STRATEGI PENINGKATAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI (Disajikan Pada Workshop Kualifikasi Guru Agama Hindu) Denpasar-Bali, 21 Februari 2008
Oleh : Prof. Dr. NYOMAN DANTES
1
STRATEGI PENINGKATAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI (Disajikan Pada Workshop Kualifikasi Guru Agama Hindu) Denpasar-Bali, 21 Februari 2008 Oleh : NYOMAN DANTES* -------------------------------------------------------------------------------------I. Pendahuluan Dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan
semua Warga Negara
Indonesia,
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik/mahasiswa yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan kemauan,
serta
didik/mahasiswa. paradigma
mengembangkan Prinsip
pendidikan,
potensi
tersebut dari
dan
menyebabkan
paradigma
mampu membangun kreativitas adanya
pengajaran
ke
peserta
pergeseran paradigma
pembelajaran. Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik/mahasiswa. Paradigma tersebut
bergeser pada paradigma
pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik/mahasiswa untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk dapat menyelenggarakan *
Guru Besar Makro Pedagogik Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
2
pendidikan berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, diperlukan acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria (kriteria minimal) sebagai pedoman untuk kendali mutu yang bersifat demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis. Dengan mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik/mahasiswa ( sebagai masukan) dalam sistem pembelajaran, dan di sisi lain adanya tuntutan agar proses pembelajaran mampu menghasilkan lulusan yang bermutu, maka proses pembelajaran harus dipilih, dikembangkan, dan diterapkan secara luwes dan bervariasi dengan memenuhi kriteria standar. Pada jalur pendidikan formal proses pembelajaran lebih banyak terjadi dalam lingkungan kelas dengan sejumlah peserta didik/mahasiswa di bawah pembinaan seorang pendidik, dan lazim disebut sebagai kelas klasikal. Kelas klasikal ini sering disalah artikan sebagai kelas konvensional yang menganggap peserta didik/mahasiswa dalam satu kelas sebagai kelompok homogin, sehingga dapat diperlakukan secara sama untuk memperoleh hasil yang
sama.
Perlakuan
yang
seharusnya
adalah
bahwa
peserta
didik/mahasiswa merupakan kelompok heterogin yang terdiri atas pribadipribadi yang mempunyai karakteristik, kondisi dan kebutuhan yang berbeda, sehingga oleh karena itu perlu mendapat perlakuan sedemikian rupa sehingga potensi masing-masing pribadi tersebut dapat berkembang secara optimal., Pemberdayaan peserta didik/mahasiswa agar mereka
mampu
untuk membangun diri sendiri berdasarkan rangsangan yang diperolehnya sesuai dengan taraf perkembangan psikis, fisik dan sosial memerlukan interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik/mahasiswa, antar peserta didik/mahasiswa, dan antara peserta didik/mahasiswa dengan lingkungan, dalam suasana yang menyenangkan dan menggairahkan, serta sesuai dengan kondisi dan nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya. Tidak ada satupun model proses pembelajaran yang berlaku untuk setiap
mata kuliah di dalam kelas dengan peserta didik/mahasiswa yang
beragam. Untuk itu semua pendidik harus mampu memilih, mengembangkan dan menerapkan proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
3
mata pelajaran, karakteristik peserta didik/mahasiswa, serta kondisi dan situasi lingkungan. Hal ini menunjukkan posisi penting proses pembelajaran dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. Untuk itu, perlu setiap pengelola satuan pendidikan menetapkan standar mutu kelulusannya, dan secara logis harus pula menetapkan standar mutu masing-masing komponen yang mempengaruhi proses transpormasi dalam pembelajaran tersebut. Dalam kaitan dengan hal di atas, tujuan standar mutu pendidikan ditetapkan adalah untuk menjamin mutu proses transpormasi, mutu instrumental dan mutu kelulusan, yang dapat meliputi berbagai aspek yaitu menyangkut
isi,
proses,
kompetensi
lulusan,
pendidik
dan
tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, penilaian pendidikan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik/mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah menjabarkan lebih lanjut ketentuan dalam UU Sisdiknas, dan untuk selanjutnya akan disampaikan secara singkat kajian konsepsional dari aspek makropedagogik terhadap standar-standar tersebut. II. Kajian Konsepsional tentang Penjaminan Mutu Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, sejak tahun 1920an telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia. Untuk itu suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing
4
anggotanya, tidak ada pendidikan tanpa dasar cinta kasih. Dengan demikian pendidikan
hendaknya
membantu
peserta
didik/mahasiswa
untuk
berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota masyarakat yang berguna. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiannya dan mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Metode pendidikan yang paling tepat adalah sistem among yaitu metode pembelajaran yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Sementara itu prinsip penyelenggaraan pendidikan perlu didasarkan pada “Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”. Pengaruh modernisasi yang menuntut pemerataan kesempatan pendidikan kepada lebih banyak orang dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah, serta dengan standar hasil yang mudah diukur, telah mengakibatkan berkembangnya proses pembelajaran seperti halnya proses industri. Proses industri ini mengolah bahan baku untuk menjadi produk sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Sekolah diibaratkan sebagai pabrik, peserta didik/mahasiswa sebagai bahan mentah, dan guru sebagai tukang yang menjalankan peralatan pabrik. Proses pembelajaran diarahkan pada
terjadinya
transfer
pengetahuan
dari
pendidik
ke
peserta
didik/mahasiswa melalui kegiatan menghafal dan mengingat. Pendekatan ini jelas telah mengabaikan harga diri dan kepentingan peserta didik/mahasiswa untuk menjadi manusia seutuhnya. Tuntutan untuk melakukan pembaharuan yang sesuai dengan harkat peserta
didik/mahasiswa
sebagai
pribadi,
serta
perkembangan
pengetahuan dan teknologi, telah melahirkan suatu
cabang
ilmu
disiplin
keilmuan yang relatif baru dan semula dikenal sebagai didaktik & metodik menjadi
teknologi pembelajaran. Teknologi pembelajaran didefinisikan
sebagai
teori
dan
praktek
dalam
perancangan,
pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi proses dan sumber untuk keperluan belajar. Dalam bidang teknologi pembelajaran telah dikembangkan sejumlah teori dan praktek pembelajaran yang bersifat preskriptif, misalnya teori
5
pembelajaran elaborasi, pembelajaran pengorganisasian awal, algoheuristik, pembelajaran inkuiri, dan pemaparan komponen. Mengingat bahwa pendidikan itu merupakan suatu sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan, maka keseluruhan sistem harus sesuai dengan ketentuan yang diharapkan atau standar. Untuk itu masingmasing komponen dalam sistem harus pula sesuai dengan standar yang ditentukan bersama. Dalam UU SPN RI No.20/2003 dan PP 19/2005 ditentukan delapan standar mutu yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan, yaitu menyangkut : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Keterkaitan antara standar tersebut dapat divisualisasi sebagai berikut :
Standar Isi
Peserta didik
Standar Tenaga
Standar Sar. & Pras.
Standar Pembiayaan
Standar Proses Pembelajaran
Standar Pengeloaan
Standar Penilaian
Standar Komp. Lulusan
Lingkungan
Bila ditelusuri secara lebih dalam, dapat dilihat arti penting standar proses pembelajaran dan juga proses pembelajaran itu sendiri, karena betapa baiknya masukan berupa peserta didik/mahasiswa, serta masukan instrumental berupa isi, tenaga, sarana & prasarana, biaya dan pengelolaan,
6
Lulusan
tergantung pada proses pembelajaran untuk menghasilkan output dengan kompetensi lulusan yang bermutu, serta berdampak positif terhadap lingkungan. Dengan kata lain perlu adanya penjaminan mutu untuk bisa dirancang standar mutu dari masing-masing komponen di atas. Proses penjaminan mutu tsb, melalui tahapan-tahapan sbb: (1) penetapan visi dan misi sekolah, (2) berdasarkan butir di atas dijabarkan serangkaian standar mutu (yang dirumuskan dan diramu berdasarkan visi
dan kebutuhan
stakeholders yang sebaiknya perumusannya mengacu pada unsur Audience, Behavior, Competence, Degree /ABCD) Dalam kaitannya dengan proses penjaminan mutu tsb, Perguruan Tinggi perlu mengadakan kendali mutu. Banyak strategi atau model kendali mutu yang bisa digunakan, diantaranya adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang dapat digambarkan sbb:
Doing Planning
Checking Acting
Input
Process
Output
7
Outcome
Model di atas akan dapat menghasilkan pengembangan berkelanjutan sbb :
SDCA P D C A
SDCA
SDCA
P D C A
P D C A
S= Standar
Disamping model umum di atas, dapat juga digunakan model yang lebih spesifik yang terkait dengan penjaminan mutu akademik, yang sering disebut dengan Sistem Penjaminan Mutu Akademik Berbasis Proses (SPMABP), dan dapat digambarkan dalam skema berikut.
