GR
EDISI KHUSUS SATU TAHUN TSUNAMI ACEH
AT IS
REKONSTRUKSI ACEH
■ HOTLI SIMANJUNTAK
N0. 11 ■ 24 DESEMBER 2005 ■ DUA MINGGUAN ■ http://e-aceh-nias.org/ceureumen/
PERISTIWA PENTING SETAHUN TSUNAMI
4: NASIB YANG BERUBAH ■
■
7: PEMERINTAH DAN NGO UMBAR JANJI ■
13: GAM MASIH KECEWA
PANTON Hana teurasa wahe rakan lon Katroh sithon tsunami teuka Lon lake meuah seureuta ampon Kon salah ulon meuteunak gata
Karna tan rumoh teumpat meupayong Padahai tanglong bantuan leupah raya Bah pih meunan hai panyang idong Bek sampe tersinggong nyoe lon ceuca
Meunyoe neu bantu Nanggroe Aceh nyoe Bek that laloe bak meubagi jeumba Nyang peunteng ikhlas neu tulong kamoe Oh watee neuwoe kana pahala ANWAR
2
ANTIKORUPSI
CEUREUMeN
Setahun Tsunami Apa Kerja Lembaga Antikorupsi? Teuku Zulyadi SUNAMI sudah setahun berlalu. Triliunan rupiah uang telah dihabiskan oleh berbagai donatur untuk kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh-Nias. Namun, pengawasan terhadap penggunaan dana-dana itu masih sangat kurang. Tidak diketahui berapa jumlah dana yang benar-benar sampai ke sasaran. Kalaupun ada lembaga-lembaga antikorupsi, mereka punya keterbatasan kemam-
T
puan. SAMak, GeRAK Aceh, SuAK, mengaku punya keterbatasan kemampuan memantau dana-dana publik yang dikucurkan itu. Bahkan SAK BRR yang baru beberapa bulan lalu didirikan, mengaku tak cukup waktu, ketika berhadapan mengawasi berbagai kucuran dana untuk kebutuhan rehab dan rekon. Secara singkat, berikut ini dipaparkan kinerja beberapa LSM atau lembaga antikorupsi di masa rehabilitasi dan rekonstruksi.■
SAK BRR
: 5 Rp 114.500.000
Jadup
: 40 Rp 170.965.000 : 2 Rp 1.500.000.000
14.000.000
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
: 6 Rp
Boat Nelayan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kendala 1. Kurangnya akses informasi. Lembagalembaga pemerintah, BRR, dan lain-lain yang mengelola dana publik kurang memberi akses informasi. 2. Kasus-kasus yang telah diinvestigasi dan dilaporkan kepada aparat penegak hukum, tidak ada tindak lanjutnya. 3. Keterbatasan sumber daya dalam memantau berbagai penyalahgunaan dana publik yang terjadi di seluruh Aceh.■
○
○
Bantuan Logistik Tsunami : 18 Rp 780.000.000
○
○
○
○
Rumah
SuAK Kurang Personel
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Indikasi Kerugian Negara
Barak
○
Jenis Laporan
○
○
Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh
○
○
GERAKAN Antikorupsi (GeRAK) Aceh menerima sejumlah pengaduan dari masyarakat tentang berbagai proyek yang dikerjakan selama masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Berbagai kasus ditindaklanjuti dengan diinvestigasi oleh GeRAK. Berikut adalah beberapa kasus dan prediksi kerugian negara.
○
GeRAK Kurang Akses Informasi
kita investigasi, lalu kita serahkan kepada aparat penegak hokum. Saya kira tidak ada hambatan. Yang menghambat a waktu yang cuma 24 jam, sangat sedikit,” katanya. Dia mengaku jumlah personel masih terbatas, tapi ke depan, katanya, akan direkrut tenaga baru termasuk merekrut tenaga professional BPKP untuk diperbantukan sementara di SAK BRR.■
○
SATUAN Antikorupsi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (SAK BRR) NAD-Nias setidaknya telah menerima 206 laporan pengaduan. Kepala SAK BRR Kevin Evans mengatakan, sejak lembaga itu didirikan, dirinya tidak memiliki hambatan apa pun untuk menindaklanjuti laporan masyarakat sebatas menjadi kewenangannya. “Saya kan bukan polisi, bukan jaksa, tidak bisa menang-kap orang. Kalau ada laporan
LSM SuAK (Solidaritas untuk AntiKorupsi) menerima sejumlah pengaduan dari masyarakat. Antara lain persoalan dana Jadup, bantuan lauk pauk yang tidak sesuai standar, barak yang terindikasi korupsi, dan proyekproyek lain yang diduga adanya indikasi KKN. Menurut Teuku Neta Firdaus, Koordinator Badan Pekerja SuAK Aceh Barat dan Nagan Raya, pihaknya telah mempublikasikan beberapa kasus di media massa, sehingga dapat menegakkan aparat penegak hukum untuk mengusutnya. Hambatan yang dihadapi dalam menginvestigasi kasus-kasus penyalahgunaan uang publik, katanya, hanya persoalan anggaran dan jumlah personel yang masih sangat terbatas.■
■ HOTLI SIMANJUNTAK
Dihambat oleh Waktu Tidak diketahui berapa jumlah dana yang benar-benar sampai ke sasaran.
SAMaK Kekurangan Dana SAMaK (Solidaritas Masyarakat Antikorupsi), dalam satu tahun pascatsunami, menemukan banyak kasus korupsi. Yang paling dominan adalah Jadup dan pembuatan barak pengungsi. Saat ditemui Ceureumen di kantornya kawasan Jambo Tape, M.Saifuddin (33), Koordinator SAMaK Aceh, menyebutkan bahwa dugaan korupsi Jadup dan barak ditemukan hampir di seluruh kawasan Aceh yang ada pengungsinya. “Pemotongan Jadup, barak yang tidak layak huni menambah beban saudara kita
yang terkena musibah. Informasi ini didapatkan SAMaK dari relawan yang dikirim ke daerah dan dibantu oleh perwakilan SAMaK yang sudah ada di seluruh Aceh,” katanya. LSM antikorupsi ini juga membuat kotak pengaduan dari masyarakat. Selain Jadup, SAMak juga sedang membongkar kasus kayu ilegal di Simeulue. Hambatan yang dihadapi lembaga ini, antara lain persoalan dana dan personel. “Di samping kekurangan personel juga kekurangan dana,“ kata M Saifuddin.■
■ REDAKSI CEUREUMeN ■ Pemimpin Redaksi: Sim Kok Eng Amy ■ Sekretaris Redaksi: Siti Rahmah ■ Redaktur: Nani Afrida ■ Wartawan: Mounaward Ismail, Muhammad Azami ■ Koordinator Artistik: Mahdi Abdullah ■ Fotografer: Hotli Simanjuntak ■ Dengan kontribusi wartawan lepas di Aceh ■ Alamat: PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected] ■ Percetakan dan distribusi oleh Serambi Indonesia. CEUREUMeN merupakan media dwi-mingguan yang didanai dan dikeluarkan oleh Decentralization Support Facility (DSF atau Fasilitas Pendukung Desentralisasi). DSF merupakan inisiatif multi-donor yang dirancang untuk mendukung kebijakan desentralisasi pemerintah dengan meningkatkan keselarasan dan efektifitas dukungan dari para donor pada setiap tingkatan pemerintahan. Misi dari CEUREUMeN adalah untuk memberikan informasi di Aceh tentang rekonstruksi dan berita yang bersifat kemanusiaan. Selain itu CEUREUMeN diharap bisa memfasilitasi informasi antara komunitas negara donor atau LSM dengan masyarakat lokal.
FOKUS
3
■ HOTLI SIMANJUNTAK
CEUREUMeN
Foto Udara kondisi kota Banda Aceh setelah terkena tsunami 26 Desember 2006 lalu.
Setahun Tsunami
Mendesak: Sistem Peringatan Dini Nani Afrida Banda Aceh
[email protected]
INGGA setahun tsunami, belum ada aksi serius membuat strategi peringatan dini tsunami dan gempa. Padahal peringatan dini itu sangat penting dan bisa mengurangi korban jiwa. Di Asia, Indonesia dan Jepang memiliki kesamaan sebagai negara dengan potensi bencana longsor, gempa bumi, erupsi vulkanik, dan tsunami, karena berada pada wilayah yang dikenal dengan sebutan Pacific Ring of Fire. Bedanya, pemerintah Jepang memandang sangat serius ancaman bencana yang ada dengan membentuk kementerian khusus mitigasi bencana. Infrastruktur disiapkan dengan memasang 300 buah sensor gempa bumi yang secara langsung mengirimkan informasinya ke 6 buah pusat data regional di seluruh Jepang. Ketika terjadi gempa di dasar laut, maka potensi tsunami sudah dapat dideteksi dan disebarkan peringatannya ke masyarakat Jepang hanya dalam waktu 4-5 menit. Hal itu didukung pemerintah Jepang dengan memberikan alokasi dana 180 milyar setiap tahunnya hanya untuk membangun sistem peringatan dini. Sementara Indonesia, harus kita akui belum memiliki sistem peringatan dini terhadap semua potensi bencana yang ada di wilayahnya. Perhatian pemerintah masih sebatas program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Padahal potensi bencana alam di Indonesia jauh lebih riskan, mengingat luasnya cakupan wilayah ancaman dan variasi fenomena alam yang terjadi.
H
C M Y K
Hasil Pertemuan Adalah pertemuan internasional di Paris yang membicarakan soal peringatan dini ini. Dari pertemuan itu diharapkan tahun 2006 telah ada sebuah sistem peringatan dini untuk tsunami. Khusus Indonesia, proyek peringatan dini tsunami itu senilai US $ 60 juta dan diharapkan akan terlaksana dalam jangka waktu 3 tahun. Tahapan pertama proyek akan menca-
kup instalasi pemasangan 25 seismometer dan 10 GPS -Global Positioning System instrument bersama dengan Jerman. Sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami membutuhkan pembangunan prasarana teknologi yg terdiri atas: jaringan seismograf, accelerograph, dart, GPS, tide gauge, sistem komunikasi dan prosesing data realtime, dan sistem simulasi mitigasi bencana. Dan yang paling penting yakni sistem
Membendung Tsunami Dengan Tembok
Belajar dari India dan Jepang ENCANA alam tidak bisa dicegah, tetapi jumlah korban bisa dikurangi. Berbagai cara pencegahan dilakukan. Mulai dari alarm peringatan hingga tembok penahan gelombang tsunami. Jepang dan India merupakan dua Negara yang memiliki tembok penahan tsunami. India dan Jepang memang menggunakan teknologi sederhana dan cenderung masuk akal, kendati demikian hasilnya luar biasa. India Di kawasan Negara Tamil Nadhu, India, misalnya. Pemerintah membuat penahan ombak sampai 300 meter ke laut. Jajaran ini memanjang sekitar 1,5 kilometer. Jajaran ini sengaja dibuat agar air yang dibawa topan bisa mengalir dengan baik. Namun karena tembok itulah, desa di kawasan itu selamat dari tsu-
B
nami Desember lalu sementara desa tetangganya kehilangan korban jiwa yang besar. Jepang Khusus di Jepang, masyarakatnya cukup trauma dengan gempa. Kejadian tsunami di Jepang pada 1896 menewaskan 22 ribu orang dan pada 1933 menewaskan 3.000 orang. Sehingga salah satu cara adalah membuat tembok. Misalnya tembok penahan ombak setinggi 5,8 meter berhasil diselesaikan di Pelabuhan Numazu, Jepang. Inilah salah satu jajaran tembok antitsunami di Jepang. Tembok ini melindungi 9.000 penduduk di kawasan itu. Selain di Numazu, tembok antitsunami juga dibuat di Prefektur Shizuoka. Jumlahnya tembok penahan gelombang itu 258 buah. Dan dijajarkan di tepi pantai. Sepertinya cara sederhana ini bisa ditiru di Aceh. (Dari Berbagai Sumber)■
penyebaran informasi keadaan siaga bencana dari pihak otoritas pemerintah kepada masyarakat, suatu sistem yg harus ditata dengan jelas dan diaktifkan secara terus menerus, baik lewat jalur Sirene untuk Aceh Nah, jelang setahun tsunami di Aceh, sirene peringatan dini (early warning) tsunami telah dipasang. Kendati belum sempurna, sirene peringatan dini ini dipasang di Desa Cot Langkeuweueh, Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh dengan didukung oleh PT Pasific Satelit Nusantara, dan PT Indosat. Sirene peringatan dini tsunami itu bisa dioperasikan dengan tiga cara, yaitu, dibunyikan langsung oleh manusia, menggunakan remot dari pusat control, dan melalui GSM satelit. Peralatan itu akan mendeteksi gempa dan merekam 16 macam suara, yang kemudian baru dibunyikan sirene sesuai tingkat bahaya. Peralatan canggih yang dipasang di Ulee Lheue itu memiliki sebuah tower setinggi 50 meter. Tower itu mirip yang dimiliki PT Telkom, yang dilengkapi dua kamar mesin untuk mengoperasikan sirene. Sirene yang dibunyikan bisa didengar warga dalam jarak 2,5 kilometer. Rencananya, peralatan itu akan dipasang di lima wilayah di seluruh Aceh. Pada peringatan setahun tsunami, sirene ini akan dibunyikan. Kendati siap dibunyikan, ternyata alat ini belum sempurna betul karena dua bagian penting lain yaitu bagian yang menghubungkan sirene dengan laut sama sekali belum jadi. Dengan kata lain sirene itu belum sepenuhnya bisa digunakan. “Itu dibutuhkan biaya dan teknologi tinggi,” kata Kepala BRR Kuntoro. Nah lo.■
4
PERUBAHA
CEUREUMeN
Mereka yang Hidu
○ ○ ○ ○
Firman Hadi
○
Banda Aceh
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
D
○
[email protected]
IMANA dia jatuh, dia harus berdiri di tempat itu pula. Filosofi geudeu-geudeu ala Hasballah M. Saad ini tampaknya cocok untuk Rusli. Filosofi inilah yang membuat laki-laki berumur 41 tahun ini mencoba kembali bangkit, di tempat dirinya pernah terpuruk. Tak mudah memang untuk itu. Ia merintis kembali dari nol dan menghabiskan modal Rp 40 juta untuk menjalankan kembali warung mie-nya di desa Mon Ikeun, Lhoknga, Aceh Besar. “Pascatsunami saya pernah bekerja di THW-Jerman, bisa dibilang saya sebagai mandor. Namun, upah yang diberikan semuanya saya pergunakan untuk modal usaha ini,” jawab Rusli ketika ditanyakan darimana mendapatkan modal usaha. Pria kelahiran Meulaboh ini berkisah, ia mengungsi ke posko Jenggala Lamgaboh, Lhoknga, setelah tsunami memporak-porandakan kampungnya. Istrinya hilang, sedangkan tiga anaknya masih diselamatkan Tuhan. Beberapa saat sempat merasa dimanjakan di pengungsian.
