Persiapan – The Preparations – a. Pendaftaran – and the long waiting list Pada awalnya Mamah mau berangkat berdua saja dengan Papah, tapi karena kondisi Papah juga tidak memungkinkan untuk bepergian hanya berdua dengan Mamah dan saya pun juga tidak tega
melepaskan
dimusyawarahkan
Mamah akhirnya
pergi kami
sendirian, sepakat
jadi
untuk
setelah berangkat
berempat, kalau kata Mamah biar sekalian ajalah semuanya. Proses pendaftaran dimulai dengan langkah pertama yaitu pencarian informasi. Khusus ini, saya dan Mbak Rina yang turun tangan. Oh ya, beberapa bulan sebelumnya Mamah memang sudah membuatkan tabungan khusus haji untuk kami berempat. Walaupun hanya diisi 100rb – 200rb setiap bulan,
namun yang terpenting
kami sudah memiliki buku tabungan khusus haji masing-masing. Pada akhir Januari 2010 tersebut, saya dan Mba Rina mendatangi Departeman Agama di Pemda Bogor. Begitu sampai kantornya, kami di tunjukkan ke sebuah ruangan yang memang diperuntukkan untuk pendaftaran haji & umroh. Setelah mengobrol sebentar dengan petugas yang ada, kami diberikan selebaran yang berisi dokumen – dokumen
yang harus dipenuhi. Jadi,
tahap pendaftaran untuk berhaji, yaitu tahap awal dan
ada dua tahap
kedua. Di tahap awal itu untuk dapetin lembar SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji), syarat–syaratnya adalah :
Fotocopy tabungan haji minimal 20juta rupiah Fotocopy KTP Fotocopy KK Fotocopy akte kelahiran Fotocopy surat nikah Fotocopy surat pernyataan kepala desa/lurah diatas materai diketahui camat
Fotocopy surat keterangan sehat dari puskesmas setempat.
Keesokan harinya kami mulai bergerilya untuk memenuhi seluruh persyaratan tersebut. Saya dan Mbak Rina datang ke kantor kelurahan setempat. Datang
jam 9 dengan harapan bisa
duluan dilayanin. Setelah sampai disana dan bertanya pada salah satu petugas yang ada kami harus ke Ibu siapa gitu. Baiklah sebut saja ibu cantik, unfortunately... ibunya belum datang, dan beliau baru datang jam 10. Setelah ketemu kami bilang mau bikin surat pernyataan kepala desa, bla bla bla bla... “Oke, tunggu ya...” kata si ibunya. Setelah itu mulai deh si ibu cantik mondar mandir cari kertas, lalu pindah keruangan lain untuk mengetik, lalu pindah meja untuk mengecap, lalu pindah meja lagi untuk minum kopi (lho!) dan yang terakhir baru minta tandatangan si bapak lurah yang lagi
merokok & minum kopi lengkap pakai jeans & kacamata hitam di pojokan sambil baca koran. Begitu suratnya jadi si ibu memanggil kami ke mejanya sambil memasukkan surat – surat tersebut ke dalam plastic transparan, beliau bilang, “Satu surat 20ribu, jadi semuanya 80rb.” Spontan saya menjawab, “Baru tau bikin surat bayar, dulu bikin surat seperti ini buat beasiswa gak bayar” Kata si ibunya lagi, “Iya kalau buat haji emang bayar”... Krikk..Krikk.. Tadinya mau protes, itu aturan dari mana? Tapi ya sudahlah daripada jadi perkara panjang akhirnya kami bayar dan langsung pergi saja. We still have a lot of things to take care too. Karena hari sudah terlalu siang, jadi kami membatalkan niat untuk ke puskesmas dan memutuskan untuk pergi ke kecamatan saja untuk minta tanda tangan bapak camat. Tapi ternyata sampai di Kantor Kecamatan sudah terlalu siang (jam 1 siang), Bapak Camat pun sudah tidak ada ditempat dan tidak ada kepastian kapan beliau kembali ke kantor, jadi akhirnya saya dan Mbak Rina memutuskan untuk pulang. Keesokan harinya kami sudah mulai bersiap – siap dari jam 8 pagi. Kami berempat bagi tugas. Mamah dan Mba Rina ke puskesmas untuk daftar, sementara saya dan Papah ke Kantor Kecamatan untuk minta tanda tangan Bapak Camat. Setelah sampai di Kantor Kecamatan kami diminta untuk menunggu karena
