LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Sripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaytullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sankksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 MEI 2010
AMIEN INDAH FITRIA
PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: AMIEN INDAH FITRIA NIM : 105045101480
Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I
Pembimbing II
JM. Muslimin. Ph.D NIP: 150295489
Masyrofah. M.Si NIP: 150318265
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
KATA PENGANTAR
ﻦ اﻟ ﱠﺮﺣِﻴﻢ ِ ِﺑﺴْ ِﻢ اﻟﱠﻠ ِﻪ اﻟ ﱠﺮﺣْ َﻤ Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia yang diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk skripsi dengan judul “Pelanggaran Hak Anak Jalanan Oleh Orangtua Dalam Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak Dan Hukum Islam”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana Hukum Islam pada program studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MM, MM, Selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-staf nya. 2. Bapak Dr. Asmawi, MA, S.Ag dan Ibu Sri Hidayati M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. 3. Bapak JM. Muslimin, Ph. D dan Ibu Masyrofah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam rangka penulisan dan penyelesaian skripsi ini. 4. Selaku Segenap Guru Besar dan Dosen di Fakultas Syari’ah dan Hukum, yang tidak pernah lelah untuk memberikan ilmunya kepada para Mahasiswa,
i
sehingga berkat didikan dan perhatiannya penulis dapat menyelesaikan studi akhir dengan penulisan Skripsi ini. 5. Khusus untuk kedua Orangtua Ayahanda Sjamsoel Bahrie dan Ibunda Samane (Alm.), tiada kata yang penulis ungkapkan selain menghaturkan hormat yang paling dalam atas do’a, didikan, kasih sayang dan cinta yang diberikan selama ini kepada penulis. 6. Abang Fajar yang telah memberikan motivasi dan arahannya kepada penulis agar secepatnya menyelesaikan Skripsi ini dan Mbak Kanti atas Support moril dan telah meminjamkan buku-bukunya kepada penulis. Ci’ Lia yang selalu mengingatkan agar secepatnya menyelesaikan skripsi kepada penulis. 7. Achmad Taufik yang telah setia meluangkan waktunya, memberikan support, motivasi, inspirasi, semangat dan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Laili yang telah membantu mencarikan judul skripsi kepada penulis, Laila dan Yayah yang telah memberikan bantuannya kepada penulis, Wiet atas pinjaman laptopnya. Sari, Nafis, dan Rina atas dukungannya. 9. Rekan-rekan di Fakultas Syari’ah dan Hukum khususnya Program Studi Jinayah Siyasah, Pidana Islam Angkatan 2005 : Laili, Yayah, Laila, Wiet, Rina, Sari, Nafis, Hari, Nendy, Zaki, Arso, Jeje, Deni, Jabil, Nasori, Sayidi, Yazid, Eza, Raizak, Rozak, Iin, Anwar, Asep, Lukman, Adi, Wahid ( Alm ) dan Malik. Yang selalu memberikan semangat selama perkuliahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan. ( Miss you All )
ii
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritikan ini sifatnya menambah pengetahuan untuk penulis sangat diharapkan.
Jakarta, 10 Rajab 1431 H 22 Juni 2010
AMIEN INDAH FITRIA
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
iv
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………
10
C. Tujuan Penelitian ………………………………………...
11
D. Tinjauan Pustaka………………………………………….
12
E. Metode Penelitian dan Tekhnis Penulisan ……………….
14
F. Sistematika Penulisan …………………………………….
16
KONSEP PERLINDUNGAN ANAK……………………...
18
A. Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam ………………
18
1. Pengertian Anak ………………………………….
18
2. Hak-Hak Anak ……………………………………
23
BAB II
B. Perlindungan Anak Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ………………………………
27
1. Pengertian Anak ………………………………….
27
2. Hak-Hak Anak ……………………………………
32
iv
BAB III
FENOMENA PELANGGARAN ANAK JALANAN ……...
38
A. Pengertian Pelanggaran Anak……….…………………….
38
B. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran Hak Anak .. 41
C. Praktek
Pelanggaran
Anak:
Fenomena
Jalanan....…………………………………
BAB IV
Anak 44
PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK : ANALISIS TERHADAP PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ……………………………………………………..
48
A. Konsep
Anak
Perlindungan
Undang-Undang
Perlindungan
Terhadap Anak Jalanan ………………..……………….
48
B. Analisis Dalam Perspektif Hukum Islam ……………….
49
PENUTUP …………………………………………………
54
A. Kesimpulan ……………………………………………..
54
B. Saran ……………………………………………………
56
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….
57
LAMPIRAN ……………………………………………………………
60
BAB V
v
BAB II KONSEP PERLINDUNGAN ANAK
A. Perlindungan Anak Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Anak Secara umum, periode pertumbuhan anak adalah dimulai sejak ia masih dalam kandungan atau di sebut dengan pre-natal, yang artinya masa sebelum lahir sejak terjadi peristiwa konsepsi (pembuahan sel telur perempuan oleh sperma laki-laki) dan berakhir ketika sang bayi lahir ke dunia. Konsepsi sebagai cikal bakal kehidupan pada periode dalam kandungan, sebelum akhirnya sang bayi menjelma sebagai mahluk hidup sempurna, dan lahirlah ia kedunia. Pada saat apa yang disebut proses reproduksi yang sebenarnya bermula dan berintikan pada konsepsi, yaitu pertemuan dan pembuahan sel telur wanita oleh sperma laki-laki, sel telur dan sperma dalam islam dikenal dengan nama ”nuthfah” yakni setetes cairan tertentu. Itulah bahan dasar asal manusia yang menjadi titik mula perkembangan dalam periode kandungan. Asal kejadian periode dalam kandungan dapat di jelaskan dengan empat tahap perkembangan:
18
19
1. Tahap Al-Nuthfah Kata nuthfah yang di maksudkan dalam konteks ini adalah setetes sperma. Dinyatakan dalam Al-Qur’an, surat An-nahl ayat 4 ialah
⌧
Artinya : ”Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata” (Q.S. An-nahl ayat 4). Sperma yang berasal dari laki-laki bertemu dengan ovum perempuan sehingga terjadi pembuahan. Kemudian turun bersarang di dalam rahim (uterus), yang dalam al-qur’an disebut qararin makin. 2. Tahap Al-’alaqah Perkembangan janin selanjutnya oleh pertumbuhan pembuahan antara sperma dan ovum yang menjadi zat (sesuatu) yang melekat pada dinding rahim. Dalam konteks Al-Qur’an disebut ’alaqat 3. Tahap Al-mudhghah Setelah
tahap
’alaqah
(sesuatu
yang
melekat),
al-qur’an
menyebutkan bahwa janin kemudian menjadi mudhghah (seperti daging yang di kunyah). Sayid Quthb menjelaskan bahwa perpindahan dari tahap
20
’alaqah ke mudhghat terjadi disaat sesuatu yang melekat (al-mudhghah al’aliqat) berubah menjadi darah beku yang bercampur Berikutnya tampaknya tulang (al-’idham), lalu tulang ini diselubungi oleh daging (seperti daging segar) sebagaimana di gambarkan Allah dalam surat Al-Mu’minun ayat 14 yang berfirman:
⌧
☺ ☺ ☺ ⌧
Artinya: ”Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain). Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. Al-Mu’minun ayat 14).
21
4. Tahap pemberian nyawa (nafkh al-ruh) Setelah melalui tiga tahap, pertumbuhan janin semakin sempurna dengan ditiupkannya ruh kedalamnya 1 Kehadiran anak merupakan karunia serta nikmat dari Allah yang harus disyukuri. Allah berfirman:
⌧
Artinya : ”Kemudian kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (Q.S. Al-Isra ayat 6)
1
Muhammad Nasirudin Al-Bani, Mukhthasharu Al-Shahih Muslim, (Beirut: Maktab Al-Islami, 2000), h. 488.
22
Dalam islam anak manusia dipandang sebagai mahluk yang sangat terhormat, karena manusia merupakan mahluk Allah yang terbaik. Anak dalam Islam memiliki hak-hak dasar baik sebelum maupun setelah lahir. 2 Anak adalah sosok manusia kecil, dan secara fitriah merupakan mahluk sosial. 3 Jiwa anak itu lembut dan sangat mudah terpengaruh. Anak-anak adalah miniatur manusia, yang belum memiliki identitas permanen, namun memiliki kapabilitas untukmencapai perubahan itu. 4 Anak adalah miniatur manusia yang kenyataannya memerlukan cinta dan kasih sayang yang lebih besar ketimbang orang dewasa. Sebagaimana anak memerlukan makanan, ia juga memerlukan cinta dan kasih sayang. 5 Namun sayangnya, berbagai orang tua memanfaatkan hal ini untuk tujuan-tujuan mereka. Mereka meminta anak melakukan hal tertentu agar ibu mencintainya. Namun, bila siasat ini terus berlanjut dalam waktu lama, maka akan bisa berakibat buruk. Anak akan terbiasa melakukan sesuatu 2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Model Pemberdayaan Anak Jalanan Berbasis Keluarga dengan Pendekatan Multisistem, Jakarta, 2004, h. 38. 3
Ibrahim Amini, Anakmu, AmanatNya, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet-1, h. 130.
4
Ibid., h. 11.
5
Ibid., h. 133.
23
hanya demi menyenangkan orang tua, bukan untuk memperoleh manfaat bagi dirinya dan masyarakat. 6
2. Hak-hak Anak Hak-hak anak dalam Islam dimulai sejak anak dalam kandungan hingga mencapai kedewasaan secara fisik maupun psikis. Hak-hak tersebut antara lain: 1. Hak mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan dalam kandungan maupun setelah lahir. 2. Hak mengetahiu nasab (keturunan). 3. Hak menerima yang yang baik. 4. Hak mendapatkan ASI dari Ibu atau penggantinya. 5. Hak mendapatkan asuhan. 6. Hak mendapatkan harta warisan. 7. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. 8. Hak mendapatkan perlindungan hukum. 7
6
Ibid., h.141.
7
Mufidah, Haruskah Perempuan dan Anak di Korbankan? Panduan Pemula
untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, (Malang: PSG Publishing dan Pilar Media, 2006), hal. 63.
24
Dalam Syariat Islam, hak utama anak ketika masih dalam bentuk janin (benih bayi dalam rahim) adalah memperoleh penjagaan dan pemeliharaan. Dimana hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan lahir kelak terhindar dari jamahan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak pernah bersyukur kepada Allah SWT, sementara orang tuanya pun akan terhindar pula dari berbagai macam kerugian, sebagaimana dinyatakan dalam Firman Allah di dalam Surat Al-An’am ayat 140 :
☺
⌧
Artinya : ”Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk” (Q.S. Al-An’am ayat 140).
