Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
EVALUASI MUTU FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS BENIH PADI VARIETAS CIHERANG DAN HIPA 8 Ikrarwati1 dan Amiyarsi Mustika Yukti2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Jl. Raya Ragunan no. 30, Pasar minggu, Jakarta Selatan 12540, Indonesia 2 Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Jl. Raya Tapos no. 20, Tapos, Depok 16956, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRACT The aims of the research were to determine the physiological and pathological quality of rice seed. The experiment was carried out in March 2012 in Seed Science and Technology Laboratory, Bogor Agricultural University and Seed Health Laboratory BBPPMB-TPH. Physiological quality test conducted using between paper method, pathological quality test conducted using blotter test and liquid assay methods. The results showed rice seed varieties Ciherang had 95% vigor index, 98% germination, 20.66% normal sedling etmal-1 speed of germination, 0.15 g normal seedling dry weight, and seedling growth rate 6.31 mg/normal sedling. The rice seed varieties HIPA 8 had 49% vigor index, 77.25% germination, 8.24% normal sedling etmal-1 speed of germination, 0.10 g normal seedling dry weight, and 6 mg/normal sedling seedling growth rate. The result of seed pathological quality test showed Alternaria sp (6.5%), Fusarium sp. (24%), Drechslera sp. (4%), Curvularia sp. (22.25%), Xanthomonas oryzae pv. oryzae (3.32 x 109 cfu g-1) and Erwinia sp. (5.10 x 102cfu g-1) were found as seed-borne fungi and bacteria of rice seed varieties Ciherang. Alternaria sp (32%), Fusarium sp. (31.25%), Penicillium (1.25%), Curvularia sp. (43.75%), Cladosporium sp. (0.75%), X. oryzae pv. oryzae + X. campestris pv. oryzicola (6.63 x 109cfu g-1) and Clavibacter sp. (5.47 x 103cfu g-1) were found as seed-borne fungi and bacteria of rice seed varieties HIPA 8.
Keywords: seed-borne bacteria, seed-borne fungi, seed health, viability, vigor
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kualitas fisiologis dan patologis benih padi. Percobaan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Seed Sains dan Teknologi Laboratorium Teknologi Ilmu Perbenihan, Institut Pertanian Bogor dan Benih Laboratorium Kesehatan BBPPMB-TPH. Uji mutu fisiologis dilakukan dengan menggunakan metode antara kertas, uji kualitas patologis dilakukan menggunakan uji tinta dan metode pengujian cair. Hasil penelitian menunjukkan varietas benih padi Ciherang memiliki indeks 95% kekuatan, 98% perkecambahan, 20,66% sedling yang normal etmal-1 kecepatan perkecambahan, 0,15 g kecambah normal berat kering, dan tingkat pertumbuhan bibit 6.31 mg / sedling normal. Varietas benih padi HIPA 8 memiliki indeks 49% kekuatan, 77,25% perkecambahan, 8.24% sedling yang normal etmal-1 kecepatan perkecambahan, 0,10 g berat kering bibit normal, dan 6 mg / laju pertumbuhan sedling kecambah normal. Hasil pengujian benih berkualitas patologis menunjukkan Alternaria sp (6,5%), Fusarium sp. (24%), Drechslera sp. (4%), Curvularia sp. (22,25%), Xanthomonas oryzae pv. oryzae (3.32 x 109 cfu-g 1) dan Erwinia sp. (5.10 x 102cfu g-1) ditemukan sebagai bijiditanggung jamur dan bakteri varietas benih padi Ciherang. Alternaria sp (32%), Fusarium sp. (31,25%), Penicillium (1,25%), Curvularia sp. (43,75%), Cladosporium sp. (0,75%), X. oryzae pv. oryzae + X.
