PERUMUSAN BUDAYA PERUSAHAAN PADA RESTORAN KARIMATA BOGOR
SKRIPSI
ATIKA PERMATA SARI H34080021
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN ATIKA PERMATA SARI. Perumusan Budaya Perusahaan pada Restoran Karimata Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BURHANUDDIN). Saat ini persaingan usaha yang ketat dialami oleh sebagian besar usaha, termasuk usaha restoran. Usaha restoran harus mencari cara untuk mengungguli pesaing dan mempertahankan loyalitas konsumennya. Usaha restoran tidak hanya menyediakan produk, tetapi juga pelayanan. Hal ini menyebabkan daya saing sumberdaya manusia penting untuk diperhatikan selain daya saing produk. Karyawan merupakan unsur penting dalam mencapai keberhasilan tujuan usaha karena karyawan adalah pihak yang melayani konsumen dan berinteraksi dengan pihak berkepentingan lain, seperti pemasok. Perilaku etis dan kompetensi karyawan harus diperhatikan karena akan mempengaruhi citra perusahaan melalui pelayanan yang diberikan oleh karyawan. Budaya perusahaan dibutuhkan sebagai identitas perusahaan yang mengandung seperangkat nilai, kepercayaan, dan norma yang dapat membimbing perilaku dan meningkatkan kompetensi karyawan. Restoran Karimata Bogor merupakan salah satu restoran yang mengalami persaingan usaha yang ketat. Restoran Karimata harus dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Tujuan penelitian ini secara umum adalah merumuskan budaya perusahaan yang sesuai untuk diterapkan oleh Restoran Karimata. Tujuan penelitian ini secara spesifik adalah (1) menganalisis elemen tingkatan budaya perusahaan, (2) merumuskan budaya perusahaan Restoran Karimata, dan (3) menguji coba serta mengevaluasi penerapan rumusan budaya perusahaan Restoran Karimata. Penelitian ini dilaksanakan di Restoran Karimata, Grand Sentul City, Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan Februari 2012 hingga April 2012. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuisioner, dan Focus Group Discussion serta data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur yang relevan. Metode yang digunakan untuk merumuskan budaya Restoran Karimata adalah dengan mengikuti tahapan dalam metode System Development Life Cycle (SDLC). Tahapan dalam metode SDLC terdiri dari tahap investigasi, tahap analisis, tahap perancangan, tahap implementasi, dan tahap pemeliharaan. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis karakteristik responden dan hasil rumusan budaya mulai dari tahap investigasi hingga tahap pemeliharaan serta metode deskriptif rataan untuk menganalisis data pada tahap analisis, implementasi, dan pemeliharaan. Rumusan budaya Restoran Karimata yang diperoleh melalui metode SDLC berdasarkan tingkatan budaya menurut Schein terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, elemen artifacts Restoran Karimata yang terdiri dari (1) warna seragam yang berwarna coklat dan krem, (2) moto yang berbunyi “Cepat, Enak, dan Memuaskan”, (3) company tag yang berbunyi “Experience The Ultimate In Taste”, dan ritual berdoa bersama sebelum bekerja. Kedua, espoused values yang terdiri dari lima budaya yang disebut “Hi-Five”, yaitu jujur, profesional, konsisten, peduli, dan harapan atau cita-cita. Ketiga, basic underlying assumptions yang terdiri dari visi dan misi Restoran Karimata. Hasil evaluasi
penerapan budaya Restoran Karimata oleh para karyawan mendapat skor total sebesar 3,34. Hal ini berarti secara keseluruhan para karyawan telah dapat menerapkan budaya Restoran Karimata dengan baik. Pada kegiatan evaluasi juga terlihat adanya perubahan perilaku kerja, kinerja karyawan, dan rata-rata jumlah pengunjung per minggu sebelum dan sesudah diterapkannya budaya Restoran Karimata. Disiplin kerja karyawan dan rata-rata jumlah pengunjung per minggu cukup mengalami peningkatan serta kualitas pelayanan juga membaik. Rumusan budaya Restoran Karimata telah dinilai sesuai dengan Restoran Karimata dan akan diterapkan untuk seterusnya dalam jangka waktu tertentu.
PERUMUSAN BUDAYA PERUSAHAAN PADA RESTORAN KARIMATA BOGOR
ATIKA PERMATA SARI H34080021
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Perumusan Budaya Perusahaan pada Restoran Karimata Bogor Nama
: Atika Permata Sari
NRP
: H34080021
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Burhanuddin, MM NIP. 19680215 199903 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Perumusan Budaya Perusahaan pada Restoran Karimata Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Atika Permata Sari H34080021
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 25 Januari 1991. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agung Eko Widodo dan Ibu Suharti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Bina Insani Bogor pada tahun 2002. Jenjang pendidikan menengah pertama dilanjutkan di SMP Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 2005. Jenjang pendidikan menengah atas dilanjutkan di SMU Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perumusan Budaya Perusahaan pada Restoran Karimata Bogor”. Penelitian ini bertujuan merumuskan budaya perusahaan yang sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata. Rumusan budaya perusahaan Restoran Karimata digunakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kualitas pelayanan Restoran Karimata. Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2012 Atika Permata Sari
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingin, arahan, waktu, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Tintin Sarianti, MM selaku dosen penguji utama dan Narni Farmayanti, SP, MSc selaku dosen penguji komisi akademik atas saran dan kritik yang diberikan.
3.
Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.
4.
Kedua orangtua dan adik-adik tercinta untuk setiap dukungan dan doa yang diberikan. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi persembahan yang terbaik.
5.
Keluarga Besar Musdi dan Keluarga Besar Pranoto atas dukungan dan doa yang diberikan.
6.
Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan skripsi; Listia yang juga sebagai pembahas seminar atas semangat, bantuan, dan saran yang diberikan. Terima kasih pula kepada Luky dan Ria atas semangat dan saran yang diberikan.
7.
Para sahabat Rara June, Rima, Ridiyawati, Dewi, Nina, Niken, Risa, Fitri, Meylisa, dan Rizki A. atas semangat, dukungan, bantuan, saran, dan inspirasi yang diberikan.
8.
Seluruh pihak Restoran Karimata Bogor atas waktu, kesempatan, informasi, dan bantuan yang diberikan.
9.
Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis 45 lainnya atas semangat, saran, dan sharing, serta terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Juli 2012 Atika Permata Sari
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xiv
I
PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
1 1 4 6 6 6
II
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
7
III
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1 Sumberdaya Manusia ................................................ 3.1.2 Budaya Perusahaan (Corporate Culture) .................. 3.1.3 System Development Life Cycle (SDLC) .................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .........................................
11 11 11 11 14 16
IV
METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 4.4 Metode Pengambilan Data ................................................... 4.5 Metode Skala Pengukuran .................................................... 4.6 Analisis Deskriptif ................................................................ 4.7 Metode Analisis Data .......................................................... 4.8 System Development Life Cycle (SDLC) .............................. 4.8.1 Tahap Investigasi ...................................................... 4.8.2 Tahap Analisis .......................................................... 4.8.3 Tahap Perancangan ................................................... 4.8.4 Tahap Implementasi .................................................. 4.8.5 Tahap Pemeliharaan ................................................... 4.9 Definisi Operasional .............................................................
19 19 19 19 21 22 22 23 23 23 24 24 25 25 26
V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ..................................... 5.1 Sejarah Perusahaan ............................................................... 5.2 Manajemen Perusahaan ........................................................ 5.3 Operasional Perusahaan ........................................................ 5.4 Strategi Pemasaran ................................................................ 5.4.1 Segmentation, Targeting, dan Positioning ............... 5.4.2 Bauran Pemasaran .....................................................
30 30 30 33 34 34 35
VI
KARAKTERISTIK RESPONDEN ............................................ 6.1 Responden Internal ...............................................................
38 38 ix
6.2
Responden Eksternal ............................................................
41
VII HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 7.1 Tahap Investigasi .................................................................. 7.1.1 Perumusan Visi dan Misi Secara Tertulis ................. 7.1.2 Daftar Atribut Nilai-Nilai Budaya ............................ 7.2 Tahap Analisis ...................................................................... 7.3 Tahap Perancangan ............................................................... 7.4 Tahap Implementasi .............................................................. 7.5 Tahap Pemeliharaan ..............................................................
45 45 45 46 48 50 53 72
VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 8.1 Kesimpulan ........................................................................... 8.2 Saran .....................................................................................
79 79 79
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
81
LAMPIRAN ...........................................................................................
83
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Jumlah Sampel Penelitian (2012) ................................................
20
2.
Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Jenis Kelamin ...............................................................................
38
3.
Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Usia ...................
39
4.
Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................................................................
40
Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Lama Bekerja ...............................................................................
40
Pengelompokkan Bagian Kerja Responden Internal Berdasarkan Fungsi Manajemen ..................................................
41
Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Jenis Kelamin ...............................................................................
42
8.
Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Usia ..............
42
9.
Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................................................................
43
Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Jenis Pekerjaan .............................................................................
43
11.
Karakteristik Responden Pemasok ..............................................
44
12.
Daftar Atribut Nilai untuk Responden Pemilik dan Karyawan .....................................................................................
46
13.
Daftar Atribut Nilai untuk Responden Konsumen ......................
47
14.
Daftar Atribut Nilai untuk Responden Pemasok .........................
47
15.
Nilai-Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi bagi Responden Internal ..............................................................
49
Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi bagi Konsumen ....................................................................................
50
Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi bagi Pemasok .......................................................................................
50
18.
Elemen Budaya Artifacts Restoran Karimata ..............................
51
19.
Gabungan Nilai-Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi ..............................................................................
52
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Cashier ...................
56
5. 6. 7.
10.
16. 17.
20.
xi
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Billing Service ..............................................................................
58
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Supervisor ....................................................................................
59
23.
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Waiter/ss .................
61
24.
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Cleaner ...................
63
25.
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Cook .......................
64
26.
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Food Checker ...............................................................................
66
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Dishwasher ..................................................................................
68
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Bartender .....................................................................................
69
29.
Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Driver .....................
71
30.
Hasil Evaluasi Penerapan Budaya “Hi-Five” Selama 14 Hari .............................................................................
72
31.
Rumusan Budaya Restoran Karimata ..........................................
75
32.
Indikator Disiplin Kerja dan Kualitas Pelayanan Karyawan .....................................................................................
77
Rata-Rata Jumlah Pengunjung per Minggu Sebelum Dan Sesudah Penerapan Budaya Perusahaan ..............................
78
21. 22.
27. 28.
33.
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman Jumlah Pengunjung Restoran Karimata Maret 2011 sampai Februari 2012 ..............................................
5
2.
Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................
18
3.
Struktur Organisasi Restoran Karimata ......................................
33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Hasil Rataan Skor Elemen Tingkatan Budaya oleh Responden Internal ......................................................................
84
Hasil Rataan Skor Elemen Tingkatan Budaya oleh Responden Konsumen .................................................................
85
Hasil Rataan Skor Nilai Espoused Values oleh Responden Pemasok ....................................................................
86
4.
Daftar Menu Restoran Karimata ..................................................
87
5.
Daftar Fasilitas Restoran Karimata ..............................................
88
6.
Layout Restoran Karimata ...........................................................
89
7.
Dokumentasi ................................................................................
90
2. 3.
xiv
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat yang diakibatkan oleh modernisasi
menyebabkan masyarakat menjadi lebih dinamis. Masyarakat menjadi lebih banyak melakukan berbagai macam aktivitas sehingga hanya memiliki waktu luang yang terbatas. Hal ini menyebabkan mereka lebih senang dengan segala hal yang bersifat praktis dalam memenuhi kebutuhan mereka. Perubahan gaya hidup ini juga terjadi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Keadaan ini mulai dimanfaatkan oleh para pencari peluang bisnis untuk mendirikan bisnis yang sesuai untuk mengatasi perubahan tersebut. Salah satu bisnis yang sesuai untuk mengatasi perubahan gaya hidup masyarakat adalah bisnis restoran. Pendirian bisnis restoran banyak diminati karena perannya dalam kehidupan masyarakat. Bisnis restoran memberikan pemenuhan akan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan akan makanan. Selera masyarakat yang berbeda-beda menyebabkan peluang untuk mendirikan bisnis restoran dengan variasi produk dan pelayanan menjadi meningkat. Hal tersebut menyebabkan bisnis restoran memiliki potensi untuk dikembangkan. Perkembangan jumlah restoran memang terlihat jelas pada daerah-daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, berbagai objek wisata, dan jumlah penduduk yang besar, seperti Pulau Jawa. Hal ini dikarenakan daerah tersebut merupakan pusat pembangunan dan pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Industri rumah makan dan restoran di Indonesia saat ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali, bahkan kedua kawasan ini memiliki kontribusi lebih dari 73,6 persen dari total jumlah rumah makan dan restoran di Indonesia pada tahun 2010.1 Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang letaknya berdampingan dengan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis nasional. Hal ini menyebabkan Jawa Barat menjadi daerah yang potensial untuk mendirikan bisnis restoran. Jawa Barat merupakan sentra pertumbuhan industri rumah makan dan restoran terbesar setelah Jakarta,
1
Bina UKM. 2010. Sebaran Wilayah Usaha: Peluang Usaha Rumah Makan atau Restoran. http://binaukm.com/2010/05/sebaran-wilayah-usaha-peluang-usaha-rumah-makan-restoran/ [23 Februari 2012]
1
yang memiliki kontribusi sekitar 12,4 persen dari jumlah rumah makan dan restoran nasional. 2 Kota Bogor adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang potensial untuk mendirikan bisnis restoran. Hal ini dikarenakan letak Kota Bogor yang berdekatan dengan ibukota Jakarta sebagai pusat bisnis nasional dan kota wisata potensial, yaitu Bandung. Kota Bogor menjadi sering dikunjungi oleh para wisatawan dan menjadi tempat singgah yang pas. Jumlah penduduk Kota Bogor juga terus mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2011), tingkat pertumbuhan jumlah penduduk pada tahun 2010 meningkat sebesar 0,44 persen dari tahun 2009 lalu. 3 Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bogor mencatat bahwa sepanjang tahun 2010 jumlah wisatawan yang mengunjungi Kota Bogor mencapai 1,6 juta orang, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Angka ini meningkat 14 persen dari jumlah wisatawan tahun 2009 lalu. Pajak hotel yang tercapai hingga Oktober 2010 tercatat sebesar 140 persen sedangkan restoran menyumbang 122 persen, dan diikuti oleh pajak hiburan sebanyak 109,68 persen. 4 Persaingan bisnis restoran menjadi semakin ketat karena setiap restoran berlomba-lomba untuk menarik perhatian konsumen. Konsumen mempunyai banyak pilihan akan tempat makan sehingga bisnis restoran harus mencari cara untuk mengungguli pesaing dan mempertahankan loyalitas konsumennya. Daya saing yang kuat dan perencanaan strategi yang tepat sangat diperlukan agar usaha restoran dapat bertahan dalam persaingan bisnis yang ketat. Usaha restoran tidak hanya menyediakan produk, tetapi juga pelayanan. Hal ini menyebabkan daya saing sumberdaya manusia menjadi penting untuk diperhatikan selain daya saing produk karena sumberdaya manusia adalah pihak yang menjalankan bisnis. Karyawan sebagai unsur sumberdaya manusia merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan tujuan usaha restoran karena keikutsertaan mereka yang tinggi dalam menjalankan bisnis. Karyawan juga mempunyai peran penting karena restoran tidak hanya menyediakan produk, tetapi juga jasa atau pelayanan. 2
Ibid, Hlm 1-2 Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2011. Kota Bogor dalam Angka 2011. http://bogorkota.bps.go.id/New%20Publikasi/kbda2011/KBDA2011.html [3 Juni 2012] 4 Pemerintah Kota Bogor. 2011. Investasi Kota Bogor Melonjak 19%. http://kotabogor.go.id/index.php?option=com_ content&task=view&id=7201 [4 Desember 2011] 3
2
Hal ini menyebabkan pelayanan yang diberikan oleh karyawan kepada konsumen akan berdampak langsung pada kepuasan konsumen. Karyawan juga merupakan pihak yang berinteraksi dengan pihak berkepentingan lain, seperti pemasok sehingga hubungan antara karyawan dengan pihak lain harus berjalan baik. Perilaku etis karyawan menjadi penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi citra perusahaan. Karyawan suatu restoran tidak harus berpendidikan tinggi karena kemampuan yang dibutuhkan disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan. Kompetensi karyawan restoran sulit ditingkatkan jika hanya menjadikan tingkat pendidikan sebagai tolak ukur. Kompetensi karyawan berkaitan dengan kemampuan atau keahlian karyawan dalam menjalankan tugasnya serta dalam berpartisipasi mencapai tujuan usaha. Perilaku etis dan kompetensi karyawan yang tinggi akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia bisnis restoran. Kualitas sumberdaya manusia akan mempengaruhi pelayanan terhadap konsumen dan loyalitas karyawan terhadap restoran. Oleh karena itu, bisnis restoran membutuhkan suatu cara atau alat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dimana seluruh karyawan dapat melaksanakannya. Budaya perusahaan dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukan perilaku etis dan peningkatan kompetensi karyawan. Budaya perusahaan merupakan suatu bentuk peraturan yang bersifat informal sehingga keberadaannya dapat lebih diterima oleh para karyawan. Budaya perusahaan sebagai identitas atau ciri suatu perusahaan mengandung seperangkat nilai, kepercayaan, norma, dan pemahaman yang sama dari para karyawan terhadap perusahaan tersebut. Adanya budaya perusahaan membuat para karyawan harus bersikap sesuai budaya yang dianut oleh perusahaan hingga akhirnya para karyawan dapat menerima budaya tersebut dengan apa adanya. Hal ini menyebabkan para karyawan akan bersikap sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak restoran dan secara tidak langsung kompetensi karyawan terhadap jenis pekerjaan yang dijalani juga meningkat. Karyawan yang menaati dan menjiwai nilai-nilai yang terkandung dalam budaya perusahaan dapat menciptakan budaya yang kuat. Budaya yang kuat dapat mendorong terciptanya kualitas sumberdaya manusia bisnis restoran yang ditunjukkan melalui kualitas pelayanan terhadap konsumen.
3
Salah satu bisnis restoran yang mengalami persaingan bisnis yang ketat dan masalah dalam meningkatkan kualitas pelayanan adalah Restoran Karimata Bogor. Restoran Karimata memiliki karakteristik sumberdaya manusia yang beragam. Restoran Karimata membutuhkan suatu cara atau alat, seperti budaya perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen juga meningkat. 1.2
Perumusan Masalah Persaingan bisnis yang ketat juga dialami oleh Restoran Karimata yang
telah berdiri selama lebih dari tiga tahun di Kota Bogor. Lokasi usaha yang strategis, yaitu di depan tol Sentul Selatan 2 (Bogor Ring Road), Grand Sentul City, Bogor menjadikannya sering dilalui oleh kendaraan dari berbagai daerah. Menu khasnya yang menyajikan Ikan Patin Bakar dalam Bambu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Restoran Karimata tidak dapat hanya mengandalkan produknya saja dalam menarik konsumen karena Restoran Karimata juga menyediakan jasa atau pelayanan. Restoran Karimata harus dapat meningkatkan dan mempertahankan pelayanan yang prima terhadap konsumen sehingga dapat menjadi keunggulan jangka panjang. Restoran Karimata masih tergolong pemain baru dalam industri restoran namun telah mengalami perkembangan yang cukup cepat. Hal ini terlihat pada Gambar 1 yang menunjukkan jumlah pengunjung yang cenderung meningkat selama satu tahun terakhir. Namun, jumlah pengunjung Restoran Karimata saat ini masih jauh di bawah target yang diinginkan oleh pemilik, yaitu mencapai 12.000 pengunjung per bulan atau 3.000 pengunjung per minggu. Hingga saat ini pun Restoran Karimata belum mempunyai visi dan misi secara jelas dan tertulis. Pemilik restoran pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai namun tidak dapat mengomunikasikan hal tersebut dengan baik kepada para karyawan. Hal ini menyebabkan karyawan yang tidak paham akan keinginan pemilik mempunyai rasa tanggung jawab yang rendah dalam mencapai tujuan, seperti dalam mencapai target jumlah pengunjung.
