Perkembangan Dan Permasalahan Regulasi Konvergensi Di Indonesia
Muhammad Rezky Agustyananto 0906524684 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia 2012
1
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Perkembangan Dan Permasalahan Regulasi Konvergensi Di Indonesia (Developments and Issues of Regulation of Convergence in Indonesia)
Muhammad Rezky Agustyananto 0906524684 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
2
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
3
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
4
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Kata Pengantar Konvergensi merupakan salah satu hal terpenting dalam perkembangan media di dunia. Sayangnya, ketika negara-negara maju lainnya sudah melangkah maju dengan membuat basis bagi perkembangan konvergensi yaitu berupa payung hukum yang tegas, Indonesia masih belum bisa melakukannya hingga saat ini. Padahal, payung hukum yang tepat akan membawa konvergensi berkembang ke arah yang tepat pula. Karena itulah, penting kiranya bagi kita untuk melihat kembali bagaimana perkembangan aturan-aturan mengenai konvergensi di Indonesia. Bagaimana perjalanannya, apa saja kekurangannya, dan bagaimana payung hukum konvergensi yang ideal bagi negeri ini. Itulah mengapa, penulis memutuskan untuk memilih topik ini untuk diangkat sebagai makalah untuk mata kuliah Konvergensi Media. Penulis ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga penulis bisa membuat karya ini. Juga kepada Dr. Irwansyah, MA selaku dosen yang membimbing penulis dalam penyusunan karya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga penulis, dan juga kepada teman-teman di jurusan Komunikasi angkatan 2009, khususnya Nicky Stephani, Aulia Dwi Nastiti, Hutama Epkamarsa, dan Tomy Rado P. Sinaga yang telah membantu penulis dalam proses penulisan karya ini. Harapan penulis, semoga karya ini memberikan manfaat bagi perkembangan konvergensi di Indonesia di masa depan, dan juga bermanfaat bagi ilmu komunikasi, khususnya di bidang konvergensi media.
Penulis
Muhammad Rezky Agustyananto
5
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
6
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Abstrak Sebagai sebuah fenomena yang mengubah banyak hal dalam kehidupan dunia, perkembangan konvergensi sudah seharusnya dipayungi oleh regulasi yang sesuai, karena regulasi memberikan kepastian hukum yang jelas. Begitu pentingnya regulasi bagi konvergensi membuat negara-negara maju di dunia seperti Inggris atau Korea Selatan bahkan sudah sejak lama membentuk regulasi khusus untuk menjadi payung hukum dari perkembangan konvergensi. Apakah Indonesia sudah memiliki regulasi untuk menjadi payung dari konvergensi ini? Dan apakah regulasi yang sudah ada saat ini sudah ideal untuk menjadi payung hukum bagi perkembangan konvergensi? Makalah ini ingin melihat perkembangan regulasi konvergensi di Indonesia beserta permasalahan-permasalahan yang muncul dengan melihat isi Rancangan Undang-Undang Konvergensi yang telah disusun serta melihat pendapat ahli baik di media maupun lewat wawancara langsung.
Abstract As a phenomenon that has change a lot of things in the world, the development of convergency is must be protected by the proper regulation, because it can gives a legal certainty for the convergency. Once the importance of regulation for convergency made some more developed countries like England or South Korea already made special regulation for convergency since years ago. But how about Indonesia? Do we already have had a special regulation for convergency? Are the regulations proper enough? This paper will see the development of the regulation for convergency and all the problems that appear by observing the content of convergency draft law and hearing the experts opinion in media or by interviewing them.
7
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Daftar Isi Halaman Pernyataan Orisinalitas……………………………………………………….....
3
Halaman Pengesahan…………………………………………………………..................
4
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….
5
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi……………………………………………….
6
Abstrak…………………………………………………………………………………….
7
Latar Belakang…………………………………………………………………………….
9
Literatur Review…………………………………………………………………………... 13 Perkembangan dan Permasalahan Konvergensi…………………………………………... 17 Daftar Pustaka……………………………………………………………………………..
28
Lampiran…………………………………………………………………………………... 29
8
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Latar Belakang Perkembangan teknologi selalu memberikan dampak terhadap banyak hal di dunia ini. Salah satunya telekomunikasi. Teknologi telekomunikasi bisa dibilang merupakan satu jenis teknologi yang berkembang paling pesat di sepanjang abad 20 hingga awal abad 21 ini. Dimulai oleh revolusi telepon seluler beberapa puluh tahun yang lalu, teknologi telekomunikasi mencapai “puncak” perkembangannya saat internet bisa digunakan untuk melakukan telekomunikasi antar manusia yang berada di lokasi yang berjauhan. Internet pun rupanya masih bisa berkembang lagi sehingga mampu digunakan untuk berbagai macam hal yang berguna bagi kehidupan manusia. Perkembangan teknologi ini lah yang akhirnya mengantarkan manusia ke sebuah kondisi yang bernama konvergensi. Apa itu konvergensi? Istilah ini telah digunakan oleh banyak orang selama perkembangan teknologi yang menggila dalam dua dekade terakhir, tetapi mungkin masih banyak orang yang belum mengetahui definisi dari kata konvergensi. Dan ternyata, banyak ilmuwan komunikasi dan teknologi yang juga tidak mampu mendefinisikannya. August E. Grant, seorang ilmuwan teknologi yang memiliki spesialisasi penelitian di bidang teknologi media dan perilaku konsumen, mengatakan bahwa tidak ada satupun definisi yang disepakati bersama untuk istilah ini. Grant mengutip petikan ucapan dari Potter Stewart, “Saya tidak bisa mendefinisikannya, tetapi saya tahu ketika saya melihatnya.” Walau begitu, akan lebih baik jika kita melihat definisi konvergensi dari beberapa ahli. Misalnya saja, definisi konvergensi yang diungkapkan oleh Burnett dan Marshall (2003): “pencampuran media, industri telekomunikasi dan komputer, dan kedatangan bersama semua jenis komunikasi yang termediasi dalam format digital.” Definisi lain dikeluarkan oleh Tim Dwyer dalam bukunya Media Convergance, mengatakan bahwa konvergensi media adalah proses di mana teknologi baru diakomodasikan oleh media yang sudah ada dan industri komunikasi dan budaya. Ia juga mengatakan bahwa pada definisi tersebut mendeskripsikan bagaimana adanya proses adaptasi dan proses transisi antara media baru dan media lama. Fenomena konvergensi ini tidak hanya terjadi di negara-negara besar dunia, tetapi hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, fenomena konvergensi sudah berlangsung semenjak lebih dari satu dekade yang lalu, tepatnya ketika internet akhirnya hadir di Indonesia. Namun, bisa dibilang proses konvergensi di Indonesia memang lebih lambat dibandingkan negara-negara maju di dunia. Hal ini antara lain disebabkan oleh lambatnya 9
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
perkembangan teknologi internet di Indonesia dan juga masih minimnya kesadaran pemerintah untuk memajukan masalah konvergensi di Indonesia. Padahal, ada banyak keuntungan bagi sebuah negara jika mereka mampu melaksanakan konvergensi dengan baik. Tetapi patut diingat bahwa konvergensi tidak hanya proses teknologi semata, tetapi juga mengenai implikasinya terhadap masalah perubahan sosial, budaya, dan ekonomi. Hal inilah yang kemudian membuat konvergensi menarik untuk dikaji; konvergensi ternyata tak semudah kita melihat sebuah perkembangan teknologi yang tanpa efeknya ke hal-hal lain yang bisa dibilang justru lebih esensial. Itulah mengapa, meski disebutkan bahwa perkembangan konvergensi bisa memberikan manfaat banyak bagi sebuah negara, konvergensi juga perlu diatur lewat regulasi-regulasi yang diciptakan oleh pemerintah yang berkuasa. Regulasi sebenarnya seperti sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi, regulasi bisa memberikan keuntungan bagi perkembangan konvergensi di suatu negara, namun regulasi (seperti sifat asalnya sebagai pemberi batasan) bisa kerap memberikan halangan bagi perkembangan konvergensi. Padahal, jika mengacu pada apa yang dikatakan oleh Rajendra Singh dan Siddhartha Raja dalam bukunya yang berjudul Convergence in Information and Communication Technology (2010), suatu negara akan lebih banyak diuntungkan apabila negara tersebut mau terbuka dengan perkembangan konvergensi. Walau begitu, regulasi mutlak diperlukan karena konvergensi juga membutuhkan sebuah kepastian hukum untuk bisa mengalami kemajuan dengan “tenang”. Pembahasan lebih lanjut mengenai bagaimana regulasi menurut pandangan Singh dan Raja sendiri akan dibahas di Bab Kedua nanti. Melihat betapa pentingnya peran regulasi dalam perkembangan konvergensi di suatu negara, menarik untuk melihat bagaimana keadaan masalah ini di Indonesia sendiri. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Indonesia sudah memiliki landasan hukum atau kerangka regulasi untuk permasalahan konvergensi teknologi dan media di negara ini? Dan apabila sudah, apakah kerangka regulasi yang sudah ada ini bisa dinilai sudah cukup baik untuk menjadi dasar hukum dari pengembangan konvergensi di Indonesia? Apakah regulasi yang sudah ada mendukung terjadinya konvergensi? Atau malah menghambat perkembangan konvergensi itu sendiri?
