PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI MASYARAKAT JAWA
Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh: Murni Astuti (084114002)
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATAN DHARMA YOGYAKARTA Maret 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tugas Akhir PERGESESARAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI MASYARAKAT JAWA
Oleh Murni Astuti NIM: 084114002
Telah disetujui oleh
tanggal 11 Februari 2013
tanggal 15 Februari 2013
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tugas Akhir PERGESERAN MAKNA DAN FUNGSI KERIS BAGI MASYARAKAT JAWA Dipersiapkan dan ditulis oleh Murni Astuti NIM: 084114002
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada 28 Februari 2013 Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Ketua
Drs. Hery Antono M.Hum.
Sekretaris
Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum.
Anggota
Dra. Fransisca Tjandrasih Adji M.Hum. Drs. Hery Antono M.Hum. Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum.
Yogyakarta, 28 Februari 2013
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 7 Maret 2013 Penulis
Murni Astuti
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Murni Astuti NIM
: 084114002
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Pergeseran Makna dan Fungsi Keris Bagi Masyarakat Jawa Saat Ini beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 7 Maret 2013 Yang menyatakan,
Murni Astuti
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul Pergeseran Makna dan Fungsi Keris Bagi Masyarakat Jawa dapat terselesaikan. Penulisan Karya Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sastra. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Keterbatasan dan kekeliruan dalam karya ilmiah ini merupakan tanggung jawab penulis bukan pembimbing. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan karya ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih disertai penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dra. Fransisca Tjandrasih Adji M.Hum., selaku pembimbing pertama, 2. Drs. Hery Antono M.Hum., selaku pembimbing kedua, 3. Dosen Prodi Sastra Indonesia USD: Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., Dr. Paulus Ari Subagyo M.Hum., Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus M.Hum., Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum., 4. Sekeretarian Sastra Indonesia yang telah membantu dalam hal administrasi,
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Perpustakaan USD yang telah memberikan fasilitas buku-buku sebagai sumber pustaka, 6. Narasumber yang telah banyak memberikan informasi hingga terselesaikannya tulisan ini, 7. Lutse Lamber Daniel Morin, S.Sn.,M.Sn., suamiku dan Sokya Karmakayana Vasarely Lutse Morin anakku yang telah memberikan motifasi dan semangat. 8. Alm. Boniman Mathodiharjo dan Asriyah sebagai orang tua yang telah memberikan kasih sayang sejak kecil hingga sekarang, 9. Teman-teman Prodi Sastra Indonesia USD angkatan 2008.
Yogyakarta, 7 Maret 2013
Murni Astuti
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Astuti, Murni. 2013. “Pergeseran Makna dan Fungsi Keris bagi Masyarakat Jawa Saat Ini”. Skripsi Strata I (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini mengenai pergeseran makna dan fungsi keris bagi pecinta keris. Keris diungkap bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga makna dan fungsi keris bagi pemiliknya. Keris sering dimaknai sebagai benda pusaka yang memiliki nilai estetika yang tinggi, hasil olah spiritual empu pembuatnya, memiliki aura mitis, dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Banyak pecinta keris beralasan mengkoleksi keris karena keris merupakan benda seni yang memiliki keindahan. Akan tetapi, pada kenyataaannya mereka masih mempercayai tuah atau daya magis sebuah keris. Hal ini terbukti dengan adanya penghargaan yang lebih terhadap keris yang telah berusia tua dan penghitungan-penghitungan yang dilakukan ketika seseorang akan membuat atau membeli keris untuk dikoleksi. Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan keris dalam budaya Jawa, pergeseran makna keris saat ini, dan pergeseran fungsi keris bagi pecinta keris saat ini. Pendiskripsian ini diharapkan nantinya dapat menjadi sebuah catatan tentang budaya keris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi. Data-data etnografi diperoleh melalui teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka.Wawancara dilakukan penulis berdasarkan informasi beberapa kolektor keris yang ada di Yogyakarta. Penentuan informan berdasarkan pada jenis profesi yaitu kalangan praktisi pendidikan, kalangan seni, kalangan masayarakat biasa dan kalangan yang berkecimpung dalam dunia pembuatan keris. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pergeseran makna dan fungsi keris dari zaman dulu dan saat ini. Kepercayaan akan kekuatan mistis keris masih melatar belakangi pengkoleksian keris saat ini. Pergesaran makna dan fungsi keris tersebut disebabkan oleh perkembangan teknologi modern, ilmu pengetahuan, dan sistem pemerintahan yang ada saat ini. Tetapi, nilai-nilai kearifan lokal yang ada menjadikan keris masih dipercaya sebagai benda pusaka yang memiliki tuah atau daya magis.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Astuti, Murni. 2013. “the change of meanings and functions for the Javanese keris”. Study Strata I (S-1). Indonesian Letters Department, Sanata Dharma University. This Study is about the change of meaning and function of keris. Keris is being unfolded not just from it's physical side, but also from it's meaning and function by it's owner. Keris often meant as heirlooms with high aesthetic value, the result of the master craftsman's spiritual manner, believed to have a mythic aura, and have high economic value. Many of the keris lovers stated that they collect it for keris is an art objects with beauty, but in reality, they still believe in charm and magical power of keris. It is proven by the extra appreciation towards old keris and by calculations done when someone is trying to make or buy a keris for collection. The purpose of this research is to describe keris in Javanese culture, to describe the etymology of keris by keris lovers or keris collector in modern days, and to describe the shifting of functions by keris lovers or keris collector in this time and age. This description is expected to be a note or record about the culture of keris. The methods used in this research is the ethnographic method. Ethnographic data obtained through observation, interviews, and literature study. Author interviews based on samples of several keris collectors in Yogyakarta based on his profession, namely education practitioners, art societies, among ordinary people, and among the keris makers society. The conclusions of this research is the change of meaning and function of keris from the past to the present. Belief in keris' mystical power is still affecting keris collection these days. The friction of meaning and function of keris is caused by development of modern technology, development of science, and governmental system today. However, local wisdom values still believe keris as an heirlooms with charm and magical power.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...............................................................
