PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LP) II GORONTALO OLEH NURMALA KADIR 911 409 156 PENDIDIKAN EKONOMI / PERKANTORAN
ABSTRAK Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) IIA Gorontalo. Program Studi Perkantoran. Jurusan Pendidikan Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Negeri Gorontalo, 2013. dibawah bimbingan Drs. Maha Atma Kadji sebagai pembimbing I dan Hartati Tuli, SE.,MA sebagai pembimbing II. Penelitian ini bertujuan mengetahui seberapa besar pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) II A Kota Gorontalo. Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif Kuantitatif yang menggunakan metode survey dengan penyebaran kuisioner pada responden yang dianalisis secara kuantitatif. Pemilihan responden melibatkan populasi (Pegawai LP) yang berjumlah 113 orang dengan pengambilan sampel sebesar 30% dari populasi yang berjumlah 34 orang. Hasil penelitian diketahui bahwa variabel Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap variabel Kinerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan IIA Gorontalo yang dibuktikan dengan melihat uji analisis regresi sebesar 0.722, dan dari hasil t hitung dan F hitung yang lebih besar dari t tabel dan F tabel. Hasil tersebut juga diperkuat dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.522 yang berarti sebesar 52.2% dari variabel Kinerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan IIA Gorontalo dapat dijelaskan melalui variabel implementasi Gaya Kepemimpinan yang diterapkan oleh Pimpinan Kantor. Kata Kunci : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Lembaga Pemasyarakatan ( LP ) II A Gorontalo
PENDAHULUAN Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Pada organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, peran sumber daya manusia menjadi semakin penting (Tadjudin, 1995). Dalam usaha mencapai tujuan suatu perusahaan harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Tujuan perusahaan tidak akan tercapai tanpa adanya kerja sama yang baik antara karyawan, maju mundurnya suatu perusahaan sangat berpengaruh oleh kepemimpinan dan lingkungan kerja serta ketrampilan dari karyawan tersebut dalam bekerja keras. Tiap-tiap karyawan harus mempunyai semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan aktifitas perusahaan. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi para karyawan akan berusaha kerja keras untuk mengatasi kesukaran yang timbul dari pekerjaannya. Jadi apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan para
karyawan,
maka
perusahaan
tugas
dan
semangat kerja
akan memperoleh banyak keuntungan. Dengan
meningkatnya semangat kerja, maka akan mendorong terciptanya semangat kerja tinggi pada karyawan sehingga pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan dan kerusakan akan dapat dikurangi (Setyawan:2007). Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya Gaya Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup 1 menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun
cetak,
seringkali
menampilkan
opini
dan
pembicaraan
yang
membahas seputar
kepemimpinan (Locke, E.A, 1997). Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong
manusia
untuk
selalu
menyelidiki
seluk-beluk
yang
terkait
dengan
kepemimpinan. Kinerja karyawan yang merupakan hasil olah pikir dan tenaga dari seorang karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, dapat berujud, dilihat, dihitung jumlahnya, akan tetapi dalam banyak hal hasil olah pikiran dan tenaga tidak dapat dihitung dan dilihat, seperti ideide pemecahan suatu persoalan, inovasi baru suatu produk barang atau jasa, bisa juga merupakan penemuan atas prosedur kerja yang lebih efisien.