4
Keterangan : = jumlah pengunjung
Gambar 1. Jumlah Pengunjung Restoran Karimata Maret 2011 sampai Februari 2012 Sumber: Restoran Karimata (2012)
Pengelolaan sumberdaya manusia di Restoran Karimata belum dapat dikatakan baik, terutama dalam kualitas pelayanan yang diberikan. Saat hari libur dan jam ramai pengunjung (makan siang) restoran ini mengalami kesulitan dalam melayani pengunjung. Banyak karyawan yang juga sering tidak menaati peraturan, seperti absen kerja tanpa izin terlebih dahulu dan bercanda saat jam kerja. Masalah tersebut memberikan efek yang buruk, seperti adanya kritik atau keluhan dari konsumen. Jika hal ini dibiarkan, maka kepuasan konsumen Restoran Karimata akan menurun dan konsumen dapat beralih ke restoran lain. Restoran Karimata harus dapat mempertahankan peningkatan jumlah pengunjung dengan memberikan pelayanan yang prima kepada konsumen. Konsumen yang merasa puas akan kembali berkunjung dan mempromosikan Restoran Karimata kepada orang lain. Peningkatan kualitas pelayanan dapat dimulai dengan memperbaiki perilaku dan kompetensi karyawan melalui penerapan budaya perusahaan yang sesuai. Budaya perusahaan merupakan salah satu bentuk peraturan informal yang mengandung seperangkat kepercayaan, nilai, dan norma yang dapat membimbing perilaku karyawan. Budaya perusahaan bersifat mengikat namun tidak tampak secara langsung sehingga sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata yang memiliki karakteristik sumberdaya manusia yang beragam. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: Apa rumusan budaya perusahaan yang sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata?
5
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum, yaitu merumuskan budaya perusahaan
yang sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata. Tujuan penelitian ini secara spesifik, antara lain untuk mengidentifikasi elemen tingkatan budaya (The Three Levels of Culture) menurut Schein, yaitu artifacts, espoused values, dan basic underlying assumptions, merumuskan budaya Restoran Karimata, dan menguji coba serta mengevaluasi penerapan rumusan budaya Restoran Karimata. 1.4
Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Institusi Terkait
Sebagai bahan referensi dan masukan khususnya untuk Restoran Karimata dalam mengembangkan budaya perusahaan sebagai salah satu strategi keunggulan bersaing. 2. Pihak lain
Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian di bidang yang sama ataupun ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada tingkatan budaya yang
digunakan untuk merumuskan budaya perusahaan Restoran Karimata, yaitu tingkatan budaya (The Three Levels of Culture) menurut Schein yang terdiri dari artifacts, espoused values, dan basic underlying assumptions. Teori menurut Schein dipilih karena pembagian tingkatan budaya perusahaan sudah terlihat jelas namun juga tidak terlalu spesifik sehingga lebih mudah untuk diidentifikasi. Pihak yang terlibat dalam proses perumusan budaya perusahaan Restoran Karimata, yaitu pemilik restoran, seluruh karyawan restoran, konsumen, pemasok, dan ahli kuliner.
6
II TINJAUAN PUSTAKA Menurut hasil penelitian Mulyono (2006), budaya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sepatu di Kabupaten Mojokerto terdiri dari simbol (logo) perusahaan, ritual, peraturan perusahaan, norma perusahaan, dan nilai-nilai perusahaan (values). Elemen budaya UKM sepatu di Kabupaten Mojokerto yang sangat dominan diterapkan dalam bekerja adalah nilai-nilai perusahaan yang terdiri dari nilai efesiensi, efektifitas, kreatifitas, dan mutu kerja. Elemen budaya yang paling diterapkan selanjutnya adalah peraturan perusahaan yang terdiri dari jam kerja, kedisiplinan, dan penggunaan bahan baku; norma perusahaan yang terdiri dari kejujuran, kepercayaan, dan kerahasiaan; serta ritual pemberian penghargaan dan “selamatan”. Elemen budaya nilai-nilai perusahaan menjadi elemen yang paling diterapkan karena UKM sepatu terus mengalami kenaikan harga bahan baku dan berada pada persaingan usaha yang ketat (Mulyono 2006). Nilai efisiensi, efektifitas, dan kreatifitas sangat sesuai untuk diterapkan oleh UKM sepatu karena UKM sepatu harus dapat beradaptasi dengan biaya produksi yang semakin meningkat dan mengikuti tren atau perubahan selera konsumen. Menurut hasil penelitian Arifin (2006), secara keseluruhan budaya Planters PT. KTU sudah dapat diterapkan dengan baik oleh seluruh karyawan. Hasil evaluasi penerapan budaya Planters dengan rataan skor tertinggi secara berurutan adalah budaya triple “S”, fanatik, kontrol, jujur dan bertanggung jawab, peduli, korsa, serta pembinaan dan inovasi. Budaya triple “S” menjadi budaya yang paling diterapkan karena budaya ini menyangkut kedisiplinan kerja karyawan sehingga karyawan diwajibkan mematuhi aturan dan standarisasi yang berlaku. Budaya fanatik mencakup fanatik terhadap kultur teknis dan target sehingga karyawan minimal harus mengerti mengenai kultur teknis kelapa sawit dan mencapai target yang ditentukan oleh atasan. Jadi, melalui penelitian Mulyono (2006) dan Arifin (2006) budaya perusahaan yang diterapkan harus disesuaikan dengan karakter perusahaan yang bersangkutan agar mampu membantu perusahaan dalam beradaptasi terhadap lingkungan bisnisnya. Hayani (2002) dan Wulandari (2006) mengevaluasi penerapan budaya perusahaan
dengan
menganalisis
hubungan
antara
faktor-faktor
budaya
perusahaan dengan perilaku kerja karyawan, seperti motivasi kerja dan disiplin 7
kerja. Faktor budaya yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan berbeda-beda untuk setiap jabatan (Hayani 2002). Pada tingkat jabatan struktural hanya faktor budaya sistem penghargaan yang tidak berpengaruh dengan motivasi kerja. Pada karyawan tingkat jabatan fungsional hanya faktor budaya pola komunikasi yang berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. Pada tingkat jabatan pelaksana faktor-faktor budaya yang berpengaruh terhadap motivasi kerja, yaitu inisiatif individual, toleransi terhadap risiko, integrasi, identitas, dan pola komunikasi. Berdasarkan penelitian Wulandari (2006), indikator budaya PDAM Tirta Pakuan yang berpengaruh terhadap disiplin kerja secara berurutan adalah profesionalisme, pertanggungjawaban, efektif dan efisien, integritas, peningkatan kemampuan, pemberdayaan, koordinasi, keteladanan, konsisten, penghargaan terhadap SDM, antisipatif dan responsif, kemauan berubah, kepuasan pelanggan, dan fokus. Indikator budaya profesionalisme memiliki pengaruh yang besar terhadap disiplin kerja karena profesionalisme dapat mendorong karyawan untuk mengerjakan setiap tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Hal ini menyebabkan karyawan menjadi semakin meningkatkan disiplin kerja. Lain halnya dengan Hayani (2002) dan Wulandari (2006), Rusdiana (2011) dan Ramadhani (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh budaya perusahaan dengan kinerja karyawan yang dinilai melalui produktivitas karyawan. Hasil penelitian Rusdiana (2011) menunjukkan bahwa ketiga budaya kerja PT. Sierad Produce, Tbk yang terdiri dari loyalitas, tanggung jawab, dan disiplin kerja memiliki pengaruh terhadap produktivitas karyawan. Menurut hasil penelitian Ramadhani (2008), budaya perusahaan yang lama maupun baru berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan cabang PT. Bank X. Namun, besar nilai produktivitas kerja karyawan lebih tinggi saat penerapan budaya perusahaan lama daripada budaya baru. Ojo (2006) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh budaya perusahaan terhadap kinerja karyawan bank di Nigeria. Budaya perusahaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan bank maupun produktivitas organisasi (Ojo 2006). Hal ini sesuai dengan pernyataan Thoyib (2005) bahwa budaya berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
8
Wibowo (2000) menyimpulkan bahwa tujuh dari delapan budaya PT. Pura Barutama Kudus berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan yang tinggi, yaitu budaya inovasi tiada henti, pekerjaan yang tuntas, mau repot, punya niat baik, tidak lekas merasa puas, menghadapi tantangan, dan bisa bekerja secara teamwork. Budaya tidak sombong merupakan satu-satunya budaya yang tidak berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan karyawan menganggap pekerjaannya telah sempurna dan kurangnya pembanding dari pesaing, sehingga budaya tidak sombong kurang diterapkan oleh karyawan. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa suatu budaya perusahaan setidaknya mengandung nilai dan norma yang dapat mengatasi permasalahan dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan integrasi internal. Nilai dan norma tersebut dapat membantu perusahaan dalam membimbing perilaku kerja dan kinerja karyawan. Budaya perusahaan terbukti memiliki pengaruh yang positif terhadap perilaku kerja dan kinerja karyawan. Widuri dan Paramitha (2007) melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan antara peranan budaya perusahaan dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya PT. Aneka Tambang, Tbk yang terdiri dari inovasi dan bertindak berisiko, perhatian secara rinci, orientasi hasil, orientasi individu, orientasi kelompok, agresivitas, dan stabilitas berpengaruh positif terhadap penerapan GCG. Penerapan GCG erat kaitannya dengan etika bisnis. Hal ini berarti budaya perusahaan merupakan salah satu alat yang dapat menciptakan etika bisnis. Berdasarkan penelitian Jauhari (2006), budaya perusahaan dapat mempengaruhi kesuksesan kinerja perusahaan, yang diukur melalui tingkat pendapatan, Return On Investment (ROI), dan rentabilitas modal sendiri (ROE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat pendapatan atau penjualan bersih tahunan, ROI, dan ROE Margaria Group telah melewati batas kriteria yang ditetapkan. Hal ini menyimpulkan bahwa budaya perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Bangun (2008) menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang tinggi dapat tercapai dengan adanya budaya perusahaan yang kuat. Hal ini berarti budaya Margaria Group telah tertanam cukup kuat diantara para karyawan.
9
Pada penelitian-penelitian di atas terlihat bahwa penerapan budaya perusahaan penting bagi suatu perusahaan karena merupakan salah satu alat pengganti formalitas yang dapat membangun kualitas sumberdaya manusia. Budaya perusahaan tidak hanya berpengaruh positif terhadap perilaku kerja dan kinerja karyawan, tetapi juga terhadap kinerja perusahaan. Budaya yang dianut secara kuat oleh para anggotanya mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan dan membantu perusahaan dalam menghadapi persaingan serta perubahan lingkungan.
10
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia adalah sumberdaya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, kemampuan, dan keterampilan. Sumberdaya manusia sangat penting karena merupakan unsur sumberdaya yang bertugas mengoperasikan usaha. Sumberdaya manusia sebagai salah satu faktor produksi merupakan unsur utama dalam menciptakan dan merealisasikan peluang bisnis (Moeljono 2005). Menurut Griffin dan Ebert (2005), sumberdaya manusia mencakup kontribusi orang-orang baik secara fisik maupun mental saat mereka melakukan produksi di dalam perekonomian. Konsep
mengenai
sumberdaya
manusia selalu dikaitkan dengan
pengelolaannya dalam mencapai tujuan perusahaan. Pengelolaan sumberdaya manusia termasuk dalam kegiatan manajemen sumberdaya manusia. Menurut Mangkunegara (2002), manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (karyawan). Menurut Griffin dan Ebert (2005), manajemen sumberdaya manusia adalah serangkaian aktivitas organisasi yang diarahkan pada usaha menarik, mengembangkan, dan mempertahankan angkatan kerja yang efektif. Manajemen sumberdaya manusia yang baik sangat penting dalam mencapai hasil kerja yang optimal dan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. 1.1.2 Budaya Perusahaan (Corporate Culture) Budaya adalah sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita dan mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu (Stoner et al. 1996, diacu dalam Moeljono 2005). Schein (1992), diacu dalam Ndraha (2005) mendefinisikan budaya sebagai suatu pola asumsi dasar yang dimiliki oleh kelompok ketika memecahkan masalah penyesuaian eksternal dan integrasi internal. Ndraha (2005) menyebutkan beberapa fungsi budaya, antara lain sebagai identitas/citra suatu masyarakat, sebagai pengikat, sebagai sumber, sebagai kekuatan penggerak dan pengubah, sebagai kemampuan membentuk nilai tambah, sebagai pembimbing
11
pola perilaku, sebagai substitusi formalisasi, dan sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Salah satu aspek budaya dalam masyarakat adalah budaya organisasi. Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang terus-menerus untuk mencapai tujuan bersama (Robbins 1990, diacu dalam Ndraha 2005). Ndraha (2005) menyebutkan bahwa organisasi dapat diamati sebagai living organism dimana ada organisasi sebagai input dan ada organisasi sebagai output. Organisasi sebagai input terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu visi dan misi, sumber-sumber (SDA, SDM, dan SDB), dan dasar hukum. Seiring waktu, organisasi sebagai input berubah menjadi organisasi sebagai output. Dasar hukum menjadi faktor pembentuk struktur organisasi, sumber-sumber menjadi faktor utama pembentuk manajemen organisasi, sedangkan visi dan misi menjadi faktor utama pembentuk budaya organisasi. Budaya organisasi menurut Robbins (2003) adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi suatu sistem dari makna bersama. Sistem makna bersama merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi. Menurut Schein (1992), diacu dalam Ndraha (2005), budaya organisasi adalah pola dari asumsi–asumsi yang dipelajari oleh organisasi selama proses–proses pemecahan persoalan dan pengambilan keputusan dalam rangka melakukan adaptasi dengan lingkungan eksternal dan melakukan integrasi internal, yang selama ini telah terbukti efektif, sehingga perlu untuk diajarkan pada anggota baru sebagai cara memandang, berpikir, merasa, dan bertindak yang benar. Menurut Ndraha (2005), terdapat beberapa pelaku budaya yang dapat menyumbangkan budayanya kepada organisasi, yaitu pendiri, pemilik, pengurus, karyawan,
pelanggan,
konsumen,
stakeholder,
stockholder,
masyarakat,
pemerintah, mitra usaha, anak perusahaan, pemasok, pesaing, lawan, musuh, korban, mangsa, dan lingkungan. Budaya perusahaan (corporate culture) adalah aplikasi budaya organisasi terhadap suatu badan usaha (perusahaan). Schein (1991), diacu dalam Tika (2008) membagi budaya perusahaan dalam tiga tingkatan, yaitu:
12
1. Artifacts adalah elemen budaya perusahaan yang paling luar dari budaya perusahaan karena dapat dilihat dan konkret. Hal-hal yang termasuk dalam artifact, antara lain produk, objek, material, desain bangunan, teknologi, bahasa, cerita, mitos, seragam, upacara, simbol, bahkan pola perilaku individu atau organisasi. Artifact mudah di observasi, akan tetapi artifact hanya menggambarkan sekilas budaya organisasi, karena arti yang berada dibalik artifact tidak mudah untuk diinterpretasikan. 2. Espoused Values merupakan elemen dasar budaya perusahaan yang mengarahkan perilaku. Beliefs termasuk di dalamnya dan lebih berkaitan dengan apa yang dipikirkan seseorang sebagai benar atau salah. Nilai berkaitan dengan moral dan etik sehingga berperan menentukan apa yang seharusnya dilakukan seseorang. Espoused values dibentuk dari nilai-nilai, strategi, visi dan misi, atau filosofi organisasi, namun tahapannya masih di hafalan, peraturan, atau baru mulai ditransfer melalui usaha-usaha secara sadar dan terencana. 3. Basic Underlying Assumptions merupakan bagian terdalam dari budaya perusahaan yang mendasari nilai, sikap, dan keyakinan para anggotanya. Asumsi ini biasanya tumbuh dari standardisasi penyelesaian masalah yang berulang-ulang dan menjadi hal yang tidak sadar dan selalu menjadi dasar dalam penyelesaian masalah-masalah serupa. Menurut Ndraha (2005), budaya organisasi adalah genus, sedangkan budaya perusahaan adalah spesinya. Menurut Moeljono (2005), budaya korporat (corporate culture) adalah sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan
yang
dipelajari,
diterapkan
serta
dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Menurut Robbins (2003), budaya perusahaan yang kuat dapat menjadi pengganti bagi formalisasi. Budaya yang mampu diterapkan dengan sepenuh hati atau tanpa paksaan akan menjadi budaya yang kuat sehingga dapat menjadi kendali perilaku formal. Menurut Sobirin (2007), diperlukan adanya sharing dan kesadaran sosial seluruh anggota dalam memelihara budaya, baik dengan cara formal maupun
13
informal. Cara formal dimulai pada saat perusahaan akan merekrut karyawan baru. Cara informal dilakukan kepada karyawan yang sudah lebih dulu menjadi karyawan tetap. Hal ini dilakukan dengan cara membiarkan karyawan mempelajari, memahami, dan menjiwai sendiri budaya yang telah berjalan. Elemen artifact, seperti cerita dan ritual dapat digunakan untuk memelihara budaya. Karyawan cukup diingatkan secara berulang-ulang mengenai budaya yang ada sehingga karyawan menjadi terbiasa menerapkan budaya tersebut. 3.1.3 System Development Life Cycle (SDLC) Budaya perusahaan pada umumnya telah dibentuk oleh pendiri sejak awal berdirinya perusahaan tersebut. Namun, terdapat perusahaan yang belum menerapkan budaya perusahaan secara jelas. Merumuskan budaya perusahaan pada perusahaan yang sedang atau telah berjalan lebih sulit sehingga memerlukan tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk menemukan rumusan budaya perusahaan yang sesuai. Siswanto, selaku Manajer APJ Surabaya Utara, menyebutkan mengenai proses perumusan suatu budaya organisasi memakai metode yang umum atau lazim, yaitu melalui pendekatan penelitian dengan mencari umpan balik dimana satu atau dua peneliti melakukan wawancara dengan beberapa orang yang sangat berperan (key managers).5 Hasil wawancara dikumpulkan dan dibuat ikhtisar dari pandangan-pandangan individual yang nantinya harus dikomunikasikan kepada karyawan untuk dibahas kelayakannya. System Development Life Cycle (SDLC) merupakan suatu alat atau metode untuk membangun atau mengembangkan suatu sistem. Namun, tahapan dalam metode ini merupakan tahapan yang umum sehingga dapat digunakan untuk merumuskan budaya perusahaan pada perusahaan yang sedang berjalan. Menurut O’Brien (2005) rangkaian sistem SDLC terdiri dari lima tahap, yaitu: 1. Tahap investigasi Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang terjadi sehingga didapat alternatif solusi penyelesaian masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara wawancara, penyebaran kuisioner, 5