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...............
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vi
ABSTRAK ............................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .........................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Rumusan Permasalahan .....................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................
3
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ...................................................................
3
1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................................
3
1.6 Landasan Teori ..................................................................................
5
1.7 Metode Penelitian ...............................................................................
7
1.7.1 Observasi ....................................................................................
8
1.7.2 Wawancara .................................................................................
9
1.7.3 Studi Pustaka ..............................................................................
9
1.8 Sistematika Penyajian.........................................................................
9
BAB II KERIS DALAM BUDAYA JAWA .......................................................
11
2.1 Masyarakat Jawa ...............................................................................
11
2.2 Sejarah Keris .......................................................................................
12
2.2 Proses Pembuatan Keris ....................................................................
16
2.3 Bagian-Bagian Keris ..........................................................................
18
2.3.1 Pesi .............................................................................................
19
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3.2 Ganja ..........................................................................................
19
2.3.3 Bongkot ......................................................................................
20
2.3.4 Wadhuk .......................................................................................
21
2.3.5 Pucuk ...........................................................................................
21
2.4 Macam-Macam Keris ........................................................................
25
2.4.1 Berdasarkan Cara Pembuatannya ...............................................
25
2.4.2 Berdasarkan Bentuk dan Kelengkapan Bagian-Bagiannya.........
25
2.5 Tuah dan Daya Magis .........................................................................
26
BAB III PERGESERAN MAKNA KERIS ........................................................
28
3.1 Makna Keris Zaman Dahulu ............................................................
28
3.1.1 Berdasarkan Cara Pembuatan Keris ...........................................
28
3.1.2 Berdasarkan Macam-Macam Keris ............................................
33
3.1.3 Berdasarkan Perawatannya .........................................................
34
3.2 Makna Keris Saat Ini ........................................................................
36
3.2.1 Berdasarkan Cara Pembuatan Keris ...........................................
36
3.2.2 Berdasarkan Macam-Macam Keris ..........................................
44
3.2.3 Berdasarkan Perawatannya ........................................................
48
3.3 Pergeseran Makna Keris ...................................................................
50
BAB IV PERGESERAN FUNGSI KERIS .........................................................
54
4.1 Fungsi Keris Zaman Dahulu .............................................................
54
4.1.1 Keris Sebagai Senjata .................................................................
54
4.1.2 Keris Sebagai Benda Pusaka .....................................................
57
4.1.3 Keris Sebagai Kelengkapan dalam Upacara ...............................
57
4.1.4 Keris Sebagai Identitas Pribadi ..................................................
58
4.1.5 Keris Sebagai Lambang Status Sosial .......................................
58
4.1.6 Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana ......................................
59
4.1.6.1 Ogleng atau Angoglenganke Keris ..........................................
59
4.1.6.2 Dederan atau Andoran.............................................................
60
4.1.6.3 Kewal atau Angewal Keris .......................................................
61
4.2 Fungsi Keris Saat Ini .........................................................................
62
4.2.1. Keris Sebagai Benda Pusaka ....................................................
63
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2.3. Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana .....................................
63
4.2.4. Keris Sebagai Benda Seni .........................................................
64
4.2.5. Keris Sebagai Benda Koleksi ....................................................
64
4.3 Pergeseran Fungsi Keris ....................................................................
66
BAB V PENUTUP .................................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
72
LAMPIRAN ..........................................................................................................
74
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bagian-Bagian Keris ........................................................................
18
Gambar 2 Sor-Soran dan Ricikan Keris ............................................................
22
Gambar 3 Hulu atau Gagang Keris ...................................................................
26
Gambar 4 Warangka Ladrangan ......................................................................
24
Gambar 5 Warangka Gayaman .........................................................................
24
Gambar 6 Relief di Candi Prambanan di Yogyakarta .......................................
55
Gambar 7 Relief di Candi Borobudur di Jawa Tengah .....................................
56
Gambar 8 Relief di Candi Penataran di Blitar Jawa Tengah ............................
56
Gambar 9 Ogleng ..............................................................................................
60
Gambar 10 Dederan ...........................................................................................
61
Gambar 11 Kewal ..............................................................................................
62
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Periodisasi Zaman Pembuatan Keris di Pulau Jawa .................................. 15 Tabel 2 Mantra Zaman Dulu ................................................................................... 32 Tabel 3 Mantra Saat Ini .......................................................................................... 43 Tabel 4 Jenis-Jenis Pamor dan Tuah Keris ............................................................ 46 Tabel 5 Pergerseran Makna Keris .......................................................................... 50 Tabel 6 Pergerseran Fungsi Keris .......................................................................... 66
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu warisan budaya Jawa yang banyak dikenal orang adalah keris.