Pengelolaan kinerja yang baik dapat meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakan oleh kelompok dan pimpinan. Pada intinya menejemen kinerja merupakan proses yang dijalani bersama oleh para menejer atau pimpinan dan individu serta kelompok yang mereka kelola. Proses ini lebih didasarkan pada prinsip manajemen berdasarkan kesepakatan dari pada manajemen, meskipun ia mencakup kebutuhan untuk menyetarakan pengharapan-pengharapan kinerja tinggi Lembaga Pemasyarakatan (LP) II A Kota Gorontalo merupakan instansi publik yang berorientasi pada pelayanan dalam tatanan kehidupan napi. Dalam acuan kerjanya, Lembaga Pemasyarakatan (LP) II A Kota Gorontalo menggunakan aset institusinya berupa sumberdaya (pegawai) instansi untuk lebih dapat mangetahui kebutuhan dan keinginan napi seputar persoalan-persoalan yang menjadi kebutuhannya. Suatu pola Kepemimpinan yang diukur dalam penelitian ini adalah model kepemimpinan yang diterapkan pada bagian Administrasi keamanan dan tata tertib, yang mana basih banyak mnimbulkan persoalan-persoalan seputar internal pegawainya serta persoalan yang menyangkut keamanan dan ketertiban antar napi itu sendiri. Berangkat dari permasalahan kepemimpinan diatas, permasalahan-permasalaahn umum yang sering terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) II A Gorontalo adalah dapat diurai antara lain: (1). kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pegawai organisasi terkait dengan program-program yang akan dilaksanakan oleh LP terhadap pegawai lain (pada bidang yang beda) dan pada Napi, (2). Masih rendahnya kualitas pendelegasian tugas yang diberikan oleh pegawainya, sehingga tugas –tugas yang diberikan oleh pimpinan tidak tersampaikan sebagaimana mestinya, (3). Adanya pegawai yang tidak mengerti mengenai arahan-arahan yang diberikan oleh pimpinan. Hal ini disebabkan karna masih kurangnya pimpinan dan bawahan mengadakan pertemuan baik yang sifatnya formal maupun informal yang nantinya hal tersebut secara tidak langsung dapat menstimulus pimpinan/bawahan mengenai keinginan masing-masing pihak. (4). Masih kurangnya pemahaman pegawai tentang Tugas, Pokok, dan Fungsi (TUPOKSI) kerjanya sehingga pegawai cenderung memilih-milih pekerjaan yang disukai. (5). Masih kurangnya kesempatan dari pimpinan untuk mengadakan pertemuan rutin sebagai sarana evaluasi kerja masing-masing pegawai. Sejalan dengan hal tersebut, kiranya faktor kepemimpinan dapat menjadi acuan/ indikator utama dari ketidaksesuaian kinerja pegawai yang diharapkan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Gaya kepemimpinan merupakan salah satu alasan yang dapat mengakibatkan kinerja pegawai turun. Oleh sebab itu, pengelolaan atau pelaksanaan gaya
kepemimpinan yang baik dan tepat akan secara langsung juga dapat mensugesti pegawai untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan TUPOKSI masing-masing. Berdasarkan penjelasan tersebut, suatu organisasi diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif menyangkut hubungan baik atasan dan bawahan dalam pekerjaan sehingga hal tersebut akan berdampak pada terciptanya iklim kerja yang baik dan peningkatan kinerja pegawai secara keseluruhan dalam memberikan pelayanan yang baik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin menyusun suatu penelitian yang berjudul; ”Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) II A Kota Gorontalo” Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Adanya pendelegasian tugas yang tidak sesuai. 2) Kurangnya komunikasi yang terjalin yang berhubungan dengan pekerjaan antara atasan dan bawahan. 3) Kurangnya kedisiplinan dan partisipasi pegawai dalam bekerja. 4) Adanya penempatan pegawai yang tidak sesuai latar belakang pendidikan dan kemampuan pegawai. Berdasarkan identifikasi masalah, maka Peneliti menyusun rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni: “Seberapa besar pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) II A Kota Gorontalo?” Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh
Gaya
Kepemimpinan
terhadap
Kinerja
Pegawai
pada
Lembaga
Pemasyarakatan (LP) II A Kota Gorontalo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan dua manfaat yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan manajemen Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan, dan Kinerja pegawai. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi organisasi yang bersangkutan (Lembaga Pemasyarakatan Kota Gorontalo) dalam hubungannya dengan Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai.
b. Sebagai input atau bahan masukan untuk perbaikan pengelolaan Sumberdaya Manusia yang berhubungan dengan Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai, sehingga organisasi yang bersangkutan dapat menentukan kebijakan selanjutnya dalam pengambilan keputusan terhadap pengelolaan Sumberdaya Manusia pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kota Gorontalo. KAJIAN TEORI Pengertian Kepemimpinan : Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Pengertian kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan oleh para ahli, namun ada pula yang membedakan pengertian keduanya. Menurut Kotler (dalam Robbins, 2006:51), berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen. Manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi kerumitan. Manajemen yang baik dapat menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat pembandingan terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan, sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mengkomunikasikannya kepada setiap orang dan mengilhami orang-orang tersebut dalam menghadapi segala rintangan. Kotter menganggap, baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi optimalisasi efektifitas organisasi. 8
Kepemimpinan menurut Wahjosumidjo (1994:23), didefinisikan sebagai sarana pencapaian tujuan yang dimaksudkan dalam hubungan ini pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku secera bersama-sama dengan anggotaanggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Siagian (1999:77) merumuskan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial
pada suatu organisasi. Karena posisi manajemen terdiri atas tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia pegang pada organisasi tersebut (Robbins, 2002:163). Fungsi Kepemimpinan : Secara operasional dapat dibedakan 5 pokok fungsi kepemimpinan, yaitu (Nawawi, 2003:74): 1. Fungsi Instruktif Fungsi ini berlanggsung dan bersifat komunikasi satu arah. Dengan fungsi ini seorang pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan dan memberikan perintah kepada bawahannya. 2. Fungsi Konsultatif Dalam fungsi ini, seorang pimpinan merupakan wadah bagi bawahannya untuk membicarakan masalah-masalah yang ada pada suatu organisasi / instansi. 3. Fungsi Partisipasi Pemimpin merupakan seseorang yang mempunyai pengaruh dalam suatu organisasi / instansi. Dalam melaksanakan suatu kegiatan, partisipasi dari seorang pemimpin adalah hal yang sangat penting karena dapat memberikan motivasi atau semangat kerja bagi para bawahaannya. 4. Fungsi Delegasi Dalam menyelesaikan tugas, seorang pemimpin tentunya tidak dapat menyelesaikan tugasnya sendiri, hal ini disebabkan karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan. Untuk itu pemimpin hendaknya dapat memberikan pelimpahan wewenang, memberikan kepercayaan kepada bawahaannya yang dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. 5. Fungsi Pengendalian Fungsi ini menjelaskan peran seorang pemimpin sebagai pengendali merupakan pemimpin yang mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam kondisi yang efektif. Seorang pemimpin diharapkan dapat menyelesaikan segala masalah dan kesalahan yang di lakukan. Menurut Darwito (dalam Alimuddin, 2002:35), membagi tiga jenis fungsi Pemimpin yaitu: 1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)
Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu : a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan. b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsinya dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi. c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahannya. 2. Fungsi Informasional (The Informational Roles) Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Fungsi Informasional terbagi atas:. a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus
melakukan
pengamatan
dan
pemeriksaan
secara
kontinyu
terhadap
lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar. b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya. c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar. 3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles) Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan, yaitu: a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif. b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi. c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari
organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi. d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar. Gaya Kepemimpinan : Mariam (2009) membatasi gaya kepemimpinan dalam 2 hal yakni konsep transaksional (transactiona leadership) dan transformasional (transformational leadership), yang dapat diuraikan dengan (Mariam, 2009:27): 1. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional (transformational leadership) berdasarkan prinsip pengembangan bawahan (follower development). Pemimpin transformasional mengevaluasi kemampuan dan potensi masing-masing bawahan untuk menjalankan suatu tugas/pekerjaan, sekaligus melihat kemungkinan untuk memperluas tanggung jawab dan kewenangan bawahan di masa mendatang. 2. Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) mendasarkan diri pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu (misalnya, bonus) kepada bawahan jika bawahan mampu memenuhi harapan pemimpin (misalnya, kinerja karyawan tinggi). Terdapat 5 (lima) gaya Kepemimpinan yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini yakni (Angelo, 2005; dalam Darwito, 2008:25): 1. Gaya Direktif Dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan. 2. Gaya Supportif Gaya kepemimpinan yang menunjukkan keramahan seorang pemimpin, mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya. Menurut Mamduh (1997) menyatakan jika manajer ingin meningkatkan kesatuan dan kekompakan kelompok digunakan gaya kepemimpinan supportif. Jika bawahan tidak memperoleh kepuasan sosial dari kelompok gaya kepemimpinan supportif menjadi begitu penting.
3. Gaya Partisipatif Gaya kepemimpinan dimana mengharapkan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya kepemimpinan direktif akan dirasa berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi, sehingga gaya kepemimpinan partisipatif lebih sesuai. Jika bawahan mempunyai locus of control yang tinggi, ia merasa jalan hidupnya lebih banyak dikendalikan oleh dirinya bukan oleh faktor luar seperti takdir, gaya kepemimpinan yang partisipatif lebih sesuai (Mamduh dalam Darwito, 2008:42) 4. Gaya Orientasi Prestasi Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Dalam gaya kepemimpinan ini, tingkah laku individu didorong oleh need for achievement atau kebutuhan untuk berprestasi (Yukl:1989). 5. Gaya Pengasuh Dalam kepemimpinan gaya pengasuh, sikap yang mungkin tepat adalah campur tangan minim dari pimpinan. Dimana pemimpin hanya memantau kinerja tetapi tidak mengawasi pegawai secara aktif. Tidak dibutuhkan banyak interaksi antara pimpinan dengan pegawai sepanjang kinerja pegawai tidak menurun. Pimpinan merasa lebih tepat untuk tidak campur tangan dengan tugas-tugas pegawai (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989). Konsep Kinerja Pengertian Kinerja : Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang hendak dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Menurut Rue dan Byars yang disunting Hamid dan Malian (2004:45) mengemukakan bahwa : “ kinerja dapat didefinisikan sebagai pencapaian hasil atau ”the degree of accomplishment” tingkat pencapaian organisasi. Selanjutnya, hasil kerja seseorang dapat dinilai dengan standar yang telah ditentukan, sehingga akan dapat diketahui sejauhmana tingkat kinerjanya dengan membandingkan antara hasil yang dicapai dengan standar yang ada.” Sementara itu kinerja menurut Prawirosentono (1999:2): “ Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan berkaitan kuat terhadap tujuantujuan strategik organisasi.”
