BURHANUDDIN
PERTANIAN MASIH DITAKUTI PERBANKAN: BAGAIMANA DENGAN AGRIBISNIS? ditulis untuk Infobank, 2003 Bukan hal yang aneh, jika sektor pertanian tidak diminati oleh lembaga keuangan khususnya perbankan. Berbagai alasan disampaikan mengapa pertanian mendapat hambatan untuk mendapatkan fasilitas kredit perbankan. Salah satunya adalah karena usaha pada sektor pertanian di Indonesia yang para pelakunya adalah masyarakat petani di pedesaan sampai saat ini kondisinya masih sangat memprihatinkan (menurut kacamata perbankan). Artinya, sektor pertanian (yang menekankan pada produksi dan on-farm activities tidak memberikan benefit yang diharapkan oleh Bank, baik dalam hal pengembalian maupun jaminan kredit. Selain itu, sifat dari bisnis sektor pertanian yang tidak kontinu musiman) sangat sulit untuk memperhitungkan resiko bisnis yang menjadi pertimbangan utama bank dalam menyalurkan kreditnya. Sifat komoditas pertanian yang secara umum tidak seragam, mudah rusak atau busuk, voluminous (banyak makan ruang), dan harganya tidak kompetitif dengan produk luar membuat bank ekstra hati-hati bahkan cenderung menutup diri. Hal ini berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi pedesaan yang cenderung lambat, diversifikasi lahan pertanian yang cepat dan pendapatan petani relatif tidak besar. Kondisi ini harus diperbaiki dengan langkah awal adalah merubah cara pandang pertanian kepada konsep yang lebih progresif yang berorientasi pertumbuhan dan pemerataan. Terkait dengan ini, Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc. (Kepala Pusat Studi Pembangunan IPB) menyatakan bahwa "Agribisnis adalah cara pandang baru dalam melihat pertanian". Ini berarti bahwa pertanian tidak hanya on farm activities tetapi juga off farm activities. Dengan demikian, pertanian tidak hanya berorietasi produksi tetapi juga berorientasi pasar, tidak hanya dilihat dari sisi permintaan (demand side) tetapi juga dari sisi penawaran (supplay side). Dalam hal ini, pertanian tidak hanya bercocok tanam, beternak, menambak ikan, dan berkebun tetapi juga bagaimana menyediakan sarana produksinya, bagaimana memproses outputnya, bagaimana memasarkan outputnya, dan bagaimana keterlibatan lembaga penunjang (seperti perbankan). Departemen Agribisnis FEM IPB | INFOBANK
BURHANUDDIN
Cara pandang baru pertanian ini memberikan perubahan konsep dalam melihat pertanian, sehingga secara teoritis bank tidak perlu takut untuk membiaya kredit pertanian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kredit agribisnis memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan kredit lain diluar pertanian (dalam konteks agribisnis). Pada akhirnya, bank tidak perlu khawatir kreditnya tidak kembali.
Potensi Agribisnis Tidak dapat dipungkiri bahwa potensi alam dan potensi sumberdaya manusia sangat mendukung pengembangan agribisnis di Indonesia. Hortikultura seperti buah-buahan (yang beberapa waktu lalu dibanjiri buah impor) dan sayur-sayuran, peternakan (impor sapi lebih 250 000 ekor per tahun), perikanan (negara kepulauan), kehutanan (terkena isu lingkungan) dan perkebunan (memiliki komoditi yang diminati pasar dunia, seperti sawit dan karet) mempunyai peluang besar untuk dikembangkan, guna memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Jika demikian, maka agribisnis merupakan pasar baru yang seharusnya diperebutkan oleh Bank. Namun masalah yang timbul dilapangan adalah melupakan yang kecil dengan membiayai yang besar, padahal agribisnis sebagian besar adalah kecil-kecil. Untuk itu, peranan lembaga keuangan harus lebih progresif dan berani memberikan dukungan finansial pada kegiatan agribisnis, terutama yang agribisnis kecil. Tentunya dengan berbagai perlakuan dan inovasi baru untuk memperkecil resiko. Dengan demikian perlu reorientasi perbankan terutama dalam fasilitas kredit untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang lebih berkembangan bagi agribisnis. Bukan sebaliknya, dengan menciptakan kondisi yang mempersulit langkah para petani sehingga proses pemiskinan di daerah-daerah terus berlangsung. Lembaga keuangan khususnya perbankan hendaknya tidak apriori terhadap agribisnis. Karena lemahnya agribisnis bukan karena sifat bisnisnya yang tidak layak diberi kredit, tetapi cenderung pada sistem pelaku bisnis yang sering membuat ketidakpastian pengembalian dan kondisi pasar agribisnis. Campur tangan pemerintah dan swasta akan memberikan kondisi bisnis yang memiliki keuntungan komparatif dan kompetitif yang akhirnya memberikan kontribusi keuntungan bagi lembaga keuangan atau perbankan. Pihak perbankan menganggap bahwa agribisnis sangat berisiko, tapi dalam bisnis, semakin besar resiko akan semakin besar pula profit yang diperoleh. Dengan demikian, lembaga keuangan yang mungkin sesuai dengan kondisi agribisnis ini adalah bank yang berani mengambil resiko. Dalam hal persaingan yang semakin ketat, baik bank swasta maupun bank pemerintah sudah tidak bisa lagi berjalan dengan "cari aman".
