PERTEMUAN KE-I PENDAHULUAN
1. Definisi dan Pengertian Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari segala sesuatunya mengenai planit Bumi beserta isinya yang pernah ada. Geologi merupakan kelompok dari ilmuilmu yang membahas perihal sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur dalaman, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga sekarang.
Lingkungan secara umum dapat diartikan sebagai hubungan antara suatu obyek (entity) dengan sekitarnya. Hubungan antara suatu obyek dengan sekitarnya dapat bersifat aktif maupun pasif, dinamis ataupun statis. Dengan demikian geologi lingkungan dapat di-analogikan bahwa bumi sebagai suatu obyek yang dipengaruhi oleh lingkungannya, termasuk didalamnya adalah manusia sebagai salah satu unsur yang mempengaruhinya.
Geologi Lingkungan pada hakekatnya merupakan ilmu geologi terapan yang ditujukan sebagai upaya memanfaatkan sumberdaya alam dan energi secara efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan perikehidupan manusia masa kini dan masa mendatang dengan semininal mungkin mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Dengan kata lain geologi lingkungan dapat diartikan sebagai penerapan informasi geologi dalam pembangunan terutama untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk meminimalkan degradasi lingkungan sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dari pemanfaatan sumberdaya alam.
2. Permasalahan Lingkungan Permasalahan lingkungan muncul ketika eksploitasi sumberdaya alam mengabaikan prinsipprinsip pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan.
Contoh : a. Eksploitasi sumberdaya mineral seperti tambang batubara di Kalimantan Timur, tambang tembaga di Papua, dan tambang timah di Pulau Bangka. b. Eksploitasi sumberdaya hutan dan perubahan tataguna lahan yang terjadi di pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua yang berdampak pada rusaknya ekologi hutan tropis, struktur tanah dan sistem hidrologi air tanah. c. Perubahan tataguna lahan yang terjadi di berbagai wilayah dalam skala besar telah berakibat pada punahnya sebagian habitat fauna dan flora serta terganggunya ekosistem. d. Meningkatnya populasi manusia menyebabkan peningkatan permintaan sumberdaya mineral, sumberdaya energi, sumberdaya lahan.
3. Hal-hal yang harus diperhatiakan dalam mengeksploitasi sumberdaya alam a. Bumi adalah suatu benda yang terbatas, mempunyai dimensi (ukuran) yang tetap dan tidak berubah (sistem tertutup); b. Berbagai jenis material bumi tidak selalu ada disuatu lokasi tertentu dan jumlahnya terbatas; c. Bumi adalah suatu benda yang dinamis, batuan, air dan udara bergerak dalam suatu gerakan yang kontinu; d. Bumi beserta kejadian-kejadian yang bekerja di dalamnya ditentukan dalam ukuran waktu. Proses-proses alam seperti gempa bumi, erupsi gunungapi, banjir, gerakan tanah, dapat terjadi dalam waktu yang sangat cepat maupun lambat (seperti tumbukan lempeng).
PERTEMUAN KE-II PROSES GEOLOGI
Proses Geologi dan Perubahan Bentangalam
Interaksi Litosfir, Hidrosfir, Atmosfir dan Biosfir
Dalam skema diperlihatkan hubungan yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi antara Litosfir yang merupakan bagian paling luar dari Bumi yang bersifat padat, dengan Atmosfir (udara) dan Hidrosfir (selaput air), yang kemudian menciptakan Biosfir yang merupakan bagian dari Bumi dimana terdapat interaksi antara ketiganya dan kehidupan di Bumi. Interaksi ini menyebabkan sifat bumi yang dinamis.
Gaya Endogen Gaya endogen adalah gaya yang berasal dari dalam bumi, seperti aktivitas tektonik berupa pergerakan lempeng-lempeng yang menghasilkan pembentukan pegunungan (orogenesa), aktivitas magmatis yang berupa intrusi magma ke permukaan atau dekat permukaan bumi, dan aktivitas volkanisma berupa pembentukan gunungapi, erupsi/letusan gunungapi: aliran lava maupun semburan material piroklastik.
Aktivitas Tektonik Aktivitas Tektonik adalah aktivitas yang berasal dari pergerakan lempeng-lempeng yang ada pada kerak bumi (lithosphere). Hasil dari tumbukan antar lempeng dapat menghasilkan pegunungan (orogenesa), aktivitas magmatis dan aktivitas gunungapi (volcanism).
Teori Tektonik Lempeng Teori Tektonik Lempeng adalah suatu teori yang mendasarkan pada hipotesa “Pemekaran Lantai Samudra” (Sea-floor spreading) dan hipotesa “Pengapungan Benua” (Continental drift).
Teori Sea Floor Spreading
Teori Continental Drift
Paleomagnetisme dan Pemekaran Lantai Samudra
PERTEMUAN KE-III PERTEMUAN KE-IV PERTEMUAN KE-V
Proses Perkembangan Benua Gondwana (Pangea) Sejak 200 Juta Tahun Yang Lalu Hingga Saat Ini
Aktivitas magmatis adalah segala aktivitas magma yang berasal dari dalam bumi. Pada hakekatnya aktivitas magmatis dipengaruhi oleh aktivitas tektonik, seperti tumbukan lempeng baik secara convergent, divergent dan atau transform. Vulkanisma dapat didefinisikan sebagai tempat atau lubang diatas muka Bumi dimana daripadanya dikeluarkan bahan atau bebatuan yang pijar atau gas yang berasal dari bagian dalam bumi ke permukaan, yang kemudian produknya akan disusun dan membentuk sebuah kerucut atau gunung.
Bentangalam Endogen a. Bentangalam Struktural (Structural landforms) adalah bentangalam yang proses pembentukannya dikontrol oleh gaya tektonik seperti perlipatan dan atau patahan. b. Bukit Antiklin (anticlinal ridges) adalah bentangalam yang berbentuk bukit dengan litologi yang mendasarinya berstruktur antiklin.
c. Lembah Antiklin (synclinal valleys) adalah bentangalam yang berbentuk lembah dengan litologi yang mendasarinya berstruktur antiklin. d. Bukit Sinklin (synclinal ridges) adalah bentangalam yang berbentuk bukit dengan litologi yang mendasarinya berstruktur sinklin. e. Lembah Sinklin (synclinal valleys) adalah bentangalam yang berbentuk lembah dengan litologi yang mendasarinya berstruktur sinklin. f. Bukit Monoklin (monoclinal ridges) adalah bentangalam yang berbentuk bukit dimana litologi yang mendasarinya memiliki kemiringan lapisan yang searah / seragam. g. Bukit Patahan (faulting ridges) adalah bentangalam berbentuk bukit yang proses kejadiannya dikontrol oleh struktur patahan. h. Gawir (scarps) adalah bentangalam berbentuk bukit memanjang serta berlereng terjal sebagai bidang patahan/sesar. i.
Amblesan (graben) adalah bentangalam depresi berbentuk datar dan dibatasi oleh bidang-bidang sesar sebagai hasil block faulting.
j.
Tonjolan (horst) adalah bentangalam yang berbentuk bukit yang dibatasi oleh bidangbidang sesar merupakan hasil block faulting.
k. Bukit Patahan (faulting ridges) adalah bentangalam berbentuk bukit yang proses kejadiannya dikontrol oleh struktur patahan.
Bentangalam Gunungapi a. Bentangalam gunungapi (Volcanic landforms) adalah bentangalam yang kejadiannya akibat aktivitas gunungapi. b. Kerucut Gunungapi (volcanic cones) adalah bentangalam yang berbentuk kerucut dan merupakan bagian dari badan gunungapi. c. Kaki Gunungapi (volcanic footslopes) adalah bentangalam yang berbentuk landai dan merupakan bagian dari gunungapi. d. Kaldera (calderas) adalah bentangalam kawah yang sangat luas terbentuk karena proses erupsi berupa ledakan (explosive) dan merupakan bagian kepundan gunungapi. e. Kawah (craters) adalah bentangalam kepundan gunungapi dan merupakan bagian gunungapi. f. Jenjang Gunungapi (volcanic-necks) adalah bentangalam yang berbentuk seperti tiang atau leher merupakan sisa hasil denudasi gunungapi. g. Gunungapi Parasit (parasitic Cones) adalah bentangalam berbentuk kerucut yang keberadaannya menumpang pada badan gunungapi.
PERTEMUAN KE-III PERUBAHAN BENTANGALAM
1. Bentangalam Instrusi Bentangalam
Intrusi (Intrusive
landforms) adalah
bentangalam
yang
proses
embentukkannya dikontrol oleh aktivitas magma. Bukit intrusi adalah bentangalam yang berbentuk bukit dengan material penyusunnya adalah intrusi batuan beku. Plateau Basalt bentangalam yang berbentuk dataran dengan material penyusunnya adalah batuan beku basalt.
2. Gaya Eksogen Gaya eksogen adalah gaya-gaya yang berasal dari bagian luar kulit bumi, yaitu proses yang terjadi dari interaksi antara selaput hidrosfir, atmosfir, litosfir, dan biosfir. Atmosfir dan Hidrosfir adalah bahan yang berwujud udara dan air, atau yang sehari-hari kita kenali sebagai atmosfera dan hidrosfera.
Selaput udara (atmosfera) Selaput atau lapisan udara ini sepintas nampaknya tidak mempunyai peranan yang berarti terhadap lingkungan geologi. Sebenarnya fungsi dari Atmosfera adalah: (1) merupakan media perantara untuk memindahkan air dari lautan melalui proses penguapan ke daratan yang kemudian jatuh kembali sebagai hujan dan salju; (2) merupakan salah satu gaya utama dalam proses pelapukan, dan ketiga bertindak sebagai pengatur khasanah kehidupan dan suhu di atas permukaan Bumi. Atmosfera disini berfungsi sebagai pelindung dari permukaan Bumi terhadap pancaran sinar ultra-violet yang tiba di atas permukaan bumi dalam jumlah yang berlebihan.
Selaput air (hidrosfera) Menempati ruang mulai dari bagian atas atmosfir hingga menembus ke kedalaman 10 Km dibawah permukaan Bumi, yang terdiri dari samudra, gletser, sungai dan danau, uap air
dalam atmosfir dan airtanah. Termasuk kedalam selaput ini adalah semua bentuk air yang berada diatas dan didekat permukaan Bumi.
Air Permukaan Apabila air jatuh keatas permukaan Bumi, maka beberapa kemungkinan dapat terjadi. Air akan terkumpul sebagai tumpukan salju didaerah-daerah puncak pegunungan yang tinggi atau sebagai gletser. Ada pula yang terkumpul didanaudanau. Yang jatuh menimpa tumbuhtumbuhan dan tanah, akan menguap kembali kedalam atmosfir atau diserap oleh tanah melalui akar-akar tanaman, atau mengalir melalui sistim sungai atau aliran bawah tanah. Diatas permukaan Bumi, air akan mengalir melalui jaringan pola aliran sungai menuju bagian-bagian yang rendah. Setiap pola aliran mempunyai daerah pengumpulan air yang dikenal sebagai “daerah aliran sungai” atau disingkat sebagai DAS atau “drainage basin”.
Air-Tanah (Groundwater) Semua air yang ada dibawah permukaan Bumi (tanah), dikelompokan sebagai air-tanah. Dalam daur hidrologi nampak bahwa air-tanah hanya menempati 0.6% saja dari seluruh air tawar yang ada. Air-tanah menerima pemasukan air (recharge) air dari air yang jatuh diatas permukaan Bumi melalui proses infiltrasi yang kemudian bergerak mengalir memasuki batuan dan lapisan tanah, sampai keluar lagi sebagai sumber-sumber air (discharge), dan kembali ke permukaan sebagai sungai, atau tertahan sementara sebagai danau atau di rawa-rawa.
Pelapukan proses desintegrasi atau dekomposisi dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Pelapukan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, temperatur dan komposisi kimia dari mineral-mineral penyusun batuan. Terdapat 3 (tiga) jenis pelapukan yang kita kenal, yaitu pelapukan mekanis, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis.
Erosi adalah proses pengikisan yang terjadi pada batuan maupun hasil pelapukan batuan (tanah) oleh media air, angin, maupun es/gletser. 1. Erosi alur (riil erosion) adalah erosi yang berbentuk alur-alur dengan ukuran lebar lembahnya berkisar antara beberapa milimeter hingga beberapa centimeter. 2. Erosi lembar (sheet erosion) adalah erosi yang berbentuk lembaran dengan ukuran sesuai dengan bidang yang dierosi. 3. Erosi drainase (ravine erosion) adalah erosi yang berbentuk saluran dengan ukuran lebar lembahnya berkisar antara beberapa centimeter hinggga satu meter. 4. Erosi saluran (gully erosion) adalah erosi yang berbentuk saluran dengan ukuran lebar lembahnya lebih besar 1 satu meter hingga beberapa meter. 5. Erosi lembah (valley erosion) adalah erosi yang berbentuk lembah dengan ukuran lebar lembahnya diatas sepuluh meter
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranport oleh media air, angin, es/gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dari proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan Sand Dunes yang terdapat di gurun-gurun dan di tepi pantai adalah hasil dari pengendapan materialmaterial yang diangkut oleh angin.
Bentangalam Eksogen Bentangalam eksogen adalah bentuk-bentuk bentangalam yang proses pembentukannya/ genetikanya dikontrol oleh gaya eksogen. Bentangalam eksogen dikenal juga sebagai bentangalam destruksional (destructional landforms).