Sejak tanggal 25 November 2005, UNESCO telah menetapkan “keris sebagai senjata tikam warisan dunia asli Indonesia” (Panji Nusantara, 2010:41). Keris merupakan sebuah senjata tikam khas Indonesia yang dipergunakan pada zaman dahulu. Penggunaan keris ini tersebar hampir di seluruh rumpun Melayu. Di Indonesia, keris biasa digunakan di daerah Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan, serta sebagian Sulawesi. Bagian-bagian pada keris di setiap daerah sama, yaitu ada bagian pegangan, hulu keris, pamor atau ukiran pada keris, bagian antara pangkal keris dengan pucuk keris, dan tempat keris atau biasa disebut warangka. Yang membedakan antara keris satu daerah dengan daerah yang lain adalah ukiran yang terdapat pada warangka maupun bentuk sarung keris itu sendiri. Tiap-tiap daerah memiliki bentuk dan corak warangka yang berbeda. Dengan melihat ukiran atau bentuk warangka, maka akan dapat diketahui dengan mudah dari mana keris itu berasal. Penelitian dalam tulisan ini membatasi hanya pada keris dari budaya masyarakat Jawa. Keris dalam masyarakat Jawa akan dilihat lebih dalam dan ditemukan pergeseran-pergesaran makna dan fungsi keris yang terjadi dari zaman dahulu hingga sekarang.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Keris dalam masyarakat Jawa bukan hanya sebuah senjata warisan nenek moyang, tetapi keris memiliki banyak makna. Di kalangan pecinta keris, keris juga dimaknai sebagai benda pusaka yang memiliki nilai estetika yang tinggi, hasil olah spiritual empu pembuatnya, memiliki aura mistis, dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain makna, keris juga memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi keris tersebut
lebih didasarkan pada pemaknaan pamor-pamor yang terdapat pada
keris. Misalnya keris berpamor udan mas, sering digunakan oleh pedagang sebagai jimat penglaris agar usahanya maju dan mendatangkan banyak keuntungan. Zaman dahulu
keris digunakan sebagai senjata. Tahap perkembangan
berikutnya, keris dimaknai sebagai benda pusaka dan akhirnya menjadi benda seni. Banyak pecinta keris di Yogyakarta menuturkan alasan mereka mengkoleksi karena keris merupakan benda seni yang memiliki keindahan. Akan tetapi, pada kenyataannya mereka masih mempercayai tuah atau daya magis keris. Hal ini terbukti dengan adanya penghargaan yang lebih terhadap keris yang berusia tua dan adanya penghitungan-penghitungan yang dilakukan ketika seseorang akan membuat atau membeli keris. Perkembangan makna dan fungsi ini bagi penulis menarik untuk diteliti lebih mendalam. Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas pergeseran fungsi dan makna keris di daerah Jawa khususnya Yogyakarta dilihat dari segi nilai kepemilikan sebuah keris. Pemilihan ini didasari oleh belum adanya tulisan yang membahas tentang pergesaran makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
1.2
Rumusan Permasalahan Dalam tulisan ini, ada dua hal yang ingin disampaikan yaitu:
1.2.1
Bagaimana pergeseran makna keris dalam budaya Jawa?
1.2.2
Bagaimana pergeseran fungsi keris dalam budaya Jawa?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tiga tujuan sebagai berikut:
1.3.1
Mendiskripsikan makna keris dalam budaya Jawa.
1.3.2
Mendeskripsikan pergeseran makna keris bagi masyarakat Jawa saat ini.
1.3.3
Mendiskripsikan pergeseran fungsi keris bagi masyarakat Jaw saat ini.
1.4
Manfaat Hasil Penelitian Diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan pada perkembangan
ilmu budaya berupa pengetahuan tentang keris dalam budaya Jawa. Dengan membaca tulisan ini, pembaca akan lebih dapat mengetahui pergeseran makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa. Diharapkan pula tulisan ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian dalam bidang budaya.
1.5
Tinjauan Pustaka Studi tentang keris sudah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya. Namun ada tiga pustaka yang
dapat dikatakan sebagai pustaka
otoritatif. Pustaka tersebut adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Ki Hudoyo Doyodipuro, seorang sarjana psikologi yang juga menggeluti dunia supranatural, telah menerbitkan beberapa buku tentang keris. Salah satunya berjudul Keris Daya Magic-Manfaat-Tuah-Misteri yang diterbitkan tahun 1999. Dalam bukunya ini dia menuliskan tentang budaya keris ditinjau dari bentuk fisik dengan berbagai alternatif dan karakter, maupun yang berhubungan dengan kepercayaan tentang kekuatan yang terdapat pada sebilah keris. Buku ini memiliki kelemahan dalam hal pemaknaan keris bagi pemiliknya. Buku ini tidak menjelaskan secara detail bagaimana sebilah keris dihormati dan dihargai oleh pemiliknya. Bahasan bukunya lebih memaparkan tuah dan daya magis pada keris yang dipercaya sudah ada sejak zaman dahulu. F.L. Winter, tahun 2009 menulis buku yang berjudul Kitab Klasik Tentang Keris mengenai keris secara fisik. Buku ini menjelaskan apa itu keris dan bentukbentuk serta bagian-bagian dari sebuah keris. Kelemahan tulisan Winter adalah hanya berfokus pada keris secara fisik dan tidak mendiskripsikan cara dan ritualritual pembuatan keris. Winter hanya menuturkan bagaimana keris dibuat dari besi yang ditempa berulang-ulang dan dibentuk menjadi sebilah keris. Dalam bukunya tersebut Winter juga tidak menulis tentang makna-makna yang terdapat dalam keris. Moebirman dalam bukunya yang terbit tahun 1980 berjudul Keris Senjata Pusaka menuliskan tentang keris dari segi seni tradisional. Keris merupakan senjata yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun sejak zaman prasejarah Indonesia hingga era 80-an. Dalam tulisannya, Moerbiman menuliskan tentang pembuatan keris, bagian-bagian keris, macam-macam keris di Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
dan fungsi keris pada zaman dulu. Kekurangan dalam tulisan ini adalah Moebirman tidak menuliskan tentang berkembangan budaya keris dalam masyarakat Jawa. Dia hanya berfokus pada keris zaman dahulu. Dalam tulisan ini, penulis ingin memaknai keris bukan hanya dari segi fisik, tetapi ingin lebih memaknai keris dari segi makna kepemilikan dan fungsinya bagi pemiliknya. Penulis ingin memaparkan lebih jauh mengenai pergeseran yang terjadi dalam hal makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa saat ini. Studi ini juga akan dilengkapi dengan observasi dan wawancara terhadap beberapa pecinta keris sehingga akan diperoleh data tentang makna dan fungsi keris dalam masyarakat saat ini. Berdasarkan data tersebut penulis akan dapat melihat bagaimana perkembangan dan pergeseran makna dan fungsi keris dari zaman dahulu hingga saat ini.
