PERLAKUAN INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIOLOGIS DAN KESEHATAN BENIH PADI HIBRIDA INTANI-2 SELAMA PENYIMPANAN
PURNAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Perlakuan Invigorasi untuk Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Penyimpanan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Purnawati NIM A251100174
RINGKASAN PURNAWATI. Perlakuan Invigorasi untuk Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Penyimpanan. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan SUDARSONO. Kondisi lingkungan simpan dan infeksi patogen menyebabkan benih lebih cepat mengalami kemunduran. Laju kemunduran benih selama penyimpanan dapat diperlambat dengan perlakuan invigorasi, sedangkan infeksi patogen pada benih dapat diatasi dengan memberikan pestisida nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi dalam meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Quality Control dan Proteksi Tanaman, PT. BISI International Tbk, Kediri, Jawa Timur mulai bulan September 2012 hingga April 2013. Penelitian terdiri atas empat percobaan, yaitu (1) Evaluasi perlakuan invigorasi menggunakan bahan dan konsentrasi yang berbeda, (2) Uji fitotoksisitas pestisida sintetis dan nabati, (3) Efektivitas perlakuan invigorasi plus minyak cengkeh dalam meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 yang telah mengalami kemunduran, dan (4) Pengaruh perlakuan invigorasi plus minyak cengkeh terhadap mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan. Perlakuan invigorasi efektif digunakan sebagai perlakuan benih untuk meningkatkan viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran, tetapi tidak dapat meningkatkan mutu fisiologis benih pada benih-benih yang telah mengalami kemunduran tingkat lanjut. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm, osmoconditioning dengan KNO3 1%, dan hydropriming dapat digunakan untuk meningkatkan viabilitas benih lot 1. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor benih lot 2. Lot 1 dipanen pada tanggal 18 April 2009 dan lot 2 dipanen pada tanggal 30 November 2011. Benih lot 1 dan lot 2 masing-masing telah disimpan selama 41 bulan dan 10 bulan pada suhu 15 ± 2 oC dan RH 41 ± 2% sebelum digunakan. Minyak cengkeh konsentrasi 0.1-0.5% dapat diaplikasikan dengan cara perendaman karena tidak bersifat toksik pada benih. Perlakuan minyak cengkeh 1% nyata menurunkan indeks vigor dan daya berkecambah benih. Pestisida sintesis berupa Agrept 0.15% + Benlox 0.05% bersifat toksik terhadap benih karena menyebabkan kecambah menunjukkan gejala klorosis. Semua perlakuan invigorasi benih yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh 0.3% dapat digunakan untuk mempertahankan mutu fisiologis dan meningkatkan kesehatan benih selama periode simpan 3 bulan. Perlakuan invigorasi benih yang digunakan tidak menyebabkan penurunan mutu fisiologis benih kecuali perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm yang menyebabkan penurunan bobot kering kecambah normal pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% efektif meningkatkan indeks vigor benih lot 2 dan 3 pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa meningkatkan indeks vigor pada benih lot 1 pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menekan infeksi cendawan Fusarium sp. pada periode simpan 1
bulan dengan persentase penurunan tingkat infeksi masing-masing sebesar 51.5% dan 33.1%. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menekan infeksi cendawan Aspergilus sp. pada periode simpan 0 dan 1 bulan dengan persentase penurunan tingkat infeksi berkisar antara 28-52%. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% menghambat pertumbuhan bakteri Xanthomonas sp. pada periode simpan 0, 2 dan 3 bulan dengan besar penghambatan sebesar 52.158.7%. Kata
kunci:
asam askorbat, hydropriming, osmoconditioning
KNO3,
minyak
cengkeh,
SUMMARY PURNAWATI. Invigoration Treatment to Improve Seed Physiological Quality and Health of Intani-2 Hybrid Rice Seed during Storage. Supervised by SATRIYAS ILYAS and SUDARSONO. Storage condition and pathogen infection of seed can cause seed deterioration quickly. The rate of deterioration during storage could be slowed by seed invigoration, and pathogen infection could be eliminated by application of natural pesticide. The purpose of this study was to determine the effect of seed invigoration on seed physiological quality and health of Intani-2 hybrid rice seed during storage. All research activities were done at Quality Control and Plant Protection Laboratorium, PT. BISI International, Kediri, East Java from September 2012 until April 2013. The research consisted of four experiments, (1) Evaluation of seed invigoration using different materials and concentrations, (2) Phytotoxicity test of synthetic and natural pesticides, (3) Effectiveness of seed invigoration plus clove oil to improve seed physiological quality and health of deteriorated Intani-2 hybrid rice seed, and (4) Effect of seed invigoration plus clove oil on seed physiological quality and health of Intani-2 hybrid rice seed during storage. Seed invigoration was effective as seed treatment to increase viability on deteriorated Intani-2 hybrid rice seed, but was not effective to increase seed viability on further deteriorated Intani-2 hybrid rice seed. Seeds with different level of deterioration had different responses after invigoration treatment. Vitamin priming with ascorbic acid 10 ppm, osmoconditioning with KNO3 1% and hydropriming could be used to increase vigour index of lot 1. Vitamin priming with ascorbic acid 40 ppm could be used to increase vigour index of lot 2. Lot 1 and 2 were harvested on 18 April 2009 (41 months old) and 30 November 2011 (10 months old), respectively. These lots were stored at 15 ± 2 oC and RH 41 ± 2% before used. Clove oil 0.1-0.5% did not reduce seed physiological quality and did not cause leaf chlorosis, therefore, these can be used for seed treatment. Clove oil 1% caused negative effect on vigour index and germination percentage. Agrept 0.15% + Benlox 0.05% was toxic on seed that caused leaf chlorosis. All seed invigoration plus clove oil 0.3% could maintain seed physiological quality and health of Intani-2 hybrid rice seed for up to 3 months storage. Seed invigoration did not caused deterioration on seed physiological quality except vitamin priming with ascorbic acid 40 ppm which caused decrease in normal seedling dry weight at 3 months storage. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3% was effective to increase vigour index of seed lot 2 and 3 for up to 3 months of storage. Osmoconditioning with PEG -0.2 MPa + clove oil 0.3% was effective to increase vigour index of seed lot 1 for up to 3 months of storage. All seed invigoration increased speed of germination before storage. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3% and hydropriming + clove oil 0.3% suppressed Fusarium sp. infection at 1 month storage by 51.5% and 33.1%, respectively. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3%, osmoconditioning with PEG -0.2 MPa + clove oil 0.3% and hydropriming + clove oil 0.3% were effective to reduce Aspergilus sp. infection on rice seeds by 28-52%
monitored at 0 and 1 months storage. Vitamin priming with ascorbic acid 40 ppm + clove oil 0.3% and osmoconditioning with PEG -0.2 MPa + clove oil 0.3% were effective to reduce Xanthomonas sp. infection on rice seeds by 28-52% monitored at 0, 2 and 3 months storage. Keywords: ascorbic acid, clove oil, hydropriming, KNO3, osmoconditioning
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERLAKUAN INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIOLOGIS DAN KESEHATAN BENIH PADI HIBRIDA INTANI-2 SELAMA PENYIMPANAN
PURNAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Faiza C Suwarno, MS
Judu! Tesis : Perlakuan lnvigorasi untuk Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 se!ama Penyimpanan : Pumawati Nama : A251 100174 NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr lr Sudarsono, MSc Anggota
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr r Endah Retno Palupi , MSc
Tanggal Ujian: 23 Juli 2013
Tanggill Lulus:
o 9 DEC 2013
Judul Tesis : Perlakuan Invigorasi untuk Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Penyimpanan Nama : Purnawati NIM : A251100174 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS Ketua
Prof Dr Ir Sudarsono, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah invigorasi benih, dengan judul Perlakuan Invigorasi untuk Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Penyimpanan. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Jajaran manajemen PT. BISI International, Tbk atas beasiswa, sarana dan prasarana pendidikan yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi S2 di IPB. 2. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Prof Dr Ir Sudarsono, MSc selaku komisi pembimbing atas masukan, arahan, saran dan ilmu yang sangat berharga selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 3. Dr Ir Faiza C Suwarno, MS selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas masukan, arahan dan saran yang diberikan. 4. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen perwakilan dari Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih pada ujian akhir tesis atas masukan, arahan dan saran yang diberikan. 5. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 6. Ir I Putu Darsana, MP PhD dan Ir Agus Setijono atas dukungan sarana dan prasarana selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 7. Dr Rudy Lukman dan Tim atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian di Laboratorium Proteksi Tanaman. 8. Suami tercinta (Siswanto) atas doa, pengertian, kesabaran, dan dorongan semangat yang selalu diberikan kepada penulis selama ini. 9. Orang tua tercinta, Ibu Ponisah dan Bapak Sudarmono (Alm.) atas doa, kasih sayang dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini. 10. Keluarga Field Crop Quality Control atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 11. Teman-teman ITB angkatan 2010, terutama Ikrarwati, M. Yasin SH, M. Rofik, Nizaruddin, dan Taufik DW atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 12. Kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Karya ilmiah ini penulis persembahkan untuk bidadari kecil kami, Kanza Ghoida Syarifa Nurisna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Purnawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR GAMBAR
xvii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas dan Vigor Benih Teknik Invigorasi dalam Peningkatan Kualitas Benih Penggunaan Pestisida dalam Benih Kemunduran Benih selama Penyimpanan
4 5 6 7
3 EVALUASI PERLAKUAN INVIGORASI DALAM MENINGKATKAN MUTU FISIOLOGIS DAN KESEHATAN BENIH PADI HIBRIDA INTANI-2 YANG TELAH MENGALAMI KEMUNDURAN Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan 4 PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI PLUS MINYAK CENGKEH TERHADAP MUTU FISIOLOGIS DAN KESEHATAN BENIH PADI HIBRIDA INTANI-2 SELAMA PENYIMPANAN Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
8 9 10 11 16 25
27 28
29 30 33 48
5 PEMBAHASAN UMUM
50
6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
54 54
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
59
DAFTAR TABEL 1 Pengaruh perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi 2 Pengaruh perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi 3 Pengaruh perlakuan osmoconditioning dengan PEG terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi 4 Pengaruh perlakuan hydropriming dan matriconditioning terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi 5 Pengaruh perlakuan minyak cengkeh terhadap mutu benih padi 6 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi 7 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap infeksi patogen terbawa benih padi 8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap kadar air (%) benih padi selama periode simpan 3 bulan 9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap indeks vigor (%) benih padi selama periode simpan 3 bulan 10 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap daya berkecambah (%) benih padi selama periode simpan 3 bulan 11 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap kecepatan tumbuh (% etmal-1) benih padi selama periode simpan 3 bulan 12 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap bobot kering kecambah normal (g) benih padi selama periode simpan 3 bulan 13 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap infeksi cendawan Fusarium sp. (%) terbawa benih padi selama periode simpan 3 bulan 14 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. (%) terbawa benih padi selama periode simpan 3 bulan 15 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap infeksi bakteri Xanthomonas sp. (106 cfu ml-1) terbawa benih padi selama periode simpan 3 bulan
17 18 19 20 22 23 23 33 35 38 40 42 44 45 47
DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alir penelitian 2 Performa kecambah pada perlakuan PEG -0.2 MPa (a) dan PEG -1.1 MPa (b) 3 Gejala klorosis pada perlakuan Agrept 0.15% dan Benlox 0.05% 4 Cendawan Aspergilus sp. (a) dan Fusarium sp. (b) yang ditemukan pada benih padi 5 Isolat murni bakteri Xanthomonas sp. terbawa benih pada media Wakimoto
4 19 21 24 25
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Benih hibrida yang unggul dan bermutu menjadi salah satu target sehingga nilai komersial benih padi hibrida tetap tinggi. Akan tetapi masih terdapat kendala pada saat benih dipasarkan, dimana kondisi lingkungan simpan yang kurang mendukung serta infeksi patogen tertentu menjadi faktor pemicu cepatnya kemunduran benih. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida selama penyimpanan. Patogen tertentu yang menginfeksi benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih. Benih dikatakan sehat jika benih tersebut tidak terinfeksi patogen, baik oleh cendawan, bakteri, virus, maupun nematoda. Beberapa cendawan dapat menginfeksi benih dan menyebabkan kematian benih. Cendawan yang banyak menginfeksi benih padi antara lain Alternaria padwickii, Fusarium moniliforme, Drechslera oryzae, dan Curvularia sp. (Islam et al. 2000; Fiana 2010). Bakteri yang dapat menginfeksi benih padi antara lain Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola, Pseudomonas avenae, dan Acidovorax avenae pv. oryzae (Yukti 2009; Fiana 2010). Infeksi patogen pada benih dapat berkembang selama penyimpanan pada kondisi simpan yang mendukung pertumbuhan patogen dan dalam jangka waktu tertentu menyebabkan kemunduran benih. Selain infeksi patogen, daya simpan benih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain, diantaranya varietas, sejarah benih di lapangan, kondisi pada saat panen, pengeringan, viabilitas awal benih, dan kondisi lingkungan simpan. Perlakuan invigorasi benih dengan teknik priming dilaporkan dapat meningkatkan dan menurunkan daya simpan benih tergantung pada jenis media priming, umur benih, dan lamanya priming (Georghiou 1987; Basra et al. 2003; Arif 2005). Integrasi antara perlakuan invigorasi dengan pestisida sintesis dan nabati diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan mutu benih selama penyimpanan. Perlakuan invigorasi baik dengan osmoconditioning, vitamin priming, hydropriming, maupun matriconditioning merupakan beberapa metode yang efektif dalam invigorasi benih. Larutan osmotik yang dapat digunakan untuk tujuan osmoconditioning adalah larutan polyethylene glycol atau larutan garam (Murray dan Wilson 1987) antara lain CaCl2, NaCl, KCl, dan KNO3 (Erinnovita et al. 2008). Osmoconditioning dengan larutan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan daya berkecambah benih padi, berpengaruh positif terhadap kecepatan tumbuh benih, mempercepat proses pemunculan akar, dan pemanjangan akar (Madiki 1998). Farooq et al. (2005) menyatakan bahwa perlakuan osmoconditioning dengan 30 g/L KNO3 terbukti mampu meningkatkan indeks vigor, daya berkecambah, panjang akar, dan panjang plumula empat kultivar benih tomat. Hasil penelitian Basra et al. (2006) pada benih padi menunjukkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm selama 48 jam mampu mempercepat waktu benih untuk berkecambah 50%, serta meningkatkan keseragaman perkecambahan, kecepatan tumbuh, daya berkecambah, panjang akar, panjang pumula, bobot basah dan bobot kering kecambah.
2 Ansari dan Zadeh (2012a) melaporkan bahwa perlakuan osmopriming dan hydropriming meningkatkan persentase perkecambahan, persentase kecambah normal, indeks perkecambahan, rata-rata perkecambahan, dan panjang kecambah dibandingkan kontrol. Perlakuan hydropriming pada kondisi stres lingkungan meningkatkan karakter perkecambahan benih Secale montanum (Ansari dan Zadeh 2012b), meningkatkan daya berkecambah dan pertumbuhan yang cepat pada galur inbred jagung (Janmohammadi et al. 2008) dan meningkatkan daya berkecambah benih Vigna radiata L. pada kondisi stres lingkungan (Posmyk dan Janas 2007). Pengaruh osmoconditioning dalam penyimpanan telah dilaporkan dapat mempertahankan viabilitas benih atau bahkan menurunkan viabilitas benih secara cepat. Arif (2005) menyatakan selama penyimpanan pada suhu kamar, perlakuan priming dengan larutan PEG pada benih kedelai menghasilkan daya berkecambah tertinggi, bobot basah kecambah yang lebih tinggi, dan rendahnya kebocoran membran melalui uji daya hantar listrik. Georghiou (1987) meneliti daya simpan benih cabai yang diberi perlakuan osmoconditioning dengan menggunakan mannitol. Hasil penelitian memberikan nilai yang positif terhadap daya simpan benih cabai. Benih yang diberi perlakuan osmoconditioning menunjukkan daya berkecambah 50% setelah penyimpanan 6 bulan, sedangkan kontrol tanpa osmoconditioning menunjukkan daya berkecambah sebesar 10%. Perlakuan matriconditioning juga banyak dilaporkan mampu meningkatkan mutu fisiologis benih. Bahan matriconditioning yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian di dalam negeri adalah dengan menggunakan arang sekam, abu gosok dan serbuk gergaji (Ilyas 2012). Dewasa ini arang sekam sudah digunakan secara luas dalam penelitian-penelitian invigorasi benih baik untuk benih berukuran kecil maupun benih berukuran besar. Matriconditioning yang diintegrasikan dengan pestisida sintesis dan pestisida nabati mampu meningkatkan mutu benih. Astuti (2009) melaporkan bahwa perlakuan benih dengan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% atau matriconditioning plus Benlox 0.1% efektif mengurangi tingkat infeksi Alternaria padwickii pada benih padi varietas Ciherang menjadi 0.5-7.0% dibandingkan kontrol 28.5%. Fiana (2010) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, minyak serai wangi 1%, Agrept 0.2% + Benlox 0.2% mampu mengurangi tingkat infeksi cendawan A. padwickii, F. moniliforme, Curvularia sp., D. oryzae serta bakteri X. oryzae pv. oryzae, X. campestris pv. oryzicola, A. avenae pv. oryzae terbawa benih padi. Perlakuan matriconditioning dalam penyimpanan pernah diteliti oleh Asie (2004) pada benih cabai dengan mengintegrasikan matriconditioning plus pestisida nabati dan memberikan hasil yang positif selama penyimpanan. Benih yang diberi perlakuan matriconditioning plus minyak daun cengkeh 0.1% atau minyak serai wangi 0.1% mampu mempertahankan mutu fisiologis dan kesehatan benih lebih lama yaitu selama 6-12 minggu. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi selama dalam penyimpanan adalah dengan mengintegrasikan teknik invigorasi benih baik dengan osmoconditioning, vitamin priming, hydropriming, maupun matriconditioning dengan pestisida sintesis maupun nabati. Penelitian invigorasi benih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dan
3 diharapkan perlakuan invigorasi dapat meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan.
Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan beberapa perlakuan invigorasi yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 yang telah mengalami kemunduran. 2. Mendapatkan perlakuan invigorasi yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama dalam penyimpanan. Manfaat Penelitian Mutu benih selama beredar di pasar sangat tergantung pada viabilitas benih awal, perlakuan benih sebelum dipasarkan, ada tidaknya infeksi patogen dalam benih, dan kondisi lingkungan simpan. Kondisi lingkungan simpan yang tidak mendukung serta infeksi patogen tertentu seringkali menjadi kendala dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi benih yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih selama penyimpanan. Penggunaan teknik invigorasi benih yang diintegrasikan dengan pestisida yang tepat diharapkan mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih selama periode simpan di pasar.
