PERSEPSI SISWI SMPN 1 JETIS PONOROGO TENTANG KEWAJIBAN BERJILBAB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MINAT BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI ). Disusun oleh: SRI WIJI LESTARI NIM: 312074
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO JURUSAN TARBIYAH PAI MEI 2007
ABSTRAK Lestari, Sri Wiji, 2007. Persepsi Siswi SMP Negeri 1 Jetis Tentang Kewajiban Berjilbab dan Implikasinya Terhadap Minat Belajar PAI. Skripsi, program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo. Pembimbing (I) Drs. Kasnun, M.A, Pembimbing (II) Retno Widyaningrum, M.Pd. Kata Kunci : kewajiban berjilbab, minat belajar PAI Pendidikan bagi umat manusia merupakan cara dan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, meskipun dengan cara dan metode yang berbeda-beda sesuai dengan tarap hidup dan budaya masyarakat masing-masing. Demikian pula dalam agama Islam, dalam segala bentuknya memiliki peran dan fungsi sangat penting yang menentukan. Begitu juga dalam hal berpakaian, yang mana dalam Islam pakaian bukan semata-mata masalah cultural, namun lebih jauh dair itu pakaian merupakan tindakan yang dijanjikan pahala sebagai imbalan bagi yang menjalankan secara benar, dan Islam menetapkan landasan-landasan tertentu untuk laki-laki dan perempuan. Bagi perempuan untuk menutup aurat. Melalui jilbab Islam ingin menegakkan akhlak mulia dan juga mengangkat derajat perempuan. Penelitian ini membahas tentang persepsi siswi SMPN 1 Jetis tentang kewajiban berjilbab dan implikasinya terhadap minat belajar Pendidikan Agama Islam dengan rumusan masalah : 1. Bagaimana persepsi siswi SMPN 1 Jetis tentang kewajiban berjilbab. 2. Bagaimana implikasi kewajiban berjilbab terhadap minat belajar Pendidikan Agama Islam. Dalam penelitian ini pendekatan yang di pakai adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun yang menjadi populasi penelitian adalah siswi SMPN 1 Jetis, dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel berjumlah 111 siswi. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan angket. Sedangkan analisa data menggunakan prosentase P= x 100%. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan terdapat 93 % siswi menyatakan setuju dengan peraturan untuk berjilbab dalam kegiatab belajar mengajar di sekolah dan 74% siswi menyatakan ada pengaruh terhadap minat belajar siswi SMPN 1 Jetis terhadap materi Pendidikan Agama Islam.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................
iii
HALAMAN NOTA DINAS ................................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ...........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vii
ABSTRAK ............................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................
x
TRANSLITERASI ................................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
xii
DAFTAR ISI .........................................................................................................
xiii
BAB I: PENDAHULUAN
BAB II
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
5
E. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
5
F. Metode Penelitian .........................................................................
7
G. Definisi Istilah ...............................................................................
12
H. Sistematika Pembahasan ...............................................................
13
KEWAJIBAN
BERJILBAB
DAN
MINAT
BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Kewajiban Berjilbab ......................................................................
15
1. Pengertian Jilbab .....................................................................
15
2. Batas-Batas Aurat Wanita .......................................................
18
3. Syarat-Syarat Jilbab ................................................................
18
4. Fungsi dan Hukum Memakai Jilbab Bagi Wanita ..................
20
B. Minat Belajar .................................................................................
24
1. Pengertian Minat
24
2. Fungsi Minat
27
3. Pengertian Belajar
28
4. Faktor-Faktor Pendukung Minat Belajar
30
C. Pendidikan Agama Islam ..............................................................
40
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ......................................
40
2. Fungsi Pendidikan Agama Islam .............................................
42
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam .............................................
45
4. Kurikulum Pendidikan Agama Islam.......................................
47
BAB III PERSEPSI SISWI SMPN 1 JETIS PONOROGO TENTANG KEWAJIBAN BERJILBAB A. Data umum ....................................................................................
50
1. Sejarah Berdirinya SMPN 1 Jetis Ponorogo ...........................
50
2. Visi, Misi, Dan Tujuan Institusional .......................................
51
3. Struktur Organisasi SMPN 1 Jetis Ponorogo ..........................
53
4. Keadaan Guru dan Siswa ........................................................
53
5. Sarana dan Prasarana ...............................................................
54
B. Data Khusus ..................................................................................
54
1. Persepsi Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab ..................................................................................
54
2. Implikasi Kewajiban Berjilbab Terhadap Minat Belajar PAI Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo ................................................
58
BAB IV ANALISA PERSEPSI SISWI SMPN 1 JETIS PONOROGO TENTANG KEWAJIBAN BERJILBAB A. Analisa persepsi Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab .......................................................................
64
B. Analisa Implikasi Kewajiban Berjilbab Terhadap Minat Belajar PAI Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo................................................ BAB V
67
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................
71
B. Saran ...............................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Pendidikan bagi umat Manusia merupakan system dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala hal bidang sehingga dalam sepanjang sejarah hidup manusia di muka bumi ini hamper tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai sarana pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, meskipun dengan system dan metode yang berbeda-beda sesuai dengan taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing. Bahkan pendidikan juga dijadikan sarana penerapan suatu pandangan hidup. Demikian pula halnya dengan pendidikan islam, dalam segala bentuknya, mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting dan menentukan, melalui upaya pendidikan islam.Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam dapat diberikan kepada anak-anak didik, yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat.Sebagai anggota dan pemimpin masyarakat, ia mempunyai tugas mengarahkan dirinyadan masyarakatanya untuk memiliki kepribadian yang profetis, takwa, ikhlas, berdedikasi tinggi, mempunyai tanggung jawab terhadap masa depan umat manusia, memiliki kecakapan dan ketrampilan yang tinggi serta menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi maju.Iman, ilmu dan amal senantiasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan. 1 Dalam UU R.I No 20 tahun 2003, tentang system pendidikan nasional pasal 3, disebutkan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 1 2
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual ( Jakarta : Gema Insani, 1998 ) Hal : 104-105 UU RI, SISDIKNAS ( Bandung : Citra Umbara ) Hal : 7
Dari tujuan pendidikan nasional diatas, telah jelas bahwa sesungguhnya substansi dari pendidikan yang diselenggarakan tidak hanya berorientasi pada pembentukan pribadi yang berpengetahuan, tetapi juga pribadi yang beragama dan bermoral. Dalam menghadapi tantangan ini penyelenggara pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, pendidikan yang diselenggarakan harus mampu menjawab kompetensi-kompetensi diatas. Dan islam sebagai agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan suatu sistem hidup yang lengkap, yang senantiasa memberikan pedoman kepada ummatnya mulai dari selaras paling dasar sampai paling puncak.Oleh karena itu, islam bukanlah suatu agama yang hanya terbatas dalam kehidupan pribadi, yang semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga memberikan pedoman hidup yang menyeluruh, jasmani dan ruhani, material dan spiritual, individual dan social serta duniawi dan ukhrawi. Demikian juga halnya dalam masalah tata busana yang mana dalam ajaran islam pakaian bukan semata-mata masalah cultural, namun lebih jauh dari itu pakaian merupakan tindakan ritual yang dijanjikan pahala sebagai imbalannya bagi yang mengenakannya secara benar. Oleh karena itu, dalam masalah pakaian, islam menetapkan landasan-landasan tertentu untuk laki-laki dan perempuan. Dan sebagai orang yang beriman akan me yakini betul bahwa tidak ada satupun peraturan Allah SWT, kecuali untuk kebaikan manusia. Allah Yang Maha Tahu mana yang bermanfaat dan mana yang mudhorat bagi hambanya.Termasuk syariat memakai jilbab bagi wanita, mungkin secara lahiriyah akan terasa memberatkan bagi wanita, namun didalamnya terdapat unsur yang sangat menyenangkan dan menguntungkan, karena syariat islam tentang jilbab menunjukkan suatu perhatian yang besar terhadap kehormatan wanita serta islam ingin mengangkat derajat wanita.Dan melalui jilbab islam ingin menegakkan akhlak mulia, melalui system dan cara preventif dalam mencegah timbulnya akhlak dan moral yang rusak. Pada akhirnya Iman pulalah yang mampu merealisasikan syariat islam di tengah-tengah kehidupan, betapapun terasa
sulit dan sangat memberatkan nya. Memasyarakatkan jilbab berarti mengajak wanita mukmin untuk memiliki iman yang baik, menjaga kehormatan dirinya 3 . Disamping juga sebagai penutup aurat dan untuk keindahan. Dengan demikian busana muslimah merupakan pakaian abadi sepanjang zaman yang akan tetap hadir di tengah-tengah revolusi dan reinkarnasi mode busana perempuan. Berangkat dari permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam sebuah skripsi yang berjudul PERSEPSI SISWI SMPN 1 JETIS PONOROGO TENTANG KEWAJIBAN BERJILBAB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MINAT BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI ).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan kewajiban berjilbab di SMPN 1 Jetis Ponorogo ? 2. Bagaimana persepsi Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab dan implikasinya terhadap minat belajar Pendidikan Agama Islam ( PAI ) ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan di SMPN 1 Jetis Ponorogo ini mempunyai tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kewajiban berjilbab di SMPN 1 Jetis Ponorogo. 2. Untuk mengetahui persepsi Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab dan implikasinya terhadap minat belajar Pendidikan Agama Islam ( PAI ).