Bentangalam hasil aktivitas sungai a. Endapan Kipas Aluvial (Alluvium fan deposits) b. Endapan Teras Sungai / Undak Sungai (Terrace river deposits) c. Tanggul Alam (Levee) d. Endapan Dataran banjir (Floodplain deposits) e. Gosong Pasir (Bar) f. Endapan Sungai Teranyam (Braided stream deposits) g. Endapan Point bar deposit h. Endapan Danau Tapal Kuda (oxbow lake) i.
Endapan Rawa
Bentangalam hasil aktivitas pantai a. Delta b. Tanjung c. Teluk d. Stack dan Arches e. Wave-cut platform f. Tanggul (Barrier) g. Lagoon h. Pantai submergent i.
Pantai emergent
Bentangalam hasil aktivitas angin a. Sand dunes adalah bentangalam yang berbentuk bukit bukit pasir berpola parabolic atau ellipsoid dan merupakan hasil pengendapan partikel-partikel pasir yang diangkut oleh angin.
b. Arroyos adalah bentangalam yang terbentuk sebagai akibat dari aliran air hujan yang membawa partikel-pasir yang mengisi bagian gullies dan valley dan umumnya terdapat di daerah yang beriklim arid. c. Pediment adalah bentangalam berbentuk dataran landau merupakan endapan yang terletak dikaki-kaki bukit merupakan hasil erosi perbukitan disekitarnya. d. Inselberg adalah bentangalam berbentuk perbukitan memanjang dan merupakan sisa hasil erosi angin. e. Plateau adalah bentangalam yang berbentuk bukit dengan permukaan yang relatif datar serta memiliki kemiringan lereng yang kecil. Bentangalam plateau umumnya berada di daerah beriklim arid yang di dominasi oleh iklim kering dan proses fluviatil. f. Mesa adalah bentangalam berupa bukit terisolir berbentuk meja, merupakan sisa denudasi dengan lapisan batuan datar yang keras sebagai penutupnya. Butte adalah bentuk bentangalam sisa hasil erosi morfologi Mesa.
Bentangalam sisa-sisa organisme a. Pepino Hill adalah bentangalam perbukitan yang tersusun dari kerucut-kerucut batugamping (terumbu karang). b. Polliyee adalah bentangalam yang berbentuk amphitheatre hasil erosi pada perbukitan batugamping. c. Karst adalah bentangalam yang berupa perbukitan dari material batugamping yang telah mengalami pelarutan yang cukup intensif. d. Dolina adalah lubang-lubang berbentuk kerucut terbalik sebagai hasil pelarutan air di daerah morfologi karst. e. Ovala adalah lubang-lubang berbentuk silinder hasil pelarutan air di daerah morfologi karst. f. Stalaktit adalah bentuk kolom-kolom batugamping hasil pelarutan yang menggantung sedangkan kolom-kolom yang berada dibawahnya disebut dengan Stalakmit.
PERTEMUAN KE-IV GEOMORFOLOGI
Pendahuluan
Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya.
Bentangalam (landscape) didefinisikan sebagai panorama alam yang disusun oleh elemen-elemen geomorfologi dalam dimensi yang lebih luas dari terrain.
Bentuk-lahan (landforms) adalah komplek fisik permukaan ataupun dekat permukaan suatu daratan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia.
Peta Geomorfologi Peta geomorfologi didefinisikan sebagai peta yang menggambarkan bentuk lahan, genesa beserta proses yang mempengaruhinya dalam berbagai skala. Berdasarkan definisi diatas maka suatu peta geomorfologi harus mencakup hal hal sebagai berikut:
Peta geomorfologi menggambarkan aspek-aspek utama lahan atau terrain disajikan dalam bentuk simbol huruf dan angka, warna, pola garis dan hal itu tergantung pada tingkat kepentingan masing-masing aspek.
Peta geomorfologi memuat aspek-aspek yang dihasilkan dari sistem survei analitik (diantaranya
morfologi
dan
morfogenesa)
dan
sintetik
(diantaranya
proses
geomorfologi, tanah /soil, tutupan lahan).
Unit utama geomorfologi adalah kelompok bentuk lahan didasarkan atas bentuk asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin, karts, angin dan es).
Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya.
Peta geomorfologi untuk tujuan sains memberi Informasi mengenai hal-hal berikut : a. Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh kepada pembentukan bentang alam disuatu tempat b. Bentuk-bentuk bentangalam apa yang telah terbentuk karenanya. Pada umumnya halhal tersebut diuraikan secara deskriptif. Peta geomorfologi yang disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta yang menunjang ganesa dan bentuk diutamakan.
Peta Geomorfologi untuk tujuan terapan akan lebih banyak memberi informasi mengenai geometri dan bentuk permukaan bumi seperti tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya. Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dari proses seperti : a. Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan sebagainya) b. Besaran dan proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa intensitasnya, dan sebagainya)
Skala Peta dan Peta Geomorfologi Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta geomorfologi. Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang dibuat berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta yang digunakan. Di Indonesia peta topografi yang umum tersedia dengan skala 1: 20.000, 1: 1.000.000, 1: 500.000, 1: 250.000, 1: 100.000, 1:50.000 dan beberapa daerah (terutama di Jawa) telah terpetakan dengan skala 1 : 25.000. Untuk kepentingan-kepentingan khusus sering dibuat peta berskala besar dengan pembesaran dari peta yang ada, atau dibuat sendiri untuk keperluan teknis, antara lain peta 1:10.000, 1: 5.000, dan skala-skala yang lebih besar lagi.
PERTEMUAN KE-V SUMBERDAYA AIR
Sumberdaya Alam Sumberdaya alam adalah semua sumberdaya, baik yang bersifat terbarukan (renewable resources) maupun sumberdaya tak terbarukan (non-renewable resources). Sumberdaya alam tak terbarukan dalam ilmu geologi disebut juga sebagai sumberdaya geologi. Keterdapatan dan ketersediaan sumberdaya geologi disuatu wilayah sangat tergantung pada kondisi geologinya. Persebaran sumberdaya geologi di bumi tidak merata, dibeberapa tempat dijumpai sumberdaya geologi yang cukup melimpah sedangkan ditempat lainnya hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Sumberdaya Air Air merupakan salah satu sumberdaya geologi yang sangat penting dan vital, tidak saja diperlukan oleh semua makhluk hidup, tetapi juga diperlukan bagi proses-proses geologi. Aktivitas air di permukaan bumi, batuan, tanah, udara, dan lautan mempunyai arti penting dan secara berkelanjutan akan berdampak terhadap aktivitas manusia. Adapun pemanfaatan sumberdaya air oleh manusia antara lain untuk air minum, irigasi, pembangkit tenaga listrik, proses pendinginan pada industri dan pembangkit tenaga serta untuk sarana olahraga dan rekreasi. Air yang ada di bumi terdapat pada suatu lapisan yang disebut dengan lapisan hidrosfer. Air yang berada dalam hidrosfer tersebat di lautan, atmosfer, tanah, bawah tanah, danau, sungai, dan gunung es di kutub bumi.
Distribusi Air
Siklus hidrologi Air yang yang terdapat di bumi berada dalam suatu lapisan hidrosfer dan seluruh air yang terdapat di lapisan hidrosfer ini akan mengikuti siklus hidrologi, yaitu suatu sirkulasi yang sangat komplek dari air diantara lautan, atmosfer, dan daratan. Dalam hal ini air yang berada di lautan dapat disebut sebagai reservoir, dan oleh energi radiasi matahari, air di lautan maupun daratan akan mengalami penguapan (evaporasi) masuk kedalam atmosfer. Temperatur udara dan temperatur permukaan air laut serta kecepatan angin merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya penguapan. Uap air yang masuk ke atmosfer kemudian akan dialirkan oleh masa udara ke seluruh bagian bola bumi. Apabila air yang ada di atmosfer mengalami presipitasi (pengembunan) maka uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel air yang pada gilirannya jatuh kembali ke bumi sebagai air hujan atau sebagai salju. Air yang turun di daratan akan berinteraksi dengan material kulit bumi dan dapat terjadi beberapa kemungkinan antara lain infiltrasi masuk kedalam tanah (pori-pori tanah), pori-pori batuan sebagai air tanah dangkal dan air tanah dalam (shallow water and deep water), mengalir di permukaan tanah sebagai air permukaan (surface runoff /run off water), masuk ke dalam saluran-saluran sungai dan pada akhirnya
mengalir masuk kembali ke laut. Sebagian air yang jatuh di daratan yang bervegetasi, maka airakan ditahan oleh akar-akar tanaman dan air yang jatuh dan berada di dedaunan pohon sebagian akan mengalami evapotranspirasi (evaporasi dan transpirasi). Pada gambar diilustrasikan sirkulasi air (siklus hidrologi) mulai dari lautan, masuk ke atmosfer dan jatuh di daratan dan kemudian kembali lagi kelaut.
Daur Hidrologi
Permasalahan Air dan Pengendaliannya
Pasokan Air (Water Supply)
Air Permukaan (Surface Water)
Air Tanah (Ground Water)
Banjir (Flooding)
Erosi Tanah (Soil Erosion)
Amblesan (Subsidence)
Sedimentasi (Sedimentation)
Kualitas Air (Water Quality)
Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan batuan (tanah). Berdasarkan jenisnya sumberdaya mineral dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu: (1) Sumderdaya mineral logam dan (2) Sumberdaya mineral non-logam. Tembaga, besi, nikel, emas, perak, timah adalah beberapa contoh dari material yang berasal dari mineral logam, sedangkan kuarsa (silika), muskovit (mika), batu pasir, bentonit, lempung adalah beberapa contoh material yang berasal dari mineral non-logam. Penggolongan sumberdaya mineral menurut undang-undang pertambangan (DESM) adalah: 1. Bahan Galian Vital : Uranium, Emas, Platina, Minyakbumi, dll 2. Bahan Galian Strategis : Nikel, Tembaga, Timah, dll 3. Bahan Galian Industri : Gamping, Kuarsa, lempung, tufa, dll
Ganesa Sumberdaya Mineral Pada dasarnya sumberdaya mineral diperoleh dari hasil ekstraksi batuan-batuan yang ada di bumi. Yang menjadi pokok persoalan adalah ketersediaan dan keterdapatan sumberdaya mineral di bumi tidak merata, karena sangat dipengaruhi oleh sebaran batuannya (kondisi geologinya). Berbagai jenis sumberdaya mineral dapat dijumpai dalam batuan tertentu, seperti Timah yang berasal dari mineral Casiterite, Tembaga yang berasal dari mineral Chalcopyrite, sedangkan Seng yang berasal dari mineral Sfalerite. Mineralmineral yang mengandung unsur logam tersebut ditemukan berasosiasi dengan jenis dan kelompok batuan tertentu. Mineral dapat kita definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atomatom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis.
Penggolongan Mineral Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi mineral Silikat dan mineral Nonsilikat. Terdapat 8 (delapan) kelompok mineral Non-silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen, Halid, Karbonat, Hidroksida, dan Phospat.
Mineral Silikat. Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi). Mineral Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan.
PERTEMUAN KE-VI INFORMASI GEOHIDROLOGI UNTUK PENATAAN RUANG
Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres RI No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur Pasal 1 angka 5. Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur yang selanjutnya disebut Jabodetabekpunjur adalah kawasan strategis nasional yang meliputi seluruh wilayah Prov. DKI Jakarta, sebagian wilayah Provimsi Jawa Barat dan sebagai Wilayah Provinsi Banten. Berkaitan dengan penataan ruang di kawasan Jabodetabekpunjur, hidrogeologi (sumber daya air tanah) merupakan salah satu aspek yang perlu ditelaah secara lintas batas administrasi yakni bagian dari telaahan secara menyeluruh dari pelbagai aspek lingkungan (geo-bio-fisik-eksos). Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang setidak- tidaknya mencakup dua hal sebagai berikut: 1. Info potensi air tanah pada setiap CAT yang didasarkan kriteria kuantitas & kualitas AT pada kondisi aktual. 2. Perlindungan AT & lingkungannya pada setiap CAT yg mencakup DIAT (sebagai kawasan lindung AT) & DLAT (sebagai kawasan budidaya AT).
Cekungan Air Tanah (Groundwater Basin) UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 1 angka 12, cekungan air tanah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas- batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, & pelepasan air tanah berlangsung.
Daerah Imbuhan Air Tanah (Groundwater Recharge Area) PP No. 43 Tahun 2008 Pasal 1 angka 4, daerah imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah.
Daerah Lepasan Air Tanah (Groundwater Discharge Area) PP No. 43 Tahun 2008 Pasal 1 angka 5, daerah lepasan air tanah dalah daerah keluaran air tanah yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah.
