Perkembangan dan Prospek Perekonomian Global dan Domestik September 2016
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL A MERIKA SERIKAT Perkembangan ekonomi AS yang cenderung stagnan dan lembih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat pada trend indikator CEI dan LEI yang masih tumbuh flat pada bulan Agustus 2016. Indikator coincident economic index-CEI (indikator yang menggambarkan kondisi ekonomi terkini) tumbuh 1,6 persen yoy ke level 114,10, lebih rendah dari rerata pertumbuhan satu tahun sebelumnya (+1,9% yoy). Sementara itu, indikator composite leading economic index-LEI (indikator yang menggambarkan arah dan prospek ekonomi dimasa datang) tumbuh 1,1 persen yoy ke level 124,10, atau lebih rendah dari ratarata pertumbuhan 12 bulan sebelumnya sebesar 2,3 persen yoy. Pemulihan ekonomi yang berjalan lambat juga memengaruhi kinerja sektor manufaktur AS. Indikator ISM Manufacturing PMI turun kelevel 49,4 pada bulan Agustus 2016. Level PMI dibawah ambang batas 50, mengindikasikan kontraksi aktivitas sektor manufaktur AS, menyusul lemahnya pesanan baru yang diterima industri, output produksi, dan serapan tenaga kerja baru. Output produksi industri tercatat turun 1,1 persen yoy diperiode yang sama. Sektor perumahan AS memperlihatkan perkembangan yang relatif lebih baik. Meski indikator izin mendirikan bangunan turun 2,3 persen yoy dibulan Agustus, namun pembangunan konstruksi baru serta penjualan rumah (existing home sales) masih terus meningkat masingmasing sebesar 0,9 persen yoy dan 0,8 persen yoy. Optimisme konsumen masih tetap terjaga. Dibulan Agustus, indeks kepercayaan konsumen meningkat 4,6 persen mom kelevel 101,1, terkait ekspektasi membaiknya prospek perkembangan bisnis dan kondisi pasar tenaga kerja dalam jangka pendek. Hal ini tentu menjadi sinyal positif mengingat bahwa meningkatnya keyakinan rumah tangga terhadap kondisi ekonomi kedepan akan mendorong mereka lebih cepat merealisasikan rencana pembelian yang menopang ekonomi.
Contact Us PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Grha SMF Jl. Panglima Polim I No 1 Jakarta 12160 Telp. + 62 21 2700400 Fax. + 62 21 2701400
[email protected] www.smf-indonesia.co.id
Disisi moneter, rilis pers FOMC menyatakan bahwa aktivitas ekonomi AS tumbuh moderat, dengan perkembangan pasar tenaga kerja yang makin solid. Belanja rumah tangga semakin meningkat, sementara investasi bisnis masih melambat. Laju inflasi dalam jangka pendek diperkirakan berada dibawah target The Fed sebesar 2 persen. Berdasarkan hal tersebut, The Fed memutuskan mempertahankan kebijakan moneter dan suku bunga FFR yang berlaku saat ini (0,25%-0,50%). Dengan kinerja ekonomi terkini yang masih dalam tren moderat serta prospek pertumbuhan ekonomi yang juga masih lemah, maka peluang kenaikan suku bunga acuan the Fed dalam jangka pendek ini tampaknya relatif kecil. Sebab bila suku bunga dinaikkan, maka dikhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini akan semakin memburuk karena kenaikan suku bunga acuan akan diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman. Peluang kenaikan tersebut semakin kecil karena perkembangan dan prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara besar lainnya yang juga masih relatif lemah. Kenaikan suku bunga the Fed juga dapat mendorong penguatan nilai tukar dolar Amerika terhadap mata uang dunia, yang pada gilirannya akan memukul daya saing produk Amerika di pasar global. Jika the Fed tidak menaikkan suku bunga acuannya dalam jangka pendek ini, maka berarti stance kebijakan moneter di AS masih cenderung longgar. Kondisi yang demikian ini akan kondusif bagi pasar modal dalam negeri maupun nilai tukar rupiah, karena aliran modal biasanya akan terjadi dari negara maju ke emerging market, termasuk Indonesia.