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 27
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
campestris pv. oryzicola (6.63 x 109cfu g-1) dan Clavibacter sp. (5.47 x 103cfu g-1) ditemukan sebagai biji-ditanggung jamur dan bakteri dari benih padi varietas HIPA 8. Kata kunci: bakteri terbawa benih, jamur terbawa benih, kesehatan benih, viabilitas, vigor
induk dan dicirikan dengan tingkat kemurnian; mutu fisik yang meliputi struktur morfologis, ukuran, berat dan penampakan benih; mutu fisiologis; serta mutu patologis yang menunjukkan kesehatan benih (Ilyas 2012). Pengujian mutu fisiologis penting untuk dilakukan karena dapat menduga sifat
PENDAHULUAN
B
sifat unggul yang diwariskan oleh tanaman
benih yang berdampak pada pertumbuhan
enih merupakan salah satu input dasar dalam kegiatan produksi tanaman, tidak terkecuali dalam
usaha tani padi. Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan prasyarat penting untuk menghasilkan produksi tanaman yang menguntungkan secara ekonomis. Dengan menggunakan benih bermutu diharapkan dapat meningkatkan produksi persatuan luas, mendapatkan keseragaman pertanaman dan produk yang dihasilkan, serta dapat mengurangi serangan hama dan penyakit. Sebaliknya, penggunaan benih bermutu rendah akan menghasilkan persentase pemunculan bibit yang rendah, bibit yang kurang toleran terhadap cekaman abiotik, sensitif terhadap penyakit tanaman dan dapat menjadi sumber inokulum bagi penyakit terbawa benih (Ilyas 2012; Balai Besar PPMBTPH 2004). Dengan demikian, penggunaan benih bermutu rendah disertai dengan adanya penyakit yang terbawa benih merupakan salah satu faktor yang menjadi
tanaman. Mutu fisiologis meliputi viabilitas benih yaitu kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah normal (Copeland dan McDonald 2001), serta vigor benih yaitu kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam keadaan lapang suboptimum (Sadjad et al. 1999). Selain mutu fisiologis
benih,
pengujian terhadap mutu patologis atau kesehatan benih juga memiliki arti yang sangat penting. Mutu patologis benih yang rendah ditandai dengan adanya patogen yang terbawa oleh benih. Patogen terbawa benih dapat merugikan pada hampir semua tahap pertumbuhan. Dampak yang dapat diakibatkan oleh patogen terbawa benih antara lain adalah benih mengalami penurunan vigor dan viabilitas, peningkatan kematian bibit atau tanaman muda, penurunan hasil, peningkatan perkembangan penyakit di lapangan, munculnya peluang terjadinya ledakan penyakit di daerah baru,
produktivitas
serta toksik yang dihasilkan patogen terbawa benih akan menyebabkan perubahan
mutu
benih
komponen biokimia dari benih tersebut (Agarwal dan Sinclair 1996).
sangat penting untuk memberikan informasi mengenai kualitas benih yang pada akhirnya
Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting untuk mengetahui mutu benih yang
akan menentukan keberhasilan pertanaman di lapang. Kriteria mutu benih meliputi empat
akan digunakan sehingga evaluasi terhadap mutu fisiologis dan patologis benih harus
aspek, yaitu mutu genetis yang menjabarkan
dilakukan.
penyebab rendahnya pertanaman padi. Pengujian
terhadap
Percobaan
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 28
ini
bertujuan
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
mengetahui mutu fisiologis dan patologis
pengamatan kedua (hari ke-7) setelah tanam;
awal dari benih yang akan digunakan pada percobaan tahap selanjutnya.
(3) Kecepatan tumbuh, dihitung berdasar nilai pertambahan perkecambahan
BAHAN DAN METODE
(persentase kecambah normal) setiap hari pada kurun waktu perkecambahan dalam
Penelitian dilaksanakan di
Balai
kondisi optimum; (4) Bobot kering kecambah normal, diperoleh dengan mengeringkan
Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai
kecambah yang tumbuh normal hingga hari ke-7 yang telah dibuang karyopsisnya pada
Besar PPMB-TPH) Cimanggis.
oven dengan suhu 60 °C selama 3 x 24 jam,
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi sawah
kemudian ditimbang bobot keringnya; (5) Laju pertumbuhan kecambah, merupakan
inbrida varietas Ciherang produksi SHS dan padi hibrida varietas HIPA 8 produksi BB
berat kering kecambah normal dibagi dengan jumlah kecambah normal; (6) Kadar air
PADI Sukamandi. Benih telah disimpan selama satu bulan pada kondisi suhu ruang
benih, merupakan persentase selisih berat basah dengan berat kering dibagi berat basah
27 – 31 °C dan RH 70 – 78%. Pengujian dilakukan terhadap mutu fisiologis dan mutu
benih Benih sebanyak 5 g di-grinder, ditimbang berat basahnya, kemudian di oven
patologis benih padi.
suhu 130-133 0C selama 2 jam dan ditimbang berat keringnya.
