EVALUASI KEMURNIAN GENETIK DENGAN MARKA MIKROSATELIT DAN APLIKASI RIZOBAKTERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG HIBRIDA
AWALUDIN HIPI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI DAN PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Evaluasi Kemurnian Genetik dengan Marka Mikrosatelit dan Aplikasi Rizobakteri untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung Hibrida” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Januari 2014
Awaludin Hipi NIM. A261090021
RINGKASAN AWALUDIN HIPI. Evaluasi Kemurnian Genetik dengan Marka Mikrosatelit dan Aplikasi Rizobakteri untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung Hibrida. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN (Ketua), SATRIYAS ILYAS (Anggota), GIYANTO (Anggota). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah melalui penggunaan benih jagung bermutu dari varietas unggul. Upaya untuk memenuhi kebutuhan benih jagung berkualitas tinggi harus terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengawasan benih dengan pengembangan dan penerapan metode untuk pengujian kualitas/kemurnian genetik. Hal ini disebabkan pengujian kualitas genetik menggunakan karakter morfologi konvensional memiliki kelemahan yaitu memerlukan lebih banyak waktu (satu siklus hidup tanaman), dan sering sulit dibedakan dari non-hibrida. Marka molekuler dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Di antara berbagai jenis penanda molekuler, SSR atau sering disebut mikrosatelit telah banyak digunakan untuk sidik jari, analisis keragaman genetik, hubungan keluarga, dan sebagai marka penyeleksi. Marka SSR adalah penanda yang sering digunakan dalam studi genetik tanaman jagung. Oleh karena itu diharapkan bahwa SSR dapat digunakan untuk menganalisis kemurnian genetik benih jagung hibrida untuk menentukan tingkat hibriditas dari benih jagung hibrida. Upaya lain yang diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida adalah dengan menggunakan rizobakteri dan pupuk P. Peran mikroba ini adalah untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi terutama P dalam tanah. Penggunaan rizobakteri pelarut fosfat, dapat melarutkan fosfat yang sulit larut menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mendapatkan marka SSR yang spesifik untuk tetua jantan dan betina; 2) mengetahui keefektifan marka SSR dalam uji kemurnian genetik benih jagung hibrida; 3) mendapatkan isolat rizobakteri yang mampu melarutkan fosfat, mampu memproduksi IAA, tidak bersifat patogen terhadap tanaman, dan dapat meningkatkan mutu fisiologis benih tetua betina jagung hibrida; 4) mempelajari pengaruh rizobakteri dan pupuk P dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tetua betina jagung hibrida; 5) mempelajari pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap pertumbuhan, produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida Penelitian dilakukan dalam empat tahap percobaan: (1) Evaluasi kemurnian genetik benih jagung hibrida menggunakan marka SSR, (2) Karakterisasi rizobakteri dalam memproduksi asam indol asetat (IAA), kemampuan melarutkan fosfat, reaksi hipersensitif, dan meningkatkan kualitas fisiologis benih jagung hibrida, (3) Pengujian keefektifan rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tetua betina jagung hibrida di polybag, dan (4) Pengujian keefektifan rizobakteri dan pupuk P dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas fisiologis benih jagung hibrida di lapang. Hasil percobaan 1, terdapat 3 marka spesifik (phi96100, phi072, dan phi328175) yang dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian genetik jagung hibrida Bima-3 dan Bima-4. Marka phi96100 spesifik untuk tetua jantan dan tetua
betina hibrida Bima-4 (Mr-14 dan G180), marka phi072 spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina Bima-3 (Mr-14 dan Nei9008), dan marka phi328175 spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina kedua hibrida Bima-3 dan Bima-4. Berdasarkan uji dengan marka SSR, benih jagung hibrida varietas Bima-3 dan Bima-4 memiliki kemurnian genetik masing-masing 97.5% dan 80%. Marka SSR dapat mendeteksi kemurnian genetik jagung hibrida secara cepat dan akurat, dimana secara morfologi sulit untuk dideteksi. Marka SSR efektif digunakan untuk uji kemurnian genetik benih jagung hibrida. Hasil percobaan kedua, terdapat 23 isolat rizobakteri yang mampu melarutkan fosfat, dan 23 isolat menunjukkan reaksi hipersensitif negatif, 18 isolat mampu memproduksi IAA. Dari hasil karakterisasi tersebut, terpilih rizobakteri untuk digunakan pada pengujian selanjutnya yaitu lima isolat dari jenis Aktinomiset (AB3, ATS4, AB11, AB2 dan ATS5); lima isolat dari jenis Bacillus spp. (B13, B46, B28, B37 dan B42); dan lima isolat dari Pseudomonas kelompok fluorescens (P24, P12, P14, P31 dan P34) yang digunakan untuk pengujian mutu fisiologis benih tetua betina jagung hibrida. Hasil pengujian mutu fisiologis di rumah kaca, didapatkan bahwa isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih jagung. Isolat B28 mampu meningkatkan daya berkecambah hingga mencapai 80 %. Isolat lain yang berpotensi meningkatkan daya berkecambah yaitu B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5. Aplikasi rizobakteri P34 dan P12 tidak berpengaruh terhadap tinggi bibit dan bobot kering bibit, namun dapat meningkatkan panjang akar jagung dibanding kontrol. Berdasarkan hasil karakterisasi dan pengaruh terhadap peningkatan mutu fisiologis benih tetua betina jagung hibrida, terpilih enam isolat rizobakteri dari masing-masing jenis rizobakteri yang dapat digunakan pada percobaan di lapang yaitu AB2, ATS4, B28, P14, dan P31. Isolat B42 terpilih karena memiliki kemampuan memproduksi IAA yang tinggi. Pada percobaan ketiga, didapatkan bahwa pemupukan P belum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Isolat B42 berpotensi meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Isolat rizobakteri B28 berpotensi meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Pada percobaan keempat di lapang didapatkan bahwa pada musim tanam I (musim hujan), pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. Isolat B42, ATS4, dan P31 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung. Perlakuan rizobakteri dapat meningkatkan mutu fisiologis benih jagung pada periode simpan empat bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62%, tetapi hanya isolat ATS4 yang dapat meningkatkan mutu benih setelah disimpan selama delapan bulan. Pada musim tanam II (musim kemarau), pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. Isolat ATS4 mampu meningkatkan tinggi tanaman dan produktivitas benih jagung hibrida. Aplikasi rizobakteri yang diikuti dengan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan rendemen benih hingga 83.8%. Aplikasi rizobakteri dapat mengurangi penggunaan pupuk P 50 % dari dosis rekomendasi. Rizobakteri ATS4 dan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 terbaik dalam meningkatkan mutu fisiologis benih setelah empat bulan simpan dalam ruangan pada suhu 21-25oC dan RH 53 – 62%. Kata kunci: Aktinomiset, Bacillus spp., galur tetua jagung hibrida, marka SSR, penyimpanan benih, Pseudomonas fluorescens
SUMMARY AWALUDIN HIPI. Evaluation of Genetic Purity Using Microsatelite Marker and Application of Rhizobacteria for Increasing Productivity and Physiological Quality of Maize Hybrid Seed. Supervised by MEMEN SURAHMAN (Chair), SATRIYAS ILYAS (Member), GIYANTO (Member). One effort to improve maize production is through the use of high quality maize seed. In order to assure high quality seed, it’s genetic quality must be tested. SSR markers often used in genetic studies of maize plants. Therefore SSR can be used to analyze the genetic purity of maize hybrid seed. Another effort to increase productivity and physiological quality of maize hybrid seeds is using rhizobacteria and phosphate fertilizer. The objectives of this research were 1) to determine SSR markers specific for male and female parents, 2) to know the effectiveness of SSR markers for the genetic purity testing of maize hybrid seeds, 3) to find non phytopathogenic rhizobacteria isolates capable of dissolving phosphate, producing IAA, and improving the physiological quality of seed and seedling growth of female parent of maize hybrid, 4) to assess the effect of rhizobacteria and phosphate fertilizers to increase plant growth and yield female parent of maize hybrid, 5) to investigate the effect of rhizobacteria and P fertilizer for increasing productivity and physiological quality of maize hybrid seed. This research consisted of four stages: (1) Selection of SSR primers specific for female and male parents, and testing of genetic purity of hybrid maize seed using SSR markers, (2) Characterization of rhizobacteria in producing IAA, dissolving unsoluble forms of phosphate, non phytopathogenic (hypersensitive reaction test), and improving the physiological quality of maize hybrid seed, (3) Testing the effectiveness of rhizobacteria and phosphate fertilizer on plant growth of female parent in polybag, and (4) Evaluation the effectiveness of rhizobacteria and phosphate fertilizer to increase productivity and the physiological quality of maize hybrid seed in the field. All stages of the research were conducted from April 2011 until December 2012. Results of experiment 1 showed that: 1) Out of five markers tested, three markers namely phi96100, phi328175 and phi072 produced polymorphic bands and were able to distinguish parental lines of two maize hybrid varieties. SSR marker phi96100 was specific for detection the genetic purity of cv.Bima-4 and phi072 for cv.Bima-3. While phi328175 was specific markers to both maize hybrids. The genetic purity of cv.Bima-3 and cv. Bima-4 were 97.5% and 80% respectively. Results of experiment 2 showed that from 34 rhizobacteria isolates, consisted of Actinomycetes, Bacillus spp., and Fluorescent pseudomonads, five isolates of each group having characteristic of dissolving phosphate, producing IAA, and non phytopathogenic. B28 and B46 isolates increased growth rate and vigour index of female parent seeds of hybrid maize. AB2, ATS4, B28, P14, and P31 isolates were selected based on the ability to improve the physiological seed quality of female parent and the rhizobacteria B42 based on the highest production of IAA. These isolates were then used in the field experiment.
Results of experiment 3 showed that phosphate fertilizer did not effect the plant growth, weight of ear, and weight kernel per ear but rhizobacteria B42 isolate was potential to increase plant growth compared the control and other rhizobacteria. B28 isolate was potential to increase weight of ear, and weight kernel per ear. Results of the field experiment showed that at the first planting season (rainy season), application of 100 kg SP-36 ha-1 increased productivity compared to control. B42, ATS4 and P31 isolates increased number of leaves, leaf area index, and productivity of maize hybrid seeds. Trial the second planting season (dry season) showed that application of 100 kg SP-36 ha-1 increased productivity compared untreated. ATS4 rhizobacteria increased plant heigth and productivity of maize hybrid seed. Application of ATS4 isolate followed by 100 kg SP-36 ha-1 increased the percentage of good quality seeds. Rhizobacteria reduced P fertilizer 50 % from the recomendation dosage. Application of ATS4 isolate and fertilizer P 100 kg SP-36 ha-1 increased physiological quality of harvested seeds after four month storage at 21 – 25oC and 53 – 62 % RH. Key words : Actinomycetes, Bacillus spp., Fluorescent pseudomonads, parental lines of maize hybrid, seed storage, SSR marker
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK DENGAN MARKA MIKROSATELIT DAN APLIKASI RIZOBAKTERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG HIBRIDA
AWALUDIN HIPI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup
:
1. Dr Ir Abdul Qadir, MS (Staf Pengajar Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen AGH, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) 2. Dr Ir Henny Purnamawati, MScAgr (Staf Pengajar Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Departemen AGH, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)
Penguji pada Ujian Terbuka
:
1. Prof (R) Dr A. Karim Makarim (Peneliti Puslitbang Tanaman Pangan Badan Litbang Pertanian, Kementrian Pertanian RI) 2. Dr Ir Faiza C. Suwarno (Staf Pengajar Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen AGH, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)
Judul Disertasi
: Evaluasi Kemurnian Genetik dengan Marka Mikrosatelit dan Aplikasi Rizobakteri untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung Hibrida
Nama
: Awaludin Hipi
NIM
: A261090021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr Ketua
Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS Anggota
Dr Ir Giyanto, MSi Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Dr Ir Endah R Palupi, MSc
Tanggal Ujian: 20 Desember 2013
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
J udul Disertasi
: Evaluasi Kemurnian Genetik dengan Marka Mikrosatelit dan Aplikasi Rizobakteri untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung Hibrida
Nama
: Awaludin Hipi
NIM
: A261 090021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr
Ketua
Prof Dr lr Satriyas Ilyas, MS Anggota
Dr lr Giyanto, MSi Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
""'M'l'ttMi'J:(I~~l Pascasrujana
Ir Endah R Palupi, MSc
Tanggal Ujian: 20 Desember 2013
Tanggal Lulus:
16 JA N 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 sampai Desember 2012 ini adalah “Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Jagung Hibrida dengan Marka Mikrosatelit dan Aplikasi Rizobakteri untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung Hibrida”. Tema ini memberikan penekanan terhadap pengembangan metode uji kemurnian genetik, peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida. Dalam rentang waktu perkuliahan hingga penyelesaian akhir Disertasi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan dari semua pihak. Olehnya dengan hati yang tulus penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MScAgr selaku ketua komisi pembimbing, Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr Ir Giyanto,MSi selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan saran, koreksi, petuah, dan kesabaran selama membimbing penulis sejak penyusunan rencana penelitian hingga selesainya disertasi ini. 2. Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr dan Dr Ir Abdul Qadir, MS selaku penguji pada ujian tertutup, Prof (R) Dr A. Karim Makarim dan Dr Ir Faiza C. Suwarno selaku penguji pada ujian terbuka, serta Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, atas saran dan koreksinya untuk perbaikan disertasi ini. 3. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI atas kesempatan melanjutkan studi ini, bantuan Beasiswa dan dana penelitian melalui kerjasama program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP 3T). Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (BBP2TP) dan Kepala Balai Pengkajian teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, atas arahan dan kerjasamanya. 4. Bapak Rektor IPB, Dekan dan Sekretaris Dekan serta Dosen SPs IPB, atas pembinaan, dan pelayanannya selama studi. Demikian pula kepada Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB, Ketua dan Sekretaris Departemen AGH serta Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih beserta staf yang telah banyak membantu penulis selama studi. 5. Kepala Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor dan kepala laboratorium molekuler atas izin penggunaan laboratorium. Bapak Ir Ahmad Dadang atas bantuannya mendampingi selama penelitian di laboratorium molekuler. Pimpinan dan staf University Farm IPB, pimpinan dan staf Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan Nusa Tenggara Barat, atas bantuan dan kerjasamanya. 6. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi Selatan, terutama kepada Dr. Andi Takdir Makkulawu, atas saran dan bantuan benih yang digunakan dalam penelitian ini. 7. Orangtua yang telah membesarkan dan merawat dengan kasih sayangnya yang tiada batas. Isteri (Baiq Tri Ratna Erawati, SP, MSc) dan anak-anak tercinta (Ratna Tanzilla Ch. Hipi dan Tiara W. Rahmawati Hipi), serta seluruh keluarga, atas doa, pengorbanan dan kesabarannya.
8.
Rekan-rekan yang telah membantu penelitian di laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman IPB, di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, dan di Leuwikopo, atas bantuan dan dukungannya. Buat Candra Budiman,SP, MSi, Ir Tjipto R. Basoeki, MS, Drs Jekvy Hendra, MSi, dan Dr Agustiansyah, atas dukungan dan bantuannya. 9. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Badan Litbang Pertanian di IPB, atas informasi, kerjasama, dan persahabatan yang terjalin selama studi. Demikian pula rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Departemen AGH dan khususnya rekan-rekan Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, atas bantuan, dukungan dan kebersamaannya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2014
Awaludin Hipi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
Halaman xiv xv xvi
PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan masalah Tujuan penelitian Manfaat penelitian Alur penelitian TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Penggunannya Rizobakteri dan Pupuk Fosfat Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi tanaman serta Mutu Fisiologis Benih EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT Abstrak Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
11 12 13 15 18
KARAKTERISASI RIZOBAKTERI UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIOLOGIS DAN PERTUMBUHAN BIBIT TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA Abstrak Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
19 20 21 24 29
PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA Abstrak Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
31 32 32 33 36
1 3 4 4 5 6 7 8
DAFTAR ISI (lanjutan) Halaman PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN APLIKASI RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT Abstrak Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
37 38 39 43 58
PEMBAHASAN UMUM KESIMPULAN UMUM SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
58 63 64 65 76
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Marka mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian Deteksi kemurnian genetik benih hibrida Bima-4 berdasarkan marka SSR dan marka morfologi Deteksi kemurnian genetik benih hibrida Bima-3 berdasarkan marka SSR dan marka morfologi Karakter morfologi hibrida Bima-3 dan Bima-4 pada pengujian lapang Cikabayan. Bogor Isolat rizobakteri yang digunakan dalam penelitian Reaksi hipersensitif dan kemampuan melarutkan fosfat dari isolat rizobakteri Pengaruh aplikasi isolat rizobakteri terhadap tinggi tanaman, panjang akar, dan bobot kering bibit jagung pada umur 4 MST Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pengaruh pemupukan P dan aplikasi rizobakteri terhadap indeks luas daun (ILD) Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap kehijauan daun Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap kehijauan daun Pengaruh aplikasi pupuk P dan rizobakteri terhadap bobot tongkol Pengaruh aplikasi pupuk P dan rizobakteri terhadap rendemen benih Pengaruh aplikasi pupuk P dan rizobakteri terhadap produktivitas Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 yang disimpan selama 4 dan 8 bulan Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 yang disimpan selama 4 dan 8 bulan Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap produktivitas benih Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap bobot tongkol Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap bobot 1000 butir benih Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap kandungan P benih Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap rendemen benih Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 pada beberapa periode simpan Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 pada beberapa periode simpan
13 16 17 18 21 26 29 34 35 35 36 44 44 45 46 47 47 48 48 49 50 51 52 53 53 54 54 55 56 57
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Bagan alir kegiatan penelitian Visualisasi fragmen DNA hasil amplifikasi dengan primer SSR pada tetua jantan dan betina jagung hibrida 3. Visualisasi pola pita DNA dengan marka SSR phi96100 melalui elektroforesis vertikal 6% PAGE pada jagung hibrida Bima-4. 4 Visualisasi pola pita DNA dengan marka SSR phi072 melalui elektroforesis vertikal 6% PAGE pada jagung hibrida Bima-3 5 Pelarutan fosfat oleh isolat rizobakteri 6 Reaksi hipersensitif isolat rizobakteri 7 Produksi IAA dari isolat Aktinomiset, Bacillus spp, dan Pseudomonas kelompok fluorescens 8 Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT) benih tetua betina jagung hibrida 9 Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap daya berkecambah benih tetua betina jagung hibrida 10 Tata letak tetua jantan dan betina
Halaman 5 15 16 17 24 25 25 27 28 41
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7
Deskripsi varietas Bima-3 Deskripsi varietas Bima-4 Deskripsi tetua betina jagung hibrida Bima-3 Deskripsi tetua jantan jagung hibrida Bima-3 Hasil analisis tanah. Cikemeuh. Bogor 2011 Hasil analisis tanah. Lembar. Lombok Barat 2011 – 2012 Curah hujan, suhu, kelembaban, dan penyinaran selama pelaksanaan penelitian
76 77 78 79 80 80 81
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas unggulan nasional, dan menjadi salah satu dari lima komoditas prioritas yang diprogramkan oleh Kementrian Pertanian. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional dan untuk mengurangi impor akibat kurangnya produksi jagung dalam negeri. Produksi jagung pada tahun 2011 dan 2012 ditargetkan sebesar 21.9 dan 24.1 juta ton (Ditjen Tanaman Pangan 2010), namun hanya tercapai 17.6 dan 19.4 juta ton (BPS Indonesia 2012). Untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, maka pada tahun 2011 pemerintah telah mengimpor sebanyak 3.2 juta ton. Peningkatan permintaan jagung dalam negeri dipicu oleh perkembangan industri pakan ternak (> 55%), pangan (30 %), dan industri lainnya serta untuk benih (Kasryno et al. 2007). Demikian pula dengan meningkatnya krisis energi, maka akan terjadi peningkatan penggunaan jagung sebagai sumber bioetanol. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan mengembangkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan tertentu, seperti varietas hibrida. Purwanto (2007) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas jagung maka perlu diprogramkan penggunaan benih berkualitas dari jenis hibrida dan komposit unggul. Di Indonesia, penggunaan benih hibrida pada tahun 2010 sebesar 54% dari luas tanam jagung, dan pada tahun 2014 diproyeksikan menjadi 75% (+ 60 ribu ton) (Ditjen Tanaman Pangan 2010). Untuk menunjang penggunaan varietas jagung hibrida, diperlukan penyediaan benih yang cukup dan berkualitas prima. Kendala utama dalam memproduksi benih hibrida adalah rendahnya produktivitas, sementara kebutuhan benih lebih besar dibanding yang diproduksi. Selama ini untuk memenuhi kekurangan benih jagung dalam negeri adalah dengan cara melakukan impor. BPS Indonesia (2012) melaporkan bahwa impor benih jagung pada tahun 2012 mencapai 1650 ton atau senilai US$ 5.28 juta. Untuk mendukung peningkatan produksi jagung di Indonesia, sebaiknya benih jagung komersil tingkat nasional diproduksi dalam negeri (Karama 2004). Namun hingga saat ini, sumber daya dan kelembagaan perbenihan jagung dalam negeri belum merupakan usaha yang mumpuni dan berdaya saing handal (Baihaki 2004). Oleh sebab itu, aspek pemahaman ilmu pemuliaan praktis dalam kehidupan pertanian khususnya ilmu menghasilkan benih jagung bermutu oleh petani harus diperluas dan ditingkatkan. Sebelum teknologi benih berkembang, perhatian terhadap kualitas benih difokuskan pada cara mempertahankan dan menentukan kualitas benih. Namun perlu disadari bahwa kualitas benih ditentukan mulai dari proses prapanen. Panen dan pascapanen hanya merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas benih yang telah dicapai. Perbedaan kualitas dari lot benih (sebelum benih disimpan) dapat terjadi karena adanya perbedaan lingkungan pertumbuhan (tingkat kesuburan tanah, iklim, dan cara budidaya), waktu dan cara panen, cara pengeringan, pemipilan, pembersihan, sortasi, pengemasan, dan distribusi. Berkaitan dengan mutu benih, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: (1) teknik produksi benih bermutu; (2) teknik mempertahankan mutu benih yang telah dihasilkan dan pendistribusiannya; dan (3) teknik deteksi
2
mutu benih (Saenong et al. 2005). Dalam memproduksi benih, mutu benih yang mencakup mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu kesehatan benih (Ilyas 2012) mutlak untuk dipenuhi. Untuk mendeteksi mutu genetik benih dari suatu varietas tanaman, dapat dilakukan dengan cara pengamatan morfologi tanaman, atau dengan marka molekuler (DNA). Marka molekuler banyak digunakan untuk mengatasi kesulitan seleksi secara konvensional, membantu mengurangi jumlah populasi dan waktu yang dibutuhkan dalam pemuliaan per siklus seleksi. Kelebihan marka molekuler adalah mampu menyeleksi tanaman pada tahap pembibitan, yang biasanya baru bisa diamati setelah tanaman tumbuh menjadi besar dan kemampuannya menyeleksi sifat yang sangat sulit, yang bila menggunakan seleksi fenotipe membutuhkan waktu relatif panjang (Couch dan Tanskley 1991). Berbeda dengan marka morfologi dan biokimia, marka DNA selain tidak terbatas di dalam jumlah, juga tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan fase perkembangan dari tanaman (Tanksley dan McCouch 1997). Benih yang mengalami segregasi penampilannya secara visual sulit dibedakan dengan aslinya. Dalam pemeriksaan secara visual di lapang, sering terjadi kesalahan-kesalahan ini khususnya untuk jagung karena sifatnya yang menyerbuk silang. Dengan demikian, untuk mengontrol kemurnian varietas dan inbrida pembentuknya dari generasi ke generasi secara cepat dan akurat, maka pemanfaatan alat bantu marka mikrosatelit seperti simple sequence repeat (SSR) sangat dibutuhkan. Simple sequence repeat (SSR) atau biasa disebut mikrosatelit merupakan salah satu dari marka molekuler (DNA) yang banyak digunakan dalam studi genetik. Beberapa pertimbangan penggunaan marka SSR adalah terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi, dan sifatnya yang kodominan. Marka mikrosatelit merupakan alat uji yang memiliki reproduksibilitas dan ketepatan yang sangat tinggi sehingga banyak digunakan dalam membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan gen, sebagai alat bantu seleksi, studi genetik populasi, dan analisis diversitas genetik. Marka SSR telah banyak digunakan pada program pemuliaan tanaman, namun masih sedikit yang menggunakannya untuk mengevaluasi kemurnian genetik suatu varietas terutama varietas-varietas hibrida komersial. Penggunaan marka SSR untuk mendeteksi kemurnian genetik telah dilakukan pada tanaman jagung (Senior et al. 1998; Pabendon et al. 2005), pada tanaman padi (Garland et al. 1999; Yashitola et al. 2002; Mulsanti 2011), dan pada tomat hibrida (Liu et al. 2007). Selain menjaga kemurnian genetik, dalam produksi benih, diupayakan peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih. Mutu fisiologis benih memiliki pengaruh besar terhadap produksi tanaman. Benih dengan mutu fisiologis tinggi akan menghasilkan tanaman yang sehat dengan sistem perakaran yang berkembang dengan baik, dapat lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, pertumbuhan bibit yang cepat, dan berkorelasi dengan hasil yang tinggi (Harris et al. 2000). Peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian pupuk fosfor (P) dan rizobakteri. Pupuk fosfor sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan sel, memperkuat batang tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji. Kandungan P dalam benih sangat diperlukan
3
dalam proses metabolisme selama perkecambahan, dan berpengaruh terhadap kandungan ATP, vigor dan viabilitas benih. Benih yang berasal dari induk yang cukup mendapatkan pupuk P, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kekurangan unsur P. Pupuk P yang diberikan pada tanaman, hanya sekitar 10 hingga 30% (Jones 1982), 20% (Hagin dan Tucker 1982) yang diserap oleh tanaman dari pupuk yang diberikan, dan selebihnya tersimpan dalam tanah sebagai residu. Pupuk P yang diberikan, mengalami proses pengikatan atau fiksasi dalam tanah sehingga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Penggunaan bakteri perlarut fosfat seperti Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut sehingga menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Rodriquez dan Fraga 1999; Rao 2007; Prihartini 2009). Dengan demikian penggunaan pupuk P lebih efisien dan dapat dihemat. Hasil penelitian Santosa et al. (1997) mendapatkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dan aplikasi P-alam (rock phosphate) pada tanah masam Ultisol mampu meningkatkan ketersediaan P, serapan P, dan bobot biji kering kacang tanah. Berdasarkan aktivitasnya, fungsi rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman adalah: (i) membantu dalam memperoleh nutrisi seperti nitrogen, fosfor, atau besi; (ii) mencegah perkembangbiakan organisme patogen; dan (iii) menyediakan hormon tanaman seperti auksin, sitokinin, atau menurunkan produksi etilen melalui aktivitas enzim 1-aminocyclopropane-1-karboksilat (ACC) deaminase (Glick et al. 2007). Perumusan masalah Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional adalah meningkatkan produktivitas antara lain dengan menggunakan varietas unggul berdaya hasil tinggi seperti hibrida. Untuk mendukung penggunaan hibrida, diperlukan benih dalam jumlah yang cukup dan berkualitas prima. Kebutuhan benih jagung hibrida dalam negeri belum dapat terpenuhi secara keseluruhan, sehingga pemerintah melakukan impor. Masalah utama memproduksi benih di dalam negeri adalah produktivitas masih rendah terutama hibrida silang tunggal. Selain itu benih jagung yang beredar dipasaran terdapat beberapa kelemahan baik dari segi mutu genetik maupun mutu fisiologis, sehingga jika ditanam akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Dalam produksi benih jagung hibrida, sumber utama kontaminasi genetik di lapangan adalah silang diri (selfing) dari induk betina karena detaselling yang tidak sempurna. Selain itu kontaminasi dapat pula terjadi pada saat prosesing benih dan pengelolaan digudang selama penyimpanan. Kontaminasi ini mengurangi mutu genetik dan mutu fisiologis benih yang akibatnya dapat menurunkan produktivitas tanaman. Untuk mendeteksi kemurnian genetik varietas jagung, selama ini masih menggunakan metode konvensional dengan marka morfologi yang membutuhkan waktu relatif lama. Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakan marka mikrosatelit atau yang disebut simple sequence repeats (SSR). Marka SSR merupakan alat uji yang memiliki reproduksibilitas dan ketepatan yang tinggi dalam membedakan genotip, evaluasi kemurnian benih, pemetaan gen, dan membutuhkan waktu yang relatif singkat. Selain itu uji kemurnian benih dengan marka SSR tidak tergantung fase pertumbuhan tanaman, dan tidak dipengaruhi oleh
4
lingkungan. Penggunaan marka SSR belum banyak dilakukan dalam evaluasi kemurnian genetik benih jagung hibrida komersial, terutama di Indonesia. Selain memiliki kualitas genetik, benih juga dituntut harus memiliki kualitas fisiologis yang tinggi. Benih dengan kualitas fisiologis yang tinggi akan menghasilkan tanaman yang sehat, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, dan dapat memberikan hasil yang tinggi. Upaya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih dapat dilakukan dengan pemberian pupuk fosfor. Pupuk fosfor sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan sel, memperkuat batang tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji. Kandungan P dalam benih sangat diperlukan dalam proses metabolisme selama perkecambahan, dan berpengaruh terhadap kandungan ATP, vigor dan viabilitas benih. Benih yang berasal dari induk yang cukup mendapatkan pupuk P, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kekurangan unsur P. Pupuk P yang diberikan mengalami proses pengikatan atau fiksasi oleh tanah sehingga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu diperlukan bakteri yang dapat melarutkan fosfat sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Di Indonesia, penggunaan rizobakteri sebagai biostimulants dan biofertilizer untuk meningkatkan produksi tanaman belum banyak dilakukan, meskipun berbagai artikel menunjukkan bahwa rizobakteri berpotensi besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Oleh karena itu, penelitian mengenai pemanfaatan rizobakteri penting dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan produksi pertanian yang efisien dan ramah lingkungan. Berdasarkan uraian dan pertimbangan diatas, maka diperlukan penelitian untuk mengevaluasi kemurnian genetik, dan upaya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida. Tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk menyediakan benih jagung hibrida dengan mutu genetik dan mutu fisiologis yang tinggi. Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
4. 5.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Mendapatkan marka SSR yang spesifik untuk tetua jantan dan betina. Mengetahui keefektifan marka SSR dalam uji kemurnian genetik benih jagung hibrida Mendapatkan rizobakteri yang mampu melarutkan fosfat, mampu memproduksi IAA, tidak bersifat patogen terhadap tanaman, dan dapat meningkatkan mutu fisiologis dan pertumbuhan bibit tetua betina jagung hibrida. Mempelajari pengaruh rizobakteri dan pupuk P dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tetua betina jagung hibrida. Mempelajari pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap pertumbuhan, produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida. Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan acuan bagi produsen benih dalam mengembangkan perbenihan jagung hibrida. 2. Sebagai bahan rekomendasi ilmiah bagi pengambil kebijakan maupun untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan
5
Alur penelitian Alur penelitian dilakukan sesuai cakupan penelitian yang terdiri atas: 1) aspek pengembangan metode pengujian kemurnian benih jagung hibrida dengan bantuan marka SSR, dan 2) aspek peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida dengan aplikasi rizobakteri (Gambar 1).