25
Haram yang dimaksud disini adalah jika janin yang berada di dalam rahim, telah memiliki ruh ciptaan Allah di dalamnya. 8 Sementara itu, jika ada motivasi lain dalam melakukan pembunuhan terhadap janin, bayi atau anak-anak, seperti lantaran takut menjadi miskin dengan bertambahnya anggota keluarga, maka Allah juga telah menerangkan kepada manusia, bahwa Dialah yang akan memberi rezeki kepada semua mahluk yang ada di dunia ini. Sedangkan jika pembunuhan itu dilakukan lantaran semata-mata kejahilan atau kebodohan, maka hal inipun termasuk kedalam perbuatan atau pelanggaran tindak kejahatan yang menimbulkan dosa besar bagi para pelakunya. 9 Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa ayat 31:
⌧ 8
Abdur Razak Husein, Hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1992), h. 38. 9
Ibid.,h. 38.
26
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar" (Q.S. Al-Israa ayat 31 ).
Allah Ta’ala berfirman bahwa harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Selain itu, Allah Ta’ala juga telah menyatakan bahwa kekuasaannya sajalah yang menentukan penciptaannya, baik laki-laki maupun perempuan, kaya atau miskin, panjang atau pendek umur mereka. 10 Sesungguhnya
pada
tiap-tiap
perintah,
larangan,
kewajiban,
pedoman dan petunjuk pada syariat islam, yang telah di tetapkan Allah SWT yang mulia, telah menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan umatnya. Demikian juga perhatian beliau terhadap dunia anak-anak, juga telah membuktikan bahwa Rasulallah sangat mengharapkan kelangsungan agama Islam yang akan terus bergema di tangan anak-anak, lantaran hakhak anak tersebut termasuk ke dalam salah satu kewajiban orang tua
10
Kariman Hamzah, Islam Berbicara Soal Anak, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), Cet. Ke-1, h. 21.
27
terhadap anak yang telah di gariskan Islam. 11 Selanjutnya, anak-anak juga berhak mendapatkan pendidikan agama, moral dan akhlak. Hak-hak anak tidak hanya terdapat pada orang tuanya atau didalam keluarga tapi juga pada masyarakat umum, terutama anak-anak yatim dan anak-anak yang terlantar sebagai anak jalanan. 12
B. Perlindungan Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 1. Pengertian Anak Membicarakan sampai batas usia berapa seseorang dapat dikatakan tergolong anak, ternyata banyak Undang-undang yang tidak seragam batasannya, karena dilatar belakangi dari maksud dan tujuan masingmasing Undang-undang itu sendiri. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam
Undang-undang
No.4
Tahun
1979
tentang
Kesejahteraan Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum 11
Abu Huraerah, Child Abuse (kekerasan terhadap anak), (Bandung: Nuansa, 1997), Cet ke-2, h. 49. 12
Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), Cet. Ke-1, h. 74.
28
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Dalam Kompilasi Hukumn Islam, bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun. Dan dalam Konvensi Hak-hak Anak, batasan umur anak adalah dibawah umur 18 tahun. 13 Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa, memilih peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan Negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterahkan. Karenanya, segala bentuk tindah kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi. 14
13
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Djambatan 2000), Cet. Ke-3, h.5. 14
Huraerah, Child,.h. 11.
29
Sebagai generasi penerus bangsa, anak selayaknya mendapatkan hak-hak dan kebutuhannya secara memadai. Sebaliknya mereka bukanlah objek (sasaran) tindakan kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari siapapun atau pihak manapun. Anak yang dinilai rentan terhadap kekerasan dan penganiayaan, seharusnya dirawat, diasuh, dididik dengan sebaik-baiknya, agar mereka tumbuh serta berkembang secara sehat dan wajar. Hal ini tentu saja perlu dilakukan, agar kelak di kemudian hari tidak terjadi generasi yang hilang (the lost generation). 15 Penenggulangan permasalahan anak sangat menuntut banyak pihak. Mereka bukan semata-mata tanggung jawab orang tua, melainkan juga menjadi tanggungjawab negara dan pemerintah serta masyarakat. Oleh karena itu, optimalisasi peran orang tua, negara dan pemerintah serta masyarakat dalam upaya mensejahterahkan anak perlu diupayakan. Anakanak adalah harapan masa depan bangsa. Anak-anak Indonesia adalah anak-anak kita sendiri dan tanggungjawab kita bersama. Keberadaan anak-anak jalanan tampaknya telah menjadi fenomena di kota-kota besar Indonesia. Kehadiran anak-anak di jalanan adalah sesuatu yang dilematis. Disatu sisi mereka dapat mencari nafkah dan 15
Ibid.,h.30.
30
mendapatkan pendapatan, yang membuatnya bisa bertahan hidup dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain mereka bermasalah karena seringkali tindakannya merugikan orang lain. Mereka menjadi objek kekerasan fisik orang dewasa, yang sama-sama bekerja di jalanan, seperti dipukul, ditendang, dijewer dan lain-lain. 16 Anak-anak jalanan ditantang oleh resiko yang mau tidak mau harus dihadapi saat mereka berada dijalanan. Di samping itu, karena masa anak dan remaja (usia 10-21 tahun) ini dianggap sebagai masa persiapan untuk mencapai cita-cita pada masa dewasanya, maka anak jalanan menjadi berkurang kesempatannya untuk membekali diri dengan pendidikan formal dan keterampilan khusus lainnya. Padahal disisi lain, mereka kelak harus bersaing dengan anak-anak lain seusianya, yang memang tidak memiliki hambatan dalam hal materi, fasilitas yang dibutuhkan, maupun kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.17 Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan dikelompokkan dalam tiga kategori:
16
Ibid., h.89. Surat Kabar Pikiran Rakyat (Alva Handayani), Melonjak Jumlah Anak Jalanan, (Jakarta : 10 Januari 1999). 17
31
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street), dengan kriteria: 1) Putus hubungan atau karena tidak bertemu dengan orang tuaorang tuanya. 2) Selama 8-10 jam berada di jalanan untuk ’bekerja’ (mengamen, mengemis, memulung) dan sisanya menggelandang atau tidur. 3) Tidak lagi bersekolah. 4) Rata-rata berusia dibawah 14 tahun. b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan (children on the street), dengan kriteria: 1) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya. 2) Antara 8-16 jam berada di jalanan. 3) Mengkontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua atau saudara, umumnya di daerah kumuh. 4) Tidak lagi bersekolah. 5) Pekerjaan: penjual korann, pengasong, pencuci bis, pemulung, penyemir sepatu, dan sebagainya. 6) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun. c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria:
32
1) Bertemu teratur setia hari, tinggal dan tidur dengan keluarganya. 2) Sekitar 4-6 jam bekerja di jalanan. 3) Masih bersekolah. 4) Pekerjaan:
penjual
koran,
penyemir,
pengamen,
dan
sebagainya. 5) Usia rata-rata di bawah 14 tahun. 18 Orang tua mengeksploitasi karena kondisi ekonomi yang sangt terpuruk. Serta tidak mempunyai konsep tentang hak anak, hampir semua keluarga miskin anggotanya dijadikan tenaga kerja termasuk anak-anak. Jadi, menset orang tua, anak itu dijadikan alat atau tulang punggung. Dengan itu semua orang tua tidak sadar karena itu telah menghancurkan masa depan anak, anak dididik dengan pola pola minta-minta, dengan ini anak sudah menjadi komunitas anak jalanan. 19
3. Hak-Hak Anak
18
19
Huraerah, Child., h. 88-92.
Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data dan Pelaporan Sekertariat KPAI), Jakarta, 12 Maret 2010.
33
Masalah perlindungan hukum dan hak bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Agar perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggungjawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Namun, usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia. Keadaan ini di sebabkan situasi dan kondisi serta keterbatasan yang ada pada pemerintah, dan masyarakat sendiri belum memungkinkan untuk mengembangkan secara nyata ketentuan perundang-undangan yang telah ada. 20 Hak asasi anak telah diakui dan dilindungi sejak masih dalam kandungan. Sebagai negara peserta Konvensi tentang Hak Anak, negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk melakukan berbagai upaya dalam perlindungan hak asasi manusia, diantaranya: 1.
Melakukan pencegahan agar anak terhindar dari penculikan, penyelundupan dan penjualan.
20
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006), Cet. Ke -1, h. 67-68.
34
2.
Melindungi anak dari kehilangan keluarga, eksploitasi ekonomi baik secara fisik maupun psikologi, prostitusi, segala bentuk diskriminasi, dan dalam keadaan krisis dan darurat seperti dalam pengungsian, konflik bersenjata, dan anak yang berkonflik dengan hukum.
3.
Menjamin hak anak yang menjadi korban konflik bersenjata, penelantaran, penganiayaan dan eksploitasi.
4.
Dilarang memberikan perlakuan atau hukuman yang kejam, penjatuhan hukuman mati, penjara seumur hidup, penahanan semena-mena dan perampasan kemerdekaan. 21 Menurut konvensi negaralah yang mempunyai kewajiban dalam
perlindungan hak anak, keluarga dan masyarakat tidak dapat dilepaskan peranannya. Kewajiban untuk melindungi hak-hak anak adalah kewajiban semua pihak. 22 Kemudian, sejak ditetapkannya Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif lebih
21
Rona Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Studi HAM UII, 2008), Cet. Ke-1. h. 267. 22
Ibid., h. 269.
35
lengkap
dan
cukup
banyak
dicantumkan
dalam Undang-undang
Perlindungan anak dalam pasal 4 sampai dengan pasal 18 yang berkaitan dengan Hak dan Kewajiban Anak dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 23 Selain hak-hak anak, dalam kehidupan anak masih diperlukan adanya tanggungjawab orang tua terhadap anak, sehingga hak-hak anak dapat berjalan dengan baik. Tanggungjawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang dimiliki anak, apabila orang tua mampu berperan sebagaimana yang diharapkan oleh peraturan dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Dalam konvensi PBB tentang Hak-hak Anak hanya terdapat satu peraturan tentang tanggungjawab orang tua terhadap anak yaitu orang tua bertanggungjawab untuk membesarkan dan membina anak, negara mengambil langkah membantu orang tua yang bekerja agar anak mendapat perawatan dan fasilitas. 24 Sebagaimana manusia lainnya, setiap anak memiliki kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.
23
Ibid., h. 36. Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Djambatan, 2000), h. 8. 24
36
Sedangkan kebutuhan umum anak adalah perlindungan (keamanan), kasih sayang, pendekatan atau perhatian dan kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman positif yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan mental yang sehat. Untuk menjamin perkembangan psikis dan sosialnya, anak memerlukan kasih sayang, pemahaman, suasana rekreatif, stimulasi kreatif, akultualisasi diri, dan pengembangan intelektual sejak dini, mereka perlu pendidikan dan sosialisasi dasar, pengajaran tanggungjawab sosial, peran-peran sosial, dan keterampilan dasar agar menjadi warga masyarakat yang bermanfaat. 25 Perlindungan anak berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi mutlak dan mendasar yang tidak boleh di kurangi satupun atau mengorbankan hak mutlak lainnya untuk mendapatkan hak lainnya, sehingga anak tersebut akan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila ia menginjak dewasa, bila anak telah menjadi dewasa, maka anak tersebut akan mengetahui dan memahami mengenai apa yang menjadi dan kewajiban baik terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
25
Huraerah, Child, h. 38-39.