○
Namun, jiwa kewiraswastaan akhirnya kembali bangkit. Tak mudah memulai tanpa modal, awalnya sempat tertarik pada ajakan teman menjual mie di Medan, Sumatera Utara. Namun, setelah beberapa pekan mencoba, ia merasa kurang mandiri. Ia memilih pulang ke Aceh dan membuka warung mie di atas puing-puing bekas tempat usahanya dulu. “Saya yakin di suatu saat, tempat ini akan maju dan saya tidak ingin lari keluar. Walaupun sudah pernah buka warung di Medan, bertahan cuma dua minggu karena kerja sama orang,” kenang Rusli. Keyakinan Rusli dengan Cafe Ayu-nya ini, mulai menampakkan hasil. Setiap harinya dia dikunjungi oleh tiga ratusan pengunjung. Racikan bumbunya ternyata memanjakan lidah ratusan orang. Banyak yang sudah menjadi langganan tetapnya. Kini, untungnya bahkan mencapai lima juta rupiah per hari. Rusli yang bekerja sebagai penjual mie sejak tahun 1980 ini mengatakan, warungnya sering dikunjungi oleh orang-orang asing. Kalangan pejabat pemerintahan juga pernah makan di Cafe Ayu yang sederha-
Boy Nashruddin Agus
○
○
○
○
○
○
○
Rusli Lebih Mandiri
restoran, dana yang besar tentu saja diperlukan. Rusli pernah punya rencana meminjam modal kepada bank, namun karena merasa tak punya anggunan, niat pun diurungkan. “Tapi, saya tetap berusaha mencari donatur untuk modal usaha,” katanya. Ketika ditanyakan mengapa setelah tsunami pengunjung semakin berlipat ganda, Rusli menjawab, “Mungkin pelanggan mie buatan tangan saya tidak dibawa tsunami,” jawabnya sambil tersenyum. ■
Nasib Mantan Pencari Hiu
○
Rusli
○
■ BOY NASHRUDDIN AGUS
na ini. Sebut saja salah satunya, Hasballah M. Saad, Mantan Menteri HAM masa pemerintahan Gus Dur. “Musibah kadang membawa berkah,” katanya. Walaupun kini istrinya telah tiada dan harus menghidupi tiga orang anaknya, Rusli mengaku senang menjual mie. Meski telah berhasil membangun kembali usahanya, ia merasa masih belum cukup. Ia masih punya rencana memperluas usaha. “Saya ingin mengubah warung ini menjadi sebuah restoran,” ungkapnya penuh harapan. Untuk mengubah sebuah warung menjadi
ANGIT mendung disertai dengan hujan rintik masih menyelimuti Kota Banda Aceh dan sekitarnya. Sore itu terlihat banyak kendaraan berseliweran dari arah pantai Ulee Lheue maupun sebaliknya. Tak jauh dari Masjid Ulee Lheue yang masih berdiri kokoh itu, terdapat sebuah pasar ikan. Di belakang pasar ikan yang berjarak beberapa meter saja dari bibir muara terlihat deretan boat-boat kecil milik para nelayan. Salah satunya adalah milik Ardiansyah (27). Menurut Ardiansyah, boat tersebut bantuan dari Depsos beberapa bulan yang lalu. Dengan boat itulah, ia bisamenghidupi keluarganya. Ardiansyah adalah mantan pawang boat penangkap ikan hiu. Sekitar dua tahun ia menjadi pemburu hiu, sebelum tsunami menghentikannya. Ia pernah berpetualang sampai ke laut Nikobar, India. Sewaktu masih berlayar dengan boat khusus penangkap hiu itu, Ardiansyah bisa membawa pulang uang ke rumah rata-rata Rp 2,8 juta, untuk sekali pulang melaut. “Dalam sekali melaut bisa sampai 7 hari di lautan dan dalam sebulan ratarata tiga kali,” ujar pria berperawakan
L
tinggi besar ini. Itu artinya, penghasilannya kala itu bisa mencapai sekitar sembilan juta rupiah per bulan. “Kadangkadang bahkan sampai Rp 10 juta per bulan,” katanya. Sebelum tsunami, pria ini tinggal di dusun Tongkol, Ulee Lheue. Sejak dulu ia sangat menyenangi pekerjaan memburu hiu. Karena selain kerja tidak terlalu capek, harganya pun mahal. “Jadi, lebih menghasilkan,” katanya. Namun, semua itu telah berubah sejak setahun yang lalu. Boat penangkap ikan hiu milik Ardiansyah telah hancur diterjang tsunami. Juga seorang buah hatinya yang berumur 2 tahun, hilang. Kini Ardianyah hanya nelayan biasa. Seperti juga warga lainnya, ia punya cuma sebuah boat kecil bantuan Depsos. “Sekarang cukup untuk makan saja,” ujar Adriansyah, yang saat ini bersama istrinya menempati barak di Lhong Raya, Aceh Besar. Ia mengibaratkan, rezeki bagi pelaut bagaikan rezekinya harimau. “Pergi ke laut bagaikan rezeki harimau. Maksudnya, jika ada tangkapan ikan bisa sebanyak-banyaknya, dan jika tidak ada maka justru kerugian yang didapat,” tambah pria ini, yang lebih dari delapan tahun menggantungkan hidupnya dengan melaut.■
Srikandi Aceh dari Lampaseh Novia Liza
■ NOVIA LISA
Banda Aceh
[email protected]
Nuraida
NURAIDA (30), seorang wanita pemberani yang memiliki semangat hidup tinggi. Perempuan ini berani pulang kampung, ketika yang lainnya masih berpikir panjang. Tiga bulan sesudah tsunami, ia sudah berani menetap. Itu mungkin sebabnya, menjadi inspirasi bagi majalah internasional Time edisi Asia untuk menobatkannya sebagai salah satu pahlawan, beberapa bulan lalu. Ketika tsunami memporak-porandakan kampungnya Lampaseh Aceh, Nuraida turut terbawa arus. Ia kehilangan ibu yang selama ini penyangga hidupnya, serta kedua adik yang disayangi. Saat itu Nuraida terseret ke Blang Padang dan tersangkut di sebuah pohon asam. Nuraida juga kehilangan harta benda serta sumber penghasilan. Beberapa kios yang disewakan hilang tak
berbekas, padahal inilah yang sempat membuat hidup mereka berkecukupan. Namun, ia harus merelakan semuanya berlalu bersama orang-orang yang dicintai. Tsunami memang memberi luka yang begitu perih baik fisik maupun perasaannya. Kehidupan yang begitu baik, tanpa beban, telah dilakoni dengan begitu lama. Namun,semua hilang dalam hitungan menit. ”Saya begitu sedih semua kebahagiaan saya telah hilang dan terganti dengan tanggung jawab yang sangat besar,“ katanya. Namun, perasaan itu segera ditepisnya, karena hidup terus berlalu dan menangisi nasib bukanlah jawaban. “Mau tidak mau kami harus menerimanya dan kami harus bangkit untuk hidup. Kami harus bangkit,” kata perempuan ini, bertekad. Berkat tekad kuat, menginspirasi majalah Time dengan mengajak Nuraida dan beberapa temannya, ke Taiwan, sekitar se-
bulan lalu. Kepada Ceureumen, Nuraida mengatakan bahwa tidak pernah terlintas dalam benaknya dinobatkan sebagai salah satu pahlawan versi Time Asia. Juga tak pernah membayangkan mendapat undangan berlibur selama dua hari ke Taiwan bersama rekan-rekannya. Saat berada di Taiwan, Nuraida mengaku tetap berjilbab. “Bagaimana pun kita ini orang Aceh. Jilbab adalah identitas kita,” kata wanita berkulit sawo matang ini. Berharap kembali ke kampung, Lampaseh Aceh, terus memenuhi indera pikirnya. Namun, keinginan itu harus tertunda, karena saat ini baru sebagian kecil rumah yang dibangun. “Saya ingin pembangunan rumah di kampung saya segera diselesaikan secara menyeluruh, agar kami bisa kembali pulang ke kampung bersama-sama,” katanya.■
CEUREUMeN
UBAHAN
5
Hidupnya Berubah ❞
Saya sekarang membuka warkop untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Di warung ini selain saya mendapatkan rejeki, ibuibu di sini juga dapat keuntungan. Mereka setiap harinya meletakkan kue di sini. Secara tidak langsung saya dapat membantu mereka.