Composite Leading Economic Index Amerika Serikat 130
Composite Coincident Economic Index Amerika Serikat 120
15.0 US LEI
125
US LEI (% YoY)
10.0
4.0 2.0
115
120 5.0
US CEI
115
110
0.0
110
0.0
US CEI (% YoY) (2.0)
105
105
(5.0)
(4.0)
100
(10.0)
100
95
(6.0)
(15.0)
Jan-16
May-16
Jan-15
Sep-15
Sep-14
May-15
Jan-14
May-14
Jan-13
Sep-13
May-13
Jan-12
Sep-12
May-12
Jan-11
Sep-11
May-11
Jan-10
Sep-10
Sep-09
(10.0) May-10
90 Jan-09
Jan-16
(8.0)
May-16
Jan-15
Sep-15
May-15
Jan-14
Sep-14
Sep-13
May-14
Jan-13
May-13
Jan-12
Sep-12
May-12
Jan-11
Sep-11
Sep-10
May-11
Jan-10
May-10
(25.0) Jan-09
80 Sep-09
(20.0)
May-09
85
95
May-09
90
Source : CEIC, diolah
EROPA Pemulihan ekonomi Uni Eropa juga masih berjalan lambat. Trend pertumbuhan LEI bergerak menurun pada bulan Agustus (-0,2% yoy), setelah dibulan sebelumnya tumbuh 0,1% yoy. Rerata pertumbuhan LEI selama 12 bulan terakhir mencapai 1,2% yoy. Dari sisi konsumen, penjualan retail Juli tumbuh 1,1 persen mom (+2,9% yoy), setelah dibulan sebelumnya sempat turun 0,1 persen mom (+1,7% yoy). Meskipun terjadi deflasi secara bulanan, namun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tingkat inflasi Juli mencapai 0,16% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,09% yoy. Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi dan prospeknya kedepan belum membaik signifikan. Indeks kepercayaan konsumen mencapai level -8,5 (Agustus 2016), menurun dibandingkan bulan sebelumnya dilevel -7,9. IKK dibulan Agustus tercatat lebih rendah dari rata-rata sepanjang satu tahun terakhir sebesar -7,6. Composite Leading Economic Index Euro 101
6 EU LEI
99
4
EU LEI (% YoY)
May-16
Jan-16
Sep-15
May-15
Jan-15
Sep-14
Jan-14
Sep-13
May-14
Jan-13
May-13
Jan-12
Sep-12
(10) May-12
(8)
85 Sep-11
87
Jan-11
(6)
May-11
(4)
89
Sep-10
91
May-10
(2)
Jan-10
0
93
Sep-09
95
May-09
2
Jan-09
97
Source : CEIC, diolah
JEPANG Ekonomi Jepang masih belum menunjukkan kemajuan signifikan. Pertumbuhan ekonomi Q2 2016 mencapai 0,60% yoy, melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (+0,70% yoy). Belanja rumah tangga mulai membaik, sementara pertumbuhan ekspor melambat. Apresiasi nilai tukar Yen turut memengaruhi kinerja ekspor Jepang. Pertumbuhan ekonomi Jepang saat ini masih berada dibawah target otoritas moneter-Bank of Japan sebesar 0,8% hingga 1,0%. Trend pertumbuhan CEI dan LEI masih menurun. Indikator CEI dan LEI masing-masing turun sebesar 1,6 persen yoy dan 5,6 persen yoy. Hal ini mengindikasikan lemahnya pertumbuhan ekonomi saat ini dan prospeknya dalam 6-12 bulan mendatang.