4 Percobaan 1. Evaluasi Perlakuan Invigorasi Menggunakan Bahan dan Konsentrasi yang Berbeda
Vitamin priming, Osmoconditioning (KNO3), Osmoconditioning (PEG), Matriconditioning, Hydropriming
Percobaan 2. Uji Fitotoksisitas Pestisida Sintetis dan Nabati
Pestisida sintetis: Agrept + Benlox
Asam askorbat 20 dan 40 ppm, KNO3 2 dan 4%, PEG -0.2 MPa, dan Hydropriming
Pestisida nabati: Minyak cengkeh
Minyak cengkeh 0.3%
Percobaan 3. Efektivitas Perlakuan Invigorasi dalam Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 yang telah Mengalami Kemunduran
Kontrol, vitamin priming dengan asam askorbat 20 ppm, vitamin priming dengan asam askorbat 20 ppm + minyak cengkeh 0.3%, vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm, vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 4%, osmoconditioning dengan KNO3 4% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, hydropriming, hydropriming + minyak cengkeh 0.3%
Vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, hydropriming + minyak cengkeh 0.3%
Percobaan 4. Pengaruh Perlakuan Invigorasi plus Minyak Cengkeh terhadap Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 selama Penyimpanan
Tiga lot benih dengan tanggal panen berbeda
Kontrol, vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, hydropriming + minyak cengkeh 0.3% Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, hydropriming + minyak cengkeh 0.3% berpotensi mempertahankan mutu fisiologis dan meningkatkan mutu patologis benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan 3 bulan
Gambar 1 Bagan alir penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas dan Vigor Benih Mutu benih merupakan sejumlah atribut dan karakter benih yang ditunjukkan secara individual maupun kelompok. Mutu benih merupakan faktor penentu keberhasilan pertanaman secara ekonomis. Mutu benih mencakup mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, dan kesehatan benih. Mutu fisiologis benih dapat diketahui melalui uji vigor dan uji viabilitas benih. Teknolog benih mengartikan bahwa viabilitas merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah normal, menjadi tanaman yang berproduksi normal dalam keadaaan biofisik lapangan yang serba optimum (Copeland dan McDonald 1995). Viabilitas benih merupakan daya hidup benih
5 yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom, atau garis viabilitas (Sadjad 1994). Vigor benih adalah kumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan penampilan benih atau lot benih selama proses perkecambahan dan munculnya kecambah. Tujuan pengujian vigor benih adalah untuk mempersiapkan informasi mengenai potensi nilai penanaman dalam kondisi lingkungan yang beragam dan luas serta memberikan informasi kualitas benih selama penyimpanan (ISTA 2011). Menurut Sadjad (1994) vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang produksi atau sesudah penyimpanan pada kondisi simpan suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum. Karakter yang sangat penting dari vigor benih adalah yang dimanifestasikan oleh kecepatan laju perkecambahan, keseragaman dari pertumbuhan dan daya tumbuh, serta kemampuan untuk tumbuh normal pada rentang kondisi yang luas.
Teknik Invigorasi dalam Peningkatan Kualitas Benih Menurut Khan dalam Ilyas (2012) terdapat berbagai teknik invigorasi benih pratanam, tetapi secara umum terbagi menjadi dua kategori, yaitu penyerapan air secara terkontrol dan tidak terkontrol. Penyerapan air secara terkontrol terdiri atas dua macam, yaitu osmoconditioning dan matriconditioning. Prinsip dasar osmoconditioning dan matriconditioning adalah mengatur pemasukan air ke dalam benih sehingga pemunculan radikula dapat dicegah untuk beberapa waktu sehingga fase aktivasi berlangsung lebih lama. Osmoconditioning adalah perbaikan fisiologi maupun biokimia pada benih selama penundaan perkecambahan dengan menggunakan medium imbibisi yang berpotensial osmotik rendah dengan potensial matrik dapat diabaikan. Larutan osmotik yang dapat digunakan untuk tujuan osmoconditioning adalah larutan polyethylene glycol atau larutan garam (Murray dan Wilson 1987). Efektivitas osmoconditioning ditentukan oleh jenis dan konsentrasi larutan yang digunakan serta lama perlakuan imbibisi. Respon benih yang diberi perlakuan berbeda untuk setiap spesies bahkan mungkin terjadi antar lot benih dari beberapa kultivar (Khan 1992). Keuntungan penggunaan beberapa larutan garam dalam osmoconditioning adalah dapat mensuplai benih dengan nitrogen dan hara esensial lain bagi sintesis protein selama perkecambahan, sedangkan kerugian yang dapat ditimbulkannya adalah terjadinya keracunan oleh garam (Copeland dan McDonald 1995). Perlakuan osmoconditioning dan matriconditioning dapat mempercepat kemunculan radikula, meningkatkan persentase perkecambahan dan laju pertumbuhan, dan perbaikan pada pertumbuhan bibit pada kondisi tanah yang tidak menguntungkan. Teknik invigorasi ini bertujuan untuk meningkatkan keserempakan tumbuh serta memperbaiki persentase kecambah normal dan pertumbuhan kecambah di lapangan (Khan dalam Ilyas 2012). Osmoconditioning dengan larutan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan daya berkecambah benih padi, berpengaruh positif terhadap kecepatan tumbuh benih, mempercepat proses pemunculan akar, dan pemanjangan akar (Madiki 1998). Farooq et al. (2007) mendapatkan hasil positif dari penggunaan CaCl2 dengan
6 potensial osmotik -1.25 MPa selama 24 jam sebagai osmohardening (hidrasidehidrasi berulang dengan larutan osmotik). Osmohardening dengan CaCl2 mampu meningkatkan produksi dan indeks panen padi, berkorelasi positif dengan persentase perkecambahan, bobot segar dan bobot kering kecambah. Penggunaan NaCl sebagai osmopriming benih bunga matahari mampu mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai perkecambahan 50%, meningkatkan energi perkecambahan, bahkan produksi achene (Hussain et al. 2006). Perlakuan KNO3 30 g/l selama 24 jam juga mampu secara nyata meningkatkan vigor empat kultivar benih tomat (Farooq et al. 2005).
Penggunaan Pestisida dalam Benih Bakterisida dan fungisida yang diaplikasikan pada benih dapat mengurangi infeksi patogen terbawa benih. Penelitian Rahmawati (2008), penggunaan bakterisida Agrept 20 WP (Ag) pada benih padi menunjukkan persentase daya hambat tertinggi terhadap infeksi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dibandingkan dua jenis bakterisida sintetis yang lain yaitu Nordox 56 WP (Nx) dan Plantomycin 7 SP, pada taraf konsentrasi 0.1% hingga 0.4%. Persentase daya hambat bakterisida sintetis cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Menurut Tsiantos dan Psallidas (2002), streptomycin sulphate merupakan bahan aktif yang efektif dalam pengendalian penyakit yang disebabkan bakteri seperti yang disebabkan Erwinia amylovlora pada tanaman pear. Perlakuan matriconditioning yang dikombinasikan dengan bakterisida (Agrept 0.2% atau minyak serai wangi 1%) mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi. Perlakuan matriconditioning plus bakterisida menunjukkan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, menurunkan T50, serta dapat menurunkan keberadaan Xanthomonas oryzae pv. oryzae terbawa benih padi hingga 100%. Perlakuan matriconditioning + Agrept 0.2% atau dikombinasikan dengan minyak serai wangi 1% dapat menghasilkan benih dengan mutu fisiologis dan kesehatan benih yang lebih baik dibanding perlakuan matriconditioning saja (Rahmawati 2008). Astuti (2009) melaporkan bahwa perlakuan benih dengan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% atau matriconditioning plus Benlox 0.1% efektif mengurangi tingkat infeksi Alternaria padwickii pada benih padi varietas Ciherang menjadi 0.5-7.0% dibandingkan kontrol 28.5%. Fiana (2010) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, minyak serai wangi 1%, Agrept 0.2% + Benlox 0.2% mampu mengurangi tingkat infeksi cendawan A. padwickii, F. moniliforme, Curvularia sp., D. oryzae serta bakteri X. oryzae pv. oryzae, X. campestris pv. oryzicola, A. avenae pv. oryzae terbawa benih padi.
7 Kemunduran Benih Selama Penyimpanan Salah satu permasalahan utama bagi produk hasil pertanian khususnya benih adalah kemunduran benih. Kemunduran benih merupakan suatu kejadian yang tidak dapat balik. Kemunduran benih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemunduran kronologis dan kemunduran fisiologis. Kemunduran benih yang disebabkan oleh waktu disebut sebagai kemunduran kronologis, sedangkan kemunduran fisiologis disebabkan oleh kondisi lingkungan selama penyimpanan (Copeland dan McDonald 2001). Ilyas (2012) mengemukakan bahwa benih merupakan organisme hidup yang selalu berespirasi sehingga benih akan kehilangan berat karena sebagian karbohidrat digunakan untuk respirasi. Selama penyimpanan, benih akan melakukan kesetimbangan antara air pada benih dengan RH lingkungan simpan. Dua faktor terpenting yang mempengaruhi periode hidup benih adalah kadar air dan suhu. Benih yang akan disimpan sebaiknya dikeringkan sampai kadar air optimum untuk mencegah perkecambahan dan mempertahankan mutu maksimum benih selama penyimpanan, karena jika tidak deteriorasi akan terjadi secara cepat akibat pertumbuhan maupun aktivitas mikroba dan pemanasan (suhu dan RH tinggi). Kemunduran benih dapat diartikan sebagai turunnya kualitas benih, sifat maupun viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor benih dan buruknya pertanaman serta menurunnya hasil. Kemunduran benih menyebabkan kemunduran mutu fisiologis yang mengakibatkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologi maupun kimiawi. Gejala benih yang telah mundur adalah menurunnya daya berkecambah, kemampuan untuk tumbuh pada kondisi suboptimum. Gejala kemunduran benih dapat diamati dari segi biokimia benih, seperti aktivitas enzim, tingkat respirasi, dan kebocoran metabolitnya (Widajati et al. 2013). Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa kemunduran benih merupakan proses kemunduran mutu fisiologis benih yang menimbulkan perubahan menyeluruh dalam benih, baik fisik, fisiologis, dan biokimia yang pada akhirnya akan menurunkan viabilitas benih. Benih yang telah mundur akan memiliki daya berkecambah benih yang menurun, penundaan perkecambahan, pertumbuhan kecambah yang lambat, kehilangan potensi tumbuh di lapang, menurunnya resistensi terhadap kondisi stres lingkungan, kehilangan hasil, dan meningkatnya jumlah kecambah abnormal.
8 3 EVALUASI PERLAKUAN INVIGORASI DALAM MENINGKATKAN MUTU FISIOLOGIS DAN KESEHATAN BENIH PADI HIBRIDA INTANI-2 YANG TELAH MENGALAMI KEMUNDURAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas perlakuan invigorasi yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 yang telah mengalami kemunduran. Penelitian terdiri atas tiga percobaan, yaitu (1) Evaluasi perlakuan invigorasi menggunakan bahan dan konsentrasi yang berbeda, (2) Uji fitotoksisitas pestisida sintetis dan nabati dan (3) Efektivitas perlakuan invigorasi plus minyak cengkeh dalam meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 yang telah mengalami kemunduran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi efektif digunakan sebagai perlakuan benih untuk meningkatkan viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran, tetapi tidak efektif untuk meningkatkan viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran lanjut. Benih dengan tingkat kemunduran berbeda memiliki respon yang berbeda setelah diberi perlakuan invigorasi. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm, osmoconditioning dengan KNO3 1% dan hydropriming dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor lot 1. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor benih lot 2. Minyak cengkeh konsentrasi 0.1-0.5% aman digunakan sebagai perlakuan benih karena tidak menyebabkan penurunan mutu fisiologis serta tidak menyebabkan klorosis pada daun. Perlakuan minyak cengkeh 1% nyata menurunkan indeks vigor dan daya berkecambah benih. Pestisida berupa Agrept 0.15% + Benlox 0.05% bersifat toksik terhadap kecambah yang menyebabkan daun mengalami klorosis. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% mampu mengurangi infeksi cendawan Fusarium sp. sebesar 64 dan 86%. Kata
kunci:
asam askorbat, hydropriming, osmoconditioning
KNO3,
minyak
cengkeh,
9 3 EVALUATION OF INVIGORATION TREATMENT TO IMPROVE SEED PHYSIOLOGICAL QUALITY AND HEALTH OF DETERIORATED INTANI-2 HYBRID RICE SEED ABSTRACT The purpose of this study was to evaluate the effectiveness of invigoration treatment to improve seed physiological quality and health of deteriorated Intani-2 hybrid rice seed. The research consisted of three experiments, (1) Evaluation of seed invigoration using different materials and concentrations, (2) Phytotoxicity test of synthetic and natural pesticides and (3) Effectiveness of seed invigoration plus clove oil to improve seed physiological quality and health of deteriorated Intani-2 hybrid rice seed. The result showed that seed invigoration was effective as seed treatment to increase viability on deteriorated Intani-2 hybrid rice seed, but was not effective to increase seed viability on further deteriorated Intani-2 hybrid rice seed. Seeds with different level of deterioration had different responses after invigoration treatment. Vitamin priming with ascorbic acid 10 ppm, osmoconditioning with KNO3 1% and hydropriming could be used to increase vigour index of lot 1. Vitamin priming with ascorbic acid 40 ppm could be used to increase vigour index of lot 2. Clove oil 0.1-0.5% did not reduce seed physiological quality and did not cause leaf chlorosis, therefore, these can be used for seed treatment. Clove oil 1% caused negative effect on vigour index and germination percentage. Agrept 0.15% + Benlox 0.05% was toxic on seed that caused leaf chlorosis. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3% and osmoconditioning with PEG -0.2 MPa +clove oil 0.3% were effective to reduce Fusarium sp. infection on rice seeds by 64 and 86%, respectively. Keywords: ascorbic acid, clove oil, hydropriming, KNO3, osmoconditioning
10 PENDAHULUAN Penggunaan benih unggul bermutu merupakan salah satu input dasar dalam perbanyakan tanaman. Benih yang memiliki vigor tinggi mampu bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan serta menghasilkan produksi yang tinggi. Penggunaan benih bermutu rendah akan meningkatkan biaya produksi di lapang serta menghasilkan produksi tanaman yang rendah. Benih yang mempunyai vigor dan viabilitas rendah menunjukkan penampilan kecambah yang buruk pada saat di pertanaman. Salah satu permasalahan utama bagi produk hasil pertanian khususnya benih adalah kemunduran benih. Benih yang mengalami kemunduran menunjukkan gejala-gejala yang khas. Copeland dan McDonald (2001) mencirikan bahwa benih yang telah mundur akan memiliki daya berkecambah benih yang menurun, penundaan perkecambahan, pertumbuhan kecambah yang lambat, kehilangan potensi tumbuh di lapang, menurunnya resistensi terhadap kondisi stress lingkungan, kehilangan hasil, dan meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Benih yang mengalami kemunduran menunjukkan viabilitas dan vigor benih yang rendah. Benih yang mutunya rendah masih dapat ditingkatkan viabilitas dan vigornya melalui perlakuan benih, yaitu dengan teknik invigorasi. Menurut Widajati et al. (2012) upaya meningkatkan mutu benih adalah dengan memberikan perlakuan priming atau preconditioning. Khan (1992) menyatakan bahwa invigorasi benih adalah upaya memperlakukan benih sebelum tanam dengan cara menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme di dalam benih sehingga benih siap berkecambah tetapi radikula belum muncul. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Perlakuan invigorasi baik dengan osmoconditioning, hydropriming, maupun matriconditioning merupakan beberapa metode yang efektif dalam invigorasi benih. Menurut Khan (1992) prinsip dasar osmoconditioning dan matriconditioning adalah mengatur pemasukan air ke dalam benih sehingga pemunculan radikula dapat dicegah untuk beberapa waktu sehingga fase aktivasi berlangsung lebih lama. Osmoconditioning adalah perbaikan fisiologi maupun biokimia pada benih selama penundaan perkecambahan dengan menggunakan medium imbibisi yang berpotensial osmotik rendah dengan potensial matrik dapat diabaikan. Sedangkan pada matriconditioning imbibisi air dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matrik rendah dan potensial osmotik dapat diabaikan. Patogen terbawa benih dapat menurunkan mutu benih. Patogen yang menginfeksi benih dapat berupa cendawan maupun bakteri. Beberapa cendawan dapat menginfeksi benih dan menyebabkan kematian benih. Cendawan yang banyak menginfeksi benih padi antara lain Alternaria padwickii, Fusarium moniliforme, Drechslera oryzae, dan Curvularia sp. (Islam et al. 2000; Fiana 2010). Benih yang terserang cendawan menunjukkan adanya kerusakan seperti aborsi benih, berkurangnya ukuran biji, pembusukan biji, pembentukan sklerotia atau stroma pada biji, nekrosa pada biji, pewarnaan pada biji, berkurangnya daya berkecambah, dan perubahan sifat fisiologi benih (Neegaard 1976). Bakteri
11 merupakan salah satu patogen terbawa benih selain cendawan. Bakteri seedborne dapat menimbulkan penyakit di pertanaman. Bakteri yang dapat menginfeksi benih padi antara lain Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola, Pseudomonas avenae, dan Acidovorax avenae pv. oryzae (Yukti 2009; Fiana 2010). Perlakuan invigorasi yang diintegrasikan dengan pestisida sintetik maupun pestisida nabati dapat menekan infeksi patogen terbawa benih. Bakterisida sintetik Agrept 20 WP mengandung bahan aktif streptomycin sulphate 20%. Streptomycin sulphate merupakan bahan aktif yang efektif dalam pengendalian penyakit yang disebabkan bakteri seperti Erwinia amylovlora pada tanaman pear (Tsiantos dan Psallidas 2002). Fungisida sintetik yang sering digunakan dalam menghambat pertumbuhan cendawan pada benih padi adalah Benlox. Bahan aktif yang terkandung dalam Benlox adalah benomyl 50%. Fiana (2010) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, minyak serai wangi 1%, Agrept 0.2% + Benlox 0.2% mampu mengurangi tingkat infeksi cendawan A. padwickii, F. moniliforme, Curvularia sp., D. oryzae serta bakteri X. oryzae pv. oryzae, X. campestris pv. oryzicola, A. avenae pv. oryzae terbawa benih padi. Pestisida nabati yang sudah terbukti dalam mengeliminasi patogen terbawa benih padi adalah minyak cengkeh dan minyak serai wangi. Pestisida nabati dapat diartikan sebagai pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Minyak cengkeh adalah salah satu pestisida nabati yang bersifat antibakteri dan antifungi karena mengandung bahan aktif eugenol (Kardinan 2002). Bahan alami seperti minyak cengkeh sebagai pestisida nabati dapat menekan pertumbuhan cendawan dan bakteri terbawa benih dikarenakan minyak cengkeh memiliki aktivitas biotik terhadap cendawan dan bakteri (Ueda et al. 1982). Perlakuan invigorasi pada benih padi hibrida Intani-2 belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas perlakuan invigorasi yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 yang telah mengalami kemunduran.
METODE Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan, yaitu (1) Evaluasi perlakuan invigorasi menggunakan bahan dan konsentrasi yang berbeda, (2) Uji fitotoksisitas pestisida sintetis dan nabati dan (3) Efektivitas perlakuan invigorasi plus minyak cengkeh dalam meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 yang telah mengalami kemunduran.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Quality Control Benih Tanaman Pangan dan Laboratorium Proteksi Tanaman, PT. BISI International Tbk, Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September hingga November 2012.
12 Percobaan 1. Evaluasi Perlakuan Invigorasi Menggunakan Bahan dan Konsentrasi yang Berbeda Sumber Benih Benih yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih yang telah mengalami kemunduran yang terdiri atas dua lot benih. Penggunaan benih yang telah mundur diharapkan mampu memperlihatkan respon yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang masih mempunyai viabilitas tinggi. Lot 1 dipanen pada tanggal 18 April 2009 dan lot 2 dipanen pada tanggal 30 November 2011. Benih lot 1 dan lot 2 masing-masing telah disimpan selama 41 bulan dan 10 bulan pada suhu 15 ± 2 oC dan RH 41 ± 2% sebelum digunakan. Lot 1 mempunyai daya berkecambah awal benih setelah panen 81.75%, sedangkan lot 2 mempunyai daya berkecambah benih awal setelah panen 70.75%.
Rancangan Percobaan Percobaan ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor empat ulangan. Perlakuan invigorasi yang digunakan adalah vitamin priming dengan asam askorbat (0, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm), osmoconditioning dengan KNO3 (0, 1, 2, 3, 4, dan 5%), osmoconditioning dengan PEG (0, -0.2, -0.5, -1.1, dan -1.8 MPa), hydropriming (air aquades), dan matriconditioning (arang sekam). Benih yang digunakan pada masing-masing ulangan sebanyak 30 gram benih. Analisis data menggunakan SAS dan diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Masing-masing lot benih yang digunakan dianalisis secara terpisah.