RAHMAWATI
Perlahan Mulai Bangkit Boy Nashruddin Agus Aceh Besar
[email protected]
SUNAMI yang terjadi di Aceh merupakan bencana terdahsyat yang pernah terjadi di abad ini. Banyak rakyat Aceh yang menjadi korban
T
jiwa. Bagi mereka yang terselamatkan, ada hikmah tersendiri di balik musibah. Meskipun sanak keluarga dan harta benda mereka tersapu bersih oleh keganasan alam pada Desember lalu. Salah satu dari mereka yang terselamatkan adalah Rahmawati (30). Berasal dari
Menambah Kekuatan Hidup Said Kamaruzzaman Banda Aceh
[email protected]
INGGU pekan lalu, saya coba berdiri di puing-puing bekas pertapakan rumah yang masih menyisakan beberapa keramik. Pertapakan rumah yang membawa ingatan ke suatu pagi, setahun silam. Angin bertiup kencang. Awan hitam masih menggumpal. Hujan rintik-rintik. Tapi, saya bisa memandang lautan lepas dari jauh. Tidak ada bangunan yang merintangi. Berbeda ketika orang-orang berteriak dan mengatakan air laut naik. Kala itu tak tampak pertanda datangnya musibah. Laut tak kelihatan. Tsunami datang tak tampak. Karena memang ada deretan panjang rumah yang menghalangi pandangan mata. Saya coba merenung, memperhatikan jejak langkah saat kami berlari tak tentu arah, hingga sebuah ombak besar datang dan menenggelamkan. Sangat sedikit yang tersisa. Saya selamat setelah hanyut lebih satu kilometer dan tersangkut di reruntuhan bangunan. Tidak ada air mata yang keluar, bahkan saat pertama kali berjalan terseokseok setelah surutnya air laut. Saya percaya, ini datang dari Tuhan. Tak seorang pun dapat menghadang
M
jalannya mesin waktu. Kalau hari ini Senin, siapapun tidak bisa menghentikan datangnya Selasa, Rabu, dan seterusnya. Dan tsunami merupakan satu bagian dari mesin waktu yang harus dilalui di antara perjalanan panjang manusia menuju Tuhan. Tentu masih banyak hal lain yang akan kita temui dalam perjalanan panjang itu. Terlepas kita siap atau tidak. Akan tetapi, semakin banyak mengalami musibah, (seharusnya) justru semakin memberi kekuatan dan semangat hidup. Setiap kali musibah datang dan membawa kesedihan mendalam, ia juga meninggalkan hikmah dan kekuatan. Terlalu banyak contoh untuk itu. Jepang bisa bangkit justru setelah berenang dalam samudera air mata, akibat jatuhnya bom di Hiroshima dan Nagasaki. Dan Nelson Mandela begitu dihormati dan menjadi tokoh penting di dunia ini, justru setelah puluhan tahun ia dipenjara dan disiksa. Musibah, rintangan, atau apa pun kesedihan mendalam lainnya yang dialami manusia sepanjang perjalanan hidup, justru menyembulkan energi pemberi kekuatan hidup yang luar biasa. Tinggal Anda, dan tentunya saya sendiri, pintar-pintar memanfaatkannya. ■
Desa Mata Ie, Kecamatan Sampoiniet-Aceh Jaya, wanita ini selalu ramah terhadap semua orang. Rahmawati adalah salah satu sosok perempuan Aceh yang mempunyai jiwa besar. Hal ini terbukti dengan pemikiran dan perencanaannya yang mapan dalam bertahan hidup di pengungsian. “Saya sekarang membuka warkop untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Di warung ini selain saya mendapatkan rejeki, ibu-ibu di sini juga dapat keuntungan. Mereka setiap harinya meletakkan kue di sini. Secara tidak langsung saya dapat membantu mereka,” tutur Rahma kepada Ceureumen. Meskipun telah kehilangan satu-satunya buah hati yang berusia lima tahun, perempuan ini tetap tegar menjalani hidupnya yang sekarang. Untuk menghilangkan semua trauma yang dialami, ia menyibukkan diri dengan mengikuti pertemuan-pertemuan serta pelatihan yang diadakan di kamp pengungsian Aceh Jaya. Selain itu, bersama suaminya, Rahma kini mencoba membeli biji kopi dari daerah asalnya, Aceh Jaya. “Dengan begitu, saya dapat selalu mengetahui perkembangan terakhir mengenai daerahnya juga dapat membantu penduduk Aceh Jaya yang
❞
Jadi, nggak ada salahnya saya membantu mereka. Apalagi kebutuhan pokok makanan itu merupakan bantuan dari orang lain. Apa salahnya kalau kita menyedekahkan lagi kepada orang yang membutuhkan. RAHMA
■ BOY NASHRUDDIN AGUS
RAHMA
menanam kopi,” akunya sembari tersenyum. Ketika ditanyakan alasannya memilih Banda Aceh sebagai tempat mengungsi, Rahma menjawab dan menggambarkan bahwa Banda Aceh sebagai pusat kota tidak seluruhnya terkena tsunami. Apalagi kota ini merupakan tempat tinggal mertuanya, walaupun mertuanya juga meninggal akibat bencana itu. Dulunya, Rahma dan suaminya mampu bekerja dan menghasilkan uang sebesar Rp 2.700.000 per bulannya. Waktu itu suaminya bekerja sebagai penjual nasi. Sedangkan dia sendiri menjual baju dan mainan anak-anak. “Sekarang hidup kami adalah warung kopi ini, penghasilannya hanya pas-pasan. Terkadang per bulannya hanya dapat Rp 50.000. Tapi saya juga bersyukur, dengan hidup seperti ini pengetahuan untuk seorang tamatan SMA seperti saya ini menjadi bertambah,” ujar Rahma. Menolong orang lain adalah sifat lain yang dimiliki oleh Rahmawati. Perempuan ini kesehariannya selalu membuka dapur umum untuk pemuda-pemuda yang berada di posko pengungsian tersebut. “Saya menganggap mereka seperti adik saya sendiri. Jadi, nggak ada salahnya saya membantu mereka. Apalagi kebutuhan pokok makanan itu merupakan bantuan dari orang lain. Apa salahnya kalau kita menyedekahkan lagi kepada orang yang membutuhkan. Jangankan sekarang, dulu saja ketika bahan makanan memang merupakan hasil kerja kami,” katanya. Untuk kembali ke Aceh Jaya, Rahma tampaknya masih berpikir panjang. Ia lebih memilih menetap untuk beberapa lama lagi di Banda Aceh. Alasannya, pembangunan yang direncanakan di Aceh Jaya belum juga menampakkan hasil, ditambah jalur transportasi yang rusak serta perekonomian yang masih sulit. Baginya hidup seperti sekarang ini setidaknya telah membawa perubahan yang berarti dalam kepribadiannya. Sekarang Rahma mengaku lebih taat beribadah. Walaupun tidak mempunyai rumah dan sanak keluarga, dengan hidup di pengungsian, yang hilang seakan telah berganti. “Saya menganggap semua pengungsi di sini adalah saudara,” tutur Rahma. “Seandainya kehidupan saya nantinya berubah, saya berjanji akan memperhatikan orangorang yang bernasib sama seperti saya sekarang ini,” ungkap perempuan ini penuh harapan.■
6
LSM
CEUREUMeN
Setelah Setahun Tetap dalam Rencana Mounaward Ismail
A
● ● ● ● ● ●
●
● ● ●
40.000 unit rumah dengan infrastruktur pendukung 41.229 hektar sawah di NAD dan Nias 450 km jalan nasional, provinsi dan kabupaten 435 meter jembatan di NAD dan Nias 182 unit sekolah, 10 asrama mahasiswa 20 puskemas baru, 20 pustu, 105 polindes, dan rehabilitasi 8 rumah sakit Peningkatan kapasitas kelembagaan daerah, pemberdayaan hukum dan HAM, serta keamanan dan pertahanan Bantuan usaha mikro untuk 24.114 orang 32 pasar tradisional dan 7 pasar induk/grosir Pengembangan kualitas kehidupan keagamaan baik melalui aktifitas pembangunan fisik maupun non-fisik.■
10 Kontributor untuk Bantuan Tsunami* (Dihitung dalam Dolar Amerika Serikat) 200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
$ 857 $ 813.60
Amerika Serikat
$ 1480
$ 738.90 Australia
$ 270.40 $ 284.40
$ 689.90 $ 659.90
Bank Pembangunan Asia N/A
$ 643.30 Jerman
$ 344.70 $ 663.90
$ 608.60 $ 582.80
Komisi Eropa N/A
Keterangan:
$ 500 $ 550.50
Jepang
* Untuk Indonesia, Srilanka, India, Thailand, Maldives, dan lain-lain. N/A (Tidak ada aplikasi).
$ 123.80 BANTUAN RESMI YANG DIJANJIKAN
$ 486.70 $ 486.70
Bank Dunia
JUMLAH YANG DIALOKASIKAN
N/A SUMBANGAN INDIVIDU
$ 445.20 Kerajaan Inggris
$ 382.60 $ 663
$ 341.10 Kanada
$ 186 $ 310
Belanda
$ 308.80 $ 214 $ 257
■ SUMBER: REUTERS
PA SAJA yang sudah “disulap” Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias dalam memulihkan kembali Aceh pasca-tsunami. Pada hal sudah setahun bencana itu berlalu. Masyarakat korban cenderung memicing mata mengerutkan dahi. “Belum banyak yang dilakukan,” kata Epi Muliyadi, warga Kahju, Kec Baitussalam, Aceh Besar. Epi benar, jika melihat hamparan kerusakan dengan rasio pembangunan tentu saja tak sebanding dengan yang mereka kerjakan. Namun kita harus berpikir rasional, apalagi BRR Aceh dan Nias belum penuh setahun berkerja. Sekadar informasi BRR Aceh dan Nias didirikan pada 16 April 2005, berdasarkan mandat yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2/2005 yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia. Pada 29 April 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 34/2005 menjelaskan tentang struktur organisasi dan mekanisme BRR. Badan tersebut mempunyai staf penuh waktu dan dua badan pengawas. BRR akan beroperasi selama empat tahun, dan akan berkantor pusat di Banda Aceh dengan kantor cabang di Nias dan kantor perwakilan di Jakarta. Lalu dalam masa delapan bulan apa saua yang sudah mereka lakukan? Barangkali memang tak banyak. Menurut data yang didapat dari situs http://www.e-acehnias.org disebutkan dalam berbagai proses rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh hingga akhir tahun ini sudah banyak menargetkan beragam hal. Hasil Survey Survey BRR per 15 September lalu menyebutkan mereka menargetkan menyalurkan sebanyak 10 ribu unit perahu, namun yang sudah disalurkan 4.397 perahu saja. Untuk Pemulihan UKM, penyaluran kredit mikro yang ditargetkan 4.800, Namun realisasinya 3.640 UKM. Pada soal rehabilitasi sawah ditargetkan, 35 ribu haktare, tetapi yang terealisasi 30.926. Di bidang pendidikan rencananya merehab 1.105 dan membangun 37, namun yang sudah dibangun kembali sebanyak 119 sekolah, 152 fasilitas kesehatan, rehab empat Rumah Sakit, membangun 148 unit di antaranya, serta 32 fasilitas kesehatan telah dibangun. Lalu dibidang lain seperti Bidang Infrastruktur (on-going), ada sejumlah “kemajuan” yang sudah “dikoordinatori lembaga itu. Data yang diperoleh dalam proses ini antara lain: ◆ Pembangunan jalan Banda Aceh – Meulaboh ◆ Rehabilitasi jalan Kota Calang ◆ Rehabilitasi Pelabuhan Ferry Ulee Lheue 11 Proyek (US$ 52,1 juta) dalam proses lelang, antara lain: ◆ Pembangunan penahan banjir Banda Aceh, ◆ Rehabilitasi irigasi Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan ◆ Perencanaan pelabuhan laut Gunung Sitoli 3 Proyek (US$ 13 juta) dalam persiapan MoU/ grant agreement antara lain: ◆ Pembangunan jalan Lamno – Calang, ◆ Pembangunan Airstrip Calang ◆ Pelabuhan Malahayati Nah untuk tahun depan dari dana Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN) BRR menetapkan target utama 2006, antara lain:
Presiden Afrika Selatan, Thambo Mbheki sedang meninjau kawasan Ulee Lheue. Afrika Selatan juga merupakan salah satu negara donor yang banyak membantu Aceh.
■ NANI AFRIDA
Banda Aceh – Aceh Besar
[email protected]
DONOR
CEUREUMeN
7
Rehabilitasi di Mata Pengungsi
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
Rekonstruksi yang Masih Sulit Dimengerti
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Truk IOM mengangkut material bangunan di daerah Calang, Aceh Jaya.
Bahagia Ishak & Boy Nasruddin Banda Aceh – Aceh Besar
[email protected] &
[email protected]
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
N
○
ILAWATI (28) bukan politisi. Dia juga bukan pula pengamat. Namun melihat realitas di sekitar komunitasnya membuat saraf “omel”-nya mencuat. Apalagi dalam masa rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh. Banyak LSM berwara-wiri “menjual” simpati. Jika ada LSM “bule” dan lokal masuk kampung keluar kampung, itu pemandangan yang jamak terjadi. Bukan benda asing lagi. Namun akibat kinerja mereka yang boleh dibilang tak becus, membuat Nilawati ikut “bertindak” bak politisi. “Sudah banyak mereka mendata pengungsi dan menjanjikan akan membangun rumah tapi itu hanya iming-iming mereka,” tukas ibu muda ini sambil mengendong bayi yang lahir 24 Agustus lalu di tenda pengungsi. Nila begitu dia disapa, masih merasa teriknya sengatan matahari di sekitar Darussalam. Tendanya di sekitar kamp pengungsian Mesjid Jamik Darussalam kini sudah koyak. “Tak punya kelebihan apa-apa, sama juga seperti yang lain, yang pandai mereka lakukan hanya mendata dan mendata, itu semua orang bisa melakukannya,” debat ibunya Haya Deskara ini. Dengan penuh rasa kecewa, sang suami juga ikut menimpali. “Semua yang tinggal di sini pada kesal pada LSM, kemarin kami di janjikan bantuan beras dari Word Vision, tapi apa boleh buat sampai sekarang bantuan itu belum kami terima karena banyak persyaratan dan dipersulit,” tukas Jumaidi (35). Karena pesimis mereka tidak ingin cuma tergantung pada LSM semata, lalu mereka juga menggugat, “Apa saya harus terkatung-katung karena mengharapkan janji NGO dan pemerintah, apa kami tidak punya hak, kepada siapa lagi kami harus mengadu, sampai kapan kami harus begini.” Tidak cukup sampai di sini, M. Sidiek juga mengomentari pembangungan yang dilakukan berbagai lembaga di Tanah Rencong. “Hampir tiap hari LSM masuk kemari, meminta data, menjanjikan, tapi bukti tidak ada,” ujar dia. Selama ini, para “oknum” LSM itu hanya piawai menawari dan mengiming-imingi pengungsi dan korban tsunami dengan bermacam-macam bantuan. Akan tetapi sudah satu tahun tsunami, mereka mengaku belum mendapat apa-apa. “Janganlah menipu kami, kalau tak sanggup janganlah umbar janji,” pinta dia.■
■ HOTLI SIMANJUNTAK
○
○
○
○
○
○
M. SIDIEK
○
○
○
❞
Hampir tiap hari LSM masuk kemari, meminta data, menjanjikan, tapi bukti tidak ada.