1.6
Landasan Teori Sebuah penelitian tidak lepas dari adanya teori-teori. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan beberapa pemikiran teoritis yang sudah ada dan diterapkan dalam ilmu etnografi. Pemikiraa teoritis
yang digunakan berdasarkan pada
pemikiran teoritis van Peursen mengenai tahapan perkembangan budaya. C.A. van Peursen mengatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan kebudayaan yaitu tahap mitis, tahap ontologis dan tahap fungsionil. Tahap mitis yaitu tahap dimana manusia mempercayai adanya kekuatan gaib, tahap ontologis adalah tahap dimana manusia mulai berpikir dan meneliti. Tahap fungsionil adalah tahap manusia mulai berpikir modern (Peursen, 1989:18). Yang dimaksud dengan tahap mitis ialah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan. Tahap ontologis ialah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan yang secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal. Manusia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu (ontologi) dan mengenai segala sesuatu menurut rincian (ilmu-ilmu). Tahap fungsionil ialah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam manusia modern. Ia tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya (sikap mitis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap objek-objek penyelidikan (sikap ontologis). Ia ingin mengadakan relasirelasi baru, suatu kebertautan yang baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya. Pemikiran van Peursen
ini akan digunakan penulis untuk melihat
pergeseran makna dan fungsi keris mulai dari zaman dulu hingga sekarang. Penulis akan menelaah lebih jauh pegeseran-pergeseran tersebut mulai dari makna dan fungsi keris sebagai kelengkapan seorang laki-laki hingga makna dan fungsinya saat ini. Penulis akan meneliti apakan pemikiran C.A. van Peursen mengenai perkembangan kebudayaan juga berlaku pada kebudayaan keris saat ini. Landasan pemikiran lain yang digunakan untuk meneliti adalah pemikiran Koentjaraningrat tentang wujud kebudayaan. Wujud kebudayaan itu ada tiga, yaitu: (1)Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2)wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; dan (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. (Koentjaraningrat, 1985:186-187) Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, penulis akan meneliti keris dari tiga sisi bentuk kebudayaan seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Budaya keris akan dibedah dan dilihat lebih detail dari tiga wujud kebudayaan yaitu ide, kompleks aktifitas dan artefak sehingga diketahui bagaimana sebuah keris tercipta dan diterima di kalangan masyarakat.
1.7
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi.
“Inti dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami(Spradley, 2007:5).” Metode etnografi ini terdiri dari beberapa teknik tetapi penulis hanya menggunakan tiga teknik saja yaitu observasi, wawancara dan studi pustaka. pemilihan ketiga teknik ini didasari pada pemikiran bahwa dengan menggunakan ketiga teknik ini saja, penulis sudah dapat mendapatkan jawaban dari permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian terhadap kolektor-kolektor keris di Yogyakarta dengan segala koleksi dan apa yang dilakukannya dengan koleksinya tersebut. Penulis akan melihat dan memahami makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa agar nantinya ditemukan jawaban yang menjadi permasalahan. Dengan etnografi, penulis akan mendiskripsikan dan membangun sebuah pengertian yang sistematis mengenai pergeseran makna dan fungsi keris bagi masyarakat Jawa. Ada beberapa teknik dalam etnografi, tetapi penulis hanya menggunakan beberapa saja. Data-data etnografi akan diperoleh penulis melalui teknik wawancara, observasi dan studi pustaka. Penulis hanya menggunakan ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
teknik ini saja karena hanya dengan ketiga teknik ini penulis sudah dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang diteliti. 1.7.1
Observasi Observasi berarti meninjau secara cermat. Dalam etnografi, observasi
diartikan sebagai sebuah kegiatan dimana peneliti langsung ke lapangan untuk meninjau dan melihat secara cermat suatu kebudayaan. Tujuan observasi adalah untuk memahami pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli (Spradley, 2007:3). Observasi dipakai oleh penulis agar penulis dapat melihat dan mengamati sendiri serta mencatat perilaku dan kejadian yang dialami oleh informan. Hal ini memungkinkan peneliti mencatat situasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh langsung dari data. Dalam penelitian lapangan, peneliti datang sendiri dan menceburkan diri dalam suatu masyarakat untuk mendapatkan keterangan tentang gejala kehidupan manusia dalam masyarakat itu. Di sana, kecuali dari observasi sendiri ia mendapatkan sebagian besar dari bahan keterangannya dari orang-orang warga masyarakat yang didatangi itu, yang merupakan orangorang pemberi keterangan, atau informan.(Koentjaraningrat, 1985:42) Seperti diungkapkan Koentjaraningrat tersebut, penulis akan langsung ke lapangan untuk mengamati perkembangan budaya keris yang ada di Yogyakarta. Penulis akan mencari keterangan ke berbagai narasumber secara langsung sehingga penulis akan memahami benar keris dalam budaya Jawa dan perkembangan makna serta fungsinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
1.7.2
Wawancara Wawancara merupakan salah satu cara mendapatkan informasi secara
langsung. Wawancara mendalam dan dilakukan berulang-ulang karena tingkat keakuratan datanya akan lebih bisa dipertanggungjawabkan. Wawancara etnografis merupakan suatu strategi untuk membuat orang berbicara mengenai hal yang mereka ketahui. Wawancara etnografis adalah sebagai serangkaian percakapan persahabatan yang di dalamnya peneliti secara perlahan memasukkan beberapa unsur baru guna membantu informan memberikan jawaban sebagai seorang informan. (Spradley, 2007:85) Wawancara dilakukan penulis dengan informan yaitu beberapa kolektor dan pembuat keris yang ada di Yogyakarta. Penentuan informan berdasarkan profesi yaitu dari kalangan praktisi pendidikan, kalangan seni, kalangan masayarakat biasa dan kalangan yang bergerak dalam pembuatan keris.
