UNIVERSITAS INDONESIA
PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE ANALYSIS
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ANTONIUS TRI ARYONO 0906603902
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK DESEMBER 2011
i Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: ANTONIUS TRI ARYONO FEBRIANTO
NPM
: 0906603902
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 28 Desember 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
: Antonius Tri Aryono Febrianto
NPM
: 0906603902
Program studi
: Teknik Industri
Judul Kripsi
:PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE ANALYSIS
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan
: Depok
Tanggal
: 28 Desember
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Industri pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ir Rahmat Nurcahyo MEngSc ,
selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (2) Ir Amar Rachman MEIM, dan Ir Djoko Sihono Gabriel MT atas saran dan masukan yang bermanfaat pada seminar 1 skripsi; (3) Ir Erlinda Muslim MEE, Ir Djoko Sihono Gabriel MT , Ir Dendi P Ishak MSIE dan Romadhani Ardi ST MT atas saran dan masukan yang bermanfaat pada seminar 2 skripsi; (4) Pihak departemen Can Making PT FFI yang telah mengijinkan saya dan membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (5) Orang tua dan keluarga saya yang senantiasa mendukung dan mendoakan saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini; (6) Teman teman TI EXUI 2009 yang telah berjuang bersama-sama selama ini
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok 28 Desember 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Antonius Tri Aryono Febrianto
NPM
: 0906603902
Program studi : Teknik Industri Fakultas
: Teknik
Jenis karya
:Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk diberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE ANALYSIS beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di : Depok Pada tanggal : 28 Desember 2011 Yang menyatakan
(Antonius Tri Aryono Febrianto)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
vi
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI Skripsi, 28 Desember 2011 Antonius Tri Aryono Febrianto PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA JALUR PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL MANIS MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE ANALYSIS xxi + 122 halaman, 108 tabel, 87 gambar, 5 persamaan matematika ABSTRAK Latar belakang permasalahan penelitian ini adalah rendahnya nilai OEE jalur produksi pembuatan kaleng kemasan untuk susu kental manis. Aktual nilai OEE berada di angka 60 % hingga 70 %. Nilai tersebut masih berada dibawah target yang tetapkan perusahaan. Penelitian ini bertujuan mendesain program untuk meningkatkan nilai OEE pada jalur produksi tersebut. Ada 3 faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE, yaitu faktor ketersediaan, kinerja dan kualitas. Berdasarkan data yang diperoleh ternyata faktor ketersediaan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada rendahnya nilai OEE. Jalur produksi pembuatan kaleng kemasan terdiri atas 7 mesin . Rendahnya nilai ketersediaan ternyata dipengaruhi oleh terjadinya kerusakan pada mesin mesin tersebut. Dari data yang diperoleh, ternyata ada 4 mesin yang mendominasi terjadinya kerusakan pada jalur produksi tersebut.Mesin-mesin tersebut adalah, mesin Body Maker, Parting, Palletizer, dan mesin Seamer. Langkah selanjutnya adalah melakukan Criticality Analysis pada mode kegagalan yang sering terjadi pada mesin-mesin tersebut. Mode kegagalan dengan tingkat kekritisan tinggi kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Dari hasil analisa tersebut akan didapatkan akar penyebab terjadinya kerusakan pada mesin yang dijadikan dasar dalam membuat desain program perbaikan. Dengan menerapkan langkah-langkah perbaikan tersebut, diharapkan kerusakan pada mesin berkurang, sehingga nilai ketersediaan akan naik, dan nilai OEE sebesar 80 % yang ditetapkan dapat terwujud. Kata kunci: OEE, Criticality Analysis, FTA
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
vii
UNIVERSITY OF INDONESIA INDUSTRIAL ENGINEERING DEPARTMENT INDUSTRIAL ENGINEERING PROGRAM Skripsi, December 28th 2011 Antonius Tri Aryono Febrianto CALCULATION OF OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS IN CAN MAKING PRODUCTION LINE FOR SWEETENED CONDENSED MILK PACKAGING USING ROOT CAUSE ANALYSIS METHODOLOGY xxi + 122 pages, 108 tables, 87 figures, 5 mathematical equation ABSTRACT The background of this research is low value of can making production line for sweetened condensed milk packaging. Actual OEE were 60 % to 70 %. That amount is below the target company. This study aims at designing a program to increase the value of the OEE on production lines. There are 3 factors that affect the low value of OEE, ie the availability, performance and quality. Based on the data, availability is the most influential factor on the low value of OEE. Can making production line consists of 7 machines. The low value of availability was affected by the occurrence of damage to the machines. From the data obtained, there are 4 machines that dominate can making production line breakdown , Body Maker machine , Parting, Palletizer, and seamer machine. The next step is to conduct criticality Analysis on the failure mode that often occurs in these machines. Failure modes with high criticality level then further analyzed using the Fault Tree Analysis (FTA). From the analysis results will be found the root cause of the damage to the machine relied upon in making design improvements program. By implementing corrective measures, the expected damage to the engine is reduced, so the value will increase availability, and value of the OEE of 80% set can be realized.
Key word: OEE, Criticality Analysis, FTA
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..............................................ii HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………...iii KATA PENGANTAR …………………………………………………………iv HALAMAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………v ABSTRAK ……………………………………………………………………...vi ABSTRACT …………………………………………………………………...vii DAFTAR ISI ………………………………………………………………….viii DAFTAR TABEL …………………………………………………………….xii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………...xvii DAFTAR PERSAMAAN MATEMATIKA………………...………………xxi BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………...1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………….….1 1.2 Diagram keterkaitan masalah ………………………………………...3 1.3 Rumusan Permasalahan……………………………………………….4 1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………...4 1.5 Ruang lingkup penelitian……………………………………………...4 1.6 Metodologi Penelitian………………………………………………...4 BAB 2. LANDASAN TEORI…………………………………………………..6 2.1 Overall Equipment Effectiveness…………………………………….6 2.1.1 Pengertian OEE…………………………………………….6 2.1.2 Perhitungan OEE…………………………………………...7 2.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan………………….7 2.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja………………………..8 2.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas……………………….8 2.2 Root Cause Analysis………………………………………………..10
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
ix
2.2.1 FMECA …………………………………………………..11 2.2.1.1 Pengertian FMECA……………………………..11 2.2.1.2 Perbandingan FMECA………………………….11 2.2.2 Fault Tree Analysis (FTA)………………………………...17 BAB 3. PENGUMPULAN DATA …………………………………………...20 3.1 Gambaran umum obyek penelitian………………………………….20 3.2 Jalur produksi can making…………………………………………..21 3.3 Data kerugian pada peralatan……………………………………….25 3.3.1 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan (A)……………………………………………………….25 3.3.1.1 Data tahun 2009…………………………………25 3.3.1.2 Data tahun 2010…………………………………27 3.3.1.3 Data tahun 2011………………………………....29 3.3.2 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kinerja (P)………………………………………………………..38 3.3.2.1 Data Tahun 2009………………………………...39 3.3.2.2 Data tahun 2010………………………………...40 3.3.2.3Data bulan Januari hingga Juni 2011……………..41 3.3.3 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kualitas (Q)…………………………………………………………42 3.3.3.1Data tahun 2009…………………………………..42 3.3.3.2 Data tahun 2010………………………………….43 3.3.3.3Data tahun 2011…………………………………..44 3.4 Detail data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan…..47 3.4.1 Data penghentian rutin…………………………………….47 3.4.2 Data kegagalan pasokan…………………………………...48 3.4.3 Data kerusakan…………………………………………….49 BAB 4. PENGOLAHAN DATA ……………………………………………..52 4.1 Perhitungan OEE…………………………………………………....52 4.1.1 Perhitungan OEE tahun 2009……………………………..52 4.1.1.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A)………………..52
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
x
4.1.1.2Perhitungan faktor kinerja (P)……………………….54 4.1.1.3 Perhitungan faktor kualitas (Q)……………………..55 4.1.1.4 Nilai OEE…………………………………………...56 4.1.2 Perhitungan OEE tahun 2010……………………………...58 4.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A)………………..58 4.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja (P)………………………59 4.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas (Q)……………………..60 4.1.2.4 Nilai OEE…………………………………………...61 4.1.3 Perhitungan OEE tahun 2011……………………………...63 4.1.3.1 Perhitungan OEE bulan Januari 2011……………….63 4.1.3.2 Perhitungan OEE bulan Februari 2011…………..…67 4.1.3.3 Perhitungan OEE bulan Maret……………………....70 4.1.3.4 Perhitungan OEE bulan April 2011…………………74 4.1.3.5 Perhitungan OEE bulan Mei 2011…………………..77 4.1.3.6 Perhitungan OEE bulan Juni 2011…………………..81 4.1.3.7 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011…….84 4.2 Evaluasi kekritisan dan Faul Tree Analysis………………………….90 4.2.1 Mesin Body maker……………………………………..…..92 4.2.1.1 Analisa kekritisan…………………………………...92 4.2.1.2 Akar penyebab kegagalan…………………………..93 4.2.2 Mesin parting……………………………………………..100 4.2.2.1 Analisa kekritisan………………………………….100 4.2.2.2 Akar penyebab kegagalan…………………………101 4.2.3 Mesin palletizer…………………………………………..107 4.2.3.1 Analisa kekritisan…………………………………107 4.2.3.2 Akar penyebab kegagalan………………………...107 4.2.4 Mesin seamer…………………………………………….111 4.2.4.1 Analisa kekritisan…………………………………111
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xi
4.2.4.2 Akar penyebab kegagalan………………………...109 4.3 Kesimpulan analisa………………………………………………...118 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………122 5.1 Kesimpulan………………………………………………………..122 5.2 Saran……………………………………………………………….122
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria evaluasi analisa kekritisan…………………………………..16 Tabel 2.2 Analisa kekritisan ……………………………………………………17 Tabel 3.1 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2009………………….25 Tabel 3.2 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Agustus 2009…………………26 Tabel 3.3 Kerugian peralatan tahun 2009……………………………………….26 Tabel 3.4 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2010………………….27 Tabel 3.5 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Desember 2010……………….27 Tabel 3.6 Kerugian peralatan tahun 2010………………………………………28 Tabel 3.7 Kerugian peralatan bulan Januari 2011……………………………....29 Tabel 3.8 Kerugian peralatan bulan Februari 2011……………………………..31 Tabel 3.9 Kerugian peralatan bulan Maret 2011………………………………..32 Tabel 3.10 Data kerugian peralatan bulan April 2011…………………………34 Tabel 3.11 Kerugian peralatan bulan Mei 2011………………………………..35 Tabel 3.12 Kerugian peralatan bulan Juni 2011……………………………….37 Tabel 3.13 Data penghentian minor bulan januari-Juni 2009………………….39 Tabel 3.14 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2009……………….39 Tabel 3.15 Data penghentian minor bulan Januari-Juni 2010…………………40 Tabel 3.16 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2010……………….40 Tabel 3.17 Data penghentian minor bulan Januari hingga Juni 2011………….41 Tabel 3.18 Data produk cacat tahun 2009……………………………………..42 Tabel 3.19 Data produk cacat tahun 2010……………………………………..43 Tabel 3.20 Data produk cacat bulan Januari 2011…………………………….44 Tabel 3.21 Data produk cacat bulan Februari 2011……………………………45 Tabel 3.22 Data produk cacat bulan Maret 2011……………………………... 45 Tabel 3.23 Data produk cacat bulan April 2011……………………………….45 Tabel 3.24 Data produk cacat bulan Mei 2011………………………………...46
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xiii
Tabel 3.25 Data produk cacat bulan Juni 2011………………………………...46 Tabel 3.26 Data produk cacat bulan januari-Juni 2011………………………..46 Tabel 3.27 Data penghentian rutin bulan januari hingga Juni 2011…………...47 Tabel 3.28 Data kegagalan pasokan area can making jalur 1 bulan Januari hinggaJuni 2011…………………………………….…………...48 Tabel 3.29 Data kerusakan mesin area can making line 1 bulan Januari hinggaJuni 2011………………………………………………………………50 Tabel 4.1 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Januari-Juni 2009…………53 Tabel 4.2 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Juli-Desember 2009………53 Tabel 4.3 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2009……………….54 Tabel 4.4 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Agustus 2009………………54 Tabel 4.5 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2009…………………55 Tabel 4.6 Perhitungan nilai kualitas bulan juli-Desember 2009………………56 Tabel 4.7 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2009………………………………...57 Tabel 4.8 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2009………………………………57 Tabel 4.9 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2010…………..58 Tabel 4.10 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Juli-Desember 2010………58 Tabel 4.11 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2010……………...59 Tabel 4.12 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Desember 2010……………59 Tabel 4.13 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2010………………...60 Tabel 4.14 Perhitungan nilai kualitas bulan Juli-Desember 2010………………61 Tabel 4.15 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2010………………………………....62 Tabel 4.16 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2010……………………………....62 Tabel 4.17 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari 2011………………..64 Tabel 4.18 Perhitungan faktor kinerja bulan januari 2011……………………...65 Tabel 4.19 Perhitungan faktor kualitas bulan januari 2011…………………….66 Tabel 4.20 Perhitungan OEE bulan Januari 2011………………………………67 Tabel 4.21 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Februari 2011…………….68 Tabel 4.22 Perhitungan faktor kinerja bulan Februari 2011………………….68
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xiv
Tabel 4.23 Perhitungan faktor kualitas bulan Februari 2011…………………69 Tabel 4.24 Perhingan OEE bulan Februari 2011……………………………..70 Tabel 4.25 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Maret 2011……………...71 Tabel 4.26 Perhitungan tingkat kinerja bulan Maret 2011……………………71 Tabel 4.27 Perhitungan tingkat kualitas bulan Maret 2011…………………...72 Tabel 4.28 Perhitungan nilai OEE bulan Maret 2011…………………………73 Tabel 4.29 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan April 2011……………….74 Tabel 4.30 Perhitungan tingkat kinerja bulan April 2011……………………..75 Tabel 4.31 Perhitungan tingkat kualitas bulan April 2011…………………….76 Tabel 4.32 Perhitungan OEE bulan April 2011………………………………..76 Tabel 4.33 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Mei 2011…………………77 Tabel 4.34 Perhitungan tingkat kinerja bulan Mei 2011………………………78 Tabel 4.35 Perhitungan tingkat kualitas bulan Mei 2011……………………...79 Tabel 4.36 Perhitungan OEE bulan Mei 2011…………………………………80 Tabel 4.37 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan juni 2011…………………81 Tabel 4.38 Perhitungan faktor kinerja bulan Juni 2011………………………..82 Tabel 4.39 Perhitungan faktor kualitas bulan Juni 2011……………………….83 Tabel 4.40 Perhitungan nilai OEE bulan Juni 2011……………………………83 Tabel 4.41 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2011………....85 Tabel 4.42 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011……………...86 Tabel 4.43 Perhitungan tingkat kualitas bulan Januari-Juni 2011…………….87 Tabel 4.44 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011…………………..88 Tabel 4.45 Kerugian peralatan bulan januari-Juni 2011……………………....89 Tabel 4.46 Data kerusakan bulan Januari-Juni 2011……………………….....90 Tabel 4.47 Kriteria evaluasi analisa kekritisan………………………………..91 Tabel 4.48 FMECA mesin body maker……………………………………….93 Tabel 4.49 Event untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder...94 Tabel 4.50 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder………………………………………….………………94
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xv
Tabel 4.51 Event untuk mode kegagalan body can macet……………….............96 Tabel 4.52 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet………..97 Tabel 4.53 Event utuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik……………98 Tabel 4.54 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik………………………………………………………………….99 Tabel 4.55 FMECA mesin parting……………………………………………...100 Tabel 4.56 Event untuk mode kegagalan Posisi yang tidak sinkron……………101 Tabel 4.57 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak sinkron…………………………………….……………………..102 Tabel 4.58 Event untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak normal……..103 Tabel 4.59 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pemotongan tidak normal………………………………………………….………..104 Tabel 4.60 Event untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi………106 Tabel 4.61 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi………………………………………….……………..106 Tabel 4.62 FMECA mesin palletizer…………………………………………..107 Tabel 4.63 Event untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar…………….108 Tabel 4.64 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar…………………………………………………………....109 Tabel 4.65 Event untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic…110 Tabel 4.66 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic…………………………………………………………110 Tabel 4.67 FMECA mesin seamer……………………………………………..111 Tabel 4.68 Event untuk mode kegagalan body can macet……………………..112 Tabel 4.69 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet………113 Tabel 4.70 Event untuk mode kegagalan kemacetan pada lid…………………114 Tabel 4.71 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kemacetan pada lid….115
Tabel 4.72 Event untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik…………....117 Tabel 4.73 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik………………………………………………………..……..118
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xvi
Tabel 4.74 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin body maker...118 Tabel 4.75 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin parting……...119 Tabel 4.76 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin palletizer……120 Tabel 4.77 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin seamer……...121
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram keterkaitan masalah……………………………………….3 Gambar 1.2 Diagram alir metodologi penelitian…………………………………5 Gambar 2.1. Tabel OEE ………………………………………………………...9 Gambar 2.2. Lembar kerja FMECA (SAE-J1739) ……………………………12 Gambar 2.3. Lembar kerja FMECA (MIL-1629a) …………………………….12 Gambar 2.4. Lembar kerja analisa kekritisan (MIL-1629) …………………….13 Gambar 2.5. Lembar kerja analisa pemeliharaan (MIL-1629) …………………13 Gambar 2.6 Lembar kerja FMECA (IEC-60812) ……………………………...14 Gambar 2.7. Lembar kerja FMECA untuk sistem lintasan kereta api ………....15 Gambar 2.8 Matrik kekritisan untuk petrokimia plant ………………………...15 Gambar 2.9 Contoh struktur fault tree ………………………………………...18 Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan kaleng …………………………..24 Gambar 3.2 Diagram kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi ketersediaan mesin …………………………………………….26 Gambar 3.3 Diagram Kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi ketersediaan mesin……………………………………………. 27 Gambar 3.4 Diagram kerugian perlatan tahun 2010 yang mempengaruhi ketersediaan mesin………………………….…………………..28 Gambar 3.5 Diagram pie kerugian peralatan tahun 2010 yang mempengaruhi ketersediaan mesin. ……………………………………………..29 Gambar 3.6 Diagram kerugian peralatan bulan Januari 2011 ………………....30 Gambar 3.7 Diagram pie penggunaan mesin bulan Januari 20011 yang mempengaruhi ketersedian mesin………………………………30 Gambar 3.8 Diagram kerugian peralatan bulan Februari 2011………………...31 Gambar 3.9 Diagram pie kerugian peralatan bulan Februari 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin …………………………….32 Gambar 3.10 Diagram kerugian peralatan bulan Maret 2011 ……………….. 33
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xviii
Gambar 3.11 Diagram pie kerugian peralatan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin. …………….……………33 Gambar 3.12 Diagram kerugian peralatan bulan April 2011…………………35 Gambar 3.13 Diagram pie kerugian peralatan bulan April 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin …………………………35 Gambar 3.14 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011 …………………..36 Gambar 3.15 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin …………………………………………..…37 Gambar 3.16 Diagram kerugian peralatan bulan Juni 2011…………………...38 Gambar 3.17 Diagram pie kerugian peralatan bulan Juni 2011 yang mempengaruhi tingkat ketersediaan mesin …………………..38 Gambar 3.18 Diagram penghentian minor tahun 2009………………………..39 Gambar 3.19 Diagram penghentian minor tahun 2010………………………. 40 Gambar 3.20 Diagram penggunaan mesin bulan Januari-Juni 2011………… .41 Gambar 3.21 Diagram waktu produk cacat tahun 2009 ………………………43 Gambar 3.22 Diagram waktu produk cacat tahun 2010……………………….44 Gambar 3.23 Diagram waktu produk cacat bulan januari hingga Juni 2011…..47 Gambar 3.24 Diagram penghentian rutin area can making jalur 1 bulan Januari hingga Juni 2011 ………………………………………………48 Gambar 3.25 Diagram hilangnya waktu karena kegagalan pasokan pada bulan Januari hingga Juni 2011……………………………………….49 Gambar 3.26 Diagram kerusakan area can making jalur 1 bulan Januari hingga Juni 2011………………………………………………….…….51 Gambar 4.1 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2009 ………………………..53 Gambar 4.2 Diagram tingkat kinerja tahun 2009 ……………………………...55 Gambar 4.3 Diagram nilai kualitas tahun 2009 ………………………………..56 Gambar 4.4 Diagram nilai OEE tahun 2009 …………………………………..57 Gambar 4.5 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2010 ……………………….59 Gambar 4.6 Diagram tingkat kinerja tahun 2010 ………………………………60 Gambar 4.7 Diagram nilai kualitas tahun 2010 ………………………………..61 Gambar 4.8 Diagram nilai OEE tahun 2010 …………………………………..62
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xix
Gambar 4.9 Diagram tingkat ketersediaan bulan Januari 2011…………………64 Gambar 4.10 Diagram tingkat kinerja bulan januari 2011 ……………………..65 Gambar 4.11 Diagram nilai kualitas bulan Januari 2011 ……………………….66 Gambar 4.12 Diagram nilai OEE bulan Januari 2011 ……………………….....67 Gambar 4.13 Diagram tingkat ketersediaan bulan Februari 2011 ……………....68 Gambar 4.14 Diagram tingkat kinerja bulan Februari 2011……………………..69 Gambar 4.15 Diagram nilai kualitas bulan Februari 2011 ………………………69 Gambar 4.16 Diagram nilai OEE bulan Februari 2011………………………….70 Gambar 4.17 Diagram tingkat ketersediaan bulan Maret 2011………………….71 Gambar 4.18 Diagram tingkat kinerja bulan Maret 2011………………………..72 Gambar 4.19 Diagram nilai Kualitas bulan Maret 2011………………………...73 Gambar 4.20 Diagram nilai OEE bulan Maret.2011……………………………73 Gambar 4.21 Diagram tingkat ketersediaan bulan April 2011………………....74 Gambar 4.22 Diagram tingkat kinerja bulan April 2011……………………….75 Gambar 4.23 Diagram nilai kualitas bulan April 2011………………………...76 Gambar 4.24 Diagram nilai OEE bulan April 2011 ………………………….77 Gambar 4.25 Diagram tingkat ketersediaan bulan Mei 2011………………….78 Gambar 4.26 Diagram tingkat kinerja bulan Mei 2011………………………..79 Gambar 4.27 Diagram nilai kualitas bulan Mei 2011………………………….79 Gambar 4.28 Nilai OEE bulan Mei 2011………………………………………80 Gambar 4.29 Diagram tingkat ketersediaan bulan Juni 2011…………………..81 Gambar 4.30 Diagram tingkat kinerja bulan Juni 2011………………………..82 Gambar 4.31 Diagram nilai kualitas bulan Juni 2011………………………….83 Gambar 4.32 Diagram nilai OEE bulan Juni 2011……………………………..84 Gambar 4.33 Diagram tingkat ketersediaan bulan januari-Juni 2011………….85 Gambar 4.34 Diagram tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011……………….86 Gambar 4.35 Diagram nilai kualitas bulan Januari-Juni 2011…………………87 Gambar 4.36 Diagram nilai OEE bulan Januari-Juni 2011………………………88
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xx
Gambar 4.37 Diagram pie kerugian pada peralatan bulan Januari-Juni 2011 yang mempengaruhi tingkat ketersediaan……………………………...89 Gambar 4.38 Diagram pareto kerusakan peralatan……………………………...90 Gambar 4.39 Matrik kekritisan area can making line 1………………………….92 Gambar 4.40 FTA untuk pergerakan tidak sinkron pada feeder………………...93 Gambar 4.41 FTA untuk mode kegagalan body can macet……………………...95 Gambar 4.42 Diagram FTA untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik..98 Gambar 4.43 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi tidak sinkron………101 Gambar 4.44 Diagram FTA untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak normal…………………………………………………….…..103 Gambar 4.45 Diagram FTA untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi………………………………………..…………….105 Gambar 4.46 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar….108 Gambar 4.47 Diagram FTA untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic………………………………………….………….109 Gambar 4.48 Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet …….......111 Gambar 4.49 Diagram FTA untuk mode kegagalan kemacetan pada lid …….114 Gambar 4.50 Diagram FTA untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik .116
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
xxi
DAFTAR PERSAMAAN MATEMATIKA
Persamaan 2.1. OEE…………………………………..…………………………6 Persamaan 2.2. Ketersediaan (Availability)…………………………..….............7 Persamaan 2.3. Kinerja (Performance)……………………..…………………….8 Persamaan 2.4. Kualitas (Quality)………………………..……………...............8 Persamaan 3.1. Waktu produk cacat……………..……………………..............42
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan industri yang semakin kompetitif, banyak perusahaan menerapkan konsep Total Productive Maintenance.
