah, TNI AD perlu mewujudkan suatu sinergitas dengan segenap potensi nasional dan sumber daya yang tersedia. Potensi nasional yang 2
A. Malik H., Dosen Pasca Sarjana Kajian Timteng UI, Misi Kemanusiaan di Aceh.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
2
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
perlu diberdayakan dalam penanggulangan bencana tersebut meliputi berbagai stakeholder. Instansi yang terlibat BNPB/ BPBD selaku titik utama (focal point), Basarnas, PMI, Ormas sosial kemasyarakatan (NGOs), Pemerintah dan pihak swasta lainnya. Sumber daya yang tersedia meliputi segenap SDM, sarana prasarana, jalur komunikasi, logistik dan masyarakat setempat yang mendukung pemberdayaan potensi nasional. Perwujudan sinergitas diperlukan mulai dari tahap pra bencana, darurat bencana dan pasca bencana. Dihadapkan kondisi geografis Indonesia, khususnya sebagai negara kepulauan, maka sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana perlu dibangun. Dalam membangun peran tersebut, harus secara fundamental dan komprehensif sehingga diharapkan lebih efektif. 2. Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Memberikan gambaran tentang perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam di daerah. b. Tujuan. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan TNI AD tentang perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam di daerah. 3. Ruang Lingkup. Kajian ini disusun dengan tata urut sebagai berikut : a. Pendahuluan. b. Latar belakang pemikiran. c. Data dan Fakta. d. Analisa dan langkah perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam. e. Penutup.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
3
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
4. Metode dan Pendekatan. a. Metode. Metode yang digunakan dalam penulisan naskah ini adalah deskriptif analisis, yaitu dengan menganalisa data dan fakta yang ada dihadapkan dengan kondisi nyata. b. Pendekatan. Pembahasan naskah ini menggunakan pendekatan kepustakaan dan pengalaman tugas prajurit dalam menanggulangi akibat bencana alam. 5. Pengertian. a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia. Akibat dari peristiwa ini timbul korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. b. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam. Bencana ini antara lain: gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, kebakaran karena faktor alam, angin topan, dan tanah longsor. c. Bantuan Kemanusiaan adalah program yang dilaksanakan untuk menanggulangi akibat bencana alam, bencana akibat ulah manusia dan kondisi khusus di suatu daerah. Contohnya: penderitaan manusia, wabah penyakit, kelaparan atau kesengsaraan yang dapat menimbulkan ancaman serius terhadap jiwa, harta benda, dan lingkungan yang berpengaruh pada kondisi psikologis masyarakat. d. Mitigasi adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko akibat bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
4
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
e. Rehabilitasi adalah segala upaya dan kegiatan pemulihan, agar para korban serta kerusakan sarana, prasarana dan fasilitas umum yang diakibatkan bencana segera dapat berfungsi kembali. f. Rekonstruksi adalah segala usaha dan kegiatan yang dilakukan untuk membangun kembali sarana, prasarana dan fasilitas umum. Hal ini, agar terhindar dari bencana sehingga menjamin berfungsinya kembali tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang makin meningkat. g. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah NKRI sebagai mana dimaksud dalam UUD 1945. h. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan. i. Operasi Militer Selain Perang adalah segala bentuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI, dalam bentukbentuk tugas operasi baik yang bersifat tempur maupun non tempur. Dengan demikian, kepentingan pertahanan negara dan atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. j. Operasi Bantuan Kemanusiaan adalah operasi bantuan yang diberikan oleh TNI kepada pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kesulitan masyarakat. Kegiatan ini meliputi penanggulangan korban bencana, SAR, bantuan pengamanan pelayaran/penerbangan, penanganan pengungsi dan bantuan kemanusiaan lain sesuai kebutuhan. k. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Kegiatan dapat dilaksanakan berupa: penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
5
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
BAB II LATAR BELAKANG PEMIKIRAN 6. Umum. Penggunaan kekuatan TNI AD memiliki titik berat pada upaya penangkalan dan penanggulangan terhadap ancaman. Berkaitan dengan upaya tersebut maka kekuatan darat perlu dibangun dan dibina secara berkesinambungan. Upaya tersebut guna menghadapi segala macam bentuk ancaman dan berbagai macam jenis tugas secara cepat, tepat dan fleksibel. Salah satu tuntutan tugas yang diemban TNI AD saat ini, adalah tugas operasi kemanusiaan (civic mission) khususnya terkait bencana alam. Dalam pelaksanaan tugas, TNI AD harus berpedoman kepada landasan operasional sebagai payung hukum yang dapat dipahami oleh semua pihak terkait. Selain itu, pengembangan kemampuan TNI AD juga perlu didukung dengan teori-teori yang relevan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 7. Landasan Hukum. Salah satu tugas TNI/TNI AD dalam mengatasi berbagai ancaman adalah melaksanakan OMSP. Dalam tugas bantuan kemanusiaan harus memiliki landasan operasional sebagai payung hukum sehingga mendapatkan legitimasi baik oleh pemerintah maupun lembaga lainnya. Sasaran lainnya adalah terwujudnya persamaan persepsi dan tindakan dengan seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan OMSP TNI/TNI AD. Adapun landasan hukum yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000. Tentang Peran TNI dan Polri. Pada pasal 4 ayat 1 mengenai tugas bantuan TNI menyatakan bahwa TNI membantu penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan (civic mission). Menggaris bawahi pasal tersebut, TNI AD sebagai bagian integral TNI berkewajiban membantu segala usaha/kegiatan kemanusiaan yang diselenggarakan negara. Hal inilah yang menjadikan kewajiban bagi TNI untuk menyelenggarakan suatu operasi kemanusiaan apabila terjadi terjadi bencana di Indonesia. Terbaik, Terhormat dan Disegani
6
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
b. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 10 ayat (3) butir c menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menjalankan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam melaksanakan tugas OMSP sesuai kebijakan pertahanan negara salah satunya membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. TNI AD sebagai bagian dari komponen bangsa harus menyiapkan seluruh potensi yang dimilikinya. Potensi tersebut baik sumber daya manusia maupun Alutsista yang ada untuk melaksanakan bantuan kemanusiaan dalam rangka OMSP. c. Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pada pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, dalam ayat (2) dilakukan dengan Operasi Militer untuk perang dan Operasi Militer Selain Perang. Dalam tugas-tugas OMSP bagian 12 dan 13 menyatakan untuk membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan serta membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). Pasal 7 ayat (3) menjelaskan tugas pokok yang dilaksanakan harus berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, yaitu kebijakan pemerintah bersama-sama DPR.3 Pasal 20 ayat (2) menyatakan penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan Operasi Militer Selain Perang. OMSP dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3
Presiden RI, Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, hlm. 7
Terbaik, Terhormat dan Disegani
7
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
d. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5 UU Nomor 24 Tahun 2007 menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mempunyai fungsi mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Keterlibatan TNI sebagai unsur militer dalam civic mission ikut dituangkan dalam Undang-Undang yang membahas tentang penanggulangan bencana. Pengalaman menunjukkan peran militer dalam bantuan kemanusiaan pada saat tanggap darurat sangatlah dominan dibanding instansi maupun organisasi kemanusiaan lainnya. Penanggulangan bencana bukanlah semata-mata tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini instansi sipil, namun juga keterlibatan semua pihak termasuk unsur TNI. e. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Perpres pasal 11 disebutkan keanggotaan TNI sebagai unsur pengarah dalam penanggulangan bencana. Sedangkan di BPBD kedudukan TNI diperkuat oleh Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008. Pada umumnya di setiap daerah keanggotaan tim pengarah instansi lainnya hanyalah bersifat ex-officio. Hal tersebut menimbulkan terjadinya duplikasi jabatan sehingga membuat pejabat tersebut tidak fokus untuk melaksanakan penanggulangan bencana. Kemudian pasal 48 dijelaskan keterlibatan TNI sebagai unsur pelaksana. Namun apabila kita telah lebih dalam lagi kedudukannya hanya sebatas hubungan (liaison) yang sifatnya koordinasi kepada struktur BNPB/BPBD. Ini berarti hubungan organisasi TNI dengan BNPB/BPBD bersifat lateral yakni berhubungan hanya jika dibutuhkan. f. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Keterlibatan TNI dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana terdapat Terbaik, Terhormat dan Disegani
8
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
pada pasal 25 ayat (1) “Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan Kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik dari instansi/ lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat.” Instansi yang dimaksud antara lain TNI termasuk di dalamnya TNI AD. Dalam perbantuan penanggulangan bencana alam, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 menunjuk seorang pejabat sebagai wakil yang diberi kewenangan guna mengambil keputusan. 8. Landasan Operasional. Ancaman potensi aktual yang mungkin dihadapi bangsa Indonesia yang berasal dari lingkungan internal, salah satunya adalah ancaman non tradisional yaitu ancaman yang dapat membahayakan kedaulatan negara atau keutuhan wilayah atau keselamatan bangsa.4 Landasan operasional yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/364/X/ 2004 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Induk TNI dalam OMSP. Surat Keputusan yang ditandatangani pada tanggal 4 Oktober 2004 tersebut mencantumkan berbagai pedoman, pokok-pokok operasi, penyelenggaraan operasi serta komando pengendalian dalam melaksanakan tugas OMSP. Penerbitan Buku Petunjuk Induk ini memiliki tujuan untuk menciptakan kesamaan pola pikir dan pola tindak dalam pelaksanaan OMSP. b. Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/96/XI/ 2009 tentang Penanggulangan Bencana Alam. Dalam peraturan Kasad yang ditanda tangani tanggal 30 November 2009 tersebut berisi tentang ketentuan, antara lain: umum, pelaksanaan, administrasi dan logistik maupun komando, pengendalian dan komunikasi dalam penanggulangan bencana alam di darat. Panglima TNI, Skep Panglima TNI Nomor Skep/364/X/2004, tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Induk TNI Operasi Militer Selain Perang, tanggal 4 Okteber 2004, hlm. 76. 4
Terbaik, Terhormat dan Disegani
9
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Organisasi TNI AD untuk membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan. Bentuk Satuan Tugas (Satgas) tersebut berupa PRC PB TNI AD tingkat Nasional. Tingkat daerah berupa Satgas PRC PB tingkat Provinsi dan Satgas PRC PB tingkat Kabupaten/Kota.5 Pembagian tugas dan tanggungjawabnya dalam organisasi tugas agar terlaksana penanggulangan bencana alam di darat secara efektif dan efisien. Penanggulangan bencana alam dilaksanakan TNI AD serta perkuatan lain bertujuan agar berjalan tertib, aman, lancar, dan mencapai hasil optimal. 9. Landasan Teori. a. Teori Sinergitas. Dalam mewujudkan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam di daerah dapat dikaitkan pendapat AF Stones James tentang sinergitas. Stones berpendapat bahwa hubungan antara dua pihak dapat menghasilkan tingkatan komunikasi tertentu yang bergantung pada elemen kerjasama dan kepercayaan di antara pihak-pihak tersebut.6 Berdasarkan pola hubungan kerja yang mungkin terjadi akan menghasilkan tiga sifat komunikasi dalam kerjasama tersebut, sebagai berikut: Pertama, Defensive. Tingkat kerjasama dan kepercayaan rendah akan mengakibatkan pola komunikasi yang bersifat pasif defensive. Kedua, Respectfull. Dengan kerjasama yang tinggi dan saling mempercayai akan menghasilkan pola komunikasi yang bersifat kompromi dan saling menghargai. Ketiga, Synergistic. Dengan kerjasama yang tinggi dan saling mempercayai akan menghasilkan pola komunikasi yang bersifat sinergitas. Kerjasama yang terjalin kuat dan mampu memiliki hasil keluaran yang lebih besar dari pada sekedar penjumlahan hasil keluaran masing-masing pihak (the whole greater than the sum of
Kasad, Perkasad/96/XI/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Alam Di Darat tanggal 30 November 2009, hal 27 6 Rowland Bismark Fernando Pasaribu, Peran Negara dan Masyarakat dalam Pembangunan Demokrasi dan Masyarakat Madani di Indonesia, http://www.scribd.com/doc/102690268/Peran-Negara-Dan-Masyarakat-Dalam-Pembangunan-DemokrasiDan-Masyarakat-Madani-Di-Indonesia (diunduh tanggal 26 September 2014). 5
Terbaik, Terhormat dan Disegani
10
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
its parts).7 Teori ini relevan dalam mempererat kerjasama guna mewujudkan sinergitas lintas sektoral antara TNI/TNI AD dengan seluruh komponen masyarakat. b. Rene Thom. Thom's teori merupakan upaya menjelaskan menggunakan kalkulus diferensial. Dalam situasi yang berubah secara bertahap memaksa mengakibatkan apa yang disebut bencana, atau perubahan tiba-tiba. Teori ini memiliki aplikasi luas dalam fisik dan biologi dan ilmu dalam ilmu sosial.8 Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan maupun penghidupan masyarakat. Peristiwa ini karena faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia. Akibat kejadian tersebut menimbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. c. General H.H. Hap Arnold. Pada perang dunia kedua menyatakan bahwa yang paling menonjol dalam kehebatan kekuatan udara terletak pada fleksibilitas yang tinggi. Hal ini karena dapat dialihkan dari tugas yang satu ke tugas yang lain dengan mudah dan cepat.9 Dalam melaksanakan operasi kemanusiaan, TNI AD tidak akan terlepas dari Alutsista yang digunakan berupa pesawat terbang. Pesawat difungsikan sebagai angkutan udara, medis maupun tugas pencarian dan pertolongan korban bencana yang dapat dilakukan secara mudah dan cepat.
Kalimat populer dari Aristoteles, seorang filisof Yunani kuno, “The whole greater than the sum of its parts”, http://www.goodreads.com/quotes/20103-the-whole-greater-than-the-sum-of-its-parts 8 Rene Thom, teori Thoms. 9 Koesnadi Kardi, Air Power di Indonesia, Jakarta, September 2003, hlm. 41. 7
Terbaik, Terhormat dan Disegani
11
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
BAB III DATA DAN FAKTA 10. Umum. Peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam, merupakan implementasi dari pelaksanaan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Sebagai negara yang memiliki tingkat risiko bencana alam yang tertinggi di dunia, Indonesia harus siap menanggulangi bencana. Besarnya potensi bencana alam yang terjadi, jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan krisis di daerah. Bahkan dapat mengancam keselamatan bangsa dan negara.