Focus Group Discussion
(FGD),
maupun
Siswanto, H. 2010. Filosofi Melandasi Budaya Perasuhaan Yang Operasional. http://infodis.plnjatim.co.id/v2/?mod=berita&pro=detail&id=17 [3 Mei 2012]
14
pengamatan langsung mengenai kondisi atau situasi saat aktivitas kerja berlangsung di lapang untuk mengetahui budaya yang cocok untuk diterapkan. 2. Tahap analisis Pada tahap ini, analisis dilakukan terhadap hasil yang didapatkan pada tahap investigasi. Tahap analisis bertujuan untuk memahami dan mendokumentasikan kebutuhan dari perumusan suatu budaya perusahaan. Kegiatan pengolahan data dilakukan pada tahap ini. Nilai-nilai budaya yang paling banyak dipilih oleh responden akan masuk sebagai pertimbangan dalam merumuskan budaya perusahaan. 3. Tahap perancangan Pada tahap ini akan disusun suatu desain dari hasil analisis yang telah dilakukan. Tahap ini merupakan kegiatan menentukan bagaimana desain budaya perusahaan akan memenuhi tujuan yang ditetapkan oleh pendiri usaha. Peneliti akan merancang budaya perusahaan yang dianggap sesuai dengan karakteristik sumberdaya manusia perusahaan yang bersangkutan dan dapat menjadi solusi dari masalah yang dihadapi. 4. Tahap implementasi Implementasi merupakan suatu kegiatan untuk mewujudkan desain yang telah disusun menjadi bagian penting yang akan dilaksanakan oleh semua karyawan. Pada tahap ini juga dilakukan pengujian terhadap budaya perusahaan yang telah disusun. Evaluasi dilaksanakan setelah budaya perusahaan diterapkan (diuji) dalam jangka waktu tertentu. Pada tahap ini peneliti dapat mengetahui nilai-nilai budaya apa saja yang telah diterapkan oleh karyawan maupun yang belum diterapkan. 5. Tahap pemeliharaan Pada tahap pemeliharaan, budaya perusahaan telah diuji dan dievaluasi sehingga dihasilkan umpan balik dari para responden. Umpan balik tersebut selanjutnya dijadikan bahan untuk pengembangan atau perbaikan dari budaya perusahaan yang telah diuji. Kekurangan atau ketidaksesuaian dalam desain budaya perusahaan yang telah disusun akan diperbaiki sehingga diperoleh budaya perusahaan yang sesuai. Jika budaya
15
perusahaan tersebut sudah sesuai dan dapat diterapkan oleh hampir seluruh karyawan pada tahap implementasi, maka budaya perusahaan tersebut harus “dipelihara” atau harus dilaksanakan oleh seluruh karyawan untuk seterusnya hingga jangka waktu tertentu. 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Persaingan bisnis yang ketat dialami oleh usaha restoran di Kota Bogor
yang juga dialami oleh Restoran Karimata. Restoran Karimata merupakan salah satu usaha restoran yang terletak di daerah Bogor dengan lokasi yang strategis. Restoran ini menawarkan menu khas yang berbeda dari restoran lainnya di Bogor. Para konsumen pun menjadi tertarik untuk berkunjung ke restoran ini. Namun, restoran ini masih mengalami masalah dalam hal sumberdaya manusia yang dapat mempengaruhi pelayanan kepada konsumen. Hal ini terlihat dari masih adanya beberapa karyawan yang mempunyai motivasi kerja yang rendah sehingga pelayanan kepada konsumen menjadi kurang maksimal. Hal tersebut menjadi kelemahan dari usaha ini sehingga harus segera diatasi agar dapat menjadi kekuatan. Restoran Karimata hingga saat ini juga belum memiliki visi dan misi secara jelas dan tertulis sehingga karyawan yang tidak mengerti akan tujuan pemilik memiliki kontribusi yang rendah dalam mencapai tujuan. Akibatnya, para karyawan hanya bekerja demi kepentingan diri sendiri sehingga sulit untuk mengatur perilaku karyawan. Hal tersebut juga berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen sehingga menimbulkan adanya kritik atau keluhan dari konsumen yang merasa tidak terlayani dengan baik. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan merumuskan visi dan misi Restoran Karimata secara jelas dan tertulis. Langkah selanjutnya adalah memperbaiki kualitas pelayanan melalui perbaikan perilaku kerja dan kompetensi karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan merumuskan suatu budaya perusahaan yang sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata. Budaya perusahaan sebagai pengganti formalisasi merupakan solusi yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang dialami Restoran Karimata. Hal ini dikarenakan budaya perusahaan mengandung seperangkat kepercayaan, nilai, dan norma yang dapat membimbing perilaku karyawan. 16
Perumusan visi dan misi secara jelas dan tertulis merupakan langkah awal yang dilakukan karena visi dan misi merupakan faktor utama pembentuk budaya restoran. Perumusan visi dan misi ini masih termasuk rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam merumuskan budaya perusahaan Restoran Karimata. Perumusan visi dan misi Restoran Karimata ini akan dilakukan bersama dengan pemilik restoran karena pemilik adalah pihak yang menentukan tujuan dan makna dari pendirian usaha. Rumusan budaya perusahaan akan ditemukan berdasarkan tingkatan budaya Schein (1991), diacu dalam Tika (2008), yaitu artifacts, espoused values, dan basic underlying assumptions. Metode yang digunakan untuk merumuskan budaya perusahaan dalam penelitian ini adalah mengikuti tahapan-tahapan dalam metode System Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri atas lima tahap. Pada tahap investigasi setelah merumuskan visi dan misi secara tertulis dilakukan kegiatan mendapatkan daftar elemen tingkatan budaya yang akan menjadi atribut dalam kuisioner. Pada tahap analisis dilakukan kegiatan penyebaran kuisioner kepada dua tipe responden, yaitu responden internal dan eksternal serta kegiatan pengolahan dan analisis data hasil penyebaran kuisioner. Pada tahap perancangan dilakukan kegiatan perumusan budaya perusahaan Restoran Karimata. Pada tahap implementasi dilakukan uji coba penerapan rumusan budaya perusahaan Restoran Karimata. Pada tahap pemeliharaan dilakukan evaluasi hasil penerapan budaya perusahaan untuk menilai kesesuaiannya dengan Restoran Karimata. Budaya perusahaan yang telah dianggap sesuai akan diterapkan di Restoran Karimata untuk seterusnya dalam jangka waktu tertentu. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
17
Persaingan usaha restoran di Kota Bogor meningkat
Restoran Karimata mengalami masalah pengelolaan sumberdaya manusia dan harus meningkatkan kualitas pelayanan
Perumusan visi dan misi secara tertulis
Perumusan budaya perusahaan berdasarkan tingkatan budaya menurut Schein, yaitu: 1. Artifacts 2. Espoused values 3. Basic underlying assumptions
System Development Life Cycle (SDLC) 1. Tahap investigasi 2. Tahap analisis 3. Tahap perancangan 4. Tahap implementasi 5. Tahap pemeliharaan
Budaya Perusahaan Restoran Karimata Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
18
IV METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai rumusan budaya restoran ini berlokasi di Restoran
Karimata yang terletak di depan tol Sentul Selatan 2 (Bogor Ring Road), Grand Sentul City, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Meskipun baru berdiri selama kurang lebih 3 tahun, restoran ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Namun, restoran ini belum memiliki visi dan misi secara jelas dan tertulis serta tidak menerapkan suatu budaya perusahaan yang jelas. Hal ini menyebabkan sulitnya membangun kekuatan internal usaha. Penelitian ini dilaksanakan pada akhir Februari 2012 sampai April 2012. 4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil survei langsung di lapangan, baik melalui pengamatan langsung kondisi lapang, wawancara terbuka, penyebaran kuisioner kepada pemilik, karyawan, pelanggan, dan pemasok serta melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan responden ahli. Data sekunder diperoleh dari laporan ilmiah, jurnal ilmiah, skripsi, buku, internet, dan lain-lain. 4.3
Teknik Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi empat
tahap berdasarkan tahapan metode SDLC, antara lain; 1. Tahap investigasi Pada tahap ini sampel yang diambil untuk diwawancarai adalah pemilik usaha untuk merumuskan visi dan misi secara tertulis dan mendapatkan daftar nilai-nilai budaya yang akan menjadi atribut penilaian dalam kuisioner. 2. Tahap analisis Pada tahap ini baik pemilik restoran maupun anggota stakeholder lain, seperti karyawan, pelanggan, dan pemasok menjadi responden untuk mengisi kuisioner penelitian. Restoran Karimata merupakan milik
19
perseorangan sehingga hanya terdiri dari satu orang pemilik. Metode pengambilan sampel karyawan restoran adalah sensus sehingga semua anggota populasi dipilih menjadi responden. Karyawan Restoran Karimata terdiri dari 35 orang karyawan. Pemasok yang dipilih sebagai sampel penelitian merupakan pemasok tetap yang sudah lama memasok bahan baku utama dan melakukan interaksi langsung dengan pihak Restoran Karimata. Pemasok yang dipilih adalah pemasok ikan patin dan ikan gurame dan pemasok bumbu ikan patin bakar dalam bambu. Metode sampling
yang
digunakan
untuk
responden
pelanggan
adalah
nonprobability sampling (nonrandom) sehingga sampel tidak ditentukan secara acak dan setiap anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Metode pengambilan sampel pelanggan menggunakan metode convenience sampling karena mempertimbangkan kemudahan dan ketersediaan untuk mendapatkan responden. Daftar anggota populasi didapatkan dari data manajemen Restoran Karimata dan pengamatan sendiri di lapangan untuk mengetahui konsumen yang pernah makan di restoran ini minimal dua kali. Jumlah sampel yang akan diteliti, yaitu sebanyak 50 responden karena dianggap sudah memenuhi syarat, yaitu minimal 30 responden untuk penelitian deskriptif (Umar 2005). Tabel 1. Jumlah Sampel Penelitian (2012) Tipe Responden Jumlah Sampel (Orang) Pemilik
1
Karyawan
35
Pelanggan
50
Pemasok
2
Total
88
3. Tahap perancangan Pada tahap ini akan disusun suatu desain budaya perusahaan berdasarkan hasil analisis kuisioner. Hal tersebut dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan responden ahli. Responden ahli yang dimaksud
20
adalah pemilik usaha, supervisor, dan ahli kuliner yang mengerti akan teori budaya perusahaan. 4. Tahap implementasi Pada tahap ini peneliti melakukan pengawasan terhadap penerapan budaya perusahaan yang telah dirancang sebelumnya sehingga seluruh karyawan restoran akan diawasi dan dievaluasi. 4.4
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Pengamatan langsung Pengamatan langsung merupakan kegiatan mengamati sikap dan kerja para karyawan untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang muncul dan mengawasi penerapan budaya restoran yang telah disusun. 2. Wawancara Wawancara dilakukan dengan pemilik usaha dan karyawan Restoran Karimata. 3. Penyebaran kuisioner Kuisioner disebarkan kepada pemilik, karyawan, pelanggan, dan pemasok pada tahap analisis. 4. Focus Group Discussion (FGD) Kegiatan FGD dilakukan dengan responden ahli, yaitu pemilik, supervisor, dan ahli kuliner yang mengerti akan teori budaya perusahaan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data atau informasi
penelitian adalah berdasarkan tahapan dalam metode SDLC, yaitu: 1. Tahap investigasi Pada tahap ini daftar atribut-atribut elemen tingkatan budaya ditemukan melalui pengamatan secara langsung kondisi kerja di Restoran Karimata, wawancara terbuka dengan pemilik, dan studi literatur. 2. Tahap analisis Pada tahap ini data mengenai atribut-atribut elemen atau nilai budaya yang paling banyak dipilih oleh responden diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada tiga tipe responden, yaitu responden internal (pemilik dan karyawan) dan responden eksternal (konsumen dan pemasok). 21
3. Tahap perancangan Pada tahap ini rumusan budaya perusahaan Restoran Karimata ditemukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan responden ahli. 4. Tahap implementasi Pada tahap ini data mengenai hasil penerapan budaya perusahaan Restoran Karimata diperoleh melalui pengamatan secara langsung perilaku dan kegiatan yang dilakukan oleh karyawan sehari-hari. 4.5
Metode Skala Pengukuran Skala pengukuran yang digunakaan dalam penelitian adalah skala Likert
dan skala Guttman. Skala Likert dan skala Guttman digunakan untuk mendapatkan skor dari setiap responden yang diperoleh dari penyebaran kuesioner pada tahap analisis dan penilaian pada tahap implementasi dalam metode SDLC. Jawaban responden dalam skala Guttman mengenai kesesuaian elemen budaya artifacts terhadap Restoran Karimata saat ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu 1 = ya dan 0 = tidak. Jawaban responden dalam skala Likert untuk penilaian mengenai tingkat kepentingan suatu nilai budaya dibagi menjadi empat kategori sebagai berikut: 1 = tidak penting; 2 = cukup penting; 3 = penting; 4 = sangat penting. Penilaian mengenai tingkat keperluan suatu nilai budaya untuk diterapkan di Restoran Karimata dibagi menjadi empat kategori sebagai berikut: 1 = tidak perlu; 2 = cukup perlu; 3 = perlu; 4 = sangat perlu. Skala Likert juga digunakan untuk menilai penerapan budaya Restoran Karimata oleh para karyawan pada tahap implementasi. Penilaian penerapan budaya Restoran Karimata dibagi menjadi empat kategori, yaitu 1 = tidak pernah diterapkan; 2 = jarang diterapkan; 3 = sering diterapkan; 4 = selalu diterapkan. 4.6
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu metode untuk mengubah data hasil
penelitian menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian. Analisis deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik responden dan rumusan budaya Restoran Karimata dengan menggunakan metode SDLC mulai dari tahap investigasi hingga tahap pemeliharaan. 22
4.7
Metode Analisis Data Proses pengolahan data pada tahap analisis dalam metode SDLC adalah
dengan menggunakan nilai rataan. Nilai tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan tiap budaya dirata-rata dan dilakukan rating untuk mengetahui nilai budaya dengan nilai rata-rata tertinggi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Exel 2007. Metode analisis data pada tahap analisis, implementasi, dan pemeliharaan dalam metode SDLC menggunakan analisis kualitatif deskriptif rataan. Berdasarkan rataan skor tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan elemen budaya artifacts dan espoused values pada tahap analisis, rataan skor dibagi menjadi empat kategori sebagai berikut: 1,00 – 1,74 = tidak penting dan tidak perlu; 1,75 – 2,49 = cukup penting dan cukup perlu; 2,5 – 3,24 = penting dan perlu; 3,25 - 4 = sangat penting dan sangat perlu. Berdasarkan rataan skor hasil penerapan budaya restoran oleh responden karyawan, rataan skor dibagi menjadi empat kategori sebagai berikut: 1,00 – 1,74 = tidak diterapkan; 1,75 – 2,49 = jarang diterapkan; 2,5 – 3,24 = sering diterapkan; 3,25 - 4 = sangat diterapkan. 4.8
System Development Life Cycle (SDLC) Penelitian ini dilaksanakan dengan mengikuti tahapan-tahapan dalam
metode System Development Life Cycle (SDLC) yang merujuk kepada O’Brien (2005). Namun, penelitian hanya mengikuti alur tahapannya saja. Tahap-tahap dalam metode SDLC merupakan alur tahapan yang umum sehingga tidak terpaku untuk membuat suatu sistem informasi saja. Oleh karena itu, tahapan dalam metode SDLC dipilih untuk merumuskan suatu budaya perusahaan. 4.8.1 Tahap Investigasi Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini bertujuan untuk merumuskan visi dan misi secara tertulis dan mendapatkan daftar nilai-nilai budaya yang akan menjadi atribut penilaian dalam kuisioner. Hal ini dilakukan dengan wawancara terbuka dan diskusi dengan pemilik. Tahap investigasi dilaksanakan pada 14 Februari 2012 hingga 16 Februari 2012. Diskusi pertama dilakukan dengan pemilik untuk merumuskan visi dan misi secara tertulis. Diskusi kedua dilakukan dengan pemilik untuk mendapatkan daftar nilai-nilai budaya berikut definisinya yang akan menjadi atribut penilaian dalam kuisioner yang akan dibagikan kepada 23
responden. Penemuan atribut nilai-nilai budaya dalam kuisioner juga dilakukan melalui studi literatur dan pengamatan mengenai kondisi atau situasi restoran saat aktivitas kerja berlangsung. Elemen tingkatan budaya yang menjadi atribut dalam kuisioner penelitian dibedakan berdasarkan tingkatan budaya Schein (1991), diacu dalam Tika (2008), yaitu artifacts, espoused values, dan basic underlying assumptions. Hal ini dikarenakan pembagian tingkatan budaya perusahaan menurut Schein sudah terlihat jelas, yaitu mulai dari budaya yang mudah terlihat hingga yang mendalam. Namun, pembagiannya juga tidak terlalu spesifik, yaitu hanya terdiri dari tiga tingkatan sehingga lebih mudah untuk diidentifikasi. Output yang diperoleh pada tahap ini adalah kuisioner penelitian yang akan dibagikan kepada responden. 4.8.2 Tahap Analisis Pada tahap ini, kegiatan yang pertama kali dilakukan adalah penyebaran kuisioner kepada seluruh responden. Tahap ini berlangsung pada 26 Februari 2012 hingga 2 April 2012. Responden terdiri dari seorang pemilik, 35 orang karyawan, 50 orang konsumen, dan dua orang pemasok. Pengolahan data dilakukan menggunakan Microsoft Office Exel 2007, sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif rataan. Output yang diperoleh pada tahap ini adalah mendapatkan nilai-nilai budaya dengan tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan yang terbanyak dipilih oleh responden. 4.8.3 Tahap Perancangan Pada tahap ini dilakukan perumusan suatu desain budaya perusahaan berdasarkan hasil analisis data. Beberapa nilai budaya dengan tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan yang terbanyak dipilih oleh responden dipilih untuk menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan budaya perusahaan. Perumusan budaya perusahaan dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan responden ahli, yaitu pemilik, supervisor, dan ahli kuliner yang mengerti akan teori budaya perusahaan. Output yang dihasilkan pada tahap ini adalah rumusan budaya perusahaan Restoran Karimata yang akan diuji coba untuk diterapkan.