Dengan perkembangan dan prospek ekonomi Jepang yang relatif lemah, ditambah dengan laju inflasi yang masih sangat rendah, maka bank sentral Jepang tetap menerapkan kebijakan moneter yang longgar berupa suku bunga yang rendah (bahkan negatif) dan pemberian stimulus, agar ekonominya bisa tumbuh lebih pesat kedepan. Hasil rapat Bank of Japan (BOJ) terbaru memutuskan untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter longgar yang saat ini berjalan (QQE with a Negative Interest Rate), dengan tingkat bunga acuan deposit rate dilevel negatif (-0,1%). BOJ memperkenalkan tambahan kerangka kebijakan baru yang disebut dengan "QQE with Yield Curve Control”. Fokus utama kebijakan ini adalah (1) BOJ akan mengendalikan tingkat bunga jangka pendek dan jangka panjang ("yield curve control"), dan (2) BOJ akan meningkatkan jumlah uang beredar (monetary base) hingga laju inflasi tahunan bergerak dan bertahan diatas target inflasi BOJ sebesar 2 persen ("inflation-overshooting commitment"). Kebijakan moneter yang longgar ini akan mendorong aktivitas carry trade (investor meminjam uang di Jepang karena bunga rendah untuk diinvestasikan diluar Jepang), sehingga akan meningkatkan pula arus modal dari Jepang ke emerging market (termasuk Indonesia) yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap pasar modal dalam negeri maupun nilai tukar rupiah. Composite Leading Economic Index Jepang 120
40 Japan LEI
110
30
Japan LEI (% YoY)
20 100
10
90
0 (10)
80
(20) 70
(30)
Jan-16
Sep-15
May-16
Jan-15
May-15
Sep-14
Jan-14
May-14
Sep-13
Jan-13
May-13
Sep-12
Jan-12
May-12
Sep-11
Jan-11
May-11
Jan-10
Sep-10
Sep-09
May-10
Jan-09
(40) May-09
60
Source : CEIC, diolah
CHINA Ekspansi ekonomi Tiongkok relatif flat. Ekonomi Tiongkok tumbuh flat 6,7 persen yoy pada Q2 2016, seperti Q1 2016, namun lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (+7% yoy). Kedepan kinerja perekonomian Tiongkok tampaknya belum akan mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini terkait dengan perkembangan beberapa indikator makroekonomi seperti trend CEI dan LEI. Composite coincident economic index (CEI) Tiongkok berkontraksi -0.6 persen yoy pada bulan Juni setelah pada bulan Mei turun -0.3 persen yoy dan tumbuh positif 0.4 persen yoy pada bulan April 2016. Sementara indikator leading economic index (LEI) turun 0,5 persen yoy, menyusul penurunan 0,3 persen yoy dibulan sebelumnya. Dari sisi produsen, kinerja sektor manufaktur Tiongkok mulai memperlihatkan perbaikan. Indikator PMI yang mengukur perkembangan sektor industri kembali naik kelevel 50,4 dibulan Agustus, setelah sempat turun kelevel 49,9 dibulan Juli. Pesanan baru yang diterima produsen dan output produksi meningkat, sementara order ekspor dan serapan tenaga kerja menurun. Hal serupa juga terlihat disisi konsumen. Penjualan retail Tiongkok dibulan Agustus tumbuh 0,83% mom (+10,6% yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,75% mom (+10,2% yoy). Disisi lain, laju inflasi cenderung stabil. Laju inflasi Agustus mencapai 0,1% mom (+1,3% yoy), melambat dibandingkan bulan Juli yang mencapai 0,2% mom (+1,8% yoy). Dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini belum cukup kuat dan prospek kedepan yang berpotensi melemah, maka arah kebijakan moneter bank sentral Tiongkok pun diperkirakan akan tetap longgar dan fiskal yang lebih ekspansif. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya dan sekaligus memastikan pertumbuhan kedepan masih dalam
kisaran yang ditargetkan pemerintah. Disamping itu potensi devaluasi Yuan masih terbuka lebar, meskipun tidak sebesar yang dilakukan pada tahun 2015 lalu. Devaluasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk Tiongkok di pasar global agar ekspornya yang cenderung menurun belakangan ini bisa pulih kembali. Devaluasi tersebut diperkirakan tidak akan memberikan dampak yang berarti terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Composite Leading Economic Index China 103
2.0 China LEI
102
1.0
China LEI (% YoY)
101
0.0
100 (1.0) 99 (2.0) 98 (3.0)
97
Jan-16
Apr-16
Jul-15
Oct-15
Jan-15
Apr-15
Jul-14
Oct-14