Pengujian Mutu Fisiologis Benih Padi Pengujian dilakukan dengan metode between paper (ISTA 2010). Benih ditabur di antara dua lapis kertas merang yang telah
Pengujian Mutu Patologis Benih Padi Deteksi dan identifikasi cendawan terbawa benih dilakukan dengan metode
dilembabkan kemudian digulung dengan dilapisi plastik dan dikecambahkan di
blotter test (ISTA 2010). Benih didisinfeksi permukaan dengan natrium hipoklorit 1%
ecogerminator IPB tipe 72-1. Benih yang digunakan berjumlah 400 butir benih
dan dicuci dengan air steril. Benih padi sebanyak 400 butir (empat ulangan, setiap
(delapan ulangan, setiap ulangan terdiri dari 50 butir) untuk pengujian daya berkecambah
ulangan terdiri dari dua petridish @ 50 butir benih) ditanam diatas cawan petri yang sudah
dan indeks vigor, 400 butir benih untuk pengujian kecepatan tumbuh benih, dan 200
dilapisi dengan tiga lembar kertas saring lembab. Benih yang telah ditanam diinkubasi
butir benih (delapan ulangan, setiap ulangan terdiri dari 25 butir) untuk pengujian berat
pada suhu 20-25°C selama 24 jam kemudian dipindahkan ke medicool pada suhu -20 °C
kering kecambah normal. Parameter pengamatan meliputi: (1) Indeks vigor benih
selama 24 jam dan kembali diinkubasi pada inkubator dengan suhu 20-25°C dengan
yaitu persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (hari ke-5) setelah
penyinaran (NUV) selama 12 jam gelap dan 12 jam terang. Identifikasi dilakukan setelah
tanam; (2) Daya berkecambah benih, yaitu persentase kecambah normal pada
7 hari inkubasi. Pengamatan dan identifikasi dilakukan dengan mikroskop terhadap semua
pengamatan
pertama
(hari
ke-5)
dan
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 29
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
jenis cendawan terbawa benih dan persen
30°C
infeksi dari tiap cendawan yang terdeteksi.
identifikasi bakteri patogen terbawa benih dilakukan berdasarkan ciri morfologis
Persen Infeksi=
Jumlah benih terinfeksi x 100% Jumlah benih yang ditabur
selama
2-3
hari.
Deteksi
dan
(bentuk, warna, dan kejernihan) dan karakter biokimia isolat bakteri yang dimurnikan.
Ekstraksi dan isolasi bakteri dilakukan
Karakter biokimia diamati berdasar uji reaksi gram, fluorescence, hidrolisis pati,
dengan metode penghancuran (liquid assay) (Balai Besar PPMB-TPH 2007). Benih
arginin, oksidase, dan uji katalase (Mortensen 1989). Pengamatan terhadap
sebanyak 400 butir dihancurkan dengan menggunakan mortar dan pestle. Benih yang
jumlah
akan dihancurkan telah ditimbang beratnya dan disterilkan dengan alkohol 70%, dilanjutkan dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Pada saat penggerusan ditambahkan air steril dan dicukupkan volumenya sampai 50 ml. Hasil
koloni
bakteri
terbawa
benih
dilakukan dengan metode plate counting (ISTA 2010), dengan asumsi bahwa satu koloni berasal dari satu sel bakteri sehingga satuan yang digunakan adalah colony forming unit per gram benih. Y = (X.n.10.v) / berat 400 butir benih
dikocok hingga homogen. Cara pengenceran ini diulang secara bertingkat hinga diperoleh
Y : jumlah koloni bakteri per gram benih (cfu.g-1) X : jumlah rata-rata koloni per petri pada suatu tingkat pengenceran n : tingkat pengenceran 10 : menunjukkan per ml karena yang ditabur per petri adalah 0.1 ml v : volume larutan total yang digunakan untuk mengekstrasi bakteri dari benih (ml)
pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6. Masing-masing pengenceran diambil 100µl
HASIL DAN PEMBAHASAN
kemudian disebar pada media nutrient agar (NA) dan diinkubasi pada suhu 28-30 °C
Mutu Fisiologis Benih Padi Varietas Ciherang dan HIPA 8
penggerusan diinkubasi selama 2 jam. Selanjutnya suspensi bakteri diambil dengan menggunakan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml air steril, sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1 kemudian
selama 1-7 hari. Koloni bakteri yang diperoleh dimurnikan pada media NA atau King’s B kemudian diinkubasi pada suhu 28-
Mutu fisiologis benih padi Ciherang dan HIPA 8 ditunjukkan pada Tabel 1. Daya berkecambah dan kadar air benih merupakan
Tabel 1. Hasil uji mutu fisiologis benih padi varietas Ciherang dan HIPA 8. Tolok ukur Indeks vigor (%) Daya berkecambah (%) Kecepatan tumbuh (% KN etmal-1) Bobot kering kecambah normal (g) Laju pertumbuhan kecambah (mg KN-1) Kadar air (%)
Varietas Ciherang 95.00 98.00 20.66 0.15 6.31 9.70
HIPA 8 49.00 77.25 8.24 0.1 6.00 10.04
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 30
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
komponen yang termasuk dalam persyaratan
kecambah normal, sedangkan HIPA 8 hanya
sertifikasi benih. Pengujian daya berkecambah merupakan tolok ukur bagi kemampuan
49%. Selain itu, benih Ciherang memiliki nilai kecepatan tumbuh 20.66% KN etmal-1
benih untuk tumbuh normal pada kondisi optimum dan kadar air benih merupakan
dan benih HIPA 8 memiliki nilai kecepatan tumbuh 8.24% KN etmal-1. Itu berarti dalam
salah satu faktor yang penting dalam pengujian benih karena menentukan
24 jam benih varietas Ciherang menghasilkan 20.66 kecambah normal sedangkan HIPA 8
kemampuan benih untuk mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan. Benih
hanya 8.24 kecambah normal. Benih varietas Ciherang memiliki
varietas Ciherang yang digunakan pada
bobot kering kecambah normal sebesar 0.15
penelitian ini memiliki nilai daya berkecambah 98 % dan kadar air 9.7%, sedangkan
g dan laju pertumbuhan kecambah 6.31 mg KN-1, sedangkan benih HIPA 8 memiliki
benih HIPA 8 memiliki nilai daya berkecambah 77.25% dan kadar air 10.04%. Hal
bobot kering kecambah normal 0.1 g dan laju pertumbuhan kecambah 6 mg KN-1. Bobot
tersebut menunjukkan bahwa benih varietas Ciherang memenuhi persyaratan sertifikasi
kering kecambah normal menggambarkan viabilitas potensial benih yang ditanam pada
sedangkan varietas HIPA 8 yang digunakan pada penelitian ini tidak memenuhi
kondisi optimum. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan benih dengan viabilitas
persyaratan sertifikasi untuk benih padi yang mensyaratkan nilai daya berkecambah
tinggi memiliki kemampuan untuk mensintesis material baru secara efisien dan
minimal 80% dan kadar air maksimal 13% berdasarkan standar kelulusan sertifikasi
dengan cepat mentransfer material tersebut untuk pertumbuhan kecambah sehingga
benih tanaman pangan (Dirjen TP 2009). Benih varietas Ciherang memiliki
mengakibatkan peningkatan akumulasi bobot kering kecambah.