Dalam satu dekade terakhir, berbagai bencana alam telah terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, bencana yang terjadi dalam kurun waktu 30 tahun terakhir (1982-2012) sebanyak 10.817. Data dominasi kejadian sebagai berikut: bencana banjir sebanyak 4.121 kejadian (38%), gerakan tanah (tanah longsor) sebanyak 1.983 kejadian (18%), angin puting beliung sebanyak 1.903 kejadian Terbaik, Terhormat dan Disegani
12
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
(18%), kekeringan sebanyak 1.414 kejadian (13%) dan bencana lainnya 1,397 kejadian (13%).10
Sumber: BNPB 2012 Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Berdasarkan Jenis Bencana Periode 1982-2012 Bencana alam di Indonesia yang tercatat sebagai bencana alam terdahsyat diantaranya adalah gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tanggal 24 Desember 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta maupun di Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006. Gempa dan tsunami di Aceh diperkirakan menewaskan 230 ribu orang yang tersebar di 8 negara. Sedangkan gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah menewaskan 4.611 orang dan 3.413 korban luka.11 Terjadinya bencana alam di atas menimbulkan dampak negatif di hampir semua aspek kehidupan masyarakat, baik secara fisik maupun non fisik. 12 Dampak bencana bagi penduduk yang terjadi antara lain: korban jiwa/meninggal, hilang, luka, pengungsian/ evakuasi, wabah penyakit dan terisolasi dari lingkungan dan Renas PB2015-2019, Rencana penanggulangan bencana alam 2015-2019, hal 37 Priyono & Kurniawan. 2010. Bencana-bencana Terdasyat Sepanjang Sejarah. Yogyakarta: Wahana Totalita Publisher. hal 117 & 130 12 Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam & Bencana Anthropogene. Yogyakarta: Kanisius. “Bencana Alam dan Dampak yang Diakibatkan”, hal 31-42 10 11
Terbaik, Terhormat dan Disegani
13
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
membahayakan kehidupan masyarakat. Apabila hal tersebut terjadi secara berkelanjutan, maka dapat menimbulkan dampak psikologis (trauma). Sedangkan dampak bagi pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak, dapat berupa: kerusakan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat atau hilangnya arsip/dokumen pemerintah, tidak berjalannya pelayanan kepada masyarakat serta tidak berfungsinya pemerintahan di daerah. Bencana juga berdampak terhadap kelangsungan roda perekonomian, seperti: hilangnya mata pencarian masyarakat, tidak berfungsinya pasar, tidak berfungsinya pertanian/peternakan, terputusnya sarana transportasi ekonomi dan perdagangan serta hilangnya harta benda masyarakat. Sarana dan prasarana umum berupa: perkantoran, tempat ibadah, sarana transportasi darat, fasilitas pemerintah dan fasilitas umum serta perumahan rakyat dapat terkena dampak secara langsung. Selanjutnya, bencana alam dapat berdampak pada lingkungan, seperti kerusakan ekosistem, pencemaran udara, lahan pertanian, perkebunan dan sumber air bersih. Berbagai bencana yang terjadi telah mendorong Indonesia untuk menerima kenyataan hidup berdampingan dengan bencana. Sebagai konsekuensi atas penerimaan tersebut telah ditetapkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, pada tahun 2008 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang Peran serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana. Dalam implementansinya masih dijumpai berbagai kendala dan hambatan, khususnya kurang sinergisnya peran antar lembaga yang berkepentingan dalam menanggulangi akibat bencana. Mengingat hierarki kewenangan maupun hubungan horizontal antar pemerintahan, yang selama ini belum mempunyai sinergi yang kuat untuk memecahkan masalah-masalah di lapangan. Terdapat Terbaik, Terhormat dan Disegani
14
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
sejumlah peraturan-perundangan yang belum mendukung terwujudnya sinergi dimaksud, bahkan cenderung implementasinya tidak sinkron satu sama lain.13 Sinergitas dimulai dari periode pra, tanggap darurat maupun pasca bencana untuk meminimalisir dampak yang diakibatkan. Hal ini dilakukan mengingat besarnya potensi bencana alam serta dampak yang diakibatkannya. Dari aspek komando dan pengendalian pada unsur TNI telah dapat diselenggarakan dengan baik dan jelas. Segi koordinasi Sipil – Militer untuk mewujudkan keterpaduan masih ditemukan beberapa catatan untuk perbaikan kedepan.14 11. Peran TNI AD Dalam Tahap Pra Bencana Alam Saat Ini. Pra bencana merupakan situasi tanpa bencana atau situasi normal dan situasi yang terdapat potensi bencana. Dalam situasi tidak terjadi bencana dapat dilakukan kegiatan berupa: Pertama, perencanaan penanggulangan bencana; Kedua, pengurangan risiko bencana; Ketiga, kegiatan pencegahan; Keempat, pemaduan dalam perencanaan pembangunan; Kelima, persyaratan analisis risiko bencana; Keenam, pelaksanaan dan penetapan rencana tata ruang; Ketujuh, pendidikan dan pelatihan kebencanaan; dan Kedelapan, persyaratan teknis penanggulangan bencana. Sedangkan dalam situasi potensi bencana melaksanakan kegiatan: mitigasi, peringatan dini dan kesiapsiagaan. Kegiatan pada tahap pra bencana selama ini masih kurang dibandingkan kegiatan pada tahap darurat bencana dan tahap pasca bencana. Kegiatan tersebut sangatlah penting karena, apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal menghadapi bencana dan pasca bencana. Penyelenggaraan latihan bersama Table Top Exercise Penanggulangan Bencana Alam oleh TNI baru dimulai sejak tahun 2013 dengan jumlah peserta yang masih terbatas. Pada tahun 2014, kegiatan kerjasama TNI dengan USPACOM (United Yayat Supriatna, Jawa, Cuaca dan Bencana, http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data.buletin/BUTARU EDISI 1 JANUARI.pdf 14 Letjen TNI Langgeng Sulistiyono, pada paparan Sesmenko Polhukam Seminar Nasional “Ketangguhan Bangsa dalam hubungan Sipil-Militer ditinjau dari Perspektif OMSP terhadap Risiko Bencana” 13
Terbaik, Terhormat dan Disegani
15
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
States Pacific Command) ini mengambil tema "Satuan Tugas TNI Siap Melaksanakan Latihan Penanggulangan Bencana Alam Dalam Rangka Operasi Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana Alam Internasional".15 Peserta yang mengikuti kegiatan ini 138 orang terdiri dari 86 orang unsur TNI dan 52 orang USPACOM. Tujuan latihan adalah untuk meningkatkan pemahaman prajurit TNI dalam prosedur dan mekanisme penanggulangan bencana dengan melibatkan bantuan internasional. Sasaran latihan ini adalah terwujudnya sinergitas kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan. Dimulai dari tingkat internasional, nasional dan daerah dalam kegiatan penanggulangan bencana alam pada skala nasional; terwujudnya mekanisme koordinasi kerjasama unsur militer dalam satu komando tanggap darurat bencana tingkat nasional; dan terwujudnya mekanisme operasional yang melibatkan bantuan militer internasional dalam kegiatan penanggulangan bencana. Pelaksanaan operasi penanggulangan bencana dari waktu ke waktu semakin baik, namun sinergitas peran TNI dan institusi lainnya masih kurang. Kurangnya koordinasi sipil dengan militer, militer dengan militer luar negeri maupun dengan instansi terkait lainnya kerap terjadi dalam misi penangganan bencana. Melalui Table Top Exercise (TTX) Gema Bhakti 2014, kurangnya rasa saling percaya serta kesenjangan pengetahuan dan pengalaman antar instansi selama ini diharapkan dapat ditingkatkan. Dampak yang diharapkan dari kegiatan ini adalah semakin solidnya koordinasi pelaku misi bantuan kemanusiaan/penanganan bencana baik sipil, TNI, maupun instansi luar negeri. Koordinasi yang baik di lapangan akan mempermudah dan memperlancar pelaksanaan pada misi penanganan bencana. Peran TNI AD dalam tahap pra bencana alam di daerah selama ini dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
15
http://www.tni.mil.id/view-62875-latma-penanggulangan-bencana-alam-antara-tni-dengan-uspacom.html
Terbaik, Terhormat dan Disegani
16
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
a. Preventif (pencegahan dini). Peran TNI AD masih terbatas pada sosialisasi dan masih didominasi oleh Satkowil dan jajarannya. Kegiatan yang dilakukan berupa: 1) Sosialisasi kemungkinan bencana yang dapat terjadi dan berdampak kepada seluruh masyarakat di wilayah masingmasing. 2) Sosialisasi tentang peraturan-peraturan maupun perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan akibat bencana. b. Mitigasi (pengurangan risiko). Peran aparat Satkowil bersama-sama dengan Pemda setempat masih terkonsentrasi pada merelokalisasi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menempatkan masyarakat ke daerah yang aman dan jauh dari daerah bencana. Kegiatan tambahan yang dilakukan sebatas melakukan pengecekan terhadap bendungan/waduk dan membuat tanggul untuk mengalirkan banjir bandang/banjir lahar bersama-sama Pemda dan masyarakat setempat. c. Kesiapsiagaan. Peran Satkowil dan Pemda setempat dalam kesiapsiagaan bencana belum merata di setiap daerah. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh Satkowil bersama-sama dengan pemerintah masih terbatas pada: 1) Melaksanakan latihan kesiapsiagaan untuk melatih masyarakat agar tanggap pada saat terjadinya bencana. Kegiatan berupa geladi lapang bencana bersama masyarakat setempat bertujuan menguji protap penanggulangan bencana yang telah dibuat oleh TNI AD dan BPBD/Pemda. 2) Melakukan pendataan terhadap jumlah penduduk di daerah kemungkinan terjadinya bencana. 3) Melakukan inventarisasi terhadap tempat-tempat yang dapat digunakan sebagai posko bencana, dapur umum, dan tempat-tempat pengungsian. Terbaik, Terhormat dan Disegani
17
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
4) Bersama-sama dengan BPBD melaksanakan sosialisasi kepada instansi-instansi yang masuk dalam organisasi BPBD sehingga instansi tersebut tahu akan tugas dan fungsinya. 5) Bersama-sama dengan BPBD membuat peta rawan bencana di daerah. 12. Peran TNI AD Dalam Tahap Darurat Bencana Alam Saat Ini. Pada saat ini organisasi penanggulangan bencana di Indonesia diatur dalam UU No. 24/2007 tentang penanggulangan bencana. Dalam perundangan tersebut, Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai lembaga Non Kementerian setingkat Kementerian. Namun di dalam UU No. 24/2007 belum memuat secara detail tentang tugas, wewenang dan tanggung jawab TNI dalam penanggulangan bencana alam. Selama ini, kegiatan pada saat bencana dilakukan secara langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Kewenangannya berupa; Pertama, kajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya; Kedua, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi korban; ketiga, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan terhadap kelompok rentan, pengerahan sumber daya manusia, peralatan dan logistik (pengadaan barang/jasa); dan Keempat, pemulihan secara cepat prasarana dan sarana transportasi dan infrastruktur. Posisi TNI AD dalam tahap darurat bencana alam masih sebatas ada jika diperlukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Dalam penanggulangan bencana, peran TNI AD di daerah selama ini diposisikan BNPB dan BPBD pada tahapan sebagai berikut: a. Tahap siaga darurat bencana: 1) Penyelamatan dan evakuasi. Terbaik, Terhormat dan Disegani
18
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
2) Pemenuhan kebutuhan dasar. 3) Bantuan terhadap kelompok rentan. b. Tahap tanggap darurat bencana: 1) Penyelamatan dan evakuasi. 2) Pemenuhan kebutuhan dasar. 3) Bantuan terhadap kelompok rentan. 4) Pemulihan fasilitas dan sarpras kritis. c. Tahap transisi kepemulihan: 1) Pemenuhan kebutuhan dasar. 2) Bantuan terhadap kelompok rentan. 3) Pemulihan fasilitas dan sarpras kritis. Pada tahap ini, peran TNI AD masih terkonsentrasi pada Satgas Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRC PB) Satkowil. PRC PB dibantu oleh Satpur, Satbanpur dan Satbanmin serta Pemda (BPBD) setempat dengan melaksanakan kegiatan sebagai berikut : a. Bergerak dengan cepat melaksanakan pencarian korban dan mayat. b. Melaksanakan evakuasi terhadap masyarakat yang masih terisolir di daerah bencana dan evakuasi terhadap pengungsi. c. Mendirikan dapur-dapur umum, posko-posko bencana dan penampungan pengungsian. d. Bersama-sama dengan BPBD atau Pemda setempat mendistribusikan bantuan logistik dan perlengkapan lain yang dibutuhkan oleh korban bencana. e. Memberikan informasi secara terus menerus kepada masyarakat tentang perkembangan terjadinya bencana.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
19
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
f. Mengerahkan seluruh potensi dan elemen masyarakat yang ada baik aparat Polri maupun organisasi kemanusiaan yang ada agar pelaksanaan penanggulangan dapat berjalan satu kendali dan sinergis. g. Melaporkan secara terus menerus perkembangan bencana kepada komando atas. 13. Peran TNI AD Dalam Tahap Pasca Bencana Alam Saat Ini. Dalam tahap pasca bencana, TNI AD berperan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi korban maupun daerah bencana. Dalam kegiatan ini, posisi TNI AD juga masih sebatas ada jika diperlukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Kegiatan rehabilitasi merupakan upaya agar keadaan dapat berfungsi kembali seperti sebelumnya. Kegiatan rekonstruksi merupakan upaya untuk pembangunan kembali dengan keadaan yang lebih baik dari keadaan semula. Kegiatan tersebut meliputi: perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat korban bencana, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik. Kegiatan rekonstruksi adalah: pembangunan kembali prasarana dan sarana umum, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, membangkitkan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, peningkatan kondisi sosial ekonomi dan budaya, peningkatan fungsi pelayanan publik, atau peningkatan pelayanan umum dalam masyarakat. Dalam tahap pasca bencana yang berperan adalah Satkowil dibantu dengan Satbanpur. Adapun Satgas PRC PB akan ditarik saat tahap pasca bencana. Kegiatan yang selama ini dilakukan pada saat tahap rehabilitasi adalah: a. Melakukan pendataan terhadap korban manusia serta kerugian-kerugian lain yang diakibatkan oleh bencana.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
20
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