Pengimbuhan, Pengaliran, & Pelepasan Air Tanah Dalam Cekungan Air Tanah
Daerah Imbuhan Air Tanah & Daerah Lepasan Air Tanah Di Kawasan Jabodetabekpunjur
Potensi Air Tanah Di Kawasan Jabodetabekpunjur
Skema Penampang Geologi/Hidrogeologi Jakarta-Bogor
Dampak Pengambilan Air Tanah 1. Penurunan Muka Air Tanah
Sistem Akuifer Tidak Tertekan (d <40 m) JakPus (3,4 m), JakTim (0,2-3,5 m), & JakSel (0,2-5,5 m)
Sistem Akuifer Tertekan Atas (d : 40-140 m) JakUt (0,1-4,4 m), JakPus (0,4-2,8 m), JakTim (0,2-5,7 m), JakSel (0,3-3,3 m), JakBar (0,44,1 m), Kota Depok (0,5-4,4 m), Kota Tangerang & Kab. Tangerang (2,4-5,2 m), Kota Bekasi & Kab. Bekasi (0,8-7,2 m), Kab. Bogor (1,0-1,9 m)
Sistem Akuifer Tertekan Bawah (d >40 m) JakUt (0,2-5,3 m), JakPus (0,4-7,4 m), JakTim (0,02-0,9 m) & JakBar (0,1-2,4 m).
2. Penurunan Kualitas Air Tanah
Sistem Akuifer Tidak Tertekan (d <40 m) Peningkatan DHL Air Tanah di JakUt (1.385-3.560 μs/Cm), JakBar (175-4.920 μs/Cm), & Kota Tangerang (107-697 μs/Cm)
Sistem Akuifer Tertekan Atas (d : 40-140 m) Peningkatan DHL air tanah antara lain di wilayah JakUt (6.990 μs/Cm)
Sistem Akuifer Tertekan Bawah (d >40 m) JakBar (8-930 μs/Cm), JakUt (44-239 μs), JakPus (38 μs/Cm), JakSel (21 μs/Cm), & Kota Bekasi (235 μs/Cm).
3. Amblesan Tanah Indikasi amblesan tanah di Jakarta:
Retaknya bangunan di Kompleks Toko Sarinah (Jln MH. Thamrin, JakPus)
Genangan air laut pasang di daerah Kapuk & Cengkareng (JakBar) serta Kamal (JakUt).
Miringnya Menara Museum Bahari (Pasar Ikan, JakUt).
Terangkatnya konstruksi pondasi sumur pantai di daerah Tongkol, Pasar Ikan (Jakut), sumur produksi di Kompleks Kantor Kel. Kamal Muara dan sumur produksi di Kompleks PT IGI, Ancol (JakUt).
Genangan air (banjir) akibat Amblesan Tanah di Daerah Cengkareng, Tangerang
Upaya Untuk Mencegah/Mengurangi Dampak Negatif 1.
Pengendalian Qabs dengan mengacu kepada Peta Pengendalian Pengambilan Air Tanah.
2.
Upaya pemulihan kedudukan muka air tanah dg menerapkan skenario Qabs.
Catatan Penutup 1.
Batasan HG untuk penataan ruang disajikan dalam bentuk peta (sangat bergantung pada kedalaman informasinya) jumlah AT yang boleh diambil? cocok untuk keperluan apa? dampak apa yang akan timbul? Dapat ditetapkan bila pemahaman atas batasan HG sudah diperoleh.
2.
Berdasarkan pemahaman batasan HG thdp ketersediaan AT di kwsn Jabodetabekpunjur, pengaturan secara bijaksana untuk perlindungan & budi daya AT dapat dilakukan yang mencakup perencanaan regional DIAT & DLAT di wilayah administrasi yang termasuk dalam kawasan Jabodetabekpunjur.
3.
Upaya perlindungan DIAT & pembatasan penggunaan AT di DLAT wajib dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dg kewenangannya.
4.
Peta Kerusakan AT dpt digunakan sbg dasar penataan ruang dari sudut pandang keairtanahan. Pada zona kritis tidak ada izin baru untuk & Qabs & mengurangi Qabs scr bertahap. Pada zona rusak dilarang melakukan Qabs & pembuatan imbuhan buatan.
5.
Kendala yang kemungkinan dijumpai dlm penataan ruang:
Perbedaan kepentingan (conflict of interest) dari setiap sektor & wilayah administrasi dapat menyebabkan perlindungan AT & lingkungannya tidak optimal.
Penataan ruang menyangkut pelbagai aspek shg memungkinkan terjadi pertentangan antarkepentingan.
Kondisi ekonomi masyarakat yg kurang baik dpt menimbulkan sikap kurang peduli terhadap lingkungan sehingga dikhawatirkan akan mengabaikan azas keseimbangan & kelestarian dlm penataan ruang.
6.
Kendala dapat diatasi dengan upaya yang dilakukan secara terus-menerus terutama yang berkaitan dengan 1) keterpaduan, antarsektor & pemda, 2) pemantauan kondisi AT & lingkungannya, 3) penyuluhan.
PERTEMUAN KE-VII SUMBERDAYA MINERAL
Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan batuan (tanah). Berdasarkan jenisnya sumberdaya mineral dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu: (1). Sumderdaya mineral logam dan (2). Sumberdaya mineral non-logam. Tembaga, besi, nikel, emas, perak, timah adalah beberapa contoh dari material yang berasal dari mineral logam, sedangkan kuarsa (silika), muskovit (mika), batu pasir, bentonit, lempung adalah beberapa contoh material yang berasal dari mineral non-logam. Penggolongan sumberdaya mineral menurut undang-undang pertambangan (DESM) adalah: 1. Bahan Galian Vital : Uranium, Emas, Platina, Minyakbumi, dll 2. Bahan Galian Strategis : Nikel, Tembaga, Timah, dll 3. Bahan Galian Industri : Gamping, Kuarsa, lempung, tufa, dll
Ganesa Sumberdaya Mineral Pada dasarnya sumberdaya mineral diperoleh dari hasil ekstraksi batuan-batuan yang ada di bumi. Yang menjadi pokok persoalan adalah ketersediaan dan keterdapatan sumberdaya mineral di bumi tidak merata, karena sangat dipengaruhi oleh sebaran batuannya (kondisi geologinya). Berbagai jenis sumberdaya mineral dapat dijumpai dalam batuan tertentu, seperti Timah yang berasal dari mineral Casiterite, Tembaga yang berasal dari mineral Chalcopyrite, sedangkan Seng yang berasal dari mineral Sfalerite. Mineralmineral yang mengandung unsur logam tersebut ditemukan berasosiasi dengan jenis dan kelompok batuan tertentu. Mineral dapat kita definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atomatom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis.
Penggolongan Mineral Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi mineral Silikat dan mineral Nonsilikat. Terdapat 8 (delapan) kelompok mineral Non-silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen, Halid, Karbonat, Hidroksida, dan Phospat. Mineral Silikat. Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi). Mineral Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan.
Batuan Jenis Batuan : 1. Batuan Beku Batuan Beku adalah batuan hasil pembekuan magma Berdasarkan sifat magmanya (komposisi kimiawinya), batuan beku dapat dibagi menjadi 4 , yaitu :
Batuan Beku Asam : Granite, Rhyolit
Batuan Beku Intermediate : Diorit, Andesit
Batuan Beku Basa: Gabro, basalt
Batuan Ultra Basa : Peridotit, Dunit
2. Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah batuan yang berasal dari hasil rombakan batuan beku, sedimen, metamorf yang kemudian mengalami perpindahan / transportasi oleh media air / angin / es / gletser, diendapkan disuatu cekungan yang kemudian mengalami proses kompaksi, diagenesa, dan litifikasi. Berdasarkan genesanya, Batuan Sedimen dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Batuan Sedimen Klastik : Konglomerat/Breksi, Batupasir, Batulanau, dan Batulempung
Batuan Sedimen Non-Klastik terdiri dari sedimen kimiawi : Halit, Rijang, dan sedimen organik : Batugamping, Batubara
3. Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan asal (beku, sedimen, metamorf) yang berubah karena mengalami kenaikan temperatur atau tekanan atau kedua-duanya (P dan T).
Siklus Batuan
Kebutuhan Sumberdaya Mineral Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya permintaan mineral logam di dunia adalah: 1. Peningkatannya jumlah populasi manusia di dunia 2. Meningkatnya standar hidup manusia di Negara berkembang 3. Meningkatnya status negara (misalnya Negara berkembang menjadi negara maju)
Keterdapatan sumberdaya mineral di bumi sangat tergantung kepada kondisi geologinya dan tidak semua negara memiliki sumberdaya mineral yang mereka perlukan. Ganesa / pembentukan sumberdaya mineral ditentukan oleh asosiasi batuannya, misalnya nikel akan berasosiasi dengan batuan beku ultrabasa, sedangkan timah berasosiasi dengan batuan beku asam seperti granit.
Dampak Lingkungan Pada Pertambangan 1. Tahap Eksplorasi Biasanya pada tahap eksplorasi di mulai dengan penyelidikan di permukaan bumi yang diawali dengan survei geofisika dipermukaan tanah serta survei udara, kemudian dilanjutkan dengan survey geokimia dengan metoda stream sediment sampling, soil sampling, rock sampling yang kemudian dilanjutkan dengan pemboran (drilling), pembuatan paritan (trenching), dan peledakan (blasting).
2. Tahap Eksploitasi/Penambangan Pada tahap ini yang terpenting dan perlu diperhatikan adalah ketika alat-alat berat mulai masuk kelokasi penambangan serta sejumlah besar material (limbah material padat), baik yang berasal dari batuan maupun pengupasan lapisan tanah untuk mendapatkan mineral-mineral yang diinginkan; dimana limbah material padat ini harus dipindahkan ke lokasi-lokasi diluar lokasi tambang. Pengelolaan limbah padat yang berasal dari tahap eksploitasi/penambangan harus dikelola secara hati-hati sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan dampak lingkungan yang berupa pencemaran, degradasi lingkungan dan polusi.
Tahap Pemprosesan Mineral Pembuangan limbah yang berasal dari pemrosesan mineral-mineral merupakan permasalahan yang sangat unik dan komplek. Pemrosesan mineral dapat terdiri dari pencucian untuk memisahkan lempung p g dan pasir, proses penggerusan, penggilingan dan pemisahan material-material yang tidak ekonomis (limbah padat) lebih besar dibandingkan dengan material-material yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu perbandingannya berkisar antara 10 : 90 atau bahkan mencapai 0,5 : 99,5, sehingga pada tahap ini volume limbah dari material yang tidak terpakai menjadi suatu masalah tersendiri.
Dalam teknik penambangan terdapat 3 (tiga) dampak lingkungan yang sangat khas, yaitu : 1. Hidraulicking Hidraulicking
adalah
sistem
penambangan
yang
dilakukan
dengan
cara
menyemprotkan air terhadap material yang akan ditambang. Adapun dampak yang dapat terjadi pada sistem penambangan ini adalah endapan-endapan material yang diendapkan oleh sungai akan menimbun daerah seperti daerah pertanian ataupun daerah pemukiman.
2. Dredging Dredging adalah sistem penambangan yang dilakukan dengan cara menggunakan mesin keruk. Umumnya dilakukan disepanjang pantai dan sungai, untuk mendapatkan bahan baku pasir dan kerikil sebagai bahan bangunan. Dampak dari sistem penambangan model ini umumnya adalah terjadinya kolam kolam air yang ada disepanjang sungai akibat pengerukan oleh mesin keruk. Degradasi lingkungan yang mungkin terjadi pada sistem penambangan dengan metoda ini adalah terganggunya sistem hidrologi air tanah.
3. Strip Mining Strip Mining adalah sistem penambangan yang dilakukan dengan cara mengupas lapisan tanah dan batuan yang menutupi lapisan batuan yang akan di tambang, seperti lapisan batubara. Adapun dampak dari sistem penambangan seperti ini adalah material tanah yang tidak terpakai hasil pengupasan sebagai limbah padat. Disamping itu lahan bekaspenambangan mengalami degradasi, karena untuk dapat ditanami kembali akan memakan waktu yang lama, karena lapisan tanah yang subur sudah terkupas dan dampak lainnya adalah terganggunya sistem hidrologi tanah.
PERTEMUAN KE-VIII TEKNIK ANALISIS ASPEK FISIK & LINGKUNGAN, EKONOMI SERTA SOSIAL BUDAYA DALAM PENYUSUNAN TATA RUANG
Tujuan sosialisasi pedoman teknik analisis aspek fisik & lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam penyusunan tata ruang yaitu untuk menyebarluaskan informasi mengenai isi buku tersebut dengan menggunakan modul terapan dari pedoman teknik analisis aspek fisik & lingkungan, ekonomi serta sSosial budaya dalam penyusunan tata ruang. Modul terapan pedoman teknik analisis aspek fisik lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang, disusun untuk memberikan penjelasan sistematis mengenai substansi pedoman dan cara menerapkan buku pedoman dalam perencanaan tata ruang.
Apa yang dimaksud dengan pedoman teknik analisis aspek fisik lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang? Buku pedoman yang berisikan penjelasan mengenai berbagai cara/teknik mengolah data untuk menganalisis aspek fisik lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya dalam proses penyusunan rencana tata ruang. Tahapan analisis merupakan tahapan penting yang harus dilakukan untuk bisa mendapatkan olahan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penyusunan rencana tata ruang berdasarkan data-data dasar yang ada.
Apa tujuan dilakukannya analisis aspek fisik lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang ? Untuk memberikan arahan bagi pemangku kepentingan dalam melakukan analisisanalisis dalam dalam aspek penataan ruang sebagai salah satu tahapan yang diperlukan dalam penyusunan rencana tata ruang.
Siapa yang dapat menggunakan buku pedoman analisis aspek fisik & lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang ?
1. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagai acuan dalam penyelenggaraan penataan ruang di daerah, khususnya instansi yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi menyusun rencana tata ruang dan instansi-instansi sektoral yang terkait dengan pelaksanaan penataan ruang 2. Paktisi/perencana/planner sebagai acuan dalam menyusun rencana tata ruang 3. Stakeholder lain sebagai bahan informasi dalam menentukan lokasi dan besaran kegiatan pemanfaatan ruang termasuk investasi, antara lain wakil masyarakat, pihak akademisi, asosiasi, dan dunia usaha yang terlibat dalam proses penyusunan rencana tata ruang
Mengapa perlu dilakukan analisis aspek fisik & lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang ? Analisis ini dilakukan untuk mengenali karakteristik sumber daya fisik lingkungan, ekonomi dan sosial budaya daerah sehingga pemanfaatan lahan dalam pengembangan wilayah dan kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem.
Kapan perlu menggunakan buku pedoman teknik analisis aspek fisik lingkungan, ekonomi, serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang ? Bila suatu daerah hendak menyusun rencana tata ruang, digunakan untuk menganalisa data dan fakta fisik lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya di daerah agar dapat menjadi acuan dasar penetapan struktur dan pola ruang serta kebijakan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Kedudukan Legal Aspek Dalam Peraturan Penataan Ruang
Ruang Lingkup
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai analisis, antara lain:
Acuan Normatif : berbagai aturan perundangan yang menjadi dasar legalitas,
Referensi Tambahan & Pengaturan Teknis : berbagai pedoman dan bahan yang dapat menjadi referensi dalam melaksanakan analisis dalam proses penataan ruang
Sistematika Buku Modul Dalam buku pedoman teknik analisis aspek fisik lingkungan, ekonomi, terdapat 4 sub bagian:
Sub Bagian 1 tentang Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan
Sub Bagian 2 tentang Analisis Aspek Ekonomi
Sub Bagian 3 tentang Analisis Aspek Sosial Budaya
Sub Bagian 4 tentang Keterkaitan Hasil Analisis (Aspek Fisik & Lingkungan, Aspek Ekonomi, dan Aspek Sosial Budaya)
1. Teknik Analisis Aspek Fisik Lingkungan Mengapa harus menganalisis aspek fisik dan lingkungan dalam penyusunan rencana tata ruang? Lahan pengembangan wilayah merupakan sumber daya alam yang memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan manusia dalam pemanfaatannya. Banyak contoh kasus kerugian ataupun korban yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui kapasitasnya. Untuk itu, perlu dikenali sedini mungkin karakteristik fisik
suatu wilayah maupun kawasan yang dapat dikembangkan untuk dimanfaatkan oleh aktivitas manusia. Tujuan menganalisis aspek fisik dan lingkungan yaitu menemukenali berbagai karakteristik sumberdaya alam melalui telaah kemampuan dan kesesuaian lahan, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah/kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem untuk keberlanjutan. Keluaran yaitu peta kemampuan lahan, peta kesesuaian lahan, rekomendasi kesesuaian lahan.
Analisis Kemampuan Lahan Tujuan analisis kemampuan lahan yaitu untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya. Keluarannya berupa peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan; kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan; potensi dan kendala fisik pengembangan lahan. Sebelum mulai menganalisis kemampuan lahan, dilakukan lebih dahulu pengelolaan data-data dasar spasial ke dalam berbagai jenis peta Satuan Kemampuan Lahan (SKL). Jenis analisis yaitu: SKL Morfologi, SKL Kemudahan Dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan,
Pondasi, SKL Ketersediaan Air, SKL Untuk Drainase, SKL terhadap Erosi, SKL Pembuangan Limbah dan SKL terhadap Bencana Alam.
Peta Kemampuan Lahan
Analisis Kesesuaian Lahan Tujuan analisis kesesuaian lahan yaitu untuk mengetahui arahan-arahan kesesuaian lahan, sehingga diperoleh arahan kesesuaian peruntukan lahan untuk pengembangan kawasan berdasarkan karakteristik fisiknya. Keluarannya berupa peta arahan kesesuaian peruntukan lahan dan deskripsi pada tiap arahan peruntukan. Jenis analisis yaitu arahan tata ruang pertanian, arahan rasio tutupan, arahan ketinggian bangunan, arahan pemanfaatan air baku, perkiraan daya tampung lahan dan persyaratan dan pembatas pengambangan.
Penyusunan rekomendasi kesesuaian lahan bertujuan untuk merangkum semua hasil studi kesesuaian lahan dalam satu rekomendasi kesesuaian lahan untuk pengembangan kawasan, yang akan merupakan masukan bagi penyusunan rencana pengembangan kawasan. Keluarannya berupa peta rekomendasi kesesuaian lahan, kapasitas pengembangan lahan, serta deskripsi masing-masing arahan dalam rekomendasi tersebut temasuk persyaratan pengembangannya.
2. Teknik Analisis Aspek Ekonomi Mengapa harus menganalisis aspek ekonomi dalam enyusunan rencana tata ruang? Hal yang mendasar dalam analisis ekonomi pengembangan wilayah dan/atau kawasan yaitu perlunya mengenali potensi lokasi, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, sehingga akan terjadi efisiensi tindakan. Dengan usaha yang minimum akan diperoleh hasil yang optimum yang kesemuanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat, serta terjadinya investasi dan mobilisasi dana. Tujuan analisis aspek ekonomi yaitu untuk menemukenali potensi dan sektor-sektor yang dapat dipacu, serta permasalahan perekonomian khususnya untuk penilaian kemungkinan aktivitas ekonomi yang dapat dikembangkan pada wilayah dan/atau kawasan tersebut. Keluarannya berupa hasil identifikasi potensi sumberdaya lokasi, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia.
Identifikasi Potensi Sumberdaya Identifikasi potensi sumberdaya dilakukan untuk mendapatkan gambaran potensi yang dapat dimanfaatkan secara optimal dan dikembangkan untuk peningkatan perekonomian daerah. Jenis analisi yaitu analisis aspek lokasi, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia.
Analisis Perekonomian Analisis perekonomian bertujuan untuk menemukenali potensi dan permasalahan perekonomian yang dimiliki oleh wilayah dan/atau kawasan pada saat ini. Jenis analisis yaitu struktur ekonomi dan pergeserannya, sektor basis, komoditi sektor basis yang memiliki keunggulan komparatif dan berpotensi ekspor.
Analisis Penentuan Sektor/Komoditas Potensial Sektor/komoditas potensial adalah sektor/kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi, kinerja, dan prospek yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya sehingga
diharapkan mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya dan dapat tercipta kemandirian pembangunan wilayah / kawasan.
Analisis Penentuan Sektor/Komoditas Unggulan Sektor/komoditas unggulan adalah sektor/kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi, kinerja, dan prospek yang paling baik diantara sektor/komoditas potensial sehingga diharapkan Mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya, & dapat tercipta kemandirian pembangunan wilayah / kawasan. Jenis analisis yaitu analisis pengaruh kebijakan pemerintah, analisis pasar unggulan dan pola aliran komoditas, unggulan, analisis potensi pengembangan kegiatan / komoditas, unggulan dan analisis pemilihan sektor / komoditas unggulan.
Penilaian Kelayakan Pengembangan Komoditas Unggulan Penyusunan penilaian kelayakan pengembangan komoditas unggulan ini merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan pada tahap analisis aspek ekonomi. Jenis analisis yaitu analisis kebutuhan teknologi untuk mengolah komoditas unggulan dan analisis kebutuhan infrastruktur untuk pengembangan komoditas unggulan.
3. Teknik Analisis Sosial Budaya Mengapa harus menganalisis aspek sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang? Analisis sosial budaya adalah analisis untuk melakukan kajian secara mendalam tentang dampak sosial budaya yang ditimbulkan dalam pembangunan tata ruang. Analisis sosial budaya lebih menekankan pada uraian fakta yang meliputi peristiwa, subyek (pelaku), obyek, interaksi, dan konflik sosial, serta dokumen, yang keseluruhannya sangat penting kedudukannya dalam setiap analisis. Analisis sosial budaya sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai situasi sosial dan budaya dengan menelaah kaitan sejarah dan struktur sosial dalam masyarakat.
Tujuan analisis sosial budaya mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung atau menghambat pengembangan wilayah dan/atau kawasan. Keluarannya berupa teridentifikasinya struktur sosial dan budaya yang terbentuk di wilayah dan/atau kawasan, terumuskannya potensi dan kondisi sosial budaya, meliputi pasar, tenaga kerja, keragaman sosial budaya penduduk serta jumlah dan pertumbuhan penduduk, penilaian pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang mendukung pengembangan wilayah dan/atau kawasan.
Melakukan Analisis Indikator Sosial Budaya Analisis indikator sosial budaya dilakukan untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ini dapat diukur dari hdi (Human Development Index) atau indeks mutu hidup dan dependency ratio. Indikator yang analisis yaitu kependudukan, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, perumahan dan lingkungan dan sosial budaya.
Analisis Potensi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Aspek Sosial Budaya Analisis potensi pengembangan wilayah dan/atau kawasan berdasarkan aspek sosial budaya. Pada langkah ini akan dirangkum semua hasil kajian/analisis aspek sosial budaya dalam satu rekomendasi kelayakan sosial budaya yang akan menjadi masukan bagi penyusunan rencana tata ruang wilayah / kawasan.
Pemilihan Rencana Tindak Pengembangan Wilayah Berkaitan Dengan Aspek Sosial Budaya Pemilihan rencana tindak pengembangan wilayah berkaitan dengan aspek sosial budaya. Langkah ini akan merangkum hasil analisis data yang berasal dari indikator sosial budaya wilayah dan/atau kawasan. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dikaji untuk diselaraskan dengan kebutuhan pemerintah daerah di wilayah dan/atau kawasan.
Rekomendasi Pengembangan Sosial Budaya Melalui Pemberdayaan Masyarakat
Rekomendasi ini diarahkan pada perubahan yang direncanakan untuk seluruh masyarakat sebagai suatu sistem bukan hanya secara individu atau kelompok tertentu, mengusahakan agar anggota masyarakat dengan berswadaya lebih mampu mengatasi masalah terutama di bidang sosial ekonomi, mengusahakan agar pemerintah daerah dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
4. Keterkaitan Hasil Analisis (Aspek Fisik & Lingkungan, Aspek Ekonomi, Dan Aspek Sosial Budaya) Mengapa hasil analisis aspek fisik & lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya harus dikaitkan? Lahan pengembangan wilayah memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan manusia dalam pemanfaatannya, oleh karenanya pemanfaatan lahan harus seoptimal mungkin guna menciptakan kemakmuran masyarakat. Sementara kondisi dimana interaksi suatu kegiatan dengan ruang wilayah selalu menimbulkan dampak tertentu, maka akan berimplikasi pada diperlukannya pengaturan proses pemanfaatan ruang sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi ruang wilayah maupun kegiatan lainnya.
Keterkaitan Hasil Analisis Tujuan keterkaitan hasil analisis yaitu untuk menemukenali kegiatan-kegiatan yang paling sesuai untuk dikembangkan berdasar potensi yang dimiliki oleh suatu daerah dari keterkaitan hasil analisis aspek fisik lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial budaya untuk mencapai kondisi yang dicita-citakan. Keluarannya berupa konsep perencanaan ruang wilayah, struktur dan pola pemanfaatan lahan.
Cara Mencapai Keluaran
Penyusunan Konsep Rencana Konsep rencana akan mendasari strategi dalam pemanfaatan ruang yang akan tercermin dalam pPerencanaan struktur dan pola ruang.
Analisis Fisik dan Lingkungan dan Keterkaitannya dengan Analisis Aspek Ekonomi dan Sosial Budaya
Dari analisis ini akan diperoleh masukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang wilayah khususnya yang berkaitan dengan perencanaan distribusi pemanfaatan lahan. Dari distribusi lahan yang ada akan dapat dianalisis kemungkinan benturan antar pemanfaatan ruang terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pemanfaatan ruang tersebut. Analisis pola penggunaan lahan juga menjadi penguat analisis mengenai struktur ekonomi wilayah, seperti apakah potensi ekonomi sektor basis didukung oleh kondisi ketersediaan lahan yang terpelihara atau justru terancam dengan terjadinya pengalihan fungsi lahan, apakah sektor yang dominan menjadi mata pencaharian penduduk berbanding lurus dengan luas lahan yang tersedia untuk menampung kegiatan sektor tersebut, dll.
Analisis Ekonomi dan Keterkaitannya dengan Analisis Aspek Fisik Lingkungan dan Sosial Budaya Dari analisis ini akan diperoleh masukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang wilayah khususnya yang berkaitan dengan perencanaan sektor basis wilayah, yang berimplikasi pada perlunya pengalokasian ruang yang memadai untuk pengembangan sektor basis tersebut. Pola keterkaitan ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari sektor basis, yang akan menjadi masukan untuk menyusun rencana sistem infrastruktur wilayah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, serta rencana pengalokasian ruang untuk kegiatan budidaya yang mendukung optimalisasi nilai tambah dari sektor basis (kawasan industri, kawasan pelabuhan, pasar, kawasan agropolitan, dll). Pola penyebaran ekonomi wilayah, sebagai masukan untuk menyusun sistem struktur tata ruang wilayah sedemikian rupa terbentuk sistem pusat-pusat pertumbuhan dan derah hinterlandnya yang memiliki mekanisme hubungan ekonomi yang positif (minimalisasi backwash effect). Selain itu, informasi ini juga akan menjadi dasar untuk proses perencanaan kebutuhan infrastruktur sehingga proses pembangunan ekonomi berlangsung lebih merata di seluruh wilayah.