indeks vigor, kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah normal, dan laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi dibanding varietas HIPA 8. Hasil ini menginformasikan bahwa varietas Ciherang pada percobaan ini memiliki mutu fisiologis yang lebih baik dibanding HIPA 8. Menurut Sadjad et al. (1999), indeks vigor dan kecepatan tumbuh merupakan tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih. Nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang tinggi mencerminkan benih dengan vigor tinggi. Benih Ciherang memiliki nilai indeks vigor 95% dan HIPA 8 memiliki indeks vigor 49%. Hal tersebut berarti dalam lingkungan suboptimum, benih
kondisi varietas
Ciherang masih dapat menghasilkan 95%
Mutu Patologis Benih Padi Varietas Ciherang dan HIPA 8 Evaluasi mutu patologis benih padi menunjukkan bahwa benih padi varietas Ciherang terinfeksi oleh 4 jenis cendawan yaitu Alternaria sp., Fusarium sp., Drechslera sp. dan Curvularia sp., sedangkan pada varietas HIPA teridentifikasi 5 jenis cendawan yaitu Alternaria sp., Fusarium sp., Curvularia sp., Penicillium sp. dan Cladosporium sp. (Gambar 1). Cendawan diketahui sebagai kelompok terbesar patogen terbawa benih (Agarwal dan Sinclair 1996). Cendawan yang dilaporkan menginfeksi benih padi yaitu Curvularia sp., Nigrospora oryzae, Fusarium moniliforme,
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 31
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
A
B
C
D
E
F
Gambar 1. Spora cendawan yang terdeteksi pada benih padi dengan mikroskop compound (A) Fusarium sp., (B) Curvularia sp., (C) Alternaria sp., (D) Drechslera sp.; dan terdeteksi dengan mikroskop stereo (E) Penicillium sp, (F) Cladosporium sp.
Rhizoctonia solani, Alternaria padwickii, Aspergillus flavus, Aspergillus niger,
sterilisasi permukaan. Hal itu berarti lokasi cendawan terbawa benih berada pada
Bipolaris oryzae, Chepalosporium oryzae, Sarocladium oryzae, Drechslera oryzae
permukaan (infestasi) dan di dalam benih (infeksi). Pengujian pada benih Ciherang
(Islam et al. 2000; Pham et al. 2001; Nurdin 2003; Thobunluepop 2009; Yukti 2009;
menunjukkan hasil persentase infeksi total cendawan, infeksi Fusarium sp. dan infeksi
Fiana 2010). Deteksi dan identifikasi cendawan
Curvularia sp. berbeda nyata antara perlakuan sterilisasi permukaan dan tanpa
dilakukan pada benih dengan teknik sterilisasi permukaan dan tanpa sterilisasi
sterilisai permukaan, sedangkan persentase infeksi Alternaria sp. dan infeksi Drechslera
untuk mengetahui lokasi cendawan terbawa benih. Agarwal dan Sinclair (1996)
sp. tidak berbeda nyata. Dengan demikian diketahui bahwa keberadaan Fusarium sp.
menyatakan bahwa patogen terbawa benih dapat berupa infeksi atau infestasi. Infeksi
dan Curvularia sp. pada benih Ciherang adalah sebagai bentuk infeksi dan infestasi,
ditandai dengan keberadaan patogen di dalam jaringan benih yaitu pada kulit benih,
sedangkan Alternaria sp. dan Drechslera sp. sebagai bentuk infeksi.
endosperm dan embrio, sedangkan infestasi ditandai dengan keberadaan patogen pada
Pengujian pada benih HIPA 8 menunjukkan hanya persentase infeksi
permukaan benih atau terbawa bebas bersama benih. Sterilisasi permukaan
Penicillium sp. dan Cladosporium sp. yang menunjukkan tidak berbeda nyata antara
dilakukan untuk menghilangkan patogen yang terinfestasi pada permukaan benih.
perlakuan dengan sterilisasi ataupun tanpa sterilisasi permukaan. Hal tersebut
Tabel 2 menunjukkan bahwa cendawan terbawa benih terdeteksi pada
menandakan Penicillium sp dan Cladosporium sp. terdeteksi sebagai bentuk
benih
patogen yang menginfeksi benih HIPA 8,
dengan
sterilisasi
ataupun tanpa
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 32
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
Tabel 2. Persentase infeksi cendawan pada benih padi Ciherang dan HIPA 8 Sterilisasi permukaan
Tolok ukur
Tanpa sterilisasi permukaan
------------------ Ciherang -----------------Benih terinfeksi total cendawan (%) Benih terinfeksi Alternaria sp. (%)
24.00 b 5.50 a
49.00 a 6.50 a
Benih terinfeksi Fusarium sp. (%) Benih terinfeksi Drechslera sp. (%)
14.25 b 2.50 a
24.00 a 4.00 a
Benih terinfeksi Curvularia sp. (%) -------------------- HIPA 8 --------------------
3.25 b
22.25 a
Benih terinfeksi total cendawan (%) Benih terinfeksi Alternaria sp. (%)
53.50 b 23.50 b
70.25 a 32.00 a
Benih terinfeksi Fusarium sp. (%) Benih terinfeksi Penicillium sp. (%)
23.50 b 1.00 a
31.25 a 1.25 a
Benih terinfeksi Curvularia sp. (%) Benih terinfeksi Cladosporium sp. (%)
17.50 b 0.50 a
43.75 a 0.75 a
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji t (t-test) taraf 5%.