PERCOBAAN 1 Pengembangan metode uji kemurnian genetik benih jagung hibrida
Peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida
1. Identifikasi marka SSR spesifik tetua jantan dan betina jagung hibrida 2. Evaluasi kemurnian genetik benih jagung hibrida dengan marka SSR
PERCOBAAN 2 Karakterisasi rizobakteri untuk meningkatkan mutu fisiologis benih dan pertumbuhan bibit tetua betina jagung hibrida
PERCOBAAN 3
OUTPUT 3. Marka spesifik tetua jantan dan tetua betina 4. Keefektifan marka SSR dalam uji kemurnian benih jagung hibrida 5. Kemurnian genetik benih jagung hibrida OUTPUT Isolat rizobakteri yang berpotensi untuk meningkatkan mutu fisiologis dan pertumbuhan benih tetua betina jagung hibrida OUTPUT
Uji keefektifan rizobakteri dan pupuk P dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tetua betina jagung hibrida di polybag
Isolat rizobakteri dan dosis pupuk P yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil benih tetua betina jagung hibrida
PERCOBAAN 4
OUTPUT
Uji keefektifan rizobakteri dan pupuk P dalam meningkatkan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida di lapang
Isolat rizobakteri dan dosis pupuk P yang dapat meningkatkan pertumbuhan, produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida
Gambar 1. Bagan alir kegiatan penelitian
Benih jagung hibrida bermutu genetik dan fisiologis yang tinggi
6
TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida Varietas atau kultivar adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi, fisiologis, atau sifat lainnya apabila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat tersebut tidak berubah. Suatu varietas atau kultivar baru dapat dilepas oleh Menteri Pertanian setelah terbukti menunjukkan sifat-sifat unik, seragam, dan mantap berdasarkan DUS (distinct uniform, dan stable) test (BSN 2000). Jadi pada jagung, varietas merupakan kumpulan fenotipe-fenotipe yang relatif seragam dalam hal tinggi tanaman, letak tongkol, umur tanaman, dan karakter lainnya dan merupakan superior suatu populasi dari suatu daur seleksi. Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk menghasilkan hibrida secara komersial. Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama (F1) hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida atau varietas bersari bebas yang berbeda genotipe. Menurut Poehlman dan Sleeper (1995), jagung hibrida adalah progeni generasi pertama dari persilangan galur-galur murni. Departemen Pertanian (1971) memberi batasan, hibrida adalah F1 dari persilangan yang dihasilkan dengan mengatur penyerbukan dan kombinasinya. Hibrida tersebut dapat dibentuk dari: (1) dua atau lebih galur hasil penyerbukan sendiri dari tanaman yang menyerbuk silang (inbred) atau; (2) satu galur inbred atau satu persilangan tunggal dengan suatu varietas bersari bebas, atau; (3) dua varietas atau spesies, kecuali varietas jagung yang bersari bebas. Benih F2 dan selanjutnya dari persilangan seperti di atas tidak termasuk hibrida. Langkah-langkah dalam pembentukan varietas hibrida (Takdir et al. 2007): 1. Membentuk galur inbrida, secara normal dengan melakukan beberapa generasi silang dalam (inbreeding) pada spesies tanaman menyerbuk silang. 2. Penilaian galur inbred berdasarkan uji daya gabung umum dan daya gabung khusus untuk menentukan kombinasi-kombinasi kultivar hibrida. 3. Menyilangkan pasangan galur murni yang tidak berkerabat untuk membentuk kultivar hibrida F1. Perkembangan jagung hibrida dimulai sejak ditemukannya fenomena hybrid vigor atau heterosis. Bila dua individu homozigot yang berbeda disilangkan, maka keturunannya akan memperlihatkan gejala heterosis atau vigor hibrida (Poehlman dan Sleeper 1995). Fenomena ini menunjukkan keunggulan hibrida dibandingkan rata-rata kedua tetuanya. Keunggulan tersebut berupa peningkatan hasil, ukuran sel, tinggi tanaman, ukuran daun, perkembangan akar, jumlah biji, ukuran benih dan bentuk lainnya. Chaudhari (1971) mendefenisikan heterosis sebagai peningkatan vigor, pertumbuhan, hasil atau fungsi dari suatu hibrida melebihi tetua, yang merupakan hasil dari persilangan secara genetik suatu individu yang berbeda. Berdasarkan cara pembuatannya, jagung hibrida diklasifikasikan menjadi silang tunggal, silang tiga jalur, silang ganda, dan silang puncak (BSN 2003). Hibrida silang tunggal mempunyai interaksi genotipe dengan lingkungan yang lebih besar dari silang ganda maupun silang tiga jalur, namun produktivitas benih hibrida silang tunggal sedikit karena potensi hasil inbridanya rendah (1 - 3 t ha-1), sehingga harga benih menjadi lebih mahal (Takdir et al. 2007). Selain memiliki
7
produktivitas tinggi, hibrida silang tunggal lebih seragam dan produksi benihnya relatif lebih mudah dibanding silang ganda dan silang tiga jalur (Singh 1987). Jagung hibrida di Indonesia mulai diteliti sejak tahun 1913, dan dilanjutkan pada tahun 1950-an. Awal tahun 1980-an, perusahaan swasta multinasional mulai mengevaluasi jagung hibrida di Indonesia. Hibrida jagung di Indonesia pertama kali dilepas pada tahun 1983 yang dihasilkan oleh PT BISI yaitu varietas C-1. Varietas jagung hibrida yang telah dilepas oleh perusahaan swasta dan Badan Litbang Pertanian hingga saat ini sudah mencapai 69 varietas. Varietas jagung hibrida tersebut seperti Pioneer, BISI, NK, Cargil (C), Nusantara, Semar, Bima, Jaya, dan lainnya. Sejak tahun 1991 sudah banyak dirilis varietas jagung hibrida, sehingga potensi hasil jagung meningkat berkisar 8,0 – 14,0 t ha-1, dimana sebelumnya hanya berkisar 5,8 – 6,6 t ha-1 (Takdir et al. 2007). Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Penggunaannya Terdapat tiga tipe utama marka genetik: (i) marka morfologi adalah ciri atau karakter fenotipik; (ii) marka biokimia, yang menyangkut varian alelik dari enzim yang disebut isozim; dan (iii) marka DNA (molekuler), yang menggambarkan letak variasi DNA (Tanksley dan McCouch, 1997). Marka morfologi dikarakterisasi secara visual berdasarkan fenotipik seperti warna bunga, bentuk biji, tipe tumbuh atau pigmentasi. Marka isozim adalah marka yang dapat membedakan enzim yang dideteksi melalui elektroforesis dan merupakan penanda spesifik. Marka DNA adalah tipe yang paling luas mendominasi dalam kaitannya dengan jumlah. Berbeda dengan marka morfologi dan biokimia, marka DNA selain tidak terbatas di dalam jumlah, juga tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau oleh fase perkembangan dari tanaman (Tanksley dan McCouch 1997). Hingga saat ini, marka molekuler yang banyak digunakan adalah marka simple sequence repeats (SSR). Marka SSR merupakan unit pengulangan 1 - 6 pasang basa DNA dengan variasi yang tinggi (Gupta et al. 1996; Senior et al. 1998), berulang sebanyak lima kali atau lebih secara tandem (Vigouroux et al. 2002). Produk PCR dapat dielektroforesis yang dibedakan menurut jumlah unit pengulangan DNA dalam alel-alel SSR yang muncul dan menghasilkan polimorfisme yang tinggi antar spesies (Senior dan Heun 1993; Taramino dan Tingey 1996; Senior et al. 1998). Teknik SSR sering juga menggunakan gel polyacrilamid karena gel polyacrylamide mempunyai resolusi yang lebih tinggi dari pada gel agarose (Macaulay et al. 2001). Kemudahan SSR dalam amplifikasi dan tingginya polimorfisme yang dihasilkan menyebabkan ideal untuk dipakai dalam studi genetik dengan jumlah sampel yang banyak. Marka SSR berguna dalam membuat pengelompokan heterotik dalam waktu singkat, dan dapat membedakan satu inbred dengan inbred lainnya (Pabendon et al. 2009). Selain itu dalam teknik PCR metode SSR hanya menggunakan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil dari genom. SSR dapat diaplikasikan tanpa merusak tanaman karena hanya sedikit menggunakan bahan dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan bagian lain seperti biji atau pollen (Senior et al. 1996). Yashitola et al. (2002) mengemukakan bahwa penggunaan marka mikrosatelit dapat menentukan tingkat heterosigositas di antara inbrida inbrida tetua padi hibrida, dan lebih tepat untuk mengetahui tingkat kemurnian benih
8
hibrida. Pabendon et al. (2005) menggunakan marka SSR untuk sidik jari jagung hibrida. Dari 26 marka SSR yang diuji terdapat 10 marka yang memiliki tingkat polimorfis yang tinggi, yang dapat digunakan dalam melakukan sidik jari materi-materi hibrida jagung, untuk mempertahankan kualitas genetik dan untuk perlindungan varietas. Pada benih tomat hibrida (Hezuo 903 dan Sufen No.8), penggunaan marka mikrosatelit (SSR) menunjukkan bahwa tingkat kemurnian masing-masing mencapai 96.2 dan 93.8 %, dimana tidak berbeda jauh dengan uji morfologi yaitu masing-masing mencapai 96.7 dan 95.2% (Liu et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa marka SSR dapat digunakan sebagai alat untuk mengontrol kualitas benih tomat hibrida. Penelitian Daniel et al. (2012) menunjukkan bahwa marka SSR merupakan alat bioteknologi yang mampu mendeteksi kemurnian genetik jagung hibrida. Marka SSR telah terbukti menjadi penanda molekuler yang saat ini lebih banyak digunakan untuk identifikasi kemurnian genetik beberapa tanaman (Yashitola et al. 2002), karena efisiensi dan sederhana pelaksanaannya (Wu et al. 2010). Rizobakteri dan Pupuk Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi tanaman serta Mutu Fisiologis Benih Mutu fisiologis benih merupakan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan tumbuh di mana benih dihasilkan. Untuk memperoleh benih dengan mutu awal yang tinggi, lingkungan pertanaman termasuk kesuburan tanah diusahakan pada kondisi optimal, agar tanaman dapat menghasilkan benih dengan vigor yang tinggi. Benih jagung yang diproduksi dari struktur tanaman induk yang bervigor tinggi akan lebih tahan disimpan dibanding dengan benih yang diperoleh dari struktur tanaman yang kurang vigor (Saenong 1982). Upaya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung dapat dilakukan dengan memberikan pupuk fosfor (P). Pupuk fosfor sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan sel, memperkuat batang tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji. Kandungan P dalam benih sangat diperlukan dalam proses metabolisme selama perkecambahan, dan berpengaruh terhadap kandungan ATP, vigor dan viabilitas benih. Benih yang berasal dari induk yang cukup mendapatkan pupuk P, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kekurangan unsur P. Respon tanaman terhadap pemupukan P tergantung pada beberapa faktor seperti, karakteristik tanah, pertumbuhan tanaman, iklim, cara persiapan lahan, interaksi dengan nutrisi lainnya, pengelolaan tanaman dan pengelolaan pupuk, serta interkasi dengan mikroorganisme. Oleh karena itu faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan sebelum memulai program pemupukan P untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan keuntungan ekonomi. Beberapa penelitian pemupukan P telah dilakukan dalam meningkatkan produktivitas dan mutu fisiologis benih. Rahardjo dan Fathan (1985) melaporkan bahwa pemberian pupuk P 70 kg P2 O5 ha-1 pada jagung varietas Arjuna, dapat meningkatkan jumlah benih per tongkol dari 164 menjadi 240 butir. Syafruddin (1997) mengemukakan bahwa benih jagung dari tanaman yang dipupuk 90 - 135 kg P2 O 5 ha-1, masih memiliki daya berkecambah berkisar antara 88.0 - 90.7% setelah disimpan selama enam bulan. Unsur P dapat meningkatkan kandungan protein dan bobot biji yang selanjutnya meningkatkan vigor dan ketahanan simpan benih (Mugnisyah dan Nakamura 1986). Penelitian Sumpena dan Hilman (2000)
9
pada tanaman buncis, menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan jumlah dan mutu benih yang tinggi diperlukan fosfor sebanyak 135 kg P2O5 ha-1. Defisiensi P pada tanaman dapat memperlambat waktu pemasakan dan menurunkan hasil (Kasim 1990). Pupuk P yang diberikan pada tanaman, hanya sebagian yang diserap oleh tanaman, dan selebihnya tersimpan dalam tanah sebagai residu. Jones (1982), menyatakan bahwa tanaman hanya memanfaatkan P sebesar 10% hingga 30% dari pupuk yang diberikan, dan selebihnya (70 hingga 90 %) tetap berada di dalam tanah sebagai residu. Pupuk P yang diberikan mengalami proses pengikatan atau fiksasi dalam tanah sehingga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Untuk meningkatkan efisisensi penggunaan pupuk P, salah satu caranya adalah dengan menggunakan rizobakteri pelarut fosfat (Rao 2007; Prihartini 2009; Yafizham dan Abubakar 2010). Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri yang hidup berkoloni di akar tanaman yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Secara umum, mekanisme rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah: (1) sebagai biostimulants, rizobakteri mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indol asetat (indole asetic acid = IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen di dalam tanaman, memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, mempengaruhi produksi bintil akar atau menguasai bintil akar; (2) sebagai bioprotectants, rizobakteri memberi efek antagonis terhadap patogen tanaman melalui beberapa cara yaitu memproduksi antibiotik, siderofor, enzim kitinase, β-1,3-glucanase, sianida, parasitisme, kompetisi sumber nutrisi dan menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (Fernando et al. 2005). Bakteri pelarut P tidak hanya memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh, terutama oleh mikroba yang hidup dalam permukaan akar seperti P. fluorescens, P. putida, dan P. striata. Mikroba-mikroba tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberalin (GA3) (Arshad dan Frankenberger 1993; Patten dan Glick 1996). Selain itu, bakteri juga memiliki kemampuan menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolik sekunder seperti siderofore, ß-1,3-glukonase, kitinase, antibiotik, dan sianida (Tenuta 2006; Klopper 1993), dan enzim amynocyclopropane carboxylate (ACC) deaminase (Glik 1995). Gholami et al. (2009), melaporkan bahwa aplikasi rizobakteri pada benih jagung secara signifikan dapat meningkatkan daya berkecambah dan vigor benih jagung, namun besarnya peningkatan tersebut bervariasi antar jenis bakteri. Bakteri Azospirillum lipoferum DSM1691 dapat meningkatkan daya berkecambah hingga 18.5% di banding tanpa rizobakteri. Inokulasi Azospirillum brasilense DSM 1690 dan P. putida R-168 dapat meningkatkan indeks vigor tertinggi. Pada benih gandum, inokulasi A. Brazilense dapat meningkatkan jumlah dan panjang akar lateral (Barbieri et al. 1986). Khalimi dan Wirya (2009), melaporkan bahwa penggunaan PGPR pada benih kedelai secara signifikan mampu meningkatkan tinggi tanaman maksimum, jumlah cabang maksimum, jumlah daun maksimum, bobot basah dan kering akar, dan bobot kering biji. Pada benih padi, inokulasi PGPR dapat meningkatkan daya berkecambah 2.3 hingga 14.7% dibanding tanpa PGPR (Ashrafuzzaman et al. 2009). Agustiansyah et al. (2010), melaporkan
10
bahwa kombinasi perlakuan benih dengan matriconditioning + isolat bakteri A6 dan matriconditioning + isolat A54 dapat meningkatkan daya berkecambah dan vigor benih padi. Selanjutnya dikatakan bahwa perlakuan matriconditioning + isolat A54 merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit padi di rumah kaca. Pada benih cabai, aplikasi rizobakteri dapat meningkatkan daya berkecambah 27%, potensi tumbuh maksimum 11%, indeks vigor 31%, kecepatan tumbuh relatif 29%, dan menurunkan T50 0,75 hari dibanding tanpa penggunaan rizobakteri (Sutariati et al. 2006). Penggunaan mikroba pelarut P merupakan salah satu pemecahan masalah peningkatan efisiensi pemupukan P yang aman bagi lingkungan, dan sekaligus dapat menghemat penggunaan pupuk P (Saraswati dan Sumarno 2008).
11
EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT Abstract The development of hybrid varieties should be supported by the availability of high quality seeds. Genetic purity is one of the quality criteria required for successful seed production of maize hybrid. In producing hybrid seeds, it is frequently contaminated by crossed pollen from another variety or the occurrence of selfing. The objectives of this study were 1) to obtain SSR markers specific for male and female parents, 2) to know the effectiveness of SSR markers for the genetic purity testing of maize hybrid seeds. The experiments were conducted at field station at University Farm Cikabayan Bogor Agricultural University, and in the molecular laboratory at Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Bogor, from April until December 2011. Maize hybrid varieties and their parental lines seed used in this research were obtained from Indonesian Cereal Research Institute (ICERI) Maros, South Sulawesi. Five SSR markers selected for parental lines were phi109275, phi96100, phi374118, phi328175, and phi072. The assessment of genetic purity of two hybrid varieties namely cv. Bima-3 and Bima-4, used specific markers from previous experiment. Fourty samples of individual plants from each maize hybrid variety were tested. From five markers tested, three markers namely phi96100, phi328175 and phi072 produced polymorphic bands and capable to distinguish parental line of two maize hybrids. Microsatellite marker phi96100 was specifically used for testing genetic purity of cv. Bima-4 and phi072 for cv. Bima-3. While phi328175 was specific marker for both maize hybrids. The genetic purity test of cv. Bima-3 and Bima-4 indicated that both varieties had purity levels of 97.5% and 80%, respectivelly. This study showed that SSR markers were more reliable for assessing genetic purity as compared to morphological marker. The results of study can be useful in verifying varieties and seed purity testing in the laboratory quickly and accurately. Key words : parental lines, polymorphic bands, quality of maize hybrid seed
Abstrak Pengembangan varietas hibrida perlu didukung oleh ketersediaan benih yang bermutu. Kemurnian genetik merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi untuk keberhasilan produksi jagung hibrida. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mendapatkan marka mikrosatelit (SSR) yang spesifik untuk tetua jantan dan betina, 2) mengevaluasi kemurnian genetik benih jagung hibrida Bima-3 dan Bima-4. Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor, pada bulan April – Desember 2011. Tetua betina dan tetua jantan jagung hibrida yang digunakan adalah tetua yang digunakan untuk memproduksi benih hibrida Bima-3 dan Bima-4. Sampel benih berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL) Maros Sulawesi Selatan, dan marka yang diseleksi untuk mendapatkan marka spesifik tetua jantan dan betina yaitu phi109275, phi96100, phi374118, phi328175, dan phi072. Untuk penilaian kemurnian genetik, digunakan dua varietas hibrida yaitu Bima-3 dan Bima-4, dan marka hasil identifikasi spesifik untuk kedua tetua hibrida tersebut. Individu tanaman dari masing-masing varietas yang diuji sebanyak 40 sampel. Dari 5 primer yang diuji, 3 diantaranya menghasilkan pita polimorfis yaitu phi96100, phi328175 dan phi072. Primer phi072 spesifik untuk tetua Bima-3, primer phi96100 spesifik terhadap tetua Bima-4. Sementara primer phi328175 spesifik untuk tetua kedua hibrida yang diuji. Hasil pengujian kemurnian genetik menunjukkan bahwa masing-masing 80% benih hibrida Bima-4 dan 97,5% benih Bima-3 murni secara genetik. Hasil penelitian ini dapat berguna dalam memverifikasi varietas dan uji kemurnian benih di laboratorium secara cepat dan akurat. Kata kunci: galur tetua, mutu benih jagung hibrida, pita polymorpic
12
Pendahuluan Jagung merupakan komoditas prioritas yang diprogramkan oleh pemerintah. Beberapa tahun terakhir, produksi jagung belum dapat memenuhi kebutuhan nasional sehingga masih dilakukan impor. Dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas jagung, penggunaan varietas unggul seperti hibrida merupakan salah satu alternatif. Penggunaan varietas unggul hibrida perlu dibarengi dengan penyediaan benih yang bermutu tinggi. Mutu benih mencakup mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu patologis (Ilyas 2012). Penanaman benih hibrida yang tidak murni secara genetik akan berakibat pada penurunan produktivitas. Sehubungan dengan hal itu diperlukan teknik untuk mengidentifikasi dan menguji kemurnian hibrida dan tetuanya sehingga kualitas genetiknya dapat terjaga. Dengan dirilisnya berbagai varietas jagung hibrida akan menyebabkan kesulitan dalam mengatasi kemurnian genetik, karena secara kasat mata sulit untuk membedakan antara varietas yang satu dengan yang lainnya. Selama ini metode yang digunakan untuk uji kemurnian hibrida dan tetuanya adalah melalui pengamatan keseragaman tanaman di lapang (grow out test), namun cara ini membutuhkan waktu dan sumberdaya yang cukup besar (Komori dan Nitta 2004). Selain itu, estimasi kemurnian karakter morfologi kadang-kadang sering mengalami kesulitan, karena karakter-karakter ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Teknik seperti ini masih banyak digunakan untuk perlindungan varietas dan standarisasi kemurnian genetik benih jagung di Indonesia. Mutu genetik benih dipengaruhi oleh praktek agronomi dan karakteristik ekologi dari lokasi di mana bibit ditanam. Dalam produksi benih jagung hibrida, sumber utama kontaminasi genetik di lapangan adalah silang diri (selfing) dari induk betina karena detaselling yang tidak sempurna. Selain itu kontaminasi dapat pula terjadi pada saat prosesing benih dan pengelolaan digudang selama penyimpanan. Kontaminasi ini mengurangi mutu genetik dan mutu fisiologis benih yang akibatnya dapat menurunkan produktivitas tanaman. Dengan berkembangnya teknologi biologi molekuler, identifikasi varietas dapat dilakukan dengan bantuan marka molekuler, baik berdasarkan DNA maupun protein. Marka molekuler merupakan alat yang efektif karena deteksinya berdasarkan variasi genetik, yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Marka DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan atau fase perkembangan dari tanaman (Tanksley dan McCouch, 1997; Yashihota et al. 2002). Marka mikrosatelit atau marka simple sequence repeats (SSR) memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah tingkat polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, dan memiliki akurasi yang tinggi. Marka SSR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memverifikasi suatu varietas tanaman (Maesang et al. 2001; Nunome et al. 2003). Yashitola et al. (2002) mengemukakan bahwa penggunaan marka mikrosatelit dapat menentukan tingkat heterosigositas di antara inbrida inbrida tetua padi hibrida, dan lebih tepat untuk mengetahui tingkat kemurnian benih hibrida. Sejumlah penelitian lain telah dilakukan pada jagung (Senior et al. 1998; Pabendon 2005; Wu et al. 2010), pada padi (Garland et al. 1999; Mulsanti 2011), dan pada tomat hibrida (Liu et al. 2007). Penelitian Daniel et al. (2012) menunjukkan bahwa marka SSR merupakan alat bioteknologi yang mampu mendeteksi kemurnian genetik jagung hibrida. Marka SSR telah terbukti menjadi penanda molekuler yang saat ini lebih banyak digunakan untuk identifikasi
13
kemurnian genetik beberapa tanaman (Yashitola et al. 2002), karena efisiensi dan sederhana pelaksanaannya (Wu et al. 2010). Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mendapatkan marka SSR yang spesifik untuk tetua jantan dan betina, dan 2) untuk mengevaluasi kemurnian genetik benih jagung hibrida Bima-3 dan Bima-4. Bahan dan Metode Identifikasi Marka SSR Spesifik Tetua Jantan dan Tetua Betina Jagung Hibrida Percobaan dilaksanakan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Tetua jagung hibrida yang digunakan untuk identifikasi marka spesifik adalah tetua varietas Bima-3 (Nei9008/Mr-14) dan Bima-4 (G180/Mr-14). Sampel benih berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros Sulawesi Selatan, sedangkan marka yang digunakan untuk identifikasi spesifik tetua jantan dan betina adalah marka molekuler yang mempunyai tingkat polimorfisme yang tinggi dalam penelitian sidik jari materi-materi hibrida jagung (Pabendon 2005) (Tabel 1). Tabel 1. Marka SSR yang digunakan dalam penelitian Marka SSR phi109275 phi96100 phi374118 phi328175 phi072
Sekuen AAGCTCAGAAGCCGGAGC// GGTCATCAAGCTCTCTGATCG AGGAGGACCCCAACTCCTG// TTGCACGAGCCATCGTAT TACCCGGACATGGTTGAGC// TGAAGGGTGTCCTTCCGAT GGGAAGTGCTCCTTGCAG// CGGTAGGTGAACGCGGTA ACCGTGCATGATTAATTTCTCCAGCCTT// GACAGCGCGCAAATGGATTGAACT
Benih masing-masing tetua jagung hibrida ditanam sebanyak 20 individu pada bak plastik dengan menggunakan media tanah. Materi tanaman yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah daun tanaman yang sudah membuka penuh saat berumur 15 hari setelah tanam (HST). Isolasi DNA, amplifikasi dan visualisasi pola pita DNA mengikuti prosedur George et al. (2004) yang dimodifikasi sesuai kondisi laboratorium. Sampel daun diambil dari 20 individu tanaman, dipotong-potong kecil dan dicampur, dimasukkan ke dalam mortal dan ditambahkan nitrogen cair agar mudah digerus. Sampel digerus sampai halus, kemudian diambil 1 g dan dimasukkan ke dalam ependorf, kemudian ditambahkan larutan buffer CTAB 0.7 ml dan ß-mercaptoethanol 10 μl. Tabung ependorf dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu berkisar 65ºC selama 60 menit dan setiap 15 menit membolak-balik tabung agar larutan tercampur dengan baik.
