PERS RELEASE
Barak Jinem (b16) akan menyelenggarakan Festival Seni Rupa Negari Ngayogyakarta Hadiningrat untuk memperingati 1 abad HB IX serta 2,5 abad Ngayogyakarta Hadiningrat pada 13-27 April 2012 mendatang. Festival Seni Rupa Negari Ngayogyakarta Hadiningrat akan berisi beberapa acara yang akan diselenggarakan di Jogja National Museum (JNM) yang belokasi di Jalan Amri Yahya No.1 Gampingan Gampingan Wirobrajan Yogyakarta Rangkaian acara Festival Seni Rupa Negari Ngayogyakarta Hadiningrat : • Pameran seni rupa (13-27 April) • Seminar, Minggu (15 April 2012) • Children Appreciation Day (Minggu, 22 April 2012) • Closing party berupa Konser Musik “Yogyakarta Tanah Jiwa Merdeka”, Jum’a t (27 April). Tim pameran Festival Seni Rupa "Negari Ngayogyakarta Hadiningrat" menemui seniman besar Indonesia, Nyoman Gunarsa yang menjadi salah satu peserta Pameran Seni Rupa “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” yang akan dihelat 13-27 April 2012. Berikut penuturan Nyoman Gunarsa, pandangan Nyoman Gunarse tentang figur HB IX yang ditulis oleh Yoyok Widodo. Pada malam pembukaan pameran tunggal lukis seniman senior Sun Ardi di Godod Galeri Yogyakarta yang di buka oleh Nyoman Gunarsa, yang juga merupakan seniman senior angkatan tahun ’60-an’ itu ramai di datangi oleh seniman-seniman senior Yogyakarta. Hujan deras semakin menambah suasana harmonis acara pembukaan pameran itu karena selain pengunjung dapat melihat langsung dari dekat karya-karya Sun Ardi, terasa juga suasana reuni dari teman-teman Sun Ardi dan Nyoman Gunarse yang sudah lama tidak bertemu. Nyoman Gunarsa yang kabarnya akan mendapatkan penghargaan Honoris Causa dari Institute Seni Yogyakarta datang langsung dari Bali untuk pameran tersebut, ia terlihat ceria saat bertemu dengan teman-teman lamanya. Selain berpidato, Nyoman Gunarsa dan Sun Ardi performance melukis di atas kanvas masing-masing. Di selah-selah keramaian pameran itu, Prof. DR. M Dwi Marianto melakukan wawancara eksklusif dengan Nyoman Gunarsa. Teringat akan nostalgianya saat belajar seni di ISI tahun 60-an bersama teman-teman dan beberapa orang yang kiprahnya di dunia seni begitu melekat dan menjadi inspirasinya. Trubus adalah seniman yang mengilhaminya, Trubus hilang seperti banyak orang yang hilang begitu saja di tahun 60-an. Di mata Nyoman Gunarsa, Trubus adalah jago gambar model atau orang, beliau sangat cepat menggunakan arang dan hasilnya begitu artistik, dengan ketentuan jarak antara kanvas dan seniman yang pas di saat melukis, dan cara Trubus memperlakukan kanvas harus selalu dalam posisi berdiri ini masih dipakai oleh Nyoman gunarse sampai sekarang, yang menurutnya sangat bermanfaat dalam melukis.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah tokoh nasional yang sumbangsihnya di dunia seni besar. Bagi Nyoman Gunarsa yang senang pernah mendengarkan ceramah nasionalnya dan punya sertifikat dari beliau. Saat itu seperti penataran P4, tanda tangannya di sertifikat bentuknya bulat seperti bola dunia dan masih di simpannya. Banyak sekali bantuan Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada gedung ASRI seperti patung-patung dari marmer dalam bentuk “angel bersayap” dan patung ‘Yunani’ itu beliau yang punya tapi sayangnya tidak di pelihara seperti jari-jari petungnya yang rusak. Dedikasi Sultan Hamengku Buwono IX itu luar biasa, ujarnya. Banyak, ada peraga itu (baca; model), beliau yang menyiapkan agar supaya