Peranan Perbankan di Agribisnis Perubahan di tingkat on farm dari subsisten ke intensif bahkan mengarah pada modernisasi mengindikasikan perubahan yang sangat cepat dan tepat pada era pasar bebas ini. Masuknya berbagai produk agribisnis harus mendapat kompetitor dari produk agribisnis dalam negeri untuk mencegah adanya banjir produk impor. Departemen Agribisnis FEM IPB | INFOBANK
BURHANUDDIN
Beberapa fenomena yang nampak pada sektor agribisnis yang mengharuskan keterlibatan lembaga keuangan antara lain adalah: (a)Adanya perubahan/transisi dari petani tradisional ke petani modern. Teknologi yang semakin modern membuat periode bisnis semakin panjang dan rendah resiko,teknologi pengolahan lahan (traktor), teknologi pembibitan (misalnya tissue culture atau Inseminasi Buatan), teknologi pemanenan (mesin pemotong), teknologi pemrosesan (pengasinan, pengulitan) dan lain sebagainya tidak bisa dilakukan oleh petani semata tanpa ada tambahan kredit perbankan; (b)Perkembangan informasi mengharuskan para petani untuk bisa mengantisipasi pasar, sehingga perencanaan produksi mampu mengatasi penumpukan output dan memperkecil biaya penyimpanan. Teknologi informasi juga menyebabkan petani dapat menghitung cash flow bisnisnya. Perbankan sebagai lembaga keuangan tidak hanya bertindak sebagai pemberi kredit, tetapi kalau mungkin ada pembinaan teknis, sehingga petani tidak dirugikan akibat lack of information; (c)Petani tidak hanya mengambil benefit dari kegiatan on farm saja, tetapi berkembang pada margin tataniaga yang lain, sehingga pendapat total petani lebih tinggi. Ini berarti perbankan tidak hanya membiaya kegiatan usaha tingkat on farm tetapi juga dapat memberikan kredit pada kegiatan usaha tingkat off farm (produsen sarana produksi, pedagang, industri rumahtangga, jasa transportansi, dan lain sebagainya). Secara makro, untuk merubah agribisnis menjadi disukai oleh lembaga keuangan adalah dengan meningkatkan peran sektor agribisnis pada perekonomian Indonesia. Untuk itu, diperlukan kesungguhan dari berbagai pihak yang terkait untuk menanganinya. Perubahan yang terjadi harus mengarah pada perubahan mendasar dari pola usaha agribisnis sampai terbentuknya budaya industri (menuju agroindustri). Penyuluhan bersifat komprehensif dan terpadu sudah saatnya dimasyarakatkan, baik yang bersifat teknis maupun yang bersifat bisnis, agar terjadi keseimbangan yang bersifat mutualisme diantara pelaku-pelaku bisnisnya. KUD sebagai salah satu pelaku bisnis hendaknya ditingkatkan perannya untuk memberi perhatian yang lebih besar kepada para petani, bukan sebaliknya mempermainkan bahkan memeras petani yang umumnya menerima keadaan karena lemah, miskin dan tidak berdaya. Dan, untuk merangsang pengusaha masuk pada agribisnis perlu adanya pembenahan prasarana dan menghilangkan berbagai pungutan yang tidak wajar. Perbaikan citra secara makro ini akan memberikan nilai tambah bagi agribisnis dalam memperoleh kepercayaan perbankan untuk membiayainya.