sedangkan
keberadaan
Alternaria
sp.,
meskipun tanpa adanya hubungan aktif
Fusarium sp., Curvularia sp. sebagai bentuk infeksi dan infestasi. Meskipun tidak
antara patogen dan benih. Berdasarkan hasil
menginfeksi benih, infestasi patogen tetap harus diperhatikan. Agarwal dan Sinclair
morfologi dan biokimia terhadap bakteri terbawa benih padi pada Tabel 3, terdeteksi 2
(1996) menyatakan infestasi merupakan hal penting pada penularan patogen benih
bakteri terbawa benih Ciherang yaitu Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Erwinia
pengujian
Tabel 3. Hasil identifikasi koloni bakteri pada benih padi Ciherang dan HIPA 8 Pengujian Ciherang HIPA 8 Koloni 1 Cembung, bulat kecil
Koloni 2 Licin, timbul, tepi tak beraturan
Koloni 1 Licin, cembung, bulat
Koloni 2 Cembung, bulat kecil
Koloni 3 Agak cembung, tak beraturan
Warna
Kuning, kuning tua
Putih
Kuning tua
Putih keruh
Gram Arginin/anaerob Fluoresen Oksidase Katalase Hidrolisa Pati
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Negatif Positif Negatif Negatif Positif -
Kuning, kuning pucat Negatif Negatif Negatif Negatif Positif
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Positif Negatif Negatif Negatif Positif -
Erwinia sp.
Xco
Xoo
Morfologi
Hasil identifikasi
Xoo
Clavibacter sp.
Keterangan: Xoo = Xanthomonas oryzae pv. oryzae; Xco = Xanthomonas campestris pv. oryzicola Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 33
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
sp. dan 3 bakteri terbawa benih HIPA 8 yaitu
Xanthomonas
oryzae
pv.
oryzae
Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Xanthomonas campestris pv. oryzicola dan
merupakan penyebab hawar daun bakteri pada tanaman padi. Penyakit ini dilaporkan
Clavibacter sp. Keempat bakteri ini diketahui sebagai bakteri tular benih, tetapi tidak
pertama kali pada tahun 1884 di Jepang. Di Indonesia, penyakit ini pertama kali
semuanya menjadi patogen penyakit tanaman padi.
penyebab
dilaporkan oleh Reitsma dan Schure pada tahun 1950 dengan nama ‘kresek’ dan
Jumlah koloni bakteri terbawa benih ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasar hasil
organisme penyebab penyakit ini dinamakan Xanthomonas kresek Schure (Ou 1972).
deteksi diketahui terdapat 3.32 x 109 cfu g-1
Hawar daun bakteri merupakan salah satu
Xanthomonas oryzae pv oryzae dan 5.10 x 102 cfu g-1 Erwinia sp. pada benih varietas
penyakit yang dapat ditularkan melalui patogen terbawa benih (Agarwal dan Sinclair
Ciherang sedangkan pada benih varietas HIPA 8 terdapat 6.63 x 109 cfu g-1
1996). Penyakit ini dapat menurunkan produksi padi sampai 50% (Vikal et al.
Xanthomonas oryzae pv. oryzae + Xanthomonas campestris pv. Oryzicola dan
2007), dan sebelum diterapkannya penggunaan varietas resisten dan karantina
5.47 x 103 Penghitungan
Clavibacter sp. koloni bakteri
yang ketat, kerusakan karena hawar daun bakteri mencapai 20-30% (Liu et al. 2006),
Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Xanthomonas campestris pv. oryzicola pada
sedangkan di Indonesia penurunan hasil dapat mencapai 60% (BB PADI 2010). Ilyas
benih HIPA 8 tidak dipisahkan karena sulit membedakan morfologi kedua bakteri
(2012) melaporkan keberadaan patogen Xoo pada benih padi varietas IR64, Ciherang, dan
tersebut secara cepat sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan kesalahan dalam
Situ Bagendit dengan tingkat kontaminasi berturut-turut 70%, 50%, dan 40%. Pada
pengamatan. Gambar 2 menunjukkan morfologi
tahun 2006, seluas 519.200 ha tanaman padi diserang organisme penganggu tanaman dan
koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Erwinia sp. yang terdeteksi pada
seluas 74.243 ha terserang hawar daun bakteri (Direktorat Perlindungan Tanaman
padi Ciherang serta Xanthomonas campestris pv. oryzicola dan Clavibacter sp. yang
Pangan 2007). Penyakit
terdeteksi pada benih HIPA 8.