bapaknya sedang rapat. Tidak lama setelah itu tampaknya rapat sudah selesai. Petugas yang tadi menyambut kami pun langsung lari ke ruangan bapak camat, begitu sudah dapat tanda tangan beliau langsung memanggil saya dan bilang, “Satu surat 15ribu Teh, jadi semuanya 60ribu.” Nah, bingunglah saya. Pasalnya di dompet saya hanya ada 20ribu rupiah saja. Saya pun langsung melirik si Papah yang sedang duduk. Yang dilirik langsung bangun dan menghampiri saya. Di omelin lah itu petugasnya sama Papah.. hehe akhirnya tanpa semangat si petugasnya bilang, “Seikhlasnya Bapak aja deh” dan akhirnya dikasih 15ribu sama si Papah dengan terpaksa. Dari Kantor Kecamatan, kami menuju ke puskesmas yang kebetulan berada di komplek perkantoran yang sama. Saat saya datang ternyata Mamah dan Mbak Rina masih mengantri sekitar 100 nomer lagi. Well ya, maklumlah ya puskesmas itu dimana – mana pasti ngantri. Setelah menunggu hampir 1 jam, ada petugas puskesmas yang tampaknya agak kasihan melihat rombongan kami dan bertanya ada perlu apa, Mamah yang menjelaskan kalau kami mau tes kesehatan untuk persyaratan pendaftaran haji. Dan ternyata petugasnya bilang, “Haduh Ibu teh harusnya gak usah ambil nomer antrian, langsung saja ke ruangan itu, ga usah ngantri.” hehehe… antara mau kesel tapi pengen ketawa juga rasanya.
Singkat cerita, diruangan yang ditunjuk petugas tadi, ada petugas yang mengisikan sebuah formulir mengenai riwayat kesehatan kami serta diharuskan cek golongan darah di lab. Mamah yang dapat giliran pertama, lalu Papah, saya, dan terakhir Mbak Rina yang begitu keluar dari lab langsung passed out di kursi. Hehehe… Tunggu punya tunggu, akhirnya kami bikin rusuh orang – orang di ruang periksa karena dapat prioritas untuk periksa duluan. Beberapa pasien ada yang protes langsung ke petugas, ada juga ngomongin kami pas kami lewat, tapi ada juga yang cuek bebek. Diruang periksa juga tidak terlalu lama kok, Cuma periksa tensi darah, berat badan, tinggi badan, dan riwayat penyakit (again). Setelah selesai di puskesmas, kami langsung menuju ke Departeman Agama Pemda dengan membawa fotokopi – fotokopi persyaratan yang dibutuhkan. Begitu dokumen – dokumen yang kami bawa di periksa oleh Ibu Petugas, ternyata banyak dokumen yang invalid atau tidak dapat digunakan, dan harus diganti dengan yang baru. Diantaranya yaitu perbedaan nama orangtua Papah di surat nikah dengan di ijazah dan KK, KTP Mamah juga ada bagian yang tidak terlihat karena kena tinta, dan jackpotnya adalah salahnya tanda tangan di surat keterangan yang dari kelurahan itu. Tapi Alhamdulillah ibu petugas ini baik, jadi kami tidak langsung diusir karena persyaratan yang belum lengkap ini. Sama beliau tetap dibuatkan SPPHnya, tapi pada saat pendaftaran tahap kedua nanti semua persyaratan harus sudah lengkap dan komplit.