PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT PADA PEMILIHAN KEPALA DESA KELONG KABUPATEN BINTAN TAHUN 2013
NASKAH PUBLIKASI
Oleh : MANJA FARADINA NIM : 100565201096
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI TANJUNGPINANG 2015
1
PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT PADA PEMILIHAN KEPALA DESA KELONG KABUPATEN BINTAN TAHUN 2013
MANJA FARADINA Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH ABSTRAK Pemilihan Kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat setempat ditetapkan dalam peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan pemerintahan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih di Desa Kelong Kabupaten Bintan ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Di Desa Kelong tingkat pendidikan masih sangat rendah, rata-rata hanya sampai tamat SD bahkan ada yang tidak bersekolah. Secara teoritis tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pilihan seseorang dalam memilih pemimpin dengan menimbang kelayakan seseorang melalui daya nalar atau pikiran yang cermat. Hal ini dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku politik dalam penentuan memilih pemimpin. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk menggambarkan tentang Perilaku Memilih Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Desa Kelong Kabupaten Bintan Tahun 2013. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kuantitatif. Dalam penelitian ini informan terdiri 288 orang masyarakat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa Perilaku Memilih Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Desa Kelong Kabupaten Bintan Tahun 2013 cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pendekatan seperti pendekatan sosial ekonomi yang mempengaruhi perilaku memilih. Mereka memanfaatkan peluang-peluang tersebut untuk menarik hati para pemilih. Seperti memberikan uang, cenderamata hingga janji-janji saat terpilih nanti. Pada saat pemilihan dilakukan ada calon yang datang berkampanye dan menjanjikan lapangan pekerjaan hal ini membuat banyak pemilih bersimpati dan akhirnya menggantungkan harapan dengan calon tersebut dan berjanji akan mendukung.
Kata Kunci : Perilaku Memilih, Pemilihan Kepala Desa
1
THE BEHAVIOR OF THE SELECT SOCIETY IN THE ELECTION OF VILLAGE HEADS KELONG BINTAN REGENCY 2013
MANJA FARADINA Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH ABSTRACT
ABSTRACT Election of a village chief in the unity of Community law set out in the regulations of the local indigenous villages with based on the regulations of the Government. One of the fundamental characteristics of the kinds of voters in the village of Bintan Regency Kelong this is a low level of education and very conservative in hold value and understand beliefs. In the village of Kelong is still very low level of education, average just to finish even Elementary School did not attend school. Theoretical education level can affect a person's choice in selecting leaders with weigh the eligibility of a person through the power of reason or thought that closely. This can affect the tendency of political behavior in the determination of choosing leaders. The purpose of this study is to describe basically about the behavior of Select Community On the election of Village Heads Kelong Bintan Regency by 2013. In this study the author uses Descriptive Quantitative Research types. In this study the informant made up 288 people community. Data analysis techniques used in this research is descriptive quantitative data analysis techniques. Based on the results of the research it can be noted that the behavior of the Select society at the election of the head of the village of Bintan Regency Kelong 2013 quite well. It can be seen from some approaches such as socioeconomic approach that affects the behavior of the vote. They take advantage of the opportunity to appeal to the hearts of the voters. Like giving money, gifts to the promises when selected later. At a time when the election is done there is a candidate who came to campaign and promising employment this makes many voters sympathize and eventually gave up hope with the candidate and pledged to support. Keywords: the behavior of select, election of a village chief
2
PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT PADA PEMILIHAN KEPALA DESA KELONG KABUPATEN BINTAN TAHUN 2013
A. Latar Belakang Demokrasi sebagai suatu proses yang telah meniscayakan semangat persamaan dan kebersamaan demi tercapainya kebaikan dalam berpolitik. Hadirnya Pilkada sebagai respon atas keinginan masyarakat lokal, yang kemudian direspon kembali oleh pemerintah melalui kebijakan.Kebijakan penyelenggaraan perpolitikan di Indonesia setidaknya memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati sebuah demokrasi pada tingkat lokal yang disebut Pilkada, namun berbagai masalah kemudian muncul sebagai bagian dari dinamika politik lokal dan hal ini menjadi tantangan bagi para elite daerah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut, serta mengatur dan mengelola segala potensi daerah. Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari,oleh
dan untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi
adalah partisipasi.
Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan
oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. Secara umum partisipasi politik merupakan kegiatan seseorangatau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara laindengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam
proses
kebijakan
publik. Anggota masyarakat
politik, misalnya
dalam
pemilihan
yang
berpartisipasi
umum, melakukan
3
tindakannya didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Pemilihan kepala desa (Pilkades) dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata di desa dalam Pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip satu orang satu suara. Pilihan Kepala Desa (Pilkades) dapat juga memberi ruang bagi tokoh-tokoh masyarakat lokal untuk mengaktualkan setiap gagasan ataupun kepentingan politik untuk kebaikan masyarakatnya. Karena tokoh masyarakat mempunyai kedekatan ikatan emosional dengan masyarakat, maka untuk mengakomodir berbagai gagasan-gagasan untuk kepentingan masyarakat, tokoh masyarakat diharapkan mampu menyambut kebijakan desentralisasi tersebut. Bercermin pada ajang pemilihan kepala desa yang telah bergulir didaerah lain, tampaknya bahwa keperibadian kepala desa bukanlah satu-satunya penyokong kemenangan. Popularitas tokoh masyarakat sering kali justru menentukan kemana pilihan dijatuhkan. Dalam hal ini, kualitas dan rekam jejak selama ini menjadi acuan popularitas tokoh-tokoh yang bersaing. Pemilihan Kepala desa (Pilkades) dalam kesatuan masyarakat hukum adat setempat ditetapkan dalam peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan pemerintahan. Masa jabatan kepala desa 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya 1 (satu) kali masa jabatan. Pilkades harus dikawal oleh BPD dalam membangun demokrasi. (Kustiawan, Jurnal Vol 2 No 2, 2013)
4
Perilaku memilih tokoh masyarakat dan keterlibatannya pada Pemilihan Kepala Desa di Desa Kelong, memberikan kesan bahwa pilihan rasional masyarakat dalam memilih pemimpinnya cenderung dikesampingkan. Mereka yang pada saat memilih, meski memilih secara sadar pilihannya, akan tetapi masih didasarkan pada pertimbangan yang bersifat subjektif emosional, memilih hanya karena masih adanya ikatan kekeluargaan, kekerabatan, persahabatan dan sebagainya. Pemilih
tradisional
masih
mempertimbangkan
ikatan
primordialisme
keagamaan dan etnis menjadi salah satu alasan penting dari masyarakat dalam menyikapi terhadap calon yang akan dipilih. Jika seorang kandidat memiliki latar belakang ikatan primordialisme yang sama dengan ikatan primordialisme masyarakat, maka hal tersebut menjadi alternatif pilihan masyarakat. Ikatan emosional tersebut menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya. Ikatan emosional masyarakat tidak hanya didasarkan atas sistem kekerabatan semata, akan tetapi agama menjadi pengikat ikatan emosional, asal daerah atau tempat tinggal, ras/suku, budaya, dan status sosial ekonomi, sosial budaya
juga menjadi unsur penting dalam ikatan emosinal komunitas
masyarakat tertentu. Hal tersebut terlihat pada basis komunitas masyarakat di daerah pemilihan, daerah/wilayah atau kantong-kantong basis massa yang ditandai dengan adanya simbol-simbol partai yang memberikan gambaran dan sekaligus sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut merupakan kantong basis massa partai tertentu.