37
Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus mendapat perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anak yang baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh. 26 Hak-hak anak di indonesia juga dilindungi secara hukum melalui Undang-undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang menyatakan bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun setelah melahirkan, anak berhak dalam perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar, dan anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan, agar dalam lingkungan keluarga dapat tumbuh dan berkembang secara wajar serta bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik dan kedudukan sosial. 27 Banyak kesempatan yang tidak dapat dinikmati oleh anak jalanan dalam menggunakan haknya sebagai anak agar anak dapat mendukung 26
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Restu Agung, 2007), Cet. Ke-3, h. 11. 27 Aep Rusmana, Pemberdayaan Anak Jalanan, (Jakarta 2001), h.28.
38
proses tumbuh dan bertanggungjawab. 28
28
Ibid., h. 29.
berkembang menjadi warga masyarakat yang
BAB III FENOMENA PELANGGARAN ANAK JALANAN
A. Pengertian Pelanggaran Anak Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuanagn bangsa, oleh karena itu anak memiliki peran strategis bagi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, berakhlak mulia serta memperoleh perlindungan untuk menjamin kesejahteraannya. 1 Anak jalanan itu harus diatasi, diambil dan dididik di tempatkan di sanggar atau sekolah keterampilan, apabila mereka sudah mempunyai keahlian mereka bisa mencari uang tanpa harus kejalan. 2 Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah, masyarakat, orang tua dan keluarga serta lembaga negara berkewajiban serta bertanggung jawab
1
Agung Wahyono, Peradilan Anak di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993),
hal 5 2
Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data dan Pelaporan Sekertariat KPAI), Jakarta, 12 Maret 2010.
38
39
untuk memberikan perlindungan dan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak anak. Karena semua anak mempunyai hak yang sama, tanpa melihat statusnya apakah anak lahir diluar nikah, anak jalanan, anak orang kaya, anak orang miskin, anak yang sekolah atau tidak sekolah, semuanya mempunyai hak yang sama artinya hak dasar itu melekat pada diri seorang anak. Dalam Undang-undang Perlindungan Anak pasal 13 menyebutkan eksploitasi ekonomi artinya anak memang tidak dibolehkan untuk bekerja apakah itu dalam situasi yang berbahaya.
3
Negara dan Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: 1. menghormati dan menjamin hak-hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mentalnya. 2. memberikan
dukungan
sarana
dan
prasarana
dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah ibadah, balai kesehatan,
3
Hasil Wawancara dengan Wilfun Afnan, S.Sos (Staff Pusat Data dan Informasi) Komnas Anak, Jakarta, 30 April 2010.
40
gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak, dan rumah tahanan khusus anak. 3. menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dan memperhatikan hak dan kewajiban orangtua atau wali atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. 4. menjamin hak anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. Sementara itu, kewajiban dan tanggung jawab masyarakat berkaitan dengan usaha perlindungan anak ini adalah dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Kewajiban dan tanggung jawab orang tua dalam memberikan perlindungan kepada anak adalah dengan cara mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
anak,
menumbuhkembangkan
anak
sesuai
dengan
kemampuan, bakat dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
41
B.
Faktor-faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran Hak Anak Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya. anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarga dan sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat 4 . Di dalam keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional telah dimiliki bayi yang baru lahir. Perkembangan jasmani anak tergantung pada pemeliharaan fisik yang layak diberikan keluarga. Sedangkan perkembangan sosial anak akan bergantung pada kesiapan keluarga
sebagai
tempat
sosialisasi
yang
layak.
Namun,
pada
kenyataannya dalam melakukan peranan tersebut, baik secara sadar
4
h. 16.
Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali, 1989),
42
maupun tidak sadar, orang tua dapat membangkitkan rasa ketidak pastian dan rasa bersalah pada anak-anak. 5 Terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan berbagai faktor yang memengaruhinya. Penyebab atau resiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam tiga faktor, yaitu: faktor orang tua/keluarga, faktor lingkungan sosial/komunitas, dan faktor anak sendiri. 1. Faktor orang tua/keluarga Faktor orang tua memegang peranan penting terjadinya kekerasan dan penelantaran pada anak. Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan pada anak di antaranya: a. Praktik-praktik budaya yang merugikan anak: ¾ kepatuhan anak kepada orang tua ¾ hubungan simetris b. Dibesarkan dengan penganiayaan. c. Gangguan mental. d. Belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial, terutama mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20 tahun. e. Pecandu minuman keras dan obat. 5
Ibid., h. 19.
43
2. Faktor lingkungan sosial/komunitas Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus kekerasan dan penelantaran pada anak di antaranya: terjadinya kekerasan pada anak. Faktor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan dan penelantaran pada anak di antaranya: a. Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis b. Kondisi sosial ekonomi yang rendah c. Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orang tua sendiri d. Status wanita yang di pandang rendah e. Sistem keluarga patriarkal f. Nilai masyarakat yang terlalu individualistis 3. Faktor anak itu sendiri a. Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis disebabkan ketergantungan anak pada lingkungannya b. Perilaku menyimpang pada anak 6
6
Abu Huraerah, Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak),(Bandung: Nuansa ,2007), Cet.Ke-2.h. 52.
44
Terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga, sebagai pangkal penyebabnya adalah rapuhnya tatanan keluarga. Karakteristik tatanan keluarga yang rapuh diantaranya adalah ketidakmampuan orang tua dalam mendidik anak dengan sebaik-baiknya, yaitu tiadanya perhatian, kelembutan, dan kasih sayang dari orang tua terhadap anak. Sejatinya kita menyadari bahwa keluarga atau rumah tangga adalah fondasi primer bagi perkembangan, kepribadian dan tingkah laku anak. Keberhgasilan keluarga (orang tua) dalam membentuk watak anak sangat tergantung pada subyek-subyek dalam keluarga tersebut. Orang tua sebagai subyek terpenting dalam keluarga, semestinya dapat mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Dengan pola pendidikan yang diselimuti kasih sayang dan kelembutan ini akan menjadi kunci tercapainya derajat kualitas anak di kemudian hari. 7
C.
Praktek Pelanggaran Anak: Fenomena Anak Jalanan Semua anak membutuhkan perhatian khusus karena mereka tidak
dapat
mandiri
selama
bertahun-tahun.
Jumlah
anak-anak
yang
membutuhkan perlindungan khusus cukup besar. Hal ini menunjukkan
7
Ibid., h. 69.
45
besarnya masalah dan tantangan yang dihadapi. 8 Apabila orang tua tidak dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fisik, psikis ataupun emosi, tidak memberikan perhatian dan sarana untuk berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya juga merupakan tindak penelantaran, termasuk di dalammya adalah: a.
penelantaran
untuk
mendapatkan
perawatan
kesehatan,
misalnya mengingkari adanya penyakit serius pada anak. b.
Penelantaran untuk mendapatkan keamanan, misalnya cedera yang disebabkan kurangnya pengawasan dan situasi rumah yang membahayakan.
c.
Penelantaran emosi, yaitu tidak memberikan perhatian kepada anak, menolak kehadiran anak.
d.
Penelantaran pendidikan. Anak tidak mendapatkan pendidikan sesuai dengan usianya, tidak membawa anak ke sarana pendidikan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga, sehingga terpaksa putus sekolah.
8
Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015, Jakarta, 2004, h. 45
46
e.
Penelantaran fisik, yaitu jika tidak terpenuhi kebutuhan makan, pakian atau tempat tinggal yang layak untuk mendapat sarana tumbuh kembag yang optimal. 9
Sedangkan pekerjaan terburuk untuk anak, secara umum meliputi anak-anak yang dieksploitasi secara fisik maupun ekonomi yaitu: 1. anak-anak yang dilacurkan; 2. anak-anak yang bekerja di pertambangan; 3. anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara; 4. anak-anak yang bekerja di sektor konstruksi; 5. anak-anak yang bekerja di jermal; 6. anak-anak yang bekerja sebagai pemulung sampah; 7. anak-anak yang dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak; 8. anak-anak yang bekerja di jalan; 9. anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga; 10. anak-anak yang bekerja di industri rumah tangga; 11. anak-anak yang bekerja di perkebunan; 12. anak-anak yang bekerja pada penebangan, pengolahan dan pengangkutan kayu; 9
Huraerah, Child, h. 66.
47
13. anak-anak yang bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya. Persoalan-persoalan tersebut membuat anak menjadi menderita, putus sekolah merupakan dampak yang mudah terlihat. Selain itu anak juga mengalami gangguan kesehatan, baik fisik, psikologis maupun reproduksinya. Dampak lain menyangkut terhambatnya tumbuh kembang, sosialisasi anak, anak suka menyendiri dan tertutup. Keadaan demikian apabila tidak segera di tangani akan terus menimbulkan masalah bagi kelangssungan hidup anak. 10
10
Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak, Pedoman Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Jakarta, 2004, h.23-24.
48
49
50
BAB IV PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK: ANALISIS TERHADAP PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Konsep Undang-undang Perlindungan Anak Terhadap Anak Jalanan Masalah anak di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup cepat. Permasalahan yang dikenal adalah masalah ketelantaran, selanjutnya berkembang menjadi berbagai masalah yang spesifik dan kompleks, seperti anak yang memerlukan perlindungan khusus. Lahirnya Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, merupakan babak baru terhadap upaya perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, kondisi dan situasi permasalahan anak di Indonesia belum berubah dan bahkan anak-anak belum dapat merasakan langsung akan manfaat lahirnya undang-undang tersebut, sehingga diperlukan langkah-langkah segera yang harus dilakukan sebagai upaya memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap anak. 1 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28b ayat 2 disebutkan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan pasal 34 (1) berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Dalam Undang-Undang 1
Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak, Pedoman Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Jakarta, 2004, h. 2-4.