b. Melaksanakan pendataan terhadap sarana dan prasarana serta infrastruktur yang rusak. c. Bersama-sama dengan Pemda setempat melaksanakan kegiatan medis yakni terapi traumatis untuk mengembalikan kembali kejiwaan masyarakat yang mengalami trauma dan tekanan jiwa akibat bencana. Kegiatan yang selama ini dilakukan pada saat tahap rekontruksi adalah : 1) Melaksanakan pembangunan infrastrukur dan fasilitas umum seperti sekolah, jalan, jembatan, sehingga aktivitas masyarakat segera pulih. 2) Melaksanakan rekonstruksi ringan dengan membangun fasilitas umum yang vital untuk masyarakat seperti MCK dan fasilitas kesehatan sehingga kegiatan masyarakat akan segera pulih kembali. 3) Melaksanakan pembangunan kembali terhadap sarana dan prasarana perekonomian sesuai dengan skala prioritas dan kepentingan publik. 14. Organisasi Penanggulangan Bencana Alam Saat Ini. Organisasi penyelenggaraan penanggulangan bencana pada awalnya di tingkat pusat dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan ini merupakan lembaga baru yang dibentuk awal tahun 2008 menggantikan Bakornas PB (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana). Pada tingkat Provinsi dilaksanakan oleh Satkorlak PB (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana), sedangkan tingkat Kabupaten/ Kota oleh Satlak PB (Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana). Pada tingkat lapangan Poskotis (Pos komando taktis) serta Korlap (Koordinator Lapangan). Sesuai peraturan Menteri Dalam Negeri dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tingkat I di provinsi dan BPBD Tingkat II di kabupaten/kota. Dalam kondisi, struktur organisasi yang baru di daerah belum terbentuk, maka untuk masa transisi organisasi yang lama tetap berlaku. Terbaik, Terhormat dan Disegani
21
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Organisasi dan tugas pelaksanaan penanggulangan bencana alam disesuaikan dengan skala tingkatan bencana alam pada tingkat Nasional sampai Daerah Kabupaten/Kota. Pelaksanaannya dioperasionalkan atas permintaan Kepala Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota melalui Kepala BNPB Pusat, dan/ atau ke Kepala BPBD, dengan uraian tugasnya masing-masing.16 Dasar keterlibatan TNI untuk berperan serta dalam menanggulangi berbagai masalah yang berkaitan dengan bencana telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan. Dalam TAP MPR RI Nomor VII Tahun 2002 tentang Peran TNI dan POLRI pasal 4 ayat 1 tentang Tugas Bantuan TNI dinyatakan bahwa “TNI bertugas membantu penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan (civic mission)”. Hal ini menjadikan suatu kewajiban bagi TNI untuk menyelenggarakan suatu operasi kemanusiaan apabila terjadi bencana di seluruh wilayah tanah air. Pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa salah satu pelaksanaan tugas pokok TNI melalui Operasi Militer Selain Perang adalah “menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan”. Sementara itu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, keterlibatan TNI sebagai unsur militer dalam civic mission belum diakomodasi. Padahal pengalaman menunjukkan peran militer dalam bantuan kemanusiaan sangatlah dominan daripada instansi sipil dan organisasi kemanusiaan lainnya. Penanggulangan bencana bukanlah semata-mata tanggungjawab Pemerintah (sipil), namun juga keterlibatan semua pihak termasuk TNI. Pada Peraturan Presiden Nomor 8 tentang BNPB pasal 11 disebutkan keanggotaan TNI sebagai unsur pengarah dalam penanggulangan bencana. Kedudukan TNI di BPBD juga diperkuat Kepala Staf Angkatan Darat, Skep Kasad Nomor Perkasad/96/XI/2009 tentang pedoman penganggulangan bencana alam di darat, tanggal 30 November 2009, hal 7-8. 16
Terbaik, Terhormat dan Disegani
22
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
oleh Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008. Namun rata-rata di setiap daerah, keanggotaan tim pengarah instansi lainnya hanyalah bersifat ex-officio. Duplikasi jabatan membuat tim pengarah instansi lainnya tidak fokus untuk melaksanakan penanggulangan bencana. Pada pasal 48 dijelaskan bahwa TNI sebagai unsur pelaksana, namun jika dipelajari lebih detail kedudukannya hanya sebatas liaison yang sifatnya koordinasi kepada struktur BNPB/BPBD. Hal ini berarti bahwa hubungan organisasi TNI dengan BNPB/BPBD bersifat lateral atau berhubungan hanya jika dibutuhkan. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, keterlibatan TNI belum dinyatakan secara tegas. Pasal 25 ayat 1 terbatas menyebutkan bahwa: “Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan Kepala BPBD berwenang mengerahkan SDM, peralatan dan logistik dari instansi/lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat”. 15. Anggaran dalam penanggulangan bencana alam saat ini. Sumber pendanaan dalam kegiatan penyelenggaraan 17,18 penanggulangan bencana adalah sebagai berikut: a. Dana anggaran normal yang bersumber dari APBN. b. Dana anggaran normal yang bersumber APBD. c. Dana kontinjensi yang bersumber dari APBN (dana kesiapsiagaan yang dicadangkan untuk menghadapi potensi terjadinya bencana). d. Dana penanganan bencana untuk masing-masing instansi yang bersumber dari APBN. e. Dana penanganan bencana untuk masing-masing instansi yang bersumber dari APBD. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana 18 http://kendari.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/02/PENDANAAN-PENANGGULANGAN-BENCANADI-DAERAH.pdf 17
Terbaik, Terhormat dan Disegani
23
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
f. dana siap pakai (on call fund) yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dalam anggaran BNPB. g. Dana siap pakai yang bersumber dari APBD yang dialokasikan dalam anggaran BPBD. h. Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah yang bersumber dari APBN. i. Dana darurat yang bersumber dari APBN. j. Dana sumbangan atau bantuan yang bersumber dari masyarakat atau lembaga, baik yang berasal dari dalam negeri maupun internasional. Dana anggaran normal yang bersumber dari APBN dan APBD serta dana kontinjensi digunakan pada tahap pra bencana. Dana anggaran normal dari APBN dan APBD diperuntukkan baik pada situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Dana anggaran normal dari APBN dialokasikan dalam anggaran BNPB, sedangkan dari APBD dialokasikan dalam anggaran BPBD. Dana kontinjensi dari pemerintah pusat secara langsung diperuntukkan hanya pada situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Dana penanganan bencana dan dana siap pakai digunakan pada tahap darurat bencana. Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah dan Dana Darurat digunakan pada tahap pasca bencana untuk kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Adapun dana sumbangan atau bantuan yang bersumber dari masyarakat atau lembaga, baik yang berasal dari dalam negeri maupun internasional, umumnya tersedia. Dana tersebut digunakan pada tahap darurat bencana maupun pasca bencana. Dalam APBN 2014, alokasi dana untuk mitigasi dan penanganan bencana hanya berkisar Rp 7 triliun atau hanya 0,38%. Alokasi dana tersebut merupakan sebagian dari total belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp 1.842 triliun. Dana anggaran normal untuk mitigasi bencana di Kementerian Pekerjaan Umum berkisar Rp 3 triliun. Dana kontinjensi untuk menghadapi potensi terjadinya Terbaik, Terhormat dan Disegani
24
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
bencana berkisar Rp 4 triliun. Minimnya alokasi anggaran penanggulangan bencana dalam APBN ini tidak sebanding dengan tingginya ancaman bencana di Indonesia.19 BNPB menyatakan bahwa kebutuhan anggaran penanggulangan bencana alam di berbagai daerah di Indonesia mencapai Rp 30 triliun setiap tahunnya. 20 Berdasarkan komposisi anggaran di atas, belum terdapat dana APBN dan APBD untuk penanggulangan bencana yang dialokasikan khusus dalam anggaran TNI AD. Padahal peran TNI AD dalam penanggulangan bencana sudah terbukti sangat diperlukan dalam berbagai peristiwa bencana alam yang terjadi selama ini. Peran TNI AD dalam penanggulangan bencana melalui kerjasama dengan Pemda/instansi terkait merupakan suatu tugas kemanusiaan yang mulia dan menyangkut kehidupan masyarakat. Hal ini dilakukan secara terprogram, terpadu, terintegrasi, simultan dan berkesinambungan sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Peran TNI AD dalam penanggulangan bencana masih terkesan dibatasi ruang geraknya. Masih ada pemikiran ketakutan yang berlebihan dari sebagian kelompok masyarakat tertentu akan kembalinya peran TNI pada masa lalu. Hal ini membuat TNI AD cenderung ekstra hati-hati, ekstra koordinasi dan banyak pertimbangan dalam mengambil langkah tindakan penanggulangan bencana. TNI masih dihadapkan pada tidak adanya kewenangan yang dapat menjangkau langsung masyarakat. Pola penanganan bencana alam oleh TNI cenderung menunggu permintaan atau keputusan pimpinan pemerintah baik pusat maupun daerah.
http://www.jurnalparlemen.com/view/6720/anggaran-mitigasi-dan-penanggulangan-bencana-belum-jadi-prioritas. html 20 http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/10/08/mubasl-bnpb-kebutuhan-anggaran-bencana-rp-30triliun-setahun 19
Terbaik, Terhormat dan Disegani
25
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Operasional TNI AD untuk mengambil langkah tindakan penanggulangan bencana secara mandiri tidak ada dana, demikian juga materiil yang dimiliki masih terbatas. Hal ini pada akhirnya bermuara ketidakmampuan TNI AD untuk menggerakkan satuan secara mandiri tanpa adanya dukungan dari komando atas. Kebutuhan logistik dalam pengerahan satuan tugas TNI AD dan personel pendukung dipenuhi dari anggaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau BNPB. Pembiayaan penanggulangan bencana secara keseluruhan bersumber dari APBN/APBD dan partisipasi masyarakat yang secara administratif dikelola oleh BNPB/BPBD.21 Akibatnya pada saat terjadi bencana, TNI AD khususnya komando kewilayahan, cenderung menunggu permintaan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau BNPB/BPBD untuk membantu mengatasi bencana alam.
Kepala Staf Angkatan Darat, Skep Kasad Nomor Perkasad/96/XI/2009 tentang pedoman penanggulangan bencana alam di darat, tanggal 30 November 2009, hal 7-8. 21
Terbaik, Terhormat dan Disegani
26
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
BAB IV ANALISA DAN LANGKAH PERWUJUDAN SINERGITAS PERAN TNI AD DALAM PENANGGULANGAN AKIBAT BENCANA ALAM 16. Umum. Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penyebab peristiwa ini faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia. Akibat yang ditimbulkan berupa korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Kondisi geografi Indonesia menyimpan potensi terjadinya bencana alam. Penanganan bencana alam selama ini kurang maksimal meskipun organisasi non struktural sudah terbentuk seperti: Bakornas PBP, Satkorlak PBP dan Satlak PBP. Selain pengaruh kecenderungan lingkungan strategis terhadap peran TNI AD, terdapat peluang dan kendala dalam mewujudkan sinergitas peran TNI AD. Peran Komando Kewilayahan cukup signifikan dan memberi kontribusi cukup besar, walaupun masih terdapat beberapa kelemahan. Hal ini disebabkan pemetaan daerah bencana alam masih belum tepat. Personel yang disiapkan masih belum terlatih dengan baik. Satgas yang dibentuk dalam pelaksanaan koordinasi masih terkendala, demikian juga dalam penanganannya masih terkesan mendadak hanya pada saat kejadian saja. Penanganan akibat bencana alam perlu direncanakan di masa depan dan disiapkan dari awal. Dengan perencanaan yang memadai dapat diketahui apa yang harus diperbuat, kapan waktunya, dengan siapa berkoordinasi, dimana tempatnya dan bagaimana cara yang harus dilakukan (ada istilah: 4WH). Demikian pula dalam penanggulangannya perlu dikembangkan suatu sistem yang mengakomodasi sinergitas antar instansi secara berkesinambungan. Termasuk didalamnya keterpaduan antara TNI AD dengan pemerintah daerah dalam pencegahan dan mitigasi, persiapan/ kewaspadaan, respons dan pemulihan pasca bencana. Terbaik, Terhormat dan Disegani
27
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
17. Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Tahap Pra Bencana Alam di Daerah. Kegiatan tahap pra bencana selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan tahap pra bencana sangatlah penting. Karena apa yang sudah dipersiapkan merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan langkah-langkah/kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana. Perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam terdapat pengelolaan risiko yang merupakan pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan potensi bencana. Sinergitas yang melibatkan semua komponen bangsa lainnya, diperlukan kordinasi dan sinkronisasi sistem yang tidak mudah. Kita tidak bisa melakukan segala sesuatu seperti rencana yang telah disusun. Penyesuaian dan kemungkinan terjadinya risiko pasti akan dialami. Sumber daya nasional yang terbatas dalam mewujudkan sinergitas tersebut, perlu diprediksikan kemungkinan terjadinya (likelihood) serta konsekuensi dampak yang ditimbulkan (consequences). Implementasi dari dampak yang timbul dapat diketahui dengan adanya potensi bencana, mana yang harus menjadi prioritas untuk diantisipasi serta risiko yang dapat direspon secara tepat dengan konsekuensi sekecil mungkin. Bentuk risiko juga dapat dipertimbangkan dari beberapa aspek, seperti dukungan anggaran, operasional dan regulasi. Penanggulangan bencana yang melibatkan berbagai komponen bangsa, akan menemui berbagai risiko. Hal ini, dikaitkan dengan perbedaan budaya organisasi tiap komponen bangsa, mindset, sumber daya yang dimiliki serta Standard Operating/Operations Procedure yang digunakan. Secara ideal, maka dalam pelaksanaan penanggulangan bencana alam, harus memiliki daya interoperability yang efektif, baik dalam doktrin, strategi, Alutsista, logistik dan komunikasi. Terbaik, Terhormat dan Disegani
28
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Apabila Alutsista dan sistem komunikasi masih menggunakan standarisasi yang berbeda maka inkoneksitas dapat diprediksi akan terjadi dan mempersulit komando dan pengendalian. Mengatasi hal yang demikian diperlukan protap-protap pada tataran operasional. Regulasi merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan. Hal ini terkait dengan suatu risiko akibat tidak berjalannya atau gagalnya proses internal, eksternal dan sistem. Kegagalan internal dikarenakan oleh adanya ego sektoral dalam mengartikan kewenangan mempertahankan negara. Kegagalan eksternal dipicu oleh adanya perubahan lingkungan strategis dan konteks strategis yang cepat dan sulit diprediksi. Kegagalan sistem lebih dipicu oleh karena mengkolaborasikan pertahanan militer dan nirmiliter harus didukung oleh undang-undang yang memadai. Potensi kontijensi terjadi ancaman, baik krisis dalam negeri maupun krisis yang diakibatkan dampak lingkungan strategis maupun konteks strategis. Pilihannya adalah mengatasi risiko regulasi dengan merancang strategi kontijensi yang dilakukan oleh kementerian/lembaga dan Mabes TNI. a. Preventif (pencegahan dini). Sistem pencegahan dini merupakan mata rantai yang spesifik (hubungan yang kritis) antara tindakan-tindakan dalam kesiapsiagaan dengan kegiatan tanggap darurat. Ada 2 (dua) faktor yang berperan dalam kerangka sistem pencegahan dini yaitu pihak pengambil keputusan dan masyarakat. Pihak masyarakat ada 3 (tiga) unsur yang menentukan bagaimana masyarakat bereaksi terhadap sistem pencegahan dini. Unsur-unsur tersebut terdiri dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behaviour). Langkah awal dalam membentuk reaksi masyarakat terhadap sistem pencegahan dini adalah memberikan informasi tentang sistem pencegahan terhadap masyarakat. Diharapkan masyarakat yang telah memperoleh pengetahuan informasi akan adanya perubahan sikap yang positif terhadap sistem peringatan dini. Perubahan ini diharapkan mampu membuat masyarakat berperilaku positif terhadap sistem pencegahan dini. Terbaik, Terhormat dan Disegani