Konsep
pemeliharaan yang diperkenalkan oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) pada tahun 1971 tersebut, mampu memberikan beberapa keuntungan yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan global. Dua diantaranya adalah, memaksimalkan efektifitas peralatan dan menciptakan sistem productive maintenance pada peralatan. Pada umumnya tingkat efektifitas peralatan didapatkan melalui perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Overall Equipment
Effectiveness merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengukur akibat gabungan dari faktor ketersediaan, kinerja, dan kualitas. Peter Willmott dan Dennis McCarthy (2001) mengatakan pengukuran OEE mesin akan memungkinkan operator atau tim untuk memfokuskan upaya mereka untuk mengeliminasi enam kerugian klasik yaitu, kerusakan, waktu persiapan dan pertukaran, menjalankan mesin pada kecepatan rendah, penghentian minor, produk cacat, dan kerugian start up. Selama lebih dari 85 tahun, Frisian Flag Indonesia, pemimpin pasar di industri susu Indonesia dan ahli nutrisi susu bertaraf internasional, berkomitmen untuk terus-menerus menyediakan produk susu berkualitas terbaik dan bernutrisi tinggi bagi seluruh anggota keluarga Indonesia. Sebagai afiliasi Royal Friesland Campina di Belanda, yang dikenal di seluruh dunia sebagai ahli susu, Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk mengikuti standar internasional tertinggi dalam proses produksi susu yang dihasilkan.
1 Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
2
Overall Equipment Effectiveness (OEE) inilah yang menjadi landasan bagi FFI untuk mengevaluasi “continuous improvement” yang diterapkan dalam rangka menghadapi persaingan global yang makin kompetitif. Salah satu produk yang yang menjadi andalan FFI adalah susu kental manis dalam kemasan kaleng. FFI memiliki beberapa line produksi kusus untuk pembuatan kaleng, yang biasa disebut area Can Making, Saat ini nilai OEE Can Making jalur 1 berkisar di angka 60%. Tentu saja nilai tersebut masih dibawah target 80% yang ditetapkan perusahaan. Semakin tinggi nilai OEE menandakan semakin efektif suatu aset, dan semakin berkurangnya kerugian.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
3
1.2 Diagram keterkaitan masalah
Meningkatakan nilai OEE
Mengurangi Biaya tidak langsung akibat kerugian mesin
Mengurangi kerugian pada mesin
Rencana perbaikan peningkatan OEE
Rendahnya nilai OEE
Rendahnya tingkat ketersediaan mesin karena kerugian mesin
Seringnya kerusakan mesin
Program pemeliharaan yang belum sempurna
Hilangnya waktu karena memproduksi produk yang gagal.
Kualitas material yang kurang baik
Kegagalan pasokan
Ketidaktersediaa n material
Gambar 1.1 Diagram keterkaitan masalah
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Lamanya penghentian rutin.
Lamanya persiapan, pembersihan.
4
1.3 Rumusan Permasalahan Permasalahan dari penelitian ini adalah tidak tercapainya nilai OEE (Overall Equipment Effectiveness) Can Making jalur 1. Nilai OEE saat ini berkisar di angka 60 %, nilai tersebut masih dibawah target OEE yang ditetapkan perusahaan, yaitu 80%. 1.4 Tujuan Penelitian Membuat
desain program peningkatan nilai
OEE (Overall Equipment
Effectiveness) Can Making jalur 1 agar dapat memenuhi target yang ditetapkan perusahaan. 1.5 Ruang lingkup penelitian Pengambilan data pada proses pembuatan kaleng (Can making jalur 1) Pengambilan data penggunaan mesin, data produksi dan data kualitas sebagai dasar perhitungan OEE diambil dari bulan Januari 2009 hingga Juni 2011. 1.6 Metodologi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan metodologi Root Cause Analysis (RCA)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
5
Mulai
Rumusan Permasalahan, rendahnya nilai OEE Menentukan tujuan, peningkatan nilai OEE
Laporan harian produksi
Mengumpulkan data kerusakan mesin, penghentian rutin dan kegagalan pasokan
Menghitung ketersediaan mesin (A)
Mengumpulkan data penghentian minor
Menghitung tingkat kinerja mesin (P)
Perhitungan OEE
Mencari akar permasalahan dengan metode RCA
Merumuskan desain program untuk perbaikan
Menyimpulkan penelitian
Selesai
Gambar 1.2 Diagram alir metodologi penelitian
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Mengumpulkan data kualitas
Menghitung faktor kualitas (Q)
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Overall Equipment Effectiveness 2.1.1 Pengertian OEE
OEE didefinisikan oleh Nakajima (1988) sebagai suatu pendekatan untuk mengevaluasi kemajuan yang dicapai dari inisiatif perbaikan yang merupakan bagian dari filosofi Total Productive Maintenance. OEE merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa akibat gabungan dari faktor ketersediaan, kinerja dan kualitas.
Dengan demikian, OEE berupaya untuk mengidentifikasi kerugian produksi dan biaya tidak langsung dan tersembunyi lainya, yang menurut Ericsson (1997) merupakan penyumbang sebagian besar dari total biaya produksi. Kerugian ini diformulasikan sebagai fungsi dari komponen yang saling terpisah, yaitu ketersediaan (A), kinerja (P), dan kualitas (Q). OEE adalah hasil perkalian dari 3 faktor diatas:
OEE = A X P X Q
(2.1)
Robinson dan Ginder (1995) menyatakan OEE sebagai pengukuran efektifitas utilisasi dari aset dengan menyatakan akibat dari kerugian peralatan: 1. Waktu penghentian 2. Waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan penyesuaian 3. Persiapan yang tidak efisien 4. Waktu yang hilang karena peralatan. 5. Penghentian minor 6. Beroperasi dengan kecepatan dibawah ideal 7. Memproduksi produk di luar spesifikasi atau cacat, pengerjaan ulang, atau dijual dengan harga yang lebih rendah.
6 Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
7
Sekine dan Arai (1998) mengkategorikan 7 kerugian peralatan kedalam 3 faktor perhitungan OEE. Kerugian 1 hingga 4 merupakan bagian dari ketersediaan, kerugian 5 dan 6 merupakan bagian dari kinerja peralatan, kerugian 7 merupakan kualitas dari proses.
Pada kenyataannya, OEE mengukur seberapa baik potensi proses produksi atau peralatan. Melalui perhitungan yang baik, hal ini juga dapat menunjukkan target realistis yang dapat dicapai untuk perbaikan.
Pengukuran OEE tidak hanya terbatas pada efektivitas peralatan, namun dapat diterapkan pada bisnis secara keseluruhan, menilai produktivitas rantai nilai dari pemasok ke pelanggan. OEE adalah indikator nilai kenerja yang dapat diterapkan pada 3 tingkatan: 1. Mesin atau proses : floor to floor OEE 2. Jalur produksi atau pabrik : door to door OEE 3. Pemasok ke pelanggan : value chain OEE
2.1.2 Perhitungan OEE
2.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan
Faktor Ketersediaan mengukur waktu total ketika sistem tidak beroperasi karena adanya kerusakan mesin, persiapan, penyesuaian, dan kemacetan lainya.(Jonsson, Lesshammar,1999). Ketersediaan dihitung menggunakan rumus seperti dibawah ini.. Dalam rumus tersebut, Waktu pemuatan adalah lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas yang direncanakan yang menggangu produksi, sebagai contoh: kegiatan pemeliharaan yang direncanakan, jam istirahat karyawan produksi, inisiatif perbaikan atau pengujian mesin, pemeliharaan yang dilakukan operator dan lain sebagainya. waktu pemuatan – waktu penghentian A=
(2.2) waktu pemuatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
8
2.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja
Faktor
OEE yang kedua adalah
tingkat kinerja, mengukur rasio kecepatan
operasi peralatan yang aktual (kecepatan ideal dikurangi berkurangnya kecepatan , penghentian minor, dan mesin tidak beroperasi) dibandingkan dengan kecepatan ideal itu sendiri (Jonsson, Lesshammar, 1999). Akan tetapi, Nakajima (1988) mengukur jumlah output
yang tetap, dan dalam definisi kinerja, hal ini
mengindikasikan deviasi aktual produksi dalam waktu dibandingkan dengan waktu siklus yang ideal. Kinerja (P) dapat dihitung dengan persamaan berikut: waktu siklus yang ideal x keluaran P=
(2.3) waktu operasi
2.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas
Faktor ketiga dari OEE adalah kualitas (Q). Kualitas mengindikasikan proporsi cacat produksi terhadap total volume produksi. Kerakteristik penting yang ditekankan pada konsep kualitas berikut hanya melibatkan cacat yang terjadi pada tahap tertentu dari suatu produksi, biasanya mesin yang spesifik, atau jalur produksi. Kualitas (Q) dihitung mengunakan persamaan berikut: masukan - jumlah cacat kualitas
(2.4)
Q= masukan
Pada contoh gambar 2.1, Ada 12 jam waktu tersedia yang kemudian dikurangi 2 jam untuk pemeliharaan yang direncanakan. Waktu 2 jam tersebut dan penghentian yang direncanakan lainya tidak termasuk ke dalam perhitungan OEE. Dari 10 jam yang tersisa, 2 jam telah hilang karena adanya penghentian seperti kerusakan mesin dan pertukaran. 8 jam Ketersediaan (A) =
= 0,8 = 80% 10 jam
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
9
Dari 8 jam mesin beroperasi, 2 jam hilang karena penghentian minor dan waktu siklus yang lambat. 6 jam Kinerja (P) =
= 0,75 = 75% 8 jam
6 jam keluaran dari waktu operasi bersih, 2 jam hilang karena produk cacat dan dikerjakan ulang. 4 jam Kualitas (Q) =
= 0,66 = 66% 6 jam
Berdasarkan ketersediaan (A), kinerja (P), Kualitas (Q), maka OEE dapat dihitung sebagai berikut: OEE = A X P X Q = 0,8 x 0,75 x 0,66 = 0,4 = 40%
=12 jamketersediaan saat awal
Waktu dasar
Penghentian yang direncanakan
= 10 jam
Waktu operasi Waktu pemuatan
Penghentian
= 8 jam
Ketersediaan (A) Waktu operasi bersih Kinerja (P) Waktu operasi yang berharga Kualitas (Q)
= 6 jam
2 jam Penghentian yang direncanakan untuk pemeliharaan pencegahan
Kecepatan berkurang
Kerugian kualitas
= 4 jam waktu operasi yang berharga
2 jam penghentian karena kerusakan, persiapan, permulaan, dan peralatan 2 jam kerugian kecepatan karena penghentian minor dan waktu siklus yang lambat. 2 jam hilang karena cacat dan pengerjaan ulang
Gambar 2.1. Tabel OEE (Sumber: Diadaptasi dari Braglia (2009))
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
10
2.2 Root Cause Analysis
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah proses yang didesain untuk menyelidiki dan mengkategorikan akar penyebab dari suatu peristiwa yang memiliki dampak terhadap keselamatan, kesehatan, lingkungan, kualitas, kehandalan, dan produksi (James J. Rooney dan Lee N.Vanden Heuvel, 2004).
Pelaksanaan RCA akan memperbaiki dan mengurangi akar penyebab yang meminimalkan terulangnya kegagalan (Anthony, 2004: Cameron, Holmes, dan Chen, 2008). RCA meliputi elemen dasar seperti, material, lingkungan, manajemen, dan metode operasi. Beberapa teknik RCA adalah, 5 Whys, Failure Mode and Effects Analysis (FMEA), Fault Tree Analysis (FTA), dan diagram pareto.
FMEA
adalah
analisa
ketahanan
sistematik
yang
menentukan
semua
kemungkinan mode kegagalan dari suatu produk untuk memastikan akibatnya terhadap sistem (Cai, dan Wu, 2004). FMEA kemudian diikuti Criticality Analysis (CA) (Guo, Gao, Yang, dan Kang, 2009), yang bertujuan untuk mengklasifikasikan setiap mode kegagalan yang ditentukan oleh FMEA berdasarkan tingkatan kekritisan. Kedua teknik FMEA dan CA akan membentuk FMECA.
Fault Tree Analysis (FTA) adalah metode deduktif yang mengasumsikan kegagalan sistem dari atas ke bawah dan menganalisa alasan yang memungkinkan untuk kegagalan. Kombinasi FMECA dan FTA diadopsi untuk melakukan RCA. Disini mode kegagalan yang kritikal akan digunakan sebagai obyek FTA (top event)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
11
2.2.1 FMECA 2.2.1.1 Pengertian FMECA
FMECA (Failure Mode, Effect, and Criticality Analysis) adalah prosedur untuk mengidentifikasi potensi kegagalan, menentukan penyebab dan akibat dari mode kegagalan dan menghilangkan efeknya terhadap sistem. FMECA telah digunakan secara luas dalam industri. Pada awal tahun 1949, sektor pertahanan Amerika menciptakan FMECA sebagai analisis terhadap kehandalan. FMECA adalah metode analisis dimana semua potensi kegagalan ditemukan, penyebab dan akibat dari kegagalan dianalisa, kegagalan yang kritikal ditentukan, dan metode untuk menghilangkan efek dari kegagalan kritis.
Metode analisis tersebut distandarkan dengan MIL-1629a oleh sector pertahanan US, kemudian dimodifikasi menjadi SAE-J1739 dan SAE-ARP5580 oleh industri otomotif.
2.2.1.2 Perbandingan FMECA
Prosedur FMECA di berbagai sektor industri hampir sama dalam hal konsep dan persiapan. Karakteristik tiap prosedur FMECA harus ditentukan dengan menganalisa lembar kerja FMECA. Lembar kerja SAE-J1739 yang digunakan dalam industry otomotif, MIL-1629a digunakan dalam industri militer, dan IEC60812 digunakan dalam industri elektronik.
1. SAE-J1739
Lembar kerja SAE-J1739 ditunjukan pada gambar 2.2. Karakteristik utama dari lembar kerja SAE-J1739 adalah FMECA terdiri dari 2 analisa, yaitu FMEA dan CA (Criticality Analysis). Dalam gambar tersebut ditunjukkan kedua mode kegagalan dan analisa kritis dianalisa dalam satu lembar kerja. Tingkatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
12
kekritisan berdasarkan RPN (Risk Priority Number) yang merupakan perkalian dari tingkat keparahan (S), tingkat terjadinya (O), dan tingkat deteksi (D).
FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS Nomor FMEA : Halaman: Item : Model tahun / kendaraan :
Fungsi proses
Penanggungjawab proses : Tanggal kunci :
Mode Potensial kegagalan efek dari potensial kegagalan Keparahan
Kelas
Penyebab Desain potensial kontrol kegagalan Kejadian aktual
Disiapkan oleh : Tanggal FMEA :
Hasil perbaikan Deteksi
RPN
Rekomendasi Target Aksi yang perbaikan penyelesaian diambil S
O
D
RPN
Gambar 2.2. Lembar kerja FMECA (SAE-J1739)
2. MIL 1629 Lembar kerja MIL 1629a ditunjukkan pada gambar 2.3. Karakteristik pertama adalah FMEA harus dilakukan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh CA (Criticality Analysis), tidak seperti J1739.
FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS Sistem : Tingkatan ketentuan : Referensi gambar : Misi :
Nomor ID Item Identifikasi fungsional
Tanggal : Halaman : Dipenuhi oleh : Desetujui oleh :
Fungsi
Mode kegagalan dan penyebab
Fase misi Metode Efek kegagalan dan mode deteksi Tingkat operasional Efek lokal Selanjutnya Efek terakhir kegagalan Kompensasi keparahan Catatan
Gambar 2.3. Lembar kerja FMECA (MIL-1629a)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
13
Dengan kata lain, mode kegagalan yang serius ditentukan dengan FMEA terlebih dahulu, kemudian CA dilakukan hanya untuk mode kegagalan yang serius.
Karakteristik kedua adalah MA (Maintainability Analysis). MA dilakukan berdasarkan keluaran dari FMEA dan CA. Pembuat desain sistem sebaiknya menyebutkan mode kegagalan, indikator kegagalan, akibat kegagalan, tingkat keparahan, metode deteksi dan dasar pemeliharaan. Lembar kerja CA dan MA ditunjukkan pada gambar 2.4 dan gambar 2.5.
CRITICALITY ANALYSIS Sistem : Tingkatan ketentuan : Referensi gambar : Misi :
Nomor identifikasi
Tanggal : Halaman : Dipenuhi oleh : Desetujui oleh :
ID Item fungsional
Fungsi
Mode kegagalan dan penyebab
Probabilitas kegagalan Fase misi dan mode operasional
Tingkat Tingkat kegagalan keparahan sumber data
Probabilitas efek Rasio mode Tingkatan kegagalan kegagalan kegagalan
Waktu operasi
Mode kegagalan
Item
Catatan
Gambar 2.4. Lembar kerja analisa kekritisan (MIL-1629)
FAILURE MODE EFFECTS AND CRITICALITY ANALYSIS MAINTAINABILITY INFORMATION Sistem : Tingkatan ketentuan : Referensi gambar : Misi :
Nomor ID item identifikasi fungsional
Tanggal : Halaman : Dipenuhi oleh : Desetujui oleh :
Fungsi
Mode kegagalan dan Efek penyebab lokal
Efek kegagalan Efek Efek selanjutn terakhir
Tingkat Prediktabilitas Deteksi Pemeliharaan keparahan kegagalan kegagalan dasar Catatan
Gambar 2.5. Lembar kerja analisa pemeliharaan (MIL-1629)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
14
Karakteristik ketiga dari MIL 1629a adalah, tidak seperti SAE-J1739, nomorkekritisan tidak ditujukan pada penyebab kegagalan, namun pada mode kegagalan.
Pada MIL 1629a, efek kegagalan dibedakan menjadi efek lokal, efek pada tingkatan berikutnya, dan efek terakhir. Efek lokal hanya mempengaruhi item pada tingkatan yang sama. Sedangkan efek pada tingkatan berikutnya hanya mempengaruhi item pada tingkatan lebih lanjut dalam hirarki sistem, dan efek paling akhir mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Dengan menganalisa 3 efek, memungkinkan untuk mengerti aliran dari efek yang disebabkan oleh kegagalan pada sistem.