5
Salah satu indikator utama pemilih tradisonal yang bisa diidentifikasi yaitu rendahnya tingkat pendidikan, cenderung manut pada aktor komunikasi politik sosial tradisional, taat pada leader parpol, dan konservatif dalam memegang ideologi. Figur parpol menjadi aktor utama bagi pemilih jenis ini, bahkan mereka kadang menyampuradukkan citra figur dengan citra parpol. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih di Desa ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pada pemilihan kepala desa di Desa Kelong pada tahun 2013 yang maju mencalonkan adalah bukan orang asli tempatan Desa Kelong. Di Desa Kelong tingkat pendidikan masih sangat rendah, rata-rata hanya sampai tamat SD bahkan ada yang tidak bersekolah. Secara teoritis tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pilihan seseorang dalam memilih pemimpin dengan menimbang kelayakan seseorang melalui daya nalar atau pikiran yang cermat. Hal ini dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku politik dalam penentuan memilih pemimpin. Dalam pemilihan kepala desa pengaruh pendidikan yang lebih baik terhadap pilihan dengan pertimbangan seharusnya didasarkan pengetahuan dan pengalaman kandidat atau calon kepala desa dalam pemerintahan desa. Dalam pemilihan kepala desa lebih didasarkan pertimbangan mengenal figur kepala desa. Akibatnya figur yang lebih dikenal masyarakat Desa Kelong lebih banyak dipilih oleh masyarakat. Kali ini rakyat perlu cerdas dan kritis dalam memilih. Sudah saatnya rakyat keluar dari zona pemilih tradisional menjadi pemilih rasional dan kritis berarti rakyat benar-benar menjadi subjek yang aktif,
6
menjadi manusia politik yang sadar bahwa mereka adalah faktor utama yang ikut menentukan majunya desa. Kemudian fenomena yang terlihat adalah dalam pemilihan kepala desa Kelong adalah tokoh masyarakat memegang peranan penting dalam pemilihan ini, dikarenakan jika salah satu calon sudah baik di mata tokoh masyarakat, maka di Desa ini masyarakat akan mudah percaya. Berangkat dari fakta objektif yang diuraikan diatas, yang mengindikasikan bahwa perilaku memilih tokoh masyarakat di Desa Kelong, masih tergolong tradisional dan dapat menghambat proses demokratisasi di tingkat lokal. Oleh sebab itu, dalam melakukan penelitian ini dengan mengangkat “Perilaku Memilih Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Desa Kelong Kabupaten Bintan Tahun 2013”. B. Landasan Teoritis 1. Perilaku Pemilih Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori tentang perilaku memilih dikategorikan kedalam dua kubu yaitu ; Mazhab Colombia dan Mazhab Michigan (Fadillah Putra, 2003 : 201). Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Penganut pendekatan ini percaya bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma dasar sosial yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti agama, kelas (status sosial ), pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap
7
mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih. Oleh karena itu preferensi pilihan terhadap suatu partai politik merupakan suatu produk dari karakteristik sosial individu yang bersangkutan (Gaffar, Affan, 1992 : 43 ) Arif Sugiono (2013:117), berpendapat bahwa perilaku masyarakat adalah semua kegiatann, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada
saat
sebelum
membeli,
ketika
membeli,
menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih menurut Arif Sugiono (2013:118-130), yaitu: Faktor Eksternal Peneliti-peneliti yang memfokuskan pada faktor-faktor sosiologis /eksternal, lazimnya berangkat dari sebuah asumsi bahwa kepartaian dan pengelompokan pemilih pada umumnya didasarkan pada kelas sosial. Di Indonesia menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di Indonesia tidak begitu dominan. Tidak ada perbedaan kecenderungan perilaku politik antara mereka yang masuk kategori orang kaya maupun orang mikin, antara yang memiliki tanah yang luas dan yang sedikit, antara yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang dengan buruh tani dan sebagainya. Faktor Internal Identifikasi partai merupakan faktor yang sangat penting untuk memahami perilaku pemilih. Pandangan ini mempunyai sebuah asumsi bahwa semua pemilih relatif mempunyai pilihan yang tetap. Dalam setiap pemilu seseorang selalu memilih partai atau calon presiden yang sama. Pemilih seolaholah tidak terpengaruh oleh peristiwaperistiwa yang terjadi menjelang pemilu atau
8
karena komunikasi-komunikasi politik yangdirencanakan secara sistematis. Kejadian-kejadian yang saling berhubungan satu sama lain bergerak dalam dimensi waktu tertentu, mulai dari mulut sampai ke ujung cerobong. Mulut cerobong adalah latar belakang sosial (agama, ras, etnik, daerah), status sosial (pendidikan,pekerjaan,
kelas)
dan
watak
orangtua.