Analisis Aspek Sosial Budaya dan Keterkaitannya dengan Analisis Aspek Fisik Lingkungan dan Ekonomi Dari analisis ini akan diperoleh masukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang wilayah khususnya yang berkaitan dengan Pola sosial budaya dimana dinamika sosialbudaya masyarakat dikaji untuk mengetahui sampai sejauh-mana norma-norma sosial budaya atau sistem nilai yang dianut mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku para warga masyarakat. Pengaruh sistem nilai ini akan mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara keseluruhan dan pada gilirannya akan mendorong atau menghambat usaha-usaha peningkatan produktifitas masyarakat. Perencanaan kependudukan yang dibutuhkan karena karakteristik kependudukan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan pola aktivitas pemanfaatan ruang. Dalam hal ini, pemahaman terhadap kondisi SDM dan kependudukan (misalnya dari hasil analisis proyeksi penduduk di masa mendatang) akan menjadi masukan dalam penyusunan rencana penyebaran penduduk (dikaitkan dengan rencana sistem permukiman untuk menampung jumlah penduduk dan menyebarkannya secara merata), merencanakan kebutuhan sistem prasarana dan fasilitas pelayanan, dan bahkan arahan untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk.
Penyusunan Rencana Struktur & Pola Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat, yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
PERTEMUAN KE-IX INFORMASI GEOLOGI DALAM PENATAAN RUANG
Kawasan JABODETABEKPUNJUR (Kawasan Strategis Nasional)
Tujuan (Perpres No. 54/2008): 1. Keterpaduan 2. Daya dukung lingkungan yg berkelanjutan 3. Perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien Review per 5 tahun
“Intelligent-planning”, yaitu memperhatikan kondisi geologi sesuai daya dukung. Saat ini tata Ruang Bawah Tanah belum ada.
Geologi dan Penataan Ruang
Informasi dasar geologi dalam penataan ruang, meliputi: • Peta : Peta geologi bersistem, peta geologi teknik, peta hidrogeologi, peta bencana geologi • Permasalahan: perbedaan skala geologi vs skala penataan ruang yaitu 1: 100.000 vs 1: 50.000. Informasi rinci belum tersedia
Peta Geologi Jabodetabekpunjur
Peta Geologi Jakarta
Peta Hidrogeologi Jakarta dan Sekitarnya
Peta Geologi Tangerang
Peta Geologi Bekasi
Geologi Jabodetabekpunjur memiliki skala: 1: 100.000. Geologi berupa litologi sangat bervariasi. Geologi teknik berupa daya dukung sangat bervariasi. Keadaan hidrogeologi berupa aquifer potensial merupakan daerah resapan (dinamisme). Kebencanaan berupa gempa (building code), gunung api, banjir, land subsidence, kekeringan, longsoran.
Kesimpulan Intelligent planning memerlukan informasi geologi. Di Kawasan Strategis Nasional JABODETABEKPUNJUR, skala peta geologi belum memadai untuk perencanaan tata ruang sehingga dibutuhkan informasi geologi rinci dan perlu disusun tata ruang bawah tanah.
PERTEMUAN KE-X SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk lahan tertentu. Sumberdaya lahan adalah lahan yang didalamnya mengandung semua unsur sumberdaya, baik yang berada diatas maupun dibawah permukaan bumi.
Kriteria Peruntukan Lahan Faktor-faktor yang menentukan sumberdaya lahan adalah: a). Ketinggian / Elevasi; b). Kelerengan; c). Jenis batuan; d). Jenis tanah; e). Tutupan lahan; f). Hidrologi; g). Fauna dan flora; h). Iklim dan posisi geografis; i). Bencana alam
Perencanaan Tataguna Lahan Perencanaan tataguna lahan pada hakekatnya adalah pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu peruntukan tertentu. Permasalahan yang mungkin timbul dalam menetapkan peruntukan suatu lahan adalah faktor kesesuaian lahannya. Pada dasarnya kesesuaian suatu lahan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungannya, seperti kelerengan, iklim, jenis tanah dan batuan, tutupan lahan, keberadaan satwa liar, hidrologi, dan lain sebagainya.
Proses Perencanaan Tataguna Lahan
Ada 3 tahapan di dalam proses perencanaan tataguna lahan, yaitu: 1.
Tahap pertama adalah melakukan survei awal atas data-data dasar yang ada yang meliputi kajian pustaka, survey lapangan, serta pekerjaan laboratorium guna menyusun dan memadukan data dasar ke dalam peta-peta berskala 1: 25.000, yang selanjutnya dipakai untuk pembuatan laporan.
2.
Tahap Kedua adalah melakukan penilaian kapabilitas lahan hasil dari tahap pertama untuk berbagai peruntukan lahan, seperti misalnya untuk pertanian atau perumahan.
3.
Tahap ketiga adalah menyiapkan rencana lokasi dan tujuan peruntukan lahannya.
Tinjauan Data dan Kajian Data Hasil dari kajian pendahuluan terhadap tinjauan data harus disajikan dalam peta-peta tematik yang terdiri dari: 1. Peta Topografi / Peta Rupa Bumi dan Citra Satelit 2. Peta Kelerengan 3. Peta Vegetasi 4. Peta Geologi dan Peta Rawan Bencana Landslide /Seismik / Banjir 5. Peta Tanah 6. Peta Hidrologi 7. Peta Tutupan Lahan (Land Cover) 8. Peta Existing Tataguna Lahan 9. Peta Kapabilitas Lahan
Peta Topografi/Rupa Bumi Peta rupabumi adalah peta dasar yang umum digunakan untuk menentukan persen lereng / kelas lereng, arah lereng, serta ketinggian. Peta kelerengan dapat dihasilkan dari peta rupa bumi dengan cara perhitungan garis kontur dengan menggunakan rumus tertentu untuk mengelompokkan kelas-kelas lereng tertentu. Persentase kelas lereng umumnya dipakai oleh para perencana (planers) di dalam perencanaan lahan. Peta kelerengan tidak saja mengelompokkan bentuk-bentuk bentangalam, akan tetapi dapat untuk mengetahui informasi
yang berkaitan dengan arah lereng yang berpengaruh terhadap iklim mikro, hidrologi, jenis vegetasi dan kestabilan lahan. Pengelompokan kelas lereng sangat berpengaruh terhadap peruntukan lahan. Pada tabel 7.2 diperlihatkan karakteristik lahan dan kesesuaian lahan didasarkan atas kelas lereng. Kelas lereng antara 0-5% adalah bentuk bentangalam (terrain) dataran yang peruntukan lahannya sesuai untuk pemukiman atau pertanian, namun bentuk bentangalam yang berupa dataran memiliki potensi terhadap genangan air dan drainase yang kurang baik, sedangkan kelas lereng 30-50% merupakan bentuk bentangalam yang terjal. Bentuk bentangalam semacam ini hanya cocok untuk pemukiman yang bersifat cluster (terbatas) dan sebagai areal wisata serta baik untuk lahan hutan.
Klimatologi Kondisi iklim di suatu wilayah akan sangat menentukan dalam penetapan peruntukan lahan, seperti peruntukan lahan untuk areal rekreasi, perumahan, pasokan air, jenis vegetasi, dan lahan pertanian. Data iklim dari suatu wilayah sangat diperlukan, terutama untuk wilayah wilayah yang memiliki bentangalam bervariasi mulai dari dataran pantai hingga pegunungan. Data iklim akan sangat diperlukan terutama dalam menentukan jenis dan tipe pertanian apa yang akan dikembangkan di wialayah tersebut. Adapun data-dasar iklim yang diperlukan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Temperatur rata-rata pada musim kemarau ( Maret – Agustus) 2. Temperatur rata-rata pada musim penghujan (September – Februari) 3. Presipitasi (penguapan) rata-rata per-tahun 4. Jumlah rata-rata cuaca berawan per-tahun 5. Jumlah rata-rata cuaca cerah per-tahun 6. Kecepatan angin rata-rata 7. Kelembaban rata-rata 8. Catatan temperatur terendah 9. Catatan temperatur tertinggi 10. Catatan daerah kabut
Vegetasi Peta vegetasi adalah peta yang menggambarkan penyebaran berbagai jenis tanaman dan tumbuhan yang terdapat di wilayah tersebut. Peta vegetasi dapat diturunkan dari peta rupa bumi yaitu dari unsur land-cover atau landusenya. Untuk melengkapi peta vegetasi diperlukan data citra satelit, terutama untuk mendeliniasi tutupan berbagai jenis vegetasi dan tumbuhan yang terdapat di lahan tersebut, seperti areal hutan bakau, tanaman pantai, padang rumput, semak, belukar, hutan dan lain sebagainya.
Geologi dan Bencana geologi Pada umumnya peta geologi menggambarkan penyebaran dari berbagai jenis batuan, struktur geologi, stratigrafi (susunan batuan). Peta Geologi memuat informasi tentang Sumberdaya geologi yaitu Sumberdaya air, Sumberdaya Mineral, Sumberdaya Energi. Bahaya Geologi berupa Bahaya Longsoran, Bahaya Banjir, Bahaya Gempabumi dan Tsunami.
Tanah Hal yang sangat penting dari peta tanah adalah informasi mengenai jenis dan tipe tanah yang terdapat di dalam lahan tersebut. Ada dua hal yang penting dalam klasifikasi tanah, yaitu: 1.
Tanah untuk kepentingan pertanian, seperti jenis tanah, moisture tanah, ketebalan lapisan tanah, water table, porositas tanah, resistensi terhadap erosi.
2.
Tanah untuk kepentingan kontruksi (daya dukung tanah), seperti: Porositas Tanah, Permeabilitas Tanah, Sifat Fisik Tanah (Swelling dan Shrinked), Plastisitas, Mekanika Tanah, dan Keterbatasan terhadap penyaring septik-tank.
Satwa liar Keberadaan satwa liar di suatu wilayah/lahan perlu dipertimbangkan di dalam penetapan peruntukan lahan. Suatu laporan tentang kondisi satwa liar yang hidup dan terdapat di suatu lahan sangatlah penting, baik dalam tipe dan jenis satwa serta jumlah dan populasinya. Laporan tentang keberadaan satwa liar ditekankan pada kelompok satwa liar yang dilindungi
dikaitkan dengan kebedaaan manuisia yang akan menempati wilayah/lahan tersebut, sehingga ekosistem dapat terjaga.
Hidrologi Peta hidrologi adalah peta yang menggambarkan penyebaran sumberdaya air, baik sumberdaya air yang berada dipermukaan maupun bawah permukaan. Pada umumnya peta hidrologi berisi informasi sumberdaya air permukaan (surface runoff) yang terdiri dari air sungai, danau, situ, mata air, dan air rawa) dan informasi penyebaran sumberdaya air bawah tanah (water table dan akifer). Hal yang terpenting dalam hidrologi adalah bagaimana menghitung dan meng-analisa data-data curah hujan rata-rata tahunan, presipitasi rata-rata tahunan serta data-data lainnya untuk menentukan besarnya cadangan air yang tersedia serta memperkirakan secara kasar kebutuhan air yang diperlukan. Dengan demikian Perencana dapat memperhitungkan perkiraan kebutuhan air yang diperlukan seperti untuk sektor pertanian, industri, irigasi, manusia, jasa dsbnya.
Tutupan lahan Peta Tutupan Lahan adalah peta yang berisi informasi baik vegetasi maupun hasil budidaya manusia. Biasanya cara yang paling mudah untuk memetakan land cover melalui interpretasi citra satelit (Landsat, SPOT, Ikonos, Quickbirds, Foro Udara dsb.) dengan cara mendeliniasi batas batas dari jenis tutupan lahan. Hasil interprtasi harus dibarengi dengan groundcheck di lapangan secara sampling. Bagi perencana, peta tutupan lahan sangat penting dan menjadi pertimbangan di dalam penetapan peruntukan lahan, terutama dalam konversi lahan dan perhitungan biaya land clearing.
Tataguna Lahan Existing Peta existing tataguna lahan yang sudah ada dapat dipakai sebagai acuan di dalam perencanaan peruntukan lahan. Sarana dan prasarana yang sudah ada seperti jalan raya, jaringan listrik, telepon, air minum, atau gas, bangunan, fasilitas sosial dan lain sebagainya dapat ditingkatkan dan dikembangkan.
Peta existing dapat dipakai sebagai acuan dan dipakai juga untuk kompilasi dengan datadata yang ada dari peta-peta tematik yang sudah dibuat sehingga akan dihasilkan suatu rencana pengembangan penggunaan lahan yang sesuai dengan batasan-batasan yang telah ada.
Kemampuan lahan Pemanfaatan suatu lahan untuk suatu peruntukan tertentu harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kesesuaian / kapabilitas lahan dan daya dukung lahan. Contoh: Lahan A berupa dataran, tersusun dari batu lempung yang bersifat swelling dan bervegetasi jarang serta tersedia fasilitas jalan kereta api dan jaringan air minum sedangkan lahan B berupa perbukitan yang disusun oleh struktur tanah yang stabil dan berdampingan dengan kawasan hutan dan belum tersedia jaringan air minum maupun jalan.