10
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Terlambatnya Kesadaran Pentingnya Konvergensi
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, Indonesia memang cukup terlambat dalam mengadopsi konvergensi jika dibandingkan negara-negara maju. Status Indonesia sebagai negara berkembang membuat Indonesia cukup terlambat dalam mengadopsi teknologi-teknologi baru, dan hal ini membuat konvergensi cukup terhambat. Karena itu, sebenarnya bukanlah hal yang mengherankan apabila Indonesia (pemerintah) juga cukup terlambat dalam menyadari pentingnya konvergensi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan pada akhirnya, pembentukan regulasi khusus mengenai konvergensi pun sangat terlambat apabila kita bandingkan dengan negara-negara lainnya yang lebih maju dalam hal teknologi telekomunikasi dan media. Patut diketahui bahwa hingga saat ini, sebenarnya belum ada regulasi yang dibentuk oleh pemerintah yang khusus mengenai konvergensi teknologi ataupun konvergensi media. Hingga saat ini, regulasi mengenai konvergensi masih sekadar wacana atau hanya sekedar draft yang belum benar-benar dibicarakan oleh pemerintah dan wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lagipula, di masyarakat justru timbul sebuah kebingungan tersendiri, karena menurut pemberitaan yang ada di media-media massa dan media online, sepertinya ada dua jenis UndangUndang Konvergensi yang rencananya akan dibentuk, yaitu Undang-Undang Konvergensi Telematika dan Undang-Undang Konvergensi Media. Belum jelas apakah wacana mengenai dua UU ini sebenarnya adalah UU yang sama, atau berbeda. Mengacu pada pemberitaan VIVAnews pada Kamis, 12 Maret 2009, diketahui bahwa sebenarnya pembuatan draft Rancangan Undang-Undang Konvergensi tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2009, dan menurut rencana, RUU ini akan diajukan ke DPR untuk kemudian segera disahkan (VIVAnews, 2009). Namun pada kenyataannya, draft RUU ini baru dibuka ke publik pada akhir tahun 2010, yaitu dalam acara konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Kementrian Komunikasi dan Infomatika pada 20 Oktober 2010 (Okezone, 2010). Itupun mendapatkan banyak protes dan pertentangan dari pemerhati telematika Indonesia, karena rupanya, meski sudah lebih dari satu tahun dikerjakan, draft RUU Konvergensi Telematika ini masih bermasalah di sana-sini. Hal ini terlihat dari banyaknya masukan terhadap RUU ini, baik lewat acara resmi seperti di acara konsultasi publik tanggal 20 Oktober tersebut ataupun lewat blog-blog dan forum-forum para pemerhati telematika.
11
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Jika diperhatikan, kemunculan ide mengenai pembahasan RUU ini saja (yang baru dimulai pada tahun 2009) sudah cukup terlambat dibandingkan oleh negara-negara lainnya. Di Korea Selatan, misalnya, pembangunan regulasi konvergensi sudah dilakukan pada tahun 2007, dan satu tahun kemudian, mereka sudah membentuk komisi khusus konvergensi (VIVAnews, 2009). Sementara di negara maju lainnya seperti di Inggris, regulasi mengenai konvergensi bahkan sudah dimulai pada tahun 2003 (PedomanNews.com, 2011). Mengingat sudah semakin banyaknya industri media dan telekomunikasi yang saat ini melakukan konvergensi, pembentukan regulasi konvergensi ini sudah benar-benar mendesak untuk dilakukan, dan jangan lagi hanya sekedar wacana dan wacana semata. Namun, jangan sampai juga jika pada akhirnya regulasi konvergensi ini pada hanya merupakan produk asal jadi yang dikerjakan dengan terburu-buru karena banyaknya desakan dari masyarakat dan pada akhirnya malah akan menimbulkan kekisruhan di dunia telematika di Indonesia. Di bagian kedua nanti, kita akan membahas bagaimana Rajendra Singh dan Siddhartha Raja, dua spesialis regulasi dan kebijakan dari World Bank, menjelaskan pentingnya regulasi yang mengatur konvergensi bagi sebuah negara dalam bukunya yang berjudul Convergence in Information and Communication Technology (2010).