Semua
unsur
tadi
mempengaruhi identifikasi kepartaian seseorang yang merupakan bagian berikutnya dari proses tersebut. Model Ekonomi/The Economic (Rational choice) Model Pendekatan ekonomi dalam model ini, berangkat dari sebuah dasar pemikiran yang berbeda dengan model-model sebelumnya. Aplikasi model ini berangkat dari sebuah asumsi dan metodologi dari teori ekonomi neoklasik.. dalam teori ini, pemilih diposisikan sebagai “homo ecobomicus”. Berangkat dari asumsi diatas, seorang pemilih akan mendukung seorang kandidat atau partai politik yang paling memberikan keuntungan bagi mereka. Pemilih dapat diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik. Kusnaedi (2009:177) “Perilaku Pemilih adalah cara atau tindakan pengambilan keputusan individu atau kelompok dalam menentukan pilahan kandidatnya.
9
Adapun tipe perilaku pemilih yakni: Pemilih kompleks, Pemilih disonansi, Pemilih menurut kebiasaan, dan Pemilih mencari variasi”. Perilaku pemilih ini perlu di kembangkan dalam rangka membuat strategi pemasaran politik yang tepat. Dengan mengetahui perilaku pemilih seorang pemasaran politik dengan mudah untuk mempengaruhi calon pemilihnya. Perilaku ini juga sangat sulit ditentukan, karena begitu banyak ragam dari pemilih dan harus melalui riset yang tepat serta mengkaji pengalaman-pengalaman atau hasil penelitian sebelumnya akan mendapat gambaran bagaimana perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya. Ramlan Surbakti (2007:145) “ Perilaku Pemilih adalah keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum”. Ada lima pendekatan yang digunakan, yaitu: a. Pendekatan struktural melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas seperti struktur sosial, sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang di tonjolkan oleh setiap partai. b. Pendekatan sosiologis cenderung menempatkan
kegiatan
memilih
dalam
kaitan
dengan
konteks
sosial.
Kongkretnya, pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama. c. Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial, seperti desa, kelurahan, kecamatan dan kabupaten. d. Pendekatan psikologis sosial yang digunakan untuk
10
menjelaskan perilaku pemilih pada pemilihan umum berupa indentifikasi partai. Kongkretnya, partai yang secara emosional di rasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor lain. e. Pendekatan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi untung dan rugi. Bagi pemilih jenis ini pertimbangan untung dan rugi di gunakan untuk membuat keputusan tentang partai atau kandidat yang dipilih. Firmanzah (2012:87) “Perilaku Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka mempengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan bersangkutan. Pemilih dalam ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya.” Menurut Nursal (2004:54) ada beberapa pendekatan untuk melihat perilaku pemilih: 1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan karakteristik
dan
pengelompokan
sosial
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi perilaku pemilih dan pemberian suara pada hakikatnya adalah pengalaman kelompok (Adman Nursal, 2004:55). Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial, usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok formal dan informal yang memberikan pengaruh terhadap perilaku pemilih. 2. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini menggaris bawahi adanya sikap politik pemberi suara yang menetap. Sikap ini terbentuk melalui sosialisasi
11