48
49
Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 disebutkan secara jelas di dalam pasal 2, 3, 4, 13, 15, dan 16 tentang negara harus melindungi setiap anak dari semua tindakan kekerasan dan diskriminasi. Sementara di dalam Konfensi Hak Anak dinyatakan dengan tegas dalam pasal 19 yang berbunyi bahwa “negara akan mengambil langkahlangkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang layak guna melindungi anak dari semua bentuk kekerasan”. Sementara pasal 37 menjelaskan bahwa “tidak seorang anak pun boleh menjalani siksaan atau perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat“. Oleh karena itu negara harus segera mengakhiri kebijakan yang tidak manusiawi kepada anak-anak jalanan dan sebaliknya negara harus memberikan jaminan perlindungan bagi anak jalanan dari kekerasan maupun eksploitasi. Dan memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah ibadah, balai kesehatan,gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak, dan rumah tahanan khusus anak. 2
B. Analisis Dalam Perspektif Hukum Islam Betapa mirisnya anak-anak di negeri ini yang hak-hak hidupnya terabaikan. Bahkan nyawanya terancam sejak masih dalam kandungan. Betapa banyak kasus ditemukannya bayi-bayi yang tidak berdosa yang dengan sengaja di buang oleh orang tuanya, sebagian ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Anak yang sudah
2
http://sosbud.kompasiana.com
50
dilahirkan juga tidak mendapatkan gizi yang cukup untuk mempertahankan hidupnya yang layak. Di jalanan, terutama di kota-kota besar betapa banyaknya berkeliaran anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis cilik, yang mempertahankan hidupnya sendiri tanpa ada nafkah dan perlindungan dari pihak lain. Bukan hanya anak jalanan yang tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah, anak-anak dari keluarga miskin juga termasuk kedalammya yang tidak sekolah. Kesulitan ekonomi bukanlah satu-satunya sebab kondisi buruh anak. Banyak anak dari keluarga yang mampu secara ekonomi pun mulai kehilangan kasih sayang dan pendidikan dalam keluarga, karena orang tuanya terlalu sibuk diluar rumah. Anakanak dari berbagai kalangan juga sudah kehilangan untuk tumbuh dan berkembang dalam keamanan, anak-anak telah menjadi korban kekerasan secara fisik dan seksual. Islam telah mengatur hak anak dalam sekumpulan hukum yang mengatur kewajiban kedua orang tuanya, masyarakat disekitarnya dan negara. Dengan demikian hak anak merupakan kewajiban dari Allah kepada orang-orang yang harus memenuhinya. Karenanya pemenuhan hak anak adalah bagian dari ibadah dan ketundukan mereka kepada Allah SWT. Hak anak yang harus dijamin pemenuhanya dalam islam diantaranya: 1. Hak Untuk Hidup Ketika islam mengharamkan aborsi dan pembunuhan anak serta mengatur penangguhan pelaksanaan hukuman pada wanita hamil, pada saat itulah kita temukan pengaturan adanya hak hidup bagi anak dalam islam.
51
2. Hak Mendapatkan Nama yang Baik Islam menganjurkan agar orang tua memberikan nama yang menunjukan identitas islam, suatu identitas yang melintasi batas-batas rasial, geografis, etnis dan kekerabatan. 3. Hak Penyusuan dan Pengasuhan (Hadhonah) Anak berhak mendapatkan penyusuan selama 2 tahun. Islam juga mengatur masalah pengasuhan anak. Anak berhak mendapatkan pengasuhan yang baik sampai ia mampu mengurus dan menjaga diri sendiri. Islam menetapkan bahwa persoalan pengasuhan anak merupakan kewajiban sekaligus hak orang-orang tertentu. Islam pun telah menetapkan bahwa orang yang lebih berhak terampil dalam pengasuhan adalah wanita (ibu). 4. Hak Mendapatkan Kasih Sayang Rasullalah SAW mengajarkan kepada kita untuk menyayangi keluarga, termasuk anak-anak didalamya. Ini berrti Rasullalah mengajarkan kepada kita untuk memenuhi hak anak terhadap kasih sayang. 5. Hak Mendapatkan Perlindungan dan Nafkah dalam Keluarga Ketika islam memberikan kepemimpinan kepada seorang ayah di dalam keluarga, saat itulah anggota keluarga yang lain, termasuk anak didalamnya, mendapatkan hak perlindungan dan nafkah dalam keluarga. 6. Hak Pendidikan dalam Keluarga Rasullalah mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak. Mendidik anak adalah tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu,
52
sehingga diperlukan pasangan yang seakidah, dan sepemahaman dalam pendidikan anak. Jika tidak demikian tentunya sulit mencapai tujuan pendidikan anak dalam keluarga. 7. Hak Mendapatkan Kebutuhan Pokok Sebagai Warga Negara Sebagai warga Negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok yang disediakan secara masal oleh negara kepada warga negara. Kebutuhan ini meliputi: pendidikan di sekolah,pelayanan kesehatan dan keamanan. apabila hak anak tersebut terpenuhi maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas. Cara pandang yang benar terhadap anak merupakan langkah awal menuju optimalnya usaha pemenuhan hak anak. Islam mengajarkan untuk memandang anak sebagai: 1. Perhiasan Dunia Anak merupakan perhiasan dunia yang akan menyenangkan hati orang tua, sebagaimana dalam firman Allah SWT “harta benda dan anak-anak itu sebagai perhiasan hidup di dunia ” 2. Jaminan Bagi Orang Tua Di Hari Kiamat Orang tua telah bersusah payah membesarkan, memelihara dan mendidik anakanaknya dengan sabar akan mendapat imbalan yang sangat besar dari Allah SWT, yaitu Surga
53
3. Sebagai Aset Masa Depan Umat Islam mensyariatkan pernikahan pada umatnya, bahkan mencela orang-orang yang tidak mau menikah. Islam juga menganjurkan agar laki-laki mencari calon istri yang penyayang, subur dan solehah, islam juga mensyariatkan untuk memperhatikan kualitas generasi penerusnya. Dapat dipahami bahwa ada tuntunan bagi kaum muslimin untuk menjamin kelestarian generasi masa depan dan mewujudkan generasi yang berkualitas baik.. 3 Sebagaimana hukum Islam memandang tindakan penelantaran anak sebagai tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam, serta dikategorikan sebagai tindak pidana yang berakibat dapat dipidana dengan sanksi hukuman. Berdasarkan pada hukum ta’zir, yang ketentuan putusan hukumannya diserahkan kepada kebijaksanaan pihak penguasa atau hakim. Sedangkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memandang tindakan penelantaran anak sebagai tindakan pelanggaran hukum yang berakibat dapat dipidana dengan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3
http://voiceofmuslimahbekasi.blogspot.com
54
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah di kemukakan pada bab-bab sebelumnya,
dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Telah disepakati bahwa anak dimanapun berada harus dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terlepas dari perbedaan latar belakang nasionalitas, budaya, politik kedua orang tuanya, agama atau kepercayaan, sosial ekonomi, atau jenis kelaminnya. 1 Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa “setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh kembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan dalam hukum Islam anak merupakan mahluk ciptaan Allah SWT yang wajib dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat dan harga dirinya secara wajar baik secara hukum, ekonomi politik, sosial, maupun budaya tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. 2. penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. 1
Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak Indonesia
(PNBAI) 2015, Jakarta, 2004, hal 45.
54
55
Misalnya, anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Contohnya, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Jika keadaan ini di biarkan terus berlangsung dan kekerasan anak tidak di hentikan, cepat atau lambat bangsa ini akan runtuh. Karena para pemimpin bangsa ini kelak akan terdiri dari orang-orang yang memiliki masa kanak-kanak penuh dengan nuansa kekerasan. 2 3. Dengan lahirnya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka perlindungan anak telah memiliki landasan hukumnya secara yuridis. Sedangkan, islam memiliki bingkai syariah yang sangat komplit mengenai hak-hak anak dan cara pemenuhannya. Menghadapi kondisi buruk anak-anak Indonesia saat ini, seharusnya sebagai umat islam, sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat, harus menyelesaikan masalah anak yang ada dengan ajaran islam. Pada saat kita menyadari begitu banyak hak anak yang tidak terpenuhi karena negara tidak memenuhinya, pada saat
2
http://www.dwp.or.id
56
itulah seharusnya kita mulai berjuang untuk menegakkan kekuasaan islam yang mengaplikasikan ajaran islam dalam seluruh sendi kehidupan. 3
B.
Saran
a. Orang tua wajib memberikan perlindungan dan pendidikan bagi anakanaknya. Agar kelak mereka menjadi harapan bangsa yang akan menentukan kesejahteraan bangsa di waktu mendatang. b. Pemerintah perlu memberikan pemberdayaan yang optimal terhadap anak jalanan, serta menyediakan dan merealisasikan program-program dan pemulihan bagi anak-anak yang bekerja di jalanan. c. Komisi Perlindungan Anak Indonesia harus mempunyai orang-orang yang mengerti tentang anak. Melaksanakan sosialisasi seluruh ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap perlindungan anak. d. Masyarakat mesti ikut berpartisipasi aktif dalam melakukan kontrol atas tindak kekerasan terhadap pekerja anak. Tanpa partisipasi dari masyarakat, Undang-Undang Perlindungan Anak yang dibuat oleh pemerintah tidak akan berjalan lancar.
3
http://voiceofmuslimahbekasi.blogspot.com
57
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Razak Husein, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1992 Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Restu Agung, 2007, Cet. Ke-3 Aep Rusmana, Pemberdayaan Anak Jalanan, Jakarta 2001 Agung Wahyono, Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1993 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003, Cet. Ke-1 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2003 Departemen Sosial RI Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak, Pedoman Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Jakarta 2004 Dra. Mufidah, Haruskah Perempuan dan Anak di Korbankan? Panduan Pemula untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Malang: PSG Publishing dan Pilar Media, 2006 Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data dan Pelaporan Sekertariat KPAI), Jakarta, 12 Maret 2010 http://voiceofmuslimahbekasi.blogspot.com http://www.dwp.or.id http://sosbud.kompasiana.com Husein ,Abdur Razak, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta : PT. Fikahati Aneska, 1992, Cet ke-1 Huraerah, Abu. Child Abuse (kekerasan terhadap anak), edisi revisi, nuansa 2007
57
58
Ibrahim Amini, Anakmu, AmanatNya, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet-1
Joni, Muh. Tanasam Z. Zulchaina, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, 1999.
Kariman Hamzah, Islam Berbicara Soal Anak, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, Cet. Ke-1 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rajawali, 1989 Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015, Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015, Jakarta, 2004 Kunarto. Kekerasan Tanpa Korban, Cipta Manunggal, Jakarta, 1999 Kusumah, W Mulyana. Hukum dan Hak-hak Anak, Rajawali, Jakarta, 1986
Muhammad Nasirudin Al-Bani, Mukhthasharu Al-Shahih Muslim, Beirut: Maktab Al-Islami, 2000
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta; Kencana , 2007
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Model Pemberdayaan Anak Jalanan Berbasis Keluarga dengan Pendekatan Multisistem, Jakarta, 2004
Rona Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pusat Studi HAM UII, 2008), Cet. Ke-1 Sharing (majalah ekonomi dan bisnis syariah), edisi 18 Tahun II Juni 2008
59
Siahaan,
Rondang.
Penanggulangan
Anak
Jalanan
Oleh
Direktorat
Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI, 2003
Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006.
Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, Jakarta, 2008
Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000.
Surat Kabar Pikiran Rakyat (Alva Handayani), Melonjak Jumlah Anak Jalanan, Jakarta : 10 Januari 1999 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta; Andi Offset, 1990 Syamsu, Andi. Pengangkatan Anak Perspekrif Islam.
Takariawan, Cahyadi. Pernak Pernik Rumah Tangga Islam, Intermedia, Solo, 1997.