12
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Literature Review Konvergensi telah menjadi sebuah fenomena tersendiri di dunia media. Media-media konvensional kini ditantang untuk mengikuti perkembangan teknologi yang semakin masif dalam beberapa tahun terakhir ini. Hebatnya, fenomena ini terjadi di hampir seluruh dunia, mulai dari Amerika Serikat sebagai “negara asal” dari teknologi internet –yang merupakan faktor utama terjadinya konvergensi- hingga negara-negara dunia ketiga di Afrika dan Asia. Sayangnya, jalannya konvergensi ini tidak berjalan sama di semua negara. Ada beberapa penyebab mengapa hal ini bisa terjadi, misalnya belum meratanya infrastruktur yang menunjang teknologi internet di seluruh dunia. Selain itu, satu masalah yang menjadi pengganjal utama perkembangan konvergensi adalah masalah regulasi. Regulasi, yang juga bisa disebut sebagai legal barriers to entry, bisa menjadi penghalang atau malah bisa menjadi pemicu hadirnya konvergensi media di suatu negara. Namun, hal ini memang berbeda penerapannya di negaranegara di dunia. Meskipun konvergensi merupakan fenomena yang universal, regulasi mengenai konvergensi sendiri memang berbeda-beda tergantung pada keputusan sikap dari masing-masing negara di dunia. Dari sikap yang diambil telah oleh negara-negara di dunia, kita bisa mengkategorikan sikap negara-negara di dunia atas fenomena konvergensi ini menjadi tiga: yang pertama, negara yang menentang adanya konvergensi; yang kedua, negara yang memilih untuk bersikap wait and see terhadap fenomena ini; dan yang ketiga, negara yang memilih terbuka terhadap permasalah konvergensi. Beberapa negara berkembang memilih untuk bersikap menolak bentuk konvergensi. Selain karena konvergensi dianggap bisa merusak nilai-nilai sosial, politik, budaya, hingga ekonomi, konvergensi juga dianggap bisa membahayakan kepentingan-kepentingan tertentu di negeri tersebut. Misalnya saja, di beberapa negara berkembang, teknologi Voice over Internet Protocol dilarang digunakan karena dianggap bisa mengurangi pendapatan perusahaanperusahaan telekomunikasi yang sudah ada karena proses menelepon menggunakan VoIP jelas menghabiskan biaya yang lebih sedikit dibandingkan jika menelepon menggunakan telepon biasa, apalagi dalam kasus telepon ke luar negeri. Karena kepentingan inilah, beberapa negara pun menghalang-halangi perkembangan konvergensi di negara tersebut dengan menciptakan
13
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
regulasi yang menyulitkan konvergensi. Misalnya saja, pada tahun 2006 lalu, 36 dari 54 negara di Afrika melarang adanya VoIP. Menurut Rajendra Singh dan Siddhartha Raja (2010), negara-negara yang menolak konvergensi ini sebenarnya malah merugi. Pertama, penolakan ini dipastikan akan merugikan pengguna yang sebenarnya bisa menggunakan teknologi konvergensi seperti VoIP untuk menekan pengeluaran untuk menelepon. Yang kedua, penolakan atas konvergensi juga bisa mengakibatkan kerugian bagi negara, karena dipastikan teknologi tidak bisa berkembang, sektor bisnis yang sebenarnya bisa menggeliat karena konvergensi malah akan berjalan stagnan, dan malah membuat investor enggan datang. Negara-negara yang memilih untuk menunggu perkembangan konvergensi biasanya percaya bahwa pada dasarnya, peraturan yang sudah ada sebenarnya sudah cukup untuk memayungi sebuah sistem yang baru ini. Padahal, pada kenyataannya, aturan-aturan yang lama itu sebenarnya tidak sesuai untuk diaplikasikan terhadap konvergensi. Misalnya saja, di Amerika Serikat, saat perusahaan teknologi AT&T hendak meluncurkan teknologi video lewat internet protocol, pemerintah AS kemudian memasukkan hal itu ke dalam golongan “televisi kabel”, padahal pada kenyataannya, keduanya merupakan teknologi yang berbeda. Penggolongan teknologi yang terkonvergensi ini ke dalam teknologi kabel membuat konflik berkepanjangan yang pada akhirnya malah merugikan dunia bisnis. Sikap wait and see ini memang sebenarnya merugikan, karena hal ini bisa menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian. Karena teknologi baru ini tidak memiliki payung hokum yang pasti, ketika ada masalah-masalah tertentu, payung hukum yang digunakan kerap tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Bahkan, dalam beberapa kasus, bisa saja dua peraturan yang bertabrakan digunakan untuk satu masalah. Hal ini tentu tidak ideal untuk perkembangan konvergensi, karena pada akhirnya, aturan yang dipaksakan ini pada akhirnya malah akan mematikan proses konvergensi itu sendiri. Sikap yang ketiga adalah negara-negara yang memilih untuk bersikap terbuka terhadap konvergensi. Hal ini didasari oleh kepercayaan bahwa konvergensi pada dasarnya bisa memberikan keuntungan dari segi ekonomi dan perkembangan teknologi komunikasi. Pengalaman dari revolusi mobile telephone atau telepon genggam beberapa tahun yang lalu membuktikan bahwa pada dasarnya, jika pemerintah mau membuka pasar terhadap terobosan baru di bidang sistem teknologi komunikasi, maka pasar bisa tumbuh secara cepat. Investasi 14
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
akan semakin menanjak, dan pada akhirnya, negara lah yang diuntungkan, yaitu berupa meningkatkan perekonomian, pengurangan pengangguran, dll. Keterbukaan terhadap konvergensi ini pasti ditandai dengan dihapuskannya penghalangpenghalang terhadap perkembangan konvergensi, dalam hal ini berarti aturan-aturan hukum legal. Konvergensi pasti harus dipayungi oleh hukum, namun dipastikan payung hukum itu akan menjamin perkembangan konvergensi, bukan menghalanginya. Pemerintah juga bisa memberikan dorongan untuk kemajuan konvergensi ini dalam bentuk lainnya: pembebasan pajak, bantuan berupa investasi langsung dari pihak pemerintah, dll.
Kerangka Regulasi Konvergensi Dan ICT Yang Ideal?
Harus diakui bahwa ICT memang memiliki tantangan yang tidak mudah dalam urusannya dengan regulasi. Menurut Sigh dan Raja (2010), regulasi dapat menyebabkan dua hal, yang pertama, menghambat penyedia layanan yang baru masuk ke pasar, atau kedua, regulasi mungkin akan mengatur penyedia layanan yang berbeda untuk memberikan layanan yang berbeda pula. Intinya, ada pengaturan dan pembatasan di sini. Lalu, seharusnya, bagaimana regulasi ICT yang ideal? Singh dan Raja mengungkapkan bahwa kerangka regulasi memiliki dua peran penting dalam era konvergensi. Yang pertama, mereka harus menghilangkan segala macam rintangan untuk mewujudkan kebebasan pasar yang penuh dan kebebasan inovasi teknologi. Yang kedua, kerangka regulasi bisa memfasilitasi realisasi dari keuntungan inovasi dan kompetisi, dan mengurangi resiko dari terciptanya kekuatan dominan di pasar. Pada intinya, kerangka regulasi memiliki tugas yang tak mudah: menghilangkan segala macam halangan, memfasilitai perkembangan, tetapi juga menahan agar tidak terjadi kekuatan dominan. Singh dan Raja percaya, bila kerangka regulasi mampu menciptakan pasar yang berfungsi tanpa halangan-halangan buatan, itu akan menciptakan peluang terciptanya inovasi teknologi yang lebih baik, menciptakan investasi yang lebih besar, dan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Tetapi yang mesti diperhatikan adalah, regulasi seharusnya bisa beradaptasi dengan baik dengan perkembangan konvergensi. Hal ini diperlukan agar ke depannya, regulasi tidak malah menyusahkan para pengusaha yang telah berjuang untuk melakukan inovasi. 15
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Meski mendukung keras terjadinya reformasi regulasi dan usaha untuk menghilangkan penghalang-penghalang dalam pasar konvergensi, Singh dan Raja rupanya percaya bahwa perubahan atau reformasi terkait masalah konvergensi ini harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa dilakukan secara sekaligus dalam satu waktu. Misalnya, pemerintah bisa mengamandemen atau mengubah kebijakan yang sudah ada agar model bisnis yang baru (yang diciptakan oleh konvergensi) bisa masuk pasar. Langkah yang terlalu cepat, menurut Singh dan Raja, malah akan membuat pemerintah akan enggan melakukan reformasi regulasi di sektor-sektor lainnya yang penting.