Menurut Robbins (2006:218), kinerja adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan keinginan (obsetion). Selanjutnya Robbins (1998: 21) memberikan arti kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian yang akan dilakukan, maka pengertian analisis kinerja merupakan proses pengumpulan informasi tentang bagaimana tingkat kemampuan pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan II A Gorontalo dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan program yang dijalankan institusi sehingga tujuan organisasi tersebut akan tercapai. Tercapainya tujuan lembaga merupakan salah satu wujud dari keberhasilan sebuah lembaga dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tetapi keberhasilan tersebut tidak dapat dilihat begitu saja, diperlukan penilaian terhadap kinerja lembaga tersebut. Penilaian terhadap kinerja juga sering disebut dengan pengukuran kinerja, dimana pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel yang bergantung pada kompleksitas faktorfaktor yang membentuk kinerja tersebut. Pengukuran Kinerja : Keban (1995), mengatakan “ bahwa cakupan dan cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu lembaga publik dapat dikatakan berhasil atau tidak berhasil kinerjanya. Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja.” Definisi pengukuran kinerja juga telah dikemukan oleh beberapa ahli seperti Mahmudi (2005:7), mengatakan bahwa : “pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi mengenai efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kerja kegiatan dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan” Dalam hal ini, Mahmudi (2005:7) menjelaskan bahwa dalam pengukuran kinerja perlu ditentukan apakah yang menjadi tujuan penilaian tersebut, apakah pengukuran kinerja tersebut untuk menilai hasil kerja (performance outcomes) ataukah menilai perilaku personal (personality). Oleh karena itu pengukuran kinerja minimal mencakup tiga variabel yang harus menjadi pertimbangan yaitu, perilaku (proses), output (produk langsung suatu program) dan outcomes (dampak program). Definisi-definisi
pengukuran
kinerja
yang
telah
dikemukakan
tersebut
menggambarkan dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan pengukuran kinerja yaitu sebuah proses kegiatan penilaian terhadap kinerja dengan variabel tertentu yang sesuai dengan
faktor-faktor yang membentuk kinerja tersebut untuk melihat apakah tujuan dari lembaga tersebut telah tercapai dengan baik atau belum. Tentunya pegawai sebagai pelaku utama dalam menjalankan kegiatan lembaga tersebut perlu juga dilakukan penilaian terhadap kinerjanya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dharma (2005:15), bahwa penilaian/pengukuran kinerja pegawai merupakan suatu kegiatan yang amat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan pegawai dalam menunjang keberhasilan lembaga dalam mencapai misi sebuah lembaga. Lebih lanjut Dharma (2005:15) mengatakan bahwa pengukuran kinerja pegawai: 1.
Pengembangan, yaitu sebuah manfaat yang dapat digunakan untuk menentukan siapa saja pegawai yang perlu ditraining dan dapat pula membantu mengevaluasi hasil training. Selain itu juga dapat membantu pelaksanaan conseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
2.
Pemberian reward, yaitu dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga akan mendorong mereka untuk meningkatkan kinerjanya.
3.
Perencanaan sumber daya manusia yang dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan ketrampilan serta perencanaan sumber daya manusia.
4.
Kompensasi yang dapat bermanfaat untuk memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang tinggi atau yang rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
5.
Komunikasi, dimana evaluasi yang dilakukan terhadap kinerja pegawai merupakan dasar untuk komunikasi berkelanjutan antar atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.”