24
4.8.4 Tahap Implementasi Pada
tahap
ini
kegiatan
yang
pertama
kali
dilakukan
adalah
mengkomunikasikan visi dan misi serta budaya perusahaan Restoran Karimata yang telah dirumuskan kepada seluruh karyawan. Penyampaian visi dan misi serta budaya perusahaan kepada karyawan dilakukan saat kegiatan briefing pada 4 April 2012. Selanjutnya, rumusan budaya perusahaan Restoran Karimata diuji coba untuk diterapkan. Kegiatan penerapan atau uji coba budaya Restoran Karimata dilakukan selama dua minggu (14 hari kerja) mulai 5 April 2012 hingga 20 April 2012. Pemilihan lama waktu tahap implementasi ini adalah mempertimbangkan kemampuan peneliti dalam mengawasi penerapan budaya oleh para karyawan. Pada tahap implementasi ini peneliti hanya mengamati dan menilai penerapan budaya melalui perilaku atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh karyawan. Pola perilaku sebagai salah satu elemen artifact merupakan bentuk representasi dari budaya perusahaan sehingga mudah untuk diamati. Jika budaya restoran tersebut sudah dapat diterapkan oleh sebagian besar karyawan, maka budaya tersebut dapat dikatakan sudah sesuai dengan Restoran Karimata. Peneliti menyediakan tabel khusus berupa checklist untuk menilai nilai-nilai budaya yang diterapkan oleh karyawan. Sebelumnya peneliti juga menyiapkan indikatorindikator yang berbeda bagi masing-masing bagian kerja untuk menilai penerapan budaya Restoran Karimata karena masing-masing bagian kerja memiliki jobdesk yang berbeda. Output yang dihasilkan pada tahap ini adalah memperoleh rataan skor hasil penerapan masing-masing nilai budaya, rataan skor penerapan budaya pada setiap bagian kerja, dan rataan total. 4.8.5 Tahap Pemeliharaan Tahap ini diawali dengan mengevaluasi rataan skor hasil uji coba penerapan budaya Restoran Karimata. Kegiatan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui budaya yang paling diterapkan oleh seluruh karyawan, bagian kerja karyawan yang paling menerapkan budaya restoran secara keseluruhan, dan hasil penerapan budaya restoran secara keseluruhan. Jika budaya restoran tersebut sudah dapat diterapkan oleh sebagian besar karyawan, maka budaya tersebut dapat dikatakan sudah sesuai dengan Restoran Karimata. Jika rumusan budaya 25
perusahaan tersebut sudah sesuai dan dapat diterapkan oleh hampir seluruh karyawan, maka budaya perusahaan tersebut harus “dipelihara” atau harus terus dilaksanakan oleh seluruh karyawan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan evaluasi juga dilakukan dengan melihat pengaruh penerapan budaya perusahaan terhadap perilaku kerja karyawan dan kinerja karyawan. Namun, evaluasi ini hanya dilakukan secara deskriptif karena hanya ingin melihat perubahan yang terjadi sebelum adanya penerapan budaya perusahaan dan saat budaya perusahaan telah diterapkan. Kesesuaian rumusan budaya perusahaan untuk diterapkan di Restoran Karimata juga dapat dinilai melalui evaluasi perubahan perilaku kerja dan kinerja karyawan tersebut. 4.9
Definisi Operasional 1) Budaya perusahaan adalah aplikasi dari budaya organisasi pada sebuah perusahaan yang mengandung seperangkat nilai, norma, dan kepercayaan yang dianut secara bersama oleh anggota organisasi dalam mencapai tujuan usaha. 2) Artifacts adalah elemen terluar dari budaya perusahaan yang bersifat konkret atau mudah untuk diamati, seperti penggunaan dan warna seragam kerja, moto, company tag, ritual (briefing pagi). 3) Espoused values adalah elemen budaya perusahaan yang membimbing pembentukan perilaku etis dan memunculkan keyakinan (belief) terhadap nilai-nilai yang dianut. 4) Basic underlying assumptions adalah elemen terdalam dari budaya perusahaan yang mendasari, sikap, nilai, dan keyakinan para anggota organisasi, seperti visi dan misi perusahaan. 5) Keyakinan terhadap kemajuan restoran adalah keyakinan para karyawan bahwa Restoran Karimata akan maju jika karyawan dapat memberikan segenap usaha dan kekuatan untuk mencapainya. 6) Konsistensi adalah usaha karyawan dalam memberikan pelayanan yang selalu sama atau tidak berubah-ubah (sesuai standarisasi) kepada pengunjung. 7) Komitmen adalah usaha karyawan dalam menetapi janji yang telah disepakati. 26
8) Loyalitas adalah kesetiaan karyawan terhadap restoran dan selalu turut serta dalam usaha memajukan restoran. 9) Kejujuran adalah bersikap dan berbicara sesuai fakta atau data. 10) Humoris adalah dapat meramaikan suasana atau menyenangkan hati individu lain. 11) Kepedulian adalah ikut membantu individu lain yang membutuhkan bantuan. 12) Integritas adalah gabungan sikap yang membentuk kepercayaan, seperti jujur, konsisten, dan tidak mau disuap. 13) Keteladanan adalah dapat menjadi contoh yang baik bagi individu lain. 14) Optimis dalam bekerja adalah memiliki keinginan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam mengerjakan pekerjaannya. 15) Kedisiplinan adalah menaati peraturan yang berlaku. 16) Inisiatif yaitu melakukan sesuatu sebelum/tanpa harus disuruh terlebih dahulu. 17) Kerapihan adalah menjaga keteraturan penampilan dan cara bekerja dengan baik. 18) Keramahan adalah selalu tersenyum atau tidak kaku saat diajak berbicara. 19) Ketanggapan adalah langsung mengerjakan hal yang disuruh atau peka terhadap situasi. 20) Ketelitian adalah mengerjakan sesuatu secara seksama agar tidak menimbulkan kesalahan yang merugikan. 21) Bertanggung jawab adalah menerima atau berani menanggung beban pekerjaan yang diberikan kepadanya. 22) Kesopanan adalah tidak bersikap lancang atau berbicara dengan bahasa yang baik. 23) Tegas adalah bersikap dan berbicara dengan jelas dan pasti. 24) Kreatif adalah mempunyai ide-ide baru untuk memajukan restoran. 25) Bersyukur adalah suatu nilai dimana karyawan selalu merasa berterima kasih atas apa yang didapatnya. 26) Saling menghargai adalah menganggap hubungan antar individu satu dengan individu lain itu bernilai atau penting (toleransi).
27
27) Berpikiran positif (positive thinking) adalah nilai dimana karyawan dapat berpikir dengan tenang atau menggunakan akal pikirannya secara terbuka dalam menghadapi masalah. 28) Profesional adalah nilai dimana pihak restoran dapat bekerja sesuai dengan perjanjian dalam kondisi apapun layaknya seorang ahli. 29) Efisien adalah mengerjakan pekerjaan dengan benar sehingga tidak membuang-buang waktu. 30) Kerja sama adalah mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama-sama agar pekerjaan menjadi lebih ringan. 31) Fokus adalah tidak bersantai-santai atau melakukan hal pribadi saat jam kerja. 32) Sabar adalah nilai dimana karyawan dapat menahan emosi saat terjadi masalah. 33) Kerja keras adalah nilai dimana karyawan mengeluarkan segenap kemampuannya dan berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan pekerjaannya. 34) Rajin adalah mengerjakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan mau mengerjakan pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya. 35) Tidak boros adalah nilai dimana para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan, seperti masalah penggunaan material atau bahanbahan dan masalah penyimpanan persediaan bahan-bahan. 36) Orientasi pelanggan adalah selalu menjadikan keinginan pelanggan sebagai standar penyajian produk dan pelayanan yang diberikan oleh pihak restoran. 37) Objektif adalah nilai dimana segenap karyawan dapat menempatkan dirinya saat bekerja tanpa terpengaruh oleh pendapat atau perasaan pribadi. 38) Adaptif adalah dapat menyesuaikan diri dengan keadaan atau lingkungan sehingga tidak kaku terhadap perubahan. 39) Orientasi lingkungan adalah memerhatikan pendapat atau penilaian di luar diri suatu individu dalam memutuskan suatu hal.
28
40) Semangat adalah ceria dan dapat memancarkan aura positif terhadap individu lain. 41) Efektif adalah nilai dimana segenap karyawan mengerjakan pekerjaan yang benar sehingga hasil yang diperoleh optimal. 42) Kekeluargaan adalah segenap karyawan saling menganggap layaknya keluarga atau saudara sehingga tidak saling membedakan-bedakan. 43) Keterbukaan adalah nilai dimana segenap karyawan bersedia menerima adanya perubahan. 44) Kebersamaan adalah rasa kompak dalam mengerjakan sesuatu atau lebih senang jika berkumpul bersama. 45) Etika adalah nilai yang berkenaan dengan baik buruknya suatu sikap atau perilaku dalam menghadapi pihak lain.
29
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1
Sejarah Perusahaan Restoran Karimata merupakan usaha perseorangan yang didirikan oleh
Bapak Agung Eko Widodo pada tanggal 22 Desember 2008. Restoran ini pertama kali didirikan di Desa Pasir Maung, Cijayanti, Sentul Selatan. Pendirian restoran ini berawal dari kegiatan dan pekerjaan yang mengharuskan Bapak Agung untuk keliling Indonesia dan berkunjung ke berbagai tempat. Hal ini menyebabkan banyaknya beragam kuliner daerah yang telah dicicipi oleh Bapak Agung. Pada akhir tahun 2008 Bapak Agung mengalami masalah yang mendesak, yaitu pensiun dini sehingga harus mencari sumber pendapatan baru. Bapak Agung akhirnya mempunyai ide untuk mengembangkan Ikan Patin Bakar dalam Bambu yang bumbunya diracik sendiri dan membuka usaha restoran. Pada tanggal 21 Agustus 2010 lokasi restoran ini dipindahkan ke depan tol Sentul Selatan 2 (Bogor Ring Road), Grand Sentul City, Bogor. Latar belakang pemindahan lokasi ini disebabkan oleh keberadaan lokasi usaha yang sebelumnya kurang strategis sehingga tidak banyak calon konsumen yang mengetahui akan restoran ini. Lokasi usaha yang terletak di depan tol Sentul Selatan 2 merupakan pemilihan lokasi yang tepat, melihat bahwa sasaran pasarnya adalah para pekerja kantoran dan keluarga yang berwisata. Hal ini dikarenakan banyaknya kendaraan yang lalu lalang melewati restoran ini sehingga keberadaan restoran ini lebih terlihat oleh calon konsumen. Restoran Karimata pada dasarnya merupakan restoran keluarga. Namun, restoran ini juga dapat digunakan untuk keperluan bisnis dan acara-acara tertentu, seperti arisan atau perayaan ulang tahun. Lokasi restoran yang berada di dekat tol menyebabkan restoran ini hanya dapat dijangkau dengan kendaraan selain motor bagi pengunjung yang berasal dari luar Sentul City. Hal ini menyebabkan pengunjung yang datang relatif menggunakan kendaraan pribadi, terutama mobil. 5.2
Manajemen Perusahaan Manajemen Restoran Karimata lebih didominasi oleh pemilik usaha dan
hanya memiliki struktur organisasi yang sederhana. Hal ini dikarenakan restoran ini adalah milik perseorangan. Semua keputusan strategis dalam bidang
30
pemasaran, produksi, sumberdaya manusia, dan keuangan dipegang oleh pemilik. Namun, kegiatan operasional restoran dan pengaturan kerja karyawan dijalankan oleh seorang supervisor yang dibantu oleh seorang wakil supervisor. Para karyawan mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada supervisor yang selanjutnya seluruh aktivitas restoran tersebut dilaporkan kepada pemilik. Saat ini Restoran Karimata memiliki 35 karyawan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Karyawan Restoran Karimata mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah karena mengutamakan kesesuaian potensi atau kemampuan yang dimiliki dengan bagian kerja yang akan diterima. Restoran Karimata selalu mengadakan training untuk para calon karyawan untuk melihat potensi mereka. Restoran Karimata mengutamakan untuk mempekerjakan masyarakat sekitar lokasi usaha sehingga tingkat pendidikan bukanlah prioritas utama dalam merekrut karyawan. Bagian kerja karyawan Restoran Karimata berikut tugas dan tanggung jawabnya terdiri dari: 1) Pemilik (Owner) Mengawasi dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan yang dijalankan di restoran sekaligus mengambil kebijakan dan keputusan strategis demi kemajuan restoran. 2) Supervisor Mengawasi serta mengatur pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, bertanggung jawab atas kegiatan operasional restoran, dan costumer service. 3) Wakil Supervisor (Deputy Supervisor) Membantu supervisor dalam mengawasi kegiatan operasional restoran dan menggantikan pekerjaan supervisor saat tidak berada di tempat. 4) Kasir (Cashier) Mengurus keuangan operasional restoran, seperti pembayaran bill dan pengeluaran untuk membeli bahan-bahan, serta bertanggung jawab atas bahan-bahan di gudang. 5) Billing Service Memasukkan data pembelian bahan-bahan dan pesanan tamu ke dalam komputer serta bertanggung jawab atas bill pesanan tamu.
31
6) Pelayan/Penyaji (Waiter/ss) Melayani tamu yang memesan makanan dan minuman serta membawakan pesanan sampai ke meja tamu. 7) Cleaner Membersihkan meja atau lesehan dan menjaga kebersihan restoran. 8) Koki (Cook) Koki terdiri dari dua kelompok, yaitu koki makanan dan koki bakaran. Koki makanan bertugas memasak makanan yang digoreng atau direbus sedangkan koki bakaran bertugas menyediakan makanan yang dimasak dengan cara dibakar. Koki dibantu oleh asisten koki (cook helper) dalam memasak. 9) Food Checker Membacakan pesanan pengunjung kepada koki dan menceklis/menandai pesanan yang akan dibawa ke meja tamu. 10) Bagian Minuman (Bartender) Membuat pesanan minuman tamu. 11) Pencuci Piring (Dishwasher) Mencuci seluruh alat makan dan peralatan masak hingga bersih. 12) Supir (Driver) Membeli dan mengambil pesanan bahan-bahan atau peralatan yang dibutuhkan oleh restoran, mengantar pesanan kepada konsumen yang memesan melalui delivery order, dan bertanggung jawab untuk memasukkan persediaan ke gudang. Beberapa karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab ganda sehingga penerapan struktur organisasi Restoran Karimata belum optimal. Meskipun pemilik memiliki visi dan misi dalam menjalankan usaha ini, pemilik tidak dapat mengkomunikasikan hal tersebut dengan jelas kepada para karyawan. Hal tersebut menyebabkan karyawan tidak mengetahui dengan pasti arah dan tujuan usaha yang diinginkan pemilik. Bagan struktur organisasi Restoran Karimata dapat dilihat pada Gambar 3.
32
Owner
Supervisor Deputy Supervisor
Kitchen
Dining Room
Driver Cashier
Bartender
Cook
Dishwasher Billing Service
Cook Helper
Grill
Food Checker
Waiter Cleaner
Gambar 3. Struktur Organisasi Restoran Karimata 5.3
Operasional Perusahaan Restoran Karimata buka mulai dari jam 10.00 sampai jam 21.00 (last
order). Restoran ini libur setiap hari Senin kecuali hari Senin tersebut adalah hari libur nasional. Pengaturan shift kerja karyawan untuk hari biasa (Selasa-Jumat) dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pagi mulai dari jam 08.00 sampai jam 16.00 dan shift siang mulai dari jam 12.00 sampai jam 21.00. Pengaturan shift kerja karyawan untuk hari libur (Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional), yaitu shift pertama mulai dari jam 08.00 sampai jam 21.00 dan shift kedua mulai dari jam 09.00 sampai jam 21.00. Setiap karyawan mempunyai bagian tugas masing-masing. Namun, saat pengunjung yang datang terlalu banyak karyawan dapat mengerjakan bagian karyawan lainnnya, seperti bagian cleaner membantu menyajikan makanan saat sedang tidak ada pekerjaan dan karyawan bagian server sedang sibuk. Rotasi karyawan dilakukan sesuai dengan keperluan dalam periode tertentu. Rotasi ini biasa diterapkan kepada karyawan baru untuk mengetahui kemampuan dan potensi mereka.
33
5.4
Strategi Pemasaran Strategi pemasaran Restoran Karimata terdiri dari strategi Segmentation,
Targeting, dan Positioning (STP) serta bauran pemasaran (marketing mix) 7P. 5.4.1 Segmentation, Targeting, dan Positioning Strategi STP merupakan strategi pemasaran yang ditetapkan oleh perusahaan untuk memasuki pasar. Startegi ini dimulai dengan melakukan segmentasi pasar (mengelompokkan atau membagi segmen pasar yang dituju), memilih target pasar yang dituju, dan memposisikan diri terhadap pasar sasaran. 1) Segmentation Segmentasi pasar
merupakan suatu proses membagi atau
mengelompokkan pasar ke dalam beberapa segmen berdasarkan aspekaspek tertentu. Aspek segmentasi pasar yang digunakan Restoran Karimata adalah aspek geografis, aspek demografis, dan aspek psikografis. Berdasarkan aspek geografis, Restoran Karimata membagi lokasi menjadi dua, yaitu daerah Bogor dan daerah luar Bogor. Berdasarkan aspek demografis, Restoran Karimata membagi segmen menjadi dua, yaitu keluarga (kelompok) dan perorangan. Berdasarkan aspek psikografis, Restoran Karimata membagi dalam dua segmen, yaitu kalangan menengah ke bawah dan kalangan menengah ke atas. 2) Targeting Target pasar Restoran Karimata adalah konsumen rombongan atau kelompok, seperti keluarga dan para pekerja kantoran yang sengaja datang ke Restoran Karimata maupun yang tidak disengaja (passing guest) serta berasal dari kalangan menengah ke atas. Hal ini dikarenakan lokasi Restoran Karimata yang berada di pinggir tol menyebabkan restoran ini sering dilalui oleh kendaraan dan mudah terlihat oleh orang-orang yang melewatinya. Harga produk di Restoran Karimata juga relatif mahal sehingga lebih dapat dijangkau oleh kelas menengah ke atas. 3) Positioning Positioning yang diterapkan oleh Restoran Karimata adalah restoran keluarga yang menyajikan produk khas tradisional Indonesia dari
34
daerah Kalimantan, yaitu ikan patin bakar dalam bambu dan memberikan pelayanan yang prima serta suasana restoran yang nyaman. 5.4.2 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran yang diterapkan oleh Restoran Karimata terdiri dari tujuh unsur strategi, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), promosi (promotion), orang (people), proses (process), dan bukti fisik (physical evidence). 1) Produk (product) Restoran Karimata pada dasarnya tidak menerapkan ciri khas dari daerah tertentu sehingga makanan dan minuman yang ditawarkan sangat beragam. Jenis olahan lauk yang ditawarkan, meliputi olahan ikan patin, ikan gurame, ayam, udang, cumi, dan sup buntut. Namun, restoran ini memiliki produk tradisonal khas dari daerah Kalimantan yang menjadi produk unggulan, yaitu ikan patin bakar dalam bambu yang cita rasanya sedikit
berbeda
dari
produk
aslinya.