1.7.3
Studi Pustaka Studi pustaka merupakan sebuah metode pengumpulan data yang
bersumber dari buku-buku, majalah-majalah ilmiah, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Penulis melakukan pembacaan-pembacaan terhadap naskah-naskah yang memuat berbagai hal yang berhubungan dengan keris dan buku-buku yang bersifat teoritis untuk mendapatkan informasi.
1.8 Sistematika Penyajian Skripsi ini akan dibagi menjadi tiga bab. Bab satu yaitu pendahuluan sebagai pengantar. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab dua membahas budaya keris dalam budaya Jawa yang dibagi menjadi beberapa sub-bab. Dalam bab ini akan dijelaskan lebih jauh tentang sejarah keris berikut para empu pembuatnya, bagian-bagian keris, macam-macam keris, proses pembuatan keris dan tuah atau daya magis keris. Bab tiga merupakan pandangan masyarakat Jawa terhadap keris. Disini penulis memaparkan data-data yang didapat dan menganalisnya untuk menemukan pokok permasalahan yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah. Bab ini akan dibagi menjadi beberapa sub-bab yang akan menjelaskan makna keris zaman dahulu dan sekarang bagi masyarakat Jawa. Bab empat berisi tentang fungsi keris bagi masyarakat Jawa. Bab ini akan menjelaskan fungsi keris bagi masyarakat Jawa zaman dahulu dan saat ini. Bab lima merupakan penutup. Semua diskripsi yang ada dan disertai datadata yang sudah dianalisis akan disimpulkan hingga diperoleh suatu kesimpulan mengenai pergeseran makna dan fungsi bagi masyarakat Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
BAB II KERIS DALAM BUDAYA JAWA
2.1 Masyarakat Jawa Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang mempunyai banyak tradisi dan kepercayaan. Terminologi manunggaling kawulo lan Gusti menjadi semacam pengakuan iman akan keberadaan Tuhan pencipta alam semesta (Masroer, 2004:20). Manunggaling Kawula Gusti dapat diartikan sebagai hakekat hidup dan kehidupan
manusia
sehingga
mampu
mencapai
kesempurnaan
hidup.
Manunggaling kawula Gusti tidak hanya bentuk penyatuan antara manusia dengan Tuhannya, akan tetapi juga digunakan untuk memahami hakikat alam dan manusianya. Darimana manusia berasal, untuk apa dan mau kemana nantinya setelah manusia mati atau sering disebut dengan
ngelmu sangkan paraning
dumadi. Kegiatan olah rasa kebatinan mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sifat lahir (lair) dan batin yang saling berhubungan. Dengan demikian, manunggaling kawula Gusti tidak hanya dapat diartikan sebagai pola hubungan manusia dengan Tuhan namun juga hubungan manusia dengan sesamanya (Zoetmulder, 2000: 310) Kerajaan yang ada memunculkan adanya doktrin kasta dan melahirkan struktur sosial dalam masyarakat Jawa. Menurut Clifford Geertz, masyarakat Jawa dapat digolongkan menjadi tiga yaitu priyayi, santri, dan abangan (Geertz, 1983:6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Priyayi merupakan kaum bangsawan dan orang-orang intelektual. Golongan ini lebih menekankan pada kepercayaan Hindu. Kaum priyayi
ini
berperan penting dalam pembentukan peran perilaku sosial dalam masyarakat. Kaum santri merupakan golongan masyarakat Jawa yang telah menganut agama Islam dan mulai meninggalkan hal-hal yang menjadi kepercayaan turuntemurun dari nenek moyang mereka. Jumlah kaum santri ini relatif kecil. Kaum santri berpandangan bahwa agama merupakan manifestasi hubungan interaksi antara manusia sebagai pribadi kepada Tuhannya dan sekaligus interaksi antara manusia dengan manusia. Golongan abangan merupakan golongan penduduk Jawa yang rela memeluk Islam, namun masih larut dalam kepercayaan-kepercayaan dan ritusritus lama yang diwarisi dari nenek moyang mereka. Golongan ini memandang hakikat agama sebagai urusan pribadi. Agama masyarakat abangan merupakan perpaduan unsur animisme, Hindu dan Islam (Geertz, 1983:6).