yang sudah berlangsung lama. Proses panjang sosialisasi itu kemudian membentuk ikatan yang kuat dengan partai politik. Ikatan seperti inilah yang disebut sebagai identifikasi partai, sebuah variabel inti untuk menjelaskan pemilih berdasarkan pendekatan sosiologis. Perilaku pemberi suara dibentuk oleh faktor-faktor jangka panjang, terutama faktor sosial. Pengelompokan sosial dan demografi berkorelasi dengan identifikasi partai, ini tak lain karena karakter kelompok sosial dan demografi dimana pemilih itu berada, memberi pengaruh sangat penting dalam proses pembentukan ikatan emosional pemilih dengan simbol-simbol partai. 3. Pendekatan Rasional Mengatakan bahwa perilaku pemilih bukan hanya ditentukan oleh faktor karakteristik sosial dan identifikasi partai. Peristiwa-peristiwa politik tertentu bisa saja mengubah preferensi pilihan politik seseorang. Pendekatan rasional berkaitan dengan orientasi utama pemilih yakni orientasi isu dan orientasi kandidat. Pendekatan rasional mengatakan bahwa para pemilih benar-benar rasional dalam melakukan penilaian yang valid terhadap tawaran partai. Pemilih rasional ini memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan, dan pendapat informasi yang cukup untuk menentukan pilihannya menurut pikiran dan pertimbangan yang logis. 4. Pendekatan Marketing Pendekatan yang mengembangkan model perilaku pemilih berdasarkan beberapa domain yang terkait dengan marketing. Dalam pengembangan model ini, digunakan sejumlah kepercayaan kognitif yang bersumber seperti pemilih, komunikasi dari mulut ke mulut
12
dan media massa. Model ini dikembangkan untuk menerangkan dan memprediksi perilaku pemilih. 2. Perilaku Politik Perilaku politik (political behaviour) adalah kegiatan yang tidak di pandang sebagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi dapat mempengaruhi,atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Definisi ini mencakup elemen – elemen kunci dari apa yang dimaksudkan oleh kebanyakan orang ketika mereka berbicara tentang politik berorganisasi. Selain itu,definisi ini mencakup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan, kreteria, atau proses – proses yang di gunakan dalam pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup beragam perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambil keputusan, bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan menyebarkan rumor, membocorkan informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan orang lain di dalam demokrasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi atas nama atau melawan seseorang atau alternatif keputusan tertentu. Perilaku politik yang sah (legitimate political behaviour) adalah politik sehari- hari yang muncul dengan wajar. Hal tersebut seperti membangun koalisi, menentang kebijakanatau organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan ke luar organisasi melalui kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak
13
sah (illegitimate political behaviour) adalah perilaku politik berat yang menyimpang dan aturan main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi sabotase, melaporkan kesalahan, dan protes- protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh atau memakai bros tanda protes, dan beberapa karyawan yang secara serentak berpura- pura sakit agar tidak perlu masuk kerja. Mayoritas tindakan politik dalam organisasi bersifat sah. Alasan secara pragmatis adalah bentuk perilaku politik yang tidak sah dan ekstrem jelas membuat pelakunya beresiko kehilangan keanggotaan dalam organisasi atau menerima sanksi berat selain, lebih jauh, hasil dan tindakan mereka itu belum bisa dipastikan positif. Winardi (2004:199) menjelaskan pendapatnya bahwa “ Arti perilaku diantaranya, yaitu : (a) perilaku merupakan sesuatu yang disebabkan karena sesuatu hal, (b) perilaku ditujukan kearah sasaran tertentu, (c) perilaku dapat diobservasi dan dapat diukur, (d) perilaku yang tidak langsung dapat diobservasi, (seperti berpikir, melaksanakan persepsi) juga penting dalam rangka mencapai tujuan, (e) perilaku dimotivasi”. Ilmu
perilaku
telah
banyak
mengembangkan
cara-cara
untuk
memahami sifat-sifat dari manusia, konsep tentang manusia itu sendiri telah banyak dikembangkan oleh peneliti perilaku organisasi. Walaupun konsepkonsep itu
terdapat perbedaan satu dengan yang lainnya, namun usaha
pengembangan pemahaman mengenai sifat manusia itu, pada umumnya telah banyak dilakukan para ahli.