8
Model SPMA Berbasis Proses Visi & Misi
Berbagai kebijakan
Kebijakan mutu
Input
Sasaran mutu
Output
PROSES QA
IA
QA STAKEHOLDER
SPMABP memfokuskan bahwa proses merupakan suatu aktivitas yang mencerminkan kualitas mutu. Proses (proses akademik) harus bisa mewujudkan visi, misi dan berbagai kebijakan yang ditentukan secara intern dan juga hal-hal yang diharapkan oleh stakeholder (ekstern), sehingga dapat mewarnai kualitas output. Dalam kaitan dengan dua model (konsep) di atas, secara umum yang dimaksud dengan
penjaminan
mutu adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan
.
Bila ditelusuri tentang tuntutan mutu dari suatu proses institusi, pada awal perkembangan pendidikan, masyarakatlah yang lebih berperan dalam menentukan standar mutu tersebut.– masyarakat menentukan apakah lulusan pendidikannya bermutu dengan memberikan tugas dan penghargaan kepada mereka. Dalam perkembangan selanjutnya dengan meluasnya penyelenggaraan pendidikan formal pemerintah lebih berperan dalam menentukan standar mutu. Dalam kaitannya dengan itu, konsep penjaminan mutu dapat ditinjau dari dua aspek yaitu :
9
(1) aspek deduktif ; dimana lembaga pendidikan mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya, (2) aspek induktif;
dimana lembaga pendidikan tersebut, mampu
memenuhi kebutuhan stakeholders (kebutuhan kemasyarakat/societal needs, kebutuhan dunia kerja/industrial needs, kebutuhan profesional/profesional needs). Visualisasinya dapat digambarkan sebagai berikut.
MUTU
PENJAM IN MUTU (Internal) PT Ybs
PENJAMIN MUTU (Eksternal) BAN/Lemba ga lain
III. Aspek-aspek Jaminan Mutu dan Implementasinya Era globalisasi diwarnai dengan persaingan yang sangat tajam. Persaingan pada hakikatnya menuntut kualitas. Dalam kaitan dengan itu, perguruan tinggi merupakan suatu lembaga yang diharapkan mampu menghasilkan sumber daya berkualitas untuk pengembangan ilmu dan teknologi. Maka dari itu, penjaminan mutu lembaga pendidikan tinggi merupakan suatu keharusan, yang saat ini sering dilabelkan dengan Jaminan Mutu Internal. Makanya berbagai pesiapan dan upaya harus terus dilakukan guna menterjadikan ”mutu” sebagai parameter dan acuan dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan kampus. Kondisi ini semakin diperkuat dengan adanya kenyataan sebagaian terbesar perguruan tinggi belum memiliki ”dokumen-dokumen mutu” yang merupakan instrumen utama dalam pelaksanaan
10
jaminan mutu kelembagaan. Untuk mewujudkan perangkat penjaminan mutu akademik yang memadai di lingkungan Perguruan Tinggi (kebijakan akademik, standar akademik, peraturan akademik, manual mutu akademik, manual prosedur akademik, spesifikasi program studi dan kompetensi program pendidikan di tingkat universitas, fakultas, lembaga, jurusan/bagian dan program studi) masih diperlukan usaha yang serius. Ini merupakan siklus pelaksanaan sistem penjaminan mutu pada sebuah lembaga pendidikan tinggi, meliputi: penetapan standar akademik, pelaksanaan, monitoring, evaluasi diri, audit akademik internal, rumusan koreksi dan peningkatan mutu berkelanjutan. Perguruan tinggi harus
mengarah pada upaya
menterjadikan hal tersebut sebagai bagian integral dari kebijakan akademiknya. ''Selain bertujuan melakukan continous quality improvement, penjaminan mutu merupakan upaya konkrit bentuk akuntabilitas dari sebuah lembaga kepada publik.'' Satu hal terpenting dalam siklus penjaminan mutu adalah follow up ke depan, oleh karena itu koordinasi implementasi harus dilakukan terus menerus di seluruh jenjang/bagian, sehingga akhirnya diharapkan menjadi kegiatan rutin dalam lingkungan perguruan tinggi. Aspek-aspek kegiatan yang terkait yang perlu dimasukkan dalam kawasan penjaminan mutu adalah : (1) proses pembelajaran, (2) kurikulum, (3) SDM (dosen dan tenaga penunjang), (4) kemahasiswaan, (5) prasarana dan sarana, (6) suasana akademik, (7) penelitian dan publikasi, (8) pengabdian kepada masyarakat, (9) tata kelola, (10) keuangan, (11) konstelasi struktural, (12) manajemen kelembagaan, (13) sistem informasi, dan (14) kerjasama. Dalam rangka implementasi konsep dan aspek-aspek di atas, sebaiknya ditetapkan manual prosedur SPMABP sbb.. Manual Prosedur Pelaksanaan 1. Penetapan Standar Standar yang diperlukan untuk pelaksanaan adalah, Penetapan Visi-Misi, Kebijakan Akademik, Standar Akademik, Manual Mutu, Sasaran atau Ruang Lingkup, dan Renstra. Manual Prosedur (MaPro), yaitu urutan aktivitas administratif yang melibatkan unit lintas bagian di lingkungan Perguruan Tinggi Instruksi Kerja (InKer), yaitu urutan aktivitas yang bersifat teknis dan hanya meliputi pada lingkup satu unit kerja saja.