3. IEC-60812
Produk akhir : Periode operasi:
Item: Revisi:
Deskripsi Kode Item item dan Mode mode Penyebab Efek referensi fungsi kegagalan kegagalan kegagalan lokal
Disiapkan oleh : Tanggal :
Efek akhir
Metode deteksi
Frekuensi atau Tingkat probabilitas Kompensasi keparahan kejadian Catatan
Gambar 2.6 Lembar kerja FMECA (IEC-60812)
Spesifikasi proses pada IEC-60812 serupa dengan MIL-1629a. Lembar kerja IEC60812 ditunjukkan pada gambar 2.6. Namun tidak seperti MIL-1629a, kelas kritikalitas hanya dapat ditentukan secara kualitatif.
Berdasarkan karakteristik dari MIL 1629a, IEC-60812, dan SAE-J1738, prosedur FMECA diajukan dengan lembar kerja ditunjukkan pada gambar 2.7. Lembar kerja tersebut menampilkan FMEA dan CA dalam satu lembar kerja.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
15
FAILURE MODE EFFECTS AND CRITICALITY ANALYSIS Sistem : Tingkatan ketentuan : Gambar referensi :
Tanggal : Halaman : Disiapkan oleh : Disetujui oleh : Efek kegagalan
Nama part
ID part
Fungsi
Mode Penyebab kegagalan kegagalan Lokal
Analisis kritis Tugas Frekuensi Keparahan Kritikalitas pemeliharaan
berikutnya Akhir
Gambar 2.7. Lembar kerja FMECA untuk sistem lintasan kereta api Sumber: J. H. KIM , H. Y. JEONG dan J. S. PARK (2009)
Criticality Analysis pada setiap mode kegagalan ditambahkan ke FMEA untuk menggolongkan kekritisan dari mode kegagalan untuk menetapkan strategi pemeliharaan. Hasil dari criticality analysis pada ethylene plant ditunjukkan pada
L
M
H
H
H
D
L
M
M
H
H
C
L
L
M
H
H
B
L
L
M
M
H
A
L
L
L
M
H
E
Probabilitas kegagalan
Probabilitas kegagalan
matrik (Gambar 2.8).
L
M
H
H
H
D
L
M
M
H
H
C
L
L
M
H
H
B
L
L
M
M
H
A
L
L
L
M
H
E
M
M
H
H
H
D
L
M
M
H
H
C
L
L
M
M
H
B
L
L
L
M
H
L
L
L
M
M
E
A
I II III IV V Konsekuensi terhadap kerugian produksi
I
Probabilitas kegagalan
Probabilitas kegagalan
I II III IV V Konsekuensi terhadap keselamatan
II III IV V Konsekuensi terhadap lingkungan
L
M
M
H
H
D
L
L
M
M
H
C
L
L
L
M
M
B
L
L
L
L
M
L
L
L
L
L
E
A
I II III IV V Konsekuensi terhadap biaya pemeliharaan
Gambar 2.8 Matrik kekritisan untuk petrokimia plant Sumber: Dacheng Li dan Jinji Gao (2010)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
16
Absis dari matrik menunjukan konsekuensi dari kegagalan, sedangkan ordinat menunjukan kemungkinan dari kegagalan. Evaluasi kekritisan dibagi kedalam 4 aspek: keselamatan, lingkungan, kerugian produksi, dan biaya maintenance (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Kriteria evaluasi analisa kekritisan Item Probabilitas kejadian
Konsekuensi keselamatan
Level E D C B A V IV III II
Konsekuensi lingkungan
Konsekuensi kerugian produksi
I V IV III II I
V IV III II I Konsekuensi biaya pemeliharaan V IV III II I
Kriteria Terjadi lebih dari 5 kali dalam siklus pemeliharaan Terjadi 4 kali dalam siklus pemeliharaan Terjadi 3 kali dalam siklus pemeliharaan Terjadi 2 kali dalam siklus pemeliharaan Terjadi 0-1 kali dalam siklus pemeliharaan Lebih dari 1 kehilangan nyawa pada kecelakaan yang besar. Meninggal dengan segera, atau 30 hari setelah kecelakaan Cacat fisik, Kehilangan pendengaran, visual, bahaya yang serius bagi kesehatan manusia Kerusakan menengah pada tubuh manusia, bahaya menengah bagi kesehatan manusia. Tidak ada kerusakan pada tubuh manusia, tidak berbahaya bagi kesehatan manusia Perubahan struktur ekosistem yang signifikan Polutan yang banyak, Polutan mengandung racun yang tinggi Beberapa jenis polusi yang dihasilkan dan hasilnya cukup besar. Jenis polusi yang dihasilkan sedikit, dapat diselesaikan oleh sistem Tidak air limbah, limbah gas, radiasi, gelombang elektromagnet, dalam rentang yang masih diijinkan oleh indeks perlindungan lingkungan Berhenti lebih dari 24 jam Berhenti antar 8 hingga 24 jam Berhenti kurang dari 8 jam Pengurangan output atau kualitas produk Tidak ada efek > RMB 50.000 RMB 20.000-RMB 50.000 RMB 10.000-RMB 20.000 RMB 5000-RMB 10.000
Sumber: Dacheng Li dan Jinji Gao (2010)
Mode kegagalan dari ethylene refrigerant compressor beberapa diantaranya, getaran yang tidak normal, suhu yang tinggi pada bantalan gelinding, kebocoran seal, suhu yang tinggi pada discharge, unit tidak bekerja secara normal, shutdown yang tidak normal dan adanya hentakan. Analisa kekritisan ditunjukan pada tabel 2.2. Terdapat 2 kekritisan tinggi, 2 kekritisan menengah, dan 2 kekritisan rendah.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
17
Tabel 2.2 Analisa kekritisan Mode kegagalan PF CS Getaran yang tidak normal D II Suhu yang tinggi pada bantalan gelinding D II Kebocoran pada seal D III Suhu yang tinggi pada discharge C I Unit tidak dapat bekerja C I Shutdown yang tidak normal C I Hentakan C III
Level CE Level CP Level CM Level Criticality M I L V H V H H M M L L L M
I I I I I I
L L L L L L
V V II III V V
H H L L L L
V H V H II L III L V H V M
H H L M H M
Sumber: Dacheng Li dan Jinji Gao (2010)
2.2.2 Fault Tree Analysis (FTA)
Konsep FTA pertamakali diperkenalkan oleh H.A. Watson di tahun 1961, atas permintaan U.S.Air Force (Ericson, 1999). Pada tahun 1963, Boeing adalah perusahaan komersil pertama yang memperkenalkan keuntungan FTA dan membangun aplikasi FTA (Ericson, 1999). Mengikuti kemajuan penggunaan FTA dalam industri kedirgantaraan, teknik FTA mulai diterima secara luas di antara praktisi di industri nuklir. Sejak itu, kontribusi yang signifikan telah dibuat dalam memajukan FTA dengan mengembangkan algoritma dan perangkat lunak untuk memecahkan pohon kesalahan (Ericson 1999).
NASA mendefinisikan pohon kesalahan sebagai "sebuah model grafis dari berbagai kombinasi kesalahan yang paralel dan sekuensial yang akan mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang telah ditetapkan. Kesalahan dapat merupakan peristiwa yang terkait dengan kegagalan komponen hardware, kesalahan manusia, kesalahan perangkat lunak, atau peristiwa terkait lainnya yang dapat menyebabkan peristiwa yang tidak diinginkan (2002, 2).
Peristiwa yang tidak diinginkan dari sistem diwakili oleh top event dalam struktur pohon kesalahan. Analis selanjutnya menentukan dengan segera penyebab terjadinya top event, yang merupakan intermediate event (gate event).
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
18
Intermediate event (gate event) kemudian diperlakukan sebagai sub top event, dan analis menentukan penyebab intermediate. Analis melanjutkan analisa hingga mendapatkan primary event (basic event dan undeveloped event).
Primary event adalah event yang tidak dikembangkan lebih lanjut. Gerbang logika mengintegrasikan primary event dengan top event. Gerbang logika yang paling umum digunakan untuk menghubungkan primary event dengan top event adalah gerbang AND dan OR. Gerbang AND mengindikasikan even diatasnya tidak akan terjadi hingga semua event dibawahnya terjadi. Gerbang OR mengindikasikan bahwa event pada level yang lebih rendah sudah cukup bagi event diatasnya untuk terjadi.
Gambar 2.9 Contoh struktur fault tree Sumber: Mohamed Abdelrahman Mohamed Abdelgawad ( 2011)
Fault Tree (FT) secara metematika diwakili oleh persamaan Boolean. FTA kualitatif mengidentifikasikan minimal cut set. Ayyub mendefinisikan minimal cut set (MCS) sebagai cut set dengan kondisi salah satu dari basic event yang tidak terjadi menyebabkan tidak terjadinya top event. Kemudian MCS dapat dilihat sebagai jumlah kombinasi yang terkecil pada basic event, yang jika terjadi bersamaan akan menyebabkan terjadinya top even. FTA kualitatif mewakili perhitungan probabilitas terjadinya top even.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
19
Keberhasilan FTA membutuhkan langkah-langkah berikut (NASA 2002, Ferdous 2006): 1. Mencari pengetahuan tentang sistem yang akan dianalisa. 2. Menetukan top event 3. Menentukan aturan dasar, termasuk prosedur bagaimana menamai basic event dan gate event. 4. Menetapkan ruang lingkup analisa, dilanjutkan dengan konstruksi fault tree. 5. Menjalankan FTA kualitatif dengan menghitung MCS 6. Menjalankan FTA kuantitatif dengan menghitung probabilitas top event 7. Mengevaluasi tingkatan kontribusi akar penyebab terhadap top event. 8. Menganalisa dan menafsirkan hasilnya.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
BAB 3 PENGUMPULAN DATA
3.1 Gambaran umum obyek penelitian Semua ini dimulai di tahun 1922 dengan merek susu Friesche Vlag atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera diimpor dari Cooperative Condensfabriek Friesland di Belanda, sekarang Royal FrieslandCampina. Sebagai ahli nutrisi susu bertaraf internasional, FRISIAN FLAG INDONESIA memproduksi dan memasarkan berbagai jenis produk termasuk susu bubuk, susu cair siap minum dan susu kental manis. Frisian Flag Indonesia mengoperasikan dua fasilitas produksi yang canggih di Pasar Rebo dan Ciracas, Jakarta Timur. Pabrik di Pasar Rebo memproduksi susu bubuk dan pabrik di Ciracas memproduksi susu cair serta susu kental manis. Proses produksi susu di FRISIAN FLAG INDONESIA menggunakan teknologi mutakhir dan praktek sterilisasi terbaik dari awal hingga akhir untuk menghindari kontaminasi dalam proses produksinya, praktek ini yang dikenal sebagai Good Manufacturing Practices (GMP). FRISIAN FLAG INDONESIA mengikuti standar sertifikasi produksi kelas dunia tertinggi untuk memastikan hasil produksi yang berkualitas tinggi bagi konsumen. Seluruh proses supply chain, mulai dari pembelian bahan baku sampai dengan distribusi produk akhir kepada distributor dan grosir, diawasi oleh HACCP (Hazardous Analysis Critical Control Point) dan sistem ISO 9001; 2008 dan sistem ISO 14000. Sebagai bagian dari keluarga multinasional ini, PT Frisian Flag Indonesia mengedepankan pengalaman global dan kerja sama jangka panjang dengan para peternak Indonesia untuk tetap menjadi leader dalam menghasilkan produkproduk bergizi berbasis susu. Hal ini dilakukan dengan memproduksi dan memasarkan aneka produk termasuk susu bubuk, susu cair siap minum, dan susu kental manis dengan merek-merek Frisian Flag, Yes!, dan Omela.
20 Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
21
PT Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk senantiasa menghasilkan produkproduk susu bergizi yang dapat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia juga terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran gizi masyarakat melalui beragam program. Semua ini dilakukan sebagai wujud visi perusahaan untuk turut berkontribusi terhadap perkembangan bangsa
3.2 Jalur produksi can making Area Can Making adalah area pembuatan kaleng dengan bentuk tanpa tutup atas, atau biasa disebut OTC (Open Top Can). Frisian Flag Indonesia memiliki 3 line untuk pembuatan Open Top Can. OTC yang telah dibuat nantinya lansung disimpan dahulu sebelum nantinya siap untuk diisikan dengan susu kental manis. Adapun Line Can Making yang akan menjadi fokus penelitian adalah jalur 1. Pada dasarnya ada 7 stasiun kerja yang saling berurutan pada pembuatan OTC di jalur 1. 1.
Slitter
2.
Body Maker
3.
Parting
4.
Flanger
5.
Seaming Closer
6.
Leak tester
7.
Palletizer-Depalletizer
Stasiun kerja tersebut merupakan jalur yang berkesinambungan, jika terjadi penghentian pada salah satu stasiun kerja maka keseluruhan sistem akan terhenti. Berikut ini adalah penjelasan detil mengenai masing-masing stasiun kerja: 1.Slitter Input dari Proses ini adalah Tinplate body, yaitu berupa lembaran pelat untuk pembuatan kaleng. Satu tinbody plate akan dipotong pada stasiun keerja slitter
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
22
menjadi 20 double body blank. Kapasitas mesin ini adalah 900 tinplate body tiap jam atau 18.000 double body blank.
2.Body maker Input dari proses ini adalah double body blank. Pada stasiun kerja ini, double body blank akan dibentuk menjadi double body can, yaitu kaleng terbuka bertumpuk dua dan belum dipisahkan. Kapasitas mesin ini adalah 18.000 double body can tiap jam yang nantinya dipisahkan menjadi 36.000 body can pada stasiun kerja berikutnya.
3.Parting Inputan proses ini adalah double body can, pada stasiun kerja ini double body can akan dipisahkan menjadi single body can, yaitu kaleng terbuka tanpa tutup. Kapasitas mesin ini adalah 36.000 single body can tiap jam.
4.Flanger Proses selanjutnya adalah Flanging. Pada proses ini kedua bibir kaleng atas bawah dibuat flens. Kegunaan flens adalah untuk memudahkan kaleng pada proses pemberian tutup pada kaleng. Kapasitas mesin adalah 36.000 body can tiap jam. Jadi output dari stasiun kerja ini adalah body can yang sudah dibuat flens bagian atas dan bawahnya.
5.Seaming Closer Proses seaming closer adalah proses pemberian tutup pada bagian bawah kaleng. Jadi output dari stasiun kerja ini adalah kaleng yang belum mempunyai tutup atas,
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
23
atau biasa disebut OTC (Open Top Can). Kapasitas mesin ini adalah 36.000 OTC tiap jam. 6.Leak Tester Stasiun kerja ini berfungsi sebagai penguji kebocoran. Tidak ada proses pembentukan pada stasiun kerja ini, mesin
ini hanya memastikan tidak ada
kebocoran pada kaleng. Kapasitas mesin ini adalah 36.000 OTC tiap jam.
7.Palletizer-Depalletizer Proses ini adalah proses terakhir sebelum open top can disimpan. Mesin Palletizer berfungsi untuk memasukkan kaleng pada palet. Kapasitas mesin ini adalah 24.000 kaleng tiap jam.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
24
Material
Proses Can Making
Subproses
Mesin
Slitter
Tinplate body
Cepak Magazine
Feeder
Soudronic AFB 640
Body maker
Double body blank
transport Wire system Welder system
Ruey
Parting
Double body can
Conveyor elevator
Flanger
Body can
Ruey Conveyor elevator
Lid + body can
Endfeeder
Seamer closer
Ruey
Conveyor elevator No
Leak tester
Open Top Can
Off spe c
Bonfiglioli
Yes
Open Top Can
Palletizer
Open Top Can inventory
Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan kaleng
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Godan
25
3.3 Data kerugian pada peralatan OEE merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan dan menanalisa akibat gabungan dari faktor ketersediaan, faktor kinerja, dan kualitas. Oleh karena itu perlu diidentifikasi kerugian-kerugian pada peralatan yang dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut. 3.3.1 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan (A) Terdapat beberapa kerugian pada peralatan yang ada di area can making yang mempengaruhi tingkat ketersediaan, yaitu: 1. Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran, pembersihan, dan istirahat makan. 2. Kegagalan pasokan: Penghentian yang tidak diharapkan karena kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga, penghentian pada mesin lainya. 3. Kerusakan:
Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan,
pemeliharaan korektif dan kesalahan operator.
3.3.1.1 Data tahun 2009 Untuk melihat gambaran umum kondisi peralatan pada area can making line 1, maka diambil data ketersediaan mesin 2 tahun terakhir. Tabel 3.1 dan 3.2 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.1 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2009 Deskripsi
Unit
Penghentian rutin Jam Kegagalan pasokan Jam Kerusakan Jam
2009 Jan 1 0 82.75
Feb 4.28 5 96.32
Mar 5.38 10 80.48
Apr 7.75 0 102.02
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Mei 10.23 8.67 162.95
Jun 12.87 1.25 129.37
26
Tabel 3.2 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Agustus 2009 Deskripsi
Unit
Penghentian rutin Jam Kegagalan pasokan Jam Kerusakan Jam
Juli 18.97 2.83 195.88
Agus 18.53 17.77 187.55
2009 Sept Okt 32.52 18.37 4.5 0.28 128.08 123.68
Nov 14.42 0 142.47
Des 12.58 5.5 77.35
Gambar 3.2 Diagram kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi ketersediaan mesin
Pada tabel 3.1 dan 3.2 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di bulan Juli
sebesar 18.97 jam, kegagalan pasokan terlama di bulan Agustus
sebesar 17.77 jam, dan kerusakan terlama pada bulan Juli sebesar 195.88 jam. Tabel 3.3 Kerugian peralatan tahun 2009 Deskripsi Penghentian rutin Kegagalan pasokan Kerusakan
Unit Jam Jam Jam
Tahun 2009 156.9 55.8 1508.9
Pada tabel 3.3 dapat dilihat total kerugian peralatan di tahun 2009. Penghentian rutin terjadi selama 156.9 jam, kegagalan pasokan 55.8 jam, dan kerusakan peralatan 1508.9 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 88%, penghentian rutin 9 %, dan kegagalan pasokan sebesar 3%. (Gambar 3.3)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
27
Gambar 3.3 Diagram Kerugian peralatan tahun 2009 yang mempengaruhi ketersediaan mesin.
3.3.1.2 Data tahun 2010 Tabel 3.4 dan 3.5 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan tahun 2010 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.4 Kerugian peralatan bulan Januari hingga Juni 2010 Deskripsi
Unit
Penghentian rutin jam Kegagalan pasokan Jam Kerusakan Jam
Jan
Feb 17.2 18.28 124.3
17.98 3.5 104.18
Mar
2010 Apr Mei Jun 22.95 16.68 8.27 56.82 3.58 7.48 1 1.15 86.87 70.58 51.58 224.88
Tabel 3.5 Kerugian peralatan bulan Juli hingga Desember 2010 Deskripsi
Unit
Penghentian rutin jam Kegagalan pasokan Jam Kerusakan Jam
Juli
2010 Agus Sept Okt Nov Des 28.23 25.12 18.65 21.57 10.63 17.55 4.7 4.82 0 3.97 8.72 0 242.9 176.92 147.57 130.7 133.33 121.12
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
28
Gambar 3.4 Diagram kerugian perlatan tahun 2010 yang mempengaruhi ketersediaan mesin. Pada tabel 3.4 dan 3.5 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di bulan Juni sebesar 56.82 jam, kegagalan pasokan terlama di bulan Januari sebesar 18.28 jam, dan kerusakan terlama pada bulan Juli sebesar 242.9 jam.
Tabel 3.6 Kerugian peralatan tahun 2010 Deskripsi Penghentian rutin Kegagalan pasokan Kerusakan
Unit Jam Jam Jam
Tahun 2010 261.65 57.2 1614.93
Pada tabel 3.3 dapat dilihat total kerugian peralatan di tahun 2010. Penghentian rutin terjadi selama 261.65 jam, kegagalan pasokan 57.2 jam, dan kerusakan peralatan 1614.93
jam.
Bila
ketiga
jenis
kerugian
tersebut
dibuat
persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 78%, penghentian rutin 11%, dan kegagalan pasokan sebesar 11%. (Gambar 3.5)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
29
Gambar 3.5 Diagram pie kerugian peralatan tahun 2010 yang mempengaruhi ketersediaan mesin.
3.3.1.3 Data tahun 2011 Data kerugian peralatan tahun 2011 diambil dari bulan Januari hingga Juni. Data tersebut kemudian akan dijadikan dasar dalam melakukan pencarian akar permasalahan rendahnya nilai OEE di area can making line jalur 1. 1. Data bulan Januari 2011 Tabel 3.7 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Januari 2011 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.7 Kerugian peralatan bulan Januari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Penghentian rutin
Jam
2.2
1.78
0.85
5.32
2
12.15
Kegagalan pasokan Jam
0
0
0
0
0
0
12.07
22.12
3.42
15.42
5.77
58.8
Kerusakan
Jam
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
30
Gambar 3.6 Diagram kerugian peralatan bulan Januari 2011 Pada tabel 3.7 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke4 sebesar 5.32 jam, kerusakan terlama pada minggu ke-2 sebesar 22.12 jam, dan tidak terjadi kegagalan pasokan pada bulan tersebut. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Januari 2011. Penghentian rutin terjadi selama 12.15 jam, kegagalan pasokan 0 jam, dan kerusakan peralatan 58.8 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 83%, penghentian rutin 17%, dan kegagalan pasokan sebesar 0%. (Gambar 3.7)
Gambar 3.7 Diagram pie penggunaan mesin bulan Januari 20011 yang mempengaruhi ketersedian mesin.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
31
2. Data bulan Februari 2011 Tabel 3.8 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Februari 2011 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.8 Kerugian peralatan bulan Februari 2011 Deskripsi
Unit
Penghentian rutin
Jam
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 4.9
11.28
5.83
5.45
0.63
28.09
Total
Kegagalan pasokan
Jam
0
0
0
0
0
0
Kerusakan
Jam
22.05
37.2
31.38
35.58
4.22 130.43
Gambar 3.8 Diagram kerugian peralatan bulan Februari 2011 Pada tabel 3.8 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke2 sebesar 11.28 jam, kerusakan terlama juga pada minggu ke-2 sebesar 37.2 jam, dan tidak terjadi kegagalan pasokan pada bulan tersebut. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Januari 2011. Penghentian rutin terjadi selama 28.09 jam, kegagalan pasokan 0 jam, dan kerusakan peralatan 130.43
jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka
kerusakan berkontribusi sebesar 82%, penghentian rutin 18%, dan kegagalan pasokan sebesar 0%. (Gambar 3.9)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
32
Gambar 3.9 Diagram pie kerugian peralatan bulan Februari 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin 3. Data bulan Maret 2011 Tabel 3.9 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Maret 2011 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line jalur 1.