14
Setelah proses inkubasi, tabung dikeluarkan dari waterbath dan didinginkan pada suhu ruang selama + 10 menit, kemudian ditambahkan 700 μl clorofom isoamylalkohol (24:1 v/v). Tabung ependorf dibolak-balik agar larutan tercampur dengan baik, kemudian disentrifugasi pada 12000 rpm selama 15 menit. Supernatan DNA dipisahkan ke ependorf steril dan ditambahkan 700 μl isopropanol kemudian disimpan dalam freezer selama semalam. Pelet DNA dihasilkan melalui sentrifugase selama 5 menit, kemudian dicuci dengan alkohol 70% dan dikeringkan dengan cara membalik tabung ependorf di atas kertas tissue. Pelet DNA yang telah dicuci, ditambahkan 200 µl buffer 1 x TE. Untuk setiap reaksi PCR digunakan 1.5 µl DNA dan ditambahkan 3 µl buffer (5x), 3 µl Enhancer (5x), 0.3 µl dNTP mix (1 µM), 1.0 µl primer (0.5 mM), 0.15 µl Taq DNA polimerase, dan 6.05 µl ddH2O. Larutan tersebut masing-masing ditutup dengan satu tetes mineral oil. Proses amplifikasi terdiri atas beberapa tahap yaitu tahap denaturasi awal pada 94oC selama 2 menit, denaturasi-1 94oC selama 0.5 menit, 56oC selama 1 menit annealing, 72oC selama 1 menit extention, 72 oC selama 5 menit extention tambahan. Siklus diulang 29 kali dan berakhir dengan siklus pemanjangan pada 4oC. Produk PCR ditambahkan 4 µl loading dye pada masing-masing sumur, dan dielektroforesis dengan menggunakan PAGE (polyacrylamide gel electrophoresis) 6% pada tegangan 100 Volt selama 65 menit atau hingga bromphenol blue telah mencapai bagian bawah plate. Selanjutnya gel dipisahkan dari plate kaca, dan segera direndam dalam larutan Etidium bromida sambil dishaker selama kurang lebih 10 menit, dan dilanjutkan perendaman dalam air selama 15 menit. Pita-pita DNA dideteksi melalui dengan Bio-Rad Laboratories Segrate Milan Italy. Pengamatan dilakukan terhadap pita spesifik yang terbentuk pada setiap tetua/inbrida yang diuji. Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Jagung Hibrida dengan Marka SSR Pengujian kemurnian genetik dilakukan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor dan penanaman di lapang dilakukan di University Farm Cikabayan, IPB Bogor. Varietas jagung hibrida yang diuji kemurnian genetiknya yaitu Bima-3 dan Bima-4 berasal dari Balitsereal Maros Sulawesi Selatan, dan marka yang digunakan untuk menguji kemurnian genetik adalah marka yang teridentifikasi polimorfis (spesifik pada tetua jantan atau betina) dari hasil percobaan 1. Percobaan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama, berupa pengujian keseragaman tanaman di lapang. Pengujian ini dilakukan dengan menanam varietas yang akan diuji kemurniannya. Sebelum ditanam, benih diberi perlakuan fungisida metalaksil. Penanaman jagung hibrida di lapang satu butir per lubang dengan jarak tanam 0.75 x 0.20 m. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu : 1) Pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 100 kg, 200 kg, dan 75 kg ha-1 diberikan pada saat tanaman berumur 7 HST, 2) pupuk Urea, dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg dan 25 kg ha-1 saat tanaman berumur 30 HST. Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai kondisi serangan. Uji keseragaman di lapang dilakukan dengan mengamati karakter morfologi berdasarkan deskripsi varietas hibrida yang diuji. Pengamatan morfologi yang dilakukan antara lain adalah umur 50% berbunga jantan dan betina (hari), tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, warna anther dan warna rambut tongkol, warna batang, bentuk tongkol, tipe biji, warna biji, jumlah baris/tongkol, dan bobot 1000 biji.
15
Bagian kedua adalah pengujian kemurnian genetik benih menggunakan marka SSR di laboratorium. Sampel tanaman yang diambil sebanyak 40 ditentukan secara acak untuk masing-masing varietas hibrida. Isolasi DNA dengan cara mini-prep dan berdasarkan metoda CTAB Doyle dan Doyle (1990) yang dimodifikasi. Sampel daun muda yang telah membuka penuh diambil pada saat tanaman berumur 15 HST, dimasukkan ke dalam ependorf, kemudian dimasukkan ke dalam box yang berisi es. Isolasi dilakukan dengan menambahkan nitrogen cair, kemudian sampel daun digerus dengan menggunakan sumpit, selanjutnya dilakukan seperti pada percobaan 1. Proses amplifikasi, dan visualisasi pola pita DNA seperti percobaan 1. Persentase tingkat kemurnian genetik hibrida dihitung berdasarkan pola pita yang muncul pada individu tanaman sampel, dengan formula sebagai berikut : Kemurnian hibrida (%) dimana : TS (total sampel) = jumlah sampel/individu tanaman yang diuji NH (non hibrida) = jumlah individu tanaman yang memiliki satu pola pita yang sama dengan tetua betina atau tetua jantan, atau sampel yang tidak mempunyai pita Hasil dan Pembahasan Marka SSR Spesifik Tetua Jantan dan Betina Berdasarkan identifikasi 5 primer, terdapat satu primer (phi96100) teridentifikasi spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina hibrida Bima-4 (Mr-14 dan G180), primer phi072 spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina Bima-3 (Mr-14 dan Nei9008), dan 1 primer (phi 328175) teridentifikasi spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina kedua hibrida Bima-3 dan Bima-4 (Gambar 2). Primer phi96100, phi072, dan phi328175 dipertimbangkan untuk digunakan dalam pengujian kemurnian genetik hibrida Bima-3 dan Bima-4. Identifikasi kebenaran suatu genotipe tanaman dengan menggunakan satu marka yang polimorfik sudah cukup untuk pengujian kemurnian benih (Yashitola et al. 2002).
Gambar 2. Visualisasi fragmen DNA hasil amplifikasi dengan primer SSR pada tetua jantan dan tetua betina jagung hibrida; (G= G180; M=Mr-14; N=Nei9008; L=DNA ladder) (a)
16
Kemurnian Genetik Benih Jagung Hibrida Uji kemurnian genetik terhadap 40 sampel individu tanaman hibrida Bima-4 yang diidentifikasi dengan menggunakan primer Phi96100, terdapat tujuh sampel tanaman (no.4,6,8,9,19,31,39) yang serupa dengan pita tetua jantan (Mr-14), dan satu sampel tanaman (no.12) yang serupa dengan pita tetua betina (G180) (Gambar 3). Hasil identifikasi yang menunjukkan terdapat pola pita yang sama dengan tetua jantan, diduga bahwa terjadi percampuran dalam proses panen atau dalam kegiatan prosesing, sedang terdapatnya pola pita yang sama dengan tetua betina menunjukkan bahwa dalam proses produksi terjadi selfing akibat ketidaktepatan dalam melakukan detaseling. Secara keseluruhan dari total sampel tersebut terdapat 20% dari benih Bima-4 tidak murni secara genetik.
Gambar 3. Visualisasi pola pita DNA dengan marka SSR phi96100 melalui elektroforesis vertikal 6% PAGE pada hibrida Bima-4. F= tetua betina, M= tetua jantan. F1= No. 1, 2, 3, …40 adalah hibrida Bima-4.
Jika dibandingkan dengan pengamatan secara morfologi, marka SSR dapat mengidentifikasi tanaman campuran lebih banyak dalam satu lot benih (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa marka SSR lebih akurat dalam mengidentifikasi benih hibrida dibanding pengamatan morfologi. Individu tanaman nomor 31 dan 39 berdasarkan pengamatan morfologi (warna anter) teridentifikasi bukan merupakan hibrida Bima-4. Individu tanaman nomor 31 terdeteksi bukan hibrida Bima-4, baik dengan marka SSR maupun dengan pengamatan morfologi, berbeda dengan tanaman sampel no 39 berdasarkan marka morfologi bukan hibrida ternyata berdasarkan SSR teridentifikasi merupakan hibrida. Tanksley dan McCouch (1997), melaporkan bahwa marka DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan/atau fase perkembangan dari tanaman seperti marka morfologi. Tabel 2. Deteksi kemurnian genetik benih hibrida Bima-4 berdasarkan marka SSR dan marka morfologi Metode uji kemurnian Marka SSR Marka morfologi
Jumlah sampel 40 40
Tanaman campuran (%) 20 5
Nomor sampel 4,6,8,9,10,12,31,34 31,39
Pengujian kemurnian genetik terhadap hibrida Bima-3 dengan menggunakan primer phi072, menunjukkan bahwa 97.5% benih hibrida yang diproduksi murni secara genetik, hanya 2.5% yang pola pitanya sama dengan tetua jantan (Mr-14) (Gambar 4). Hal ini diduga bahwa benih yang diuji terjadi percampuran dalam proses panen atau dalam kegiatan prosesing di gudang.
17
Gambar 4. Visualisasi pola pita DNA dengan marka SSR phi072 melalui elektroforesis vertikal 6% PAGE pada hibrida Bima-3. F= tetua betina, M= tetua jantan. F1=No. 1, 2, 3, …40 adalah hibrida Bima-3.
Individu tanaman nomor 28, berdasarkan pengamatan morfologi (warna rambut tongkol) bukan merupakan hibrida Bima-3, namun pada pengujian dengan marka SSR teridentifikasi sebagai hibrida (Tabel 3). Sementara tanaman nomor 38 teridentifikasi bukan hibrida Bima-3 pada uji SSR, sebaliknya tidak terlihat pada pengamatan morfologi. Mulsanti (2013) melaporkan adanya perbedaan hasil pada uji kemurnian genetik hibrida padi dengan marka SSR dan secara morfologi. Tabel 3. Deteksi kemurnian genetik benih hibrida Bima-3 berdasarkan marka SSR dan marka morfologi Metode Uji Jumlah Tanaman campuran Nomor sampel kemurnian sampel (%) Marka SSR
40
2.5
38
Marka morfologi
40
2.5
28
Secara umum hasil pengamatan karakter morfologi hibrida Bima-3 dan Bima-4 berdasarkan deskripsi varietas (Tabel 4). Karakter morfologi yang secara visual dapat membedakan hibrida dan non hibrida adalah pada warna anter dan warna rambut tongkol, sementara untuk karakter lainnya relatif seragam sesuai dengan deskripsi varietas masing-masing hibrida yang diuji. Karakter morfologi lainnya banyak dipengaruhi lingkungan tumbuh tanaman, sehingga sulit untuk dijadikan dasar penentuan kemurnian benih hibrida. Penilaian varietas tanaman berdasarkan karakter morfologi sangat tergantung dari tingkat keahlian dan pengalaman petugas pemeriksa tanaman. Penilaian yang tidak tepat dalam uji kemurnian benih di lapang dapat menyebabkan kerugian besar pada produsen benih karena kemungkinan tanaman-tanaman yang dinilai sebagai tanaman campuran, secara visual berbeda karena dipengaruhi oleh pemupukan dan atau serangan hama penyakit.
18
Tabel 4. Karakter morfologi hibrida Bima-3 dan Bima-4 pada pengujian lapang Cikabayan. Bogor Karakter morfologi
Bima-3
Bima-4
Jumlah sampel Tinggi tanaman (cm) 50% keluar rambut (hari) 50% keluar pollen (hari) Warna batang Warna anther Warna rambut Bentuk tongkol Tinggi letak tongkol (cm) Tipe biji Jumlah baris/tongkol Warna biji Bobot 1000 biji (g)
40 + 174 55 - 61 54 - 59 Hijau sedikit ungu Krem (100%) Krem (97.5%) Silindris 80 - 110 Semi Mutiara 12 - 16 Jingga 280.32
40 +156 55 - 61 53 - 59 Hijau Krem (95%) Krem (100%) Silindris 72 - 100 Mutiara 12 - 14 Jingga 315.29
Penampilan tanaman dikendalikan oleh sifat genetik yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Jika faktor lingkungan yang memberikan pengaruh yang lebih kuat, maka akan terjadi variasi terhadap morfologi tanaman. Oleh karena itu, karakter morfologi tidak dapat dijadikan dasar penentuan kemurnian genetik varietas tanaman. Penilaian secara morfologi bersifat subjektif dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, juga tergantung pada tingkat keahlian dan pengalaman dari petugas pemeriksa tanaman. Dengan demikian, untuk mengontrol kemurnian varietas jagung hibrida dan inbrida pembentuknya secara cepat dan akurat diperlukan alat bantu marka SSR. KESIMPULAN Terdapat 3 marka spesifik (phi96100, phi072, dan phi328175) yang dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian genetik jagung hibrida Bima-3 dan Bima-4. Marka phi96100 spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina hibrida Bima-4 (Mr-14 dan G180), marka phi072 spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina Bima-3 (Mr-14 dan Nei9008), dan marka phi328175 spesifik untuk tetua jantan dan tetua betina kedua hibrida Bima-3 dan Bima-4. Berdasarkan uji dengan marka SSR, benih jagung hibrida varietas Bima-3 dan Bima-4 memiliki kemurnian genetik masing-masing 97.5% dan 80%. Marka SSR dapat mendeteksi kemurnian genetik jagung hibrida secara cepat dan akurat, dimana secara morfologi sulit untuk dideteksi. Marka SSR efektif digunakan untuk uji kemurnian genetik benih jagung hibrida.
19
KARAKTERISASI RIZOBAKTERI UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIOLOGIS BENIH DAN PERTUMBUHAN BIBIT TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA Abstract Rhizobacteria has ability in increasing plant growth, yield, and improve plant resistance to disease, because it produce plant growth regulator and increases plant nutrition uptake such as phosphate, and is not phathogenic to plant. The objectives of this experiment were to get rhizobacteria isolates capable of dissolving phosphate, producing IAA, not pathogenic to the plant, and can improve the physiological quality of seeds and seedling growth of female parent of maize hybrid. The experiments were conducted in Bacteriology laboratory, Departement of Plant Protection Faculty of Agriculture IPB and in greenhouse at Leuwikopo laboratory of Seed Science and Technology, Department of Agronomy and Horticulture Faculty of Agriculture IPB, during Maret until July 2011. The groups of isolates Actinomycetes, Bacillus spp. and Fluorescent pseudomonads were used in these experiments. The experiment steps were: (1) characterization of rhizobacteria, (2) selection of selected rhizobacteria based on their ability to improve seed quality and seedling growth of female parents of maize hybrid. The results of experinment 1 showed, there were five isolate choosen from each genus of rhizobacteria based on the criteria of high dissolving of phosphate, negative hypersensitive reaction test, and producing IAA. Experiment 2 showed the rhizobacteria B28 and B46 increase growth rate and seed vigor index, and B28 isolate increased germination of seed. Rhizobacteria AB2, ATS4, B28, P14, P31, and B42 isolate were selected due to their ability to improve the physiological seed quality of female parent of maize hybrid. Key words : dissolving phosphate, producing IAA, seedling growth Abstrak Rizobakteri memiliki kemampuan meningkatkan pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Hal ini karena rizobakteri mampu menghasilkan regulator pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman seperti fosfat, dan tidak patogen terhadap tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat rizobakteri yang mampu melarutkan fosfat, memproduksi IAA, tidak bersifat patogen bagi tanaman, dan dapat meningkatkan mutu fisiologis benih serta pertumbuhan bibit tetua betina jagung hibrida. Percobaan dilakukan di laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB dan di rumah kaca laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, sejak Maret hingga Juli 2011. Rizobakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari jenis Aktinomiset, Bacillus spp. dan Pseudomonas kelompok flourescens. Tahapan percobaan adalah: (1) Karakterisasi rizobakteri, (2) seleksi rizobakteri berdasarkan kemampuannya dalam meningkatkan mutu fisiologis benih dan pertumbuhan bibit tetua betina jagung hibrida. Hasil percobaan tahap 1, terpilih lima isolat dari masing-masing genus rizobakteri yang diuji berdasarkan kriteria pelarutan fosfat yang tinggi, reaksi hipersensitif negatif, dan mampu memproduksi IAA yang tinggi. Hasil percobaan tahap 2 menunjukkan rizobakteri B28 dan B46 meningkatkan kecepatan tumbuh dan indeks vigor benih, isolat B28 mampu meningkatkan daya berkecambah. Rizobakteri AB2, ATS4, B28, P14, P31, dan B42 dipilih untuk digunakan pada percobaan lapang. Kata kunci : melarutkan fosfat , memproduksi IAA , pertumbuhan bibit
20
Pendahuluan Penggunaan input kimia dalam jangka panjang, telah menyebabkan degradasi lahan pertanian dan polusi lingkungan. Untuk mengembalikan kesuburan lahan pertanian agar dapat berproduksi dengan baik dan ramah lingkungan, salah satu caranya adalah dengan menggunakan bakteri akar pemacu pertumbuhan tanaman (plant growth-promoting rhizobacteria= PGPR). Penggunaan PGPR untuk peningkatan produksi, pengurangan input kimia dan polusi lingkungan sangat penting dalam rangka menciptakan pertanian organik yang ramah lingkungan. Rizobakteri telah banyak diaplikasi pada berbagai tanaman dan beberapa diantaranya telah dikemas dalam berbagai bentuk dan dikomersilkan sebagai pupuk hayati dan untuk pengendalian penyakit tanaman (Herman et al. 2008; Minorsky 2008; Ashrafuzzaman et al. 2009). Penggunaan rizobakteri mampu memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman. Glick et al. (2007) menyatakan bahwa fungsi rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman adalah: (i) membantu meningkatkan serapan hara; (ii) mencegah perkembangbiakan organisme patogen; dan (iii) menyediakan hormon pertumbuhan. Dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, rizobakteri memiliki peran penting seperti menghasilkan hormon tumbuh seperti IAA (Thakuria et al. 2004; Karnwal 2009; Agustiansyah 2010), giberelin dan memfiksasi N (Hafeez et al. 2006; Ismarini 2007), melarutkan fosfat (Gray dan Smith 2005; Mehvraz dan Chaichi 2008). Khusus pada kemampuan melarutkan fosfat, rizobakteri seperti Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. dapat mengeluarkan asam-asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut tersebut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Rodriquez dan Fraga 1999; Rao 2007; Prihartini 2009). Dalam meningkatkan mutu fisiologis benih, Gholami et al. (2009) mengemukakan bahwa inokulasi benih jagung dengan rizobakteri secara signifikan meningkatkan daya berkecambah dan vigor benih jagung. Namun, peningkatan tersebut bervariasi antar jenis bakteri. Bakteri Azospirilium lipoferum DSM1691 dapat meningkatkan daya berkecambah benih jagung hingga 18.5% dibanding tanpa inokulasi. Pada benih padi, inokulasi rizobakteri signifikan meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Ashrafuzzaman et al. 2009; Agustiansyah et al. 2010). Peningkatan mutu fisiologis benih jagung, dapat dilakukan dengan perlakuan benih menggunakan rizobakteri. Perlakuan benih dilakukan dengan tujuan (1) menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik, (2) meminimalkan kehilangan hasil, (3) mempertahankan dan memperbaiki mutu, dan (4) menghindari penyebaran organisme berbahaya (Ilyas 2006). Kemampuan rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada berbagai komoditas telah banyak dilaporkan. Penggunaan rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan, mutu fisiologis benih tetua jagung hibrida dalam rangka produksi benih belum banyak dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka karakterisasi rizobakteri dalam meningkatkan mutu fisologis dan pertumbuhan tanaman tetua betina jagung hibrida untuk produksi benih perlu dilakukan. Tujuan percobaan ini adalah untuk mendapatkan isolat rizobakteri yang mampu melarutkan fosfat, mampu memproduksi IAA, tidak bersifat patogen terhadap tanaman, dapat meningkatkan mutu fisiologis benih dan pertumbuhan bibit tetua betina jagung hibrida.
21
Bahan dan Metode Karakterisasi rizobakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB dan pengujian mutu fisiologis dilakukan di rumah kaca Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo IPB. Rizobakteri yang diuji adalah dari jenis Aktinomiset, Bacillus spp., dan Pseudomonas kelompok fluorescens, koleksi laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman IPB (Tabel 5). Tabel 5. Isolat rizobakteri yang digunakan dalam penelitian Isolat
Genus
Asal Isolat
Referensi
AB1 AB2 AB3 AB4 AB10 AB11 APS7 APS12 ATS4 ATS5 ATS6 ATS8 B11 B13 B26 B27 B28 B29 B31 B36 B37 B38 B42 B46 P11 P12 P13 P14 P16 P17 P24 P31 P32 P34
Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Aktinomiset Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Bacillus spp. Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens Pseudomonas kel.fluorescens
Tanah perakaran bambu Tanah perakaran bambu Tanah perakaran bambu Tanah perakaran bambu Tanah perakaran bambu Tanah perakaran bambu Tanah perakaran sawit Tanah perakaran sawit Tanah sawah Tanah sawah Tanah sawah Tanah sawah Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Tembilahan- Riau Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Bogor Tembilahan- Riau Tembilahan- Riau Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Citere-Pengalengan Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Landungsari-Malang Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Koleksi lab.bakteriologi DPT Batu-Malang
Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Himmah (2012) Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Ratdiana (2012) Penelitian ini Ratdiana (2012)
22
Uji Kemampuan Melarutkan Fosfat Rizobakteri yang diuji berupa Pseudomonas kelompok fluorescens, Bacillus spp. dan Aktinomiset (Tabel 5). Pengujian kemampuan rizobakteri melarutkan fosfat menggunakan media uji Pikovskaya’s dengan penambahan tri-calcium phosphate (TCP) sebagai sumber fosfat (Rao, 1999). Komposisi medium yang digunakan per liter terdiri atas glukosa (10 g), NaCl (0.2 g), KCl (0.2 g) MgSO4 (0.1 g), FeSO4 (2.5 mg), yeast extract (0.5 g), (NH4)2SO4 (0.5 g), dan agar (15 g). Media disterilisasi dengan pemanasan menggunakan autoklaf. Media uji dituangkan kedalam cawan petri, dibuat lubang dengan cork borer dan diisi dengan 10 µl suspensi isolat bakteri yang diuji. Media uji dengan bakteri diinkubasi selama 3 hari pada suhu 28oC. Kemampuan melarutkan fosfat dari isolat yang diuji dievaluasi secara kualitatif berdasarkan terbentuknya zona bening di sekitar lubang yang berisi suspensi bakteri (Thakuria et al, 2004). Uji reaksi hipersensitif Pengujian ini bertujuan untuk menyeleksi isolat rizobakteri yang tidak bersifat patogen terhadap tanaman. Pengujian dilakukan dengan cara menyuntikkan isolat rizobakteri ke daun tanaman tembakau yang sehat, dan dievaluasi 24 – 48 jam setelah inokulasi. Reaksi hipersensitif ditandai dengan timbulnya gejala nekrosis pada daun tembakau. Isolat yang menunjukkan gejala nekrosis mengindikasikan isolat tersebut bersifat patogen terhadap tanaman. Isolat rizobakteri yang tidak menunjukkan gejala nekrosis berpotensi untuk digunakan dalam pengujian lebih lanjut. Uji Produksi Asam Indol Asetat (IAA) Rizobakteri yang diuji berupa Pseudomonas kelompok fluorescens, Bacillus spp. dan Aktinomiset yang teridentifikasi melarutkan fosfat, dan tidak patogen terhadap tanaman, masing-masing jenis 6 isolat dari tiap jenis rizobakteri. Isolat Pseudomonas kelompok fluorescens ditumbuhkan dalam medium King’s B cair, Bacillus spp. dalam larutan nutrient broth, dan Aktinomiset dalam larutan YCED cair masing-masing sebanyak 5 ml. Untuk memacu sintesis auksin, ke dalam masing-masing media ditambahkan asam amino triptofan 0.1 mM. Media yang berisi isolat bakteri diinkubasi dalam kondisi gelap pada suhu ruang selama 48 jam sambil dikocok pada kecepatan 110 rpm. Kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, kemudian supernatan dipisahkan dari endapan bakteri, dan dianalisis kandungan IAA-nya. Kandungan IAA dalam filtrat kultur bakteri dideteksi dengan menggunakan reagen Salkowski (FeCl3 12 g/l dalam 7.9 M H2SO4). Filtrat kultur bakteri (1 ml) ditambahkan reagen Salkowski (4 ml) dan diinkubasi selama 30 menit. Setelah periode inkubasi, nilai absorban campuran dibaca dengan spektrofotometer (model Parmacia) pada panjang gelombang 510 nm. Kurva standar berdasarkan nilai absorban larutan IAA murni digunakan untuk menghitung kandungan IAA dalam filtrat kultur bakteri (Glickman dan Dessaux 1995).
23
Uji Keefektifan Rizobakteri dalam Meningkatkan Mutu Benih dan Pertumbuhan bibit Tetua Jagung Hibrida Percobaan dilakukan di rumah kaca Leuwikopo pada bulan Agustus September 2011. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap, dimana jenis rizobakteri yang diuji sebagai perlakuan. Isolat rizobakteri yang diuji sebanyak 15 isolat hasil seleksi dari percobaan sebelumnya yaitu: AB2, AB3, AB11, ATS4, ATS5, B13, B28, B37, B42, B46, P12, P14, P24, P31, P34. Benih jagung yang digunakan adalah tetua betina dari hibrida Bima-3 berasal dari Balitsereal Maros Sulawesi Selatan, hasil panen bulan Mei 2011. Aplikasi rizobakteri dilakukan pada benih sebelum ditanam yaitu dengan merendam dalam suspensi bakteri dengan nilai OD yang sama selama 12 jam, kemudian dikeringanginkan (Afzal, 2002). Benih jagung yang telah diberi perlakuan rizobakteri dikecambahkan dalam bak plastik berukuran 40 x 30 x 12 cm (panjang, lebar, dan tinggi) yang berisi media pasir steril. Setiap perlakuan ditanam 25 benih, dan masing-masing perlakuan diulang empat kali. Untuk menjaga media agar tetap lembab, dilakukan penyiraman tiap hari. Pengamatan dilakukan terhadap: 1. Mutu fisiologis benih: a. Daya berkecambah (DB) Pengukuran daya berkecambah (%) dihitung berdasarkan perbandingan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dan kedua dengan jumlah total benih yang ditanam. Hitungan pertama adalah 4 hari setelah pengecambahan dan hitungan kedua adalah 7 hari setelah pengecambahan (ISTA 2007), dengan rumus sebagai berikut :
b. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan ke-1 (Copeland dan McDonald 1995) dengan rumus:
c. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh benih dihitung berdasarkan jumlah pertambahan persentase kecambah normal/etmal (1 etmal = 24jam) (Sadjad et al. 1999) dengan rumus:
KCT KCT = kecepatan tumbuh benih (% etmal-1) d = tambahan persentase kecambah normal t = waktu perkecambahan 2. Tinggi bibit diukur dari batang sejajar media tumbuh hingga ujung daun tertinggi. Pengamatan dilakukan pada saat bibit berumur 4 minggu setelah tanam (MST). 3. Panjang akar, diukur dari pangkal batang tempat tumbuhnya akar hingga akar terpanjang. Tanaman dibongkar dari box plastik secara perlahan-lahan sambil disiram air, kemudian dicuci, dikeringkan dan diukur panjang akarnya. dimana:
24
4. Bobot kering bibit, dihitung dengan cara menimbang seluruh bibit dibagi dengan jumlah bibit, setelah dioven pada suhu 60oC selama 3 x 24 jam. Hasil dan Pembahasan Kemampuan Melarutkan Fosfat Identifikasi pelarutan fosfat dengan melihat adanya lingkaran bening (halo) (Gambar 5). Dari hasil uji dengan metode sumur, teridentifikasi enam isolat Pseudomonas kelompok fluorescens, tujuh isolat Bacillus, dan sepuluh isolat Aktinomiset yang dapat melarutkan fosfat. Isolat Pseudomonas kelompok fluorescens memiliki potensi besar dalam melarutkan fosfat yang ditandai dengan terbentuknya “halo” yang lebih besar dibanding isolat Bacillus spp. dan Aktinomiset (Tabel 6). Rao (2007) melaporkan bahwa mikroorganisme dari kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. merupakan pelarut fosfat yang potensial.