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai : Menurut Keban (2004:192) di Indonesia masih selalu dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan (sebagaimana yang tercantum dalam surat Edaran BKN Nomor 02/SE/1980, tertanggal 11 Pebruari 1980) yang lebih menekankan penilaian kinerja pada 7 unsur yaitu kesetiaan, prestasi, ketaatan, tangungjawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa. Menurut Swanson (dalam Keban, 2004:194) mengemukakan bahwa: “kinerja pegawai secara individu dapat dilihat dari apakah misi dan tujuan pegawai sesuai dengan misi lembaga, apakah pegawai menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil, apakah pegawai mempunyai kemampuan mental, fisik, emosi dalam bekerja, dan apakah mereka memiliki motivasi yang tinggi, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam bekerja” Sedangkan menurut Schuler dan Dowling (dalam Keban, 2000:195) “kinerja seorang
pegawai/ karyawan dapat dilihat dari: (1) kuantitas kerja dan kualitas kerja, (2) kerjasama, (3) pengetahuan tentang kerja, (4) kemandirian kerja, (5) kehadiran dan ketepatan waktu, (6) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, (7) inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, (8) kemampuan supervisi dan teknik”. Lebih lanjut
Schuler dan Dowling (dalam Yazid, 2009:21), menjelaskan indikator
pengukuran diatas tergolong penilaian umum yang dapat digunakan kepada setiap pegawai kecuali kemampuan melakukan supervisi. Manurut Dharma (2005: 101), menyatakan bahwa indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai adalah (1) pemahaman pengetahuan, (2) keahlian, (3) kepegawaian, (4) perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik. Penelitian Terdahulu No
Nama
1.
Frecilia
Judul
Hasil Gaya Hipotesis pertama penelitian
Nanda Pengaruh
Melvani (2012)
dan ini yang menyatakan bahwa
Kepemimpinan
Komunikasi Gaya
Efektivitas terhadap
kepemimpinan
Pegawai berpengaruh
Kinerja
signifikan dan
Badan Promosi Dan Perizinan positif secara parsial terhadap Penanaman Modal Daerah kinerja
BP3MD
(Bp3md) Provinsi Sumatera Sumatera
Selatan
Provinsi dapat
diterima. Berdasarkan hasil
Selatan
pengujian
empiris
variabel
gaya kepemimpinan memiliki nilai koefisien sebesar 0.658 dengan nilai t hitung 2.206 serta nilai signifikansi 0.031. 2.
Ricky (2009)
gaya Penerapan
Randhita Pengaruh
terhadap kepemimpinan konsultatif dan
kepemimpinan Kinerja organisasi
gaya
pegawai
dalam gaya
kepemimpinan
Pemerintahan partisipatif Lurah berpengaruh
kelurahan (kasus kelurahan menghasilkan kinerja pegawai ciparigi,
kecamatan
utara, kota bogor)
bogor tinggi. Di samping itu, pada kegiatan-kegiatan tertentu dan
pada
pegawai-pegawai
dengan karakteristik tertentu penerapan
gaya
kepemimpinan direktif dan gaya kepemimpinan delegatif juga mampu menghasilkan kinerja pegawai tinggi.
Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu diatas, maka dapat dijelaskan bahwa sebagaian besar penelitian-penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan dengan Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai, dimana kedua variabel tersebut memiliki korelasi dan pengaruh yang signifikan antar variabel, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan penelitian ini, selain itu dapat pula mendukung hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Kerangka Berpikir Kepemimpinan adalah usaha suatu program pada saat terjadinya interaksi melalui komunikasi dengan gaya tertentu yang memotivasi seseorang atau kelompok dengaan pengaruh yang tidak memaksa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri, sehingga jika gaya kepemimpinan yang diterapkan baik dan dapat memberikan arahan yang baik kepada bawahan, maka akan timbul kepercayaan dan menciptakan motivasi kerja dalam diri pegawai, sehingga semangat kerja pegawai meningkat yang juga mempengaruhi kinerja pegawai kearah yang lebih baik (Fahmi, 2009:6). Adapun batasan-batasan yang digunakan sebagai instrumen gaya kepemimpinan dalam penelitian ini adalah (Kreitner, Kinicki, dan Angelo 2005:65): 1. Pemimpin Pengarah (Leader Directiveness) 2. Pemimpin Pendukung (Leader Supportiveness) 3. Pemimpin Peranserta (Participative Leadership) 4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership); dan 5. Gaya Pengasuh. Menurut Darwito (2008:12), gaya kepemimpinan sangat baik diimplementasikan untuk melakukan pembinaan-pembinaan pada pegawai dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai. Setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk
membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan (M. Thoha, 2001). Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan kepuasan dan komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai yang tinggi (Darwito,2008: 18). Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa Gaya Kepemimpinan yang diterapkan pada suatu organisasi berhubungan erat dengan kinerja pegawai yang terlibat dalam organisasi tersebut. Sehingga peneliti menyusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini yang tergambar pada halaman selanjutnya. Gambar 1 Kerangka Pemikiran
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A GORONTALO
GAYA KEPEMIMPINAN (X) 1. 2. 3. 4.