16
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Perkembangan dan Permasalahan Konvergensi
Harus diakui, selain masalah infrastruktur yang belum terlalu memadai dan tidak merata di seluruh Indonesia, permasalahan regulasi konvergensi di Indonesia merupakan salah satu permasalahan utama industri telekomunikasi, penyiaran, dan telematika di negeri ini. Belum adanya regulasi yang benar-benar bisa menjadi payung hukum kehidupan konvergensi di Indonesia menjadi satu masalah besar yang membuat perkembangan konvergensi menjadi terhambat. Tidak adanya kepastian hukum membuat kehidupan konvergensi yang sudah dilakukan oleh sebagian industri media dan telekomunikasi seperti dalam posisi abu-abu: sulit untuk menentukan apakah konvergensi yang ada saat ini sudah benar atau malah bisa merugikan perkembangan konvergensi pada nantinya. Seperti yang sebelumnya sudah dituliskan, Indonesia hingga saat ini masih terus dalam tahap pembentukan regulasi mengenai konvergensi. Hal ini sudah berlangsung selama hampir tiga tahun (sejak tahun 2009) namun belum ada titik terang mengenai bagaimana kelanjutan dari pembentukan regulasi konvergensi ini. Bahkan yang ada malah berita yang simpang siur mengenai pembentukan regulasi ini. Berdasarkan berita yang tersebar di media online, pembentukan regulasi mengenai konvergensi ini sudah dilakukan sejak tahun 2009. Bahkan awalnya diperkirakan finalisasi RUU tersebut bisa dilakukan pada tahun 2009 tersebut, sehingga pada tahun 2010 draft RUU bisa diserahkan kepada DPR untuk kemudian dibicarakan oleh komisi yang menangani masalah telekomunikasi, Komisi I. Depkominfo selaku pihak pemerintah yang melakukan pembentukan draft RUU ini kemudian memang melakukan rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi I DPR pada awal tahun 2010 (Bataviase, 2010), namun pada kenyataannya, hingga akhir tahun 2010, RUU tersebut tak kunjung diselesaikan. RUU tersebut kemudian baru ditunjukkan kepada publik pada akhir tahun 2010, tepatnya pada tanggal 20 Oktober 2010, lewat sebuah acara konsultasi publik (Okezone, 2010). Dari sana, diketahui bahwa RUU tersebut dinamakan RUU Konvergensi Telematika. RUU Konvergensi Telematika pun kemudian mendapatkan banyak kritikan dan masukan mengenai isi dari RUU tersebut. Banyaknya nada kecewa ini tak lain disebabkan oleh isi RUU Konvergensi Telematika yang dianggap tidak menyentuh seluruh aspek konvergensi itu sendiri, 17
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
melainkan lebih kepada semacam revisi dari Undang-Undang Telekomunikasi tahun 1999. Padahal, konvergensi pada dasarnya tidak hanya mengangkut masalah telekomunikasi semata. Setelah banyaknya masukan dan kritikan tersebut, RUU Konvergensi Telematika ini pada akhirnya gagal diselesaikan sesuai rencana awal. Perkembangan pembentukan regulasi khusus konvergensi ini pun terhenti. Meski begitu, pemberitaan mengenai regulasi konvergensi di media online masih terus ada setidaknya hingga pertengahan tahun 2011, meski isinya rata-rata serupa, yaitu mengenai ucapan para ahli tentang betapa pentingnya regulasi konvergensi dan semacamnya, namun setidaknya RUU Konvergensi Telematika ini masih terus dibicarakan. Namun mulai pertengahan tahun 2011, pembicaraan mengenai RUU Konvergensi Telematika ini di media online terhenti. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya berita mengenai RUU Konvergensi Telematika di media online sejak pertengahan tahun 2011 hingga November 2011. Tetapi, pada akhir tahun atau tepatnya pada Desember 2011, berita mengenai regulasi konvergensi muncul lagi, namun kali ini dengan nama yang berbeda. Kompas online, misalnya, pada 15 Desember 2011 lalu menurunkan berita yang isinya menyebutkan bahwa “pemerintah sedang membuat Draf Rancangan Undang-Undang Konvergensi Media” dan bukannya Rancangan Undang-Undang Konvergensi Telematika. Hal ini menimbulkan rasa bingung tersendiri bagi penulis. Apakah RUU ini merupakan RUU yang berbeda dengan RUU Konvergensi Telematika? Atau RUU yang sama namun mengalami perubahan besar sehingga menyebabkan nama RUU ini juga berubah? Apalagi, dalam artikel di Kompas.com tersebut, disebutkan bahwa “RUU Konvergensi Media dapat menghindari terjadinya monopoli pasar di bidang media massa.” Ini merupakan hal yang baru karena jika menilik isi dari Draf RUU Konvergensi Telematika, isi RUU tersebut lebih mengenai hal-hal teknis seputar teknologi telekomunikasi dan tidak menyentuh area dari media massa (Pembahasan mengenai isi dari RUU Konvergensi Telematika akan dijelaskan di bagian selanjutnya). Pemberitaan mengenai RUU Konvergensi Media ini jelas membingungkan. Kebingungan akan perubahan ini semakin bertambah ketika seorang Analis Teknologi Penyiaran dan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, Feriandi Mirza, menulis di akun Twitter pribadinya, @efmirza. Dalam pernyataan di akun Twitternya tersebut, yang diposting pada Jumat, 23 Desember 2011, Feriandi Mirza menyatakan bahwa memang pada awalnya yang diajukan untuk dibentuk adalah RUU Konvergensi Telematika, namun pada akhirnya yang disetujui “hanyalah” perubahan Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999. 18
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
“Pengaturan media jelas ga diatur di RUU perubahan UU Telekomunikasi. Mungkin itu (RUU Konvergensi Telematika) draft RUU Konvergensi yang dulu, yang sekarang udah ganti jadi RUU perubahan UU Telekomunikasi” (COMBINE, 2011). Tweet dari Feriandi Mirza ini merupakan tanggapannya atas pernyataan Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Penyiaran 2002, Paulus Widiyanto. Dalam sebuah acara diskusi publik membahas konvergensi media yang diadakan di Universitas Gadjah Mada pada akhir Desember lalu. Saat itu, Paulus mempertanyakan sikap Kemenkominfo yang hanya membentuk RUU Konvergensi Telematika, bukan Konvergensi Media. Ia kemudian menyebutkan konvergensi yang diatur saat ini hanyalah konvergensi parsial, bukan total (COMBINE, 2011). Ini memberikan tambahan rasa bingung kepada penulis tentang perkembangan regulasi konvergensi yang tengah terjadi saat ini. Jadi, regulasi apa yang tengah disusun oleh pemerintah saat ini? Apakah masih RUU Konvergensi Telematika? Atau apakah RUU Konvergensi Telematika ini dibatalkan dan yang dilakukan adalah revisi UU Telekomunikasi? Atau apakah yang dibentuk saat ini adalah RUU Konvergensi Media? Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan ini, penulis kemudian berusaha menanyakannya kepada salah seorang staf Direktorat Telekomunikasi, Imam Nur Ramadhany. Imam memberikan penjelasan kepada penulis lewat surat elektronik (email) yang dikirimkan kepada penulis, dan mengakui bahwa sampai saat ini, memang belum ada regulasi berupa peraturan perundang-undangan yang spesifik untuk konvergensi saat ini. Imam kemudian menjelaskan bahwa saat ini yang sedang dibentuk adalah RUU Konvergensi Telematika. Ia juga menjelaskan bahwa pada dasarnya, RUU Konvergensi Telematika adalah peleburan dari beberapa Undang-Undang yang terkait masalah telekomunikasi dan penyiaran yang sudah ada. “RUU Konvergensi Telematika diharapkan menjadi UU yg mengatur tentang konvergensi ini, RUU ini diwacanakan untuk meleburkan UU Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU ITE. Telah dilakukan kajian oleh BRTI yg melibatkan stakeholder dan akademisi yg telah menghasilkan Naskah Akademik dan draft UU. Perkembangan terakhir saat ini sedang dilakukan harmonisasi,” tulis Imam lewat surel yang beliau kirimkan kepada penulis. Imam juga mengaku tidak tahu dan baru mendengar mengenai RUU Konvergensi Media. “Untuk RUU Konvergensi Media saya sendiri baru mendengar.” Jika mengacu pada apa yang dijelaskan oleh Imam, maka dapat penulis simpulkan bahwa hingga saat ini, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi, masih 19
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
menggarap RUU Konvergensi Telematika sebagai dasar hukum bagi perkembangan konvergensi industri di Indonesia. Namun, hingga saat ini belum diketahui apakah ada perubahan besarbesaran dalam draf RUU Konvergensi Telematika tersebut. Saat ini penulis baru memiliki draf RUU Konvergensi Telematika versi awal (yang dikeluarkan di diskusi publik 20 Oktober 2010), dan belum mengetahui apakah ada banyak revisi atau penambahan dalam RUU Konvergensi Telematika yang sedang dikerjakan saat ini. Dengan begitu, berita mengenai adanya RUU Konvergensi Media pun merupakan sebuah kesalahan, karena hingga saat ini, tidak ada RUU bernama Konvergensi Media yang sedang dikerjakan oleh pemerintah.