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006), Cet. Ke -1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun ini tingkat kesejahteran di Indonesia belum dapat maksimal. Sehingga kelahiran anak pada keluarga miskin tidak memungkinkan mereka untuk membesarkan anak-anaknya. Pada usia yang sangat muda mereka sudah harus mengais pencarian untuk kehidupannya sendiri atau membantu orang tua. Jumlah anak jalanan di Indonesia selama krisis ekonomi meningkat hingga 400 persen dibandingkan dengan jumlah sebelum krisis. Selama krisis ekonomi, kekerasan terhadap anak-anak di Perkotaan meningkat tiga hingga empat kali lipat diberbagai persimpangan jalan di kota-kota besar adalah wilayah keras bagi anak-anak. 1 Dan pada akhir-akhir ini mereka tampak semakin banyak berada di berbagai perempatan lampu merah, bahkan sampai larut malam, anak-anak itu “berkelahi dengan waktu” hanya demi mendapatkan tambahan bagi penghasilan rumah tangga orang tuanya. Peningkatan angka kekerasan terhadap anak-anak di kota tak lepas dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dampaknya, kian banyak anak-anak yang harus bekerja apa saja untuk sekedar bisa makan. 2
1
Kunarto, Kejahatan tanpa korban, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1999), Cet ke- 6 h.478.
2
Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak-hak Anak, ( Jakarta : Rajawali, 1986 ), Cet ke-1, h.
20.
1
2
Fenomena ini cukup jelas di perkotaan, karena wilayah itu kepedulian antar warga sangat rendah. Untuk mengatasinya, tiada cara lain kecuali pemerintah turun tangan. Yang jelas, penderitaan anak-anak di kota harus ditangani dengan serius. 3 Krisis multidimensi yang mendera Indonesia sejak tahun 1997 sangat memukul kehidupan anak jalanan. Sejak tahun 1999 jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat 85%. Pada tahun 2002 jumlah anak jalanan diperkirakan sekitar 150.000300.000 yang berasal dari sekitar jabotabek. 4 Keberadaan anak-anak jalanan tampaknya menjadi fenomena di kota-kota besar Indonesia. Fenomena ini selain dampak dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan
perkotaan yang
menawarkan mimpi kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin atau ekonomi lemah yang dipicu oleh krisis ekonomi, sehingga menjadikan jumlah anak jalanan melonjak drastis. 5 Pada tahun ini pula banyak sekali berbagai macam tindakan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan. Masalah anak jalanan tidak dapat lepas dari, Pertama; kemiskinan struktural di dalam masyarakat. Kedua; terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan. Ketiga; meningkatnya gejala ekonomi bagi anak untuk mencari uang di jalanan. Keempat; keberadaan anak jalanan sebagai bentuk gangguan.
3
Ibid., h. 22.
4
Abu Huraerah, Child Abuse (kekerasan terhadap anak), (Bandung : Nuansa, 1997), Cet ke-2,
5
Ibid., h. 88.
h.21.
3
Aktivitas anak jalanan beraneka ragam, ini dapat dilihat diantaranya pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, pembersih kaca mobil dan pengemis. 6 Keberadaan anak jalanan dianggap sebagai masalah sosial yang kompleks selain menjadi masalah bagi si anak, juga merupakan masalah bagi masyarakat secara umum, tentunya kondisi di jalanan merupakan situasi yang tidak kondusif bagi perkembangan anak, sedangkan bagi masyarakat secara umum, masyarakat merasa terganggu dengan sering terjadinya tindakan kriminal yang di lakukan anak, terganggunya lalu lintas dan anak jalanan dipandang mengganggu keindahan kota. 7 Kehadiran anak jalanan adalah sesuatu yang dilematis, disisi lain mereka bermasalah karena tindakannya merugikan orang lain, mereka acap kali melakukan tindakan tidak terpuji, seperti berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan, misalnya memaksa pengemudi kendaraan bermotor untuk memberi uang, merusak body mobil dengan goresan dan melakukan tindakan criminal lainnya. Pelanggaran terhadap anak jalanan menunjukkan pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan orang tua atau masyarakat. Seperti memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial dan politik tanpa memperhatikan hak-hak anak. 8
6
ibid, h 56.
7
Rondang Siahaan, Penanggulangan Anak Jalanan Oleh Direktorat Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI, Jakarta 2003, h. 70. 8
Huraerah, Child, h. 48.
4
Pelanggaran terhadap hak-hak anak dapat ditilik melalui perspektif relasi kuasa (power relationship) yang melingkupi kehidupan anak-anak. Anak dalam konteks ini menghadapi tiga (3) pihak yang berpotensi melakukan pelanggaran baik secara langsung atau tidak, ketiga pihak tersebut ialah orang tua, masyarakat setempat dan Negara. Realita yang ada menempatkan ketiga pihak ini sebagai pelaku pelanggaran terhadap anak melalui kekuasaan yang melekat pada mereka. Keluarga, masyarakat setempat, dan negara menjadi lingkungan yang mengancam hidup dan kehidupan anak. Selain itu, anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Generasi muda adalah harapan bangsa. Mereka nanti yang akan menentukan kesejahteraan bangsa diwaktu mendatang. Oleh karena itu, generasi muda perlu dibina dengan baik, agar mereka tidak salah jalan dalam hidupnya kelak. Pembinaan generasi muda yang pertamatama harus dilakukan adalah di dalam lingkungan keluarga. Keluarga sangat penting bagi anak muda, karena keluarga tempat membentuk pribadi sejak kecil. Maka tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang di miliki si anak. 9 Dalam konvensi hak-hak anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup perlindungan dari segala pelanggaran, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana, maka dikeluarkanlah undang-undang tentang pengadilan anak. Masalah perlindungan hukum dan hak9
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak,(Jakarta : Djambatan, 2000), h. 1-2.
5
haknya bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anakanak Indonesia. Perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggung jawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dan perkembangan masyarakat Indonesia yang dijiwai sepenuhnya oleh pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pasal 34 dalam Undang-undang Dasar 1945 telah di tegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” ini menunjukkan adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap hak-hak anak dan perlindungannya. 10 Pada masa kini kita masih melihat dan mendengar baik secara langsung atau tidak langsung bagaimana nasib anak-anak yang hidup didaerah-daerah pemukiman sementara. Kesehatan dan pendidikan bagi mereka sungguh tidak diperhatikan, keadaan nyata yang mereka hadapi sehari-hari jelas akan berpengaruh pula pada persepsi dan pandangan di masa depan. Di Indonesia, anak-anak jalanan terpaksa harus bekerja membantu ekonomi rumah tangga orang tuanya, jutaan anak-anak karena suatu keadaan, dan biasanya karena soal ekonomi, terpaksa tidak mendapat pelayanan kesehatan yang layak, serta sulit untuk menikmati
pendidikan yang
memadai. Mengapa hal demikian harus terjadi? Jawabannya jelas, yaitu kemiskinan. Kemiskinan
yang
dihadapi
oleh
orang
tua
atau
tetangga
sekelilingnya
mengkondisikan pada anak-anak untuk menjalankan peran yang sesungguhnya di luar
10
67.
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung : Refika Aditama, 2006), Cet ke 1, h.
6
kemampuan sang anak, sehingga anak sering harus bekerja guna mendapatkan tambahan bagi pendapatan rumah tangga orang tuanya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, kita dapat mengatakan bahwa masalah perlindungan hukum bagi anakanak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia. Oleh sebab itu masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya. 11 Dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang menyatakan: “Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial”. Program penanggulangan masalah anak termasuk dalam satuan bagian dari pembangunan sosial, pendidikan, peningkatan sumber daya manusia. Untuk menangani masalah pekerjaan anak, intervensi yang dilakukan pihak pemerintah khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah menyelenggarakan pendidikan dan memperluas akses pendidikan kepada anak-anak, pelayanan pendidikan ini dimaksudkan sebagai media yang secara langsung atau tidak langsung mencegah anak-anak memasuki pasar kerja. 12 Selain itu, anak-anak dalam kehidupannya masih diperlukan adanya tanggung jawab orang tua, sehingga hak-hak anak dapat berjalan dengan baik. Tanggung jawab 11
12
Mulyana, Hukum.,h 20.
Muh. Joni, Zulchaina Z. Tanasam, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, (tt : P.T Citra Aditya Bakti, 1999) Cet ke-1, h. 112-113.
7
orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang dimiliki anak. Dalam Konvensi PBB tentang hak-hak anak, hanya terdapat satu peraturan tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak, yaitu orang tua bertanggung jawab untuk membesarkan dan membina anak, Negara mengambil langkah membantu orang tua yang bekerja agar anak mendapat perawatan dan fasilitas. 13 Dalam islam anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainya, anak sebagai amanah Allah harus dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus di junjung tinggi. 14 Demikian juga perhatian Rasulullah terhadap dunia anak-anak, juga telah membuktikan bahwa Rasulullah sangat mengharapkan kelangsungan agama Islam yang akan terus bergema ditangan anak-anak, karena anak-anak merupakan generasi umat yang akan datang. Anak-anak muslim memiliki hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Dan sebagai orang tua tidak boleh dengan begitu saja mengabaikannya, karena hak-hak anak termasuk ke dalam salah satu kewajiban
13
Gatot, Hukum., h. 8.
14
Andi Syamsu Alam, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, (tt : tp, tth), h. 1.
8
orang tua, yang telah digariskan Islam, yakni memelihara anak sebagai amanat Allah yang harus dilaksanakan dengan baik. 15 Di dalam sumber hukum Islam yang berupa kitab suci Al-Qur’an dan Hadist Rasul SAW. Keduanya banyak menegaskan betapa pentingnya perlindungan terhadap anak. Sementara realitanya masih dirasakan kurang optimal di dalam implementasi terhadap hak anak, termasuk Negara kita Indonesia. Islam dengan tegas mewajibkan kepada setiap individu muslim agar memberikan sesuatu yang baik dalam kesejahteraan dan perlindungan anak. Sejak 15 abad lalu kita sudah diperingatkan oleh firman Tuhan, sebagaimana di dalam Surat Al-Ma’un ayat 1-7 :
⌧
☺ ☺ ⌧ ☺
☺
Artinya : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari 15
ke-1, h.49.
Abdur Razak Husein, Hak Anak Dalam Islam, (Jakarta : PT. Fikahati Aneska, 1992), Cet
9
shalatnya, orang-orang yang berbuat ria dan enggan (menolong dengan) barang berguna” Ayat tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa adanya kewajiban yang harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memberi perlindungan dan pengayoman kepada anak, memberi sesuatu yang terbaik dalam kesejahteraan mereka. 16 Jika anak diberi pekerjaan yang menyita sebagian besar waktu dan konsentrasinya ia akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa-masa sekolahnya. Padahal masa sekolah semacam itu adalah kesempatan bagi sang anak untuk mengekspresikan semangat mudanya dalam berbagai macam aktivitas yang positif. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengeksploitasi isteri atau anak untuk menghidupi seluruh anggota keluarga. Si anak disuruh bekerja keras hingga melampaui sifat-sifat dan fitrah kekanak-kanakan. Hal semacam itu tentu saja harus di hindari. 17 Secara spesifik, keterbelakangan dan kemiskinan sebagian besar rakyat Indonesia disebabkan oleh proses penghancuran kesempatan yang terjadi sebagai akibat proses pelanggaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam islam cukup banyak lembaga yang dapat dipergunakan untuk membantu pemerintah dalam menangani kemiskinan yang sedang terjadi. Dibidang sosial ekonomi misalnya 16
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Khafi, 2008), Cet ke-1, h 305. 17
Cahyadi Tarakiawan, Pernak pernik Rumah Tangga Islam, (Solo: Intermedia, 1997), Cet ke- 1, h. 204-206.