Perlakuan Invigorasi Benih tanpa perlakuan (kontrol) langsung dimasukkan ke dalam gelas plastik bening tanpa ada perlakuan khusus dan ditutup. Perlakuan invigorasi dengan vitamin priming, osmoconditioning dan hydropriming dilakukan dengan cara merendam benih di dalam larutan asam askorbat, KNO3, PEG, dan air aquades sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan. Perendaman dilakukan pada gelas plastik bening tanpa aerator. Perbandingan antara benih dan larutan priming adalah 1:1.5 (b/v). Perlakuan matriconditioning menggunakan media bubuk arang sekam. Bubuk arang sekam diperoleh dengan mengeringkan arang sekam selama 24 jam pada suhu 105oC dan kemudian dihaluskan hingga lolos saringan 500 µm. Rasio perlakuan matriconditioning yang digunakan antara benih:arang sekam:air adalah 1.0:0.8:1.2 (Ilyas et al. 2007). Matriconditioning dilakukan dengan cara melembabkan benih dengan air di dalam gelas plastik bening, kemudian ditambahkan bubuk arang sekam dan diaduk hingga benih terlapisi arang sekam secara merata, kemudian ditutup. Perlakuan invigorasi diinkubasi pada suhu 20-23 oC selama 20 jam. Setelah itu benih dicuci dengan air aquades dan diuji mutu fisiologisnya yaitu indeks
13 vigor (IV) dan daya berkecambah (DB) dengan menggunakan metode uji antar kertas (between paper) di dalam alat pengecambah benih (germinator).
Percobaan 2. Uji Fitotoksisitas Pestisida Sintetis dan Nabati Sumber Benih Benih yang digunakan dalam percobaan ini adalah lot benih yang dipanen pada tanggal 18 April 2009 (lot 1). Benih tersebut telah disimpan pada suhu 15 ± 2 oC dengan daya berkecambah benih awal setelah panen 81.75%. Lot benih ini dipilih karena berdasarkan percobaan sebelumnya menunjukkan hasil yang lebih responsif terhadap perlakuan invigorasi.
Rancangan Percobaan Percobaan ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor empat ulangan. Pestisida sintesis yang digunakan dalam percobaan ini adalah campuran Agrept dan Benlox dengan konsentrasi 0% (tanpa perlakuan), Agrept 0.3% + Benlox 0.2%, Agrept 0.25% + Benlox 0.15%, Agrept 0.2% + Benlox 0.1%, dan Agrept 0.15% + Benlox 0.05%. Pestisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dengan konsentrasi 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 1.0%. Minyak cengkeh yang digunakan mengandung 78% eugenol. Benih yang digunakan pada masing-masing ulangan sebanyak 30 gram benih. Analisis data menggunakan SAS dan diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pengujian Fitotoksisitas Pestisida Sintesis dan Nabati Pengujian fitoktosisitas dilakukan dengan cara merendam benih di dalam larutan Agrept dan Benlox atau minyak cengkeh sesuai dengan konsentrasi. Perbandingan antara benih dengan larutan pestisida adalah 1:1.5 (b/v). Perlakuan dengan minyak cengkeh ditambahkan Tween 0.2% sebagai emulsifier. Pengujian dilakukan dengan menggunakan gelas plastik bening tanpa aerator dan ditutup. Benih tanpa perlakuan langsung dimasukkan ke dalam wadah tanpa ada perlakuan khusus. Setelah itu benih diinkubasi pada suhu 20-23 oC selama 20 jam. Setelah 20 jam inkubasi, benih dicuci dengan air aquades dan diuji mutu fisiologisnya yaitu indeks vigor (IV) dan daya berkecambah (DB) dengan menggunakan metode uji antar kertas (between paper) di dalam alat pengecambah benih (germinator).
14 Percobaan 3. Efektivitas Perlakuan Invigorasi plus Minyak Cengkeh dalam Meningkatan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 yang telah Mengalami Kemunduran Sumber Benih Benih yang digunakan dalam percobaan ini adalah lot benih yang dipanen pada tanggal 18 April 2009 (lot 1). Benih tersebut telah disimpan pada suhu 15 ± 2 oC dengan daya berkecambah benih awal setelah panen 81.75%. Lot benih ini dipilih karena berdasarkan percobaan sebelumnya menunjukkan hasil yang lebih responsif terhadap perlakuan invigorasi.
Rancangan Percobaan Percobaan ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor empat ulangan. Perlakuan yang diuji terdiri atas 13 taraf, yaitu tanpa perlakuan, vitamin priming dengan asam askorbat 20 ppm, vitamin priming dengan asam askorbat 20 ppm + minyak cengkeh 0.3%, vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm, vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 4%, osmoconditioning dengan KNO3 4% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, hydropriming, hydropriming + minyak cengkeh 0.3%. Benih yang digunakan pada masing-masing ulangan sebanyak 30 gram benih. Analisis data menggunakan SAS dan diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Perlakuan Invigorasi Benih tanpa perlakuan (kontrol) langsung dimasukkan ke dalam gelas plastik bening tanpa ada perlakuan khusus dan ditutup. Perlakuan invigorasi dilakukan dengan cara merendam benih di dalam larutan asam askorbat 20 dan 40 ppm, KNO3 2 dan 4%, PEG -0.2 MPa, dan air aquades pada gelas plastik bening tanpa aerator baik dengan maupun tanpa penambahan minyak cengkeh 0.3%. Penambahan Tween 80 0.2% sebagai emulsifier diperlukan dalam pembuatan larutan stok minyak cengkeh. Perbandingan antara benih dan larutan adalah 1:1.5 (b/v). Perlakuan invigorasi diinkubasi pada suhu 20-23 oC selama 20 jam. Setelah 20 jam inkubasi, benih dicuci dengan air aquades dan diuji mutu fisiologisnya yaitu indeks vigor (IV) dan daya berkecambah (DB) dengan menggunakan metode uji antar kertas (between paper) di dalam alat pengecambah benih (germinator) serta kesehatan benihnya (bakteri dan cendawan).
15 Pengamatan Mutu Fisiologis Benih Pengujian mutu fisiologis benih meliputi pengujian indeks vigor dan daya berkecambah benih. Pengujian IV dan DB dilakukan dengan metode uji antar kertas (between paper). Benih ditanam diantara 3 lapis bagian bawah dan 3 lapis bagian atas kertas CD yang sebelumnya telah dibasahi dengan air aquades, kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam plastik. Benih dikecambahkan di dalam germinator pada suhu kamar. Pengujian indeks vigor dan daya berkecambah dilakukan dalam gulungan yang sama dengan masing-masing 100 butir benih setiap ulangan. Pengamatan IV dan DB dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal dengan cara sebagai berikut: 1. Indeks vigor merupakan vigor kecepatan tumbuh yang dinyatakan dalam satuan persen. Pengamatan IV didasarkan pada persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama, yaitu 5 hari setelah tanam (HST). Rumus yang digunakan adalah: IV (%) =
∑ KN hitungan I ∑ benih yang ditanam
100%
2. Daya berkecambah merupakan parameter viabilitas potensial yang dinyatakan dalam satuan persen. Pengamatan DB didasarkan pada persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (5 HST) dan kedua (7 HST). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: DB (%) =
∑ KN hitungan I + ∑ KN hitungan II x 100% ∑ benih yang ditanam
Kesehatan Benih Pengujian kesehatan benih meliputi pengujian cendawan dan bakteri terbawa benih. Pengujian cendawan dilakukan dengan menggunakan metode blotter test, yaitu menanam benih sebanyak 25 butir (masing-masing ulangan) pada media kertas CD yang telah disterilkan. Kertas CD steril yang digunakan sebanyak 4 lembar dan diberi air steril 5 ml. Identifikasi dilakukan setelah 7 hari inkubasi pada inkubator suhu kamar dengan penyinaran NUV (near ultra violet) 12 jam terang dan 12 jam gelap (Ilyas et al. 2007). Pengamatan dilakukan dengan mikroskop terhadap semua jenis cendawan terbawa benih dengan rumus: % Infeksi =
jumlah benih yang terinfeksi x 100% jumlah benih yang ditanam
Pengujian bakteri dilakukan dengan metode plate counting. Benih sebanyak 400 butir (setara 8.2 gram) dihancurkan dengan menggunakan mortar dan pestle. Benih yang digunakan sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit dan kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Pada saat penggerusan ditambahkan air steril (1,9 x berat 400 butir) dan dicukupkan volumenya sampai 50 ml. Hasil penggerusan diinkubasi selama 2 jam. Suspensi bakteri diambil dengan menggunakan pipet steril sebanyak 1 ml dan
16 dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya sudah diisi dengan 9 ml air steril, sehingga diperoleh suspensi baru dengan perbandingan (10-1). Cara ini diulang sebanyak empat kali sehingga didapatkan tingkat pengenceran 10-5. Selanjutnya dari pengenceran tersebut diambil 50µl suspensi dan ditabur pada media Wakimoto. Cawan petri diinkubasi dalam keadaaan terbalik pada suhu kamar selama 3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung berdasarkan karakter morfologinya (Ilyas et al. 2007). Rumus perhitungan koloni: Y = X.N.20 Keterangan: Y = jumlah bakteri per ml (cfu ml-1) X = jumlah rata-rata koloni per petri pada suatu tingkat pengenceran N = tingkat pengenceran 20 = jika per cawan petri ditabur 0.05 ml suspensi
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Evaluasi Perlakuan Invigorasi Menggunakan Bahan dan Konsentrasi yang Berbeda Hasil analisis ragam memperlihatkan adanya pengaruh yang berbeda pada kedua lot benih terhadap perlakuan yang diberikan. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat dan osmoconditioning dengan KNO3 berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih lot 1, tetapi pada lot 2 hanya perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat yang berpengaruh nyata. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG tidak berpengaruh nyata terhadap indeks vigor kedua lot benih. Perlakuan hydropriming nyata meningkatkan indeks vigor lot benih 1, tetapi tidak demikian dengan lot 2. Perlakuan matriconditioning tidak mampu meningkatkan indeks vigor benih pada kedua lot benih. Semua perlakuan invigorasi yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah pada kedua lot benih. Secara umum, perlakuan invigorasi yang diberikan menunjukkan hasil yang lebih responsif pada benih lot 1 baik pada parameter indeks vigor maupun daya berkecambah benih. Hal ini diduga bahwa lot benih dengan viabilitas yang lebih rendah lebih responsif terhadap perlakuan invigorasi dibandingkan benih dengan viabilitas yang lebih tinggi. Selain itu, benih lot 1 mempunyai daya berkecambah awal setelah panen lebih tinggi daripada benih lot 2, sehingga peningkatan vigor benih setelah perlakuan invigorasi lebih terlihat. Menurut Ilyas (2005) perlakuan invigorasi dapat meningkatkan penampilan benih yang telah mengalami kemunduran baik akibat deraan cuaca lapang saat panen, kondisi simpan, maupun serangan hama dan penyakit tanaman. Vitamin Priming dengan Asam Askorbat Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat sangat nyata meningkatkan indeks vigor kedua lot benih dan tidak berbeda nyata terhadap daya berkecambah pada kedua lot benih. Data analisis perlakuan vitamin priming disajikan pada Tabel 1.
17 Tabel 1 Pengaruh perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi Perlakuan Kontrol Asam askorbat 10 ppm Asam askorbat 20 ppm Asam askorbat 30 ppm Asam askorbat 40 ppm Asam askorbat 50 ppm Koefisien keragaman
x
Lot 1x y
IV (%) 52.75 b1 66.50 a 67.00 a 51.25 b 54.50 b 48.75 b 6.53%
DB (%) 64.75 69.75 72.00 62.25 66.75 61.75 5.90%
Lot 2 IV (%) DB (%) 62.50 bc 71.75 61.50 c 70.00 64.50 bc 70.50 69.00 ab 70.50 73.00 a 76.00 72.00 a 73.75 10.52% 8.75%
Lot 1 dipanen pada tanggal 18 April 2009 dan Lot 2 dipanen pada tanggal 30 November 2011. IV: Indeks vigor, DB: Daya berkecambah. 1 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. y
Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat dapat meningkatkan indeks vigor dan daya berkecambah benih pada kedua lot benih yang diuji, tetapi perlakuan vitamin priming hanya berpengaruh nyata pada parameter indeks vigor. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 20 ppm pada lot 1 mampu memberikan respon terbaik terhadap indeks vigor benih meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan asam askorbat 10 ppm. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm pada lot 2 menunjukkan nilai indeks vigor tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan asam askorbat 30 ppm dan 50 ppm. Perlakuan asam askorbat memberikan pengaruh yang positif terhadap indeks vigor pada kedua lot benih. Asam askorbat merupakan antioksidan artifisial yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan kecambah. Hasil penelitian Basra et al. (2006) pada benih padi menunjukkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm selama 48 jam mampu mempercepat waktu benih untuk berkecambah 50%, serta meningkatkan keseragaman perkecambahan, kecepatan tumbuh, daya berkecambah, panjang akar, panjang pumula, bobot basah dan bobot kering kecambah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dolatabadian dan Modarressanavy (2008) yang memperlihatkan bahwa perlakuan pratanam dengan asam askorbat dan pyridoxine pada benih Helianthus annus L. dan Brassica napus L. efektif dalam meningkatkan daya berkecambah benih, mencegah kerusakan protein dan peroksidasi lemak. Perlakuan asam askorbat lebih dari 20 ppm cenderung memberikan efek negatif terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih lot 1. Perlakuan asam askorbat 10 dan 20 ppm pada lot 1 sudah mampu meningkatkan perkecambahan dan jika konsentrasinya ditambah hingga 50 ppm akan memberikan efek inhibitor pada benih. Menurut Yullianida dan Murniati (2005) akumulasi asam askorbat yang tinggi pada benih dapat memberikan efek inhibitor. Osmoconditioning dengan KNO3 Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 sangat nyata meningkatkan indeks vigor benih lot 1, akan tetapi tidak berbeda nyata pada lot 2. Perlakuan ini tidak berbeda nyata terhadap parameter daya berkecambah pada kedua lot benih.
18 Tabel 2 Pengaruh perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi Perlakuan
Lot 1x y
Lot 2
Kontrol KNO3 1% KNO3 2% KNO3 3% KNO3 4% KNO3 5%
IV (%) 52.75 b1 66.50 a 61.75 a 66.00 a 69.25 a 63.25 a
DB (%) 64.75 70.25 65.75 71.25 74.25 66.75
IV (%) 62.50 65.50 75.00 66.00 66.75 67.00
DB (%) 71.75 66.75 78.00 67.75 69.25 69.00
Koefisien keragaman
8.21%
7.65%
7.87%
6.90%
Detil seperti Tabel 1.
Semua perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 mampu meningkatkan indeks vigor kedua lot benih, meskipun pada lot benih 2 tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Perlakuan KNO3 4% pada lot 1 merupakan perlakuan terbaik dengan indeks vigor mencapai 69.25% dibandingkan kontrol yang hanya 52.75% meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan invigorasi yang lain. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 1% sudah mampu meningkatkan indeks vigor benih lot 1. Indeks vigor benih dengan perlakuan KNO3 2% pada lot benih 2 lebih tinggi 12.5% dibandingkan kontrol. Pemberian KNO3 cukup efektif dalam meningkatkan indeks vigor benih tetapi tidak mampu meningkatkan daya berkecambah benih. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya pada benih summer squash (Cucurbita pepo L.) dimana perlakuan KNO3 2 atau 3% dan KNO3+KH2PO4 2 atau 3% mampu meningkatkan kemunculan bibit di lapang (seedling emergence) 93% dibanding kontrol yang hanya 72% (Mauromicale et al. 1994). Perlakuan priming pada benih tomat dengan KNO3 3% mampu mempercepat waktu kemunculan kecambah, kecepatan tumbuh, daya berkecambah, panjang akar, dan panjang plumula (Farooq et al. 2005). Perlakuan KNO3 2% pada lot benih 2 mampu meningkatkan daya berkecambah meskipun tidak berbeda dengan kontrol. Perlakuan KNO3 yang lain tidak mampu meningkatkan daya berkecambah benih bahkan justru terjadi penurunan. Pola respon yang berbeda ditunjukkan oleh daya berkecambah benih lot 1. Semua perlakuan KNO3 mampu meningkatkan daya berkecambah benih mekipun secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol. Menurut Widajati (1999) perlakuan benih dengan penambahan unsur K+ dapat meningkatkan daya berkecambah benih. K+ yang diintegrasikan ke dalam benih diduga berperan sebagai kofaktor enzim kinase dalam pembentukan ATP. Tingginya ATP akan meningkatkan sintesis makromolekul pada embrio yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Osmoconditioning dengan PEG Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan osmoconditioning dengan PEG tidak berbeda nyata pada kedua lot benih baik pada parameter indeks vigor maupun daya berkecambah benih. Data analisis disajikan pada Tabel 3.
19 Tabel 3
Pengaruh perlakuan osmocondittioning denngan PEG terhadap in ndeks vigor dan daya d berkeccambah ben nih padi
Perlaakuan
Lot 1x y
L Lot 2
Konntrol PEG -00.2 MPa PEG -00.5 MPa PEG -11.1 MPa PEG -11.8 MPa
IV (%)) 52.751 65.75 63.50 60.25 61.00
DB (%) 64 4.75 72 2.75 68 8.75 70 0.00 72 2.75
IV (%) 62.50 70.00 68.50 72.00 71.25
DB (% %) 71.75 5 72.25 5 69.50 0 74.50 0 73.00 0
Koefisien keragamann
6.44%
6.6 65%
9.64%
6.75% %
Detil seperrti Tabel 1.
Tabeel 3 mem mperlihatkaan bahwa perlakuan osmoconditioning dapat meningkattkan indekss vigor dann daya berk kecambah benih b pada kedua job yang diuji meskkipun secarra statistik tidak t berbeda nyata. Perlakuan P osmoconditio oning dengan menggunakann PEG -0.2 MPa pada lot 1 dapat meningkatkkan indeks vigor sebesar 244.6% meskipun tidak berbeda b nyaata dengan kontrol. k Perlakuan PEG G -1.1 MPa padaa lot 2 dapatt meningkattkan indekss vigor sebeesar 15.2%, tetapi kecam mbah yang diberi perlakuann ini menunnjukkan plu umula yang lebih pendek dibandin ngkan perlakuan PEG -0.2 MPa M (Gambbar 2).
mbar 2 Perfforma kecam mbah pada perlakuan p P PEG -0.2 MP Pa (a) dan PEG P Gam 1.1 MPa M (b) Osm moconditioning merupaakan salah satu metoode untuk iinvigorasi benih b dengan menggunakann larutan beerpotensial osmotik o renndah. Larutan osmotik yang dapat diggunakan unntuk tujuann osmocond ditioning addalah laruttan polyeth hylene glycol atauu larutan gaaram (Murraay dan Wilsson 1987) anntara lain C CaCl2, NaCll, KCl, dan KNO3 (Erinnoviita et al. 20008). Osmocconditioning dengan larutan PEG G -0.2 MPa dapaat meningkkatkan dayaa berkecam mbah benih padi, berppengaruh positif p terhadap kecepatan k t tumbuh bennih, mempercepat prooses pemunnculan akarr, dan pemanjanggan akar (M Madiki 19988).
20 Hydropriming dan Matriconditioning Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan hydropriming berpengaruh nyata terhadap parameter indeks vigor benih lot 1. Perlakuan matriconditioning tidak berbeda nyata pada kedua lot benih baik pada parameter indeks vigor maupun daya berkecambah. Tabel 4 Pengaruh perlakuan hydropriming dan matriconditioning terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi Perlakuan
Lot 1x y
Lot 2
Kontrol Hydropriming Matriconditioning
IV (%) 52.75 b1 66.25 a 58.50 ab
DB (%) 64.75 71.00 65.50
IV (%) 62.50 69.25 64.25
DB (%) 71.75 73.00 66.75
Koefisien keragaman
6.87%
7.35%
9.89%
7.72%
Detil seperti Tabel 1.