Restoran Karimata
selalu
menggunakan bahan baku yang berkualitas dan segar (fresh) sehingga keamanan dan kebersihannya terjamin. Daftar makanan dan minuman dapat dilihat pada Lampiran 4. 2) Harga (price) Harga yang ditawarkan oleh Restoran Karimata untuk makanan dan minumannya sangat beragam. Harga minuman berkisar antara Rp 2.000,- sampai dengan Rp 15.000,- per gelas sedangkan harga makanan berkisar antara Rp 4.000,- sampai dengan Rp 100.000,- per porsi. Daftar harga makanan dan minuman dapat dilihat pada Lampiran 4. 3) Tempat (place) Restoran ini pertama kali didirikan di Desa Pasir Maung, Cijayanti, Sentul Selatan pada 22 Desember 2008. Namun, pada 21 Agustus 2010 lokasi restoran ini dipindahkan ke depan tol Sentul Selatan 2 (Bogor Ring Road), Grand Sentul City, Bogor. Lokasi ini merupakan lokasi yang strategis, yaitu berada di pinggir tol sehingga sering dilalui oleh berbagai kendaraan dari berbagai daerah dan mudah terlihat. Namun, lokasi ini hanya dapat dijangkau oleh kendaraan selain motor untuk pengunjung 35
yang berasal dari luar Sentul City sehingga pengunjung Restoran Karimata mayoritas menggunakan mobil. 4) Promosi (promotion) Pada awal pendirian pihak Restoran Karimata melakukan promosi yang cukup gencar, seperti penyebaran brosur, pemberian diskon, pemberian voucher compliment, iklan online di internet serta pemasangan iklan di majalah dan koran. Saat ini media promosi yang dilakukan oleh pihak Restoran Karimata hanya melalui internet saja karena sudah cukup banyak pihak luar yang bersedia mempromosikan restoran ini, seperti penawaran promosi melalui siaran televisi. 5) Orang (people) Karyawan Restoran Karimata mayoritas berasal dari daerah sekitar restoran
karena
Restoran
Karimata
ingin
ikut
serta
dalam
menyejahterahkan masyarakat sekitar dengan memberikan lapangan pekerjaan. Hal ini menyebabkan Restoran Karimata tidak terlalu menjadikan tingkat pendidikan sebagai persyaratan utama dalam merekrut karyawan. Namun, setiap calon karyawan selalu diberikan pelatihan terlebih dahulu (training) agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. 6) Proses (process) Restoran Karimata menawarkan menu yang fresh atau menu baru akan diproses saat dipesan. Hal ini dikarenakan Restoran Karimata menjaga rasa serta mutu makanan dan minuman sehingga konsumen dapat lebih menikmatinya. Konsumen juga dapat memesan tempat duduk (booking) dan memesan menu melalui SMS atau telepon terlebih dahulu jika tidak ingin menunggu lama sampai menu yang dipesan disajikan. Khusus untuk pemesanan ikan patin bakar dalam bambu, konsumen diharuskan memesan terlebih dahulu melalui SMS atau telepon minimal 2 jam sebelum kedatangan karena proses pembakaran ikan yang lama. 7) Bukti fisik (physical evidence) Sumberdaya fisik atau fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh Restoran Karimata sudah cukup lengkap sehingga konsumen dapat merasa
36
nyaman berada di restoran ini. Kebersihan restoran juga selalu terjaga dengan baik. Restoran Karimata mengusung konsep semitradisional sehingga menggunakan bahan kayu untuk struktur bangunan serta meja dan kursi dan konsep ruang makan yang terbuka sehingga konsumen dapat menikmati udara luar dan pemandangan sekitar. Daftar fasilitas Restoran Karimata dapat dilihat pada Lampiran 5 sedangkan gambar layout Restoran Karimata dapat dilihat pada Lampiran 6.
37
VI KARAKTERISTIK RESPONDEN Jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini berjumlah 88 orang. Karakteristik responden diperlukan dalam penelitian ini karena karakteristik yang berbeda-beda dapat mempengaruhi penilaian responden. Tipe responden dibagi menjadi dua tipe, yaitu responden internal restoran (pemilik dan karyawan) dan responden eksternal restoran (pelanggan dan pemasok). Karakteristik responden yang diteliti berbeda-beda untuk setiap tipe responden karena disesuaikan dengan kemampuan responden dalam menilai secara langsung suatu budaya tertentu. 5.1
Responden Internal Responden internal yang diteliti adalah pemilik usaha dan karyawan
restoran yang seluruhnya berjumlah 36 orang. Karakteristik responden yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, lama bekerja, dan pengelompokkan bagian kerja. 1)
Jenis Kelamin Setiap orang, baik pria maupun wanita, memiliki penilaian yang berbeda terhadap suatu budaya. Wanita umumnya lebih bersifat konservatif dibandingkan pria sehingga terdapat perbedaan dalam menghadapi nilai budaya tertentu. Hasil penyebaran kuisioner pada Tabel 2 menunjukkan bahwa karyawan Restoran Karimata mayoritas adalah pria dengan jumlah persentase sebesar 75,00 persen berikut pemilik sedangkan karyawan wanita sebanyak 25,00 persen. Hal ini disebabkan pekerjaan di restoran termasuk berat dan membutuhkan stamina yang kuat sehingga karyawan pria lebih banyak dipekerjakan. Karyawan wanita cenderung ditempatkan di bagian dapur atau front desk.
Tabel 2. Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%) Pria
27
75,00
Wanita
9
25,00
Jumlah
36
100,00
38
2)
Usia Restoran Karimata mempekerjakan karyawan yang berusia 17 tahun ke atas karena dianggap sudah dapat berpikir secara dewasa dan mempunyai kemampuan untuk bekerja. Selain itu, mayoritas karyawan termasuk golongan usia dewasa muda karena bekerja di restoran membutuhkan stamina yang kuat. Namun, usia remaja dewasa muda cenderung labil sehingga biasanya memiliki komitmen atau kemauan yang rendah dalam bekerja. Semakin dewasa usia seseorang maka pengalaman yang diperoleh juga lebih banyak. Faktor pengalaman menjadi salah satu faktor dalam menilai suatu budaya karena melalui pengalaman seseorang belajar untuk dapat menilai lingkungannya dengan lebih bijak.
Tabel 3. Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Usia Kategori Usia Jumlah Responden
Persentase (%)
Dewasa Muda (17 - 25 tahun)
26
72,22
Dewasa Penuh (26 - 48 tahun)
10
27,78
Jumlah
36
100,00
3)
Tingkat Pendidikan Pemilik usaha merupakan lulusan pascasarjana sehingga memiliki pengetahuan
yang
cukup
mengenai
bisnis,
meskipun
belum
berpengalaman dalam menjalankan usaha sendiri. Restoran Karimata mempekerjakan karyawan dengan melihat kesesuaian potensi atau kemampuan yang dimiliki dengan bagian kerja yang akan diterima. Restoran
Karimata
juga
mengutamakan
untuk
mempekerjakan
masyarakat sekitar lokasi usaha sehingga tingkat pendidikan bukanlah prioritas utama dalam merekrut karyawan. Selain itu, secara umum pekerjaan di restoran dapat dilakukan oleh banyak orang, kecuali untuk bagian manajerial. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pemahaman responden dalam mengisi kuisioner dan terhadap penilaian suatu budaya. Penyebaran responden karyawan Restoran Karimata berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat di Tabel 4.
39
Tabel 4. Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%) SD
14
38,89
SLTP/SMP
13
36,11
SLTA/SMA
4
11,11
Diploma
1
2,78
Pascasarjana
1
2,78
Tsanawiyah
1
2,78
Tidak Lulus Sekolah
2
5,55
36
100,00
Lain-Lain
Jumlah 4) Masa Kerja
Karyawan yang telah lama bekerja di Restoran Karimata memiliki penilaian yang berbeda terhadap budaya yang sesuai dengan Restoran Karimata. Hal ini dikarenakan karyawan lama memiliki pengalaman kerja yang lebih lama dan lebih mengetahui akan kondisi restoran. Jika dibandingkan dengan karyawan lama, maka karyawan baru cenderung masih dalam tahap adaptasi terhadap lingkungan kerjanya. Masa kerja karyawan tidak ada yang melebihi empat tahun karena Restoran Karimata baru berdiri pada akhir tahun 2008. Pada Tabel 5 terlihat bahwa karyawan Restoran Karimata mayoritas adalah karyawan baru dengan persentase sebesar 63,89 persen. Tabel 5. Karakteristik Responden Internal Berdasarkan Lama Bekerja Masa Kerja Jumlah Responden Persentase (%) Baru (< 2 tahun)
23
63,89
Lama (2 - 4 tahun)
13
36,11
Jumlah
36
100,00
40
5) Pengelompokkan Bagian Kerja Restoran Karimata dijalankan oleh pemilik usaha dan 35 orang karyawan yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Bagian kerja mempengaruhi penilaian tingkat kepentingan dan kebutuhan suatu budaya. Bagian kerja tertentu dapat menganggap tidak penting suatu nilai budaya yang dianggap penting oleh bagian kerja lainnya. Hal ini dikarenakan mereka menghadapi situasi dan menjalankan fungsi yang berbeda. Pembagian kerja di Restoran Karimata dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi manajemen, yaitu fungsi manajerial dan operasional. Pada Tabel 6 terlihat bahwa Restoran Karimata menerapkan pengambilan keputusan secara sentralisasi dengan jumlah karyawan yang menjalankan fungsi operasional sebesar 91,67 persen. Tabel 6. Pengelompokkan Bagian Kerja Responden Internal Berdasarkan Fungsi Manajemen Fungsi Manajemen Jumlah Responden Persentase (%) Manajerial
3
8,33
Operasional
33
91,67
Jumlah
36
100,00
5.2
Responden Eksternal Responden eksternal yang diteliti adalah konsumen Restoran Karimata dan
pemasok bahan baku Restoran Karimata. Jumlah konsumen yang dijadikan responden adalah sebanyak 50 responden sedangkan pemasok yang dijadikan responden berjumlah dua responden. 1) Konsumen Konsumen yang menjadi responden telah melewati tahap screening, yaitu berumur di atas 17 tahun dan sudah lebih dari dua kali makan di Restoran Karimata. Karakteristik responden yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, dan jenis pekerjaan. Setiap orang, baik pria maupun wanita, memiliki penilaian yang berbeda terhadap suatu budaya. Wanita umumnya lebih bersifat konservatif dibandingkan pria sehingga terdapat perbedaan dalam 41
menghadapi nilai budaya tertentu. Restoran Karimata pada dasarnya merupakan restoran keluarga yang menyajikan masakan tradisional Indonesia. Namun, restoran ini juga dapat digunakan untuk keperluan bisnis dan acara-acara tertentu, seperti arisan atau perayaan ulang tahun. Jadi, baik pria maupun wanita dapat berkunjung ke restoran ini. Pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa 60,00 persen responden adalah pria sedangkan responden wanita sebesar 40,00 persen. Tabel 7. Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%) Pria 30 60,00 Wanita 20 40,00 Jumlah 50 100,00 Pada dasarnya pengunjung Restoran Karimata terdiri dari berbagai golongan usia. Namun, responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah responden yang berusia lebih dari 16 tahun. Hal ini dikarenakan usia lebih dari 16 tahun dianggap sudah dapat berpikir secara dewasa sehingga memiliki pendapat sendiri dan dapat memahami pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner. Jadi, responden dapat mengisi kuisioner dengan baik dan benar. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner kepada 50 responden pada Tabel 8 terlihat bahwa pengunjung Restoran Karimata mayoritas termasuk kategori usia dewasa penuh dengan persentase sebesar 88,00 persen. Hal ini juga sesuai dengan target pasar Restoran Karimata, yaitu pekerja kantoran dan keluarga dimana usia dewasa penuh cenderung telah memiliki pekerjaan dan berkeluarga. Tabel 8. Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Usia Kategori Usia Jumlah Responden Persentase (%) Dewasa Muda (18 - 25 tahun) 5 10,00 Dewasa Penuh (26 - 60 tahun) 44 88,00 Lanjut Usia (> 60 tahun) 1 2,00 Jumlah 50 100,00 Tingkat pendidikan terakhir responden mempengaruhi penilaian mereka terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kebutuhan suatu nilai budaya. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
42
cenderung lebih mengetahui tentang konsep dasar budaya pada umumnya sehingga memudahkan dalam mengisi kuisioner. Pada Tabel 9 terlihat bahwa 50 respoden memiliki tingkat pendidikan terakhir pada tingkat SMA ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen Restoran Karimata merupakan orang yang berpendidikan karena orang yang berpendidikan cenderung mapan. Tabel 9. Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%) SD SLTP/SMP SLTA/SMA 11 22,00 Diploma 5 10,00 Sarjana 26 52,00 Pascasarjana 8 16,00 Jumlah 50 100,00 Jenis pekerjaan responden dapat mempengaruhi penilaian terhadap suatu budaya. Hal ini dikarenakan pengetahuan responden akan budaya tertentu dapat
diperoleh dari pekerjaan yang dijalani,
misalnya
TNI/POLRI yang memahami mengenai budaya disiplin. Restoran Karimata pada dasarnya merupakan restoran keluarga. Namun, restoran ini juga dapat digunakan untuk keperluan bisnis dan acara-acara tertentu, seperti arisan atau perayaan ulang tahun. Pada Tabel 10 terlihat bahwa konsumen Restoran Karimata mayoritas adalah pegawai kantoran. Hal ini sesuai dengan target pasar Restoran Karimata, yaitu para pekerja kantoran dan keluarga yang berwisata. Tabel 10. Karakteristik Responden Konsumen Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah Responden Persentase (%) Pelajar/Mahasiswa 3 6,00 PNS 6 12,00 Pegawai BUMN 4 8,00 Pegawai Swasta 19 38,00 Wiraswasta 11 22,00 TNI/POLRI 2 4,00 Ibu Rumah Tangga 3 6,00 Lainnya 2 4,00 Jumlah 50 100,00
43
2) Pemasok Pemasok yang dipilih menjadi responden berjumlah dua orang. Hal ini dikarenakan kedua responden tersebut adalah pemasok tetap yang paling lama memasok kebutuhan bahan baku Restoran Karimata. Selain itu, bahan baku yang dipasok oleh kedua responden merupakan beberapa bahan baku inti yang sangat diperlukan oleh restoran. Awalnya, kedua responden berhubungan langsung dengan pemilik untuk masalah pemesanan, pengiriman, dan pembayaran. Namun, saat ini semua masalah teknis restoran ditangani oleh karyawan dengan semakin berkembangnya usaha. Sikap dan perilaku karyawan dalam menghadapi pemasok perlu untuk diperhatikan agar tidak terjadi masalah. Oleh karena itu, perumusan budaya Restoran Karimata merupakan salah satu cara agar hubungan kerja sama antara Restoran Karimata dengan kedua responden dapat tetap berjalan dengan baik. Karakteristik responden yang diteliti mencakup usia, tingkat pendidikan, jenis bahan baku yang dipasok, dan lama hubungan kerja sama. Tabel 11. Karakteristik Responden Pemasok Karakteristik Responden 1 Usia (tahun) 45 Tingkat Pendidikan SMA Jenis Bahan Baku Yang Bumbu cabai Ikan Dipasok Patin Bakar dalam Bambu Lama Hubungan Kerja Sama > 3 tahun
Responden 2 30 Sarjana Ikan Patin dan Ikan Gurame Ikan Patin: 2 tahun Ikan Gurame: 1 tahun
44
VII HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1
Tahap Investigasi Tahap investigasi dilaksanakan pada 14 Februari 2012 hingga 16 Februari
2012. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berjalan secara bersamaan dan memiliki dua tujuan. Pertama, diskusi antara peneliti dan pemilik usaha dalam merumuskan visi dan misi Restoran Karimata secara tertulis. Kedua, merumuskan daftar nilai-nilai budaya yang akan diteliti. 7.1.1 Perumusan Visi dan Misi Secara Tertulis Restoran Karimata belum memiliki visi dan misi secara tertulis sejak awal berdiri. Pemilik usaha pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dari pendirian restoran ini. Namun, pemilik tidak dapat mengkomunikasikan hal tersebut kepada para karyawan dengan jelas. Hal tersebut dikarenakan pemilik merasa bahwa dengan sebagian besar tingkat pendidikan karyawan yang rendah, karyawan tidak akan
paham
dengan
visi
dan
misi
pemilik.
Pemilik
pun
hanya
mengkomunikasikan tujuannya kepada karyawan secara sekilas atau samar-samar setiap kali briefing. Visi dan misi penting untuk dijabarkan dan dijelaskan kepada para karyawan agar karyawan mengetahui arah dan tujuan pendirian restoran tersebut. Pada tahap ini peneliti membantu pemilik usaha untuk merumuskan visi dan misi Restoran Karimata secara tertulis. Kegiatan diskusi dengan pemilik dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2012. Visi dan misi yang telah dirumuskan akan digunakan sebagai acuan dalam merumuskan budaya Restoran Karimata dan menjadi ideologi dari Restoran Karimata. Visi dan misi tersebut akan dikomunikasikan kepada para karyawan bersamaan dengan rumusan budaya Restoran Karimata saat pada tahap implementasi. Visi dari Restoran Karimata adalah menjadi restoran tradisional Indonesia dengan standar pelayanan dan mutu produk yang tinggi. Misi Restoran Karimata terdiri dari empat misi, yaitu menyajikan makanan dengan penuh bumbu (full taste), memuaskan pelanggan dengan menyajikan produk dalam porsi besar, memberikan pelayanan prima kepada para pelanggan, dan menciptakan iklim kerja yang menyenangkan dengan berlandaskan kekeluargaan.
45
7.1.2 Daftar Atribut Nilai-Nilai Budaya Peneliti melakukan pengamatan langsung mengenai kondisi kerja di Restoran Karimata, wawancara dengan pemilik, dan membaca literatur-literatur untuk mendapatkan daftar nilai-nilai budaya yang akan diteliti. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan pada 14 Februari 2012 sampai 16 Februari 2012. Daftar nilainilai budaya yang diteliti berbeda-beda untuk setiap tipe responden. Daftar nilainilai budaya yang diteliti hanyalah nilai-nilai budaya yang dapat diketahui dan dinilai secara langsung oleh setiap tipe responden. 1. Pemilik dan Karyawan a)
Artifacts Elemen Artifacts yang diteliti, meliputi penggunaan seragam kerja, warna seragam kerja, dan ritual (briefing pagi).
b) Espoused Values (nilai-nilai) Elemen nilai budaya yang diteliti, meliputi belief (keyakinan akan kemajuan restoran) dan 40 macam nilai yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Daftar Atribut Nilai untuk Responden Pemilik dan Karyawan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nilai Konsistensi Komitmen Loyalitas Kejujuran Humoris Kepedulian Integritas Keteladanan Optimis Kedisiplinan Inisiatif Kerapihan Keramahan Ketanggapan Ketelitian Bertanggung jawab Kesopanan Tegas Kreatif Bersyukur
No. 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nilai Saling menghargai Berpikiran positif Profesional Efisien Kerja sama Fokus Sabar Kerja keras Rajin Tidak boros Orientasi pelanggan Objektif Adaptif Orientasi lingkungan Semangat Efektif Kekeluargaan Keterbukaan Kebersamaan Etika
46
2. Konsumen a)
Artifacts Elemen Artifacts yang diteliti, meliputi penggunaan seragam kerja, warna seragam kerja, moto, dan company tag.
b) Espoused values Nilai budaya yang diteliti adalah 22 macam nilai yang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Daftar Atribut Nilai untuk Responden Konsumen No. Nilai Nilai 12 Konsistensi Profesional 13 Komitmen Efisien 14 Kejujuran Fokus 15 Humoris Sabar 16 Kepedulian Semangat 17 Kedisiplinan Orientasi pelanggan 18 Kerapihan Objektif 19 Keramahan Orientasi lingkungan 20 Ketanggapan Efektif 21 Ketelitian Kekeluargaan 22 Kesopanan Etika
3. Pemasok Tingkatan budaya yang diteliti hanya espoused values karena hanya tingkatan budaya ini yang berhubungan dengan pemasok dan dapat dinilai langsung oleh pemasok. Nilai budaya yang diteliti adalah 12 macam nilai yang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Daftar Atribut Nilai untuk Responden Pemasok No. Nilai No. Nilai 7 Kesopanan 1 Komitmen 8 Tegas 2 Kejujuran 9 Profesional 3 Humoris 10 Orientasi lingkungan 4 Integritas 11 Semangat 5 Keramahan 12 Etika 6 Ketelitian
47
7.2
Tahap Analisis Tahap ini diawali dengan penyebaran kuisioner kepada tiga tipe responden,
yaitu pemilik dan karyawan, konsumen serta pemasok. Data hasil penyebaran kuisioner diinput dan diolah sehingga mendapatkan hasil mengenai budaya artifacts dan espoused values yang diteliti. Tahap ini berlangsung pada 26 Februari 2012 hingga 2 April 2012. 1. Pemilik dan Karyawan Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner, rataan skor elemen artifact penggunaan seragam kerja adalah 3,24. Hal ini berarti penggunaan seragam kerja tergolong penting dan perlu untuk diterapkan di Restoran Karimata. Sekitar 97,22 persen responden setuju bahwa seragam karyawan saat ini yang berwarna coklat dan krem sudah sesuai dengan Restoran Karimata. Sedangkan 2,78 persen responden memilih batik berwarna cerah sebagai seragam kerja yang sesuai dengan Restoran Karimata. Rataan skor ritual briefing pagi adalah 2,98 yang berarti briefing pagi tergolong penting dan perlu untuk diterapkan di Restoran Karimata. Sekitar 77,78 persen responden memilih kegiatan berdoa bersama sebelum bekerja sebagai bentuk ritual yang sangat penting dan harus diterapkan di Restoran Karimata. Responden lainnya memilih kegiatan pengajian bersama setiap Jumat Malam sebagai salah satu ritual yang sangat penting dan harus diterapkan dengan jumlah persentase sebesar 22,22 persen. Rataan skor belief, keyakinan akan kemajuan restoran, adalah 3,24. Hal ini berarti keyakinan akan kemajuan restoran tergolong penting dan perlu untuk dimiliki oleh karyawan Restoran Karimata. Berdasarkan hasil rating rataan skor, diambil sepuluh nilai (values) dengan rataan skor tertinggi untuk masuk daftar nilai yang akan dipertimbangkan untuk menjadi budaya Restoran Karimata pada Tabel 15.