10
ada zakat, infak, shadaqoh, wakaf, hibah, wasiat dan lain-lain. Sayangnya di Indonesia, selama ini zakat yang diberikan kepada mustahik pada umumnya bersifat konsumtif, yakni berupa uang tanpa adanya pendamping, dengan demikian dari tahun ke tahun pada umumnya mereka tetap pada kemiskinan. 18 Dari uraian di atas penulis sangat tertarik untuk membahas masalah anak, yaitu dengan
mengadakan
pengkajian
dalam
bentuk
skripsi
yang
berjudul
:
“PELANGGARAN HAK ANAK JALANAN OLEH ORANG TUA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, maka penulis membatasi masalah pelanggaran yang penulis kaji adalah masalah Hak Anak yang dilanggar oleh orang tua, dimana dalam judul skripsi ini pelanggaran Hak Anak Jalanan oleh orang tua menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut: 1.
Bagaimana Undang-undang Perlindungan Anak dan Hukum Islam terhadap Pelanggaran Hak Anak yang dilakukan oleh Orang Tua ?
2.
Bagaimana Fenomena Anak Jalanan yang dilakukan oleh Orang Tua ?
3.
Bagaimana Konsep Undang-undang tentang Pelanggaran Hak Anak Jalanan dalam Perspektif Hukum Islam ?
18
Sharing (majalah ekonomi dan bisnis syariah), edisi 18 Tahun II Juni 2008, h.16-17.
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Pada setiap penelitian yang dilakukan pada dasarnya memiliki tujuan dan fungsi tertentu yang ingin dicapai baik yang berkaitan langsung dengan penulisan atau dengan pihak lain yang memanfaatkan hasil penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis: 1.
Untuk mengetahui pandangan Undang-undang Perlindungan Anak dan pandangan Hukum Islam terhadap Pelanggaran Hak Anak yang dilakukan oleh Orang Tua.
2.
Untuk memberikan wawasan bagaimana fenomena pelanggaran Hak Anak Jalanan yang disebabkan oleh Orang Tua.
3.
Untuk mengetahui konsep tentang Pelanggaran Hak Anak Jalanan menurut Hukum Islam dan Undang-undang No.23 Tahun 2002.
Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilakukan oleh penulis adalah: 1.
Selain dimaksudkan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas terhadap penulis dan pihak lain yang memanfaatkannya, juga diharapkan hasil penelitian ini mendeskripsikan tentang masalah Pelanggaran Hak Anak oleh Orang Tua.
12
2.
Menambah
khazanah
masalah-masalah
sosial
dalam
spektrum
perkembangan ilmu sosiologi dan hukum. 3.
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya penulis tentang adanya Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga diharapkan masyarakat khususnya orang tua agar tidak melakukan pelanggaran terhadap anak.
D.
Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Penelitian terhadap kejahatan anak, akhir-akhir ini menjadi pembahasan aktual
dan fenomena di masyarakat memang telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai tingkat akademis yang berbeda, seperti skripsi pada tahun 2004 dengan judul “Perdagangan Anak dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” yang ditulis oleh Tasmianti. Dalam skripsi tersebut ia berhasil menjelaskan tentang masalah Perdagangan Anak dalam Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif, dimana ia mengambil kesimpulan bahwa dalam Hukum Islam pelaku Perdagangan Anak dikenakan Hukuman Ta’zir. Sedangkan penelitian lainnya yang berkaitan dengan masalan anak adalah yang ditulis oleh “Tiara Rubiati” pada tahun 2005, dengan judul “Perlindungan Lingkungan Hidup Anak menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 4 tahun 1979 ( Kekerasan Seksual Pada Anak Jalanan )”. Pada dasarnya hasil penelitian kedua ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian pertama dimana dalam kesimpulannya Tiara Rubiati berpendapat bahwa pelaku tindak pidana terhadap anak
13
dalam hukum islam dikenakan sanksi ta’zir. Akan tetapi, masalah anak yang menjadi pokok bahasan dalam skripsinya tersebut hanya yang berkaitan dengan kejahatan terhadap anak menurut hukum islam. Dalam buku “Child Abuse atau Kekerasan Terhadap Anak”, karya Abu Huraerah. Dimana dalam buku ini membahas mengenai gambaran kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang lain (bukan keluarga), namun beliau tidak membahas masalah kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, berbeda dengan judul skripsi yang penulis buat. “Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan)” karya Arif Gosita, penerbit Akademika Presindo, Jakarta 1993. dalam buku ini, penulis membahas tentang
masalah
Korban
Kejahatan
salah
satunya
adalah
anak,
dimana
pembahasannya berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menggunakan buku ini sebagai perbandingan serts acuan dalam penulisan skripsi ini, dimana dalam buku ini tidak dibahas secara mendetail mengenai korban dalan pelanggaran hak anak jalanan yang disebabkan oleh orang tua. “Penanggulangan Anak Jalanan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak Departemen Sosial RI”, karya Rondang Siahaan. Dalam buku ini dijelaskan mengenai upaya-upaya apa saja yang di gunakan dalam menanggulangi anak jalanan. Oleh karena itu penulis mencoba memaparkan upaya-upaya apa saja yang dapat di gunakan oleh Pemerintah dalam menanggulangi pelanggaran hak anak yang disebabkan oleh orang tua dengan membandingkannya dalam buku ini.
14
Walaupun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah anak sudah banyak, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari penelitian-penelitian tersebut pada intinya belum menyentuh tentang masalah Pelanggaran Hak Anak oleh Orang Tua, terlebih lagi saat ini sudah ada UndangUndang Khusus yang dibuat untuk menangani masalan anak yaitu Undang-Undang No. 23 tahun 2002. oleh karena itu penulis tertarik untum menulis sebuah skripsi yang membahas Pelanggaran Hak Anak oleh Orang Tua menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2002 dan menganalisanya.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yang berbentuk Deskriptif Analisis, sedangkan pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif, yang berusaha mengkombinasikan pendekatan normative dan empiris. Normative yang berdasarkan nilai-nilai yang umum dan disepakati oleh masyarakat, sedangkan empiris adalah pendekatan yang berdasarkan uji coba, fakta dilapangan dan pengalaman-pengalaman yang ada. 19 Dan pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum ini adalah pendekatan Kasus (case approach), pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap
19
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke 6. h. 189.
15
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia. 20 Adapun sumber data yang dipergunakan oleh penulis adalah : a. Sumber Data Primer, yaitu bahan-bahan utama yang bersifat mengikat berupa ayat-ayat al-Qur’an, hadist nabi, dan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. b. Sumber Data Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberi penjelasan dalam mengkaji data primer, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, Undangundang dan data-data yang masih relevan dan dapat menunjang penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data a. Interview (wawancara), yaitu suatu alat pengumpulan data yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, persepsi, keyakinan dan lain sebagainya dari responden. Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan anak-anak jalanan korban pelanggaran hak yang dilakukan oleh orang tua di wilayah coca-cola tepatnya di perempatan ITC Cempaka Mas Jakarta Pusat.
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta; Kencana , 2007), cet ke 3. h. 94.
16
b. Studi Dokumentasi, alat ini dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis perlukan, yaitu dengan cara melihat dokumen dan arsip-arsip yang ada di Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
3. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisa data secara kualitatif, yaitu pendekatan isi yang menekankan pada pengambilan kesimpulan dan analisa yang bersifat deduktif, yaitu penalaran berawal dari hal yang umum untuk menentukan hal yang khusus sehingga mencapai suatu kesimpulan. 21 Sedangkan tehnik penulisannya mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi (Fakultas Syari’ah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta 2007).
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan, penulis membagi penyusunan ke dalam bab, dan masing-masing bab di bagi menjadi sub-sub yang lengkap ialah sebagai berikut: Bab I :
Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang, latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
21
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta; Andi Offset, 1990), h. 42-215.
17
Bab II :
Dalam bab II ini penulis membahas tentang tinjauan umum pelanggaran hak anak jalanan, yang terdiri dari : Pengertian anak jalanan, pengertian hak anak jalanan.
Bab III:
Dalam bab III ini penulis menjelaskan mengenai fenomena pelanggaran anak jalanan, yang terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya adalah Pengertian pelanggaran anak, faktor yang menyebabkan pelanggaran hak anak, praktek pelanggaran anak: fenomena anak jalanan.
Bab IV:
Dalam bab IV ini penulis membahas tentang pelanggaran hak anak jalanan oleh orang tua dalam perspektif undang-undang perlindungan anak: analisis terhadap perspektif hukum islam, yang terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya : konsep perlindungan undang-undang perlindungan anak terhadap anak jalanan, analisis terhadap perspektif hukum islam.
Bab V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
LAMPIRAN
- Hasil Wawancara dengan Drs. M.A. Budhy Prabowo, Msi, (Kepala Bagian Data dan Pelaporan Sekertariat KPAI): Apa komentar Bapak mengenai anak jalanan selama ini? Kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan anak jalanan. Anak jalanan dibagi dalam 3 kategori: pertama, children of the street, anak yang tidak pernah pulang kerumah atau yang sudah melekat dijalan atau dipasar, dan tidak ada hubungannya dengan keluarga, kedua, children on the street, anak yang berada dijalanan yang masih tetap pulang kerumah, masih mempunyai keluarga atau orangtua. Yang ketiga, anak dari keluarga yang hidup dijalan seperti anak yang dari komunitas gerobak. Pada tahun 1997-1998 sebelum krisis, banyak anak jalanan dengan kategori children of the street, anak yang kabur dari rumah dengan sebutan “gembel”. Setelah krisis ekonomi, banyak anak jalanan dengan kategori on the street, mereka ke jalan karena mereka di eksploitasi oleh orangtua, munyuruh mencari uang atau mengamen dijalan. Orang tua mengeksploitasi karena kondisi ekonomi yang terpuruk, serta tidak mempunyai konsep tentang hak anak. Hampir dari semua keluarga miskin anggotanya dijadikan tenaga kerja termasuk anak-anak. Jadi menset orangtua, anak itu dijadikan alat atau tulang punggung keluarga. Dengan itu semua orangtua tidak sadar karena itu telah menghancurkan masa depan anak, anak dididik dengan pola minta-minta, dengan ini anak sudah menjadi komunitas anak jalanan.