Perlakuan matriconditioning pada kedua lot benih belum mampu meningkatkan indeks vigor dan daya berkecambah benih padi hibrida Intani 2 secara signifikan. Peningkatan tetap terjadi, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini diduga karena perlakuan matriconditioning selama 20 jam pada suhu 20-23 oC belum mampu memperbaiki dan meningkatkan aktivitas metabolisme benih yang telah mengalami kemunduran. Selain itu, pencucian yang dilakukan sebelum benih dikecambahkan diduga menyebabkan bahan aktif yang terkandung dalam arang sekam ikut terbawa dan hilang dari benih. Perlakuan hydropriming (hidrasi tidak terkontrol) efektif diberikan pada benih-benih yang telah mengalami kemunduran. Perlakuan hydropriming nyata meningkatkan indeks vigor benih lot 1. Farooq et al. (2006a) menyatakan bahwa perlakuan hydropriming selama 48 jam dan 36 jam mampu meningkatkan secara signifikan indeks vigor dan daya berkecambah benih padi. Penelitian Farooq et al. (2006b) yang lain juga menunjukkan bahwa perlakuan hydropriming selama 24 jam merupakan perlakuan terbaik dalam mempercepat waktu kemunculan kecambah, meningkatkan rata-rata perkecambahan, dan bobot kering tajuk. Hasil percobaan 1 menunjukkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm, osmoconditioning dengan KNO3 1%, dan hydropriming dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor benih lot 1 dan perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor benih lot 2. Pada percobaan selanjutnya dipilih beberapa perlakuan yang akan digunakan, yaitu perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 20 dan 40 ppm, perlakuan osmosonditioning dengan KNO3 2 dan 4%, perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa, dan hydropriming. Penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi dari rekomendasi dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan adanya dampak negatif dari penggunaan minyak cengkeh dimana konsentrasi minyak cengkeh yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan mutu fisiologis benih.
21 Percobaan 2. Uji Fitotoksisitas Pestisida Sintetis dan Nabati Pengujian fitotoksisitas pestisida sintesis dan nabati selain dilakukan di laboratorium, dilihat juga penampilan kecambah di greenhouse. Pengujian skala greenhouse tidak untuk mengetahui viabilitas benih tetapi hanya untuk mengecek apakah pestisida yang diberikan bersifat toksik atau tidak terhadap pertumbuhan kecambah benih padi. Berdasarkan pengamatan terhadap penampilan kecambah di greenhouse, terlihat bahwa perlakuan pestisida sintesis dengan konsentrasi Agrept 0.15% + Benlox 0.05% sudah menunjukkan gejala toksik pada kecambah. Perlakuan Agrept dan Benlox tersebut memberikan gejala klorosis pada daun, sehingga pestisida sintesis tidak digunakan sebagai perlakuan pada percobaan selanjutnya (Gambar 3).
Gambar 3 Gejala klorosis pada perlakuan Agrept 0.15% dan Benlox 0.05% Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pestisida nabati berbeda nyata dengan kontrol baik untuk parameter indeks vigor, daya berkecambah dan kecambah abnormal + benih mati. Hasil percobaan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pestisida nabati pada konsentrasi 0.1% hingga 0.5% tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol pada parameter indeks vigor dan daya berkecambah benih. Hal ini berarti bahwa perlakuan minyak cengkeh konsentrasi 0.1% hingga 0.5% tidak bersifat toksik terhadap benih. Perlakuan minyak cengkeh 1% nyata menurunkan indeks vigor dan daya berkecambah benih. Penurunan indeks vigor maupun daya berkecambah dikarenakan adanya peningkatan jumlah kecambah abnormal + benih mati. Hasil penelitian Astuti (2009) perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% efektif meningkatkan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif serta dapat mengurangi sebesar 75.4-98.2% tingkat infeksi A. padwickii pada benih padi varietas Ciherang.
22 Tabel 5 Pengaruh perlakuan minyak cengkeh terhadap mutu benih padi Perlakuan
1
Kontrol Minyak cengkeh 0.1% Minyak cengkeh 0.2% Minyak cengkeh 0.3% Minyak cengkeh 0.4% Minyak cengkeh 0.5% Minyak cengkeh 1.0% Koefisien keragaman
Indeks vigor (%) 60.25 ab1 56.75 abc 58.50 abc 63.00 a 55.00 bc 57.00 abc 51.25 c 7.95%
Daya berkecambah (%) 69.25 a 67.75 a 67.25 a 73.50 a 66.25 ab 68.00 a 60.25 b 6.67%
Kecambah abnormal + Benih mati (%) 30.75 b 32.25 b 32.75 b 26.5 b 33.75 ab 32.00 b 39.75 a 13.8%
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Berdasarkan hasil percobaan, minyak cengkeh konsentrasi 0.3% tidak bersifat toksik pada benih terlihat dari nilai indeks vigor dan daya berkecambah benih yang tidak mengalami penurunan. Selain itu, pada percobaan skala greenhouse, minyak cengkeh konsentrasi 0.3% tidak menunjukkan adanya gejala klorosis pada kecambah. Untuk itu konsentrasi minyak cengkeh 0.3% akan dikombinasikan dengan perlakuan invigorasi benih pada percobaan selanjutnya dengan harapan penggunaan konsentrasi minyak cengkeh yang lebih tinggi dari 0.1% akan menghambat petumbuhan dan perkembangan yang lebih baik terhadap infeksi patogen tetapi tidak menyebabkan penurunan mutu fisiologis benih padi.
Percobaan 3. Efektivitas Perlakuan Invigorasi plus Minyak Cengkeh dalam Meningkatkan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Padi Hibrida Intani-2 yang telah Mengalami Kemunduran Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi benih tidak berbeda nyata terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi. Hasil analisis ragam disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi benih, baik yang dikombinasikan dengan minyak cengkeh maupun tanpa minyak cengkeh tidak mampu meningkatkan mutu fisiologis benih. Hal ini diduga karena benih yang digunakan dalam penelitian ini merupakan benih yang telah mengalami kemunduran dan tidak dapat pulih vigor sehingga perlakuan invigorasi tidak memberikan dampak apapun. Selain itu banyak dijumpai benih yang mati. Benih yang tidak dapat pulih vigor dan benih mati yang disebabkan benih telah mundur tidak dapat diperbaiki metabolisme dalam benihnya selama perlakuan invigorasi. Menurut Widajati et al. (2013) kemunduran benih merupakan proses yang tidak dapat balik, artinya benih yang mutunya sudah rendah tidak dapat dinaikkan lagi. Upaya peningkatan mutu benih dengan teknologi invigorasi hanya meningkatkan potensi benih untuk dapat berkecambah, tidak meningkatkan mutu fisiologis sesungguhnya dari benih tersebut.
23 Tabel 6
1
Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap indeks vigor dan daya berkecambah benih padi Perlakuan
Indeks vigor (%)
Daya berkecambah (%)
Kontrol Asam askorbat 20 ppm Asam askorbat 20 ppm + MC Asam askorbat 40 ppm Asam askorbat 40 ppm + MC KNO3 2% KNO3 2% +MC KNO3 4% KNO3 4% + MC PEG -0.2 MPa PEG -0.2 MPa + MC Hydropriming Hydropriming + MC Koefisien keragaman
60.751 63.50 63.75 62.75 65.75 67.25 60.75 67.00 61.00 58.75 64.00 62.25 61.25 10.07%
69.25 71.50 71.75 71.50 73.75 73.25 71.00 73.50 70.00 69.50 74.00 70.00 70.50 8.04%
Angka-angka pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Perlakuan invigorasi benih berpengaruh sangat nyata terhadap infeksi cendawan Fusarium sp., tetapi tidak berbeda nyata terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. dan bakteri Xanthomonas sp. Hasil analisis ragam disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap infeksi patogen terbawa benih padi Benih terinfeksi Populasi Perlakuan Fusarium sp. Aspergilus sp. Xanthomonas sp. (106 cfu ml-1) (%) (%)
1
Kontrol Asam Askorbat 20 ppm Asam Askorbat 20 ppm + MC Asam Askorbat 40 ppm Asam Askorbat 40 ppm + MC KNO3 2% KNO3 2% + MC KNO3 4% KNO3 4% + MC PEG -0.2 MPa PEG -0.2 MPa + MC Hydropriming Hydropriming + MC Koefisien keragaman
14.00 ab1 15.00 ab 11.00 abc 16.00 ab 7.00 bcd 7.00 bcd 5.00 cd 10.00 abc 10.00 abc 8.00 abcd 2.00 d 18.00 a 11.00 abc 9.73%
4.00 6.00 4.00 7.00 5.00 1.00 3.00 2.00 4.00 4.00 8.00 6.00 6.00 11.83%
3.4 3.2 3.0 3.3 2.9 3.3 2.8 3.5 2.9 3.6 2.8 3.4 2.9 4.42%
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
24 Benih yang hanya diberi perlakuan invigorasi tanpa penambahan minyak cengkeh cenderung terinfeksi cendawan Fusarium sp. lebih banyak dibandingkan dengan benih yang diberi perlakuan invigorasi plus minyak cengkeh. Sedangkan infeksi cendawan Aspergilus sp. tidak berbeda antara benih yang diberi penambahan minyak cengkeh maupun yang tidak (Tabel 7). Contoh spora cendawan Aspergilus sp. dan Fusarium sp. dapat dilihat pada Gambar 4.
a
b
Gambar 4 Cendawan Aspergilus sp. (a) dan Fusarium sp. (b) yang ditemukan pada benih padi Penggunaan pestisida nabati dapat digunakan untuk mereduksi infeksi patogen terbawa benih, akan tetapi tidak boleh berbahaya bagi benih. Minyak cengkeh yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai kandungan eugenol 78%. Minyak cengkeh yang digunakan berfungsi sebagai fungisida dan bakterisida. Minyak cengkeh mampu menekan pertumbuhan cendawan dan mematikan cendawan. Banyak penelitian yang sudah dilakukan mengenai efektivitas penggunaan minyak cengkeh dalam menurunkan tingkat infeksi patogen terbawa benih. Fiana (2010) melaporkan konsentrasi minyak cengkeh 0.25% secara in vitro mampu menghambat 100% pertumbuhan cendawan Alternaria padwickii, Fusarium moniliforme dan Drechslera oryzae. Berdasarkan hasil uji lanjut terlihat bahwa ada dua perlakuan invigorasi yang mampu mengurangi tingkat infeksi cendawan Fusarium sp. yaitu perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% (Tabel 7). Perlakuan invigorasi baik dengan maupun tanpa penambahan minyak cengkeh 0.3% tidak dapat mengurangi tingkat infeksi bakteri pada benih padi hibrida Intani-2. Perlakuan perendaman dengan bahan larutan tertentu untuk tujuan invigorasi diduga memberikan kondisi lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan bakteri selama proses invigorasi karena kondisi benih yang basah terendam larutan. Penambahan minyak cengkeh diduga hanya mampu menekan pertumbuhan bakteri tetapi tidak mampu mengurangi tingkat infeksi bakteri yang telah terinfestasi di dalam benih sebelum perlakuan. Menurut Fiana (2010) minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.5% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae hingga 100% secara in vitro. Koloni bakteri yang ditemukan pada percobaan ini adalah 106 cfu ml-1 sehingga bakteri Xanthomonas sp. yang ditemukan pada percobaan ini diduga
25 dapat menyebabkan gejala penyakit di lapangan. Xie dan Mew (1998) menyatakan bahwa konsentrasi inokulum Xanthomonas oryzae pv. oryzicola yang dapat menyebabkan gejala penyakit streak adalah 103 cfu ml-1. Contoh isolat murni bakteri Xanthomonas sp. dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Isolat murni bakteri Xanthomonas sp. terbawa benih pada media Wakimoto Berdasarkan hasil percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa perlakuan benih yang akan digunakan dalam percobaan 3 adalah vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3%. Perlakuan benih dengan beberapa bahan invigorasi tersebut dipilih karena tidak menyebabkan benih mengalami penurunan nilai mutu fisiologis serta adanya penambahan konsentrasi minyak cengkeh 0.3% diharapkan mampu menekan pertumbuhan patogen di dalam benih baik selama proses invigorasi maupun selama periode simpan.
KESIMPULAN Benih yang telah mengalami kemunduran dapat ditingkatkan viabilitasnya dengan perlakuan invigorasi benih. Benih dengan tingkat kemunduran berbeda memiliki respon yang berbeda setelah diberi perlakuan. Benih lot 1 lebih responsif terhadap perlakuan invigorasi dibandingkan dengan benih lot 2. Viabilitas awal benih setelah panen juga menentukan tingkat responsif benih terhadap perlakuan invigorasi. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm, osmoconditioning dengan KNO3 1%, dan hydropriming dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor benih lot 1. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm dapat digunakan untuk meningkatkan indeks vigor benih lot 2. Pestisida sintesis berupa Agrept dan Benlox dengan konsentrasi masingmasing 0.15% dan 0.05% bersifat toksik terhadap kecambah benih padi Intani-2. Kecambah yang toksik mengalami klorosis. Perlakuan minyak cengkeh konsentrasi 0.1% hingga 0.5% tidak bersifat toksik terhadap benih. Perlakuan minyak cengkeh 1% nyata menurunkan indeks vigor dan daya berkecambah benih.
26 Perlakuan invigorasi yang mampu mengurangi tingkat infeksi cendawan Fusarium sp. yaitu perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dengan masing-masing penurunan tingkat infeksi sebesar 64 dan 86%. Perlakuan invigorasi baik dengan maupun tanpa penambahan minyak cengkeh 0.3% tidak dapat menurunkkan tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. dan bakteri Xanthomonas sp. Berdasarkan percobaan ini didapatkan data bahwa koloni bakteri yang ditemukan adalah 106 cfu ml-1 sehingga bakteri Xanthomonas sp. tersebut diduga dapat menyebabkan gejala penyakit di lapangan.
27 4 PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI PLUS MINYAK CENGKEH TERHADAP MUTU FISIOLOGIS DAN KESEHATAN BENIH PADI HIBRIDA INTANI-2 SELAMA PENYIMPANAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi terhadap mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan. Benih padi Intani-2 yang digunakan terdiri atas tiga lot benih. Lot 1 dipanen tanggal 30 Juni 2012, lot 2 dipanen tanggal 29 September 2012 dan lot 3 dipanen tanggal 2 November 2012. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% efektif meningkatkan indeks vigor benih lot 2 dan 3 pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan indeks vigor pada benih lot 1 pada periode simpan 3 bulan. Semua perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan kecepatan tumbuh pada periode simpan 0 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menekan infeksi cendawan Aspergilus sp. pada periode simpan 0 dan 1 bulan dengan persentase penurunan tingkat infeksi berkisar antara 28-52%. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% menghambat pertumbuhan bakteri Xanthomonas sp. pada periode simpan 0, 2 dan 3 bulan dengan besar penghambatan sebesar 52.158.7%. Kata
kunci:
asam askorbat, hydropriming, osmoconditioning
KNO3,
minyak
cengkeh,
28 4 EFFECT OF INVIGORATION TREATMENT PLUS CLOVE OIL ON SEED PHYSIOLOGICAL QUALITY AND HEALTH OF INTANI-2 HYBRID RICE SEED DURING STORAGE ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of seed invigoration plus clove oil on seed physiological quality and health of Intani-2 hybrid rice seed during storage. Three seeds lot of Intani-2 rice seed were used. Seed lot 1, 2 and 3 were harvested on 30 June 2012, 29 September 2012 and 2 November 2012, respectively. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3% was effective to increase vigour index of seed lot 2 and 3 for up to 3 months of storage. Osmoconditioning with PEG -0.2 MPa + clove oil 0.3% was effective to increase vigour index of seed lot 1 for up to 3 months of storage. All seed invigoration increased speed of germination before storage. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3% and hydropriming + clove oil 0.3% suppressed Fusarium sp. infection at 1 month storage by 51.5% and 33.1%, respectively. Osmoconditioning with KNO3 2% + clove oil 0.3%, osmoconditioning with PEG -0.2 MPa + clove oil 0.3% and hydropriming + clove oil 0.3% were effective to reduce Aspergilus sp. infection on rice seeds by 28-52% monitored at 0 and 1 months storage. Vitamin priming with ascorbic acid 40 ppm + clove oil 0.3% and osmoconditioning with PEG -0.2 MPa + clove oil 0.3% were effective to reduce Xanthomonas sp. infection on rice seeds by 52.1-58.7% monitored at 0, 2 and 3 months storage. Keywords: ascorbic acid, clove oil, hydropriming, KNO3, osmoconditioning
29 PENDAHULUAN
Usaha mempertahankan mutu benih selama penyimpanan merupakan salah satu cara untuk menjaga agar mutu benih tetap tinggi. Akan tetapi kemunduran benih selama penyimpanan pasti terjadi. Benih yang disimpan pada kondisi lingkungan simpan yang tidak terkendali akan mempercepat proses kemunduran benih. Menurut Copeland dan McDonald (2001) kemunduran benih merupakan suatu kejadian yang tidak dapat balik. Kemunduran benih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemunduran kronologis dan kemunduran fisiologis. Kemunduran benih yang disebabkan oleh waktu disebut sebagai kemunduran kronologis, sedangkan kemunduran fisiologis disebabkan oleh kondisi lingkungan selama penyimpanan. Kemunduran benih dapat diartikan sebagai turunnya kualitas benih, sifat maupun viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor benih dan jeleknya pertanaman serta menurunnya hasil. Kemunduran benih menyebabkan kemunduran mutu fisiologis yang mengakibatkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologi maupun kimiawi. Gejala benih yang telah mundur adalah menurunnya daya berkecambah serta kemampuan untuk tumbuh pada kondisi suboptimum. Gejala kemunduran benih dapat diamati dari segi biokimia benih, seperti aktivitas enzim, tingkat respirasi, dan kebocoran metabolitnya (Widajati et al. 2013). Benih yang sudah beredar di pasar tidak selalu segera digunakan oleh petani sebagai bahan tanaman. Benih seringkali masih berada di kios-kios untuk jangka waktu yang relatif lama. Selama berada di kios penjual benih, benih mendapat cekaman kondisi lingkungan simpan yang tidak terkendali. Hal ini menyebabkan kemunduran benih berlangsung lebih cepat dibanding dengan benih yang disimpan pada suhu dan kelembaban yang terkendali. Selain itu, adanya infeksi patogen dalam benih menyebabkan proses kemunduran berlangsung lebih cepat. Patogen tertentu yang menginfeksi benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih. Pada umumnya benih yang terserang patogen akan mengalami kemunduran mutu lebih cepat dibanding benih sehat. Benih dikatakan sehat jika benih tersebut tidak terinfeksi patogen, baik oleh cendawan, bakteri, virus, maupun nematoda. Beberapa cendawan dapat menginfeksi benih dan menyebabkan kematian benih. Laju kemunduran benih selama penyimpanan dapat diperlambat dengan perlakuan invigorasi. Sedangkan infeksi patogen pada benih dapat diatasi dengan memberikan pestisida nabati sebagai perlakuan benih. Pestisida nabati yang dapat digunakan sebagai bahan protektan bagi benih adalah minyak cengkeh. Menurut Kardinan (2002) minyak cengkeh dapat bekerja sebagai insektisida, fungisida, bakterisida, dan pemikat serangga karena banyak mengandung senyawa aktif eugenol. Minyak cengkeh bersifat fungistatik dan fungisidal karena mampu menekan pertumbuhan cendawan dan mematikan cendawan. Perlakuan benih dengan teknik invigorasi yang diintegrasikan dengan pestisida nabati seperti minyak cengkeh diharapkan mampu menjaga agar benih tetap menunjukkan viabilitas yang tinggi serta adanya penghambatan terhadap perkembangan patogen di dalam benih selama penyimpanan hingga benih sampai di petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
30 invigorasi terhadap mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Quality Control Benih Tanaman Pangan dan Laboratorium Proteksi Tanaman, PT. BISI International Tbk, Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 hingga April 2013.
Sumber Benih Benih yang digunakan pada percobaan ini terdiri atas tiga lot benih dengan tanggal panen berbeda. Perbedaan tanggal panen menunjukkan bahwa benih yang digunakan berbeda tingkat kemunduran benihnya. Lot 1 dipanen tanggal 30 Juni 2012, lot 2 dipanen tanggal 29 September 2012 dan lot 3 dipanen tanggal 2 November 2012. Benih tersebut telah disimpan selama 6 bulan (lot 1), 3 bulan (lot 2) dan 1 bulan (lot 3) pada suhu 15 ± 2 oC sebelum digunakan. Benih yang digunakan merupakan benih dengan viabilitas awal tinggi > 85%. Perbedaan tanggal panen benih yang berbeda bertujuan untuk mengetahui keefektivan perlakuan benih pada periode sebelum simpan (prestorage) dan di tengah periode simpan (midstorage).