Jan-14
Apr-14
Jul-13
Oct-13
Jan-13
Apr-13
Jul-12
Oct-12
Jan-12
Apr-12
Jul-11
(5.0) Oct-11
95 Jan-11
(4.0)
Apr-11
96
Source : CEIC, diolah
INDIA Ekonomi India Q1 2016 tumbuh ekspansif 7,9 persen yoy, lebih tinggi dari Q4 2015 (+7,2% yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya (+6,7% yoy). Kinerja yang makin membaik ini ditopang solidnya pertumbuhan belanja rumah tangga, belanja pemerintah dan ekspor yang makin membaik. Dari sisi produsen, kinerja dan aktivitas industri menunjukkan kemajuan. Indikator PMI Agustus kembali meningkat kelevel 52,6 dari bulan Juli sebesar 51,8, sementara output industri turun sebesar 3,7 persen mom dari bulan sebelumnya sebesar 0,6 persen mom. Dari sisi konsumen, laju inflasi tahunan melambat dibulan Agustus (+5,05% yoy), dibandingkan bulan sebelumnya (+6,07% yoy). Kedepan perekonomian India diperkirakan akan tumbuh lebih pesat sejalan dengan kebijakan moneter yang makin longgar berupa penurunan suku bunga serta kebijakan fiskal yang cenderung ekspansif. Perlu diketahui bahwa perbaikan prospek ekonomi India berpotensi memberikan dampak postif terhadap ekspor Indonesia kedepan, terutama terhadap ekspor CPO dan batubara. Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga Acuan India 14.0
PDB
Policy Rate
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2008
2009
2010
Source : CEIC, diolah
2011
2012
2013
2014
2015
2016
PERKEMBANGAN DAN PROSPEK PEREKONOMIAN DOMESTIK Pada triwulan kedua tahun 2016, perekonomian Indonesia tumbuh 4,02% QoQ setelah pada triwulan sebelumnya kontraksi -0,36% QoQ. Angka ini merupakan angka pertumbuhan tertinggi pada triwulan kedua dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pertumbuhan ini juga lebih tinggi dari pertumbuhan PDB pada triwulan kedua 2015, sehingga pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada Q2 2016 meningkat menjadi 5.18% YoY dari 4.91% YoY pada triwulan pertama. Pada bulan September 2016, BPS mencatat inflasi bulanan harga barang dan jasa sebesar 0,22% mom, lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya (+0,69% mom). Deflasi di bulan Agustus lebih rendah dari laju inflasi bulanan Agustus 2015 yang mencapai 0,39% mom, sehingga membawa laju inflasi tahunan turun dari 3,21% yoy menjadi 2,79% yoy. Tekanan inflasi di bulan Agustus menurun, menyusul berakhirnya perayaan hari raya Idul Fitri, dimana harga-harga barang dan jasa biasanya akan kembali ke level normal, kecuali harga barang dan jasa untuk kelompok pendidikan yang tetap tinggi. Untuk bulan September, tekanan inflasi bulanan diperkirakan relatif rendah. Harga kelompok bahan makanan dan makanan jadi cenderung stabil, sementara harga barang dan jasa untuk pendidikan relatif tinggi. Namun karena sumbangan kelompok pengeluaran pendidikan dan rekreasi terhadap inflasi umum relatif kecil (sekitar 8,5%), maka dampaknya terhadap inflasi secara keseluruhan menjadi tidak signifikan. Laju inflasi tahunan untuk bulan September diperkirakan akan semakin menurun dibandingkan dengan inflasi tahunan bulan Agustus 2016. Dalam periode Januari sampai April 2016, kurs rupiah cenderung menguat ke sekitar Rp13.200 per dolar Amerika. Namun pada bulan Mei 2016, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan hingga melemah ke level Rp13.615 per dolar Amerika. Pelemahan tersebut dipicu oleh munculnya spekulasi bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan-nya pada bulan Juni. Namun isu tersebut kembali meredup setelah rilis beberapa indikator makroekonomi Amerika Serikat menunjukkan pemulihan ekonominya yang belum kuat, ditambah dengan pemulihan ekonomi beberapa negara besar lainnya yang menurun serta kekhawatiran Inggris akan keluar dari Uni Eropa. Seiring dengan meredupnya kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga the Fed, pada bulan Juli kurs rupiah kembali menguat ke level Rp13.094 per dolar Amerika. Penguatan nilai tukar rupiah tersebut juga ditopang oleh membaiknya fundamental ekonomi dalam negeri seperti laju inflasi yang terjaga, prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat, surplus neraca perdagangan