Agric. Sci. J. – Vol. II (1) : 1-12 (2015)
EVALUASI KARAKTER TAHAN WERENG COKELAT, AROMATIK, DAN KEGENJAHAN PADA GENOTIP PADI HASIL PIRAMIDISASI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER DAN MARKA FENOTIPIK EVALUATION OF BROWN PLANTHOPPER RESISTANT TRAITS, AROMATIC, AND EARLY MATURITY BY MEANS OF MOLECULAR AND PHENOTYPIC MARKERS ON RICE GENOTYPES DERIVED FROM A PYRIMIDING PROGRAM Riski Gusri Utami1, Nono Carsono2, dan Noladhi Wicaksana2 1
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran ABSTRAK
Padi yang tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah saat ini menjadi target piramidisasi di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh individu hasil piramidisasi yang terpaut dengan ketiga karakter tersebut berdasarkan analisis marka molekuler dan marka fenotipik. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga September 2014 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan analisis molekuler menggunakan marka SSR RM586, RM589, RM8213, marka Bradbury, primer RM7601 dan RM19414. Selain itu juga menggunakan analisis karakter penting secara fenotipik yaitu dengan pengamatan kandungan klorofil, konduktan stomata, kerapatan trikoma, uji sensori, dan umur keluar malai. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh 7 genotip (#2, #3, #4, #5, #6, #10, #11) yang memiliki karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah berdasarkan analisis marka molekuler. Genotip #1, #2, #4, #6 dan #11 merupakan genotip yang hampir mirip dengan tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake) berdasarkan analisis karakter penting secara fenotipik. Melalui program piramidisasi berbasis marka molekuler dan marka fenotipik sudah memungkinkan untuk menggabungkan tiga karakter unggul pada padi. Persilangan sendiri, seleksi, dan pengujian melalui bioassay sangat dibutuhkan pada penelitian lanjutan untuk mendapatkan generasi fiksasi hasil akhir program piramidisasi. Kata kunci : Aromatik, Kegenjahan, Marka Molekuler , Padi, Piramidisasi, Wereng Cokelat ABSTRACT Rice which resistant to brown planthopper, aromatic, and early maturity is currently as target of a pyramiding program in the Laboratory of Plant Breeding, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. The objective of this study was to obtain genotype as a result of the pyramiding program which is related with the character target based on molecular and phenotypic markers analysis. This study was conducted in May to September 2014 at Plant Breeding Laboratory and Greenhouse Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. This study applied descriptive method with molecular analysis using SSR markers RM586, RM589, RM8213, Bradbury’s marker, RM7601 and RM19414. Phenotypic evaluation was performed for brown planthopper resistant traits such as chloropyll content, stomatal conductance, and density of trichomes, while sensory test and heading date were performed for aromatic and early maturity respectively. Based on these studies it was observed that 7 genotypes (#2, #3, #4, #5, #6, #10, #11) were related to brown planthopper resistant, aromatic, and early maturity characters based on the analysis of molecular marker.
Diterima 19 November 2014. Disetujui 13 Januari 2015. Alamat Korespondensi :
[email protected]
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Whereas, genotypes #1, #2, #4, #6 and #11 which almost similar with parents based on phenotypic analysis. Pyrimiding program based on molecular and phenotypic markers is enable to combine three characters in one rice genotype. Selfing, selection, and bioassay assessment are needed in advanced research to get fixation generation as the final result of pyrimiding program. Key words : Aromatic, Brown Planthopper, Early Maturity, Molecular Marker, Pyramiding, Rice. PENDAHULUAN Padi merupakan komoditas utama di Indonesia yang berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia juga menyebabkan meningkatnya tingkat konsumsi rata-rata beras. Menurut IRRI (2001) perkiraan kebutuhan beras Indonesia yang harus dipenuhi pada tahun 2025 adalah sekitar 70 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Upaya peningkatan peroduktivitas beras sangat diperlukan untuk tetap memenuhi kebutuhan beras. Melalui perkembangan pemuliaan tanaman padi saat ini sudah memungkinkan bagi pemulia untuk menggabungkan banyak karakter baik yang berasal dari berbagai genotip unggul ke dalam satu genotip tanaman, sehingga satu genotip padi dapat memenuhi berbagai target pengembangan padi unggul. Metode ini disebut sebagai piramidisasi atau biasa juga disebut sebagai piramidisasi gen (Francis, 2013). Saat ini program piramidisasi menjadi fokus utama pengembangan padi di Laboratorium Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Program piramidisasi gen dengan target menggabungkan tiga jenis gen pembawa karakter unggul pada tanaman padi yaitu karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan berumur genjah telah mulai dilakukan. Saat ini program piramidisasi telah menghasilkan genotip hasil persilangan piramidisasi yaitu 11 genotip padi hasil persilanga PP51 x CAKA283. Wereng cokelat mengalami perubahan biotipe yang cepat karena memiliki variasi yang besar dalam gen virulensinya, sehingga tanaman padi yang