○
○
○
○
○
○
Aceh Besar
[email protected]
○
Indra A Liamsi & Bahagia Ishak
○
Pemerintah dan LSM Berlomba Umbar Janji
AK terasa satu tahun begitu cepat berlalu, usia terus bertambah, selesai satu masalah timbul masalah lain. Itulah namanya kehidupan, tantangan selalu mengikuti dan menghalangi langkah di depan. Namun solusi atau penyelesaian selalu ada. Hal yang sama juga mengalami Aceh dan Nias, di mana puluhan negara asing datang membantu. Banyak LSM asing maupun lokal, muncul dan membantu bumi Serambi Mekah dalam menghadapi proses pembenahan diri, atau lebih dikenal dengan nama Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Banyak Problema Lalu, tanpa terasa setahun sudah lamanya masa kerja, begitu banyak tantangan dan problema dihadapi di lapangan yang tidak terulaskan media. Baik itu masyarakat sebagai korban maupun pihak relawan yang turut bergabung dalam organisasi-organisasi kemanusiaan. Salah seorang relawan Oxfam, Yon Thayrun mengakui begitu banyak kendala di lapangan dalam menjalankan program kerja LSM-nya. Adapun problema utama adalah material. Kurangnya bahan material menyebabkan kerja mereka terhambat. “Masalah utama dalam satu tahun program rekonstruksi dan rehabilitasi ini adalah susahnya mendapat bahan-bahan pokok, seperti semen, bata dan lainnya. Untuk mendapatkan kebutuhan ini, terkadang kita harus menunggu satu minggu,” katanya menanggapi Ceureumén. Dalam menghadapi permasalah ini, Oxfam harus memesan 649 kubik meter kayu dari Autralia, “Sebanyak 17 peti kemas telah dikirim, cukup untuk membangun 300 rumah dan akan menyusul pada pertengahan Desember 2005 mela-
T
lui pelabuhan Belawan Medan,” tambah Yon serius. Selain masalah material, transportasi juga menjadi kendala yang patut diperhitungkan. Permasalah yang sama juga di hadapi International Organization for Migration (IOM) selama bekerja di Aceh. Paul Dillon (Press and Information Officer IOM) mengakui mendapat kendala saat membawa bantuan logistik dan material pembangunan rumah ke Calang. “Seperti yang kita ketahui, jalur transportasi darat wilayah barat selatan hancur total, untuk mencapai daerah itu kami harus menyewa kapal-kapal nelayan. Sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan sampainya bantuan ke sana” Dalam melakukan pembangunan, revitasilisasi infrakstruktur kesehatan, permasalahan yang di hadapi tidak terlalu rumit dan bisa teratasi. Meski begitu, akunya, sampai sekarang mereka akan terus memberikan dukungan logistik dan transportasi yang luas bagi keseluruhan usaha rekonstruksi Aceh,” papar Paul Dillon dengan bahasa Indonesianya pas-pasan. Masalah Tanah Lain halnya dengan Lillianne Fan, koordinator Advokasi Oxfam. Dia menilai permasalahan yang spesifik lainnya adalah kehilangan hak tanah atas warga, korban tsunami. Bagaimana supaya mereka mendapat hak-hak kembali atas tanahnya? Karena pada dasarnya mendirikan rumah itu memerlukan tanah. Pihaknya melihat dan baru memberikan rumah itu apabila permasalahan tanah selesai. Bagaimana menyelesaikan permasalahan ini? “Kami akan membantu warga dalam hal ini dengan cara membicarakannya kepada pihak Pemda setempat, seperti halnya Bupati Aceh Besar yang meresponnya dengan mengganti rugi hak tanah masyarakat,” ujar Lilliane tersenyum simpul. Masalah Birokrasi Di samping LSM asing, LSM lokal seperti Jaringan Komunitas Masyarakat Adat
(JKMA) juga mempunyai problema, Walaupun agak sedikit berbeda karena program kerja organisasi. Budi Arianto, Sekretaris Pelaksana JKMA, menilai banyak problema selama rekronstruksi dan rehabilitasi Aceh. Menurutnya permasalahan yang utama adalah tidak dilibatkannya Mukim atau pemuka adat dalam rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh. “Padahal untuk masuk dalam suatu komunitas tertentu, kita harus mengetahui apa dan bagaimana kondisi dan kebutuhan masyarakat itu. Oleh karenanya, untuk mencapai program yang maksimal kita harus didampingi oleh orang-orang yang mengerti atau mengetahui seluk beluk masyarakat tersebut,” terang Budi yang juga bekerja sebagai dosen di Unsyiah ini. Ketika ditanyakan masalah birokrasi pemerintahan, kesemua LSM mengatakan, bahwa pemerintah daerah sangat responsive dengan program-program yang mereka jalankan. “Saya merasa tidak ada kendala yang sulit dalam menghadapi birokrasi di Aceh, asalkan aturan yang ada tidak dilanggar,” timpal Yon Thayrun ramah. Menyikapi sikap penduduk, tentang pembangunan yang dilakukan, Yon menjelaskan dalam menjalankan programnya, Oxfam mencoba merekrut penduduk yang diberikan rumah untuk dijadikan tukang bagi rumahnya sendiri. “Mereka akan dibayar untuk membuat rumahnya sendiri,” tambah Yon senang. Sedangkan Paul menyebutkan dalam hal mengatasi permasalahan dengan penduduk, pihak IOM dan Oxfam mengadakan duek pakat dengan masyarakat setempat. “Apabila mereka tidak mau rumah tipe 36, kita akan mengusahakan rumah yang lebih besar. Tapi kalau tanah yang akan dibangun itu bermasalah maka kami akan memberikan rumah ‘modular’ yang bisa bongkar pasang,” katanya.■
KILAS BALIK
CEUREUMeN
MENGENANG
8
Peristiwa Penting Setahun Tsunami
Ceureumén menyajikan tanggal dan peristiwa penting yang terjadi selama setahun tsunami Aceh. Hal ini dianggap redaksi penting, untuk
mengenang sekaligus menjadi acuan apa-apa saja yang terjadi dan menjadi kemajuan pembangunan Aceh setahun lalu.
26 Desember 2004
20 Februari 2005
1 Maret 2005
26 Maret 2005
Bencana gempa dan gelombang tsunami di Aceh
Mantan Presiden AS Bill Clinton dan George Bush mengunjungi Aceh
Berakhirnya masa emergency (darurat) pascatsunami di Aceh
Keterangan Gempa dan tsunami terbesar sepanjang abad, khusus Aceh: ● Korban tewas 131.934 jiwa ● Korban hilang 37.066 jiwa. ● Jumlah pengungsi diperkirakan 400.000 jiwa. Data tersebut didapat dari United Nations (PBB).
Keterangan Menurut Clinton, butuh 4-5 tahun untuk membangun Aceh. Bush dan Clinton mengunjungi Kecamatan Lhoknga Aceh Besar yang selamat dari tsunami.
Pemerintah akan membagikan jatah hidup (jadup) mulai Maret hingga Desember 2005
6 Mei 2005
18 Mei 2005
7 Juli 2005
15 Agustus 2005
Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional memberi bantuan sebanyak 600 juta dolar Amerika untuk pembangunan di Aceh
Penurunan status Aceh dari darurat sipil menjadi tertib sipil
Penandatangan perjanjian bantuan 400 juta dolar dari Amerika lewat lembaga USAID
Ditandatanganinya Perjanjian damai antara Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki Firlandia
Keterangan ● Bantuan itu mereka kelola untuk membangun 20.000 rumah di Aceh dan 2500 rumah di Nias. ● Termasuk juga pembangunan infrastuktur lainnya. ● Dana bantuan itu berasal dari 32 badan palang merah dan bulan sabit internasional di seluruh dunia.
Penurunan status ini dilakukan pemerintah untuk memperlancar masa rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh. Namun saat itu pemerintah akan tetap mempertahankan militer di Aceh untuk menjaga keamanan dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Keterangan Masing-masing pengungsi akan mendapatkan Rp 3000/hari yang akan diterima setiap bulan Rp 90.000. Dalam praktiknya banyak pengungsi yang belum mendapatkan jadup.
Keterangan Uang tersebut untuk pembangunan jalan Banda Aceh Meulaboh sepanjang 240 km, termasuk pembangunan rumah dan kehidupan masyarakat. Proyek pembangunan jalan dijanjikan dimulai Agustus.
Keterangan ● Masa ini proses pembersihan kota, pemberian tenda untuk korban tsunami dan pencarian jenazah korban mulai dihentikan. ● Militer asing yang selama ini membantu Aceh juga mulai meninggalkan Aceh. ● Aceh memasuki babak baru, yaitu masa rekonstruksi dan rehabilitasi. Masa ini diharapkan para pengungsi kembali mendapatkan rumah, terciptanya lapangan kerja, dan juga pembangunan infrastuktur yang hancur karena bencana alam.
●
●
Menjadi babak baru yang paling penting di Aceh, karena selama ini rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh diklaim terhalang dengan konflik bersenjata antara RI dengan GAM. GAM mendapat amnesti dan mendapatkan dana integrasi
KILAS BALIK
9
CEUREUMeN
Catatan: Grafis tidak menyebutkan pejabat yang berkunjung serta apa yang diberikan untuk Aceh karena dianggap terlalu banyak peristiwa penting yang tak mungkin disebut satu persatu. ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
28 Maret 2005
5 April 2005
16 April 2005
30 April 2005
Gempa 8,7 scala richter menguncang Nias.
Peringatan 100 hari tsunami di Mesjid Ulee Lheue Banda Aceh
Presiden menandatangani Peraturan Presiden mengenai Rencana Induk Aceh Nias (Blue Print) di Jakarta
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias dibentuk
15 September 2005 Mulainya penyerahan senjata GAM kepada Aceh Monitoring Mission (AMM) dan penarikan pasukan TNI/Polri dari Aceh, sebagai implementasi perjanjian damai
●
●
3 Oktober 2005 Puasa pertama pascatsunami
Rencana induk ini seharusnya dilakukan, terutama karena menyangkut tata letak kota yang baru. Salah satu bagian yang paling penting adalah melarang pembangunan rumah 2 km dari pantai karena berbahaya dan kawasan itu akan dijadikan buffer zone (kawasan penyangga pantai).
Keterangan 1. Sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No 2/2005 tentang BRR Aceh-Nias, tugas badan ini adalah: ● Merumuskan strategi dan kebijakan operasional ● Menyiapkan rencana dan anggaran ● Menyusun rencana rinci sesuai dengan rencana induk 2. Melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias. 3. Lamanya badan ini 4-5 tahun. Dan bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
16 Oktober 2005
26 Desember 2005
Wakil PBB Urusan Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Kordinator Tanggap Darurat Jan Egeland berkunjung ke Aceh
Peringatan setahun musibah gempa dan gelombang tsunami
Keterangan Egeland menyatakan bahwa rekonstruksi Aceh bergerak sangat lamban dibanding masa darurat. ● Dan PBB akan menempatkan seorang kordinator pemulihan (recovery) untuk Aceh yang akan bertanggung jawab menyusun sebuah rencana penanggulangan selama enam bulan, termasuk pembangunan rumah permanen untuk menanggulangi masalah pengungsi yang masih tinggal di tenda. ●
Hingga saat ini masih banyak pengungsi yang tinggal di tenda, dan pembangunan Aceh pascatsunami dinilai banyak pengungsi terkesan lambat.
■ FOTO-FOTO: HOTLI SIMANJUNTAK
Keterangan Gempa itu menyebabkan ratusan korban jiwa sementara banyak bangunan yang rubuh. Konsentrasi bantuan mulai dialihkan sebahagian ke Nias.