48
Tabel 15. Nilai-Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi bagi Responden Internal Nilai Budaya Rataan Skor Kejujuran 3,68 Ketelitian 3,46 Konsisten 3,45 Kedisiplinan 3,43 Keteladanan 3,43 Kerapihan 3,42 Kepedulian 3,40 Keramahan 3,38 Kerja sama 3,38 Inisiatif 3,38 2. Konsumen Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner, rataan skor elemen artifact penggunaan seragam kerja adalah 2,88. Hal ini berarti penggunaan seragam kerja tergolong penting dan perlu untuk diterapkan di Restoran Karimata. Sekitar 86 persen responden setuju bahwa seragam kerja saat ini yang berwarna krem dan coklat sudah sesuai dengan Restoran Karimata. Sedangkan 2 persen responden memilih batik berwarna cerah, 4 persen responden memilih warna orange, dan 8 persen responden memilih warna hijau sebagai warna seragam yang sesuai dengan Restoran Karimata. Sekitar 96 persen responden setuju bahwa elemen artifact moto restoran yang berbunyi “Enak, Cepat, dan Memuaskan” sudah sesuai dalam menggambarkan Restoran Karimata. Sekitar 96 persen responden setuju bahwa company tag yang berbunyi “Experience The Ultimate In Taste” sudah sesuai dengan Restoran Karimata. Berdasarkan hasil rating rataan skor, diambil sepuluh nilai (values) dengan rataan skor tertinggi untuk masuk daftar nilai yang akan dipertimbangkan untuk menjadi budaya Restoran Karimata yang dapat dilihat pada Tabel 16.
49
Tabel 16. Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi bagi Konsumen Nilai Budaya Rataan Skor Kesopanan Keramahan Etika Kejujuran Ketelitian Profesional Ketanggapan Kekeluargaan Kerapihan Komitmen
3,51 3,49 3,41 3,33 3,29 3,26 3,21 3,20 3,16 3,16
3. Pemasok Berdasarkan hasil rating rataan skor, diambil empat nilai (values) dengan rataan skor tertinggi untuk masuk daftar nilai yang akan dipertimbangkan untuk menjadi budaya Restoran Karimata. Keempat nilai ini mendapatkan skor maksimal yang berarti sangat dianggap penting dan sangat perlu untuk diterapkan di Restoran Karimata. Tabel 17. Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi bagi Pemasok Nilai Budaya Kejujuran Ketelitian Profesional Etika
7.3
Rataan Skor 4 4 4 4
Tahap Perancangan Tahap perancangan diawali dengan menggabungkan nilai-nilai budaya
yang paling banyak dipilih oleh responden sebagai nilai yang sangat penting dan sangat perlu untuk diterapkan di Restoran Karimata yang dapat dilihat pada Tabel 19. Selanjutnya, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan responden ahli dilakukan untuk merumuskan nilai-nilai budaya Restoran Karimata yang nantinya diuji coba untuk diterapkan selama 14 hari kerja. Nilai-nilai budaya yang menjadi fokus diskusi adalah nilai budaya dalam tingkat espoused values saja. Hal ini dikarenakan elemen budaya artifact yang diteliti dapat dirumuskan sendiri oleh peneliti dan pemilik berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang dapat dilihat pada Tabel 18.
50
Elemen artifacts yang dipilih menjadi rumusan budaya adalah elemenelemen yang dianggap telah sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata oleh responden, seperti warna seragam kerja yang berwarna cokelat dan krem, moto yang berbunyi “Enak, Cepat, dan Memuaskan”, dan company tag yang berbunyi “Experience The Ultimate In Taste”. Elemen yang dianggap sangat penting dan sangat perlu untuk diterapkan di Restoran Karimata, yaitu ritual berdoa bersama sebelum bekerja juga masuk dalam rumusan budaya. Elemen briefing pagi tidak masuk dalam rumusan budaya karena menurut pemilik kegiatan tersebut kurang sesuai untuk menjadi ritual. Jadi, kegiatan briefing akan dilakukan sesuai kebutuhan saja. Elemen espoused values, yaitu belief (keyakinan akan kemajuan restoran) juga tidak masuk dalam rumusan budaya karena keyakinan tersebut dianggap akan muncul sendiri saat karyawan telah menerapkan budaya harapan atau cita-cita dengan baik. Visi dan misi Restoran Karimata masuk ke dalam tingkatan budaya basic underlying assumptions karena merupakan ideologi perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan FGD dilakukan dengan mempertimbangkan visi dan misi yang telah dirumuskan sebelumnya serta elemen budaya artifacts yang diteliti. Tabel 18. Elemen Budaya Artifacts Restoran Karimata Warna Seragam Moto Company Tag Ritual
Elemen Artifacts Coklat dan Krem Enak, Cepat, dan Memuaskan Experience The Ultimate In Taste Berdoa bersama sebelum bekerja
Kegiatan FGD dilaksanakan pada 3 April 2012. Responden ahli pada tahap ini terdiri dari pihak internal restoran, yaitu pemilik dan supervisor serta pihak eksternal restoran, yaitu Bapak Azus Sugar, ahli kuliner yang mengerti mengenai budaya perusahaan. Bapak Azus Sugar menempuh pendidikan untuk menjadi seorang koki. Pada awalnya beliau bekerja sebagai koki restoran di hotel dan kapal pesiar. Namun, saat ini beliau bekerja sebagai Club House & FB Manager di Emeralda. Pemilik restoran memiliki pengalaman bekerja di suatu perusahaan dan menjalani studi pascasarjana mengenai manajemen sehingga paham akan budaya perusahaan. Namun, pemilik belum pernah memiliki pengalaman menjalani usaha restoran sehingga membutuhkan saran dari pihak luar. Supervisor
51
adalah pihak yang menangani masalah karyawan sehingga mengerti seperti apa karakter dan perilaku para karyawannya. Ahli kuliner diundang menjadi responden ahli untuk menyumbangkan pengalaman dan pengetahuannya mengenai budaya restoran secara umum. Hal ini dilakukan agar diskusi berjalan secara seimbang dan berhasil mendapatkan rumusan budaya restoran yang sesuai. Tabel 19. Gabungan Nilai-Nilai Budaya dengan Rataan Skor Tertinggi No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nilai Kejujuran Ketelitian Profesional Etika Kerapihan Keramahan Kesopanan Kekeluargaan
No. 9 10 11 12 13 14 15 16
Nilai Komitmen Konsisten Kepedulian Ketanggapan Kerja sama Kedisiplinan Keteladanan Inisiatif
Berdasarkan hasil kegiatan FGD, budaya Restoran Karimata telah dirumuskan dalam lima nilai budaya dengan menggabungkan beberapa nilai pada Tabel 19 menjadi satu nilai. Hal tersebut dikarenakan nilai-nilai yang digabung memiliki definisi yang hampir sama dan atau dapat menjadi satu nilai yang memiliki makna campuran dari nilai-nilai tersebut. Penggabungan nilai-nilai tersebut terdiri dari: 1) Kejujuran 2) Ketelitian, profesional, dan inisiatif 3) Komitmen, konsisten, dan disiplin 4) Kekeluargaan, kepedulian, kerja sama, dan ketanggapan 5) Etika, keteladanan, kerapihan, keramahan, dan kesopanan Kelima penggabungan nilai-nilai di atas kemudian diberi istilah nilai yang baru dan dirumuskan makna dari masing-masing nilai tersebut. Rumusan budaya Restoran Karimata terdiri dari lima budaya perusahaan Restoran Karimata yang disebut “Hi-Five”. Definisi dari istilah tersebut, yaitu bentuk salam dengan seseorang yang dikenal, bukti suatu keberhasilan, atau bentuk ekspresi rasa senang. Namun, istilah tersebut juga merupakan singkatan atau akronim dari istilah kelima budaya dalam bahasa Inggris, yaitu high fairness (jujur), high profesionality (profesional), high consistency (konsisten), high careness (peduli),
52
dan high expectation (harapan atau cita-cita). Makna yang terkandung dalam istilah tersebut adalah lima budaya yang terkandung dalam “Hi-Five” diharapkan dapat menjadi alat menuju kesuksesan atau keberhasilan dari Restoran Karimata dimana sumberdaya manusia yang terlibat di dalamnya dapat selalu termotivasi bekerja dalam memberikan yang terbaik kepada pihak lain. Rumusan budaya Restoran Karimata yang disebut “Hi-Five” terdiri dari: 1) Jujur (high fairness) Menjunjung tinggi kejujuran dalam segala hal. 2) Profesional (high profesionality) Selalu berusaha meningkatkan profesionalitas untuk memenuhi harapan dan kepuasan konsumen. 3) Konsisten (high consistency) Selalu menjaga mutu dan pelayanan melalui standarisasi produk dan pelayanan. 4) Peduli (high careness) Selalu peduli dan bertanggung jawab atas semua tindakan yang akan dan telah dilakukan. 5) Harapan atau Cita-Cita (high expectation) Memberikan motivasi yang terbaik kepada sesama karyawan. 7.4
Tahap Implementasi Pada
tahap
ini
kegiatan
yang
pertama
kali
dilakukan
adalah
mengkomunikasikan visi dan misi serta budaya perusahaan Restoran Karimata yang telah dirumuskan kepada seluruh karyawan. Penyampaian visi dan misi serta budaya perusahaan kepada karyawan dilakukan saat kegiatan briefing pada tanggal 4 April 2012. Pada saat briefing tersebut peneliti menjelaskan proses terbentuknya rumusan budaya “Hi-Five” dan contoh-contoh bentuk perilaku yang mencerminkan masing-masing nilai budaya. Namun, peneliti tidak memberitahu kepada karyawan mengenai adanya tahap implementasi untuk menguji penerapan budaya “Hi-Five”. Hal ini bertujuan agar karyawan tetap bersikap dan berperilaku apa adanya. Selanjutnya, budaya perusahaan Restoran Karimata yang telah dirumuskan dicoba untuk diterapkan. Kegiatan penerapan atau uji coba budaya perusahaan Restoran Karimata dilakukan selama dua minggu (14 hari kerja). 53
Proses sosialisasi budaya perusahaan sebenarnya membutuhkan waktu yang lama untuk dapat diterima secara keseluruhan dan diterapkan dengan tanpa paksaan oleh seluruh anggota organisasi. Pada tahap implementasi ini peneliti hanya mengamati dan menilai penerapan budaya melalui perilaku atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh karyawan. Pola perilaku sebagai salah satu elemen artifacts merupakan bentuk representasi dari budaya perusahaan sehingga mudah untuk diamati. Jika budaya restoran tersebut sudah dapat diterapkan oleh sebagian besar karyawan, maka budaya tersebut dapat dikatakan sudah sesuai dengan Restoran Karimata. Lama tahap implementasi selama 14 hari kerja menurut peneliti sudah cukup untuk melihat kesesuaian budaya Restoran Karimata untuk terus diterapkan melalui penilaian pola perilaku para karyawan. Pemilihan lama waktu tahap implementasi ini adalah dengan mempertimbangkan kemampuan peneliti dalam mengawasi penerapan budaya oleh para karyawan. Tahap ini dilaksanakan pada 5 April 2012 hingga 20 April 2012. Pada dasarnya rumusan budaya yang dibentuk adalah hasil penilaian dari pendapat para karyawan sendiri dan sebagian besar nilai budaya secara tidak sadar sudah sering dilakukan sehari-hari oleh sebagian karyawan. Selain itu, Restoran Karimata sudah mempunyai sebuah moto dan company tag sehingga secara tidak langsung karyawan berusaha untuk memenuhi kedua hal tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama 14 hari kerja, ritual berdoa bersama sebelum bekerja sudah berhasil menjadi sebuah rutinitas di Restoran Karimata. Hal ini dibuktikan bahwa dari 14 kali pengamatan ritual berdoa bersama sebelum bekerja hanya terlewatkan sebanyak dua kali. Peneliti menggunakan tabel khusus berupa checklist untuk menilai pola perilaku karyawan yang mencerminkan masing-masing nilai budaya “Hi-Five”. Peneliti menyiapkan indikator-indikator yang berbeda bagi masing-masing bagian kerja. Indikatorindikator yang diteliti mencakup pengamatan kegiatan atau perilaku tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan peneliti dalam mengamati kegiatan atau perilaku yang bersangkutan. 1. Cashier Indikator budaya jujur untuk bagian cashier terdiri dari dua indikator, yaitu berbicara sesuai fakta/data dan tidak melakukan perbuatan
54
yang tercela/dilarang oleh agama. Indikator pertama dilakukan dengan mengamati kegiatan pelaporan seluruh keuangan restoran kepada pemilik. Indikator kedua dilakukan dengan mengamati perilaku responden untuk tidak mencuri atau mengambil barang yang bukan haknya (uang kas/uang penjualan). Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap melakukan transaksi. Indikator kedua mencakup perilaku dapat menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua mencakup kegiatan menulis semua transaksi dengan cara sesuai yang telah diajarkan. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain dalam melayani tamu jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat ada keluhan tentang kesalahan bill. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja Pada Tabel 20 terlihat bahwa karyawan bagian cashier paling menerapkan budaya jujur dan konsisten. Hal ini dikarenakan karyawan bagian cashier adalah salah satu karyawan yang sudah bekerja di Restoran Karimata sejak awal berdiri. Karyawan bagian cashier menjadi lebih berpengalaman dibandingkan karyawan yang lain sehingga lebih loyal terhadap restoran. Namun, budaya profesional memiliki rataan skor yang paling rendah. Hal ini menandakan karyawan bagian cashier masih hanya mengandalkan ajaran dari pemilik. Akibatnya, beberapa kesalahan tetap terjadi meskipun karyawan bagian cashier adalah karyawan lama.
55
Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) berbicara sesuai fakta/data, 2) tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama, 3) menaati peraturan yang berlaku di restoran, 4) menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan, 5) peduli/perhatian terhadap sesama, dan 6) menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama. Tabel 20. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Cashier Budaya Jujur Profesional Konsisten
Peduli
Harapan Cita-Cita
Indikator Berbicara sesuai fakta/data Tidak melakukan perbuatan yang tercela Selalu teliti Mempunyai inisiatif Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan atau Menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Indikator 4 4 3 3 4
Rataan Skor 4 3
4
4
4 3
3,5
4 3
3,5
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
2. Billing Service Indikator budaya jujur untuk bagian billing service terdiri dari dua indikator, yaitu berbicara sesuai fakta/data dan tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama. Indikator pertama dilakukan dengan mengamati kegiatan pelaporan seluruh rekap data entry kepada pemilik. Indikator kedua dilakukan dengan mengamati perilaku responden untuk tidak mencuri atau mengambil barang yang bukan haknya (uang tip). Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap memasukkan input data pesanan konsumen. Indikator kedua mencakup perilaku dapat menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan
56
standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua mencakup merekap data dengan cara yang telah ditentukan. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain dalam melayani tamu jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan
dalam
bekerja
untuk
mengantisipasi
masalah
serta
cepat/tanggap saat ada keluhan tentang kesalahan bill. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Pada Tabel 21 terlihat bahwa karyawan bagian billing service paling menerapkan budaya jujur dan konsisten. Karyawan bagian billing service merupakan salah satu bagian kerja yang bertempat di front desk. Hal ini menyebabkan perilaku responden mudah teramati oleh orang lain sehingga ruang gerak mereka untuk berbuat curang menjadi kecil. Budaya profesional memiliki rataan skor 2,5. Hal ini dikarenakan karyawan bagian billing service masih sering melakukan kesalahan saat bekerja. Karyawan bagian billing service juga masih mengandalkan ajaran dari pemilik. Pada bagian billing service terdapat karyawan yang baru saja masuk menjadi karyawan tetap. Karyawan baru tersebut belum dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan kerjanya. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab beberapa rataan skor budaya lebih rendah dibandingkan budaya yang lain. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) berbicara sesuai fakta/data, 2) tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama, 3) menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan, dan 4) bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan.
57
Tabel 21. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Billing Service Budaya
Indikator
Jujur
Berbicara sesuai fakta/data Tidak melakukan perbuatan yang tercela Selalu teliti Mempunyai inisiatif Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Profesional Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Rata-Rata Per Bagian 4 4 2,5 2,5 3 3,5
Rataan Skor
4 2,5 3,25
3 3,25
3,13
2,5 2,5 2,5
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
3. Supervisor Indikator budaya jujur untuk bagian supervisor dan deputy supervisor terdiri dari dua indikator, yaitu berbicara sesuai fakta/data dan tidak menyembunyikan atau menutupi kebenaran suatu masalah. Indikator pertama dilakukan dengan mengamati kegiatan pelaporan seluruh reservasi tempat atau pesanan konsumen kepada pemilik. Indikator kedua dilakukan dengan mengamati perilaku responden dalam melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh diri sendiri maupun karyawan kepada pemilik. Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap menulis pesanan tempat oleh konsumen. Indikator kedua mencakup perilaku dapat menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua mencakup kegiatan memimpin doa bersama sebelum bekerja. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab
58
terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat ada masalah. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Tabel 22. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Supervisor Budaya Jujur
Indikator
Berbicara sesuai fakta/data Tidak menyembunyikan kebenaran suatu masalah Profesional Selalu teliti Mempunyai inisiatif Konsisten Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Harapan atau Menjadi contoh yang baik bagi Cita-Cita sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Indikator 4 2,5 3,5 2,5 4 3,5
Rataan Skor
3,25 3 3,75
4 3
3,5
3 3,25 3,5
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
Pada Tabel 22 terlihat bahwa budaya profesional memiliki rataan skor yang paling kecil. Supervisor dan deputy supervisor Restoran Karimata pada dasarnya belum memiliki pengalaman dalam hal memimpin sehingga terkadang masih mengalami kesulitan dalam mengatur karyawan. Budaya jujur memiliki rataan skor 3,25 karena saat terjadi masalah responden cenderung tidak langsung melaporkannya kepada pemilik. Responden juga terkadang masih belum dapat menentukan prioritas pekerjaan yang harus dilakukan. Hal ini menyebabkan responden belum dapat menjadi contoh yang baik bagi karyawan lain. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) berbicara sesuai fakta/data, 2) selalu teliti
59
dalam bekerja, 3) menaati peraturan yang berlaku di restoran, 4) menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan, 5) peduli/perhatian terhadap sesama, dan 6) berpartisipasi dalam usaha memajukan restoran. 4. Waiter/ss Indikator budaya jujur untuk bagian waiter/ss terdiri dari dua indikator, yaitu tidak menyembunyikan fakta/data dan tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama. Indikator pertama melihat apakah waiter/ss menyerahkan seluruh kertas order kuning ke bagian billing service. Indikator kedua dilakukan dengan mengamati perilaku responden untuk tidak mencuri/mengambil barang yang bukan haknya (uang tip/uang kembalian/barang tamu yang tertinggal). Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap menulis pesanan konsumen. Indikator kedua mencakup perilaku dapat menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua mencakup kegiatan melayani pengunjung sesuai dengan standar. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat dipanggil pengunjung dan menyajikan makanan. Indikator budaya harapan atau citacita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja.