Tabel 3.9 Kerugian peralatan bulan Maret 2011 Deskripsi
Unit
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Penghentian rutin
Jam
Kegagalan pasokan
Jam
0.42
0.67
0.28
0
0
1.37
Kerusakan
Jam
35.38
34.08
33.07
12.47
0
115
4.7
4.28
4.27
2.33
Total
0 15.58
Pada tabel 3.8 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke1 sebesar 4.7 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-2 sebesar 0.67 jam, dan kerusakan terlama juga pada minggu ke-1 sebesar 35.38 jam. Pada minggu ke-5 nilai kerugian peralatan tidak ada karena pada minggu tersebut mesin mengalami kelebihan kapasitas sehingga produksi diberhentikan.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
33
Gambar 3.10 Diagram kerugian peralatan bulan Maret 2011 Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Maret 2011. Penghentian rutin terjadi selama 15.58 jam, kegagalan pasokan 1.37 jam, dan kerusakan peralatan 115 jam.
Gambar 3.11 Diagram pie kerugian peralatan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin.
Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 87%, penghentian rutin 12%, dan kegagalan pasokan sebesar 1%. (Gambar 3.11)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
34
4. Data bulan April 2011 Tabel 3.10 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan April 2011 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line jalur 1.
Tabel 3.10 Data kerugian peralatan bulan April 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Penghentian rutin
Jam
0
4
4.2
2.52
Kegagalan pasokan
Jam
0
0
0
2
Kerusakan
Jam
0
46.15
43.62
25.18
Total
4.55 15.27 0.58
2.58
33.72 148.7
Pada tabel 3.10 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke-5 sebesar 4.55 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-4 sebesar 2 jam, dan kerusakan terlama juga pada minggu ke-2 sebesar 46.15 jam. Pada minggu ke-1 nilai kerugian peralatan tidak ada karena pada minggu tersebut mesin mengalami kelebihan kapasitas sehingga produksi diberhentikan. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan April 2011. Penghentian rutin terjadi selama 15.27 jam, kegagalan pasokan 2.58 jam, dan kerusakan peralatan 148.7 jam. Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 89%, penghentian rutin 9%, dan kegagalan pasokan sebesar 2%. (Gambar 3.13)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
35
Gambar 3.12 Diagram kerugian peralatan bulan April 2011
Gambar 3.13 Diagram pie kerugian peralatan bulan April 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin
5. Data bulan Mei 2011 Tabel 3.10 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Mei 2011 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.11 Kerugian peralatan bulan Mei 2011 Deskripsi
Unit
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Penghentian rutin
Jam
0
5.83
6.47
4.98
Kegagalan pasokan
Jam
0
0
0
0.43
0
0.43
Kerusakan
Jam
0
31.55
38.95
21.72
16.77
109
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
3.95 21.23
36
Pada tabel 3.11 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke-3 sebesar 6.47 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-4 sebesar 0.43 jam, dan kerusakan terlama pada minggu ke-3 sebesar 38.95 jam. Pada minggu ke-1 nilai kerugian peralatan tidak ada karena pada minggu tersebut mesin mengalami kelebihan kapasitas sehingga produksi diberhentikan.
Pada tabel
tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Mei 2011. Penghentian rutin terjadi selama 21.23 jam, kegagalan pasokan 0.43 jam, dan kerusakan peralatan 109 jam.
Gambar 3.14 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011
Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 84%, penghentian rutin 16%, dan kegagalan pasokan sebesar 0%. (Gambar 3.15)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
37
Gambar 3.15 Diagram kerugian peralatan bulan Mei 2011 yang mempengaruhi ketersediaan mesin .
6. Data bulan Juni 2011 Tabel 3.12 dibawah ini merupakan tabel kerugian peralatan di bulan Juni 2011 yang mempengaruhi ketersediaan peralatan di area can making line 1.
Tabel 3.12 Kerugian peralatan bulan Juni 2011 Deskripsi
Unit
Penghentian rutin
Jam
2.33
6.53
6.57
7.08
3.25 25.76
Kegagalan pasokan Jam
0
0
0
6.12
0.55
1.5
40
34.95
22.62
Kerusakan
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Jam
Total 6.67
14.68 113.8
Pada tabel 3.12 dapat dilihat bahwa penghentian rutin terlama terjadi di minggu ke-4 sebesar 6.57 jam, Kegagalan pasokan terlama pada minggu ke-4 sebesar 6.12 jam, dan kerusakan terlama pada minggu ke-2 sebesar 40 jam. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat nilai total kerugian peralatan di bulan Juni 2011. Penghentian rutin terjadi selama 25.76 jam, kegagalan pasokan 6.67 jam, dan kerusakan peralatan 113.8 jam.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
38
Gambar 3.16 Diagram kerugian peralatan bulan Juni 2011 Bila ketiga jenis kerugian tersebut dibuat persentasenya maka kerusakan berkontribusi sebesar 78%, penghentian rutin 18%, dan kegagalan pasokan sebesar 4%. (Gambar 3.17)
Gambar 3.17 Diagram pie kerugian peralatan bulan Juni 2011 yang mempengaruhi tingkat ketersediaan mesin
3.3.2 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kinerja (P) Kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kinerja adalah penghentian minor. Penghentian minor di area can making line 1 terjadi karena adanya kemacetan pada jalur kaleng. Kondisi tersebut tidak berlangsung lama, namun jika kejadinya
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
39
berulang terus, maka total waktu penghentian minor dapat mempengaruhi nilai OEE area can making line 1. 3.3.2.1 Data Tahun 2009 Tabel 3.13 dan 3.14 dibawah adalah tabel penghentian minor tahun 2009 yang mempengaruhi tingkat kinerja peralatan di area can making line 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa penghentian minor terlama terjadi di bulan Februari sebesar 13.73 jam, sedangkan penghentian minor tersingkat di bulan Desember sebesar 0.4 jam
Tabel 3.13 Data penghentian minor bulan januari-Juni 2009. Deskripsi
Unit
Penghentian minor Jam
Jan 7.38
Feb 13.73
2009 Mar Apr 9.11 9.12
Mei 6.92
Jun 6.53
Tabel 3.14 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2009 Deskripsi
Unit
Penghentian minor Jam
Juli 12.41
Agus 13.12
2009 Sept Okt 8.9 0.75
Nov 0.4
Gambar 3.18 Diagram penghentian minor tahun 2009.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Des 0.3
40
3.3.2.3 Data tahun 2010
Tabel 3.15 dan 3.16 dibawah adalah tabel penghentian minor tahun 2010 yang mempengaruhi tingkat kinerja peralatan di area can making line 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa penghentian minor terlama terjadi di bulan November sebesar 0.54 jam.
Tabel 3.15 Data penghentian minor bulan Januari-Juni 2010 Deskripsi
Unit
Penghentian minor Jam
Jan
Feb 0.4
Mar 0.06
2010 Apr Mei Jun 0.14 0.17 0.06 0.23
Tabel 3.16 Data penghentian minor bulan Juli-Desember 2010 Deskripsi Penghentian minor
Unit Jam
2010 Juli Agus Sept Okt Nov Des 0.06 0.06 0.18 0.08 0.54 0.16
Gambar 3.19 Diagram penghentian minor tahun 2010
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
41
3.3.2.3 Data bulan Januari hingga Juni 2011 Tabel 3.17 dibawah adalah tabel penghentian minor bulan Januari hingga Juni 2011 yang mempengaruhi tingkat kinerja peralatan di area can making line 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa penghentian minor terlama terjadi di bulan Maret sebesar 0.26 jam, sedangkan penghentian minor tersingkat terjadi di bulan Juni sebesar 0.07 jam.
Tabel 3.17 Data penghentian minor bulan Januari hingga Juni 2011 Penghentian minor tahun 20011 Bulan/Minggu Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Januari 0.04 0.04 0.01 0.01 0.04 Februari 0.01 0.01 0.01 0.17 0.01 Maret 0.05 0.11 0.02 0.08 April 0 0.06 0.03 0.03 0.01 Mei 0 0.01 0.11 0.02 0.02 Juni 0.01 0.02 0.03 0.01 0
Total 0.14 0.21 0.26 0.13 0.16 0.07
Gambar 3.20 Diagram penggunaan mesin bulan Januari-Juni 2011 Berdasarkan data data diatas, penghentian minor memiliki nilai yang relatif kecil dibandingkan dengan jenis kerugian perlatan yang lain seperti kerusakan mesin dan penghentian minor.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
42
3.3.3 Data kerugian peralatan yang mempengaruhi tingkat kualitas (Q) Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk cacat, atau pengerjaan ulang sangat mempengaruhi faktor kualitas dalam perhitungan Overall Equipment Efectiveness. Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu jumlah produk cacat tiap periode waktu. 3.3.3.1Data tahun 2009 Tabel 3.18 dibawah merupakan tabel produk cacat yang terjadi di tahun 2009. Pada tabel tersebut kolom jumlah cacat merupakan jumlah produk cacat di setiap bulanya. Sedangkan kolom waktu produk cacat diperoleh dengan rumus berikut. Waktu produk cacat = ( Jumlah cacat x Waktu siklus ideal ) / 3600 detik
(3.1)
Waktu siklus ideal = Waktu yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah kaleng (0.1 detik) Tabel 3.18 Data produk cacat tahun 2009 Bulan Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) Januari 23818 0.66 Februari 45671 1.27 Maret 32972 0.92 april 50959 1.42 Mei 59491 1.65 Juni 50677 1.41 Juli 73183 2.03 Agustus 83395 2.32 September 61210 1.70 Oktober 70560 1.96 November 58780 1.63 Desember 44130 1.23
Pada tabel diatas, waktu produk cacat terlama terjadi pada bulan Agustus sebesar 2.32 jam, sedangkan waktu produk cacat tersingkat terjadi di bulan Januari, yaitu 0.66 jam.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
43
Gambar 3.21 Diagram waktu produk cacat tahun 2009
3.3.3.2Data tahun 2010 Tabel 3.18 dibawah merupakan tabel produk cacat yang terjadi di tahun 2010. Pada tabel tersebut, waktu produk cacat terlama terjadi di bulan Juli sebesar 3.23 jam, sedangkan waktu produk cacat terpendek terjadi di bulan Mei, yaitu 0.94 jam. Tabel 3.19 Data produk cacat tahun 2010 Bulan Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) Januari 83,158 2.31 Februari 63,038 1.75 Maret 67,034 1.86 april 60,626 1.68 Mei 33,775 0.94 Juni 95,650 2.66 Juli 116,306 3.23 Agustus 113,271 3.15 September 101,890 2.83 Oktober 103,347 2.87 November 86,130 2.39 Desember 86,393 2.40
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
44
Gambar 3.22 Diagram waktu produk cacat tahun 2010
3.3.3.3 Data tahun 2011 Data produk cacat di tahun 2011 diambil dari bulan Januari hingga Juni. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.20 hingga tabel 3.25 dibawah ini. Pada data produk cacat bulan Maret 2011, produk cacat tidak terjadi pada minggu ke-5. Hal ini dikarenakan pada minggu tersebut mesin mengalami kelebihan kapasitas, sehingga kegiatan produksi berhenti.
Tabel 3.20 Data produk cacat bulan Januari 2011 Januari 2011 Minggu Jumlah cacat
Waktu produk cacat (jam)
1
9247
0.26
2
13876
0.39
3
2908
0.08
4
9646
0.27
5
3271
0.09
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
45
Tabel 3.21 Data produk cacat bulan Februari 2011 Februari 2011 Minggu
Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) 1
14,958
0.42
2
20,449
0.57
3
23,066
0.64
4
20,200
0.56
5
2,686
0.07
Tabel 3.22 Data produk cacat bulan Maret 2011 Maret 2011 Minggu
Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) 1
16,613
0.46
2
20,203
0.56
3
16,821
0.47
4
16,735
0.46
5
-
0.00
Tabel 3.23 Data produk cacat bulan April 2011 Apr-11 Minggu
Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) 1
-
0.00
2
20,957
0.58
3
14,885
0.41
4
15,997
0.44
5
16,416
0.46
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
46
Tabel 3.24 Data produk cacat bulan Mei 2011 Mei 2011 Minggu
Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) 1
-
0.00
2
20,852
0.58
3
18,162
0.50
4
19,001
0.53
5
12,528
0.35
Tabel 3.25 Data produk cacat bulan Juni 2011 Juni 2011 Minggu
Jumlah cacat Waktu produk cacat (jam) 1
-
0.00
2
22,494
0.62
3
28,253
0.78
4
29,609
0.82
5
18,208
0.51
Tabel 3.26 merupakan data produk cacat bulan Januari hingga Juni 2011. Dari tabel tersebut, waktu produk cacat terlama terjadi di bulan Juni (2.74 jam), dan waktu produk cacat tersingkat terjadi di bulan Januari (1.08 jam)
Tabel 3.26 Data produk cacat bulan januari-Juni 2011 Januari-Juni 2011 Bulan
Waktu produk cacat (jam)
Januari
1.08
Februari
2.26
Maret
1.96
April
1.90
Mei
1.96
Juni
2.74
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
47
Gambar 3.23 Diagram waktu produk cacat bulan januari hingga Juni 2011
3.4 Detail data kerugian peralatan yang mempengaruhi ketersediaan Pada bab 3.3.1 sudah dijelaskan mengenai 3 jenis kerugian yang menyebabkan rendahnya nilai ketersediaan, yaitu: 1. Penghentian rutin 2. Kegagalan pasokan 3. Kerusakan pada peralatan Ketiga jenis kerugian tersebut dapat dilihat lebih detail lagi untuk lebih dapat memahami penyebab rendahnya tingkat ketersediaan di area can making line 1.
3.4.1 Data penghentian rutin
Tabel 3.27 Data penghentian rutin bulan januari hingga Juni 2011 Penghentian rutin Waktu istirahat Persiapan/pembersihan/ganti produk Jumlah
Unit jam jam jam
Jan 1.63 10.5 12.2
Feb Mar April 9.25 0.3 0 18.9 15.3 15.3 28.1 15.6 15.3
Mei 0.17 21.1 21.2
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Juni Jumlah 3.47 14.82 22.3 103.29 25.8 118.11
48
Ada 2 jenis penghentian yang dikategorikan penghentian rutin, yaitu: 1. Waktu istirahat 2. Persiapan/pembersihan/ganti produk Pada tabel 3.27, total waktu yang digunakan untuk persiapan, pembersihan dan pergantian produk adalah 103.29 jam selama periode Januari hingga Juni 2011.
Gambar 3.24 Diagram penghentian rutin area can making jalur 1 bulan Januari hingga Juni 2011
3.4.2 Data kegagalan pasokan Berikut ini adalah detail data yang dikategorikan sebagai kegagalan pasokan. Ada 3 jenis kegagalan pasokan di FFI, yaitu kualitas material, ketidaktersediaan material dan penghentian karena berhentinya pasokan listrik. Tabel 3.28 Data kegagalan pasokan area can making jalur 1 bulan Januari hingga
Juni 2011. Kegagalan pasokan Kualitas material Ketidaktersediaan material Penghentian Jumlah
Unit jam jam jam jam
Jan Feb 0 0 0 0 0 0 0 0
Mar April Mei Juni Jumlah 0.7 2.58 0 2.9 6.2 0 0 0.4 3.8 4.18 0.7 0 0 0 0.67 1.4 2.58 0.4 6.7 11.05
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
49
Selama periode Januari hingga Juni, terdapat beberapa kegagalan pasokan, diantaranya, penghentian karena kualitas material sebesar 6,2 jam, dan ketidaktersediaan material selama 4,18 jam.
Gambar 3.25 Diagram hilangnya waktu karena kegagalan pasokan pada bulan januari hingga Juni 2011. 3.4.3 Data kerusakan Dari data penggunaan mesin, maka dapat disimpulkan bahwa kerusakan mesin merupakan bentuk kerugian yang paling berpengaruh terhadap perhitungan OEE. Untuk itu perlu diambil data mengenai detail kerusakan pada stasiun kerja, subsistem, atau komponen yang berada di area can making jalur 1: 1. Parting station : stasiun kerja parting 2. Feeder : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker yang berfungsi untuk mengantarkan double body blank menuju mesin body maker. 3. Flanger : stasiun kerja flanger 4. Transport : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker yang berfungsi mengantarkan double body blank ke tempat pengelasan. 5. Wire system : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker berfungsi sebagai unit pengelasan.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
50
6. Magazine : merupakan subsistem stasiun kerja body maker berfungsi sebagai tempat penyimpanan double body blank. 7. Welder system : merupakan subsistem dari stasiun kerja body maker berfungsi sebagai unit pengelasan. 8. Seamer : stasiun kerja seamer 9. Conveyor elevator : merupakan sebuah unit ban berjalan yang melintas vertikal dari stasiun kerja flanger menuju seamer. 10. Endfeeder : Merupakan subsistem stasiun kerja seamer, berfungsi untuk mengantarkan tutup kaleng atatu lid menuju stasiun kerja seamer. 11. Palletizer/Dealletizer : stasiun kerja palletizer dan depalletizer. 12. Masalah elektrik : kerusakan karena masalah kelistrikan. 13. Leak tester : stasiun kerja leak tester.
Tabel 3.29 Data kerusakan mesin area can making line 1 bulan Januari hingga Juni 2011
Sistem Parting station Feeder / Magazine Flanger Transpot Wire system Magazine Welder system Seamer Conveyor elevator Endfeeder Palletizer/Depalletizer Masalah elektrik Leak tester Total
Data kerusakan Januari-Juni 2011 Unit Jan Feb Mar April jam 5.72 17.8 32.2 39.43 jam 3.9 8.7 10 7.65 jam 5.73 6.95 1.68 2.1 jam 8.58 29.15 29.6 18.93 jam 4.7 6.92 5.42 4.82 jam 0 0 0 1.03 jam 5.27 14.9 12.7 18.45 jam 6.52 9.38 3.6 15.85 jam 4.9 3.7 2.12 4.6 jam 0.25 0.43 1 1.62 jam 6.93 17.75 14.9 18.02 jam 0.28 12.17 0.55 4 jam 6 2.58 1.17 12.17 jam 58.8 130.4 115 148.7
Mei 16.67 3.33 8.12 23.45 1.78 2.35 11.47 6.73 3.15 0.47 20.97 5.82 4.68 109
Juni 21.3 1.6 4.62 18.73 15 1.13 12.97 4.57 5.38 1.53 21.43 2.02 3.47 113.8
Total 133.1 35.21 29.2 128.4 38.64 4.51 75.79 46.65 23.85 5.3 100 24.84 30.07 675.6
Dari data diatas, stasiun kerja parting paling sering mengalami kerusakan, yaitu sebesar 133,12 jam, diikuti subsistem transport sebesar 128,42 dan mesin palletizer sebesar 100,02 jam. Data kerusakan ini sangat penting untuk memfokuskan area kritis perbaikan.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
51
Gambar 3.26 Diagram kerusakan area can making jalur 1 bulan Januari hingga Juni 2011.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
BAB 4 PENGOLAHAN DATA
4.1 Perhitungan OEE Dari data Ketersediaan (A), kinerja (P), dan kualitas (Q) yang ada pada bab 3, nilai Overall Equipment Effectiveness dapat diperoleh. OEE merupakan hasil perkalian dari ketiga faktor tersebut. OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q) Namun sebelumnya masing masing faktor akan dihitung terlebih dahulu sebelum nilai OEE didapatkan.
