Permasalahan BUMN di Indonesia
•
Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Berdasarkan data Nota Keuangan APBN 2013 dalam kurun waktu kurun waktu 2007—2011, kinerja badan usaha milik negara (BUMN) terus menunjukkan perkembangan yang positif, baik dari sisi aktiva, ekuitas, pendapatan dan laba, serta kapitalisasi BUMN terbuka. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya total aktiva BUMN rata rata 14 persen, ekuitas tumbuh rata rata 11 persen, sedangkan pendapatan dan laba masing meningkat rata rata 14 persen dan 22 persen. Sampai dengan Januari 2012 , terdapat 141 BUMN yang terdiri atas 14 BUMN berbentuk Perum, 109 BUMN berbentuk Persero dan 18 BUMN yang merupakan Perseroan Terbuka.1
AA
N
AP
BN
Pada table 1, dapat dilihat rata rata kontribusi BUMN terhadap APBN terus mengalami peningkatan sebesar 7,9 persen. Dari jumlah tersebut, 20,4 persen berasal dari pendapatan dividen, 78,8 persen berasal dari penerimaan perpajakan, dan 0,8 persen berasal dari privatisasi.
G
AR AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
Tabel 1: Kontribusi BUMN terhadap APBN 2007-2011 (dlm triliun)
AN
G
Sumber: Nota Keuangan 2013
AN
AL IS
A
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diproyeksikan Penerimaan Pemerintah untuk laba BUMN dalam jangka menengah juga akan mengalami peningkatan. Penerimaan BUMN diproyeksikan dapat mencapai sebesar Rp33,3 triliun pada 2014, dan meningkat menjadi Rp34,6 triliun pada 2016. Peningkatan tersebut terjadi terutama terkait dengan usaha Pemerintah untuk terus melakukan optimalisasi terhadap payout ratio dividen BUMN. Permasalahan BUMN Indonesia
BI
R O
•
Meski kinerja BUMN telah menunjukkan adanya peningkatan, namun peningkatan kinerja itu harus diakui masih belum optimal.Khusus untuk kebijakan dividen BUMN, Pemerintah menghadapi tantangan dalam menetapkan pay out ratio yang tepat dalam optimalisasi dividen BUMN. 1
Nota Keuangan RAPBN 2013,hal- 3-19
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1
TJ
Berikut adalah beberapa penyakit BUMN menjadi permaslahan, antara lain;
EN
D
PR
R
I
Belum optimalnya kinerja pengelolaan BUMN itu, antara lain, disebabkan oleh masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dan kebijakan industrial serta pasar tempat beroperasinya BUMN tersebut, belum terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMN, dan belum terimplementasikannya secara utuh di seluruh BUMN prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Di samping itu, belum utuhnya kesatuan pandangan dalam kebijakan restrukturisasi dan privatisasi di antara para pemilik kepentingan (stakeholders) juga berpotensi memberikan dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian kebijakan yang ada2.
AP
BN
–
SE
1. Kebiasaan BUMN untuk merambah semua sektor usaha. Hal itu sebagai kebiasaan buruk karena tidak semua bidang usaha sesuai dengan kegiatan utama BUMN tsb. Dalam hal ini sebuah BUMN seharusnya fokus dan maksimal dalam bidang usaha yang menjadi kegiatan utamanya. Perilaku yang tidak fokus dan merambah semua bidang usaha, tanpa strategi yang matang bisa menjadi penyebab kebangkrutan BUMN.
LA
KS
AN
AA
N
2. Penyakit kedua adalah kondisi ketika BUMN menjadi sapi perahan. BUMN memang harus memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi negara. Namun demikian, kewajiban BUMN itu harus disesuaikan dengan kondisi, sehingga tidak meruntuhkan kondisi keuangan BUMN.