2.2 Sejarah Keris Tidak banyak catatan-catatan yang menyebutkan sejarah keris dari awal dibuat hingga perkembangannya saat ini. Sejarah yang tercatat selama ini hanya tentang nama-nama empu pembuat dan beberapa karyanya. Sejarah para empu tersebut banyak didokumentasi atau dimasukkan dalam catatan-catatan pada masa Kerajaan Pajajaran maupun Majapahit dan diwariskan secara turun-temurun hingga sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Istilah keris sesungguhnya sudah dijumpai pada beberapa prasasti kuno. “Lempengan perungu bertulis dari Karangtengah berangka tahun 748 tahun Saka, atau tahun 824 Masehi, menyebut-nyebut tentang beberapa peralatan, seperti lukai 1, punuka 1, wadung 1, patuk kres 1……..( Harsrinuksmo: 1988:19). ” Kres yang dimaksud disini adalah keris. “Keris yang tertua di pulau Jawa, diduga sekitar abad 6 dan 7. Keris itu biasa disebut keris Buddha (Harsrinuksmo: 1988:14).” Bentuk dari keris ini masih sangat sederhana. Pada bilahnya hampir tidak berpamor atau bahkan tidak berpamor sama sekali. Seandainya ada, maka pamor tersebut tergolong pamor tiban, yaitu pamor yang bentuk gambarnya tidak direncanakan oleh sang empu. Bahan besi yang dibuat menjadi keris Budha tergolong besi pilihan dan cara pembuatannya diperkirakan tidak jauh berbeda dengan keris yang dikenal sekarang. Prof. P.A. van der Lith (1909) dalam ensiklopedi Hindia Belanda menyebutkan bahwa pada waktu stupa induk candi Borobudur yang dibangun tahun 875 Masehi dibongkar, ditemukan sebilah keris yang kemudian disimpan di Museum Etnografi di Leiden. Ada pula yang menduga budaya keris ini sudah berkembang sejak menjelang tahun 1.000 Masehi. Hal itu terbukti dari laporan seorang musafir Cina pada tahun 922 M. Diperkirakan zaman tesrebut adalah zaman berkembangnya Kerajaan Kahuripan
di tepian Sungai Brantas, Jawa
Timur. Menurut cerita, seorang raja Maharaja Jawa menghadiahkan pada kaisar Tiongkok pedang pendek dengan hulu terbuat cula badak ( Harsrinuksmo: 1988:19-20).”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
Ma Huan nama musafir Cina tersebut menuliskan pengalamannya ketika mengunjungi kerajaan Majapahit dalam bukunya yang berjudul Yingyai Shen-lan pada tahun 1416 M. Kedatangannya ke Majapahit bersama Laksamana Cheng Ho atas perintah kaisar Yen Tsung dari Dinasti Ming. Di Majapahit, Ma Huan melihat bahwa semua lelaki di negeri itu memakai pulak, sejak kanak-kanak, bahkan sejak umur tiga tahun. Pulak yang dimaksud oleh Ma Huan adalah semacam belati lurus atau berkelok-kelok yaitu keris (Harsrinuksmo: 1988:20-21). Dalam laporannya, Ma Huan menulis: “These daggers have very thin strips and whitish flowers and made of very best steel; the handle is of gold, rhinoceros or ivory, cut into the shape of human or devil faces and finished carefully (Harsrinuksmo: 1988:20-21).” Kutipan tersebut bila diterjemahkan sebagai berikut: belati ini memiliki strip sangat tipis dan bunga-bunga berwarna keputihan, dan terbuat dari baja yang terbaik; pegangan yang terbuat dari emas, cula badak atau gading, dipotong menjadi bentuk wajah manusia atau iblis dan diselesaikan dengan hati-hati. Berdasarkan kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa pada masa tersebut teknik pembuatan keris sudah mulai berkembang. Keris tidak lagi lurus dan tanpa pamor, tetapi sudah dibuat dengan motif bunga-bunga berwarna putih dengan garis-garis tipis. Gagang atau hulu keris juga sudah dibuat menggunakan bahan emas, cula badak atau gading, yang dipotong dan dibentuk menyerupai wajah manusia atau iblis dan dibuat dengan hati-hati dan sebaik mungkin menggunakan bahan berkualitas tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Selain
catatan-catatan
tersebut,
banyak
cerita-cerita
rakyat
yang
berkembang dalam masyarakat yang menceritakan tentang adanya seorang empu yang membuat keris pusaka bertuah. Cerita ini juga menjadi salah satu pembuktian adanya orang-orang yang membuat keris dan menjadikannya sebagai senjata pada zaman dulu. Dari sekian banyak empu yang tercatat pada naskah-naskah kerajaan, ratarata mereka hanya membuat tiga buah keris. Bahkan beberapa hanya membuat satu buah keris saja (Koesni, 1979:40-57). Berikut ini dipaparkan periodisasi pembuatan keris di Pulau Jawa. Nama Kerajaan
Perkiraan Abad
Empu yang Terkenal
Zaman Kabudan
Abad 6-9
Tidak diketahui namanya
Syailendra
Abad 8
Tidak diketahui namanya
Kahuripan
Sekitar abad 11
Tidak diketahui namanya
Jenggala
Pertengahan abad 11
Tidak diketahui namanya
Singasari
Pertengahan abad 11
Gandring, dan lain-lain
Madura Tua
Abad 12-14
Kasa, Macan, dan lain-lain
Pajajaran
Abad 12-14
Kuwung Sombro, dan lain-lain
Segaluh
Sekitar abad 13
Tidak diketahui namanya
Tuban
Abad 12-18
Peneti, Suratman, dan lain-lain
Blambangan
Abad 12-13
Pitrang dan lain-lain
Majapahit
Abad 13-14
Jigja, Jaka Sura, dan lain-lain
Pengging Witaradya
Abad 13
Tidak diketahui namanya
Demak
Abad 14
Ki saleh
Pajang
Abad 14
Ki Umyang
Mataram Senopaten
Abad 14-15
Tidak jelas namanya
Mataram Sultanagungan
Sekitar abad 16
Supo Anom, Guling, dan lain-lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Mataram Amangkuratan
Sekitar abad 17
Tidak jelas namanya
Kartasura
Sekitar abad 18
Brajaguna I
Surakarta
1726-1945
Singawijaya, Jayakadga
Yogyakarta
1755-1945
Tarunagahana dan lain-lain
1945-
Jeno Harumbrojo Pauzan Puspasukadga Suparman Wignyasukadga Genya
Republik Indonesia
Tabel 1 Periodisasi Zaman Pembuatan Keris di Pulau Jawa Harsrinuksma, 1988:39 Moertjipto dan Prasetyo, 1993: 19