4.1.1 Perhitungan OEE tahun 2009 Untuk melihat gambaran umum kondisi peralatan pada area can making line 1, maka perlu dilakukan perhitungan OEE 2 tahun terakhir, yaitu tahun 2009 dan 2010. 4.1.1.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A) Tabel 4.1 dan 4.2 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan. Waktu operasi = Lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas yang direncanakan mengganggu produksi (misalnya kegiatan pemeliharaan yang direncanakan. Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran, pembersihan, dan istirahat makan. Kegagalan
pasokan:
Penghentian
yang
tidak
diharapkan
karena
kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga, penghentian pada mesin lainya. Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan, pemeliharaan korektif dan kesalahan operator. Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan. Ketersediaan (A): Waktu pemuatan / Waktu operasi
52 Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
53
Tabel 4.1 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Januari-Juni 2009 Deskripsi
Unit
2009 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Waktu operasi
jam
233.92
367.12
301.52
391.8
538.38
468.5
Penghentian rutin
jam
1
4.28
5.38
7.75
10.23
12.87
Kegagalan pasokan
jam
0
5
10
0
8.67
1.25
Kerusakan
jam
82.75
96.32
80.48
102.02
162.95
129.37
Waktu pemuatan
jam
150.17
261.52
205.66
282.03
356.53
325.01
0.642
0.712
0.682
0.720
0.662
0.694
Ketersediaan (A)
Tabel 4.2 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Juli-Desember 2009 Deskripsi
Unit
2009 Juli
Sept
Okt
Nov
692.68
506.08
528.92
526.68
349.7
18.97
18.53
32.52
18.37
14.42
12.58
2.83
17.77
4.5
0.28
0
5.5
jam
195.88
187.55
128.08
123.68
142.47
77.35
jam
409.45
468.83
340.98
386.59
369.79
254.27
0.653
0.677
0.674
0.731
0.702
0.727
Waktu operasi
jam
627.13
Penghentian rutin
jam
Kegagalan pasokan
jam
Kerusakan Waktu pemuatan Ketersediaan (A)
Agus
Des
Pada tabel 4.1 diatas, waktu operasi di bulan Januari sebesar 233.92 jam, maka waktu pemuatan adalah waktu operasi dikurangi 1 jam penghentian rutin, 0 jam kegagalan pasokan, dan 82.75 jam kerusakan. Sehingga didapatkan waktu pemuatan sebesar 150.17 jam. Kemudian tingkat ketersediaan (A) merupakan hasil bagi antara waktu pemuatan dengan waktu operasi, hasilnya adalah 0.642
Gambar 4.1 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2009
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
54
Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa tingkat ketersediaan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 0.731 sedangkan yang terendah ada di bulan Januari, yaitu 0.642. 4.1.1.2Perhitungan faktor kinerja (P) Tabel 4.3 dan 4.4 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja tahun 2009. Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan. (didapatkan dari perhitungan ketersediaan) Penghentian minor: Penghentian yang disebabkan oleh kemacetan pada jalur kaleng Waktu operasi bersih: Waktu pemuatan – penghentian minor Kinerja (P): Waktu operasi bersih / waktu pemuatan
Tabel 4.3 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2009 Deskripsi
Unit
2009 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Waktu pemuatan
jam
150.17
261.52
205.66
282.03
356.53
325.01
Penghentian minor
jam
7.38
13.73
9.11
9.12
6.92
6.53
Waktu operasi bersih jam
142.79
247.79
196.55
272.91
349.61
318.48
0.951
0.947
0.956
0.968
0.981
0.980
Kinerja (P)
Tabel 4.4 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Agustus 2009 Deskripsi
Unit
2009 Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Waktu pemuatan
jam
409.45
468.83
340.98
386.59
369.79
254.27
Penghentian minor
jam
12.41
13.12
8.9
0.75
0.4
0.3
Waktu operasi bersih jam
397.04
455.71
332.08
385.84
369.39
253.97
0.970
0.972
0.974
0.998
0.999
0.999
Kinerja (P)
Pada tabel 4.3 diatas, waktu pemuatan di bulan Januari sebesar 150.17 jam, maka waktu operasi bersih adalah waktu pemuatan dikurangi 7.38 jam penghentian minor. Sehingga didapatkan waktu operasi bersih sebesar 142.79 jam. Kemudian tingkat kinerja (P) merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih dengan waktu pemuatan, hasilnya adalah 0.951
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
55
Gambar 4.2 Diagram tingkat kinerja tahun 2009 Dari tabel 4.3 dan 4.4 diatas juga dapat dilihat bahwa tingkat kinerja tertinggi terjadi di bulan November dan Desember sebesar 0.999 sedangkan yang terendah ada di bulan Januari, yaitu 0.951.
4.1.1.3 Perhitungan faktor kualitas (Q) Tabel 4.5 dan 4.6 merupakan tabel perhitungan nilai kualitas tahun 2009 Waktu operasi bersih: waktu pemuatan - penghentian minor (perhitungan tingkat kinerja) Waktu produk cacat: Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk cacat. Waktu operasi yang berharga : Waktu operasi bersih – waktu produk cacat (waktu operasi murni setelah dikurangi segala bentuk kerugian pada peralatan) Kualitas (Q): Waktu operasi yang berharga / waktu operasi bersih
Tabel 4.5 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2009 Deskripsi
Unit
2009 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Waktu operasi bersih
jam
142.79
247.79
196.55
272.91
349.61
318.48
Waktu produk cacat
jam
0.66
1.27
0.92
1.42
1.65
1.41
Waktu operasi yang berharga jam
142.13
246.52
195.63
271.49
347.96
317.07
0.995
0.995
0.995
0.995
0.995
0.996
Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
56
Tabel 4.6 Perhitungan nilai kualitas bulan juli-Desember 2009 Deskripsi
Unit
2010 Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Waktu operasi bersih
jam
432.49
439.41
392
413.05
335.56
342.82
Waktu produk cacat
jam
3.23
3.15
2.83
2.87
2.39
2.4
Waktu operasi yang berharga jam
429.26
436.26
389.17
410.18
333.17
340.42
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
Kualitas (Q)
Gambar 4.3 Diagram nilai kualitas tahun 2009
Pada tabel 4.5 diatas, waktu operasi bersih di bulan Januari sebesar 142.79 jam, maka waktu operasi yang berharga adalah waktu operasi bersih dikurangi 0.66 jam waktu produk cacat. Sehingga didapatkan waktu operasi yang berharga sebesar 142.13 jam. Kemudian tingkat kualitas (Q) merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga dengan waktu operasi bersih, hasilnya adalah 0.995. Rentang nilai kualitas sepanjang tahun 2009 adalah 0.993 hingga 0.996.
4.1.1.4 Nilai OEE Tabel 4.7 dan 4.8 merupakan tabel perhitungan nilai OEE di tahun 2009.
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
57
Tabel 4.7 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2009 2009
Deskripsi
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Ketersediaan (A)
0.642
0.712
0.682
0.720
0.662
0.694
Kinerja (P)
0.951
0.947
0.956
0.968
0.981
0.980
Kualitas (Q)
0.995
0.995
0.995
0.995
0.995
0.996
OEE = A x P x Q
0.608
0.671
0.649
0.693
0.646
0.677
Tabel 4.8 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2009 Deskripsi
2009 Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Ketersediaan (A)
0.653
0.677
0.674
0.731
0.702
0.727
Kinerja (P)
0.970
0.972
0.974
0.998
0.999
0.999
Kualitas (Q)
0.995
0.995
0.995
0.995
0.996
0.995
OEE = A x P x Q
0.630
0.655
0.653
0.726
0.698
0.723
Nilai OEE di bulan Januari sebesar 0.608 merupakan hasil perkalian dari ketersediaan (0.642), kinerja (0.951), dan kualitas (0.995). Rentang nilai OEE di tahun 2009 adalah 0.608 hingga 0.726.
Gambar 4.4 Diagram nilai OEE tahun 2009
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
58
4.1.2 Perhitungan OEE tahun 2010 4.1.2.1 Perhitungan faktor ketersediaan (A) Tabel 4.9 merupakan tabel perhitungan tingkat ketersediaan peralatan di area can making line 1 pada tahun 2010. Sama seperti perhitungan di tahun 2009, waktu pemuatan sebesar 480.97 pada bulan Januari merupakan hasil dari waktu operasi (640.75 jam) dikurangi penghentian rutin (17.2 jam), kegagalan pasokan (18.28 jam), dan kerusakan (124.3 jam)
Tabel 4.9 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2010 Deskripsi
2010
Unit
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
640.75
502.57
562.58
449.22
243.2
633.6
Waktu operasi
jam
Penghentian rutin
jam
17.2
17.98
22.95
16.68
8.27
56.82
Kegagalan pasokan
jam
18.28
3.5
3.58
7.48
1
1.15
Kerusakan
jam
124.3
104.18
86.87
70.58
51.58
224.88
Waktu pemuatan
jam
480.97
376.91
449.18
354.48
182.35
350.75
0.751
0.750
0.798
0.789
0.750
0.554
Ketersediaan (A)
Tabel 4.10 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Juli-Desember 2010 Deskripsi
Unit
2010 Okt
Nov
Des
Waktu operasi
jam
708.38
646.33
558.4
569.37
488.78
481.65
Penghentian rutin
jam
28.23
25.12
18.65
21.57
10.63
17.55
Kegagalan pasokan
jam
4.7
4.82
0
3.97
8.72
0
Kerusakan
jam
242.9
176.92
147.57
130.7
133.33
121.12
Waktu pemuatan
jam
432.55
439.47
392.18
413.13
336.1
342.98
0.611
0.680
0.702
0.726
0.688
0.712
Ketersediaan (A)
Juli
Agus
Sept
Rentang nilai tingkat ketersediaan adalah sebesar 0.554 di bulan Juni hingga 0.798 di bulan Maret.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
59
Gambar 4.5 Diagram tingkat ketersediaan tahun 2010
4.1.2.2 Perhitungan faktor kinerja (P) Tabel 4.11 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja peralatan di area can making line 1 pada tahun 2010. Pada bulan Januari waktu operasi bersih sebesar 480.57 merupakan hasil dari waktu pemuatan sebesar 480.97 jam dikurangi penghentian minor sebesar 0.4 jam.
Tabel 4.11 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2010 Deskripsi
2010
Unit
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Waktu pemuatan
jam
480.97
376.91
449.18
354.48
182.35
350.75
Penghentian minor
jam
0.4
0.06
0.14
0.17
0.06
0.23
Waktu operasi bersih jam
480.57
376.85
449.04
354.31
182.29
350.52
0.999
1.000
1.000
1.000
1.000
0.999
Kinerja (P)
Tabel 4.12 Perhitungan tingkat kinerja bulan Juli-Desember 2010 Deskripsi
Unit
2010 Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Waktu pemuatan
jam
432.55
439.47
392.18
413.13
336.1
Penghentian minor
jam
0.06
0.06
0.18
0.08
0.54
0.16
Waktu operasi bersih
jam
432.49
439.41
392
413.05
335.56
342.82
1.000
1.000
1.000
1.000
0.998
1.000
Kinerja (P)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
342.98
60
Dari tabel 4.11 dan 4.12 diatas rentang nilai kinerja adalah 0.998 hingga 1. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja peralatan di area can making line 1 cukup baik.
Gambar 4.6 Diagram tingkat kinerja tahun 2010
4.1.2.3 Perhitungan faktor kualitas (Q) Tabel 4.13 dan 4.14 merupakan tabel perhitungan tingkat kualitas peralatan di area can making line 1 pada tahun 2010. Pada bulan Januari waktu operasi yang berharga sebesar 478.26 merupakan hasil dari waktu operasi bersih sebesar 480.57 jam dikurangi waktu produk cacat sebesar 2.31 jam.
Tabel 4.13 Perhitungan nilai kualitas bulan Januari-Juni 2010 Deskripsi
Unit
2010 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
480.57
376.85
449.04
354.31
182.29
350.52
Waktu operasi bersih
jam
Waktu produk cacat
jam
2.31
1.75
1.86
1.68
0.94
2.66
Waktu operasi yang berharga jam
478.26
375.1
447.18
352.63
181.35
347.86
0.995
0.995
0.996
0.995
0.995
0.992
Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
61
Tabel 4.14 Perhitungan nilai kualitas bulan Juli-Desember 2010 Deskripsi
Unit
2010 Juli
439.41
Sept 392
Okt
Nov
Des
413.05
335.56
342.82
Waktu operasi bersih
jam
Waktu produk cacat
jam
3.23
3.15
2.83
2.87
2.39
2.4
Waktu operasi yang berharga jam
429.26
436.26
389.17
410.18
333.17
340.42
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
Kualitas (Q)
432.49
Agus
Dari tabel 4.13 dan 4.14 diatas rentang nilai kualitas adalah 0.992 hingga 0.996. Nilai kualitas yang mendekati 1 menunjukkan tingkat kualitas area can making line 1 cukup baik.
Gambar 4.7 Diagram nilai kualitas tahun 2010
4.1.2.4 Nilai OEE Tabel 4.15 dan 4.16 merupakan tabel perhitungan nilai OEE di tahun 2010. Perhitungan OEE merupakan perkalian dari faktor ketersediaan, kinerja, dan kualitas.
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
62
Tabel 4.15 Nilai OEE bulan Januari-Juni 2010 2010
Deskripsi
Jan
Ketersediaan (A)
0.751
Feb 0.750
Mar
Apr
0.798
Mei
0.789
0.750
Jun 0.554
Kinerja (P)
0.999
1.000
1.000
1.000
1.000
0.999
Kualitas (Q)
0.995
0.995
0.996
0.995
0.995
0.992
OEE = A x P x Q
0.746
0.746
0.795
0.785
0.746
0.549
Tabel 4.16 Nilai OEE bulan Juli-Desember 2010 Deskripsi
2010 Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Ketersediaan (A)
0.611
0.680
0.702
0.726
0.688
0.712
Kinerja (P)
1.000
1.000
1.000
1.000
0.998
1.000
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
OEE = A x P x Q
0.606
0.675
0.697
0.720
0.682
0.707
Pada tabel 4.15 diatas, nilai OEE sebesar 0.746 di bulan januari 2010 merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.751), kinerja (0.999), dan kualitas (0.995). Rentang nilai OEE di tahun tersebut dimulai dari 0.549 hingga 0.795.
Gambar 4.8 Diagram nilai OEE tahun 2010
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
63
4.1.3 Perhitungan OEE tahun 2011 Perhitungan OEE di tahun 2011 akan mengambil data di bulan Januari hingga Juni. Perhitungan tersebut nantinya akan dijadikan dasar dalam mencari penyebab dan akar masalah sehingga dapat memberikan usulan perbaikan yang tepat.
4.1.3.1 Perhitungan OEE bulan Januari 2011 1. Perhitungan faktor ketersediaan (A) Tabel 4.17 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada Januari 2011. Beberapa deskripsi dalam tabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Waktu operasi = Lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas yang direncanakan mengganggu produksi (misalnya kegiatan pemeliharaan yang direncanakan. Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran, pembersihan, dan istirahat makan. Kegagalan
pasokan:
Penghentian
yang
tidak
diharapkan
karena
kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga, penghentian pada mesin lainya. Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan, pemeliharaan korektif dan kesalahan operator. Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan. Ketersediaan (A): Waktu pemuatan / Waktu operasi Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 38.26 jam di minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi (52.53 jam) dikurangi penghentian rutin (2.2 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (12.07 jam). Maka nilai ketersediaan (A) merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (38.26 jam) dengan waktu operasi (52.53 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan januari adalah 0.69.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
64
Tabel 4.17 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu operasi
jam
52.53
79.88
16
62.93
20.93
232.3
Penghentian rutin
jam
2.2
1.78
0.85
5.32
2
12.15
Kegagalan pasokan
jam
0
0
0
0
0
0
Kerusakan
jam
12.07
22.12
3.42
15.42
5.77
58.8
Waktu pemuatan
jam
38.26
55.98
11.73
42.19
13.16
161.3
0.73
0.70
0.73
0.67
0.63
0.69
Ketersediaan (A)
Gambar 4.9 Diagram tingkat ketersediaan bulan Januari 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P) Tabel 4.18 merupakan perhitungan tingkat kinerja bulan januari 2011.. Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan. (didapatkan dari perhitungan ketersediaan) Penghentian minor: Penghentian yang disebabkan oleh kemacetan pada jaulur kaleng Waktu operasi bersih: Waktu pemuatan – penghentian minor Kinerja (P): Waktu operasi bersih / waktu pemuatan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
65
Tabel 4.18 Perhitungan faktor kinerja bulan januari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu pemuatan
jam
38.26
55.98
11.73
42.19
13.16
161.32
Penghentian minor
jam
0.04
0.04
0.01
0.01
0.04
0.14
Waktu operasi bersih
jam
38.22
55.94
11.72
42.19
13.13
161.2
0.999
0.999
0.999
1.000
0.998
0.999
Kinerja (P)
Pada tabel 4.18 diatas , waktu operasi bersih sebesar 0.999 di bulan minggu pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (38.26 jam) dikurangi penghentian minor (0.04 jam). Maka kinerja (P) merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (38.22 jam) dengan waktu pemuatan (38.26 jam). Nilai rata-rata tingkat kinerja di bulan Januari 2011 adalah 0.999.
Gambar 4.10 Diagram tingkat kinerja bulan januari 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q) Tabel 4.19 merupakan tabel perhitungan nilai kualitas bulan Januari 2011. Beberapa deskripsi yang ada pada tabel dijelaskan sebagai berikut: Waktu operasi bersih: waktu pemuatan - penghentian minor (perhitungan tingkat kinerja) Waktu produk cacat: Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk cacat. Waktu operasi yang berharga : Waktu operasi bersih – waktu produk cacat (waktu operasi murni setelah dikurangi segala bentuk kerugian pada peralatan) Kualitas (Q): Waktu operasi yang berharga / waktu operasi bersih
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
66
Tabel 4.19 Perhitungan faktor kualitas bulan januari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu operasi bersih
jam
161.2
Waktu produk cacat
38.22
55.94
11.72
42.19
13.13
jam
0.26
0.39
0.08
0.27
0.09
1.09
Waktu operasi yang berharga jam
37.96
55.55
11.64
41.92
13.04
160.11
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.994
0.993
0.993
Pada tabel 4.19, waktu operasi yang berharga sebesar 37.96 jam pada minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi bersih (38.22 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (0.26 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (37.96 jam) dengan waktu operasi bersih (38.22 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan januari 2011 adalah 0.993.
Gambar 4.11 Diagram nilai kualitas bulan Januari 2011 4. Nilai OEE Tabel 4.20 merupakan tabel perhitungan nilai OEE di bulan Januari 2011. Perhitungan OEE merupakan perkalian dari faktor ketersediaan, kinerja, dan kualitas.
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q)
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
67
Tabel 4.20 Perhitungan OEE bulan Januari 2011 Deskripsi
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4 Minggu 5
Rata-rata
Ketersediaan (A)
0.728
0.701
0.733
0.670
0.629
0.692
Kinerja (P)
0.999
0.999
0.999
1.000
0.998
0.999
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.994
0.993
0.993
OEE
0.723
0.695
0.728
0.666
0.623
0.687
Pada tabel 4.20 nilai OEE 0.723 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.728), kinerja (0.999), dan kualitas (0.993). Nilai rata-rata OEE untuk bulan januari adalah 0.687.
Gambar 4.12 Diagram nilai OEE bulan Januari 2011
4.1.3.2 Perhitungan OEE bulan Februari 2011 1. Perhitungan faktor ketersediaan (A) Tabel 4.21 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada bulan Februari 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 61.2 jam di minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi (88.15 jam) dikurangi penghentian rutin (4.9 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (22.05 jam). Maka nilai ketersediaan (A) merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (61.2 jam) dengan waktu operasi (88.15 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan Februari adalah 0.67.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
68
Tabel 4.21 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Februari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu operasi
jam
88.15
127.72
126.83
117.65
18.8
479.15
Penghentian rutin
jam
4.9
11.28
5.83
5.45
0.63
28.09
Kegagalan pasokan
jam
0
0
0
0
0
0
Kerusakan
jam
22.05
37.2
31.38
35.58
4.22
130.43
Waktu pemuatan
jam
61.2
79.24
89.62
76.62
13.95
320.63
0.69
0.62
0.71
0.65
0.74
0.67
Ketersediaan (A)
Total
Gambar 4.13 Diagram tingkat ketersediaan bulan Februari 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P) Tabel 4.22 merupakan tabel perhitungan tingkat ketersediaan di bulan Februari 2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 61.19 jam pada minggu pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (61.2 jam) dikurangi penghentian minor (0.01 jam). Maka tingkat kinerja senilai 1.000 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (61.19 jam) dengan waktu pemuatan (61.2 jam). Nilai ratarata tingkat kinerja di bulan Februari 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.22 Perhitungan faktor kinerja bulan Februari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu pemuatan
jam
Penghentian minor
61.2
79.24
89.62
76.62
13.95
Total 320.63
jam
0.01
0.01
0.01
0.17
0.01
0.21
Waktu operasi bersih jam
61.19
79.23
89.61
76.45
13.94
320.42
Kinerja (P)
1.000
1.000
1.000
0.998
0.999
0.999
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
69
Gambar 4.14 Diagram tingkat kinerja bulan Februari 2011 3. Perhitungan faktor kualitas (Q) Pada tabel 4.23, waktu operasi yang berharga sebesar 60.77 jam pada minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi bersih (61.19 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (0.42 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (60.77 jam) dengan waktu operasi bersih (61.19 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Februari 2011 adalah 0.993.
Tabel 4.23 Perhitungan faktor kualitas bulan Februari 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu operasi bersih
jam
61.19
79.23
89.61
76.45
13.94
320.42
Waktu produk cacat
jam
0.42
0.57
0.64
0.56
0.07
2.26
Waktu operasi yang berharga jam
60.77
78.66
88.97
75.89
13.87
318.16
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.993
0.995
0.993
Gambar 4.15 Diagram nilai kualitas bulan Februari 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
70
4. Nilai OEE Tabel 4.24 Perhingan OEE bulan Februari 2011 Deskripsi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Rata-rata
Ketersediaan (A)
0.694
0.620
0.707
0.651
0.742
0.683
Kinerja (P)
1.000
1.000
1.000
0.998
0.999
0.999
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.993
0.995
0.993
OEE
0.689
0.616
0.701
0.645
0.738
0.678
Pada tabel 4.24 nilai OEE 0.689 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.694), kinerja (1.000), dan kualitas (0.993). Nilai rata-rata OEE untuk bulan Februari adalah 0.678.