•
AR AN
D
AN
PE
3. Penyakit terakhir adalah menjadi obyek eksploitasi bersama. Situasi ini terjadi ketika satu atau sekelompok orang berusaha mendapat keuntungan pribadi dari setiap kegiatan BUMN. Kondisi tersebut akan sangat merugikan BUMN karena keuntungan yang seharusnya disumbangkan kepada masyarakat justru dinikmati oleh segelintir orang saja. 3 Privatisasi
AN
AL IS
A
AN
G
G
Sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 74, maksud dan tujuan kebijakan privatisasi adalah memperluas.kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.4
BI
R O
Pada tahun 2007, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp3,0 triliun yang berasal dari privatisasi Bank BNI. Selanjutnya pada tahun 2008 Pemerintah menyetujui program privatisasi terhadap 44 BUMN, yang antara lain bergerak pada sektor pekerjaan umum, perkebunan, industri, dan keuangan. Namun, karena kondisi pasar keuangan yang tidak kondusif, program privatisasi pada tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan. Realisasi penerimaan privatisasi pada tahun 2008 hanya mencapai Rp82,3 miliar, yang berasal dari penutupan saldo privatisasi Bank 2
Sofyan A. Djalil, Strategi Kebijakan dan Pemberdayaan BUMN, Sekretariat Negara Repuplik Indonesia. Dalam sambutan pembukaan ’Indonesia Business-BUMN Expo and Conference (IBBEX) 2010 di JCC, Presiden Yudhoyono 4 Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Jember ,Indonesia- Memberdayakan BUMN di Indonesia 3
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2
TJ
EN
D
PR
R
I
BNI pada tahun 2007. Pada tahun 2009, Pemerintah tidak menargetkan pembiayaan dari hasil penerimaan privatisasi. Hal tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan BUMN dan faktor-faktor ekternal, antara lain krisis keuangan global yang belum mengalami perbaikan, fluktuasi harga komoditi yang sulit diperkirakan, dan faktor geopolitik yang tidak pasti. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp2,1 triliun, yang berasal dari hasil penjualan saham greenshoe PT Bank BNI sebesar Rp1,35 triliun, Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) PT Bank BNI sebesar Rp741,6 miliar, divestasi saham Pemerintah pada PT Kertas Blabak sebesar Rp0,5 miliar, dan divestasi saham Pemerintah pada PT Intirub sebesar Rp6,3 miliar. Selanjutnya pada tahun 2011, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp425,0 miliar, yang berasal dari HMETD PT Bank Mandiri, PT Basuki Rahmat, kekurangan setoran Bank BNI, PT Atmindo, dan Jakarta International Hotels Development. Sedangkan pada tahun 2012, Pemerintah tidak menargetkan pembiayaan dari hasil penerimaan privatisasi.5
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
Tabel 2 : Perkembangan Penerimaan Privatisasi BUMN 2007-2012
D
Strategi Sinergi BUMN di Indonesia
AR AN
•
AN
Sumber: Nota Keuangan APBN 2013, Kementrian Keuangan
AL IS
A
AN
G
G
Profesionalisme SDM dalam menghadapi persaingan yang lebih kompetitif ditunjukkan dengan diberikannya otoritas dan otonomi yang berarti kebebasan mengelola secara fleksibel, inisiatif, kecepatan, dan berorientasi pada hasil. Struktur dan sistem organisasi BUMN berdampak pada biaya tenaga kerja di BUMN yang lebih besar karena jumlah tenaga kerja lebih yang banyak dari pada kebutuhan. Sebagian besar BUMN memiliki struktur organisasi yang gemuk sehingga banyak pekerjaan yang dilakukan dengan tidak ekonomis. Hal ini didasarkan pada perencanaan sumber daya manusia yang tidak tepat dan kurang terkoordinasi.6
BI
R O
AN
Pengelolaan organisasi menuntut strategi dan gaya yang lebih dinamis. BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional harus menerapkan strategi yang tepat agar mampu bersaing di tengah situasi yang semakin ketat. Langkah yang harus ditempuh oleh BUMN adalah melakukan perbaikan yang menyangkut struktur, kultur, dan sistem internal organisasi. Langkah dalam memberdayakan manaj emen BUMN menjadi prioritas agar lebih tanggap terhadap perubahan lingkungan pasar. Strategi yang akan digunakan dalam BUMN perlu diikuti dalam hal adaptasi terhadap struktur maka kultur organisasi sehingga diperlukan pembenahan. Pembenahan organisasi terutama dikaitkan dengan perombakan mendasar menyangkut
5 6
Nota Keuangan APBN 2013, hal – 6-5 Sunarsip, Strategi Pengelolaan BUMn di masa mendatang
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3
struktur organisasi yang mampu mengadaptasi dan mengadopsi inovasi yang muncul dari lingkungan eksternal.7
PR
R
I
Permasalahan mendasar bagi setiap BUMN adalah kesulitan keuangan. Tentunya dalam permasalahan ini bagi BUMN yang sehat dan memperoleh laba setiap tahunnya memiliki peluang untuk diprivatisasi guna mendapatkan pendanaan. Privatisasi merupakan pengalihan sebagian atau seluruh aset dan kontrol BUMN kepada sektor swasta. Melalui privatisasi diharapkan akan terjadi sinergi antara efisiensi, kompetisi, dan laba.