29
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Seandainya tahap-tahap perubahan reaksi masyarakat terhadap sistem pencegahan dini sesuai dengan yang diharapkan, maka sistem pencegahan dini dapat sampai ke masyarakat secara akurat. Selain faktor masyarakat, faktor lain yang berperan dalam kerangka kerja sistem pencegahan dini adalah pihak pengambil keputusan. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 bahwa penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dibawahi langsung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kebijakan-kebijakan berhubungan dengan sistem pencegahan dini terutama terkait dengan kerangka kerja sistem pencegahan dini, misalnya Protap, Juklak dan Mekanisme Kerja. Dalam pencegahan dini kegiatan yang dapat dilaksanakan, berupa: 1) Penerimaan informasi. Penanggulangan bencana alam pada kegiatan pencegahan dini khususnya penerimaan informasi dapat meminimalisir dan melindungi masyarakat dari ancaman bencana dan dampak bencana. Kegiatan ini berpengaruh dalam sistem pencegahan dini karena keakuratan, kecepatan dan ketepatan menerima informasi sangat dibutuhkan. 2) Diseminasi informasi (sudah ada hazard). Penyebarluasan informasi tentang adanya ancaman bencana dilakukan oleh petugas dari pusat informasi melalui telepon, telex, radio komunikasi dan media elektronik. Kegiatan ini merupakan bagian dari sistem pencegahan dini dalam masing-masing sub segmen setelah tanda-tanda bahaya mulai tampak. 3) Penerimaan dan pencatatan. Kejadian darurat akibat bencana dilakukan di pusat-pusat informasi, pencatatan informasi dilakukan setiap jam/beberapa jam sesuai ketentuan yang disepakati secara akurat dan jelas. Kemudian informasi yang diterima diproses secara efektif untuk dapat dipergunakan bagi kepentingan instansi baik lintas program maupun lintas sektor. Terbaik, Terhormat dan Disegani
30
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
4) Penilaian/analisis. Analisis informasi dilakukan dengan uji silang (cross check) informasi. Uji silang yang sama dari dua sumber berbeda atau dari dua informasi yang mempunyai kesamaan untuk di nilai keakuratannya. Hal ini dilakukan dalam mempersiapkan bahan-bahan untuk pengambilan keputusan bagi pimpinan. 5) Penetapan peringatan dini. Peringatan dini ditetapkan berdasarkan kondisi geografis daerah, gejala dan tanda-tanda awal dari situasi darurat akibat bencana. Perkiraan besarnya korban dan kerugian yang akan di akibatkan oleh situasi darurat akibat bencana. Berdasarkan hal tersebut dilakukan koordinasi antara pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan situasi darurat akibat bencana untuk melakukan penangganan. Sistem pencegahan dini sebagai sub segmen awal dalam tahap kesiapsiagaan dapat berperan dengan baik. Pada akhirnya ketika suatu bencana terjadi, tingkat kerusakan dapat dieliminir. Kerangka kerja konseptual yang baik, dengan sistem pencegahan dini sebagai mata rantai kesiapsiagaan tanggap darurat akan korban dapat dieliminir. b. Mitigasi. Mitigasi bencana mencakup perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko-risiko dampak bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi. Kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana. Upaya yang dilakukan membuat kode bangunan, desain rekayasa, konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur/membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk non struktur, diantaranya: menghindari wilayah bencana dengan cara membangun jauh lokasi bencana Terbaik, Terhormat dan Disegani
31
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah. Mitigasi bencana yang efektif. Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan. 1) Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya. 2) Sistem peringatan dini (early warning system). Untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan berdasarkan data bencana yang terjadi. Peringatan dini menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya, baik melalui media elektronik dan media sosial. 3) Persiapan (preparedness). Kegiatan ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan). Pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan. Untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
32
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Tingkat kepedulian masyarakat, pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini. Dalam menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Persiapan lain dalam perencanaan tata ruang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur). Usaha-usaha untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur terhadap bencana (mitigasi struktur). Mitigasi bencana berbasis masyarakat. Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk: kesiapsiagaan, sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi bencana. Hal tersebut bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Perwujudan masyarakat atau komunitas yang berdaya dalam menghadapi bencana dapat diwujudkan melalui Siklus Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat/Komunitas. Untuk memperkuat Pemerintah Daerah sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/ lembaga yang telah ada. Kegiatan dapat dilaksanakan dengan kepelatihan aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun tingkat nasional. Mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga harus memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya. Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain: 1) Kebijakan yang mengatur pengelolaan bencana dan mendukung usaha preventif kebencanaan, seperti: kebijakan tata guna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana. Terbaik, Terhormat dan Disegani
33
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
2) Kelembagaan pemerintah yang mengelola dampak bencana, yang kegiatannya mulai dari: identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif. 3) Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani akibat bencana, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik. 4) Pelaksanaan program atau tindakan riil dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif. 5) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana. Peran TNI AD dalam pelaksanaan mitigasi selama ini mengacu kepada Prosedur Tetap. Penanganan bencana alam dengan membentuk Satgas Tim Pasukan Reaksi Cepat Penanganan Bencana (PRC PB) dan membentuk Posko Aju PRC PB ditiap-tiap daerah. Adapun ketua PRC PB pejabat Komandan dari Satuan Komando Kewilayahan. Bila dicermati bersama Orgas yang dibentuk masih berlaku sama di seluruh daerah/wilayah Indonesia (belum terpetakan macam/jenis bencana ditiap-tiap daerah). Penyiapan daerah/wilayah dan perencanaan penangganan bencana alam serta pemetaan wilayah akan berpengaruh terhadap dampak yang timbulkan dalam kegiatan awal. Bila dihadapkan dengan potensi bencana alam yang rutin terjadi di wilayah, maka ada dua alternatif yang harus dilakukan: 1) Keterlibatan TNI AD ditambah peranannya, tidak hanya bertugas saat dan pasca bencana alam namun sudah mulai merencanakan dan menyiapkan awal. Terbaik, Terhormat dan Disegani
34
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
2) Satgas yang ada diubah menjadi Badan tersendiri yang diketuai oleh Kepala Staf sesuai strata. Anggota tetap gabungan sesuai bidang dan bertugas sepanjang tahun anggaran serta mempunyai anggaran tersendiri. Perlu disadari masyarakat serta pemerintah daerah bahwa kita hidup di daerah yang rawan bencana, sehingga bencana dapat datang secara tiba-tiba. Dengan demikian seluruh masyarakat harus pandai menyiasati cara hidup berdampingan dengan kondisi alam yang rawan bencana tersebut. Mitigasi bencana dan tindakan-tindakan antisipasinya adalah syarat mutlak untuk dapat hidup berdampingan dengan bencana alam. Perlu political will pemerintah memprioritaskan program mitigasi bencana dengan penilaian bahaya, peringatan dan persiapan menghadapi bencana serta kegiatan sosialisasi. Dalam melaksanakan mitigasi bencana, sangat perlu diperhatikan tentang karakter dari kejadian bencana yang akan dan mungkin terjadi. Aspek-aspek pembangunan memperhatikan terhadap kaidah-kaidah kebencanaan harus lebih diperkuat lagi. c. Kesiapsiagaan. Dalam tahap pra bencana alam perlu pentahapan yang jelas sehingga kesiapsiagaan dapat terwujud. Kegiatan pada tahap kesiapsiagaan dibagi menjadi: 1) Pengumpulan data. Pengumpulan data/informasi dilakukan dengan cara pemantauan secara terus-menerus pada daerah potensi bencana. Hal ini digunakan sebagai bahan laporan dari sumber informasi pemerintah, petugas dan penduduk di daerah sebagai data primer. Selain itu pengumpulan data dapat menggunakan bahan-bahan hasil laporan yang lalu sebagai data sekunder. Data tersebut dapat diperoleh secara lintas program dan lintas sektor. Jenis data yang dikumpulkan dapat berupa data kualitatif atau kuantitatif. Bila memerlukan data yang khusus/spesifik dapat melalui kunjungan ke daerah potensi bencana (needs Terbaik, Terhormat dan Disegani
35
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
assessment) dengan dilengkapi instrumen pengumpul data/ informasi. 2) Analisis data. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis sebagai data dasar. Data dasar meliputi data penduduk termasuk kelompok rawan, pola penyakit dan status gizi masyarakat, sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Penyelidikan kejadian yang lalu atau pemeriksaan yang teliti dapat diketahui situasi dan kondisi daerah rawan bencana. Informasi ini diharapkan gejala-gejala awal, mengenal baik karakter atau sifat kejadian darurat dan bencana yang berbeda satu dengan yang lainnya. 3) Peragaan/Display Pemetaan daerah potensi. Penampilan informasi untuk meningkatkan kejelasan hasil dari pencatatan kejadian bencana. Dapat juga menampilkan peta risiko kejadian bencana yang dilengkapi dengan peta rawan bencana (sarana kesehatan, tenaga kesehatan, keadaan penduduk dan lain-lain sesuai spesifik lokal). Pemetaan ini dapat pula membantu rute/jalan yang akan dilalui ke lokasi/tempat pelaksanaan evakuasi. 4) Diseminasi informasi. Penyebarluasan informasi penilaian risiko selain melalui radio dan media cetak/elektronik. Penyebaran dapat pula dilakukan petugas, pemuka masyarakat sebagai bagian dari peringatan dini untuk melakukan kesiapsiagaan sebelum tanda-tanda bahaya mulai tampak. Peran TNI AD dalam tahap pra bencana dapat diwujudkan dengan kegiatan berupa: 1) Penyiapan Prajurit dan Pelatihan. Prajurit yang ditunjuk/ terlibat dalam penanganan bencana alam harus dapat dipilahpilahkan antara kualitas kemampuan dengan macam/jenis bencana alam yang dihadapi.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
36
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Penyiapan prajurit ditiap-tiap wilayah/daerah berbeda dan tergantung potensi bencana alam yang dihadapi, termasuk macam/jenis latihan yang harus dilaksanakan. Penyiapan dan pelatihan tidak hanya fokus saat terjadi dan pasca bencana, namun dimulai dari awal sebelum terjadi bencana sebagai berikut: a) Memberikan pencerahan kepada prajurit tentang apa, kapan, mengapa, bagaimana dan dampak bencana alam dengan mendatangkan pakar bencana dari instansi terkait. b) Membuat buku pintar bencana alam. Buku ini berisi tentang terjadinya bencana, langkah-langkah praktis dan mudah yang harus dilakukan prajurit dari tindakan kepada Pemda dan instansi terkait. Buku ini juga memuat tentang kegiatan sebelum saat terjadinya bencana sampai dengan proses pemulihan/rehabilitasi. c) Melatihkan prajurit secara rutin tentang penanganan bencana alam dengan memasukkan kedalam Latihan Program (memanfaatkan waktu Minggu Militer setiap bulannya). 2) Penyiapan materiil/sarana dan prasarana. Dalam penangganan bencana alam, tidak ada penambahan materiil/ sarana khusus diluar organik yang sudah ada. Tidak terpaku dan hanya mengandalkan materiil/sarana yang ada sesuai dengan organiknya, namun harus berkreatif menyediakannya sesuai dengan kemampuan. Hal yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut : a) Membuat suatu Rakit dengan memanfaatkan potensi wilayah yang ada, bila Komando Kewilayahan tersebut daerahnya rawan bencana banjir. b) Membuat suatu Tenda dengan memanfaatkan potensi wilayah yang ada, bila Komando Kewilayahan tersebut daerahnya rawan gempa bumi. Terbaik, Terhormat dan Disegani
37
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
c) Memperbaiki/menyiapkan kendaraan yang ada siap pakai dan mengupayakan koordinasi dengan pihak lain tentang dukungan kendaraan untuk membantu mengangkut/evakuasi korban bencana. 3) Penyiapan Peranti Lunak. Buku-buku petunjuk dan prosedur tetap tentang bencana alam harus siap operasional bila digunakan dan valid. Beberapa hal yang harus disiapkan adalah sebagai berikut : a) Membuat Protap internal yang khusus mengatur tentang Orgas Komando Kewilayahan sendiri dalam penanganan bencana alam. b) Membuat Protap bersama/terpadu antara Komando Kewilayahan, Pemda dan instansi terkait. Protap ini mengatur tentang pelibatan masing-masing dalam penanganan bencana alam sesuai bidang tugasnya dan sistem koordinasi serta kerjasama. c) Mengadopsi beberapa kejadian bencana alam di negara lain (lesson learned). Pengadopsian bertujuan untuk diambil ringkasan eksekutif (executive summary) dan dijadikan sebagai bahan banding dalam penanganan bencana alam di daerah. d. Pengorganisasian. Tahap pra bencana, agar pembinaan Teritorial dapat dilaksanakan efektif dan efisien diarahkan melalui konsep dan strategi pembinaan sesuai tataran kewenangan. Wujud keselarasan pemahaman antara TNI dengan aparat pemerintah daerah yakni: 1) Terwujudnya pemahaman masyarakat tentang kesadaran mitigasi, tugas tanggung jawab tiap instansi dan ancaman bahaya bencana alam di daerah.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