2.2 Proses Pembuatan Keris Keris dibuat oleh seorang empu. Sebagai salah satu senjata yang biasa digunakan masyarakat Jawa, keris dibuat dari perpaduan beberapa jenis besi yang ditempa hingga membentuk bilah keris. Pembuatan keris ini melalui beberapa tahapan. Pertama yaitu perenungan sang empu untuk menentukan jenis keris. Setelah menerima pesanan keris, empu akan merenung dan berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi petunjuk dalam pembuatan keris. Kedua, menentukan orang yang akan membantu sang empu membuat keris. Setiap empu biasanya memiliki beberapa cantrik yang membantunya. Dari beberapa cantrik ini, dia akan memilih dua orang yang akan membantunya membuat keris. Ketiga, mengadakan selamatan agar selama proses pembuatan keris berjalan lancar dan keris yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Selamatan ini dilaksanakan dengan mengundang para tetangga untuk ikut berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dan meminta restu pada Tuhan agar proses penbuatan keris dapat berjalan lancar, tidak ada gangguan dan godaan. Keempat, pelaksanaan pembuatan keris dengan cara menempa besi yang telah dipanaskan. Besi yang digunakan biasanya terdiri dari tiga macam jenis besi yaitu besi penawang, besi purosani dan besi balitung. Proses penempaan besi ini dilakukan berulang-ulang hingga membentuk lekukan-lekukan sesuai dengan bentuk keris yang diinginkan (Harsrinuksmo, 2004:35-40). Kelima, penyepuhan pembersihan
bilah keris. Penyepuhan merupakan proses
besi yang telah ditempa dan menjadi sebilah keris. Sebelum
menyepuh biasanya sang empu akan masuk ke dalam sebuah ruangan atau bilik untuk bersemadi. Ia berdoa memohon agar penyepuhan yang akan dilakukan berhasil (Harsrinuksmo, 2004: 41). Tahap terakhir pembuatan keris adalah mewarangi keris yang sudah jadi dengan bisa ular dicampur jeruk nipis, atau bisa juga dengan minyak yang telah dibuat khusus untuk mewarangi. Penggunaan arsenik dalam mewarangi keris sudah jarang dilakukan lagi saat ini. Hal ini disebabkan karena cairan arsenik dengan kadar tinggi dapat menggerus besi keris sehingga keris akan menjadi cepat keropos. Arsenik digunakan hanya dengan kadar rendah dan dicampur dengan minyak (Eko, wawancara pribadi, 4 Mei 2012) Jika keris yang dibuat adalah keris tayuhan, maka setelah selesai diwarangi, empu akan menayuh atau mendoakan keris agar memiliki daya atau kekuatan. Empu akan membawa keris masuk kesebuah ruangan kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
bersemadi. Dia akan berdoa dan membaca mantra agar keris memiliki daya magis atau kekuatan seperti yang diinginkan.
2.3 Bagian-Bagian Keris Sebilah keris terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing memiliki penamaan sendiri-sendiri. “Secara garis besar bagian keris dibagi menjadi lima bagian utama, yaitu pesi, gonjo, bongkot, wadhuk dan bagian pucuk (Doyodipuro, 1999: 7).”
Gambar 1 Bagian-Bagian Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
2.3.1 Pesi Pesi merupakan bagian bawah bilah keris atau pangkal keris. Berbentuk bulat dengan garis tengah sekitar lima milimeter dan meruncing seperti rebung bambu sepanjang tujuh centimeter. Pesi dibuat dari bahan yang sama dengan bilahan keris. Kegunaan dari pesi adalah sebagai tangkai keris yang ditanam di hulu keris. Bagian pesi ini tidak boleh sampai patah atau retak dalam pembuatannya. Jika sampai retak atau putus, keris menjadi cacat. Pesi yang retak ataupun putus tidak dibenarkan untuk dibenahi atau diperbaiki lagi (Doyodipuro, 1999: 7).
2.3.2 Ganja Ganja merupakan bagian keris yang terletak diatas pesi, letaknya melintang, di tengahnya berlubang. Lubang ini berfungsi sebagai tempat memasukkan pesi sehingga ganja bisa menempel pada bilah pangkal dari keris. Ganja dibuat dari sebagian bahan keris yang telah ditempa sempurna lengkap dengan pamornya. Pamor atau ukiran yang terdapat pada ganja merupakan gambaran dari sebilah keris. Maksudnya, jika sebilah keris ganjanya mas kumambang dengan ekor cecak yang runcing, maka bilah tersebut berpamor sama dengan ganjanya dan berbentuk lekuk. Berdasarkan pembuatannya, jenis ganjo ada tiga. Jenis pertama adalah ganja iras. Disebut ganja iras karena ganja tersebut dibuat tidak terpisah dengan bilahnya. Jenis kedua adalah ganja susulan, yaitu ganja yang dibuat terpisah dan bahannya sama dengan bahan keris yang dibuat. Ketiga, ganja wulung yaitu ganja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
yang tidak ada pamornya. Ganja ini jika diwarangi hanya berwarna hitam (Doyodipuro, 1999: 7). Masing-masing jenis tersebut di atas, memiliki beberapa bentuk yang berbeda-beda. Diantaranya ganja cecak karena menyerupai bentuk seekor cicak, ganja tekek karena menyerupai seekor tokek yang merambat, ganja nguceng mati karena menyerupai anak lele yang terapung, lainsebagainya. (Doyodipuro, 1999: 8-10). “Berdarkan bentuknya, ganja dibagi menjadi empat macam yaitu ganja kinatah, ganja sekar, ganja maskumambang dan ganja wulung (Koesni, 1979:67).” Ganja kinatah adalah ganja yang dihiasi dengan emas dan ditatah menyerupai singa atau gajah. Bentuk singa atau gajah ini sering disebut bentuk lunglungan. Ganja sekar adalah ganja yang terlihat pamornya baik dari atas maupun kanan kirinya. Ganja maskumambang adalah ganja yang diberi pamor tetapi hanya bagian atasnya. Ganja wulung merupakan ganja yang tidak diberi perhiasan emas dan tidak memakai pamor.