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
Penerapan Good Corporate Governance di setiap BUMN sangat mendesak dilaksanakan. Dengan penerapan GCG di setiap BUMN maka tujuan mencari laba serta melayani masyarakat menjadi lebih efektif dan efis ien. BUMN didorong menjadi perusahaan negara yang menjalankan misinya secara transparan. Penerapan GCG ini mampu mendongkrak kinerja BUMN menjadi lebih baik. PT. Perkebunan Nusantara III yang telah menerapkan GCG mampu meningkatkan laba secara signifikan. Kementerian negara BUMN juga telah menunjukkan keseriusan dalam penerapan GCG dengan dibentuknya Inspektorat BUMN serta dilakukan kerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam percepatan pemberantasan korupsi dan pelaksanaan tata k elola perusahaan yang baik.8
LA
KS
AN
AA
N
BUMN yang merugi sesungguhnya telah menjadi penghalang kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar kerugian BUMN maka semakin kecil dana yang bisa dialokasikan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu pengelolaan BUMN merupakan salah satu aspek yang penting dalam menjalankan kebijakan pemerintah.
D
AN
PE
Menyadari kondisi ini kementerian negara BUMN sejak kepemimpinan Sugiharto telah membuat master plan BUMN 2005 sampai dengan 2009 yang mana salah satunya adalah dengan penggabungan beberapa BUMN, pembentukan holding company yang dari jumlah semula 158 BUMN menjadi 80 BUMN.9
AN
G
G
AR AN
Ada tiga kategori dalam proses perombakan BUMN yaitu dengan mempertahankan beberapa BUMN (stand alone), merger sesama BUMN sejenis (roll up), dan pembentukan perusahaan induk (holding company). Hingga pertengahan tahun 2006 rencana penggabungan beberapa BUMN belum juga terealisasi. Penggabungan BUMN perkebunan dan pupuk yang merupakan prioritas Menneg BUMN pada awal program ini digulirkan hingga saat ini masih belum jelas nasibnya.
AN
AL IS
A
Meskipun BUMN merupakan tumpuan dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional, namun dalam kenyataan BUMN masih menjadi “permainan tarik tambang” berbagai kepentingan. Ini tercermin dari sulitnya proses program revitalisasi BUMN seperti yang dituangkan dalam BUMN Summit.
BI
R O
Sudah pasti bila terjadi penggabungan BUMN maka akan banyak direksi, komisaris, dan pejabat BUMN yang tidak terpakai lagi. Persoalan lainnya adalah, bagaimana merumuskan kembali visi dan misi BUMN dalam perekonomian nasional. Apabila mengacu pada program reformasi yang selama ini dijalankan, ada indikasi kuat bahwa visi dan misi BUMN di masa
7
Andriati Fitiningrum- Indonesia experience in Managing the State Companies, OECD-ASIAN Roundtable Kajian BUMN incorporated sebuah wacana menuju Indonesia baru, Kementrian BUMN 9 Sofyan A. Djalil, Strategi Kebijakan dan Pemberdayaan BUMN, Sekretariat Negara Repuplik Indonesia. 8
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4
depan akan diarahkan menjadi perusahaan-perusahaan dengan semangat mengejar keuntungan dan sebagai penyumbang penerimaan negara. •
Kebijakan dividen BUMN
PR
R
I
Pemerintah harus melakukan perbaikan perbaikan yang berkaitan dengan kebijakan dividen BUMN yang optimal terhadap penerimaan APBN dan pengembangan usaha BUMN. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya dividen BUMN selama ini .