38
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
2) Meningkatkan daya tangkal masyarakat dalam rangka memantapkan Ketahanan Wilayah terhadap bencana alam melalui pembuatan protap bersama yang dilakukan oleh Kodim dan Pemda. 3) Meningkatnya pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program Mitigasi Bencana oleh BPBD, Pemda dan Kodim yang diwujudkan dalam latihan penanggulangan bencana melalui geladi posko maupun geladi lapang.22 Strategi Pembinaan dalam rangka proses mitigasi Bencana Alam dilakukan melalui kegiatan Bintahwil, Binkomsos dan Bhakti TNI. 1) Bintahwil. Kegiatan difokuskan pada: a) Penyusunan data dan informasi akurat tentang bencana alam di wilayah. Hal ini penting sebagai penyusunan rencana awal dalam upaya penanggulangan bencana, sehingga rencana dan kegiatan dilaksanakan akan tepat. b) Menyusun RO dan Protap bersama untuk penanggulangan bencana. Seperti yang diketahui bersama, bahwa dalam penanganan bencana di daerah, Kodam dan Pemda bukanlah satu-satunya komponen yang terlibat dalam mengatasi masalah bencana. Visualisasi betapa kompleksnya keterlibatan instansi-instansi dalam penanggulangan bencana alam. Namun ada beberapa komponen lain yang ikut terlibat. Untuk itu, dibutuhkan koordinasi yang matang dengan BPBD. Mengingat dalam masa bencana, banyak kebutuhan dasar mendesak yang perlu dipenuhi serta berbagai situasi darurat yang membutuhkan berbagai koordinasi. Supaya tidak ada satu langkahpun yang terlupa, terutama mengenai pendistribusian bantuan logistik berupa: bahan pangan dan obat22
http://hans-komp.blogspot.com/2014/03/essay-penerapan-metoda-binter-dalam.html
Terbaik, Terhormat dan Disegani
39
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
obatan ke daerah-daerah sulit ditembus jalan darat. Untuk itulah, perlu disusun sebuah RO dan Protap bersama yang dirumuskan oleh Pemda dan Kotama Operasional. Masing-masing instansi dan bagian tahu peran maupun tugas mereka ketika bencana terjadi dan dapat digunakan sebagai acuan indikator kedaruratan. Kemudian selama berjalannya waktu, RO dan Protap haruslah selalu disempurnakan dan dievaluasi untuk menjaga agar RO dan Protap tetap relevan; 3) Melibatkan unsur pemerintah dan instansi terkait tentang penanggulangan bencana, agar setiap instansi mengerti dan memahami standar teknis di wilayahnya. 2) Binkomsos. Dapat dilakukan dengan seluruh komponen masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan dapat dilakukan melalui: seminar, pidato, ceramah, dialog, sosialisasi dan penyuluhan serta kegiatan lainnya tentang pentingnya penanggulangan bencana alam. Hal tersebut diarahkan pada: a) Komponen Masyarakat. Dansat membina komunikasi sosial dengan komponen masyarakat antara lain TOGA, TOMAS, TODAT dan lain-lain. Dalam membangun hubungan emosional yang positif, memelihara dan meningkatkan serta memantapkan keeratan hubungan antara prajurit/satuan dengan masyarakat. Agar menimbulkan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mendukung usaha-usaha dalam menanggulangi bencana alam di daerah. b) Pemerintah Daerah. Peran Dansat membina Komunikasi Sosial dengan pemerintah untuk memelihara dan meningkatkan serta memantapkan keeratan hubungan antara prajurit/satuan dengan aparatur/instansi pemerintah. Terbaik, Terhormat dan Disegani
40
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Dalam mendukung tercapainya tujuan bersama dalam rangka mitigasi bencana alam perlu perwujudan sinergitas dan kerja sama yang erat aparatur/instansi pemerintah. c) Keluarga Besar TNI (KBT). Membina Komunikasi Sosial dengan KBT untuk meningkatkan, memelihara hubungan emosional serta pemantapan hubungan antara prajurit/satuan dengan KBT. Hal ini untuk memberikan pemahaman dan pola pikir kesadaran masyarakat akan waspada bencana alam. 3) Bhakti TNI. Dilakukan dengan penyelenggaraan operasi bhakti dan karya bhakti. Pencegahan bencana seperti pengerukan sungai, penanaman sejuta pohon maupun TMMD bersama masyarakat untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat pembalakan liar. 18. Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Tahap Tanggap Darurat Bencana Alam di Daerah. Pada situasi keadaan darurat bencana sering tidak valid. Penanganan dan kesimpangsiuran informasi data korban maupun kondisi kerusakan mempersulit pengambilan kebijakan untuk penanganan darurat bencana. Sistem koordinasi juga sering kurang terbangun dengan baik. Penyaluran bantuan, distribusi logistik sulit terpantau dengan baik sehingga kemajuan kegiatan penanganan tanggap darurat kurang terukur dan terarah secara objektif. Situasi dan kondisi di lapangan belum tercipta mekanisme kerja Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana yang baik, terstruktur dan sistematis. Dalam kondisi Kedaruratan Bencana diperlukan institusi yang menjadi pusat Komando dan Koordinasi kedaruratan bencana sesuai lokasi dan tingkatan bencana yang terjadi. Pos Komando dan Koordinasi Tanggap Darurat Bencana dapat dilengkapi dengan Posko Lapangan Tanggap Darurat Bencana. Gugus tugas terdiri dari unit kerja yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan sistem yang terpadu dalam penanganan kedaruratan bencana. Kegiatan saat terjadi bencana dilakukan segera saat kejadian Terbaik, Terhormat dan Disegani
41
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
bencana. Untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan terutama berupa: penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik. Hal ini dilakukan agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat dan terjadi efisiensi. Pada tahap tanggap darurat, TNI AD sudah berperan bersamasama dengan instansi terkait sesuai fungsi dan dikendalikan oleh Pemda. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut: a. Mengerahkan/memobilisasi personel dan sumber daya daerah yang ada. b. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan penanganan di lapangan dengan mendirikan Posko dan mengerahkan Tim Reaksi Cepat (TRC) dari masing-masing instansi. c. Membantu evakuasi korban, memberikan pertolongan dan mengadakan pendataan korban, koordinasi dengan dinas kependudukan. d. Membantu mendirikan dapur umum dan pelayanan makan terhadap korban, koordinasi dengan dinas sosial. e. Mendirikan Posko bantuan korban terpadu dan membantu menyalurkan bantuan logistik serta pakaian, koordinasi dengan dinas perhubungan. f. Mengamankan tempat penampungan dan Posko tempat penampungan logistik, koordinasi dengan Satpol PP. g. Membantu membuat/menyediakan koordinasi dengan dinas PU.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
MCK,
air
bersih
42
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
h. Membantu menangani/merawat kesehatan korban dengan tenaga medis, obat-obatan dan vaksinasi, koordinasi dengan dinas kesehatan. i. Membentuk network dan memberikan pelayanan melalui media, komunikasi, penyuluhan dan motivasi kepada korban, koordinasi dengan dinas Infokom dan Kesra. j. Membantu memberikan pelajaran terbatas kepada korban bencana, koordinasi dengan dinas pendidikan. Dalam tahap tanggap darurat bencana, kegiatan difokuskan pada penanganan dampak buruk yang ditimbulkan akibat bencana, meliputi: penyelamatan, evakuasi korban, harta benda dan pengungsian.23 Pada masa tanggap darurat, peran TNI AD menjadi lebih kompleks, kegiatan yang dilaksanakan: a. Bintahwil. Kegiatan Bintahwil yang dapat dilakukan, antara lain: 1) Melaksanakan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan akibat bencana alam dan kemungkinan Sumber Daya Buatan (SDB) yang perlu disiapkan. Langkah ini penting untuk dilakukan agar kegiatan penanganan korban bencana dapat segera ditangani dengan cepat dan tepat. 2) Memberikan petunjuk teknis, mengirimkannya, dan mengarahkan Satgas PRC PB yang terdiri dari unsur kesehatan, intelijen, perhubungan/komunikasi dan tim evakuasi. 3) Memberikan bantuan dan mengoordinasikan dengan instansi terkait tentang sarana dan prasarana yang diperlukan. Terutama penyediaan tempat penampungan sementara korban bencana, bantuan tenaga medis/paramedis serta pendistribusian bantuan obat-obatan, pakaian dan bahan makanan. 23
Ibid
Terbaik, Terhormat dan Disegani
43
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
b. Binkomsos. Dilaksanakan oleh aparat kewilayahan yang ada dengan memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat yang terkena dampak bencana. Melaporkan kejadian bencana dan penanggulangannya kepada Komando Atas agar selalu dapat dimonitor dan diketahui perkembangannya sebagai bentuk pertanggungjawaban. c. Bhakti TNI. Dengan karya bhakti yang melibatkan seluruh unsur TNI dikoordinir Dansat Kowil dalam rangka mengurangi dampak bencana bagi masyarakat korban bencana. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 1) Memberikan pertolongan pertama (evakuasi) kepada korban bencana, menyiapkan tempat dan dapur umum serta Rumah Sakit lapangan. 2) Menyiapkan tempat penampungan/pengungsian sementara bagi korban bencana (balai desa, balai kecamatan, sekolah-sekolah, gudang-gudang dan lain-lain). 3) Mengamankan daerah yang terkena bencana. 4) Menginventarisir dan menerima serta menyalurkan bantuan dan mempertanggungjawabkan bantuan-bantuan yang diterirna serta melaporkannya kepada Komando Atas. 19. Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Tahap Pasca Bencana Alam di Daerah. Kegiatan tahap pasca bencana, dilaksanakan perbaikan kondisi masyarakat yang terkena dampak bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana. Pada tahap ini titik berat kegiatannya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan yang dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja. Tetapi juga perlu diperhatikan rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi. Peran TNI AD pasca bencana bersama dengan Pemda dan instansi terkait untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi, sebagai berikut: Terbaik, Terhormat dan Disegani
44
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
a. Membantu Pemda mengadakan pendataan dan penilaian kerusakan akibat bencana. b. Mendorong Pemda untuk segera mengadakan perbaikan fisik berupa sarana dan prasarana serta fasilitas umum/sosial yang rusak akibat bencana. c. Mendorong Pemda untuk segera mengadakan perbaikan non fisik berupa pemulihan kesehatan jiwa dan mental dengan mengadakan penyuluhan serta konseling. d. Mendorong Pemda untuk segera mengadakan perbaikan sosial ekonomi yang lumpuh akibat bencana agar roda pemerintah berfungsi kembali normal. e. Mendorong Pemda untuk segera membersihkan/merapikan daerah yang terkena bencana dan sekaligus mengadakan pencegahan terhadap kemungkinan terjangkitnya wabah penyakit. Pelaksanaan integrasi kebijakan sektoral dan daerah dijabarkan dalam rencana kerja berdasarkan lokasi, kegiatan yang dilakukan, pelaksana, waktu dan sumber dana. Tahap dimulai penetapan kebijakan, strategi, pengembangan wilayah, penetapan rencana kerja, pelaksanaan, monitor dan evaluasi, yang mengakibatkan aspirasi, harapan dan partisipasi masyarakat. Secara rinci kegiatan indikatif yang direncanakan dalam upaya penanggulangan bencana tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Ada perbedaan antara rehabilitasi dan rekonstruksi yang cukup mendasar. Rehabilitasi bersifat segera dan merupakan kegiatan yang menjembatani antara tanggap darurat dengan pasca bencana. Beberapa kegiatan diantaranya pengembalian pelayanan yang terganggu, membersihkan jalan, memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak, menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi pengungsi. Kegiatan pemulihan jangka pendek dapat berlangsung selama beberapa minggu. Rekonstruksi melibatkan beberapa kegiatan yang sama tetapi berlanjut hingga beberapa bulan atau tahun. Pemulihan jangka Terbaik, Terhormat dan Disegani
45
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
panjang lebih berfokus pada pembangunan kembali bangunanbangunan fisik secara permanen dan peningkatan sosial ekonomi. Pembangunan kembali dilakukan secara menyeluruh jika kerusakan sangat parah. Tujuan pemulihan jangka panjang adalah mengembalikan keadaan sebelum bencana atau bahkan menjadi lebih baik. Pemulihan menjadi waktu yang tepat untuk mengambil langkah-langkah mitigasi sehingga masyarakat lebih siap dan bencana yang serupa tidak terulang. a. Rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana. Sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pasca bencana dalam menghidupkan pelayan dasar. Pelayanan tersebut berupa: membantu masyarakat kembali menjalani kehidupan normal, membantu perbaikan tempat tinggal, fasilitas publik dan pemulihan aktivitas ekonomi masyarakat. Pembangunan aspek infrastruktur terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik. Pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat, penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana. Aspek lain dari pembangunan infrastruktur berupa peningkatan fungsi pelayanan publik dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. Kegiatan rehabilitasi pasca bencana yang dilaksanakan dibagi dalam bidang: 1) Sosial ekonomi. Rehabilitasi bidang sosial ekonomi diantaranya pemulihan sosial ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, mendorong peningkatan ekonomi lokal. Peningkatan perekonomian melalui pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan perbankan. Aspek sosial meliputi pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan lokal dan tradisi masyarakat. Pemulihan Terbaik, Terhormat dan Disegani
46
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
hubungan antar budaya dan keagamaan maupun membangkitkan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat. 2) Kesehatan. Rehabilitasi kesehatan merupakan pemulihan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat akibat bencana alam. Tujuan menyelenggarakan, memulihkan maupun meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat termasuk pengungsi adalah mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Bentuk KLB dapat berupa penyakit menular dan kekurangan gizi. Sasaran dalam rekonstruksi kesehatan ditujukan seluruh masyarakat terutama korban bencana. Agar memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan, sarana dan prasarana kesehatan di daerah bencana dapat berfungsi kembali. Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap rehabilitasi adalah mempertahankan pelayanan kesehatan dengan mendirikan sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sementara. Pelayanan kesehatan bersifat rutin seperti pengobatan, perbaikan gizi, kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi maupun kesehatan jiwa. Hal ini juga diperlukan perbaikan sanitasi lingkungan dan penyehatan air, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular maupun promosi kesehatan. Pada tahap rekonstruksi dilaksanakan revitalisasi puskesmas dan rumah sakit. Kegiatan berupa rehabilitasi, pembangunan gedung, pengadaan sarana/ prasarana, pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan, pengadaan obat, perbekalan kesehatan dan beroperasionalnya puskesmas. Rincian mengenai kebutuhan dana untuk rencana dan kegiatan bidang kesehatan. 3) Psikologis masyarakat. Kondisi psikologis korban pasca bencana menyisakan berbagai kondisi yang sungguh memprihatinkan. Selain menderita luka fisik, para korban yang selamat juga mengalami gangguan psikologis yang Terbaik, Terhormat dan Disegani