Pemimpin Pengaruh. Pemimpin Pendukung. Pemimpin Peranserta. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi. 5. Gaya Pengasuh (Kreitner, et al 2005:65).
KINERJA PEGAWAI (Y) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kuantitas Kerja. Kualitas Kerja. Kerjasama. Pengetahuan Kerja. Kemandirian Kerja. Kehadiran dan Ketepatan Waktu. 7. Pengetahuan Kebijakan dan Tujuan organisasi. 8. Inisiatif dan Ide Kerja. 9. Kemampuan Teknik dan Supervisi. (Keban, 2000:195).
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun atau mengarakan penyelidikan selanjutnya
(Husein, 2003). Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Maka di duga terdapat
pengaruh
Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja pegawai pada Lembaga
Pemasyarakatan (LP) II A Gorontalo.” METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian : Penelitian ini mengambil Lokasi pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II A Gorontalo, yang bertempat di Kelurahan Donggala Kecamatan Hulontalangi Kota Gorontalo. Waktu Penelitian : Dalam pelaksanaan penelitian untuk pengumpulan data-data serta informasi yang dibutuhkan, peneliti mengadakan penelitian kurang lebih selama 2 bulan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II A Gorontalo yang di mulai bulan Maret sampai dengan April 2013 Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif kuantitatif yang dilakaukan
untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu variabel. Misalnya studi dalam sebuah kelas dalalm hal presentase anggota yang berada dalam tahun senior dan junior mereka, komposisi gender, kelompok usia, jumlah semester yang tersisa sebelum kelulusan, bisa dianggap bersifat deskriptif. Studi deskriptif juga dilakukan dalam organisasi untuk mempelajari dan menjelaskan karakteristik sebuah karyawan, misalnya usia, tingkat pendidikan, status kerja, dan lama bekerja dalam sistem tersebut. (Sekaran, 2006:158). Desain Penelitian Berdasarkan jenis penelitian, maka penelitian ini menurut desainnya memiliki 2 variabel yakni variabel X (independent) sebagai variabel bebas, dan variabel Y (dependant) sebagai variabel terikat, dimana desainnya disusun pada gambar dibawah. Gambar 2 Desain Penelitian GAYA KEPEMIMPINAN
KINERJA PEGAWAI
(X)
(Y)
Berdasarkan desain penelitian diatas, ditetapkan batasan-batasan yang menjadi instrumen penelitian ini: 1. Variabel X (Gaya Kepemimpinan) Menurut Kreitner, et. al (2005), menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) gaya Kepemimpinan: a. Gaya Direktif, dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan. b. Gaya Supportif, yakni gaya kepemimpinan yang menunjukkan keramahan seorang pemimpin, mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya (Yukl 1989). Mamduh (1997) menyatakan jika manajer ingin meningkatkan kesatuan dan kekompakan kelompok digunakan gaya kepemimpinan supportif. Jika bawahan tidak memperoleh kepuasan sosial dari kelompok gaya kepemimpinan supportif menjadi begitu penting. c. Gaya Partisipatif, merupakan gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin mengharapkan saran-saran dan ide bawahannya sebelum mengambil suatu keputusan (Yukl 1989). Apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya kepemimpinan direktif akan dirasa berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi, sehingga gaya kepemimpinan partisipatif lebih sesuai. d. Gaya Orientasi Prestasi, dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Dalam gaya kepemimpinan ini, tingkah laku individu didorong oleh need for achievement atau kebutuhan untuk berprestasi (Yukl:1989). e. Gaya Pengasuh, dalam kepemimpinan gaya pengasuh, sikap yang mungkin tepat adalah campur tangan minim dari pimpinan. Dimana pemimpin hanya memantau kinerja tetapi tidak mengawasi pegawai secara aktif. Tidak dibutuhkan banyak interaksi antara pimpinan dengan pegawai sepanjang kinerja pegawai tidak menurun. Pimpinan merasa lebih tepat untuk tidak campur tangan dengan tugas-tugas pegawai (Griffin, 1980 dalam Yukl, 1989).