AA
N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
Pertama, kinerja BUMN terkait, ini berarti semakin besar laba bersih yang diperoleh, maka semakin besar pula yang akan disetorkan ke APBN. Selain kinerja BUMN terkait, yang juga perlu diperhatikan adalaha status BUMN terkait, misalnya : bila pemerintah ingin menjaga mayoritas kepemilikan saham di BUMN yang kepemilikannya tinggal 5 % seperti PT. Semen Gresik dan PT. Adhi Karya maka pemerintah justru perlu mengurangi porsi dividennya. Seandainya dividen diperbesar, sementara BUMN perlu melakukan ekspansi, BUMN tersebut harus melakukan right issue yang dapat berdampak pada berkurangnya kepemilikan saham pemerintah. Sedangkan jka tidak dilakukan right issue, BUMN bersangkutan tidak bisa melakuna ekspansi yang ujungnya bisa berdampak pada berkurangnya pangsa pasar BUMN.
LA
KS
AN
Kedudukannya sebagai ”milik negara” menyebabkan BUMN selalu berada pada posisi tawar yang lemah. Ketika negara kurang profesional dan proporsional dalam mengambil haknya , hal ini dapat membahayakan kinerja BUMN itu sendiri, akibatnya apa yang dilakukan pemerintah secara tidak sadar adalah upaya kearah ’ pengkerdilan’ BUMN itu sendiri.
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
D
AN
PE
Kedua, besarnya Pay Out Ratio (POR) dividen BUMN. Peningkatan dividen yang disetor ke APBN disamping karena perbaikan keuntungan BUMN, juga karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan POR rata rata 20 % sebelum krisis 1997/1998 menjadi sekitar 40 % (setelah krisis moneter), bahkan beberapa BUMN dikenakan lebih 50 %. Di sisi lain kebijakan dividen BUMN sebaiknya tidak memberlakukan pay out ratio (POR) secara absolut, misalnya sejak dulu Pertamina POR-nya tidak pernah kurang dari 50 %. Pendekatan dividen POR dividen BUMN semestinya menggunakan pendekatan korporasi .Dimana, BUMN diberi ruang untuk menentukan besaran dividen terleih dahulu dengan mengukur kebutuhan unutk investasi. Dengan pendekatan ini kesinambungan usaha BUMN akan lebih terjamin dan kontribusi jangka panjangnya terhadap APBN juga akan lebih besar.10
BI
R O
AN
Ketiga, Sekitar 50 % dividen BUMN yang disetor ke APBN berasal dari dividen yang disetorkan pertamina, hal ini menyebabkan dividen BUMN menjadi relatif tergantung pada situasi harga minyak, ini terjadi karena produksi minyak pertamina yang tidak bisa lagi ditingkatkan secara signifikan.Ini juga menyebabkan, ekspansi bisnis pertamina menjadi tidak bisa berkembang dengan pesat. Keempat, Kebijakan dividen interim. Kebijakan ini adalah dividen yang diambil lebih awal dari yang seharusnya. Normalnya dividen diambil dari laba dibagi dari kinerja BUMN tahun sebelumnya bukan tahun berjalan, ini ibaratnya pemerintah ’ngutang’ dividen pada BUMN.
10
Sunarsip, Kebijakan Deviden BUMN dalam diskusi mencermati problematika di BUMN
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5
•
D
PR
R
I
Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kecendrungan untuk menarik bagian laba pemerintah di muka. Kementrian BUMN memperkirakan pada tahun 2009 kinerja perusahaan milik negara akan merosot 6% dibandingkan dengan perolen tahun 2008. Salah satu opsi yang akan digunakan adalah pengenaan dividen interim. Dividen interim biasanya diambil dari BUMNBUMN dengan laba yang besar seperti Pertamina dan Telkom. Akan tetapi kebijakan dividen interm yang selama ini diterapkan kepada beberapa BUMN besar juga menjadi salah satu faktor pengganggu likuiditas. Kas yang semestinya digunakan untuk operasi tahun berjalan tapi harus dibayarkan kepada pemerintah. 11
EN
Langkah yang diperlukan
AP
BN
–
SE
TJ
Ke depan, perlu dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan kebijakan reformasi BUMN yang menyelaraskan secara optimal kebijakan internal perusahaan dan kebijakan industrial serta pasar tempat beroperasinya BUMN itu, memisahkan fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada BUMN, serta mengoptimalkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) secara utuh dalam rangka revitalisasi BUMN. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan ini,langkah tindak lanjut yang akan dilakukan antara lain: meningkatkan upaya revitalisasi bisnis yaitu meningkatkan nilai pemegang saham (shareholder value) BUMN yang ada;