kita bisa bekerja, lanjutnya. Nostalgia Nyoman Gunarsa terhadap Yogjakarta sebagai tempat belajar seni rupa ini membuatnya tertarik dan mendukung untuk ikut berpartisipasi di dalam pameran seni “Negari Ngayogyokarto Hadiningrat” tanggal 13 April 2012 mendatang di Jogja Nasional Museum yang merupakan bekas gedung ASRI tempatnya menimbah ilmu seni di tahun 1960-an. Karya-karya Nyoman Gunarsa didaftarkan dalam hak cipta atau HAKI. Saya melakukan ini bukan untuk saya saja, tetapi untuk pelukis Indonesia, seniman Indonesia, Bangsa Indonesia karena hak cipta penting untuk melindungi kita sebagai bangsa, sebagai orang kreatif. Tanpa ada hak cipta kita di bajak terus karya-karyanya, hukum ada tetapi oknumnya harus di bereskan, hukum harus di tegakkan. Jadi saya berjuang ini bukan untuk saya tapi untuk kepentingan semua karena supaya karya-karya kita bisa bersaing sehat secara internasional, jangan sampai kreatifitasnya di jiplak oleh luar negeri. Seni rupa kita tercoreng di luar negeri, kasus HAKI saya ini adalah yang pertama di Indonesia, kata Nyoman Gunarsa OFFICE GALLERY FOR CITIZEN Komplek Jogja National Museum Jl.Prof.Dr.Ki Amri Yahya No.1 Wirobrajan,Yogyakarta www.jogja-istimewa.net
[email protected] Sapta Raharja Ketua Panitia Festival Seni Rupa Negari Ngayogyakarta Hadiningrat Mobile: +6281931733888
TERM OF REFERENCE
Negari Ngayogyakarta Hadiningrat Pada bulan April 2012 akan digelar satu pameran besar seni rupa kontemporer di Jogja National Museum, yang akan berlangsung selama dua minggu, menggelar sejumlah besar perupa yang lahir, dibesarkan, berkarya, atau yang karya-karya dan prestasi seninya telah secara signifikan memberi kontribusi bagi perkembangan seni di Yogyakarta, atau bagi pengembangan seni di Indonesia. Bukan kebetulan kalau pameran ini akan dilangsungkan pada bulan april 2012, sebab pada 12 April 2012 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun 100 tahun kelahiran Sultan Hamengku Buwono IX (almarhum), Sultan Keraton Yogyakarta yang menginisiasi pengintegrasiaan Kesultanan Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Karena fasilitas Beliau lah pada 1946 Yogyakarta pernah menjadi Ibukota sementara ketika Jakarta – Ibukota Republik Indonesia – terancam oleh kehadiran kekuasaan Belanda yang akan merebut kembali kekuasaan dari tangan pemerintahan Republik Indonesia yang baru. Ketika Yogyakarta menjadi Ibukota sementara RI, banyak tokoh masyarakat, intelektual, seniman, dan pelajar yang datang ke Yogyakarta. Sejak masa itulah sampai sekarang Yogyakarta bak Indonesia mini, perwajahan sosio-kulturalnya semakin multidan-interkultural. Demikian pula dunia seni yang berkembang di Yogyakarta, memiliki karakter yang khas, Yogyakarta dan sekaligus Indonesia. Pameran kali yang bertajuk “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” akan mengemas potensi-potensi artistic dari sejumlah perupa yang secara relatif simbolis merepresentasi sifat “Keistimewaan dan Keyogyaan” Daerah Istimewa Yogyakarta. Jauh sebelum Republik Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, yang terbebas dari kekuasaan Kolonialisme Belanda, pernah diselenggarakan suatu pertemuan di Desa Giyanti (sekarang adalah Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, di tenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah) yang dampaknya terus berlangsung sampai sekarang di zaman paskakolonial, yang disebut Perjanjian Giyanti. Waktu itu dipertemukan dua pihak pimpinan yang bersaingan dari Kerajaan Mataram, dan dengan pihak VOC, untuk merundingkan masalah suksesi, kepemimpinan dan wilayah kekuasaan. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan yang ditandatangani pada 13 Februari 1755. Sejak itulah Kerajaan Mataram yang tadinya independen terbagi menjadi dua, yaitu: Wilayah Mataram yang berada di wilayah timur Kali Opak dikuasai oleh pewaris kekuasaan Mataram (Sunan Pakubuwana III) yang tetap berkedudukan di Surakarta; sedangkan yang berada di wilayah sebelah barat kali yang sama menjadi milik Pangeran Mangkubumi yang selanjutnya bergelar Sultan Hamengku Buwono I yang menjadi pendahulu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Tidak lama setelah pembagian kekuasaan dan wilayah ini, Sultan Hamengku Buwono I membuka wilayah Hutan Peberingan yang terletak diantara Kali Winongo dan Kali Code, sebagai ibukota, dan mendirikan keraton disana, yang sekarang dikenal Keraton Ngayogyakarta Hadiningkat (Keraton Yogyakarta). Namun demikian setelah Perjanjian Giyanti, Kasultanan Yogyakarta tidak sepenuhnya merdeka, sebab Pemerintah Hindia Belanda tidak membiarkan kesultanan itu berdaulat penuh, melainkan menempatkan wakilnya – seorang Residen – untuk terus mengawasi dan mengontrol Kesultanan. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya Residen itu dinaikkan statusnya menjadi menteri yang merepresentasi Gubernur Jendral – sekaligus mewakili Raja/Ratu Belanda. Keadaan ini terus berlangsung dengan berbagai varian sistem kontrol administratif Hindia Belanda atas Kesultanan Yogyakarta, sampai awal 1940-an (di masa pendudukan Jepang) dibawah pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX yang dinobatkan sebagai Sultan pada 1940, karena HB IX melakukan restorasi yang signifikan atas sistem pemerintahan Kesultanan Yogyakarta. Hasilnya secara perlahan tapi pasti memulihkan kembali kekuasaan Sultan sebagai kepala pemerintahan. Nantinya, setelah berdirinya Republik Indonesia, Sultan Hamengku Buwono IX telah pula secara visioner memprakarsai gerakan politik kenegaraan yang menjadikan status dan posisi Kesultanan Yogyakarta menjadi bagian integral dari Republik Indonesia, tepatnya menjadi daerah administrasi khusus, atau Daerah Istimewa Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal luas dengan nama Yogyakarta. Banyak orang menyebutnya ‘Yogya’ saja, atau “jogja”. Kebiasaan membuat humor plesetan menjadi realita umum di Yogyakarta, sehingga ada yang memelesetkannya menjadi “Yogyes”, “New-York-arta HadiningArt”. Daerah khusus yang telah melahirkan penari-penari tradisional dan kontemporer, demikian pula beberapa koreografer telah dihasilkan di daerah ini. Komposer, pelawak, musisi, kritikus seni juga muncul subur di Yogyakarta. Sejumlah situs peninggalan kuna juga terdapat di dalam wilayah dan seputar daerah yang dihuni oleh banyak seniman yang berasal dari berbagai provinsi dan negara, diantaranya: Candi Borobudur, Cadi Prambanan, Candi Mendut, Candi Plaosan. Tempat-tempat wisata rohani juga berada di Yogyakarta, diantaranya: Mesjid Besar di Alun-Alun Utara, Mesjid Patok Nagari Yogyakarta, Mesjid Gede di Kotagede, Candi Hati Kudus Yesus Ganjuran, Sendang Jatiningsih, dll. Di Daerah Istimewa Yogyakarta telah lahir atau berkarya sejumlah besar lembaga dan individu terkemuka untuk Indonesia, diantaranya: Muhammadiyah, TNI, Boedi Oetomo, Taman Siswa, Universitas-Universitas