10 CEUREUMeN
Tambahkan garam dan daun jeruk dirajang NB Paling enak dimakan dengan nasi panas
●
● ● ● ● ● ●
2. Goreng Sambal Udang Bahan ¼ udang rebus yang sudah dikeringkan Lima siung cabai merah Lima siung bawang merah Lima buah asam sunti Satu siung bawang putih Minyak secukupnya Garam secukupnya
1. Selebaran Akta Tanah ● UNDP dan UN-HABITAT memberikan kemudahan untuk korban tsunami yang tidak mendapatkan akses perumahan karena tidak memiliki bukti kepemilikan tanah. Caranya dengan mengisi sebuah selebaran sebagai akta tanah sementara. ● Selebaran akta tanah sementara itu dalam waktu dekat akan dibagikan langsung kepada korban tsunami. ● Dalam selebaran akta tanah itu juga akan terdapat cara pengisian untuk mempermudah. 2. Kursus Bahasa Inggris gratis International Labour Organization (ILO) bekerja sama dengan Harvard English School (HES) membuka kesempatan untuk masyarakat Aceh belajar bahasa Inggris. Biaya kursus dan pendaftaran gratis. Hubungi Harvard English School di Jalan Daud Bereueh, Jambotape, Banda Aceh. AGENDA SETAHUN TSUNAMI (GRATIS): 24-25 Desember 05 Di Ulee Lheue Banda Aceh, FBA (Forum Bangun Aceh) di dukung oleh BRR akan mengadakan Pameran UKM (Usaha Kecil Menengah) No. kontak: 0651-45204 Asnawi 081360372797
■ ASRI ZAIDIR
■
KHUSUS masyarakat pesisir, udang ukuran kecil tidak sulit di dapat, mengolahnya pun mudah. Kali ini Ceureumén menyajikan dua macam resep yang bertemakan sambal dengan bahan baku udang. Ada sambal yang disajikan segar, ada pula yang digoreng terlebih dahulu. Sebagai teman makan nasi tidak mengecewakan. 1. Sambal Udang Asam Segar Bahan: ● ¼ kg udang rebus ukuran kecil
●
● ●
● ●
Lima butir cabai rawit atau menurut selera Enam siung bawang merah Dua lembar daun jeruk, rajang tipis Garam secukupnya Lima buah belimbing wuluh
Cara membuat Kupas kulit udang rebus, uleg tapi jangan terlalu halus Haluskan cabai, bawang dan belimbing Campur dengan udang
Cara membuat Haluskan udang rebus yang sudah dikeringkan Haluskan bawang putih, bawang merah, cabai dan asam sunti Panaskan minyak Masukkan semua bumbu dan udang, aduk rata Bila sudah harum dan warnanya kecoklatan angkat Sajikan panas-panas NB Paling cocok untuk sarapan pagi.■
Bagi Anda yang memiliki resep unik yang bisa dimasak dengan mudah dan enak, bisa mengirim surat ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001. Email:
[email protected]. Cantumkan alamat lengkap. Ceureumen akan mengunjungi Anda dan melihat Anda memasak. Disediakan bingkisan kecil untuk Anda.
23-27 Desember 2005 Di Taman Budaya Aceh, Banda Aceh, BRR mengadakan Pertunjukan Seni & Budaya (Art & Cultural Exhibition) Aceh-Nias Reflections, antara lain: ● Pameran Lukisan & Sketsa Mahdi Abdullah ● Pemutaran Film Reuboh Sie Cinta untuk Ibrahim oleh Garin Nugroho ● Film Nyanyian Tsunami oleh Maulana Akbar ● Pameran Foto Kehidupan Masyarakat Aceh dan Nias hasil bidikan masyarakat awam yang sebelumnya memperoleh kamera dari MDF (Multi Donor Fund). ● Pertunjukan seni panggung Kelompok Talo dari Banda Aceh dan tim kesenian Nisel dari Nias akan mempersembahkan tarian tradisional. ● Grup Momo akam membawakan musik-musik tradisional Aceh.
■
21 Desember- 3 Januari 2006 Galeri Foto Jurnalistik Antara menampilkan Pameran Foto Mohamad Iqbal, Raut Pusaran Raut Hayat, di Rumoh Aceh, Museum Aceh, Banda Aceh.
■
TEKA TEKI SILANG CEUREUMÉN NO. 11 1
2
3
4
5 7
6 8
10
9 12
14
13
11
MENDATAR 1. Sebelum waktunya, Belum cukup umur 5. Racun, 6. Berkurang karena gesekan 7. Kata ganti milik, Ia 8. Organ pencernaan 9. Jarum penyemat, Peniti 10. Atom yang bermuatan listrik 12. Perkakas 14. Kesedihan yang mendalam MENURUN 1. Patron 2. Memorandum of Understanding 3. Tempat singgah 4. Bunga 5. Gelombang dahsyat yang
terjadi karena gempa atau letusan gunung api di dasar laut 9. Pompa ( Inggris) 11. Lampu TL 13. Harapan Jawaban TTS Ceureumén No. 10 adalah: Mendatar 1. Ekspresi, 5. Indikasi, 7. Evaluasi, 11. Istimewa, 13. Eskalasi. Menurun 1. Elite, 2. Sedia, 3. Eja, 4. Isi, 6. SOS, 8. Vas, 9. Arena, 10. Ilahi, 11. Ide, 12. Tak.
Pemenang TTS Ceureumén No. 10 adalah: 1. Salmirida Dsn Mawar, Desa Paerdamaian, Aceh Tamiang 2. Mosriah Jln. KH. Agussalam Sabang 3. Diandra Agussyah. P Jl. Seroja No. 8B Desa Garut, Aceh Besar 4. Muhammad Zubir Samalanga, Bireuen 5. T. Wahyu Rinaldi Lamteumen Timur Banda Aceh
ANAK-ANAK
CEUREUMeN
11
Setahun Tsunami
Suka Duka Bapak Mencari Anaknya muaskan.
Yang masih mencari keluarga yang hilang.
○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Jumlah Anak Terpisah, Sebatang Kara, dan Orang Tua Tunggal yang didaftar oleh Pemerintah, Unicef, Save the Children dan NGO lain (Data Oktober 2005)
○
○
○
○
○
■ ASRI ZAIDIR
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Total : 2,242 Anak sebatang kara Terdaftar dalam institusi : 63 anak Tinggal dengan keluarga yang tak dikenal : 209 anak
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
W
rada di pesantren tersebut. “Rupanya pesantren tersebut khusus untuk anak korban tsunami dari Meulaboh,” ucapnya sedih. Mendatangi posko Selain dengan cara pasang iklan dan ‘berpetualang’ hingga kini Rahmadi juga masih suka mendatangi posko-posko yang melayani pengaduan anak hilang. Disana Rahmadi selalu menitipkan biodata beserta foto anak semata wayangnya itu. Bahkan ada beberapa posko yang menjadi langganan tempat dia menitipkan’ foto anaknya. Diantaranya Children Center di Mata Ie dan Children Center Muhammadiyah. Namun tetap saja pencarian Ramadi tak menampakan hasil yang me-
○
ALAU sudah sering kecewa, namun tekad Rahmadi, 32 tahun, untuk menemukan sang buah hati tak kunjung padam. Hampir setahun pascatsunami, dia masih saja memasang iklan di media masa. Setiap hari foto anaknya yang bernama Alif Miftahul Riski (5) berjejer rapi bersama iklan produk dan perumahan di lembaran hitam putih surat kabar. Sekarang ini malah dia semakin gencar memasang foto anaknya tersebut. Bahkan dua hari yang lalu, dia juga memasang iklan di stasiun televisi lokal pada jam tertentu. Tujuannya agar nama anaknya bisa muncul di layar kaca secara bergantian bersama dengan nama para korban tsunami yang belum ditemukan, dengan harapan ada orang yang memberitahukan keberadaan Alif sekarang. Rahmadi melakukan semua itu karena beberapa minggu yang lalu seorang kerabatnya melapor bahwa ada orang yang melihat Alif berada disuatu tempat di Aceh. Tanpa mencari tahu siapa penghembus kabar tersebut, Rahmadi pun langsung merogoh kocek Rp 468 ribu untuk memasang iklan baris berukuran 10 centimeter, dengan 20 kali penayangan. ”Ada keluarga yang kasih kabar bahwa ada orang yang mengaku melihat Alif, makanya saya pasang iklan lagi, karena saya yakin dia masih ada,” ucap Rahmadi pelan. Petunjuk dari roh Suami dari Almarhumah Cut Khairida ini memang berkeyakinan sang buah hati masih hidup. Apalagi setelah dia kerap mendengar dari tetangganya bahwa saat usai tsunami. Banyak yang melihat Alif dibawa oleh seorang wanita berpenampilan perlente. Selain itu, Rahmadi juga mempunyai tanda yang lain. Dari cerita Rahmadi,
dua minggu yang lalu seorang keluarga Ramadi sempat ‘kerasukan’ roh seorang korban tsunami. Dalam kesurupan itu Rahmadi sempat mengambil kesempatan untuk bercakapcakap dengan roh yang masuk kedalam tubuh keluarganya tersebut. Dalam perbincangan mahkluk beda alam itu, terucaplah oleh roh tersebut bahwa anaknya Alif hingga kini masih hidup dan sedang berada di suatu tempat. Namun roh yang merasuki tubuh tersebut tak mengetahui dimana lokasi Alif berada. Kendati sedikit terhibur, tapi buat Rahmadi kejadian tersebut hanya sebagai penegas saja bahwasanya Alif masih hidup. ”Sebenarnya saya tidak percaya dengan hal seperti itu, mungkin karena keadaan, makanya bisa begini. Saya sebenarnya lebih suka mendekatkan diri kepada Tuhan,” ucap Rahmadi. Terus mencari Staf di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin ini mengakui bahwa semuanya tak lepas dari kelelahannya selama mencari si buah hati. Sehingga sesuatu yang dulu tak pernah terpikirkan, kini terpaksa dilakukannya. Karena sebelum mengiklankan Alif, hampir semua tempat di Aceh Besar sudah dijelajahinya. Dari Banda Aceh, Sibreh, Indrapuri, hingga Jantho, tuntas sudah dikitarinya. Didaerah terakhir ini, Rahmadi pernah mempunyai harapan. Ketika itu temannya mengatakan bahwa di daerah tersebut ada sebuah pesantren khusus menampung anak-anak korban tsunami. Dan lagi-lagi menurut si teman, ada yang pernah melihat Alif ada disana. Tak memperdulikan sang teman mendapat kabar dari mana, dengan memendam harapan tinggi, Rahmadi pun mendatangi pesantren tersebut. Namun saat dia menemui pengurusnya dan menerangkan tujuannya kesana, Rahmadi harus mampu melapangkan dadanya. Buah hati yang dicarinya tak be-
○
Asri Zaidir Banda Aceh
[email protected]
Ditipu Dua minggu yang lalu, keluarga Rahmadi mendapat telepon dari seseorang mengaku dari pekan baru, Riau. Sang penelepon menghubungi telepone seluler Rahmadi yang ditinggal di rumah, dan mengaku bahwa dia pernah melihat Arif berada di Batam dan sedang dirawat oleh seorang kawan si penelepon yang bernama Anton. Saat itu telepon diterima oleh adik kandung Rahmadi yang bernama, Rahmayati (20). Dan ketika Rahmayati hendak menanyakan lebih lanjut, si penelepon mematikan pembicaraan, dengan alasannya pulsa akan segera habis. Rahmayanti yang berharap keponakanya untuk kembali berkumpul langsung mencoba menelepon balik. Namun telepon dari Rahmayanti tak diangkat. Keluarga pun bertambah cemas. Tapi tak berselang lama, sebuah pesan sms masuk kedalam telepon seluler Rahmayanti dari orang tersebut. Dalam pesan pendek yang muncul dilayar telepon, penelepon tadi meminta keluarga Rahmadi untuk mengirimkan beberapa lembar pulsa yang nantinya akan digunakan untuk berhubungan antara si penelepon, keluarga Rahmadi dan orang yang sedang merawat Alif. ”Dia juga meminta uang, dan bila dibilang tolong untuk temukan dulu dengan anaknya baru dikasih uang, maka dia tutup teleponnya,” ucap Rahmayanti kesal. Mengenai adanya telepon penipuan tersebut, Rahmadi mengaku sudah memikirkannya. Dan dia selalu berpesan kepada anggota keluarganya untuk berhatihati, dan harus lebih teliti. Karena Rahmadi sendiri tak tahu sampai kapan dia akan terus mengiklankan anaknya yang bernama Alif Miftahul Riski ini. Harapan Rahmadi cuma ingin bertemu kembali dengan anaknya, Dan kalau pun tidak bisa, dia mengaku sudah mengiklaskanya. ”Bila memang sudah tidak ada lagi saya ikhlas, karena tempat untuk anak-anak disisi Tuhan kan kita tahu,” ucapnya pilu.■
Orang tua tunggal : 156 orang Anak terpisah dan sebatangkara : 2,242 orang Total : 2,398 orang Anak terpisah dan sebatang kara Anak terpisah : 1,970 Sebatangkara : 272
Saat ini NGO yang mengurusi anak seperti Save the Children and Unicef sedang melakukan support untuk keluarga yang mencari anaknya yang hilang atau keluarga yang ingin mengadopsi anak-anak tersebut. “Kami berusaha untuk meyakinkan bahwa anak-anak lebih baik bersama dengan keluarga mereka dan masyarakat daripada diurus oleh institusi,” kata Jon Bugge, dari Save the Children kepada Ceureumén.■
12 CEUREUMeN
SUARA RAKYAT KECIL
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Abdullah Abdul Muthalib
[email protected]
Hormati Syariat Islam KALAU tidak salah saya beberapa waktu lalu, Badan Rekonstuksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias mengumumkan bahwa untuk rekonstruksi tahun depan ini butuh sebanyak 1.5 juta pekerja. Ini tentu saja sebuah jumlah yang tidak sedikit. Kita sambut dengan tangan terbuka banyaknya rekanrekan kita yang datang dari luar daerah mencari kerja di Aceh. Sungguh ini tak pernah terbayang sebelumnya. Apalagi sejak dulu banyak rakyat Aceh yang mencari kerja di keluar daerah hingga luar negeri. Kini semuanya terbalik, seperti tsunami yang sudah membalikkan semuanya. Karena itu, kepada para pendatang dan pekerja kemanusiaan yang sudah masuk ke Aceh agar menghargai betul budaya di sini.Jangan Anda membuka peluang maksiat di Aceh. Kami yakin semua musibah itu adalah cobaan Allah kepada hambanya yang sudah mungkar. Salah satunya ya, mungkin kita kita sudah mengingkari perintah Sang Khalik. Karenanya, kedatangan Anda jangan malah menambah keangkara-murkaan Tuhan. Makanya segera hentikan maksiat. Terimakasih untuk Ceureumén yang sudah memuat uneg-uneg saya ini. Mohd Isa Abdullah Beurawe Kec Kuta Alam Banda Aceh