awalnya tahan perlahan-lahan dapat menjadi rentan (Tanaka, 1999). Karakter aromatik dikembangkan untuk memenuhi permintaan akan beras yang berkualitas. Pengembangan karakter kegenjahan melengkapi program piramidisasi ini, karena pada umumnya varietas padi lokal Indonesia memiliki umur relatif lebih panjang dan hasilnya setinggi varietas unggul nasional (Balai Penelitian dan Pengembangan Padi, 2008). Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah mendapatkan genotip hasil persilangan pada program piramidisasi ini adalah upaya evaluasi terhadap galur baru untuk mengetahui keberhasilan bergabungnya berbagai karakter yang diinginkan. Evaluasi pada generasi hasil persilangan program piramidisasi penting dilakukan sebelum mendapatkan generasi fiksasi (fixation generation) sebagai hasil akhir piramidisasi (Servin et al., 2003). Analisis ini dapat dilakukan secara fenotip dan genotip. Pengujian secara fenotip perlu didukung dengan pengujian secara genotip menggunakan marka molekuler (Prasetiyono, 2008). Marka molekuler merupakan salah satu teknologi yang menguntungkan dalam pengembangan komoditas pertanian pada saat ini salah satunya dapat meningkatkan reliabilitas (keterhandalan). Aplikasi marka molekuler tidak terpengaruh pada efek lingkungan, pleiotropy (satu gen menutupi aksi gen lainnya), tipe jaringan atau sel, tahap pertumbuhan tanaman, dan fenomena epistasis (Bahagiawati, 2012). Teknologi marka molekuler membantu dalam proses piramida gen karena dapat mempercepat siklus seleksi yang dilakukan (Lan dan Chao, 2011).
2
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Berdasarkan pemaparan di atas evaluasi karakter tahan terhadap wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah pada generasi hasil persilangan pada program piramidisasi penting dilakukan untuk mengetahui apakah genotip-genotip tersebut sudah sesuai dengan target yang ingin dicapai dengan evaluasi menggunakan marka molekuler dan marka fenotipik. BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Analisis dan Bioteknologi tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan September 2014. Peralatan yang digunakan dalam pada tahap persemaian dan penanaman benih adalah baki persemaian, hand sprayer, ember, dan emrat. Pada tahap analisis molekuler menggunakan pestle, mortal, spatula, micro tube, refrigerated microsentrifuge (Eppendorf), pipet mikro, tip mikro, waterbath, inkubator, oven, spectrophotometer (Rayleigh UV-9200), kuvet, PCR tube, labu enlenmeyer 125 ml, Advance Mupid-exu elektroforesis, timbangan analitik, dan gel documentation system (G-Box dari Syngene). Peralatan untuk pengamatan karakter fenotipik adalah Leaf Porometer, Chlorophyl Content Meter, Leaf Area Meter, Portable Photosyntetic Meter , mikroskop, micro tube 2 ml, pinset, petridish, racktube, dan gunting. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih hasil piramidisasi serta tetua-tetua piramidisasi, sampel daun padi, alkohol 70%, isopropanol, chloroform, CTAB, SDS, fenol, potasium asetat 5 %, TE buffer, primer, Go Taq R Green Master Mix, Nucleas-Free Water, Top Vision Agarose (Farmentas), Larutan TBE 0,5 X 6X Loading Dye #R0611 (Farmentas), Gen Ruller #SM0311 100 bp (Farmentas), Ethibium Bromide (EtBr), dan DNA hasil PCR, miliQ, KOH 1,7 %.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan analisis molekuler secara deskriptif untuk mengevaluasi 11 genotip padi hasil persilangan, terpaut dengan karakter ketahanan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah. Analisis molekuler dilakukan berdasarkan pembacaan pola pita hasil visualisasi DNA menggunakan markamarka molekuler terkait yang digunakan dalam penelitian ini. Metode analisis deskriptif juga digunakan dalam analisis marka fenotipik terkait karakter tahan wereng cokelat (pengukuran kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma), aromatik (uji sensori), dan kegenjahan (pengamatan umur keluar malai). Kemudian untuk mengetahui kemiripan antar genotip hasil persilangan serta tetua-tetua piramidisasi dilakukan analisis cluster yang dapat menghitung jarak genetik berdasarkan kesamaan (similarity) atau ketidaksamaan (disimilarity) antar objek yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakter Tahan Wereng Cokelat Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA Berdasarkan visualisasi menggunakan marka RM586, pola pita yang ditunjukkan oleh seluruh genotip padi hasil persilangan berada pada posisi 271 bp yaitu sesuai dengan nilai produk PCR dari primer RM586 (Gambar 1). Begitu juga pengujian dengan menggunakan dua marka lainnya yaitu RM589 dan RM8213, pola pita keseluruhan genotip hasil persilangan berada pada posisi 186 bp untuk RM589 dan 177 bp (Gambar 2) untuk RM 8213 (Gambar 10). Posisi pola pita genotip hasil persilangan juga menunjukkan ukuran fragmen DNA yang sama dengan tetua piramidisasi tahan wereng cokelat yaitu kultivar PTB-33.