Melongok Isi RUU Konvergensi Telematika
Terlepas dari simpang siurnya kabar mengenai perkembangan regulasi konvergensi, penting bagi kita untuk melihat isi dari RUU Konvergensi Telematika. Pasalnya, RUU ini adalah draf calon aturan mengenai konvergensi yang pertama kali dibentuk di Indonesia. Apalagi, hingga saat ini, RUU Konvergensi Telematika inilah yang terus diakui sebagai RUU yang sedang dibentuk oleh pemerintah (bukan revisi UU Telekomunikasi atau RUU Konvergensi Media, jika mengacu pada penjelasan Imam Nur Ramadhany). Dengan melihat isi dari RUU Konvergensi Telematika ini, kita pada akhirnya nanti bisa menentukan, apakah aturan yang sedang dibentuk ini sudah cukup baik untuk kemudian disahkan dan diimplementasikan? Atau masih ada begitu banyak kekurangan di sana-sini yang perlu dibenahi agar aturan ini nantinya bisa efektif untuk dilaksanakan? Secara keseluruhan, isi RUU Konvergensi Telematika ini memusatkan fokusnya pada hal-hal yang teknis dalam industri telekomunikasi dan penyiaran.
Hal ini bahkan sudah
tergambar jelas dari penjelasan mengenai konvergensi telematika yang disebutkan di pasal 1. “Konvergensi Telematika adalah perpaduan teknologi dan rantai nilai (value chain) dari penyediaan dan pelayanan telematika.” Sedangkan telematika adalah “telekomunikasi dan teknologi informasi.” Bukti lain mengenai dugaan bahwa RUU Konvergensi Telematika berfokus pada hal-hal yang teknis dalam industri telekomunikasi dan penyiaran adalah di Bab VI (mulai pasal 15). Terlihat bahwa aturan utama yang hendak ditegakkan oleh RUU ini sebenarnya adalah pengaturan terhadap: spectrum frekuensi radio; orbit satelit; nomor; dan perangkat Telematika. 20
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Inilah yang kemudian menjadi salah satu kritik terbesar dari RUU Konvergensi Telematika. RUU ini dianggap setengah-setengah dalam mengatur konvergensi, karena hal-hal yang penting, yaitu konvergensi media, sama sekali tidak dibahas dalam pembahasan rancangan undang-undang mengenai konvergensi ini. Salah satu yang mengkritik keras RUU Konvergensi Telematika ini adalah Paulus Widiyanto, mantan Ketua Panitia Khusus UU Penyiaran 2002. Dalam sebuah diskusi publik di Universitas Gadjah Mada, ia menyebutkan bahwa konvergensi saat ini hanyalah konvergensi parsial. “Yang dilakukan sekarang adalah konvergensi parsial, bukan total. Dan yang diuntungkan adalah vendor,” kata Paulus (COMBINE, 2011). Jika mengacu pada jawaban Imam, yang menyebutkan bahwa, “RUU ini diwacanakan untuk meleburkan UU Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU ITE.”, seharusnya dalam RUU ini isinya tak melulu masalah hal-hal teknis telekomunikasi dan ITE. RUU Konvergensi Telematika ini justru tidak bisa memayungi masalah penyiaran, dan hanya sedikit membicarakan masalah teknologi informasi. Hal utama yang dibahas justru masalah telekomunikasi. Hal ini persis seperti yang dibahas oleh Inasari Widiyastuti, seorang peneliti di Kementerian Komunikasi
Dan
Informasi,
dalam
tulisan
di
blog
pribadinya
di
(http://biginaict.wordpress.com/2010/11/01/ruu-konvergensi-belum-konvergen/). Dalam blognya tersebut, Inasari menyebutkan bahwa isi RUU ini kebanyakan sudah dibahas di UU Telekomunikasi tahun 1999, dan beberapa pasal yang lain seperti Pasal 26 Ayat 1 (Soal standar kualitas pelayanan), Pasal 33 Ayat 2a (Soal standar penyediaan sarana prasarana), dan pasal 33 ayat 7 dan 8 (Soal penyelesaian keluhan) sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Menkominfo No. 10 dan No. 14 Tahun 2008. Inilah yang kemudian membuat beberapa pemerhati perkembangan teknologi informasi dan penyiaran menilai RUU Konvergensi Telematika ini sebenarnya tak ubahnya sebuah perkembangan dari UU Telekomunikasi semata, sehingga membuat apa yang dikatakan oleh Feriandi Mirza menjadi masuk akal. Artinya, melihat isi aturan ini, memang lebih pas RUU ini disebut sebagai RUU revisi dari UU Telekomunikasi, dan bukannya RUU Konvergensi Telematika, karena pada dasarnya. RUU ini tidak mampu menjadi payung hukum perkembangan konvergensi, yang memadukan telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran. Namun karena Imam mengungkapkan bahwa RUU ini tetap RUU Konvergensi Telematika, maka seharusnya dalam perkembangannya yang sudah lebih dari dua tahun ini sudah ada perubahan 21
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
signifikan dari isi draf RUU, yaitu seharusnya juga bisa memayungi masalah teknologi informasi dan juga penyiaran. Namun Imam kemudian mengungkapkan bahwa semua layanan di atas (telekomunikasi, penyiaran, dan teknologi informasi) bisa berjalan di infrastruktur yang sama, yaitu infrastruktur telekomunikasi. Hal inilah yang kemudian membuat RUU ini lebih banyak membicarakan masalah teknis telekomunikasi sehingga terkesan masalah penyiaran dan teknologi informasi tidak dibicarakan dalam RUU ini. Mengapa dikatakan bahwa semua layanan tersebut bisa berjalan di infrastruktur telekomunikasi? Tak lain karena konvergensi merupakan tren di mana semua media condong ke arah digitalisasi.
Apakah RUU Konvergensi Telematika Terbuka Bagi Perkembangan Konvergensi?
