IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT
INDRIA WAHYU MULSANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida Menggunakan Marka Mikrosatelit adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, November 2011 Indria Wahyu Mulsanti A251090051
ABSTRACT INDRIA WAHYU MULSANTI. Identification and Seed Genetic Purity Assessment of Hybrid Rice Using Microsatellite Marker. Supervised by MEMEN SURAHMAN and SRI WAHYUNI.
Ensuring the genetic purity of hybrid seed is a prerequisite for successful production of hybrid rice. Hybrid seed often contaminated by crosses derived pollen from other varieties or the occurrence of selfing resulting from impurity parental line (Cytoplasmic Male Sterile). The objective of this study was to identify informative microsatellite marker (SSR) capable to distinguish hybrid rice parental lines and their utilization in seed purity assessment and to characterize the morphology of F1 hybrid rice to complement description of varieties. This study divided in two main activities: 1) identification of informative SSR markers capable of distinguishing hybrid rice parental line and 2) seed purity assessment based on SSR marker and morphological characteristics. Parental lines of five hybrids rice were used to identify the informative SSR marker and two hybrids (Hipa 6 and Hipa 7) used for purity assessment. Seven out of sixteen SSR markers produced polymorphic band and six markers capable to distinguish parental line of five hybrid rice. Microsatellite marker RM346 was specific used for testing genetic purity of Hipa 6 and RM206 for Hipa 7. This study showed that SSR markers were more reliable for assessing genetic purity compare to morphological characteristic. Key Word : hybrid rice seed, SSR, genetic purity, morphological characteristic
RINGKASAN INDRIA WAHYU MULSANTI. Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida Menggunakan Marka Mikrosatelit. Di bawah bimbingan MEMEN SURAHMAN and SRI WAHYUNI. Benih dikatakan mempunyai mutu genetik yang baik apabila benih tersebut asli (true to type), sesuai dengan varietas yang dimaksud. Uji kemurnian benih merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk mengendalikan mutu genetik dari suatu lot benih. Kemurnian genetik benih F1 merupakan hal yang sangat penting pada produksi benih padi hibrida. Adanya campuran pada benih padi hibrida dapat menyebabkan penurunan produksi dan buruknya pertanaman di lapang. Di Indonesia, uji kemurnian benih menggunakan SSR belum banyak dilakukan pada padi khususnya padi hibrida. Marka SSR akan sangat bermanfat untuk mengetahui apakah benih padi hibrida betul hasil persilangan antar dua galur tetua pembentuknya. Oleh karena itu identifikasi marka-marka polimorfis dari galur-galur tetua perlu dilakukan Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendapatkan marka SSR spesifik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi galur tetua beberapa varietas padi hibrida, serta melihat tingkat polimorfisme dari marka tersebut; 2) Mempelajari sterilitas malai beberapa galur mandul jantan; 3) Membandingkan uji kemurnian benih dengan SSR dan grow out test; 4) Mendapatkan karakter kualitatif dan kuantitatif dari dua varietas padi hibrida (Hipa 6 dan Hipa 7) untuk melengkapi deskripsi varietas. Penelitian dibagi menjadi dua kegiatan utama, yang pertama adalah identifikasi marka molekuler polimorfis dan yang kedua adalah uji kemurnia benih hibrida dan karakterisasi morfologi tanaman. Selain itu untuk mengetahui persentase tingkat sterilitas galur mandul jantan yang digunakan, maka dilakukan uji sterilitas galur mandul jantan. Galur tetua dari lima varietas hibrida (Hipa 6, Hipa 7, Hipa 8, Hipa 9 dan Hipa 10) digunakan untuk identifikasi marka SSR, sedangkan untuk uji kemurnian benih digunakan dua varietas hibrida yaitu Hipa 6 dan Hipa 7. Identifikasi marka molekuler polimorfis menggunakan 16 marka SSR yang dipilih dari linkage map (http://www.gramene.org). Penanaman F1 hibrida di lapang dirancang sesuai dengan panduan pengujian individual (PPI) kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan tanaman padi. Empat puluh individu tanaman ditentukan secara acak sebagai tanaman contoh untuk masing-masing hibrida (Hipa 6 dan Hipa 7). Setiap individu tanaman contoh tersebut diambil sampel daunnya untuk dilakukan uji kemurnian genetik secara molekuler. Pengamatan morfologi untuk pengujian kemurnian benih di lapang juga dilakukan pada tanaman contoh yang sama. Penentuan tingkat kemurnian di lapang dilakukan berdasarkan karakter morfologi dari setiap individu tanaman pada berbagai tahap pertumbuhan tanaman. Pengamatan meliputi : 1) kemurnian (campuran varietas lain), 2) karakter kualitatif, 3) karakter kuantitatif tanaman. Pengamatan karakter tanaman dilakukan untuk mengindentifikasi adanya varietas campuran dan melengkapi deskripsi varietas yang sudah ada. Uji sterilitas galur mandul jantan menggunakan IR62829A, IR58025A, dan IR68897A. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tujuh marka SSR polimorfis dari 16 marka SSR yang digunakan. Enam marka diantaranya yaitu RM206, RM263, RM276, RM346, RM335 dan RM570 dapat membedakan antar tetua padi hibrida yang diuji. Satu marka RM164 walaupun polimorfis tetapi tidak dapat
membedakan antar tetua dari varietas hibida yang diuji. Lima marka memiliki tingkat polomorfisme yang sangat informatif (tinggi), satu marka sedang dan satu marka memiliki nilai polimorfisme rendah. Marka mikrosatelit RM346 dapat digunakan untuk pengujian kemurnian benih Hipa 6 dan marka RM206 untuk Hipa 7. Uji kemurnian benih dengan menggunakan maka SSR dapat mendeteksi campuran yang sangat mirip secara morfologi dan membedakannya secara jelas dalam hasil elektroforesis. Beberapa tanaman yang terserang hama penyakit dan berakibat pada perubahan penampilan fisik dan menimbulkan kerancuan pada grow-out test, dapat dengan jelas dikenali kebenarannya menggunakan uji kemurnian dengan SSR. Penilaian secara morfologi sangat subjektif terbukti dengan tanamantanaman yang dinilai sebagai campuran ternyata merupakan tanaman hibrida pada uji SSR. Penggunaan marka SSR lebih akurat dalam mengidentifikasi tanaman campuran karena tidak dipengaruhi lingkungan. Pada populasi galur mandul jantan yang digunakan, masih ditemukan adanya malai dengan gabah isi, tetapi secara keseluruhan tingkat sterilitas malainya masih tergolong tinggi (>95%). Terdapat beberapa karakter yang dapat dijadikan penciri tambahan pada Hipa 6 dan Hipa 7 yang belum ada pada deskripsi varietas. Karakter tersebut adalah warna koleoptil, bentuk dan ukuran lidah daun, warna putik, warna dan ukuran lemma steril, warna dan ukuran bulu pada ujung gabah, karakter malai terhadap batang, perlaku cabang sekunder, warna lemma dan reaksi lemma terhadap pewarnaan phenol. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam verifikasi varietas dan pelaksanaan uji kemurnian benih di laboratorium yang cepat, akurat dan memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Karakter morfologi tambahan yang didapatkan dalam penelitian ini dapat menjadi masukan bagi petugas pemeriksa untuk penilaian karakter tanaman di lapang.
Kata Kunci: benih padi hibrida, SSR, kemurnian genetik, karakter morfologi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
IDENTIFIKASI DAN EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH PADI HIBRIDA MENGGUNAKAN MARKA MIKROSATELIT
INDRIA WAHYU MULSANTI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura Mayor Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Tesis
: Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida Menggunakan Marka Mikrosatelit
Nama
: Indria Wahyu Mulsanti
NIM
: A251090051
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Sri Wahyuni, M.Sc. Agr. Anggota
Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr. Ketua
Diketahui
Ketua Mayor Ilmu dan Teknologi Benih
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian: 14 November 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Identifikasi dan Evaluasi
Kemurnian
Genetik
Benih
Padi
Hibrida
Menggunakan
Marka
Mikrosatelit. Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, Sekolah Pascasarjana IPB. Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Memen Surahman MSc. Agr. dan Ir. Sri Wahyuni MSc. Agr. selaku komisi pembimbing yang dengan ikhlas memberikan masukan, arahan, bimbingan, dorongan dan motivasi dalam penyusunan
tugas
akhir
ini.
Penulis
sampaikan
penghargaan
kepada
Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Terimakasih kepada Badan Litbang Pertanian atas dukungan dana beasiswa program master yang diberikan pada penulis.
Terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Dr. Satoto atas pemberian materi penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Dwinita Wingkan Utami atas masukan dan bimbingan serta Dr. Joko Prasetiono atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian di laboratorium biologi molekuler BB Biogen. Terimakasih penulis sampaikan pada Indrastuti Apri Rumanti atas masukan, bantuan, dukungan dan motivasi yang diberikan pada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Teman-teman teknisi Lilis, Ahmad , dan Kholil atas bantuannya selama penelitian di lapang. Teman-teman seperjuangan di ITB 2009, PBT 2009, PMP 2009 untuk persahabatannya. Rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan kepada ayahanda Suwardjo (alm) dan Ibunda Sudari tercinta atas limpahan doa dan kasihsayang yang telah menguatkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini. Juga kepada seluruh kakak dan keponakan atas semangat dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.
Bogor, November 2011 Indria Wahyu Mulsanti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Juli 1980. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari Bapak Suwardjo dan Ibu Sudari, Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Polisi I Bogor dan sekolah menengah pertama di SMPN 2 Bogor. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMUN 5 Bogor. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Intitut Pertanian Bogor. Selanjutnya penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang merupakan salah satu unit kerja dari Badan Litbang Pertanian. Tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana IPB program Magister dengan sponsor utama Badan Litbang Pertanian.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................
xv
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................
1
Tujuan Penelitian ........................................................................
4
Manfaat Penelitian........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
7
Padi Hibrida..................................................................................
7
Uji Kemurnian Benih.....................................................................
9
Marka Molekuler.......................... ................................................
11
Marka SSR (Marka Mikrosatelit)..................................................
11
BAHAN DAN METODE………….……………………………………
15
Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................
15
Bahan Penelitian.........................................................................
15
Identifikasi Marka Molekular........................................................
17
Uji Sterilitas Malai Galur Mandul Jantan......................................
21
Uji Kemurnian Benih dan Karakterisasi Morfologi Tanaman.......
21
HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................
23
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
47
Kesimpulan ..................................................................................
47
Saran ..........................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
49
LAMPIRAN..........................................................................................
57
DAFTAR TABEL Halaman 1
Lima varietas hibrida yang digunakan beserta galur tetuanya..
15
2
Marka SSR dan susunan basa primer yang digunakan dalam penelitian…………………………………………………………….
16
3
Nama lokus, sekuen basa berulang, kisaran basa dan jumlah alel dari 16 marka SSR yang digunakan………………………...
23
4
Marka SSR polimorfis dan tingkat polimorfisme (PIC)…….…..
25
5
Jarak genetik galur tetua dari lima varietas hibrida…………….
25
6
Marka SSR polimorfis untuk tetua hibrida yang digunakan……
27
7
Status sterilitas malai beberapa galur mandul jantan padi…….
31
8
Rata-rata persentase fertilitas beberapa galur mandul jantan padi………………………………………………………………..
32
9
Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian genetik menggunakan SSR dan grow out test pada Hipa 6..................
35
10
Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 6........
36
Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian genetik menggunakan SSR dan grow out test pada Hipa 7..................
39
Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 7........
39
Deskripsi beberapa karakter kualitatif padi hibrida Hipa 6 dan Hipa 7……………………………………………………………….
44
Deskripsi beberapa karakter kuantitatif padi hibrida Hipa 6 dan Hipa 7………………………………………………................
45
11 12 13 14
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir penelitian .............................................................
5
2
Hubungan antara tiga galur komponen utama pembentuk padi hibrida ……………………..………………………………….
8
Dendogram analisis UPGMA delapan tetua hibrida padi berdasarkan kemiripan genetik dengan menggunakan tujuh marka SSR polimorfis...............................................................
26
4
Penampilan pita DNA menggunakan marka SSR RM164….…
28
5
Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka SSR RM346 (a) , RM570 (b) dan RM206 (c)(d)……………….
29
Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka SSR RM263 (a) dan RM276 (b)……………………………….
30
Hasil uji kemurnian benih Hipa 6 dengan menggunakan RM346 pada media elektroforesis gel agarose 3 %.................
34
Hasil uji kemurnian benih Hipa 6 dengan menggunakan RM346 pada media elektroforesis gel polyakrilamid…………..
34
Identifikasi tanaman nomor 1 dengan Hipa 6 (a); Tanaman nomor 37 dan Hipa 6 (b). Tanaman nomor 1 dan 37 yang diidentifikasi sebagai campuran ternyata bukan campuran menurut uji laboratorium………..………………………………..
36
Identifikasi tanaman nomor 19 (kiri) dan Hipa 6 (kanan). Tanaman 19 diidentifikasi sebagai campuran pada uji kemurnian di laboratorium dan di lapang ……………………..
37
Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka RM206 pada gel agarose 3%...................................................
37
Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka RM206 pada gel polyakrilamid…………………………………..
38
Indentifikasi tanaman campuran nomor 14 (kiri) dan Hipa 7 (a), perbandingan ukuran dan lebar daun antara campuran dengan Hipa 7 (b)…………………………………………………
40
Campuran dari tanaman parsial steril atau parsial fertil, malai 1, 2 fertil dan malai 3 steril (hampa). Malai 1,2,3 diambil dari satu rumpun tanaman yang sama. Malai no 4 adalah galur mandul jantan……………………………………………………..
40
3
6 7 8 9
10
11 12 13
14
Halaman 15
Gabah pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa 7 (kanan)………………….
43
16
Telinga daun pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa 7 (kanan)…………..
43
17
Karakter warna daun Hipa 6 (a) dan Hipa 7 (b) karakter eksersi malai Hipa 6 (c) dan Hipa 7 (d)………………………….
46
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Pengamatan karakteristik tanaman……………………………...
58
2.
Angka (kode) untuk stadia pertumbuhan……………………….
59
3.
Karakter kualitatif tanaman padi……………………………….
60
4.
Karakter kuantitatif tanaman……………………………………
65
5.
Deskripsi varietas Hipa 6 Jete................................................
66
6
Deskripsi varietas Hipa 7..........................................................
67
7
Deskripsi varietas Hipa 8..........................................................
68
8
Deskripsi varietas Hipa 9..........................................................
69
9
Deskripsi varietas Hipa 10........................................................
70
10
Nilai kemiripan genetik delapan galur tetua hibrida……………
71
11
Gambar beberapa karakter kualitatif pada Hipa 6 dan Hipa 7..
72
12
Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk ekstraksi DNA
75
13
Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis horizontal………………………………………………………….
79
Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis vertikal………………………………………………………………
81
14
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan produksi padi merupakan bagian dari upaya dalam meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman pangan. Salah satu alternatif peningkatan produksi padi adalah dengan pengembangan padi hibrida. Padi hibrida dikembangkan dengan memanfaatkan fenomena heterosis sehingga F1 hibrida menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tetua pembentuknya (Satoto & Suprihatno 2008). Padi hibrida di Indonesia dirakit melalui metode tiga galur yang melibatkan tiga galur tetua, yaitu: galur mandul jantan (GMJ), pelestari dan pemulih kesuburan (restorer) (Satoto & Suprihatno 2008). Kelemahan metode tersebut berupa prosedur produksi benih yang rumit sehingga hasil benih berfluktuatif. Rata-rata efisiensi dalam produksi benih (seed yield) padi hibrida publik di Indonesia pada tahun 2008-2009 berkisar antara 0,5-1,9 t/ha (Mulya et al. 2010), sedangkan di China telah mencapai 2,5-2,7 t/ha (Mao & Virmani 2003). Rendahnya tingkat persilangan alami (outcrossing) dari GMJ diduga merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil benih pada produksi benih hibrida. Keberhasilan pengembangan padi hibrida tidak hanya ditentukan oleh ketersedian benih yang cukup secara kuantitas tetapi juga harus memperhatikan mutu dari benih tersebut. Mutu benih mencakup mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis (Sadjad 1993). Benih dikatakan mempunyai mutu genetik yang baik apabila benih tersebut asli (true to type), sesuai dengan varietas yang dimaksud. Uji kemurnian benih merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk mengontrol mutu genetik dari suatu lot benih. Kemurnian genetik benih F1 merupakan hal yang sangat penting pada produksi benih padi hibrida (Yuan et al 2003). Kontaminasi kemurnian genetik benih F1 hibrida dapat disebabkan oleh persilangan yang berasal dari pollen varietas lain, terjadinya selfing akibat tetua GMJ yang tidak murni sehingga fertil atau parsial fertil, serta adanya kontaminasi secara mekanis saat panen dan pengolahan benih. Proses sertifikasi benih meliputi sertifikasi di lapangan dan laboratorium. Pada uji kemurnian benih di laboratorium, pengamatan campuran varietas lain dilakukan secara visual berdasarkan bentuk gabah terhadap contoh benih yang dikirim ke laboratorium. Dalam beberapa kasus, pengamatan berdasarkan
2
observasi visual saja mengakibatkan lot benih tidak lulus dalam setifikasi benih di laboratorium walaupun pertanaman telah lulus dalam sertifikasi di lapang. Salah satu penyebabnya adalah efektifitas pengawasan mutu benih yang rendah yang terkait dengan kelemahan dalam penerapan prinsip-prinsip sertifikasi benih. Sertifikasi benih yang dianut di Indonesia berbasis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Seed Scheme (OECD 2004). Beberapa prinsip dalam sertifikasi tersebut antara lain : (i) varietas yang disertifikasi harus memenuhi syarat DUS (distinct, uniform and stable) yang teruji secara formal dengan metode baku (UPOV 2002), (ii) memiliki nilai agronomis (VCU, value for cultivation and use) (iii) adanya daftar varietas yang layak untuk disertifikasi (list of eligible varieties for certification) dan (iv) pelaksanaan checkplot dalam produksi benih. Undang Undang No 12 tahun 1992 dan Permentan No. 39 tahun 2006 mewajibkan benih yang diperjualbelikan harus lulus dalam sertifikasi. Namun dalam pelepasan varietas tidak diwajibkan bahwa varietas yang akan dilepas harus lulus dalam uji DUS (Permentan No.37 tahun 2006), kecuali untuk varietas yang akan dilindungi (Undang-Undang no.29 tahun 2000 tentang
Perlindungan
Varietas
Tanaman).