47
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
berdampak pada kondisi psikis maupun spiritual mereka. Banyak analisis telah memaparkan berbagai hal tentang realitas bencana yang terjadi. Untuk rehabilitasi tentunya tak lepas dari pemahaman kongkrit mengenai kondisi wilayah dan masyarakat yang meliputi kondisi pra dan pasca bencana. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bagaimana kondisi psikis dan spiritual masyarakat, terutama mereka yang secara langsung menjadi korban bencana. Banyak kejadian rehabilitasi fisik relatif lebih kelihatan dan jelas pola penanganannya, karena memerlukan mobilitas dana dan prasarana yang tidak sedikit dalam memulihkan korban pasca bencana. Perwujudan peran TNI AD dalam pemulihan sosial psikologis ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana. Kegiatan dapat berupa pemulihan kembali kehidupan sosial dan kondisi psikologis pada keadaan normal seperti kondisi sebelum bencana. Kegiatan membantu masyarakat yang terkena dampak bencana sebagaimana dimaksud dilakukan melalui upaya pelayanan sosial psikologis berupa: a) Bantuan konseling dan konsultasi. Bantuan konseling dan konsultasi keluarga adalah pemberian pertolongan kepada individu atau keluarga untuk melepaskan ketegangan dan beban psikologis secara terstruktur. b) Pendampingan. Pendampingan pemulihan trauma merupakan pendampingan terstruktur dengan berbagai metode terapi psikologis. Metode yang digunakan harus tepat kepada individu yang mengalami trauma psikologis agar dapat berfungsi secara normal kembali. c) Pelatihan. Pelatihan pemulihan kondisi psikologis adalah pelatihan untuk pemuka komunitas, relawan dan pihak-pihak yang ditokohkan. Diharapkan dengan hasil Terbaik, Terhormat dan Disegani
48
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
kepelatihan tersebut mampu untuk memberikan dukungan psikologis kepada masyarakatnya. d) Kegiatan psikososial. Pemulihan Sosial Psikologis dimaksudkan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal. Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti sebelum terjadi bencana. Tercegah dari dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental. Kegiatan pemulihan sosial psikologis dapat dilakukan di berbagai setting sosial, seperti sekolah, rumah sakit, tempat peribadatan dan lain-lain. b. Rekonstruksi. Rekonstruksi merupakan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat. Sasaran utama tumbuh dan berkembangnya perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum, ketertiban dan bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Perwujudan peran TNI AD dalam rekonstruksi pasca bencana dapat melibatkan personel yang memiliki kemampuan bidang bangunan/konstruksi terutama personel korps Zeni. Dalam kegiatan rekonstruksi, prajurit Zeni berintergrasi dengan dinas/instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat maupun seluruh elemen masyarakat. Dalam tahap pasca bencana, untuk memperoleh kesamaan penyelenggaraan mitigasi secara maksimal, berjalan lancar dan sesuai tujuan diperlukan pentahapan. Pentahapan pelaksanaan kegiatan di masa pasca bencana,24 adalah: 1) Tahap pertama. Kegiatan pemulihan kondisi mental masyarakat. Kowil melakukan Bintahwil dengan menyiapkan pendataan masyarakat korban bencana alam yang terbagi 24
ibid
Terbaik, Terhormat dan Disegani
49
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
menjadi jenis kelamin, pengelompokan usia dan tingkatan penyakit. Merencanakan dan menyiapkan tempat penampungan yang masih dapat difungsikan dan metode yang akan digunakan. Segera merencanakan kebutuhan tenaga dan medis, sarana dan prasarana yang digunakan, route yang digunakan untuk evakuasi korban, kebutuhan logistik dan pengamanan. Kemudian setelah tercapai, Kowil melaksanakan Bhakti TNI bekerjasama dengan sukarelawan kesehatan maupun PMI untuk memberikan pengobatan. Selain itu juga melakukan Binkomsos berupa: a) Mengembalikan kondisi mental melalui pendekatan psikologi dan ceramah agama. b) Memberikan berbagai permainan dan hiburan bagi korban. c) Melaksanakan rekreasi, membantu pengiriman dan membagikan logistik yang telah disiapkan. d) Menyelenggarakan sekolah darurat serta tidak lupa membuat laporan tentang perkembangan kondisi mental masyarakat korban bencana alam. 2) Tahap kedua. Kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi wilayah. Kowil dapat melakukan pendataan terhadap kerusakan fasilitas umum, kerusakan obyek vital, kerusakan pemukiman penduduk. Kemudian melalui metoda Binkomsos, bersama-sama BPBD dan Pemda merencanakan dan menyiapkan sarana dan prasarana pembuatan penampungan sementara. Merencanakan kebutuhan dana, rencana kebutuhan alat peralatan, rencana logistik, rencana pentahapan perbaikan, rencana kebutuhan personel. Pada saat pelaksanaan kegiatan perlu adanya metoda Bhakti TNI maka bekerjasama dengan satuan non kewilayahan. Kegiatan yang dilaksanakan membuat penampungan sementara, membagikan logistik, menempatkan masyarakat ke penampungan sementara, rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai pentahapan dan prioritas. Terbaik, Terhormat dan Disegani
50
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
3) Tahap ketiga. Pengembalian pengungsi. Melaksanakan pengembalian pengungsi ke daerah yang telah ditentukan, Kowil membantu pendorongan dan membagikan logistik, kemudian menempatkan masyarakat ke penampungan sementara sedekat mungkin dengan alamatnya. Memberikan pengarahan dan penyuluhan kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara pembinaan teritorial yang baik antara aparat di lapangan dengan para pengungsi yang menjadi korban bencana. Setelah dilakukan pengembalian maka tugas Kowil membuat laporan. Laporan ini berupa perkembangan kondisi mental masyarakat, mengembalikan penderita kepada keluarga, membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan. 20. Perwujudan Sinergitas Organisasi Dalam Penanggulangan Bencana Alam. Pada undang-undang penanggulangan bencana alam sama sekali tidak menyebutkan peran penting TNI dalam penanggulangan bencana dan hubungan dengan BNPB. Sesuai fakta di lapangan Peran TNI sangat dominan. Peran dan tugas TNI/TNI AD diharapkan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan jabatan yang diembannya. Pengorganisasian personel TNI AD dalam penanggulangan bencana alam tetap menginduk pada PNPB/BPBD, akan tetapi sifatnya hanya penugasan. Pelibatan TNI AD ke depan dalam rangka membantu penanganan bencana alam perlu disiapkan dan disusun secara dini. Penataan Orgas diharapkan sudah terlepas dari fungsi militernya, sehingga personel yang menjabat di PNPB/BPBD lebih konsentrasi dan fokus akan tugasnya. Dengan demikian, TNI AD berperan lebih dan mampu berbuat banyak dalam mempelopori dan mendorong Pemda/instansi terkait lebih memprioritaskan permasalahan bencana. Peran dan tugas TNI yang belum jelas dalam penanggulangan bencana khususnya bagi TNI AD, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 24 Tahun 2007, berimplikasi negatif bagi tugas pokok yang dilaksanakan TNI AD dalam penanggulangan bencana. Terbaik, Terhormat dan Disegani
51
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Berbagai inisiatif yang diambil untuk mengatasi ketidakjelasan tugas pokok ketika bencana terjadi selalu menemui kendala dikarenakan batasan kemampuan yang dimiliki. Rencana Operasi (RO) dan Prosedur Tetap (Protap) bersama yang seharusnya dijadikan kerangka acuan TNI AD dan Pemda belum juga terwujud. Hal ini dikarenakan perbedaan-perbedaan yang dimiliki kedua belah pihak dalam menghadapi bencana. Pada sisi lain, masih belum terbentuknya semua BPBD di daerah, seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007. Kejadian ini membuat kesulitan tersendiri, sehingga kesiapsiagaan seluruh komponen masyarakat tidak akan dapat dilatihkan sedini mungkin. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan bencana yang akan terjadi, karena bencana itu sendiri tidak dapat diprediksi dengan tepat kapan akan terjadi. Fakta lainnya yang merupakan kesulitan dilapangan baik oleh TNI AD maupun Pemerintah daerah adalah pelaksanaan koordinasi. Sulitnya koordinasi yang menyebabkan ketidakjelasan rumusan tugas pokok dalam penanggulangan bencana di daerah. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman kurun waktu dimulai dari longsor di Jombang, banjir bandang di Manado dan banjir di Jakarta saat ini. Hingga bencana Gunung Sinabung di Medan, sulitnya koordinasi antar instansi seakan menjadi momok yang selalu terulang ketika bencana terjadi. Kata koordinasi mudah dikatakan, namun sulit untuk dilakukan, itu karena semua orang senang untuk „koordinasi‟ akan tetapi tidak senang „dikoordinasikan‟. Koordinasi mudah jika masing-masing instansi mengerti akan peran dan tugasnya dalam penanggulangan bencana. Ketidakjelasan peran dan tugas menyebabkan pimpinan pada masa tanggap darurat selalu mengambil langkah dengan memberikan breakdown tugas satuan pelaksana dibawahnya. Tugas tersebut berupa tugas pokok simpulan dari hasil analisa yang berkembang saat itu. Sehingga TNI AD kadangkala bergerak sendiri tanpa bantuan dari instansi lainnya dan mempunyai kendala ketika langkah itu diambil. Beberapa kendala ditemukan dengan keterbatasan kemampuan di daerah antara lain: Terbaik, Terhormat dan Disegani
52
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
keterbatasan kemampuan angkut, kemampuan kemampuan hospitalisasi dan kemampuan anggaran.
mobilitas,
Penanggulangan bencana merupakan proses yang sangat kompleks karena melibatkan berbagai macam instansi dan komponen masyarakat. Pada umumnya mereka memiliki banyak perbedaan baik itu kepentingan, doktrin pelibatan maupun budaya. Perbedaan kepentingan dapat dilihat dari banyaknya elemen masyarakat yang turun lapangan seperti LSM, PMI, SAR bahkan sukarelawan termasuk parpol “oportunistik”. Kegiatan itu untuk melakukan pertolongan kepada masyarakat korban bencana pada masa tanggap darurat. Kenyataan di lapangan, eksistensi mereka hanya kelihatan jika ada elemen media yang meliput. Hal ini dikarenakan mereka juga membawa misi dari organisasinya dan memerlukan liputan untuk menggali sumber dana dari manapun. TNI AD melakukan pertolongan tanpa memiliki kepentingan apapun dan murni melaksanakan tugas demi nusa dan bangsa. Prosentase pemberitaan di media, porsi pemberitaan untuk TNI AD tidaklah setimpal, hal tersebut sesuatu yang ironis. Kerja keras tanpa pamrih prajurit di lapangan, jika dibandingkan dengan pemberitaan elemen/instansi lain yang sama-sama melaksanakan civic mission tidak seimbang. Kurangnya kesiapsiagaan seluruh komponen masyarakat dalam menghadapi bencana karena belum semua Kabupaten dan Kota membentuk BPBD di daerahnya. Hal ini disebabkan tidak adanya latihan-latihan intensif karena tidak adanya organisasi khusus di daerah yang mengatur mitigasi bencana termasuk pelatihan. Dengan tidak semua Kabupaten dan Kota ada BPBD didaerahnya, maka secara otomatis organisasi yang ada hanya bersifat „koordinasi‟. Sehingga perumusan peran dan tanggungjawab instansi yang terlibat secara teknis tidak akan terwujud. Kondisi ini akan menjadi semakin parah jika tidak ada percepatan pembentukan BPBD di seluruh provinsi di Indonesia. Masih ada yang menggunakan organisasi penanggulangan bencana yang hanya bersifat koordinasi “Satkorlak PB”. Hal ini apabila terjadi bencana Terbaik, Terhormat dan Disegani
53
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
dipastikan tidak akan mampu melaksanakan operasi penanggulangan bencana skala besar, karena lambannya Satkorlak PB dalam penangannya. Hal-hal teknis terkait perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam, dapat dilaksanakan dengan kegiatan antara lain: a. Efektifitas Koordinasi. Koordinasi merupakan hal yang sangat vital dalam rangka mewujudkan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam di daerah. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan penanggulangan bencana, koordinasi merupakan kata kunci yang menentukan keberhasilan. Koordinasi diperlukan khususnya untuk membangun komunikasi antar kementerian/lembaga terkait. Secara yuridis telah tertuang bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang menyebutkan BNPB mempunyai fungsi pengoordinasikan pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Diharapkan melalui koordinasi yang baik, BNPB bersama kementerian/lembaga dan mitra yang lain dapat bekerja secara maksimal dalam penanggulangan bencana. BNPB melalui Unsur Pelaksana memiliki fungsi komando dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam setiap kejadian bencana, pengambilan keputusan untuk kepentingan korban dan masyarakat harus cepat dan tepat. Oleh karena itu pengambilan keputusan menjadi hal yang penting dan harus ada kesepakatan di antara semua stakeholder. Hal ini mengingat BNPB tidak bekerja sendiri ketika melakukan penanggulangan bencana. Pada saat terjadi bencana, tahapan berikut yang perlu diperhatikan adalah terbangunnya koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Menyangkut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Terbaik, Terhormat dan Disegani
54
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Belanja Daerah (APBD). Namun demikian, BPBD tidak dapat mengeluarkan dana langsung ketika ada bencana. Tidak seperti BNPB pusat yang memiliki dana on call. Beberapa kejadian bencana di daerah, justru BPBD lebih lambat daripada BNPB. Penanggulangan bencana selalu menyangkut pembahasan mengenai tahapan pra bencana, pada saat bencana, dan pasca bencana. Dalam konteks pengurangan risiko bencana (PRB) harus menjadi prioritas meminimalkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda yang lebih besar. Di sisi lain, masyarakat sebagai first responder harus paham akan ancaman dan risiko yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Dengan demikian, BNPB harus memberdayakan masyarakat guna menunjang pengurangan risiko bencana, khususnya melalui organisasi sosial kemasyarakatan di daerah.