D. Manfaat penelitian 3
Hafidhuddin, Dakwah Aktual ( Jakarta, Gema Insani, 1998 ) Hal : 180
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Lembaga Pendidikan, dapat digunakan sebagai acuan dalam menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut dalam masalah pendidikan agama bagi Institut yang terkait khususnya bagi SMPN 1 Jetis Ponorogo. 2. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai masukan awal untuk penelitian lebih lanjut dalam masalah yang berhubungan dengan kewajiban berjilbab bagi wanita. 3. Bagi peneliti, selain sebagai syarat untuk meraih gelar kesarjanaan juga untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu yang telah di peroleh selama ini.
E. Tinjauan Pustaka Penelitian ini mengkaji tentang persepsi Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab dan implikasinya terhadap minat belajar Pendidikan Agama Islam ( PAI ). Ada satu penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kewajiban berjilbab, yaitu : Penafsiran ayat-ayat tentang jilbab. Penelitian ini dilakukan oleh saudari Binti Mujibah dimana dalam penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Sesuai dalam petunjuk surat al-ahzab ayat 59 tentang pengertian jilbab bahwa jilbab adalah suatu pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuh wanita dan pakaian yang dapat mencerminkan identitas wanita muslimah. 2. Jilbab mempunyai fungsi sebagai penutup aurat, penutup perhiasan dan pakain takwa disamping itu juga berfungsi sebagai pakaian wanita muslimah.
3. Dan setiap wanita muslimah yang sudah baligh diwajibkan untuk mengenakan jilbab sebagaimana yang disyariatkan oleh agama islam. 4 Dalam penelitian yang mengkaji Persepsi Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab dan implikasinya terhadap minat belajar PAI, penulis ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan kewajiban berjilbab di SMPN 1 Jetis Ponorogo dan bagaimana implikasinya terhadap minat belajar PAI pada siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo.
F. Metode Penelitian 1. Obyek dan subyek penelitian Penelitian ini merupakan kajian dengan objek yang berbentuk pengetahuan, sikap, tindakan, perhatian, dan minat dari siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab. Sedangkan Subyek dalam penelitian ini adalaah siswi dan guru SMPN 1 Jetis Ponorogo yang ditentukan dengan tehnik random sampling ( sample acak ) yakni pengambilan sample secara random atau tanpa pandang bulu dimana semua individu baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sample. 5 Pemilihan SMPN 1 Jetis Ponorogo ini antara lain karena merupakan salah satu SMPN di Ponorogo yang menggunakan Standart Nasional (SSN) yang bukan berlatar belakang pesantren dan tidak dibawah naungan Lembaga Pendidikan Islam, namun dalam kegiatan belajar mengajar mewajibkan kepada seluruh siswinya untuk memakai jilbab dan SMPN 1 Jetis Ponorogo merupakan satusatunya sekolah negri yang menetapkan peraturan tersebut. 2. Tehnik Pengumpulan data Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sehingga jenis datanya merupakan data kualitatif. Dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif Moleong mengutip pendapat dari Lofland, bahwa sumber data utama dalam penelitian 4
Binti Mujibah, Penafsiran ayat-ayat tentang jilbab ( Ponorogo, Jurusan Ushuluddin STAIN PONOROGO ). 5 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jld 1 ( Yogyakarta,2004 ) Hal 91
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. 6 Untuk memperoleh data yang akurat penulis memulih beberapa metode yaitu interview / wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tehnik ini menjadi pilihan utama karena dalam penelitian kualitatif, fenomena maknanya dapat di mengerti secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam. Observasi pada latar dimana fenomena tersebut berlangsung dan dilengkapi dengan dokumentasi. a. wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek atau responden. 7 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada : 1) Kepala Sekolah SMPN 1 Jetis Ponorogo yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai sejarah berdirinya SMPN 1 Jetis Ponorogo, letak geografis, keadaan guru dan siswa, kurikulum dan sarana prasarana. 2) Guru PAI SMPN 1 Jetis Ponorogo yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai sikap dan perhatian siswa dalam proses belajar mengajar PAI serta untuk mengetahui minat belajar siswa terhadap PAI. 3) Siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi tentang kewajiban berjilbab dan minat belajar PAI. b. Observasi
merupakan
pengumpulan
data
yang
menggunakan
pengamatan terhadap onyek penelitian. 8 Observasi dalam penelitian ini dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung dengan tujuan 6
Lexy.S.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ( Bandung, PT.Reamaja, Rosdakarya, 2002 ) Hal : 112 7 Yatim Rianto, Metodologi Penelitian Pendidikan: Suatu tinjauan dasar ( Surabaya,Rineka Cipta,2003 ) Hal 67. 8 Ibid Hal : 77.
untuk mengetahui minat dan perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan. c. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada, sebagai mana yang dikutip Riyanto dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan. Menurut Guba dan Lincoln bahwa dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film yang sering digunakan untuk keperluan penelitian. 9 Dalam penelitian ini metode dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang : 1) Sejarah berdiri SMPN 1 Jetis Ponorogo 2) Visi dan Misi SMPN 1 Jetis Ponorogo 3) Struktur Organisasi SMPN 1 Jetis Ponorogo 4) Keadaan Guru dan Siswa SMPN 1 Jetis Ponorogo 5) Keadaan sarana prasarana 6) Kurilkulum 3.Analisa pengumpulan data Tehnik analis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik deskriptif kualitatif. Dengan alur model Miles dan Huberman sebagai berikut : a. Reduksi data ( Data Reduction ) Yaitu proses pemilihan, pemusatan, perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data mentah yang muncul di lapangan. Dalam penelitian ini setelah seluruh data yang berkaitan dengan persepsi tentang kewajiban berjilbab dan minat belajar PAI terkumpul seluruhnya, maka untuk memudahkan dalam melakukan analisis data yang masih komplek tersebut dipilih-pilih dan difokuskan sehingga menjadi lebih sederhana. b. Penyajian data ( Data Display )
9
Ibid Hal : 83.
Yaitu proses penyusunan informasi yang komplek kedalam suatu bentuk yang sistematis, agar lebih sederhana dan dapat dipahami maknanya. c. Penarikan Kesimpulan ( Conclution Drawing ). Yaitu analisis data yang terus menerus baik selama maupun sesudah pengumpulan data untuk penarikan kesimpulan yang dapat menggambarkan pola yang terjadi. 10
G. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka pembahasan dalam laporan penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan. Adapun sistematika dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : Berisi Pendahuluan, pada bab ini diberikan penjelasan secara umum dan gambaran tentang skripsi ini, sedangkan penyusunannya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, definisi istilah, dan sistematika pembahasan. BAB II : Berisi Kajian teori dan sebagai pedoman umum yang digunakan untuk landasan dalam melakukan penelitian yang terdiri dari kajian tentang persepsi tentang kewajiban berjilbab yang meliputi : pengertian jilbab secara umum, menurut bahasa, menurut istilah, batasan-batasan aurat, fungsi jilbab, perbedaan jilbab, hijab dan khimar, hokum memakai jilbab, serta kajian tentang minat belajar pendidikan agama islam. BAB III : Berisi paparan data umum mengenai sejarah berdiri SMPN 1 Jetis Ponorogo, letak geografis, visi dan misi, kurikulum, serta data khusus yang berupa persepsi siswi
SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab berupa
pelaksanaan kewajiban berjilbab dan implikasinya terhadap minat belajar pendidikan agama Islam ( PAI ). 10
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif ( Bandung, Alfabeta 2005 ) Hal : 91-99.