60
61
Bagaimana Bapak melihat fenomena anak jalanan selama ini. Meresahkan, memprihatinkan, atau suatu hal yang wajar? Fenomena ini bagi saya dalam perspektif anak sudah sangat mengkhawatirkan, karena anak jalanan bertumbuh dengan pesat. Data menunjukkan 250.000 lebih anak jalanan. Tapi saya yakin jumlah anak jalanan jauh lebih besar dari itu. Seharusnya bagaimana anak-anak tidak turun kejalan. Karena perkampungan-perkampungan dikota besar sudah tidak mempunyai areal-areal untuk tempat bermain anak dan lebih banyak bangunan-bangunan bertingkat, ruko-ruko, dll. Darimana sesungguhnya persoalan anak jalanan ini harus diatasi? Sesungguhnya ini tidak mudah untuk diatasi, kita harus memetakan dahulu di tempattempat mana saja yang lebih banyak anak jalanan beroperasi dan darimana saja mereka berasal, setelah kita melakukan pemetaan kita cari apa penyebabnya. Dan kita semua mulai dari pemerintah, lsm, dan masyarakat harus saling membantu untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah seperti ini. Sejauh mana pelayanan yang sudah dilakukan oleh KPAI sendiri terhadap anak-anak jalanan? KPAI sendiri tugasnya tidak melayani langsung anak-anak jalanan, dan KPAI sendiri tugasnya hanya melakukan pengawasan seperti masyarakat, lsm dan depsos yang diawasi, sedangkan apabila turun kejalan kita hanya melakukan pemantauan.
62
Apakah pencatatan terus selalu dilakukan terhadap anak-anak jalanan? KPAI tidak melakukan pendataan langsung kelapangan, yang melakukannya itu semua adalah Departemen Sosial. Mereka melakukan pencatatan dan hasil pencatatan itu diberikan langsung ke KPAI. Apakah sudah ada titik terang dalam menangani permasalahan anak jalanan? Sampai saat ini masih belum ada, karena faktor anak-anak jalanan ini sangat besar dan berbeda-beda, sedangkan dalam kebijakan negara dalam masalah ekonomi masih belum sangat sempurna. Bagaimana pendapat Bapak mengenai kebijakan pemerintah selama ini dalam menangani masalah anak jalanan? Saya melihat masih sangat terputus-putus dan sangat lambat, belum dapat membongkar masalah anak-anak jalanan itu sendiri, belum menyentuh akar-akar masalah anak jalanan itu sendiri. Selalu hanya mengatasi yang sedang terjadi, tidak bisa mencegah. Seharusnya bagaimana anak-anak tidak turun ke jalan. Harus diberikan hiburan-hiburan, sanggar tari dll, supaya anak tidak turun ke jalan. Seharusnya pemerintah mewajibkan setiap RT harus mempunyai minimal tempat olahraga, minimal lapangan bulu tangkis untuk tempat bersosialisasi anak-anak. Dan sekolah murni di gratiskan, mendapat pelatihan sehingga mereka tidak ingin ke jalan. Apakah Undang-undang Perlindungan Anak sudah berjalan dengan lancar, sedangkan realitanya banyak anak-anak yang di pekerjakan? Menurut saya, sosialisasinya sangat kurang dan masih terbatas pada pemerintah, sedangkan pada masyarakat sendiri belum banyak yang mengetahui Undang-undang
63
Perlindungan Anak. Kenyataannya masih saja banyak terjadi kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri termasuk orangtuanya sendiri. Rencana apa yang harus dilakukan kedepan untuk memberantas anak-anak jalanan? Anak jalanan itu harus diatasi diambil dan dididik di tempatkan di sanggar atau sekolah keterampilan, apabila mereka sudah mempunyai keahlian mereka bisa mendapatkan uang tanpa harus turun ke jalan.
- Hasil Wawancara dengan Alexander J Suwardi (Ketua Yayasan Gria Asih): Sudah berapa lama yayasan Gria Asih ini berdiri? Yayasan ini sudah berdiri sejak tahun 1996, namanya dulu rumah singgah karena kami menampung semua anak-anak jalanan yang dalam hal ini mereka masih usia sekolah, yang perlu kami tangani karena rasa empati kami terhadap mereka. Sebagai warga bangsa sebagai warga negara kami ingin membantu negara dari hal yang paling kecil. Dari apa yang bisa di perbuat oleh negara, karena tentunya orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, tetapi negara terlalu banyak hal yang dipikirkan, dan kami sebagai warga negara ingin berbuat untuk negara dari hal yang paling kecil seperti mengasuh anak-anak ini, mendidik, supaya mereka menjadi manusia biasa.
64
Bagaimana sejarah terbentuknya Yayasan Gria Asih ini? Ketika banjir besar melanda Jakarta pada 10 Februari 1996, sekelompok anak jalanan berlindung di rumah Ibu Pandoyo yang telah mereka kenal. Setelah banjir surut, 17 anak yang besar dipersilahkan kembali kepangkalan mereka, tinggallah 18 anak yang lebih kecil 9 sampai 17 tahun laki-laki semuanya. Dalam keadaan seperti itu pembicaraan dengan Rm. Hendra Suteja SJ. Membuahkan keputusan untuk mendirikan yayasan yang bergerak dalam pelayanan anak-anak jalanan dan terlantar, dan diberi nama Gria Asih, yang bermakna rumah yang menjadi sarana Kasih Allah agar anak-anak jalanan dan terlantar dapat menjadi pribadi-pribadi yang memiliki masa depan. Apakah anak-anak di Yayasan Gria Asih ini murni anak jalanan atau tidak? Awalnya murni anak-anak jalanan, lama kelamaan dari masyarakat yang orangtuanya karena kemiskinannya tidak mampu untuk menghidupi anak-anaknya mereka menitipkannya ke yayasan ini. Berapa jumlah keseluruhan anak-anak jalanan yang berada di Yayasan Gria Asih ini? Sekarang yang berada di yayasan ini ada 55 anak, ada yang dari tingkat SD, SMP dan SMK, sedangkan yang kuliah hanya ada 6 anak di yayasan ini. Apakah sudah ada bantuan langsung dari pemerintah sendiri terhadap Yayasan Gria Asih? Bantuan secara moril ia, sedangkan secara finansial belum. Karena kami tidak mengharapkan, bukan karena kami ada tetapi kembali lagi saya sebagai warga negara
65
apa yang bisa saya berikan kepada negara, bukan sebaliknya. Lalu kami bekerja sebaik mungkin untuk mengatasi masalah anak-anak ini, lalu akhirnya pemerintah juga melihat di tingkat walikota, melihat bahwa ini bagus. Kami di walikota juara 1, lalu tingkat propinsi juara 1, dan juga di tingkat nasional kami mendapatkan predikat baik untuk yayasan ini. Jadi pemerintah dalam hal ini hanya membantu secara moril memberikan masukan-masukan. Tapi karena kami terbaik kami diberikan apresiasi. Kami bekerja dari hati menangani mereka, karena kami membantu anak-anak kurang beruntung. Tetapi karena kami diberikan apresiasi, kami sangat berterima kasih. Apasaja kegiatan yang dilakukan anak-anak dalam Yayasan Gria Asih ini dalam keseharinnya? Mayoritas semuanya sekolah, jadi yang tadi saya katakan tadi mulai dari tingkat SD, SMP, SMK, dan juga ada yang kuliah D3. sedangkan di waktu luang atau hari libur mereka yang laki-laki belajar untuk bercocok tanam, seperti menanam sayur-sayuran yang mereka bisa konsumsi sekarang ini, sedangkan yang wanita membuat cokelat, lalu dijual kembali. Lalu tanggapan masyarakat terhadap Yayasan Gria Asih ini seperti apa, apakah sangat mendukung atau tidak? Selama ini tanggapanya positif karena kami juga bekerja sama dengan RT, RW, tetangga sekitar, Kelurahan dan Kecamatan kami baik, dan kami juga menyediakan tempat baca atau perpustakaan setiap hari yang menikmati bukan hanya anak-anak dari yayasan ini saja, tetapi masyarakat juga bisa menikmati khususnya anak-anak.
66
Upaya apa yang akan dilakukan oleh Yayasan Gria Asih terhadap anak-anak jalanan yang masih beredar diluar sana? Khusus saat ini kami tidak berupaya untuk turun ke jalan karena sekarang yang dijalanan itu sudah dikordinir oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Jadi, kami sekarang ini, orangtua yang memiliki anak karena kemiskinannya turun ke jalan kita ambil dan kita didik. Apakah pengawasan terhadap anak-anak jalanan terus dilakukan agar mereka tidak lagi turun kejalan? Setiap hari selalu kita awasi, karena kami mempunyai pembimbing 5 orang. Semuanya mempunyai tugas masing-masing dan tidak hanya pengawasan, mereka juga saya berikan aturan. Awalnya ini dulu rumah singgah yang tidak ada golnya, maksudnya hanya sebatas numpang makan, mandi lalu mereka turun lagi ke jalan. Jadi, lama kelamaan saya menggunakan sistem panti, dan saya membuat peraturanperaturan apabila anak yang sudah masuk yayasan ini berarti dia ingin berubah dalam arti menjadi baik, tidak liar. Apabila sudah berada disini tidak boleh keluar artinya tidak boleh turun kejalan lagi, apabila keluar kejalan lagi tidak boleh masuk lagi ke yayasan ini. Itu aturannya. Lalu, visi dan misi untuk Yayasan Gria Asih ini seperti apa? Visi kita disini ialah anak yang sehat lahir dan batin, sadar akan jadi diri dan martabatnya dan dapat berperan serta secara positif dilingkungan hidupnya. Sedangkan misi kita ialah menyelenggarakan Rumah Tinggal dengan membangun
67
kehidupan Keluarga Besar Gria Asih sebagai pengganti keluarga anak. Berusaha agar Hak-hak anak tetap terbela dan terlindungi.