Kapabilitas / Kesesuaian Lahan
Metoda Penilaian Kapabilitas Lahan Prosedur untuk penilaian kapabilitas lahan melibatkan hal-hal sebagai berikut : 1. Penyiapan dan pengkodean data lingkungan 2. Penentuan nilai kapabilitas 3. Pembobotan nilai kapabilitas 4. Perhitungan nilai kapabilitas lahan
Rencana Lokasi dan Tujuan Hasil penilaian kapabilitas lahan kemudian diterjemahkan kedalam suatu rencana awal dari tujuan pemanfaatan lahan. Rencana lokasi adalah suatu alokasi awal dari penggunaan lahan untuk berbagai peruntukan. Rencana penggunaan lahan harus mencerminkan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dan harus memenuhi semua aspek dari kelompok kelompok yang berkepentingan. Pada umumnya rencana lokasi penggunaan lahan dituangkan dalam suatu peta dasar berskala 1: 25.000 (1 cm² mewakili lahan seluas 250 meter persegi). Adapun informasi informasi yang harus tercakup dalam peta rencana awal tataguna lahan adalah sebagai berikut: 1.
Penyebaran areal pemukiman/perumahan harus mempertimbangkan aspek kepadatan dan populasi.
2.
Pola penggunaan lahan harus mengacu kepada beberapa model yang terorganisir. Sebagai contoh misalnya di areal perumahan, ruang terbuka antara satu rumah dengan lainnya harus ada jarak dan ruang terbuka yang membatasi antar kelompok rumah dengan kelompok lainnya serta setiap kelompok perumahan bisa mempunyai sarana pendidikan, pusat perbelanjaan, dan perparkiran sendiri.
3.
Pusat pusat komersial dengan menggunakan model antar komplek pemukiman, komunitas, atau regional.
4.
Alokasi lahan bagi kepentingan kantor pemerintah atau lembaga
5.
Alokasi areal rekreasi atau taman bermain.
6.
Alokasi areal pertanian
7.
Alokasi ruang terbuka
8.
Alokasi areal industri
9.
Lapangan terbang, terminal bis, stasiun kereta api, dsb.nya
10.
Sirkulasi jaringan jalan (jalan raya, jalan arteri, dan jalan-jalan kolektor lainnya)
PERTEMUAN KE-XI BAHAYA GEOLOGI
Pendahuluan Proses-proses geologi baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi kehidupan manusia. Bahaya yang ditimbulkan oleh proses-proses geologi disebut dengan bencana geologi (geological hazards). Banjir, tanah longsor, erupsi gunungapi, avalance dan gempabumi adalah beberapa contoh dari proses geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di berbagai wilayah di muka bumi. Dalam bab ini akan dibahas mengenai bahaya tentang longsoran tanah, erupsi gunungapi, gempabumi, bencana yang terjadi akibat ulah manusia serta bencana yang disebabkan oleh bahaya geologi dan bencana yang sering melanda wilayah Indonesia. Bencana geologi merupakan bahaya yang sering terjadi dan merupakan bencana yang banyak menelan korban jiwa dan kerugian harta benda. Bahaya Tanah Longsor (Gerakan Tanah) Tanah longsor / gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi). Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gayaberat. Faktor internal yang dapat menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan,
pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah manusia seperti penggalian dan lain sebagainya. Tipe-tipe longsoran tanah / gerakan tanah : A. Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari: 1.
Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.
2.
Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng
3.
Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree.
4.
Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan.
5.
Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan.
6.
Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.
B. Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari: 1.
Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.
2.
Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material debris batuan yang jenuh air.
3.
Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.
C. Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiri dari: 1.
Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.
2.
Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya.
3.
Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.
4.
Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.
5.
Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
6.
Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi.
Contoh Longsoran Tipe Nendatan (Slumps)
Contoh Longsoran Tipe Aliran (Flows)
Bahaya Erupsi Gunungapi Bahaya Erupsi Gunungapi adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan gunungapi, berupa benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya yang mengancam atau cenderung merusak dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda dalam tatanan (lingkungan) kehidupan manusia.
Dampak letusan gunungapi terhadap lingkungan: Dampak Negatif: 1.
Bahaya langsung, terjadi pada saat letusan (lava, awan panas, jatuhan piroklastik/bom, lahar letusan dan gas beracun).
2.
Bahaya tidak langsung, terjadi setelah letusan (lahar hujan, kelaparan akibat rusaknya lahan pertanian/perkebunan/ perikanan), kepanikan, pencemaran udara/air oleh gas racun: gigi kuning/ keropos, endemi gondok, kecebolan dsb.
Dampak Positif : 1.
Bahan galian: seperti batu dan pasir bahan bangunan, peralatan rumah tangga, patung, dan lain lain.
2.
Mineral : belerang, gipsum,zeolit dan juga mas (epitermal gold).
3.
Energi panas bumi: listrik, pemanas ruangan, agribisnis
4.
Mata air panas : pengobatan/terapi kesehatan.
3.
Daerah wisata: keindahan alam
4.
Lahan yang subur: pertanian dan perkebunan
5.
Sumberdaya air: air minum, pertanian/peternakan, dll.
Bahaya Gunungapi Disebabkan Oleh: 1. Awan panas Awan Panas : Kecepatan sekitar 60 – 145 km/jam, suhu tinggi sekitar 2000 – 800oC, jarak dapat mencapai 10 km atau lebih dari pusat erupsi, sehingga dapat menghancurkan bangunan, menumbangkan pohon-pohon besar (pohon-pohon dapat tercabut dengan akarnya atau dapat terpotong pangkalnya). Awan panas “Block and Ash Flow” arahnya mengikuti lembah; sedangkan awan panas “Surge” pelamparannya lebih luas dapat menutupi morfologi yang ada di lereng gunungapi sehingga daerah yang rusak/hancur lebih luas 2. Guguran Longsoran Lava Guguran atau longsoran lava pijar pada erupsi efusif, sumbernya berasal dari kubah lava atau aliran lava. Longsoran kubah lava dapat mencapai jutaan meter kubik sehingga dapat menimbulkan bahaya. Guguran kubah lava dapat membentuk awan panas. Contoh : G. Merapi – Jawa Tengah, G. Semeru – Jawa Timur. Jatuhan Piroklastik; Lemparan Bom yang di sebabkan oleh erupsi eksplosif dapat merusak/menghancurkan, menimbulkan korban manusia, menimbulkan kebakaran (hutan atau bangunan). 3. Lontaran Batuan Pijar Pecahan batuan gunungapi, berupa bom atau bongkah batu gunungapi yang dilontarkan saat gunungapi meletus. Dapat menyebar kesegala arah. Dapat menyebabkan kebakaran hutan, bangunan dan kematian manusia, termasuk hewan. 4. Hujan Abu
Hujan material jatuhan yang terdiri dari material lepas berukuran butir lempung sampai pasir. Dapat menyebabkan kerusakan hutan dan lahan pertanian. Dapat meninggikan keasaman air. Dapat menyebabkan sakit mata dan saluran pernapasan. Pada saat hujan abu sebaiknya orang berlindung dibawah bangunan yang kuat serta memakai kacamata dan masker. Atap bangunan yang tertutup endapan abu harus segera dibersihkan. 5. Aliran Lava Karena suhunya yang tinggi (7000C - 1200oC), volume lava yang besar, berat, sehingga aliran lava mempunyai daya perusak yang besar, dapat menghancurkan dan membakar apa yang dilandanya.
6. Lahar Kecepatan aliran lava sangat lamban antara 5–300 meter/hari. Kecepatannya tergantung dari viskositas dan kemiringan lereng. Manusia dapat menghindar untuk menyelamatkan diri. Lahar dapat dibedakan menjadi 2 jenis, lahar letusan dan lahar hujan. Lahar letusan merupakan lahar yang terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi yang mempunyai danau kawah.Luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung kepada volum air didalam kawah dan kondisi morfolog di sekitar kawah.Makin besar volum air di dalam kawah dan makin luas dataran daerah sekitarnya, maka makin jauh dan makin luas pula penyebaran laharnya.
Lahar hujan merupakan lahar yang terbentuk akibat hujan. Bisa terjadi segera setelah gunungapi meletus atau setelah lama meletus. Faktor yang menentukan besar kecilnya lahar hujan adalah volume air hujan (curah hujan) yang turun diatas daerah endapan abu gunungapi dan volume endapan gunungapi yang mengandung abu sebagai sumber material pembentuk lahar. Di G. Merapi, curah hujan 70 mm/jam selama 3 jam mengakibatkan terjadinya lahar. Contoh lahar hujan yang terkenal adalah: G. Semeru, G. Merapi, G. Agung, juga G. Galunggung. Peta Bahaya Erupsi Gunungapi Semeru, Jawa Timur Berdasarkan Citra Satelit
Bahaya Gempabumi Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempabumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan / tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan / tanah. Hampir seluruh kejadian gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan reformasi batuan atau aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik.
Alat seismograf yang mencatat arah gerakan gempabumi oleh jarum seismograf pada kertas yang berada dipermukaan silinder
Dampak Gempabumi 1. Rekahan / patahan di permukaan bumi (Ground rupture) 2. Getaran / guncangan permukaan tanah (Ground shaking) 3. Longsoran Tanah (Mass Movement) 4. Kebakaran 5. Perubahan Pengaliran (Drainage Modifications) 6. Perubahan Air Bawah Tanah (Ground Water Modifications) 7. Tsunami
Bencana Buatan Bencana buatan adalah bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan dan aktivitas manusia itu sendiri. Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia selain dapat menimbulkan dampak positif, dapat pula menimbulkan dampak negatif dan membahayakan kehidupan manusia.
Beberapa contoh bencana geologi buatan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan: a. Tekanan yang besar terhadap sumberdaya air, terutama air tanah b. Pencemaran air permukaan dan air tanah dari tempat pembuangan sampah, limbah rumah tangga, limbah industri, dan limbah fasilitas perkotaan lainnya c. Perubahan bentangalam d. Perubahan neraca air e. Tekanan yang besar terhadap sumberdaya bahan bangunan f. Amblesan dan perusakan air g. Penyusupan (intrusi) air laut untuk daerah pantai h. Longsoran dan erosi tanah di daerah perbukitan dan longsoran karena kurang tepatnya pembangunan.
Bencana buatan yang disebabkan perubahan bentang alam oleh aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan pada tanah berlereng yang berakibat pada ketidak stabilan lereng dan pencemaran air tanah karena pembutan septik tank yang tidak memenuhi standar.
Ancaman Bencana Geologi Di Indonesia Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana, apakah itu bencana yang berasal dari peristiwa alamiah maupun bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Beberapa penyebab bencana erat kaitannya dengan kondisi geografi, geologi, iklim atau faktor-faktor lainnya.
Faktor Faktor Penyebab Bencana Alam Bencana alam dapat disebabkan oleh peristiwa alamiah ataupun akibat dari aktifitas manusia. Berikut ini adalah interaksi antara faktor-faktor yang berperan pada terjadinya bencana: a. Faktor alamiah, meliputi kondisi geografi, geologi, hidro-meteorologi, biologi, dan degradasi lingkungan.
a. Komunitas yang padat, infrastruktur dan elemen-elemen dalam wilayah/kota yang berada di kawasan yang rawan bencana. b. Rendahnya kapasitas dari elemen-elemen masyarakat
Berdasarkan catatan BAKORNAS BP, bencana yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode 2003 – 2005 telah terjadi 1.429 bencana, baik yang disebabkan oleh bencana geologi maupun bencana yang berasal dari bencana hidro-meteorologi. Berdasarkan jenis bencananya, bencana banjir menempati urutan pertama, yaitu sebesar 34,1 % diikuti oleh bencana tanah longsor sebesar 16 %, sedangkan bencana geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunungapi) menempati 6,4 %. Meskipun bencana geologi hanya menempati urutan ketiga dari seluruh bencana yang terjadi pada periode tersebut, namun tingkat kerusakan dan besarnya kerugian yang disebabkan oleh bencana geologi tersebut sangat tinggi. Berdasarkan catatan, tingkat kerusakan dan kerugian yang terjadi oleh kombinasi antara bencana gempabumi dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara pada 26 Desember 2004 serta gempabumi di Nias, Sumatra Utara pada tanggal 28 Maret 2005 merupakan bencana yang paling dahsyat sepanjang sejarah Indonesia.
1. Gempabumi dan Tsunami Gempabumi relatif sering terjadi di Indonesia dan umumnya disebabkan oleh pergerakan lempeng lempeng tektonik dan letusan gunungapi. Pergerakan lempeng tektonik yang terjadi disepanjang pantai barat pulau Sumatra merupakan tempat pertemuan lempeng Asia dan lempeng Samudra India sedangkan di pantai selatan pulau Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara merupakan tempat pertemuan lempeng Australia dan lempeng Asia. Sulawesi dan Maluku sebagai tempat pertemuan lempeng Asia dan lempeng Samudra Pasifik. Pusat pertemuan antar lempeng tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah yang sering dilanda gempabumi dengan ribuan episenter yang tersebar disepanjang pertemuan lempeng.