○
Davi Abda Penduduk Cadek Permai Kahju Kec Baitussalam Aceh Besar
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Surat “Cinta” Untuk BRR
○ ○
SAYA pembaca setia Tabloid Ceureumén. Namun pada Ceureumén edisi 9 yang lalu ada sedikit yang mengganggu saya. Mungkin ini kesalahan teknis atau kealpaan yang barangkali tidak perlu. Kealpaan itu ada di halaman 4-5 dalam berita Cover Story. Kalau tidak salah saya, dalam berita tentang sejarah itu disebutkan banyak situs-situs sejarah yang rusak di Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Utara. Yang menjadi tandatanya saya sumbernya tak disebutkan sebagimana khas Ceureumén biasanya. Terima kasih buat para jurnalis Ceureumén dan selamat bekerja, semoga tabloid ini menjadi harapan kami. Rauza J Sahal Kecamatan Juli, Kab Bireuen Terima kasih atas kejelian Rauza. Betul, kamu akui pada edisi itu memang lupa mencantumkan sumbernya. Datadata tersebut kami peroleh dari Balai Peninggalan dan Pelestarian Purbakala (BP3) Banda Aceh. Kepada pihak BP3 kami mohon maaf atas kesalahan ini. Terima kasih atas kerjasamanya. Redaksi
○
○
○
○
○
SURAT “cinta” untuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) ini lahir karena dorongan perasaan “keprihatinan”, bukan atas rasa menaruh curiga. Ibarat surat cinta untuk sang kekasih, tentunya ada keluh kesah, harapan jiwa, dan sejuta asa lain yang tertuang dalam untaian goresan kata bernama surat cinta. Dengan demikian, diawal tulisan ini saya ingin menandaskan bahwa tulisan ini bukan untuk saling tuding melainkan sebagai jembatan untuk membuka akses informasi bagi publik dan membuka wacana sejauh mana realiasasi yang telah dimainkan oleh BRR, termasuk di era damai sekarang ini. Adalah tidak terbantahkan, jika dalam ranah teori ilmu pembangunan, suasana yang damai, bebas konflik sosialpolitik, menjadi sebuah landasan awal untuk menetapkan haluan dasar dimulainya pembangunan. Begitu pula dengan dengan Aceh yang sepanjang sejarahnya terus dirundung duka. Deretan sejarah kelam hingga bencana gempa dan tsu-
Alpa Menyebutkan Sumber
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kini semuanya terbalik, seperti tsunami yang sudah membalikkan semuanya. Karena itu, kepada para pendatang dan pekerja kemanusiaan yang sudah masuk ke Aceh agar menghargai betul budaya di sini.Jangan Anda membuka peluang maksiat di Aceh.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
■ MAHDI ABDULLAH
❞
nami telah menjadikan Aceh laksana daerah yang mesti dibangun dari nol lagi. Otomatis, dengan tercapainya kesepakan damai antara Pemerintah Indonesia dengan GAM diharapkan menjadi primum mobile mengakselerasikan proses rekontruksi Aceh selanjutnya. Akan tetapi, persoalannya sekarang apakah pasca MoU itu ditandatangani, proses rekontruksi Aceh sudah lebih baik dibandingkan dengan era sebelumnya? Ini merupakan pertanyaan yang “lumayan” sulit untuk dijawab namun dengan melihat ragam persoalan yang ada maka akan ditemukan benang merah sejauhmana peran “damai” untuk rekonstruksi Aceh!
○
Assalamualaikum Wr. Wb HAMPIR setahun tsunami berlalu, sebentar lagi tragedi yang lama itu akan ”terulang” lagi. Disaat tanggal 26 Desember 2005 ini bekas ingatan itu pasti akan timbul dari benak para korban. Seakan-akan mereka baru mengalami hal yang serupa. Gempa dan gelombang tsunami padahal sudah setahun berlalu, tapi luka itu masih membekas. Sampai kapan luka itu akan hilang? Mungkin itu tidak akan terjadi. Contohnya daerah Lambada atau Kahju Kecamatan Baitussalam Aceh Besar. “Setahun Bersama Manusia Tenda” pantas untuk sebuah nama peringatan tsunami pada tanggal 26 Desember ini di daerah tersebut. Mari lihat bersama, menjaga dan membangun secara bersama. Jangan jadikan tsunami untuk tiket masa depan para pemulung yang loba (tamak) akan kekayaan. Tapi jadilah profesionalisme untuk membangun tanpa mengharap. Seperti ungkapan salah seorang nenek yang menempati tenda di kawasan Kahju. Katanya “Tendaku Masa Depanmu” Bukan tanpa alasan dia berujar demikian, sudah setahun tsunami berlalu, kami masih berada dalam tenda, diguyur air hujan, serta hembusan angin laut yang acapkali membangunkan tidur malam kami. Siapa yang perduli atas penderitaan kami? Itu contoh nyata dari penderitaan yang masih masyarakat Aceh alami. Atas contoh itulah, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) mempunyai tanggung jawab untuk mempercepat rekontruksi dan rehabilitasi. Demikianlah saya buat surat pembaca ini sehingga menjadi ceureumen (cerminan) bagi siapa saja yang mencoba melihat wajah mereka. Dan dari penglihatan itu pula mereka menjadikan bahan introspeksi diri dalam memenuhi tanggung jawab sebagai pemimpin. Atas pemuatan keluhan kami dan perhatiannnya saya haturkan terima kasih.
○
○
○
○
○
Persoalannya sekarang apakah pasca MoU itu ditandatangani, proses rekontruksi Aceh sudah lebih baik dibandingkan dengan era sebelumnya?
○
○
○
○
○
○
○
○
❞
Setahun Menjadi Manusia Tenda
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
■ MAHDI ABDULLAH
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Sudah setahun tsunami berlalu, kami masih berada dalam tenda, diguyur air hujan, serta hembusan angin laut yang acapkali membangunkan tidur malam kami. Siapa yang perduli atas penderitaan kami?
○
○
○
○
○
○
○
❞
Peringatan “Ulang Tahun” Tsunami
Buat Anda yang ingin menyampaikan Suara Rakyat kecil berupa ide, saran, dan kritik tentang rekonstruksi bisa melalui surat ke Tabloid CEUREUMéN PO Box 061 Banda Aceh 23001 email:
[email protected]
DAMAI
CEUREUMeN
13
Setahun Rekonstruksi, GAM Masih Kecewa Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
IHAK Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menyatakan proses rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh masih jauh dari harapan. Setahun tsunami berlalu, perubahan di lapangan masih sangat kecil. Yang tinggal di tenda masih banyak, yang dibarak apa lagi. Berbagai bidang lainnya juga masih tertinggal. “Saya sama seperti pendapat masyarakat lainnya bahwa proses rehabilitasi dan rekonstruksi masih sangat jauh dari harapan,” kata Irwandi Yusuf, wakil GAM di AMM. “Coba lihat, apa saja yang sudah dilakukan setelah setahun tsunami. Masyarakat kan kecewa, sama juga seperti kita,” katanya. Namun ke depan, kata Irwandi, semua pihak harus berbuat lebih baik lagi. Dia memisalkan, jika saja uang yang berjumlah puluhan triliun dibagi kepada korban tsunami, entah berapa besar setiap orang akan mendapatkannya. Akan tetapi, jika uang sebanyak itu diimplementasikan dalam bentuk pembangunan, maka memang sangat sedikit hasilnya seperti yang kini terlihat di lapangan. “Lagee le dirheut ngon dilhe,” katanya, mengucapkan sebait pepatah Aceh yang maknanya kira-kira le-bih banyak digunakan untuk yang tidak perlu ketimbang untuk pembangunan. Lalu, apa keinginan pihak GAM ke depan? Ke depan, kata Irwandi, semua pihak harus bekerja keras untuk mengisi masa rekonstruksi dan rehabilitasi ini. Pihak GAM sendiri, seperti dikatakan oleh Teuku Kamaruzzaman, ingin ambil peran lebih besar dalam proses ini. Itu dilakukan dengan cara mengambil peran lebih besar lewat BRR. Beberapa personel mewakili GAM yang dianggap punya kemampuan akan dimasukkan ke dalam BRR. “Dengan begitu kita berharap proses rehabilitasi dan rekonstruksi ini tidak menimbulkan konflik di kemudian hari. Itu sebabnya, GAM ingin berperan lebih besar lewat kebijakan di BRR,” katanya. Seperti halnya Irwandi, seorang tokoh GAM lainnya Munawarliza mengatakan, pembangunan di masa rekonstruksi dan rehabilitasi juga masih belum sesuai dengan harapan. Cuma, kata Munawarliza, masyarakat Aceh tidak boleh menyalahkan siapa pun. Semua harus introspeksi diri untuk perbaikan ke depan. Korban konflik jangan dilupakan Di sisi lain Munawarliza mengatakan, tidak mudah menghilangkan perasaan trauma konflik bagi masyarakat Aceh. Juga tidak mudah melupakan berbagai peristiwa buruk yang pernah menimpa rakyat Aceh. “Kita kan berkonflik selama 30 tahun. Ban meletus saja masih terasa seperti suara bom, ya karena kita masih trauma.” Dia mengharapkan, di masa rekonstruksi ini semua pihak tidak melupakan korban konflik. Bantuannya kepada mereka tidak sekadar dalam bentuk dana, melainkan juga dalam bentuk yang lain, yakni berupa keadilan. “Tak sekadar bantuan ekonomi, tetapi juga bantuan untuk mendapatkan keadilan. Kadang-kadang, orang tak menuntut secara ekonomi, melainkan menuntut keadilan. Tuntutan ini yang harus diberikan oleh pemerintah,” kata pria yang sempat tiga tahun bermukim di Amerika Serikat ini.■
■ NANI AFRIDA
P
○
○
○ ○ ○ ○ ○
Muhammad Azami Banda Aceh
[email protected]
EHADIRAN Nota Kesepahaman antara RI dan GAM yang ditandatangani 15 Agustus lalu, memberi kontribusi yang sangat berarti bagi penurunan tindak kekerasan di Aceh. Koalisi NGO HAM Aceh mencatat, meski terjadi pelanggaran HAM sepanjang Agustus sebanyak 47 kasus, namun angka
K
ini sangat jauh berkurang dibandingkan sebelumnya. Penurunan ini memperlihatkan bahwa kedua pihak yang bertikai menampakkan komitmen mereka untuk menghadirkan kedamaian di Aceh. Begitu Koalisi NGO HAM Aceh menyampaikan hasil refleksinya. Menurut NGO HAM tersebut, kehadiran MoU juga membuka ruang bagi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi melalui
Korban Tindak Kekerasan Pascatsunami Korban
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Sipil
:
16
11
38
32
34
GAM
:
1
1
4
15
7
TNI/Polri
:
0
8
1
1
3
Jumlah
:
17
20
43
48
44
pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Ruang ini merupakan jawaban dari upaya menuntaskan persoalan Aceh yang sudah menahun ini. “Karena itu, apa pun nantinya yang dipilih, apakah pengadilan HAM atau menggunakan mekanisme KKR, haruslah memberi jaminan bagi masyarakat korban. Sebab, salah satu tujuan dari penyelesaian kasus-kasus pelanggaran tersebut adalah untuk mengungkap kebenaran dan keadilan bagi masyarakat korban,” kata mereka. Perhatian kepada korban konflik haruslah sungguh-sungguh. Setelah tsunami, menurut Koalisi NGO HAM, mereka nyaris tidak terperhatikan. Ini berbanding terbalik dengan korban gempa dan tsunami yang mendapat simpati dan bantuan yang begitu besar dari pemerintah.■
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
MoU Buka Ruang Pengusutan HAM
○
P
konflik. Cuma, soal berapa besar bantuan mereka, pihaknya mengaku belum mengetahui. Untuk mencapai keadilan bagi semuaya, tambah Haniff, akan dibentuk forum bersama yang bertugas untuk memberi masukan. Mereka terdiri atas LSM dan donor. “Akan dibentuk forum bersama antara LSM, negara donor, pemerintah daerah, pusat, tokoh masyarakat. Dari donor misalnya IOM, Unicef, World Bank, USAID, dan lainnya,” katanya.■
○
ARA korban konflik seperti janda-janda atau siapa pun yang cacat karena konflik, bahkan Kelompok “Pembela Tanah Air “ akan mandapatkan jatah bantuan pada tahun 2006. Menurut Kepala Dinas Sosial NAD, Haniff Asmara, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sebanyak Rp 600
miliar melalui APBN. Dana ini tidak hanya diberikan kepada mantan GAM. “Pengungsi korban konflik baik di Aceh maupun di luar Aceh, termasuk relawan Pembela Tanah Air akan mendapatkan dana ini,” kata Haniff Asmara, pekan lalu. Ditambahkannya, sejumlah donor seperti dari LSM, donor, juga sudah menyatakan komitmennya untuk membantu dana reintegrasi. Dana ini termasuk untuk korban
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Banda Aceh
[email protected]
○
○
Muhammad Azami
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Adakah Bantuan untuk Mereka?++
○
MENANGIS - Seorang ibu swdang menangis karena rumahnya diobrak-abrik aparat dalam penyisiran ke Desa Mata Mamplam Bireun. Konflik banyak menimbulkan korban, termasuk sipil.
14 CEUREUMeN
TANYA JAWAB
T: J:
Menurut Wakil GAM di BRR Teuku Kamaruzzaman, sampai kini pihaknya baru menempatkan satu orang mewakili GAM di BRR. Menurutnya, pihak GAM akan menempatkan beberapa orang lagi di setiap komisi BRR. Ditambahkannya, secara umum GAM belum terlibat dalam setiap kebijakan di BRR. Ke depan, katanya, GAM berkeinginan untuk menentukan arah kebijakan serta percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan membuat mekanisme agar terjadi keadilan bagi seluruh rakyat Aceh. Ini juga untuk menghindari kemungkinan konflik sosial maupun politik yang mungkin timbul dari proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
J:
Kapan Pilkada Kapan Pilkada di Aceh dimulai? Usman Banda Aceh
Menurut sejumlah anggota DPRD NAD yang pernah bertemu langsung dengan Mendagri di Jakarta, dua pekan lalu, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di Aceh direncanakan pada 26 April 2006 sesuai dengan jadwal yang termaktub dalam MoU. Namun, kepastian jadwalnya sangat tergantung pada banyak hal, termasuk pada draf Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh yang kini sedang dibahas di DPR RI.
Acara Setahun Tsunami
T:
GAM di BRR Seperti diketahui, sesuai dengan perjanjian damai (MoU), pihak GAM juga harus dilibatkan dalam Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias. Yang ingin saya ketahui, berapa banyak orang GAM ditempatkan di BRR dan apa saja kerja mereka. Selain itu, apakah mereka hanya untuk mewakili kepentingan GAM?
T:
Mahdin, Blok Sawah , Pidie
Katanya pemerintah akan melakukan peringatan satu tahun tsunami. Apa-apa saja acaranya?
Taufiq Simpang Surabaya Banda Aceh Menurut kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto, acara peringatan satu tahun tsunami akan dilakukan acara doa bersama. Tempatnya di Mesjid Raya Baiturrahman pada tanggal 26 Desember 2005. Acara itu akan dihadiri oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan juga sejumlah Negara sahabat yang selama ini membantu Aceh.
J:
Sampai Kapan AMM di Aceh? Saya sangat senang dengan perjanjian damai yang dicapai oleh Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Apalagi dengan hadirnya Aceh Monitoring Mission (AMM) yang begitu tegas dengan kedua belah pihak. Saya ingin tahu sampai kapan AMM ada di Aceh?
T:
Lusi Takengon Aceh Tengah AMM akan berada di Aceh hingga tanggal 15 Maret 2006---diperpanjang kalau ada keinginan pemerintah---setelah selesai memantau proses perubahan pengaturan dan perundang-undangan. Menurut informasi yang diterima Ceureumén, pemilu dan proses politik di Aceh setelah AMM meninggalkan Aceh akan dipantau oleh pemantau pemilu Uni Eropa. Namun hal tersebut masih dalam pembicaraan.
J:
Anda bisa mengirimkan pertanyaan apa pun yang ingin Anda ke-tahui, terutama mengenai masalah rekonstruksi dan rehabilitasi. Redaksi akan mencarikan jawaban untuk pertanyaan Anda. Kirimkan ke PO BOX 061 Banda Aceh 23001 atau email
[email protected] dengan mencantumkan “Rubrik Tanya Jawab”
KAMPUNGKU ACEH UTARA
Jaijuang Aceh Utara
[email protected]
EJAK “langkah” tsunami masih membekas bila melewati Desa Kuala Krutoe Barat Kecamatan Tanah Pasir, Kabupaten Aceh Utara. Aroma memilukan hati amat terasa di sana. Di sanalah menetap orang-orang yang dilupakan. Desa ini berpenghuni orang-orang yang menderita penyakit lepra. Tidak cukup itu, pada umumnya memiliki tubuh cacat. Singkat kata mereka tak “sempurna” jika dibandingkan dengan warga yang tinggal di pesisir kecamatan lain. Meski bertubuh tak normal, mereka para nelayan yang handal dan mampu mengais rezeki yang diberikan tuhan di lautan setiap harinya. Tapi jangan tanya tempat tinggal mereka. Bentuk rumahnya sangat darurat. Maaf – mungkin lebih pantas di sebut tempat beristirahatnya hewan ternak. Sejatinya, tempat itu tak layak bagi tempati mereka sedemikian rupa. Rumah-rumah nan kumuh itu sebenarnya terpaksa di huni oleh para masyarakat lepra. “Pak beginilah nasib kami orang-orang berpenyakit lepra yang luput dari perhatian. Tapi Tuhan masih menyayangi kami ,” kata Marzuki. Dari Marzuki (50) yang juga menderita penyakit lepra, Ceureumén mendapat informasi bahwa pascatsunami hanya 20 KK warga Kuala Kreutoe yang mampu mengungsi ke barak-barak darurat. Sisanya, 29 KK memilih tetap bertahan di desa karena tak leluasa bergerak untuk mengungsi jauh. Sialnya, mereka yang tinggal di sana wajib mengambil sendiri setiap bantuan pangan. Katanya Save The Children setiap bulannya menyalurkan bantuan 12 kg beras per orang. Tapi harus diambil sendiri di kantor Camat Tanah Pasir. Bagi yang normal mungkin bukan problem. Tapi bagi Basir yang tak punya jari
J
kaki dan tangan, bagaimana melakukan itu. Belum lagi kantor kecamatan yang cukup jauh dan butuh biaya transpor sekira Rp20.000-Rp.30.000 dengan naik RBT. Sedangkan warga lain yang fisiknya sehat, tentu saja mampu mengambil beras bantuan itu dengan berjalan kaki atau mengendari sepeda. “Sedih sekali kami yang tidak bisa berjalan jauh, apalagi ada kabar bantuan itu juga sempat diterima oleh orang yang tidak berhak dan bukan korban tsunami,” ungkap Basir. Seharusnya, pinta Basir, pemerintah bisa bersikap arif dengan mengantar langsung bantuan apapun ke desanya. “Coba lihat tubuh kami ini Pak, kan tak sempurna. Kalau sempurna kami mau tinggal di barak pengungsian. Kami tak bisa pergi jauh, maka kami menetap di gubuk yang kami buat sendiri,” sambung Marzuki. Karena itu, mereka menghimbau NGO asing atau pemerintah yang hendak menyalurkan bantuan, bila berkenan segeralah mengantarnya langsung ke Desa Kuala Kruetoe Barat dan jangan diberikan melalui pihak ketiga. Mengenai bantuan pembangunan rumah, Menurut Marzuki, pihak Badan Rekonstruksi dan Rehablitasi pernah membeli beberapa petak tanah di Desa Kuala kreutoe Barat. Rencanyanya untuk pembangunan rumah bantuan tsunami. Tapi sampai kemarin belum juga ada tanda-tanda pembangunannya, padahal itu direncanakan beberapa bulan yang lalu. Kata Marzuki, masyarakat setempat sangat butuh bantuan rumah. Selama ini mereka terpaksa menempati gubuk reot buatan sendiri. “Kenapa kami terisolir dan luput dari perhatian pemerintah. Tidak ada satu pun masyarakat di sini yang mendapat bantuan rumah dari pemerintah ata LSM asing. Kami masih menempati gubuk rusak Pak,” Marzuki melaporkan kondisinya.■
■ JAIJUANG
Dilema Mereka yang Terlupakan
Desa Kuala Krutoe Barat Kecamatan Tanah Pasir, Kabupaten Aceh Utara minta bantuan di antar langsung.
Desa-desa yang Dihempas Tsunami di Aceh Utara Kecamatan Seunuddon
Kecamatan Samudra
Desa Blang Geuleumpang Desa Meunasah Sago Desa Ulee Rubeek Barat Desa Ulee rubeek Timur Desa Teupin Kuyun Desa Cot Petisah
Desa Blang Glumpang Blang Mee Desa Blang Nibong Desa Pu’uk Desa Krueng Matee Desa Meunasah Beuringen Desa Samudra Desa Muara Barat
Kecamatan Tanah Pasir Desa Blang Mee Desa Lapang Desa Kuala Cangkoi Desa Kuala Kreutoe Barat Desa Kuala Kreutoe Timur Desa Matang Baroe.