Gambar 5. Pelarutan fosfat oleh isolat rizobakteri; P12, P13, P17, P31 = rizobakteri Pseudomonas kelompok fluorescens Reaksi hipersensitif Isolat bersifat hipersensitif positif jika pada area daun tembakau yang disuntik dengan isolat rizobakteri tersebut menunjukkan gejala kematian sel, kering dan nekrosis (Gambar 6). Rizobakteri yang menunjukkan gelala hipersensitif positif pada daun tembakau diduga bersifat patogen bagi tanaman. Gejala nekrosis
Gambar 6. Reaksi hipersensitif isolat rizobakteri
25
Dari hasil pengujian, terdapat empat isolat Bacillus spp menunjukkan gejala hipersensitif positif yaitu B11, B27, B31, dan B36, tiga isolat dari jenis Pseudomonas kelompok fluorescens yaitu P16, P17, dan P32, sedang dari jenis Aktinomiset terdapat empat isolat yaitu AB4, AB10, APS12, dan ATS8. Terdapat delapan isolat dari jenis Bacillus spp., tujuh isolat dari jenis Pseudomonas kelompok fluorescens, dan delapan isolat dari jenis Aktinomiset yang menunjukkan hipersensitif negatif atau tidak patogen terhadap tanaman (Tabel 6). Produksi Asam Indol Asetat (IAA)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 B28 B42 B46 B37 B29 B13 P34 P31 P24 P12 P14 P13 ATS4 ATS6 AB11 AB2 AB3 ATS5
Produksi IAA (µg/ml)
Penapisan rizobakteri dimulai dari pengujian kemampuan dalam melarutkan fosfat dan reaksi hipersensitifnya pada daun tembakau. Berdasarkan dua pengujian tersebut dipilih masing-masing enam isolat rizobakteri dari setiap jenis rizobakteri untuk diuji kemampuan produksi IAAnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan memproduksi IAA dari masing-masing jenis rizobakteri. Isolat rizobakteri dari jenis Bacillus spp. dan Pseudomonas kelompok fluorescens mampu menghasilkan IAA lebih tinggi dibandingkan isolat dari jenis (Gambar 7). Isolat B42 dan B28 menghasilkan IAA lebih tinggi dibanding isolat lainnya. Thakuria et al. (2004) melaporkan bahwa rizobakteri dari kelompok Bacillus spp. mampu menghasilkan IAA lebih tinggi. Kemampuan rizobakteri mengkolonisasi perakaran tanaman berimplikasi pada jumlah asam amino triptofan yang diperoleh dari eksudat akar tanaman. Produksi IAA oleh rizobakteri hanya akan terjadi jika konsentrasi asam amino triptofan di daerah perakaran tanaman cukup tinggi (Karnval 2009). IAA merupakan hormon tumbuhan yang berperan dalam pemanjangan batang, penyembuhan luka, dan penuaan daun (Taiz dan Zeiger 2002), penundaan gugurnya daun, bunga, dan buah (Salisbury dan Ross 1995).
Isolat rizobakteri Gambar 7. Produksi IAA dari isolat, Bacillus spp, Pseudomonas kelompok fluorescens, dan Aktinomiset Berdasarkan hasil karakterisasi rizobakteri terhadap kemampuan melarutkan fosfat, reaksi hipersensitif, dan produksi IAA, selanjutnya dilakukan penapisan rizobakteri untuk digunakan pada percobaan berikutnya.
26
Tabel 6. Reaksi hipersensitif dan kemampuan melarutkan fosfat dari isolat rizobakteri Isolat Bakteri Aktinomiset AB1 AB2 AB3 AB4 AB10 AB11 APS7 APS12 ATS4 ATS5 ATS6 ATS8 Bacillus spp. B11 B13 B26 B27 B28 B29 B31 B36 B37 B38 B42 B46 P. kelompok fluorescens P11 P12 P13 P14 P16 P17 P24 P31 P32 P34
Reaksi hipersensitif *)
Pelarutan fosfat **)
+ + + +
++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + ++
+ + + + -
++ ++ + ++ ++ ++ ++
+ + + -
+++ +++ +++ ++ +++ +++ -
Keterangan : *) : + = hipersensitif positif; - = hipersensitif negatif **) pelarutan fosfat: - = tidak; + = rendah; ++ = sedang; +++ = tinggi
Dari hasil seleksi, terpilih lima isolat dari masing-masing jenis rizobakteri. Dari kelompok Aktinomiset terpilih isolat: AB3, ATS4, AB11, AB2 dan ATS5, dari kelompok Bacillus spp. terpilih lima isolat: B13, B46, B28, B37 dan B42, sedangkan dari Pseudomonas kelompok fluerescens terpilih isolat: P24, P12, P14, P31 dan P34.
27
Isolat B29 memiliki kemampuan memproduksi IAA lebih tinggi dibanding rizobakteri B13, B46 dan B28, namun kemampuan melarutkan fosfat lebih rendah dibanding ke tiga isolat tersebut.
Pengaruh Rizobakteri terhadap Mutu Fisiologis Benih Tetua Betina Jagung Hibrida Aplikasi rizobakteri dapat meningkatkan indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT) benih jagung hibrida dibanding kontrol, kecuali isolat P12. Pengamatan terhadap IV, menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan isolat B28 dan B46 mencapai IV tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan P12 dan kontrol (Gambar 8). Isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan IV masing-masing 19% dan 22%. Demikian pula pada variabel kecepatan tumbuh, isolat B28 dan B46 menghasilkan KCT benih jagung hibrida yang tinggi dibanding isolat P12 dan kontrol. a
14
a ab
ab IV (%)
ab 40 a
20
ab ab
ab
ab
ab
ab ab ab
12
ab
10
b
b
6
a ab
ab ab
ab
8
ab
ab
ab
ab
ab
ab
ab
b
ab b
4
KCT (% etmal-1)
60
2 0
0
Isolat rizobakteri Indeks Vigor
Kecepatan tumbuh
Gambar 8. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap indeks vigor (IV) dan kecepatan tumbuh (KCT) benih tetua betina jagung hibrida. Huruf yang sama pada tengah balok data dan diatas lambang [ ], menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5% Isolat B28 mampu meningkatkan DB benih jagung 15% lebih tinggi dibanding kontrol, berbeda nyata dengan perlakuan P24, P34, P12, dan kontrol, namun tidak berbeda nyata dibanding perlakuan B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5 (Gambar 9). Hameda et al. (2008) melaporkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih jagung. Perbaikan viabilitas dan vigor benih diduga disebabkan peningkatan sintesis hormon seperti IAA atau giberelin (GA3) sebagai pemicu aktivitas enzim amilase yang berperan dalam perkecambahan (Gholami et al. 2009). Inokulasi PGPR pada benih padi dapat meningkatkan daya berkecambah benih 2.3 – 14.7 % dibanding tanpa PGPR (Ashrafuzzaman et al. 2009). Demikian pula yang dilaporkan oleh Sutariati et al. (2006), bahwa perlakuan benih cabai dengan Bacillus spp. dan P. fluorescens, mampu meningkatkan daya berkecambah, indeks
28
vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh relatif, dan menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah 50% (T50). Isolat rizobakteri mampu meningkatkan DB diduga karena isolat-isolat tersebut mampu memproduksi hormon pertumbuhan seperti IAA, giberelin dan sitokinin, serta mampu menginduksi tanaman sejak perkecambahan. a
80
ab
ab
ab ab
ab
ab
ab bc
bc
c
ab
ab
ab ab
bc
DB (%)
60 40 20 0
Isolat rizobakteri Gambar 9. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap daya berkecambah (DB) benih tetua betina jagung hibrida. Huruf yang sama diatas balok data menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α = 5% Aplikasi rizobakteri tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot kering bibit, namun berpengaruh terhadap panjang akar jagung (Tabel 7). Isolat P34 dan P12 mampu meningkatkan panjang akar masing-masing mencapai 50.0 dan 49.1cm dibanding kontrol (39.8 cm). Hameeda et al. (2008) melaporkan adanya peningkatan panjang akar dan tinggi tanaman akibat inokulasi bakteri pelarut fosfat pada benih jagung. Akar merupakan salah satu organ tanaman yang sangat sensitif terhadap konsentrasi IAA. Tanaman merespon IAA dengan mekanisme pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar adventif (Leveau 2005). Patten dan Glick (2002), menyatakan bahwa IAA yang disekresikan oleh bakteri meningkatkan pertumbuhan akar tanaman secara langsung dengan menstimulasi pemanjangan sel atau pembelahan sel. Rata-rata bobot kering bibit jagung berkisar antara 0.48 – 0.64 g. Isolat P12, B13, dan P34 cenderung meningkatkan bobot kering bibit jagung (Tabel 7). Sharafzadeh (2012) melaporkan bahwa inokulasi PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat dalam rumah kaca. Namun percobaan lapangan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa efek positif tersebut masih dapat dipertahankan.
29
Tabel 7. Pengaruh aplikasi isolat rizobakteri terhadap tinggi tanaman, panjang akar, dan bobot kering bibit jagung pada umur 4 MST Isolat rizobakteri Kontrol B28 B46 B42 B37 B13 P14 P24 P31 P34 P12 AB2 AB3 AB11 ATS4 ATS5
Tinggi tanaman (cm) 36.4 37.6 33.8 33.8 37.0 39.1 36.9 37.0 34.1 39.3 39.2 38.5 36.4 36.6 35.9 35.3
Panjang akar (cm) 39.8 bc 42.9 abc 42.4 abc 42.0 abc 44.7 ab 44.0 abc 43.4 abc 46.6 ab 39.8 bc 50.0 a 49.1 a 35.5 c 44.9 ab 41.3 abc 43.2 abc 39.0 bc
Bobot kering bibit (g/bibit) 0.59 0.55 0.52 0.50 0.58 0.63 0.61 0.60 0.48 0.62 0.64 0.55 0.59 0.55 0.54 0.49
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Hasil penelitian Ashrafuzzaman et al. (2009), menunjukkan bahwa perlakuan benih padi dengan rizobakteri dapat meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, panjang akar, dan bobot kering akar padi. Agens hayati sebagai agens pemacu pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman dapat melalui beberapa mekanisme yaitu mampu memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, dan memproduksi hormon pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberelin, dan sitokinin (Egamberdiyeva 2005; Bae et al. 2007). Berdasarkan hasil tersebut di atas terutama peranannya dalam meningkatkan viabilitas dan vigor benih tetua jagung, maka terpilih isolat B28 (Bacillus spp.), P14, P31 (Pseudomonas kelompok fluerescens), AB2, dan ATS4 (Aktinomiset.). Isolat B42 (Bacillus spp.) dipilih karena selain menghasilkan IAA yang tinggi yaitu 14.38 μg ml-1, juga menghasilkan kitinase yang tinggi yaitu 8.67 mm (Budiman 2012), dibanding rizobakteri lainnya pada jenis Bacillus spp. Rizobakteri hasil seleksi tersebut akan digunakan pada percobaan di lapang. KESIMPULAN 1. Terdapat 23 isolat yang mampu melarutkan fosfat, dan 23 isolat menunjukkan reaksi hipersensitif negatif, 18 isolat mampu memproduksi IAA. 2. Berdasarkan karakterisasi rizobakteri, terpilih lima isolat dari jenis Aktinomiset (AB3, ATS4, AB11, AB2 dan ATS5), lima isolat dari jenis Bacillus spp. (B13, B46, B28, B37 dan B42), dan lima isolat dari Pseudomonas kelompok fluorescens (P24, P12, P14, P31 dan P34) yang digunakan untuk pengujian mutu fisiologis benih tetua betina jagung hibrida.
30
3. Isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih jagung. Isolat B28 mampu meningkatkan daya berkecambah hingga mencapai 80 %. Isolat lain yang berpotensi meningkatkan daya berkecambah yaitu: B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5. 4. Aplikasi rizobakteri P34 dan P12 mampu meningkatkan panjang akar jagung. 5. Berdasarkan hasil karakterisasi rizobakteri dan pengaruhnya terhadap peningkatan mutu fisiologis benih jagung, terpilih enam isolat rizobakteri dari masing-masing jenis rizobakteri yang dapat digunakan pada percobaan selanjutnya yaitu AB2, ATS4, B28, B42, P14, dan P31.
31
PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA Abstract The use of quality seeds from improved varieties will produce more productive and efficient plants. Phosphate fertilizer can increase plant growth, productivity, and physiological quality of seeds. However, only 10-30% of P fertilizer can be absorbed by plants. Application of rhizobacteria can increase phosphate uptake and plant growth. The objectives of this experiment were to evaluate the effect of rhizobacteria and phosphate fertilizers on plant growth and yield of female parent of maize hybrid. The experiment was conducted at University Farm, Cikabayan field station Bogor Agricultural University. Parent of maize hybrid seed cv. Bima-3, namely: Nei9008 (female parent) and Mr-14 (male parent) were used. The groups of isolates Actinomycetes, Bacillus spp. and Fluorescens pseudomonads were used in these experiments. The seeds were planted in polybags with sterilized soil. Experiment was arranged in a split plot design with three replications. The main plot was P fertilizer (untreated, 50 kg, 100 kg, 150 kg, and 200 kg SP-36 ha-1), and the subplot was rhizobacteria treatment (untreated, B28, B42, P14, P31, AB2 and ATS4 rhizobacteria isolates). Phosphate fertilizer did not give significant effect on the average number of leaves, plant height, weight of ear, and kernel weight per ear. B42 isolate was potential to increase plant growth, while B28 isolate was potential to increase weight of ear, and weight seed per ear. Key word: Actinomycetes, Bacillus spp., Fluorescent pseudomonads, Abstrak
Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul akan menghasilkan tanaman yang lebih produktif dan efisien. Pupuk fosfat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, produktivitas dan mutu fisiologis benih. Namun biasanya hanya 10-30% dari pupuk P yang dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan rizobakteri dapat meningkatkan serapan fosfat dan pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rizobakteri dan pupuk fosfat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman tetua betina jagung hibrida. Percobaan dilakukan di kebun percobaan di Universitas Farm, Cikabayan IPB, menggunakan benih tetua jagung hibrida cv. Bima-3, yaitu: Nei9008 (tetua betina) dan MR-14 (tetua jantan). Rizobakteri yang digunakan dari kelompok Aktinomiset, Bacillus spp. dan Pseudomonas kelompok fluorescens. Benih telah ditanam dalam polybag yang diisi tanah steril. Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Petak utama berupa pupuk P (tanpa P, 50 kg, 100 kg, 150 kg, dan 200 kg SP-36 ha-1), dan anak petak adalah perlakuan rizobakteri (tanpa rizobakteri, rizobakteri B28, B42, P14, P31, AB2 dan ATS4). Aplikasi pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah daun, tinggi tanaman, bobot tongkol, dan bobot benih per tongkol. Rizobakteri B42 berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Isolat B28 rizobakteri dapat meningkatkan bobot tongkol, dan bobot benih per tongkol. Kata kunci: Aktinomiset, Bacillus spp., Pseudomonas kelompok fluorescens
32
Pendahuluan Pupuk merupakan komponen budidaya yang sangat berperan dalam pencapaian hasil panen. Penggunaan pupuk yang tidak mencukupi atau berlebih akan berdampak pada hasil panen, efisiensi usahatani dan lingkungan. Salah satu pupuk yang banyak digunakan adalah pupuk fosfor (P) yang merupakan unsur hara makro esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0.01 – 0.2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah 2007). Pemberian pupuk P sering tidak efisien, karena pupuk P yang diberikan akan membentuk senyawa yang tidak dapat diserap oleh tanaman, sehingga perlu diberikan dalam dosis yang tinggi. Untuk meningkatkan ketersediaan P dalam tanah adalah dengan memanfaatkan rizobakteri. Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman yang lebih popular disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan kelompok bakteri menguntungkan yang secara aktif mengkolonisasi rizosfer. PGPR berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil panen dan kesuburan lahan (Wahyudi 2009). Secara langsung, PGPR merangsang pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan, vitamin dan berbagai asam organik serta meningkatkan asupan nutrisi bagi tanaman. Pertumbuhan tanaman ditingkatkan secara tidak langsung oleh PGPR melalui kemampuannya dalam menghasilkan antimikroba patogen yang dapat menekan pertumbuhan fungi penyebab penyakit tanaman (fitopatogenik) dan siderophore (Ashrafuzzaman et al. 2009; Yazdani et al. 2009). Patten dan Glick (1996) mengemukakan bahwa keefektifan bakteri pelarut fosfat tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga disebabkan kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh, terutama mikroba yang hidup pada permukaan akar seperti P. fluorescens, P. puptida dan P. striata. Mikroba tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3). Wulandari (2001) melaporkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat jenis Pseudomonas diminuta dan Pseudomonas cepaceae yang diikuti dengan pemberian pupuk fosfat pada tanaman kedelai, dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dan meningkatkan produksi tanaman serta meningkatkan efisiensi pupuk P yang digunakan. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui keefektifan rizobakteri dan pupuk P dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tetua betina jagung hibrida. Bahan dan Metode Percobaan dilakukan di kebun percobaan University farm IPB Cikabayan. Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi. Petak utama terdiri atas lima taraf dosis pemupukan P yaitu: P1) tanpa P (kontrol), P2) 50 kg SP-36 ha-1, P3)100 kg SP-36 ha-1, P4) 150 kg SP-36 ha-1, dan P5) 200 kg SP-36 ha-1. Anak petak adalah perlakuan benih dengan rizobakteri yaitu (1) tanpa rizobakteri (kontrol); (2) B28; (3) B42; (4) P13; (5) P31; (6) AB2; dan (7) ATS4. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga tanaman, dan masing-masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Rizobakteri yang digunakan sebanyak enam isolat yang terbaik dari hasil
33
percobaan sebelumnya, yang masing-masing berasal dari tiga jenis bakteri (Bacillus spp., Pseudomonas kelompok fluorescens, dan Aktinomiset). Benih tetua betina dan tetua jantan yang digunakan adalah Nei9008 dan MR-14 berasal dari Balitsereal Maros, Sulawesi Selatan, yang merupakan tetua dalam memproduksi jagung hibrida Bima-3. Tanah yang digunakan untuk mengisi polybag berasal dari kebun percobaan Cikemeuh Bogor, yang telah disterilkan selama empat jam dalam suhu 120o C pada tekanan 1.5 – 2.0 atm. Tanah steril dimasukkan ke dalam polybag masing-masing sebanyak 8 - 10 kg/polybag. Jumlah polybag yang digunakan sebanyak 315 untuk penanaman tetua betina dan 79 buah untuk penanaman tetua jantan. Benih ditanam sebanyak dua benih/polybag, dan dijarangkan menjadi satu tanaman/polybag pada saat tanaman berumur satu minggu setelah tanam (MST). Aplikasi rizobakteri dan pupuk P diberikan pada tetua betina sesuai dengan perlakuan. Rizobakteri diberikan dua kali yaitu perlakuan pada benih sebelum ditanam dan saat tanaman berumur 35 HST. Aplikasi pertama sebagai perlakuan benih, dilakukan sebelum benih ditanam direndam dalam suspensi bakteri 12 jam, dan kemudian dikeringanginkan. Aplikasi kedua, 50 ml suspensi bakteri dengan populasi 107 – 109 cfu/ml disiram pada pangkal tanaman. Untuk perlakuan tanpa rizobakteri, benih direndam dengan air steril sebagai pengganti suspensi rizobakteri, kemudian dikeringanginkan (Afzal et al, 2002; Khalimi dan Wirya 2009). Untuk pupuk SP-36 diberikan pada saat tanaman berumur 7 HST dengan dosis sesuai perlakuan dan dikonversi sesuai kebutuhan tanaman setiap polybag. Selain pupuk P, tanaman tetua betina juga diberi pupuk Urea dan KCl. Pemupukan Urea dengan dosis 300 kg ha-1 diberikan dua kali yaitu 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 7 HST dan 2/3 bagian sisanya saat berumur 30 HST. Pemupukan KCl dengan dosis 100 kg ha-1 diberikan dua kali yaitu 75% pada saat tanaman berumur 7 HST dan 25% sisanya saat berumur 30 HST. Tanaman tetua jantan diberi pemupukan sesuai rekomendasi yaitu 300 kg Urea, 200 kg SP-36, dan 100 kg KCl ha-1. Cara dan waktu aplikasi pupuk Urea dan KCl seperti pada tetua betina, sedang pupuk SP-36 diberikan seluruhnya pada saat tanaman berumur 7 HST bersama pupuk Urea dan KCl pertama. Variabel yang diamati berupa: tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol, dan bobot biji/tongkol. Tinggi tanaman fase vegetatif diukur dari pangkal batang sejajar tanah hingga pucuk tanaman, setiap dua minggu. Jumlah daun diamati setiap dua minggu pada fase vegetatif hingga tanaman berbunga. Bobot tongkol dan bobot biji/tongkol diamati setelah dikeringkan selama tujuh hari. Untuk mengetahui kandungan hara tanah, dilakukan analisis sebelum tanam. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan analisis ragam (Anova) dengan bantuan software SAS versi 9,0. Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Hasil dan Pembahasan Penggunaan pupuk P dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung umur 4 MST, namun tidak berbeda nyata pada tinggi tanaman 2, 6, dan 9 MST (Tabel 8). Secara keseluruhan perlakuan pupuk P belum memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun dibanding kontrol. Aplikasi pupuk P 200 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan tinggi
34
tanaman pada umur 4 MST hingga mencapai 50.57 cm. Pada umur 9 MST (saat berbunga), aplikasi pupuk P 150 kg dan 50 kg ha-1 dapat mencapai tanaman jagung tertinggi masing-masing 92.4 dan 91.7 cm. Tabel 8. Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pupuk P (kg SP-36 ha-1) 0 50 100 150 200 0 50 100 150 200
Umur tanaman (MST) 9 2 4 6 --------------------- Tinggi tanaman (cm) -------------------23.8 46.3 ab 75.4 89.3 23.6 45.3 b 75.6 91.8 23.3 48.0 ab 74.3 89.2 23.6 47.7 ab 76.4 92.4 23.4 50.6 a 76.3 87.5 ---------------------- Jumlah daun (helai) --------------------4.2 4.7 5.7 ab 11.0 4.1 4.7 5.3 c 10.9 4.1 4.8 5.4 bc 10.6 4.2 4.8 5.8 a 10.9 4.1 4.9 5.4 c 10.7
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α= 5%
Demikian pula, perlakuan pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun jagung pada umur 2, 4 dan 9 MST, namun pada umur 6 MST memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 8). Pemupukan P 150 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan jumlah daun dibanding dosis lainnya, kecuali dengan kontrol. Hal ini diduga karena kandungan hara P tersedia dalam tanah yang digunakan tergolong tinggi (Balai Penelitian Tanah 2005) yaitu dengan kandungan P2O5 rata-rata 43 ppm (Lampiran 5). Aplikasi rizobakteri berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada umur 2 dan 6 MST, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 9). Isolat rizobakteri B28, B42, ATS4 dan AB2, cenderung meningkatkan tinggi tanaman jagung dibanding isolat lainnya. Penggunaan rizobakteri tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun jagung pada umur 2, 6 dan 9 MST, tapi berbeda nyata pada saat tanaman berumur 4 MST. Isolat B42, ATS4, dan B28 mampu meningkatkan jumlah daun jagung dibanding isolat lainnya pada umur tanaman 4 MST. Kandungan hara P tanah yang tinggi diduga menyebabkan pengaruh rizobakteri untuk memacu pertumbuhan tanaman jagung menjadi tidak optimal. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa aplikasi rizobakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung (Biari et al. 2008; Yazdani et al. 2009; Sharifi et al. 2011; Ashrafi dan Seiedi 2011), dan pada tanaman padi (Agustiansyah et al. 2010; Ashrafuzzaman et al. 2009).
35
Tabel 9. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4 Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
Umur tanaman (MST) 9 2 4 6 --------------------- Tinggi tanaman (cm) -------------------24.4 a 51.7 78.6 a 91.1 23.2 bc 48.2 77.5 a 92.3 24.1 ab 51.1 79.5 a 91.2 23.1 bc 43.8 71.6 b 91.4 22.8 c 43.58 70.3 b 87.8 23.6 abc 47.1 73.7 ab 86.8 23.6 abc 47.7 77.9 a 89.7 ----------------------- Jumlah daun (helai) --------------------4.2 4.9 ab 5.5 10.7 4.1 4.8 abc 5.5 11.2 4.2 5.2 a 5.7 10.9 4.1 4.6 bc 5.4 10.6 4.2 4.4 c 5.3 10.6 4.1 4.7 bc 5.4 10.8 4.2 4.9 abc 5.6 11.0
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen oleh rizobakteri akan memacu sintesis senyawa tertentu, sehingga energi untuk pertumbuhan sebagian terpakai dalam sistesis senyawa tersebut. Agrios (2005) menyatakan bahwa ketahanan tanaman terhadap patogen oleh rizobakteri berhubungan dengan lignifikasi sel, serta pembentukan hidrogen peroksida yang secara langsung dapat menghambat pathogen. Hal ini menyebabkan tingginya aktivitas enzim peroksidase, yang berpengaruh terhadap energi untuk pertumbuhan. Tidak terdapat interaksi antara pupuk P dengan perlakuan rizobakteri terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Aplikasi pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol (Tabel 10). Tabel 10. Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol Pupuk P (kg SP-36 ha-1) 0 50 100 150 200
Bobot tongkol (g)
Bobot biji/tongkol (g)
19.53 a 20.53 a 18.64 a 18.79 a 19.37a
9.71 a 11.44 a 10.06 a 9.30 a 9.88 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
36
Perlakuan rizobakteri berpengaruh nyata terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol (Tabel 11). Isolat B28 mampu meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol hingga mencapai 23.5 g dan 13.2 g, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Isolat P14 menghasilkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol lebih rendah dibanding kontrol. Tabel 11. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap bobot tongkol dan bobot biji/tongkol Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
Bobot tongkol (g) 18.70 ab 23.52 a 17.80 b 17.04 b 19.50 ab 18.65 ab 20.39 ab
Bobot biji/tongkol (g) 8.54 ab 13.17 a 9.19 ab 7.86 b 10.45 ab 9.93 ab 11.39 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Penggunaan rizobakteri sebagai pupuk hayati, selain ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, juga untuk memelihara kelestarian lingkungan dari polusi penggunaan bahan kimia. Egamberdiyeva et al. (2007) menyatakan bahwa keuntungan teknologi pupuk hayati selain meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, juga dapat meminimalkan biaya produksi dan menurunkan kerusakan lingkungan. KESIMPULAN 1. Pemberian pupuk P belum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. 2. Isolat B42 berpotensi meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. 3. Aplikasi isolat rizobakteri B28 cenderung meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol.