Penyimpangan
dalam
prinsip
sertifikasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan dalam sertifikasi benih di Indonesia. Sebagai contoh pertanaman lulus dalam pemeriksaan lapangan tetapi tidak lulus dalam uji laboratorium karena keragaman bentuk gabah yang diidentifikasi sebagai campuran varietas lain (CVL). Keragaman bentuk gabah belum tentu merupakan CVL tetapi dapat saja merupakan sifat genetik dari varietas termaksud, mengingat tidak adanya keharusan uji DUS dalam pelepasan varietas. Beberapa varietas yang telah dilepas saat ini memiliki kemiripan bentuk gabah yang cukup tinggi (Wahyuni et al. 2008). Selain itu dalam satu varietas yang sama terdapat variasi fisik pada bentuk gabah, dimana bentuk gabah pada pangkal malai tidak persis sama dengan bentuk gabah pada ujung malai. Bentuk gabah yang berbeda belum tentu berasal dari varietas yang berbeda dan bentuk gabah yang sama tidak dapat dipastikan sebagai varietas yang sama. Oleh karena itu kelulusan uji kemurnian benih di laboratorium hendaknya tidak hanya berdasarkan pada pengamatan visual pada bentuk gabah saja. Metode pengujian kemurnian genetik varietas (verifikasi varietas) yang saat ini banyak digunakan adalah grow out test. Penilaian kemurnian genetik dilakukan dengan cara membandingkan morfologi tanaman yang diuji dengan
3
pertanaman dari benih otentik-nya. Metode grow out test membutuhkan waktu yang lama karena harus melalui satu siklus tanaman. Sementara itu industri perbenihan memerlukan metode pengujian kemurnian benih yang cepat dan akurat, serta memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Beberapa metode referensi untuk verifikasi varietas melalui metode elektroforesis telah ditetapkan oleh International Seed Testing Asociation (ISTA). Metode standar untuk pengujian kemurnian genetik benih gandum adalah dengan PAGE (Polyachryalamide Gel Electrophoresis) dan pada jagung hibrida digunakan metode verifikasi dengan UTIELF (Ulthra-thin Layer Isoelectric Focusing) (ISTA 2008). Namun pengujian untuk kemurnian dan verifikasi padi hibrida masih belum ditetapkan oleh ISTA. Pemanfaatan bioteknologi secara biomolekuler (DNA, protein, enzim) tidak hanya digunakan pada cara-cara perbanyakan benih dan pemuliaan tanaman tetapi juga dapat diterapkan untuk evaluasi kemurnian genetik. Melalui metode elektroforesis diharapkan dapat dilakukan pengujian yang lebih cepat dan akurat dalam mengidentifikasi suatu varietas. Berbagai metode menggunakan marka molekuler
telah banyak diterapkan untuk pengujian varietas, salah satunya
adalah marka mikrosatelit atau marka SSRs (Simple Sequence Repeats). Berbagai studi genetika menunjukkan beberapa keunggulan dari marka SSR diantaranya adalah memiliki tingkat polimorfik tinggi, bersifat kodominan, akurasi yang tinggi dan berlimpah dalam genom. Marka ini banyak digunakan untuk studi genetik populasi (Rajesh et al. 2008), pemetaan genetik (Jiang et al. 2010; Stafne et al. 2005) pemuliaan tanaman dan perlindungan varietas tanaman (Moeljoprawiro 2007). Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan genetik pada tanaman dengan menggunakan marka SSR. Marka SSR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan verifikasi suatu varietas tanaman (Meesang et al. 2001) serta uji kemurnian pada tomat hibrida (Liu et al. 2006), jagung hibrida (Pabedon 2005) dan padi hibrida (Xin et al. 2005). Di Indonesia, uji kemurnian benih menggunakan SSR belum banyak dilakukan pada padi khususnya padi hibrida. Marka SSR akan sangat bermanfat untuk mengetahui apakah benih padi hibrida merupakan hasil persilangan antar dua galur tetua pembentuknya. Oleh karena itu identifikasi marka-marka polimorfis dari galur-galur tetua perlu dilakukan.
4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mendapatkan marka mikrosatelit (SSR) spesifik yang dapat digunakan untuk identifikasi galur tetua beberapa varietas padi hibrida, serta melihat tingkat polimorfisme dari marka tersebut.
2.
Mempelajari sterilitas malai beberapa galur mandul jantan.
3.
Membandingkan uji kemurnian benih dengan menggunakan SSR dan grow out test.
4.
Mendapatkan karakter kualitatif dan kuantitatif dari dua varietas padi hibrida (Hipa 6 dan Hipa 7) untuk melengkapi deskripsi varietas.
Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan
informasi mengenai sidik jari DNA dari tetua beberapa varietas hibrida. Informasi tersebut berguna dalam verifikasi varietas dan uji kemurnian benih yang cepat, akurat dan memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi. Karakter morfologi tambahan yang di dapatkan dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petugas pemeriksa untuk penilaian karakter tanaman di lapang.
5
Gambar 1. Diagram alirr penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA Padi Hibrida Padi hibrida adalah satu jenis padi yang merupakan keturunan pertama dari persilangan antar dua varietas yang berbeda. Pengembangan hibrida didasari oleh gejala heterosis atau vigor hibrida. Heterosis merupakan fenomena biologis yang menunjukan keunggulan hasil persilangan F1 melebihi kedua tetuanya. Pada generasi lebih lanjut yaitu pada F2 akan terjadi segregasi sehingga manfaat heterosis hilang dan tidak didapatkan individu yang sama dengan penampilan hibrida F1 (Virmani et al. 1997). Keunggulan berupa gejala heterosis tersebut dapat berupa hasil, vigor tanaman, ketahanan terhadap kondisi suboptimum, daya adaptasi maupun karakter lainnya (Yuan 2003; Virmani 1994). Heterosis yang tinggi dari suatu kombinasi hibrida akan didapatkan dari pasangan tetua yang memiliki komposisi genetik tertentu. Berdasarkan penampilan hibrida F1, terdapat tiga kriteria heterosis: (1) mid-parent heterosis
yaitu perbandingan
rata-rata F1 dengan
nilai rata-rata kedua tetua; (2) heterobeltiosis yaitu perbandingan nilai rata-rata F1 dengan nilai rata-rata tetua tertinggi; (3) standar heterosis yaitu perbandingan rata-rata F1 dengan varietas pembanding (check variety) (Virmani et al. 1997). Beberapa pertimbangan untuk mengembangkan padi hibrida adalah : (1) tingkat produktivitas galur-galur non hibrida tidak bisa ditingkatkan lagi sekalipun
telah
diupayakan
secara
optimal,
(2)
semakin
terbatasnya
ketersediaan lahan dan input energi dalam mendukung sarana produksi padi, (3) permintaan terhadap padi cenderung meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk, (4) galur padi hibrida telah mampu meningkatkan potensi hasil sebesar 15-20% lebih tinggi dari galur padi inbrida yang ditanam petani, (5) beberapa padi hibrida telah menunjukan toleransi yang lebih baik terhadap kondisi kekeringan dan salinitas (Virmani et al. 1997). Padi termasuk tanaman menyerbuk sendiri yang dalam kondisi normal tingkat penyerbukan silang sangat rendah. Karena sifatnya yang menyerbuk sendiri tersebut untuk menghasilkan hibrida hanya dimungkinkan bila bunga jantan pada tanaman betina bersifat mandul atau dibuat tidak berfungsi, dengan cara membentuk galur mandul jantan (GMJ). Teknik produksi benih yang memanfaatkan GMJ tersebut terdiri dari sistem hibrida dua galur dan tiga galur.
8
S Sistem dua galur dalam m produksi p padi hibrida menggunakkan Photope eriodsensitiive genic male m steril (PGMS) attau Temperrature-sensittive Genic Male Sterilitty (TGMS) dan d galur ferrtil (Yuan et al. 2003). Keuntungan K ssistem ini ad dalah (1) tid dak memerlu ukan galur pelestari da alam produkksi benih TG GMS, (2) se emua galur fertil denga an sifat-sifat yang baik dapat digunakan seba agai tetua ja antan enih hibrida (Virmani et a al 2003) dalam produksi be P Padi hibrida a di Indone esia dikemb bangkan me elalui sistem m 3 galur, yang meliba atkan tiga galur g tetua meliputi m galu ur mandul ja antan sitoplasmik (A), galur pelestari (B) dan galur g pemuliih kesuburan n (R). Pada produksi pa adi hibrida sistem alur, agar benih GMJ dapat d selalu dihasilkan diperlukan d g galur yang dapat d tiga ga melestarikan GMJJ tersebut tanpa t meng gubah sifat-ssifat yang dimilikinya. d Galur G g sama deng gan GMJ da alam hampir semua kara akter, pelestari ini memilliki sifat yang al. kecuali sitoplasmanya norma
Untuk memprodukksi benih hibrida diperllukan
d memu ulihkan kesu uburan galurr mandul jan ntan tersebut dan suatu galur yang dapat berikan prod duktivitas ya ang tinggi (heterosis). Galur pem mulih kesub buran memb terseb but juga dise ebut sebaga ai galur resstorer (Virma ani et al. 19 998; Yuan et e al. 2003).. Kostitusi genetik g dala am produksii benih hibrrida sistem tiga galur dapat d dilihat pada Gamb bar 2.
Gam mbar 2 Hubu ungan antarra tiga galur komponen n utama pembentuk pa adi hibrid da (dikutip dari d Yuan et al. 2003)
9
Padi hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul jantan sebagai tetua betina dengan galur pemulih kesuburan sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat dari varietas padi hibrida ditentukan oleh sifat-sifat dari kedua tetuanya. Tetua-tetua yang superior dapat meningkatkan penampilan agronomis dan bobot hasil hibrida turunan dari berbagai kombinasi persilangan antara galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan (You et al. 2006). Secara alami kondisi susunan genetik dari padi adalah homozigothomogen, sedangkan kondisi tanaman hibrida adalah heterozigot-homogen. Yang dimaksud dengan heterozigot-homogen adalah dalam individu tanaman yang sama kontruksi gen bersifat heterozigot, sedangkan antar individu tanaman dalam populasi yang sama bersifat homogen (Satoto & Suprihatno 2008). Uji Kemurnian Benih Standar mutu yang harus dipenuhi telah ditetapkan untuk mendapatkan benih dengan jaminan mutu. Standar mutu tersebut mencakup persiapan sumber benih, kegiatan di lapang sampai dengan benih siap dipasarkan. Persyaratan mutu yang harus dipenuhi di lapangan mencakup persentase campuran varietas lain yang diperbolehkan, isolasi jarak dan isolasi waktu. Persyaratan mutu di laboratorium mencakup kadar air benih, kemurnian fisik benih (benih murni, kotoran benih, biji benih tanaman lain, biji benih gulma) dan daya berkecambah (SNI 2003). Pengujian mutu benih merupakan bagian penting dalam proses sertifikasi benih yang dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Pengujian mutu benih yang dilakukan mencakup mutu benih di pertanaman dan di laboratorium. Pemeriksaan pertanaman oleh petugas dilakukan beberapa tahap pada fase-fase pertumbuhan untuk verifikasi kemurnian varietas di lapangan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi karakter tanaman sesuai dengan deskripsi varietasnya. Pengujian kemurnian benih di laboratorium dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Benih murni adalah bagian dari contoh kerja yang mewakili lot benih dari spesies termaksud, termasuk persentase dari setiap spesies yang ada sebesar lima persen atau lebih (Copeland & McDonald 1995) dimana benih tidak dibedakan antar varietas hanya antar spesies (Desai et al. 1997).
10
Perbandingan dengan contoh autentik dari varietas dimaksud biasanya dilakukan untuk memudahkan analis dalam mengidentifikasi suatu varietas. Pada beberapa tanaman sangat sulit membedakan dengan pasti dari dua spesies berbeda yang berasal dari genus yang sama. Sebagai contoh dua spesies ryegrass, Lolium perenne dan L. multiforum hanya dapat dibedakan melalui persentase bulu pada bagian belakang benih. Akan tetapi bulu pada benih rontok/hilang saat prosesing benih (perontokan dan pembersihan) dan menjadikan benih dari dua spesies yang berbeda tersebut tidak dapat dibedakan. Bila hal ini terjadi maka benih murni diidentifikasi sebagi genus bukan berdasarkan spesies tertentu. Uji kemurnian benih di laboratorium lebih mengarah pada kemurnian fisik bukan pada kemurnian genetik karena penilaian hanya dilakukan berdasarkan penilaian visual saja. Pada beberapa spesies tanaman yang memiliki kemiripan antar varietas yang cukup besar, uji kemurnian berdasarkan penilaian visual akan sangat riskan. Saat ini terdapat beberapa metode untuk verifikasi varietas di laboratorium, salah satu diantaranya adalah dengan uji pewarnan phenol untuk gandum Triticum aestivum (ISTA 2008). Uji pewarnaan phenol ini belum bisa diaplikasikan secara luas karena hanya berlaku untuk beberapa varietas saja. Pada padi pengujian phenol tingkat keterulangannya sangat rendah dan sangat bervariasi antar individu biji (Wahyuni et al. 2008) sehingga tidak dapat digunakan untuk uji kemurnian benih padi. Karakter morfologi telah umum digunakan untuk mengevaluasi perbedaan, keseragaman dan kestabilan dalam karakterisasi varietas. Tetapi pemuliaan saat ini cenderung menghasilkan varietas-varietas yang secara fenotipik sangat mirip. Selain itu evaluasi morfologi kurang akurat dalam menilai derajat kemurnian genetik secara tepat karena memiliki beberapa kelemahan yaitu : (1) keragaman morfologi terbatas bila ditetapkan pada keturunan hasil persilangan (hibrid) lanjut kerena karakter morfologinya hampir mirip, (2) karakter morfologi dipengaruhi lingkungan, (3) tidak dapat digunakan untuk menduga jarak genetik karena tidak konsisten. Tampilan fenotipik tanaman sebenarnya merupakan interaksi GxE (genetik x lingkungan), sementara potensi genetik (G) tidak mampu dideteksi secara baik. Selain itu kebanyakan karakter morfologi belum diketahui pengendali genetiknya (Smith & Smith 1992).
11
Marka Molekuler Potensi penggunaan marka sebagai alat untuk melakukan karakterisasi genetik tanaman telah dikenal sejak lama. Marka bisa dikategorikan sebagai marka morfologi, sitologi dan yang terbaru adalah marka molekuler (Moritz & Hilis 1996). Dengan berkembangnya teknologi biomolekuler maka kegiatan identifikasi varietas dan estimasi kemurnian genetik benih dapat dilakukan dengan menggunakan marka molekuler. Marka molekuler seringkali dikenal sebagai sidik jari DNA karena mengacu pada pita polimorfisme berupa fragmen DNA. Keunggulan utama penanda molekuler adalah (a) keakuratan tinggi dan tidak dipengaruhi lingkungan yang mempengaruhi ekspresi gen, (b) dapat diuji pada semua tingkat perkembangan tanaman, (c) pada pengujian hama dan penyakit tidak tergantung pada organisme pengganggu (d) penggunaannya pada kegiatan seleksi pemuliaan tanaman dapat mempercepat proses seleksi dan lebih hemat pada pengujian selanjutnya di lapangan (Kasim & Azrai 2004). Beberapa prinsip dasar dan metodologi dari marka molekuler yaitu : (a) marka yang berdasarkan pada hibridisasi DNA, (b) marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction /PCR), (c) marka molekuler berdasarkan PCR yang dilanjutkan hibridisasi, dan (d) sekuensing DNA berdasarkan marka (Gupta et al. 2002). Marka DNA berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) menjadi teknologi pilihan karena menjanjikan efisiensi dan kepastian/akurasi dalam identifikasi. Contoh marka DNA adalah: RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), SSR (Simple Sequence Repeats), ISSR (Inter Simple Sequence Repeats), RAF (Randomly Amplified DNA Fingerprinting).
Marka SSR (Marka Mikrosatelit) DNA genom terdiri dari DNA sekuen khas (specific sequence) dan DNA sekuen berulang (repetitive sequence). DNA sekuen berulang dalam genom eukariot dapat mencapai lebih dari 90% DNA total yang ada dalam genom tanaman (Weising et al. 1995). Makin besar ukuran genom suatu tanaman, cenderung makin besar pula proporsi DNA sekuen berulangnya. Dari beberapa hasil penelitian diketahui proporsi DNA sekuen berulang dalam genom tanaman jagung mencapai 60% (Gupta et al. 1984), gandum dan kerabat liarnya mencapai
12
70% (Flavel 1980) kedelai mencapai 60% (Walbot & Goldberg 1979), dan pada padi mencapai 50% (McCouch et al. 1988). Terdapat tiga kelas pengulangan fraksi DNA pada individu eukariot, yaitu fraksi sangat berulang (highly repeated fraction), fraksi berulang secara moderat (moderatly repeated fraction), dan fraksi tidak berulang (nonrepeated fraction). Fraksi sekuen sangat berulang terdiri atas (1) satelit DNA, (2) minisatelit DNA dan (3) mikrosatelit DNA. Pengulangan sekuennya tersusun secara tandem. Satelit
DNA
biasanya
jarang
ditemukan
dalam
lokus
genom
karena
perulangannya yang sangat tinggi (biasanya antara 1000 sampai 100 000 kopi) bentuknya sangat panjang, sering berada pada bagian heterokromatin dengan panjang fragmen berulang 2 sampai beberapa ribu pasang basa tetapi umumnya ditentukan 100-300 pasang basa. Minisatelit DNA biasanya banyak terdapat dalam genom, rata-rata sekuen berulang sekitar 10-60 bp dan menunjukan derajat pengulangan yang lebih rendah (Weising et al. 1995). Mikrosatelit DNA juga disebut sebagai fragmen berulang sederhana atau perulangan tandem sederhana,
terdiri
atas
sekuen-sekuen
pendek
2-5
bp
dan
rata-rata
pengulangannya maksimum 100 kali (Karp 1998) pengulangannya berurutan dimana jumlah dari nukletidanya bervariasi (Rafalski et al. 1996). Variasi jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus diantara genotip yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik PCR (Hamada et al. 1982). Teknik PCR pada mikrosatelit hanya menggunakan DNA dalam jumlah sedikit dengan daerah amplifikasi yang kecil 100-300 bp dari genom. Selain itu marka mikrosatelit dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena sample yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA sangat sedikit, selain itu dapat menggunakan bagian tanaman lain seperti biji atau serbuk sari (Senior et al. 1996). Produk amplifikasi hasil
PCR tersebut dapat dideteksi menggunakan
elektroforesis pada suatu gel dengan standar sekuen. Bila nol alel teramati maka kondisi alel tidak teramplifikasi selama PCR (Rohrer et al. 1994). Marka makrosatelit merupakan marka genetik yang bersifat kodominan, dapat mendeteksi keragaman alel. Beberapa pertimbangan untuk penggunaan marka mikrosatelit diantaranya : (a) marka terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi, dan lokasi genom dapat diketahui; (b) merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan dan seleksi genotipe untuk
13
karakter yang diinginkan; (c) studi genetik populasi dan analisis diversitas genetik (Powell et al. 1996). Mikrosatelit telah banyak digunakan untuk keperluan pemuliaan (USDAARS 2003), analisis genetik, dan untuk perlindungan varietas tanaman (Cooke & Reeves 2003). Sejumlah penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk mengembangkan metode pengujian rutin untuk identifikasi varietas dan metode cepat untuk mengetahui kualitas dan kemurnian varietas yang bersegregasi. Identifikasi varietas dengan menggunakan mikrosatelit marka DNA (digunakan 19 marka SRR) yang dilakukan pada benih kedelai berhasil membedakan 11 varietas dan 133 asesi. Metode ini juga dapat membedakan dua varietas yang tidak dapat dibedakan melalui metode di lapangan dan di laboratorium (Meesang et al. 2001).