60
Tabel 23. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Waiter/ss Budaya
Indikator
Jujur
Tidak menyembunyikan fakta/data Tidak melakukan perbuatan yang tercela Profesional Selalu teliti Mempunyai inisiatif Konsisten Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Harapan atau Menjadi contoh yang baik bagi Cita-Cita sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Indikator 4
Rataan Skor
4 3,5 2,75 3,75 2,88
4 3,13 3,32
3,75 3,13
3,44
2,5 2,32 2,13
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
Pada Tabel 23 terlihat bahwa karyawan bagian waiter/ss paling menerapkan budaya jujur, konsisten, dan peduli. Sejak awal pemilik mengajarkan kepada bagian waiter/ss agar menjaga perilakunya saat berhadapan dengan tamu, termasuk untuk selalu melaporkan barang milik pengunjung
yang
tertinggal.
Hal
tersebut
berpengaruh
terhadap
kepercayaan pengunjung terhadap Restoran Karimata. Karyawan bagian waiter/ss juga sering membantu karyawan lain saat sedang tidak sibuk. Budaya harapan atau cita-cita memiliki rataan skor yang paling rendah. Karyawan bagian waiter/ss rata-rata masih belum menganggap bahwa bekerja di restoran merupakan bagian dari hidupnya. Hal ini menyebabkan responden tidak selalu bersedia memberikan usaha yang lebih demi restoran. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) tidak menyembunyikan fakta/data, 2) tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama, 3) selalu teliti dalam bekerja, 4) menaati peraturan yang berlaku di restoran, dan 5) peduli/perhatian terhadap sesama.
61
5. Cleaner Indikator budaya jujur untuk bagian cleaner, yaitu tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama. Indikator tersebut dinilai dengan mengamati perilaku responden untuk tidak mencuri/mengambil barang yang bukan haknya (uang tip/barang tamu yang tertinggal). Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti dalam membersihkan meja/lesehan/lantai sampai bersih. Indikator kedua mencakup perilaku dapat menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk
kerja
membersihkan
tepat
waktu.
Indikator
kedua
mencakup
kegiatan
meja/lesehan sesuai dengan langkah-langkah yang
diajarkan. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat timbul masalah. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Pada Tabel 24 terlihat bahwa karyawan bagian cleaner paling menerapkan budaya jujur, konsisten, dan peduli. Hal ini dikarenakan karyawan bagian cleaner rata-rata merupakan karyawan baru sehingga masih selalu melaksanakan hal yang disuruh dan berusaha untuk mematuhi peraturan yang ada. Selain itu, pekerjaan sebagai cleaner tidak sulit untuk dilakukan sehingga konsistensi dalam bekerja lebih terjaga. Budaya harapan atau cita-cita memiliki rataan skor yang paling rendah. Hal ini dikarenakan karyawan bagian cleaner rata-rata tergolong usia
62
dewasa muda dan karyawan baru. Responden belum dapat memberikan motivasi
kepada
karyawan
lain
karena
responden
juga
masih
membutuhkan tuntunan dari karyawan lain. Responden juga belum mempunyai keinginan yang besar dalam memberikan usaha yang lebih demi restoran. Insiatif karyawan bagian cleaner rata-rata masih kurang karena terkadang hanya menunggu perintah dari supervisor atau mengerjakan sesuatu saat diminta oleh konsumen. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) tidak menyembunyikan fakta/data, 2) tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama, 3) selalu teliti dalam bekerja, 4) menaati peraturan yang berlaku di restoran, dan 5) Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan, 6) peduli/perhatian terhadap sesama, 7) bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan, dan 8) menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama. Tabel 24. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Cleaner Budaya Jujur Profesional Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Indikator Tidak melakukan perbuatan yang tercela Selalu teliti Mempunyai inisiatif Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Indikator 4 3,25 2,75 4 3,5
Rataan Skor 4 3 3,75
4 3,25
3,63
3,5 2,75 2
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
6. Cook Indikator budaya jujur untuk bagian cook, yaitu berbicara sesuai fakta/data. Indikator tersebut dinilai dengan mengamati kegiatan pelaporan seluruh stock opname dapur. Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. 63
Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap membaca pesanan atau mendengarkan pesanan makanan yang dibacakan oleh checker. Indikator kedua mencakup perilaku dapat menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua dinilai melalui kemampuan bagian cook untuk selalu menjaga kesamaan rasa, bentuk, dan mutu makanan yang dibuat. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat timbul masalah. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Tabel 25. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Cook Budaya Jujur Profesional Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Indikator Berbicara sesuai fakta/data Selalu teliti Mempunyai inisiatif Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Bagian 4 3,67 3,36 3,72 3,28
Rataan Skor 4 3,52 3,5
3,22 3,02
3,12
3,56 2,86
3,21
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = paling diterapkan
Pada Tabel 25 terlihat bahwa karyawan bagian cook paling menerapkan budaya jujur, profesional, dan konsisten. Karyawan bagian cook dituntut untuk selalu bersikap profesional dan konsisten karena 64
merupakan salah satu bagian kerja inti dalam usaha restoran. Budaya peduli memiliki rataan skor yang paling rendah. Karyawan bagian cook merupakan bagian kerja yang memerlukan konsentrasi tinggi saat bekerja. Saat ada waktu luang karyawan bagian cook rata-rata cenderung memilih untuk beristirahat. Karyawan bagian cook menjadi tidak dapat membantu karyawan lain yang sedang sibuk. Karyawan bagian cook juga terkadang mengalami kebingungan saat terjadi masalah, seperti persediaan atau stok habis,
yang
menandakan
bahwa
karyawan
kurang
menyiapkan
kebutuhannya dengan baik. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) berbicara sesuai fakta/data, 2) mempunyai inisiatif, 3) menaati peraturan yang berlaku di restoran, dan 4) menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan, dan 5) menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama. 7. Food Checker Indikator budaya jujur untuk bagian food checker, yaitu bertindak sesuai fakta/data. Indikator tersebut dinilai dengan mengamati kegiatan pengecekan pesanan makanan yang akan diantar ke pengunjung. Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan menekuni bidang pekerjaan yang dijalani. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap mengecek makanan yang akan diantar ke pengunjung. Indikator kedua dinilai dengan melihat kemampuan bagian food checker dalam mengatur agar makanan cepat keluar. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua dinilai melalui kemampuan bagian cook untuk selalu melakukan pengecekan makanan sesuai langkah yang diajarkan. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja
65
untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat timbul masalah. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Pada Tabel 26 terlihat bahwa karyawan bagian food checker paling menerapkan budaya jujur dan peduli. Karyawan bagian food checker selalu bersedia membantu karyawan lain saat sedang sibuk, seperti membantu menghias piring saji saat koki sedang sibuk. Karyawan bagian food checker sering lupa untuk menulis nomor meja di baki saat makanan hendak diantar ke tamu sehingga terkadang terjadi salah pengiriman makanan. Budaya harapan atau cita-cita memiliki rataan skor yang paling kecil. Hal ini menandakan bahwa karyawan bagian food checker belum loyal terhadap pekerjaannya di restoran. Namun, responden sudah dapat menunjukkan perilaku yang baik saat berhadapan dengan orang lain sehingga dapat menjadi contoh yang baik. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) bertindak sesuai fakta/data, 2) menaati peraturan yang berlaku di restoran, 3) peduli/perhatian terhadap sesama, 4) bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan, dan 5) menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama. Tabel 26. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Food Checker Budaya Jujur Profesional
Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Indikator Bertindak sesuai fakta/data Selalu teliti Menekuni bidang pekerjaan yang dijalani Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Indikator 4 3 3
Rataan Skor 4 3
4 2
3
4 3,25
3,63
4 2,75 1,5
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
66
8. Dishwasher Indikator budaya jujur untuk bagian dishwasher, yaitu tidak menyembunyikan kebenaran suatu masalah. Indikator tersebut dinilai dengan mengamati perilaku melapor jika ada piring atau gelas yang pecah/retak atau peralatan mencuci yang tidak dapat dipakai lagi. Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan menekuni bidang pekerjaan yang dijalani. Indikator pertama mencakup perilaku teliti dalam mencuci sehingga tidak ada noda yang tertinggal. Indikator kedua dinilai dengan melihat kemampuan bagian dishwasher dalam mencuci piring dengan cepat dan bersih. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua dinilai dengan melihat apakah karyawan bagian dishwasher selalu memakai perlengkapan kerja yang disarankan. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat timbul masalah. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Pada Tabel 27 terlihat bahwa karyawan bagian dishwasher paling menerapkan budaya jujur dan konsisten. Pekerjaan sebagai dishwasher cenderung monoton dan spesifikasinya tidak banyak. Akibatnya, konsistensi dalam bekerja dapat lebih terjaga. Namun, pekerjaan sebagai dishwasher menyebabkan karyawan terlalu sibuk sehingga jarang memerdulikan situasi sekitar. Karyawan juga terlihat jarang bersedia memberikan usaha lebih karena merasa bekerja sesuai jadwal saja sudah cukup melelahkan. Namun, responden dapat menunjukkan perilaku yang
67
baik saat berhadapan dengan orang lain, seperti selalu mengerjakan hal yang disuruh dan tidak menunda-nunda pekerjaan. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) tidak menyembunyikan kebenaran suatu masalah, 2) menaati peraturan yang berlaku di restoran, dan 3) menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama. Tabel 27. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Dishwasher Budaya
Indikator
Jujur
Tidak menyembunyikan kebenaran suatu masalah Selalu teliti Menekuni bidang pekerjaan yang dibebankan Menaati peraturan Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal
Profesional
Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Rata-Rata Per Indikator 3,33
Rataan Skor 3,33
3 3
3
4 3
3,5
2,33 3
2,67
3,67 2,67 1,67
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = sangat diterapkan
9. Bartender Indikator budaya jujur untuk bagian bartender, yaitu bertindak sesuai fakta/data. Indikator tersebut dinilai dengan mengamati kegiatan pelaporan seluruh stock opname buah dan plastik kepada pemilik. Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti dalam bekerja dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap menghitung stock opname buah dan plastik serta teliti setiap membaca pesanan minuman pengunjung. Indikator kedua dinilai dengan melihat kemampuan bagian bartender dalam menentukan sendiri kapan mengerjakan suatu pekerjaan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku
68
masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua dinilai dengan melihat kemampuan karyawan bagian bartender untuk selalu membuat minuman baik dari segi langkah maupun rasa sesuai standar. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan
dalam
bekerja
untuk
mengantisipasi
masalah
serta
cepat/tanggap saat timbul masalah. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Tabel 28. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Bartender Budaya Jujur Profesional Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Indikator Bertindak sesuai fakta/data Selalu teliti Mempunyai inisiatif Menaati peraturan yang berlaku di restoran Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja
Rata-Rata Per Indikator 4 3,5 3
Rataan Skor 4 3,25
3,5 3,75 4 3 3,25
3,13
4 2,75 1,5
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = paling diterapkan
Pada Tabel 28 terlihat bahwa karyawan bagian bartender paling menerapkan budaya jujur, profesional, dan konsisten. Karyawan bagian bartender tergolong karyawan lama sehingga memiliki pengalaman kerja yang lama dan mampu menjaga konsistensi dalam membuat minuman. Karyawan juga jarang melakukan kesalahan dalam membuat minuman karena selalu berusaha untuk teliti. Budaya harapan atau cita-cita memiliki
69
nilai terendah karena karyawan bagian bartender selama tahap implementasi hampir tidak pernah memberikan usaha lebih untuk restoran. Hal ini dikarenakan responden hanya bekerja sebagai bartender dan kurang mempunyai keinginan untuk membantu di luar jam kerja. Restoran Karimata tidak terlalu mengatur mengenai jadwal lembur (bekerja di luar jam kerja) para karyawan. Hal ini menyebabkan kesediaan beberapa karyawan untuk bekerja di luar jam kerja menjadi rendah. Namun, responden dapat menunjukkan perilaku yang baik saat berhadapan dengan orang lain. Hal ini dikarenakan karyawan bagian bartender memiliki pengalaman kerja yang lebih lama sehingga sudah mengenal lingkungan kerjanya dengan baik. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) bertindak sesuai fakta/data, 2) selalu teliti dalam bekerja, 3) menaati peraturan yang berlaku di restoran, 4) menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan, 5) bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan, dan 6) menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama. 10. Driver Penilaian indikator-indikator khusus untuk karyawan bagian driver sebagian besar dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan karyawan tersebut. Hal ini dikarenakan hampir keseluruhan tugas yang dikerjakan dilakukan di luar restoran sehingga tidak dapat diamati oleh peneliti. Indikator budaya jujur untuk bagian driver terdiri dari dua indikator, yaitu berbicara sesuai fakta/data dan tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama. Indikator pertama dilakukan dengan mengamati kegiatan pelaporan seluruh nota belanja kepada pemilik. Indikator kedua dilakukan dengan mengamati perilaku responden untuk tidak mencuri atau mengambil barang yang bukan haknya (uang belanja). Indikator budaya profesional terdiri dari dua indikator, yaitu selalu teliti memasukkan input data pesanan konsumen dan mempunyai inisiatif. Indikator pertama mencakup perilaku teliti setiap melakukan transaksi (tidak salah bayar). Indikator kedua
70
mencakup perilaku dapat menentukan sendiri dimana harus mencari bahan yang sedang tidak tersedia di tempat langganan. Indikator budaya konsisten terdiri dari dua indikator, yaitu menaati peraturan yang berlaku di restoran dan menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. Indikator pertama mencakup perilaku masuk kerja tepat waktu. Indikator kedua mencakup kegiatan membeli bahan-bahan dengan harga dan kualitas yang ditetapkan oleh pemilik. Indikator budaya peduli terdiri dari dua indikator, yaitu peduli/perhatian terhadap sesama dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan. Indikator pertama mencakup perilaku membantu karyawan lain jika karyawan lain sedang sibuk. Indikator kedua terdiri dari mempersiapkan kebutuhan dalam bekerja untuk mengantisipasi masalah serta cepat/tanggap saat terjadi kekurangan/kehabisan stok. Indikator budaya harapan atau cita-cita terdiri dari dua indikator, yaitu menjadi contoh/teladan yang baik bagi sesama dan memberikan tenaga atau usaha melebihi kondisi normal atau di luar jam kerja. Tabel 29. Hasil Penerapan Budaya “Hi-Five” Bagian Driver Budaya Jujur
Profesional Konsisten
Peduli
Harapan atau Cita-Cita
Indikator Berbicara sesuai fakta/data Tidak melakukan perbuatan yang tercela Selalu teliti Mempunyai inisiatif Menaati peraturan yang berlaku Menjalankan tugas berdasarkan standarisasi Peduli terhadap sesama Bertanggung jawab terhadap tindakan yang akan dan telah dilakukan Menjadi contoh yang baik bagi sesama Memberikan usaha melebihi kondisi normal
Rata-Rata Per Bagian
Rataan Skor 4 4 4 4 3 4
4 4 3,5
3 3
3
3 3 3
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan; 1,75-2,49 = jarang diterapkan; 2,5-3,24 = sering diterapkan; 3,25-4 = paling diterapkan
71
Pada Tabel 29 terlihat bahwa karyawan bagian driver paling menerapkan budaya jujur, profesional, dan konsisten. Hal ini menandakan bahwa karyawan bagian driver dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan arahan pemilik tetapi juga berani berinisiatif. Namun, karyawan bagian driver juga sering menerapkan budaya peduli dan harapan atau cita-cita. Hal ini dikarenakan driver hanya bekerja saat diperlukan sehingga waktu luangnya seharusnya dapat digunakan untuk mengerjakan hal lain. Karyawan bagian driver sering bersedia long shift dan belanja ke pasar pada pagi hari. Artinya, karyawan tersebut telah cukup memberikan usaha yang lebih untuk restoran. Indikator budaya yang paling diterapkan adalah 1) berbicara sesuai fakta/data, 2) Tidak melakukan perbuatan yang tercela/dilarang oleh agama, 3) selalu teliti dalam bekerja, 4) Mempunyai inisiatif, dan 5) menjalankan tugas berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan. 7.5
Tahap Pemeliharaan Tahap ini diawali dengan mengevaluasi rataan skor hasil uji coba
penerapan budaya perusahaan Restoran Karimata. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui hasil penerapan budaya secara keseluruhan, budaya yang paling diterapkan oleh seluruh karyawan, dan bagian kerja yang paling menerapkan budaya secara keseluruhan. Tabel 30. Hasil Evaluasi Penerapan Budaya “Hi-Five” Selama 14 Hari Bagian Kerja Cashier Billing Service Supervisor Waiter/ss Cleaner Cook Food Checker Dishwasher Bartender Driver Total
Jujur 4 4 3,25 4 4 4 4 3,33 4 4 3,86
Budaya Restoran Karimata Profesional Konsisten Peduli 3 4 3,5 2,5 3,25 3,13 3 3,75 3,5 3,13 3,32 3,44 3 3,75 3,63 3,52 3,5 3,12 3 3 3,63 3 3,5 2,67 3,25 3,75 3,13 4 3,5 3 3,14 3,53 3,28
Harapan 3,5 2,5 3,25 2,32 2,75 3,21 2,75 2,67 2,75 3 2,87
Total 3,60 3,08 3,35 3,24 3,43 3,47 3,28 3,03 3,38 3,50 3,34
Keteranganː 1-1,74 = tidak diterapkan, 1,75-2,49 = jarang diterapkan, 2,5-3,24 = sering diterapkan, 3,25-4 = sangat diterapkan
72
Pada Tabel 30 terlihat bahwa budaya jujur dan konsisten merupakan budaya yang paling diterapkan oleh karyawan karena rataan skor di atas rataan total. Rataan skor budaya jujur adalah yang tertinggi. Peneliti mengamati dan menilai sendiri tahap implementasi budaya perusahaan sehingga peneliti memilih indikator yang sesuai dengan kemampuan peneliti dalam menilainya. Pemilihan indikator budaya jujur dilakukan berdasarkan kegiatan atau perilaku yang dapat dinilai secara langsung oleh peneliti. Hal ini menyebabkan budaya jujur hanya dapat dinilai dari luar saja atau hanya berdasarkan pengamatan sekilas. Bahkan, terdapat beberapa bagian kerja yang hanya memiliki satu indikator saja dalam menilai penerapan budaya jujur. Karyawan secara keseluruhan telah menerapkan budaya jujur dengan baik jika melalui penilaian secara eksplisit. Budaya konsisten adalah budaya dengan rataan skor tertinggi kedua. Hal ini dikarenakan sejak awal Restoran Karimata menegaskan agar karyawan selalu menjaga konsistensi yang tercermin dalam moto Restoran Karimata. Selain itu, pada saat briefing, pemilik lebih dahulu menjelaskan beberapa standarisasi yang harus dilakukan oleh masing-masing bagian kerja. Bersamaan dengan tahap penerapan budaya Restoran Karimata, sistem reward and punishment lebih diperketat kepada karyawan dalam menjalankan peraturan yang berlaku. Tiga budaya dengan rataan skor di bawah rataan total, yaitu budaya profesional, peduli, dan harapan atau cita-cita. Namun, budaya peduli masih tergolong budaya yang sangat diterapkan oleh para karyawan. Hal ini dikarenakan sekitar 63,89 persen karyawan Restoran Karimata tergolong karyawan baru dan sekitar 72,22 persen tergolong usia dewasa muda. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar karyawan belum memiliki pengalaman bekerja yang lama di restoran sehingga mereka masih dalam proses adaptasi. Rataan skor budaya harapan atau cita-cita yang memiliki rataan skor terendah juga menandakan bahwa sebagian besar karyawan, saat ini belum loyal terhadap pekerjaan yang mereka jalani. Selain itu, budaya harapan atau cita-cita merupakan salah satu budaya yang agak sulit untuk dinilai penerapannya karena tergantung pada diri setiap individu dan tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. Hal ini menyebabkan penerapan budaya harapan atau cita-cita membutuhkan waktu yang lebih lama daripada budaya lain untuk dapat diterapkan oleh para karyawan. Budaya harapan
73
atau cita-cita masih tergolong budaya yang sering diterapkan oleh karyawan karena hampir seluruh karyawan lama sudah loyal terhadap restoran. Pada Tabel 30 juga terlihat bahwa karyawan bagian cashier, supervisor, cleaner, cook, bartender, dan driver merupakan karyawan yang secara keseluruhan telah menerapkan budaya “Hi-Five” dengan baik karena rataan skor yang berada di atas rataan total. Namun, karyawan bagian cashier merupakan bagian kerja yang paling menerapkan budaya “Hi-Five”. Hal ini dikarenakan karyawan bagian cashier termasuk karyawan lama dan secara tidak sadar telah menerapkan nilai-nilai budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Karyawan bagian dishwasher adalah bagian kerja dengan rataan skor penerapan budaya “HiFive” yang terendah. Hal ini dikarenakan seluruh karyawan bagian dishwasher merupakan karyawan baru sehingga masih berada dalam tahap adaptasi. Pekerjaan sebagai dishwasher menyebabkan karyawan hanya fokus bekerja mencuci piring sehingga kurang memperhatikan lingkungannya. Budaya “Hi-Five” secara keseluruhan sudah dapat diterapkan oleh karyawan. Pada dasarnya para karyawan ikut berpartisipasi dalam perumusan budaya Restoran Karimata melalui pengisian kuisioner. Pada kegiatan FGD pun supervisor sebagai wakil dari para karyawan dan yang paling mengetahui karakter karyawan, ikut dalam merumuskan budaya. Para karyawan pun secara tidak sadar sebelumnya sudah sering melakukan kegiatan atau berperilaku sehari-hari yang mencerminkan nilai budaya “Hi-Five”. Namun, pada saat itu para karyawan hanya sekedar mengerjakan tugas masing-masing karena belum mengetahui secara jelas budaya yang muncul dari perilaku mereka tersebut. Saat tahap implementasi para karyawan sudah mengetahui budaya yang harus dianut karena telah dirumuskan budaya yang jelas dan tertulis. Oleh karena itu, penerapan budaya “Hi-Five” secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Selanjutnya, peneliti mengomunikasikan kembali kepada pemilik mengenai hasil penerapan budaya Restoran Karimata yang telah dirumuskan. Proses sosialisasi budaya Restoran Karimata kepada karyawan yang telah bekerja dilakukan melalui sistem reward and punishment pada masa-masa awal pelaksanaannya. Hal ini dilakukan agar karyawan mau tidak mau berusaha untuk menerapkan budaya tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu sistem tersebut
74
harus semakin dibatasi agar karyawan tidak merasa terpaksa atau tertekan dalam menjalani budaya tersebut. Pemilik juga akan menggunakan rumusan budaya tersebut dalam merekrut karyawan baru agar calon karyawan tersebut tidak sulit dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja di restoran. Rumusan Budaya Restoran Karimata yang dapat dilihat pada Tabel 31 harus terus diterapkan dalam jangka waktu tertentu agar budaya tersebut tidak lagi dilakukan secara terpaksa dan dapat diterima secara sepenuhnya oleh karyawan. Tabel 31. Rumusan Budaya Restoran Karimata Artifacts Warna Seragam Coklat dan Krem Moto Enak, Cepat, dan Memuaskan Company Tag Experience The Ultimate In Taste Ritual Berdoa bersama sebelum bekerja
No. 1 2
3
4
5
Visi Misi
Espoused Values Budaya “Hi-Five” Restoran Karimata Jujur Menjunjung tinggi kejujuran dalam segala hal. Profesional Selalu meningkatkan profesionalitas untuk memenuhi harapan dan kepuasan konsumen. Konsisten Selalu menjaga konsistensi mutu dan pelayanan melalui standarisasi produk dan pelayanan. Peduli Selalu peduli dan bertanggung jawab atas semua tindakan yang akan dan telah dilakukan. Harapan atau Cita-Cita Memberikan motivasi yang terbaik kepada sesama karyawan.