11
Dokumen Pendukung (DoPen), yang terdiri dari: Silabi setiap mata kuliah, SAP, dan RPPD (rencana program pembelajaran dosen), dan bahan ajar lainnya. Borang (Bo), yaitu Bo-evaluasi mahasiswa, Bo-evaluasi jurusan, dan yang relevan. Hal-hal yang perlu disiapkan dalam tahap Penetapan Standar (PenStan) adalah : (1) Aspek Legal (Surat Keputusan Pimpinan Lembaga) mengenai Unit Jaminan Mutu, yang didalamnya secara otomatis mencakup jangka waktu, hak dan kewajiban, yang diatur berdasarkan kebijakan akademik, standar akademik, dan peraturan akademik lainnya. Penyusunan kebijakan akademik, standar akademik, dan peraturan akademik tingkat universitas/Institut. Penyusunan DoMu tingkat universitas, yang meliputi: manual mutu, dan manual prosedur. Penyusunan kebijakan akademik, standar akademik, dan peraturan akademik tingkat fakultas. Penyusunan DoMu tingkat fakultas, yang meliputi: manual mutu, dan manual prosedur. Penetapan penomoran DoMu dengan sistimatika sebagai berikut: (a) nama dokumen, (b) nama fakultas atau jurusan, dan (c) nomor dokumen. (2) Penyusunan Visi-Misi dan Spesifikasi Jurusan/Bagian/Program Studi di tingkat jurusan/bagian/prodi. (3) Penyusunan
dokumen
mutu
Jurusan/Bagian/Program
Studi,
meliputi:
spesifikasi Jurusan/Bagian/Program Studi, InKer, DoPen, dan Bo. 2. Pembentukan organisasi Penjaminan Mutu tingkat universitas. KUJM (Kantor Unit Jaminan Mutu) MP-AMAI (Manajer Program Audit Mutu Akademik Internal ) tingkat universitas Unit Audit Mutu Akademik Internal. 3. Pembentukan organisasi Penjaminan Mutu tingkat fakultas : GJM (Gugus Jaminan Mutu) K3A (Komisi Koordinasi Kegiatan Akademik) MP-AMAI (Manajer Program Audit Mutu Akademik Internal)
12
PIA (Pool of Internal Auditors) 4. Pembentukan organisasi tingkat Jurusan/Bagian/Program Studi : TKS (Tim Koordinasi Semester) TK2A (Tim Koordinasi Kegiatan Akademik) 5. Penyusunan perangkat evaluasi diri. IV. Penutup 1. Penjaminan mutu merupakan satu aspek kegiatan yang sangat vital untuk Perguruan Tinggi, karena hal itu menyangkut proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. 2. Suksesnya pencapaian standar mutu salah satu tergantung dari kualitas komitmen pelaksana civitas akademika dalam realisasi pencapaiannya. Kombinasi standar mutu harus terjadi secara sinergis antara tuntutan eksternal dengan usaha internal. 3. Siklus diagramatik pemjaminan mutu akademik perguruan tinggi harus didasarkan (minimal) pada dokumen mutu, siklus penetapan standar mutu, dan adanya audit internal yang kontinyu.
13
Daftar Pustaka
Badan
Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : BSNP
Buchori, M. (2000). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Deming, Edwards W. American Association of School Administrators Conference, Washington, DC, January 1992. Seperti dikutip oleh Lee Jenkins. Improving Student Learning. Applying Deming Quality Principles in Education. Milwaukee,WI: ASOQ Press Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. 2003. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. 2005. Hoy, Charles, Colin Bayne-Jardine and Margaret Wood. (2000). Improving Quality in Education. London: Falmer Press. Miarso, Yusufhadi.(2004). Menyemai benih Teknologi Pembelajaran. Jakarta : Pustekkom Diknas & Kencana. Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon.
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta :Depdiknas R.I. Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. (1996). Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Rolheiser, C. & Ross, J. A. (2005) Student Self-Evaluation: What Research Says and What Practice Shows. Internet download.
14