BAB IV : Berisi analisa data mengenai persepsi siswi SMPN 1 Jetis Ponorogo tentang kewajiban berjilbab, bagaimana pelaksanaan dan implikasinya, terhadap minat belajar Pendidikan A0gama Islam ( PAI ). BAB V : Berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II KEWAJIBAN BERJILBAB DAN MINAT BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. KEWAJIBAN BERJILBAB 1. Pengertian jilbab Dalam ajaran agama Islam telah ditetapkan batasan-batasan untuk laki-laki dan perempuan dalam berpakaian. Khusus untuk perempuan Islam, mereka mempunyai busana yang khas, yang akan menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslimah yakni menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan, dengan jilbab sebagai penutup. Busana muslimah kemudian menjadi jauh lebih sempurna ketimbang busana bangsa maupun didunia. Para ahli memberikan banyak pengertian tentang jilbab, antara lain : Secara bahasa, jilbab berasal dari bahasa Arab yang bentuk jamaknya Jalabib artinya pakaian yang lapang atau luas. 11 Kemudian dalam kitab AlMunjid mengartikan jilbab dengan pakaian atau kain yang lapang dan luas. 12 Adapun dalam kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir mengartikan jilbab sejenis baju kurung panjang sejenis jubah. 13 Sedangkan dalam kitab Lisan alArab jilbab adalah kerudung wanita yang menutupi kepala, punggung dan dada. 14 Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan tentang pengertian jilbab, secara bahasa jilbab mempunyai arti sejenis pakaian yang lapang atau 11
Jannatin Al-Wasi’un, Wanita dan Jilbab Dalam Islam (Solo, Sendang ilmu ,1999) 157 Louis Ma’luf Al-Yasu’I, Al-Munjid Al-Lughoh (Beirut, Darut Masyiq, 1986) hal: 63 13 Ahamd Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, Al-Munawir (Yogyakarta, Ponpes AlMunawir, 1984), 1199 14 Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab (Beirut, Dar Shadir, 1990), 273 12
luas atau kerudung yang dipakai untuk menutup kepala, punggung dan dada perempuan. Sedangkan secara istilah jilbab mempunyai arti antara lain : a) Dalam wanita dan jilbab dalam islam, jilbab adalah pakaian yang lapang dan dapat menutupi bagian anggota tubuh wanita (auratnya) kecuali muka dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan. 15 b) Dalam Al-Qur’an dan terjemahannya, jilbab berarti sejenis baju kurung yang lapang, yang dapat menutupi kepala, muka dan dada. 16 c) Ensklopedi Hukum Islam mendefinisikan jilbab adalah sejenis pakaian kurung yang longgar yang dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala, leher dan dada. 17 d) Dalam muslimah ideal pribadi islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, mengartikan jilbab adalah pakaian islami yang membedakan dengan ummat lain yang cirri-cirinya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan AsSunnah. 18 e) Dalam fatwa-fatwa tentang wanita, mengartikan jilbab adalah sesuatu (kain) yang menutupi kepala dan badan diatas pakaian luar yang menutupi seluruh kepala, badan, dan wajah wanita. 19 15 16
Al-Wasi’u, Wanita dan jilbab, 157 Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta, Yayasan Penyelenggara/Pentafsir Al-Qur’an,
1971), 666 17
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 820 18 Muhammad Ali Al-Hasyimi, Muslimah Ideal, Pribadi Islam dalam Al-Qur’an dan AsSunnah (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2004), 64 19 Ahmad Amin Sjihab, Fatwa-fatwa tentang Wanita 3 (Jakarta, Darul Haq, 2004), 4
Dari pemaparan arti jilbab menurut istilah diatas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah busana muslimah atau pakaian yang longgar atau tidak ketat dengan ukuran yang lebih besar yang menutupi seluruh tubuh wanita muslimah kecuali muka dan telapak tangan sampai pergelangan. Pakaian tersebut dapat berupa baju luar yang dipakai untuk menutupi pakaian dalam, tetapi dapat juga digunakan langsung tanpga penggunaan pakaian dalam. 20 Asalkan kainnya tidak tipis atau jarang. Sedangkan tentang bentuk dan modenya, islam tidak mempunyai aturan khusus (karena tidak dijelaskan secara rinci oleh Al-Qur’an dan AlHadits) sesuai dengan kehendak dan selera masing-masing, namun harus tetap memenuhi syarat dalam menutup aurat. 21
2. Batas-batas aurat Para Ahli Fiqih berbeda pendapat tentang aurat perempuan, menurut mazhab Hanafi aurat perempuan adalah seluruh badan dan rambut kecuali wajah, telapak tangan, dan bagian kaki dari ujung betis kebawah.
20
Yang dimaksud pakaian dalam disini adalah pakaian wanita yang menggunakan blus dan rock. Dan jika akan keluar rumah, mereka harus menggunakan jilbab sebagai pakaian luarnya. 21 Nana Surtiretna, Anggun berjilbab (Bandung, Al-Bayan, 1997), 59.
Sedangkan menurut Jumhur ‘ulama fiqih berpendapat bahwa aurat perempuan yang wajib ditutup adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya.22 Dan menurut Hasbi As-Shiddieqi, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya selain dari muka dan tangannya, dari ujung tangan hingga pergelangan dan dua kaki.23 Dengan demikian dapat dipahami bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh wanita dan rambutnya kecuali wajah, telapak tangan, dan bagian kaki dari ujung betis kebawah. 3. Syarat-Syarat Jilbab Mulhandy ibn Kusumayadi, Amir taufik dalam bukunya Enam puluh satu tanya jawab tentang jilbab, memberikan pengertian tentang syarat-syarat jilbab sebagai berikut: a. Busana (jilbab) yang menutupi seluruh tubuh perempuan selain yang dikecualikan. b. Busana yang bukan untuk perhiasan kecantikan atau tidak berbentuk pakaian aneh yang menarik perhatian dan tidak berparfum (wangiwangian) c. Tidak tipis sehingga tampak bentuk tubuhnya d. Tidak sempit sehingga tampak bentuk lekuk tubuhnya 22 23
1998), 30.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum, 820 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam 2 (Semarang, Pustaka Rizki Putra,
e. Busana yang tidak menampakkan betisnya atau kakinya atau celana panjang yang membentuk kakinya dan kedua telapak kakinya pun harus ditutup. f. Tidak menampakkan rambutnya walau sedikit, dan tidak pula lehernya g. Busana yang tidak menyerupai pakaian laki-laki dan tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir atau yang tidak islami. 24 Dan menurut Sahroh Ahmad Al-Ma’iy, Ulama wanita asal Riyadh Arab Saudi dan H.Huzaimah T adalah sebagai berikut : a. Jilbab harus menutup seluruh aurat. b. Jilbab tidak mencolok mata warnanya dan tidak bertujuan berbanggabangga. c. Jilbab tidak terbuat dari bahan yang tipis (transparan) sehingga kulit wanita terlihat. d. Jilbab dibuat longgar sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh. e. Jilbab tidak sama dengan pakaian laki-laki. f. Jilbab tersebut bukan merupakan pakaian perhiasan kecantikan. g. Jilbab tersebut berbeda dengan pakaian khas pemeluk agama lain. 25 Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani dalam bukunya Hijabul Mar’atil muslimah fil-kitabi was-sunnah, bahwa jilbab mempunyai beberapa syarat tertentu, sebagai berikut :
24 25
Kusumayadi, Amir Taufik, Enam Puluh Satu, 81 Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum, 822
a. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan seperti muka dan telapak tangan. b.
Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri.
c.
Kain yang tebal dan tidak tembus pandang.
d. Lapang dan tidak sempit, karena kain yang sempit dapat menampakkan bentuk tubuh seluruhnya atau sebagian. e. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. f. Tidak menyerupai pakaian orang kafir. g. Pakaian nya tidak mencolok warnanya. 26 Diatas sedikit uraian tentang beberapa syarat-syarat yang harus kita penuhi ketika kita menggunakan pakaian atau jilbab. 4. Fungsi dan Hukum memakai jilbab bagi perempuan. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang menggunkan jilbab bukan karena mereka mengetahui akan fungsi dan hokum dari kewajiban berejilbab sebagaimana yang disyariatkan oleh islam, akan tetapi mereka memakai jilbab cenderung karena mereka ingin mengikuti perkembangan mode atau karena mereka mengikuti teman. Namun jilbab bagi perempuan muslim mempunyai arti yang sangat penting dan mempunyai fungsi sebagaimana yang disyari’atkan oleh islam yaitu sebagai alat untuk menutup
26
150.
Haya Binti Mubarok Al-Barik, Ensiklopedi wanita Muslimah (Jakarta, Darul Falah, 1999),
aurat perempuan yang diwajibkan untuk ditutup. 27 Selain itu juga berfungsi untuk menjaga badan dari factor-faktor yang bersifat alami. 28 Dan jilbab juga berfungsi sebagai salah satu identitas wanita muslimah dan sekaligus merupakan upaya untuk mencegah terjadinya hal-hal yang dapat merusak kehormatan diri perempuan dan orang lain karena aurat yang dapat mengundang syahwat lawan jenisnya telah ditutup. 29 Sedangkan hukum memakai jilbab sebagaimana dalam alqur’an telah dijelaskan dalam surat An-Nur ayat : 31.
,-.!" #$%!'()*+/0#12 34567689:; 54#' 3457Ue8:)f!" <4#=>?%cdD]"N hi!" <4*HGg"F?-/ @AB#CDEF; <4*H:R:j;Lk liLM O:' :?GH)* :o89LT5p!q82!" OGH(m#' n <4#=>?*+-;IJ rWst:F <4XuXvKFwFg n hi!" @AB#CDEF; <4*H:R:j;Lk liLM xyLH#R)2KF-zE#2 (""N xyLHX{|O:]S!} (""N #}|O:]S!} xyLH#~)2KF-z] (""N xyLHX{|OmD]"N (""N #}|OmD]"N xyLH#~)2KF-z] (""N <4LH#!K(3LM (""N oXg:] xyLH#!K(3LM (""N oXg:] <4LH#t!KG3"N (""N <4LHX{|OcL (""N O:' 5$)
s0:' <4*HF&%G+(;"N X""N @AP#-LE%QR2OS LTD?UV WXYZ"[N #\:]D^$_OS 34#' `a.G4>b?2OS 27
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam 2, Ensiklopedi Islam (Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), 317. 28 M.Quraisy Syihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta, Lentera Hati, 2004), 40 29 Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum, 820.
X""N ,8e#2OS @AB#.|OS 9)2 nS"F?GH57:; rWst:F #!^DK:F #}|Oc#m2OS n hi!" :o89LT5p <4LHL0FgD^"ZL] 3s0(-Fq#2 O:' :oP#e8;}f 4#' <4LH#R:j;Lk r nSKz]K-t!" WsYLM |OS O-w#)= :;"N @KF'()*+82OS (]}
0G-)2 @K*)L08e-t Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandangan nya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya. Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putraputra suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara mereka atau wanita-wanita muslimah atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-palayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (AnNur: 31) 30
Ayar diatas dengan jelas menunjukkan wajibnya menutup diri bagi wanita yaitu menutup wajah dan seluruh tubuhnya dihadapan para lelaki selain mahramnya,, bahwasanya Allah SWT membolehkan (untuk membuka hijabnya) bagi wanita lanjut usia yang tidak mempunyai gairah seks. Asalkan tidak berlebih-lebihan dalam berhias. Ini menunjukkan bahwa para perempuan
30
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahannya (Bandung, Gema Risalah Press), 548
yang masih muda wajib menggunakan hijab dan mendapatkan dosa apabila mereka melepaskannya.31 Tetapi tidak semua wanita muslimat wajib menutup auratnya. Wanita muslimat yang diwajibkan memakai jilbabpun tidak diwajibkan untuk memakai jilbab disetiap lingkungan. Berkaitan dengan kapan wanita diwajibkan memakai jilbab terdapat dua aspek yaitu usia dan lingkungan. Dari aspek usia tidak semua wanita muslimah wajib menggunakan jilbab apabila bertemu dengan laki-laki yang bukan mahram dan muhrimnya. Diantara wanita yang diperbolehkan untuk tidak mengenakan jilbab itu adalah wanita muslimah yang belum baligh dan disamping itu wanita muslimah yang sudah tua yang telah berhenti dari haid dan tidak mempunyai keinginan untuk menikah, juga tidak berdosa apabila mereka tidak memakai jilbab. Sedangkan dari aspek lingkungan, tidak semua lingkungan atau tempat menuntut wanita muslimah untuk memakai jilbab, misalnya dirumah, wanita muslimah tidak diwajibkan memakai jilbab kecuali apabila didalam rumahnya itu terdapat laki-laki yang bukan mahram dan muhrimnya. 32 Akhirnya perlu dikemukakan bahwa hukum wajib untuk menutup aurat ini, berlaku bagi wanita muslimah yang masih muda yakni perempuan yang telah tiba masa haidnya, hingga masa berhentinya masa haid. Sedangkan untuk perempuan muslimah yang telah melampaui masa haid, bagi mereka
31 32
Amin Sjihab, Fatwa-fatwa, 13 Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum, 821
mendapatkan keringanan hokum untuk tidak wajib menggunakan jilbab, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nur : 60.
*C#F!K)M82OS!" 34#' #}|Oc#m2OS `%2OS hi :KFgD?:; .s.)
# _8ws0)/ xyLH8ws0: VGOmFg "N @y(-h6:; xy*H:]O!w# !TD?UV $%GgLbTG2:RF' E\!&;>L] n "N!" @y8e#e(-:R9 TD?G3 xy*H2
|OS!" q#+G 6wL0: Artinya: Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yng tiada ingin kawin (lagi) tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan , dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 33 Berdasarkan penjelasan ayat diatas sangat jelas kenapa pengecualian untuk wanita muslimah yang sudah tua dan tidak mempunyai keinginan untuk menikah diberi keringanan diperbolehkan untuk menanggalkan jilbabnya. Karena sangat berkaitan dengan surutnya gairah dan daya tarik seksual pada wanita muslimah yang sudah berusia lanjut karena factor seksual tersebut yang justru menjadi dasar atas perintah untuk menutup aurat bagi wanita muslimah, sebagaimana diuraikan dalam pembahasan diatas.34
B. MINAT BELAJAR 33 34
Depag RI, Al-Qur’an, 555 Husen Shahab, Jilbab menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (Bandung, Mizan, 2002), 62.
1. Pengertian Minat Dalam suatu proses pembelajaran kita tentu sering melihat adanya respon yang berbeda dari beberapa murid atau anak terhadap suatu obyek atau sasaran tertentu. Perbedaan ini terjadi karena pada dasarnya kita semua memiliki perbedaan individual yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah karena adanya perbedaan minat masing-masing. Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang minat, antara lain : a. Jersild dan Tasch, mengemukakan bahwa minat atau interest menyangkut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. b. Doyles Fryer, mengemukakan bahwa minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu. 35 c. Hilgard, berpendapat bahwa “interest is persisting tendensi to pay attention to an enjoy some activity or content” Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. 36 d. Slameto, berpendapat bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
35
Wayan Nukancana dan PPN Sunartana, Evaluasi Pendidikan (Surabaya, Usaha Nasional, 1986), 229. 36 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), 57.
sendiri dengan sesuatu dari luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas yang disukai karena pengaruh dari suatu yang datang dari luar dirinya. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat minat baru. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya. Walaupun minat terhadap sesuatu gal tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat mempelajari hal tersebut, asumsi umum menyatakan bahwa minat akan membantu seseorang mempelajarinya. 37 Jadi minat yang dimiliki siswa dalam mempelajari suatu materi diusahakan agar tetap baik, karena minat tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Minat anak terhadap benda-benda tertentu dapat timbul dari berbagai sumber antara lain perkembangan instink dan hasrat, fungsi-fungsi intelektual, 37
Ibid, 180.
pengaruh
lingkungan,
pengalaman,
kebiasaan,
pendidikan
dan
lain
sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang paling penting dan umum menurut Decrolay adalah : a. Kebutuhan akan makan. b. Kebutuhan akan perlindungan terhadap pengaruh iklim (pakaian dan rumah). c. Kebutuhan mempertahankan diri terhadap bermacam-macam bencana dan musuh. d. Kebutuhan akan kerjasama, permainan dan sport. Keempat kebutuhan itulah yang menjadi pusat minat anak (oleh Decrolay disebut pusat minat). Dari pusat-pusat minat itulah bahan pelajaran dikumpulkan, 38 jadi bahan pelajaran yang disusun disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi pusat minat tersebut. 2. Fungsi Minat Ternyata minat mempunyai fungsi dalam kehidupan bagi anak. Menurut Nucklols dan Banducci, sebagaimana dikutip oleh Elizabeth B.Hurlock, mengemukakan tentang fungsi minat, yaitu : a. Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita. Sebagai contoh anak yang berminat pada olahraga maka cita-citanya adalah menjadi olahragawan yang berprestasi, sedangkan anak yang berminat pada kesehatan fisiknya maka bercita-cita menjadi dokter. 38
Metodik Khusus Pengajaran Islam (Jakarta, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), 133-134.
b. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat. Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar kelompok ditempat temannya meskipun suasana sedang hujan. c. Prestasi selalu di pengaruhi oleh jenis dan intensitas minat seseorang. Meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran yang sama tapi antara satu anak dengan anak yang lainnya mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda-beda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap yang dipengaruhi oleh intensitas minat mereka. d. Minat yang terbentuk sejak masa kanak-kanak sering terbawa seumur hidup, karena minat membawa kepuasan. Minat untuk menjadi guru yang telah terbentuk sejak kecil sebagai misal akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. 39 3. Pengertian Belajar. Pengertian belajar telah banyak dirumuskan oleh para ahli psikologi termasuk ahli psikologi pendidikan, antara lain : a. Hilgard dan Bower dalam bukunya Theoris of Learning (1975) mengemukakan” Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya ber4ulang-ulang dalam situasi seperti itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan
39
Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo Semarang, PBM-PAI di sekolah : Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,1998), 107-108.
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya). b. Gagne, dalam bukunya The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa “ Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu kewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi”. c. Morgan,
dalam
bukunya
Introduction
to
Psychology
(1978)
mengemukakan bahwa “ Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. d. Witherington, dalam bukunya Educational Psychologi mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”. 40 e. Slameto,
dalam
bukunya
belajar
dan
factor-faktor
yang
mempengaruhinya mengemukakan “ Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 41
40 41
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung, Remaja Rosdakarya,2002), 84. Slameto, Belajar, 58-59.
Dari pengertian minat dan belajat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa minat belajar adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan aktivitas yang berupa suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relative menetap. Perubahan itu adalah hasil yang dicapai dari proses belajar. Jadi untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk perubahan harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh factor dari dalam individu dan diluar individu. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu : a. Faktor-faktor intern Faktor Intern adalah Faktor-faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Yang termasuk dalam factor intern antara lain: 1. Faktor Jasmaniah a. Faktor kesehatan Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan selalu
mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah. b. Cacat tubuh Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat, belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu. 2. Faktor Psikologis a. Inteligensi Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang memiliki inteligensi yang rendah. Akan tetapi hal itu tidak sepenuhnya benar, karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak factor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi hanyalah satu dari factor tersebut. b. Perhatian Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka akan timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
c. Minat Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat siswa, maka ia tidak akan belajar dengan baik. Untuk itu diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik yang berkaitan dengan bahan pelajaran. d. Bakat Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah “the capacity to learn” dengan kata lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasikan menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Jika bahan pelajaran sesuai dengan bakat siswa maka hasil belajarnya akan lebih baik, karena ia senang belajar dan selanjutnya ia lebih giat dalam belajarnya. 42 e. Motif Motivasi utuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. 43 Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berfikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar. 42 43
Ibid, 54-58 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta, Rineka Cipta, 2002), 166.
f. Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anka yang sudah matang belum dapat melaksanakan kecakapannya sebalum ia belajar. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. g. Kesiapan Kesiapan atau readiness menurut James Dicver adalah preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau beraksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena
kematangan
berarti
kesiapan
untuk
melaksanakan
kecakapan. Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padnya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. 44 3. Faktor Kelalahan Kelelahan dapat menjadi dua macam yaitu : kelelahan jasmani dan kelelahan rohani 44
Slameto, Belajar, 58-59.
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dari kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Untuk itu agar siswa dapat belajar dengan baik harus dijaga agar tidak mengalami kelelahan dalam belajarnya. b. Faktor-Faktor Ekstern Faktor Ekstern adalah : factor yang diluar individu. Yang termasuk factor ekstern adalah : 1. Faktor keluarga a) Cara orang tua mendidik. Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadp belajar anaknya. Sebagaimana dicontohkan dalam AlQur’an dalm mendidik anak yang dilakukan oleh Luqman :
æÅÐ ÞÇá áÞãÇä áÇÈäå æåæ íÚÙå íÇ Èäíø áÇÊÔÑß ÈÇááå Åäø ÇáÔÑß áÙáã ÚÙíã (áÞãÇä : 13) Artinya : “Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya : “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang besar”. 45 45
Depag RI, Al-Qur’an, 654.
b) Relasi antar anggota keluarga. Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi antara orang tua dan anaknya. Dan demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik didalam keluarga anak tersebut. Hubungan yang baik adalah yang penuh kasih saying,pengertian serta bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak. c) Suasana Rumah Agar anak bisa belajar dengan baik perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. d) Keadaan Ekonomi Keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya juga membutuhkan fasilitas belajar yang harus terpenuhi. Dan fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika mempunyai cukup uang. e) Pengertian Orang Tua Dalam belajar anak sangat membutuhkan dorongan dan pengertian dari Orang tua dan sedapat mungkin orang tua membantu kesulitan yang dialami anak disekolah. f) Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan didalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Maka perlu ditanamkan kepada anak kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. 2. Faktor Sekolah a) Metode mengajar Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam mengajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien dan seefektif mungkin.
b) Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Dan bahan pelajaran itu sangat mempengaruhi belajar siswa. Untuk itu kurikulum yang disusun harus disesuaikan dengan bakat, minat dan perhatian siswa. c) Relasi Guru dengan siswa Cara belajar siswa dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya, jika didalam relasi antara guru dengan siswa baik maka
siswa akan menyukai gurunya dan juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikan, sehingga siswa berusaha mempelajarinya dengan baik. d) Relasi siswa dengan siswa Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa. e) Disiplin sekolah Agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin didalam belajar, baik dalam sekolah, dirumah dan diperpustakaan. Dan sikap disiplin harus ditanamkan kepada seluruh guru, staf dan dari siswa sendiri. f) Alat pelajaran Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar dengan baik pula. g) Waktu sekolah Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar disekolah, waktu itu pagi, siang, sore maupun malam hari. Memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar. h) Standar pelajaran diatas ukuran
Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. i) Keadaan Gedung Gedung sebagai tempat belajar siswa harus memadai agar siswa dapat belajar dengan baik. j) Metode belajar Siswa harus belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar. k) Tugas rumah Guru jangan terlalu banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan dirumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain. 3. Faktor Masyarakat a) Kegiatan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Untuk itu perlu kiranya seorang siswa dapat mengikuti kegiatan yang dapat mendukung belajarnya seperti mengikuti kursus bahasa inggri, PKK Remaja, diskusi dan lain sebagainya. b) Mass Media
Mass media sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. Untuk itu perlu kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan control yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik dilingkungan keluarga, sekolah dan dimasyarakat. c) Teman bergaul Agar siswa dapat belajar dengan baik maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik, dan pembinaan pergaulan serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana. d) Bentuk kehidupan Masyarakat. Kehidupan
masyarakat
disekitar
siswa
berpengaruh
terhadap belajar siswa. Untuk itu perlu diusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.46 Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa aktivitas belajar itu tidak hanya dipengaruhi oleh factor dari dalam diri individu saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh factor ekstern pada saat aktivitas belajar. C. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
46
Slameto, Belajar, 60-72.
Pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dari pengertian diatas terdapat unsur-unsur yang ada dalam pendidikan, yaitu 1) usaha (kegiatan) yang bersifat membimbing dan dilakukan secara sadar, 2) ada pendidik atau pembimbing, 3) ada yang dididik, 4) bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan. Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dengan Ta’dib yang mempunyai pengertian yang lebih tinggi dan mencakup unsure-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Namun dalam perkembangan kata “ta’dib” tidak lagi digunakan dan kemudian berganti dengan istilah At-Tarbiyah yang sering disebut dengan tarbiyah. Sebenarnya kata Tarbiyah berasal dari kata “ Rabba – yurobbi – Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang. Dan pada akhirnya kata Tarbiyah lebih dikenal dalam pendidikan Islam. 47 Namun terlepas dari itu semua, banyak para ahli pendidikan yang memberikan definisi tentang pendidikan islam yang berbeda-beda, antara lain : a. Menurut kurikulum PAI 3 : 2002, Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran agama islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam 47
Zuhairini, et al, Metodologi Pendidikan Agama (Solo, Ramadhani, 1993), 9.
hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. b. Menurut Zakiyah Darojat, Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran agama islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup. 48 c. Al- Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi masyarakat. d. Menurut Muhammad Fadhil Al-Jamaly mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatan. e. Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba mendefinisikan Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
48
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), 130.
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil). 49 Jadi Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Fungsi Pendidikan Agama Islam Secara struktural pendidikan islam menuntut struktur organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan baik pada dimensi vertical maupun horizontal. Sementara secara institusional pendidikan islam mengandung implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat memenuhi kebutuhannya dan mengikuti perkembangan zaman yang terus berkembang. Untuk itu diperlukan kerja sama berbagai jalur dan jenis pendidikan mulai dari system pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Bila dilihat secara oprasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu : 1) Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan social serta ide-ide masyarakat dan nasional.
49
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoristis dan Praktis (Jakarta, Ciputat Pers, 2002), 31-32.
2) Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan. Pada garis besarnya upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki serta melatih tenaga-tenaga kemanusiaan (peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan social dan ekonomi yang demikian dinamis. 50 Disamping itu kurikulum pendidikan islam disekolah atau madrasah berfungsi sebagai berikut : 1) Pengembangan Pengenbangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sedangkan sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. 2) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat. 3) Penyesuaian mental
50
Ibid, 33-34.
Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan social dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama islam. 4) Perbaikan Perbaikan
yaitu
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan seharihari. 5) Pencegahan Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal yang negative dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. 6) Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan tak nyata) system dan fungsionalnya. 7) Penyaluran Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. 51
51
Majid Dian Andayani, Pendidikan Agama, 134.
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan Pendidikan Agama Islam disekolah atau madrasah adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama islam, sehingga menjadi manusia muslimyang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara serta dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 52 Adapun tujuan pendidikan agama islam menurut beberapa ahli pendidikan islam adalah sebagai berikut : 1) Menurut Imam Al-Ghazali ada dua tujuan pendidikan islam yang ingin dicapai, pertama kesempurnaan manusia yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, kedua kesempatan manusia yang puncaknya kebahagiaan didunia dan akhirat karena itu berusaha mengajar manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan tadi. 2) Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrosy tujuan Pendidikan Islam secara umum ialah : a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. b. Persiapan untuk kehidupan didunia dan diakhirat. c. Persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.
52
Ibid, 135.
d. Menumbuhkan semangat ilmiah (Scientific Spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. e. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, tehnis supaya dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan tertentu agar ia dapat mencapai rezeki dalam hidup disamping memelihara segi kerohaniaan. f. Menurut Ahmad D Marimba dalam bukunya “Pengantar Filsafat Pendidikan Islam” menyatakan tujuan akhir pendidikan islam adalah terbentuknya kepribadian muslim. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan pendidikan islam yaitu untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan, perasaan, dan panca indra sehingga memiliki kepribadian yang utama. Oleh karena itu pendidik islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia baik spiritual, intelektual, imajenasi (fantasi), jasmaniah, keilmiahannya, bahasanya baik secara kelompok serta mendorong aspekaspek itu kearah kebaikan atau kesempurnaan hidup. Maka dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan islam adalah meningkatkan taraf kehidupan manusia melalui seluruh aspek-aspek yang ada sehingga sampai pada tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi
tahap. Dan manusia akan dapat mencapai kematangan hidup setelah mendapatkan bimbingan dan usaha melalui proses pendidikan. 53 4. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Istilah kurikulum adalah berasal dari kata “curriculum” yang mempunyai arti “ a course of study in a school or university” istilah kurikulum ini pada mulanya dipakai oleh bangsa Yunani di lapangan Atletik dengan pengertian “jarak yang ditempuh”. Adapun menurut istilah yang umum kita dapati curriculum dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran yang tertentu yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah. Menurut Harold B. Alberty dan Elsie J Alberty dalam bukunya “Reorganizing the Hing School Curriculum” memberikan definisi sebagai berikut : “all of the activities that are provided for students by the school constitute its Curriculum”. Artinya semua aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh murid sesuai dengan peraturan-peraturan sekolah. Dan segala pengalaman yang dialami anak atau pendidik adalah termasuk kurikulum. Dengan demikian berdasarkan konsep baru ini definisi kurikulum dapat ditetapkan sebagai berikut : “Kurikulum adalah semua pengetahuan, kegiatankegiatan atau pengalaman-pangalaman belajar yang diatur secara sistematis metodis, yang diterima anak untuk mencapai tujuan. 53
Zuhairini, Metodologi Pendidikan, 16-18.
Sesuai dengan pengertian kurikulum maka dapat dirumuskan kurikulum pendidikan agama adalah : bahan-bahan pendidikan agama berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman serta nilai atau norma-norma dan sikap yang dengan sengaja dan sistematis yang diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pendidikan agama. Atau dengan rumusan yang lebih sederhana, “kurikulum pendidikann agama adalah : semua
pengetahuan,
aktifitas
(kegiatan-kegiatan)
dan
pengalaman-
pengalaman serta nilai-nilai atau norma-norma dan sikap dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didikdalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama islam. 54 Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen, sebagai berikut : 1) Tujuan Komponen tujuan mengarahkan atau menunjukkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses belajar mengajar. 2) Isi Komponon isi menunjukkan materi proses belajar mengajar tersebut. Materi atau isi tersebut harus relevan dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. 3) Proses belajar mengajar
54
59.
Zuhairi et.al, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya, Usaha Nasional, 1983), 57-
Komponen proses belajar mengajar mempertimbangkan kegiatan anak dan guru. Proses belajar mengajar adalah kegiatan dalam mencapai tujuan. Proses ini sering disebut sebagai metode mencapai tujuan. Mutu proses ini bergantung pada kemampuan guru dalam menguasai dan mengaplikasikan teori-teori keilmuan yaitu teori psikologi, khususnya psikologi pendidikan, metodologi mengajar, metode belajar, penggunaan alat pengajaran dan sebagainya. 4) Evaluasi Adalah kegiatan kurikuler berupa penilaian untuk mengetahui berapa persen tujuan tadi dapat dicapai. Hasil penilaian itu biasanya berupa angka yang dinyatakan sebagai angka yang dicapai siswa. 55 Dengan
demikian
dalam
menentukan
kurikulum
harus
mempertimbangkan segi akhalak atau budi pekerti dan berikutnya barulah segi kebudayaan dan manfaat.
55
55.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam (Bandung, Rosdakarya, 1994), 54-
BAB III PRESEPSI SISWI SMP NEGERI I JETIS PONOROGO TENTANG KEWAJIBAN BERJILBAB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MINAT BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. DATA UMUM 1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri I Jetis Ponorogo SMP Negeri I jetis Ponorogo berdiri pada tahun 1978 yang mana pada waktu itu, sebelum tahun 1978 hanyalah wilayah Ibukota kabupaten ponorogo yang ada SMP Negeri, yaitu SMPN I, SMPN 2, SMPN 3 dan SMPN 4. Sedangkan sekolah setingkat SMP ialah ST, yang kemudian diintegrasi ke SMP diluar Ibukota kabupaten Ponorogo, banyak berdiri sekolah swasta antara lain: sekolah dibawah yayasan: PGRI, Muhammadiyah, Ma’arif, dan lain-lain. Dan dengan adanya perkembangan pendidikan tersebut maka untuk kabupaten ponorogo pada tahun 1978, didirikan SMP Negeri Baru diluar Ibukota kabupaten yaitu, dikecamatan jetis dan dikecamatan sooko, yang keduanya dikelola SMP Negeri 1 Ponorogo atau kepala sekolah Bapak Slamet BA. SMP 1 Jetis Mulai oprasional kegiatan belajar mengajar (KBM) Pada tanggal 2 januari 1978. waktu itu untuk SMP Negeri 1 Jetis masih menumpang digedung SDN Turi, Selama kurang lebih 8 bulan sampai dengan bulan juli 1978. Dalam melaksanakan, tanah dan lain sebagainya ditangani
oleh pemerintah kabupaten departemen pendidikan dan kebudayaan desa josari dan kemudian terbangunlah gedung sekolah yang megah seperti yang ada sekarang ini. Pengelolaan sekolah dilaksanakan oleh Bapak Soejoed dan sebagai kepala sekolah pertama di SMPN 1 Jetis. Sedang guru masih pinjam ke SMPN 1 Ponorogo, SDN yang berkelayakan / Bpk Suherman BA dan Bapak Ali Rahman BA dan pada bulan juli atau agustus 1978 pengelolaan pindah kegedung baru yang diresmikan oleh Bupati Bapak Sumadi. Dalam perjalanannya SMPN 1 Jetis selalu meningkat secara umum. Sehingga terjadi peningkatan belajar Imtaq dan Teknologi dan saat ini SMPN 1 Jetis dengan setatus sekolah standar Nasional (SSN) Gaungnya sudah semakin terdengar, terasakan oleh masyarakat luas bahwa SMPN 1 Jetis memang sekolah favorit diluar kota ponorogo. 56 2. Visi dan Misi SMP Negeri 1 Jetis Ponorogo SMPN 1 Jetis adalah lembaga pendidikan yang bernaung dibawah departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam menyelenggarakan aktivitas akademisnya, SMPN 1 Jetis lebih mengedepankan Ciri-ciri Islami. Sehingga mampu membentuk dan membangun Visi serta Misi yang menentukan langkah dan sepakterjang sekolah dalam upaya mencerdaskan masyarakat luas. a. Visi SMPN 1 Jetis 56
Dokumentasi Tata Usaha SMPN 1 Jetis, Tahun 2005
Visi SMPN 1 Jetis adalah bahwa metode pendidikan dan pengajaran di SMPN 1 Jetis dipersiapkan untuk mencetak generasi penerus bangsa yang unggul dalam prestasi tangguh, produktif, beriman dan bertaqwa. b. Misi SMPN 1 Jetis SMPN 1 Jetis mengemban misi untuk:
Membimbing siswa dalam meningkatkan Iman dan Taqwa serta akhlak yang mulia.
Menanamkan kedisitplinan dan etos kerja yang tinggi kepada seluruh warga sekolah.
Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efesien, sehingga potensi siswa dapat berkembang dengan optimal.
Meninggkatkan dalam penguasaan IPTEK.
Meningkatkan penguasaan dalam komunikasi bahasa Inggris.
Menghasilkan siswa yang mampu bersaing dalam kegiatan Lombalomba akademis ataupun non akademis.
Menindaklanjuti kegiatan pembelajaran dengan menghasilkan produk yang bermanfaat. 57
3. Struktur Organisai SMP Negeri I Jetis 58 Struktur Organisasi SMP Negeri I Jetis adalah sebagai berikut: Kepala Sekolah yang membawahi kaur Tata Usaha dan Wakil Kepala Sekolah. Selain itu juga membawahi Waka-waka, Waka-waka urusan kurikulum. Waka 57 58
Dokumentasi Tata usaha SMPN 1 Jetis 2005 Dokumentasi dari struktur Organisasi dan Uraian Tugas SMPN 1 Jetis 2005
Urusan Pembinaan Kesiswaan membawahi Koordinator MGMP, Wali Kelas , Guru Mata Pelajaran, Guru Pembimbing, dan tenaga pendidik lainya dan Waka urusan Humas, serta Waka Urusan Sarana Prasarana. (Untuk lebih jelasnya lihat pada lampiran) 4. Keadaan Guru dan Siswa 59 Guru di SMP Negeri I Jetis berjumlah 39 orang yang terdiri dari: Guru tetap PNS 32 orang. Guru kontrak 4 orang dan guru honor sekolah 3 orang. Guru SMP N I Jetis mempunyai jenjang pendidikan S1. Sedangkan siswa SMP Negeri I Jetis adalah berjumlah 633 orang dengan perincian menurut tingkat dan jenis kelamin, seperti yang terlihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat dan Jenis Kelamin No I 1
L 78
II P 122
L 88
Tingkat III P L P 111 97 137
L 263
Jumlah P L+P 370 633
5. Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana SMP Negeri I Jetis meliputi ruangan dan perlengkapan-perlengkapan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Jenis Ruangan 59
Dokumentasi tata usaha SMPN 1 Jetis, 2006
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jenis Ruangan Ruang teori / Kelas Laboratorium IPA (Biologi) Laboratorium Komputer Ruang Perpustakaan Ruang Ketrampilan Ruang Serbaguna Ruang UKS Ruang Diesel Ruang Koprasi Ruang BP/BK Ruang Guru Ruang Kepala Sekolah Ruang TU Kamar Mandi/ WC Guru Kamar Mandi/ WC Murid Ruang Ibadah Ruamah Penajaga Sekolah Ruang OSIS
Jumlah Luas (M) 15 875 1 117 1 56 1 84 1 117 1 117 16 1 9 1 40 1 27 1 1 80 16 1 1 54 16 2 8 36 108 1 1 20 21 1
Tabel 3.3 Perlengkapan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 B. DATA KHUSUS
Nama Perlengkapan Komputer Mesin Ketik Mesin Stensil Brankas Filling Kabinet Lemari Rak Buku Meja Guru / TU Kursi Guru / Tu Meja Siswa Kursi Siswa
Jumalah 25 3 1 2 7 24 3 26 48 350 700
1. Data Tentang Pelaksanaan Kewajiban Berjilbab di SMPN 1 Jetis Setiap sekolah pasti mempunyai keinginan untuk melahirkan generasi muda yang berpengahuan luas, namun juga beriman dan bertaqwa dan itu semua bisa tercapai melalui belajar dan juga kesadaran dari setiap siswa akan pentingnya pengetahuan serta harus didukung oleh sekeliling tempat siswa berada. Yang meliputi orang tua, teman, guru, lingkungan dan lain-lain. Begitu juga dengan SMPN 1 Jetis, untuk menciptakan siswa yang berprestasi dan beriman, maka sekolah tersebut menerapkan peraturan untuk berjilbab bagi siswinya. Dalam pelaksanaan peraturan tersebut SMPN 1 Jetis tidak mempunyai aturan yang tertulis, namun mereka melaksanakannya berdasarkan ajaran agama yang tertuang dalam Al-Qur’an dan peraturan tersebut dijalankan dengan tanpa paksaan namun itu kesadaran dari tiap individu masing-masing. Ada beberapa tanggapan tentang pelaksanaan berjilbab, di SMPN 1 Jetis sebagaimana hasil wawancara berikut ini: “Peraturan berjilbab ini tidak mempunyai aturan baku atau tertulis, namun bagi mereka yang muslim karena ada kewajiban untuk menutup aurat maka guru memberi contoh untuk berjilbab dan sebagai acuan adalah alQur’an. Peraturan tersebut dilaksanakan supaya sesuai dengan visi dan misi sekolah dan tujuannya agar para siswi memiliki IMTAK dan ada batasan dalam bergaul”. 60 Pelaksanaan peraturan sekolah untuk berjilbab dimulai dari guru dan staf tata usaha, setelah sebagian besar dari mereka berjilbab maka diterapkan pada siswi yang pada mulanya diawali dari kelas yang pertama memakai 60
Nunuk Sri Murni K.S. Pd, Kepala Sekolah SMPN 1 Jetis, Wawancara diruang kepala Sekolah, tgl 15 Maret 2007
jilbabadalah klas 1 dan pada tahun berikutnya siswi baru dianjurkan untuk berjilbab dan setelah berjalan selama 4 tahun baru siswi memakai jilbab baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maupun diluar sekolah. Dan sekolah tidak memberikan syarat-syarat tertentu bagi jilbab yang mereka gunakan. Hanya saja sekolah memberi batasan untuk pakaian yang mereka gunakan tidak boleh ketat harus longgar dan tidak menampakkan lekuk tubuh sebagaimana dalam ajaran agama islam. Sebagaimana tanggapan Bapak Drs Rudi Purdiyanto : dalam wawancara sebagai berikut. “Pelaksanaan kewajibab berjilbab merupakan usulan dari siswa dan disetujui oleh komite sekolah dan tidak ada paksaan bagi siswi yang tidak mau untuk berjilbab dan peraturan itu berjalan selama 4 tahun yang pada awalnya sebagian yang berjilbab, namun kemudian semua siswi memakai jilbab dan sekolah tidak memberikan syarat untuk berjilbab yang mereka kenakan, namun pakaian yang mereka pakai harus longgar dan tidak ketat dan dalam kegiatan ekstrakurikuler baik dalam maupun luar sekolah mereka tetap berjilbab dan upaya yang dilakukan sekolah agar sesuai tidak merasa terbebani dengan memberi motivasi dengan kegiatan keagamaan, seperti kultum. Dari beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan kewajiban berjilbab di SMPN 1 Jetis, bias terlaksana dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar dan juga dalam kegiatan
ekstrakurikuler dan
dengan kesadaran dari masing-masing Individu tanpa paksaan dari pihak manapun. 2. Persepsi Siswi SMPN 1 Jetis tentang kewajiban berjilbab
Berdasarkan hasil dari angket yang penulis sebarkan diperoleh data tentang persepsi atau tanggapan dari siswi tentang kewajiban berjilbab di SMPN 1 Jetis, data tersebut akan penulis sajikan dalam bentuk prosentasi dari masing-masing item pertanyaan. Adapun data yang diperoleh adalah:
Tabel 3.4 Data tentang kesan siswa terhadap tata tertib sekolah No Alternatif Jawaban 1 a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 20 72 19 111
P 18 % 65 % 17 % 100 %
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa menurut pendapat 111 siswi SMPN 1 Jetis menyatakan tata tertib sekolah terlalu ketat sebanyak 18 % yang menyatakan ketak 65 % dan yang menyatakan kurang ketat sebanyak 17 %. Tabel 3.5 Data tentang persepsi siswi tentang peraturan sekolah untuk berjilbab No 2
Alternatif Jawaban a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 103 8 0 111
P 18 % 65 % 17 % 100 %
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa menurut sebagian besar siswi menyatakan setuju terhadap peraturan sekolah untuk berjilbab sebanyak 93 %,
kurang setuju sebanyak 7 % dan tidak ada dari mereka yang menyatakan tidak setuju Tabel 3.6 Data tentang mengenakan jilbab dapat mengganggu aktivitas No Alternatif Jawaban 3 a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 0 20 91
P 0% 18 % 82 %
Dari tabel diatas dapat diliha bahwa menurut siswi tidak merasa terganggu dalam dalam beraktivitas karena mengenakan jilbab menurut 18 % siswi menyatakan kadang-kadang 82 % siswi menyatakan tidak, dan siswi menyatakan ya 0 %. Tabel 3.7 Data tentang merasa percaya diri dengan memakai jilbab No Alternatif Jawaban 4 a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 91 20 0
P 82 % 18 % 0%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi merasa percaya diri dengan memakai jilbab. Sebanyak 82 % menyatakan ya. 18 % menyatakan kadangkadang, dan 0 % menyatakan tidak Tabel 3.8 Data tentang yang mempengaruhi mereka untuk berjilbab No
Alternatif Jawaban
F
P
5
a. Teman b. Orang Tua c. Peraturan Sekolah JUMLAH
12 25 74
11 % 22 % 67 %
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi yang menyatakan jilbab karena teman sebanyak 11 %, orang tua sebanyak 22 %, dan peraturan sekolah 67 % Tabel 3.9 Tentang memakai jilbab ketika mengikuti kegiatan ekstrakurikuler No 6
Alternatif Jawaban a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 103 3 5
P 93 % 3% 4%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi yang menyatakan memakai jilbab dalam kegiatan ekstrakurikuler. Yang menyatakan ya sebanyak 93 %, kadang-kadang 3 %, dan tidak sebanyak 4 %. Tabel 3.10 Data tentang, memahami arti dan maksud dalam penggunaan jilbab No 7
Alternatif Jawaban a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 87 20 4
P 78 % 18 % 4%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi yang menyatakan memahami arti dan maksud dalam pengguna jilbab, yang menjawab ya 78 %, kadang-kadang 18 %, dan tidak sebanyak 4 %. Tabel 3.11 Data tentang terpaksa dalam berjilbab No Alternatif Jawaban 8 a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 4 16 91
P 4% 14 % 82 %
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi yang menyatakan ya, terpaksa dalam berjilbab sebanyak 4 %, kadang-kadang 14 % dan tidak sebanyak 82 %.
Tabel 3.12 Data tentang peraturan sekolah untuk berjilbab dapat mempengaruhi nilai PAI
No Alternatif Jawaban 1 a. Ya 2 b. Kadang-kadang 3 c. Tidak JUMLAH
F 21 16 74
P 19 % 14 % 67 %
Data table diatas dapat dilihat bahwa peraturan sekolah untuk berjilbab mempengaruhui nilai PAI, Sebanyak 19 % siswi menyatakan ya, 14 % menyatakan kadang-kadang, dan tidak sebanyak 67 %.
Tabel 3.13 Data tentang memakai jilbab diluar jam sekolah No Alternatif Jawaban 9 a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak JUMLAH
F 11 78 22
P 10 % 20 % 20 %
BAB IV ANALISA PERSEPSI SISWI SMP NEGERI 1 JETIS TENTANG KEWAJIBAN BERJILBAB DAN IMPLIKASI TERHADAP MINAT BELAJAR PAI
A. Analisa Tentang Pelaksanaan Kewajiban Berjilbab. Kewajiban Untuk berjilbab merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh Umat Islam yang baligh. Demi untuk menjaga kehormatan perempuan, dan untuk menutup aurat agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Ajaran Agama Islam. Adapun data yang penulis peroleh dan telah disampaikan dalam bab terdahulu, bahwa peraturan yang ada di SMP Negeri 1 Jetis menganjurkan kepada semua siswinya untuk mengenakan jilbab pada saat proses belajar mengajar. Yang mana pada awal pelaksanaannya hanya satu kelas yang ditekankan untuk memakai, namun pada kenyataannya kebanyakan siswi lebih suka memakai jilbab dalam segala aktifitas, dan itu membuktikan bahwa mereka sangat nyaman dan merasa percaya diri dengan memakai jilbab, dan mereka juga mempunyai kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan ajaran agama Islam.Karena sebagai seorang muslimah ada kewajiban yang dilaksanakan, yaitu kewajiban untuk menutup aurat. Dari hasil observasi yang telah penulis lakukan pada saat proses pembelajaran dikelas maupun pada saat pembelajaran diluar kelas. Juga tampak
antusiasme dari siswi untuk mengikuti pembelajaran, meskipun mereka memakai jilbab tidak ada rasa kurang nyaman yang terlihat pada mereka. Meskipun peraturan ini belum mempunyai aturan baku, namun semua setaf dan siswi di SMP Negeri Jetis, semuanya memakai jilbab, dan tanpa ada paksaan dari manapun. Dan meskipun sekolah tidak memberikan syarat tertentu untuk jilbab yang mereka kenakan, namun mereka menyadari bahwa fungsi jilbab adalah untuk menutup aurat, maka jilbab yang mereka kenakan juga sesuai dengan ketentuan dalam ajaran Islam, yaitu tipis, dan bisa menutup dada, dan pakaian merekapun longgar dan tidak ketat. Begitu juga dengan hasil wawancara penulis dengan beberapa guru. Mereka memiliki kesadaran yang tinggi sebagai muslimah, mereka harus menutup aurat. B. Analisa Tentang Persepsi Siswi SMP Negeri 1 Jetis Tentang Kewajiban Berjilbab. Seperti yang telah penulis sebutkan sebelumnya, bahwa dalam pencarian data tentang persepsi siswi tentang peraturan sekolah untuk memakai jilbab di SMP Negeri 1 Jetis,Ponorogo, adalah dengan cara menyebarkan angket kepada responden. Adapun dari hasil angket yang telah disajikan sebelumnya dapat dianalisa bahwa, peraturan yang ada di SMP Negeri 1 Jetis dalam pelaksanaannya,65% dari siswi menyatakan ketat, dan 18% siswi menyatakan terlalu ketat sedangkan 17%
dari siswi menyatakan peraturan yang ada kurang ketat. Hal ini juga berdasarkan tabel 3.4. itu berarti peraturan yang ada di SMP Negeri 1 Jetis ketat. Dan persepsi siswi tentang peraturan sekolah untuk berjilbab 93% seswi menyatakan setuju dengan peraturan tersebut, 7% menyatakan kurang setuju,dan tidak setuju 0%. Ini membuktikan betapa besar kesadaran mereka sebagai seorang muslimah bahwa mereka harus menutup aurat,Hal ini berdasarkan tabel 3.5. Dengan demikian sebagian besar siswi menyatakan setuju. Dan dengan memakai jilbab mereka tidak merasa terganggu aktivitasnya, 82% siswi menyatakan ya, dan siswi yang merasa kadang-kadang aktifitasnya merasa terganggu, sebanyak 18% dan tidak ada yang merasa terganggu dengan jilbab,dan mereka merasai percaya diri dengan jilbab yang mereka kenakan, ini dinyatakan oleh 82% siswi.dan kadang-kadang mereka kurang percaya diri dinyatakan 18% siswi. Hal ini sesuai dengan tabel 3.6.dan 3.7. Yang mempengaruhi mereka untuk berjilbab sebagian besar siswi menyatakan berjilbab karena peraturan sekolah,hal ini dinyatakan sebanyak 67% berjilbab karena dorongan dari kemauan orang tua sebanyak 22% dan karena pengaruh teman sebanyak 11% hal ini juga berdasarkan tabel 3.8. Siswi yang memakai jilbab pada saat kegiatan ektrakurikuler di sekolah, sebanyak 93%, dan yang kadang-kadang sebanyak 3% .Sedangkan siswi yang tidak memakai jilbab ketika kegiatan eksta kulikuler sebanyak 4 % hal ini berdasarkan Tabel 3.9.
Sebagian besar siswi memahami dan mengerti akan arti dan maksud dalam penggunaan jilbab. Itu terbukti dari sebanyak 78 % siswi, dan yang menyatakan kadang-kadang-kadang 18 % dan hanya 4 % siswi yang menyatakan tidka mengerti dan memahami maksud dari penggunaan jilbab. Hal ini juga berdasarkan tabel 3.10. Siswi yang menyatakan terpaksa dalam memakai jilbab sebanyak 4 % Yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 14 % dan sebagian besar siswi merasa tidak terpaksa dalam berjilbab 82 %. Hal ini berdasarkan tabel 3.11. Dengan peraturan sekolah dapat mempengaruhi nilai mata pelajaran pendidikan agama Islam 19 % siswi menyatakan ya, dan kadang-kadang 14 % dan 67 % siswi menyatakan tidak berpengaruh. Hal ini sesuai dengan tabel 3.12. Dan siswi yang memakai jilbab diluara jam sekolah 10 % siswi menyatakan ya, dan sebagian besar siswi menyatakan kadang-kadang sebanyak 70% dan siswi yang tidak memakai jilbab diluar jam sekolah. Sebanyak 20 %. Jadi sebagian besar siswi memakai jilbab jika diluar jam sekolah hanya kadangkadang C. Analisa Tentang Implikasi Kewajiban Berjilbab Terhadap Minat Belajar PAI. Dari beberapa hasil wawancara yang penulis lakukan tentang implikasi kewajiban berjilbab terhadap minat belajar PAI siswa, bahwa siswa sangat antusias dan bisa menerima materi PAI dengan senang hati dan mereka sangat
antusias dalam mengikuti kegiatan yang diadakan disekolah tanpa ada paksaan. Seperti dalam mengikuti Kultum yang diadakan tiap pagi, mereka membaca AlQur’an pada hari kamis, dan pelatihan-pelatihan yang lain. Sedangkan dari data hasil angket yang penulis peroleh dapat dianalisa sebagai berikut: Dari angket yang penulis sebarkan tentang metode pembelajaran PAI yang digunakan guru dikelas, 10 % menyatakan sangat menarik, dan sebagian besar siswi menyatakan menarik sebanyak 77 %, sedangkan mereka yang menganggap kurang menarik sebanyak 13 %, ini sesuai dengan tabel 3.14. Penyampaian materi PAI oleh guru, sebagian besar siswi menyatakan baik, sedangkan siswi yang menyatakan cukup 32 % dan siswi yang merasakan kurang baik hanya sekitar 2 % hal ini sesuai dengan tabel 3.15. Adapun guru yang menyuruh siswi untuk mempraktekkan kedepan kelas sebanyak 22 % siswi menyatakan ya, dan sebanyak 73 % menyatakan kadangkadang dan yang menyatakan guru tidak pernah menyuruh mempraktekkan hanya sebanyak 5 %, hal ini sesuai dengan tabel 3.16. Minat belajar siswi terhadap materi PAI sangat bagus, ini terbukti dengan mereka yang menyatakan senang dengan materi PAI Sebanyak 74 % dan biasabiasa 26 % sedangkan dari mereka tidak ada yang menyatakan kurang senang, hal ini sesuai dengan tabel 3.17. Yang menarik belajar PAI sebagian besar yang menyatakan guru sebanyak 8% dan sebagian besar siswa menyatakan yang menarik minat belajar PAI adalah
materi sebanyak 77%. Dan yang menarik minat karena metode sebanyak 15%. Sedangkan faktor yang menumbuhkan minat belajar mereka. Sebagian besar sarana dan prasarana, sebanyak 53%, dan kurikulum dan program sebanyak 39%, oleh faktor dari guru sebanyak 8%. Hal ini sesuai dengan tabel 3.18 dan 3.20. Dan siswa yang menyatakan belajar PAI dapat mempengaruhi mereka untuk memakai jilbab 59% siswi menyatakan, ya. Sedangkan yang menyatakan kaang-kadang 26% dan yang menyatakan tidak 15%, jadi dengan belajar PAI bisa mempengaruhi untuk berjilbab. Ini sesuai dengan tabel 3.19. Ketika guru sedang mengajar sisei merasa sangat senang, ini terbukti dengan sebanyak 54% siswi menyatakan senang, dan 46 siswi menyatakan biasabiasa saja. Dan tidak ada satu siswi pun yang merasa tidak senang. Dan siswi dalam pembelajaran PAI. Yang menyatakan kadang-kadang meperhatikan. Sebanyak 5%, yang memperhatikan sebanyak 47 %, dan yang tidak memperhatikan sebanyak 2%. Ini sesuai dengan tabel 3.21 dan 3.22. Menurut metode yang digunakan dalam menerangkan materi PAI dapat menarik minat belajar, siswi yang menyatakan ya sebanyak 44 %, yang menyatakan kadang-kadang metode yang digunakan bisa menarik minat belajar sebanyak 53 % dan sebanyak 3 % siswi menyatakan tidak menarik, hal ini sesuai dengan tabel 3.23.
DAFTAR PUSTAKA Al-Hasyimi, Muhammad Ali. Muslimah Ideal Pribadi Islam Dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004. Al-Yasu'i, Louis Ma'luf. Al-Munjid Al-Lughoh, Beirut : Darut Masyid, 1996. Amin Shihab, Ahmad. Fatwa–Fatwa Tentang Wanita 3, Yogyakarta: Rineka Cipta, 1997. Al-Wasi'un, Sannatin. Wanita dan Jilbab dalam Islam, Solo : Sendang Ilmu, 1999. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta. Rineka Ciptae, 1997. Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasby. Al-Islam 2, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1998. Daradjat, Zalayah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara,1992. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2002. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta : Yamanu, 1971. Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : Lentera Biru Van Hoeve, 1997. ------- : Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Djamarah, Syaiful, Bhahri,. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Jilid l. Yogyakarta : Andi, 2004 Hafidhuddin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta : Gema Insani, 1998. Munawir, Ahmad Warson. Kamus Arab – Indonesia . Al-Munawir. Yogyakarta : Ponpes Al-Munawir, 1984. Majid, Abdul, dan Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004. Manzhur, Ibnu, Lisan Al-Arab. Beirut : Dar Shadir, 1990. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan cetakan II, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Mubarok, Al-Barik, Binti Haya. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul Falah, 1999. Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktik. Jakarta : Ciputat, Pers, 2002. Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar. Surabaya : SIC Surabaya, 1996. Sudjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990. Shahab, Husen. Jilbab Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah. Bandung: Mizan, 2002. Syihab, M. Quraisy. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah. Jakarta : Lentera Hati, 2004. Surti Retna, Nana. Anggun Bejilbab. Bandung: al-Bayan, 1997. Sunartana, Wayan Nukarcana dan PPN. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasiona1, 1986. Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta, 2003. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung : Rosda Karya, 1994. Taufiq, Kusumayadi Amir, Enam Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab, Yogyakarta: Salahudin pres, 2006. UU. Sisdiknas, Bandung : Citra Umbara, 2003. Zuhairini et, all. Metodologi Pendidikan Agama. Solo: Ramadhani, 1993. -------, Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional, 1 994.