3
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Gambar 1. Hasil visualisasi RM586 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 271 bp, + = Pola pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
Gambar 2. Hasil visualisasi RM589 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 186 bp, + = Pola pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
Gambar 3. Hasil visualisasi RM8213 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 177 bp. + = Pola Pita sesua dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
4
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Keseluruhan genotip hasil persilangan program piramidisasi terpaut dengan karakter ketahanan terhadap wereng cokelat berdasarkan hasil visualisasi DNA menggunakan marka RM586, RM589, dan RM8213. Menurut Fernando et al. (2000) karakter ketahanan terhadap wereng cokelat N.lugens dikendalikan oleh gen dominan tunggal. Pewarisan genetik generasi hasil persilangan pada program piramidisasi kemungkinan terbesar akan mewarisi tetua yang bersifat dominan. Oleh sebab itu karakter tahan wereng cokelat pada salah satu tetua (PTB 33) dapat diwariskan pada generasi hasil persilangan program piramidisasi. Penelitian ini mendukung penelitian yang berkaitan dengan pola pewarisan pada genotip hasil persilangan tetua PTB-33 (tahan wereng cokelat) dengan TN 1 (tidak tahan wereng cokelat) oleh Nugaliyadde dan Abeysiriwardena (2007). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa PTB-33 terpaut dengan gen-gen ketahanan terhadap wereng cokelat (Bph) yang bersifat monogoneic dominant dimana sifat dominan diwariskan pada generasi hasil persilangan (F1) dan juga generasi F2. Sama halnya dalam penelitian ini, sifat ketahanan wereng cokelat juga teruji secara molekuler menggunakan marka-marka yang terpaut dengan gen dominan yang terdapat pada kultivar PTB-33 yaitu gen Bph4, bh3,
Qbph4, dan Qbph17. Pewarisan sifat ketahanan terhadap wereng cokelat juga diduga disebabkan karena genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi ini berasal dari tetua (PP51) yang telah terseleksi secara molekuler pada generasi F2, tahan terhadap wereng cokelat. b. Karakter Aromatik Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA Dikaitkan dengan Dugaan Adanya Alel Lain Pengendali Karakter Aroma Primer Bradbury yang digunakan terdiri dari primer Internal Fragrant Antisense Primer (IFAP), Internal Nonfragrant Sense Primer (INSP), External Sense Primer (ESP), dan External Antisense Primer (EAP). Berdasarkan hasil visualisasi DNA setelah amplifikasi PCR dan elektroforesis, dapat terlihat bahwa pola pita yang dihasilkan dari 11 genotip hasil persilangan pada program piramidasi sama dengan salah satu tetua betina program piramidisasi yaitu kultivar Pandan Wangi sebagai tetua aromatik. Produk PCR yang dihasilkan kultivar Pandan Wangi dan 11 genotip hasil persilangan program piramidisasi adalah 257 bp, yang diindikasikan sebagai genotip bersifat homozigous aromatik (Gambar 4.)