37
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN APLIKASI RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT Abstract An effort to improve maize productivity is through the use of good quality maize seed. The objective of this research was to study the effect of rhizobacteria and P fertilizer on plant growth, productivity, and physiological quality of maize hybrid seed. The experiment was conducted at Lembar village West Lombok district, West Nusa Tenggara province, and at Seed Science and Technology laboratory IPB since October 2011 until December 2012. Field experiments were conducted during two planting seasons, the first planting season (rainy season) since October 2011 until February 2012, and the second planting season (dry season) since April 2012 until August 2012. This experiment was arranged in a split plot design with three replications. In the first planting seasons, the main plot was P fertilizer (untreated, 50, 100, 150, and 200 kg SP-36 ha-1), and the subplot was rhizobacteria treatment (untreated, rhizobacteria B28, B42, P14, P31, AB2 and ATS4). In the second planting season, the main plot was P fertilizer (untreated, 50, 100, 150, and 200 kg SP-36 ha-1), and the subplot was rhizobacteria treatment (untreated, rhizobacteria B42, and rhizobacteria ATS4). The result showed that in the first planting season, application of 100 kg SP-36 ha-1 increased productivity (1.10 t ha-1) compared untreated (0.91 t ha-1). B42, ATS4, and P31 isolates could increased number of leaf, leaf area index, and productivity of maize hybrid seeds. Result from the second planting season showed that application of 100 kg SP-36 ha-1 increased productivity compared untreated. ATS4 rhizobacteria could increase plant heigth and productivity of maize hybrid seed. Application of ATS4 rhizobacteria followed by 100 kg SP-36 ha-1 fertilizer increased the percentage of good quality seed. ATS4 rhizobacteria and P 100 kg SP-36 ha-1 fertilizer increased the physiological quality of harvested seeds after four month storage at 21 – 25oC and 53 – 62 % RH. Key words: Actinomycetes,Bacillus.spp, Fluorescent pseudomonads, phosphate efficiency, seed storage
Abstrak Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah melalui penggunaan benih bermutu dari varietas hibrida dan penggunaan pupuk yang optimal. Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh aplikasi rizobakteri dan pupuk fosfat terhadap pertumbuhan, produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida. Percobaan dilakukan di desa Lembar kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat, dan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB sejak Oktober 2011 hingga Desember 2012. Percobaan lapang dilakukan selama dua musim tanam yaitu musim tanam I (musim hujan= MH) bulan Oktober 2011- Pebruari 2012, dan musim tanam II (musim kemarau=MK) bulan April 2012 – Agustus 2012. Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Pada musim tanam I, petak utama berupa lima dosis pemupukan P, dan anak petak berupa enam isolat rizobakteri dan kontrol (air). Pada musim tanam II, petak utama berupa lima dosis pupuk P dan anak petak berupa dua isolat rizobakteri hasil seleksi terbaik dari musim I dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada musim tanam I (MH), aplikasi pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung (1.10 t ha-1) dibanding tanpa P (0.91 t ha-1). Isolat rizobakteri B42, ATS4, dan P31 dapat meningkatkan jumlah daun, indeks luas daun, dan produktivitas benih jagung hibrida. Pada musim tanam II (MK), perlakuan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas dibanding kontrol. Isolat rizobakteri ATS4 mampu meningkatkan tinggi tanaman dan produktivitas benih jagung hibrida. Aplikasi rizobakteri
38
yang diikuti dengan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan rendemen benih. Penggunaan rizobakteri dapat mengurangi penggunaan SP-36 50 % dari dosis rekomendasi. Rizobakteri ATS4 dan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 terbaik dalam meningkatkan mutu fisiologis benih setelah empat bulan simpan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62%. Kata kunci : Aktinomiset, Bacillus spp., efisiensi pupuk P, Pseudomonas kelompok fluorescens, penyimpanan benih
Pendahuluan Peran jagung akan semakin strategis dalam pemenuhan karbohidrat dan protein baik sebagai bahan pangan, pakan maupun untuk industri. Produksi jagung dalam negeri belum mencukupi kebutuhan, sehingga setiap tahun masih dilakukan impor. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan mengembangkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan tertentu, seperti varietas hibrida. Di Indonesia, penggunaan benih jagung hibrida diupayakan meningkat setiap tahun. Pada tahun 2010 penggunaan benih jagung hibrida mencapai 54% dari luas tanam jagung, dan diproyeksikan menjadi 75% pada tahun 2014 (Ditjen Tanaman Pangan 2010). Untuk menunjang penggunaan varietas jagung hibrida, diperlukan penyediaan benih yang cukup dan berkualitas prima. Kendala utama dalam memproduksi benih hibrida adalah rendahnya produktivitas, sementara kebutuhan benih lebih besar dibanding yang diproduksi. Selama ini untuk memenuhi kekurangan kebutuhan benih jagung dalam negeri adalah dengan melakukan impor. BPS Indonesia (2012) melaporkan bahwa impor benih jagung pada tahun 2012 mencapai 1650 ton atau senilai US$ 5,28 juta. Berkaitan dengan mutu benih, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah teknik produksi benih berkualitas, teknik mempertahankan kualitas benih yang telah dihasilkan dan pendistribusiannya, dan teknik deteksi kualitas benih (Saenong et al. 2005). Mutu benih mencakup mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu kesehatan benih (Ilyas 2012) mutlak dipenuhi dalam memproduksi benih. Mutu fisiologis benih berpengaruh besar terhadap produksi tanaman. Benih dengan mutu fisiologis yang tinggi akan menghasilkan tanaman yang sehat dengan sistem perakaran yang berkembang dengan baik, dapat lebih tahan terhadap kekeringan, pertumbuhan bibit yang cepat, dan terbukti berkorelasi dengan hasil yang tinggi (Harris et al. 2000). Upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu fisiologis benih dapat dilaklukan diantaranya dengan pemberian pupuk fosfor (P). Kandungan P dalam benih sangat diperlukan dalam proses metabolisme selama perkecambahan, dan berpengaruh terhadap kandungan ATP, vigor, dan viabilitas benih. Benih yang berasal dari induk yang cukup mendapatkan pupuk P, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kekurangan unsur P. Pupuk P yang diberikan pada tanaman hanya 10 hingga 30 % yang diserap oleh tanaman, dan selebihnya tersimpan dalam tanah sebagai residu (Jones 1982). Pupuk P yang diberikan mengalami proses pengikatan atau fiksasi dalam tanah sehingga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Salah satu cara untuk meningkatkan P tersedia adalah dengan menggunakan bakteri perlarut fosfat yang dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat sehingga dapat diserap oleh tanaman (Rao 2007; Prihartini 2009; Yafizham dan
39
Abubakar 2010). Glick et al. (2007) melaporkan bahwa fungsi rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman adalah: (i) membantu dalam memperoleh nutrisi seperti nitrogen, fosfor atau besi; (ii) mencegah perkembangbiakan organisme patogen; dan (iii) menyediakan hormon tanaman seperti auksin atau sitokinin, atau menurunkan produksi etilen melalui aktivitas enzim 1-aminocyclopropane1-karboksilat (ACC) deaminase. Mikroorganisme tanah seperti bakteri sangat penting dalam rangka meningkatkan penyerapan dan sirkulasi nutrisi tanaman dan mengurangi kebutuhan pupuk kimia (Egamberdiyeva 2007). Wu et al, (2005), melaporkan bahwa penggunaan Bacillus megaterium dan Bacillus mucilaginous tidak hanya meningkatkan pertumbuhan tanaman, tetapi juga meningkatkan asimilasi nutrisi tanaman (N total, P dan K). Secara umum, fungsi PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) sebagai pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulan) dengan mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti IAA, giberelin, sitokinin dan etilen dalam lingkungan akar; (2) sebagai penyedia hara (biofertilizer) dengan menambat N2 dari udara secara asimbiosis dan melarutkan hara P yang terikat di dalam tanah; (3) sebagai pengendali pathogen berasal dari tanah (bioprotectans) dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit anti pathogen seperti siderophore, β-1,3-glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida (Husen et al. 2008; Egamberdiyeva 2007; Yolanda et al. 2011). Perlakuan bakteri dari spesies B. megatarium, B. subtilis, dan P. corrugata pada tanaman padi, dapat meningkatkan penampilan tanaman dan meningkatkan hasil gabah karena memperbaiki penyerapan pupuk fosfat (Trivedi et al. 2007), meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering akar tanaman padi (Ashrafuzzman et al. 2009). Herman et al. (2008) melaporkan bahwa aplikasi bakteri B. subtilis dan B. amyloliquefaciens menyebabkan terjadinya peningkatkan hasil buah secara nyata pada tanaman paprika (bell pepper. Di Indonesia, penggunaan rizobakteri sebagai biostimulants dan biofertilizer untuk meningkatkan produksi pertanian terutama untuk produksi benih belum banyak dilakukan, meskipun berbagai artikel menunjukkan bahwa rizobakteri berpotensi dalam meningkatkan produksi pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan produksi pertanian yang efisien dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi rizobakteri dan pupuk fosfat terhadap pertumbuhan, produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida. Bahan dan Metode Percobaan dilakukan di Desa Lembar Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat selama dua musim tanam yaitu musim tanam I (musim hujan=MH) dimulai Oktober 2011 hingga Pebruari 2012, dan musim tanam II (musim kemarau = MK) yang dimulai April 2012 hingga Agustus 2012. Lokasi percobaan secara geografis terletak pada 08oLS, 116oBT dengan ketinggian 44 m dari permukaan laut (dpl), merupakan lahan kering berpengairan sumur dangkal. Tanah di lokasi penelitian bertekstur lempung berdebu, memiliki kandungan nitrogen yang sangat rendah, P tersedia rendah hingga sedang, K tersedia tinggi, dan kandungan bahan organik yang rendah (Lampiran 6).
40
Percobaan disusun mengikuti rancangan petak terbagi, dimana petak utama adalah perlakuan pemupukan P, dan anak petak adalah perlakuan rizobakteri. Pada musim tanam I, petak utama terdiri atas lima taraf dosis pemupukan P yaitu: P1) kontrol (tanpa P), P2) 50 kg SP-36 ha-1, P3) 100 kg SP-36 ha-1, P4) 150 kg SP-36 ha-1, dan P5) 200 kg SP-36 ha-1, dan anak petak adalah perlakuan rizobakteri yang terdiri atas: R0) tanpa rizobakteri, R1) rizobakteri B28, R2) B42, R3) P14, R4) P31, R5) AB2, dan R6) ATS4. Pada musim tanam II, perlakuan P sebagai petak utama perlakuannya sama dengan musim I, sedangkan anak petak adalah perlakuan rizobakteri hasil seleksi dari percobaan musim I yaitu R0) tanpa rizobakteri, R1) rizobakteri B42, dan R2) ATS4. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Benih tetua betina (Nei 9008) dan tetua jantan (MR-14) berasal dari Balitsereal Maros Sulawesi Selatan yang digunakan dalam memproduksi benih jagung hibrida Bima-3. Isolat rizobakteri yang digunakan adalah jenis bakteri Bacillus spp., Pseudomonas kelompok fluorescens, dan Aktinomiset, koleksi Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman IPB. Isolat rizobakteri tersebut merupakan hasil seleksi terbaik melalui serangkaian penelitian di rumah kaca dan penelitian lapang, dan tidak bersifat patogen terhadap tanaman. Tanah diolah sempurna dengan menggunakan bajak traktor, dibuatkan saluran drainase agar air tidak tergenang. Penanaman dilakukan dengan menggunakan tugal dengan jarak tanam 0.75 meter antar baris, 0.20 meter dalam baris, satu butir per lubang tanam. Tetua betina ditanam empat baris sepanjang 5 meter, sedangkan tetua jantan ditanam satu baris sepanjang 5 meter disamping tetua betina untuk satu plot percobaan. Perbandingan antara tetua jantan dan tetua betina 1 : 4 (Gambar 10 Penanaman tetua jantan dilakukan tiga hari lebih awal dari tetua betina pada musim tanam I, dan empat hari lebih awal pada musim tanam II. Pada musim tanam I, tidak terjadi sinkronisasi antara keluarnya polen pada tetua jantan dengan stigma pada tetua betina, sehingga penyerbukan dibantu secara manual dengan mengambil polen pada tanaman tetua jantan yang ditanam empat dan lima hari lebih awal. Aplikasi pupuk P dan rizobakteri dilakukan terhadap tetua betina sesuai dengan perlakuan. Pemupukan P diberikan saat tanam sesuai perlakuan. Selain pupuk P, tanaman diberi pupuk Urea dan KCl. Dosis pupuk Urea dan KCl yang digunakan masing-masing 300 kg ha-1 dan 100 kg ha-1 dengan waktu pemberian pupuk sebagai berikut:1) Pemupukan I: 100 kg ha-1 Urea, dan 75 kg ha-1 KCl diberikan saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (HST), 2) Pemupukan II: 200 kg ha-1 Urea dan 25 kg ha-1 KCl diberikan saat tanaman berumur 30 HST. Rizobakteri diaplikasikan dua kali yaitu perlakuan pada benih sebelum tanam dan saat tanaman berumur 35 HST. Aplikasi pertama dilakukan sebelum tanam, benih direndam dalam suspensi bakteri dengan kepadatan populasi 10 7-109 cfu ml-1 selama 12 jam, kemudian dikeringanginkan. Pada perlakuan tanpa rizobakteri, benih direndam dalam air, kemudian dikeringanginkan (Khalimi dan Wirya 2009). Aplikasi kedua, suspensi bakteri disiram pada pangkal tanaman, saat tanaman berumur 35 HST.
41
Gambar 10. Tata letak tetua jantan dan tetua betina di lapang Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan, pembumbunan, pengairan, dan pengendalian hama penyakit dilakukan secara intensif. Untuk meningkatkan hasil polinasi, penyerbukan selain secara alami, juga dibantu secara manual. Panen dilakukan setelah kelobot jagung sudah kering dan berwarna coklat muda, rambut tongkol sudah mengering, terbentuk lapisan hitam (black layer) pada pangkal biji. Tongkol jagung yang telah dipanen kemudian dikeringkan dan dipipil. Benih yang dihasilkan dikemas dalam kantong plastik dan dimasukkan dalam doz. Benih yang telah dikemas kemudian disimpan dalam ruangan dengan suhu berkisar 21 – 25oC dan kisaran RH 53 – 62%. Pengamatan dilakukan terhadap : 1. Tinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman pada fase vegetatif dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal batang sejajar tanah hingga daun tanaman tertinggi. Tinggi tanaman saat fase generatif diukur dari pangkal batang sejajar dengan tanah hingga cabang malai yang pertama. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang dipilih secara acak. 2. Jumlah daun. Pengamatan terhadap jumlah daun dilakukan sejak fase vegetatif hingga fase generatif. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang dipilih secara acak. 3. Luas daun dan indeks luas daun. Pengamatan luas daun dilakukan pada fase generatif dengan mengukur panjang dan lebar daun maksimum. Perhitungan luas daun berdasarkan formula Pearce et al. 1975: LD = (P x L) x 0.75 x 9.39; dimana LD= luas daun P= panjang daun, L=lebar daun maksimum. Indeks luas daun (ILD) dihitung dengan membandingkan luas daun dengan luas tanah yang dinaungi tanaman (jarak tanam). Perhitungan ILD berdasarkan formula Sitompul dan Guritno (1995) sebagai berikut: ILD = 4.
; LD= luas daun, A= luas tanah (jarak tanam).
Kehijauan daun. Pengamatan kehijauan daun dipakai sebagai indikator kadar klorofil pada daun. Penentuan kehijauan daun dilakukan menggunakan alat klorofilmeter (SPAD-502) Minolta. Pengukuran dilakukan pada 5 tanaman
42
5.
6.
7. 8. 9.
sampel secara acak pada setiap petak percobaan. Daun yang diukur adalah daun ketiga dari atas yang telah membuka penuh. Pengukuran ini dilakukan pada saat tanaman mulai berbunga dan saat pengisian biji. Bobot tongkol kupasan. Dari setiap unit percobaan dipanen 20 tanaman sampel. Tongkol-tongkol yang telah dipanen setiap petak, dikupas kelobotnya, dan dikeringkan selama tiga hari, kemudian ditimbang. Hasil benih 20 tanaman sampel. Tongkol-tongkol jagung yang telah dikeringkan, dipipil dan ditimbang tongkolnya. Pengamatan hasil benih bersamaan dengan pengukuran kadar air. Hasil benih (kg) = (bobot tongkol + benih) – bobot tongkol tanpa benih. Data ini digunakan untuk menghitung produktivitas benih yang dikonversi ke satuan luas pada kadar air 12%. Bobot 1000 butir benih (g), pada kadar air 12 %. Penimbangan dilakukan bersamaan dengan pengukuran kadar air. Rendemen benih (%). Dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot benih dengan bobot total tongkol dan benih. Mutu fisiologis benih. Pengujian mutu fisiologis benih dilakukan dengan metode uji dalam kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp), dan kemudian dikecambahkan dalam ecogerminator APB IPB 72-1 (suhu 27 – 30.3oC, RH 87 – 99%). Pengujian dilakukan 4 ulangan setiap perlakuan, masing-masing ulangan sebanyak 25 butir benih. Pengamatan mutu fisiologis benih berupa: daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan berat kering kecambah normal (BKKN). Cara perhitungan variabel mutu fisiologis sebagai berikut: a. Daya berkecambah (DB) Pengukuran daya berkecambah (%) dihitung berdasarkan perbandingan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dan kedua dengan jumlah total benih yang ditanam. Hitungan pertama adalah 4 hari setelah pengecambahan dan hitungan kedua adalah 7 hari setelah pengecambahan (ISTA 2007), dengan rumus sebagai berikut :
b. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor diukur berdasarkan jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan ke-1 (Copeland dan McDonald 1995) dengan rumus:
43
c. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh benih dihitung berdasarkan jumlah pertambahan persentase kecambah normal/etmal (1 etmal = 24jam) (Sadjad et al. 1999) dengan rumus:
KCT dimana:
KCT = kecepatan tumbuh benih (% etmal-1) d = tambahan persentase kecambah normal t = waktu perkecambahan d. Berat Kering Kecambah Normal (g) Penghitungan berat kering kecambah normal (BKKN) dilakukan di akhir pengamatan, dengan membuang bagian endosperm dari kecambah normal dan dioven selama 3 x 24 jam pada suhu 60 ºC, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan setelah dingin ditimbang berat keringnya. 10. Kandungan hara tanah Untuk mengetahui kandungan hara tanah (N,P,K,S, dan C-organik), dilakukan pengambilan sampel tanah lapisan top soil, kemudian dianalisis di laboratorium. Data dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova) dengan bantuan software SAS versi 9.0. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf α= 5%. Hasil dan Pembahasan Musim tanam I (MH) Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Aplikasi pupuk P berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) dan saat berbunga, namun tidak berpengaruh pada saat tanaman berumur 6 MST (Tabel 12). Pada umur 3 MST, pemberian pupuk P 150 kg SP-36 ha-1 dan 200 kg SP-36 ha-1 tidak dapat meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk P 50 kg SP-36 ha-1 dan 100 kg SP-36 ha-1 masih cukup untuk pertumbuhan tanaman hingga berumur 3 MST. Pada saat berbunga (9 MST), tanaman yang diberi pupuk 50 kg SP-36 ha-1 lebih tinggi dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P 100 kg SP-36 ha-1 dan 200 kg SP-36 ha-1. Peningkatan tinggi tanaman berkisar 1.38 cm hingga 8.25 cm dibanding kontrol. Pada variabel jumlah daun, aplikasi pupuk P berpengaruh pada 6 MST dan saat berbunga (Tabel 12). Pada umur 6 MST, semua perlakuan pupuk P berbeda nyata dengan kontrol, namun pada saat berbunga (9 MST) terdapat kecenderungan bahwa perlakuan pupuk P 50 kg SP-36 ha-1 menghasilkan jumlah daun yang lebih tinggi dibanding kontrol.
44
Tabel 12. Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pupuk P (kg SP-36 ha-1) 0 50 100 150 200 0 50 100 150 200
Umur tanaman (MST) 3 6 9 --------------- Tinggi tanaman (cm) ---------------53.0 a 113.6 158.0 c 53.5 a 120.4 166.2 a 52.3 a 118.4 162.8 abc 47.3 b 119.4 159.4 bc 48.6 b 120.0 163.8 ab -------------- Jumlah daun (helai) -----------------5.0 7.9 b 9.8 b 5.1 8.4 a 10.3 a 4.9 8.2 a 10.0 ab 5.1 8.4 a 10.0 ab 5.0 8.4 a 9.9 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Perlakuan rizobakteri berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada saat berbunga (9 MST), namun tidak berpengaruh nyata pada saat tanaman berumur 3 dan 6 MST (Tabel 13). Isolat B42, ATS4, dan P31 memberikan penampilan tanaman yang lebih tinggi dibanding kontrol pada umur tanaman 9 MST, masing-masing 166.4 cm, 165.5 cm, dan 163.7 cm. Tabel 13. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Isolat rizobakteri
3
Umur tanaman (MST) 6
9
---------------- Tinggi tanaman (cm) -------------
Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4 Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
50.2 113.2 156.7 b 49.1 120.6 160.3 ab 52.0 119.9 166.4 a 49.7 114.9 161.0 ab 51.8 119.5 163.7 a 51.7 118.7 160.8 ab 52.0 121.6 165.5 a -------------- Jumlah daun (helai) -------------4.9 8.2 9.8 bc 4.8 8.2 10.2 ab 5.0 8.4 10.3 a 5.2 8.1 9.9 abc 5.0 8.3 10.1 abc 5.1 8.3 9.8 c 5.1 8.4 10.0 abc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
45
Demikian pula untuk variabel jumlah daun, aplikasi rizobakteri berpengaruh nyata pada saat tanaman berumur 9 MST (fase berbunga). Isolat B42 menghasilkan jumlah daun tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan isolat B28, P14, P31, dan ATS4. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa inokulasi bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan pada tanaman jagung (Biari et al. 2008; Gholami et al. 2009; Yazdani et al. 2009), dan pada tanaman padi (Agustiansyah et al. 2010; Ashrafuzzaman et al. 2009). Aktivitas rizobakteri cenderung agak lambat dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, diduga karena rizobakteri melakukan adaptasi dengan lingkungan rizosfer, dan melakukan fungsi lain seperti membantu pertahanan tanaman terhadap patogen. Menurut Soetanto (2008), kemampuan agens hayati sebagai pemacu pertumbuhan dipengaruhi beberapa hal diantaranya kemampuan agens hayati menyesuaikan diri dengan lingkungan perakaran, ketersediaan nutrisi bagi agens hayati, dan populasi atau kepadatan agens hayati saat mengkolonisasi inang. Indeks Luas Daun Tidak terdapat interaksi antara aplikasi rizobakteri dengan pupuk P terhadap indeks luas daun (ILD). Aplikasi pupuk P 150 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan ILD dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 14). Hal ini berarti bahwa pemupukan P 150 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan luas daun jagung. Luas daun berimplikasi terhadap jumlah klorofil yang terdapat dalam daun yang digunakan dalam proses fotosintesis. Perlakuan rizobakteri menghasilkan ILD berkisar antara 1.85 hingga 2.16, atau dalam 1 m2 permukaan tanah terdapat paling tinggi 2.16 m2 daun. Perlakuan rizobakteri B42 menghasilkan ILD tertinggi yaitu 2.16 dan berbeda nyata dengan kontrol. Aplikasi rizobakteri B42, ATS4, B28, dan P31 cenderung meningkatkan ILD. Hal ini berarti bahwa perlakuan rizobakteri tersebut dapat meningkatkan panjang dan lebar daun, sehingga menuingkatkan luas daun. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa indeks luas daun > 1 menggambarkan bahwa terdapat saling menaungi diantara daun, yang mengakibatkan daun yang terdapat dibawah tajuk tanaman kurang mendapatkan cahaya, sehingga laju fotositesisnya lebih rendah dibanding daun yang tidak ternaungi. Tabel 14. Pengaruh pemupukan P dan aplikasi rizobakteri terhadap indeks luas daun (ILD) Pupuk P (kg SP-36 ha-1) 0 50 100 150 200
ILD 1.84 c 1.94 c 2.09 b 2.25 a 1.87 c
Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
ILD 1.94 bcd 1.99 abcd 2.16 a 1.85 d 2.06 abc 1.89 cd 2.10 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
46
Fischer dan Palmer (1996) menyatakan bahwa indeks luas daun optimum untuk hasil biji, lebih rendah dibanding untuk pertumbuhan tanaman maksimum yaitu bernilai antara 2.5 hingga 5.0. Jika indeks luas daun lebih dari nilai tersebut, bahan kering yang dihasilkan tertimbun dalam batang. Kehijauan Daun Warna hijau daun merupakan indikator kualitatif terhadap kandungan klorofil pada daun. Yang (2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan linier yang nyata antara total klorofil dan kandungan N daun. Selajutnya dikatakan bahwa pada berbagai tanaman terdapat hubungan linier yang nyata antara total klorofil daun dan pembacaan pada chlorophyll meter. Oleh karena itu, kandungan N dan klorofil daun tanaman jagung dapat diduga dari pembacaan klorofil meter. Peningkatan intensitas warna hijau daun, dapat meningkatkan kandungan klorofil dalam daun, yang akhirnya berpengaruh terhadap fotosintesis (Gani, 2009). Pemupukan P 50 kg SP-36 ha-1 meningkatkan kehijauan daun dibanding tanpa P, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P 100 kg SP-36 ha-1 dan 200 kg SP-36 ha-1 pada fase berbunga. Kehijauan daun tertinggi pada fase pengisian tongkol dicapai pada pemupukan P 200 kg SP-36 ha-1 dan 100 kg SP-36 ha-1 dibanding tanpa P, namum tidak berbeda nyata dengan pemberian P 50 kg SP-36 ha-1 dan 150 kg SP-36 ha-1 (Tabel 15). Tanaman yang tingkat kehijauannya tinggi mengindikasikan tanaman tersebut memiliki klorofil daun yang banyak sehingga dapat memacu laju fotosintesis yang berdampak pada peningkatan hasil tanaman. Pada tanaman padi, variasi warna daun yang diukur dengan klorofil meter (SPAD-520, Minolta) berkorelasi positif dengan hasil gabah (Lo et al. (2004). Tabel 15. Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap kehijauan daun Pupuk P (kg SP-36 ha-1) 0 50 100 150 200
Saat berbunga (unit) 45.73 b 46.95 a 46.54 ab 45.84 b 46.46 ab
Saat pengisian tongkol (unit) 48.33 b 49.02 ab 49.53 a 48.98 ab 49.70 a
Keterangan: Kehijauan daun diukur dengan klorofil meter (SPAD-502 Minolta) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Perlakuan rizobakteri berpengaruh nyata terhadap kehijauan daun pada saat berbunga dan pada saat pengisian tongkol (Tabel 16). Pada fase berbunga aplikasi isolat ATS4 dan B42 menghasilkan kehijauan daun tertinggi dan berbeda nyata dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan empat isolat lainnya. Pada fase pengisian tongkol, isolat P31 dan ATS4 menghasilkan kehijauan daun tertinggi dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan empat isolat lainnya. Kehijauan daun mengindikasikan jumlah klorofil dalam daun yang berfungsi dalam proses fotosintesis. Raka (2012) melaporkan bahwa aplikasi PGPR dapat meningkatkan kandungan klorofil daun jagung dibanding tanpa aplikasi PGPR.
47
Tabel 16. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap kehijauan daun Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
Saat berbunga (unit) 44.39 b 46.66 a 46.97 a 46.29 a 46.57 a 46.14 a 47.12 a
Saat pengisian tongkol (unit) 45.96 b 49.40 a 49.29 a 49.29 a 50.08 a 49.84 a 49.92 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Bobot Tongkol, Rendemen Benih, dan Produktivitas Tidak terdapat interkasi antara perlakuan rizobakteri dengan pupuk P terhadap bobot tongkol (Tabel 17). Pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 menghasilkan bobot tongkol tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk P 50 kg SP-36 ha-1dan 200 kg SP-36 ha-1. Aplikasi isolat B42 mampu mencapai bobot tongkol tertinggi 43.17 g/tongkol, tidak berbeda nyata dengan perlakuan isolat ATS4 sebesar 39.9 g/tongkol. Tabel 17. Pengaruh aplikasi pupuk P dan rizobakteri terhadap bobot tongkol Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Isolat Rata-rata rizobakteri 0 50 100 150 200 ------------------------------- (g tongkol-1) -------------------------------Kontrol 25.56 28.26 31.32 30.72 32.36 29.65 e B28 28.55 32.23 28.06 34.27 30.10 30.64 de B42 41.19 47.04 49.29 36.35 41.98 43.17 a P14 29.44 32.60 36.46 38.18 36.71 34.68 cd P31 38.66 32.39 37.91 32.55 39.11 36.12 bc AB2 32.77 38.01 38.94 27.52 40.03 35.46 bcd ATS4 36.50 37.86 46.93 38.44 39.78 39.90 ab Rata-rata 33.24 B 35.48 AB 38.415 A 34.005 B 37.15 AB Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Tidak terdapat interaksi antara aplikasi rizobakteri dengan pemupukan P terhadap rendemen benih. Rata-rata rendemen benih yang dihasilkan berkisar 58% hingga 66 % (Tabel 18). Rendemen benih tertinggi dihasilkan oleh perlakuan B42, namun tidak berbeda nyata dengan isolat ATS4, P31, AB2, dan P14.