Marka SSR
juga efektif dalam identifikasi varietas dan uji
kemurnian pada 5 hibrida padi beserta galur tetuanya ( Ye-yun et al 2005). Pada pengujian kemurnian genetik pada F1 tomat hibrida ”Hezuo906” digunakan metode RAPD (218 marker), ISSR (54 marker) dan SSR (49 primer). Didapatkan dua marka RAPD dominan dan dua primer SSR kodominan untuk pengujian kemurnian benih. Dapat disimpulkan dari metode tersebut, bahwa terdapat 10 dari 208 individu hibrida yang diuji merupakan hibrida yang ’salah’, dan secara keseluruhan kemurnian benih dari lot tersebut adalah 95,1%. (Liu et al. 2006). Yashitola et al. (2002) mengevaluasi kemurnian padi hibrida menggunakan marka mikrosatelit dan STS (Secuence Tagged Site).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Mei 2011 di Kebun Percobaan Pusakanagara, Laboratorium Mutu Benih Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi dan Laboratorium Molekuler Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik, Bogor.
Bahan Penelitian Bahan Tanaman Galur tetua dari lima varietas hibrida digunakan untuk identifikasi marka SSR (Tabel 1), sedangkan untuk uji kemurnian benih digunakan dua varietas hibrida yaitu Hipa 6 dan Hipa 7. Tabel 1 Lima varietas hibrida yang digunakan beserta galur tetuanya No 1 2 3 4 5
Varietas Hibrida Hipa 6 Hipa 7 Hipa 8 Hipa 9 Hipa 10
Galur Mandul Jantan IR 62829 A IR 58025 A IR 58025 A IR 58025 A IR 68897 A
Restorer B 8094 F IR 40750 BP 51-1 S4325 A BIO-9
Bahan Kimia Bahan Kimia yang digunakan terdiri atas NaCl 5M, Tris HCl 1M, EDTA 0.5 M, SDS, Chisam ( Chloroform Isoamil Alkohol) 24:1, Natrium Asetat, Etanol 95%, Ethanol 70%,TE buffer, RNAse, CTAB 10%, Tris base, Glacical acetid acid, EDTA 0.5M, Agarose gel, TaqDNA polymerase, buffer PCR, MgCl2, dNTPs mix, 16 pasang primer, Etidium Bromide, Tris, EDTA, Boricacid, Bisacrylamid (40%), APS 10%, TEMED, ddH2O. Marka SSR yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 2.
16
Tabel 2 Marka SSR dan susunan basa primer yang digunakan dalam penelitian Kode Lokus
Susuna basa primer
Suhu Posisi di Anealing kromosom (˚C)
RM 104
F- GAAGAGGAGAGAAAGATGTGTGTCG R- TCAACAGACACACCGCCACCGC
1
55
RM 154
F- ACCCTCTCCGCCTCGCCTCCTC R- CTCCTCCTCCTGCGACCGCTCC
2
61
RM 164
F- TCTTGCCCGTCACTGCAGATATCC R- GCAGCCCTAATGCTACAATTCTTC
5
55
RM 206
F- CCCATGCGTTTAACTATTCT R- CGTTCCATCGATCCGTATGG
5
55
RM 209
F- ATATGAGTTGCTGTCGTGCG R- CAACTTGCATCCTCCCCTCC
11
55
RM 215
F- CAAAATGGAGCAGCAAGAGC R- TGAGCA CCTCCTTCTCTGTAG
9
55
RM 219
F- CGTCGGATGATGTAAAGCCT R- CATATCGGCATTCGCCTG
9
55
RM 250
F- GGTTCAAACCAAGCTGATCA R- GATGAAGGCCTTCCACGCAG
2
55
RM 263
F- CCCAGGCTAGCTCATGAACC R- GCTACGTTTGAGCTACCACG
2
55
RM 276
F- CTCAACGTTGACACCTCGTG R- TCCTCCATCGAGCAGTATCA
6
55
RM 335
F- GTACACACCCACATCGAGAAG R- GCTCTATGCGAGTATCCATGG
4
55
RM 346
F- CGAGAGAGCCCATAACTACG R- ACAAGACGACGAGGAGGGAC
7
55
RM 464
F- AACGGGCACATTCTGTCTTC R- TGGAAGACCTGATCGTTTCC
9
55
RM 475
F- CCTCACGATTTTCCTCCAAC R- ACGGTGGGATTAGACTGTGC
2
55
RM 551
F- AGCCCAGACTAGCATGATTG R- GAAGGCGAGAAGGATCACAG
4
55
F- GTTCTTCAACTCCCAGTGCG R- TGACGATGTGGAAGAGCAAG Sumber : http://www.gramene.org
3
55
RM 570
17
Identifikasi Marka Molekuler Pengujian SSR dilakukan pada tahap pertama penelitian, kegiatan ini dilakukan guna mengidentifikasi marka SSR polimorfik untuk tetua dari lima varietas hibrida yang digunakan. Identifikasi marka molekuler dilakukan di laboratorium biologi molekuler dengan kegiatan-kegiatan yang mencakup : ekstraksi DNA, amplifikasi PCR, elektroforesis dan visualisasi pita DNA. Ekstraksi DNA Sampel daun muda digerus menggunakan mortar dengan bantuan nitrogen cair sampai berbentuk bubuk. Sampel dimasukan dalam tabung mikro ukuran 1500 µl, kemudian ditambahkan ml 500 µl buffer ekstraksi. Tabung mikro yang berisi sampel dan buffer ekstrak dipanaskan menggunakan waterbath suhu 65˚C selama 60 menit sambil dilakukan pengocokan setiap 10 menit. Setelah itu sampel diangkat dan didiamkan pada suhu ruang selama 10 menit. Sampel ditambahkan Choloform:Isoamilalkohol (Chisam) dengan perbandingan 24:1 sebanyak 500 µl. Setelah itu sampel dicampur dengan cara divortex selama selama 5 menit, kemudian disentrifius selama 15 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Bila sampel belum tercampur dengan baik dapat disentrifius sekali lagi. Supernatan yang terbentuk diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke tabung mikro yang baru. Supernatan ditambahkan dengan 2/3 x volume Isopropanol atau 2,5 x volume Etanol absolute yang sebelumnya telah ditaruh terlebih dahulu dalam freezer untuk presipitasi DNA. Sebanyak 100 µl Natrium asetat ditambahkan dan kemudian dicampur dengan cara membolak-balikan tabung secara perlahan. Sampel disentrifius pada kecepatan 1200 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA. Cairan yang ada dibuang dan kemudian endapan DNA yang terbentuk dicuci dengan cara menambahkan ethanol 70% yang kemudian disentrifius selama 5 menit. Pencucian dilakukan sebanyak dua kali. Cairan yang ada dibuang dan endapan DNA dikeringkan dengan mesin vacum. Selanjutnya endapan DNA dilarutkan kembali dengan 50-100 µl buffer TE dan ditambahkan RNAse 5 µl. Sampel diinkubasi selama 1 hari pada suhu ruang atau 1 jam pada suhu 37˚C. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA dilakukan setelah proses isolasi selesai dengan menggunakan alat spektrofotometer. Perhitungan konsentrasi DNA dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi DNA yang dibutuhkan untuk pengenceran. Setiap sampel dilakukan pengenceran untuk
18
menyamakan konsentrasi contoh kerja. Konsentrasi contoh kerja yang digunakan adalah 10 ng/µl. Amplifikasi PCR, Elektroforesis dan Visualisasi Pita DNA Sebanyak 3 µl DNA dari hasil pengenceran digunakan untuk setiap reaksi PCR. PCR mix dibuat terlebih dahulu untuk memudahkan dalam proses PCR. Larutan yang digunakan untuk PCR : Buffer PCR (10 x) MgCl2 (25 mM) dNTPs mix (10 mM) Primer R (10 pmol) Primer F (10 pmol) TaqDNA polymerase (5 µ/µl) DNA ddH2O Total
: 2 µl : 2,4 µl : 0,4 µl : 0,2 µl : 0,2 µl : 0,2 µl : 3 µl : 10,4 µl 20 µl
Profil reaksi PCR yang digunakan: Denaturasi awal
: 94˚C selama 5 menit
Denaturasi
: 94˚C selama 1 menit
Annealing
: 53˚C selama 30 detik
Extention
: 72˚C selama 1 menit
Extention tambahan
: 72˚C selama 5 menit
siklus 35 kali
Elektroforesis hasil PCR, dilakukan dengan gel agarose 3 % dan 1 x buffer TAE. Sebanyak 6 µl produk PCR ditambahkan dengan 4 µl loading dye dan dicampur sempurna kemudian dimasukan ke dalam sumur gel. Sample DNA produk PCR di-running dengan voltase 87-88 volt selama 30-45 menit. Setelah itu gel agarose di-staining pada larutan ethidium bromide (10mg/l) selama 20 - 30 menit dan kemudian dicuci dengan air selama 5 menit. Gel Agarose kemudian divisualisasi dengan chemodoc gel system. Elektroforeis gel poliakrilamid menggunakan alat elektroforesis vertikal. Alat elektroforesis vertikal terdiri dari dua lempengan kaca. Kedua lempengan kaca dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan etanol sebelum digunakan. Kedua lapis plat kaca tersebut disatukan dengan terlebih dahulu meletakan spacer diantara kaca tersebut. Sisi kanan, kiri dan bawah lempengan kaca dilapisi karet agar tidak bocor dan kemudian dijepit.
19
Larutan akrilamid 8% didapatkan dengan mencampur
bisakrilamid 40%,
TBE dan dH2O. Pembuatan gel dilakukan dengan mencampurkan akrilamid 8% yang kemudain distirer sambil ditambahkan APS dan TEMED. Segera setelah tercampur larutan tersebut dituangkan dengan cepat dan hati-hati pada rongga antara kedua lempeng kaca, jangan sampai terbentuk gelembung. Setelah itu comb dipasang untuk membentuk sumur-sumur. Larutan polyakrilamid didiamkan selama selama ± 1 jam sampai larutan membentuk gel. Lempengan berisi gel diletakan pada alat elektroforesis vertikal. Comb dilepaskan secara berlahan agar tidak merusak sumur-sumur yang terbentuk pada gel. Tangki elektroforesis diisi dengan buffer TBE 1x. Permukaan buffer yang diisikan kira-kira berjarak 1cm dari garis atas gel. Kotak tangki bagian bawah juga diisi buffer TBE 1x. Mesin elektroforesis ditutup dari bagian atas dan setelah itu baru alat dinyalakan. Elektroforesis dilakukan dengan arus konstan 100 volt selama 90 menit.
Analisis Marka Mikrosatelit (SSR) Skoring Setiap pita yang muncul pada gel merepresentasikan alel. Profil DNA merupakan data alel yang teramati dengan ketentuan adanya pita DNA berdasarkan ukuran produk PCR pada satu lokus yang sama dari beberapa contoh yang digunakan. Alel-alel tersebut diterjemahkan menjadi data biner. Setiap alel dianggap mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan ada tidaknya suatu alel. Nilai 1 diberikan apabila alel ada dan nilai 0 bila tidak ada alel. Analisa data molekular dilakukan berdasarkan hasil skoring pita DNA yang muncul pada gel. Penilaian muncul tidaknya pita genetik dilakukan secara manual. Pada marka SSR setiap pita DNA yang terbentuk menunjukan posisi alel pada lokus, dimana 1 marka SSR merupakan satu lokus. Analisis Tingkat Polimorfisme (Polimorphic Information Content = PIC) Tingkat polimorfisme atau PIC dalam terminologinya sama dengan gene diversity (heterozygosity) (Weir, 1996). Nilai PIC memberikan perkiraan kekuatan pembeda dari marka dengan menghitung bukan saja jumlah alel dalam satu lokus tetapi juga frekuensi relatif dari sejumlah alel dari suatu populasi yang diidentifikasi. Lokus marka dengan jumlah alel yang banyak akan terdapat pada frekuensi yang seimbang dengan nilai PIC yang paling tinggi. Nilai PIC dihitung
20
untuk masing-masing marka mikrosatelit (Smith et al. 1997). Nilai PIC diukur dengan
menggunakan
software
online
(www.genomics.liv.ac.uk/animal/
Pic1.html) Profil Hasil Karakterisasi Marka Mikrosatelit Keragaman alelik adalah keragaman yang diukur atau diduga dari keragaman aleliknya, yaitu banyaknya alel per lokus dan banyaknya lokus polimorfik (Boer 2007). Adapun parameter yang dapat dihitung adalah : Jumlah Rata-rata Alel per Lokus, A. Jumlah rata-rata alel per lokus adalah porporsi jumlah total alel pada semua lokus terhadap jumlah lokus monomorfik dan polimorfik, sebagai berikut : Jumlah total semua alel pada semua lokus Jumlah lokus monomorfik dan polimorfik Persentase Lokus Polimorfik, P. Persentase lokus polimorfik adalah proporsi jumlah lokus polimorfik terhadap jumlah lokus monomorfik dan polimorfik, sebagai berikut : Jumlah lokus polimorfik Jumlah lokus monomorfik dan polimorfik
Jumlah Rata-rata Alel per Lokus Polimorfik, AP. Jumlah rata-rata alel per lokus polimorfik adalah proporsi dari jumlah total alel pada semua lokus terhadap jumlah lokus polimorfik, sebagai berikut ; Jumlah total alel pada semua lokus Jumlah lokus polimorfik
Analisis Kemiripan Individu Tingkat kesamaan genetik dari tetua yang digunakan dilihat dengan menggunakan analisis kluster berdasarkan metode pautan rata-rata dengan alat bantu NTSYS-pc. Hasil skoring pita-pita yang muncul dan yang tidak, ditabulasikan ke dalam bentuk excel untuk memudahkan proses pembacaan data pada software. Pita polimorfik merupakan pita yang tidak dimiliki oleh individu tetua padi hibrida yang lain pada ukuran yang sama. Berdasarkan nilai kesamaan genetik tersebut, dilakukan analisis pengelompokan data matriks, dan
21
pembuatan
dendogram
kekerabatan
(Unweighted
Pair
Methode
Group
menggunakan
Arithmetic)
melalui
metode program
UPGMA NTSYS
(Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.02. Dendogram dikonstruksi untuk 8 inbrida (tetua). Analisis jarak genetik diperoleh dengan formula: S = 1 – GS, dimana S = Jarak genetik dan GS = kemiripan genetik. Uji Sterilitas Malai Galur Mandul Jantan Pengujian sterilitas malai dilakukan untuk mengetahui persentase tingkat sterilitas galur mandul jantan yang digunakan. Galur mandul jantan yang diuji adalah IR62829A, IR58025A, dan IR68897A. Penanaman dilakukan di rumah kaca dengan menggunakan 75 tanaman untuk masing-masing galur
mandul
jantan. Dua malai utama dari masing-masing individu tanaman disungkup dengan kantung kertas sebelum masa antesis. Pengamatan dilakukan menjelang fase generatif akhir. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah gabah bernas (fertil) dan gabah hampa (steril) dari satu malai. Selain itu juga dihitung persentase individu tanaman yang menghasilkan gabah isi dari keseluruhan tanaman yang diuji. Uji Kemurnian Benih Hibrida dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Uji Kemurnian Benih Penanaman hibrida di lapang dilakukan untuk pengujian kemurnian benih. Varietas yang digunakan adalah Hipa 6 dan Hipa 7. Penanaman dimulai pada bulan Juli 2010 sampai dengan November 2010 di kebun percobaan Pusakanagara Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Pemeriksaan lahan dan pengolahan tanah sempurna dilakukan pada petak yang akan ditanam untuk menghindari adanya tanaman sisa yang berasal dari pertanaman sebelumnya. Persemaian dilakukan terpisah pada petak persemaian, bibit dipindahkan ke petak percobaan pada umur 15 hari. Penanaman dilakuan satu bibit /lubang dengan jarak tanam 25 cm X 25 cm. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam. Pemeliharaan tanaman dilakukan sebagaimana halnya budidaya padi sawah. Pupuk yang diberikan adalah Urea 300 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Setengah dosis Urea, seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar sehari sebelum tanam, sedangkan sisa setengah dosis Urea
22
diberikan pada saat tanaman berumur 40 HST.
Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan saat munculnya gejala serangan hama dan penyakit. Empat puluh individu tanaman ditentukan secara acak sebagai tanaman contoh untuk masing-masing hibrida. Setiap individu tanaman contoh tersebut diambil sampel daunnya pada umur lima minggu untuk dilakukan pengujian kemurnian genetik dengan marka molekuler. Pengamatan morfologi untuk pengujian kemurnian benih di lapang juga dilakukan pada tanaman contoh yang sama. Uji Kemurnian Genetik dengan Marka Mikrosatelit Setelah didapatkan marka SSR yang polimorfik selanjutnya dilakukan uji kemurnian genetik benih F1 hibrida dengan menggunakan 2 varietas Hibrida (Hipa 6 dan Hipa 7). Sebanyak 40 sampel diambil dari petak pertanaman tiap hibrida. Sampel diambil dari daun muda setiap individu tanaman yang telah diberi kode pada petak yang ada di lapangan. Sampel kemudian diekstrak DNA-nya, dan selanjutnya dilakukan amplifikasi PCR menggunakan marka SSR polimorfis yang telah teridentifikasi. Pendugaan persentase tingkat kemurnian
hibrida dilakukan dengan
menghitung jumlah pita yang sesuai dengan pola persilangan masing-masing hibrida. Hasil dari uji kemurnian genetik benih F1 hibrida, selanjutnya dibandingkan dengan uji kemurnian di lapang (grow out test). Uji Kemurnian di Lapang (grow out test) dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Determinasi tingkat kemurnian di lapang dilakukan terhadap karakter morfologi dari tiap individu tanaman pada berbagai tahap pertumbuhan tanaman. Variable yang diamati meliputi : 1) kemurnian (tanaman campuran), 2) karakter kualitatif, 3) karakter kuantitatif tanaman. Pengamatan karakter tanaman dilakuan untuk mengindentifikasi adanya campuran varietas lain dan melengkapi deskripsi varietas yang sudah ada. Karakter morfologi yang diamati mencakup 45 karakter kualitatif dan 16 karakter kuantitatif tanaman (Lampiran 3 dan 4.). Jumlah campuran varietas lain dari hasil identifikasi dengan marka SSR dibandingkan dengan hasil uji kemurnian berdasarkan identifikasi morfologi di lapang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Hasil Karakterisasi Marka SSR Saat ini marka SSR (penanda mikrosatelit) telah digunakan secara luas dalam analisis yang berbasis molekuler. Marka tersebut merupakan salah satu penciri genetik yang ideal untuk analisa genom karena jumlahnya yang cukup banyak dalam genom (Hoetzel 1998), selain itu marka SSR bersifat kodominan dan dapat mendeteksi variasi alel yang tinggi (Wu & Tanskley 1993; Panaud et al 1996). Marka SSR telah banyak digunakan pada berbagai studi keragaman genetik (Blair et al. 1999),
identifikasi varietas tanaman (Moeljopawiro 2007;
Pabedon et al. 2005 ) dan uji kemurnian benih hibrida (Tamilkumar et al 2009; Liu et al 2007). Informasi detail dari marka SSR yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Table 3. Tabel 3 Nama lokus, sekuen basa berulang, kisaran basa dan jumlah alel dari 16 marka SSR yang digunakan Kode Lokus
Sekuen basa berulang
Kisaran basa (bp)
Jumlah alel
RM104
(GA)9
222
Total 2
RM154
(GA)21
183
7
0
RM164
(GT)16TT(GT)4
246
3
2
RM206
(CT)21
147
6
6
RM209
(CT)18
134
-
-
RM215
(CT)16
148
2
0
RM219
(CT)17
202
1
0
RM250
(CT)17
153
1
0
RM263
(CT)34
199
3
2
RM276
(AG)8A3(GA)33
149
3
3
RM335
(CTT)25
104
4
3
RM346
(CTT)18
175
2
2
RM464
(AT)21
262
2
0
RM475
(TATC)8
235
1
0
RM551
(AG)18
192
-
-
RM570
(AG)15
208
4
4
41
22
Jumlah Sumber : http://www.gramene.org
Polimorfis 0
24
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 pasang primer yang digunakan dua primer tidak menghasilkan pita pada gel elektroforesis. Tidak munculnya pita dapat terjadi akibat optimasi yang tidak sesuai sehingga tidak terjadi amplifikasi saat proses PCR. Sebanyak total 41 alel dihasilkan dari 14 primer yang teramplifikasi, dengan rata-rata jumlah alel 2.92 per lokus. Persentase lokus polimorfik adalah 50% dimana terdapat 7 primer yang bersifat polimorfis dengan jumlah alel yang polimorfis sebanyak 22. Rata-rata jumlah alel per lokus polimorfik adalah 5.86.
Tingkat Polimorfisme (Polymorphism Information Content, PIC) Galur Tetua Tingkat polimorfisme (PIC) diperlukan untuk memilih marka yang dapat membedakan antar galur/tetua yang digunakan. Kuantifikasi PIC adalah jumlah alel yang dapat dihasilkan oleh suatu marka dan frekuensi dari tiap alel dalam set genotipe yang diuji. Nilai polimorfisme ditentukan oleh frekuensi kemunculan alelnya (DeVicente & Fulton 2003). Marka yang menghasilkan alel lebih sedikit memiliki kemampuan yang lebih kecil untuk membedakan sampel yang diuji. Nilai PIC yang tinggi ditunjukan pada marka yang menghasilkan banyak alel. Nilai PIC merupakan standar yang baik untuk mengevaluasi marka genetik (Emrani et al 2011). Marka polimorfis dan informasi tingkat polimorfisme dari marka yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai PIC tertinggi dari marka-marka yang polimorfis ditunjukan oleh RM206 (0.783) dan terendah adalah RM346 (0.195). Nilai PIC diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu PIC>0.5 adalah sangat informatif, 0.25>PIC>0.5 termasuk sedang dan PIC<0.25 memiliki nilai informatif yang rendah (Botstein et al. 1980). Lima marka termasuk dalam kategori sangat informatif (PIC>0.5), satu marka memiliki nilai PIC sedang yaitu RM263 dan satu marka memiliki tingkat polimorfisme rendah yaitu RM346 (0,195). Nilai PIC ratarata dari tujuh marka untuk delapan galur tetua adalah 0.528. Dari keseluruhan 16 marka yang digunakan tujuh marka monomorfis dan dua marka tidak menunjukkan hasil amplifikasi (Tabel 3). Marka yang monomorfis memiliki nilai PIC=0.
25
Tabel 4 Marka SSR polimorfis dan tingkat polimorfisme (PIC) Jumlah alel
Kode Lokus
Tingkat polimorfisme (PIC)
RM164
Total 3
Polimorfis 2
RM206
6
6
0.783
RM263
3
2
0.455
RM276
3
3
0.505
RM335
4
3
0.675
RM346
2
2
0.195
RM570
4
4
0.530
Rata-rata
0.555
0.528
Hasil karakterisasi berdasarkan marka SSR, menunjukan koefisien kemiripan genetik dari persilangan galur tetua hibrida berkisar antara 0.56 – 0.88 atau pada jarak genetik 0.12 - 0.44 (Tabel 5). Semakin besar nilai koefisien kemiripan genetik antara dua galur berarti semakin besar kemiripan genetiknya. Tabel 5 Jarak genetik galur tetua dari lima varietas hibrida Varietas Hibrida Hipa 6 Hipa 7 Hipa 8 Hipa 9 Hipa 10
Tetua IR 62829 A x B 8094 F IR 58025 A x IR 40750 IR 58025 A x BP 51-1 IR 58025 A x S4325 A IR 68897 A x Bio-9
Kemiripan genetik 0.56 0.80 0.88 0.72 0.76
Jarak genetik 0.44 0.20 0.12 0.28 0.24
Analisis kelompok (cluster analysis) terhadap galur tetua menggunakan tujuh marka SSR polimorfis menghasilkan dendogram UPGMA dari delapan galur tetua dari lima varietas hibrida (Gambar 3). Kedelapan tetua yang dianalisis dapat dibedakan dengan jelas berdasarkan marka mikrosatelit. Pada tingkat kesamaan 69% terbentuk tiga kelompok, yaitu kelompok-1 terdiri dari IR62829A, kelompok-2 terdiri dari B8094F dan Bio-9 dan kelompok-3 terdiri dari IR58025A, BP51-1, IR68897A, IR40750 dan S4325A.
26
bar 3 Dendo ogram analis sis UPGMA delapan tetua hibrida p padi berdasa arkan Gamb kemirip pan genetik dengan men nggunakan tujuh t marka SSR polimo orfis. T Tetua dari Hipa 6 me emiliki nilai jarak gene etik 0.44 da an berada pada kelompok yang be erbeda berdasarkan den ndogram kemiripan gen netik (Gamba ar 3). Galur mandul ja antan IR628 829A berada pada ke elompok-1 b berbeda dengan er B8094F yang y berada a pada kelom mpok-2. Tetu ua Hipa 10 ju uga berada pada restore kelompok yang berbeda dimana GMJ IR R68897A be erada pada kelompok-3 3 dan restore er Bio-9 pa ada kelompo ok-2. Jarak genetik anttara tetua H Hipa 10 ters sebut adalah h 0.24. Bebe erapa tetua dari d hibrida yang diuji berada dalam m kelompok yang sama. Tetua Hipa a 7 dan Hipa 9 memilliki jarak ge enetik 0.20 dan 0.28. Jarak J d pada tetua Hipa H 8 yaitu sebesar 0.12. Galur Ma andul genetik terdekat ditunjukan n IR58025A berada kelo ompok yang sama denga an restorer B BP51-1. Jantan Ke eunggulan padi hibrida a berupa h heterosis, diharapkan m muncul terutama pada karakter pottensi hasil. Heterosis sering diistila ahkan sebag gai vigor hib brida, uatu persilan ngan lebih unggul dibandingkan galur dimana turunan pertama su nya (Pannuth hurai et al. 1984; Yuan et e al. 2003). Secara teorri, heterosis akan tetuan meningkat bila jarrak genetik dari d kedua ttetua lebih ja auh (Melchin nnger & Gumber h dari hib brida yang digunakan d m memiliki nilai yang 1998).. Potensi dan rata-rata hasil hampir sama yaitu u berkisar 9.4 – 11.4 t/h ha untuk pottensi hasil dan 7.6 – 8.1 1 t/ha untuk rata-rata ha asil (Lampira an 5 – 9). Nilai jarak genetik terttinggi yaitu tetua miliki potensii dan rata-ra ata hasil yan ng lebih ting ggi dibandingkan Hipa 6 tidak mem denga an tetua Hipa a 8 yang me emiliki nilai ja arak genetik terendah
27
Jarak genetik yang lebih dekat belum tentu menghasilkan hasil persilangan yang lebih tinggi. Hasil penelitian Zainal & Amirhusin (2005) pada galur-galur tetua padi hibrida menunjukan bahwa jarak genetik yang lebih dekat belum tentu menghasilkan turunan dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Efek heterosis pada padi juga dikendalikan oleh banyak gen, sehingga heterosis tidak cukup diterangkan hanya melalui jarak genetik. Nilai jarak genetik belum secara tegas memprediksi bobot biji, nilai daya gabung khusus dan heterosis (Pabedon et al. 2009) Penentuan jarak genetik antar tetua juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah marka genetik yang digunakan. Semakin banyak jumlah populasi dan marka yang diuji maka hasil yang didapatkan akan semakin akurat (Tsegaye et al. 1996). Pada penelitian kali ini pengelompokan keseragaman genetik hanya menggambarkan jarak genetik dari delapan tetua hibrida dengan tujuh marka SSR polimorfis. Bila digunakan marka yang lebih banyak dan berbeda dapat saja dihasilkan pengelompokan genetik yang berbeda.
Marka SSR Spesifik yang Dapat Membedakan Tetua Hibrida Sidik jari DNA berdasarkan PCR telah menjadi metode yang sering digunakan untuk karakterisasi plasma nutfah, studi penyebaran dan uji kemurnian varietas. Sejumlah marka DNA saat ini telah tersedia untuk dapat digunakan sebagai sidik jari, maupun untuk marker assisted selection (MAS). Marka mikrosatelit merupakan marka yang sering digunakan karena melimpah, bersifat kodominan dan selain itu juga mudah digunakan ( McCouch et al. 2002). Melalui penelitian ini telah didapatkan beberapa marka SSR yang memiliki potensi untuk membedakan antara tetua padi hibrida (Tabel 6). Tabel 6 Marka SSR polimorfis untuk tetua hibrida yang digunakan Varietas Hibrida Hipa 6 Hipa 7 Hipa 8 Hipa 9 Hipa 10
Tetua
Marka SSR polimorfis
IR 62829 A x B 8094 F IR 58025 A x IR 40750 IR 58025 A x BP 51-1 IR 58025 A x S4325 A IR 68897 A x Bio-9
RM 346, RM 335, RM 570, RM 206 RM 206, RM 335 RM 263, RM 206 RM 276, RM 335 RM 206, RM 276, RM 263
28
Berdasarkan hasil elektroforesis, diperoleh tujuh marka SSR polimorfis dari keseluruhan 16 marka SSR yang digunakan. Enam marka dapat digunakan untuk membedakan galur tetua dari lima varietas padi hibrida yang dipelajari. Marka SSR RM164 merupakan marka polimorfis tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan galur tetua dari varietas padi hibrida yang diuji, sehingga walau marka tersebut memiliki nilai PIC yang cukup tinggi (0.555) tetapi tidak polimorfis untuk untuk dapat membedakan galur mandul jantan dengan restorernya (Gambar 4).
Gambar 4 Penampilan pita DNA menggunakan marka SSR RM164
Marka SSR yang dapat menghasilkan pita polimorfis pada galur tetua hibrida, dapat digunakan untuk mengidentifikasi tetua hibrida dan hibrida turunanya. Marka-marka polimorfis tersebut dapat digunakan untuk uji kemurnian benih padi hibrida. Beberapa marka polimorfis untuk identifikasi Hipa 6, Hipa 7, Hipa 8, Hipa 9 dan Hipa 10 dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
29
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 5 Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka SSR RM346 (a) , RM570 (b) dan RM206 (c)(d)
30
(a)
(b)
Gambar 6 Penampilan pita polimorfis dari tetua hibrida untuk marka SSR RM263 (a) dan RM276 (b)
Sterilitas Galur Mandul Jantan Adanya campuran pada benih hibrida akan dapat menurunkan produksi. Setiap adanya campuran sebesar 1 % pada benih galur mandul jantan akan dapat mengakibatkan penurunan produksi sebesar 100 kg/ha (Mao et al.1996). Peraturan perbenihan di India mensyaratkan kemurnian benih untuk padi hibrida adalah 98% (Verma 1996), sedangkan di China tingkat kemurnian benih untuk padi hibrida yang diperbolehkan minimal adalah 96 % (Yan 2000). Di Indonesia, sertifikasi benih hibrida mensyaratkan kemurnian benih 98 % dan campuran varietas lain yang diperbolehkan maksimal 0.5 % (Direktorat Perbenihan 2009). Untuk dapat menjamin kemurnian dari benih hibrida yang dihasilkan diperlukan tingkat kemurnian dari tetua hibrida yang cukup tinggi, tingkat kemurnian yang sebaiknya dimiliki oleh galur tetua adalah sekitar 99 % (Yashitola et al 2004; Direktorat Perbenihan 2009). Salah satu sebab adanya campuran yang paling umum selama proses produksi benih hibrida adalah tidak murninya galur pelestari saat memproduksi galur mandul jantan. Sebelum memasuki stadia berbunga akan sangat sulit membedakan antara galur pelestari dengan galur mandul jantannya karena keduanya merupakan isonuclear sehingga memiliki morfologi yang sangat mirip. Penyebab lain adanya campuran pada galur mandul jantan dapat disebabkan
31
oleh terjadinya selfing yang diakibatkan dari tetua galur mandul jantan yang fertil. Kontaminasi pada galur pelestari atau mandul jantan dapat berakibat pada penurunan hasil dan buruknya pertanaman di lapang. Kemungkinan adanya campuran pada proses produksi benih padi hibrida, diminimalkan dengan melakukan isolasi dan rouging mulai dari produksi tetua hingga produksi benih F1 hibridanya. Uji sterilitas malai dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya kontaminasi yang diakibatkan dari tetua mandul jantan yang tidak steril. Malai galur mandul jantan dari hibrida yang diuji disungkup dengan menggunakan kantung kertas dan diamati tingkat sterilitasnya (Tabel 7). Tingkat sterilitas malai dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu steril seluruhnya (100 %), tingkat sterilitas tinggi (99,0-99,9 %), steril (95,0-98,9), parsial steril (70,0-94,9%) dan parsial fertil s/d fertil (<70%) (IRRI 2011). Rata-rata persentase sterilitas malai dari ketiga galur mandul jantan masih termasuk dalam kategori steril karena masih diatas 95 %. Galur mandul jantan dikategorikan sebagal galur yang steril bila memiliki tingkat sterilitas lebih besar 95%, bila tingkat sterilitasnya lebih kecil dari itu maka dianggap sebagai galur yang tidak stabil. Tabel 7 Status sterilitas malai beberapa galur mandul jantan padi Galur Mandul Jantan IR58025A
Jumlah sampel 75
Sterilitas malai (%) Rata-rata* Kisaran 98.7 ± 1,59 86.3 – 100,0
IR62829A
75
99.8 ± 0,64
95.9 – 100,0
IR68897A
75
99.9 ± 0,37
97.5 – 100,0
Keterangan : *) x ± sd
Gabah isi masih ditemukan pada beberapa malai dari tiap mandul jantan yang diuji. Gabah isi menunjukkan bahwa peluang terjadinya penyerbukan sendiri masih ada. Tanaman digolongakan sebagai tanaman fertil bila masih ditemukan adanya gabah isi pada malai yang dihasilkan. Pada populasi tanaman yang diamati, galur mandul jantan IR58025A , IR62829A
dan IR68897A
menunjukkan tanaman fertil berturut-turut sebesar 4%, 8%, 2.7% (Tabel 8). Persentase tanaman fertil tertinggi ditunjukan oleh galur mandul jantan IR62829A yang merupakan tetua GMJ untuk Hipa 6 dan terendah pada IR68897A (GMJ untuk Hipa 10). Tingkat fertilitas dari galur mandul jantan,selain dilihat dari populasi juga diamati pada tingkat individu malai. Persentase gabah isi per malai dihitung hanya pada malai yang fertil. Pada IR58025A nilai rata-rata gabah isi per malai masih tinggi, yaitu 5.5% dan masih terdapat individu tanaman
32
yang menghasilkan gabah isi per malai hingga 13.6 %. Untuk IR62829A dan IR68897A rata-rata persentase gabah isi per malai yang dihasilkan cukup rendah, yaitu masih di bawah 3%. Kisaran gabah isi per malai nya pun masih dibawah IR58025A . Tabel 8 Rata-rata persentase fertilitas beberapa galur mandul jantan padi. Galur Mandul Jantan
Tanaman Fertil (%)
Gabah isi/malai* (%)
Kisaran gabah isi/malai* (%) 0.6-13.6
IR58025A
4.0
5.5
IR62829A
8.0
2.1
1.1- 4.1
IR68897A
2.7
2.3
2.1- 2.4
Ket : *)persentase gabah isi hanya dihitung dari malai fertil yang ditemukan
Tanaman dianggap sebagai tanaman fertil bila terdapat gabah isi pada malai yang dihasilkan. Galur mandul jantan yang digunakan dalam produksi benih padi hibrida seharusnya menghasilkan 100% malai yang mandul pada satu rumpun tanaman. Adanya gabah isi berpotensi menghasilkan gabah isi pada galur mandul jantan generasi berikutnya dan menyebabkan kontaminasi pada proses produksi benih F1 hibrida. Dalam kegiatan produksi benih, kegiatan pemurnian perlu dilakukan untuk mendapatkan galur mandul jantan yang baik dimana tingkat sterilitasnya mencapai 100%. Pada kegiatan pemurnian dilakukan quality control pada galur mandul jantan. Proses quality control yang dimaksud adalah dilakukan penyungkupan minimal pada dua malai kemudian diamati gabah isi per malainya. Individu tanaman yang masih menghasilkan gabah isi, tidak digunakan untuk kegiatan produksi benih. Untuk mempertahankan kemurnian dari galur mandul jantan, metode terbaik yang digunakan adalah dengan melakukan silang balik berkelanjutan yang dilakukan secara manual (Youssef 2011). Uji Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida Menjaga kebenaran dan keseragaman varietas merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan mutu padi hibrida, oleh karena itu uji kemurnian benih sangat dibutuhkan sebelum benih tersebut didistribusikan dan ditanam secara luas. Identifikasi varietas menjadi sangat penting bila dikaitkan dengan perlindungan varietas tanaman dan hak kekayaan intelektual. Teknologi marka molekuler dapat menjadi dukungan yang kuat bagi pemulia dan
33
perusahaan penghasil varietas karena dapat menyediakan identifikasi atau bukti yang diakui secara hukum. Oleh karena itu diperlukan marka-marka yang dapat mengidentifikasi kebenaran dan kemurnian dari suatu varietas. Identifikasi kebenaran suatu genotipe tanaman dengan menggunakan marka yang tidak terpaut merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai kemurnian benih hibrida dan satu penanda yang polimorfik sudah cukup untuk pengujian kemurnian benih (Yashitola 2002) Sifat marka SSR yang polimorfis dapat mendeteksi individu yang heterozigot, karena sifatnya itu maka marka SSR dapat digunakan untuk pengujian kemurnian genetik benih padi hibrida. Saat alel polimorfis dapat terditeksi antara tetua hibrida yaitu galur mandul jantan (A) dan restorernya (R), maka diharapkan kedua alel tersebut akan muncul pada pada individu F1 hibridanya. Pada penelitian ini uji kemurnian benih dilakukan menggunakan dua hibrida yaitu Hipa 6 dan Hipa 7. Pengujian dilakukan pada sampel individu tanaman muda yang diambil dari petak pertanaman di lapang. Marka RM346 digunakan untuk uji kemurnian genetik Hipa 6 dan RM206 untuk Hipa 7. Marka tersebut digunakan karena sifatnya yang polimorfis untuk tetua hibrida Hipa 6 dan Hipa 7. Terdapat beberapa marka yang polimorfis yang dapat membedakan galur tetua Hipa 6, dan untuk uji kemurnian benih dipilih marka RM346. Pemilihan marka RM346 dikarenakan polimorfisme cukup jelas terlihat pada tetua (antara GMJ dan restorer-nya) (Gambar 5a) dibandingkan marka yang lain (RM570 dan RM206). Marka tersebut menghasilkan satu pita pada masing-masing tetua sehingga akan lebih mudah membedakannya pada uji kemurnian benih. Marka RM 206 dipilih untuk uji kemurnian benih Hipa 7, karena marka tersebut merupakan marka yang polimorfis dan merupakan marka yang spesifik untuk Hipa 7. Marka RM335 tidak digunakan untuk uji kemurnian benih karena walaupun polimorfis antara tetua Hipa 6 dan Hipa 7, tetapi marka tersebut tidak dapat membedakan antara Hipa 6 dan Hipa 7. Galur mandul jantan dan restorer dari Hipa 6 dan Hipa 7 teramplifikasi pada jarak yang sama. Hasil pengujian molekuler dengan menggunakan marka RM346 pada 40 individu hibrida Hipa 6 menunjukkan 33 individu tanaman menghasilkan pita heterozigot dan tujuh individu tanaman menghasilkan pita homozigot (Gambar 7 dan 8). Individu yang memiliki pita homozigot adalah individu nomor 2, 3, 12,19, 21, 33 dan 38. Individu-individu tanaman tersebut merupakan campuran karena
34
tidak memiliki ke edua pita ya ang berasall dari dua tetua t pembentuknya. Tujuh T individ du tanaman yang menghasilkan pita a homozigott, dua tanam man memilikki pita yang identik deng gan tetua galur mandul jantan (A) ya aitu individu nomor 2 da an 38 dan lim ma tanaman n memiliki pita identik de engan tetua jantan atau restorer-nya (R) yaitu pada p individu u nomor 3, 12, 1 19, 21 da an 33.