14
Thoha (2002:32-40), menjelaskan bahwa:
“ Salah satu cara untuk
memahami sifat-sifat manusia ini adalah dengan menganalisa prinsip-prinsip dasar, yaitu: (a) manusia berbeda perilakunya, karena kemampuannya tidak sama, (b) manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda, (c) orang berpikir tentang masa depan, membuat pilihan tentang bertindak, (d) pegawai itu memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya, (e) seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang, dan (f) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku dari seseorang atau pegawai”. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat diambil suatu pemahaman bahwa, cara yang dapat digunakan untuk memahami perilaku seseorang, yaitu dengan cara menganalisa perilaku yang dimiliki, menganalisa kebutuhannya, menganalisa cara pikir seseorang tentang masa depannya dan cara seseorang tersebut bertindak, menganalisa lingkungannya dengan menghubungkannya dengan kebutuhan dan lingkungannya, menganalisa tindakan seseorang tentang reaksi baik dan kurang baik serta faktor lainnya yang menentukan perilaku. Umar (2004:25) menjelaskan bahwa: “ Perilaku seseorang dapat dilihat dari response kognitif, afektif dan perilaku yang berkaitan erat dengan tiap-tiap tahap pengambilan keputusan seseorang. Response kognitif, seseorang berada dalam tahap mempelajari sesuatu, selanjutnya seseorang itu akan berusaha untuk mencari alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, tahap ini disebut apektif, setelah alternatif-alternatif dipilih atau
15
ditetapkan maka seseorang atau pegawai tersebut akan mengunakan pilihanpilihan yang telah ditetapkan tersebut untuk bertindak”. Perilaku juga dapat dikaitkan dengan suatu model pembelajaran, yaitu model perilaku atau pembelajaran dianggap sama dengan prinsip-prinsip perilaku manusia baik yang menjelaskan tentang perilaku maladaptif (abnormal) maupun perilaku adaptif (normal) yang dilaksanakan seseorang. Perilaku merupakan sifat alamiah manusia yang membedakannya atas manusia lain, dan menjadi ciri khas individu atas individu yang lain. Dalam konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai i Hasil Kerja Optimalnteraksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Menurut Surbakti (1992:15) ditengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian dari perilaku dan interaksi dapat ditandai akan berupa perilaku politik, yaitu perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi, keluarga, agama, dan budaya. Termasuk kedalam kategori ekonomi, yakni kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa, menukar, menanam, dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik.
16
Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap, orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian suara, protes, lobi dan sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan cara tertentu ( Fadillah Putra, 2003 : 200 ). Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau pertalian diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong seseorang untuk menanggapi suatu obyek atau situasi politik dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis. Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada individu atau kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik atau ketidak stabilan politik, janji politik dari calon pemimpin atau calon wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat mempengaruhi perilaku politik masyarakat. Dengan
menggunakan
pendekatan
teori
budaya
politik
yang
didalamnya menggali orientasi politik individu yang membentuk perilaku politik seseorang yang dikembangkan dari Talcott Parsons dan Edwars Shills (Dalam Komarudin: 2010: 80) yang terkenal dengan psikoanalisisnya kita dapat melihat bagaimana perilaku politik suatu komunitas maupun masyarakat . Tipe–tipe orientasi politik individual tersebut adalah: Orientasi Kognitif (Parochial) individu dalam komunitas sosial hanya sekedar mengenal simbol–simbol politik, pengetahuan mendasar tentang kepercayaan politik, peranan, dan segala kewajibanya serta input dan
17
outputnya. Orientasi kognitif ini bisa di contohkan dengan sikap politik seseorang saat menentukan pilihan politik di pemilu.
Orientasi Afektif
(Subject) dalam bersikap politik individu memiliki perasaan mendalam terhadap sistem politik dan para aktor politiknya. Demikian juga pengetahuan individu yang sangat memadai tentang aspek tokoh–tokoh. Orientasi Evaluatif (Partisipan) orientasi dan sikap politik individu sudah terlibat aktif dalam proses politik. Keputusan dan pendapat tentang objek–objek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. C. Hasil Penelitian 1. Pendekatan sosiologis Dapat diketahui dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang mengatakan sangat baik sebanyak 78 orang, yang mengatakan baik sebanyak 149 orang, cukup baik sebanyak 58 orang dan yang mengatakan tidak baik sebanyak 3 orang. Pendekatan sosiologis menekankan bahwa perilaku memilih ditentukan oleh struktur sosial masyarakat seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, agama. Perilaku memilih merupakan faktor yang ditentukan oleh struktur-struktur sosial tadi. Di Desa Kelong, calon kepala desa menjalankan beberapa stategi untuk melakukan pendekatan secara sosiologis, bentuknya bisa berbeda tergantung kebutuhan masyarakat tersebut. Hal ini sering dilakukan di Desa Kelong agar dalam pemilihan nanti calon tersebut akan terpilih.