Kecamatan Muara Dua Desa Tanah Anoe Desa Cot Seurani Desa Meunasah Manyang Desa Krueng Manee
OPINI
CEUREUMeN
15
CEK BANUN
■
MAHDI ABDULLAH
Setahun Menggelandang di Kampung Sendiri Dandhy Dwi Laksono (Pemimpin Redaksi acehkita.com)
AYA termasuk yang berdebar-debar menantikan terbitnya majalah TIME edisi Asia menjelang peringatan setahun tsunami di Aceh. Sebab, majalah itu akan menurunkan kisah dan foto empat orang janda korban tsunami yang kehilangan rumah dan keluarga mereka. Lantas apa hebatnya dibanding ratusan korban senasib? Beberapa hari setelah tsunami, TIME Asia yang berbasis di Hongkong pernah memuat foto keempat perempuan itu. Mereka difoto berdiri di depan puing rumah masing-masing. Bos TIME Asia, Abdoolcarim, mengaku masih mengantongi alamat keempatnya. Karena itu, pada bulan April 2005, di hadapan para wartawan di China, Abdoolcarim pernah berjanji akan memfoto kembali keempat perempuan itu di depan lokasi rumahnya masing-masing, dan akan memuatnya. “Kita akan lihat, bagaimana nasib mereka setelah satu tahun. Apakah rumahnya sudah dibangun, atau nasibnya masih sama saja,” katanya. Dengan oplah 350.000 eksemplar, tindakan TIME tentu akan memberi secuil gambaran kepada dunia, bagaimana kinerja semua pihak dalam membantu korban tsunami di Aceh dalam satu tahun terakhir. Apalagi, tak hanya TIME yang akan melakukan hal itu. Hampir setiap media dalam dan luar negeri yang pernah mengirim wartawan ke Aceh, akan menampilkan gaya liputan yang sama: yaitu membandingkan obyek tertentu saat tsunami dan setahun setelahnya. Obyek itu bisa berupa sosok manusia, jalan, jembatan, bangunan sekolah, masjid, barak, lokasi pengungsian, makanan, fasilitas air bersih, atau apa saja yang bisa mewakili satu tahun perjalanan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh. Pembaca dan
S
pemirsa di seluruh dunia, terutama mere- pernah menyebut-nyebut agar 500.000 penka yang telah menyumbangkan satu-dua gungsi tsunami tak ada yang jadi ‘gelandandollar uangnya, akan menilai, apakah gan’ lagi pada April 2006. Bila batas waktu itu yang dijadikan padalam satu tahun ini, nasib warga Aceh korban tsunami lebih baik, sama saja, atau tokan. Maka sejak 1 Januari 2006, kecepatan rata-rata pembangunan rumah harus justru lebih buruk. Kendati banyak pihak terlibat di Aceh, mencapai 233 unit per hari. Angka yang namun kepada pemerintah lah telunjuk luar biasa. Ini seperti membangun satu koakan banyak diarahkan bila warga dunia mplek perumahan baru dalam setiap harintak puas dengan apa yang telah terjadi. Ter- ya. Seperti membangun satu RW per hari. Tapi BRR menganggap ini adalah misi utama, bila ternyata halaman media massa banyak melaporkan fakta-fakta yang memi- yang mustahil. Karena itu, mereka menargetkan semuanya baru lukan. Dan suka atau tidak, rampung pada semester representasi pemerintah adpertama tahun 2007. Bahalah Badan Rehabilitasi dan kan seorang pejabat JakarRekonstruksi (BRR) AcehKarena itu kami ta pernah menyebut pemNias. Umurnya memang bangunan perumahan dan belum setahun. Tapi di bumeminta warga infrastruktur di Aceh baru lan Desember ini, orang tak bersabar,” sebut akan tuntas pada 2009. akan terlalu peduli apakah Itu artinya, beberapa BRR sudah berusia setahun Kuntoro suatu ketika. Sebuah kalimat yang ribu orang masih akan atau seabad. menggelandang di kamYang jelas, besar kemumudah ditulis dan pung sendiri hingga satu, ngkinan keempat janda ‘midiucapkan, tetapi dua, atau tiga tahun ke lik’ majalah TIME itu masih berstatus gelandangan, alias sungguh berat bagi depan. “Karena itu kami yang menjalani. meminta warga bersabar,” tak punya rumah. Sebab, sebut Kuntoro suatu ketika. hingga 17 November 2005 saja, data BRR menyebutkan, rumah yang Sebuah kalimat yang mudah ditulis dan didibangun di Aceh baru 10.119 unit. Pada- uucapkan, tetapi sungguh berat bagi yang hal, jumlah yang rusak konon ditaksir men- menjalani. Rumah adalah benteng psikologi dan capai 76.039. Itu artinya, yang dibangun sosial bagi penghuninya. Memiliki rumah, baru sekitar 13 persennya saja. Bila angka di atas akurat, maka kecepa- mendatangkan ketenangan batin bagi petan rata-rata pembangunan rumah di Aceh miliknya sehingga mereka mampu menata mencapai 42 unit per hari. Ini diasumsikan hidup dan bekerja, dan tak selalu merasa pembangunan mulai dilakukan pada bulan dalam kondisi darurat. Rumah tempat April 2005 (berakhirnya masa tanggap beristirahat, melakukan hubungan seks, dan membesarkan anak-anak. Tempat sedarurat) hingga data bulan November. Sementara di bulan Desember 2005 ini, pasang suami istri mendiskusikan rencanaKetua BRR Kuntoro Mangkusubroto per- rencana hidup mereka. Tempat rasa pernah menjanjikan jumlah rumah yang sele- caya diri dan optimisme tumbuh. Tapi bagi sebagian korban, satu tahun sai dibangun mencapai 30.600 unit. Perserikatan Bangsa Bangsa sendiri melalui lagi tinggal di bawah tenda-tenda yang Wakil Sekjen Urusan Kemanusiaan dan mulai membusuk dan bau apek, Kordinator Tanggap Darurat, Jan Egeland, dengan tanah becek, dan bantuan pangan
❞
atau dana jadup yang kerap mampet, adalah bayangan suram yang pasti datang. Seperti nasib pengungsi di pesisir barat Aceh, yang di bulan Desember ini masih mendiami tenda-tenda darurat. Wartawan acehkita.com yang melakukan liputan setahun tsunami di Kecamatan Sampoinit, Aceh Jaya, misalnya, menemukan kondisi yang memprihatinkan. Mereka terisolasi karena jalanan yang rusak. Akibatnya, tak banyak LSM yang datang membantu. Bahkan untuk sampai di Kecamatan Sampoinit (dari Banda Aceh), diperlukan waktu 4,5 jam dengan motor. Itu sudah termasuk naik rakit di Desa Seumareum. Jalanan pun berlubang dan berlumpur. Sudah lima bulan pengungsi di sana tak mendapat bantuan pangan apalagi jadup. Tenda bantuan Unicef setahun lalu sudah busuk dan tak layak huni. Pengganti pun tak ada. Masyarakat yang bertahan hidup dengan menjadi nelayan, juga kesulitan mencari es batu untuk mengawetkan tangkapannya. Bukannya mereka tak mau menolong diri sendiri dan selalu berharap uluran tangan orang lain, tetapi begitulah kenyataannya. Dan kisah-kisah semacam ini bertabur di berbagai wilayah di Aceh hingga setahun setelah tsunami. Sepertinya, semakin ditulis dan diberitakan media, orang justru semakin kebal terhadap kepiluan dan penderitaan. Peringatan satu tahun tsunami adalah momen yang tepat untuk kembali menundukkan kepala. Melupakan sejenak kesibukan, carut marut, dan kelelahan yang sudah mendera selama satu tahun ini. Bencana ini memang luar biasa dahsyatnya. Saking hebatnya, sampai kita bingung harus memulai dari mana. Karenanya, saatnya semua pihak mulai memfokuskan pada satu agenda yang ‘sederhana’: membangun rumah. Bangunlah rumah, niscaya korban tsunami akan menyelesaikan sendiri sisa masalahnya.■
16 CEUREUMeN
○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Aceh Besar
[email protected]
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
S
Dia menyapu, menyuci dan memasak. Khusus mencuci dan memasak dilakukannya sambil duduk. “Saya mencoba bisa membantu abang saya. Meskipun saya lebih sering merepotkan,” kata Leili serius. Leili tidak punya keinginan apa pun kecuali bermimpi menjadi seorang penjahit. Dia ingin belajar menjahit sehingga bisa mandiri. Celakanya sangat sedikit bantuan berupa latihan ketrampilan
di Barak Lhamlom. Maklum barak korban tsunami itu terletak begitu jauh dari kota. Sehingga Leili yang juga cacat terpaksa menahan keinginannya. Dan, Kendati setahun sudah menjadi gadis cacat, semangat Leili untuk bisa mandiri belum padam. “Sulit bagi saya untuk bekerja karena saya cacat, tetapi menjahit bisa dilakukan orang cacat seperti saya,” kata sambil tersenyum.■
Joe Demi Cintanya, dari Itali Kembali ke Lampuuk Novia Liza
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
UDAH setahun berlalu sejak Nurleili mendapati dirinya cacat. Kaki kanannya terpaksa diamputasi karena sudah membusuk. Dan sudah lebih dari enam bulan berlalu saat Ceureumén terakhir kali bertemu dengannya. Nurleili masih tinggal di barak Lamlhom, Kecamatan Lhoknga Aceh Besar bersama tiga orang abangnya yang selamat. Kendati demikian ada yang berubah di dalam diri gadis hitam manis ini. Tidak ada air mata dan wajah murung, seperti yang diperlihatkannya kepada Ceureumén beberapa bulan yang lalu. Kini dia begitu bersemangat dan begitu “hidup”. Padahal dengan kaki sebelah, segala aktivitas serba terbatas. Bahkan dia mengaku tidak pernah keluar dari barak. “Sehari-hari saya hanya di barak,” kata Leili, begitu dia disapa kepada Ceureumén. Leili tetap beraktivitas dengan kakinya yang sebelah itu. Tentu saja dibantu dengan sebuah kaki palsu yang berat dan kekecilan.
■ NANI AFRIDA
○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
dalam Ketidakberdayaan
Nani Afrida
○
○
○
○
○
■ NOVIA LIZA
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Aceh Besar
[email protected]
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
B
○
ARANG kali kita bukanlah katagori pelupa nomor satu di dunia yang tak ingat lagi dengan Jamaan (48). Dia guru SD 02 Desa Pasi Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Tentu saja masih segar diingatan kita karena sosok guru teladan ini sudah pernah menghiasi edisi Ceureumén sebelumnya. Pameo klasik mengatakan baik buruknya seseorang bukanlah individu terkait yang menilai, akan tetapi orang lain jualah yang bisa menilainya. konon lagi dia kurang senang dipuji. Kepala sekolah pengagum cara kerja bule ini, setiap hari standby memfokuskan diri untuk mengajar 50 murid dari tiga lokal yang dibantu oleh dua orang guru pendamping. Sebelum tsunami mendarat di Lhoong, jumlah tenaga guru di SD Jamaan sebanyak 10 orang. Namun apa hendak dikata gelombang “sensalaben” di Minggu pagi akhir 2004 lalu, ikut merebut enam pahlawan tanpa jasa itu. “Apa boleh buat itu kehendak Allah,” ucap Jamaan pasrah Program kalaborasi Boleh jadi kurikulum pendidikan saat ini kurang maksimal memperhatikan
mata pelajaran agama untuk peserta didik. Tapi cekgu satu ini mempunyai alternatif lain dengan sistim kalaborasi (perpaduan), bahwa anak-anak selain didokrtin pengetahuan umum juga harus dipondasi oleh pengetahuan agama yang handal. “Dengan dukungan semua pihak Insya Allah kita punya program, membangun tempat ngaji di samping sekolah,” ucap Jamaan yang juga merangkap guru ngaji di kampungnya. Selama ini dia sangat berterima kasih kepada pemerintah dan sederet NGO yang telah membantu sekolah baik bantuan fisik maupun non fisik. Tak Menyesal Senang tidak sengsara pun tidak, jawaban ini seakan jadi password ngetrend di kalangan cek gu. ketika di tanya bagaimana kesejahteraan mereka? tapi tunggu dulu. Sepertinya Jamaan kurang sepakat de-ngan password itu “Saya cukup senang jadi guru dan kalau enggak senang sudah minta di pecat,” cetusnya sedikit bercanda. Bagi pria yang pernah kuliah dua semester (1978) di Fakultas Ushuluddin IAIN-Ar-Raniry ini, menjelaskan bahwa profesi guru adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan “Bek cilet-cilet,” pesannya. ■
○
Lhoong – Aceh Besar
[email protected]
○
○
○
■ DOK CEUREUMEN
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
Bantadiman
○
○
○
○
○
Jamaan, tidak Cilet-cilet
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Nurleili Yang Bersemangat
○
○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
INSPIRATOR
EMUA karena cinta, yang membuat pria tampan, berkulit sawo matang ini kembali ke tanah kelahirannya, Lampuuk. Pria ini di sapa Joe. Nama lengkapnya Zulfitri. Pria kelahiran 3 Oktober 1972 ini memiliki dedikasi yang begitu tinggi pada Serambi Mekah, khususnya di bidang pariwisata. Tujuannya semangat mengangkat perekonomian masyarakat Lampuuk khususnya. Joe tak hanya memperkenalkan keindahan pantai Lampuuk dan sekitar. Akan tetapi membantu masyarakat sekeliling dengan menampung komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat, seperti kerajinan kerang, ikan dan sebagainya. Banting Stir Dulunya, usaha peternakan ayam pernah dilako-
S
ni oleh pria berbintang scorpio ini. Dengan bermodalkan ilmu yang didapatkan di sekolah peternakan, dia memulai bisnis itu pada 1992. Namun sayang, usaha ini hanya bertahan beberapa tahun saja dikarenakan kesulitan mendapatkan pakan. “Susah sekali pakan hanya bisa dipasok dari Medan, sehingga membuat pengeluaran usaha kami semakin membengkak,” tutur Joe Tersandung dalam bisnis tersebut, tak membuat Joe terus tenggelam dalam kegagalan. Joe segera bangkit dan melirik usaha lain. Menurut dia, alam Aceh sangat menjanjikan dan memiliki potensi yang sangat besar, yakni dalam bidang pariwisata. Lantas, dengan modal seadanya, Joe optimis kegiatan barunya mengelola bungalow yang berlokasi di pantai Lampuuk bergairah lagi. Belajar Dari Itali Darurat militer menjadi sandungan yang besar untuk membangun kembali usahanya. Saat itu pemerintah melarang kedatangan turis asing baik untuk urusan bisnis, apalagi berwisata. Tak heran jika kemudian bungalownya sepi pelanggan. Sebab costumernya saat itu didominasi turis mancanegara . Keadaan ini tak membuat Joe hanya duduk diam berpangku tangan. Tak dinyana, sebuah tawaran datang dari seorang pelanggan yang berasal dari Italia untuk sekolah specialisasi koki. Tawaran itupun segera diembatnya. Lalu berangkatlah Joe menuju negari Spagheti pada 2003 lalu. Pariwisata Bernuansa Syariat Islam Kendati pun tsunami telah memporak-porandakan bisnis yang digeluti sejak tahun 1998, namun Joe tetap bersikukuh kembali ke kampung halamannya. Tujuan cuma satu, untuk membangun kembali usaha, yang pada saat itu. Imbasnya, bisa memberikan banyak peluang bisnis bagi masyarakat sekitarnya. Joe begitu berharap agar pemerintah daerah lebih peduli pada sektor pariwisata dengan tetap disesuaikan pada tuntutan Syariat Islam. ■