negeri dan swasta, sekolah dan institut seni, Ki Hajar Dewantara, Soeharto, Megawati, Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, Affandi, Heri Dono, Hendra Gunawan (pelukis), Umar Kayam (budayawan), Basiyo (pelawak), Mochtar Buchori (tokoh pendidik). Seni visual (salah satu dari beberapa cabang seni yang hidup subur baik dan pesat di Yogyakarta) yang berkembang di Yogyakarta ikut mewarnai perwajahan dan karakter seni visual Indonesia, didinamisasi oleh sejumlah besar seniman yang lahir di Yogyakarta, dan datang dari berbagai daerah – dalam dan luar negeri – yang berkarya dengan media yang beragam pula, dari yang tradisional, konvensional, dan non-konvensional, seperti: batik, terakota, keramik, lukisan, grafis, patung, video, film, animasi, instalasi, seni dari benda-benda temuan, seni di situs spesifik, performance art, digital print, wayang, mixed media, dan lain-lain. Merespons potensi-potensi artistik dan kultural terpapar diatas, Barak Jinem akan menyelenggarakan satu pameran besar yang akan mengetuk seniman-seniman terpilih, yang karyanya sudah teruji, atau yang track records-nya dinilai memiliki karakter partikular / khusus / istimewa, untuk berpartisipasi menampilkan karakter atau keistimewaan Yogyakarta melalui karya seni mereka; atau memamerkan karya seni mereka yang menurut bingkai kuratorial penyelenggara mewakili karakter Yogyakarta yang dinamis, multikultural, dan toleran. Secara prinsip Pameran bertajuk “Keistimewaan Yogyakarta” yang akan digelar di Jogja National Museum pada 13 April 2012, dan berlangsung sampai 27 April 2012 Ingin menghadirkan interpretasi kreatif atas potensi-potensi Yogyakarta dari para seniman terpilih / terseleksi yang dihadirkan via karya-karya seni rupa. Pameran ini secara teknis akan didukung dengan penerbitan buku pameran, sehingga potensi estetis, seni, dan sosio-kultural Yogyakarta yang multikultural, dinamis, dan kritis terhadap berbagai bentuk kolonialisme bukan saja terlihat secara visual dalam pameran, tetapi juga dapat terbaca secara terus-menerus melalui buku pameran yang diterbitkan, sebagai salah satu jejak yang memperkaya track records Seni Kontemporer di Yogyakarta.
_________________________________________ Keputusan politik ini dinyatakan dalam Amanat 5 September 1945 dan Amanat 30 Oktober 1945 yang ditandatangani oleh Sultan HB IX dan KGPA VII. Lihat di Suryo Sakti Hadiwijoyo, Menggugat Keistimewaan Jogjakarta, Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2009. Tentang Perjanjian Giyanti dan Kesultanan Yogyakarta, lihat di Wikipedia, yang bersumber dari buku MC Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, New York: Palgrave MacMilan, 2008. Oleh: M.Dwi Marianto (kurator)
SENIMAN PESERTA PAMERAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.
A. Nawir Aan Arief Aan Setya Budi Achmad Tem Adriyandi Agapetus A Kristiandana Agung Santosa Agung Tatto Agus 'Baqul' Purnomo Aji Basudewo Ali Gopal Ambar Pranasmara Andreas Benardi Andy Miswandi Angki Purbandono Ardian Kresna Arief D Atoem Aris''necher''Sugiyarto Ariswan Aditama Baskoro Latu Bayu Widodo Beni Rismanto Bob Yudhita Agung Budi Eka Putra Candra Irmawan D. Chandra Dedi Rasmita Deskairi Dhanin Jati Asmoro Dhyani Hendranto Dias Prabu Dirja Putra Djoko Pekik Dunadi Dyah Yulianti Dyan Condro Eddi Prabandono Eko ‘Kota’ Haryono Eko Mei Wulan Eko Nugroho Elano Gantiano
42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81.