48
Tabel 18. Pengaruh aplikasi pupuk P dan rizobakteri terhadap rendemen benih Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4 Rata-rata
Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Rata-rata 0 50 100 150 200 ---------------------------- (%) -----------------------------55.97 58.73 62.67 61.21 63.06 60.33 bc 59.62 57.88 58.64 57.01 59.30 58.49 c 71.80 65.62 69.99 60.51 64.09 66.40 a 63.51 56.87 60.09 67.94 62.76 62.23 abc 62.85 61.97 63.86 66.13 65.94 64.15 ab 63.91 59.35 69.66 59.12 65.71 63.55 ab 67.30 65.61 68.25 61.82 64.04 65.40 a 63.57 60.86 64.74 61.96 63.56
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan pupuk P dengan rizobakteri terhadap produktivitas. Perlakuan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 mampu memberikan produktivitas yang tinggi (1.10 t ha-1) dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 200 kg SP-36 ha-1 (1.02 t ha-1) (Tabel 19). Perlakuan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 dapat dijadikan acuan untuk pemupukan P dalam memproduksi benih jagung hibrida pada tanah dengan status P tersedia rendah-sedang, dan dapat menghemat pupuk SP-36 50 % dari dosis rekomendasi. Semakin besar unsur P tersedia bagi tanaman, semakin besar pula unsur P yang dapat diserap oleh tanaman, maka fotosintesis akan meningkat dan laju tumbuh tanaman juga meningkat (Zulaikha dan Gunawan 2006). Bila tanaman kahat fosfor maka sebagian besar fosfat terkonsentrasi dalam akar dan pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah menjadi terhambat. Hal ini karena fosfat merupakan unsur yang penting dalam serangkaian proses fotosintesis. Pada tanaman yang mengalami kahat fosfor maka hasil fotosintesis yang berupa glukose tidak dapat disintesis menjadi sukrose dan diedarkan ke suluruh bagian tanaman melalui floem sehingga pertumbuhan terhambat (Salisbury dan Ross 1995). Tabel 19. Pengaruh aplikasi pupuk P dan rizobakteri terhadap produktivitas Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4 Rata-rata
Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Rata-rata 0 50 100 150 200 -------------------------- (t ha-1) -----------------------------0.63 0.72 0.84 0.79 0.88 0.77 c 0.77 0.81 0.71 0.84 0.76 0.78 c 1.26 1.32 1.45 0.94 1.14 1.22 a 0.88 0.72 0.94 1.05 0.99 0.91 bc 0.98 0.93 1.28 0.91 1.18 1.05 ab 0.89 0.98 1.17 0.69 1.13 0.97 b 0.97 1.17 1.33 0.93 1.09 1.10 ab 0.91 B 0.95 B 1.10 A 0.88 B 1.02 AB
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
49
Isolat rizobakteri yang diuji dapat meningkatkan produktivitas benih jagung dibanding kontrol, kecuali isolat B28 (Tabel 19). Isolat B42 mampu meningkatkan produktivitas benih jagung hingga mencapai 1.22 t ha-1 dibanding kontrol (0.77 t ha-1), disusul isolat ATS4 (1.10 t ha-1) dan isolat P31 (1.05 t ha-1). Isolat ini berpotensi digunakan dalam budidaya tanaman jagung terutama untuk benih. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Hameeda et al. (2008), dimana perlakuan benih dengan bakteri S. marcescens EB 67 dan Pseudomonas sp. CDB 35 dapat meningkatkan hasil pipilan kering pada pertanaman jagung dilapang masing-masing 85% dan 64% dibanding kontrol tanpa inokulasi. Mutu Fisiologis Benih yang Dihasilkan Secara umum terjadi penurunan vigor dan viabilitas benih selama benih dalam penyimpanan. Aplikasi pupuk P yang berbeda berpengaruh nyata terhadap DB, IV, dan BKKN pada benih yang disimpan selama empat bulan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap KCT (Tabel 20). Perlakuan pupuk P 100, 150, dan 200 kg SP-36 ha-1, menghasilkan DB dan IV lebih tinggi dibanding kontrol. Tabel 20. Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 setelah disimpan selama 4 dan 8 bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62% Pupuk P Periode simpan (bulan) (kg SP-36 ha-1) 4 8 ------------------ DB (%) -----------------0 81.7 b 81.7 50 81.4 b 83.0 100 86.1 a 81.4 150 85.1 a 82.6 200 84.9 a 82.9 -------------------- IV(%)--------------------0 75.7 b 52.1 50 77.0 b 53.1 100 82.3 a 54.4 150 81.1 a 54.7 200 78.6 ab 54.9 -1 ---------------- KCT (% etmal ) ------------0 21.7 20.6 b 50 21.2 21.5 ab 100 21.6 21.7 a 150 22.1 21.6 ab 200 21.3 22.0 a ------------------ BKKN (g) ----------------0 0.072 a 0.063 50 0.067 b 0.062 100 0.074 a 0.065 150 0.075 a 0.064 200 0.075 a 0.064 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
50
Pada periode simpan delapan bulan, pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap DB, IV, dan BKKN, namun berpengaruh nyata terhadap KCT dibanding kontrol. Penambahan dosis P cenderung meningkatkan KCT. Aplikasi rizobakteri berpangaruh nyata terhadap KCT, IV, DB dan BKKN pada periode simpan empat bulan (Tabel 21). Aplikasi isolat B42 dapat mencapai KCT tertinggi yaitu 22.1 % etmal-1. Isolat ATS4, AB2, P31, P14, dan B42 menunjukkan indeks vigor yang lebih tinggi dibanding B28 dan kontrol pada periode simpan empat bulan. Tabel 21. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 setelah disimpan selama 4 dan 8 bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62% Isolat rizobakteri Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4 Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4 Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
Periode simpan (bulan) 4 8 --------------- DB (%) --------------80.2 c 83.8 80.8 bc 82.8 86.2 a 81.8 83.4 abc 82.6 85.4 a 79.2 84.2 ab 82.0 86.8 a 84.0 ------------------ IV(%) --------------75.4 b 55.0 74.6 b 49.8 80.0 a 53.0 80.4 a 53.8 80.4 a 53.6 80.6 a 54.6 81.2 a 57.2 -1 ---------- KCT (% etmal ) -----------21.4 ab 21.7 b 21.5 ab 20.6 b 22.1 a 20.9 b 21.9 ab 21.2 b 20.6 b 21.5 b 21.2 ab 21.5 b 21.8 ab 22.9 a -------------- BKKN (g) ---------------
Kontrol B28 B42 P14 P31 AB2 ATS4
0.066 c 0.073 b 0.074 ab 0.077 a 0.072 b 0.072 b 0.074 ab
0.062 bc 0.062 bc 0.060 c 0.063 bc 0.063 bc 0.066 ab 0.068 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
51
Pada periode simpan empat bulan, isolat ATS4, B42 dan P31 mampu menghasilkan DB yang tinggi dibanding kontrol (80.2%) masing-masing 86.8%, 86.2% dan 85.4%. Pada periode simpan delapan bulan, aplikasi rizobakteri tidak berpengaruh nyata terhadap DB. Isolat P14 mampu mencapai BKKN tertinggi pada periode simpan empat bulan namun tidak berbeda nyata dengan aplikasi B42 dan ATS4, sedang pada periode simpan delapan bulan, isolat ATS4 mencapai BKKN tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan AB2. Pada periode simpan 8 bulan, tidak terdapat interaksi antara perlakuan rizobakteri dengan pupuk P terhadap mutu fisiologis benih jagung. Perlakuan pupuk P berpengaruh terhadap KCT, namun tidak berpengaruh terhadap IV, DB, dan BKKN (Tabel 20). Pemberian pupuk P 200 kg SP-36 ha-1 menghasilkan KCT yang lebih tinggi dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 50, 100, dan 150 kg SP-36 ha-1. Penambahan dosis pupuk P cenderung meningkatkan IV, namun pemberian pupuk P 50 kg SP-36 ha-1 sudah cukup untuk meningkatkan DB hingga mencapai 83%. Aplikasi rizobakteri berpengaruh nyata terhadap KCT dan BKKN, namun tidak berpengaruh terhadap DB dan IV pada benih jagung hibrida yang disimpan selama delapan bulan (Tabel 21). Isolat ATS4 mampu meningkatkan KCT dan BKKN dibanding perlakuan lainnya masing masing mencapai 22.9 % etmal-1 dan 0.068 g. Musim Tanam II (MK) Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Tidak terdapat interaksi antara pemupukan P dengan rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Aplikasi pupuk P berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST), namun belum berpengaruh pada saat tanaman berumur 2 MST dan 8 MST (Tabel 22). Aplikasi pupuk P 200 kg SP-36 ha-1 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, namun tidak berbeda nyata dibanding 50 kg SP-36 ha-1 pada umur 4 dan 6 MST. Tabel 22. Pengaruh aplikasi pupuk P terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Pupuk P (kg SP-36 ha-1)
2
Umur tanaman (MST) 4 6
8
------------------- Tinggi tanaman (cm) -----------------
0 50 100 150 200 0 50 100 150 200
22.9 64.6 b 124.3 b 170.3 23.5 70.7 a 134.1 a 173.8 22.1 64.4 b 126.1 b 169.5 22.4 64.2 b 125.7 b 172.2 23.4 68.2 ab 132.2 a 173.5 ----------------------- Jumlah daun -----------------------3.4 5.7 ab 7.7 a 11.9 3.4 5.8 ab 7.9 a 12.1 3.2 5.5 b 7.2 b 11.8 3.2 5.6 b 7.8 a 12.0 3.4 5.9 a 7.9 a 12.1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
52
Perlakuan benih dengan rizobakteri berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada saat umur tanaman 8 MST, sedangkan terhadap jumlah daun tidak berpengaruh nyata (Tabel 23). Perlakuan benih dengan isolat ATS4 menghasilkan tinggi tanaman 173.8 cm lebih tinggi dibanding control (170.05), namun tidak berbeda nyata dibanding perlakuan isolat B42 pada umur 8 MST. Pada pengamatan jumlah daun, perlakuan rizobakteri memberikan pengaruh dan berbeda nyata dibanding kontrol saat umur 2 MST hingga 8 MST. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa inokulasi bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan pada tanaman jagung (Biari et al. 2008; Gholami et al. 2009; Yazdani et al. 2009). Agens hayati sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman dapat melalui beberapa mekanisme yaitu mampu memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, dan memproduksi hormon pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberalin, dan sitokinin (Egamberdiyeva 2005; Bae et al. 2007). Pengaruh rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman cenderung lambat, diduga rizobakteri masih melakukan adaptasi dengan lingkungan rizosfer, dan melakukan fungsinya melindungi tanaman terhadap patogen seperti lignifikasi dinding sel, dan juga bersaing dengan sejumlah bakteri indegenous. Rizobakteri dapat menghasilkan senyawa organik (siderofor) yang mampu mengkhelat unsur Fe (besi) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan pathogen, sehingga menghambat pertumbuhan patogen (Siddiqui 2005). Selain itu rizobakteri dapat menghasilkan senyawa antimikroba seperti senyawa 2.4 diacetylphloroglucinol yang dihasilkan Pseudomonas spp. dan bacitracin oleh Bacillus spp. (Awais et al. 2007). Hasil penelitian Agustiansyah et al. (2013) menunjukkan agens hayati dapat menghasilkan senyawa siderofer, dapat melarutkan fosfat dan menunjukkan aktivitas fosfatase, memproduksi IAA, dan memiliki aktivitas peroksidase. Isolat Pseudomononas diminuta juga mampu memproduksi HCN. Tabel 23. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun Isolat rizobakteri
Umur tanaman (MST) 2
4
6
8
Kontrol B42 ATS4
------------------ Tinggi tanaman (cm) ----------------22.6 66.5 128.0 170.1 b 23.0 66.8 127.4 171.8 ab 23.0 66.0 130.1 173.9 a
Kontrol B42 ATS4
---------------------- Jumlah daun -----------------------3.3 5.7 7.8 11.9 3.3 5.7 7.6 12.0 3.5 5.7 7.7 12.1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf pada α= 5%
53
Produktivitas, Bobot tongkol, Kandungan P Benih, dan Rendemen benih Tidak terdapat interaksi antara pemupukan P dengan aplikasi rizobakteri terhadap produktivitas benih jagung hibrida. Pemupukan P maupun rizobakteri berpengaruh nyata terhadap produktivitas (Tabel 24). Perlakuan pupuk P 200 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas hingga mencapai 3.14 t ha-1 dibanding kontrol (2.43 t ha-1), namun tidak berbeda nyata dibanding perlakuan pupuk P 150 kg SP-36 ha-1 dan P 100 kg SP-36 ha-1 yang masing-masing dapat mencapai 3.03 t ha-1 dan 3.0 t ha-1. Perlakuan rizobakteri ATS4 dapat meningkatkan produktivitas 3.18 t ha-1 dibanding kontrol (2.58 t ha-1) dan B42 (2.82 t ha-1). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa inokulasi bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil pada tanaman jagung (Biari et al. 2008; Gholami et al. 2009; Yazdani et al. 2009;Sharifi et al. 2011; Ashrafi dan Seiedi 2011), dan pada tanaman padi (Agustiansyah et al. 2010; Ashrafuzzaman et al. 2009). Pada tanaman kedelai, inokulasi bakteri pelarut fosfat yang diikuti dengan pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dan meningkatkan produksi serta meningkatkan efisiensi pupuk P yang digunakan (Wulandari 2001). Tabel 24. Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap produktivitas benih Isolat rizobakteri Kontrol B42 ATS4 Rata-rata
Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Rata-rata 0 50 100 150 200 ----------------------------- t ha-1 ----------------------------2.05 2.35 2.75 2.78 3.00 2.58 c 2.58 2.98 2.72 2.81 3.02 2.82 b 2.67 2.79 3.54 3.50 3.41 3.18 a 2.43 B 2.70 B 3.00 A 3.03 A 3.14 A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Perlakuan pupuk P 200 kg SP-36 ha-1 mampu meningkatkan bobot tongkol kering tertinggi yaitu 103 g, namun tidak berbeda nyata dibanding perlakuan P 150 kg SP-36 ha-1 dan P 100 kg SP-36 ha-1 (Tabel 25). Rizobakteri ATS4 menghasilkan bobot tongkol tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu sebesar 102.9 g. Nezarat dan Gholami (2009) melaporkan bahwa pengunaan PGPR dapat meningkatkan bobot tongkol kering dibanding kontrol. Tabel 25. Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap bobot tongkol Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Isolat Rata-rata rizobakteri 0 50 100 150 200 ----------------------------------- g -----------------------------------Kontrol 83.28 88.32 90.58 95.02 98.78 91.20 b B42
90.08
98.93
99.43
99.52
103.88
98.37 b
ATS4 Rata-rata
95.10 100.25 109.92 102.73 106.37 102.87 a 89.49 C 95.83 B 99.98 AB 99.09 AB 103.01 A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
54
Pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir benih. Pemupukan P yang menghasilkan bobot 1000 butir benih yang tinggi berturut-turut dicapai pada pemupukan P 50 kg SP-36 ha-1(273,7 g), 200 kg SP-36 ha-1 (264 g), dan 150 kg SP-36 ha-1 (261,9 g) (Tabel 26). Unsur P dapat meningkatkan kandungan protein dan bobot biji yang selanjutnya meningkatkan vigor dan ketahanan simpan benih (Mugnisyah dan Nakamura 1986). Aplikasi rizobakteri berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir benih (Tabel 26). Isolat rizobakteri B42 dapat meningkatkan bobot 1000 butir benih (268.5 g) dibanding kontrol (255.9 g), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan isolat ATS4. Tabel 26. Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap bobot 1000 butir benih Isolat rizobakteri
Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Rata-rata 0 50 100 150 200 ----------------------------------- (g) ---------------------------------
Kontrol B42 ATS4 Rata-rata
264.34 261.38 257.87 261.20
265.62 271.34 284.19 273.72
234.30 271.26 257.27 254.28
261.08 263.93 260.81 261.94
254.28 274.57 263.23 264.03
255.93 b 268.50 a 264.67 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Aplikasi pupuk P dan rizobakteri tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan P dalam benih (Tabel 27). Kandungan P dalam benih berkisar antara 0.47 – 0.68 g 100g-1. Kandungan P dalam benih berpengaruh terhadap kandungan ATP dan vigor benih. Kandungan P dalam benih selain dipengaruhi oleh jenis tanah, juga ditentukan oleh varietas (Fathan et al. 1988). Presterl et al. (2003), menyatakan bahwa kemampuan untuk menggunakan hara yang efisien dikontrol secara genetik. Tabel 27. Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap kandungan P benih Isolat rizobakteri Kontrol B42 ATS4 Rata-rata
Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) Rata-rata 0 50 100 150 200 -------------------------- (g 100 g-1) ------------------------0.59 0.66 0.51 0.69 0.60 0.61 0.59 0.58 0.47 0.62 0.63 0.59 0.56 0.72 0.67 0.68 0.62 0.65 0.58 0.65 0.55 0.66 0.62
Keterangan:Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Interaksi antara perlakuan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 dengan rizobakteri ATS4 menghasilkan rendemen benih tertinggi 83.8% (Tabel 28). Pada pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1, rizobakteri ATS4 dapat meningkatkan rendemen benih
55
dibanding kontrol dan B42, sedangkan pada perlakuan pemupukan P lainnya, aplikasi rizobakteri tidak berpengaruh nyata. Aplikasi rizobakteri ATS4 yang diikuti oleh pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 mampu meningkatkan rendemen benih dibanding pemupukan P 0 dan 50 kg SP-36 ha-1, namun tidak berbeda nyata dibanding perlakuan pupuk P 150 dan 200 kg SP-36 ha-1. Aplikasi rizobakteri B42 tidak memerlukan pupuk P, tetapi rendemen benihnya nyata lebih rendah dibanding aplikasi ATS4 dengan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1. Tabel 28. Pengaruh rizobakteri dan pupuk P terhadap rendemen benih Isolat rizobakteri
Dosis pupuk P (kg SP-36 ha-1) 0 50 100 150 200 --------------------------- % -------------------------------
Kontrol B42 ATS4
64.4 Aa 71.8 Aa 69.8 Ba
68.4 Aa 74.6 Aa 70.4 Ba
75.7 Ab 67.0 Ab 83.8 Aa
72.9 Aa 70.9 Aa 79.1 ABa
74.9 Aa 72.9 Aa 75.1 ABa
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Mutu Fisiologis Benih yang Dihasilkan Pengaruh pemupukan P terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida disajikan pada Tabel 29. Pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh (KCT) dan indeks vigor (IV) setelah benih hasil panen disimpan selama dua dan tiga bulan, namun berpengaruh nyata setelah empat bulan penyimpanan (Tabel 29). Pada periode simpan empat bulan, semua perlakuan pupuk P mampu meningkatkan KCT dibanding kontrol. Pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dan 200 kg SP-36 ha-1 menghasilkan IV tertinggi dibanding perlakuan lainnya pada periode simpan empat bulan yaitu masing-masing 77.7 % dan 78.3 %. Selama penyimpanan, benih mengalami penurunan daya berkecambah. Pada periode simpan dua bulan, pemberian pupuk P 200 kg SP-36 ha-1 menghasilkan DB tertinggi yaitu 95.3%, namun tidak berbeda nyata dengan pemberian 100 kg SP-36 ha-1 dan 150 kg SP-36 ha-1 (Tabel 29). Semua perlakuan pupuk P mampu mempertahankan DB lebih dari 85% hingga periode simpan empat bulan. Pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah normal (BKKN) pada periode simpan dua bulan dan tiga bulan. Pada periode empat bulan simpan, pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 menghasilkan BKKN tertinggi dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata dibanding pemberian pupuk P lainnya.
56
Tabel 29. Pengaruh pemupukan P terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 setelah disimpan selama 2, 3, dan 4 bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62% Pupuk P (kg SP-36 ha-1)
2
Periode simpan (bulan) 3
4
------------------------ DB (%) -------------------
0 50 100 150 200
90.3 c 91.3 c 94.3 a 93.7 ab 95.3 a
90.0 b 91.0 b 93.0 ab 96.3 a 94.0 ab
87.3 ab 85.7 b 90.0 a 89.3 a 87.7 ab
---------------------- IV (%) ---------------------
0 50 100 150 200
57.3 59.0 60.7 61.3 58.3
80.3 80.7 80.3 82.3 82.3
60.7 c 70.3 b 77.7 a 71.0 b 78.3 a
----------------- KCT (% etmal-1) -----------------
0 50 100 150 200
25.6 25.6 26.5 26.2 26.6
22.6 22.7 22.5 23.3 22.8
22.6 b 24.6 a 25.6 a 25.2 a 25.8 a
------------------ BKKN (g) -------------------
0 50 100 150 200
0.084 0.087 0.083 0.085 0.083
0.086 0.082 0.082 0.081 0.081
0.081 b 0.088 ab 0.089 a 0.086 ab 0.084 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Aplikasi rizobakteri berpengaruh nyata terhadap DB pada periode simpan dua, tiga, dan empat bulan (Tabel 30). Pada periode simpan dua dan tiga bulan, isolat ATS4 dan B42 mengahasilkan DB lebih tinggi dibanding kontrol. Isolat rizobakteri ATS4 konsisten dapat meningkatkan DB hingga periode simpan empat bulan sebesar 89.8% dibanding kontrol (87%). Perlakuan rizobakteri dapat meningkatkan IV pada periode dua dan empat bulan simpan (Tabel 30). Penggunaan isolat rizobakteri ATS4 mampu meningkatkan IV sebesar 75% dibanding kontrol (69%) pada periode simpan empat bulan. Aplikasi rizobakteri berpengaruh nyata terhadap KCT pada periode simpan tiga bulan dan empat bulan (Tabel 30). Isolat ATS4 dapat meningkatkan KCT hingga empat bulan simpan sebesar 25.8 % etmal-1 dibanding kontrol (23.8 % etmal-1). Hal yang sama dilaporkan Aryatha (2004) bahwa penggunaan Aktinomiset dapat meningkatkan pertumbuhan kecambah kacang hijau.
57
Hameda et al. (2008) melaporkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih jagung. Perlakuan rizobakteri tidak memberikan pengaruh nyata terhadap BKKN pada periode simpan hingga empat bulan (Tabel 30). Hal ini menunjukkan bahwa selama periode perkecambahan (tujuh hari), energi yang diproduksi digunakan untuk memacu perkecambahan. Coopeland dan McDonald (1995) menyatakan bahwa selama beberapa hari pertama, kecambah benih mengalami penurunan berat kering akibat respirasi yang tinggi dan beberapa eksudasi serta kebocoran pada kulit benih. Cadangan karbohidrat, lemak, dan protein dalam kotiledon dan endosperm mengalami penurunan yang cepat selama perkecambahan. Tabel 30. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap mutu fisiologis benih jagung hibrida Bima-3 setelah disimpan selama 2, 3, dan 4 bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62% Isolat rizobakteri Kontrol B42 ATS4 Kontrol B42 ATS4 Kontrol B42 ATS4 Kontrol B42 ATS4
Periode simpan (bulan) 2 3 4 --------------------- DB (%) ---------------91.4 b 90.2 b 87.0 b 93.6 a 93.2 ab 87.2 b 94.0 a 95.2 a 89.8 a -------------------- IV (%) ------------------81.8 b 78.8 69.2 b 85.2 a 82.4 70.6 b 84.4 a 82.4 75.0 a -1 --------------- KCT (% etmal ) ------------25.9 22.2 b 23.8 c 26.3 23.1 a 24.8 b 26.1 23.1 a 25.8 a ---------------- BKKN (g) ----------------0.084 0.082 0.087 0.085 0.082 0.087 0.084 0.083 0.083
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α= 5%
Perlakuan benih dengan rizobakteri dan pemberian pupuk P masih dapat mempertahankan DB benih lebih dari 85% selama periode simpan empat bulan. Hasil ini masih memenuhi persyaratan standarisasi nasional benih jagung hibrida (BSN 2003).
58
KESIMPULAN A. Pada musim tanam I (musim hujan): 1. Penggunaan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. 2. Isolat rizobakteri B42, ATS4, dan P31, dapat meningkatkan produktivitas benih jagung. 3. Perlakuan rizobakteri dapat meningkatkan mutu fisiologis benih jagung pada periode simpan empat bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62%, tetapi hanya rizobakteri ATS4 yang dapat meningkatkan mutu benih setelah disimpan selama delapan bulan. B. Pada musim tanam II (musim kemarau): 1. Perlakuan pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. 2. Isolat rizobakteri ATS4 mampu meningkatkan tinggi tanaman dan produktivitas benih jagung hibrida. 3. Aplikasi rizobakteri ATS4 yang diikuti dengan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan rendemen benih hingga 83.8%. Jadi dengan penggunaan rizobakteri dapat menghemat penggunaan pupuk P 50% dari dosis rekomendasi. 4. Rizobakteri ATS4 dan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 terbaik dalam meningkatkan mutu fisiologis benih setelah empat bulan simpan pada suhu 21-25oC dan RH 53 – 62%.