Rancangan Percobaan Percobaan dirancang menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dengan empat ulangan. Tiga lot benih sebagai petak utama dan 5 perlakuan invigorasi sebagai anak petak. Perlakuan invigorasi terdiri atas 5 perlakuan, yaitu kontrol (tanpa perlakuan), vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%, hydropriming + minyak cengkeh 0.3%. Benih yang digunakan pada masing-masing ulangan sebanyak 210 gram benih. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan SAS dan apabila terdapat perlakuan yang berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Perlakuan Invigorasi Benih tanpa perlakuan (kontrol) langsung dimasukkan ke dalam gelas plastik bening tanpa ada perlakuan khusus dan ditutup. Perlakuan invigorasi dilakukan dengan cara merendam benih di dalam larutan asam askorbat 40 ppm,
31 KNO3 2%, PEG -0.2 MPa, dan air aquades pada gelas plastik bening tanpa aerator dan ditambahkan minyak cengkeh 0.3%. Penambahan Tween 80 0.2% sebagai emulsifier diperlukan dalam pembuatan larutan stok minyak cengkeh. Perbandingan antara benih dan larutan adalah 1:1.5 (b/v). Perlakuan invigorasi diinkubasi pada suhu 20-23 oC selama 20 jam. Kadar air benih setelah perlakuan invigorasi berada pada kisaran 21.9-27.3%. Setelah 20 jam inkubasi, benih dicuci dengan air aquades dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven suhu 40 oC selama 1 jam (Gurusinghe et al. 2002) dan dilanjutkan suhu 35 o C selama 2 x 24 jam hingga benih mencapai kadar air standar peraturan pemerintah yaitu maksimal 13%. Benih yang telah mencapai kadar air standar kemudian dimasukkan ke dalam plastik polyethylene 0.1mm dan ditutup rapat mengunakan alat sealer. Benih yang sudah dikemas disimpan pada suhu kamar (suhu 28-31 °C dan RH 40-60%) selama 3 bulan. Selama penyimpanan benih dilakukan pengujian terhadap mutu fisiologis, yaitu indeks vigor (IV), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), serta bobot kering kecambah normal (BKKN) dan kesehatan benih (cendawan dan bakteri) serta kadar air benihnya setiap bulan.
Pengamatan Kadar Air Benih Pengukuran kadar air benih dilakukan setiap bulan. Kadar air benih diukur dengan menggunakan metode oven suhu tinggi konstan. Benih sebanyak 4.5-5.0 gram dihaluskan dengan grinder dan dimasukkan ke dalam oven suhu tinggi (130133 oC) selama 2 jam ± 6 menit. KA % =
bobot benih sebelum dioven - bobot benih setelah dioven x100% bobot benih sebelum dioven
Mutu Fisiologis Benih Pengujian mutu fisiologis benih meliputi pengujian IV, DB, KCT, dan BKKN. Pengujian mutu fisiologis dilakukan dengan metode uji antar kertas (between paper). Benih ditanam diantara 3 lapis bagian bawah dan 3 lapis bagian atas kertas CD yang sebelumnya telah dibasahi dengan air aquades, kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam plastik. Benih dikecambahkan di dalam germinator pada suhu kamar. Benih yang digunakan masing-masing sebanyak 100 benih setiap ulangan untuk pengujian IV, DB dan KCT. Sedangkan untuk pengujian bobot kering kecambah normal terdiri atas dua gulungan masingmasing 50 benih. Pengamatan IV, DB, KCT, dan BKKN dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal dengan cara sebagai berikut: 1. Indeks vigor merupakan vigor kecepatan tumbuh yang dinyatakan dalam satuan persen. Pengamatan IV didasarkan pada persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama, yaitu 5 hari setelah tanam (HST). Rumus yang digunakan adalah: IV (%) =
∑ KN hitungan I x 100% ∑ benih yang ditanam
32 2. Daya berkecambah merupakan parameter viabilitas potensial yang dinyatakan dalam satuan persen. Pengamatan DB didasarkan pada persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (5 HST) dan kedua (7 HST). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: DB (%) =
∑ KN hitungan I+ ∑ KN hitungan II x 100% ∑ benih yang ditanam
3. Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan nilai pertambahan perkecambahan (persentase kecambah normal) setiap hari pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. t=7 -1
KCT % etmal
=
di i=1
Keterangan: i = kurun waktu perkecambahan (selama 7 hari) d = tambahan persentase kecambah normal per etmal (24 jam) 4. Bobot kering kecambah normal merupakan parameter viabilitas potensial yang dinyatakan dalam gram. Penghitungan BKKN dilakukan pada akhir pengamatan. Seluruh kecambah normal dipisahkan dari kecambah abnormal dan mati. Kemudian dibungkus dengan kertas amplop dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C selama 72 jam. Setelah itu masukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobotnya. Kesehatan Benih Pengujian kesehatan benih meliputi pengujian cendawan dan bakteri terbawa benih. Pengujian cendawan dilakukan dengan menggunakan metode blotter test, yaitu menanam benih sebanyak 25 butir (masing-masing ulangan) pada media kertas CD yang telah disterilkan. Kertas CD steril yang digunakan sebanyak 4 lembar dan diberi air steril 5 ml. Identifikasi dilakukan setelah 7 hari inkubasi pada inkubator suhu kamar dengan penyinaran NUV (near ultra violet) 12 jam terang dan 12 jam gelap (Ilyas et al. 2007). Pengamatan dilakukan dengan mikroskop terhadap semua jenis cendawan terbawa benih dengan rumus: % Infeksi =
jumlah benih yang terinfeksi x 100% jumlah benih yang ditanam
Pengujian bakteri dilakukan dengan metode plate counting. Benih sebanyak 400 butir (setara 8.2 gram) dihancurkan dengan menggunakan mortar dan pestle. Benih yang digunakan sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit dan kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Pada saat penggerusan ditambahkan air steril (1,9 x berat 400 butir) dan dicukupkan volumenya sampai 50 ml. Hasil penggerusan diinkubasi selama 2 jam. Suspensi bakteri diambil dengan menggunakan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya sudah diisi dengan 9 ml air steril, sehingga diperoleh suspensi baru dengan perbandingan (10-1). Cara ini
33 diulang sebanyak empat kali sehingga didapatkan tingkat pengenceran 10-5. Selanjutnya dari pengenceran tersebut diambil 50µl suspensi dan ditabur pada media Wakimoto. Cawan petri diinkubasi dalam keadaaan terbalik pada suhu kamar selama 3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung berdasarkan karakter morfologinya (Ilyas et al. 2007). Rumus perhitungan koloni: Y = X.N.20 Keterangan: Y = jumlah bakteri per ml (cfu ml-1) X = jumlah rata-rata koloni per petri pada suatu tingkat pengenceran N = tingkat pengenceran 20 = jika per cawan petri ditabur 0.05 ml suspensi
HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata kadar air benih selama periode simpan 3 bulan masih baik, yaitu di bawah 12%. Kriteria kadar air benih padi pada percobaan ini masih berada dalam kisaran standar pemerintah, yaitu maksimal kadar air 13% (Tabel 8). Tabel 8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap kadar air (%) benih padi selama periode simpan 3 bulan Lot benih
x
S0x
1y 2 3
11.1 Aa5 10.6 Ab 9.9 Bb
1 2 3
11.1 Aab 10.5 BCb 10.1 Cb
1 2 3
11.3 Aab 10.7 BCb 10.5 Cb
1 2 3
11.5 Aab 10.9 BCb 10.6 Cb
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 1 Periode simpan 0 bulan 11.4 Aa 10.8 Aa 11.0 Aa 11.1 Aab 10.7 Ab 11.6 Aa 11.3 Aa 10.8 Aa 11.2 Aa Periode simpan 1 bulan2 11.1 Aab 10.9 Ab 11.1 Aab 11.0 Aa 11.0 Aa 11.2 Aa 11.1 Aa 11.0 Aa 11.1 Aa 3 Periode simpan 2 bulan 11.5 Aa 11.0 Ab 11.3 Aab 11.3 Aa 11.2 Aa 11.5 Aa 11.3 Aa 11.2 Aa 11.2 Aa 4 Periode simpan 3 bulan 11.7 Aa 11.2 Ab 11.5 Aab 11.6 Aa 11.4 Aa 11.5 Aa 11.5 Aa 11.3 Aa 11.4 Aa
S4 11.4 Aa 11.3 Aab 11.3 Aa 11.5 Aa 11.4 Aa 11.4 Aa 11.4 Aa 11.5 Aa 11.6 Aa 11.5 Aab 11.5 Aa 11.7 Aa
S0 (tanpa perlakuan), S1 (vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%), S2 (osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%), S3 (osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%), S4 (hydropriming + minyak cengkeh 0.3%). y Lot 1, lot 2, dan lot 3 dipanen pada tanggal 30 Juni 2012, 29 September 2012, dan 2 November 2012, dengan umur simpan sebelum digunakan masing-masing 6, 3, dan 1 bulan. 1 KK: 4.25%, 2KK: 2.70%, 3KK: 2.10%, 4KK: 2.41%. 5 Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil (antar perlakuan invigorasi) yang sama pada baris dan huruf besar (antar lot benih) yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
34 Tabel 8 menunjukkan bahwa kemasan benih berupa plastik polyethylene mampu menjaga kadar air benih selama periode simpan 3 bulan dari pengaruh uap air di lingkungan sekitar penyimpanan. Menurut Tatipata et al. (2004) benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 8% dan 10% di dalam kantong plastik polietilen dan kantong aluminium foil dapat mempertahankan mutu yang tetap tinggi selama penyimpanan 6 bulan. Benih yang disimpan untuk jangka waktu yang lama perlu mempertimbangkan kemasan benih yang digunakan. Kemasan yang tepat dapat mempertahankan kadar air benih tetap stabil selama penyimpanan dengan cara menjaga interaksi antara udara di dalam benih dengan lingkungan sekitar serta melindungi benih dari kerusakan akibat hama gudang. Plastik polietilen merupakan salah satu bahan kemasan benih yang bersifat resisten terhadap kelembaban. Kemasan plastik polietilen sebagai kemasan yang aman untuk penyimpanan benih caisim dalam kondisi ruang AC karena dapat menjaga kadar air benih dengan baik (Rahayu dan Widajati 2007). Kadar air benih selama penyimpanan mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini dikarenakan benih selalu mengadakan kesetimbangan dengan uap air lingkungan tempat menyimpan benih. Menurut Justice dan Bass (2002) benih akan selalu mengadakan kesetimbangan kadar air dengan udara yang ada di sekitar benih. Kesetimbangan kadar air akan terjadi jika tidak ada lagi uap air yang bergerak dari udara ke dalam benih atau uap air yang bergerak dari benih ke udara sekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena benih mempunyai sifat higroskopis.
Mutu Fisiologis Benih Pengujian mutu fisiologis benih merupakan salah satu cara untuk mendeteksi viabilitas benih. Viabilitas potensial dan vigor merupakan parameter viabilitas benih. Kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal pada kondisi optimum disebut viabilitas potensial. Vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi suboptimum. Viabilitas potensial benih dapat diukur menggunakan tolok ukur daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal. Vigor benih yang tergolong vigor kekuatan tumbuh dapat dideteksi melalui indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih. Pengujian mutu fisiologis benih dilakukan dengan menabur benih pada media kertas CD lembab dengan menggunakan metode between paper dan dikecambahkan dalam germinator. Indeks Vigor Benih Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lot benih berpengaruh nyata terhadap indeks vigor benih pada periode simpan 0, 1 dan 2 bulan. Perlakuan invigorasi berpengaruh sangat nyata terhadap indeks vigor benih selama periode simpan 2 bulan. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi nyata pada periode simpan 3 bulan. Lot 1 merupakan lot benih yang lebih mundur disusul oleh lot 2 dan lot 3. Lot 1 mempunyai indeks vigor tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan lot 2, akan tetapi nyata berbeda dengan lot 1. Secara umum, indeks vigor benih mengalami penurunan hingga periode simpan 3 bulan. Indeks vigor benih lot 3
35 selalu menunjukkan nilai yang lebih tinggi dan konsisten dari periode sebelum simpan (0 bulan) hingga periode simpan 2 bulan dan berbeda nyata dengan lot 1 (Tabel 9). Tabel 9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap indeks vigor (%) benih padi selama periode simpan 3 bulan Perlakuan invigorasi (S) S0 S1 S2 S3 S4 Periode simpan 0 bulan1 y 1 68.25 78.25 74.75 77.00 63.50 72.50 82.75 77.25 73.50 73.25 2 74.50 79.75 78.25 79.75 72.50 3 80.25 a 76.75 a 76.75 a 69.75 b Rata-rata 71.75 b5 Periode simpan 1 bulan2 62.00 65.00 71.25 64.75 60.75 1 61.00 64.25 74.00 63.00 71.25 2 65.50 68.00 73.25 66.00 70.25 3 65.75 bc 72.83 a 64.58 bc 67.42 b Rata-rata 62.83 c Periode simpan 2 bulan3 59.50 63.25 71.00 63.25 74.25 1 65.25 64.25 77.25 66.00 74.25 2 66.00 68.25 78.25 68.00 77.50 3 65.25 b 75.50 a 65.75 b 75.33 a Rata-rata 63.58 b 4 Periode simpan 3 bulan 5 64.50 Ab 67.50 Aab 68.75 Bab 73.50 Aa 69.25 Aab 1 64.75 Ab 65.00 Ab 76.75 Aa 66.00 Bb 71.75 Aab 2 65.75 Ab 69.75 Ab 78.50 Aa 69.25 ABb 72.00 Aab 3 Lot benih
1
x
Rata-rata 72.35 B5 75.85 A 76.95 A
64.75 B 66.70 AB 68.60 A
66.25 B 69.40 AB 71.60 A
KK: 6.09%, 2KK: 5.82%, 3KK: 7.78%, 4KK: 1.19%. Detil seperti Tabel 8.
Benih dengan indeks vigor yang tinggi mampu bertahan lebih baik pada kondisi yang tidak menguntungkan dibanding benih dengan indeks vigor rendah. Menurut Widajati et al. (2013) benih yang vigornya tinggi akan lebih cepat tumbuh dibanding benih yang vigornya rendah. Benih yang lebih cepat tumbuh dapat dilihat dari parameter indeks vigor yang tinggi. Selama periode simpan, benih mengalami kemunduran. Kemunduran pada benih dapat dicirikan oleh adanya penurunan kemampuan benih untuk tumbuh pada kondisi suboptimum. Aktivitas enzim pada benih yang telah mundur juga mengalami penurunan sehingga benih berkecambah lebih lambat. Pada periode simpan 0 bulan, indeks vigor benih yang diberi perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% sangat nyata mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol, sedangkan perlakuan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% belum mampu meningkatkan secara nyata indeks vigor benihnya. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2%
36 menunjukkan nilai indeks vigor tertinggi pada setiap periode simpan selama 2 bulan dan sangat nyata berbeda dengan kontrol. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% efektif meningkatkan vigor benih selama periode simpan hingga 2 bulan. Peningkatan nilai indeks vigor pada perlakuan ini diduga benih yang telah diberi perlakuan mengalami peningkatan aktivitas metabolisme selama proses invigorasi serta adanya penambahan unsur N dan K dalam benih. Penambahan unsur N dan K sebagai unsur hara esensial membantu meningkatkan pertumbuhan kecambah. Menurut Widajati (1999) perlakuan benih dengan penambahan unsur K+ dapat meningkatkan daya berkecambah benih. K+ yang diintegrasikan ke dalam benih diduga berperan sebagai kofaktor enzim kinase dalam pembentukan ATP. Tingginya ATP akan meningkatkan sintesis makromolekul pada embrio. Kandungan ATP pada benih yang telah mengalami imbibisi berkorelasi positif terhadap vigor benih. Benih yang diberi perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% menunjukkan nilai indeks vigor tertinggi pada 0 bulan simpan meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3%. Akan tetapi, perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% tidak dapat meningkatkan indeks vigor benih pada periode simpan 1 dan 2 bulan. Hal ini diduga karena konsentrasi asam askorbat yang diberikan terlalu tinggi serta aktivitasnya di dalam benih yang tergolong rendah, sehingga asam askorbat terakumulasi di dalam benih. Asam askorbat yang terakumulasi di dalam benih memberikan efek inhibitor sehingga proses perkecambahan menjadi terhambat. Menurut Yullianida dan Murniati (2005) akumulasi asam askorbat yang tinggi pada benih dapat memberikan efek inhibitor. Penelitian Basra et al. (2006) memperlihatkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm pada benih padi selama 48 jam inkubasi memberikan waktu kemunculan kecambah, waktu untuk mencapai 50% perkecambahan, dan waktu rata-rata perkecambahan paling cepat dibanding perlakuan asam askorbat 20 ppm dan asam salisilat 10 dan 20 ppm. Perlakuan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% belum mampu meningkatkan secara nyata indeks vigor benih pada periode sebelum simpan (0 bulan). Akan tetapi benih yang diberi perlakuan ini menunjukkan indeks vigor yang nyata lebih tinggi daripada kontrol pada periode simpan 1 dan 2 bulan. Peningkatan indeks vigor benih pada periode simpan 1 dan 2 bulan menandakan bahwa selama periode simpan perbaikan metabolisme pada benih tetap berlangsung sehingga mampu meningkatkan aktivitas perkecambahan. Farooq et al. (2006a) perlakuan hydropriming selama 48 jam dan 36 jam mampu meningkatkan secara signifikan indeks vigor dan daya berkecambah benih padi. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% memberikan nilai indeks vigor benih lebih tinggi dibanding kontrol selama periode simpan meskipun tidak berbeda nyata pada periode simpan 1 dan 2 bulan. Hasil penelitian Yari et al. (2012) menunjukkan bahwa perlakuan osmopriming pada benih padi dengan menggunakan PEG 10% dan 20% mampu mempercepat waktu rata-rata perkecambahan dibanding dengan benih tanpa perlakuan. Kondisi simpan yang tidak terkontrol dapat mempercepat deteriorasi benih dimana penurunan viabilitas potensial dan vigor lebih cepat. Vigor benih menurun lebih cepat dibandingkan viabilitas potensial. Menurut Ilyas (2012) uji vigor
37 merupakan indeks mutu benih yang lebih sensitif daripada uji daya berkecambah, maka setiap kejadian yang mengawali hilangnya daya berkecambah (loss of germination) dapat digunakan sebagai dasar uji vigor. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi nyata pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% efektif meningkatkan indeks vigor pada benih lot 2 dan 3 dan perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan indeks vigor pada benih lot 1. Perlakuan osmoconditioning merupakan salah satu perlakuan benih dengan cara hidrasi pada potensial osmotik rendah dengan mempertahankan benih dalam keadaan hidrasi sebagian selama periode tertentu dengan perkecambahan sepenuhnya tertunda. Ketika benih diberi perlakuan conditioning, penyerapan air dalam benih diatur oleh potensial osmotik larutan tersebut sehingga mencegah pemunculan radikula. Selama proses penundaan perkecambahan ini diduga benih dapat meningkatkan aktivitas metabolisme selama proses imbibisi sehingga terjadi perbaikan baik perbaikan fisiologi maupun biokimia dalam benih. Menurut Khan (1992) proses invigorasi dengan perlakuan osmoconditioning dimungkinkan karena selama imbibisi yang terkontrol berlangsung berbagai aktivitas metabolisme benih, sehingga terjadi perbaikan baik fisiologi maupun biokimia dalam benih. Daya Berkecambah Benih Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lot benih berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah benih pada periode simpan 2 dan 3 bulan. Pada periode simpan 0 dan 1 bulan tidak ada perbedaan daya berkecambah pada ketiga lot benih. Perlakuan invigorasi tidak berbeda nyata terhadap parameter daya berkecambah benih selama periode simpan 0 hingga 3 bulan. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi tidak berbeda nyata pada semua periode simpan benih. Tabel 10 memperlihatkan bahwa pada periode simpan 0 dan 1 bulan daya berkecambah benih tidak berbeda nyata pada semua lot benih. Perbedaan baru terlihat pada periode simpan 2 dan 3 bulan. Lot 3 menunjukkan nilai daya berkecambah tertinggi pada periode simpan 2 dan 3 bulan dan berbeda dengan lot 1, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan lot 2. Daya berkecambah benih pada periode simpan 1 dan 2 bulan mengalami penurunan dan meningkat kembali pada periode simpan 3 bulan. Tabel 10 menunjukkan bahwa secara keseluruhan benih lot 3 mempunyai daya berkecambah lebih tinggi dibanding dengan lot 2 dan lot 1 pada semua periode simpan benih. Daya berkecambah benih cenderung stabil selama periode simpan, meskipun terdapat selisih penurunan daya berkecambah pada periode simpan 3 bulan dibanding periode simpan 0 bulan pada lot 1 dan 3, yang masing-masing sebesar 0.2% dan 0.55%. Sedangkan pada lot 1 daya berkecambah meningkat dengan selisih peningkatan sebesar 0.1%. Benih yang digunakan dalam percobaan ini merupakan benih yang masih mempunyai viabilitas tinggi sehingga benih tetap mampu mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu kamar tidak mengakibatkan benih mengalami kemunduran yang signifikan.