Sinergi Lintas Sektor dalam Impelementasi Renas PB 2015-2019 Sumber: Bappenas 2014
Terbaik, Terhormat dan Disegani
55
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Terdapat tiga aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam rangka efektifitas koordinasi tersebut. 1) Harus ada kesadaran bahwa bencana merupakan masalah kemanusiaan yang menjadi tanggungjawab bersama (common interest). Kesadaran perlu dibangun dan dipelihara, sehingga terdapat dukungan penuh atas dasar kemanusiaan serta diperkuat dengan adanya political will dari semua stakeholder. 2) MoU antara semua stakeholder. Adanya MoU antara semua stakeholder dapat dijadikan sebagai dasar dalam melaksanakan kerjasama sesuai dengan peran, fungsi, tanggungjawab dan kemampuan masing-masing. Dengan demikian, sumber daya yang dimiliki dapat direncanakan, dikelola, dilaksanakan, dikendalikan, diawasi dan dievaluasi dengan lebih baik. MoU tersebut juga dapat mencegah adanya overlapping, ketidakefektifan serta pemborosan sumber daya yang tersedia. 3) Pembangunan interpersonal relations. Terkait panjangnya birokrasi di Indonesia, maka dibangun dalam perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana di daerah. Pembangunan hubungan secara pribadi antar pejabat TNI AD dan Pemda serta stakeholder lainnya. Hubungan tersebut perlu dibangun atas dasar kepercayaan dan persahabatan sebagai sesama anak bangsa dan pejabat publik. Dengan dasar tersebut, diharapkan dapat memotong jalur birokrasi tanpa meninggalkan ketentuan fundamental dalam kegiatan penanggulangan, termasuk masalah akuntabilitas. 4) Pemberdayaan segenap potensi yang ada di semua strata. Kebijakan terkait penanggulangan akibat bencana di semua negara, namun secara fundamental merupakan masalah kemanusiaan yang tidak mengenal ruang dan waktu. Dengan demikian, maka dalam pelaksanaan koordinasi harus dilaksanakan pada semua strata, baik lokal, nasional, regional maupun internasional. Namun demikian, konsistensi Terbaik, Terhormat dan Disegani
56
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
pelaksanaan koordinasi melalui focal point di suatu negara harus ditepati. Selain mendapatkan efektifitas dalam koordinasi tersebut, juga dapat mengurangi apriori terhadap bantuan asing. Pada tingkat lokal, Pemda harus menggiatkan warga, NGOs, swasta dan kemampuan daerah, mulai dari pra bencana, saat dan pasca bencana. Pada tingkat nasional, maka koordinasi perlu dilaksanakan sebagai antisipasi dampak dari suatu bencana, yang tidak bisa diatasi oleh Pemda setempat. Logika ini terus diimplementasikan pada taraf regional dan internasional. b. Penentuan status keadaan darurat. Penentuan status keadaan darurat diperlukan sebagai dasar dalam pelaksanaan penanggulangan suatu bencana. Secara nasional penentuan ini ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini BNPB, untuk jangka waktu tertentu. Hal di atas harus rekomendasi atau informasi dari badan-badan lain yang terkait, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di dalam negeri, Badan yang dapat memberikan rekomendasi dalam penanggulangan bencana, seperti BMKG. Hasil kajian BMKG tentang cuaca ekstrem dapat dipakai untuk memberi informasi tentang adanya ancaman bencana di seluruh Indonesia. Ancaman bencana saat ini berupa cuaca ekstrem yang bisa menimbulkan banjir, tanah longsor, puting beliung dan gelombang tinggi maupun badai tropis. Keberadaan Pacific Disaster Center di Hawaii, Amerika Serikat dapat dimanfaatkan untuk peningkatan early warning system dan pertimbangan penentuan status keadaan darurat. Kehadiran United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) di Lido Resort telah berkolaborasi dalam aktualisasi pembangunan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana. Pernyataan darurat siaga itu penting karena menjadi bagian dari upaya antisipasi. Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Tindakan-tindakan Terbaik, Terhormat dan Disegani
57
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
tersebut memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat dan individu mampu menanggapi situasi secara tepat jika cuaca ekstrem terjadi di daerahnya melalui: 1) Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana. Hal ini penting karena pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan tentang cuaca ekstrem serta berbagai bencana yang mungkin mengikuti, serta kerentanan fisik bangunan maupun kerentanan sosial menentukan tingkat kesiapan. 2) Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini. Tindakan ini diperlukan, khususnya bagi masyarakat agar memahami arus dan sistem peringatan dini sehingga dapat merencanakan kesiapan termasuk pertolongan dan penyelamatan. 3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. Hal ini perlu menjadi perhatian karena jika terjadi banjir, longsor, ataupun gelombang yang tinggi, pasokan kebutuhan dasar menjadi terganggu. Barang menjadi langka dan harga menjadi tidak terkendali sehingga menimbulkan kerentanan yang makin tinggi. 4) Penyuluhan, pelatihan, gladi tentang mekanisme tanggap darurat. Pelatihan menjadi kunci utama agar tanggap darurat berhasil, sehingga masyarakat dan pemerintah dapat melakukan perencanaan tanggap darurat (siapa melakukan apa). Berbagai latihan tentang penyelamatan, pertolongan pertama, keselamatan dan keamanan dalam tanggap darurat harus dilakukan dalam kondisi darurat siaga. Latihan ini berguna untuk meningkatkan keterampilan dalam merespons keadaan darurat sehingga dapat meminimalisir kehilangan jiwa dan kerugian harta benda. Penyiapan lokasi evakuasi dan rencana evakuasi juga harus dilatihkan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
58
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Pemerintah daerah khususnya perlu menyiapkan lokasi evakuasi jika bencana terjadi. Kejelasan tempat untuk berkumpul, transportasi perpindahan ke lokasi yang aman atau ke tempat pengungsian sementara. Pada saat keadaan darurat terjadi, disampaikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Rencana evakuasi perlu dibuat seperti kapan harus evakuasi, siapa yang akan melakukan evakuasi. Bagaimana pembagian tempat untuk evakuasi serta pemenuhan kebutuhan dasar jika evakuasi harus dilakukan. Langkah-langkah tersebut akan berjalan bila ada penyusunan data yang akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur. Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik sumber resmi pemerintah maupun sumber tradisional atau lokal sangat penting. Informasi yang banyak perlu didukung dengan pemutakhiran prosedur sehingga tidak terjadi kesimpang siuran informasi tentang situasi yang terjadi. Ketepatan informasi dan adanya akses untuk mendapatkan informasi yang akurat dan mutakhir adalah penting, baik untuk pemerintah daerah maupun untuk masyarakat luas. Hal tersebut memungkinkan seluruh pihak untuk menghindari dan mengurangi risiko serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Apabila berbagai langkah kesiapsiagaan ini dilakukan oleh semua pihak, kemungkinan bencana dapat diantisipasi sehingga dapat menghindari atau mengurangi dampak bencana. c. Pengerahan dan distribusi bantuan logistik. Pengerahan dan distribusi bantuan logistik merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penanggulangan terhadap akibat bencana alam. Kunci keberhasilan harus didukung dengan kecepatan memobilisasi sumber daya dan ketepatan distribusi sesuai dengan skala prioritas dan azas penyelamatan korban bencana alam yang ada. Langkah untuk mencapai hal tersebut, diperlukan sinergitas antara semua unsur yang ada adalah mutlak. Wujud sinergitas tersebut adalah dengan dibangunnya sistem Terbaik, Terhormat dan Disegani
59
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
pengerahan dan distribusi bantuan logistik dalam rangka penanggulangan akibat bencana. Bantuan logistik saat status keadaan darurat harus dapat diterima oleh korban yang membutuhkan. Bantuan tersebut harus tepat waktu, tepat lokasi, tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat kualitas. Pemerintah pusat dan daerah harus melakukan pengelolaan bantuan logistik secara cermat. Hal ini dilakukan agar dapat segera mengatasi permasalahan korban bencana, sesuai dengan tataran kewenangan yang ada, sebagai berikut: 1) Tingkat Nasional. Otoritas pemerintah dalam pengelolaan bantuan logistik pada saat status keadaan darurat dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam menjalankan perannya, BNPB mempunyai kemudahan akses dan berkoordinasi dengan masyarakat, pemerintah dan dunia usaha yang membantu pengelolaan bantuan logistik. Fungsi pengelolaan bantuan logistik pada saat keadaan darurat bencana di tingkat nasional adalah: a) Seluruh komponen kementerian/lembaga mematuhi dan melaksanakan sistem pengelolaan bantuan logistik bencana yang telah ditetapkan, khususnya pada saat keadaan darurat bencana. b) Menghimpun fakta dan informasi tentang kebutuhan logistik yang diperlukan masyarakat, pemerintah serta dunia usaha dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. c) Berperan aktif sebagai koordinator dan penanggung jawab seluruh sumber daya dalam penanggulangan bencana yang berkaitan dengan bantuan logistik yang dipergunakan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
60
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
d) Bertanggungjawab atas pengelolaan dan pendistribusian bantuan logistik yang bersumber dari dalam dan luar negeri dengan sistem satu pintu sesuai perundang-undangan. 2) Tingkat Daerah. Otoritas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan bantuan logistik. Pada saat status keadaan darurat dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi dan kabupaten/kota. Dalam menjalankan perannya, BPBD mempunyai kemudahan akses dan berkoordinasi dengan masyarakat, pemerintah dan dunia usaha yang membantu pengelolaan bantuan logistik. Fungsi pengelolaan bantuan logistik di daerah adalah: a) Pengelolaan bantuan logistik bencana saat status keadaan darurat bencana merupakan titik kontak utama bagi operasional di area bencana. Pengoperasionalannya kegiatan tersebut meliputi dua atau lebih kabupaten/kota yang berbatasan. b) Bertanggungjawab atas dukungan fasilitas, pelayanan, personel, peralatan dan bahan/materiil lain yang dibutuhkan oleh pusat operasi (pos komando) di area bencana. c) Mengoordinasikan semua pelayanan pendistribusian bantuan logistik di area bencana.
dan
d) Memelihara hubungan dan mengoordinasikan semua lembaga yang terlibat dalam bantuan logistik bencana dan melaporkannya secara periodik kepada kepala BNPB. d. Pemberdayaan Masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana diarahkan untuk mewujudkan sinergitas segenap komponen masyarakat sehingga terbentuk collective power yang tangguh. Upaya pemberdayaan tersebut melibatkan pemerintah, swasta dan organisasi sosial Terbaik, Terhormat dan Disegani
61
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
kemasyarakatan secara terencana dan terpadu. Pemerintah memberikan fasilitas pendukung yang diperlukan pada pra, saat dan pasca bencana. Bentuk fasilitas berupa fisik, seperti sarana dan prasarana pengungsian, rumah sakit dan evakuasi. Bentuk non fisik, seperti dukungan psikologi, bimbingan rohani serta pendidikan dan latihan. Pihak swasta memberikan tanggungjawab kepada masyarakat melalui CSR. Bentuk kegiatan dukungan secara mandiri dan langsung kepada masyarakat, ataupun bersama-sama dengan pemerintah. Pemberdayaan masyarakat diarahkan pada terciptanya disaster awareness dan disaster readiness, termasuk kaitannya sebagai first responder dalam setiap insiden bencana alam. Pemberdayaan masyarakat juga diarahkan kepada masyarakat Indonesia lainnya yang tidak terkena dampak bencana alam. Kegiatan tersebut turut serta berkontribusi dalam kegiatan penanggulangan bencana. Kontribusi dapat bersifat materiil maupun non-materiil, sebagai bentuk kesetiakawanan sosial dan empati kepada saudarasaudaranya yang terkena dampak bencana alam. Pemberdayaan masyarakat dititikberatkan pada upaya menciptakan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan bencana. Fasilitas dan dukungan dari Pemerintah, swasta dan masyarakat lainnya, memungkinkan masyarakat tersebut mampu memutuskan, merencanakan, dan mengambil tindakan yang diperlukan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menjamin hak dan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana. Dalam pasal 26 menyebutkan bahwa masyarakat berhak melakukan perencanaan, pengoperasian, pengambilan keputusan dan pengawasan berkaitan dengan pelaksanaan penanggulangan bencana. Sedangkan dalam Pasal 27 mengamanatkan berbagai kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana. Kegiatannya, ikut memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dan kelestarian lingkungan serta mendapat memperoleh informasi yang benar tentang penanggulangan Terbaik, Terhormat dan Disegani
62
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
bencana. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, peran masyarakat dalam penanggulangan bencana semakin diperjelas dalam setiap tahap siklus penanggulangan bencana. Peran masyarakat pada pra bencana dan pasca bencana masih terbatas, kenyataannya peran masyarakat dalam penanggulangan bencana diperlukan pada setiap tahapan penanggulangan bencana secara terstruktur dan memadai. Pemberdayaan masyarakat didorong agar memiliki kemampuan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Pemanfaatan harus secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologinya. Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal yang saling mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Faktor internal di dalam masyarakat, seperti kearifan lokal dapat mencegah berbagai hal buruk yang akan terjadi. Faktor eksternal ini dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya kearifan lokal tersebut hilang. Untuk itu dalam rangka menunjang keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya tim penasehat atau fasilitator multidisiplin. Dengan demikian, maka proses pemberdayaan tersebut dapat berjalan lebih tepat dan efektif. Dalam konteks penanggulangan bencana, tim melaksanakan koordinasi dan konsolidasi dengan masyarakat guna mendapatkan pemetaan ancaman potensi bencana dihadapkan kemampuan masyarakat. Selanjutnya tim ini dapat melakukan pendekatan-pendekatan kultural kepada masyarakat. Sehingga, budaya atau kearifan lokal yang ada dapat dibangkitkan atau direvitalisasikan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri. e. Media. Media sangat penting dalam mewujudkan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana di daerah. Pelaku media, khususnya wartawan berperan dalam diseminasi berita kebencanaan untuk dimuat, baik itu media cetak, elektronik, maupun online. Berita kebencanaan tidak harus mengenai kejadian bencana atau pada saat situasi pasca bencana. Terbaik, Terhormat dan Disegani
63
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Tetapi berita terkait langkah-langkah pengurangan risiko bencana (PRB) sangat penting. Sehingga ada suatu proses edukasi yang dilakukan oleh media terhadap masyarakat, khususnya mereka yang berada di wilayah rawan bencana. Keberadaan personel dan satuan TNI AD merupakan asset yang dapat diberdayakan dalam pengurangan dampak dan risiko bencana alam. Media merupakan pihak yang memiliki akses luas dalam memberikan informasi, pengetahuan, atau pun berita kebencanaan. Pengetahuan tentang kebencanaan penting untuk dimiliki para wartawan yang akan meliput berita terkait penanggulangan bencana di lapangan. Dengan demikian peran media dalam membantu kegiatan tersebut dapat lebih berdaya guna. Pelaku media dapat bergabung dalam cluster media sebagai bagian dari Tim Penanggulangan Bencana, sehingga sewaktuwaktu dapat diaktifkan ketika terjadi bencana. Cluster ini nantinya bertujuan untuk memperkuat secara keseluruhan respon kapasitas dan juga efektivitas sesuai dengan keahliannya, dalam hal ini jurnalistik. Keterbatasan fasilitas di lapangan, dapat diatasi dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki TNI AD. Sinergitas peran TNI AD perlu diwujudkan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melalui pelatihan khusus bagi pelaku media. Pelaku media dapat terdiri dari para wartawan perwakilan TV, radio, majalah, koran, tabloid dan online, serta para redaksi dan pengamat. Hal ini didasari bahwa penanggulangan bencana di Indonesia, secara umum melibatkan 3 elemen. Elemen yang terlibat yaitu pemerintah (government), masyarakat (civil society) dan swasta (private sectors). Sesuai pasal 28 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Bahwa dunia usaha/lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Pada konteks itu, peran serta media dari dunia usaha khususnya dalam penyampaian informasi secara proporsional, up to date dan bertanggungjawab. Secara Terbaik, Terhormat dan Disegani