18
2. Pendekatan psikologis Berdasarkan tabel rekapitulasi jawaban responden mengenai dimensi pendekatan psikologis diatas dapat diketahui bahwa rata-rata responden menyatakan tidak baik yaitu sebesar 137 orang responden. Dalam pendekatan psikologis diketahui bahwa tidak baik karena kepala desa yang terpilih bukan orang asli Desa Kelong melainkan dari desa lain sehingga pendekatan yang dilakukan tidak berlangsung lama. Kemudian Kurangnya partisipasi pemilih terhadap pemilihan kepala desa dikarenakan adanya faktor ketidak percayaan terhadap pemerintah. Begitu banyak berita yang berkembang menjadi alasan mengapa pemilih tidak antusias terhadap adanya pemilihan kepala desa. Karena masih banyak masyarakat yang menganggap suara yang diberikan akan sia-sia jika diberikan kepada orang yang salah. Harusnya ini menjadi perhatian. Agar permasalahn ini tidak menjadi meluas dan mengurangi antusias masyarakat untuk ikut serta dalam pemilihan kepala desa berikutnya. 3. Pendekatan Rasional Berdasarkan tabel rekapitulasi mengenai pendekatan rasional dapat diketahui bahwa responden pada umumnya menjawab cukup baik yaitu sebesar 140 responden.
Sikap
kepercayaan
ini
akan
mempengaruhi
pemilih
untuk
berpartisipasi. kurangnya partisipasi pemilih terhadap pemilihan kepala desa dikarenakan adanya faktor ketidak percayaan terhadap pemerintah. Begitu banyak berita yang berkembang menjadi alasan mengapa pemilih tidak antusias terhadap adanya pemilu. Karena pemilih selalu mengangggap suara yang diberikan akan sia-sia jika diberikan kepada orang yang salah. Harusnya ini menjadi perhatian.
19
Agar permasalahn ini tidak menjadi meluas dan mengurangi antusias pemilih untuk ikut serta dalam pemilihan berikutnya. 4. Pendekatan Marketing Berdasarkan tanggapan responden diatas dapat diketahui bahwa responden terbanyak mengatakan cukup baik yaitu sebanyak 96 orang. Masyarakat berharap media massa dapat memainkan peran pendidikan politik yang berkualitas di tengah-tengah masyarakat, sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Dapat dianalisa pada dimensi marketing bahwa dengan adanya media tentu saja masyarakat mengetahui tentang visi misi dan calon kepala Desatersebut. Namun dari hasil wawancara yang penulis lakukan ada sebagian masyarakat mengatakan tidak berperan dikarekan informan kurang mengikuti media, dari hal ini dapat dinilai bahwa pemilih yang kurang berpartisipasi dalam pemilihan kepala desa D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa Perilaku Memilih Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Desa Kelong Kabupaten Bintan Tahun 2013 cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pendekatan seperti pendekatan sosial ekonomi yang mempengaruhi perilaku memilih. Mereka memanfaatkan peluang-peluang tersebut untuk menarik hati para pemilih. Seperti memberikan uang, cenderamata hingga janji-janji saat terpilih nanti. Pada saat pemilihan dilakukan ada calon yang datang berkampanye dan menjanjikan
20
lapangan pekerjaan hal ini membuat banyak pemilih bersimpati dan akhirnya menggantungkan harapan dengan calon tersebut dan berjanji akan mendukung. Dalam pendekatan psikologis diketahui bahwa tidak baik karena kepala desa yang terpilih bukan orang asli Desa Kelong melainkan dari desa lain sehingga pendekatan yang dilakukan tidak berlangsung lama. Kemudian Kurangnya partisipasi pemilih terhadap pemilihan kepala desa dikarenakan adanya faktor ketidak percayaan terhadap pemerintah. Begitu banyak berita yang berkembang menjadi alasan mengapa pemilih tidak antusias terhadap adanya pemilihan kepala desa. Karena masih banyak masyarakat yang menganggap suara yang diberikan akan sia-sia jika diberikan kepada orang yang salah. Harusnya ini menjadi perhatian. Agar permasalahn ini tidak menjadi meluas dan mengurangi antusias masyarakat untuk ikut serta dalam pemilihan kepala desa berikutnya. Kemudian peran marketing lewat media masa maupun lewat informasi yang diberikan dari orang-orang terdekat. Setiap hari selama kampanye dan sebelum pemilu seluruh pendukung kepala desa memberikan informasi masing-masing tentang figure calonnya. Di beberapa tempat
pemilihan kepala desa bahkan
menjadi topik utama pemberitaan. Dapat peneliti simpulkan mengenai berperannya marketing terhadap pemilihan kepala desa dan juga media sebagai jembatan masyarakat terhadap pemilihan kepala desa.