Gambar 4. Hasil visualisasi marka Bradbury pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 1 kb; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake; = Pita DNA dengan ukuran fragmen 257 bp. + = Pola Pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
5
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Berbagai penelitian telah menjelaskan bahwa sifat aromatik dikendalikan oleh gen yang bersifat single ressesive gene (Berner dan Hoff 1986; Vivekenandan dan Gridharan, 1994 dalam Patil et al., 2012). Oleh sebab itu dalam penelitian-penelitian sebelumnya diungkapkan bahwa pada generasi F1 hasil persilangan antara tetua non aromatik dan aromatik, sifat aromatik belum muncul. Sementara pada penelitian ini muncul fenomena yang berbeda, dimana sifat aromatik yang bersifat resesif muncul pada 11 genotip hasil persilangan program piramidisasi antara tetua aromatik (PW x PTB) dengan non aromatik (Kitaake). Penelitian ini ternyata tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya termasuk hasil penelitian Bradbury (2005a). Penelitian ini mendukung pendapat Fitzgerald et al. (2008) yang pernah melakukan penelitian pada varietas padi tradisional yang berasal dari beberapa negara. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ternyata terdapat sekitar 15 genotip padi asal Asia Tenggara yang tidak terkait dengan alel fgr namun tetap dikategorikan aromatik karena adanya akumulasi senyawa 2AP. Salah satu varietas padi yang diuji oleh Fitzgerald et al. (2008) adalah padi kultivar lokal Indonesia yaitu Pandan Wangi yang juga diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan beberapa hal diantaranya adalah terdapat mutasi lain yang menyebabkan adanya akumulasi senyawa
2AP, terdapat alel lain yang dapat mengakumulasi senyawa 2AP, atau terdapat gen lain yang bukan fgr yang dapat mengendalikan sifat aromatik pada padi. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi alasan mengapa dalam penelitian ini sifat aromatik sudah terekspresi pada semua genotip padi hasil piramidisasi. c. Karakter Kegenjahan Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA Berdasarkan hasil visualisasi DNA yang diamplifikasi PCR dengan primer RM7601 terlihat bahwa ukuran fragmen DNA yang dihasilkan oleh tetua Kitaake adalah sebesar 133 bp. Genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi tidak seluruhnya menunjukkan ukuran fragmen DNA yang sama dengan tetua Kitaake (Gambar 5). Pola pita yang terbentuk antara tetua Kitaake, PW, PTB, dan genotip-genotip hasil persilangan sedikit sulit dibedakan. Hal ini diduga disebabkan karena sedikitnya perbedaan ukuran fragmen DNA. Perbedaan ukuran fragmen DNA yang dihasilkan dapat lebih jelas terlihat menggunakan aplikasi software Genetool. Menggunakan software ini dapat terlihat perbedaan ukuran fragmen DNA antara tetua Kitaake dengan genotip lainnya, sehingga dapat diketahui bahwa genotip yang mengikuti pola pita tetua Kitaake pada primer RM7601 adalah genotip #2, #3, #4, #5, #6, #8, #9, #10, #11.
Gambar 5. Hasil visualisasi marka RM 7601 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake M = Ladder 100 bp; =Pita DNA dengan ukuran fragmen mendekati 133 bp
6
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Amplifikasi DNA menggunakan primer RM19414 menunjukkan bahwa pola pita kultivar Kitaake sebagai tetua genjah tidak begitu jelas meskipun telah dilakukan pengulangan amplifikasi dengan PCR dan pengulangan elektroforesis. Berdasarkan
pembacaan pita DNA menggunakan genetool software terdapat beberapa genotip yang memiliki nilai ukuran fragmen DNA berkisar pada nilai 504 bp yaitu genotip #1, #2, #3, #4, #5, #6, #10, dan #11 (Gambar 6).
Gambar 6. Hasil visualisasi marka RM19414 pada 11 genotip padi hasil persilangan program piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 1 kb; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake. = Pita DNA dengan ukuran fragmen mendekati 504 bp. + = Pola Pita sesuai dengan target yang diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan. Beberapa genotip padi hasil persilangan tidak mengekspresikan karakter umur keluar malai cepat, hal tersebut bisa disebabkan karena umur keluar malai atau heading date merupakan karakter kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak gen. Gen Hd2 dan Hd3 merupakan gen-gen mayor yang mengendalikan karakter umur keluar malai. Gen Hd2 dan Hd3 diduga tidak terdapat pada beberapa genotip padi hasil persilangan sehingga tidak terdeteksi oleh marka RM7601 dan marka RM19414. Karakter umur keluar malai merupakan karakter kuantitatif dan yang dikendalikan oleh gen dengan aksi dominan (Simpson et al., 1999 dalam Naeem et al., 2013) Sesuai dengan teori Mandel generasi F2 yang bersegregasi memiliki rasio 9:3:3:1. Rasio ini jika diasumsikan gen pengendali umur keluar malai cepat dikendalikan oleh dua pasang gen yaitu gen dominan (AABB), sedangkan umur keluar malai lambat (aabb). Jika F2 disilangkan akan menghasil genotip yang memiliki konstitusi genetik AaBb. Hal ini lah yang menyebabkan kemungkinan kedua bahwa tidak semua genotip-genotip hasil persilangan F2 memiliki karakter umur keluar cepat atau berumur genjah.