Kembali kepada apa yang dikatakan oleh Singh dan Raja, yang berpendapat bahwa regulasi yang memayungi masalah konvergensi saat ini seharusnya bisa memberikan jalan bagi perkembangan konvergensi sehingga bisa memberikan keuntungan bagi sebuah negara, penting untuk melihat apakah RUU Konvergensi Telematika yang sedang disusun oleh pemerintah saat ini memberikan jalan bagi perkembangan konvergensi? Atau aturan yang sedang disusun ini justru menghalang-halangi perkembangan konvergensi? Sebenarnya cukup sulit untuk menilai apakah aturan yang sedang disusun ini merupakan aturan yang terbuka bagi perkembangan konvergensi atau malah menghalangi konvergensi itu sendiri. Hal ini dikarenakan meski banyak bagian dalam regulasi ini yang jika diinterpretasikan menunjukkan bahwa regulasi ini terbuka bagi perkembangan konvergensi atau mendukung perkembangan konvergensi tersebut, namun banyak juga bagian yang jika diinterpretasikan, membuat penulis menilai ada aturan-aturan yang tetap mengganjal perkembangan konvergensi. Karena itu, penulis akan memaparkan apa yang membuat regulasi ini bisa dinilai terbuka terhadap perkembangan konvergensi, dan apa yang membuat regulasi bisa dinilai cukup menghalangi perkembangan konvergensi. Sebenarnya, memang terdapat beberapa aturan yang dinilai bisa memberikan kontribusi terhadap perkembangan konvergensi di Indonesia. Misalnya saja pasal 7 ayat 1 dalam RUU ini, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan telematika harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan. Ini artinya, konvergensi di Indonesia membuka diri 22
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
bagi seluruh masyarakat, tidak hanya menjadi milik industri-industri besar saja. Hal ini bisa membuat persaingan antara pelaksana telematika menjadi terbuka sehingga tercipta sebuah persaingan yang sehat antar pelaksana telematika. Dan ini kian ditegaskan di pasal 29 ayat 1, yang berbunyi, “Setiap Penyelenggara Telematika dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.” Dari segi penyelenggaraan telematika, RUU Konvergensi Telematika ini juga cukup terbuka dan mendukung perkembangan konvergensi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan beberapa pasal, misalnya pasal 10 ayat 1 yang memberikan jaminan kepada para penyelenggara telematika bahwa mereka bisa menggunakan tanah atau bangunan negara dalam pelaksanaannya, jika hal tersebut memang diperlukan. Pasal ini berbunyi, “Dalam rangka pembangunan, pengoperasian dan/atau pemeliharaan jaringan telematika, penyelenggara telematika dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.” Penyelenggara telematika juga diberikan jaminan bahwa mereka diperbolehkan untuk memanfaatkan atau melintasi tanah/bangunan warga Indonesia, sepanjang itu memang dibutuhkan. Hal itu tercantum dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi, “Penyelenggara telematika dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan/atau bangunan milik orang perseorangan atau badan hukum untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, dan/atau pemeliharaan fasilitas jaringan telematika.” Dua aturan di atas jelas bisa dianggap mendukung perkembangan konvergensi, walau harus diperhatikan juga mengenai pelaksanaannya, jangan sampai aturan yang sebenarnya bagus ini justru menimbulkan masalah di kemudian hari, misalnya protes masyarakat karena penggunaan lahan yang sewenang-wenang atau lainnya. Kemudahan dalam penyelenggaraan telematika juga diberikan oleh pemerintah dalam hal pengurusan izin yang harus dilakukan oleh penyelenggara telematika. Hal ini dijamin di bagian perizinan, tepatnya di pasal 13 ayat 4. Ayat tersebut berbunyi seperti ini, “Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan: a. tata cara yang sederhana; b. proses yang transparan, adil, dan tidak diskriminatif; dan c. penyelesaian dalam waktu yang singkat.” Selain itu, penyelenggara telematika juga diberi kelonggaran waktu untuk menyesuaikan dengan waktu peralihan dari regulasi-regulasi lama ke regulasi baru ini dalam waktu dua tahun (pasal 62 ayat 1). Selain kemudahan-kemudahan yang dijamin oleh pemerintah terhadap penyelenggara telematika, dalam RUU ini juga terdapat beberapa aturan yang jika diinterpretasikan maka bisa 23
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
dianggap sebagai penghalang bagi perkembangan konvergensi. Salah satu yang sangat terlihat dalam draf RUU ini adalah masalah begitu banyaknya biaya yang harus dibayarkan oleh penyelenggara konvergensi. Dalam RUU ini, terdapat setidaknya enam ayat yang menyebutkan bahwa penyenggara telematika harus membayar biaya tertentu yang berbeda-beda. Biaya-biaya yang dibebankan kepada penyelenggara telematika antara lain: biaya hak penyelenggaraan telematika (pasal 12 ayat 1), biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio (pasal 18), biaya hak penggunaan nomor (pasal 24 ayat 6), biaya penilaian kesesuaian standar perangkat telematika (pasal 25 ayat 4), dan dana kontribusi dalam pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal (pasal 38 ayat 2). Imam mengungkapkan bahwa aturan-aturan mengenai biaya-biaya ini memang sudah ada sejak UU Telekomunikasi tahun 1999. “Soal biaya-biaya, pada rezim UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi hal ini sudah berjalan. Pada dasarnya terbagi tiga yaitu Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP Frek), Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi (BHP Tel), dan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) yg di negara lain biasa disebut Universal Service Obligation (USO) atau ICT Fund,” begitu jelasnya lewat surel. Ini berarti ada penambahan dua jenis biaya dalam RUU Konvergensi Telematika, yaitu biaya hak penggunaan nomor (pasal 24 ayat 6) dan biaya penilaian kesesuaian standar perangkat telematika (pasal 25 ayat 4). Begitu banyaknya jenis biaya yang harus dibayarkan oleh penyelenggara telematika jelas membuat RUU ini cukup menghambat perkembangan konvergensi di Indonesia. Biaya yang begitu banyak (dan barangkali juga begitu besar) membuat industri konvergensi bisa berpikir ulang untuk melakukan konvergensi. Ini membuat perkembangan konvergensi terhambat, dan itu artinya, regulasi ini tidak sesuai dengan regulasi ideal seperti yang diungkapkan oleh Singh dan Raja. Selain itu, meski disebutkan di pasal 29 ayat 1 bahwa penyelenggara telematika dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, namun RUU ini justru menjamin terjadinya penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha dengan penyelenggara telematika lainnya, yang termuat dan dijamin dalam pasal 30 ayat 1. Apalagi, penggabungan atau pengambilalihan usaha ini hanya memerlukan persetujuan menteri, tanpa ada penjelasan atau aturan lebih lanjut lagi. Hal ini justru bisa menimbulkan praktik monopoli dan menimbulkan kesenjangan antara penyelenggara 24
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
telematika yang memiliki modal lebih besar dengan penyelenggara telematika yang lebih kecil. Ini juga tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Raja dan Singh, yang menyebutkan bahwa sebuah regulasi seharusnya mampu mengurangi resiko dari terciptanya kekuatan dominan di pasar.
Kesimpulan & Solusi
Setelah dua tahun lebih berlalu sejak pertama kali diwacanakan, regulasi mengenai konvergensi pada kenyataannya hingga saat ini belum juga terbentuk dan disahkan. Draf Rancangan Undang-Undang Konvergensi Telematika, yang dimaksudkan sebagai regulasi yang mengatur masalah konvergensi di Indonesia, bahkan belum juga diserahkan kepada DPR untuk kemudian dibahas sebelum akhirnya disahkan. Hal ini menunjukkan betapa lambatnya Indonesia dalam membentuk regulasi mengenai konvergensi ini. Dengan perkembangan teknologi dan konvergensi yang semakin cepat dewasa ini, regulasi sebenarnya sangat dibutuhkan, karena perkembangan konvergensi ini bagaimanapun juga pasti memerlukan payung hukum yang jelas dan tegas. Yang terjadi saat ini malah kesimpangsiuran kabar. RUU apa yang sebenarnya sedang digarap oleh Kemenkominfo dan bagaimana perkembangannya saat ini tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat. Media saja sampai salah dalam memberitakan sehingga masyarakat semakin bingung dengan perkembangan regulasi ini, apakah itu RUU Konvergensi Telematika, RUU Konvergensi Media, atau malah sekedar revisi UU Telekomunikasi. Mengacu pada Singh dan Raja, sebuah regulasi yang mengatur konvergensi yang ideal seharusnya memiliki dua fungsi, yaitu: Yang pertama, mereka harus menghilangkan segala macam rintangan untuk mewujudkan kebebasan pasar yang penuh dan kebebasan inovasi teknologi. Yang kedua, kerangka regulasi bisa memfasilitasi realisasi dari keuntungan inovasi dan kompetisi, dan mengurangi resiko dari terciptanya kekuatan dominan di pasar. Karena itu, aturan konvergensi yang sedang dibuat saat ini seharusnya mengacu pada fungsi-fungsi konvergensi yang ideal, seperti yang dijelaskan oleh Singh dan Raja di atas, meski kita juga perlu memperhatikan kondisi di Indonesia.