yang akan berdampak positif terhadap neraca transaksi berjalan (current account) serta ekspektasi akan peningkatan inflow dari implementasi Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan lain-lain. Namun pada bulan Agustus kurs rupiah kembali melemah menjadi Rp13.300 per dolar yang antara lain dipicu oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap keberhasilan program pengampunan pajak serta kekhawatiran terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Deutsche Bank. Kenaikan uang tebusan program pengampunan pajak yang sangat pesat pada bulan September serta prospek penyelesaian permasalahan Deutsche Bank yang lebih baik, kembali mengurangi kekhawatiran-kekhawatiran tersebut dan rupiah kembali menguat menjadi Rp 12998 per dolar Amerika pada bulan September. Kedepan nilai tukar rupiah diproyeksikan akan relatif stabil dengan kecenderungan menguat, yang dapat bersumber dari faktor domestik maupun global. Dari sisi domestik perbaikan fundamental ekonomi seperti laju inflasi yang tetap terkendali, ekspektasi peningkatan pertumbuhan ekonomi serta surplus neraca perdagangan sehingga defisit transaksi berjalan tetap terjaga akan menjadi faktor yang memberikan sentimen positif terhadap nilai tukar rupiah. Dari sisi global, perlambatan pemulihan ekonomi di beberapa negara besar dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, China dan lain-lain direspon oleh otoritas moneter-nya dengan kebijakan moneter yang longgar (berupa suku bunga yang sangat rendah dan quantitative easing) serta kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonominya. Kebijakan yang seperti ini akan menyebabkan peningkatan aliran modal dari negara maju ke negara berkembang (termasuk Indonesia) sehingga akan berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah maupun pasar modal. Namun kondisi seperti ini juga rawan
mengalami volatilitas. Misalnya jika ada data terbaru yang mengindikasikan perbaikan pemulihan ekonomi Amerika, maka isu kenaikan suku bunga acuan the Fed akan kembali menguat, yang dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah dan korekasi di pasar modal. Namun volatilitas yang seperti ini biasanya bersifat temporer yang akan mereda bila isu tersebut hilang atau the Fed benar-benar sudah menaikkan suku bunga acuannya. Dengan prospek laju inflasi yang terkendali sekitar 3%, nilai tukar rupiah yang relatif stabil (bahkan cenderung menguat) serta defisit neraca transaksi berjalan yang diproyeksikan akan tetap terjaga di bawah 3% dari PDB , maka tren suku bunga diproyeksikan akan terus menurun, dimana 7-day (reverse) repo diprediksikan akan turun menjadi 4,75%. Untuk triwulan ketiga dan keempat tahun 2016, perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh semakin pesat dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan triwulan pertama dan kedua 2016. Pelonggaran kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga dan relaksasi makroprudensial (seperti kanaikan LTV atau loan to value) serta paket-paket deregulasi yang sudah diluncurkan pemerintah diperkirakan akan mulai memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan aktifitas perekonomian. Disamping itu proyeksi tersebut juga didasarkan pada pertimbangan:
Belanja pemerintah lebih optimal, dimana tender-tender proyek sudah dimulai sejak akhir tahun 2015 dan hambatan-hambatan yang ada dalam APBNP 2015 (seperti perubahan nomenklatur beberapa Kementerian/Lembaga) tidak lagi menjadi isu tahun 2016 ini. Indeks Kepercayaan Konsumen masih baik dengan tren laju inflasi yang menurun. Hal ini mengindikasikan daya beli masyarakat yang masih baik. Ditambah dengan prospek suku bunga yang menurun akan mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga kedepan. Indeks sentimen pebisnis juga membaik, ditambah dengan prospek penurunan suku bunga dan peningkatan konsumsi masyarakat akan mampu mendorong peningkatan produksi dan ekspansi usaha (investasi) kedepan. Sementara itu kontribusi ekspor tampaknya masih sulit diharapkan, mengingat kenaikan harga komoditas utama ekspor kita yang masih relatif rendah.