21
2. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat hendaknya lebih dapat memahami tentang sosok kepala desa yang akan maju. 2. Harus dilakukan banyak sosialisasi mengenai politik di Desa Kelong 3. Sebaiknya komitmen dengan janji yang diucapkan selama pemilihan kepala desa sehingga ini dapat mengembalikan rasa kepercayaan kepada masyarakat yang ada di Desa Kelong.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adman Nursal, 2004, “Political Marketing, Strategi Memenangkan Pemilu, Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden”, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Asfar, Muhammad. 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004: Election In. Indonesian. Jakarta; Pustaka Eureka. Davis, Keith, dan Jhon W. Newstrom. 2005. Perilaku Dalam Organisasi Terjemahan. Jakarta : Erlangga. Edisi ke tujuh. Firmanzah. 2012. Marketing politik-Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Gaffar, Affan. 1992. Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka. Pelajar. George Ritzer. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Kaloh, J. 2008. Demokrasi dan Kearifan local Pada Pilkada Langsung , Kata Hasta Pustaka, Jakarta.Kompas, 7 Agustus 2008. Komarudin, Sahid, 2011. Memahami Sosiologi Politik. Bogor. Ghalia Indonesia. Kuntowijoyo, 2006.Budaya & Masyarakat.Penerbit Tiara Wacana.Yogyakarta. Kusnaedi. 2009. Memenangkan Pemilu dengan Pemasaran Efektif. Bekasi : Duta Media Tama. Leman. 2008. The Best of Chinese Sayings. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lipset, Seymour. 2007. Political Man : Basis Sosial Tentang Politik, Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Mas’oed Mohtar dan MacAndrews Colin. 1990. Perbandingan Sistem Politik.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Nadir, Ahmad. 2005.Pilkada Langsung dan masa depan Demokrasi, Averroes press, Malang. Nasikun, 2006.Sistem Sosial Indonesia.PT. RajaGrafindo Persada.Jakarta
23
Ndraha, Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilihan umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Philipus, Ng & Aini, Nurul. 2006. Sosiologi dan Politik. PT. RajaGrafindo Persada,Jakarta. Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Taliziduhu, 2005. Budaya Organisasi, Rineka Cipta, jakarta. Ravianto, J. 1985. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Rivai, Veitzhal. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Ryias Rasyid.M, 2000. Otonomi Daerah Negara Kesatuan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Salossa S, Daniel. 2005. Pilkada Langsung. Penerbit Media Pressindo.Yogyakarta Soekanto, Soerjono. 2002. Mengenal tujuh tokoh Sosiologi. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Surbakti. Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami Ilmu Politik. PT. Grasindo, Jakarta. Sugiono, Arif. 2013. Strategic Political Marketing. Yogyakarta: Ombak Sadu Wasistiono & Tahir, M. Irwan. 2006. Prospek Pengembangan Desa.. Fokusmedia. Bandung. Suhady Dkk. 1999. Fokus Dan Solusi Menuju Terwujudnya Good Governance. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Syarbaini, Syahrial. Rahman, A. dan Djihado Monang.Sosiologi dan Politik.. Penerbit Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor Selatan. Syafiie Inu, Kencana. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT Refika Aditama Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Press.
24
Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
25