L
1 2 2
3 4 5
6
7 8 9 10 1 11 12 12 13 14 15 166 17 18 19 R
L 20 21 222 23 24 25 26 2 27 28 29 330 31 32 33 34 3 35 36 37 38 39 40 A
Gamb bar 7 Hasil uji u kemurnian n benih Hipa a 6 dengan menggunaka m an RM346 pada media m elektrroforesis gel agarose 3 %
L 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 13 14115161718 19202112223 2425 2627 2829 30 313233343536 3738 39440 A R
Gam mbar 8 Has sil uji kemurrnian benih Hipa 6 den ngan mengg gunakan RM M346 pad da media ele ektroforesis g gel polyakrilamid
E Evaluasi
kemurnian k
genetik
di
lapang
(grow-out
test)
dilakkukan
berdassarkan kara akter morfologi. Hasil p pengamatan n morfologi mengidentiffikasi
35
campuran varietas lain pada tanaman nomor 1, 2, 3, 12, 19 ,37 dan 38 (Tabel 9). Terdapat perbedaan antara hasil uji laboratorium dengan marka SSR dengan identifikasi varietas campuran berdasarkan pengamatan morfologi di lapang. Tabel 9 Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian genetik menggunakan SSR dan grow out test pada Hipa 6 Uji Kemurnian
Jumlah sampel
Tanaman campuran (%)
Nomor sampel
SSR
40
17,5
2, 3, 12, 19, 21, 33, 38
Grow out test
40
17,5
1, 2, 3, 12, 19, 37, 38
Persentase tanaman campuran pengujian SSR dengan grow out test memiliki nilai yang sama yaitu 17,5%. Sebagian besar individu yang dikenali sebagai campuran, sama antara SSR dan grow out test. Individu tanaman tersebut adalah sampel nomor 2, 3, 12, 19 dan 38. Hasil berbeda didapatkan pada beberapa nomor sampel yaitu pada tanaman nomor 1, 37, 21 dan 33. Individu nomor 1 dan 37 (Gambar 9) yang diidentifikasi sebagai campuran di lapang ternyata bukan merupakan campuran pada hasil pengujian dengan marka SSR RM346. Individu tersebut memiliki dua pita polimorfis yang menandakan tetua Hipa 6 (Gambar 7 dan 8). Pada pengamatan grow out test individu 1 dan 37 dikategorikan sebagai tanaman campuran karena memiliki jumlah anakan yang lebih sedikit, tinggi tanaman yang lebih rendah dan warna daun yag sedikit lebih gelap dibandingkan tanaman Hipa 6. Sedikitnya jumlah anakan menyebabkan tampilan tanaman terlihat lebih kompak sehingga tanaman dianggap sebagai campuran. Rincian mengenai penyimpangan karekter pada tanaman-tanaman yang dikategorikan sebagai campuran dapat dilihat pada Tabel 10 Individu nomor 21 dan 33 menunjukan hal sebaliknya. Tanaman tersebut di lapang tidak dikategorikan sebagai campuran, ternyata tidak memiliki dua pita yang merupakan identitas dari tetua hibrida. Tanaman nomor 21 dan 33 yang merupakan campuran varietas lain, memiliki penampilan morfologi mirip dengan Hipa 6. Pada uji SSR individu tanaman nomor 21 dan 33 memiliki pita yang identik dengan restorer Hipa 6, tetapi belum dapat dipastikan bahwa tanaman tersebut adalah restorer. Marka RM346 merupakan marka yang polimorfis untuk tetua Hipa 6 tetapi marka tersebut monomorfis dengan galur tetua lain yang
36
digunakan pada penelitian ini. Sehingga dapat saja tanaman nomor 21 dan 33 yang menurut hasil SSR pitanya identik dengan restorer Hipa 6 adalah tanaman varietas lain yang pitanya tidak dapat dibedakan dengan restorer bila menggunakan marka RM346. Tabel 10 Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 6 Nomor sampel
Penyimpangan karakter
1
Tanaman lebih pendek, anakan lebih sedikit, tanaman lebih kompak
2
Terdapat malai hampa, lebih rentan terhadap hama
3
Warna merah pada ujung gabah, tanaman sedikit lebih menyebar
12
Umur berbeda lebih dalam, warna daun lebih tua
19
Tanaman lebih tinggi, anakan sedikit, warna daun lebih muda, umur lebih dalam
37
Tanaman lebih pendek, anakan lebih sedikit, tanaman lebih kompak
38
Tanaman lebih pendek dan kompak, lebih rentan terhadap hama dan penyakit
1
HIPA 6 (a)
37
HIPA 6 (b)
Gambar 9 Identifikasi tanaman nomor 1 dan Hipa 6 (a); Tanaman nomor 37 dan Hipa 6 (b). Tanaman nomor 1 dan 37 yang diidentifikasi sebagai campuran ternyata bukan campuran menurut uji laboratorium Beberapa tanaman lain memperlihatkan penyimpangan karakter yang cukup jelas seperti pada tanaman nomor 19. Tanaman tersebut memiliki jumlah
37
anakan yang jauh lebih sedikit, perbedaan tinggi tanaman dan warna daun. serta umur berbunga yang jauh lebih dalam. Tanaman nomor 3 tidak menunjukkan tampilan yang berbeda jauh pada pertumbuhan tanaman. Perbedaan baru terlihat pada pengamatan generatif akhir dimana terdapat warna merah pada ujung gabah.
CVL
HIPA 6
Gambar 10 Identifikasi tanaman nomor 19 (kiri) dan Hipa 6 (kanan). Tanaman 19 diidentifikasi sebagai campuran pada uji kemurnian di laboratorium dan di lapang Polimorfisme antar tetua HIPA 7 yang dihasilkan oleh marka RM206 pada gel agarose 3%
berjarak cukup dekat sehingga pita heterozigot sulit dilihat
sebagai dua pita yang terpisah. Identifikasi pita homozigot dilakukan dengan melihat pendaran yang lebih tipis dan diidentifikasi sebagai pita homozigot. Individu-individu tanaman yang bukan hibrida diindikasikan oleh tanaman nomor 4, 14,15, 23 dan agak meragukan pada no 29 (Gambar 11).
L 1 2 3
22
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1414 15 16 17 18 19 20 21
23 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 A R L
Gambar 11 Uji kemurnian benih Hipa 7 dengan menggunakan marka RM206 pada gel agarose 3 %.
38
E Elektrofores sis
dengan
menggunakan
g gel
polyakkrilamid
d dapat
mengidentifikasi in ndividu homozigot yaitu pada tanam man nomor 4 4, 14, 15, 23 3 dan P tanam man nomor 29 yang sebelumnyya agak m meragukan pada 29. Pada pemisahan denga an gel Agarrose 3% terrlihat lebih jelas pada gel g polyakrillamid bar 12). Tan naman terse ebut bukan m merupakan hibrida h karena tidak memiliki (Gamb pita da ari galur res storer. Dari lima l tanama an homozigo ot yang diide entifikasi dengan mengg gunakan ma arka RM206 6, tiga tanaman identikk dengan piita galur ma andul jantan (A) yaitu individu nom mor 4, 15 dan 29. Du ua tanaman n identik dengan restore er (R) yaitu u individu nomor 14, d dan 23. Kem mampuan deteksi d pada a gel polyakkrilamid lebih h baik diban ndingkan de engan menggunakan ag garose 3% (A Azrai 2007),, dimana produk PCR yang sebe elumnya did deteksi seba agai monom morfis tampa ak polimorfiss setelah me enggunakan n gel polyakkrilamid. Ting gkat resolussi gel polyakkrilamid leb bih tinggi dibandingka an gel aga arose, makka gel ters sebut memp punyai kema ampuan lebih besar unttuk mendete eksi sejumla ah alel per lokus l diband dingkan dengan gel aga arose (Makau ulay et al. 20 001).
1 2 3
4
5 6 7 8 9 10 11 12 1314
15
1 1617 18 19 20 21 222 23 24 25 26 27288
293031 32 33 34 35 36 37 38 39 40 A R L
Gam mbar 12. Uji kemurnian k b benih Hipa 7 dengan me enggunakan marka RM2 206 pada a gel polyakrrilamid P Perbandinga an identifika asi tanaman campuran antara a hasil uji SSR dengan grow-o out test pada a Hipa 7 dap pat dilihat pa ada Tabel 11 1. Individu yyang diidentiffikasi sebagai campuran n pada grow w-out test adalah tanam man sampel nomor 1, 4, 4 14, 3, 29 dan 34 4. Terdapat perbedaan p a antar penilaian tanaman n campuran pada 15, 23 SSR dan d grow-ou ut test yaitu pada tanam man nomor 1 dan 34. Ta anaman nom mor 1 dan 34 yang diide entifikasi se ebagai camp puran berdasarkan iden ntifikasi morffologi ata merupakkan hibrida berdasarkan n uji SSR. Penampilan n morfologi pada ternya kedua a tanaman te ersebut lebih kompak, a anakan lebih h sedikit sertta pada tana aman nomorr 1 waktu berbunganya a lebih dalam m sekitar 2 hari dari ra ata-rata tana aman
39
yang ada pada pertanaman. Penyimpangan karakter dari tanaman-tanaman yang dinilai sebagai campuran pada grow-out test dapat dilihat pada Tabel 12 Tabel 11 Identifikasi tanaman campuran pada uji kemurnian dengan SSR dan grow out test pada Hipa 7 Uji Kemurnian
Jumlah sample
Tanaman campuran (%)
Nomor sampel
SSR
40
12,5
4, 14, 15, 23, 29
Grow out test
40
17,5
1, 4, 14, 15, 23, 29, 34
Beberapa tanaman campuran memiliki penyimpangan morfologi yang cukup jelas dan dengan mudah dapat diidentifikasi. Tanaman nomor 14 memiliki ukuran tinggi tanaman dan lebar daun yang jelas berbeda dibandingkan Hipa 7 (Gambar 13). Pada beberapa tanaman yang diidentifikasi memiliki pita identik dengan galur mandul jantan memiliki malai-malai yang hampa pada rumpun tanamannya. tanaman tersebut adalah individu nomor 4, 15 dan 29 Tabel 12 Penyimpangan karakter pada tanaman sampel yang dinyatakan sebagai campuran pada grow out test Hipa 7 Nomor sampel
Penyimpangan karakter
1
Tanaman lebih kompak, umur berbunga lebih dalam
4
Biji hampa, parsial streril
14
Tanaman lebih tinggi, daun lebar, diameter batang lebih tebal
15
Terdapat malai steril, tanaman lebih kompak, (regestan)
23
Umur berbunga lebih dalam, tanaman lebih kompak,
29
Tanaman lebih kompak, anakan lebih sedikit,
34
Tanaman lebih kompak, anakan lebih sedikit,
Persentase tanaman campuran pada SSR lebih rendah dibandingkan grow-out test (Tabel 11). Dua tanaman yang dinilai sebagai campuran berdasarkan pengamatan morfologi, pada hasil elektroforesis terlihat memiliki pita-pita DNA yang berasal dari dua tetua pembentuk hibrida. Penilaian uji kemurnian dengan menggunakan marka SSR dinilai lebih akurat karena pangamatan yang dilakukan tidak bersifat subjektif dan jelas dapat mendeteksi apakah tanaman tersebut benar memiliki pita yang berasal dari tetua pembentuknya.
40
CVL
Hipa 7 CVL (a)
Hipa 7 (b)
Gambar 13 Indentifikasi tanaman campuran nomor 14 (kiri) dan Hipa 7 (a), perbandingan ukuran dan lebar daun antara campuran dengan Hipa 7 (b)
1
2
3
4
Gambar 14. Campuran dari tanaman parsial steril atau parsial fertil, malai 1, 2 fertil dan malai 3 steril (hampa). Malai 1,2,3 diambil dari satu rumpun tanaman yang sama. Malai no 4 adalah galur mandul jantan.
Hasil uji kemurnian varietas pada Hipa 6 dan Hipa 7 menunjukkan bahwa penilaian secara morfologi bersifat subjektif dan sangat dipengaruhi pada kondisi lingkungan. Penampilan bentuk tanaman dikendalikan oleh sifat genetik tanaman
41
di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan (Sitompul & Guritno 1995). Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan morfologi tanaman antara lain iklim, suhu, jenis tanah, kondisi tanah, ketinggian tempat, dan kelembaban. Apabila faktor lingkungan lebih kuat memberikan pengaruh maka akan terjadi variasi pada morfologi tanaman. Pengalaman dan tingkat keahlian dari petugas pemeriksa pertanaman juga menjadi suatu hal yang sangat penting pada akurasi penilaian pada grow-out test. Pengujian dengan SSR dapat mendeteksi campuran-campuran yang sangat mirip secara morfologi dan membedakannya secara jelas dalam hasil elektroforesis. Beberapa tanaman yang terserang hama penyakit dan berakibat pada perubahan penampilan fisik dan menimbulkan kerancuan pada grow out test, dapat dengan jelas dikenali kebenarannya menggunakan uji kemurnian dengan SSR. Penilaian yang tidak tepat dalam uji kemurnian benih di lapang dapat menyebabkan kerugian besar pada produsen benih. Kerugian tersebut disebabkan oleh tidak akuratnya dalam penilaian tanaman campuran. Tanamantanaman yang dinilai sebagai tanaman campuran, dapat saja berbeda secara kasat mata karena dipengaruhi oleh pemupukan dan serangan hama penyakit bukan karena merupakan campuran. Hasil penilaian yang tidak akurat ini dapat berakibat pada tingginya persentase jumlah tanaman campuran dan dapat menyebabkan tidak lulusnya lot benih dalam proses sertifikasi. Pita Tambahan pada Uji Kemurnian Benih dengan Menggunakan Marka SSR Hasil uji kemurnian benih di laboratorium dengan menggunakan marka molekuler, menunjukkan terbentuk pita tambahan yang bukan merupakan pita spesifik dari tetua padi hibrida. Pita tambahan tersebut terlihat pada hasil elektroforesis dengan menggunakan gel polyakrilamid (Gambar 8 dan 12). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Hashemi et al. (2009) dan Xin et al. (2005) dimana muncul pita tambahan pada F1 hibrida padi yang diuji. Pada tanaman F1, adanya pita tambahan diduga terbentuk akibat pergerakan yang lebih lambat dari pita-pita yang berasal dari kedua tetuanya. Diasumsikan bahwa pita-pita tersebut masih berupa pita yang heteroduplex. Heteroduplex merupakan molekul DNA untai-ganda (double strain) yang terbentuk diantara dua alel yang berbeda, oleh sebab itu maka terjadi
42
ketidakcocokan (Perez et al. 1999).