38 Tabel 10
Lot benih y
1
Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap daya berkecambah (%) benih padi selama periode simpan 3 bulan S0
x
1 2 3 Rata-rata
86.75 87.25 88.00 87.33
1 2 3 Rata-rata
89.00 86.00 89.25 88.08
1 2 3 Rata-rata
85.00 88.75 89.25 87.67
1 2 3 Rata-rata
88.00 90.50 90.75 89.75
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 Periode simpan 0 bulan1 90.25 88.25 90.25 92.75 92.00 88.25 93.25 91.25 91.50 92.08 90.50 90.00 Periode simpan 1 bulan2 90.25 88.50 87.25 88.25 88.50 87.00 89.25 87.50 90.25 89.25 88.17 88.17 Periode simpan 2 bulan3 87.50 85.00 86.50 87.00 89.25 89.25 89.25 92.00 88.75 87.92 88.75 88.17 Periode simpan 3 bulan4 87.00 87.00 88.75 88.75 90.25 89.50 91.25 90.00 89.75 89.00 89.08 89.33
KK: 4.93%, 2KK: 3.48%, 3KK: 3.44%, 4KK: 2.03%. Detil seperti Tabel 8.
S4
Rata-rata
85.50 88.00 89.75 87.75
88.20 89.65 90.75
83.25 89.00 90.75 87.67
87.65 87.75 89.40
88.25 90.50 94.00 90.92
86.45 B5 88.95 A 90.65 A
89.25 93.75 89.25 90.75
88.00 B 90.55 A 90.20 A
Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan beberapa bahan yang digunakan belum mampu meningkatkan secara nyata daya berkecambah benih. Akan tetapi, pada periode simpan 0 bulan perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dapat meningkatkan daya berkecambah benih meskipun tidak berbeda dengan kontrol. Peningkatan daya berkecambah yang tidak signifikan diduga karena viabilitas awal benih yang masih tinggi sehingga pemberian perlakuan invigorasi tidak mampu menaikkan lagi daya berkecambah benih tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Robert (1972) dalam Yullianida dan Murniati (2005) bahwa beberapa benih tidak meningkat daya berkecambah benihnya setelah diberi perlakuan invigorasi. Hal ini dikarenakan benih yang masih baru memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dan memiliki enzim-enzim, organel sel dan cadangan makanan yang relatif masih baik sehingga perlakuan invigorasi menjadi tidak efektif. Pada beberapa benih yang telah mengalami kemunduran, perlakuan invigorasi memberikan hasil positif terhadap penampilan kecambah. Madiki (1998) membuktikan bahwa perlakuan hidrasi dengan air aquades selama 30 jam dan hidrasi selama 24 jam diikuti penirisan selama 24 jam menunjukkan peningkatan daya berkecambah benih masing-masing perlakuan sebesar 48.67%
39 dan 50%. Penelitian Arif (2005) selama periode simpan benih kedelai pada suhu kamar menunjukkan bahwa perlakuan priming dengan larutan PEG menghasilkan daya berkecambah tertinggi, bobot basah kecambah yang lebih tinggi, dan kecilnya kebocoran membran melalui uji daya hantar listrik. Hasil penelitian Silalahi (1999) perlakuan benih dengan menggunakan antioksidan butylated hydroxyanisole (BHA) dapat mempertahankan daya berkecambah benih pinus setelah satu bulan simpan pada suhu 18-20 oC. Perlakuan BHA masih memberikan efek lebih baik dibandingkan kontrol maupun perlakuan campuran gas CO2 + N2 masing-masing 50% hingga periode simpan 3 bulan. Pada periode simpan 3 bulan, semua benih yang diberi perlakuan invigorasi mempunyai nilai daya berkecambah yang sama tingginya dengan kontrol. Perlakuan invigorasi pada benih padi selama periode simpan menunjukkan hasil yang cukup baik dimana tidak terjadi penurunan daya berkecambah selama periode simpan 3 bulan. Perlakuan invigorasi berpotensi untuk meningkatkan daya simpan benih padi hibrida Intani-2. Kecepatan Tumbuh Benih Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lot benih berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 0 dan 1 bulan. Pada periode simpan 2 dan 3 bulan tidak ada perbedaan kecepatan tumbuh pada ketiga lot benih. Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap parameter kecepatan tumbuh hanya pada periode sebelum simpan (0 bulan). Perlakuan invigorasi benih pada periode simpan 1, 2 dan 3 bulan tidak menunjukkan hasil yang berbeda secara statistik. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi tidak berbeda nyata terhadap parameter kecepatan tumbuh benih pada semua periode simpan benih. Kecepatan tumbuh benih mengindikasikan kemampuan benih untuk dapat tumbuh pada kondisi suboptimum. Pada periode simpan 0 dan 1 bulan, kecepatan tumbuh benih lot 3 menunjukkan nilai tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan kecapatan tumbuh lot 2. Kecepatan tumbuh benih merupakan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Benih yang memiliki vigor kekuatan tumbuh tinggi akan berkecambah lebih cepat pada waktu yang relatif lebih cepat dibanding benih yang memiliki vigor kekuatan tumbuh sedang maupun rendah. Kecepatan tumbuh mengalami peningkatan dan penurunan selama periode simpan. Menurut Copeland dan McDonald (2001) selama periode simpan, benih mengalami kemunduran kronologis dan fisiologis. Kemunduran kronologis benih merupakan hal yang tidak dapat dicegah, tetapi dapat diminimalkan dengan perlakuan kondisi simpan. Sedangkan kemunduran fisiologis terjadi akibat kondisi lingkungan simpan yang tidak mendukung untuk mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan sehingga benih mengalami kemunduran lebih cepat. Lot benih pada percobaan ini disimpan dalam ruangan dengan suhu dan RH tidak terkendali. Suhu dan RH yang tidak terkendali menyebabkan penurunan kualitas benih yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kecepatan tumbuh ketiga lot benih pada periode simpan 3 bulan. Menurut Ilyas (2012) suhu ruang simpan adalah faktor yang penting dalam penyimpanan benih. Semakin tinggi suhu ruang simpan maka semakin cepat proses respirasi pada benih dan semakin cepat pula kemunduran benih yang berakibat pada hilangnya viabilitas benih.
40 Tabel 11 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap kecepatan tumbuh (% etmal-1) benih padi selama periode simpan 3 bulan Lot benih y
1
S0
x
1 2 3 Rata-rata
18.09 19.27 19.28 18.88 c5
1 2 3 Rata-rata
19.21 19.73 20.51 19.82
1 2 3 Rata-rata
19.37 19.98 20.57 19.97
1 2 3 Rata-rata
18.67 19.52 19.86 19.35
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 Periode simpan 0 bulan1 19.92 19.82 19.73 20.65 20.84 19.01 20.31 21.38 20.33 20.29 ab 20.68 a 19.69 b Periode simpan 1 bulan2 19.76 19.47 19.82 20.66 20.12 19.94 20.23 20.73 20.06 20.22 20.11 19.94 Periode simpan 2 bulan3 20.70 19.68 20.02 20.72 21.10 20.57 20.32 20.52 20.60 20.58 20.43 20.40 Periode simpan 3 bulan4 19.53 19.13 19.70 20.05 20.00 19.54 20.04 19.93 20.01 19.87 19.69 19.75
KK: 4.38%, 2KK: 3.86%, 3KK: 3.70%, 4KK: 4.06%. Detil seperti Tabel 8.
S4
Rata-rata
20.41 20.41 20.61 20.47 a
19.59 B5 20.04 AB 20.38 A
19.94 19.94 19.84 19.91
19.64 B 20.07 AB 20.28 A
19.91 20.18 20.03 20.04
19.94 20.51 20.41
19.91 19.21 19.66 19.59
19.39 19.67 19.90
Pada periode simpan 0 bulan, perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% menunjukkan kecepatan tumbuh terbesar dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3%, akan tetapi nyata berbeda dengan kontrol (Tabel 11). Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya pada benih summer squash (Cucurbita pepo L.) dimana perlakuan KNO3 2 atau 3% dan KNO3 + KH2PO4 2 atau 3% mampu meningkatkan kemunculan bibit di lapang (seedling emergence) 93% dibanding kontrol (72%) (Mauromicale et al. 1994). Penelitian Basra et al. (2006) memperlihatkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm pada benih padi selama 48 jam inkubasi memberikan waktu kemunculan kecambah, waktu untuk mencapai 50% perkecambahan, dan waktu rata-rata perkecambahan paling cepat serta kecepatan tumbuh, energi perkecambahan, daya berkecambah, kemunculan bibit, panjang akar, panjang plumula, bobot basah dan bobot kering kecambah yang paling tinggi. Penelitian Farooq et al. (2006b) menunjukkan bahwa perlakuan hydropriming selama 24 jam merupakan perlakuan terbaik dalam mempercepat waktu kemunculan kecambah, meningkatkan rata-rata perkecambahan, dan bobot kering tajuk. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% nyata meningkatkan kecepatan tumbuh pada periode simpan 0 bulan. Madiki (1998) menyatakan bahwa perlakuan
41 osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan kecepatan tumbuh benih 5.25% dibandingkan kontrol. Perlakuan invigorasi benih hanya mampu meningkatkan kecepatan tumbuh pada periode sebelum simpan (0 bulan). Kecepatan tumbuh benih mengalami penurunan setelah periode simpan 0 bulan. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% menunjukkan nilai kecepatan tumbuh benih tertinggi dari periode simpan 1 hingga 3 bulan meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hasil penelitian Silalahi (1999) perlakuan benih dengan menggunakan antioksidan butylated hydroxyanisole (BHA) dapat mempertahankan kecepatan perkecambahan hingga periode simpan 3 bulan. Hal ini dikarenakan kandungan protein total dalam benih pinus sebelum simpan tergolong tinggi. Secara umum, kecepatan tumbuh benih yang diberi perlakuan konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada semua periode simpan meskipun pada periode simpan 1 hingga 3 bulan tidak berbeda secara statistik dengan kontrol. Penelitian Ilyas (1986) pada benih kedelai menunjukkan bahwa tolok ukur kecepatan tumbuh berkorelasi paling erat dengan produksi benih per hektar dibandingkan dengan daya berkecambah, keserempakan tumbuh bibit, tinggi bibit, tinggi tanaman, dan jumlah buku produktif. Bobot Kering Kecambah Normal Analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lot benih berpengaruh nyata terhadap bobot kering kecambah normal pada periode simpan 0 dan 2 bulan dan sangat nyata pada periode simpan 3 bulan. Pada periode simpan 2 bulan tidak ada perbedaan bobot kering kecambah normal benih pada ketiga lot benih. Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap parameter bobot kering kecambah normal pada periode simpan 2 bulan dan sangat nyata pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan invigorasi benih pada periode sebelum simpan (0 bulan) dan 1 bulan tidak menunjukkan hasil yang berbeda secara statistik. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi tidak berbeda nyata terhadap parameter bobot kering kecambah normal benih pada semua periode simpan benih. Tabel 12 menunjukkan bahwa bobot kering kecambah normal mengalami peningkatan dan penurunan selama periode simpan. Bobot kering kecambah normal merupakan salah satu tolok ukur viabilitas potensial. Lot 3 memiliki viabilitas potensial tertinggi terlihat dari nilai bobot kering kecambah normal yang selalu lebih tinggi dibanding kedua lot yang lain pada setiap periode simpan meskipun tidak berbeda nyata dengan lot 1. Bobot kering kecambah normal lot 2 selalu lebih rendah dari bobot kering kecambah normal lot 3 meskipun pada periode simpan 1 bulan tidak berbeda nyata. Benih yang vigor dapat secara efisien mentransfer makanan ke sumbu embrio sehingga meningkatkan akumulasi bobot kering kecambah. Menurut Widajati (1999) benih kedelai yang bervigor tinggi mampu meningkatkan asam fitat lebih baik dibandingkan dengan benih bervigor rendah. Kemampuan tersebut diduga berkaitan erat dengan ketersediaan energi untuk sintesis senyawa baru pada embrio yang tercermin pada bobot kering kecambah yang lebih tinggi pada benih bervigor tinggi. Tabel 12 memperlihatkan bahwa perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% memberikan bobot kering kecambah normal terbesar pada setiap periode simpan meskipun tidak berbeda dengan kontrol. Benih yang
42 diberi perlakuan ini meningkat bobot kering kecambah normalnya pada setiap periode simpan. Farooq et al. (2006b) menunjukkan bahwa perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 -1.1 MPa selama 24 dan 48 jam berpengaruh signifikan terhadap rata-rata perkecambahan, bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk, panjang tajuk, total gula tereduksi dan tidak tereduksi, dan aktivitas amylase. Tabel 12 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap bobot kering kecambah normal (g) benih padi selama periode simpan 3 bulan Lot benih y
S0
x
1 2 3 Rata-rata
0.5180 0.5209 0.5775 0.5388
1 2 3 Rata-rata
0.5560 0.5293 0.5726 0.5526
0.5600 1 0.5663 2 0.5865 3 Rata-rata 0.5709 ab5
1
1 2 3 Rata-rata
0.5871 0.5519 0.6305 0.5898 ab
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 Periode simpan 0 bulan1 0.5662 0.5865 0.5520 0.5368 0.5734 0.5293 0.5637 0.5752 0.5367 0.5556 0.5784 0.5393 Periode simpan 1 bulan2 0.5519 0.5820 0.5312 0.5596 0.5526 0.5495 0.5793 0.6026 0.5526 0.5636 0.5791 0.5444 Periode simpan 2 bulan3 0.5666 0.5775 0.5893 0.5401 0.5745 0.5487 0.5519 0.6381 0.5730 0.5529 b 0.5967 a 0.5703 ab Periode simpan 3 bulan4 0.5663 0.6100 0.5907 0.5508 0.5834 0.5394 0.5792 0.6194 0.5792 0.5654 c 0.6043 a 0.5698 bc
KK: 6.38%, 2KK: 6.08%, 3KK: 5.55%, 4KK: 4.07%. Detil seperti Tabel 8.
S4 0.5445 0.5149 0.6087 0.5560 0.5303 0.5580 0.5486 0.5456
Rata-rata 0.5534 AB5 0.5351 B 0.5724 A
0.5503 0.5498 0.5711
0.5521 0.5530 0.5803 0.5618 b
0.5691 AB 0.5565 B 0.5860 A
0.5861 0.5624 0.5853 0.5779 bc
0.5880 A 0.5576 B 0.5987 A
Perlakuan invigorasi vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% belum mampu meningkatkan bobot kering kecambah normal hingga periode simpan 3 bulan. Hal ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan pada benih padi. Penelitian Basra et al. (2006) memperlihatkan bahwa perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 10 ppm pada benih padi selama 48 jam inkubasi meningkatkan bobot basah dan bobot kering kecambah yang paling tinggi dibanding perlakuan asam askorbat 20 ppm dan asam salisilat 10 dan 20 ppm. Farooq et al. (2006b) menyatakan bahwa perlakuan hydropriming selama 24 jam merupakan perlakuan terbaik dalam mempercepat waktu kemunculan kecambah, meningkatkan rata-rata perkecambahan, dan bobot kering tajuk.
43 Kesehatan Benih Benih yang bebas patogen menjadi faktor penting dalam pengujian mutu benih. Benih yang terinfeksi patogen dapat menyebabkan pertumbuhan kecambah menjadi terhambat dan menjadi kecambah abnormal. Perlakuan benih yang diintegrasikan dengan pestisida nabati merupakan salah satu cara untuk mengurangi infeksi patogen terbawa benih. Pestisida nabati yang digunakan adalah minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.3%. Minyak cengkeh yang digunakan mengandung eugenol 78%. Metode yang digunakan untuk identifikasi cendawan patogen terbawa benih adalah menggunakan metode blotter test dan metode plate counting digunakan untuk identifikasi bakteri patogen terbawa benih. Media Wakimoto digunakan untuk identifikasi bakteri patogen terbawa benih. Cendawan yang ditemukan selama percobaan ini adalah cendawan Fusarium sp. dan Aspergilus sp., sedangkan bakteri yang berhasil diidentifikasi adalah Xanthomonas sp. Cendawan Fusarium sp. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lot benih tidak berpengaruh nyata terhadap infeksi cendawan Fusarium sp. pada semua periode simpan. Perlakuan invigorasi berpengaruh sangat nyata terhadap infeksi cendawan Fusarium sp. pada periode simpan 1 bulan. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi berbeda sangat nyata terhadap infeksi cendawan Fusarium sp. terbawa benih pada periode sebelum simpan (0 bulan). Pada periode simpan 1 bulan, perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% dapat menekan infeksi cendawan Fusarium sp. dan berbeda dengan kontrol. Selama periode simpan 2 dan 3 bulan, perlakuan invigorasi dapat menekan infeksi cendawan Fusarium sp. meskipun secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini dapat dilihat dari lebih sedikitnya jumlah benih yang terinfeksi Fusarium sp. pada benih yang diberi perlakuan (Tabel 13). Penurunan tingkat infeksi cendawan Fusarium sp. pada periode simpan 1 hingga 3 bulan diduga karena adanya penambahan konsentrasi minyak cengkeh 0.3% pada setiap perlakuan. Minyak cengkeh mengandung senyawa eugenol yang dapat menghambat bahkan mematikan cendawan. Eugenol merupakan senyawa fenolik yang mempunyai aktivitas antimikroba (Ultee et al. 2002). Pada awal simpan (0 bulan), benih yang diberi perlakuan invigorasi dengan penambahan minyak cengkeh masih menunjukkan infeksi cendawan yang cukup banyak. Pada periode selanjutnya benih yang terinfeksi cendawan semakin sedikit.
44 Tabel 13 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap infeksi cendawan Fusarium sp. (%) terbawa benih padi selama periode simpan 3 bulan Lot benih
1 2 3
12.0 Abc5 13.0 Aa 9.0 Ab
1 2 3 Rata-rata
14.0 14.0 11.0 13.0 a5
1 2 3 Rata-rata
10.0 15.0 9.0 11.3
1 2 3 Rata-rata
9.0 15.0 10.0 11.3
y
1
S0
x
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 1 Periode simpan 0 bulan 6.0 Bc 18.0 Aab 15.0 Aab 11.0 Aba 15.0 Aa 18.0 Aa 22.0 Aa 6.0 Bb 21.0 Aa Periode simpan 1 bulan2 6.0 9.0 9.0 12.0 5.0 12.0 12.0 5.0 12.0 10.0 ab 6.3 c 11.0 ab Periode simpan 2 bulan3 5.0 11.0 7.0 14.0 8.0 11.0 7.0 5.0 8.0 8.7 8.0 8.7 4 Periode simpan 3 bulan 5.0 10.0 8.0 12.0 8.0 8.0 8.0 5.0 9.0 8.3 7.7 8.3
KK: 9.43%, 2KK: 7.50%, 3KK: 10.51%, 4KK: 8.44%. Detil seperti Tabel 8.