25
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Sayangnya, dari draf RUU Konvergensi Telematika yang tersebar di masyarakat sejak 20 Oktober 2010, dapat disimpulkan bahwa rancangan regulasi yang sedang dibentuk ini belum bisa dikatakan sebagai regulasi yang ideal, seperti yang dikatakan oleh Singh dan Raja. Memang, RUU ini memberikan banyak kemudahan bagi penyelenggara telematika, seperti jaminan bahwa penyelenggara telematika boleh memanfaatkan tanah negara, jaminan memanfaatkan tanah atau bangunan milik perseorangan, hingga jaminan pengurusan izin yang sederhana. Namun, RUU ini juga memiliki aturan-aturan yang bisa membuat konvergensi justru terhambat. Salah satunya adalah banyaknya biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh penyelenggara telematika untuk menyelenggarakan konvergensi telematika. Selain itu, regulasi ini juga menjamin terjadinya penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan usaha antar penyelenggara telematika lainnya. Masalahnya, jaminan penggabungan ini begitu mudah, hanya memerlukan izin dari menteri dan tanpa aturan lainnya. Hal ini membuat proses penggabungan begitu mudah, sehingga bisa membawa konvergensi telematika ke arah monopoli dan terciptanya kekuatan dominan di pasar. Pada akhirnya, hanya kekuatan-kekuatan dominan dengan modal besar yang bisa bertahan di pasar. Padahal, inilah yang tidak diinginkan oleh Raja dan Singh, yang mengungkapkan bahwa meski tetap harus menjamin pasar terbuka, tapi regulasi harus mencegah adanya kekuatan dominan di pasar. Indonesia saat ini jelas membutuhkan regulasi yang jelas mengenai konvergensi. Karena itu, RUU Konvergensi Telematika ini perlu diseriusi dan diselesaikan dengan segera. Namun, perlu diperhatikan juga, dengan begitu banyaknya kritik terhadap RUU Konvergensi Telematika ini, jelas bahwa draf RUU Konvergensi Telematika yang sempat dikeluarkan oleh Kemenkominfo perlu mendapatkan banyak revisi lebih lanjut. Beberapa masalah yang menurut penulis perlu dibahas saat merumuskan RUU ini adalah: ·
Isi RUU jangan hanya membahas teknis telekomunikasi dan seharusnya lebih konvergen dengan aturan lainnya yang seharusnya juga dimasukkan dalam RUU ini. Seperti wacana awalnya, RUU Konvergensi Telematika merupakan penggabungan UU Telekomunikasi, UU Penyiaran, dan UU ITE, jadi seharusnya RUU ini mencakup pembahasan dari ketiga hal tersebut
·
Biaya penyelenggaraan telematika seharusnya tidak sebanyak saat ini. Akan lebih baik jika kelima biaya yang ditetapkan di RUU Konvergensi Telematika saat ini dilebur 26
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
menjadi satu biaya saja. Pembiayaan yang terlalu banyak membuat penyelenggara konvergensi terbebani, selain juga merepotkan karena pengurusannya harus berkali-kali. ·
Masalah penggabungan usaha dalam konvergensi telematika harus mempunyai landasan hukum lainnya yang lebih tegas. Pemerintah harus bisa membuat regulasi ini jangan sampai malah melindungi usaha-usaha besar saja, dan harus melindungi pasar dari kekuatan-kekuatan dominan.
Harapan utama penulis, regulasi mengenai konvergensi ini bisa segera diselesaikan dan diterapkan sehingga konvergensi bisa berkembang dengan payung hukum yang jelas. Bagaimanapun, perkembangan konvergensi akan sangat pesat dalam beberapa tahun ke depan, sehingga Indonesia harus segera bersiap untuk menghadapi perkembangan ini.
27
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Daftar Pustaka Bataviase. (2010, Februari 2). Tunda Dulu RUU Konvergensi Telematika. http://bataviase.co.id/detailberita-10585652.html. Diakses pada 6 Januari 2012 Pkl. 20.14 WIB COMBINE. (2011, Desember 22). Rancangan Revisi UU Telekomunikasi Untungkan Pebisnis. http://combine.or.id/2011/12/ruu-konvergensi-untungkan-pebisnis-media/. Diakses pada 7 Januari 2012 Pkl. 16.07 WIB Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Konvergensi Telematika. (n.d.). Diunduh dari http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi%5Ctelekomunikasi%5Cuu%5Ckonvergensi.doc Diakses pada 10 November 2011 Pkl 19.03 WIB Okezone. (2010, Oktober 20). UU Konvergensi Telematika Disahkan 2011. http://techno.okezone.com/read/2010/10/20/54/384401/uu-konvergensi-telematika-disahkan2011. Diakses pada 6 Januari 2012 Pkl. 20.00 WIB PedomanNews.com. (2011, Desember 15). UU Konvergensi Media Sebagai Pelengkap. http://pedomannews.com/nasional/berita-nasional/politik-a-hukum/9369-uu-konvergensi-mediasebagai-pelengkap. Diakses pada 6 Januari 2012 Pkl. 20.10 WIB Singh, R., & Raja, S. (2010). Convergence: In Information and Communication Technology. Washington: World Bank. VIVAnews. (2009, Maret 12). UU Konvergensi Diperkirakan Tahun Depan. http://sport.vivanews.com/news/read/40074-uu_konvergensi_diperkirakan_tahun_depan. Diakses pada 6 Januari 2012 Pkl. 20.15 WIB
28
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Lampiran Hasil Wawancara Via Email dengan Imam Nur Ramadhany, Staf di Sub Direktorat Penerapan Teknologi Telekomunikasi, Direktorat Telekomunikasi, DJPPI.
From: Muhammad Rezky Agustyananto
To: "[email protected]" Sent: Thursday, January 5, 2012 5:40 PM Subject: Wawancara tentang regulasi konvergensi Selamat sore, Pak Imam. Saya Muhammad Rezky Agustyananto dari Ilmu Komunikasi UI. Terima kasih karena sudah mengizinkan saya bertanya mengenai regulasi konvergensi, sebagai bahan untuk makalah akhir semester saya ini. Mohon maaf apabila merepotkan Bapak. Ada tujuh pertanyaan yang ingin saya tanyakan, Pak. Tetapi saya pikir agar Bapak nyaman menjawabnya saya mungkin akan menanyakannya tidak sekaligus. Sekali lagi, maaf apabila merepotkan Bapak. Sebenarnya saat ini regulasi yang mengatur mengenai konvergensi atau yang terkait dengan konvergensi (entah itu UU, PP, atau turunannya) sudah ada atau belum? Atau masih sebatas wacana? Saya mengetahui lewat media bahwa Pemerintah sebetulnya sudah mulai merancang RUU Konvergensi Telematika pada tahun 2010 lalu, dan kalau tidak salah, rencana awalnya, RUU itu akan disahkan menjadi UU pada tahun 2011. Tetapi ternyata sampai akhir tahun 2011, RUU itu tak kunjung disahkan atau diselesaikan. Saya lalu membaca soal wacana adanya RUU Konvergensi Media (bukan RUU Konvergensi Telematika), lalu saya kemudian simpulkan bahwa kedua RUU ini mengatur hal yang berbeda (Karena dari yang saya baca, RUU Konvergensi Media juga mengatur soal bisnis media yang melakukan konvergensi). Kemudian saya malah mendengar tentang adanya revisi UU Telekomunikasi, bukan pembentukan UU baru yang spesifik mengenai konvergensi. Kalau boleh tahu, sebenarnya cerita perkembangan mengenai RUU ini bagaimana, Pak? Terima kasih banyak, Pak :) Salam,
29
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
From: Muhammad Rezky Agustyananto To: "[email protected]" Sent: Thursday, January 5, 2012 6:53 PM Subject: Pertanyaan wawancara regulasi konvergensi Saya sudah membaca draft RUU Konvergensi Telematika dan RUU itu sepertinya banyak mengatur soal teknis (penomoran, penggunaan orbit satelit, penggunaan spektrum frekuensi). Sebenarnya target utama yang ingin diatur oleh RUU ini apa Pak? (Maksudnya apakah televisi? radio? internet? seluler?) RUU Konvergensi Telematika kan lebih mengatur hal-hal teknis mengenai teknologi telekomunikasi. Lalu bagaimana dengan media cetak seperti koran, majalah, dll.? Kan mereka juga menjadi salah satu jenis media yang juga ikut dalam fenomena konvergensi?