Gambar 4.16 Diagram nilai OEE bulan Februari 2011
4.1.3.3 Perhitungan OEE bulan Maret 1. Perhitungan faktor ketersediaan (A) Tabel 4.25 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada bulan Maret 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 73.3 jam di minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi (113.8 jam) dikurangi penghentian rutin (4.7 jam), kegagalan pasokan (0.42 jam), dan kerusakan (35.38 jam). Maka nilai ketersediaan (A) merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (73.3 jam) dengan waktu operasi (113.8 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan Maret adalah 0.67.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
71
Tabel 4.25 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Maret 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu operasi
jam
113.8
124.17
103.92
80.17
-
422.06
Penghentian rutin
jam
4.7
4.28
4.27
2.33
-
15.58
Kegagalan pasokan
jam
0.42
0.67
0.28
0
-
1.37
Kerusakan
jam
35.38
34.08
33.07
12.47
-
115
Waktu pemuatan
jam
73.3
85.14
66.3
65.37
-
290.11
0.64
0.69
0.64
0.82
-
0.69
Ketersediaan (A)
Total
Gambar 4.17 Diagram tingkat ketersediaan bulan Maret 2011 2. Perhitungan faktor kinerja (P) Tabel 4.26 merupakan tabel perhitungan tingkat ketersediaan di bulan Maret 2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 73.25 jam pada minggu pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (73.3 jam) dikurangi penghentian minor (0.05 jam). Maka tingkat kinerja senilai 0.999 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (73.25 jam) dengan waktu pemuatan (73.3 jam). Nilai ratarata tingkat kinerja di bulan Maret 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.26 Perhitungan tingkat kinerja bulan Maret 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu pemuatan
jam
73.3
85.14
66.3
65.37
-
290.11
Penghentian minor
jam
0.05
0.11
0.02
0.08
-
0.26
Waktu operasi bersih jam
73.25
85.03
66.28
65.29
-
289.85
Kinerja (P)
0.999
0.999
1.000
0.999
-
0.999
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Total
72
Gambar 4.18 Diagram tingkat kinerja bulan Maret 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q)
Pada tabel 4.27, waktu operasi yang berharga sebesar 72.79 jam pada minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi bersih (73.25 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (0.46 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.994 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (72.79 jam) dengan waktu operasi bersih (73.25 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Maret 2011 adalah 0.993.
Tabel 4.27 Perhitungan tingkat kualitas bulan Maret 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu operasi bersih
jam
73.25
85.03
66.28
65.29
-
289.85
Waktu produk cacat
jam
0.46
0.56
0.47
0.46
-
1.95
Waktu operasi yang berharga jam
72.79
84.47
65.81
64.83
-
287.9
Kualitas (Q)
0.994
0.993
0.993
0.993
-
0.993
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
73
Gambar 4.19 Diagram nilai Kualitas bulan Maret 2011
4. Nilai OEE Tabel 4.28 Perhitungan nilai OEE bulan Maret 2011 Deskripsi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Rata-rata
Ketersediaan (A)
0.644
0.686
0.638
0.815
-
0.696
Kinerja (P)
0.999
0.999
1.000
0.999
-
0.999
Kualitas (Q)
0.994
0.993
0.993
0.993
-
0.993
OEE
0.640
0.680
0.633
0.809
-
0.690
Pada tabel 4.28 nilai OEE 0.640 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.644), kinerja (0.999), dan kualitas (0.994). Nilai rata-rata OEE untuk bulan Maret adalah 0.640.
Gambar 4.20 Diagram nilai OEE bulan Maret.2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
74
4.1.3.4 Perhitungan OEE bulan April 2011 1. Perhitungan tingkat ketersediaan (A) Tabel 4.29 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada bulan April 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 90.32 jam di minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi (140.47 jam) dikurangi penghentian rutin (4 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (46.15 jam). Maka nilai ketersediaan 0.64 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (90.32 jam) dengan waktu operasi (140.47 jam).Rata-rata nilai ketersediaan di bulan April adalah 0.63. Tabel 4.29 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan April 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu operasi
jam
-
140.47
109.93
91.62
Penghentian rutin
jam
-
4
4.2
2.52
4.55
15.27
Kegagalan pasokan
jam
-
0
0
2
0.58
2.58
Kerusakan
jam
-
46.15
43.62
25.18
33.72 148.67
Waktu pemuatan
jam
-
90.32
62.11
61.92
66.87 281.22
-
0.64
0.56
0.68
Ketersediaan (A)
Total
105.72 447.74
0.63
0.63
Gambar 4.21 Diagram tingkat ketersediaan bulan April 2011
2. Perhitungan tingkat kinerja (P) Tabel 4.30 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja di bulan April 2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 90.26 jam pada minggu kedua merupakan hasil dari waktu pemuatan (90.32 jam) dikurangi penghentian minor (0.06 jam). Maka tingkat kinerja senilai 0.999 merupakan hasil bagi antara waktu
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
75
operasi bersih (90.26 jam) dengan waktu pemuatan (90.32 jam). Nilai rata-rata tingkat kinerja di bulan April 2011 adalah 1.000.
Tabel 4.30 Perhitungan tingkat kinerja bulan April 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu pemuatan
jam
-
Penghentian minor
90.32
62.11
61.92
Total
66.87 281.22
jam
-
0.06
0.03
0.03
Waktu operasi bersih jam
-
90.26
62.08
61.89
66.86 281.09
0.01
0.13
Kinerja (P)
-
0.999
1.000
1.000
1.000
1.000
Gambar 4.22 Diagram tingkat kinerja bulan April 2011
3. Perhitungan tingkat kualitas (Q)
Pada tabel 4.31, waktu operasi yang berharga sebesar 89.68 jam pada minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi bersih (90.26 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (0.58 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.994 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (89.68 jam) dengan waktu operasi bersih (90.26 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan April 2011 adalah 0.993.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
76
Tabel 4.31 Perhitungan tingkat kualitas bulan April 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu operasi bersih
jam
-
90.26
62.08
61.89
Waktu produk cacat
jam
-
0.58
0.41
0.44
66.86 281.09 0.46
1.89
Waktu operasi yang berharga jam
-
89.68
61.67
61.45
66.4
279.2
Kualitas (Q)
-
0.994
0.993
0.993
0.993
0.993
Gambar 4.23 Diagram nilai kualitas bulan April 2011 4. Nilai OEE
Tabel 4.32 Perhitungan OEE bulan April 2011 Deskripsi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Rata-rata
Ketersediaan (A)
-
0.643
0.565
0.676
0.633
0.629
Kinerja (P)
-
0.999
1.000
1.000
1.000
1.000
Kualitas (Q)
-
0.994
0.993
0.993
0.993
0.993
OEE
-
0.638
0.561
0.671
0.628
0.625
Pada tabel 4.32 nilai OEE 0.638 pada minggu kedua merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.643), kinerja (0.999), dan kualitas (0.994). Nilai rata-rata OEE untuk bulan April adalah 0.625.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
77
Gambar 4.24 Diagram nilai OEE bulan April 2011
4.1.3.5 Perhitungan OEE bulan Mei 2011 1. Perhitungan tingkat ketersediaan (A) Tabel 4.33 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada bulan Mei 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 82.29 jam di minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi (119.67 jam) dikurangi penghentian rutin (5.83 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (31.55 jam). Maka nilai ketersediaan 0.69 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (82.29 jam) dengan waktu operasi (119.67 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan Mei adalah 0.68.
Tabel 4.33 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan Mei 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu operasi
jam
-
119.67
119.5
Penghentian rutin
jam
-
5.83
Kegagalan pasokan
jam
-
0
Kerusakan
jam
-
Waktu pemuatan
jam
Ketersediaan (A)
Total
102.55
71.1
412.82
6.47
4.98
3.95
21.23
0
0.43
0
0.43
31.55
38.95
21.72
16.77
108.99
-
82.29
74.08
75.42
50.38
282.17
-
0.69
0.62
0.74
0.71
0.68
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
78
Gambar 4.25 Diagram tingkat ketersediaan bulan Mei 2011
2. Perhitungan tingkat kinerja (P) Tabel 4.34 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja di bulan Mei 2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 82.28 jam pada minggu kedua merupakan hasil dari waktu pemuatan (82.29 jam) dikurangi penghentian minor (0.01 jam). Maka tingkat kinerja senilai 1 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (82.28 jam) dengan waktu pemuatan (82.29 jam). Nilai rata-rata tingkat kinerja di bulan Mei 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.34 Perhitungan tingkat kinerja bulan Mei 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu pemuatan
jam
-
82.29
74.08
75.42
50.38
282.17
Penghentian minor
jam
-
0.01
0.11
0.02
0.02
0.16
Waktu operasi bersih jam
-
82.28
73.97
75.4
50.36
282.01
Kinerja (P)
-
1.000
0.999
1.000
1.000
0.999
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Total
79
Gambar 4.26 Diagram tingkat kinerja bulan Mei 2011 3. Perhitungan tingkat kualitas (Q) Pada tabel 4.35, waktu operasi yang berharga sebesar 81.7 jam pada minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi bersih (82.28 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (0.58 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993 merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga (81.7 jam) dengan waktu operasi bersih (82.28 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Mei 2011 adalah 0.993.
Tabel 4.35 Perhitungan tingkat kualitas bulan Mei 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Total
Waktu operasi bersih
jam
-
82.28
73.97
75.4
50.36
282.01
Waktu produk cacat
jam
-
0.58
0.5
0.53
0.35
1.96
Waktu operasi yang berharga jam
-
81.7
73.47
74.87
50.01
280.05
Kualitas (Q)
-
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
Gambar 4.27 Diagram nilai kualitas bulan Mei 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
80
4. Nilai OEE
Tabel 4.36 Perhitungan OEE bulan Mei 2011 Deskripsi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Rata-rata
Ketersediaan (A)
-
0.688
0.620
0.735
0.709
0.688
Kinerja (P)
-
1.000
0.999
1.000
1.000
0.999
Kualitas (Q)
-
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
OEE
-
0.683
0.615
0.730
0.703
0.683
Pada tabel 4.36 nilai OEE 0.683 pada minggu kedua merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.688), kinerja (1.000), dan kualitas (0.993). Nilai rata-rata OEE untuk bulan Mei adalah 0.683.
Gambar 4.28 Nilai OEE bulan Mei 2011
Dari tabel perhitungan OEE (tabel 4.10) dapat disimpulkan bahwa faktor ketersediaan menjadi faktor yang paling mempengaruhi nilai OEE. Nilai rata-rata OEE bulan Mei adalah 69 %. Nilai OEE tertinggi terjadi di minggu ke 4 sebesar 74 %, sedangkan nilai OEE terendah terjadi di minggu ke-3 sebesar 62 %
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
81
4.1.3.6 Perhitungan OEE bulan Juni 2011 1. Perhitungan faktor ketersediaan Tabel 4.37 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan pada bulan Juni 2011. Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 6.54 jam di minggu pertama merupakan hasil dari waktu operasi (10.37 jam) dikurangi penghentian rutin (2.33 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (1.5 jam). Maka nilai ketersediaan 0.63 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (6.54 jam) dengan waktu operasi (10.37 jam).Rata-rata nilai ketersedian di bulan Juni adalah 0.73.
Tabel 4.37 Perhitungan tingkat ketersediaan bulan juni 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu operasi
jam
10.37
137.63
149.8
146.52
Penghentian rutin
jam
2.33
6.53
6.57
7.08
Kegagalan pasokan
jam
0
0
0
6.12
Kerusakan
jam
1.5
40
34.95
22.62
14.68 113.75
Waktu pemuatan
jam
6.54
91.1
108.28
110.7
69.67 386.29
0.63
0.66
0.72
0.76
Ketersediaan (A)
88.15 532.47 3.25
25.76
0.55
6.67
0.79
Gambar 4.29 Diagram tingkat ketersediaan bulan Juni 2011
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Total
0.73
82
2. Perhitungan faktor kineerja (P) Tabel 4.38 merupakan tabel perhitungan tingkat kinerja di bulan Juni 2011. Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 6.53 jam pada minggu pertama merupakan hasil dari waktu pemuatan (6.54 jam) dikurangi penghentian minor (0.01 jam). Maka tingkat kinerja senilai 0.998 merupakan hasil bagi antara waktu operasi bersih (6.53 jam) dengan waktu pemuatan (6.54 jam). Nilai rata-rata tingkat kinerja di bulan Juni 2011 adalah 1.000.
Tabel 4.38 Perhitungan faktor kinerja bulan Juni 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu pemuatan
jam
6.54
91.1
108.28
110.7
Penghentian minor
jam
0.01
0.02
0.03
0.01
Waktu operasi bersih jam
6.53
91.08
108.25
110.69
0.998
1.000
1.000
1.000
Kinerja (P)
Total
69.67 386.29 0
0.07
69.67 386.22 1.000
1.000
Gambar 4.30 Diagram tingkat kinerja bulan Juni 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q) Pada tabel 4.39, waktu operasi yang berharga sebesar 90.46 jam pada minggu kedua merupakan hasil dari waktu operasi bersih (91.08 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (0.62 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993 merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga (90.46 jam) dengan waktu operasi bersih (91.08 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan Juni 2011 adalah 0.993.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
83
Tabel 4.39 Perhitungan faktor kualitas bulan Juni 2011 Deskripsi
Unit Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Waktu operasi bersih
jam
6.53
91.08
108.25
110.69
Waktu produk cacat
jam
0
0.62
0.78
0.82
Waktu operasi yang berharga jam
6.53
90.46
107.47
109.87
1.000
0.993
0.993
0.993
Kualitas (Q)
Total
69.67 386.22 0.51
2.73
69.16 383.49 0.993
0.993
Gambar 4.31 Diagram nilai kualitas bulan Juni 2011
4. Nilai OEE
Tabel 4.40 Perhitungan nilai OEE bulan Juni 2011 Deskripsi
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Rata-rata
Ketersediaan (A)
0.631
0.662
0.723
0.756
0.790
0.712
Kinerja (P)
0.998
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Kualitas (Q)
1.000
0.993
0.993
0.993
0.993
0.994
OEE
0.630
0.657
0.717
0.750
0.785
0.708
Pada tabel 4.40, nilai OEE 0.630 pada minggu pertama merupakan hasil perkalian ketersediaan (0.631), kinerja (0.998), dan kualitas (1.000). Nilai rata-rata OEE untuk bulan Juni adalah 0.708.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
84
Gambar 4.32 Diagram nilai OEE bulan Juni 2011
4.1.3.7 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011 1. Perhitungan faktor ketersediaan (A) Tabel 4.41 merupakan tabel perhitungan nilai ketersediaan dari peralatan bulan Januari hingga Juni 2011. Beberapa deskripsi dalam tabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Waktu operasi = Lamanya mesin beroperasi setelah dikurangi aktivitas yang direncanakan mengganggu produksi (misalnya kegiatan pemeliharaan yang direncanakan. Penghentian rutin: Penggunaan waktu untuk persiapan mesin, pertukaran, pembersihan, dan istirahat makan. Kegagalan
pasokan:
Penghentian
yang
tidak
diharapkan
karena
kekurangan material, produk, operator, kelebihan beban pada penyangga, penghentian pada mesin lainya. Kerusakan: Penghentian karena kerusakan mekanik dan kelistrikan, pemeliharaan korektif dan kesalahan operator. Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan. Ketersediaan (A): Waktu pemuatan / Waktu operasi Pada tabel tersebut, waktu pemuatan sebesar 161.32 jam di bulan Januari merupakan hasil dari waktu operasi (232.27 jam) dikurangi penghentian rutin (12.15 jam), kegagalan pasokan (0 jam), dan kerusakan (58.8 jam). Maka nilai ketersediaan 0.69 merupakan hasil pembagian antara waktu pemuatan (161.32
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
85
jam) dengan waktu operasi (232.27 jam).Rata-rata nilai ketersedian bulan Januari hingga Juni adalah 0.68. Tabel 4.41 Perhitungan faktor ketersediaan bulan Januari-Juni 2011 Deskripsi
Unit
Jan
Feb
Mar
April
Waktu operasi
jam
232.27
479.15
422.06
447.74
Penghentian rutin
jam
12.15
28.09
15.58
15.27
21.23
Kegagalan pasokan
jam
0
0
1.37
2.58
0.43
Kerusakan
jam
58.8
130.43
115
148.67
108.99 113.75 675.64
Waktu pemuatan
jam
161.32
320.63
290.11
281.22
282.17 386.29 1721.7
0.69
0.67
0.69
0.63
Ketersediaan (A)
Mei
Juni
Total
412.82 532.47 2526.5
0.68
25.76 118.08 6.67
0.73
11.05
0.68
Gambar 4.33 Diagram tingkat ketersediaan bulan januari-Juni 2011
2. Perhitungan faktor kinerja (P) Tabel 4.42 merupakan perhitungan tingkat kinerja bulan Januari hingga Juni 2011.. Waktu pemuatan: Waktu operasi dikurangi penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan. (didapatkan dari perhitungan ketersediaan) Penghentian minor: Penghentian yang disebabkan oleh kemacetan pada jaulur kaleng Waktu operasi bersih: Waktu pemuatan – penghentian minor Kinerja (P): Waktu operasi bersih / waktu pemuatan Pada tabel tersebut , waktu operasi bersih sebesar 161.18 jam di bulan Januari merupakan hasil dari waktu pemuatan (161.32 jam) dikurangi penghentian minor (0.14 jam). Maka tingkat kinerja 0.999 merupakan hasil bagi antara waktu operasi
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
86
bersih (161.18 jam) dengan waktu pemuatan (161.32 jam). Nilai rata-rata tingkat kinerja di bulan Januari hingga Juni 2011 adalah 0.999.
Tabel 4.42 Perhitungan tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011 Deskripsi
Unit
Jan
Feb
Mar
April
Waktu pemuatan
jam
161.32
320.63
290.11
281.22
Penghentian minor
jam
0.14
0.21
0.26
0.13
Waktu operasi bersih
jam
161.18
320.42
289.85
281.09
0.999
0.999
0.999
1.000
Kinerja (P)
Mei
Juni
Total
282.17 386.29 1721.7 0.16
0.07
0.97
282.01 386.22 1720.8 0.999
1.000
0.999
Gambar 4.34 Diagram tingkat kinerja bulan Januari-Juni 2011
3. Perhitungan faktor kualitas (Q) Tabel 4.19 merupakan tabel perhitungan nilai kualitas bulan Januari hingga Juni 2011. Beberapa deskripsi yang ada pada tabel dijelaskan sebagai berikut: Waktu operasi bersih: waktu pemuatan - penghentian minor (perhitungan tingkat kinerja) Waktu produk cacat: Waktu yang digunakan untuk menghasilkan produk cacat. Waktu operasi yang berharga : Waktu operasi bersih – waktu produk cacat (waktu operasi murni setelah dikurangi segala bentu kerugian pada peralatan) Kualitas (Q): Waktu operasi yang berharga / waktu operasi bersih
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
87
Pada tabel 4.43, waktu operasi yang berharga sebesar 160.1 jam pada bulan Januari merupakan hasil dari waktu operasi bersih (161.18 jam) dikurangi dengan waktu produk cacat (1.08 jam). Kemudian nilai kualitas (Q) sebesar 0.993 merupakan hasil bagi antara waktu operasi yang berharga (160.1 jam) dengan waktu operasi bersih (161.18 jam). Nilai rata-rata tingkat kualitas di bulan januari hingga Juni 2011 adalah 0.993.
Tabel 4.43 Perhitungan tingkat kualitas bulan Januari-Juni 2011 Deskripsi
Unit
Jan
Feb
Mar
April
Waktu operasi bersih
jam
161.18
320.42
289.85
281.09
Waktu produk cacat
jam
1.08
2.26
1.96
1.9
Waktu operasi yang berharga jam
160.1
318.16
287.89
279.19
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.993
Mei
Juni
Total
282.01 386.22 1720.8 1.96
2.74
11.9
280.05 383.48 1708.9 0.993
0.993
0.993
Gambar 4.35 Diagram nilai kualitas bulan Januari-Juni 2011
4. Nilai OEE Tabel 4.44 merupakan tabel perthitungan nilai OEE di bulan januari hingga Juni 2011. Nilai OEE merupakan hasil perkalian dari faktor ketersediaan, faktor kinerja, dan faktor kualitas.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
88
Tabel 4.44 Perhitungan nilai OEE bulan Januari-Juni 2011 2011
Deskripsi
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Rata rata
Ketersediaan (A)
0.695
0.669
0.687
0.628
0.684
0.725
0.681
Kinerja (P)
0.999
0.999
0.999
1.000
0.999
1.000
0.999
Kualitas (Q)
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
0.993
OEE = A x P x Q
0.689
0.664
0.682
0.624
0.678
0.720
0.676
Gambar 4.36 Diagram nilai OEE bulan Januari-Juni 2011
Pada tabel diatas , nilai rata-rata OEE 0.676 merupakan hasil perkalian faktor ketersediaan (0.681), kinerja (0.999), dan kualitas (0.993)
OEE = Ketersediaan (A) x Kinerja (P) x Kualitas (Q) 0.676 = 0.681 x 0.999 x 0.993
Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor ketersediaan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya nilai OEE.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
89
Tabel 4.45 Kerugian peralatan bulan januari-Juni 2011 Deskripsi
Unit
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Total
Penghentian rutin
jam
12.15
28.09
15.58
15.27
21.23
25.76
118.08
Kegagalan pasokan
jam
0
0
1.37
2.58
0.43
6.67
11.05
Kerusakan
jam
58.8
130.43
115
148.67
108.99
113.75
675.64
Pada tabel 4.45 merupakan tabel kerugian peralatan yang dapat mempengaruhi ketersediaan. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kerusakan merupakan kerugian yang paling dominan dengan 675.64 jam, diikuti penghentian rutin dengan 118.08 jam, dan kegagalan pasokan 11.05 jam. Jika dibuat dalam persentase, kerusakan pada peralatan berkontribusi sebesar 84 %, penghentian rutin 15%, dan kegagalan pasokan 1%. (Gambar 4.37)
Gambar 4.37 Diagram pie kerugian pada peralatan bulan Januari-Juni 2011 yang mempengaruhi tingkat ketersediaan.