S4
Rata-rata
24.0 Aa 22.0 Aa 8.0 Bb 8.0 11.0 7.0 8.7 bc
9.2 10.8 9.4
10.0 8.0 8.0 8.7
8.6 11.2 7.4
8.0 10.0 7.0 8.3
8.0 10.6 7.8
Penurunan infeksi cendawan selama periode simpan tidak berbeda dengan kontrol kecuali pada periode simpan 1 bulan. Hal ini diduga karena senyawa aktif yang terkandung dalam minyak cengkeh belum seluruhnya dapat masuk ke dalam benih sehingga efektivitasnya masih kurang. Selain itu, konsentrasi minyak cengkeh yang digunakan diduga masih perlu ditingkatkan sehingga dapat secara efektif mengurangi infeksi cendawan dan tidak berbahaya bagi benih. Penelitian Asie (2004) menunjukkan bahwa senyawa pestisida minyak cengkeh maupun minyak serai wangi yang diintegrasikan dengan matriconditioning dapat masuk ke dalam benih selama inkubasi 4 hari melalui proses imbibisi bersama air dan langsung berpengaruh terhadap komposisi terhadap benih. Minyak daun cengkeh 0.1% dan minyak serai wangi 0.1% mampu menghambat pertumbuhan cendawan Colletotrichum capsici dan tidak menimbulkan efek negatif terhadap viabilitas dan vigor benih sehingga relatif aman digunakan sebagai perlakuan. Penelitian Susilowati (2006) perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.06% pada benih tomat dapat mengurangi tingkat infeksi cendawan Fusarium sp. sebesar 49%. Cendawan Fusarium sp. merupakan salah satu cendawan utama pada benih padi. Menurut (Islam et al. 2000; Fiana 2010) cendawan yang banyak menginfeksi benih padi antara lain Alternaria padwickii, Fusarium moniliforme, Drechslera oryzae, dan Curvularia sp. Cendawan yang menginfeksi benih dapat
45 menyebabkan abnormalitas kecambah yang sedang tumbuh. Menurut ISTA (2009) salah satu penyebab keabnormalan kecambah adalah adanya cendawan terbawa benih. Ilyas (2012) melaporkan bahwa patogen yang menginfeksi benih dapat merusak benih atau menurunkan viabilitas bahkan menyebabkan kematian benih. Patogen terbawa benih dapat timbul ketika benih berada di penyimpanan sebelum ditanam atau ketika di persemaian atau pembibitan. Cendawan Aspergilus sp. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan lot benih tidak berbeda nyata terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. pada semua periode simpan. Perlakuan invigorasi berpengaruh sangat nyata terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. pada periode sebelum simpan 0 dan 1 bulan dan nyata pada periode simpan 2 bulan. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi berbeda nyata terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. terbawa benih pada periode simpan 0 bulan. Tabel 14 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. (%) terbawa benih padi selama periode simpan 3 bulan Lot benih
x
1 2 3
8.0 Aab5 7.0 Aa 8.0 Aa
1 2 3 Rata-rata
12.0 6.0 10.0 9.3 a5
1 2 3 Rata-rata
8.0 6.0 10.0 8.00 a
1 2 3 Rata-rata
8.0 7.0 8.0 7.7
y
1
S0
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 Periode simpan 0 bulan1 13.0 Aa 5.0 Aabc 1.0 Ac 6.0 Aa 4.0 Aa 5.0 Aa 4.0 Aa 3.0 Aa 5.0 Aa Periode simpan 1 bulan2 11.0 7.0 4.0 10.0 6.0 8.0 8.0 3.0 5.0 9.7 a 5.3 b 5.7 b Periode simpan 2 bulan3 9.0 6.0 1.0 12.0 8.0 8.0 7.0 3.0 3.0 9.3 a 5.7 ab 4.0 b Periode simpan 3 bulan4 10.0 7.0 4.0 8.0 5.0 7.0 6.0 2.0 4.0 8.0 4.7 5.0
KK: 9.73%, 2KK: 7.15%, 3KK: 10.01%, 4KK: 8.02%. Detil seperti Tabel 8.
S4
Rata-rata
2.0 Abc 2.0 Aa 7.0 Aa 5.0 11.0 4.0 6.7 b
7.8 8.2 6.0
5.0 12.0 8.0 8.3 a
5.8 9.2 6.2
4.0 10.0 7.0 7.0
6.6 7.4 5.4
Keefektifan penggunaan minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.3% tidak sama pada semua perlakuan invigorasi. Pada periode simpan 1 bulan, perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan perlakuan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menghambat tingkat infeksi cendawan Aspergilus
46 sp. dan nyata berbeda dengan kontrol. Pada periode simpan 2 bulan, hanya perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% yang mampu menghambat tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. dan nyata berbeda dengan kontrol. Minyak cengkeh dapat digunakan sebagai bahan protektan untuk menghambat pertumbuhan cendawan terbawa benih karena mengandung senyawa eugenol. Senyawa eugenol dapat berfungsi sebagai fungisida nabati yang dapat menghambat dan mematikan cendawan. Asie (2004) melaporkan bahwa minyak daun cengkeh 0.1% dan minyak serai wangi 0.1% mampu menghambat pertumbuhan pertumbuhan cendawan Colletotrichum capsici dan tidak menimbulkan efek negatif terhadap viabilitas dan vigor benih sehingga relatif aman digunakan sebagai perlakuan. Hasil penelitian Fadhilah (2003) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1% dapat mengurangi tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. pada benih kedelai. Jumhana (2004) menyatakan bahwa perlakuan benih dengan tepung bunga cengkeh 1% merupakan perlakuan terbaik untuk menekan perkembangan Aspergilus flavus selama penyimpanan. Interaksi antara perlakuan lot benih dan perlakuan invigorasi menunjukkan adanya respon yang berbeda terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% pada lot 1 nyata berbeda dengan kontrol, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan perlakuan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% (Tabel 14). Cendawan Aspergilus sp. merupakan cendawan patogen terbawa benih dan juga merupakan salah satu cendawan gudang. Pada kondisi lingkungan simpan yang tidak mendukung, maka besar kemungkinan cendawan ini akan berkembang lebih cepat. Selama periode simpan, infeksi cendawan Aspergilus sp. mengalami peningkatan dan penurunan. Perubahan infeksi cendawan Aspergilus sp. diduga disebabkan oleh perubahan suhu dan RH lingkungan simpan. Suhu ruang simpan yang digunakan berkisar antara 28-31 °C sedangkan kelembaban ruang simpan berkisar antara 40-60%. Peningkatan suhu diduga meningkatkan respirasi benih sehingga mendukung peningkatan infeksi cendawan. Cendawan yang menyerang benih menyebabkan benih lebih cepat mengalami kemunduran. Ilyas (2012) patogen benih seringkali merupakan penyebab utama rendahnya mutu benih dan kemampuan tanaman tumbuh di lapang. Keberadaan patogen seedborne baik di dalam maupun di permukaan benih akan menggagalkan perkecambahan atau menyebabkan epidemik penyakit karena adanya transmisi patogen penyebab penyakit dari benih ke tanaman. Hal ini akan memberikan pengaruh negatif terhadap mutu dan hasil tanaman. Bakteri Xanthomonas sp. Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tunggal lot benih berpengaruh nyata terhadap infeksi bakteri Xanthomonas sp. terbawa benih hanya pada periode sebelum simpan (0 bulan). Perlakuan tunggal invigorasi benih berpengaruh nyata pada periode simpan 0 bulan dan sangat nyata pada periode simpan 2 dan 3 bulan. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi tidak berpengaruh nyata pada semua periode simpan benih. Tabel 15 menunjukkan adanya perbedaaan tingkat infeksi lot benih oleh bakteri Xanthomonas sp. pada periode sebelum simpan (0 bulan), sedangkan pada
47 periode simpan selanjutnya tidak ada perbedaan pada semua lot benih. Pada periode simpan 0 bulan, bakteri yang menginfeksi lot 3 lebih tinggi dibandingkan dengan dua lot lainnya dan nyata berbeda secara statistik. Tabel 15 Pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap infeksi bakteri Xanthomonas sp. (106 cfu ml-1) terbawa benih padi selama periode simpan 3 bulan Lot benih y
1
S0
x
1 2 3 Rata-rata
10.0 8.0 15.0 11.0 a5
1 2 3 Rata-rata
14.5 8.5 18.0 13.7
1 2 3 Rata-rata
18.0 16.0 20.0 18.0 a
1 2 3 Rata-rata
17.0 19.0 28.0 21.3 a
Perlakuan invigorasi (S) S1 S2 S3 Periode simpan 0 bulan1 6.0 6.0 5.5 4.0 7.5 6.0 7.5 12.0 8.5 5.8 b 8.5 ab 6.67 b Periode simpan 1 bulan2 7.0 8.0 8.0 5.5 9.5 5.0 9.5 14.5 13.5 7.3 10.7 8.8 Periode simpan 2 bulan3 11.0 12.0 13.0 10.0 15.0 9.0 8.5 16.0 11.5 9.8 c 14.3 b 11.2 c Periode simpan 3 bulan4 12.5 13.0 12.0 10.0 15.5 11.0 4.0 15.0 7.5 8.8 b 14.5 a 10.2 b
KK: 6.71%, 2KK: 10.62%, 3KK: 4.70%, 4KK: 8.11%. Detil seperti Tabel 8.
S4
Rata-rata
9.0 9.5 8.0 8.8 ab
7.3 B5 7.0 B 10.2 A
13.0 14.5 9.5 12.3
10.1 8.6 13.0
15.5 18.0 14.0 15.8 ab
13.9 13.6 14.0
13.5 17.0 16.0 15.5 a
13.6 14.5 14.1
Perlakuan invigorasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada periode simpan 0, 2 dan 3 bulan. Pada periode simpan 0 bulan, perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3 % nyata dapat menghambat menekan infeksi bakteri Xanthomonas sp. dan tidak berbeda dengan perlakuan invigorasi yang lain. Trend yang sama juga terlihat pada periode simpan 2 dan 3 bulan dan berbeda dengan kontrol serta perlakuan invigorasi yang lain dimana perlakuan invigorasi ini dapat menekan infeksi bakteri. Bakteri Xanthomonas sp. merupakan penyakit yang sering menjadi masalah serius dalam budidaya tanaman padi. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae menyebabkan penyakit hawar daun bakteri atau yang sering disebut penyakit kresek. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzicola menyebabkan penyakit bacterial leaf streak (bakteri daun bergaris) (Mortensen 1989).
48 Berdasarkan hasil percobaan, minyak cengkeh yang diintegrasikan dengan perlakuan priming menggunakan vitamin dan PEG dapat digunakan untuk mengurangi tingkat infeksi bakteri patogen Xanthomonas sp. selama penyimpanan benih hingga periode simpan 3 bulan. Menurut Fiana (2010) minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.5% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae hingga 100% secara in vitro dan perlakuan minyak cengkeh 1% yang diintegrasikan dengan matriconditioning dapat menekan tingkat infeksi bakteri patogen terbawa benih Xanthomonas oryzae pv. oryzicola dan Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Minyak cengkeh dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri terbawa benih padi. Aktivitas penghambatan ini disebabkan karena adanya senyawa eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh. Menurut Rasooli et al. (2006) senyawa eugenol merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan lisis pada sel mikroba serta menyebabkan kerusakan pada sistem kerja sel. Xie dan Mew (1998) menyatakan bahwa konsentrasi inokulum Xanthomonas oryzae pv. oryzicola yang dapat menyebabkan gejala penyakit hawar daun bergaris (bacterial leaf streak) adalah 103 cfu ml-1. Jumlah koloni bakteri yang ditemukan dalam percobaan ini adalah 106 cfu ml-1 sehingga bakteri Xanthomonas sp. yang ditemukan pada percobaan ini diduga dapat menyebabkan gejala penyakit di lapangan.
KESIMPULAN
Semua perlakuan invigorasi benih yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh 0.3% berpotensi mempertahankan mutu fisiologis dan meningkatkan kesehatan benih selama periode simpan 3 bulan. Semua perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 0 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% efektif meningkatkan indeks vigor pada benih lot 2 dan 3 pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan indeks vigor pada benih lot 1 pada periode simpan 3 bulan. Daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal sebagai tolok ukur viabilitas potensial benih hingga periode simpan 3 bulan tidak menunjukkan adanya peningkatan pada semua perlakuan invigorasi. Hal ini karena viabilitas benih awal masih tinggi sehingga perlakuan invigorasi tidak mampu meningkatkan lagi viabilitas potensialnya. Daya berkecambah awal benih yang diuji berada pada kisaran 87.33-92.08%. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% dapat menekan infeksi cendawan Fusarium sp. pada periode simpan 1 bulan. Penurunan tingkat infeksi masingmasing perlakuan sebesar 51.54 dan 33.08%. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menghambat tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. pada periode simpan 0 dan 1 bulan. Penghambatan terhadap infeksi cendawan Aspergilus sp. pada periode simpan 0 bulan sebesar 48.05-51.95% dan menurun tingkat penghambatannya
49 pada periode simpan 1 bulan menjadi 27.96-43.01%. Bakteri Xanthomonas sp. dapat dihambat dengan perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3 % hingga periode simpan 3 bulan. Penghambatan infeksi bakteri Xanthomonas sp. berkisar antara 52.11-58.69%.
50
5 PEMBAHASAN UMUM Benih yang telah mengalami kemunduran dapat ditingkatkan performanya dengan perlakuan invigorasi. Perlakuan invigorasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu hidrasi benih secara terkonrol dan tidak terkontrol. Hidrasi benih secara terkontrol terdiri atas dua teknik, yaitu osmoconditioning dan matriconditioning. Perlakuan hidrasi benih secara tidak terkontrol adalah dengan teknik hydropriming. Perlakuan invigorasi benih dengan vitamin priming, osmoconditioning dengan KNO3, dan hydropriming efektif dalam meningkatkan indeks vigor pada benih yang telah mengalami kemunduran. Selama proses invigorasi terjadi peningkatan aktivitas metabolisme di dalam benih. Perlakuan matriconditioning belum mampu meningkatkan indeks vigor benih padi Intani-2 yang telah mengalami kemunduran. Hal ini diduga karena perlakuan matriconditioning yang diinkubasi selama 20 jam pada suhu 20-23 oC belum mampu memperbaiki aktivitas metabolisme benih serta pencucian benih setelah perlakuan diduga memnghilangkan bahan-bahan aktif yang terkandung di dalam arang sekam. Perlakuan invigorasi tidak mampu meningkatkan vigor pada benih yang mengalami kemunduran tingkat lanjut. Menurut Roberts dalam Widajati (1999) perubahan metabolik, sitologik dan genetik terjadi selama proses kemunduran benih. Pada benih-benih yang mengalami kemunduran terjadi akumulasi kromosom yang rusak, denaturasi lipoprotein membran sel dan asam nukleat. Berdasarkan studi ultrastruktur pada tudung akar dari beberapa tingkat kemunduran benih, menunjukkan bahwa semua organel sel terpengaruh oleh proses penuaan. Kemunduran dapat dibedakan ke dalam 3 tipe kemunduran. Lot benih yang mengalami kemunduran tipe I dengan protoplas masih relatif baik walaupun sudah ada perubahan degeneratif, ketidaknormalan tersebut menghilang setelah imbibisi 48 jam. Hal ini menujukkan adanya mekanisme perbaikan. Kemunduran tipe II dengan kondisi protoplas yang sudah tidak beraturan dan organel-organel sudah mengalami degenerasi, tidak dapat pulih kembali. Hal yang sama terjadi pada tingkat kemunduran lebih lanjut pada tipe III. Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian kesehatan benih pada benihbenih yang telah diberi perlakuan invigorasi. Pengujian kesehatan benih penting dilakukan untuk mengetahui status kesehatan benih yang akan beredar. ISTA (2012) menyatakan bahwa pengujian kesehatan benih mempunyai beberapa kepentingan, yaitu (1) inokulum yang terbawa benih dapat berkembang menjadi penyakit yang menyerang pertanaman di lapangan, (2) benih yang didatangkan ke daerah baru kemungkinan mengintroduksikan penyakit ke daerah tersebut, (3) pengujian kesehatan benih mungkin dapat menjelaskan evaluasi kecambah dan penyebab rendahnya persentase daya berkecambah, atau buruknya pertumbuhan di lapang sehingga akan menjadi pelengkap uji daya berkecambah, (4) hasil pengujian benih dapat menunjukkan perlu tidaknya perlakuan dalam suatu lot benih untuk mengeradikasi patogen terbawa benih atau mengurangi resiko penyebaran penyakit. Perlakuan benih untuk menekan infeksi patogen dilakukan dengan aplikasi fungisida dan bakterisida baik sintetis maupun nabati. Maude (1986) menjelaskan bahwa perlakuan benih dengan menggunakan fungisida dibedakan menjadi tiga,
51 yaitu disinfestasi, disinfeksi dan proteksi. Perlakuan disinfestasi adalah menghilangkan patogen yang ada di permukaan benih. Perlakuan disinfeksi adalah menghilangkan patogen yang masuk ke dalam benih dan menginfeksi serta menetap di dalam benih. Perlakuan proteksi adalah melindungi benih dari infeksi yang timbul dari sisa tanaman dan patogen dari dalam tanah. Pestisida sintesis berupa Agrept dan Benlox dengan konsentrasi masingmasing 0.15% dan 0.05% menyebabkan toksisitas pada kecambah padi Intani-2. Kecambah yang toksik mengalami klorosis. Klorosis menyebabkan daun tidak mempunyai pigmen warna hijau sehingga daun yang mengalami klorosis tidak dapat melakukan fotosintesis. Perlakuan minyak cengkeh konsentrasi 0.1% hingga 0.5% tidak bersifat toksik terhadap benih terbukti dengan tidak adanya penurunan indeks vigor dan daya berkecambah benih serta tidak adanya gejala klorosis pada kecambah yang diuji pada skala greenhouse. Perlakuan minyak cengkeh 1% nyata menurunkan indeks vigor dan daya berkecambah benih. Penggunaan pestisida nabati seperti minyak cengkeh dapat digunakan untuk mereduksi infeksi patogen terbawa benih baik berupa cendawan maupun bakteri. Hasil analisis laboratorium Balittro komponen bahan aktif utama minyak cengkeh adalah eugenol 78%. Ketaren (1987) menyatakan bahwa kandungan minyak atsiri cengkeh adalah eugenol, eugenol asetat, kariofilen, metal n-amil keton, sesquiterpenol, dan naftalen. Menurut Kardinan (2002) minyak cengkeh merupakan salah satu pestisida nabati yang bersifat antibakteri dan antifungi karena mengandung senyawa aktif eugenol. Menurut (Ueda et al. 1982) bahan alami seperti minyak cengkeh dapat menekan pertumbuhan cendawan dan bakteri terbawa benih. Kondisi lingkungan simpan dan infeksi patogen menyebabkan benih cepat mengalami kemunduran. Hal ini berarti bahwa benih yang disimpan dalam kondisi yang tidak menguntungkan serta adanya patogen di dalam benih akan mempercepat proses deteriorasi pada benih. Proses kemunduran benih yang disebabkan karena faktor lingkungan disebut sebagai kemunduran fisiologis. Kemunduran fisiologis pada benih selama melalui tahap penyimpanan dapat diperlambat dengan perlakuan invigorasi. Penambahan minyak cengkeh pada saat perlakuan bertujuan untuk mengurangi tingkat infeksi patogen terbawa benih selama penyimpanan. Perlakuan invigorasi yang diberikan dapat mempertahankan viabilitas benih serta menekan perkembangan patogen terbawa benih hingga periode simpan 3 bulan. Perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm, osmoconditioning dengan KNO3 2% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa yang masing-masing ditambahkan minyak cengkeh 0.3% mampu meningkatkan indeks vigor sebesar 11.8, 7 dan 7% pada periode simpan 0 bulan. Benih yang diberi perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% menunjukkan nilai indeks vigor tertinggi pada 0 bulan simpan. Akan tetapi, perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm tidak dapat meningkatkan indeks vigor benih pada periode simpan 1 hingga 3 bulan. Hal ini diduga karena konsentrasi asam askorbat yang diberikan terlalu tinggi serta aktivitasnya di dalam benih tergolong rendah sehingga asam askorbat terakumulasi di dalam benih. Asam askorbat yang terakumulasi di dalam benih memberikan efek inhibitor sehingga proses perkecambahan menjadi terhambat.