PEMBAHASAN UMUM Intensifikasi dalam budidaya jagung menjadi salah satu alternatif dalam rangka peningkatan produksi jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan untuk mengurangi impor. Penggunaan varietas unggul jagung hibrida yang adaptif dan produktivitasnya tinggi serta pemanfaatan unsur hara yang efisien menjadi alternatif dalam pengembangan jagung. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan penyediaan benih bermutu tinggi. Mutu benih menyangkut mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu kesehatan benih (Ilyas 2012) mutlak dipenuhi dalam memproduksi benih. Untuk benih jagung hibrida kemurnian genetik harus tetap terjaga karena akan berdampak pada penampilan tanaman di lapang dan terjadi penurunan hasil. Benih jagung hibrida dituntut kemurnian genetik yang tinggi (> 98%) (BSN 2003). Pengujian kemurnian genetik varietas (verifikasi varietas) saat ini banyak menggunakan metode berdasarkan karakter morfologi. Metode ini membutuhkan waktu yang lama karena harus melalui satu siklus hidup tanaman jagung. Sementara itu industri perbenihan memerlukan metode pengujian kemurnian genetik benih yang cepat dan akurat, serta memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Selain itu metode penilaian berdasarkan karakter morfologi, tergantung pada tingkat keahlian dan pengalaman dari petugas pemeriksa tanaman. Kekeliruan dalam menentukan kemurnian genetik mengakibatkan kerugian pada produsen benih. Dengan dirilisnya varietas jagung hibrida yang secara visual penampilan tanaman di lapang yang mirip, akan menyulitkan dalam penilaian karakter
59
morfologi. Demikian pula tanaman yang bersegregasi sangat sulit dibedakan dengan tanaman hibrida aslinya. Untuk mendeteksi kemurnian genetik tersebut, diperlukan alat bantu salah satunya adalah dengan marka simple sequence repeats (SSR). Marka SSR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menverifikasi suatu varietas tanaman (Nunome et al. 2003) dan merupakan alat ampuh dalam menilai keanekaragaman genetik antara galur inbrida (Drinic 2012). Selain itu marka SSR digunakan dalam mencari metode cepat untuk mengetahui kualitas dan kemurnian varietas yang bersegregasi. Pada penelitian ini, teridentifikasi tiga primer yang dapat mendeteksi kemurnian hybrida Bima-3 dan Bima-4 yaitu phi 109275 yang spesifik untuk tetua hibrida Bima-4 (G180/MR-14), primer phi072 spesifik untuk tetua Bima-3 (Nei9008 dan MR-14), dan phi 328175 spesifik untuk tetua hibrida Bima-3 dan Bima-4. Kemurnian genetik varietas jagung hibrida varietas Bima-3 dan Bima-4, didapatkan untuk masing-masing 97.5% dan 80%. Pada individu tanaman yang teridentifikasi memiliki pita yang sama dengan tetua jantan, diduga terjadi percampuran selama dalam prosesing benih, sedangkan individu tanaman yang teridentifikasi memiliki pita yang sama dengan tetua betina disebabkan oleh perlakuan detaselling yang kurang akurat sehingga terjadi penyerbukan sendiri (selfing) dan juga terjadi percampuran selama dalam prosesing benih di gudang. Upaya peningkatan produktivitas dan mutu fisiologis benih jagung hibrida dapat dilakukan dengan cara aplikasi rizobakteri dan pemupukan P. Salah satu pertimbangan dalam penggunaan rizobakteri adalah kemampuannya dalam melarutkan P dalam tanah maupun yang diberikan dalam bentuk pupuk. Dari hasil uji kemampuan melarutkan fosfat, teridentifikasi enam isolat Pseudomonas kelompok fluorescens, enam isolat Bacillus, dan sembilan isolat Aktinomiset dapat melarutkan fosfat. Qureshi et al. (2012) menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut P adalah mikroorganisme yang dapat melarutkan P yang sukar larut menjadi larut baik P yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Inokulasi Bacillus spp. dapat meningkatkan tinggi tanaman, hasil, kadungan NP dalam daun, dan meningkatkan status P tersedia dalam tanah (Qureshi et al. 2012). Rizobakteri dapat menghasilkan asam organik (asam glukonat, asam 2-ketogluconic, asam glioksilat, asam sitrat, asam malat, asam laktat, dan lainnya) yang berfungsi untuk melarutkan fosfat dan menurunkan pH di sekitar sel (Maliha et al. 2004; Khan et al. 2006). Dalam menggunakan bakteri sebagai biofertilizer maupun sebagai biopestisida, sebaiknya dilakukan pengujian patogenitas bakteri terhadap tanaman, hewan, dan manusia. Pengujian pada tanaman dilakukan dengan melihat reaksi hipersensitif, jika tidak menimbulkan nekrosis pada daun tembakau, maka bakteri tersebut layak untuk digunakan pada tanaman. Pada penelitian ini, dari genus Bacillus spp., terdapat empat isolat yang menunjukkan gejala nekrosis yaitu B11, B27, B31, dan B36; dari jenis Pseudomonas kelompok fluorescens terdapat empat isolat yang menunjukkan gejala nekrosis yaitu P16, P17, dan P32; sedangkan dari genus Aktinomiset terdapat empat isolat yang menunjukkan gejala nekrosis yaitu AB4, AB10, APS12, dan ATS8. Respon hipersensitif merupakan reaksi pertahanan cepat dari tanaman terhadap patogen yang tidak kompatibel disertai dengan kematian sel yang cepat pada jaringan yang diinjeksi bakteri (Klement 1990). Gejala nekrosis terjadi disebabkan oleh hilangnya elektrolit pada daun secara cepat, selanjutnya gejala
60
nekrosis berkembang ke bagian daun lainnya dan menimbulkan gejala layu (Asrul 2005). Respon tanaman terhadap infeksi yaitu dengan mengeluarkan senyawa kimia untuk pertahanan dan menutup daerah infeksi. Sel-sel tersebut merusak dirinya sendiri sehingga terbentuk lesio atau luka pada daerah terinfeksi yang berfungsi melindungi bagian daun lainnya (Campbell et al. 2002). Karakterisasi terhadap kemampuan memproduksi IAA menunjukkan bahwa semua rizobakteri yang diuji dapat menghasilkan asam indol asetat (IAA) dengan kadar yang bervariasi. Rizobakteri dari jenis Bacillus spp. menghasilkan IAA yang tinggi hingga mencapai 14.4 μg/ml (B42) dibanding Aktinomiset dan Pseudomonas kelompok fluorescens. Perbedaan dalam memproduksi IAA tersebut tergantung pada kemampuan masing-masing isolat rizobakteri dalam mengkolonisasi perakaran tanaman (Thakuria et al. 2004). Produksi IAA oleh rizobakteri hanya akan terjadi jika konsentrasi asam amino triptofan di daerah perakaran tanaman cukup tinggi (Karnval 2009). Pada percobaan di rumah kaca, diperoleh hasil dimana isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks dan memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dibanding kontrol. Isolat B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5 dapat meningkatkan daya berkecambah dibanding kontrol. Hasil penelitian Hameda et al. (2008) mendapatkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih jagung. Peningkatan viabilitas dan vigor benih ini diduga disebabkan terjadinya peningkatan sintesis hormon seperti IAA atau giberelin (GA3) sebagai pemicu aktivitas enzim amilase yang berperan dalam perkecambahan (Gholami et al. 2009). Isolat P34 dan P12 cenderung meningkatkan panjang akar hingga mencapai masing-masing 49.9 dan 49.1 cm dibanding kontrol (39.8 cm), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan rizobakteri B28, B46, B42, B37, B13, P14, P24, ATS4, AB3, dan AB11. Inokulasi bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan panjang akar pada tanaman jagung (Hameeda et al. 2008), pada padi (Ashrafuzzaman et al. 2009; Agustiansyah et al. 2010), dan pada tomat (Sharafzadeh 2012). Tanaman merespon IAA dengan mekanisme pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar adventif (Leveau 2005). Patten dan Glick (2002), menyatakan bahwa IAA yang di sekresikan oleh bakteri meningkatkan pertumbuhan akar tanaman secara langsung dengan menstimulasi pemanjangan sel atau pembelahan sel. Agens hayati dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman dapat melalui beberapa mekanisme yaitu mampu memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, dan memproduksi hormon pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberelin, dan sitokinin (Egamberdiyeva 2005; Bae et al. 2007). Leveau (2005) menyatakan bahwa tanaman merespon IAA dengan mekanisme pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar adventif. IAA yang di sekresikan oleh bakteri meningkatkan pertumbuhan akar tanaman secara langsung dengan menstimulasi pemanjangan sel atau pembelahan sel (Patten & Glick 2002). Pada percobaan dalam polybag, pemupukan P belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Hal ini diduga bahwa pada kondisi tanah dengan kandungan P tersedia yang tergolong tinggi, menyebabkan penambahan pupuk P tidak berpengaruh nyata. Suyamto (2010) menyatakan bahwa tingkat ketersediaan hara dalam tanah mencerminkan tingkat kesuburan tanah dan berkorelasi positif dengan hasil tanaman. Pada tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi,
61
pemberian pupuk akan semakin rendah dan bahkan tidak perlu lagi penambahan pupuk. Penggunaan isolat rizobakteri B42 berpotensi meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun, sementara isolat B28 berpotensi meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Hal ini diduga karena pengaruh langsung dari rizobakteri yang mampu menghasilkan hormon pengatur pertumbuhan dan mampu membantu melarutkan fosfat. Pada musim tanam I (MH) produktivitas benih jagung yang diperoleh lebih rendah rata-rata berkisar antara 0.77 t ha-1 hingga 1.33 t ha-1, dibanding produktivitas benih yang dihasilkan pada musim tanam II (MK) yang rata-rata berkisar antara 2.43 t ha-1 hingga 3.2 t ha-1. Hal ini disebabkan karena keluarnya bunga jantan pada tanaman jantan tidak serempak dan lebih lambat dibanding bunga betina pada tanaman betina, sehingga tidak terjadi sinkronisasi penyerbukan yang menyebabkan gagalnya polinasi. Gagalnya polinasi mengakibatkan tidak terbentuknya biji sehingga banyak tongkol yang tidak terisi penuh. Interval waktu antara keluarnya bunga jantan dan bunga betina atau anthesis silking interval (ASI) adalah hal yang penting dalam keberhasilan penyerbukan. Dahlan (2001), semakin tinggi nilai ASI semakin rendah hasil karena tidak terjadi sinkronisasi berbunga. Nilai ASI -1.0 sampai +3.0 hari memberikan hasil maksimal pada jagung. Subekti et al, (2007) menyatakan bahwa nilai ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil. Fonseca (2004) menyatakan bahwa salah satu cara agar produksi benih hibrida dapat berhasil adalah dengan meningkatkan sinkronisasi tersebarnya tepungsari dari tetua jantan dan keluarnya rambut tongkol yang siap diserbuki pada tetua betina. Untuk mengantisipasi hal tersebut dilakukan penyerbukan secara manual dengan mengambil polen dari bunga jantan yang telah mekar yang ditanam empat dan lima hari lebih awal dari tanaman betina dan diserbukkan ke bunga betina. Isolat ATS4 dan B42 mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibanding isolat lainnya pada musim tanam I (MH), namun pada MK produktivitas benih dengan perlakuan isolat B42 lebih rendah dibanding isolat ATS4. Hal ini berkaitan dengan daya adaptasi dari masing-masing isolat terhadap lingkungan rizosfer. Aktinomiset mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan beragam fungsi seperti antimikrob, inhibitor enzim, dan enzim pendegradasi bahan organik. Senyawa antimikrob yang dihasilkan, dapat menghambat pertumbuhan patogen tular tanah (Lestari 2006). Genus Streptomyces spp. merupakan bakteri gram positif yang berspora dan tahan terhadap kondisi kering dan panas (Emmert dan Handelsman 1999). Lingkungan rizosfir yang dinamis dan kaya akan sumber energi dari senyawa organik yang dikeluarkan oleh akar tanaman (eksudat akar) merupakan habitat bagi berbagai jenis mikroba untuk berkembang dan sekaligus sebagai tempat pertemuan dan persaingan mikroba. Tiap tanaman mengeluarkan eksudat akar dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga berperan juga sebagai penyeleksi mikroba, meningkatkan perkembangan mikroba tertentu, dan menghambat perkembangan mikroba lainnya (Husen et al. 2008). Semakin banyak eksudat akar, akan semakin besar jumlah dan keragaman mikroba. Ketersediaan fosfor dalam tanah adalah fenomena yang kompleks yang dipengaruhi oleh tanah dan tanaman (Barber 1995). Pada penelitian di polybag,
62
tanah yang digunakan mengandung P tersedia tergolong tinggi (Lampiran 5), yang diduga menyebabkan tanaman tidak respon terhadap pemupukan P. Namun berbeda dengan pernyataan Kolawole (2010), dimana tanah yang mengandung P tersedia tergolong tinggi juga membutuhkan pupuk P yang tinggi untuk mendapatkan hasil jagung optimal. Hal ini diduga adanya fiksasi oleh Ca dan atau Fe, sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (>7) bentuk HPO42- lebih dominan. Di samping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin, dan fosfohumat (Hanafiah 2007). Pada penelitian lapang yang dilakukan selama dua musim tanam, aplikasi pupuk P 100 kg SP-36 ha-1 mampu mencapai produktivitas tertinggi dan dapat menghemat penggunaan pupuk SP-36. Pada tanah dengan kandungan P tersedia rendah – sedang, penggunaan pupuk P cukup dengan 100 kg SP-36 ha-1. Tanaman menyerap fosfor sesuai dengan kebutuhannya. Tanaman yang terlalu banyak menyerap fosfor akan memperpendek umur tanaman. Semakin besar fosfor tersedia bagi tanaman, semakin besar pula fosfor yang dapat diserap oleh tanaman (Setyanti 2013). Unsur P merupakan salah satu faktor yang menunjang berjalannya proses fotosintesis. Menurut Zulaikha dan Gunawan (2006), apabila tanaman kekurangan fosfor maka hasil fotosintesis yang berupa glukose tidak dapat disintesis menjadi sukrosa dan diedarkan ke suluruh bagian tanaman melalui floem sehingga pertumbuhan terhambat. Secara umum pada percobaan di lapang, baik pada musim tanam pertama (musim hujan) maupun pada musim tanam kedua (musim kemarau) menunjukkan terjadinya peningkatan pertumbuhan tanaman dan produktivitas, serta penurunan penggunaan pupuk P di lapang. Hal tersebut diduga disebabkan adanya pengaruh aktivitas rizobakteri yang digunakan. Rizobakteri ATS4 dan B42 mampu menghasilkan hormon pengatur tumbuh seperti IAA (Thakuria et al. 2004; Karnwal 2009; Agustiansyah 2010; Yusepi 2011) dan mampu melarutkan fosfat sehingga tersedia bagi tanaman (Gray dan Smith 2005; Mehvraz dan Chaichi 2008; Rao 2007; Prihartini 2009). Proses pemacuan tumbuh tanaman dimulai dari keberhasilan rizobakteri dalam mengkolonisasi rizosfir (Bhatnagar dan Bhatnagar 2005; Thakuria 2004). Indole acetic acid (IAA) merupakan hormon pada tumbuhan yang mengendalikan berbagai proses fisiologi berupa pembelahan dan perkembangan sel, diferensiasi jaringan serta respons terhadap cahaya dan gravitasi (Salisbury & Ross 1992). IAA disintesis dalam berbagai bagian tubuh tanaman yang sedang aktif tumbuh dan berkembang seperti pada meristem ujung tunas, ujung akar, dan kambium. Selain itu juga disebabkan oleh aktivitas rizobakteri dalam meningkatkan ketahanan sistemik tanaman terhadap patogen. Rizobakteri ATS4 dan B42 menghasilkan kitinase yang tinggi (Budiman 2012), yang berfungsi untuk melawan patogen. Chompant et al. (2005) melaporkan bahwa kitinase yang diproduksi oleh Serratia marcescens digunakan untuk melawan Sclerotium rolsfii. Kitinase dan laminarinase yang disintesis oleh Pseudomonas stutzeri berfungsi menghancurkan dan melisis miselia Fusarium solani. Jha et al. (2009) melaporkan bahwa IAA yang dihasilkan oleh Pseudomonas spp. juga dapat menunjukkan aktivitas melawan penyakit pada tanaman.
63
KESIMPULAN UMUM 1. Dari percobaan 1 didapatkan 3 marka spesifik (phi96100, phi072, dan phi328175) yang dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian genetik jagung hibrida Bima-3 dan Bima-4. Identifikasi kemurnian genetik benih jagung hibrida dengan marka SSR diperoleh 80% benih Bima-4 dan 97.5% benih Bima-3 murni secara genetik, sedangkan dengan marka morfologi diperoleh 95 % benih Bima-4 dan 97.5% benih Bima-3. Marka SSR dapat mendeteksi kemurnian genetik benih jagung hibrida secara cepat dan akurat dimana hal ini tidak dapat dibedakan secara morfologi. Marka SSR efektif dalam mendeteksi kemurnian benih jagung hibrida. 2. Hasil karakterisasi terhadap 34 isolat rizobakteri, terdapat 23 isolat yang mampu melarutkan fosfat, 23 isolat menunjukkan reaksi hipersensitif negatif, dan 18 isolat mampu memproduksi IAA. 3. Pada percobaan di rumah kaca, aplikasi isolat rizobakteri B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh dibanding kontrol. Isolat B28 dan B46 dapat meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih jagung. Isolat B28 mampu meningkatkan daya berkecambah hingga mencapai 80 %. Isolat lain yang berpotensi meningkatkan daya berkecambah yaitu: B46, B42, B13, P14, P31, AB2, AB3, AB11, ATS4, dan ATS5. Aplikasi rizobakteri P34 dan P12 mampu meningkatkan panjang akar jagung. 4. Berdasarkan hasil karakterisasi dan pengaruh terhadap peningkatan mutu fisiologis benih jagung, dari genus rizobakteri yang diuji terpilih enam isolat rizobakteri yang dapat digunakan pada percobaan di lapang yaitu AB2, ATS4, B28, B42, P14, dan P31. 5. Pada percobaan di polybag didapatkan bahwa pemupukan P belum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. Isolat B42 berpotensi meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Isolat rizobakteri B28 berpotensi meningkatkan bobot tongkol dan bobot biji/tongkol. 6. Pada percobaan lapang pada musim tanam I (musim hujan) diperoleh bahwa Pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. Isolat rizobakteri B42, ATS4, dan P31 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung. Perlakuan rizobakteri dapat meningkatkan mutu fisiologis benih jagung pada periode simpan empat bulan pada suhu 21 – 25oC dan RH 53 – 62%, tetapi hanya rizobakteri ATS4 yang dapat meningkatkan mutu benih setelah disimpan selama delapan bulan. 7. Pada percobaan lapang di musim tanam II (musim kemarau) diperoleh bahwa pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan produktivitas benih jagung hibrida. Isolat rizobakteri ATS4 mampu meningkatkan tinggi tanaman dan produktivitas benih jagung hibrida. Aplikasi rizobakteri ATS4 yang diikuti dengan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 dapat meningkatkan rendemen benih hingga 83.8%. Penggunaan rizobakteri dapat mengurangi penggunaan pupuk SP-36 hingga 50 % dari dosis rekomendasi. Rizobakteri ATS4 dan pemupukan P 100 kg SP-36 ha-1 terbaik dalam meningkatkan mutu fisiologis benih setelah empat bulan simpan pada suhu 21-25oC dan RH 53 – 62%.
64
SARAN 1. Benih jagung hibrida, selain memiliki mutu fisiologis yang tinggi juga perlu memiliki mutu genetik yang tinggi. Olehnya perlu mendapat perhatian dalam proses produksi benih. 2. Untuk melindungi petani pengguna benih hibrida, maka produsen benih perlu melakukan uji kemurnian genetik dan mencantumkannya pada label benih. 3. Rizobakteri yang terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas benih jagung, dapat digunakan dalam budidaya jagung terutama untuk produksi benih. Oleh karena itu diperlukan formulasi khusus, baik dalam bentuk cair maupun tepung untuk memudahkan distribusi dan aplikasi di lapang. 4. Akumulasi residu pupuk P yang diberikan setiap musim tanam, menyebabkan kandungan hara P total dalam tanah menjadi tinggi. Oleh karena itu lebih bijaksana jika penggunaan rizobakteri yang dapat melarutkan P diaplikasikan pada tanah-tanah dengan kandungan hara P total tinggi, sehingga penggunaan pupuk Pdapat lebih efisien. 5. Perlu dilakukan pengujian rizobakteri yang telah dihasilkan pada lokasi lain dan pada tanaman lain.
65
DAFTAR PUSTAKA Afzal I, Shahzad MA Basra, Ahmad N, Cheema MA, Warraich EA, Khaliq A. 2002. Effect of priming and growth regulator treatments on emergence and seedling growth of hybrid maize (Zea mays L.). Int. J. Agri. Biol. 4 (2): 303 - 306. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Mahmud M. 2010. Pengaruh perlakuan benih secara hayati pada benih padi yang terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. Oryzae terhadap mutu benih dan pertumbuhan bibit. Agro. Indones. 38 (2): 185 - 191. Agustiansyah, Ilyas S, Sudarsono, Mahmud M. 2013. Karakterisasi rizobakteri yang berpotensi mengendalikan bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. HPT Tropika. 13 No.1. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5thed. London (GB): Elsevier Academic Press Publications. Akkaya MS, Bhagwat AA, Cregan PB. 1992. Length polymorphisms of simple sequence repeat DNA in soybean. Genetics 132: 1131 - 1134. Arshad M, Frankenberger WT. 1993. Microbial production of plant growth regulators. In F.B. Mettind (ed.) Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker, Inc. New York. Basel. Hongkong. p. 307 - 347. Aryatha INP, Lestari DP, Pangesti NPD. 2004. Potensi isolat bakteri penghasil IAA dalam peningkatan pertumbuhan kecambah kacang hijau pada kondisi hidroponik. Mikrobiol Indones. 9(2): 43 - 46. Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque Md.A, Islam MZ, Shahidullah SM, Meon S. 2009. Efficiency of plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) for the enhancement of rice growth. African J. Biotech. 8 (7): 1247 - 1252. Ashrafi V, Seiedi MN. 2011. Influence of different plant densities and Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) on yield and yield attributes Of corn (Zea mays L.). Recent Res. in Sci. and Tech. 3(1): 63 - 66. Awais M, Shah AA, Hameed A, Hasan F. 2007. Isolation, identification and optimazation of bacitracin produced by Bacillus sp. Pak. J. Botany 39(4):1303-1312. Bae YS, Park KS, Lee YG, Choi OH. 2007. A simple and rapid method for functional analysis of plant growth-promoting rhizobacteria using the development of cucumber adventious root system. Plant Pathol. 23: 223 - 225. Baihaki A. 2004. Mengantisipasi persaingan dalam menuju swasembada varietas unggul. Makalah disampaikan pada Simposium PERIPI. Bogor (ID): Balitro. 5-7 Agustus 2004. 17 hal. Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk teknis: Analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
66
Barber SA. 1995. Soil Nutrient Bioavailability: a mechanistic approach. 2 nd Ed. New York (US): John Wiley and Sons. Barbieri P, Zanelli T, Galli E, Zanetti G. 1986. Wheat inoculation with Azospirillum brazilance Sp6 and some mutants altered in nitrogen fixation and indole-3-acetic acid production. FEMS Microbiol. Letters 36: 87 - 90. Baset Mia MA, Shamsuddin ZH, Wahab Z, Marziah M. 2010. Effect of plant growth promoting rhizobacterial (PGPR) inoculation on growth and nitrogen incorporation of tissue-cultured Musa plantlets under nitrogen-free hydroponics condition. Aust. J. Crop Sci. AJCS 4(2): 85 - 90. Biari A, Gholami A, Rahmani HA. 2008. Growth promotion and nutrient uptake of maize (Zea mays L) by application of plant growth promoting rhizobacteria in arid region of Iran. Biol. Sci. 8(6): 1015 - 1020. Bhatnagar A, Bhatnagar M. 2005. Microbial diversity in desert ecosystems. Curr. Sci. 8(9): 91-100. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta (ID). (www.bps.go.id) [8 Desember 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Statistik Pertanian Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Benih Jagung Bersari Bebas Kelas Benih Pokok (BP). Badan Standarisasi Nasional. SNI.01-6232.2-2000. Jakarta (ID): BSN [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2003. Standarisasi Nasional Indonesia “Benih Jagung Hibrida” SNI 01-6944-2003. Jakarta (ID): BSN. Budiman C. 2012. Pengaruh Perlakuan Rizobakteri Pada Benih dan Tanaman Serta Pemupukan Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tetua Betina Jagung Hibrida [Thesis]. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID): IPB. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi. Penerjemah: Lestari R. Safitri A, Simarmata L, Hardani HW. Jakarta (ID): Erlangga. Chaudhari HK. 1971. Elementary Principles of Plant Breeding. 2nd Ed. India: Oxford and IBH Publishing Co. Copeland LO, McDonald MB. 1995. Seed Science and Technology. 4th ed. New York (USA): Chapman & Hall. Compant S, Duffy B, Nowak J, Cle’ment C, Barkai E. 2005. Use of plant growth-promotion bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms of action and future prospect. Environ Microbiol 71: 4951 - 4959. Dahlan M. 2001. Pemuliaan tanaman untuk ketahanan terhadap kekeringan. Makalah disampaikan pada International Conference on Agricultural Development NTT, Timor Timur dan Maluku Tenggara. Kupang (ID), 11-15 Desember 2001.
67
Daniel IO, Adetumbi JA, Oyelakin OO, Olakojo SA, Ajala MO, Onagbesan SO. 2012. Application of SSR Markers for Genetic Purity Analysis of Parental Inbred Lines and Some Commercial Hybrid Maize (Zea mays L.). American J. of Exp. Agr. 2(4): 597 - 606. Departemen Pertanian RI. 1971. Surat keputusan Mentri Pertanian tentang ketentuan pembinaan, pengawasan, pemasaran, dan sertifikasi benih. No. 460/Kpts/Org/XI/1971. Jakarta (ID): Deptan. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2010. Roadmap swasembada jagung 2010 – 2014. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13 - 15. Drinic SM, Kostadinovic M, Ristic D, Stevanovic M, Camdžija Z, Filipovic M, Kovacevic D. 2012. Correlation of yield and heterosis of maize hybrids and their parental lines with genetic distance based on SSR Markers. Genetika. 44(2): 399 - 408. Egamberdiyeva D. 2005. Biological control of phytoppathogenic fungi with antagonistic bacteria. Biocontrol of bacterial plant diseases, 1st Simposium 2005, Center of Agroecology, Taskent State University of Agriculture. Uzbekistan. Egamberdiyeva D. 2007. The effect of plant growth promoting bacteria on growth and nutrient uptake of maize in two different soils. Applied soil Ecology 36: 184 - 189. Egamberdiyeva D. 2008. Plant growth promoting properties of rhizobacteria isolated from wheat and pea grown in loamy sand soil. Turkish J. Biol 32: 9 - 15. Emmert EAB, Handelsman J. 1999. Biocontrol of plant disease: a (gram) positive perspective. FEMS Mikrobiol Lett 171: 1 - 9. Fathan R, Rahardjo M, Makarim AK. 1988. Hara tanaman jagung. Di dalam: Subandi, Syam M, Widjono A. (ed). Jagung. Bogor (ID): Pusat Litbang Tanaman Pangan. hal. 67 - 80. Fernando D, Nakkeeran, Z. Yilan. 2005. Biosynthesis of antibiotics by PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases dalam Z.A. Siddiqui (ed.), PGPR: Biocontrol and Biofertilization 67-109. Dordrecht, The Netherlands. Springer. Fischer KS, Palmer AFE. 1996. Jagung Tropik. Di dalam: Tohari, penerjemah: Goldworthy PR, Fisher NM, editor. Fisology Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan dari: The Physiology of Tropical Field Crops. 874 hlm. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Fonseca, Agustina E. Jon I. Lizaso, Mark E. Westgate, Lahcen Grass dan David L. Dornbos. 2004. Simulating Potential Kernel Production in Maize Hybrid Seed Fields. Crops Science. 44 : 1696 - 1709. Gani A. 2009. Keunggulan Pupuk Majemuk NPK Lambat Urai untuk Tanaman Padi Sawah. JPP Tanaman Pangan 28 (3): 148 - 157
68
Garland SHL, Lewin L, Abedinia M, Henry R, Blakeney A. 1999. The use of microsatellite polymorphisms for the identification of Australian breeding lines of rice (Oryza sativa L.). Euphytica 108: 53 - 63. George MLC, Regalado E, Warburton M, Vasal S, Hoisington D. 2004. Genetic diversity of maize inbred lines in relation to downy mildew. Euphytica 135: 145 - 155. Gholami A, Shahsavani S, Nezarat S. 2009. The effect of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) on germination, seedling growth and yield of maize. World Academy of Science, Engineering and Technology 49: 19 - 24. Glick BR, Zhenyu Cheng, Czarny J, Jin Duan. 2007. Promotion of plant growth by ACC deaminase producing soil bacteria. Plant Path. 119: 329 – 339. Glick BR. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Canada J. Microbiol. 4: 109 - 117. Glickman E, Dessaux Y. 1995. A critical examination of specificity of slakowski reagent for indolic compound produced by phytopathogenic bacteria. App Environ Microbiol 61: 793 - 796. Gray EJ, Smith DL. 2005. Intracelluler and extracellular PGPR: commonalities and distinctions in the plant-bacterium signalling processes. Soil Biol Biochem 37: 395 - 412. Gupta PK, Balyan HS, Sharma PC, Ramesh B. 1996. Microsatellites in plants: A new class of molecular markers. Current Sci. 7 (1): 45 - 54. Hafeez FY, Yasmin S, Ariani D, Rahman M, Zafar Y, Malik KA. 2006. Plant growth promoting bacteria as biofertilizer. Agron. Sustain. Dev 26: 143 - 150. Hagin J, Tucker B. 1982. Fertilization of dry land and irrigated soil. Springer-Verlag. Berlin Heidenberg. p.70-95. Hameda B, Harini G, Rupela OP, Wani SP, Reddy G. 2008. Growth promotion of maize by phosphatesolubilizing bacteria isolated from composts and macrofauna. Microbiol. Res. 163: 234 - 242. Hanafiah KA. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Handayanto E, Hairiyah K. 2007. Biologi Tanah. Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Edisi 3. Yogyakarta (ID): Pustaka Adipura. Harris D, Tripathi RS, Joshi A. 2000. Onfarm priming to improve crop establishment and yield in direct seeded rice in IRRI: International Workshop on Dry–seeded Rice Technology. held in Bangkok, 25 – 28 January 2000. Manila (PH): IRRI. 164 p. Herman MAB, Nault BA, Smart CD. 2008. Effect of plant growth-promoting rhizobacteria on bell pepper production and green peach aphid infestations in New York. Crop Protec. 27: 996 - 1002. Himmah NIF. 2012. Seleksi dan identifikasi aktinomiset sebagai agens hayati untuk pengendalian penyakit kresek yang disebabkan oleh Xhantomonas oryzae pv. oryzae pada padi. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
69
Husen E, Saraswati R, Hastuti RD. 2008. Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman. (www.nuance.com). Ilyas S. 2006. Manajemen penyakit terbawa benih. Makalah disampaikan pada Workshop Kesehatan Benih. Kerjasama Fakultas Pertanian IPB dengan Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Surabaya, 4-7 September 2006. Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Teori dan Hasil-hasil Penelitian. Bogor (ID): IPB Press. 95 hal ISTA. 2007. International Rules for Seed Testing. Ed 2007/1. Switzzerland. Ismarini F, Wedhastri S, Widada J, Purwanto BH. 2007. Penambatan nitrogen dan penghasilan Indol Asam Asetat oleh isolat-isolat Azotobacter pada pH rendah dan Aluminium tinggi. Ilmu Tanah dan Lingk 7: 23 - 30. Jha BK, Pragash MG, Cletus J, Raman G, Sakthivel N. 2009. Simultaneous phosphate solubilization potential and antifungal activity of new fluorescens pseudomonad strains, Pseudomonas aeruginosa, P.plecoglossicida and P.moselii. World J. Microbiol.Biotech 25:573 - 581. Jone US. 1982. Fertilizers and Soil Fertility. 2nd Ed. Virginia (US): Reston Publ. Co. Reston. Karama S. 2004. Posisi perbenihan Indonesia sekarang dan antisipasi terhadap benih impor. Makalah Simposium PERIPI. Bogor (ID): Balitro, 5-7 Agustus 2004. 3 hal. Karnwal A. 2009. Production of indole acetic acid by fluorescens Pseudomonas in the presence of L-tryptophan and rice root exudates. Plant Pathol. 91: 61 - 63. Kasim F, Haag WL, Wasson CE. 1990. Genotypic respons of corn to aluminium stress. II. Field performance of corn varieties in acid soils and its relationship with performance at seedling stage. Indonesian J.Crop Sci. 5 (2): 53 – 65. Kasryno F, Pasandaran E, Suyamto, dan Adnyana MO. 2007. Gambaran umum ekonomi jagung Indonesia. Di dalam: Sumarno, Suyamto, Widjono A, Kasim H. editor. Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Litbang Pertanian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. hal. 474 - 497. Khalimi K, Wirya GNAS. 2009. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk biostimulants dan bioprotectants. Ecotrophic. 4 (2): 131‐135. Khan IA, Awan FS, Ahmad A, Khan AA. 2004. A modified mini-prep method for economical and rapid extraction of genomic DNA in plants. Plant Molecular Biology Reporter 22: 89a - 89e. Khan MS, Zaidi A, Wani PA. 2006. Role of phosphate solubilizing microorganisms in sustainable agriculture-A review. Agronomy for Sustainable Development 26: 1 - 15.