Heteroduplex juga dapat terjadi akibat
adanya penyimpangan, struktur yang rusak akibat adanya gelembung atau tonjolan pada bagian yang tidak cocok tersebut dan menyebabkan pergerakan yang lebih lambat pada gel elektroforesis bila dibandingkan molekul homoduplex (Kozlowski & Krzyzosiak 2001). Lambatnya pergerakan terjadi akibat adanya perubahan (insersi atau delesi) pada salah satu untai DNA double helix dan menimbulkan gelembung pada sisi tersebut. Pita tambahan yang mucul merupakan bukti dari sifat kodominan dari marka tersebut (Wu et al. 2002). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan dengan marka dan tanaman yang berbeda diantaranya marka RAPD kodominan pada kedelai (Zeng et al 2003), padi (Wu et al. 2002), hibrida krisan (Huang et al. 2000) dan marka SSR pada jagung (Heckenberger et al. 2002). Keberadaan dari DNA heteroduplex yang bergerak lebih lambat ini, berguna untuk menditeksi individu heterozigot. Karakter Morfologi Tanaman Hipa 6 dan Hipa 7 Saat ini varietas-varietas padi yang dilepas memiliki tingkat kemiripan yang cukup tinggi sehingga cukup sulit untuk membedakan antar varietas hanya berdasarkan deskripsi umum dari tanaman. Ciri morfologi yang sering digunakan sebagai pembeda kultivar padi adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, warna batang, warna daun, permukaan daun, jumlah gabah permalai, bentuk gabah, warna gabah, dan permukaan gabah. Selain itu karakter pembungaan dapat juga dapat dijadikan karakter pembeda pada varietas-varietas padi (Wet et al. 1986) Deskripsi varietas untuk tanaman Hipa 6 dan Hipa 7 telah ada (Lampiran 5 dan 6) akan tetapi karakterisasi yang dilakukan belum mengikuti sejumlah karakter untuk pengujian individual kebaruan, keunikan dan keseragaman tanaman padi. Karekterisasi yang belum mengikuti standar dapat menyebabkan kerancuan dalam penilaian suatu varietas. Untuk karakter-karakter kualitatif klasifikasi sebaiknya mengikuti varietas contoh yang telah ditetapkan (PPVT 2010). Adanya varietas contoh akan sangat membantu untuk mengklasifikasikan karakter-karakter yang dimaksud. Beberapa kerancuan yang yang mungkin timbul salah satunya pada warna gabah. Pada deskripsi varietas, Hipa 6 memiliki warna gabah kuning jerami dan Hipa 7 berwarna kuning. Bila diamati secara visual antara Hipa 6 dan Hipa 7
43
t tidak memiliki warna gabah g yang berbeda ke eduanya be erwarna kun ning jerami ( (Gambar 15 5). Karakterr warna telin nga daun yang y ada pa ada deskrip psi varietas d dideskripsika an berbeda yaitu tidak berwarna untuk u Hipa 6 dan berw warna hijau u untuk Hipa 7. 7 Secara pe enilaian visu ual, warna te elinga daun menunjukka an karakter w warna yang sama yaitu warna hijau dan tidak terdapat anto osianin (Gam mbar 16).
Gambar 15 5 Gabah pad da Hipa 6 (kkiri) dan Hipa a 7 (kanan)
Ga ambar 16 Te elinga daun pada Hipa 6 (kiri) dan Hipa H 7 (kanan n) enalan Penge
atau u
identifika asi
varietass
adalah
suatu
tek knik
untuk
m menentukan n apakah yang y dihad dapi tersebu ut adalah benar varie etas yang d dimaksudka n (true to tyype). Karakte erisasi secarra lengkap d dan lebih spesifik akan s sangat mem mbantu bila terjadi kecu urigaan adanya campurran pada pe ertanaman. P Penilaian te erhadap suatu varietas tidak hanya a bisa dibedakan oleh pemulianya p s saja tetapi juga harus dapat d dibeda akan secara a objektif. Be eberapa karrakter yang t tidak termas suk dalam deskripsi d va arietas telah diamati. Ka arakter terse ebut terdiri d karakter kualitatif da dari an kuantitaiff (Tabel 13 dan d 14).
44
Tabel 13 Deskripsi beberapa karakter kualitatif padi hibrida Hipa 6 dan Hipa 7 No Karakter 1 2
Koleoptil Warna anthocyanin
4
5 6
Hipa 7
Tidak berwarna
Tidak berwarna
Hijau Ada. Cleft (berlekuk) Tidak berwarna
Hijau Ada Cleft (berlekuk) Tidak berwarna
Putih
Putih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tida ada
Kuning Jerami
Kuning Jerami
Putih kekuning Kuning jerami Hanya diujung malai
Putih kuningan Kuning jerami Hanya diujung malai
Kuat Kuning Jerami
Sedang Kuning Jerami
Agak terkulai Ada, kuat
Agak terkulai Ada, kuat
Agak tegak
Agak tegak
Muncul Sedang
Muncul – muncul sempurna Sedang
Kuning jerami
Kuning jerami
Ada, Gelap Ramping/panjang
Ada, Gelap Ramping/panjang
Daun Leher daun (Collar) Lidah daun (Ligula) Bentuk, Warna
3
Hipa 6
Anak Bunga (Spikelet): Warna putik (stigma) Batang Warna anthocyanin pada buku Warna anthocyanin pada ruas Lemma Steril Warna Malai : a. Bulu ujung gabah
Warna (pengamatan awal) (pengamatan akhir) Distribusi bulu ujung gabah b. Anak bunga: Kepadatan rambut pada lemma Warna c. Karakternya terhadap batang d. Cabang sekunder perilaku dari cabang malai e. Eksersi (pemunculan malai dari leher malai) 7 Daun : Gejala penuaan (senesens) 8
9
Lema Warna Reaksi dan intensitas pewarnaan phenol Gabah : bentuk
Ket : gambar dari beberapa karakter kualitatif dapat dilihat pada Lampiran 11
45
Tabel 14 Deskripsi beberapa karakter kuantitatif padi hibrida Hipa 6 dan Hipa 7 Karakter Lidah daun (cm) Panjang helai daun (cm) Lebar helai daun (cm) Tebal batang (cm) Panjang batang (cm) Leher malai (cm) Panjang malai (cm) Tinggi tanaman (vegetatif) (cm) Tinggi tanaman (generatif) (cm) Lebar gabah (cm) Panjang gabah (cm) Rasio panjang/lebar Panjang lemma steril (cm) Jumlah gabah/malai Panjang bulu (cm)
Hipa 6 Rata-rata Min 2.25 1.30
Max 3.30
Hipa 7 Rata-rata Min Max 2.00 1.40 2.70
61.54 53.00 1.91 1.60 0.69 0.61 65.75 41.00 1.50 (-)2.00 28.54 26.00
81.00 2.20 0.81 75.00 2.50 34.50
73.5 1.60 0.56 70.65 2.61 29.90
56.00 1.40 0.51 57.00 2.10 24.50
96.00 118.00
105.00
93.00 118.00
118.80 103.00 129.00 0.22 0.21 0.24 0.89 0.75 0.98 4.00 3.40 4.60
115.70 0.22 0.89 4.40
101.00 123.00 0.21 0.23 0.88 1.20 3.80 4.50
0.23 0.20 303.00 205.00 0.35 0.18
0.28 242.00 0.93
0.22 0.37 184.00 337.00 0.28 1.70
107.70
0.30 381.00 0.61
83.00 1.80 0.70 77.60 4.50 33.50
Karakter-karakter yang dapat dijadikan penciri tambahan pada Hipa 6 dan Hipa 7 adalah warna koleoptil, bentuk dan ukuran lidah daun, warna putik, warna dan ukuran lemma steril, warna dan ukuran bulu pada ujung gabah, karakter malai terhadap batang, perilaku cabang sekunder, warna lemma dan reaksi lemma terhadap pewarnaan phenol. Dalam mencirikan suatu varietas karakter kualitatif lebih diharapkan dibandingkan dengan karakter kuantitatif.
Karakter
kualitatif keberadaanya lebih jelas, tidak dipengaruhi lingkungan dan bersifat diskrit sehingga mudah dibedakan. Sebaliknya pada karakter kuatitatif sangat dipengaruhi lingkungan, dan bersifat kontinyu. Bila dibandingkan antara Hipa 6 dan Hipa 7 karakter morfologi yang dapat dijadikan pembeda adalah karakter warna daun, eksersi malai, tinggi tanaman dan kepadatan rambut pada lemma. Warna daun pada Hipa 6 hijau tua (skala 3 bagan warna daun) sedangkan untuk Hipa 7 berwarna hijau (skala 2 bagan warna daun) (Gambar 17(a)). Karakter eksersi malai pada Hipa 6 sangat pendek atau tidak memiliki leher malai. Rata-rata ukuran leher malai Hipa 6 adalah 1,51 dengan kisaran -2,00 s/d 2,50 cm. Leher malai pada Hipa 7 keluar sempurna
46
dengan kisaran ukuran 2,00- 4,50 cm. Karakter lain yang dapat membedakan Hipa 6 dan Hipa 7 adalah rambut pada lemma. Pada Hipa 6 rambut pada lemma termasuk lebat sedangkan pada Hipa 7 sedang.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 17. Karakter warna daun Hipa 6 (a) dan Hipa 7 (b) karakter eksersi malai Hipa 6 (c) dan Hipa 7 (d)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Diperoleh tujuh marka SSR yang polimorfis, enam marka diantaranya, yaitu RM206, RM263, RM276, RM346, RM335 dan RM570 dapat membedakan antara masing-masing tetua padi hibrida yang diuji.
2.
Marka mikrosatelit RM346 dapat digunakan untuk pengujian kemurnian benih Hipa 6 dan marka RM206 untuk Hipa 7.
3.
Uji kemurnian benih dengan menggunakan maka SSR terbukti lebih akurat dibandingkan grow out test. Penilaian secara morfologi sangat subjektif terbukti dengan tanaman-tanaman yang dinilai sebagai campuran ternyata merupakan tanaman hibrida pada uji SSR.
4.
Pada populasi galur mandul jantan yang digunakan, masih ditemukan adanya tanaman fertil, tetapi secara keseluruhan tingkat sterilitas malainya masih tergolong tinggi (>95%).
5.
Beberapa karakter baru, dapat digunakan sebagai penciri tambahan untuk kelengkapan deskripsi varietas pada Hipa 6 dan Hipa 7. Karakter tersebut adalah warna koleoptil, bentuk dan ukuran lidah daun, warna putik, warna dan ukuran lemma steril, warna dan ukuran bulu pada ujung gabah, karakter malai terhadap batang, perilaku cabang sekunder, warna lemma dan reaksi lemma terhadap pewarnaan phenol.
Saran
Perlu dicari marka pembeda antara galur mandul jantan dan galur pelestari untuk menjamin kemurnian benih galur mandul jantan pada kegiatan produksi benih padi hibrida. Untuk mendapatkan marka spesifik dari galur mandul jantan dan restorernya perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan marka SSR yang lebih lengkap lagi.
DAFTAR PUSTAKA Azrai M. 2007. Intregasi Gen untuk Lisin dan Triptofan dengan Ketahanan Penyakit Bulai Memanfaatkan Marka Molekular (MAS) dalam Pengembangan Jagung Hibrida. [Desertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Blair MW, Panaud O, McCouch SR. 1999. Inter-simple sequence repeat (ISSR) amplification for analysis of microsatellite motif frequecy and finggerprinting in rice (Oryza sativa L.) Theor. Appl. Genet. 98: 780-792 Boer D. 2007. Keragaman dan struktur genetik populasi jati Sulawesi tenggara bedasarkan marka mikrosatelit. [Desertasi]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Botstein D, White RL, Skolnick M, David R. 1980. Construction of genetic linkage map in man using restriction fragmen lenght polymorphism. Am J. Human Gene. 32: 314-331. Cooke RJ dan Reeves JC. 2003. Plant genetic resources and molecular markers: variety registration in a new era. Plant Genetic Resources. 1 : 81-87. Copeland LO and McDonald MB, 1995. Principles of Seed Science and Technology.Third edition. Chapman and Hall.New York.USA. Desai BB, Kotecha PM, and Salunkhe DK. 1997. Seed Handbook. Biology, Production, Processing and Storage. Marcel Dekker, Inc. New YorkBasel-Hongkong. DeVicente MC, Fulton T. 2003. Using molecular marker technology in studies on plant genetic diversity. www.ipgr.cgiar.org/publication/pubfile.asp ?ID_PUB=912 Direktorat Perbenihan. 2009. Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan. Direktorat Perbenihan. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 173 hal. Emrani H, Aminiria C, Arbabe MAR. 2011. Genetic variation and bottleneck in japanese quail (Coturnix japonica) strain using twelve microsatellite markers. African Jour. of Biotch. 10(20): 4289-4295 Flavel RB. 1980. The molecular characterization and organization of plant chromosomal DNA sequences. Ann. Rev. Plant Phisiol. 31:569-596. Gupta M, Sheperd NS, Bertram I, Saedler H. 1984. Repetitive sequences and their organization on genomic clones of Zea mays. EMBOJ. 3:133-139. Gupta PK, Varshney RK, Prasad M. 2002. Molekular marker : principle and methodology. Di dalam Jain SM, Brar DS, Ahloowalia BS (Eds.) Molecular Techniques in Crop Improvement. p. 9-54.
50
Hamada H, Petrini MG, Kakunaga T, 1982. A novel repeated element with ZDNA forming potential is widely found in evolutionarily diverse eukaryotic genomes. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 79:6465-6469 Hashemi SH, Mirmohammadi-Maibody SAM, Nematzadeh GA, Arzani A. 2009. Identification of rice hybrids using microsatellite and RAPD marker. African Journal of Biotechnology. 8(10): 2094-2101. Heckenberger M, Bohn M, Ziegle JS, Joe LK, Hauser JD, Hutton M, Melchinger AE. 2002. Variation of DNA fingerprints among accessions within maize inbred lines and implication of essentially derived variety : I Genetic and technical source of variation in SSR data. Molecular Breeding. 10:181-191 Hoelzel AR. 1998. Molecular Genetic Analysis of Population. A Practical Approach. Second Edition. Oxford University Press. New York Huang SC, Tsai CC, Sheu CS. 2000. Genetic analysis of chrysanthemum hybrid based on RAPD molecular marker. Botany Bulletin Acad. Sin.41:257-262 [IRRI] International Rice Research Institut. 2011. Degree of male sterility of male strerile lines. Rice Knowlege Bank.
.(Retrieved : February 2011) [ISTA} The International Seed Testing Association. 2008. International Rules for Seed Testing. Edition 2008. Verification of species and Cultivar. 8.1-8.11. Jiang S, Huang C, Zhang X, Wang J, Chen W, Xu Z. 2010. Development of a highly informative microsatellite (SSR) marker framework for rice (Oryza sativa) genotyping. Agri. Sci. in China 9(12):1697-1704 Karp
A, and Edwards K. 1998. DNA markers: a global overview. Di dalam Caentano-Anolles and P.M. Gresshoff (Eds.), DNA markers: Protocol, Application and overviews, p 1-14. Wiley-VCH, New York.
Kasim F, dan Azrai M. 2004. Ulasan pemuliaan tanaman dengan bantuan marka molekular. Lokakarya Teknik Dasar Molekular Untuk Pemuliaan Tanaman, Bogor 19-23 Juli 2004. Maros Balai Penelitian Serealia. Kozlowski P, Krzyzosiak WJ. 2001. Combined SSCP/duplex analysis by capillary electroforesis for more efficient mutation detection. Nucleic Acids Research 29(14):1-14 Liu L, Wang Y,Gong Y, Zhai X, Yu F, Shen H. 2006. Genetic purity test of F1 hybrid tomato using molecular marker analysis. XXVII International Horticulture Congress-IHC2006. International Symposium on Seed Enhancement and Seedling Production Technology. ISHS Acta Horticulture771. http://www.actahort.org/members/ . Liu LW, Wang Y, Gong YQ, Zao TM, Liu G, Li XY, Yu FM. 2007. Assesment of genetic purity of tamato (Lycopercicum esculentum L.) hybrid using molecular marker. Scientific Horticulture. 115 : 7-12.
51
Macaulay ML, Ramsay L, Powell W, Waugh R. 2001. A representative highly informative, ‘genotyping set’ of barley SSRs. Theory Application Genetic 102:801-809 Maesang N, Ranamukhaarachchi SL, Petersen MJ and Andersen SB. 2001. Soybean cultivar identification and genetic purity analysis using microsatellite DNA marker. Seed Science and Technology. (29) p : 637645. Mao CX, Virmani SS dan Kumar I. 1996. Technological innovations to lower the cost of hybrid rice seed production. p 111-128. Di dalam Virmani SS et al.Advance in hybrid rice thechnology. Proc. Third Intl. Symp. on Hybrid rice. Directorate of Rice Research. Hyderabad. India. Mao CX. and Virmani SS. 2003. Opportunities for and challenges to improving hybrid rice seed yield and seed purity. Di dalam: Virmani SS, Mao CX and Hardy B. (ed). Hybrid Rice for Food Security, Poverty Alleviation, and Environment Protection: 85-95. McCouch SR, Kochert G, Yu ZH, Wang ZY, Kush GS, Coffman WR, Tankskley SD. 1988. Molecular mapping of rice chromosomes. Theor. Appl. Genet. 76: 815-529 McCouch SR, Teytelman L, Xu Y, Lobos KB, Clare K, Walton M, Fu B, Maghirang R, Li Z, Xing Y, Zang Q, Kono I, Yano M, Fjellstrom R, Declerck G, Schnieder D, Cartinhour S, Ware D, Stein I. 2002. Development and mapping of 2240 new SSR marker for rice (Oryza sativa L.). DNA Research.9:257-279 Melchinger AE, Gumber RK. 1998. Overview of heterosis and heterotic groups in agronimic crops. Conceps and Breeding on Heterosis in Crop Plants. CSSA Special Publication no. 25: 29-44. Moeljopawiro S. 2007. Marka mokrosatelit sebagai alternatif uji BUSS dalam perlindungan varietas tanaman padi. Zuriat.18 (2): 129-138. Moritz C, Hillis DM. 1996. Molecular systematic: contecx and controversies. p113. Di dalam Hillis DM, Moritz C, Mable BK. (Eds.). Molecular Systematic 2nd edition. Sutherland, Massachusetts. Sinauer. 655p. Mulya SH, Satoto, Wardana P, Setyono A. 2010. Studi peran kelembagaan dan sistem perbenihan dalam pengembangan padi hibrida. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Buku 3. hal : 1125-1143. [OECD]. The Organization for Economic Co-operation and Development 2004. OECD Seed Schemes, Part II. : Rules and Direction of The Seed Schemes. http://www.oecd.org/agr/seed (Retrieved: June 2004) Pabedon MB, Mejaya MJ, Subandi, Dahlan M. 2005. Sidik jariempat varietas jagung hibrida beserta tetuanya berdasarkan marka mikrosatelit. Zuriat. 16 (2) :192-200.