2. Letusan Gunungapi
Di Indonesia terdapat 129 gunungapi aktif dan 500 gunungapi tidak aktif. Dari 129 gunungapi aktif atau 13 persen dari jumlah gunungapi aktif di dunia ada di Indonesia dan 70 persen eruptif dan 15 dalam kondisi kritis. Persebaran gunungapi di Indonesia membentuk satu jalur yang berupa garis mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sebelum membelok ke arah utara, kearah laut Banda dan Sulawesi bagian utara. Panjang jalur gunungapi kurang lebih 7000 kilometer yang terdiri dari gunungapi dengan karakteristik campuran. Saat ini lebih dari 10 persen penduduk Indonesia mendiami wilayah wilayah yang rentan terhadap letusan gunungapi. Selama lebih dari 100 tahun, sudah 175.000 jiwa telah menjadi korban dari letusan gunungapi.
3. Banjir Banjir merupakan kejadian yang selalu berulang setiap tahunnya di Indonesia, tercatat bahwa kebanyakan terjadi pada musim penghujan. Berdasarkan sudut pandang morfologi, banjir terjadi di negara negara yang mempunyai bentuk bentangalam yang sangat bervariasi dengan sungai nya yang banyak. Dalam tahun 2006 bencana banjir yang melanda beberapa wilayah, termasuk bencana banjir bandang dan tanah longsor. Di Jember, Jawa Timur akibat banjir bandang dan tanah longsor telah menelan korban sebanyak 92 orang meninggal dan 8.861 hanyut, sedangkan di Trenggalek 18 orang meninggal. Banjir bandang yang disertai dengan tanah longsor terjadi juga di Manado, Sulawesi Utara yang memakan korban sebanyak 27 jiwa dan 30.000 hanyut. Bencana yang sama terjadi juga di Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2006. Lebih dari 200 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya hilang (Data Provinsi dari BAKORNAS PB, 23 Juni 2006).
4. Tanah Longsor Di Indonesia peristiwa tanah longsor sering kali terjadi, terutama di tempat tempat yang berlereng terjal. Peristiwa tanah longsor umumnya dipicu oleh curah hujan yang sangat tinggi. Berdasarkan data, daerah daerah yang diduga rentan terhadap tanah longsor adalah kawasan pegunungan Bukit Barisan di Sumatra, kawasan pegunungan di Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Tanah longsor yang yang sangat fatal juga terjadi di lokasi pemboran dan penggalian
yang terjadi di daerah pertambangan. Tanah longsor juga terjadi setiap tahun, terutama di tempat tempat yang lahannya tidak stabil seperti di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tanah longsor yang terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah pada awal 2006 telah merenggut 76 jiwa, dan 44 jiwa dilaporkan hilang karena tertimbun longsoran tanah. Kerugian lainnya termasuk kerusakan yang cukup parah pada 104 rumah penduduk dan rusaknya tanaman padi.
5. Kekeringan Apabila peristiwa banjir dan tanah longsor terjadi pada musim penghujan, maka kekeringan pada umumnya terjadi dimusim kemarau. Bencana kekeringan sudah menjadi permasalahan yang serius ketika berdampak pada produksi tanaman pangan di suatu daerah, seperti yang terjadi di Bojonegoro dengan 1000 ha sawah mengalami gagal panen ketika sistem irigasi tidak berfungsi karena musim kemarau. Kasus yang sama juga terjadi di pantai Jawa bagian Utara, ketika kekeringan melanda 12.985 ha. penghasil tanaman pangan di wilayah tersebut. Saat ini bencana kekeringan juga berdampak pada pasokan energi listrik, hal ini disebabkan oleh turunnya produksi listrik yang berasal dari PLTA. Perununan pasokan energi listrik yang berasal dari PLTA akan mengganggu sistem jaringan interkoneksi kelistrikan di wilayah Jawa dan Bali. Kekeringan yang melanda Indonesia, terutama terjadi pada musim kemarau yang berkepanjangan, khususnya di Indonesia bagian timur seperti NTB, NTT dan beberapa daerah di Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Kekeringan juga dapat memicu penyebaran penyakit penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah.
PERTEMUAN KE-XII ANALISIS GEMPA SEBAGAI DASAR PENATAAN RUANG
MATERI BAHASAN
Latar Belakang Tektonika Indonesia Kejadian Gempabumi
Tektonika Kawasan Jabodetabekpunjur
Potensi Bahaya Gempabumi Jabodetabekpunjur
Konsepsi Kebencanaan – Disaster – Vulnerability-Kajian Risiko Bencana
Contoh Kasus Penataan Ruang Berbasis Kebencanaan – Suatu Model Penataan Ruang Sebagai Alat Mitigasi
Simpulan Dan Rekomendasi
Kondisi geologi menyebabkan wilayah indonesia rawan ancaman bahaya gempabumi, khususnya jabodetabekpunjur terhadap bahaya gempa. Gempa mengakibatkan kerugian korban jiwa dan faktor ekonomi. Perlu usaha penanggulangan untuk mengurangi kerusakan di masa mendatang. “Earthquakes don’t kill people, buildings do”. Untuk mengurangi risiko dari kejadian gempa, diantaranya bangunan dan umumnya penataan ruang harus direncanakan tahan gempa dan masyarakat harus waspada terhadap bahaya gempa.
Posisi Indonesia Dalam Gerak Lempeng Dunia
Distribusi Pusat-Pusat Gempabumi Dunia
Distribusi Episentrum Indonesia
Metoda Pembuatan Peta Percepatan Gempa/Pembuatan Peta Mikro Zonasi
Konsep Kajian Risiko Bencana
Peta-Peta Bahaya Gempabumi Peta Mikrozonasi Gempa: Peta yang telah mengidenfikasi daerah‐daerah yang mempunyai risiko gempa yang tinggi sampai rendah, disajikan dalam bentuk peta kontur percepatan gempa di permukaan tanah. Peta Potensi Likuifaksi, merupakan peta yang menunjukkan daerah‐daerah yang berpotensi mengalami likuifaksi jika terjadi gempa. Dibedakan atas daerah dengan potensi likuifaksi yang tinggi dan rendah. Peta rawan longsor, merupaka peta yang menunjukkan daerah‐daerah yang berpotensi mengalami tanah longsor akibat gempa. Peta tanah retak merupakan peta yang menunjukkan daerah‐daerah yang berpotensi mengalami tanah retak akibat gempa.
Mikro Zonasi DKI Jakarta (Sengara dkk, 1999)
IBC – UBC (Tidak Melarang Membangun Di Dekat Patahan) Disain bangunan di dekat patahan harus ada site specific study yang memperhitungkan potensi kegempaan dan kondisi tanah lokal. Bangunan didisain dengan memperhatikan perbesaran (amplifikasi) koefisien gempa (near source factor) dan efek gerakan patahan. Continuous slow movement yaitu pergeseran tanah pada jangka waktu yang lama merupakan sifat dasar dari patahan. Sudden movement yaitu pergeseran mendadak (pada waktu singkat). Umumnya disebabkan oleh terjadinya pelepasan energi (gempa atau letusan gunung berapi).
PERTEMUAN KE-XIII PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI
1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak bencana, serta mewujudkan tata ruang kawasan yang lebih baik dan aman. Zonasi dalam rencana tata ruang dapat berupa zona-zona berdasarkan tingkat potensi kerawanan bencananya. Untuk mewujudkan konsep dasar penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana geologi, perlu dilakukan langkah-langkah kegiatan dan penyediaan data dasar geologi, terutama yang berkaitan dengan jenis dan potensi bencana geologi. Secara umum proses perencanaan tataguna lahan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Perencanaan tataguna lahan yang ditujukan untuk sektor swasta/perorangan 2. Perencanaan lahan untuk sektor publik. Antara keduanya berbeda, pada perencanaan tataguna lahan pada sektor swasta biasanya peruntukan lahannya hanya untuk satu peruntukan saja, seperti perencanaan lahan untuk kawasan pemukiman (real estate), kawasan industri atau kawasan ruang terbujka hijau. Sedangkan perencanaan lahan untuk sektor publik lebih menekankan pada hubungan antara berbagai fungsi peruntukan lahan, seperti misalnya bagaimana hubungan fungsi lahan antara kawasan industri, pemukiman, pertanian, resapan air, lokasi pembuangan limbah dan lain sebagainya.
2. Proses Perencanaan Tataguna Lahan
3. Proses Perencanaan-Regulasi-Pembangunan
Penetapan Peruntukan Lahan Hubungan timbal balik antara penentuan tataguna lahan dan pola tataguna lahan
4. Perencanaan Tataguna Lahan Di Daerah Rawan Bencana Geologi Reaksi manusia terhadap bencana alam yang mungkin terjadi di lingkungan dimana manusia itu tinggal adalah antara lain: 1. Menghindar (Avoidance)
Reaksi manusia terhadap potensi bencana alam yang paling banyak adalah dengan cara menghindar, yaitu dengan cara tidak membangun dan menempatkan bangunan di tempattempat yang berpotensi terkena bencana alam seperti daerah banjir, daerah rawan longsor atau daerah rawan gempa.
2. Stabilisasi (Stabilization) Beberapa bencana alam dapat diseimbangkan dengan menerapkan rekayasa keteknikan, seperti misalnya di daerah-daerah yang berlereng dan berpotensi longsor, yaitu dengan cara membuat kemiringan lereng menjadi landai dan stabil sehingga kemungkinan longsor menjadi kecil, atau bangunan yang akan didirikan menggunakan pondasi tiang pancang sampai ke bagian lapisan tanah yang stabil.
3. Penetapan Persyaratan Keselamatan Struktur Bangunan (Provision for safety in structures) Dalam banyak kasus bangunan yang akan didirikan di tempat-tempat yang berpotensi terjadi bencana alam seperti gempa bumi, maka struktur bangunan harus dirancang dengan memperhitungkan keselamatan jiwa manusia, yaitu dengan bangunan yang tahan gempa. Untuk daerah-daerah yang berpotensi terkena banjir, maka bangunan harus dibuat dengan struktur panggung guna menghindari terpaan air.
4. Pembatasan penggunaan lahan dan penempatan jumlah jiwa (Limitation of land-use and occupancy) Jenis peruntukan lahan, seperti lahan pertanian atau lahan pemukiman dapat dilakukan dengan cara membuat peraturan peraturan yang berkaitan dengan potensi bencana yang mungkin timbul. Penempatan jumlah jiwa per hektar dapat disesuaikan untuk mengurangi tingkat bencana.
5. Membangun Sistem Peringatan Dini (Establishment of early warning system) Beberapa bencana alam dapat diprediksi, sehingga memungkinkan tindakan darurat dilakukan. Banjir, Angin Puyuh, Gelombang Laut, serta Erupsi Gunungapi adalah beberapa jenis
bencana alam yang dapat diprediksikan. Sistem Peringatan Dini telah terbukti efektif dalam mencegah dan meminimalkan bencana yang akan terjadi di suatu daerah, seperti banjir dan gelombang laut di daerah-daerah pantai.
Perencanaan Tataguna Lahan Kawasan Rawan Banjir Terdapat 4 metoda untuk mengurangi potensi dampak fisik dan biaya pada bencana banjir, yaitu : (1). rekayasa keteknikan, (2). kebijakan tataguna lahan dan regulasi, (3). sistem peringatan dini, dan (4). asuransi
Perencanaan Tataguna Lahan Kawasan Rawan Gempa • Interval kejadian yang tidak pasti Karena interval kejadian gempa yang tidak pasti disepanjang suatu patahan sehingga menyulitkan dalam perencanaan. Data yang sangat minim akan menyulitkan dalam penyesuaian peruntukan lahan secara spesifik serta dalam pembuatan aturan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan di sekitar dan di sepanjang suatu patahan. Peraturan yang dibuat dengan data yang sangat minim secara politis akan sulit memperoleh dukungan.
• Penetapan lebar zona patahan Di perbagai instansi, data tentang lebar suatu zona patahan dapat berbeda beda. Tanpa suatu dasar yang pasti maka untuk memprediksi patahan mana yang berikutnya yang akan bergerak/patah sangat sulit dilakukan, sehingga penyesuaian peruntukan lahan dan penyusunan aturan yang berkaitan dengan lahan juga menjadi sulit dipertahankan.
• Bangunan yang sudah terlanjur ada Pembangunan yang dilaksanakan di tempat tempat yang berdekatan dengan zona patahan dan disepanjang jalur patahan akan sulit dilarang dan untuk menyadarkan masyarakat agar
tidak melakukan pembangunan di tempat tempat tersebut akan menjadi sia-sia, hal ini disebabkan karena pemerintah / lembaga yang berwenang tidak memiliki data yang memadai dan akurat terhadap kemungkinan bencana yang mungkin terjadi.
Areal pemukiman yang terlanjur ada pada zona patahan aktif yang rawan terhadap bencana gempabumi.
Perencanaan Tataguna Lahan Kawasan Rawan Longsor Perencanaan tataguna lahan di kawasan rawan longsor lebih sulit dibandingkan dengan perencanaan pada lahan yang rawan banjir atau pada lahan rawan gempa. Kesulitan perencanaan pada lahan yang rawan longsor disebabkan oleh dua faktor, yaitu: 1.
Longsoran seringkali terjadi dengan jenis yang sangat komplek sehingga memerlukan pemetaan yang lebih rinci guna menentukan batas-batas yang tegas yang akan dipakai dalam perencanaan dan pembuatan aturan.
2.
Longsoran seringkali memiliki tingkat potensi perpindahan masa tanah/batuan yang berbeda beda. Penelitian yang lebih rinci perlu dilakukan untuk meng-klasifikasi-kan tipe-tipe longsoran serta memperkirakan kapan longsoran tersebut akan terjadi. Maka diperlukan suatu peta yang disebut dengan peta “Kestabilan lahan” atau peta “Kerentanan Gerakan Tanah”.