70
Klement Z. 1990. Mechanism of resistance, p. 469-493. In Klement Z. (ed.) Methods in phytobacteriology. Budapest : Akademiai Kiado. Klopper JW. 1993. Plant growth promoting rhizobacteria as biological control agents. In: Meeting Jr FB (ed) Soil Microbial Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker, Inc. New York. p. 255 - 274. Kolewole GO, Olayiwola AO, Ige O, Oyediran GO, Lawal BA. 2010. Evaluation of phosphorus fertilizer rates for maize and sources for cowpea on different soil types in southwestern Nigeria. African J. of Biotech. 9(24): 3563 - 3568. Komori T, Nitta N. (2004). A simple method to control the seed purity of japonica hybrid rice varieties using PCRbased markers. Plant Breeding. 123: 549 - 553. Lee M. 1998. DNA markers for detecting genetic relationship among germplasm revealed for establishing heterotic groups. Presented at the Maize Training Course CIMMYT, Texcoco, Mexico August 25. Lestari Y. 2006. Identification of indegenous Streptomyces spp. producing antibacterial compounds. Mikrobiol Indones 11: 99 - 101. Leveau JHJ, Lindow SE. 2005. Utilization of the plant hormone indol -3-acetic acid for growth by Pseudomonas putida strain 1290. Appl Environ Microbiol 71: 2365 – 2371. Liu Li-Wang, Y. Wang, Yi-Qin Gong, Tong-Min Zhao, G. Liu, Xiao-Yan Liand Fa-Min Yu. 2007. Assesment of genetic purity of tomato (Lycopersicum esculentum L.) hybrid using molekuler markers. Scientia Horti. 115:7 - 12. Lo JC, Chen YS. 2003. Yield and grain nitrogen content in relation to leaf color in rice cultivars TK 9 and TNG 67. Agric. Res. of China 52(3):166 - 177. Macaulay ML. Ramsay, Powell W, Waugh R. 2001. A representative, highly informative, ‘genotyping set’ of barley SSR. Theor. Appl. Genet. 102: 801 - 809. Maesang N, Ranamukhaarachchi SL, Petersen MJ, Andersen SB. 2001. Soybean cultivar identification and genetic purity analysis using microsatellite DNA marker. Seed Science and Technology. (29): 637- 645. Maliha R, Samina K, Najma A, Sadia A, Farooq L. 2004. Organic acids production and phosphate solubilization by phosphate solubilizing microorganisms under in vitro conditions. Pakistan J. Biol. Sci. 7: 187 - 196. Matsuoka Y, Mitchell SE, Kresovich S, Goodman M, Doebley J. 2002. Microsatellites in Zea-variability, patterns of mutations, and use for evolutionary studies. Theor. Appl. Genet. 104: 436 - 450. McCouch SR, Tanskley SD. 1991. Development and use of restriction fragment length polymorphism in rice breeding and genetic. In Khush GS. And Toenniessen GH. (eds) Rice Biotechnology. Los Banos (Phil): IRRI. p. 109 - 133.
71
Mehrvraz S, Chaichi MR. 2008. Effect of phosphate solubilizing microorganisms and phosphorus chemical fertilizer on forage and garin quality of barley. American-Eurasian J.Agric & Environ. Sci 3(6):855 - 860. Minorsky PV. 2008. Pyrroloquinoline Quinone: A New Plant Growth Promotion Factor. Plant Physiology 146: 323 - 324. Mugnisyah WQ, Nakamura. 1986. Vigor of soybean seed as influenced by sowing and harvest dates and seed size. Seed Sci. Tech. 14 : 87 - 94. Mulsanti IW. 2011. Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida menggunakan Marka Mikrosatelit [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID): IPB. Mulsanti IW, Surahman M, Wahyuni S, Utami DW. 2013. Identifikasi galur tetua padi hibrida dengan marka SSR spesifik dan pemanfaatannya dalam uji kemurnian benih. J. PP Tan. Pangan 32(1): 1-8. Nunome T, Suwabe K, Iketani H, Hirai M. 2003. Identification and characterization of microsatellites in eggplant. Plant Breeding 122: 256−262. Nezarat S, Gholami A. 2009. Screening Plant Growth Promoting Rhizobacteria for improving seed germination, seedling growth, and yield of maize. Pakistan J. Biol. Sci. 12(1): 26 – 32. Pabendon MB, Mejaya MJ, Subandi, Dahlan M. 2005. Sidik jari empat varietas jagung hibrida beserta Tetuanya berdasarkan marka mikrosatelit. Zuriat, 16(2): 192 - 201. Pabendon MB, Mejaya MJ, Koswara J, Aswidinnoor H. 2009. SSR-based genetic diversities among maize inbred lines and their relationships with F1 phenotypic data of MR-4 and MR-14 testcrosses. Indo. J. of Agri. 2(1): 41 – 48. 1996. Bacterial biosyntesis of indole-3-acetic. Patten CL, Glick BR. Can. J. Microbiol. 42: 207 - 220. Pearce RB, Mock JJ, Bailey TB. 1975. Rapid method for estimating leaf area per plant in maize. Crop Sci. 15:691 - 694. Prihartini T. 2009. Mikroorganisme meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat. www.pustakadeptan.go.id. [19 Juli 2010]. Presterl
T, Seitz G, Landbeck M, Thiemt EM, Schmidt W, Geiger HH. 2003. Improving nitrogen-use efficiency in European maize: estimation of quantitative genetic parameters. Crop Sci. 43: 1259 - 1265.
Poehlman JM, Sleeper DA. 1995. Breeding field crops. 4th Ed. ISU (US). Iowa State University Press. Purwanto S. 2007. Perkembangan produksi dan kebijakan dalam produksi jagung. Dalam Sumarno, Suyamto, Widjono A, Kasim H. editor. Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal. 459
72
Qureshi MA, Ahmad ZA, Akhtar N, Iqbal A, Mujeeb F, Shakir MA. 2012. Role of phosphate solubilizing bacteria (psb) in enhancing P availability and promoting cotton growth. Animal Plant Sci. 22(1): 204 - 210. Rahardjo M, Fathan R. 1985. Pengapuran dan pemupukan fosfat pada jagung di lahan podsolik merah kuning. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Raka IGN, Khalimi K, Nyana IDN, Siadi IK. 2012. Aplikasi rizobakteri pantoea agglomerans untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays, L.) varietas hibrida BISI-2. Agrotrop 2(1): 1 - 9 Rao NS. 2007. Mikroorganisme dan pertumbuhan tanaman. Jakarta (ID): UI Press. Ratdiana. 2012. Penapisan dan karakterisasi bakteri antagonis yang berpotensi sebagai agens hayati untuk pengendalian penyakit karat putih pada krisan [Thesis]. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID): IPB. Rodríguez H, Fraga R. 1999. Phosphate solubilizing bacteria and their role in plant growth promotion. Department of Microbiology, Cuban Research Institute on Sugarcane By-Products (ICIDCA). Havana. Cuba. (http://www.molecular- plant-biotechnology). Romero-Severson J. 1998. Maize microsatellite-RFLP consensus map. MaizeDB. (http://www.agron.missouri.edu). Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID: Gramedia Widiasarana Indonesia. 145 hal Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta (ID): PT. Grasindo bekerja sama dengan PT.Sang Hyang Seri. 185 hal. Saenong S. 1982. Pengaruh vigor benih terhadap vigor tanaman dilapang dan daya simpan benih jagung [Thesis]. Fakultas Pascasarjana Bogor (ID): IPB. Saenong S, Zubactirodin, Sinuseng Y, Rahmawati, Hipi A. 2005. Peluang pengembangan perbenihan berbasis komunal di pedesaan Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional. Bogor (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Mataram Agustus 2005. Saenong S, Azrai M, Arief R, Rahmawati. 2007. Pengelolaan benih jagung. Dalam Sumarno, Suyamto, Widjono A, Kasim H. editor. Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal: 474 - 497. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Terjemahan dari: Plant Physiology. Bandung (ID): ITB. Santosa E, Prihatini T, Widati S, Sukristiyonubowo. 1997. Pengaruh bakteri pelarut fosfat dan fosfat alam terhadap beberapa sifat fisik tanah dan respon tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L). Dalam Prosiding Seminar Nasional Pupuk. HITI. Lampung (ID): Universitas Lampung.
73
Saraswati R, Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek Tan. Pangan 3(1): 41 - 58. Senior ML, Heun M. 1993. Mapping maize microsatellites and polymerase chain reaction confirmation of the targeted repeats using a CT primer. Genome 36: 884 - 889. Senior ML, Chin ECL, Lee M, Smith JSC, Stuber CW. 1996. Simple sequence repeat markers developed from maize sequences found in the Genebank database: Map construction. Crop Sci. 36: 1676 - 1683. Senior ML, Murphy JP, Goodman MM, Stuber CW. 1998. Utility of SSR for determining genetic similarities and relationships in maize using an agarose gel system. Crop Sci. 38: 1088 - 1098. Setyanti YH, Anwar S, Slamet W. 2013. Karakteristik fotosintetik dan serapan fosfor hijauan alfalfa (medicago sativa) pada tinggi pemotongan dan pemupukan nitrogen yang berbeda. Animal Agric. 2(1): 86 – 96 Sharafzadeh S. 2010. Effects of PGPR on growth and nutrients uptake of tomato. Int. J.of Adv. in Eng. & Tech. 2 (1): 27 - 31. Sharifi RS, Kazem Khavazi K , Abdolghayoum Gholipouri A. 2011. Effect of seed priming with plant growth promoting Rhizobacteria (PGPR) on dry matter accumulation and yield of maize (Zea mays L.) hybrids. Int. Res. J. of Biochemistry and Bioinformatics 1(3): 076 - 083. Siddiqui ZA. 2005. PGPR: Prospective Biocontrol Agents of Plant Pathogens. Dordrecht, Netherlands: Springer. Singh J. 1987. Field manual of maize breeding procedures. Rome (IT): FAO. Sitompul M, Guritno B. 1995. Analisis pertumbuhan tanaman. Cetakan I. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Smith JSC, Chin EEL, Shu H, Smith OS, Wall SJ, Senior ML, Mitchell SE, Kresovich S, Ziegle J. 1997. An Evaluation of the utility of SSR loci as molecular markers in maize (Zea mays L.): comparisons with data from RFLPS and pedigree. Theor. Appl. Genet. 95: 163 - 173. Soetanto L. 2008 Pengantar pengendalian hayati tanaman. Jakarta (ID): Rajawali Press. Subekti NA, Syafruddin, Efendi R, Sunarti S. 2007. Morfologi tanaman dan fase pertumbuhan jagung. Dalam Sumarno, Suyamto, Widjono A, Kasim H. editor. Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal. 16 – 28. Sumpena U, Hilman Y. 2000. Pengaruh varietas dan dosis pupuk fosfat terhadap mutu dan kuantitas benih buncis tegak. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Hal. 18 - 23. Sutariati GAK, Widodo, Sudarsono, Ilyas S. 2006. Pengaruh perlakuan rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman terhadap pertumbuhan benih serta pertumbuhan bibit tanaman cabai. Bul. Agron. 34(1): 46 - 54.
74
Suyamto. 2010. Strategi dan implementasi pemupukan rasional spesifik lokasi. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(4):306 - 318. Syafruddin, Riani N, Saenong S. 1997. Pengaruh pemupukan (N,P,K dan S) terhadap vigor dan ketahanan simpan benih jagung. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. Takdir AM, Sunarti S, Mejaya MJ. 2007. Pembentukan varietas jagung hibrida. Dalam Sumarno, Suyamto,Widjono A, Hermanto, Kasim H. editor. Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal. 74 - 95. Taiz L, Zeiger D. 2002. Plant Physiology. 3rd Ed. Sunderland (GB): Sinauer. Tanksley SD, McCouch SR. 1997. Seed banks and molecular maps: Unlocking genetic potential from the wild. Science 277: 1063 - 1066. Taramino G, Tingey S. 1996. Simple sequence repeats for germplasm analysis and mapping in maize. Genome 39: 277 - 288. Tenuta M. 2006. Plant Growth Promoting Rhizobacteria: Prospect for increasing nutrient acquisition and disease control. Available: www. Umanitoba.ca/afs/agronomis_conf/2003/pdf/tenuta_rhizobacteria.pdf. [21 Maret 2013]. Thakuria D, Talukdar NC, Goswami C, Hazarika S, Boro RC, Khan MR. 2004. Characterization and screening of bacteria from rhizosphere in rice grown in acidic soil from Assam. Curr. Sci. 86: 978 - 985. Trivedi P, Kumar B, Pandey A, Palni LMS. 2007. Growth promotion of rice by phospahate solubilizing bioinoculants in a himalayan location. Develop. in Plant and Soil Science 102:291 - 299. Vigouroux Y et al. 2002. Rate and pattern of mutation at microsatellite loci in maize. Mol. Biol. 19: 1251 - 1260. Wahyudi AT. 2009. Rhizobacteria pemacu pertumbuhan tanaman: Prospeknya sebagai Agen Biostimulator dan Biokontrol. Nano Indonesia. (www.nuance.com). Widawati S, Suliasih. 2005. Augmentasi bakteri pelarut fosfat (BPF) potensial sebagai pemacu pertumbuhan caysin (Brasica caventis Oed.) di tanah marginal. Biodiversitas. 7(1): 10 - 14. Wu M, Jia X, Tian L, Baochun Lv. 2010. Rapid and reliable purity identification of F1 hybrids of Maize (Zea mays L.) using SSR markers. Maize Genomics and Genetics 1(1): 1 - 4. Wu SC, Cao ZH, Li ZG, Cheung KC, Wong MH. 2005. Effects of biofertilizer containing N-fixer, P and K solubilizers and AM fungi on maize growth: a greenhouse trial. Geoderma 125: 155 - 166. Wulandari S. 2001. Efektifitas bakteri pelarut fosfat Pseudomonas sp pada pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah podsolik merah kuning. Nature Indones. 4(1): 1 - 5.
75
Yafizham, Abubakar M. 2010. Effect of Bio-phosphate on Increasing the Phosphorus Availability, the Growth and the Yield of Lowland Rice in Ultisol. Trop Soils. 15(2): 133 - 138. Yang CM. 2003. Using chlorophyll meter to estimate leaf chlorophyll and nitrogen content of rice plant. Agric. Res. of China 52(1):73-83. Yashitola J, Thirumurugan T, Sundaram RM, Naseerullah MK, Rhamesa MS, Sarma NP, Rhamesh V. Sonti STC. 2002. Assessment of purity of rice hybrids using microsatellite and STS marker. Crop. Sci. 42: 1369 −1373. Yazdani M, Bahmanyar MA, Pirdashti H, Esmaili MA. 2009. Effect of phosphate solubilization microorganisms (PSM) and plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) on yield and yield components of corn (Zea mays L.). Int.J.of Biol. and Life Sci. 5 (2): 80 - 82. Yolanda EMG, Hernandez DJ, Hernandez CA, Esparza MAM, Cristales MB, Ramirez LF, Contreras RDM, Rojas JM. 2011. Growth response of maize plantlets inoculated with Enterobacter spp., as a model for alternative agriculture. Revista Argentina de Microbiol. 4(3): 287 – 293. Yusepi TT. 2011. Kemampuan aktinomiset endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa L.) melalui aktivitas asam Indol Asetat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zulaikha S, Gunawan. 2006. Serapan fosfat dan respon fisiologis tanaman cabai merah Cultivar hot beauty terhadap mikoriza dan pupuk fosfat pada tanah Ultisol. Biosci. 3(2): 83 - 92.
76
Lampiran 1.
Deskripsi varietas jagung hibrida Bima-3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA-3
Tanggal dilepas Asal
: :
Umur
:
Masak fisiologis Batang Warna batang Tinggi tanaman Jumlah daun Keragaman tanaman Perakaran Bentuk malai Warna malai Warna sekam Warna anthera Warna rambut Tongkol Bentuk tongkol Kedudukan tongkol Kelobot Tipe biji Baris biji Warna biji Jumlah baris/tongkol Bobot 1000 biji Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan Keterangan
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Pemulia
:
Pengusul
:
7 Februari 2007 Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr-14. Nei 9008 dikembangkan dari galur Introduksi Departemen Pertanian Thailand. Mr-14 dikembangkan dari populasi Suwan 3 Berumur dalam 50% keluar pollen : + 55 hari 50% keluar rambut : + 56 hari + 100 hari Sedang dan tegap Hijau sedikit ungu + 200 cm 12 – 14 helai Seragam Sangat baik Kompak Krem Krem Krem Krem Besar dan panjang (+ 21 cm) Silindris + 98 cm Menutup tongkol dengan baik (+ 98%) Setengah mutiara (semi flint) Lurus Jingga 12 – 14 baris + 359 g 8.27 t/ha pipilan kering 10 t/ha pipilan kering Toleran terhadap penyakit bulai (P. maydis) - Beradaptasi baik pada lahan subur dan lahan sub-optimal - Populasi dapat mencapai 70.000 tanaman/ha Made Jana Mejaya, R. Neni Iriany, Andi Takdir M., M. Isnani, Achmad Muliadi, dan Amrizal Nasar. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.
77
Lampiran 2. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima-4 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA-4 Tanggal dilepas Asal
: :
Umur
:
Batang Warna batang Tinggi tanaman Jumlah daun Keragaman tanaman Perakaran Bentuk malai Warna sekam Warna anthera Warna rambut Tongkol Bentuk tongkol Kedudukan tongkol Kelobot Tipe biji Baris biji Warna biji Jumlah baris/tongkol Bobot 1000 biji Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan Keunggulan
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Pemulia
:
Pengusul
:
31 Oktober 2008 G 180/Mr-14. G 180 dikembangkan dari populasi P5/GM25. Mr-14 dikembangkan dari populasi Suwan 3 - 50% keluar polen + 57 hari - 50% keluar rambut : + 59 hari - Masak fisiologis : + 102 hari Sedang dan tegak Hijau + 212 cm 12 – 14 helai Seragam Sangat baik Kompak Krem Krem Kompak Besar dan panjang Silindris + 98 cm Menutup tongkol dengan baik (+ 98%) Mutiara Lurus Jingga 12 – 14 baris + 265,6 gram 9.6 t/ha pipilan kering 11.7 t/ha pipilan kering Peka bulai, tahan karat dan bercak daun Cepat panen, hasil tinggi, tahan rebah, umur berbunga lebih cepat R. Neny Iríany M, Andi Takdir M, M. Azrai, Muzdalifah Isnaini, Sigit Budisantoso, M.Yasin HG, Marcia B.P. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No. 1499/Kpts/SR.120/10/2008, tanggal 31 Oktober 2008.
78
Lampiran 3. Deskripsi tetua betina jagung hibrida Bima-3 DESKRIPSI TETUA BETINA Nei9008 Asal Golongan Umur
: Introduksi dari Departemen Pertanian Thailand : Galur murni : Dalam : 50 % keluar polen + 53 hari : 50 % keluar rambut + 54 hari : Masak fisiologis + 100 hari Tinggi tanaman : + 140 cm Keseragaman : Sangat seragam Batang : Kokoh dan tegak Warna batang : Hijau sedikit keuangan Warna daun : Hijau Jumlah daun : 12 – 14 helai Bentuk kanopi daun : Tegak dan agak lebar Bentuk malai : Kompak Warna glume : Hijau Warna anther : Krem Produk tepung sari : Sangat banyak Warna Rambut : Merah Perakaran : Baik Tinggi letak tongkol : + 45 cm Ukuran tongkol : Agak besar dan panjang + 18 cm Penutupan kelobot : Menutup tongkol dengan sempurna (+ 99 %) Baris biji : Lurus Jumlah baris biji per tongkol : ± 12 baris Warna biji : Kuning Tipe biji : Mutiara (Flint) Rata-rata hasil : 1.60 ton/ha pipilan kering pada kadar air 10 % Potensi Hasil : 2.80 ton/ha pipilan kering pada kadar air 10 % Ketahanan terhadap hama dan penyakit : Toleran terhadap penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No. 76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.
79
Lampiran 4. Deskripsi tetua jantan jagung hibrida Bima-3 DESKRIPSI TETUA JANTAN Mr14 Asal Golongan Umur
Tinggi tanaman Keseragaman Batang Warna daun Jumlah daun Bentuk kanopi daun Bentuk malai Warna glume Warna anther Produksi tepung sari Warna Rambut Perakaran Tinggi tongkol Ukuran tongkol Penutupan kelobot Warna biji Tipe biji Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap hama dan penyakit
: Populasi Suwan 3 : Galur murni : Dalam : 50 % keluar polen ± 56 hari : 50 % keluar rambut ± 57 hari : Masak fisiologis ± 105 hari : 170 cm : Sangat seragam : Besar dan kokoh : Hijau tua : 12 – 14 helai : Tegak dan lebar : Kompak : Hijau : Krem : Sangat banyak : Krem : Sangat baik : + 85 cm : Besar dan panjang + 19 cm : Menutup tongkol dengan sempurna (+ 99 %) : Kuning : Mutiara (Flint) : 1.50 ton / ha pipilan kering pada kadar air 10 % : 2.50 ton /ha pipilan kering pada kadar air 10 %) : Agak toleran terhadap penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis)
Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No. 76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.
80
Lampiran 5. Hasil analisis tanah. Cikemeuh. Bogor. 2011 Parameter
A 5.3 0.01 0.14 105 18 36 173 15.32 9.05 1.43 0.02
Kode sampel B 6.2 0.02 0.17 152 20 61 134 12.60 17.15 1.40 0.00
pH H2O N total (%) C organik (%) P total (mg/100 g) K total (mg/100 g) P tersedia (ppm) K tersedia (ppm) KTK (cmol/kg) Ca (cmol/kg) Mg (cmol/kg) Al 3+ (cmol/kg Tekstur : Pasir (%) 24 26 Debu (%) 34 35 Liat (%) 42 39 Keterangan: Dianalisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian
C 5.4 0.11 1.39 104 25 32 241 18.54 15.03 1.52 0.01 22 33 45 Balai Besar
Lampiran 6. Hasil analisis tanah. Lembar. NTB. 2011-2012 Parameter
LB I 7.06 0.07 4.03 12.44 37.5 -
Kode sampel LB II LB III 7.26 6.72 0.07 0.13 3.36 0.37 8.05 5.92 40.9 29.72 78.8
LB IV *) 6.55 0.11 0.61 7.58 28.52 65.60
pH H2O N total (%) C organik (%) P tersedia (ppm) K tersedia (ppm) KTK (cmol/kg) Tekstur : Pasir (%) 42 36 Debu (%) 50 53 Liat (%) 8 11 Keterangan: Dianalisis di Laboratorium Pengujian BPTP NTB. Badan Litbang Pertanian; *) Sampel LB I dan LB II: diambil pada musim hujan 2011/2012; Sampel LB III dan LB IV: diambil pada musim kemarau 2012.
81
Lampiran 7. Curah hujan, suhu, kelembaban, dan penyinaran selama pelaksanaan penelitian Tahun 2011 2011 2011 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012
Bulan Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Curah hujan (mm) 232,8 285,6 310,6 477,8 320,4 328,5 172 202,4 5,4 6 77
Suhu (oC) Max Min 21,4 16,6 23,4 12,4 24,2 19,4 30,6 23,9 31,2 23,8 30,3 23,6 31,9 23,0 30,5 23,1 29,8 20,8 28,8 20,7 29,7 19,9
Kelembaban relatif (%) 82 84 81 85 84 84 79 82 81 81 0
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika. Stasiun Klimatologi Kediri NTB
Penyinaran matahari (%) 71 63 45 37 66 39 80 74 83 76 88
82
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 14 Nopember 1967 sebagai anak ke-tujuh dari Bapak Yunus Hipi (Alm) dan Ibu Hadidjah Ente (Almh). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Samratulangi Manado dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke Program Magister di Universitas Mataram dan menamatkan pada tahun 2008. Pada tahun 2009 mendapat kesempatan melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Pada tahun 1994 – 1997, penulis bekerja pada Proyek P 3NT di Maumere dan Kupang Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 1998 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada bidang keahlian Budidaya Tanaman. Karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi ini dengan judul “Seed Genetic Purity Assessment of Maize Hybrid Using Microsatellite Markers (SSR)” telah dipresentasikan pada International Maize Conference di Gorontalo pada tanggal 22 – 24 November 2012. Karya ilmiah dengan judul “Seed Genetic Purity Assessment of Maize Hybrid Using Microsatellite Markers (SSR)” telah diterbitkan pada International Journal of Applied Science and Technology Volume 3 No. 5, Mei 2013. Demikian pula karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Aplikasi Rizobakteri dan Pupuk Fosfat terhadap Produktivitas dan Mutu Fisiologis Benih Jagung Hibrida” diterbitkan pada jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Volume 32 No.3, Desember 2013.