Pada tabel 4.46 dibawah ini merupakan data kerusakan pada tiap stasiun kerja bulan Januari hingga Juni 2011. Pada tabel tersebut mesin body maker merupakan penyumbang kerusakan paling besar dengan 282.57 jam.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
90
Tabel 4.46 Data kerusakan bulan Januari-Juni 2011 Kerusakan Body maker Parting station Palletizer Seamer Leak tester Flanger Masalah elektrik Conveyor elevator Total
Kerusakan (jam) 282.57 133.12 100.02 51.95 30.07 29.2 24.84 23.85 675.62
Gambar 4.38 Diagram pareto kerusakan peralatan Bila data kerusakan tersebut dibuat diagram pareto, maka ada 4 stasiun kerja yang menyumbang 80% kerusakan di area can making line 1. (Gambar 4.38): 1. 2. 3. 4.
Body maker Parting station Palletizer Seamer
4.2 Evaluasi kekritisan dan Fault Tree Analysis Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan mode kegagalan pada 4 stasiun kerja yang paling berkontribusi terhadap kerusakan area can making line 1, yaitu
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
91
stasiun kerja body maker, parting, palletizer, dan seamer. Semua mode kegagalan kemudian akan dinilai tingkat kekritisanya terhadap faktor keselamatan, lingkungan, kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan. Tabel 4.47 merupakan kriteria evaluasi dalam analisa kekritisan mode kegagalan.
Tabel 4.47 Kriteria evaluasi analisa kekritisan Item Tingkat keparahan (MTTF)
Konsekuensi keselamatan (S)
Konsekuensi lingkungan (E)
Level Kriteria 0 jam hingga 1 minggu D 1 minggu hingga 3 bulan C B A V IV III
3 bulan hingga 1 tahun 1 hingga 5 tahun Cedera yang mematikan Kecelakaan serius dengan cidera permanen Kecelakaan yang menyebabkan sakit
II I IV
Kecelakaan yang tidak menyebabkan sakit Hampir kecelakaan Pelanggaran terhadap peraturan lingkungan dengan dampak yang besar terhadap lingkungan Pelanggaran terhadap peraturan lingkungan yang mengarah terhadap gangguan dalam ruang lingkup perusahaan. Pelanggaran terhadap peraturan lingkungan tanpa dampak langsung. Tanpa dampak Menghentikan keseluruhan pabrik Menghentikan sebagian dari pabrik Kehilangan 30 % kapasitas Kehilangan 10 % kapasitas Tidak ada efek > €100.000 €10.000 hingga €100.000 €2.500 hingga €10.000 0 hingga €2.500 Tidak ada efek
III II I Konsekuensi kerugian produksi (P) V IV III II I Konsekuensi biaya pemeliharaan (M) V IV III II I
Berdasarkan evaluasi pada tabel diatas,maka dapat dibentuk matrik kekritisan untuk area can making line 1, dalam pengaruhnya terhadap faktor keselamatan, lingkungan, kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan (Gambar 4.39). Matrik inilah yang dijadikan landasan dalam menilai tingkat kekritisan mode kegagalan pada FMECA.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
D
L
M
M
H
H
C
L
L
M
H
H
B
L
L
M
H
H
A
L
L
M
H
H
Tingkat keparahan
Tingkat keparahan
92
D
L
M
M
H
C
L
M
M
H
B
L
L
M
H
A
L
L
M
H
D
L
M
H
H
H
C
L
M
H
H
H
B
L
M
H
H
H
L
L
M
H
H
A
I II III IV V Konsekuensi terhadap kerugian produksi
I II III IV Konsekuensi terhadap lingkungan
Tingkat keparahan
Tingkat keparahan
I II III IV V Konsekuensi terhadap keselamatan D
M
H
H
H
H
C
L
M
H
H
H
B
L
M
H
H
H
L
L
M
H
H
A
I II III IV Konsekuensi terhadap biaya pemeliharaan
Gambar 4.39 Matrik kekritisan area can making line 1
4.2.1 Mesin Body maker 4.2.1.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.48 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi, diantaranya pergerakan tidak sinkron pada feeder, suhu yang tinggi pada sheet conveyor, pergerakan tidak sinkron pada sistem transport, body can macet, pengelasan yang tidak baik, dan suhu yang tinggi pada sistem wire. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata ada 3 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 3 lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium). Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, pergerakan tidak sinkron pada feeder, body can macet, dan pengelasan yang tidak baik. Ketiga mode kegagalan inilah yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
93
Keselamatan (S)
Level
Lingkungan (E)
Level
Kerugian produksi (P)
Level
Biaya pemeliharaan (M)
Level
Kekritisan
Mode kegagalan
Pembuatan double Pergerakan tidak body can sinkron pada feeder Suhu yang tinggi pada sheet conveyor Pergerakan tidak sinkron pada sistem transport Body can macet
Tingkat keparahan
Body maker
Fungsi
Mesin
Tabel 4.48 FMECA mesin body maker
B
III
M
I
L
III
H
III
H
H
A
III
M
I
L
III
M
III
M
M
A
III
M
I
L
III
M
III
M
M
B
III
M
I
L
III
H
III
H
H
Pengelasan yang tidak baik
B
III
M
I
L
III
H
III
H
H
Suhu yang tinggi pada sistem wire
A
III
M
I
L
III
M
III
M
M
4.2.1.2 Akar penyebab kegagalan 1. Pergerakan tidak sinkron pada feeder Diagram FTA untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder dapat dilihat pada gambar 4.40 dan tabel 4.49. Dari hasil analisa didapatkan 14 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.40 FTA untuk pergerakan tidak sinkron pada feeder
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
94
Tabel 4.49 Event untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder. SIMBOL T A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14
EVENT Pergerakan tidak sinkron pada feeder Keausan pada vaccum drum Feeder drive tidak sinkron Sucker bar tidak sinkron Keausan pada feeder magazine Kerusakan pada bearing Lip seal aus Bushing aus Disk aus Melebihi masa pakai bearing Kurangnya lubrikasi Rendahnya kualitas lip seal Lip seal melebihi masa pakai Rendahnya kualitas bushing Bushing melebihi masa pakai Rendahnya kualitas disk Kesalahan pada saat pemasangan Pengaturan feeder drive yang tidak tepat Parameter pengaturan yang tidak tepat Sucker bar melebihi masa pakai Pengaturan sucker bar yang tidak tepat Kualitas material feeder magazine Feeder magazine melebihi masa pakai
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.49 maka dapat diusulkan tindakan perbaikan yang dpat dilihat pada tabel 4.50.
Tabel 4.50 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pergerakan tidak sinkron pada feeder Mode kegagalan Pergerakan tidak sinkron pada feeder
Penyebab langsung Akar penyebab Keausan pada vaccum drum Kurangnya lubrikasi Rendahnya kualitas spare part vaccum drum Spare part vaccum drum melebihi masa pakai Kesalahan pada saat pemasangan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
Tindakan perbaikan Pelumasan berkala Memantau kualitas pasokan spare part vaccum drum Menetapkan frekuensi penggantian spare part vaccum drum Menetapkan standar pemasangan spare part
95
Tabel 4.50 (sambungan) Mode kegagalan
Penyebab langsung Feeder drive tidak sinkron
Sucker bar tidak sinkron
Keausan pada feeder magazine
Akar penyebab Pengaturan feeder drive yang tidak tepat Parameter pengaturan yang tidak tepat Sucker bar melebihi masa pakai
Tindakan perbaikan Menetapkan standar pengaturan feeder drive Menetapkan parameter pengaturan feeder drive Menetapkan frekuensi penggantian sucker bar Pengaturan sucker bar yang Menetapkan standar tidak tepat pengaturan sucker bar Kualitas material feeder Memantau kualitas pasokan magazine feeder magazine Feeder magazine melebihi masa Menetapkan frekuensi pakai penggantian feeder magazine
2. Body can macet Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet dapat dilihat pada gambar 4.41 dan tabel 4.51. Dari hasil analisa didapatkan 24 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.41 FTA untuk mode kegagalan body can macet
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
96
Tabel 4.51 Event untuk mode kegagalan body can macet
SIMBOL T A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24
EVENT Body can macet Kerusakan pada sistem transport 1 Kerusakan pada sistem transport 3 Kerusakan pada alat kalibrasi Kerusakan pada conveyor ROC Kerusakan pada conveyor OHC Keausan pada rantai Kerusakan pada motor penggerak Keausan pada pawls Kerusakan pada motor penggerak Keausan pada conveyor ROC Suhu terlalu tinggi pada motor penggerak Keausan pada conveyor OHC Suhu terlalu tinggi pada motor penggerak Rantai melebihi masa pakai Rendahnya kualitas rantai Pengaturan dan pemasangan yang tidak sesuai Motor penggerak melebihi masa pakai Kerusakan pada bearing Kurangnya pendinginan pada motor Pawl melebihi masa pakai Rendahnya kualitas material Pengaturan dan pemasangan yang tidak sesuai Motor penggerak melebihi masa pakai Kerusakan pada bearing Kurangnya pendinginan pada motor Alat kalibrasi melebihi masa pakai Rendahnya kualitas material alat kalibrasi Rendahnya kualitas material conveyor Conveyor melebihi masa pakai Kegagalan komponen elektrikal Kerusakan pada bearing Kurangnya pendinginan pada motor Rendahnya kualitas material conveyor Conveyor melebihi masa pakai Kegagalan komponen elektrikal Kerusakan pada bearing Kurangnya pendinginan pada motor
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.51 maka dapat diusulkan tindakan perbaikan yang dapat dilihat pada tabel 4.52.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
97
Tabel 4.52 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet Mode kegagalan Body can macet
Penyebab langsung Keausan pada rantai
Kerusakan pada motor penggerak
Keausan pada pawls
Kerusakan pada motor penggerak
Kerusakan pada alat kalibrasi Keausan pada conveyor ROC dan OHC
Suhu terlalu tinggi pada motor penggerak
Akar penyebab Rantai melebihi masa pakai
Tindakan perbaikan Menetapkan frekuensi penggantian rantai Pengaturan dan pemasangan Menetapkan standar pengaturan dan yang tidak sesuai pemasangan rantai Motor penggerak melebihi masa Pemeriksaan secara berkala dan pakai melaksanakan manajemen elektrikal motor Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala
Kurangnya pendinginan pada motor Pawl melebihi masa pakai
Pemantauan secara berkala terhadap kipas pendingin motor Menetapkan frekuensi penggantian pawls Pengaturan dan pemasangan Menetapkan standar pengaturan dan yang tidak sesuai pemasangan pawls Motor penggerak melebihi masa Pemeriksaan secara berkala dan pakai melaksanakan manajemen elektrikal motor Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala Kurangnya pendinginan pada Pemantauan secara berkala motor terhadap kipas pendingin motor Alat kalibrasi melebihi masa Menetapkan frekuensi penggantian pakai alat kalibrasi Rendahnya kualitas material Memantau kualitas pasokan conveyor conveyor Conveyor melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian conveyor Kegagalan komponen elektrikal Pemeriksaan secara berkala dan melaksanakan manajemen elektrikal motor Kerusakan pada bearing Pelumasan secara berkala Kurangnya pendinginan pada Pemantauan secara berkala motor terhadap kipas pendingin motor
3. Pengelasan yang tidak baik Diagram FTA untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik dapat dilihat pada gambar 4.42 dan tabel 4.53. Dari hasil analisa didapatkan 16 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
98
Gambar 4.42 Diagram FTA untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik
Tabel 4.53 Event utuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik SIMBOLEVENT T Pengelasan yang tidak baik A1 Kerusakan pada pendulum A2 Kerusakan pada welding roll A3 Kerusakan pada wire profiler A4 Kerusakan pada motor wire profiler A5 Kerusakan pada wire chopper B1 Keausan pada pendulum B2 Kebocoran pada pendulum B3 Keausan pada wire profiler B4 Suhu yang terlalu tinggi pada motor
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
99
Tabel 4.53 (sambungan) SIMBOLEVENT X1 Rendahnya kualitas material X2 Pengaturan pendulum yang tidak tepat X3 Rendahnya kualitas seal X4 Melebihi masa pakai X5 Profil welding roll tidak standar X6 Welding roll melebihi masa pakai X7 Pengaturan welding roll yang tidak tepat X8 Rendahnya kualitas material X9 Wire profiler melebihi masa pakai X10 Kebocoran pada wire profiler X11 Pengaturan kedalaman wire yang tidak tepat X12 Kegagalan komponen elektrikal X13 Kerusakan pada bearing X14 Kurangnya pendinginan motor X15 Wire chopper melebihi masa pakai X16 Pengaturan wire chopper yang tidak tepat
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.53 maka dapat diusulkan tindakan perbaikan yang dapat dilihat pada tabel 4.54.
Tabel 4.54 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pengelasan yang tidak baik Mode kegagalan Pengelasan yang tidak baik
Penyebab langsung Kerusakan pada pendulum
Akar penyebab Pengaturan pendulum yang tidak tepat Rendahnya kualitas seal
Tindakan perbaikan Menetapkan standar pengaturan pendulum Memantau kualitas pasokan seal
Melebihi masa pakai
Menetapkan frekuensi penggantian pendulum Kerusakan pada welding roll Profil welding roll tidak Menetapkan standar profil standar welding roll Welding roll melebihi masa Menetapkan frekuensi pakai penggantian welding roll Pengaturan welding roll Menetapkan standar pengaturan yang tidak tepat welding roll Kerusakan pada wire Rendahnya kualitas Memantau kualitas pasokan wire profiler material profiler Wire profiler melebihi Menetapkan frekuensi masa pakai penggantian wire profiler Pengaturan kedalaman menetapkan standar pengaturan wire yang tidak tepat kedalaman wire
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
100
Tabel 4.54 (sambungan) Mode kegagalan
Penyebab langsung Akar penyebab Kerusakan pada motor wire Kegagalan komponen profiler elektrikal Kerusakan pada bearing Kurangnya pendinginan motor Wire chopper melebihi masa pakai Pengaturan wire chopper yang tidak tepat
Kerusakan pada wire chopper
Tindakan perbaikan Pemeriksaan secara berkala dan melaksanakan manajemen elektrikal motor Pelumasan secara berkala Pemantauan secara berkala terhadap kipas pendingin motor Menetapkan frekuensi penggantian wire chopper Menetapkan standar pengaturan wire chopper
4.2.2 Mesin parting 4.2.2.1 Analisa kekritisan Pada tabel 4.48 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi, diantaranya pengereman yang tidak berjalan normal, posisi yang tidak sinkron, pemotongan yang tidak normal, shutdown yang tidak normal, dan unit lubrikasi tidak berfungsi. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya ada 3 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 2 lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium). Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, posisi yang tidak sinkron, pemotongan yang tidak normal, dan unit lubrikasi tidak berfungsi. Ketiga mode kegagalan inilah yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
Lingkungan (E)
Level
Kerugian produksi (P)
Level
Biaya pemeliharaan (M)
Level
Kekritisan
Shutdown yang tidak normal Unit lubrikasi tidak berfungsi
Level
Pemotongan tidak normal
Keselamatan (S)
Mode kegagalan
Memisahkan double Pengereman tidak body can menjadi berjalan normal single body can Posisi yang tidak sinkron
Tingkat keparahan
Parting
Fungsi
Mesin
Tabel 4.55 FMECA mesin parting
A
I
L
I
L
III
M
III
M
M
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
A
I
L
I
L
III
M
III
M
M
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
101
4.2.2.2 Akar penyebab kegagalan 1. Posisi yang tidak sinkron Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak sinkron dapat dilihat pada gambar 4.43 dan tabel 4.56. Dari hasil analisa didapatkan 11 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.43 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi tidak sinkron
Tabel 4.56 Event untuk mode kegagalan Posisi yang tidak sinkron SIMBOL T A1 A2 A3 B1 X1 X2 X3 X4
EVENT Posisi yang tidak sinkron Setingan yang tidak tepat Joint patah Kerusakan Bearing Lubrikasi yang tidak baik Baut kendor Kaleng macet Material joint yang buruk Desain yang lemah
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
102
Tabel 4.56 (sambungan)
SIMBOL X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11
EVENT Pemasangan yang tidak sesuai Kualitas bearing Injeksi pelumas yang tidak lancar Kotoran pada pelumas Kurangnya pelumasan Pemasangan bearing yang tidak tepat Beban berlebih pada bearing
Berdasarkan akar penyebab kegagalan pada tabel 4.56 maka dapat diusulkan tindakan perbaikan yang dapat dilihat pada tabel 4.57.
Tabel 4.57 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak sinkron Mode kegagalan Posisi yang tidak sinkron
Penyebab langsung Pengaturan yang tidak tepat
Akar penyebab Baut kendur
Tindakan perbaikan Monitoring kekencangan baut dan pengecekan berkala
Joint patah
Rendahnya kualitas material joint Desain yang lemah
Melakukan pengecekan terhadap pasokan spare part Perhitungan ulang kekuatan joint
Pemasangan yang tidak sesuai Kurangnya pelumasan
Membuat standar pemasangan dan penyeimbangan joint Pelumasan secara berkala
Pemasangan bearing yang tidak tepat
Membuat standar pemasangan bearing serta melengkapi alat pemasang bearing
Kotoran pada pelumas
Penggantian pelumas secara berkala
Kerusakan bearing
2. Pemotongan yang tidak normal Diagram FTA untuk mode kegagalan pemotongan tidak normal dapat dilihat pada gambar 4.44 dan tabel 4.58. Dari hasil analisa didapatkan 19 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
103
Gambar 4.44 Diagram FTA untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak normal
Tabel 4.58 Event untuk mode kegagalan pemotongan yang tidak normal SIMBOL T A1 A2 A3 A4 A5 B1 X1 X2 X3 X4 X5 X6
EVENT Pemotongan yang tidak normal Kerusakan pada inner die shaft Kerusakan pada pinion gear Kerusakan pada bearing Kerusakan pada pegas Kerusakan pada dies Buruknya pelumasan Rendahnya kekuatan desain Kualitas material yang tidak baik Kekerasan material yang rendah Kelelahan material Injeksi pelumas tidak lancar Kotoran pada pelumas
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
104
Tabel 4.58 (sambungan)
SIMBOL X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
EVENT Kurangnya pelumasan Kualitas material kurang baik Rendahnya kekerasan permukaan gear Kualitas bearing tidak baik Kotoran pada pelumas Beban berlebih pada bearing Kurangnya pelumasan Kualitas material pegas Kapasitas beban yang tidak memadai pada pegas Kelelahan material setelah pemakaian yang lama Pengaturan yang tidak tepat Rendahnya kekerasan permukaan dies Rendahnya kualitas material
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.58 dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.59
Tabel 4.59 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan pemotongan tidak normal Mode kegagalan Penyebab langsung Pemotongan tidak normal Kerusakan pada inner die shaft
Kerusakan pada pinion gear
Akar penyebab Rendahnya kekuatan desain Rendahnya kualitas material Kekerasan material yang rendah Kotoran pada pelumas Kurangnya pelumasan
Kerusakan bearing
Rendahnya kekerasan permukaan gear Rendahnya kualitas bearing Kotoran pada pelumas Kurangnya pelumasan
Tindakan perbaikan Perhitungan ulang kekuatan inner die shaft Memantau kualitas pasokan spare part Membuat standar kekerasan pasokan inner die shaft Penggantian pelumas secara berkala Pelumasan secara berkala Membuat standar kekerasan pasokan gear Memantau kualitas pasokan gear Penggantian pelumas secara berkala Pelumasan secara berkala
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
105
Tabel 4.59 (sambungan) Mode kegagalan
Penyebab langsung Kerusakan pada pegas
Kerusakan pada dies
Akar penyebab Kualitas material pegas
Tindakan perbaikan Memantau kualitas pasokan pegas
Kapasitas beban yang tidak memadai pada pegas Kelelahan material
Menghitung ulang kekuatan pegas
setelah pemakaian yang lama Pengaturan yang tidak tepat Rendahnya kekerasan permukaan dies Rendahnya kualitas material
Menetapkan standar penggantian pegas Membuat standar pemasangan dies Memantau kekerasan permukaan pasokan dies Memantau kualitas pasokan dies
3. Unit lubrikasi tidak berfungsi Diagram FTA untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi dapat dilihat pada gambar 4.45 dan tabel 4.60. Dari hasil analisa didapatkan 9 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.45 Diagram FTA untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
106
Tabel 4.60 Event untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi SIMBOL T A1 A2 B1 B2 B3 C1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
EVENT Unit lubrikasi tidak berfungsi Kemacetan pada kipas Tekanan oli rendah Kerusakan bearing Gesekan pada dinding pompa Viskositas rendah Shaft bengkok Kualitas bearing Pemasangan bearing yang tidak tepat Cavitasi pada pompa Rendahnya kualitas material Rendahnya kekuatan desain Kelelahan pada material Spesifikasi oli yang tidak tepat Suhu oli terlalu tinggi Filter oli tersumbat
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.60, dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.61
Tabel 4.61 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan unit lubrikasi tidak berfungsi Mode kegagalan Unit lubrikasi tidak berfungsi
Penyebab langsung Kemacetan pada kipas
Shaft pompa bengkok
Tekanan oli rendah
Akar penyebab Tindakan perbaikan Pemasangan bearing yang Membuat standar pemasangan tidak tepat bearing serta melengkapi alat pemasang bearing Rendahnya kualitas Memantau kualitas pasokan material shaft Rendahnya kekuatan Menghitung ulang kekuatan desain shaft Kelelahan pada material Menetapkan frekuensi penggantian pegas Spesifikasi oli yang tidak Menghitung ualng spesifikasi tepat oli yang tepat Suhu oli terlalu tinggi Menambahkan unit pendingin pada sistem lubrikasi Filter oli tersumbat Menetapkan frekuensi penggantian filter
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
107
4.2.3 Mesin palletizer 4.2.3.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.62 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi, diantaranya mesin tidak dapat bekerja normal, Posisi yang tidak benar, dan kerusakan pada sistem pneumatic. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya ada 2 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan yang lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium). Kedua mode kegagalan tersebut adalah, posisi yang tidak benar dan kerusakan pada sistem pneumatic. Kedua mode kegagalan inilah yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
Lingkungan (E)
Level
Kerugian produksi (P)
Level
Biaya pemeliharaan (M)
Level
Kekritisan
Kerusakan pada sistem pneumatic
Level
Posisi yang tidak benar
Keselamatan (S)
Mode kegagalan
Memasukkan Mesin tidak dapat bekerja kaleng pada normal pallet
Tingkat keparahan
Palletizer
Fungsi
Mesin
Tabel 4.62 FMECA mesin palletizer
A
I
L
I
L
III
M
III
M
M
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
4.2.3.2 Akar penyebab kegagalan 1. Posisi yang tidak benar Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar dapat dilihat pada gambar 4.46 dan tabel 4.63. Dari hasil analisa didapatkan 7 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
108
Gambar 4.46 Diagram FTA untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar
Tabel 4.63 Event untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar SIMBOL T A1 A2 B1 B2 B3 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
EVENT Posisi yang tidak benar Gagalnya kontrol utama Gagalnya fungsi sensor Sensor tidak sejajar Sensor rusak Kesalahan pada sensor Pengaturan yang tidak tepat Korsleting karena melebihi umur pakai Rusaknya komponen elektrikal Pengaturan sensor yang tidak tepat Tertabrak komponen lain Pengaturan komponen yang tidak tepat Komponen melebihi masa pakai
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.63, dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.64.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
109
Tabel 4.64 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan posisi yang tidak benar. Mode kegagalan Posisi yang tidak benar
Penyebab langsung Gagalnya kontrol utama
Gagalnya fungsi sensor
Akar penyebab Pengaturan yang tidak tepat
Tindakan perbaikan Membuat standar pengaturan Korsleting karena melebihi Menetapkan frekuensi umur pakai penggantian komponen elektrikal Pengaturan sensor yang tidak Membuat standar tepat pengaturan sensor Pengaturan komponen yang Membuat standar tidak tepat pengaturan komponen Komponen melebihi masa Menetapkan frekuensi pakai penggantian komponen
2. Kerusakan pada sistem pneumatic Diagram FTA untuk mode kerusakan pada sistem pneumatic dapat dilihat pada gambar 4.47 dan tabel 4.65. Dari hasil analisa didapatkan 7 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.47 Diagram FTA untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
110
Tabel 4.65 Event untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic. SIMBOL T A1 A2 B1 B2 B3 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
EVENT Kerusakan pada sistem pneumatic Kegagalan pada air cylinder Kegagalan pada katup pengontrol Kebocoran pada seal Kerusakan pada poros dan dudukan silinder Kebocoran pada seal katup Kurangnya pelumasan Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Beban yang menggantung Beban berlebih Baut yang kendor Kurangnya lubrikasi Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Pengaturan katup yang tidak tepat
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.65 dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.66.