Peta Kerentanan Gerakan Tanah
Konsep Penataan Ruang Wilayah Berbasis Mitigasi Bencana Geologi
Arahan Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir Dalam hal untuk menghadapi potensi bencana geologi (gempabumi dan tsunami), disamping mengembangkan jalan eksisting dan menambah jalan baru sebagai jalur penyelamatan ke lokasi yang aman, jika perlu juga dibangun suatu bangunan yang cukup tinggi sebagai tempat untuk menampung dan evakuasi apabila terjadi gelombang tsunami.
Peraturan bangunan (Building code). Mengingat kawasan dataran pesisir pada umumnya disusun oleh batuan/material yang bersifat lepas (unconsolidated material) yang bersifat memperkuat getaran tanah (ground shaking amplification) apabila terjadi gempabumi. Garis sempadan pantai. Garis sempadan pantai perlu diatur dan ditetapkan menjadi suatu peraturan, mengingat potensi abrasi air laut terhadap garis pantai akan berpengaruh terhadap keberadaan garis pantai yang ada.
Program Penataan Ruang Kawasan Pesisir 1. Menetapkan peruntukan ruang wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap potensi bahaya geologi; 2. Menetapkan peruntukan ruang untuk keperluan berbagai fungsi ruang, baik peruntukan ruang bagi pemukiman, pendidikan, kesehatan, ruang publik dan evakuasi serta infrastruktur yang memadai yang berguna terutama dalam proses evakuasi dan tindakan penyelamatan apabila terjadi bencana geologi; 3. Melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya gempabumi, dengan cara membuat peta mikrozonasi yang akan menjadi acuan di dalam pembuatan dan penetapan peraturan mengenai kontruksi bangunan (building code); 4. Menetapkan, mengawasi, dan melaksanakan secara konsisten dan konsekuen semua peraturan yang berkaitan dengan kode bangunan; 5. Penetapan garis sempadan bangunan yang berada di kawasan pesisir; 6. Melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya tsunami, dengan cara membuat peta zona bathymetry hingga ke arah pesisir dan bagian dataran hingga ketinggian 20 meter diatas muka air laut yang akan menjadi acuan di dalam pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai zonasi kerentanan terhadap tsunami; 7. Melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya banjir, baik siklus banjir tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, hingga banjir 25 tahunan dan disertai dengan peraturan yang berkaitan dengan konstruksi bangunan dan infrastruktur lainnya.
Arahan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbukitan 1. Kestabilan lereng dan kesesuaian lahan Untuk wilayah yang kondisi topografinya berupa perbukitan maka sangat mungkin rentan terhadap longsoran tanah. Peta Kerentanan Longsoran Tanah dan peta Kesesuaian Lahan sangat diperlukan pada proses perencanaan tata ruang yang berorientasi pada mitigasi bahaya geologi longsoran tanah. Getaran seismic yang bersumber dari gempabumi dapat menjadi pemicu terjadinya longsoran tanah. Oleh karena itu di kawasan perbukitan perlu dibuat suatu aturan yang mengatur lokasi bangunan yang didasarkan atas kerentanan longsoran tanah. Perlu dipertimbangkan terhadap pembangunan pemukiman yang berada di kaki lereng dan atau di lereng bukit, hal ini sangat beresiko tinggi apabila terjadi gempa atau curah hujan yang cukup tinggi dan intensif. 2. Peraturan bangunan (Building code) Data dan informasi tentang susunan batuan, jenis batuan dan struktur geologi perlu diteliti dengan seksama. Data dan informasi geologi mengenai sifat fisik batuan/tanah dan sifat teknis batuan/tanah menjadi dasar pertimbangan dalam membuat aturan bangunan, baik yang menyangkut struktur kontruksi dan pondasi bangunan.
Program Penataan Ruang Kawasan Perbukitan 1. Menetapkan peruntukan ruang wilayah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap gempabumi dan longsoran tanah. 2. Menetapkan peruntukan ruang untuk keperluan berbagai fungsi ruang, baik peruntukan ruang bagi pemukiman, pendidikan, kesehatan, ruang publik dan evakuasi serta infrastruktur yang memadai yang berguna terutama dalam proses evakuasi dan tindakan penyelamatan apabila terjadi bencana geologi. 3. Melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya geologi, dengan cara membuat peta zonasi rentan bencana geologi yang akan menjadi acuan di dalam pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai kode bangunan (building code). 4. Melaksanakan dan menetapkan wilayah rentan terhadap bahaya longsoran tanah, dengan cara membuat peta kerentanan longsoran tanah dan kestabilan lahan yang akan menjadi
acuan di dalam pembuatan dan penetapan peraturan daerah mengenai keamanan terhadap longsoran tanah. 5. Menetapkan, mengawasi, dan melaksanakan secara konsisten dan konsekuen semua peraturan yang berkaitan dengan kode bangunan. 6. Menetapkan, mengawasi, dan melaksanakan secara konsisten dan konsekuen semua peraturan yang berkaitan dengan keamanan bangunan terhadap bahaya longsoran tanah.
PERTEMUAN KE-XIV INFORMASI GEOLOGI UNTUK PENENTUAN LOKASI TPA
UU No.18 Tahun 2008 UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah adalah melaksanakan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah (pasal 9 ayat 1 huruf d). Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup (pasal 9 ayat 1 huruf e). Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 9 ayat 2).
Perpres No.54 Tahun 2008 Perpres No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang kawasan Jabodetabekpunjur. struktur ruang terdiri atas Sistem Pusat Permukiman yaitu hierarki pusat permukiman sesuai dengan RTRWN. Sistem Jaringan Prasarana meliputi: sistem transportasi darat, sistem transportasi laut, sistem transportasi udara, sistem penyediaan air baku, sistem drainase dan pengendalian banjir, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun, sistem pengelolaan persampahan, sistem jaringan tenaga listrik dan sistem jaringan telekomunikasi. Dilaksanakan secara terpadu antar daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat, serta memperhatikan fungsi dan arah pengembangan pusat-pusat permukiman.
Tujuan Pengelolaan Sampah Tujuan pengelolaan sampah yaitu untuk menentukan zona Kelayakan TPA Sampah Regional berdasarkan aspek geologi lingkungan dan untuk melengkapi struktur ruang Wilayah
Jabodetabekpunjur. Mengusulkan beberapa lokasi tapak sebagai lokasi Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah.
Geologi Lingkungan Geologi lingkungan adalah upaya untuk memanfaatkan lingkungan geologi secara rasional dan perlindungan manusia, harta benda dan lingkungannya dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh lingkungan geologi tersebut, baik karena sifat alamiahnya maupun karena interaksinya dengan kegiatan manusia. Sedangkan lingkungan geologi yang dimaksud adalah segenap bagian dari kulit bumi yang mempengaruhi secara langsung terhadap kondisi dan keberadaan masyarakat. Batuan (termasuk tanah), bentang alam, dan air, merupakan faktor geologi yang mendukung keberlanjutan manusia untuk mempertahankan hidup. Faktor pembatas/kendala seperti gempabumi, letusan gunungapi, gerakan tanah dan sebagainya merupakan faktor geologi yang menimbulkan kerentanan bagi keberlangsungan hidup manusia.
Geologi Lingkungan dalam Penataan Ruang Berperan
dalam
menginformasikan
keseimbangan
dan
kenyamanan
dalam
pemanfaatan ruang. Memiliki faktor kerentanan dan faktor ketahanan yang dapat memberikan keleluasaan atau ketidakleluasaan bagi manusia dalam melakukan pengorganisasian ruang dan pemilihan jenis penggunaan lahan. Perhatian terhadap kondisi geologi lingkungan, maka setiap kegiatan pemanfaatan ruang dapat terencana sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Arahan Geologi Lingkungan Dalam Penyusunan RTR Kawasan Jabodetabekpunjur
Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan Jabodetabekpunjur
Tahap Penyelidikan Regional Kriteria berupa komponen yang dinilai dan komponen penyisih. Penyusunan Peta Zona Kelayakan Regional memiliki skala 1 : 50.000. Hasilnya berupa daerah layak dan daerah tidak layak.
Tahap Pemilihan Tapak Kriteria berupa kondisi tapak dengan skala 1:25.000 sampai 1:10.000. hasil berupa lokasi tapak yang terbaik dan ranking beberapa tapak
Tahap Lokasi Aktual Kriteria dengan non teknis. Penyusunan Peta skal 1:5.000 sampai dengan 1:1.000. Hasilnya berupa tapak yang terpilih.
Analisis Kelayakan Regional Mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor lingkungan fisik berdasarkan aspek geologi lingkungan yang mengontrol kelayakan dan keamanan lokasi pembuangan sampah baik sebagai penghambat ataupun pendukung. Mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor nonfisik sebagai pembatas yang dinyatakan daerah tidak layak. Parameter Analisis yaitu SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi TPA Sampah dan SOP Geologi Lingkungan untuk penentuan zona kelayakan TPA Sampah. Kriteria penilaian yaitu kondisi batuan, muka air tanah, kemiringan dan curah hujan. Adapun kriteria penyisih yaitu daerah rawan longsor, jarak terhadap sesar/patahan, daerah bahaya letusan gunung api, kemiringan lereng, daerah bahaya banjir berkala, jarak terhadap aliran sungai, jarak terhadap pemukiman, daerah lindung, jarak terhadap jalan raya / K.A., dan jarak terhadap lapangan terbang.
Tahap Pemilihan Lokasi Tapak TPA Sampah Kriteria yaitu:
Memilih sebaran lokasi kelayakan tinggi dengan luas lahan lebih dari 100 ha.
Keberadaan infrastruktur yang optimum, terutama sekali kedekatan lokasi dengan akses jalan yang telah ada.
Lahan yang tidak produktif dan kurang subur, seperti lahan tegalan.
Daerah yang tidak akan dikembangkan untuk kegiatan-kegiatan perkotaan yang bersifat produktif.
Adapun analisis yang digunakan yaitu dengan pembobotan. Lokasi Tapak (LT) Terpilih
LT. Pamoyanan, Desa Ridogalih, Kec. Serang, Kabupaten Bekasi
LT. Cihanjuang, Kec. Bojongmangu Kabupaten Bekasi
LT. Pabuaran, Kec. Balaraja Kabupaten Tangerang.
LT. Nambo, Kec. Klapanunggal, Kabupaten Bogor.
Analisis Tapak Analisis tapak dengan menggunakan metode LeGrand (1980). Informasi dan penilaian meliputi: jarak dari sumber pencemar ke titik pemanfaatan sumber air, kedalaman muka air tanah dari sumber pencemar, gradien muka air tanah dari sumber pencemar, permeabilitas dan sorption batuan dasar, probabilitas pencemaran dan bahaya pencemaran dan peringkat situasi.
Lokasi Pamoyanan Kec. Serang Kab. Bekasi
Kondisi Lingkungan Fisik Lokasi Usulan TPA Sampah Pamoyanan Kabupaten Bekasi
Hasil analisis LeGrand (1980) menunjukkan bahwa lokasi tapak TPA sampah terletak pada kelas lahan tergolong peringkat B yang berarti baik sekali dengan nilai 12. Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai – 17 B yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah hampir tidak mungkin, dengan tingkat penerimaan TPA sampah hampir pasti diterima. Lokasi Cihanjuang Kec. Bojongwangu Kabupaten Bekasi
Kondisi Lingkungan Fisik Lokasi Usulan TPA Sampah Cihanjuang Kab. Tangerang
Hasil analisis LeGrand (1980) menunjukkan bahwa lokasi tapak TPA sampah terletak pada kelas lahan tergolong peringkat B yang berarti baik sekali dengan nilai 10. Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai – 13 B yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah hampir tidak mungkin, dengan tingkat penerimaan TPA sampah hampir pasti diterima. Lokasi Pabuaran, Kec. Balaraja, Kab. Tangerang
Kondisi Lingkungan Fisik Lokasi Usulan TPA Sampah Pabuaran, Kabupaten Tangerang
Hasil analisis LeGrand (1980) menunjukkan bahwa lokasi tapak usulan TPA sampah terletak pada kelas lahan tergolong peringkat B yang berarti baik sekali dengan nilai 14. Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai –9 B yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah hampir tidak mungkin, dengan tingkat penerimaan TPA sampah hampir pasti dapat diterima.
Lokasi Nambo Kab. Bogor
Kondisi Lingkungan Fisik Lokasi Usulan TPA Sampah Nambo, Kabupaten Bogor
Hasil analisis LeGrand (1980 menunjukkan bahwa lokasi tapak TPA sampah terletak pada kelas lahan tergolong peringkat B yang berarti baik sekali dengan nilai 11. Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai –15 B yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah hampir tidak mungkin, dengan tingkat penerimaan TPA sampah hampir pasti dapat diterima.
Penutup Lokasi Tapak Usulan TPA sampah Nambo Kabupaten Bogor merupakan LT usulan yang paling siap untuk dimanfaatkan. Informasi geologi lingkungan kelayakan regional TPA sampah menjadi bahan masukan dalam revisi RTRW kabupaten/kota. Hasil analisis tapak memberikan informasi awal yang dibutuhkan dalam penyusunan AMDAL. Sedangkan untuk DED perlu dilakukan penyelidikan tapak rinci geologi lingkungan.