52
Pabedon MB, Mejaya MJ, Aswidinnoor H, Koswara J. 2009. Korelasi antara jarak genetik inbrida dengan penampilan fenotipik hibrida jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 28(2): 69-77. Panaud O, Chen X, McCouch. 1996. Developement of microsatelite marker and characterization of simple sequence lenght polymorphism (SLLP) in rice (Oryza sativa L.). Mol. Gen. Genet. 252: 597-607 Pannuthurai S, Virmani SS, Vergara BS. 1984. Comparative studies on the growth and grain yield of sime F1 rice (Oriza sativa L) hybrida. Philip. J. Crop Sci. g(3): 183-193 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 39/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina Perez JA, Maca N, Larruga JM (1999) Expanding informativeness of microsatellite motift through the analysis of heteroduplexes: a case applied on Solanum tuberosum. Theory Application Genetic. 99: 481-486. Powell W, Morgante M, Andre C, Hanafey M, Vogel J, Tingey S, Raflaski A. 1996. The comparison of RFLP, RAPD, AFLP and SSR (microsatellite) markers for germplasm analysisi. Mol. Breeding.2: 225-238. [PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2010. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Kaunikan, Keseragaman dan Kestabilan Tanaman Padi. Departemen pertanian. Rafalski JA, Vogel JM, Morgante M, Powell W, Andre C, and Tingey SV. 1996. Generating and using DNA markers in plants, p. 75–134. Di dalam B. Birren and E. Lai (eds.). Nonmammalian Genomic Analysis. A practical guide. Academic, San Diego. Rajesh MK, Arunachalam V, Nagarajan P, Lebrun P, Samsudeen K, Thamban C. 2008. Genetic survey of 10 Indian coconut landraces by simple sequence repeats (SSRs). Scientica Horticulture 118: 282–287 Rohrer GA, Alexander LJ, Keele JW, Smith TP, Beatie CW, 1994. A microsatellite linkage map of the procine genome. Genetics. 136: 231245. Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT. Gramedia Widiaasarana Indonesia. Jakarta. Satoto, Suprihatno B. 2008. Pengembangan padi hibrida di indonesia. Iptek Tanaman Pangan 3( 1) : 27-40. Senior ML, Chin ECL, Lee M, Smith JSC, Stuber CW. 1996. Simple sequence repeated marker developed from maize sequence found in gene bank database: map construction. Crop Science. 36:1676-1683
53
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Smith JSC , Smith OS. 1992. Fingerprinting Crop Varieties. Advance in Agronomy 47: 85-140 Smith JSC, Chin ECL, Shu H, Smith OS, Wall SJ, Senior ML, Mitchel SE, Kresovich S, Ziegle J. 1997. An Evaluation of the utility of SSR loci as molecular markers in maize (Zea mays L.): comparition with data from RFLPS and pedigree. Theor Appl Genet 95:163-173. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2003. SNI 01-6233.2.2003. Benih Padi-Bagian 2 :Kelas Benih Dasar (BD); SNI 01-6233.3.2003. Benih Padi-Bagian 3 :Kelas Benih Pokok (BP) : SNI 01-6233.4.2003. Benih Padi-Bagian 4 :Kelas Benih Sebar (BR). ICS 65.020.20. Badan Standarisasi Nasional Stafne ET, Clark JR, Weber CA, Graham J, Lewers KS. 2005. Simple sequence repeat (SSR) marker for genetic mapping of raspberry and blackberry. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 130(5): 1-7. Tamilkumar P, Jerlin R, Senthil N, Ganesan KN, Jeevan RJ, Raveendran. 2009. Fingerprinting of rice hybrid and their parental lines using microsatelite marker and their utilization in genetic purity assesment of hybrid rice. Rice Journal of Seed Science 2(3): 40-47. Tsegaye ST, Tesemma T, Gelay. 1996. Relationships among tetraploid wheat (Triticum turgidum L.) lanrace populations revealed by isozyme markers and agronomic trails. Theor. Appl. Genet. 93: 600-605 Undang Undang No. 12 tahun 1992. Tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478). Undang Undang No. 29 tahun 2000. Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4043). [UPOV] The International Union for the Protection of New Varieties of Plants 2002. General Introduction to the Examination of Distinctness, Uniformity and Stability and Development of Harmonized Descriptions of New Varieties of Plant. TG/1/3. Geneva USDA-ARS. 2003. Development and utilitation of simple sequence repeate (SSR) molecular markers for the improvement of alfafa and related species. 2003 Anual Report. Verma MM. 1996. Procedures for grow-out test (GOT). Seed Technology. Newsleter. 26 :1-4 Virmani, S.S. 1994. Heterosis and Hybrid Rice Breeding. IRRI, Los Banos. Philippines. 162 pp
54
Virmani SS, Viraktramat BC, Casal CL, Toledo RS, Lopez MT, Manalo JO. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual : Heterosis Breeding and Hybrid Rice. IRRI, Los Banos, Philippines. Virmani SS, Siddiq EA, Muralidharam K. 1998. Advance in hybrid rice technology. Proceeding of 3rd International Symposium on Hybrid Rice 1416 Novembaer 1996. Hyderabad, India. Virmani SS, Sun ZX, Mou TM, Ali AJ, Mao CX. 2003. Two-Lines Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI, Philippines. 88p. Wahyuni S, Mulsanti IW, Daradjat AA, Sudibyo, Lilis M, Yunani N. 2008. Identifikasi penciri spesifik dan uji BUSS beberapa varietas padi. Laporan akhir tahun, DIPA 2008. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. Walbot V, Golberg R. 1979. Plant genome organization and its relationship to classical plant genetics. Di dalam : Hall TC, Davies JW (eds.). Nucleic Acid in Plant. CRC Press Boca Raton Ann Arbor London. Tokyo. Weir BS, 1996. Genetic data analysis II. 2nd ed. Sinauer Associates, Inc., Sunderland Weising K, Nybon H, Wolff K, Mever W.1995. DNA Finger Printing in Plants and Fungi. CRC press. Boca Raton Ann Arbor London. Tokyo Wet JMJD, Harlan JR, Brink DE. 1986. Reality of Infraspecific taxonomic units in domesticated cereals Di dalam Styles BT. (ed). Infraspecific Classification of Wild and Cultivated Plants. New York : Oxford University Press. pp: 210-222. Wu JY, Wu HK, Chung MC. 2002. Co-dominant RAPD marker closely linked with two morphologycal genes in rice (Oryza sativa L). Botany Bulletin Acad. Sin. 43:171-180 Wu KS, Tanksley SD. 1993. Abudance, polymorphism and genetic mapping of microsatelillte in rice. Mol. Genet. 241: 225-235. Xin Y, Zhang Z, Xiong Y, Yuan L. 2005. Identification and purity of super hybrid rice with ssr molekular marker. Rice Science. 12(1): 7-12. Yan W, 2000. Crop heterosis and herbicide. United Stated Patent. # 6,066,779 Yashitola J, Thirumurgan T, Sudaram RM, Naseerullah MK, Ramesha MS, Sarma NP, Sonti RV. 2002. Assesment of purity of rice hybrid using microsatellite and STS marker. Crop Sience. 42 : 1369-1373. Yashitola J, Sudaram RM, Biradar SK, Thirumurugan T, Vishnupriya MR, Rajeswari R, Vitaktramath BC, Sarma NP, Sonti RV. 2004. Genomic, molecular genetic and biotechnology : a sequence specific marker or distiguising rice lines on the basis of wild abortive cytoplasm from their cognate maintainer lines. Crop science. 44 : 920-924.
55
You A, Lu X, Jin H, Ren X, Liu K, Yang G, Yang H, Zhu L, He G. 2006. Identification of quantitative trait loci across recombinant inbred lines and testcross populations for traits of agronomic importance in rice. Genetics 172:1287-1300. Youssef MIA, Dora SA, Deraz SF, Abo-Shosha AAM, Khalil AA, El-Sayed MAA. 2011. Estimating the genetic purity in cytoplasmic male sterile (CMS) lins in Egytian rice. AJSC 5(3) : 254-261. Yuan L, Wu X, Liao F, Ma G, Xu Q. 2003. Hybrid Rice Technology. China Agriculture Press. Beijing. China. 131p. Zainal A, Amirhusin B. 2005. Pengelompokan tetua hibrida berdasarkan sifatsifat morfologi dan RAPD-PCR. Zuriat 16(1) : 9-21 Zeng C, Chang R, Qiu L, Chen P, Wu X, Chen X. 2003. Identification and caracterization of RAPD/SCAR marker linked to resistantce gene for soybean mozaic virus in soybean. Euptica. 132:199-210
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. : Pengamatan karakteristik tanaman
1.
Jenis Pengamatan : visual (sifat kualitatif) atau pengukuran (sifat kuantitatif ) Metode pengamatan karakteristik yang dianjurkan dijelaskan pada kolom tiga (3) pada tabel karakter tanaman dengan kode berikut: MG :
Pengukuran dilakukan secara menyeluruh terhadap satu kelompok tanaman atau organ-organ tanaman Single measurement of a group of plants or parts of plants
MS
:
Pengukuran dilakukan secara satu per satu terhadap sejumlah individu tanaman atau organ tanaman Measurement of a number of individual plants or parts of plants
VG
:
Pemeriksaan visual dilakukan secara menyeluruh terhadap satu kelompok tanaman atau organ-organ tanaman Visual assessment by a single observation of a group of plants or parts of plants
VS
:
Pemeriksaan visual dilakukan secara satu per satu terhadap sejumlah individu tanaman atau organ tanaman Visual assessment by observation of individual plants or parts of plants
2. Pengamatan (untuk individu) dilakukan terhadap sampel pada tiap satuan percobaan 3. Jumlah sampel pengamatan untuk tiap satuan pengamatan 5 sample (diberi ajir) 4.
Stadia pengamatan (Lampiran 2.) •
Pengamatan varietas campuran : a. dilakuan tiga kali pengamatan : i. Fase vegetatif ii. Fase generatif iii. Fase generatif akhir (fase masak, ± 7 hari sebelum panen b. Varietas campuran (CVL : campuran varietas lain) yang ditemukan ditandai dalam lay out percobaan dan dibuang c. Bila terdapat individu tanaman yang meragukan (CVL atau bukan) dapat dilihat perkembangan tanaman selanjutnya, dan individu tanaman tersebut tidak dibuang tetapi ditandai terlebih dahulu.
59
Lampiran 2. Angka (kode) untuk stadia pertumbuhan General Description Deskripsi Umum
Stadia* (Kode)
Keterangan tambahan untuk Gandum, Barley, Rye, Oats dan Padi menembus Daun kedua terlihat (kurang dari 1 cm
10
Daun pertama koleoptil
39
Leher daun bendera daun bendera pertamakali terlihat
Pada padi : kebalikan dari stadia auricle Stadia sebelum booting
Booting 40
Tahap akhir fase bunting, menjelang berbunga
54
½ bunga keluar (muncul)
55
malai mulai keluar (½ - ¾ )
56
¾ malai keluar
60
Awal mekarnya bunga
Ukuran calon bunga mulai membesar Stadia awal bunting.
Awal mekarnya bunga 65
Berbunga 50 %
70
Awal perkembangan pengisian susu Masak susu Awal pengerasan biji
80
Pemasakan
90
Masak
Padi : spikelet utama masak
91
Kariopsis mengeras : susah untuk dipisahkan dengan menggunakan kuku.
Padi : 50 % biji pada malai masak
92
Malai sudah mengeras (sulit Padi : lebih dari 90% biji pada dibedakan antara kulit biji (testa) malai masak dengan kulit buah
Ket : *) menunjukan stadia pengamatan pada lampiran 3 dan 4, kolom (2)
60
Lampiran 3. Karakter kualitatif tanaman padi No urut (1) 1
2
3
4
5
6
7
Stadia Karakter tanaman pengamatan (2) (3) 10 Koleoptil : warna anthocyanin VS Tidak Berwarna Hijau Ungu 40 Daun Bagian Bawah : Warna Pelepah VS Hijau Hijau dengan garis ungu Ungu muda Ungu 40 Daun : Intensitas Warna Hijau VG Hijau muda Hijau Hijau tua 40 Daun : Warna Anthocyanin VG Tidak ada 40 VG
40 VG 40 VG
8
9
10
40 VS
40 VG 40 VS
Ada Daun : Distribusi Warna Anthocyanin Hanya pada bagian ujung daun Pada bagian pinggir Bercak-bercak Menyeluruh Pelepah Daun : Warna Anthocyanin Tidak ada Ada Pelepah Daun : Intensitas Warna Anthocyanin Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Daun : Bulu pada permukaan daun Tidak ada atau sangat lemah Lemah Sedang Kuat Daun : Telinga Daun (Auricle) Tidak ada Ada Daun : Warna Anthocyanin pada telinga daun (Auricle) Tidak ada Ada
Varietas Contoh (4) IR64
Notasi (5)
BPI 76(NS)
1 3 5
IR64 BPI 76 (NS) PSBRC 50 Situ patenggang
1 2 3 4
IR64 BPI 76 (NS) Fatmawati
3 5 7
IR64 Situ patenggang
1 9
BPI 76 (NS)
1 2 3 4
IR64 Situ patenggang
1 9
C4-63-P6 K39-96-1-1-1-2
1 3 5 7
Ciherang Fatmawati
1 3 5 7
IR64
1 9
IR64 Way Rarem
1 9
61
No urut (1) 11
12
13
14
15
16
Stadia Karakter tanaman pengamatan (2) (3) 40 Daun : Leher daun (Collar)) Tidak ada VS Ada 40 VG 40 VS 40 VS 40 VS
60 VG
17
18
19
90 VG
70 VS
55 VG
20
60 VS/MS
Varietas Contoh (4)
IR64
Daun : warna anthosianin pada leher daun IR64 Hijau Way Rarem Ungu Daun : lidah daun (Ligula) Tidak ada Ada Ciherang Daun: Bentuk lidah daun (Ligula) Acute (runcing) Cleft (berlekuk) Ciherang Daun : Warna lidah daun (Ligula) Tidak berwarna Ciherang Hijau Hijau dengan garis ungu Maninjau Ungu muda Jatiluhur Ungu Situ patenggang Daun Bendera : Perilaku Helai Daun (pengamatan awal) Tegak Ciherang Agak tegak Cirata Horizontal Jatiluhur Melengkung Way Rarem Daun Bendera : Perilaku Helai Daun (pengamatan akhir) Tegak Ciherang Agak tegak Cirata Horizontal Jatiluhur Melengkung Way Rarem Batang : Perilaku Batang Tegak Digul Agak tegak Cisantana Terbuka Tukad Petanu Agak terbuka IR64 Menyebar Dodokan Umur Berbunga: 50 % tanaman telah berbunga Sangat genjah Dodokan Genjah Ciherang Sedang Cisadane Dalam (Lambat) Pandan Wangi Mandul Jantan Tidak Ada mandul jantan sebagian
Notasi (5) 1 9 1 2 1 9 1 2 1 2 3 4 5
1 3 5 7
1 3 5 7 1 3 5 7 9
1 3 5 7 1 2
62
No urut (1)
Stadia pengamatan (2)
21
65 VS
22
23
70 VS 70 VS
24
25
26
27
70 VS 90
60 VS 60 VS
28
29
70-80 VS
60-80
Karakter tanaman (3) mandul jantan Anak Bunga (Spikelet): Warna putik Putih Hijau muda Kuning Ungu Muda Ungu Batang : Warna anthocyanin pada buku Tidak ada Ada Batang : Intensitas warna anthocyanin pada buku Lemah Sedang Kuat Batang : Warna anthocyanin pada ruas Tidak ada Ada Lemma Steril : Warna Kuning Jerami Kuning Emas Merah Ungu Malai : Bulu ujung gabah (awns) Tidak ada Ada Malai : Warna bulu ujung gabah (pengamatan awal) Putih kekuning-kuningan Kekuning-kuningan Coklat Coklat kemerah-merahan Merah muda Merah Ungu muda Ungu Hitam Malai : Distribusi bulu ujung gabah Hanya diujung malai Hanya ¼ di bagian atas gabah Hanya pada bagian atas malai Hanya ¾ bagian gabah Sepanjang malai Anak bunga: kepadatan rambut pada lemma
Varietas Contoh (4)
Angke IR64 Dodokan
Notasi (5) 3
Way Rarem
1 2 3 4 5
Ciherang Cirata
1 9
Situ patenggang Citanduy
3 5 7
Ciherang Way Rarem
1 9
Fatmawati Situ patenggang Cirata
1 2 3 4
Angke Ciherang
1 9
Rojolele
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kewal nengsih Kewal arjuna
Ciherang Conde Tukad unda Rojolele
1 2 3 4 5
63
No urut (1)
Stadia pengamatan (2) VS
30
90 VS
31
32
33
34
35
36
90 VG
90 VS 90 VS
90 VS
90 VG
90 VG
Karakter tanaman
Varietas Contoh (4)
(3) Tidak ada atau sangat lemah Lemah Batang gadis Sedang Widas kuat Mekongga Sangat kuat Fatmawati Anak bunga : warna bulu (pengamatan akhir) kuning jerami keemasan coklat coklat kemerahan merah cerah merah ungu muda ungu hitam Malai : karakternya terhadap batang upright semi-upright slightly drooping strongly drooping Malai: keberadaan cabang sekunder Ada Tidak ada Ciherang Malai : tipe cabang sekunder Type 1 Lemah Dodokan Type 2 Kuat Ciherang Type 3 Mengelompok Batu tegi Malai : perilaku dari cabang malai Erect Tegak Semi-erect Agak tegak Spreading Menyebar Malai : eksersi (pemunculan malai dari leher malai) Tertutup (tidak muncul) Sebagian Muncul Muncul Muncul sampai muncul sempurna Muncul sempurna Umur Matang Sangat genjah Genjah Sedang Lambat (Dalam) Sangat lambat (Sangat dalam)
Notasi (5) 1 3 5 7 9 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 1 9 1 2 3
Cigeulis Mekongga
1 3 5
Cilamaya Muncul Fatmawati Cisadane IR64 Batang Piaman
1 3 5 7 9
Dodokan IR64 Cisadane Pandan Wangi
1 3 5 7 9
64
No urut (1) 37
38
39
40
41
43
44
45
Stadia Karakter tanaman pengamatan (2) (3) 92 Daun : Gejala penuaan (senesens) VG Cepat Sedang Lambat 92 Lemma : Warna VS Straw (kuning jerami) Gold (kuning emas) Brown (coklat) Reddish to light purple Purple (ungu) Black (hitam) 92 Lemma: warna antosianin pada keel (pengamatan akhir) VS tidak ada lemah sedang kuat 92 Lemma: pewarnaan antosianin pada VS daerah dibawah apex (pengamatan akhir) tidak ada lemah sedang kuat sangat kuat 92 Lemma: warna antosianin pada apex VS (pengamatan akhir) tidak ada lemah sedang kuat sangat kuat Gabah : bentuk round (bulat) ovum oval long (panjang) 92 Lemma: rekasi terhadap phenol VG Tidak ada Ada 92 Lemma: intensitas pewarnaan phenol VG cerah/ringan sedang gelap
Varietas Contoh (4)
Notasi (5)
Batang gadis Ciherang Fatmawati
3 5 7
IR64 Fatmawati
1 2 3 4 5 6
Cirata Situ patenggang Setail
1 3 5 7
1 3 5 7 9
1 3 5 7 9
1 9 3 5 7
65
Lampiran 4 Karakter kuantitatif tanaman No urut 1
Stadia Pengamatan 40 MS
Daun : Panjang lidah daun
2