Erwinia sp. jarang dilaporkan pada tanaman
cfu g-1 jumlah
yang
disebabkan bakteri
Tabel 4. Jumlah koloni bakteri terbawa benih padi Ciherang dan HIPA 8 Jumlah bakteri (cfu g-1)
Jenis bakteri pada benih Ciherang
3.32 x 109 5.10 x 102
Xanthomonas oryzae pv. Oryzae Erwinia sp. HIPA 8 Xanthomonas oryzae pv. oryzae campestris pv. Oryzicola Clavibacter sp.
+
Xanthomonas 6.63 x 109 5.47 x 103
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 34
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2. Koloni bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (a) dan Erwinia sp. (b) pada benih Ciherang; Clavibacter sp. (c) dan Xanthomonas campestris pv. oryzicola (d) pada benih HIPA 8
padi. Ou (1972) melaporkan bahwa pada
terdeteksi
tahun 1965 Masao Goto menemukan penyakit bacterial sheat rot di Indonesia dan
oryzicola. Laporan
membandingkannya dengan isolat Pseudomonas oryzicola pada padi dari
bakteri patogen terbawa benih yang menjadi penyebab penyakit pada tanaman padi belum
jepang dan isolat Erwinia carotovora pada Carica papaya (pepaya) dari Filipina.
ditemukan. Tanaman inang yang paling dekat dengan padi dan terserang Clavibacter sp.
Diperoleh hasil bahwa isolat P. oryzicola dan isolat dari Indonesia bersifat patogen
adalah gandum. Agarwal dan Sinclair (1996) melaporkan Clavibacter tritici menyebabkan
terhadap padi sedangkan isolat Erwinia carotovora tidak. Bagaimanapun, isolat dari
penyakit yellow ear dan Clavibacter michiganensis subsp. tesselarius sebagi
Indonesia lebih mirip dengan E. carotovora dibanding P. oryzicola. Goto (1979) juga
penyebab bacterial mosaic pada gandum.
melaporkan penyakit bacterial foot rot pada padi yang ditemukan di Jepang pada 1977. Strain bakteri penyebab penyakit tersebut memiliki karakter fenotip yang mirip dengan Erwinia chrysanthemi pada jagung. Agarwal dan Sinclair (1996) melaporkan Erwinia herbicola sebagai patogen terbawa benih yang menjadi penyebab penyakit Palea browning Xanthomonas campestris pv. oryzicola adalah bakteri terbawa benih penyebab penyakit bacterial leaf streak yang
Xanthomonas
campestris
Clavibacter
sp.
pv.
sebagai
KESIMPULAN Benih
varietas
Ciherang
pada
penelitian ini memiliki mutu fisiologis yang tinggi dan memenuhi persyaratan sertifikasi benih, sedangkan benih varietas HIPA 8 memiliki mutu fisiologis yang rendah dan tidak memenuhi persyaratan sertifikasi pada komponen daya berkecambah yang hanya mencapai 77.25%. Pengujian terhadap mutu patologis benih menunjukkan bahwa benih
merupakan salah satu penyakit penting dan
varietas Ciherang terinfeksi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Erwinia
banyak ditemukan pada tanaman padi (Swing et al. 1990; Syam et al. 2007). Balai Besar
sp. dan benih HIPA 8 terinfeksi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae,
PPMB-TPH (2006) melaporkan pada 42 sampel dari 59 sampel benih yang diuji,
Xanthomonas campestris pv. oryzicola dan Clavibacter sp. Cendawan terbawa benih
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 35
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
yang terdeteksi dan teridentifikasi pada benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2007. Deteksi Bakteri Patogen Benih. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Depok.