2)
meningkatkan efektifitas manajemen BUMN, baik di tingkat komisaris, direksi, maupun karyawan;
3)
meningkatkan kualitas operasi, pelayanan dan pendapatan BUMN;
4)
menyempurnakan sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN sehingga tercipta tingkat efisiensi yang semakin tinggi;
5)
melanjutkan pelaksanaan restrukturisasi, termasuk pemetaan secara bertahap masingmasing BUMN di berbagai sektor;
6)
meningkatkan sosialisasi tentang privatisasi BUMN di semua pemilik kepentingan (stakeholders) agar pelaksanaan privatisasi menghasilkan pendapatan yang optimal; dan melanjutkan privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi akan lebih ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan (value creation) dan daya saingnya di pasar global tanpa mengabaikan pemenuhan anggaran untuk APBN. Dengan demikian maka program privatisasi akan lebih mengutamakan peningkatan pendapatan negara dibanding hanya sekedar pemenuhan kewajiban setoran ke APBN. Setoran ke APBN akan dipacu melalui peningkatan deviden perusahaan dan pajak. Temuan BPK
AN
•
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
1)
BI
R O
Ditengah persaingan global dengan perusahaan swasta Badan Pemeriksaan Keuangan menemukan potensi kerugian sebesar Rp 1,73 trilliun pada 6 perusahaan BUMN. Perusahaan tersebut adalah PT Hotel Indonesia Natour, PT PAL Indonesia, PT Semen Gresik Tbk, PT Industri Kereta Api, PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut dan PT. Pertamina. Menurut BPK beberapa temuan terkait dengan pengelolaan BUMN tsb diantaranya system pengendalian inern yang lemah, penyimpangan administrasi dan juga ketidakpatuhan terhadap ketentuan 11
Study Kebijakan Deviden BUMN dalam memberikan kontribusi optimal terhadap APBN
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 6
EN
D
PR
R
I
undang-undang, selain itu menyimpangan yang paling banyak ditemukan adalah pengelembungan harga proyek. Selain hal itu khusus untuk pertamina, pemicu kerugiannya adalah akibat ketidakefisienan dan ketidakmampuan perusahaan membangun kilang tepat waktu. Kerugian ini disebabkan karena pendapatan dari sector minyak tertunda. Untuk mengantipasi hal ini Pertamina sudah membebankan denda kepada para kontraktor akibat keterlambatan ini meskipun prosesnya memakan waktu yang lama. Di sisi lain seperti diungkapkan Menteri BUMN Dahlan Iskan, tidak semua BUMN dalam kondisi yang optimal dan sehat. Dari 141 BUMN, hanya 110 yang sehat dan sisanya sudah tidak aktif lagi dan bahkan hanya tinggal nama.12
BN
–
SE
TJ
Tabel 2 hasil pemeriksaan BPK Semester I tahun 2012 pada BUMN mengungkapkan 5 kasus senilai Rp 642,26 juta sebagai akibat adanya ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang undangan dan sebanyak 51 kasus senilai Rp 138.598,38 atas LK badan lainnya sebagai akibat adanya ketidakpatuhan terhadap perundang undangan .
G
G
AR AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
Tabel 3 :Temuan Pemeriksaan Keuangan Semester I Tahun 2012 pada BUMN dan Badan Lainnya
AN
Sumber: IHPS – Semester I tahun 2012
R O
AN
AL IS
A
Dari total temuan pemeriksan atas LK BUMN dan badan lainnya sebanyak 17 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan senilai Rp 135.146,90 juta.
BI
Hasil pemeriksaan BPK atas LK BUMN dan badan lainnya selama Semester I Tahun 2012 menunjukkan kasus kasus yang sering terjadi antara lain kekurangan penerimaan yang belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas negara/perusahaan.
12
Artikel 6 BUMN merugi 1,73 trilliun- electronic sources : http://www.bpk.go.id
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 7
PR
R
I
Kekurangan penerimaan (selain denda keterlambatan) yang belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah/perusahaan yang terjadi di BUMN dan badan lainnya sebanyak 6 kasus senilai Rp 105.427,90 juta . Kasus kasus tersebut antara lain disebabkan belum adanya peraturan yang mengatur secara rinci penghitungan penerimaan perusahaan serta belum melaksanakan kewajiban sebagai pengusaha kena pajak (PKP)13
D
Penulis :
BI
R O
AN
AL IS
A
AN
G
G
AR AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
Freesca Syafitri
13
IHPS-Semester I , 2012.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 8