2. Variabel Y (Kinerja Pegawai) Kinerja karyawan mengacu pada mutu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan didalam implementasi mereka melayani program sosial. Memfokuskan pada asumsi mutu bahwa perilaku beberapa orang yang lain lebih pandai daripada yang lainnya dan dapat diidentifikasi, digambarkan, dan terukur (Darwito, 2008:32). Menurut Keban, (2000:195), menyatakan bahwa kinerja seorang pegawai/ karyawan dapat dilihat dari 9 hal yakni: (1) kuantitas kerja, (2) kualitas kerja, (3) kerjasama, (4) pengetahuan tentang kerja, (5) kemandirian kerja, (6) kehadiran dan ketepatan waktu, (7) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, (8) inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, (9) kemampuan supervisi dan teknik. Berdasarkan penjelasan diatas, operasional variabel penelitian ini diuraikan seperti pada tabel berikut. Tabel 1 Definisi Oprasinal Variabel
Definisi Oprasional Variabel Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
- Jadwal Kerja - Standar Kerja - Cara Direktif
Tugas - Aspek
X
Penyelesaian
Perencanaan
Organisasi - Koordinasi (
Likert Scale
- Pengawasan
Gaya
Kepemimpinan)
- Mudah ditemui Suportif
- Keramahan - Memperhatikan bawahan - Kepercayaan terhadap
Partisipatif
bawahan - Mengharapkan ide-ide
(Skala Likert)
bawahan Orientasi Prestasi
- Dorongan
untuk
berprestasi - Campur
tangan
pimpinan yang minim
Pengasuh
- Tidak secara langsung mengawasi pegawai - Kuantitas Kerja - Kualitas Kerja - Kerjasama - Pengetahuan Tentang Mutu pekerjaan yang
Kerja
dilakukan
oleh - Kemandirian Kerja karyawan didalam - Kehadiran implementasi mereka - Pengetahuan Tentang
Y (Kinerja Pegawai)
melayani sosial
program
Kebijakan Dan Tujuan Organisasi - Inisiatif
Dan
Penyampaian Ide-Ide - Kemampuan Supervisi Dan Teknik
Populasi dan Sampel Populasi : Populasi adalah keseluruhan objek penelitian baik terdiri dari benda yang nyata, abstrak, peristiwa ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama. Populasi dalam penelitian ini bersifat heterogen berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama bekerja, tingkat pendidikan dan lain sebagainya (Sukandarrumidi, 2002: 47). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah pegawai Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II A Gorontalo yang berjumlah 113orang. Teknik Penarikan Sampel : Menurut Arikunto, (2006:131) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjek yang diteliti kurang dari 100, maka lebih baik diambil semuanya
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Penelitian ini mengambil sebanyak 10%-15% atau 20%-25%. dari populasi sebagai representatif dari keseluruhan sampel, mengingat pengambilan keseluruhan sangat sulit dilakukan karena faktor kerja pegawai yang bergantian. Dari 30% dari 113 populasi, diketahui jumlah tersebut sebanyak 33.9 atau dibulatkan menjadi 34 orang pegawai. Sehingga yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah sebanya 34 orang pegawai LP 2A Gorontalo. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi Teknik ini adalah teknik awal yang digunakan, di mana secara langsung penulis mengamati tentang keadaan pegawai secara keseluruhan serta mengamati proses penuntasan tugas-tugas pegawai yang berhubugan gaya kepemimpinan dan Kinerja Pegawai. b. Kuisioner Menurut Husein Umar (2003) mengemukakan teknik kuesioner merupakan suatu pengumpulan data yang diberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut yang akan diuji pada penelitian. Untuk lebih memudahkan pengujian data, maka setiap soal dalam kuisioner diberikan skor. Proses pemberian skor dilakukan dengan membuat klasifikasi dan kategori atas jawaban pertanyaan kuesioner sesuai tanggapan responden. Setiap jawaban responden diberi skor nilai yang disusun berdasarkan skala likert. Skor yang diberikan pada tiap-tiap pertanyaan adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2002): 1
= Sangat Tidak Setuju (STS)
2
= Tidak Setuju (TS)
3
= Netral (N)
4
= Setuju (S)
5
= Sangat Setuju (SS)
Sumber Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dari penelitian ini bersumber dari: a.