52 Menurut Yullianida dan Murniati (2005) akumulasi asam askorbat yang tinggi pada benih dapat memberikan efek inhibitor. Interaksi perlakuan lot benih dan invigorasi nyata pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% efektif meningkatkan indeks vigor pada benih lot 2 dan 3. Benih yang telah diberi perlakuan mengalami peningkatan aktivitas metabolisme selama proses invigorasi serta adanya penambahan unsur N dan K sebagai unsur hara esensial membantu meningkatkan pertumbuhan kecambah. Nasri et al. (2011) melaporkan bahwa osmopriming dengan KNO3 efektif untuk mempercepat pertumbuhan kecambah pada benih selada. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan indeks vigor pada benih lot 1. Arif (2005) menyatakan bahwa priming dengan larutan PEG pada benih kedelai efektif digunakan sebagai perlakuan benih karena dapat meningkatkan mutu fisiologis benih selama penyimpanan pada suhu kamar. Semua perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 0 bulan. Selama proses invigorasi berlangsung, terjadi peningkatan aktivitas metabolisme dalam benih sehingga benih yang diberi perlakuan invigorasi akan lebih cepat berkecambah. Ansari dan Zadeh (2012a) melaporkan bahwa perlakuan osmopriming dan hydropriming meningkatkan persentase perkecambahan, persentase kecambah normal, indeks perkecambahan, rata-rata perkecambahan, dan panjang kecambah dibandingkan kontrol. Daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal merupakan tolok ukur viabilitas potensial. Perlakuan invigorasi belum mampu meningkatkan viabilitas benih pada setiap periode simpan. Akan tetapi perlakuan invigorasi tidak menyebabkan penurunan viabilitas potensial benih. Hal ini diduga karena benih yang digunakan dalam percobaan ini masih memiliki viabilitas potensial serta kandungan cadangan makanan yang masih tinggi. Roberts dalam Yullianida dan Murniati (2005) mengungkapkan bahwa benih yang baru dipanen memiliki enzim-enzim, organel sel dan cadangan makanan yang relatif masih baik sehingga perlakuan invigorasi menjadi tidak efektif. Patogen tertentu yang menginfeksi benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih. Pada umumnya benih yang terserang patogen akan mengalami kemunduran mutu lebih cepat dibanding benih sehat. Benih dikatakan sehat jika benih tersebut tidak terinfeksi patogen, baik oleh cendawan, bakteri, virus, maupun nematoda. Beberapa cendawan dapat menginfeksi benih dan menyebabkan kematian benih. Bakteri yang menginfeksi benih dapat menjadi penyabab berkembanganya penyakit pada saat di pertanaman. Perlakuan benih dengan teknik invigorasi yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh 0.3% dapat menekan perkembangan patogen selama penyimpanan. Ilyas (2012) melaporkan bahwa patogen yang menginfeksi benih dapat merusak benih atau menurunkan viabilitas bahkan menyebabkan kematian benih. Patogen terbawa benih dapat timbul ketika benih berada di penyimpanan sebelum ditanam atau ketika di persemaian atau pembibitan. Keberadaan patogen seedborne baik di dalam maupun di permukaan benih akan menggagalkan perkecambahan atau menyebabkan epidemik penyakit karena adanya transmisi patogen penyebab penyakit dari benih ke tanaman. Hal ini akan memberikan pengaruh negatif terhadap mutu dan hasil tanaman.
53 Cendawan Fusarium sp. merupakan salah satu cendawan utama pada benih padi. Pada periode simpan 1 bulan, perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% dapat menekan infeksi cendawan Fusarium sp. Pada periode simpan 3 bulan, benih yang diberi perlakuan invigorasi mampu menekan infeksi cendawan Fusarium sp. sebesar 26.5-31.9%. Pada periode simpan 0 dan 1 bulan, perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan perlakuan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menghambat tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. Pada periode simpan 2 bulan, hanya perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% yang mampu menghambat tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. Keefektifan penggunaan minyak cengkeh dengan konsentrasi 0.3% tidak sama pada semua perlakuan invigorasi. Hal ini diduga karena senyawa aktif yang terkandung dalam minyak cengkeh belum seluruhnya dapat masuk ke dalam benih sehingga efektivitasnya masih kurang. Selain itu, konsentrasi minyak cengkeh yang digunakan diduga masih perlu ditingkatkan sehingga dapat secara efektif mengurangi infeksi cendawan dan tidak berbahaya bagi benih. Berdasarkan hasil penelitian terlihat adanya perbedaaan tingkat infeksi lot benih oleh bakteri Xanthomonas sp. pada periode sebelum simpan (0 bulan), sedangkan pada periode simpan selanjutnya tidak ada perbedaan pada semua lot benih. Pada periode simpan 0 bulan, bakteri yang menginfeksi lot 3 lebih tinggi dibandingkan dengan dua lot lainnya dan nyata berbeda secara statistik. Bakteri Xanthomonas sp. merupakan penyakit yang sering menjadi masalah serius dalam budidaya tanaman padi. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae menyebabkan penyakit hawar daun bakteri atau yang sering disebut penyakit kresek. Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzicola menyebabkan penyakit bacterial leaf streak (bakteri daun bergaris) (Mortensen 1989). Perlakuan invigorasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada periode simpan 0, 2 dan 3 bulan. Pada periode simpan 0 bulan, perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3 % nyata dapat menghambat menekan infeksi bakteri Xanthomonas sp. dan tidak berbeda dengan perlakuan invigorasi yang lain. Minyak cengkeh yang diintegrasikan dengan perlakuan priming menggunakan vitamin dan PEG dapat digunakan untuk mengurangi tingkat infeksi bakteri patogen Xanthomonas sp. selama penyimpanan benih hingga periode simpan 3 bulan. Minyak cengkeh dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri terbawa benih padi karena aktivitas senyawa eugenol. Menurut Rasooli et al. (2006) senyawa eugenol merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan lisis pada sel mikroba serta menyebabkan kerusakan pada sistem kerja sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi benih yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh berpotensi dalam mempertahankan mutu fisiologis dan meningkatkan kesehatan benih padi hibrida Intani-2. Perlakuan invigorasi dapat memperlambat laju kemunduran benih selama penyimpanan 3 bulan. Penambahan minyak cengkeh konsentrasi 0.3% dapat menekan pertumbuhan cendawan dan patogen terbawa benih padi.
54
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Perlakuan invigorasi dapat diaplikasikan untuk meningkatkan viabilitas benih yang telah mengalami kemunduran. Perlakuan invigorasi hanya mampu meningkatkan viabilitas benih pada lot benih yang mengalami kemunduran tipe I. Sedangkan pada kemunduran tipe II dan tipe III viabilitas benih tidak dapat pulih kembali. Pestisida sintetis berupa Agrept 0.15% dan Benlox 0.05% tidak sesuai untuk diaplikasikan dengan cara perendaman pada benih padi hibrida Intani-2 karena bersifat toksik terhadap benih. Perendaman benih dengan konsentrasi minyak cengkeh 0.1% hingga 0.5% tidak bersifat toksik terhadap benih. Akan tetapi perendaman minyak cengkeh 1% nyata menurunkan indeks vigor dan daya berkecambah benih. Semua perlakuan invigorasi benih yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh 0.3% dapat digunakan untuk mempertahankan mutu fisiologis dan meningkatkan kesehatan benih selama periode simpan 3 bulan. Perlakuan invigorasi benih yang digunakan tidak menyebabkan penurunan mutu fisiologis benih kecuali perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm yang menyebabkan penurunan bobot kering kecambah normal pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% efektif meningkatkan indeks vigor pada benih lot 2 dan 3 pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa dapat meningkatkan indeks vigor pada benih lot 1 pada periode simpan 3 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% dapat menekan infeksi cendawan Fusarium sp. pada periode simpan 1 bulan. Perlakuan osmoconditioning dengan KNO3 2% + minyak cengkeh 0.3%, osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3% dan hydropriming + minyak cengkeh 0.3% mampu menghambat tingkat infeksi cendawan Aspergilus sp. pada periode simpan 0 dan 1 bulan. Bakteri Xanthomonas sp. dapat dihambat dengan perlakuan vitamin priming dengan asam askorbat 40 ppm + minyak cengkeh 0.3% dan osmoconditioning dengan PEG -0.2 MPa + minyak cengkeh 0.3 % hingga periode simpan 3 bulan.
Saran Perlakuan invigorasi dengan osmoconditioning, vitamin priming dan hydropriming berpotensi digunakan untuk meningkatkan mutu fisiologis dan kesehatan benih padi hibrida Intani-2 selama penyimpanan 3 bulan. Perlu dilakukan investigasi lebih mendalam mengenai konsentrasi bahan priming dan minyak cengkeh yang tepat sehingga terjadi sinergisme antara peningkatan mutu fisiologis dan kesehatan benih.
55 DAFTAR PUSTAKA Ansari O, Zadeh FS. 2012a. Osmo and hydropriming mediated germination improvement under cold stress conditions in mountain rye (Secale mountanum). Cercetari Agronomice in Moldova 45(3):53-62. Ansari O, Zadeh FS. 2012b. Osmo and hydropriming improvement germination characteristics and enzyme activity of Mountain Rye (Secale montanum) seeds under drought stress. Journal of Stress Physiology and Biochemistry 8(4):253-261. Arif M. 2005. Effect of seed priming on emergence, yield and storability of soybean [thesis]. Pakistan: Department of Agronomy. NWFP Agriculture University. Asie KV. 2004. Matriconditioning plus pestisida botani untuk perlakuan benih cabai terinfeksi Colletrotichum capsisi: Evaluasi mutu benih selama penyimpanan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Astuti D. 2009. Pengaruh matriconditioning plus minyak cengkeh terhadap viabilitas, vigor, dan kesehatan benih padi (Oryza sativa) yang terinfeksi Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Basra SMA, Ullah E, Warraich EA, Cheema MA, Afzal I. 2003. Effect of Storage on Growth and Yield of Primed Canola (Brassica napus) Seeds. Int J Agri Biol 5(2):118-120. Basra SMA, Farooq M, Wahid A, Khan MB. 2006. Rice seed invigoration by hormonal and vitamin priming. J Seed Sci and Technol 34(3):738-758. Copelands LO, McDonald MD. 1995. Principle of Seed Science and Technology. New York: Chapman and Hall. Copelands LO, McDonald MB. 2001. Principle of Seed Science and Technology. London: Kluwer Academic Publishers Dolatabadian A, Modarressanavy SAM. 2008. Effect of the Ascorbic Acid, Pyridoxine and Hydrogen Peroxide Treatments on Germination, Catalase Activity, Protein and Malondialdehyde Content of Three Oil Seeds. Not Bot Hort Agrobot Cluj 36 (2):61-66. Erinnovita, Sari M, Guntoro D. 2008. Invigorasi benih untuk memperbaiki perkecambahan kacang panjang (Vigna unguiculata Hask. ssp. sesquipedalis) pada cekaman salinitas. Bul Agron 36(3):214-220. Fadhilah S. 2003. Pengaruh matriconditioning plus minyak cengkeh atau fungisida terhadap mutu dan kesehatan benih kedelai (Glycine max (L) Merr.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Farooq M, Basra SMA, Saleem BA, Nafees N, Chishti SA. 2005. Enhancement of tomato seed germination and seedling vigor by osmopriming. J Agric Sci 42(3-4):36-41. Farooq M, Basra SMA, Afzal I, Khaliq A. 2006a. Optimization of hydropriming techniques for rice seed invigoration. J Seed Sci and Technol 34:507-512. Farooq M, Basra SMA, Tabassum R, Ahmed N. 2006b. Evaluation of seed vigour enhancement techniques on physiological and biochemical basis in coarse rice (Oryza sativa L.). J Seed Sci and Technol 34:741-750.
56 Farooq M, Basra SMA, Ahmad N. 2007. Improving the performance of transplanted rice. Plant Growth Regul 51:129-137. Fiana Y. 2010. Efektivitas matriconditioning plus pestisida nabati dalam pengendalian patogen seedborne dominan dan peningkatan mutu benih padi (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Georghiou K, Thanos CA, Passam HC. 1987. Osmoconditioning as a means of counteracting the ageing of pepper seeds during high-temperature storage. Annals of Botany 60:279-285. Gurusinghe S, Powell ALT, Bradford KJ. 2002. Enhanced Expression of BiP Is Associated with Treatments that Extend Storage Longevity of Primed Tomato Seeds. J Amer Soc Hort Sci 127(4):528–534. Hussain M, Farooq M, Basra SMA, Ahmad N. 2006. Influence of seed priming techniques on the seedling establishment, yield and quality of hybrid sunflower. Int J of Agri Biol 8(1):14-18. Ilyas S. 1986. Pengaruh faktor induced dan enforced terhadap vigor benih kedelai (Glycine max L. Merr.) dan hubungannya dengan produksi per hektar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ilyas S. 2005. Invigorasi Benih. Makalah Magang Vigor Benih, Bagian Ilmu dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Ilyas S, Sudarsono, Nugraha US, Kadir TS, Yukti AM, Fiana Y. 2007. Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Fakultas Pertanian. IPB-BB Padi. Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-Hasil Penelitian. Bogor (ID): IPB Pr. Islam MSh., Jahan QSA, Bunarith K, Viangkum S, Merca S. 2000. Evaluation of seed health of some rice varieties under different conditions. Bot Bull Acad Sin 41:293-297. [ISTA] International Seed Testing Association. 2009. Handbook on Seedling Evaluation. ISTA Rules for Seed Testing Association. Zurich. Switzerland. [ISTA] International Seed Testing Association. 2011. ISTA Rules for Seed Testing Association. Zurich. Switzerland. [ISTA] International Seed Testing Association. 2012. ISTA Rules for Seed Testing Association. Zurich. Switzerland. Janmohammadi M, Dezfuli PM, Sharifzadeh F. 2008. Seed invigoration techniques to improve germination and early growth of inbred line of maize under salinity and drought stress. Gen Appl Plant Physiology 34(3-4):215-226. Jumhana A. 2004. Penggunaan tiga jenis tepung nabati untuk menekan serangan cendawan dan mempertahankan viabilitas serta vigor benih kedelai (Glycine max (L.) Merril) selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Justice LO, Bass LN. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R, penerjemah. Jakarta: Rajawali. Terjemahan dari: The Principles and Practices of Seed Storage. Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Ketaren S. 1987. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Balai Pustaka.
57 Khan AA. 1992. Preplant physiological seed conditioning. Di dalam: Janick J, editor. Horticultural Review. New York: Wiley and Sons, Inc. Madiki A. 1998. Deteksi dini sifat toleransi dan peranan perlakuan invigorasi benih dalam mengatasi cekaman oksigen pada berbagai varietas/galur padi sawah (Oryza sativa L.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maude RB. 1986. Treatment of vegetable seeds. Di dalam Jeffs KA, editor. Seed Treatment. The British Crop Protec. Council England. Mauromicale G, Canallaro V, Lerna A. (1994). Effects of seed osmoconditioning on emergence characteristics of summer squash (Cucurbits pepo L.). Acta Horticultuace 362:221-228. Murray GA, DO Wilson Jr. 1987. Priming seed for improved vigor. University of Idaho. Bul Agric 67:55-70. Mortensen CN. 1989. Seed Bacteriology Laboratory Guide. Danish Government Institut of Seed Pathology for Developing Countries. Denmark. Nasri N, Kaddour R, Mahmoudi H, Baatour O, Bouraoui N, Lachaâl M. 2011. The effect of osmopriming on germination, seedling growth and phosphatase activities of lettuce under saline condition. Afr J Biotechnol 10(65):14366-14372. doi: 10.5897/AJB11.1204. Neegaard P. 1977. Seed Pathology. London: Macmillan Pr. Posmyk MM, Janas KM. 2007. Effects of seed hydropriming in presence of exogenous proline on chilling injury limitation in Vigna radiata L. seedlings. Acta Physiol Plant 29:509-517. Rahayu E, Widajati E. 2007. Pengaruh kemasan, kondisi ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih caisin (Brassica chinensis L.). Bul Agron 35(3):191-196. Rahmawati AY. 2008. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetis atau nabati untuk mengendalikan hawar daun bakteri terbawa benih serta meningkatkan viabilitas dan vigor benih padi (Oryza sativa L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rasooli I, Rezaei MB, Allameh A. 2006. Ultrastructural studies on antimicrobial efficacy of thyme essential oils on Listeria monocytogenes. International Journal of Infectious Diseases 10:236-241. Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT. Grasindo. Silalahi VSE. 1999. Pengaruh perlakuan penyimpanan dan invigorasi terhadap perubahan molekuler dan viabilitas benih pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Susilowati. 2006. Matriconditioning plus fungisida nabati untuk mengendalikan cendawan dominan penyebab damping-off pada tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tatipata A, Yudono P, Purwantoro A, Mangoendidjojo W. 2004. Kajian aspek biologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian 11(2):76-87. Tsiantos J, Psallidas P. 2002. The effect of inoculum concentration and time of application of various bactericides on the control of fire blight (Erwinia amylovlora) under artificial inoculation. Phyto 41:246-251. Ultee A, Bennik MHJ, Moezellar. 2002. The phenolic hydroxyl group of carvacrol is essential for action againts the food-borne pathogen bacillus cereus. Applied and Environmental Microbiology 68(4):1561-1568.
58 Ueda S, Yamashita M, Nakajima, Kurabawa Y. 1982. Inhibition of microorganism by spesies extrac and flavouring compounds. Nippon Shokuin Kogya Gakkashi 29:111-116. Widajati E. 1999. Deteksi vigor biokimiawi dan vigor fisiologi untuk fenomena pemulihan vigor pada tingkat awal deteriorasi benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) melalui proses invigorasi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widajati E, Murniati M, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr. Xie GL, Mew TW. 1988. A leaf inoculation method for detection of Xanthomonas oryzae pv. oryzicola. Plant Dis 82:1007-1011. Yari L, Zareyan A, Hasani F, Sadeghi H, Sheidaie, S. 2012. Germination and seedling growth as affected by presowing PEG seed treatments in (Oryza sativa L.). Tech J Engin and App Sci 2(12):425-429. Yullianida, Endang M. 2005. Pengaruh antioksidan sebagai perlakuan invigorasi benih sebelum simpan terhadap daya simpan benih bunga matahari (Helianthus annus L.). Hayati:145-150. Yukti, A. M. Efektivitas matriconditioning plus agens hayati dalam pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor dan hasil padi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
59 Lampiran 1 Deskripsi padi hibrida varietas Intani-2 Asal Nomor seleksi Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna helai daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Bobot 1000 butir Kadar amilosa Potensi hasil Ketahanan terhadap hama
Ketahanan terhadap penyakit Pengusul Tanggal pelepasan Nomor SK Mentan Kode varietas
: 03 A × K 10 : BPK 003 : Cere : 108−116 hari : Tegak : 86.1−110.3 cm : 11−18 batang : Hijau : Hijau : Tidak berwarna : Tidak berwarna : Hijau : Agak halus : Tegak : Tegak : Slender : Kuning bersih : Sedang : Agak tahan : Pulen : 23.7−28.8 gram : 24.64% : 8.36−9.9 t.ha–1 gabah kering giling (kadar air 14%) : - Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3 (skala 3.67) - Agak peka wereng coklat biotipe SU (skala 4.3) : - Agak tahan terhadap BLB strain III dan IV - Peka terhadap BLB strain VIII : PT. Benih Inti Subur Intani (BISI) : 13 Desember 2001 : 644/Kpts/TP.240/12/2001 : PhB
60
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 26 Januari 1986 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Sudarmono (Alm.) dan Ibu Ponisah. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor dan mendapat gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswi program sarjana, penulis pernah memperoleh dana kewirausahaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang dibiayai oleh DIKTI untuk kegiatan kewirausahaan Tahun 2007 tentang usaha sari kacang merah ‘Azzuki Milk’. Karir penulis dimulai sejak tahun 2009 dengan bergabung di PT. BISI International, Tbk, Kediri, Jawa Timur sebagai staf analis benih Tanaman Pangan. Tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana, IPB dengan beasiswa pendidikan dari PT. BISI International, Tbk.