Pendanaan Agribisnis Undang-undang nomor 7 tahun 1992 menyebutkan bahwa perbankan mempunyai fungsi: (a)sebagai lembaga kepercayaan,(b)sebagai lembaga pendorong pertumbuhan ekonomi, dan (c)sebagai lembaga pemerataan. Dari ketiga fungsi ini dapat dikatakan bahwa bank punya tanggung jawab untuk: (a) harus sehat; (b) Harus memperoleh keuntungan yang wajar; (c) harus membuat laporan keuangan yang terbuka, jujur dan dapat dipercaya; dan (d) mempunyai tanggung jawab sosial yang berkaitan dengan pemerataan yaitu kebijakan perkreditan yang menunjang perkembangan masyarakat kecil. Secara mikro bank dituntut untuk untung dan secara makro bank dituntut untuk menciptakan kesejahteraan dan keseimbangan masyarakat. Dengan demikian jelas bahwa perbankan tidak Departemen Agribisnis FEM IPB | INFOBANK
BURHANUDDIN
bisa meninggalkan agribisnis, karena sebagian besar kegiatan agribisnis dimiliki masyarakat kecil dan pemerataan hanya bisa dicapai jika bank terlibat dalam agribisnis. Ini merupakan tujuan ganda bagi bank, yaitu ikut mengembangkan agribisnis dan sekaligus melakukan pemerataan. Sebenarnya, pendanaan agribisnis juga dilakukan oleh KUD sebagaimana disebutkan oleh Keppres nomor 4 tahun 1984. Keprres itu berkmasud untuk membenahi ekonomi pedesaan, yang antara lain diserahkan kepada KUD. Fungsi KUD adalah sebagai pengumpul/kolektor produk pertanian, sebagai prosesing agent, sebagai trading agent, dan sebagai credit agent. Namun, fungsi KUD dalam pendanaan ini masih banyak yang harus dibenahi. Perbankan, sebagai lembaga pendanaan yang sudah memasyarakat sangat menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan pendanaan agribisnis. Konsep baru dalam agribisnis mutlak diketahui oleh perbankan, supaya anggapan beresiko, lambat pertumbuhannya, rendah tingkat pengembaliannya dapat dijadikan peluang untuk meraih keuntungan. Konsep baru agribisnis menurut I Nyoman Moena (Bankers), dalam satu ceramahnya di Magister Manajemen IPB, adalah mencakup sinkronisasi terhadap: (a) Jalur produksi, (b) Jalur akumulasi, (c) Jalur pabrikasi, (d) Jalur distribusi, (e) Jalur konsumsi, dan (f) Jalur eksplorasi. Keenam jalur di atas saling terkait dan menimbulkan kekuatan yang bersifat sinergis. Sifat sinergi ini, selain meredam resiko juga menampakkan kekuatan bisnis. Resiko yang ditakuti lembaga keuangan disebabkan ketidaksinergisan jalur agribisnis tersebut, sehingga timbul ketidakpastian bisnis yang tinggi, yang sering dijumpai oleh perbankan pada agribisnis berskala kecil. Saat ini, pendanaan agribisnis secara instrumental dapat dikatakan sudah berjalan. Undangundang sudah memberi landasan yang kuat kepada bank-bank untuk merangkul agribisnis. Namun, pada pelaksanaannya sangat sulit direlisasikan dan masih banyak yang harus disesuaikan. Untuk itu, perbankan hendaknya mempunyai komitmen yang kuat sebagai lembaga yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk ikut mengambil peran dalam mendorong pertumbuhan agribisnis sebagai a leading sector dalam perekonomian nasional.
Penutup Komitmen perbankan harus diikuti oleh bukti autentik bahwa pengembangan agribisnis memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat memberi keuntungan bagi lembaga keuangan. Bukti autentik tersebut meliputi: (1)Faktor alam dan sumberdaya manusia merupakan potensi yang masih bisa dikembangkan; (2)Peluang pasar masih sangat terbuka baik pasar dalam negeri maupun untuk ekspor; (3)Konglomerasi yang kuat yang saat ini menguasai sebagian besar perekonomian Indonesia, sebagian besar ditunjang oleh agribisnis; dan (4)Keinginan politik pemerintah untuk memihak pada masyarakat kecil nyata dilaksanakan (berbagai program pengentasan kemiskinan, kemitraan usaha, dan sebagainya). Akhirnya, pertanyaan adalah apakah perbankan masih takut membiayai pertanian? Mungkin masih ya atau sudah ragu-ragu. Tetapi, bagaimana jika membiayai agribisnis? Jawabnya sudah pasti tidak atau masih ragu-ragu. Ternyata, peningkatan daya saing harus diiringi oleh dukungan finansial dari lembaga keuangan yang orientasinya berubah pada pengembangan bisnis dan pelakunya. Departemen Agribisnis FEM IPB | INFOBANK
BURHANUDDIN
Contoh konkrit sederhana sebagai penutup adalah jika bank membiayai kredit untuk rumah makan, maka ada baiknya bank juga memberikan kredit pada: (1)Kegiatan agribinis budidaya seperti: peternak (daging ayam, kambing, sapi, telur, dan lainnya) pada petambak (ikan mas, mujair, dan lainnya, pada nelayan (ikan tongkol, udang, cumi, dan sebagainya), pada petani (sayuran, beras, dan sebagainya), pada pekebun (buah, rempah-rempah dan sebagainya); (2)Kegiatan pra produksi seperti: produsen dan penjual pupuk, produsen dan penjual pakan, produsen dan penjual alat-alat pertanian, produsen dan penjual obat-obatan, dan lainnya; (3)Kegiatan pengolahan seperti: rumah potong ayam, industri pengepakan rumah tangga, penggilingan padi, pengasinan ikan dan sebagainya;(4)Kegiatan pemasaran seperti: pedagang, pengumpul, penyalur, dan sebagainya.
Departemen Agribisnis FEM IPB | INFOBANK