64
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
keseluruhan, kehadiran media sangat penting guna memberikan kepastian informasi kepada masyarakat terutama yang terkena dampak bencana. Hal ini diharapkan untuk mengikuti langkahlangkah penanganan, mitigasi atau evakuasi yang digariskan incident commander dalam hal ini Pemda atau BPBD. Selain itu media juga berperan mengajak komponen bangsa yang lain untuk turut serta memberikan bantuan, sebagai bentuk kepedulian sosial nasional. f. Aspek Hukum. Aspek hukum merupakan hal yang sangat krusial dalam rangka perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana alam di daerah. Hal ini perlunya harmonisasi dan sinkronisasi antara peraturan perundangundangan yang ada di antara semua pihak yang terkait dalam penanggulangan bencana. Diharapkan dalam pelaksanaan di lapangan tidak terjadi ketidakjelasan, pertentangan, ketidaksesuaian atau overlapping sehingga justru akan menghambat penanggulangan tersebut. Hal krusial yang perlu dilaksanakan adalah masalah prosedur dan mekanisme pengerahan pasukan. Kemudian bantuan asing, penganggaran dan reimbursement, jalur komunikasi serta komando dan pengendalian. Prosedur dan mekanisme pengerahan pasukan dan bantuan asing perlu mendapat perhatian khusus. Pada saat ini, dimana seakan dunia tidak lagi ada batas antar negara. Masalah bencana alam sudah menjadi masalah semua umat manusia di dunia. Dengan demikian, manakala terjadi bencana alam di suatu negara, apalagi dalam skala besar tidak hanya menjadi masalah negara atau lokal. Bangsa asing dalam konteks perorangan, kelompok atau organisasi serta sebagai negara umumnya akan menawarkan bantuan, sebagai bentuk kepedulian sosial internasional. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka terjadinya bencana di daerah yang pada akhirnya menjadi perhatian pada tingkat nasional dan internasional. Bentuk tawaran bantuan harus disikapi secara arif dan bijaksana. Terbaik, Terhormat dan Disegani
65
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
BPBD perlu mempertimbangkan pembentukan kerja sama (MoU) dengan negara lain untuk menghindari kontra produktif bantuan asing tersebut. TNI AD dapat memberikan asistensi terhadap pengamanan atas double standard yang mungkin dilaksanakan dengan menunggangi bantuan tersebut. Kepastian penganggaran dan reimbursement sangat mempengaruhi pelaksanaan penanggulangan bencana alam di daerah. Secara umum TNI bertugas membantu penanggulangan bencana, namun di sisi lain dukungan anggaran dalam melaksanakan tugas penanggulangan bencana sangat terbatas. Pengerahan personel dan materiil TNI AD dapat dilaksanakan secara optimal, perlu jaminan aspek penganggaran dan pemberian reimbursement dari Pemerintah daerah. Hal ini sangat penting, guna memelihara akuntabilitas TNI AD sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat. Jalur komunikasi, serta Komando dan Pengendalian akan sangat mempengaruhi keberhasilan penanggulangan bencana. Jalur komunikasi diawali dari masyarakat setempat atau first responders sampai dengan pimpinan Daerah dan selanjutnya sampai BNPB dan Pemerintah Pusat. Jalur komunikasi diperlukan untuk memberikan jaminan atas diterimanya informasi sesuai dengan tataran kewenangan tugas dan jabatan dari para incident commanders. Kualifikasi berita dan media penyampaian informasi tersebut perlu diberlakukan sebagaimana mestinya. Sedangkan komando dan pengendalian berfungsi multiplying effects atas segala upaya yang dilaksanakan. Hal ini terutama dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dengan seefektif mungkin. Selain Komando dan pengendalian berfungsi menjabarkan tugas-tugas yang harus dilaksanakan sesuai sumber daya yang dimiliki serta kemampuan personel yang mengawakinya.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
66
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
g. Aspek Tipologi wilayah. Aspek tipologi wilayah perlu dipertimbangkan dalam upaya perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana di daerah. Tipologi wilayah meliputi jenis bencana alam yang paling dominan di wilayah tersebut. Apakah gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, letusan gunung berapi, dan lain sebagainya. Pertimbangan aspek ini terkait dengan penyiapan personel dan materiil yang diperlukan di setiap Kowil. Ketepatan metode pendekatan dan penanggulangan yang ditempuh serta jalur-jalur komunikasi, dukungan logistik serta pengungsian yang direncanakan. Personel TNI AD perlu disiapkan sesuai dengan dengan keterampilan dan wawasan (skills and knowledge based) yang dibutuhkan berdasarkan tipologi wilayah. Kesesuaian ini dapat menunjang terwujudnya sinergitas TNI AD dengan komponen bangsa yang lain dalam penanggulangan bencana. Berbekal keterampilan dan wawasan sesuai dengan bencana, personel TNI AD bertugas memberikan kontribusi secara lebih baik dan tepat sasaran. Kemampuan personel didukung dengan penyiapan sarana, prasarana serta bekal materiil lainnya yang dapat digunakan dalam penanggulangan bencana di wilayah penugasan. Pertimbangan aspek tipologi wilayah juga diperlukan dalam menentukan metode pendekatan dalam penanggulangan bencana, sehingga lebih efektif dan efisien. Selain pengenalan tipologi wilayah pembuatan jalur-jalur komunikasi diperlukan untuk komando dan pengendalian, pemilihan jalur logistik dan evakuasi, baik utama maupun cadangan. Semua hal tersebut perlu disepakati bersama oleh semua stakeholder yang terkait dengan penanggulangan bencana, serta dipahami oleh masyarakat dengan baik. Sehingga dengan pelaksanaan penanggulangan bencana dapat berjalan lancar dan dapat mengurangi dampak yang diakibatkan, baik jiwa maupun materiil.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
67
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
21. Perwujudan Sinergitas Penggunaan Anggaran Dalam Penanggulangan Bencana Alam. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebut soal pendanaan dan pengelolaan bantuan. Tercantum khusus dalam Bab VIII tentang pendanaan dan pengelolaan bantuan penanggulangan bencana. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana ditujukan untuk menunjang seluruh proses tahapan. Secara terencana, diperuntukkan bagi seluruh pendanaan tahapan bencana, antara lain: pendanaan saat pra bencana, saat tanggap darurat dan saat pasca bencana. Dukungan anggaran TNI AD, masih relatif terbatas. Alokasi anggaran pertahanan negara-negara yang kuat pertahanannya, ratarata diatas 2% dari PDB. Sedangkan, alokasi anggaran pertahanan Indonesia pada saat ini kurang dari 2% PDB. Hal ini berdampak dalam penyiapan kemampuan menghadapi ancaman ke depan, termasuk dalam mengantisipasi bencana alam. Dengan dukungan anggaran terbatas, maka TNI harus melakukan efisiensi penggunanan anggaran. Di sisi lain, kekhasan geografis sebagai negara kepulauan membutuhkan dukungan anggaran yang cukup besar. Dengan demikian maka setiap tahunnya kewajiban pemerintah mengalokasikan kenaikan anggaran pertahanan. Konsistensi peningkatan anggaran untuk kebutuhan militer perlu dipelihara selain karena adanya inflasi juga diperlukan untuk memelihara dan menambah Alutsista baru. Kegagalan pemenuhan alokasi anggaran akan menurunkan keseimbangan militer dengan negara-negara tetangga atau kawasan.
Transformasi organisasi sangat diperlukan dalam penanganan
bencana alam dengan strategi dan profesional yang dilaksanakan TNI AD. Penanggulangan bencana alam bukan hanya “pengabdian”. Namun tanpa adanya dukungan dana/anggaran dan perhatian Pemda ketika melaksanakan civic mission maka tugas tidak optimal. Dalam rangka penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan selama ini, diharapkan adanya “konsep baru Terbaik, Terhormat dan Disegani
68
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
profesional”. Dalam arti sesungguhnya peran dan beban tugas yang diemban TNI AD selama proses pelaksanaan penanggulangan bencana setimpal dengan perhatian dan dukungan anggaran. Strategi untuk menjadikan TNI AD profesional dalam arti yang sesungguhnya maka dibutuhkan dukungan yang memadai bagi TNI AD. Dalam melaksanakan operasi penanggulangan bencana di daerah pada masa-masa mendatang perlu adanya dukungan anggaran/dana yang dikucurkan Negara kepada TNI AD. Untuk mendapatkan dukungan tersebut perlu strategi, sehingga peran dan tugas TNI AD dalam penanggulangan bencana di daerah terumuskan dengan baik. Dengan demikian akan tercapai „win-win solution’ antara TNI AD dan Pemda setempat.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
69
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
BAB V PENUTUP 22. Kesimpulan. a. Sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana alam di daerah merupakan keniscayaan. Hal ini terkait dengan besarnya potensi bencana di wilayah Indonesia, dengan jenis dan bentuk yang berbeda-beda di setiap daerah. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat terjadi setiap saat dan belum bisa diprediksi. Tidak ada satu institusi pun di negara Indonesia yang mampu melaksanakan penanggulangan bencana alam secara mandiri. Sinergitas sangat diperlukan guna memberdayakan segenap potensi sumber daya yang dimiliki TNI AD dengan seluruh stakeholder lainnya dan masyarakat keseluruhan. Dengan adanya sinergitas, maka akan saling menutupi kekurangan dan dapat terbentuk kekuatan sumber daya yang lebih besar. Dapat meminimalisir dampak kerugian yang timbul. Sinergitas juga berguna dalam saling berbagi informasi (sharing information). Belajar dari kejadian bencana alam yang pernah terjadi dan dari evaluasi langkah-langkah yang telah dilakukan. Potensi bencana alam yang ada dapat diantisipasi secara matang, terpetakan dan tersusun langkah-langkah antisipasi sedini mungkin. Hal ini berguna mengurangi/ meminimalkan dampak risiko yang lebih besar. b. Perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana alam di daerah, meliputi saat prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Peran tersebut dilakukan secara terpadu dengan komponen lain di daerah serta saling terkait antara satu tahap dengan tahap selanjutnya.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
70
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Ketiga tahap tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang membentuk siklus. Hal ini perlu selalu di evaluasi guna peningkatan daya upaya pada semua tahapan penanggulangan bencana alam. Dengan adanya siklus tersebut, maka peran TNI AD, khususnya melalui Satgas PRC PB perlu di evaluasi. c. Dalam rangka perwujudan sinergitas Peran TNI AD dalam menanggulangi akibat bencana alam di daerah terdapat beberapa hal teknis yang perlu menjadi pertimbangan. 1) Perwujudan efektifitas koordinasi antara TNI AD dengan semua stakeholder, khususnya Pemda dan seluruh komponen masyarakat lainnya. Efektifitas dapat terbangun jika terdapat disaster awareness pada semua pihak dengan adanya dukungan MoU sebagai payung hukum. Perlu kejelasan siapa berbuat apa, serta pemberdayaan segenap potensi yang ada, baik lokal, nasional dan bahkan internasional. 2) Ketepatan dan kecepatan dalam menentukan status keadaan darurat bencana. Status tersebut terkait dengan pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap risiko bencana; pengorganisasian dalam tindakan yang dilaksanakan; penyiapan dan penyediaan logistik; serta kebutuhan akan pelatihan dan geladi menghadapi bencana di daerah. 3) Pengerahan dan distribusi bantuan logistik dengan cepat dan tepat sasaran sesuai dengan tataran kewenangan yang ada. 4) Pemberdayaan masyarakat secara optimal, baik korban bencana maupun bukan korban bencana guna menunjang efektifitas penanggulangan bencana. Bagi masyarakat potensi/korban bencana diarahkan untuk memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana, sehingga mampu bertindak sebagai penanggap pertama (first responder) yang handal. Bagi masyarakat yang tidak berpotensi terkena bencana akan memiliki kepedulian sosial nasional. Dalam hal Terbaik, Terhormat dan Disegani
71
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
ini dapat tercipta collective power bagi ketahanan nasional terhadap bencana. 5) Kerja sama dengan media. Media dapat diberdayakan dalam perwujudan sinergitas seluruh komponen bangsa melalui edukasi dan informasi ter up to date. Keberadaan Babinsa hampir di wilayah Indonesia, termasuk di daerah terpencil, tertinggal dan terluar dapat diberdayakan melalui kerja sama dengan media. 6) Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangundangan terkait penanggulangan bencana. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya kontradiksi, infisiensi serta celah (gap) antara peraturan yang ada. 7) Pertimbangan aspek tipologi wilayah guna memberikan penyiapan dan langkah-langkah yang paling tepat dalam penanggulangan bencana. TNI AD dapat mewujudkan sinergitas lebih baik dengan dukungan SDM, materiil, anggaran dan Protap sesuai kebutuhan tiap wilayah. d. Pelibatan TNI AD ke depan dalam membantu penanganan bencana alam perlu disiapkan dan disusun secara dini. Baik secara internal ke dalam tubuh sendiri dengan menata organisasi dan tugas serta pelibatannya. Secara eksternal berkoordinasi kepada Pemda dan instansi terkait di berbagai daerah untuk dilibatkan secara terpadu. TNI AD berperan lebih dan mampu berbuat banyak mempelopori dan mendorong Pemda/instansi terkait lebih prioritas menangani bencana alam. 23. Rekomendasi. a. Mengingat sangat dibutuhkannya peran TNI AD dalam menangani bencana alam, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana perlu direvisi. Hal tersebut untuk mengakomodasi keterlibatan TNI sebagai unsur militer dalam civic mission untuk penanggulangan bencana. Terbaik, Terhormat dan Disegani
72
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
Peraturan Presiden Nomor 8 tentang BNPB pasal 11 perlu direvisi agar tidak terjadi duplikasi unsur pengarah dalam penanggulangan bencana. Pasal 48 perlu direvisi agar TNI sebagai unsur pelaksana tidak hanya sebatas liaison namun lebih jelas kedudukan dan wewenangnya, termasuk dalam anggaran. Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana juga perlu direvisi agar keterlibatan TNI menjadi lebih tegas. b. Penataan kembali organisasi dan tugas internal yang telah dibentuk TNI AD. Semula diwadahi dalam Satuan tugas Penanggulangan Reaksi Cepat Penanganan Bencana (PRC PB) yang mempunyai konotasi hanya bereaksi bila ada aksi. Dirubah menjadi Pasukan Peduli Cepat Penanganan Bencana (PPC PB) yang bertugas tidak semata-mata saat kejadian tetapi sudah terlibat dari awal. c. Perlu dibuat Prosedur Operasi Tetap dan Rencana Tindakan Menghadapi Kontijensi secara terpadu TNI AD bersama-sama Pemda dan Instansi terkait. Sebagai jabaran dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam UU tersebut belum menjelaskan tentang kewenangan, tugas dan tanggungjawab TNI secara detail. Sehingga secara dini dapat diantisipasi langkah-langkah yang harus diambil. Siapa yang dilibatkan, apa tugasnya, materiil/sarana yang digunakan, bagaimana koordinasinya dan siapa yang mengendalikan dalam pelaksanaan penanggulangan bencana di daerah. d. Terkait hal-hal teknis dalam perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan bencana alam di daerah, maka diperlukan: 1) Jaring koordinasi terpadu antara TNI AD dengan segenap komponen bangsa lain, sebagai pedoman, baik formal maupun informal melalui personal interrelations. Terbaik, Terhormat dan Disegani
73
Kajian Triwulan IV TA 2014, Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD Dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah
2) Perkuatan kontribusi TNI AD di daerah melalui program Binter, dalam memberdayakan potensi masyarakat sebagai collective power bagi ketahanan nasional bencana. 3) Kesepakatan kerja sama antara media dan Satkowil yang berada di daerah rawan bencana. Sehingga seluruh wilayah, khususnya daerah terpencil, tertinggal dan terluar mendapatkan akses informasi dan bantuan manakala diperlukan. 4) Upaya harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangundangan yang melibatkan TNI AD dalam penanggulangan bencana di daerah. 5) Penyusunan prioritas penanggulangan bencana alam berdasarkan tipologi wilayah yang disepakati oleh segenap stakeholder, termasuk pihak swasta dan masyarakat setempat. e. Perlu peningkatan kegiatan latihan bersama antara TNI/TNI AD dengan segenap komponen bangsa yang lain dalam penanggulangan bencana alam di daerah. Hal ini dilaksanakan sesuai potensi bencananya didukung anggaran yang tersedia. 24. Demikian kajian tentang perwujudan sinergitas peran TNI AD dalam penanggulangan akibat bencana alam di daerah, sebagai masukan bagi Pimpinan TNI AD dalam merumuskan kebijakan lebih lanjut. Bandung, Desember 2014 Komandan Seskoad,
Agung Risdhianto, M.D.A. Mayor Jenderal TNI
Terbaik, Terhormat dan Disegani
74