From: Muhammad Rezky Agustyananto To: "[email protected]" Sent: Thursday, January 5, 2012 6:55 PM Subject: Pertanyaan Wawancara tentang regulasi konvergensi Salah satu pasal dalam RUU Konvergensi Telematika yang banyak dikritik masyarakat adalah pasal 30 ayat 1, yang pada intinya berbunyi "Setiap penyelenggara telematika dapat melakukan melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha dengan penyelenggara telematika lainnya." Ini dianggap bisa menguntungkan pengusaha besar karena pasal ini bisa saja menimbulkan tren monopoli. Padahal monopoli jelas dilarang dalam dunia persaingan usaha di Indonesia. Bagaimana cara pemerintah menanggulangi kemungkinan ke arah sana? Dari RUU Konvergensi Telematika, saya banyak melihat bahwa pelaku usaha (atau yang di dalam RUU disebut penyelenggara telematika) dikenai banyak biaya ketika pelaku usaha itu ingin menyelenggarakan konvergensi telematika, yaitu penyelenggara telematika dikenai biaya penyelenggaraan telematika yang diambil dari pendapatan kotor; biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio; hak penggunaan nomor; dan biaya verifikasi pemenuhan ketentuan teknis. Kesannya, biaya yang dikenakan pada pelaku usaha jadi bertumpuk-tumpuk. Apakah tidak lebih baik jika biaya yang dikenakan hanya satu tetapi mencakup semuanya, ya Pak? Menurut Bapak, apakah RUU atau regulasi yang sudah ada saat ini sudah cukup ideal untuk menjadi payung hukum bagi perkembangan konvergensi di Indonesia? Menurut Bapak, regulasi yang paling tepat untuk mengatur konvergensi ini bagaimana?
Saya mohon maaf sekali, Pak, kalau pertanyaannya terlalu panjang dan merepotkan Bapak. Terima kasih sekali sudah mau membantu saya menyelesaikan makalah akhir semester untuk kuliah saya. Maaf merepotkan dan terima kasih banyak, Pak. Salam 30
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
From: Imam Ramadhany To: 'Muhammad Rezky Agustyananto' Cc: 'Gunawan Hutagalung' ; [email protected] Sent: Friday, January 6, 2012 8:06 AM Subject: RE: Wawancara tentang regulasi konvergensi [bag. 1] Assalamualaikum,
Terima kasih atas pertanyaannya Dik Rezky, akan saya coba jawab. Jawaban akan sesuai pemahaman saya saat ini dan beberapa tidak mewakili institusi (opini pribadi). · Sebelumnya akan saya coba menjelaskan tentang apa itu Konvergensi. Evolusi industri telekomunikasi, broadcasting, dan komputasi yg sebelumnya cenderung menguasai dari hulu hingga hilir (infrastruktur hingga layanan/services) telah berubah. Perkembangan teknologi dan penggabungan (merge) pasar, memungkinkan konsumen utk menikmati layanan yg ada (suara, sms, data, televisi, dll) melalui infrastruktur jaringan yg sama. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut.
31
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
· Gambar kiri menunjukkan struktur industri vertical, sementara gambar sebelah kanan menunjukkan tren industri yg sudah terjadi saat ini (horizontal). ·
Evolusi menuju konvergensi ini secara natural terjadi di industri.
· Agar dapat berlansung dengan cepat dan efisien serta tentunya memiliki dampak multiplier yg signifikan bagi sektor-sektor lain, industri membutuhkan objective, pengaturan dan roadmap yg jelas dari regulator/pemerintah. · Saat ini belum ada peraturan perundang-undangan maupun roadmap yg spesifik terkait konvergensi industri ICT atau TIK ini. · RUU Konvergensi Telematika diharapkan menjadi UU yg mengatur tentang konvergensi ini, RUU ini diwacanakan untuk meleburkan UU Telekomunikasi, UU Penyiaran dan UU ITE. Telah dilakukan kajian oleh BRTI yg melibatkan stakeholder dan akademisi yg telah menghasilkan Naskah Akademik dan draft UU. Perkembangan terakhir saat ini sedang dilakukan harmonisasi. ·
Untuk RUU Konvergensi Media saya sendiri baru mendengar.
Demikian jawaban untuk pertanyaan bagian satu ini. Jangan ragu untuk menghubungi saya atau Pak Gunawan Hutagalung.
Email ini saya cc ke Pak Gunawan mohon untuk dikoreksi Pak.
Salam, Imam Nur Ramadhany
32
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
From: Imam Ramadhany To: 'Muhammad Rezky Agustyananto' Cc: [email protected]; 'Gunawan Hutagalung' Sent: Monday, January 9, 2012 10:10 AM Subject: RE: Pertanyaan wawancara regulasi konvergensi Akan saya coba jawab pertanyaan2 bagian kedua dan ketiga, sesuai pemahaman saya sekarang dan beberapa merupakan opini pribadi yg tidak mewakili institusi. RUU Keonvergensi Telematika seperti yg saya sampaikan sebelumnya diwacanakan sebagai peleburan dari UU Telekomunikasi (UU 36 tahun 1999), UU Penyiaran (UU 32 tahun 2002) dan UU ITE (UU 11 tahun 2008). Semua layanan tersebut saat ini dapat berjalan pada infrastruktur yg sama (yg notabene infrastruktur telekomunikasi). Sampai sekarang pun untuk broadcasting, alokasi frekuensinya dikelola oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (DJSDPPI, sebelumnya Ditjen Pos dan Telekomunikasi-Postel www.postel.go.id). Jelas yg diatur harusnya adalah segala hal yg berjalan di atas infrastruktur telekomunikasi (menggunakan sumber daya TIK). Tren menunjukkan berbagai media condong kea rah digitalisasi, namun ada hal-hal seperti etika konten siaran, etika industri media/penyiaran, standard transaksi elektronik (saat ini di BI), dan kebijakan pengembangan serta penggunaan konten lokal (belum ada) yg juga sangat penting untuk diatur. Terkait Merger dan Akuisisi, di industri telekomunikasi untuk efisiensi dan karena keterbatasan sumber daya di banyak negara industri melakukan konsolidasi dengan peleburan dan pengambil alihan. Lihat gambar:
33
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013
Konsep ini berasal dari stakeholder telekomunikasi. Untuk Konten (di sini disebut UGC dan PGC) justru didorong agar kompetisinya tinggi bahkan tidak berizin. Ini sangat baik untuk keberagaman dan independensi dalam pemberitaan misalnya. Soal biaya-biaya, pada rezim UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi hal ini sudah berjalan. Pada dasarnya terbagi tigaa yaitu Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP Frek), Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi (BHP Tel), dan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) yg di negara lain biasa disebut Universal Service Obligation (USO) atau ICT Fund. RUU yang ideal harus dapat mengharmonisasi dan mengintegrasikan ketiga UU yg sudah ada, bukan justru lebih memperumit pengelolaan yg saat ini berjalan. Tren regulasi ke depan adalah light touch regulation dan self-regulated. Demikian jawaban saya, terima kasih atas pertanyaannya. Salam, Imam Nur Ramadhany 34
Perkembangan dan ..., Muhammad Rezky Agustyananto, FIB UI, 2013