d. Beberapa Genotip Memiliki Karakter Tahan Wereng Cokelat Berdasarkan Nilai Kandungan Klorofil, Konduktan Stomata, dan Kerapatan Trikoma Kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma menurut Liu et al. (2011), Indiati (2004), dan Wang et al. (2008) merupakan karakter yang memiliki keterpautan dengan karakter ketahanan wereng cokelat. Dibawah ini merupakan data rata-rata hasil pengukuran kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma Kultivar PTB-33 sebagai tetua ketahanan terhadap wereng cokelat, 11 genotip hasil persilangan program piramidisasi, dan Kultivar Kitaake, Pandan Wangi (kultivar tidak tahan wereng cokelat) (Tabel 1). Kluster untuk melihat kedekatan genetik antar genotip hasil piramidisasi dan tetua-tetua piramidisasi berdasarkan nilai kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma yang terpaut dengan karakter penting tahan wereng cokelat dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan analisis kluster ini dapat terlihat bahwa genotipgenotip hasil persilangan program piramidisasi yang memiliki kemiripan
7
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
dengan tetua PTB-33 sebagai tetua tahan wereng cokelat yaitu genotip #1, #6, #2, #4, dan #11. Tabel 1. Rata-rata Hasil Analisis Karakter Penting Terpaut Karakter Ketahanan Terhadap Wereng Cokelat G KK KS KT
17,48 38,89 3 F1-9 15,68 37,56 1 F110 13,26 52,67 3 F111 12,34 36,73 0 PW 11,70 36,94 0 Kit Keterangan : KK= Kandungan klorofil (cci), Konduktan Stomata (s/m), Kerapatan trikoma (per bidang pandang mikroskop). diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 X, dan diamati setiap kenampakan pada areal ujung, tengah, dan pangkal daun yang kemudian dirataratakan.
19,92 45,33 20 17,78 56,56 10 13,47 37,11 9 16,97 43,67 7 14,36 37,44 9 15,74 45,44 3 14,03 53,33 6 16,33 37,22 7 16,40 34,78 Kandungan1Klorofil (cci), Konduktan Stomata (s/m), dan Kerapatan Trikoma Cluster Berdasarkan
PTB F1-1 F1-2 F1-3 F1-4 F1-5 F1-6 F1-7 F1-8 PTB F1-1 F1-6 F1-2 F1-4 F1-11 F1-3 Kitaake F1-5 F1-7 Kitaake PW F1-8 F1-9 F1-10 0.00
0.08
0.15
0.23
0.30
Coefficient
Gambar 7. Cluster hasil analisis karakter penting terpaut karakter ketahanan terhadap wereng cokelat (kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma) menggunakan koefisien Euclidean berdasarkan jarak ketidaksamaan genetik (disimilarity) Menurut hasil penelitian Wang et al. (2008) terdapat penurunan nilai kandungan klorofil yang sangat signifikan terhadap genotip yang rentan terhadap hama wereng cokelat, sementara pada kultivar yang tahan tidak terdapat perubahan yang signifikan pada nilai kandungan klorofil setelah masing-masing tanaman diinfestasi wereng cokelat. Hal ini mungkin disebabkan karena secara fisiologis kandungan klorofil kultivar tahan lebih tinggi dari kultivar rentan. Nilai kandungan klorofil yang tinggi berkemungkinan dapat mendukung
pertanaman tetap tumbuh meskipun telah diinvestasi wereng cokelat. Konduktan stomata mempengaruhi ketahanan suatu kultivar terhadap wereng cokelat. Sebuah molekul yang disebut dengan Nitric Oxide (NO) terdapat pada tanaman padi, yang merupakan molekul yang terlibat banyak dalam proses fisiologis utama tanaman termasuk salah satunya yaitu gerakan membuka dan menutup stomata atau konduktan stomata. Level NO dapat meningkat karena adanya aktifitas makan atau menghisap dari wereng cokelat. Peningkatan level NO pada tanaman dapat 8
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
menyebabkan penurunan nilai konduktan stomata yang berakibat adanya kehilangan air pada tanaman padi. Namun untuk tanaman yang toleran BPH nilai konduktan stomata yang tinggi dapat membantu memperlambat adanya kekurangan air pada tanaman padi (Liu et al., 2010). Berdasarkan rata-rata kerapatan trikoma yang teramati, trikoma PTB-33 sebagai tetua yang memiliki karakter tahan
wereng cokelat lebih rapat dibandingkan dengan genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi (Tabel 1). Genotip hasil persilangan program piramidisasi akan tetapi memiliki kerapatan trikoma yang lebih rapat dibandingkan dengan kultivar Kitaake dan Pandan Wangi yang bukan merupakan tetua tahan wereng cokelat.
(a) (b) (c) (d) Gambar 8. Kerapatan trikoma pada salah satu genotip hasil persilangan program piramidisasi dan tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake). Gambar (a) Salah satu genotip hasil persilangan yang diuji (#6), (b) Genotip PTB-33 yang merupakan tetua tahan wereng cokelat, (c) Kultivar Pandan Wangi, (d) Kultivar Kitaake. Trikoma terlihat seperti jarum-jarum runcing pada pengamatan mikroskop Nilai kerapatan trikoma berpengaruh terhadap karakter ketahanan suatu tanaman terhadap wereng cokelat. Hal ini disebabkan trikoma yang lebih panjang dan rapat dapat menghambat kebiasaan makan wereng cokelat (Chandaramani et al., 2009; Indiati, 2004). Mekanisme ketahanan berdasarkan kerapatan trikoma merupakan ketahanan antixenosis, yang juga menyebabkan suatu tanaman tidak dipilih oleh wereng cokelat untuk berkembangbiak. Hartono (2011) mengungkapkan bahwa salah satu kondisi tanaman yang resisten terhadap hama adalah memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman dihindari hama, atau pulih kembali dari serangan hama, namun tidak terjadi pada varietas lain yang tidak tahan. Nilai kerapatan trikoma, kandungan klorofil, dan konduktan stomata yang tinggi mengindikasikan tanaman dihindari hama atau pulih kembali dari adanya serangan dari hama. Oleh karena itu genotip #1, #6, #2, #4, dan #11 dapat direkomendasikan sebagai genotip yang memiliki indikasi ketahanan terhadap wereng cokelat berdasarkan karakter penting terpaut
ketahanan yaitu kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma. Berdasarkan visualisasi pola pita DNA menggunakan marka terkait karakter ketahanan terhadap wereng cokelat, genotip-genotip ini juga telah teramati memiliki karakter tahan wereng cokelat. e. Karakter Aromatik Teramati Berdasarkan Uji Sensori Menggunakan KOH Uji sensori menggunakan KOH dilakukan berdasarkan metode yang pernah dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Padi (2011). Koresponden yang dilibatkan berjumlah 6 orang dan selanjutnya penilaian dilakukan menggunakan skoring dengan skala tertentu. Berikut skoring untuk menentukan ada tidaknya aroma pada genotip yang diamati: 0 – tidak ada aroma 1 – aroma tercium samar 2 – aroma terindikasi 3 – aroma kuat Hasil skoring dari seluruh penguji kemudian dirata-ratakan, dan jika nilai skor > 1 artinya galur aromatik, skor 0,6-1
9
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
artinya sedikit aromatik, dan jika skor nya adalah <0,5 merupakan galur yang tidak aromatik. Data pada Tabel 2 menunjukkan seluruh genotip hasil persilangan memiliki sifat aromatik. Pengujian yang juga dilakukan pada kultivar Kitaake dan PTB33 (bukan tetua aromatik) menunjukkan bahwa kultivar Kitaake dan PTB-33 tidak aromatik. Tabel 8. Hasil Uji Sensori Menggunakan KOH untuk Evaluasi Karakter Aromatik G Aromatik/ Skor Sifat non (0-3) aromatik + 2,25 Aromatik PW + 1,4 Aromatik 1 + 2 Aromatik 2 + 1,8 Aromatik 3 + 1,4 Aromatik 4 + 1 Aromatik 5 + 1,6 Aromatik 6 + 1,2 Aromatik 7 + 1,8 Aromatik 8 + 1,8 Aromatik 9 + 1,2 Aromatik 10 + 1,4 Aromatik 11 0 Tidak PTB Aromatik 0 Tidak Kitaa Aromatik ke Keterangan : G = genotip, + = aromatik ; = tidak aromatik; skoring >1 = Aromatik ; 0,6-1 = Sedikit aromatik Hasil analisis uji sensori sama dengan hasil pengujian secara molekuler, dimana seluruh genotip hasil persilangan program piramidisasi mewarisi salah satu sifat tetua betina yaitu Pandan Wangi. Kedekatan jarak genetik antar genotip hasil persilangan piramidisasi dengan tetua Pandan Wangi dapat dilihat pada Gambar 16. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan hasil penelitian Fitzgerald et al. (2008) mungkin saja terdapat alel lain yang dapat mengakumulasi senyawa 2AP yang dapat mengendalikan sifat aromatik pada padi. Selanjutnya ini menjadi alasan mengapa
pada penelitian ini sifat aromatik telah muncul pada generasi hasil persilangan program piramidisasi. f. Genotip Hasil Persilangan Memiliki Waktu Keluar Malai Lebih Lama Dibanding Kultivar Kitaake Berdasarkan data pada Tabel 3 teridentifikasi bahwa ternyata ke 11 genotip padi hasil persilangan belum mewarisi sifat kegenjahan dari tetua donor sifat genjah yaitu kultivar Kitaake. Kultivar Kitaake mengeluarkan malai pertama kali pada umur 31 HST sedangkan genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi mengeluarkan malai tercepat pada umur 79 HST. Tabel 3. Hasil Pengamatan Umur Keluar Malai Terpaut Deteksi Karakter Kegenjahan Secara Morofologis Genotip Kitaake 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 PW PTB
Umur Keluar Malai (HST) 31 79 87 80 79 85 85 88 87 92 91 94 68 71
Meskipun jarak genetik antara kultivar Kitaake dengan seluruh genotip hasil persilangan program piramidisasi sangat jauh, namun kriteria kegenjahan dari genotip hasil persilangan program piramidisasi masih bisa ditentukan dengan menggunakan kriteria umur berbunga tanaman padi menurut IPBGR (1980). Adapun kriteria umur keluar malai berkaitan dengan kegenjahan menurut
10
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
IPBGR (1980) yaitu umur genjah < 100 hari, sedang 100-125 hari, dan dalam > 125 hari. Mengacu pada kriteria ini, ternyata seluruh genotip hasil persilangan pada program piramidisasi masuk kedalam kategori umur genjah, meskipun jauh lebih lama mengeluarkan malai jika dibanding kultivar Kitaake yang merupakan kultivar bersifat extremely early maturity (berumur sangat genjah). Meskipun tidak terekspresi berdasarkan analisis molekuler dan fenotip di lapangan, tidak menutup kemungkinan terdapat gen pengendali umur keluar malai yang lain pada genotip-genotip tersebut selain Hd2 dan Hd3, sehingga tidak terevaluasi oleh marka RM7601 dan RM19414. Selain itu menurut Jiang et al. (2007) gen Hd juga secara komplek dan kuat dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur dan waktu penyinaran. Fotoperiod sangat mempengaruhi masa vegetatif tanaman padi (Jiang et al., 2007). SIMPULAN 1. Karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah hanya terdapat pada beberapa genotip dengan evaluasi menggunakan marka molekuler. Genotip-genotip yang terpaut karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah berdasarkan seluruh marka yang digunakan yaitu genotip #2, #3, #4, #5, #6, #10, dan #11. Genotip #1, #8, dan #9 hanya terdeteksi pada 5 primer saja. Sementara genotip #7 hanya dapat terevaluasi oleh marka-marka karakter tahan wereng cokelat (RM 586, RM 589, RM 8213), marka karakter aromatik (marka bradbury), namun tidak terdeteksi pada kedua marka untuk karakter umur genjah (RM7601 dan RM19414). 2. Ekspresi fenotipik yang berkaitan dengan karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah pada tetuatetua piramidisasi tidak semuanya terevaluasi pada genotip-genotip hasil persilangan program piramidisasi.
Genotip #1, #2, #4, #6 dan #11 merupakan genotip yang sudah mirip dengan karakter tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake) berdasarkan marka fenotipik. DAFTAR PUSTAKA Bahagiawati. 2012. Kontribusi marka molekuler dalam pengendalian wereng. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 5 (1):1-18 Balai Penelitian dan Pengembangan Padi. 2008. Teknologi Budidaya Padi. Buku 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Bradbury, L.M.T., Fitzgerald, T.L., Henry, R.J., Jin, O., and Waters, D.L.E. 2005a. The gene for fragrance in rice. The Plant Biotechnology Journal,Vol.(3): 363-370. Chandramani, P., Rajendran, R., Sivasubramania, and Muthiah P. 2009. Impact of biophisical factors as influenced by organic sources of nutrients on major pests of rice. Journal of Biopesticides, Vol.2(1): 01-05. Fernando, H., Senadhera, D., Elikawela, Y., Alwis, H.M., and Kudagamage , C. 2000. Varietal resistance to the brown planthopper in Sri Lanka. 241-248. Available at Available at http://ag.udel.edu/delpha/9165.pdf [10/04/2014] Ferrater, J., Jong, P., Dicke, M., and Horgan, F. 2012. Adaptation of the brown planthopper to a highly resistant rice variety PTB33. South Korea. Proceeding of XXIV International Congress of Entomology. Available at http://edunabi.com/. [27/01/14]. Fitzgerald, M.A., Hamilton, N.R.S., Calingacion, M.N., and Butardo, V.M. 2008. Is there a second fragrance gene in rice. Plant Biotechnology Journal Vol. (6) : 416–42
11
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
IRRI. 2001. Bigger harvest a cleaner planet. Available at http://www.irri.org/. [05/06/14]. Jiang, L., Xu, J., Wei, X., Wang, S., Tang, J., Zhai, H., and Wan, J. 2007. The inheritance of early heading in the rice variety USSR5. Journal of Genetics and Genomics Vol 34(1): 46-55. Lan, W., and Chao, W. 2011. Application of molecular marker assisted selection in gene pyramiding and selection of new cultivars. Journal of Northeast Agricultural University Vol. 18 (1):7984. Li, X.B., Chen, C.Y., dan Zhai, W.X. 2003. Breeding transgenic plants with safe or no selective markers.Yi chuan Hereditas Zhongguo yi chuan xue hui bian ji, Vol. 25(3) : 345–349. Liu, Y., He, J., Jiang. L., Wu, H., Xiao, Y., Liu, Y., and Li, G. 2011. Nitric oxide production is associated with response to brown planthopper infestation in rice. Journal of Plant Physiology Vol.168 : 739–745 Naeem, M., Freed, S., and Quan, Z.G. 2013. Molecular Genetic Studies of Heading Date Gene OsMADS50 by using Single Segment Substitution Lines in Oryza sativa. Int. J. Agric. Biol., Vol.15: 631‒639 Nugaliyadde, L., and Wilkins, R.M. 2004. Influence of surface lipids of some rice (Oriza sativa L.) varieties on the feeding behavior of Nilapavarta lugens Stal., (Homoptera: Delphacidae). Diakses melalui http://www.goviya.lk/agrilearning/Pad dy/ [24/04/14]. Patil, K.G., and Patil, V.G. 2012. Inheritance of aroma in aromatic rice (Oryzasativa L .) genotypes. Annals of Biological Research Vol. 3(12) : 5472– 5474. Prasetiyono, J. 2008. Perkembangan marka molekuler untuk seleksi tanaman. Warta Biogen Vol. (4) 1:9-12 Prayoga, G.I. 2013. Analisis karakter fisiologis tetua dan aplikasi marker assisted selection (MAS) pada generasi
padi F2 dalam perakitan kultivar padi harapan tahan wereng cokelat. Tesis. Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan. Servin, B., Martin, O.C., and Marc, M. 2003. Towards a theory of markerassisted gene pyramiding. Genetics Society of America Vol. 168(1): 513523 Available at www.ncbi.nlm.nih.gov/ [05/06/14]. Sun, L., Su, C., Wang, C., Zhai, H., and Wan, J. 2005. Mapping of a major resistance gene to the brown planthopper in the rice cultivar Rathu Heenati.Breeding Science Vol. (55) : 391-396. Tanaka, 1999. Quantitative genetic analysis of biotypes of planthopper of Nilapavarta lugens; heritability of virulence to resistant rice varieties. Entomologia Experimentalis et Applicata Vol. 90:279-287. Wang,Y., Wang, X., Yuan, H., Chen, R., Zhu, L., He, R., and He, G. 2008. Responses of two contrasting genotypes of rice to brown planthopper. The American Phytopathological Society : Molecular Plant-Microbe Interactions Vol. 21(1) : 122-132.
12