Dengan demikian, motor pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan bertumpu pada belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi. Sedangkan ekspor diperkirakan belum memberikan kontribusi yang signifikan. Dengan latar belakang seperti itu, maka pertumbuhan ekonomi kita untuk tahun 2016 ini diproyeksikan mencapai 5.15%, lebih baik dari pertumbuhan tahun 2015 sebesar 4.79%. Gross Domestic Product (Sector and Expenditure Side)
Inflation Rate (%) CPI Components
End of Period (%)
MoM (%)
YoY (%)
2014
2015
Jul-16
Aug-16
Sep-16
Jul-16
Aug-16
Sep-16
Foodstuff Prepared Food Housing Clothing Medical Care Education Transportation Headline Inflation
10.57 8.11 7.36 3.08 5.71 4.44 12.14 8.36
4.93 6.42 3.34 3.43 5.32 3.97 (1.53) 3.35
1.12 0.54 0.24 0.44 0.37 0.51 1.22 0.69
(0.68) 0.41 0.41 0.40 0.39 1.18 (1.02) (0.02)
(0.07) 0.34 0.29 0.13 0.33 0.52 0.19 0.22
6.81 6.19 1.29 4.30 4.40 3.77 (1.49) 3.21
5.14 5.88 1.55 4.71 4.09 3.21 (1.93) 2.79
6.20 5.83 1.64 3.98 3.97 2.83 (1.35) 3.07
Core Administered Price Volatile Food
4.93 17.57 10.88
3.95 0.39 4.84
0.34 1.32 1.20
0.36 (0.52) (0.80)
0.33 0.14 (0.09)
3.49 (0.85) 7.14
3.32 (0.91) 5.28
3.21 (0.38) 6.51
Source: BPS
GDP Growth (%)
Headline & Core Inflation Rate (%)
Source: BPS
Source: BPS
Money Supply & BI Rate
Lending Rate
Source: Bank Indonesia, CEIC
Source: CEIC
Deposit Rate
Government Bond Yield
Source: CEIC
Source: Bloomberg
Cement Consumption
Industrial Production
Source: CEIC
Source: CEIC
Car Sales
Motorcycle Sales
Source: CEIC
Source: CEIC
Retail Sales
Source: CEIC
Disclaimer: The information contained in this report has been taken from sources which we deem reliable. However, none of any PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) and/or their respective employees and/or agents make any representation or warranty (express or implied) or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the accuracy or completeness of the information and opinions contained in this report or as to any information contained in this report or any other such information or opinions remaining unchanged after the issue thereof. We expressly disclaim any responsibility or liability (express or implied) of PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) employees and agents whatsoever and howsoever arising (including, without limitation for any claims, proceedings, action, suits, losses, expenses, damages or costs) which may be brought against or suffered by any person as a result of acting in reliance upon the whole or any part of the contents of this report. For further information please contact our number +6221-2700 400.