padi varietas Ciherang adalah Alternaria sp., Fusarium sp., Drechslera sp. dan Curvularia sp., sedangkan teridentifikasi 5
pada jenis
varietas HIPA cendawan yaitu
Alternaria sp., Fusarium sp., Curvularia sp., Penicillium sp. dan Cladosporium sp. Penggunaan benih untuk pertanaman di lapang sebaiknya menggunakan benih dengan mutu fisiologis yang tinggi karena menunjukkan vigor atau ketahanannya terhadap kondisi lingkungan yang kurang optimal. Mutu patologis benih sebaiknya menjadi komponen persyaratan untuk sertifikasi benih, patogen yang terdeteksi dicantumkan pada label sertifikasi. Dengan demikian benih dengan patogen tertentu tidak ditanam pada lokasi yang tidak memiliki riwayat adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh patogen tertentu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Seed Pathology. New York (US): Lewis Publishers. [Balai Besar PPMB-TPH] Balai Besar Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004. Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Depok. [Balai Besar PPMB-TPH] Balai Besar Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2006. Laporan Tahunan Pengujian Laboratorium Bakteri. Depok (ID): Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. [Balai Besar PPMB-TPH] Balai Besar Pengembangan Mutu Benih
[BB PADI] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Penyakit Hawar Daun Daun Bakteri (BLB). http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/ind ex.php/in/component/content/ article/204--penyakit-hawar-daunbakteri.html Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Kluwer Academic Pr. Massachusetts (USA). Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2007. Informasi Perkembangan Serangan OPT Padi Tahun 2006, Tahun 2005, dan rerata 5 Tahun. Subang. [Dirjen TP] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2009. Persyaratan dan Tatacara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. Jakarta. Fiana Y. 2010. Efektifitas matriconditioning plus pestisida nabati dalam pengendalian patogen seedborne dominan dan peningkatan mutu benih padi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Goto M. 1979. Bacterial foot rot of rice caused by a strain of Erwinia chrysanthemi. Phytopathology 69: 213-216. Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. Bogor (ID): IPB Pr. Islam MSh, Jahan QSA, Bunarith K, Viangkum S, Merca SD. 2000. Evaluation of seed health of some rice varieties under different conditions. Bot. Bull. Acad. Sin. 41:293-297. [ISTA]
International Seed Testing Association. 2010. International Rules for Seed Testing. Zurich. Switzerland.
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 36
Ikrarwati et. al.: Evaluasi Mutu Fisiologis dan Patologis Benih Padi
Liu NDO, Ronald PC, and Bogdanovie AJ. 2006. Xanthomonas oryzae pathovars: model patogen of a model crop. Molecular Plant Pathology 7:303-324. Nurdin M. 2003. Inventarisasi beberapa mikroorganisme terbawa benih padi yang berasal dari Talang Padang kabupaten Tanggamus, Lampung. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 3(2): 47-50. Ou SH. 1972. Rice Diseases. England (GB): Commonwealth Mycological Institute Pham VD, Le CL, Nguyen D C, Huynh VN, Nguyen DT. 2001. Survey on seedborne fungi and its effects on grain quality of common rice cultivars in the Mekong Delta. Omonrice 9:107-113. Sadjad S, Murniati E, Ilyas S, 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta (ID): Grasindo. Swings J, Van Den Mooter M, Vauterin L, Hoste B, Gillis M, Mew Tw,
Kersters K. 1990. Reclassification of the Causal Agents of Bacterial Blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae) and Bacterial Leaf Streak (Xanthomonas campestris pv. oryzicola) of Rice as Pathovars of Xanthomonas oryzae (ex Ishiyama 1922) sp. nov., nom. rev. International Journal Of Systematic Bacteriology 40 (3 ): 309-311. Syam M, Suparyono, Hermanto, Wuryandari DS. 2003. Masalah Lapang Hama Penyakit Hara Pada Padi. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Vikal Y, Das A, Patra B, Goel RK, Sidhu JS, Singh K. 2007. Identification of news sources of bacterial blight resitence in wild oryza species. Plant Genetic Resources 5: 108-112. Yukti
AM. 2009. Efektivitas matriconditioning plus agens hayati dalam pengendalian patogen terbawa benih, peningkatan vigor dan hasil padi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 37