Basic Underlying Assumption Menjadi restoran tradisional Indonesia dengan standar pelayanan dan mutu produk yang tinggi 1. Menyajikan makanan dengan penuh bumbu (full taste). 2. Memuaskan pelanggan dengan menyajikan produk dalam porsi besar. 3. Memberikan pelayanan prima kepada para pelanggan. 4. Menciptakan iklim kerja yang menyenangkan dengan berlandaskan kekeluargaan. 75
Kegiatan evaluasi juga dilakukan dengan melihat pengaruh penerapan budaya perusahaan terhadap perilaku kerja karyawan yang diukur melalui disiplin kerja, kinerja karyawan yang diukur melalui kualitas pelayanan terhadap konsumen, dan rata-rata jumlah pengunjung Restoran Karimata. Namun, evaluasi ini hanya dilakukan secara deskriptif karena hanya ingin melihat apakah ada perubahan yang terjadi sebelum adanya penerapan budaya perusahaan dan saat budaya perusahaan telah diterapkan. Ukuran waktu sebelum adanya penerapan budaya Restoran Karimata adalah pada Maret 2012 sampai 4 April 2012. Ukuran waktu sesudah diterapkannya budaya adalah mulai 5 April 2012 sampai 31 Mei 2012. Evaluasi perubahan perilaku kerja karyawan akan diukur melalui disiplin kerja dengan melihat perubahan perilaku karyawan dalam menaati peraturan. Indikator yang dinilai, yaitu perubahan jumlah absen karyawan yang izin tanpa keterangan dan jumlah karyawan yang terlambat masuk kerja. Evaluasi kinerja karyawan akan diukur melalui perubahan kualitas pelayanan kepada pengunjung. Indikator yang dinilai, yaitu lama waktu menunggu makanan datang, lama waktu menunggu bill, dan jumlah pengunjung dalam waiting list. Rumusan budaya Restoran Karimata mengandung seperangkat nilai dan norma yang membimbing perilaku etis para karyawan. Dengan adanya budaya Restoran Karimata, para karyawan memiliki dasar dalam berperilaku saat berhadapan dengan pihak lain, seperti konsumen. Karyawan juga dapat memperbaiki perilaku kerjanya karena peraturan yang diterapkan juga semakin jelas. Jika karyawan telah dapat menerapkan budaya Restoran Karimata dengan baik, maka seharusnya pelayanan yang diberikan kepada konsumen juga semakin membaik. Para karyawan seharusnya juga semakin dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan melalui pelaksanaan moto dan company tag Restoran Karimata. Jika terjadi perubahan jumlah pengunjung yang semakin meningkat setelah diterapkannya budaya Restoran Karimata, maka dapat dikatakan rumusan budaya Restoran Karimata juga mampu merubah kinerja perusahaan menjadi lebih baik, dan sebaliknya. Pada Tabel 32 terlihat adanya perubahan perilaku kerja dan kinerja karyawan sebelum dan sesudah diterapkannya budaya Restoran Karimata.
76
Disiplin kerja karyawan terlihat mengalami peningkatan dengan adanya penurunan jumlah karyawan yang absen tanpa keterangan dan jumlah karyawan yang terlambat masuk kerja. Tingkat perubahan disiplin kerja karyawan tidak terlalu besar namun karyawan terlihat mulai merubah perilakunya menjadi lebih baik sedikit demi sedikit. Perubahan kualitas pelayanan juga terlihat membaik yang berarti pelayanan yang diberikan oleh para karyawan saat ini menjadi semakin cepat sehingga mengurangi jumlah pengunjung yang marah atau mengkritik karena pelayanan yang diberikan lama. Hal tersebut menunjukkan bahwa rumusan budaya Restoran Karimata dinilai telah sesuai untuk diterapkan di Restoran Karimata karena mampu memberikan dampak positif pada perilaku dan kinerja karyawan. Tabel 32. Indikator Disiplin Kerja dan Kualitas Pelayanan Karyawan Indikator Disiplin Kerja a. Jumlah absen karyawan tanpa keterangan b. Jumlah karyawan yang telat masuk kerja Kualitas Pelayanan a. Lama waktu menunggu makanan datang b. Lama waktu menunggu bill c. Jumlah waiting list
Sebelum Penerapan Budaya
Sesudah Penerapan Budaya
4 orang
2 orang
11 orang
7 orang
20 menit
15 menit
4 menit
2 menit
3-4 orang
1-2 orang
Tabel 33 menunjukkan adanya perubahan jumlah pengunjung Restoran Karimata
sebelum
adanya
penerapan
budaya
perusahaan
dan
setelah
diterapkannya budaya perusahaan. Rata-rata jumlah pengunjung Restoran Karimata per minggu mengalami peningkatan setelah diterapkannya budaya perusahaan. Besar peningkatan rata-rata jumlah pengunjung ini tidak terlalu besar karena budaya perusahaan baru berjalan selama tujuh minggu sampai akhir bulan Mei 2012. Namun, rata-rata jumlah pengunjung setelah diterapkannya budaya perusahaan semakin mendekati target jumlah pengunjung. Artinya, efek dari penerapan budaya perusahaan ini juga cukup dirasakan oleh pihak eksternal, yaitu konsumen.
77
Tabel 33.
Rata-Rata Jumlah Pengunjung per Minggu Sebelum dan Sesudah Penerapan Budaya Perusahaan Rata-Rata Jumlah Pengunjung Restoran Karimata (orang) Target 3.000
Sebelum Penerapan Budaya
Sesudah Penerapan Budaya
1.948
2.145
78
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, rumusan budaya Restoran
Karimata yang diperoleh melalui metode SDLC berdasarkan tingkatan budaya menurut Schein terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, elemen artifacts Restoran Karimata yang terdiri dari warna seragam kerja, moto, company tag, dan kegiatan berdoa bersama sebelum bekerja. Kedua, espoused values yang terdiri dari lima budaya yang disebut “Hi-Five”, yaitu jujur, profesional, konsisten, peduli, dan harapan atau cita-cita. Ketiga, basic underlying assumptions yang terdiri dari visi dan misi Restoran Karimata. Hasil evaluasi penerapan budaya Restoran Karimata oleh para karyawan mendapat skor total sebesar 3,34. Hal ini berarti secara keseluruhan para karyawan telah dapat menerapkan budaya Restoran Karimata dengan baik. Pada kegiatan evaluasi juga terlihat adanya perubahan perilaku kerja, kinerja karyawan, dan rata-rata jumlah pengunjung sebelum dan sesudah diterapkannya budaya Restoran Karimata. Disiplin kerja karyawan dan rata-rata jumlah pengunjung per minggu cukup mengalami peningkatan serta kualitas pelayanan juga membaik. Rumusan budaya Restoran Karimata telah dinilai sesuai dengan Restoran Karimata dan akan diterapkan untuk seterusnya dalam jangka waktu tertentu. 8.2
Saran Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan, saran yang dapat diberikan
oleh peneliti, yaitu; 1) Restoran Karimata diharapkan mampu untuk memelihara budaya restoran yang telah dirumuskan melalui cara formal maupun informal. Cara formal dapat dilakukan dengan menjadikan rumusan budaya “Hi-Five” sebagai acuan dalam perekrutan dan pelatihan calon karyawan. Sistem reward and punishment dapat dilakukan pada tahap awal pemeliharaan budaya bagi para karyawan tetap namun harus semakin dibatasi seiring berjalannya waktu. Cara informal dapat dilakukan dengan mengadakan acara atau pertemuan informal, seperti piknik bersama atau gathering untuk mengomunikasikan dan selalu mengingatkan akan budaya yang ada.
79
2) Perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengevaluasi penerapan budaya Restoran Karimata dengan menggunakan indikator-indikator yang lebih bersifat mendalam. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana para karyawan berhasil menerapkan budaya restoran yang telah dirumuskan dengan waktu penerapan yang lebih lama.
80
DAFTAR PUSTAKA Arifin Z. 2006. Evaluasi Penerapan Budaya perusahaan (Corporate Culture) oleh Karyawan PT. Kimia Tirta Utama [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Bangun W. 2008. Budaya Organisasi: Dampaknya pada Daya Saing Perusahaan. Jurnal Manajemen No. 1 Vol. 8 (November): 38-49 Griffin RW, Ebert RJ. 2005. Bisnis Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Indeks Hayani I. 2002. Analisis Budaya Perusahaan (Corporate Culture) dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Karyawan (Studi Kasus: PT. Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Jauhari MR. 2006. Pengaruh Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan Studi Kasus di Margaria Group [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Mangkunegara PAAA. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosda Moeljono D. 2005. Budaya Organisasi dalam Tantangan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Mulyono S. 2006. Analisis Budaya Organisasi Usaha Kecil dan Menengah. Jurnal Ekonomi dan Manajemen No. 1 Vol. 7 (Februari): 128-141 Ndraha T. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta O’Brien J. 2005. Pengantar Sistem Informasi Edisi Keduabelas. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Ojo O. 2009. Impact Assessment Of Corporate Culture On Employee Job Performance. Business Intelligence Journal No. 2 Vol. 2 (Agustus): 388397 Ramadhani D. 2008. Pengaruh Budaya Perusahaan (Corporate Culture) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Kantor Cabang PT. Bank X) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Risenasari H. 2009. Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Restoran Pringajajar Kabupaten Pealing Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Robbins SP. 2003. Perilaku Organisasi Jilid Dua Edisi Kesembilan. Jakarta: PT. Indeks Rusdiana R. 2011. Pengaruh Penerapan Gugus Kendali Mutu dan Budaya Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus: Departemen
81
Produksi, Rumah Potong Ayam PT Sierad Produce, Tbk - Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Sobirin A. 2007. Budaya Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Thoyib A. 2005. Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan No. 1 Vol. 7 (Maret): 60-73 Tika MP. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT. Bumi Aksara Umar H. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Wibowo B. 2000. Analisis Budaya Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pura Barutama Kudus [Tesis]. Semarang: Magister Manajemen Universitas Diponegoro Widuri R, Paramitha A. 2007. Analisis Hubungan Peranan Budaya Perusahaan Terhadap Penerapan Good Corporate Governance pada PT. Aneka Tambang, Tbk. Jurnal The Winners No. 2 Vol. 8 (September): 126-138 Wulandari D. 2006. Analisis Hubungan Faktor Budaya P erusahaan dengan Disiplin Kerja Karyawan (Studi Kasus pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Hasil Rataan Skor Elemen Tingkatan Budaya oleh Responden Internal Elemen Budaya Artifacts Penggunaan seragam kerja Briefing pagi Espoused Values Belief (keyakinan akan kemajuan restoran) Kejujuran Konsistensi Keteladanan Kedisiplinan Kepedulian Inisiatif Ketelitian Loyalitas Integritas Bersyukur Kerapihan Keramahan Kerja sama Saling menghargai Profesional Efisien Etika Kekeluargaan Optimis Semangat Kesopanan Komitmen Bertanggung jawab Kreatif Orientasi pelanggan Fokus Sabar Rajin Efektif Tegas Kebersamaan Berpikiran positif Kerja keras Ketanggapan Adaptif Orientasi lingkungan Tidak boros Objektif Keterbukaan Humoris
Rataan Skor 3,24 2,98 3,24 3,68 3,45 3,43 3,43 3,40 3,38 3,46 3,25 3,26 2,88 3,42 3,38 3,38 3,28 3,36 3,23 3,28 3,28 3,27 3,24 3,29 3,22 3,23 3,06 3,11 3,18 3,01 3,17 3,12 2,93 3,03 2,96 2,96 3,00 2,91 2,91 2,90 2,92 2,86 2,61
84
Lampiran 2. Hasil Rataan Skor Elemen Tingkatan Budaya oleh Responden Konsumen Elemen Budaya Artifacts Penggunaan seragam kerja Espoused Values Keramahan Kesopanan Kejujuran Etika Ketelitian Profesional Kekeluargaan Kerapihan Ketanggapan Komitmen Kedisiplinan Fokus Semangat Konsistensi Orientasi pelanggan Kepedulian Efektif Sabar Efisien Objektif Orientasi lingkungan Humoris
Rataan Skor 2,88 3,49 3,51 3,33 3,41 3,29 3,26 3,2 3,16 3,21 3,16 3,16 3,08 3,17 3,1 3,1 3,12 3,12 3,1 2,9 2,93 2,73 2,42
85
Lampiran 3. Hasil Rataan Skor Nilai Espoused Values oleh Responden Pemasok Nilai Kejujuran Ketelitian Profesional Etika Komitmen Integritas Kesopanan Keramahan Orientasi lingkungan Semangat Tegas Humoris
Rataan Skor 4 4 4 4 3,5 3,5 3,5 3,25 3,25 2,75 2,5 2,5
86
Lampiran 4. Daftar Menu Restoran Karimata
87
Lampiran 5. Daftar Fasilitas Restoran Karimata No. Fasilitas Deskripsi 1 Parking area (tempat parkir) Kapasitas tempat parkir dapat menampung 37 mobil dan terdapat petugas parkir yang mengatur parkir dan menjaga keamanan kendaraan. 2 Dining room (ruang makan) Kapasitas ruang makan dapat menampung 212 pengunjung, terdiri dari dua lantai, dan memiliki dua jenis tempat duduk (lesehan dan meja-kursi). 3 Toilet Karimata memiliki empat toilet yang terdiri dari dua jenis, yaitu dua toilet duduk dan dua toilet jongkok. 4 Mushola dan tempat wudhu Mushola berukuran 2,85x3,75 sentimeter yang berkapasitas 9 orang dan menyediakan mukena, sarung, dan sajadah untuk pengunjung. Tempat wudhu terdiri dari tiga keran air yang letaknya terpisah dari mushola. 5 Westafel (tempat cuci tangan) Terdapat tiga wastafel, yaitu dua di lantai atas dan satu di lantai bawah. 6 White board White board disediakan bagi pengunjung yang membutuhkan untuk melakukan presentasi (pengunjung rombongan).
88
Lampiran 6. Layout Restoran Karimata 1
6
5 5
2
3
3 7
8 9
5 1
11
0
34
12
Keterangan: 1. Beranda depan 2. Meja kasir 3. Tempat duduk lesehan 4. Westafel 5. Tempat duduk meja-kursi 6. Kantor 7. Mushola 8. Kamar tidur karyawan 9. Toilet 10. Gudang 11. Dapur utama 12. Dapur belakang (tempat pembakaran)
89
Lampiran 7. Dokumentasi 1. Fasilitas Restoran Karimata
2. Produk Khas Restoran Karimata
3. Kegiatan Para Karyawan Restoran Karimata
90