Entang Wiharso Faizal Rahman Fitriasih Pudyo A Fran Anggoman Gilang Fradika A Gilang Nuari Gusmen Hariadi Gurdo Pangarsojati Hadi Soesanto Haqiqi Nurcahyo Hari Prajitno Harimul Harun Hasan Agus Heri Dono HONF (House Of Natural Fiber) I Gde Suryawan I Gede Oka Astawa I GN Edi Basudewa Iabadiou Piko Ida Bagus Komang Sindu Putra Ika Yulianti Imam Santoso Indra Basok Iqi Qoror Iqro Ahmad Ibrahim WS Isidorus Shalom P Jumaldi Alfi Karyadi Komroden Haro Komunitas Sakato Lashita Situmorang Lenny Ratnasari Mahdi Abdullah Marledy Kadang Marten Bayuaji Marto Mella Jaarsma Mufi Mubaroch Muji Harjo
82. Mulyono 83. Nana Tedja 84. Nasirun 85. Nia Fliam & Agus Ismoyo 86. Nindityo Adi Purnomo 87. Nissak Latifah 88. Novian Rinaldi 89. Nugroho 90. Nur Wiyanto 91. Perisman Nazara 92. PH. Andreromes 93. Ramadhani Kurniawan 94. Ristyanto Cahyo 95. Rommy Hendrawan 96. Roni Lampah 97. S Teddy D 98. Sammy RR Vermeulen 99. Sapto Raharja 'Athonk' 100. Satrio Kerti Yudho 101. Sigit Eko Prasetyo 102. Sigit Raharjo 103. Sindu Cutter 104. Sito Pati 105. Sonia Prabowo 106. Stefanus Endry Pragusta 107. Stevan Sixcio Kresonia 108. Sulistio Pambudi 109. Syahrizal Pahlevi 110. Teguh Hariyanta 111. Terra Bajraghosa 112. Theresia Agustina Sitompul 113. Timbul Manurung 114. Tita Rubi 115. Titus Garu 116. Tok Harianto Basuki 117. Tri Pamuji Wikanto 118. Wara Anindyah 119. Widi Benang 120. Willem Kootstra 121. Wowok Legowo 122. Yuli Kodo 123. Yustoni Volunteero
RANGKAIAN EVENT
A. Pameran Seni Rupa & Pameran Arsip HB IX “Negari Ngayogyakarta Hadiningrat” Kurator Prof. Drs. M. Dwi Maryanto, MFA, Phd Venue Jogja National Museum Jl. Prof. Dr. Ki Amri Yahya No.1 Gampingan, Wirobrajan, Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta Opening Celebration 13 April 2012, Pukul 18.30 WIB Opening ceremony : Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Performance Wayang Plastik Guntur Songgo Langit, Ha Soe’s Angels, Dj Met Pameran berlangsung 13 APRIL 2012 – 27 APRIL 2012
B. Seminar “Keberagaman, Esensi Seni di Yogyakarta” 15 April 2012, Pukul 10.00 WIB Pembicara : Prof. Drs. M. Dwi Maryanto,MFA,Phd (Kurator) Prof. Dr. Andrik Purwasito Audience : dibuka untuk umum Venue : Gedung Utama - Komplek Jogja National Museum
C. Children Appreciation Day “Lomba Lukis dan Mewarnai” Memperebutkan Trophy Sri Sultan Hamengku Buwana X 22 April 2012, Pukul 09.00 – 17.00 Venue : Pendapa Ajiyasa - Komplek Jogja National Museum Acara : • Perfomance Wayang Edukatif Republik, Tari Anak, Band dan DJ Anak MC : Tedjo Badut • Lomba Lukis dan Mewarnai Kategori Lomba : 1. Lomba Mewarnai Untuk peserta PAUD, Taman Kanak-Kanak dan SD kelas 1 – 2 2. Lomba Lukis Kategori SD : kelas 3 – 6 Kategori SMP : kelas 1 – 3
D. Konser Musik “Yogyakarta Tanah Jiwa Merdeka” 27 April 2012 Bintang Tamu : Sirkus Barock & Sawung Jabo Venue : Komplek Jogja National Museum
PROFILE KURATOR
M. Dwi Marianto Penulis, pengajar, dan kurator seni, percaya bahwa kreativitas hanya dapat dicapai bila seseorang mau terbuka pada apa yang tergelar dan terkandung dalam situasi dan lingkungan nyata keseharian, bisa yang bersifat lokal ataupun global, atau juga pada apa yang benar-benar dibutuhkan olehnya atau masyarakatnya. Keterbukaan dan kesukaan merupakan piranti mental yang penting dalam menggapai kreativitas itu. Dilahirkan dan besar di Jakarta, menimba ilmu seni dan hidup dari seni di Yogyakarta. Pernah studi di: STSRI 'Asri' Yogyakarta; Rhode Island School of Design di Providence, USA; University of wollongong, Australia. Menggeluti aktivitas sketsa sebagai latihan seni dan sekaligus sebagai mental / intellectual exercise. Suka mengamati fenomena seni dan budaya, terutama pada karya, aktivitas seni, dan konsep estetis yang mampu membangkitkan daya hidup. Pernah menulis beberaoa buku, diantaranya: Seni Lukis Surrealis di Yogyakarta; Quantum Seni; Menempa Quanta, Mengurai Seni.