- Hasil Wawancara dengan Wilfun Afnan, S.Sos (Staff Pusat Data dan Informasi) di Komnas Anak: Bagaimana saudara melihat anak-anak jalanan sekarang ini, yang tiap tahunnya makin betrambah banyak dan sangat memprihatinkan? Kalau saya melihat mereka adalah bagian dari korban artinya apakah itu kondisi atau lingkungan yang situasi anak turun ke jalan atau karena kebutuhan mereka. Yang jelas ketika anak turun kejalan adalah kondisi keterpaksaan, kondisi yang memang menuntun mereka mau tidak mau harus turun ke jalan, karena faktor ekonomi dan faktor lingkungan. Mereka yang tidak mendukung ialah mereka yang faktor ekonominya lemah, yang menyebabkan anak turun kejalan. Selama ini apa yang telah dilakukan pemerintah untuk melindungi hak-hak anak jalanan? Sebenarnya banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah, artinya banyak program untuk pementasan anak-anak jalanan, namun kelemahannya adalah program pemerintah itu masih pada tataran opra media porasi artinya masih melihat satu atau dua sisi fenomena anak jalanan. Belum adanya proses untuk anak jalanan itu artinya belum tercakup semua kenapa anak jalanan itu turun kejalan. Padahal program yang ada, ada rumah singgah dan penguatan ekonomi keluarga untuk keluarga tidak mampu, tetapi kenapa itu tidak menjamin untuk mendekat ke anak jalanan. Apakah
68
programnya yang salah. Tetapi kalau secara formalitas atau normatif programnya yang dijalankan oleh pemerintah sudah banyak untuk anak-anak jalanan, secara normatif banyak kegiatan yang dilakukan, tapi secara implementatif ini semua adalah tidak didukungnya oleh tataran pengawasan. Sejauh ini apa bentuk tanggungjawab negara terhadap anak-anak jalanan? Bentuk tanggungjawab negara itu harus melakukan bagaimana anak itu tidak turun kejalan, melalui program keluarga, bukan kepada anaknya secara langsung, apabila ketika menyentuh anak itu hanya pada tataran pendidikan. Itu yang harus dilindungi oleh negara melalui keluarga, karena keluarga adalah garda terdepan tempat yang paling tepat untuk mendidik anak. Sejauh ini apa solusi pemerintah atau negara dalam menanggulangi maraknya anak jalanan di Jakarta? Apakah melindungi hak anaknya atau memberikan solusi ekonomi, mental dan spiritual bagi orangtua mereka? Sejauh ini menstrim pemerintah menangani anak jalanan itu memakai konsep seolaholah anak jalanan itu menggangu ketertiban umum. Pada akhirnya perspektif pemerintah dalam hal-hal kebijakan penegak hukum ialah menangkap, ditempatkan anak disebuah panti atau ditempatkan dibina sosial untuk dibina, tetapi pada intinya tidak sampai pada persoalan pokok kenapa anak-anak itu turun kejalan. Apakah sama hak anak jalanan dengan hak anak pada umumnya? Yang namanya anak semua anak mempunyai hak yang sama, tanpa melihat statusnya apakah anak lahir diluar nikah, anak jalanan, anak orang kaya, anak orang miskin,
69
anak yang sekolah atau tidak sekolah, semuanya mempunyai hak yang sama artinya hak dasar itu melekat pada diri seorang anak. Lalu, di dalam Undang-undang anak apakah ada pasal khusus untuk anak-anak jalanan? Dalam Undang-undang Perlindungan Anak pasal 13 menyebutkan eksploitasi ekonomi artinya anak memang tidak dibolehkan untuk bekerja apakah itu dalam situasi yang berbahaya. Sanksi hukum pidanya dalam perlindungan anak, sanksi pidananya adalah seseorang ataupun orang yang memaksa, membujuk rayu atau merayu anak untuk turun kejalan itu akan di penjara. Apakah orangtuanya, tetangganya, tapi persoalannya dari kasus itu, kalau kita lihat Undang-undang banyak orangtua yang akan di penjara karena memperbolehkan anaknya turun ke jalan, tetapi di sisi lain secara kemanusiaan banyak anak yang di pisahkan oleh orangtuanya. Dengan payung hukum yang ada, bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak, khususnya anak-anak yang telah dilanggar haknya oleh orangtua mereka? Negara sudah memberikan banyak kebijakan khususnya pemenuhan dasar hak-hak anak itu sendiri, hak pendidikannya, ada paket A, paket B agar anak itu bisa mengenyam pendidikan. Tapi yang paling urjen dilakukan oleh negara adalah meningkatkan kualitas hidup keluarga. Karena adanya peningkatan kualitas hidup keluarga, pasti anak pun akan terangkat kualitas hidupnya. Karena keluarga berkewajiban untuk mengasuh, mendidik, melindungi. Sedangkan hak anak hanya
70
mendapatkan pendidikan, perlindungan mendapat proses tumbuh kembang yang layak. Apa yang menjadi hambatan dan kendala dari berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi anak yang haknya dilanggar? Negara seharusnya tidak ada hambatan karena negara mempunyai power, persoalannya bukan lagi apakah kendala itu harus diatasi, masalahnya apakah negara mampu jujur untuk memenuhi hak-hak dasar anak di Indonesia. Negara hanya bisa menggusur rumah banyak orang, walaupun yang menghadang begitu banyak, dan negara mampu mengatasinya, lalu tidak bisa mengatasi masalah anak jalanan. Menurut anda, bagaimana pemahaman orangtua atau keluarga dan masyarakat terhadap anak-anak jalanan? Untuk terakhir-terakhir ini banyak orang tua yang mempunyai kesadaran tentang hakhak anak, karena sebenarnya apabila kita memahami folosofis seorang anak, bahwa anak adalah suatu titipan tuhan berarti mereka mempunyai hak yang harus dilindungi, karena kita dititipkan oleh tuhan, tuhan memberikan amanah kepada kita, karena tuhan percaya kepada kita. Apakah Undang-undang Perlindungan Anak sudah berjalan dengan lancar atau tidak? Secara normatif ia, karena Undang-undang Perlindungan Anak adalah salah satu kebijakan pemerintah untuk melindungi anak-anak sebagai generasi masa depan, tetapi secara implementatif Undang-undang ini masih banyak kekurangan, hal yang
71
harus dilakukan oleh pemerintah, terutama pada proses kekuatan hukumnya. Karena yang kita temukan ketika pelaku kekerasan terhadap anak itu sering masih digunakan KUHP bukan kitab Perlindungan Anak. Persoalannya ketika ada Undang-undang Khusus, otomatis Undang-undang umum akan hilang seluruhnya. Dan infra struktur pendidikan masih kurang, bahkan yang lebih sedih lagi adalah pendidikan di Indonesia itu semacam korporasi apabila menginginkan kualitas bagus harus membayar mahal, apabila tidak ingin membayar, kualitas apa adanya. Ini bisa disebutkan pendidikan adalah sebuah perdagangan, padahal pendidikan adalah harta anak untuk mendapatkan itu semua. Apakah itu kualitasnya harus baik atau tidak anak berhak memperoleh itu semua.
- Hasil Wawancara dengan Bapak Sanwani selaku Orang Tua : Menurut Bapak anak jalanan di Indonesia ini seperti apa? Kalau saya melihat secara pribadi sangat meresahkan, mereka liar, mau seenaknya sendiri. Malah sangat merugikan masyarakat, kadang saya melihat mereka mabuk bersama geng mereka seperti menghirup lem aibon di pinggir jalan, dan kadang melakukan tindakan kriminal. Lalu, bagaimana pendapat bapak dengan anak yang di pekerjakan di jalan oleh orang tua mereka untuk mendapatkan uang? Seharusnya orang tua entah itu ibu atau bapaknya harus bisa mendidik dan mengasuh anaknya, bukan untuk di pekerjakan di jalan. Kasihan mereka masih terlalu kecil dan belum mengerti apa-apa sudah harus bekerja di jalan. Saya sering melihat di jalan
72
siang-siang seorang anak meminta-minta di jalan tanpa alas kaki, sedangkan ibunya malah makan di pinggir jalan sambil terus mengawasi anaknya. Seharusnya anak seperti itu mereka sekolah, tidur atau bermain di rumah, bukan bekerja. Kadang saya sering melihat ibu yang mempekerjakan anaknya masih sangat muda, lalu kenapa mereka tidak bekerja sendiri, kenapa harus melibatkan anak-anak mereka. Kasihan anak-anak seperti itu tidak bisa merasakan masa kanak-kanak mereka. Bagaimana Bapak melihat pemerintah dalam menangani masalah anak-anak jalanan seperti itu? Yang saya tahu sepertinya pemerintah masih kurang dalam menangani kasus seperti ini. Yang selalu di pikirkan oleh pemerintah hanya urusan politik di Indonesia, sedangkan dalam masalah ini Pemerintah hanya bisa menangkap dan menempatkan mereka di panti asuhan atau di tempat-tempat lain untuk dididik. Tetapi pemerintah tidak bisa mengatasi kenapa anak bisa turun ke jalan dan apa masalahnya. Lalu, seperti apa harapan Bapak kepada pemerintah khususnya dalam menangani masalah anak jalanan? Seharusnya pemerintah bisa memberikan fasilitas apa yang di butuhkan oleh anak, agar anak tidak lagi turun ke jalan. Mungkin membangun taman bermain agar anakanak bisa bermain dengan teman-teman yang seumuran dengan mereka, memberikan sekolah keterampilan untuk mengembangkan bakat dan minat mereka, dan sekolah formal gratis dari biaya apapun. Ini yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kepada anak-anak jalanan.
73
Apakah bapak mengetahui Undang-undang Perlindungan Anak? Ia, saya hanya sedikit mengetahui Undang-undang Perlindungan Anak, yang saya tahu, yang mana anak itu berhak untuk hidup dan berkembang, serta dapat perlindungan dan pendidikan dari orang tuanya. Tapi yang saya masih heran, walaupun sudah di berlakukannya Undang-undang Perlindungan Anak, kenapa masih saja banyak orang tua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri.
- Rangkuman hasil wawancara penulis dengan Ibu Nursari 36 tahun dan anaknya Novi 6 tahun yang hanya diam dan terus kembali ke jalan di perempatan ITC Cempaka Mas Jakarta Pusat: Sudah berapa lama ibu berada di sini? Sudah hampir 3 tahun saya berada disini. Apa ibu ada pekerjaan lain selain mengawasi Novi di jalan? Tidak ada, saya hanya mengawasi novi saja disini, paling saya kerja hanya menggantikan novi kalau dia lagi sakit. Suami saya juga kerja, tapi hanya sebagai tukang parkir liar. Saya juga mengawasi novi tidak seharian penuh, saya bergantian dengan suami saya. Kalau suami saya mengawasi dari pagi sampai siang, kalau saya dari siang sampai malam sekitar sampai jam 20.30 WIB.
Selain bekerja di jalan apakah Novi juga bersekolah seperti anak-anak lainnya?
74
Novi tidak sekolah, kami sebagai orangtua tidak mampu untuk membiayai sekolah. Penghasilan kami sehari-hari saja sangat pas-pasan, cuma cukup untuk makan seharihari. Apa Ibu tidak merasa kasihan Novi yang masih kecil harus berada di jalanan untuk bekerja? Rasa kasihan pasti ada, tapi harus bagaimana lagi, kalau novi tidak bekerja kita sekeluarga makan apa, penghasilan suami saya saja untuk sehari-hari masih sangat kurang, sehari hanya bisa dapat 10-15 ribu. Kalau sama novi sehari itu bisa dapat 4050 ribu sehari. Pernah novi sakit selama 4 hari, lalu saya gantikan novi di jalan, dan penghasilan saya di jalan itu tidak dapat sampai 50 ribu, tetapi hanya mendapat 25 ribu sehari. Makanya, sekarang kalau novi sudah selesai kerja, malamnya sehabis mandi saya pijat pakai minyak kayu putih, supaya besok dia bisa kerja dan tidak sakit. Apakah Ibu mengetahui Undang-undang Perlindungan Anak? Yang saya tahu kalau Undang-undang Perlindungan Anak itu anak tidak boleh bekerja, tapi untuk saya sebagai orang yang tidak mampu, kalau anak tidak bekerja kita tidak bisa makan. Harapan Ibu sendiri terhadap pemerintah seperti apa? Mungkin memberikan lapangan pekerjaan untuk raykat miskin, apasaja, seperti keterampilan, agar hasil keterampilannya bisa dijual, sekolah juga di gratiskan mungkin juga memberikan sembako tiap bulannya kepada warga yang kurang mampu seperti saya, tapi saya tidak tahu ini bisa di dengar oleh pemerintah atau tidak
75
karena warga yang sering demo saja tidak pernah di dengar oleh pemerintah, apalagi saya sebagai warga miskin biasa.