Tabel 4.66 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kerusakan pada sistem pneumatic. Mode kegagalan Kerusakan pada sistem pneumatic
Penyebab langsung Kegagalan pada air cylinder
Kegagalan pada katup pengontrol
Akar penyebab Kurangnya pelumasan
Tindakan perbaikan Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Beban yang menggantung Baut yang kendor
Kurangnya lubrikasi
Memantau kadar air pada udara yang dihasilkan compressor Mendesain ulang struktur pemasangan dudukan Monitoring kekencangan baut dan pengecekan berkala Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Pengaturan katup yang tidak tepat
Memantau kadar air pada udara yang dihasilkan compressor Membuat standar pengaturan katup
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
111
4.2.4 Mesin seamer 4.2.4.1 Analisa kekritisan
Pada tabel 4.67 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi, diantaranya body can macet, timing tidak tepat, kemacetan pada lid, hasil seaming tidak baik, Mesin tidak dapat bekerja, dan suhu yang tinggi pada sistem. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya ada 3 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 2 lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium) dan sisanya rendah (Low). Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, body can macet, timing yang tidak tepat, kemacetan pada lid, dan hasil seaming tidak baik. Ketiga mode kegagalan inilah yang akan dicari penyebabnya dengan fault tree analysis.
Level
Kerugian produksi (P)
Level
Biaya pemeliharaan (M)
Level
Kekritisan
Mesin tidak dapat bekerja Suhu yang tinggi pada sistem
Lingkungan (E)
Hasil seaming tidak baik
Level
Kemacetan pada lid
Keselamatan (S)
Mode kegagalan
Memberi tutup Body can macet bagian bawah pada Timing tidak tepat kaleng
Tingkat keparahan
Seamer
Fungsi
Mesin
Tabel 4.67 FMECA mesin seamer
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
B
I
L
I
L
III
H
II
M
M
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
B
I
L
I
L
III
H
III
H
H
A
I
L
I
L
III
M
III
M
M
B
I
L
I
L
I
L
III
H
L
4.2.4.2 Akar penyebab kegagalan 1. Posisi yang tidak benar Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet dapat dilihat pada gambar 4.48 dan tabel 4.68. Dari hasil analisa didapatkan 10 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
112
Gambar 4.48 Diagram FTA untuk mode kegagalan body can macet
Tabel 4.68 Event untuk mode kegagalan body can macet SIMBOL T A1 A2 A3 B1 B2 B3 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
EVENT Body can macet Roller chain sprocket aus Keausan pada timing spiral Kerusakan pada air cylinder Rendahnya kualitas material Keausan pada seal cylinder Dudukan cylinder patah Kurangnya pelumasan Rendahnya kekerasan permukaan material Rendahnya kekuatan desain Rendahnya kualitas material spiral Melebihi masa pakai Kurangnya pelumasan Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Melebihi masa pakai Rendahnya kualitas dudukan Beban yang menggantung
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.68, dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.69.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
113
Tabel 4.69 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan body can macet Mode kegagalan Body can macet
Penyebab langsung Roller chain sprocket aus
Akar penyebab Kurangnya pelumasan
Tindakan perbaikan Pelumasan secara berkala
Rendahnya kekerasan permukaan material
Memantau kekerasan permukaan pasokan roller chain sprocket Rendahnya kekuatan desain Menghitung ulang kekuatan sprocket Keausan pada timing spiral Rendahnya kualitas material Memantau kualitas pasokan spiral timing spiral Melebihi masa pakai Menetapkan frekuensi penggantian spiral Kerusakan pada air cylinder Kurangnya pelumasan
Pelumasan secara berkala
Tingginya kelembaban udara Memantau kadar air pada pada sistem pneumatic udara yang dihasilkan compressor Melebihi masa pakai
Menetapkan frekuensi penggantian silinder Rendahnya kualitas dudukan Memantau kualitas paokan dudukan silinder Beban yang menggantung Mendesain ulang struktur pemasangan dudukan
2. Kemacetan pada lid
Diagram FTA untuk mode kemacetan pada lid dapat dilihat pada gambar 4.49 dan tabel 4.70. Dari hasil analisa didapatkan 14 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
114
Gambar 4.49 Diagram FTA untuk mode kegagalan kemacetan pada lid
Tabel 4.70 Event untuk mode kegagalan kemacetan pada lid SIMBOL T A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 X1 X2 X3 X4 X5 X6
EVENT Kemacetan pada lid keausan pada joint Keausan pada separator Kebocoran pada air cylinder Keausan pada pisau Pemilihan material separator Seal silinder aus Dudukan silinder patah Pemilihan material pisau Rendahnya kualitas material joint Rendahnya kekuatan desain Pemasangan yang tidak satu sumbu Rendahnya kualitas material Rendahnya kekerasan permukaan separator Melebihi masa pakai
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
115
Tabel 4.70 (sambungan)
SIMBOL X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14
EVENT Kurangnya lubrikasi pada silinder Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Melebihi masa pakai Rendahnya kualitas material dudukan silinder beban yang menggantung Rendahnya kualitas material pisau Rendahnya kekerasan permukaan material pisau Melebihi masa pakai
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.70, dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.71.
Tabel 4.71 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan kemacetan pada lid Mode kegagalan Penyebab langsung Kemacetan pada lid keausan pada joint
Akar penyebab Rendahnya kualitas material joint Rendahnya kekuatan desain
Tindakan perbaikan Memantau kualitas pasokan joint mendesain ulang kekuatan joint
Pemasangan yang tidak satu sumbu
Membuat standar pemasangan dan penyeimbangan joint
Keausan pada separator Rendahnya kualitas material Rendahnya kekerasan permukaan separator Melebihi masa pakai Kebocoran pada air cylinder
Kurangnya lubrikasi pada silinder Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic Melebihi masa pakai Rendahnya kualitas material dudukan silinder Beban yang menggantung
Memantau kualitas pasokan separator Memantau kekerasan permukaan pasokan separator menetapkan frekuensi penggantian separator Pelumasan secara berkala Memantau kadar air pada udara yang dihasilkan compressor Menetapkan frekuensi penggantian silinder Memantau kualitas pasokan dudukan silinder Mendesain ulang struktur pemasangan dudukan
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
116
Tabel 4.71 (sambungan) Mode kegagalan
Penyebab langsung Keausan pada pisau
Akar penyebab Rendahnya kualitas material pisau Rendahnya kekerasan permukaan material pisau Melebihi masa pakai
Tindakan perbaikan Memantau kualitas pasokan pisau Memantau kekerasan permukaan pasokan pisau Menetapkan frekuensi penggantian pisau
3. Hasil seaming tidak baik Diagram FTA untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik dapat dilihat pada gambar 4.50 dan tabel 4.72. Dari hasil analisa didapatkan 20 basic event yang menjadi akar penyebab terjadinya mode kegagalan tersebut.
Gambar 4.50 Diagram FTA untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
117
Tabel 4.72 Event untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik SIMBOL T A1 A2 B1 B2 B3 B4 B5 B6 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20
EVENT Hasil seaming tidak baik Hasil seaming tahap pertama tidak baik Hasil seaming tahap kedua tidak baik Keausan pada seaming roll tahap pertama Keausan pada seaming chuck tahap pertama Kerusakan pada bearing tahap pertama Keausan pada seaming roll tahap kedua Keausan pada seaming chuck tahap kedua Kerusakan pada bearing tahap kedua Rendahnya kualitas seaming roll Pengaturan seaming roll yang tidak tepat Kurangnya pelumasan Profile seaming roll yang tidak sesuai Rendahnya kualitas material seaming chuck Pengaturan seaming chuck yang tidak tepat Melebihi masa pakai Rendahnya kualitas bearing Kurangnya pelumasan pada bearing Pemasangan bearing yang tidak tepat Rendahnya kualitas seaming roll Pengaturan seaming roll yang tidak tepat Kurangnya pelumasan Profile seaming roll yang tidak sesuai Rendahnya kualitas material seaming chuck Pengaturan seaming chuck yang tidak tepat Melebihi masa pakai Rendahnya kualitas bearing Kurangnya pelumasan pada bearing Pemasangan bearing yang tidak tepat
Berdasarkan akar penyebab pada tabel 4.72, dapat diusulkan tindakan perbaikan seperti pada tabel 4.73.
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
118
Tabel 4.73 Tindakan perbaikan untuk mode kegagalan hasil seaming tidak baik. Mode kegagalan Hasil seaming tidak baik
Penyebab langsung Akar penyebab Keausan pada seaming roll Rendahnya kualitas seaming roll Pengaturan seaming roll yang tidak tepat Kurangnya pelumasan
Tindakan perbaikan Memantau kualitas pasokan seaming roll Membuat standar pemasangan seaming roll Pelumasan secara berkala
Profil seaming roll yang tidak sesuai Rendahnya kualitas material seaming chuck Pengaturan seaming chuck yang tidak tepat Melebihi masa pakai
Menatapkan standar profil seaming roll Memantau kualitas pasokan seaming chuck Membuat standar pemasangan seaming chuck Menetapkan frekunsi penggantian bearing Pelumasan secara berkala
Keausan pada seaming chuck
Kerusakan pada bearing
Kurangnya pelumasan pada bearing Pemasangan bearing yang tidak tepat
Membuat standar pemasangan bearing serta melengkapi alat pemasang bearing
4.3 Kesimpulan analisa Setelah diadakan analisa menggunakan diagram FTA, maka dapat disimpulkan beberapa akar penyebab kerusakan pada mesin body maker, parting, palletizer, dan seamer. Tabel 4.74 hingga tabel 4.77 menampilkan akar penyebab dan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan.
Tabel 4.74 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin body maker Akar penyebab Kurangnya lubrikasi pada bearing vaccum drum
Tindakan perbaikan Pelumasan berkala pada bearing vaccum drum
Kesalahan pada saat pemasangan disk vaccum drum Pengaturan feeder drive yang tidak tepat
Menetapkan standar pemasangan disk vaccum drum Menetapkan standar pengaturan feeder drive
Parameter pengaturan feeder drive yang tidak tepat Menetapkan parameter pengaturan feeder drive Pengaturan sucker bar yang tidak tepat
Menetapkan standar pengaturan sucker bar
Kualitas material feeder magazine
Memantau kualitas pasokan feeder magazine
Feeder magazine melebihi masa pakai
Menetapkan frekuensi penggantian feeder magazine
Rantai dan pawl melebihi masa pakai
Menetapkan frekuensi penggantian rantai dan pawls
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
119
Tabel 4.74 (sambungan) Akar penyebab Tindakan perbaikan Pengaturan dan pemasangan rantai dan pawls yang Menetapkan standar pengaturan dan pemasangan tidak sesuai rantai dan pawls Motor penggerak sistem transport melebihi masa pakai
Pemeriksaan secara berkala dan melaksanakan manajemen elektrikal motor penggerak sistem transport
Kurangnya pendinginan pada motor penggerak sistem transport
Pemantauan secara berkala terhadap kipas pendingin motor penggerak sistem transport
Rendahnya kualitas material conveyor ROC dan OHC Conveyor ROC dan OHC melebihi masa pakai
Memantau kualitas pasokan conveyor ROC dan OHC Menetapkan frekuensi penggantian conveyor ROC dan OHC
Kegagalan komponen elektrikal motor penggerak conveyor ROC dan OHC. Kurangnya pendinginan pada motor penggerak conveyor ROC dan OHC
Pemeriksaan secara berkala dan melaksanakan manajemen elektrikal motor conveyor ROC dan OHC Pemantauan secara berkala terhadap kipas pendingin motor conveyor ROC dan OHC
Pengaturan pendulum yang tidak tepat
Menetapkan standar pengaturan pendulum
Profil welding roll tidak standar
Menetapkan standar profil welding roll
Pengaturan welding roll yang tidak tepat
Menetapkan standar pengaturan welding roll
Pengaturan kedalaman wire pada wire profiler yang menetapkan standar pengaturan kedalaman wire tidak tepat Pengaturan wire chopper yang tidak tepat Menetapkan standar pengaturan wire chopper
Tabel 4.75 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin parting Akar penyebab Baut kendur Rendahnya kualitas material joint
Tindakan perbaikan Monitoring kekencangan baut dan pengecekan berkala Melakukan pengecekan terhadap pasokan joint
Desain yang lemah pada joint
Perhitungan ulang kekuatan joint
Pemasangan joint yang tidak sesuai
Membuat standar pemasangan dan penyeimbangan joint Pelumasan secara berkala pada bearing
Kurangnya pelumasan pada bearing Pemasangan bearing yang tidak tepat
Membuat standar pemasangan bearing serta melengkapi alat pemasang bearing
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
120
Tabel 4.75 (sambungan) Akar penyebab Rendahnya kekuatan desain inner die shaft Kekerasan material yang rendah pada inner die shaft Kurangnya pelumasan pada pinion gear
Tindakan perbaikan Perhitungan ulang kekuatan inner die shaft Membuat standar kekerasan pasokan inner die shaft Pelumasan secara berkala pada pinion gear
Rendahnya kekerasan permukaan pinion Membuat standar kekerasan pasokan pinion gear gear Kualitas material pegas Memantau kualitas pasokan pegas Kelelahan material setelah pemakaian yang lama Pengaturan yang tidak tepat pada dies
Menetapkan standar penggantian pegas
Rendahnya kekerasan permukaan dies
Memantau kekerasan permukaan pasokan dies
Spesifikasi oli yang tidak tepat
Menghitung ulang spesifikasi oli yang tepat
Suhu oli terlalu tinggi
Menambahkan unit pendingin pada sistem lubrikasi Menetapkan frekuensi penggantian filter
Filter oli tersumbat
Membuat standar pemasangan dies
Tabel 4.76 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin palletizer Akar penyebab Pengaturan yang tidak tepat pada kontrol utama Korsleting karena melebihi umur pakai Pengaturan sensor yang tidak tepat
Tindakan perbaikan Membuat standar pengaturan kontrol utama
Komponen melebihi masa pakai
Menetapkan frekuensi penggantian komponen
Kurangnya pelumasan pada air cylinder Tingginya kelembaban udara pada sistem pneumatic
Pelumasan secara berkala pada air cylinder
Menetapkan frekuensi penggantian komponen elektrikal Membuat standar pengaturan sensor
Memantau kadar air pada udara yang dihasilkan compressor angin
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
121
Tabel 4.76 (sambungan) Akar penyebab Beban yang menggantung pada dudukan air cylinder Baut yang kendor Kurangnya lubrikasi pada katup pengontrol Pengaturan katup yang tidak tepat
Tindakan perbaikan Mendesain ulang struktur pemasangan dudukan air cylinder Monitoring kekencangan baut dan pengecekan berkala Pelumasan secara berkala pada katup pengontrol Membuat standar pengaturan katup
Tabel 4.77 Akar penyebab dan tindakan perbaikan untuk mesin seamer Akar penyebab Kurangnya pelumasan chain sprocket
Tindakan perbaikan Pelumasan secara berkala pada chain sprocket
Kurangnya pelumasan pada air cylinder
Pelumasan secara berkala pada air cylinder
Tingginya kelembaban udara pada sistem Memantau kadar air pada udara yang pneumatic dihasilkan compressor Pemasangan joint yang tidak satu sumbu Membuat standar pemasangan dan penyeimbangan joint Rendahnya kualitas material separator Memantau kualitas pasokan separator Rendahnya kekerasan permukaan separator Separator melebihi masa pakai
Memantau kekerasan permukaan pasokan separator Menetapkan frekuensi penggantian separator
Rendahnya kualitas material pisau
Memantau kualitas pasokan pisau
Rendahnya kekerasan permukaan material pisau Pengaturan seaming roll yang tidak tepat Profil seaming roll yang tidak sesuai Pengaturan seaming chuck yang tidak tepat Kurangnya pelumasan pada bearing
Memantau kekerasan permukaan pasokan pisau Membuat standar pemasangan seaming roll Menetapkan standar profil seaming roll Membuat standar pemasangan seaming chuck
Pemasangan bearing yang tidak tepat
Membuat standar pemasangan bearing serta melengkapi alat pemasang bearing
Pelumasan secara berkala pada bearing
Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang didapat, rendahnya nilai OEE area can making line 1 sebesar 60% hingga 70 % ternyata sangat dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan peralatan. Ada 3 jenis kegagalan pada peralatan yang mempengaruhi tingkat ketersediaan, yaitu penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan pada peralatan. Dari 3 jenis kegagalan tersebut, ternyata kerusakan pada peralatan merupakan kegagalan yang paling dominan. Ada 4 mesin yang berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan pada area can making line 1. Mesin-mesin tersebut adalah mesin Body Maker, mesin Parting, Palletizer, dan mesin Seamer. Dari hasil analisa menggunakan FTA terhadap mode kegagalan yang sering terjadi pada keempat mesin tersebut, akan didapatkan akar penyebab terjadinya kerusakan. Akar penyebab tersebut menjadi landasan dalam mendesain tindakan perbaikan guna meningkatkan nilai OEE menjadi 80 % seperti yang ditargetkan oleh perusahaan. 5.2 Saran Dari hasil penelitian ini, maka disarankan untuk melakukan tindakan perbaikan guna mengurangi tingginya tingkat kerusakan mesin. Karena seiring dengan berkurangnya kerusakan mesin, maka nilai ketersediaan mesin akan bertambah, sehingga nilai OEE peralatan juga meningkat sesuai dengan target yang ditetapkan perusahaan yaitu 80 %.
122 Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011
DAFTAR REFERENSI
Peter Willmott dan Dennis McCarthy.2001. “TPM – A – Route to WorldClass Performance”. Butterworth-Heinemann.2001 Paul M. Gibbons dan Stuart C. Burgess. “Introducing OEE as a measure of lean Six Sigma capability”. International Journal of Lean Six Sigma Vol. 1 No. 2, 2010 pp. 134-156 J. H. KIM , H. Y. JEONG dan J. S. PARK.2007. “Development of the FMECA process and analysis methodology for railroad system”. International Journal of Automotive Technology, Vol. 10, No. 6, pp. 753−759 (2009) Mohamed Abdelrahman Mohamed Abdelgawad.2011. “Hybrid Decision Support System for Risk Criticality Assessment and Risk Analysis”. University of Alberta. Dacheng Li dan Jinji Gao.2010. “Study and application of Reliabilitycentered Maintenance considering Radical Maintenance”. Journal of Loss Prevention in the Process Industries 23 (2010) 622-629
123 Perhitungan overall..., Antonius Tri Aryono, FT UI, 2011