Curriculum Vitae Dr M. Dwi Marianto Born in Jakarta, Indonesia, 19 October 1956 Lives and works in Yogyakarta, teaching at Institut Seni Indonesia Yogyakarta (Indonesia Arts Institute of Yogyakarta) Currently director of the Graduate Program, Indonesia Arts Institute of Yogyakarta. Office Address Program Pascasarjana ISI Yogyakarta (The Graduate Program of the Indonesia Arts Institute of Yogyakarta) Jl. Suryodiningratan 8 Yogyakarta, Indonesia Indonesia Phone/fax: (62) (274) 419791 (62) (274) 419791 Residence Jalan Tunggal 5 Sidoarum Yogyakarta 55564 Indonesia Phone: (62) (274) 6825722 Education 1999 1998 1988 1982
Curatorial workshop in several cities in Japan, sponsored by Japan Foundation Jakarta. Ph.D , Creative Arts, The University of Wollongong, Wollongong, Australia. MFA, Printmaking, Rhode Island School of Design, Providence, RI, USA. BFA, Printmaking, STSRI “ASRI”, Yogyakarta, Indonesia.
Working Experiences 2003 – present Director, Graduate Program, Indonesia Arts Institute of Yogyakarta. 1996 – 2003 Head of Research Department, Indonesia Arts Institute of Yogyakarta. 1996 - present Professor, Art Criticism and Thesis Supervisor, Graduate School, Gadjah Mada University, Yogyakarta 2000 – present Professor, Creating Art and Art Criticism, Graduate Program, Indonesia Arts Institute of Yogyakarta 1984 - present Professor, Criticism and Seminar, Faculty of Fine Arts, Indonesia Arts Institute of Yogyakarta.
Additional Professional Experiences 2010, October Presenting paper the Seminar for celebrating 50 years of PUSKAT, under the theme “Taking Advantage from Local Wisdom to the Futute” (Menimba Kearifan Lokal Menuju Masa Depan”, at Pusat Kataketik Yogyakarta. 2010, April Delivering an oration on “Relasi Bolak-Balik Antara Seni dan Daya Hidup” (Reciprocal Relationship Between Art Life Force), for Professorship Confirmation Ceremony, at the Indonesian Art Institute of Yogyakarta. 2009, October Presenting paper in the national seminar under the theme “Mempertimbangkan Kembali Paradigma Multikultural dalam Pendidikan Seni Rupa & Kriya”
(Reconsidering Multicultural Paradigm in Education of Visual Arts and Crafts), held at Yogyakarta State University. 2008, September Presenting papper entitled "Life Force Via Art" at Tokyo Denki University, Saitama, Japan. 2008, September Participating in the International Openair Exhibition 2008 Hiki, Japan. 2008, July Contributing the article "Masriadi the Winner" for the catalogue of I Nyoman Masriadi's solo exhibition at Singapore Art Museum, Singapore. 2005, September Presenting paper for the “Temu Perupa” event at the National Gallery, Jakarta, an event organised by Department of Culture dan Tourism. 2005, August “Mengusung Daya Hidup ke Venezia”, Visual Artsmagazine, August-September 2005. 1990 - present Writing articles on art in newspapers and magazines, such as: KOMPAS; The Jakarta Post; Journal Art & AsiaPacific; Artlink; Art Monthly, and exhibition publication catalogues. 1989 - present Author and Co-author of: • Seni Kritik Seni(2002) • Surealisme Yogyakarta (2001) • Lim Keng Sketser dari Surabaya(2000) • Outlet (1999) with 3 other authors, Published by Cemeti Foundation, Yogyakarta. • Seni Cetak Cukil Kayu(1989) • Unpacking Europe (2001) by several writers, Nai Publishers, Rotterdam. • Sight + Site (2001) by several writers, Lasalle College Art Gallery, Singapore. • Crossing Boundaries (2002) by several authors, Australian Asia Society, Melbourne. • Teori Quantum untuk mengkaji fenomena seni, Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, 2004. 1996 - now