40 MS
Daun : Panjang helai daun
3
40 MS
Daun : Lebar helai daun
4
70 VS
Batang: Ketebalan
5
70 VS
Batang: Panjang (tidak termasuk malai, tidak termasuk padi air dalam)
6
72-90
MS
7
70 MS
8
70-80 VS
Karakter
Malai: Panjang ”cabang utama” Malai: Jumlah malai per rumpun Malai : Panjang dari bulu ujung gabah terpanjang
9
Jumlah anakan
10
Tinggi Tanaman
11
Jumlah anakan produktif
12
92 MS
Gabah : Bobot 1000 biji bernas
13
92 MS
Panjang lemma steril
14
92 MS
Gabah : Panjang gabah
15
92 MS
Gabah: Lebar gabah
16
92 MS
Gabah : rasio panjang lebar gabah
66
Lampiran 5 Deskripsi varietas Hipa 6 Jete Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Gabah isi per malai Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Posisi daun bendera Leher malai Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan mudah Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anjuran tanam Pemulia
: :
Peneliti
:
Teknisi
:
Dilepas tahun
:
H36 A2/R17 Cere 101-128 hari Tegak 90,20-119,93 cm 7-14 91 – 266 butir Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau tua Kasar Tegak Tegak Tertutup (tidak berleher) Ramping Kuning jerami Mudah Tahan Pulen 21,7% 22,18-26,67 gr 7,36 t/ha 10,60 t/ha Rentan terhadap wereng coklat biotipe 2 Agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV dan VIII Rentan terhadap virus tungro Tidak ditanam pada daerah endemik OPT Satoto, Murdani D.,Yudistira Nugraha, dan Sudibyo TWU E. Lubis, Indrastuti A. Rumanti, Yuni Widiastuti, Suwarno, Agus Guswara, I.N. Widiarta, Triny S. Kadir, Alidawati, Neni Ernawati, Suwarto, Untung Sumarno, dan Himawan Munada, Warsono, Warsidi, Suwarto, Ajat Sudrajat, A Abdul Somad, Cecep Suparman, dan Sukirman. 2007
67
Lampiran 6 Deskripsi varietas Hipa 7 Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Posisi daun bendera Leher malai Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan mudah Kerebahan Tekstur nasi Kadar amylosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Jumlah gabah bernas permalai Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anjuran tanam
:
Pemulia Peneliti
: :
Teknisi
:
Alasan utama dilepas
:
Dilepas tahun
:
H25 A1/R14 Cere indica 112 hari Tegak 106 cm 16 batang Hijau Hijau Hijau Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Sedang Kuning Sedang Agak tahan Pulen 22,0% 49 29,8 gr 115-131 butir 7,6 t/ha 11,4 t/ha Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3 Agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV dan VIII Tahan terhadap virus tungro Baik ditanam pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan Satoto, Sudibyo TWU dan Murdani D Yudistira N, Yuni Widiastuti, Agus Guswara, dan Entis Sutisna Warsidi, Munada, Prima, Ujang Sarmadi, A Abdul Somad, Cecep Suparman, Suardi, Warsono, dan Sukirman. Potensi hasil 10% lebih tinggi dibanding Ciherang, tahan tungro dan adaptasi luas 2009
68
Lampiran 7 Deskripsi varietas Hipa 8 Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Posisi daun bendera Leher malai Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan mudah Kerebahan Tekstur nasi Kadar amylosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Jumlah gabah bernas permalai Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anjuran tanam
:
Pemulia Peneliti
: :
Teknisi
:
Alasan utama dilepas
:
Dilepas tahun
:
H51 A1/PK21 Cere 110-112 hari Tegak 120-130 cm 14-18 batang Hijau Hijau Hijau Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Sedang Kuning jerami Sedang Sedang Pulen 22,7% 73,5 27-29 gr 7,5 t/ha 10,4 t/ha Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3 Agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe VIII Agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV Rentan terhadap virus tungro Baik ditanam pada daerah dataran rendah <450 m dpl Satoto, Sudibyo TWU dan Murdani D Yudistira N, Yuni Widiastuti, Agus Guswara, dan Entis Sutisna Warsidi, Sony Suharsono, Munada, Prima, Ujang Sarmadi, A Abdul Somad, Cecep Suparman, Suardi, Potensi hasil 10% lebih tinggi dibanding Ciherang, tahan hawar daun bakteri, adaptasi luas dan produksi benih lebih mudah dibandingkan hibrida lainnya 2009
69
Lampiran 8 Deskripsi varietas Hipa 9 Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Jumlah malai/m2 Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Posisi daun bendera Leher malai Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan mudah Kerebahan Tekstur nasi Kadar amylosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Jumlah gabah bernas permalai Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anjuran tanam
:
Pemulia Peneliti
: :
Teknisi
:
Alasan utama dilepas
:
Dilepas tahun
:
H30 A1/R12 Cere 115 hari Tegak 103 cm 14 batang 315 Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar Tegak Tegak Terbuka Sedang Kuning Jerami Sedang Tahan Pulen 22,3% 73,5 27,3 gr 8,1 t/ha 10,4 t/ha Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3 Agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III. Agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe VIII Rentan terhadap virus tungro Baik ditanam pada daerah dataran rendah <450 m dpl Satoto, Sudibyo TWU dan Murdani D Yudistira N, Yuni Widiastuti, Baehaki SE, Triny SK, dan Indrastuti AR. Warsidi, Prima, Ujang Sarmadi, A Abdul Somad, Cecep Suparman, Suardi, Sukirman, suwarto, Soedirman dan Warsono. Produktivitas tinggi dan tahan hawar daun bakteri. 2010
70
Lampiran 9 Deskripsi varietas Hipa 10 Nomor seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Posisi daun bendera Leher malai Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amylosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Jumlah gabah bernas permalai Rata-rata hasil Potensi hasil Ketahanan terhadap hama Ketahanan terhadap penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anjuran tanam
:
Pemulia
:
Peneliti
:
Teknisi
:
Alasan utama dilepas
:
Dilepas tahun
:
H47 A6/PK18 Cere 114 hari Tegak 97 cm 20 batang Hijau Hijau Putih Hijau Hijau Kasar Tegak Tegak Ramping Kuning Emas Sedang Pulen 19,7% 26,1 gr 8,1 t/ha 9,4 t/ha Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3 Agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III Agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe VIII Rentan terhadap virus tungro Baik ditanam pada daerah dataran rendah <450 m dpl Satoto, Sudibyo TWU , Murdani D, Yuni Widiastuti dan Indrastuti AR Trini SK, Agus Setyono, Prihadi W dan Baehaki SE.dan Endang S. Warsidi, Munada, Prima, Ujang Sarmadi, A Abdul Somad, Cecep Suparman, Suardi, Warsono, dan Sukirman. Produktivitas hasil lebih tinggi dan lebih tahan hawar daun bakteri. 2010
71
Lampiran 10 Nilai kemiripan genetik delapan galur tetua hibrida (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(1) IR62829A
1.00
(2) B8094F
0.56
1.00
(3) IR58025A
0.48
0.68
1.00
(4) IR40750
0.36
0.64
0.80
1.00
(5) BP51-1
0.44
0.56
0.88
0.78
1.00
(6) S4325A
0.44
0.64
0.72
0.84
0.68
1.00
(7) IR68897A
0.64
0.68
0.84
0.72
0.80
0.64
1.00
(8) Bio-9
0.56
0.76
0.76
0.56
0.64
0.64
0.76
(8)
1.00
72
Lampiran 11 Gam mbar bebera apa karakter kualitatif pada Hipa 6 da an Hipa 7 No Karakter K 1
2
Koleoptil warna anthoccyanin
Hipa 6
H Hipa 7
Tidak berwarna b
Tidakk berwarna
Hijau
Hijau
A Ada. Cleft (b berlekuk) Tidak berwarna b
Ada Cleft (berlekuk) Tidakk berwarna
Daun a. a Leher daun (Collar) Warna anto osianin
b. b Lidah daun (Ligula) Bentuk, Wa arna
3
Anak A Bunga (Spikelet): ( Warna putik (stigma)
4
5
Putih
Putih
Warna W anthoc cyanin pada p buku Warna W anthoc cyanin pada p ruas
Tidak ada
Tidak ada a
Lemma L Steril : Warna
Kuning Jerami
Kuning Je erami
Batang B
73
No Karakter 6
Hipa 6
Hipa 7
Malai : a. Bulu ujung gabah Warn na (peng gamatan awa al) (peng gamatan akhir) Distribusi bulu ujung gabah
b. Anak k bunga: Kepa adatan rambut pada lemma Warn na
c. Karakkternya terhadap batan ng
d. Caba ang sekunder Perila aku dari caba ang malaii
Putih kekuning Kuning jerami Hanya a diujung malai
Putih kuningan Kuning jerami Ha anya diujung malai m
Kuat Kuning Jerami
Se edang Kuning Jerami
Agak terkulai
Agak terkulai
Ada, kkuat
Ada, kuat
Agak tegak
Agak tegak
74
No Karakter e. eksersi (pemunculan malai dari leher malai)
7
8
Hipa 6
Hipa 7
Muncul
Muncul sampai muncul sempurna
Lemma : Warna Bentuk
Kuning jerami Ramping panjang
Kuning jerami Ramping panjang
Lemma: Reaksi terhadap fenol Intensitas pewarnaan
Ada,
Ada
Gelap
Gelap
75
Lampiran 12 Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk ekstraksi DNA NaCl 5M (larutan stok, 100ml) (Sambrook et al.1989) Bahan kimia : •
NaCl (Natrium Choride)
•
Aquades streril
Prosedur •
Disiapkan 65 ml aquades steril kemudian ditimbang sebanyak 29,22 g NaCl
•
Secara bertahap dilarutkan NaCl dengan aquades ke dalam beaker glass 250 ml menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer.
•
Pelarutan dilakukan sedikit demi sedikit karena NaCl pekat sukar larut dalam air
•
Setelah seluruh bahan benar-benar larut, volumen larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril.
EDTA 0,5M pH 8(larutan stok, 100ml) (Sambrook et al.1989) Bahan kimia : •
Na-EDTA
•
NaOH (Natrium Hydroxide)
•
Aquades streril
Prosedur •
Sebanyak 18,6 g Na-EDTA dan 2,0 gr NaOH dimasukan dalam beaker glass 250 ml
•
Bahan dilarutkan dengan menambahkan 80 ml aquades steril
•
Setelah semua bahan larut, pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter.
•
Pengaturan pH 8 dilakukan dengan manambahkan NaOH 2,5 M pada larutan hingga pH yang dikehendaki tercapai.
•
Volume larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril.
76
Tris-HCl 1 M pH 8 (larutan stok, 100ml) (Sambrook et al.1989) Bahan kimia : •
NaCl (Natrium Choride)
•
Aquades streril
Prosedur •
Disiapkan 65 ml aquades steril kemudian ditimbang sebanyak 29,22 g NaCl
•
Secara bertahap dilarutkan NaCl dengan aquades ke dalam beaker glass 250 ml menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer.
•
Pelarutan dilakukan sedikit demi sedikit karena NaCl pekat sukar larut dalam air
•
Setelah seluruh bahan benar-benar larut, volumen larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril.
•
Larutan dimasukan pada botol kaca bening 100 ml, lalu disimpan pada suhu ruang.
Buffer ekstrak padi 250 ml Bahan kimia: •
NaCl 5M
•
Tris-HCl 1M pH 8,0
•
EDTA 0,5M
•
Aquades
•
SDS
Prosedur •
Sebanyak 25 ml NaCl 5 M dan 25 ml Tris-HCl 1M dan 25 ml EDTA 0,5M dimasukan dalam beaker glass, bahan dilarutkan dengan menambahkan Aquades
•
Tambahkan 1,2 gr SDS kemudian campur semua bahan dengan manggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer.
•
Tambahkan Aquades hingga volume 250 ml. dan aduk kembali.
•
Simpan buffer ekstrak pada botol kaca bening tertutup, simpan dalam suhu ruang
•
Sebelum digunakan buffer dapat dipanaskan pada suhu 60˚C selama 1-2 jam.
77
CISAM/KIAA (24:1) larutan kerja 100ml (Sambrook et al.1989) Bahan kimia: •
Chloroform
•
Isoamlilalkohol
•
Aquades steril
Prosedur •
Sebanyak 96 ml Chloroform dan 4 ml isoamil alcohol dimasikan dalam botol kaca bening 100 ml tertutup.
•
Pencampuran dilakukan dengan mengguncangkan botol, lalu larutan disimpan pada suhu ruang.
RNAase-A (larutan stok, 10 mg/ml) Bahan kimia: •
RNAase-A
•
Na-Asetat 3 M pH 5,2
•
Tris-HCl 1M
•
Aquades
Prosedur •
Sebanyak 10 mg RNAase-A, 3,3 µl Na-Asetat dan
996,7 µl aquades
dimasukan dalam tabung mikro 2 ml •
Pencampuran dilakukan dengan spin manual.
•
Suspensi yang terbentuk diinkubasi dalam waterbath pda suhu 100˚C selama 15 menit untuk menghilangkan DNAase yang masih terdapat dalam RNAase.
•
Suspensi dibiarkan dingin pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 100 µl larutan Tris-HCL 1M pH 7,4
TE (Tris-EDTA) Buffer 50x (Larutan stok) (Sambrook et al.1989) Bahan kimia : •
Larutan stok Tris-HCl 1 M pH 8,0
•
Larutan stok EDTA 0,5M pH 8,0
•
Aquades streril
•
Kertas saring
78
Prosedur •
Sebanyak 25 ml larutan stok Tris–HCL dan 5 ml larutan stok EDTA dimasukan dalam beaker glass 100 ml
•
Bahan dilarutkan dengan menambahkan 20 mal aquades steril. pengadukan menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer
•
Setelah semua bahan larut, kemudian disaring menggunakan kertas saring.
•
Larutan dimasukan dalam botol kaca bening tertutup dan disimpan pada suhu ruang.
TE Buffer 1X (larutan kerja, 100 ml) Bahan kimia: •
Larutan stok TE buffer 50X
•
Aquades steril
Prosedur •
Sebanyak 2ml larutan stok TE buffer 50X dan 98 ml aquades steril dimasukan ke dalam botol kaca bening 100 ml tertutup
•
Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol, lalu disimpan pada suhu ruang.
79
Lampiran 13.
Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis horizontal
Buffer TAE 50X (larutan stok, 500 ml) (Sambrook et al 1989) Bahan kimia: •
Trizma base
•
Acetic acid glacical
•
Larutan stok EDTA 0,5M pH 8,0
•
Aquades steril
Alat •
Magnetik stirrer
•
Hot plate stirrer
Prosedur •
Sebanyak 121 gr trizma base, 28,55 ml Acetic acid glacial, 50 ml EDTA 0,5M pH 8,0 dan aquades dilarutkan dengan menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer
•
Setelah tercampur tambahkan aquades hingga mencapai volume 500 ml, aduk sebentar agar tercampur rata.
•
Larutan dimasukan dalam botol kaca bening 500 ml
Buffer TAE 1X (larutan kerja, 1000 ml) Bahan kimia: •
Larutan stok buffer TAE 50X
•
Aquades steril
Prosedur •
Sebanyak 50 ml buffer TAE 50X dimasukan dalam botol bening bertutup kemudian tambahkan 980 ml aquades steril.
•
Pencampuran dilakukan dengan mengguncangkan botol, taruh dalam suhi ruang.
Gel agarose 3 % Bahan kimia: •
Agarose
•
Larutan kerja buffer TAE 1X
80
Prosedur •
Masukan 3 gr agarose dan 100 ml buffer TAE dalam gelas erlemeyer 250 ml
•
Panaskan dalam microwave, pemanasan dilakukan 2-3 kali dengan lama pemanasan masing-masing 1-2 menit. Pemanasan dilakukan hingga larutan agarose tercampur rata dan berwarna bening.
•
Diamkan laruta agarose ± 10 menit hingga uap panasnya hilang sebelum dituangkan ke dalam cetakan.
•
Selanjutnya larutan agarose dituangkan ke dalam cetakan yang telah dipasang sisir terlebih dahulu. Perhatikan dalam menuangkan gel agar jangan sampai terbentuk gelembung dan agar ketinggian permukaan gel merata.
•
Diamkan selama 30-60 menit hingga gel memadat.
•
Setelah gel padat angkat sisir dengan hati-hati. Gel beserta cetakan diletakkan ke dalam chamber elektroforesis yang telah diisi dengan buffer TAE.
81
Lampiran 14.
Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis vertikal
Buffer TBE 10X (larutan stok, 1000 ml) Bahan kimia: •
Trizma base
•
Boric acid
•
EDTA
•
Aquades steril
Prosedur •
Masukan 500 ml Aquades dalam beaker glass 1000 ml
•
Masukan 108 gr trizma base, 9,2 gr EDTA dan 55,2 gr boric acid, campur menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer hingga semua bahan larut
•
Setelah semua larut tambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 1000ml, aduk kembali dengan stirrer.
•
Simpan dalam botol kaca bening bertutup 1000 ml taruh dalam suhu ruang.
Acrylamide 40% (larutan stok 1000 ml) Bahan kimia: •
Acrylamide
•
Bisacrylamide, N,N’Methylenebisacrylamide
•
Aquades steril
Prosedur •
Masukan 500 ml Aquades dalam beaker glass 1000 ml
•
Masukan 380 gr Acrylamide aduk dengan menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer hingga semua larut
•
Masukan
20
gr
Bisacrylamide,
N,N’Methylenebisacrylamide,
campur
menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer hingga semua bahan larut •
Setelah semua larut tambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 1000ml, aduk kembali dengan stirrer.
•
Simpan dalam botol kaca bening bertutup 1000 ml taruh dalam suhu ruang.
82
Acrylamide 8% (larutan kerja 1000 ml) Bahan kimia: •
Acrylamide 40 % (larutan stok)
•
Buffer TBE 10X
•
Aquades steril
Prosedur •
Masukan 200 ml Acrylamide 40 % , 50 ml TBE 10X dan 750 ml Aquades dalam beaker glass 1000 ml
•
Campur menggunakan magnetik stirrer pada hot plate stirrer hingga semua bahan larut
Ammonium persulfate solution (APS)10% (40 ml) Bahan kimia: •
Ammonium persulfate solution
•
Aquades steril (dH2O)
Prosedur •
Masukan 4 gr ammonium persulfate solution dan 40 ml aquades ke dalam tube 50 ml yang dibungkus alumunilum foil.
•
Kocok tube hingga seluruh bahan tercampur dan larut
•
Simpan bahan dalam freezer suhu 4˚C
56
48
i
14