Data Primer : merupakan suatu penelitian dengan mendapatkan data yang langsung dan konkrit serta actual dari sumbernya yaitu pada setiap pegawai Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II A Gorontalo, dengan menggunakan dua metode yaitu :
1. Metode Survey, yaitu untuk memperoleh informasi yang didasarkan pada upaya memberikan tanggapan pertanyaan kepada responden. 2. Metode Observasi, yaitu suatu pengumpulan data dengan mengamati secara langsung pada objek yang dituju, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis data Untuk memudahkan peneliti dalam mencari permasalahan dalam penelitian ini, dilakukan analisis data dengan menggunakan metoe statistic dalam software SPSS 16.0 sebagai berikut: Uji Validitas : Pengujian validitas data digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dianggap valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2009). Dalam hal ini digunakan item pertanyaan yang diharapkan dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur. Untuk mengukur tingkat validitas item-item pertanyaan kuesioner terhadap tujuan pengukuran adalah dengan melakukan korelasi antar skor item pertanyaan dengan skor variabel (Ghozali, 2009). Uji signifikasi ini membandingkan korelasi antara nilai masingmasing item pertanyaan dengan nilai total. Apabila besarnya nilai total koefisien item pertanyaan masing-masing variabel melebihi nilai signifikan maka pertanyaan tersebut dinilai tidak valid. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
n ∑xy
( ∑x ) ( ∑y )
rxy = [n ∑x2
( ∑x ) 2 ] [n ∑y2
( ∑y ) 2]
Dimana: rxy
= Angka indeks korelasi
n
= jumlah responden
∑x
= jumlah seluruh skor X
∑y
= jumlah seluruh skor Y
∑xy
= jumlah seluruh perkalian antara nilai X dan Y
Uji Reliabilitas : Yang dimaksud dengan reliabilitas adalah pengukuran untuk suatu gejala. Semakin tinggi reliabilitas suatu alat ukur, maka semakin stabil alat tersebut untuk digunakan. Menurut Supranto (1999) alat ukur dikatakan reliable (handal) kalau dipergunakan untuk mengukur berulangkali dalam kondisi yang relatif sama, akan menghasilkan data yang sama atau sedikit variasi. Tingkat reliabilitas suatu konstruk / variabel penelitian dapat dilihat dari hasil statistik Cronbach Alpha (α). Dengan rumus sebagai berikut.
k
α=
1
k 1
Si
(Ghazali, 2009:45)
St
Keterangan : k
=
Jumlah instrument pertanyaan
∑Si²
=
Jumlah Varians dalam setiap instrumen
S
=
Varians keseluruhan instrument
=
Standar deviasi pada test untuk semua orang
Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Ghozali, 2005). Semakin nilai alphanya mendekati satu maka nilai reliabilitas datanya semakin terpercaya. Untuk lebih jelas dalam menjelaskan nilai reliabilitas, berikut disajikan tabel koefisien reliabilitas pada halaman berikutnya. Tabel 2 Kriteria Indeks Koefisien Reliabilitas Interval
Kriteria
<0,200
Sangat Rendah
0,2 – 0,399
Rendah
0,4 – 0,599
Cukup
0,6 – 0,799
Tinggi
0,8 – 1,00
Sangat Tinggi
Sumber : Arikunto (2002)
Uji Normalitas Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terikat dan variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dilakukan dengan melihat grafik Normal Probability Plot (Ghozali, 2005). Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Analisis Regresi Sederhana : Analisis regresi digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan variabel X (Gaya Kepemimpinan) terhadap variabel Y (Kinerja Pegawai). Persamaan regresi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Supranto, 1998): Ŷ = β Χ+ е Keterangan : Y = Kinerja Pegawai β = Koefisien regresi dari variabel X (Gaya Kepemimpinan) X = Gaya Kepemimpinan e = Standar error
Uji Koefisien Regresi Uji t : Uji t Digunakan untuk menguji berarti atau tidaknya hubungan variabel independent atau variabel Gaya Kepemimpinan (X), terhadap variabel dependen Kinerja Pegawai (Y). Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005): a. Menentukan Formulasi Hipotesis H0 : β = 0, artinya variabel X1, X2 mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel Y. b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α =0,05) c. Menentukan signifikansi
Nilai signifikasi (P Value) < 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Nilai signifikasi (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. d. Membuat kesimpulan Bila (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independent secara parsial mempengaruhi variabel dependent. Bila (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan ditolak. Artinya variabel independent secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependent. Uji F (Uji Simultan) : Uji F Digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan variabel dependent, apakah variabel Gaya kepemimpinan (X), benar-benar berpengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen Kinerja pegawai (Y). Langkahlangkah pengujiannya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005): a. Menentukan Formulasi Hipotesis H0 : β1 = β2 0, artinya variabel X1, X2 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel Y. b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α =0,05) c. Menentukan signifikansi Nilai signifikasi (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Nilai signifikasi (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. d. Membuat kesimpulan Bila (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independent secara simultan (bersama-sama) mempengaruhi variabel dependent. Bila (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel independent secara simultan (bersama-sama) tidak mempengaruhi variabel dependent. Koefisien Determinasi : Koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel bebas (Gaya Kepemimpinan) akan diikuti oleh variabel terikat (Kinerja Pegawai) pada proporsi yang sama. Pengujian ini dengan melihat nilai R Square (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. Selanjutnya nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel dependent amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti
variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependent (Ghazali, 2005).