Curating and Co-curating exhibitions, such as: • The Third AsiaPacific Triennial of Contemporary Art in 1999, Brisbane, Queensland, Australia • The "36 Ideas from SouthEast Asia" Exhibition, 2002, Germany • Indonesian Modern Art Exhibition "To Russia With Art" in Moscow Museum of Modern Art, Moscow, 2000 • One person exhibition of Erica’s Painting, Moscow, 2001 • Travelling Exhibition of Indonesian contemporary arts “AWAS” to Australia, Japan, Germany, Holland, Hungary, Spain. Contemporary Art Exhibition “Text & Subtext: Translating Culture” Lasalle College, Singapore, 2001. • Travelling Exhibition of Indonesian Modern Art “Crossing Boundaries” in several cities in Australia, 2002. • Acting as the curator for the Indonesian Pavilion in the 51stInternational Art Exhibition of the Venice Biennale 2005.
1996 – now
Juror for: • Asean Art Awards, Kuala Lumpur, 1999. • Nokia Art Awards, Jakarta, 2001. • Indonesian Art Awards, 2001. • Indonesia Art Awards, 1996.
2000 - now
Member, Steering Committee, Research on Postcolonialism, Lembaga Studi Realino – sponsored by Ford Foundation.
SALAH SATU KARYA APLIKASI
Profile seniman : Nama : Karyadi TTL : Sleman, 21 Agustus 1985 Alamat : Sombomerten, RT 05/21, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282. Pendidikan Terakhir : S-1 Kriya Seni ISI Yogyakarta No. Telp. : 085 729 244 690 E-mail :
[email protected]
Judul : Nada Istimewa Wood, paint, Electric Guitar components 105x37x6cm - 2012
Aktivitas Berkesenian: 2012: 2011: -Pameran bersama “in Flux“ di Jogja Galeri Yogyakarta. -Pameran bersama “Fresh from The Oven“ di UPT Galeri ISI Yogyakarta. -Pameran Tugas Akhir “Eksprorasi Bentuk Gitar Elektrik dalam Karya Kriya Seni” di Gedung Kriya ISI Yogyakarta. -Pameran bersama “Ornament Syndrome“ di Karta Pustaka Yogyakarta. -Pameran bersama pesta instalasi “Grind Garden 3#” di Halaman Kriya Seni ISI Yogyakarta. -Pameran bersama karikatur Andi Mallarangeng “Pemuda dan Prestasi” di Mall of Indonesia, Kelapa Gading Jakarta. 2010 : -Pameran bersama “Disambar Desember #3“ di UPT Galeri ISI Yogyakarta. -Performen bersama Komunitas Kandang Sapi dalam Pameran “Hujan Bintang” di Kersan ArtStudio, Yogyakarta. -Pameran bersama komunitas Kandang Sapi dalam acara FKY di Benteng Vredebrurg, Yogyakarta. -Pameran bersama Jambore Nasional “Karya Tunas Nusantara” di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. -Pameran bersama Surprise 4# ” DIMENSI KRIYA KINI” di Ruang Pameran ISI Denpasar, Bali. -Performen bersama Komunitas Kandang Sapi dalam Pameran bersama Surprise 4# ”DIMENSI KRIYA KINI” di ISI Denpasar, Bali. - Pameran bersama “Benang Merah” di Atrium Didaktos UKDW Yogyakarta. -Pameran bersama pesta instalasi “Grind Garden 2#” di Halaman Kriya Seni ISI Yogyakarta. Penghargaan: 2010: Karya terbaik dalam pameran bersama Jambore Nasional “Karya Tunas Nusantara” di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat