Agric. Sci. J. – Vol. I (4) : 208-214 (2014)
Seleksi Tanaman Padi Generasi F2 Hasil Persilangan IR-64 X Pandan Wangi untuk Karakter Aroma Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori (Selection on F2 Progeny of a IR-64 X Pandanwangi Crossing of Aromatic Traits Based on Molecular Marker and Sensory Test) 1
Leni Nurlaeli Irmayanti1, Nono Carsono2, Neni Rostini2 Mahasiswa, Program Studi Agroteknologi, Universitas Padjadjaran 1 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran ABSTRAK
Permintaan beras aromatik baru-baru ini mulai meningkat untuk pasar Indonesia. Aroma merupakan salah satu karakter yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Aroma pada padi disebabkan adanya senyawa volatile 2-acetyl-1-pyrroline yang dikendalikan gen fgr. Gen tersebut mengkode betaine aldehyde dehydrogenase (BAD2) yang terkait dengan senyawa 2-AP. Seleksi padi generasi F2 dengan menggunakan metode marka molekuler dan uji sensori dinilai efektif untuk karakter aroma. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi 280 tanaman padi generasi F2 hasil persilangan IR-64 dengan Pandan Wangi untuk karakter aroma berdasarkan marka molekuler dan uji sensori. Marka yang digunakan untuk mendeteksi gen fgr yang terkait karakter aroma yaitu marka spesifik Bradbury. Pada uji sensori digunakan larutan KOH 1,7%. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Analisis dan Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Dalam penelitian ini marka Bradbury mampu membedakan padi aroma dan non-aroma yang masing-masing memiliki ukuran bp sebesar 257bp dan 355bp. Pada uji sensori, padi aroma dan non-aroma dipilih berdasarkan keberadaan aroma mirip pandanwangi. Terdapat 131 genotipe (dari total 280) yang terseleksi memiliki karakter aroma berdasarkan marka Bradbury, 136 genotipe terseleksi memiliki aroma berdasarkan uji sensori, dan 106 Genotipe yang terseleksi berdasarkan keduanya. Selanjutnya dapat digunakan sebagai galur harapan dan sebagai sumber tetua. Kata kunci :Aroma, Kandungan Amilosa, MAS, Padi, Pola Segregasi. PENDAHULUAN Pemuliaan tanaman padi telah banyak dilakukan sejak dahulu dan telah mengalami perkembangan. Saat ini di samping dikembangkannya perakitan varietas padi dengan produksi hasil yang tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit serta memiliki umur genjah, telah dikembangkan juga perakitan varietas padi unggul yang mengarah pada karakter cooking and eating quality dengan karakter aromatik yang diinginkan (Katalani, 2013; Nurcahyo, 2007). Padi beraroma merupakan karakter utama yang diinginkan oleh konsumen. Padi aroma yang banyak diminati dan
memiliki harga tinggi di pasaran merupakan padi dengan karakteristik aroma yang natural, sedap, dan memiliki rasa yang enak (Yi et al., 2009). Perakitan varietas yang memiliki karakter aroma dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan persilangan. Melalui persilangan, upaya piramidisasi yaitu menggabungkan beberapa karakter unggul kedalam satu varietas dapat dilakukan. Dalam kegiatan piramidisasi, sumber tetua yang memiliki karakter unggul sangat diperlukan. Karakter yang dipindahkan kedalam satu varietas merupakan karakter yang dikendalikan oleh single gene.
Diterima 6 Agustus 2014. Disetujui 17 Oktober 2014. Alamat Korespondensi :
[email protected]
Leni N.I., Nono C., Neni R. - Seleksi Tanaman Padi Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori
Varietas recipient dalam kegiatan piramidisasi merupakan varietas yang sudah memiliki banyak karakter unggul. Laboratorium Analisis dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, telah melakukan kegiatan piramidisasi melalui persilangan antara kultivar yang memiliki produktivitas tinggi (IR-64) dengan padi aromatik (Pandanwangi). Dari hasil persilangan ini telah diperoleh benih generasi F2 yang merupakan populasi segregasi maksimum. IR-64 merupakan varietas unggulan yang memiliki daya hasil tinggi, umur tanaman agak genjah dan memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat dan penyakit hawar daun. Pandanwangi merupakan salah satu varietas lokal Indonesia aromatik yang dijadikan sebagai sumber gen (plasma nutfah) dalam perakitan padi tipe baru, yang memiliki amilosa 18% - 24% dan mutu tanakpulen (Balai Besar Penelitian Padi, 2009) Berdasarkan banyaknya karakter unggul yang dimiliki oleh padi varietas IR64 maka hal ini menjadikan IR-64 sebagai tetua recipient. Karakter utama yang diharapkan terdapat pada tetua recipient dari hasil kegiatan piramidisasi yaitu karakter aroma. Karakter aroma merupakan karakter yang tidak dimiliki oleh IR-64. Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah persilangan adalah melakukan seleksi. Seleksi dapat dilakukan secara fenotipik maupun genotipik.Seleksi secara fenotipik memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan waktu yang lama dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seleksi secara genotipik dapat dilakukan melalui penerapan Marker Assisted Selection (MAS). MAS merupakan upaya untuk menseleksi tanaman yang diinginkan dengan memanfaatkan teknologi marka molekuler. MAS dapat dikatakan sebagai teknologi yang efektif dan menghemat waktu (Brumlop and Finckh, 2011). Keuntungan dari metode ini adalah dapat dilakukan secara dini, tidak dipengaruhi oleh lingkungan maupun stadia pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Jena and Mackill, 2008; Collard and Mackill, 2010; Brumlop and Finckh, 2011). Pada penelitian ini, teknik MAS akan digunakan untuk menyeleksi tanaman generasi F2 yang sedang mengalami segregasi maksimum. Marka yang digunakan merupakan marka yang sudah teruji terpaut dengan karakter aroma . Marka spesifik yang dapat mendeteksi aroma diantaranya adalah Internal Fragrant Antisense Primer (IFAP) sebagai pendeteksi aroma dan Internal Nonfragrant Sense Primer (INSP) sebagai marka pendeteksi non-aroma (Bradbury et al., 2005b). Kedua marka spesifik ini akan memiliki pola pita yang berbeda untuk tanaman yang mengandung aromatik maupun non-aromatik. Tanaman yang memiliki karakter aroma akan memperlihatkan pola pita dengan besar 257 bp, sedangkan tanaman non-aroma akan memperlihatkan pola pita sebesar 355 bp. Pengujian padi yang memiliki karakter aroma juga dilakukan dengan melakukan pengujian sensori. Uji sensori dilakukan untuk konfirmasi bioassay dengan menggunakan larutan KOH 1,7%. Identifikasi aroma dilakukan dengan mencium individu tanaman yang telah direndam dalam larutan KOH 1,7% (Dong et al., 2001). Tanaman yang memiliki karakter aroma akan menghasilkan aroma seperti pandan saat dicium, sedangkan tanaman non-aroma tidak akan menghasilkan aroma pandan. Seleksi berdasarkan marka molekuler dapat mempercepat proses seleksi dan dapat dilakukan pada generasi awal terhadap karakter aroma. Oleh karena itu penelitian seleksi individu tanaman padi generasi F2 hasil persilangan IR 64 X Pandan Wangi pada sejumlah 280 tanaman yang terpaut karakter tersebut sangatlah penting untuk dilakukan. BAHAN DAN METODE A. Bahan Tanam Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 280 tanaman hasil persilangan IR-64 (recipient) dan 209
Leni N.I., Nono C., Neni R. - Seleksi Tanaman Padi Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori
Pandanwangi (donor) dan tetuanya: IR-64 dan Pandanwangi sebagai cek. Kegiatan seleksi marka molekulern dan uji sensori dilakukan di Laboratorium Analisis dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. B. Isolasi DNA, amplifikasi PCR, elektroforesis dan visualisasi Isolasi DNA menggunakan metode CTAB Dellaporta et al. dengan modifikasi. Konsentrasi DNA dihitung menggunakan spektrofotometer (Rayleigh UV-9200) pada panjang 260 nm dan 280 nm. Amplifikasi PCR dilakukan dengan menggunakan 280 DNA tanaman F2 hasil isolasi beserta dengan tetuanya pada mesin PCR effendorf. Reaksi komponen untuk amplifikasi PCR mengandung 1 μl 20 ng DNA template, 9,5 μl KAPA2G TMFast ReadyMix dari Kapabiosystem, 1 μl Primer Forward dan 1 μl primer Reverse. Marka Bradburry digunakan untuk mendeteksi aroma. Reaksi PCR untuk marka Bradbury mengikuti metode Bradbury et al.: Satu siklus denaturasi awal pada 95oC selama 5 menit; 35 siklus yang terdiri dari: 95oC selama 1 menit untuk denaturasi, 58oC selama 30 detik untuk annealing, 72oC selama 1 menit untuk elongation; diikuti oleh satu siklus 72oC selama 5 menit untuk elongation akhir. Produk hasil amplifikasi kemudian dielektroforesis dengan menggunakan 1,5% agarose gel pada larutan 0,5 TBE buffer dan dialiri tegangan listrik 75 volt selamat 60 menit. Setelah running elektroforesis selesai, dilakukan proses visualisasi. Gel direndam pada larutan 0,2 µg/ml EthidiumBromide selama 30 menit. Selanjutnya gel agarose dipindahkan dan direndam dalam aquades steril untuk menghilangkan Ethidium-Bromide selama 10 menit. Visualisasi dilakukan menggunakan alat gel documentation system. C. Uji Sensori
Uji sensori dilakukan dengan menggunakan larutan KOH 1,7 % menurut Sood and Siddiq (1978) dalam Hien et al., (2006) dengan modifikasi. Sampel daun sebanyak ± 2 g dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml dengan 500 µl larutan KOH pada suhu kamar. Setelah 30 menit, tube dibuka dan segera dicium baunya. Sebagai kontrol dilakukan juga uji sensori pada kedua tetua persilangan. Setiap sampel individu dievaluasi oleh dua orang. D. Data Analisis Analisis pola pita DNA menggunakan software genetools. Tanaman yang memiliki pola pita DNA mirip dengan tetua betina (Pandanwangi) diberi tanda + (ada aroma) dan – (non-aroma).Uji sensori untuk karakter aroma berdasarkan keberadaan aroma pandan. Tanaman F2 yang memiliki aroma pandan dipilih sebagai tanaman terseleksi. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Marka Molekuler Sebanyak 280 tanaman hasil persilangan IR-64 X PW telah ditanam dan diuji molekuler menggunakan marka Bradbury untuk karakter aroma. Contoh hasil visualisasi dapat dilihat pada Gambar 5. Terdapat tiga macam pola pita dengan ukuran yang berbeda, yaitu pita DNA dengan ukuran 355 bp yang menunjukkan individu homozigot non-aromatik pada genotip no. 85 dan 86, pola pita 257 bp yang menunjukkan individu homozigot aromatik pada genotip no. 23 dan 24, dan dihasilkan kedua pola pita berukuran 257 bp dan 355 bp yang menunjukkan individu heterozigot non-aromatik pada genotip no. 21 dan 26.
210
Leni N.I., Nono C., Neni R. - Seleksi Tanaman Padi Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori
Gambar 1. Visualisasi gel elektroforesis tanaman padi F2 untuk karakter aroma berdasarkan primer Bradbury. Ket. : Nomor-nomor yang tertera menunjukkan nomor genotip. M = DNA Ladder 1 kb; (-) homozigot non-aromatik, (+) homozigot aromatik, (SG) heterozigot non-aromatik.
Pada Gambar 1. Terlihat jelas adanya segregasi pola pita DNA, dimana terdapat pita yang sama dengan tetua donor ataupun recipient, ataupun memiliki pita gabungan dari keduanya. Hanya tanaman yang memiliki pola pita DNA sama dengan tetua donor yang akan dipilih dalam seleksi
ini. Sebagai contoh, pada Gambar 1, genotip yang dipilih adalah genotip nomor 23 dan 24 yang memiliki kesamaan pola pita DNA dengan tetua donor. Persentase Tanaman yang memiliki karakter aroma dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Padi Aromatik Berdasarkan Marka Bradbury No. Jumlah Tanaman Non-Aromatik Aromatik 1 149 (53.21%) 131 (46.79%)
Pada penelitian ini primer Bradbury dinilai mampu membedakan padi aromatik dan non-aromatik. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan marka Bradbury untuk menyeleksi karakter aroma. Kiani (2011) berhasil menyeleksi padi aromatik dari tanaman F2 homozigot aromatik superior dari persilangan kultivar hasil tinggi dengan varietas aromatik lokal menggunakan primer Bradbury et al. Sari (2014) menggunakan primer spesifik Bradbury untuk mengidentifikasi tanaman F2 persilangan populasi Ciherang X Basmati,
hasilnya didapatkan 22 tanaman yang memiliki pola pita sama dengan tetua Basmati. Bounphanousay et al., (2008) mengidentifikasi terdapat 36 aksesi dari 53 aksesi beras hitam dan tiga beras putih dari LAO PDR yang memiliki karakter aroma menggunakan primer spesifik Bradbury. B. Uji Sensori Berdasarkan uji sensori terdapat 136 tanaman (48.57 %) yang memiliki karakter aroma dan 144 tanaman (51.43 %) yang tidak memiliki karakter aroma (non-aroma). Persentase padi aromatik berdasarkan uji sensori dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Padi Aromatik Berdasarkan Uji Sensori No. Jumlah Tanaman Non-Aromatik Aromatik 1 144 (51.43 %) 136 (48.57 %)
Uji sensori menggunakan jaringan biji atau daun yang direaksikan dengan larutan KOH masih digunakan sebagai metode yang baik dan tepat untuk evaluasi aroma (Sarhadi et al., 2002). Menurut Buttery et al., (1983), komponen 2-Acetyl1-pyrroline (2-AP) merupakan komponen utama yang berkaitan dengan adanya aroma pada beras. Komponen 2-AP dapat
ditemukan diseluruh bagian tanaman (biji, daun, batang) kecuali bagian akar. Saat senyawa 2-AP direaksikan dengan larutan KOH, ikatan rangkap dua pada molekul oksigen (O+) akan terlepas dan berikatan dengan molekul hidroksi (OH-) dari KOH (Yoshihashi et al., 2002). Pada penelitian ini, uji sensori dengan menggunakan larutan 1,7% KOH 211
Leni N.I., Nono C., Neni R. - Seleksi Tanaman Padi Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori
dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakter aroma pada jaringan daun. Metode ini merupakan salah satu metode yang mudah, cepat dan dapat dipercaya untuk mendeteksi ada tidaknya aroma pada padi. Uji sensori masih digunakan untuk seleksi kualitas pada varietas padi aromatik (Hien et al., 2006). C. Kombinasi Marka Bradbury dan Uji Sensori Berdasarkan hasil seleksi menggunakan primer Bradbury terdapat 149 genotipe yang memiliki karakter aroma, berdasarkan uji sensori menggunakan larutan KOH 1,7% terseleksi 136 genotipe dan berdasarkan seleksi keduanya terdapat 106 tanaman yang memiliki karakter aroma dan 174 tanaman tidak memiliki karakter aroma (non-aroma). Kombinasi penggunaan marka molekuler dan uji sensori dinilai efektif untuk digunakan dalam kegiatan seleksi karakter aroma pada populasi bersegregasi (Sari, 2014). Pada penelitian ini, data gabungan karakter aroma yang diseleksi menggunakan marka molekuler dan uji sensori memperlihatkan hasil yang bervariasi. Terdapat genotip yang terseleksi berdasarkan marka molekuler, uji sensori dan genotip yang terseleksi berdasarkan keduanya. Genotip yang terseleksi berdasarkan marka molekuler tetapi tidak terseleksi berdasarkan uji sensori, hal ini diduga karena intensitas senyawa 2-AP pada genotip tersebut hanya sedikit, sehingga tidak bisa tercium oleh indra penciuman. Selain itu bisa saja karena ada mutasi alel gen badh2 yang berbeda pada padi varietas Pandanwangi. Bradbury et al., (2005) melaporkan padi aroma memiliki delesi 8 bp pada ekson 7 di kromosom 8. Delesi 8 bp pada ekson 7 ini merupakan delesi umum yang terjadi pada kebanyakan varietas pada aromatik di dunia (Shao et al., 2011). Penelitian lainnya beranggapan bahwa delesi 8 bp pada ekson 7 bukan satusatunya penyebab karakter aroma pada padi. Shi et al., (2008) menemukan alel lain pada gen badh2 dengan delesi 7 bp
pada ekson 2. Shao et al., (2011) melaporkan adanya delesi 90 bp dan 19 bp masing-masing pada ekson 4 dan ekson 5. Delesi 8 bp pada ekson 7 memiliki korelasi yang kuat dengan senyawa 2-AP (Fitzgerald et al., 2008). Marka spesifik Bradbury dalam penelitian ini kemungkinan tidak hanya mendeteksi genotip yang memiliki delesi 8 bp pada ekson 7, bisa saja marka Bradbury mendeteksi delesi 7 bp pada ekson 2. Shi et al., (2008) menjelaskan bahwa badh2-e2 memiliki sekuen yang identik dengan badh2-e7 sehingga semua kemungkinan ini dapat saja terjadi. Genotip yang terseleksi berdasarkan uji sensori dan tidak terdeteksi berdasarkan marka molekuler dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu, berkurangnya kemampuan indra penciuman peneliti dan dugaan adanya gen lain pengendali aroma. Uji sensori merupakan pengujian paling mudah dan murah untuk mendeteksi aroma, akan tetapi penggunaan KOH dalam uji sensori memiliki pengaruh terhadap indra penciuman peneliti, larutan ini dapat menyebabkan kerusakan pada indra pencium sehingga menyebabkan kemampuan analisis peneliti berkurang (Hien et al., 2006). Dugaan kedua yaitu kemungkinan adanya gen lain pengendali aroma yang identik dengan gen badh2. Selama ini aroma dilaporkan dikendalikan oleh gen badh2 yang terletak pada kromosom 8 (Bradbury et al., 2005; Chen et al., 2008), akan tetapi beberapa penelitian terbaru melaporkan adanya keterlibatan gen lain pengendali aroma. Amarawathi et al., (2008) dan Singh et al., (2007) melaporkan terdapat gen selain badh2 pada kromosom 8 yaitu gen badh1 pada kromosom 4. Gen badh2 terdapat juga pada kromosom 3, akan tetapi badh2 pada kromosom 8 memiliki pengaruh yang paling besar terhadap variasi fenotip aroma. Gen badh1 yang ditemukan pada kromosom 4 dianggap sebagai gen kandidat pengendali aroma karena memiliki fungsi yang sama seperti gen badh2 pada kromosom 8. Berdasarkan hal tersebut, 212
Leni N.I., Nono C., Neni R. - Seleksi Tanaman Padi Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori
sangat memungkinkan apabila genotip yang terdeteksi berdasarkan uji sensori saja diduga memiliki gen lain pengendali aroma. Cara yang dapat dilakukan untuk memastikan apakah ada mutasi alel badh2 lain dan gen lain pengendali aroma pada padi Pandanwangi dapat dilakukan dengan sekunsing. Pada penelitian ini tidak dilakukan sekunsing, sehingga belum dapat dikonfirmasi apakah betul ada mutasi gen badh lain dan gen pengendali selain badh2. Padi Pandanwangi merupakan padi varietas lokal Indonesia yang belum banyak diketahui seperti apa struktur dan fungsi gen badh2nya. Genotip yang dipilih memiliki karakter aroma dalam penelitian ini merupakan genotip yang terseleksi berdasarkan marka molekuler dan uji sensori. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dua metode yang digunakan untuk mendeteksi karakter aroma (metode marka molekuler dan uji sensori) terseleksi 106 genotipe yang memiliki karakter aroma. Penggunaan kombinasi kedua metode ini dinilai cukup efektif untuk membedakan padi aroma dan non-aroma. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi Varietas Padi. BB Padi, Departemen Pertanian. Bradbury, Louis M T, Fitzgerald, T. L., Henry, R. J., Jin, Q., and Waters, D. L. E. 2005a. The gene for fragrance in rice. Plant biotechnology journal, 3(3), 363–70. doi:10.1111/j.14677652.2005.00131.x Bradbury, Louis M. T., Henry, R. J., Jin, Q., Reinke, R. F., and Waters, D. L. E. 2005b. A Perfect Marker for Fragrance Genotyping in Rice. Molecular Breeding, 16(4), 279–283. doi:10.1007/s11032-005-0776-y Bounphanousay, C., P. Jaisil, J. Sanitchon, M. Fitzgerald, and N.R.S. Hamilton. 2008. Chemical and molecular characterization of fragrance in black
glutinous rice from Loa PDR. Asian J. Plant Sci. 7(1): 1-7. Brumlop, S., and Finckh, M. R. 2011. Applications and potentials of marker assisted selection ( MAS ) in plant breeding. Federal Agency for Nature Conservation. Buttery, R.G., Ling, L.C., Juliano, B.O. and Turnbaugh, J.G. 1983. Cooked rice aroma and 2-acetyl-1-pyrroline. J. Agric. Food Chem. 31, 823–826. Collard, B.C.Y. and Mackill, D.J. 2008. Marker-assisted selection: an approach for precision of plant breeding in the twenty-first century. Phil Trans. R. Soc. B 363:557-572. Dellaporta, S.L., J. Wood, and J.B. Hicks. 1983. A plant DNA minipreparation: version II. Plant. Mol. Biol. Rep. 1(4):19-21. Dong, Y, E Tsuzuki, and Terao, H. 2001. Genetic analysis of aroma in three rice cultivars (Oryza sativa L.). J Genet Breed 55: 39-44. Fitzgerald, M. a, N.R. Sackville Hamilton, M.N. Calingacion, H. a Verhoeven, and V.M. Butardo. 2008. Is there a second fragrance gene in rice? Plant Biotechnol. J. 6(4): 416–23Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 8331415 (verified 30 May 2014). Hien, Nguyen.Loc., Yoshihashi, Tadashi., Sarhadi, W.A., and Hirata, Y. 2006. Sensory test for aroma and quantitative analysis of 2-acetyl-1-pyrroline in Asian aromatic rice varieties. Plant Prod Sci 9(3): 294-297 Jena, K.K. and Mackill, D.J. 2008. Molecular markers and their use in marker-assisted selection in rice. Crop Sci. 48:1266-1276. Katalani, K., Nematzadeh, G., Kiani, G., and Hashemi, S. H. 2013. Marker assisted selection for quality improvement of Ghaem rice variety in multiple crosses at segregating population, 4(9), 2420–2428. Kiani, G. 2011. Marker aided selection for aroma in F2 populations of rice. African Journal of Biotechnology, 213
Leni N.I., Nono C., Neni R. - Seleksi Tanaman Padi Berdasarkan Marka Molekuler dan Uji Sensori
10(71), 15845–15848. doi:10.5897/AJB11.945 Nurcahyo. 2007. Beras Konvensional dan Aromatik (Panganplus: Situs Teknologi Pangan Indonesia). http://www.indonesiaindonesia.com/f/5 959 padi beras permasalahannya.2p. (diakses pada tanggal 20 November 2013). Sarhadi, W.A., N.L. Hien, M. Zanjani, W. Yosofzai, and T. Yoshihashi. 2002. Comparative Analyses for Aroma and Agronomic Traits of Native Rice Cultivars from Central Asia. 11(1): 17– 22. Sari. 2014. Seleksi Tanaman Padi Generasi F2 Untuk Karakter Aroma, Pengapuran Biji, dan Kadar Amilosa Berdasarkan Marka Molekuler dan Marka Fenotipik. Thesis Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan. Singh, R., A.K. Singh, T.R. Sharma, A. Singh, and N.K. Singh. 2007. Fine Mapping of Aroma QTLs in Basmati Rice ( Oryza sativa L ) on Chromosomes 3 , 4 and 8 †. 16(July): 75–82. Shi, W., Y. Yang, S. Chen, and M. Xu. 2008. Discovery of a new fragrance allele and the development of functional markers for the breeding of fragrant rice varieties. Mol. Breed. 22(2): 185–192Available at http://link.springer.com/10.1007/s1103 2-008-9165-7 (verified 18 July 2013). Yi, M., Nwe, K. T., Vanavichit, A., Chaiarree, W., & Toojinda, T. 2009. Marker assisted backcross breeding to improve cooking quality traits in Myanmar rice cultivar Manawthukha. Field Crops Research, 113(2), 178–186. doi:10.1016/j.fcr.2009.05.006 Yoshihashi, T., N.T.T. Huong, and N. Kabaki. 2002b. Quality evaluation of Khao Dawk Mali 105 an aromatic rice cultivar of Northeast Thailand. JIRCAS Working Report No. 30: 151-160.
214