2.3.3
Bongkot Bongkot merupakan bagian pangkal keris. Pada bagian ini banyak terdapat
ricikan atau perlengkapan bilah keris. Baik pada bagian depan, tengah, maupun bilahan keris. Jumlah ricikan ini bergantung dari motif bilahan keris. Jumlah ricikan yang biasanya ada pada bongkot adalah dua puluh satu jenis. Yaitu: bungkul atau bawang sabungkul, gandhik atau batu penghias alis, pijetan atau blumbungan yang bentuknya menyerupai empang, tikel alis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
terletak di atas blumbungan dan terdapat tonjolan memanjang seperti alis. Selain itu ada juga kembang kacang atau belalai gajah, jalen, lambe gajah (karena menyerupai bibir gajah), jalu memet, sogokan yang terletak di tengah pangkal bilahan mencuat ke atas, adongodo, pudak sategal, lis gusen, gereng, sogokan bagian belakang, srawean, wadhidhang, tungkakan, rondho nunut, ri pandan, thingil, dan kenyut (Doyodipuro, 1999: 10-11).
2.3.4 Wadhuk Wadhuk merupakan bagian keris yang berada di antara pangkal keris dengan pucuk keris. Pada bagian ini terdapat beberapa macam ricikan yaitu kruwingan, gulu milir, adongodo, dan gusen. Sesungguhnya, wadhuk hanyalah kelanjutan dari bagian bongkot.
2.3.5 Pucuk Pada bagian ini tidak terdapat ricikan. Yang menjadikan satu pucuk keris berbeda dengan pucuk keris yang lain adalah bentuk pucuk kerisnya. “Ada empat macam bentuk pucuk keris, yaitu pucuk keris nyujen sate, pucuk keris gabah kosong, pucuk keris buntut tumo, dan pucuk keris kembang gambir (Doyodipuro, 1999: 13).” Penamaan pucuk keris tersebut didasari pada persamaan bentuk. Disebut pucuk keris nyujen sate karena bentuknya runcing menyerupai tusuk sate. Disebut gabah kosong, karena bentuk ujung keris menyerupai bulir padi yang kosong atau tidak berisi. Disebut pucuk keris buntut tumo karena bentuknya menyerupai ekor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
kutu. Pucuk keris sering disebut juga kembang gambir karena bentuknya menyerupai kuntum bunga gambir yang masih kuncup.
Gambar 2 Sor-Soran dan Ricikan Keris http://hadinataroslan.files.wordpress.com/2010/11/ricikankeris1.jpg Diunduh 30/05/2011 0:16
Bagian lain yang menjadi kelengkapan sebuah keris adalah gagang atau hulu keris dan warangka. Gagang keris biasanya terbuat dari kayu dan dihiasi cincin yang disebut mendhak. Hulu keris sering dipahat seperti arca kecil sebagai penghias keris. Cincin pada hulu keris seringkali juga dihiasi batu permata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Gambar 3 Hulu atau Gagang Keris http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html Diunduh 30/05/2011 0:16 Warangka merupakan sarung keris. “Warangka biasanya terbuat dari kayu pilihan, atau kayu gading, bahkan bahan lain seperti bahan tanduk (Panji, 2010: 70).” Warangka dihasilkan oleh seorang pengrajin yang disebut mranggi. Pembuatan warangka biasanya menggunakan patron atau blad. Bentuknya sangat spesifik sesuai dengan daerah pembuatnya. Terkadang warangka dibuat dengan balutan bahan perak atau emas bermata berlian yang diukir indah. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan tingkat martabat pemiliknya. Berdasarkan bentuknya ada dua macam warangka. Yaitu warangka ladrang dan warangka gayaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
Gambar 4 Warangka Ladrangan http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html Diunduh 30/05/2011 0:30
Gambar 5 Warangka Gayaman http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html Diunduh 30/05/2011 01:10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
2.4 Macam-Macam Keris Dikalangan para pencinta keris, muncul dua istilah keris, yaitu keris “luar” dan keris “dalam”. Keris “luar” merupakan keris yang dimiliki oleh rakyat biasa atau diluar keluarga kerajaan. Keris “dalam” merupakan keris yang dipakai oleh raja-raja atau keluarga raja. Keris ini pada umumnya diberi gelar kyai, kanjeng kyai, dan kanjeng kyai ageng. Keris-keris ini dibagi ke dalam beberapa golongan. 2.4.1
Berdasarkan Cara Pembuatannya Berdasarkan cara pembuatannya, keris dibagi menjadi keris ageman dan
keris tayuhan. Keris ageman merupakan jenis keris yang lebih mengutamakan segi keindahan lahiriah keris. Keris tayuhan merupakan jenis keris yang lebih mengutamakan tuah atau kekuatan gaib yang terkandung di dalam keris tersebut. Keris ageman merupakan keris yang hanya dihiasi dengan berbagai hiasan dan dipakai dalam acara-acara biasa. Untuk membuatnya hanya dibutuhkan besi belitung, besi purosani dan besi penawang sebagai ganti pamornya. Keris tayuhan dibuat dari bahan yang sama dengan bahan yang digunakan untuk membuat keris ageman. Perbedaannya terletak pada mantra-mantra yang diucapkan oleh sang empu ketika membuat keris tersebut. Mantra-mantra inilah yang menjadikan sebilah keris menjadi bertuah (Koesni, 1979:10).
2.4.2
Berdasarkan Bentuk dan Kelengkapan Bagian-Bagiannya Berdasarkan bentuk dan kelengkapan bagian-bagiannya, keris dibagi
menjadi dua ratus empat puluh dapur keris yang terbagi dalam keris lurus dan keris yang berkelok-kelok atau luk. Jumlah kelokan atau luk secara konvensional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
atau berdasarkan pakem pembuatan keris ada tiga belas macam. Jumlah luk keris selalu ganjil dimulai dari luk tiga, kemudian luk lima, luk tujuh, luk sembilan, luk sebelas, dan luk tiga belas. Masing-masing luk memiliki pemaknaan sendirisendiri (Harsrinuksmo, 2004:14). Di luar dari bentuk konvensional tersebut, ada keris yang memiliki luk lebih dari tiga belas, bahkan sampai dua puluh sembilan. Keris tersebut sering disebut dengan nama keris palawoja (Tejo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012) .
2.5 Tuah dan Daya Magis Pada hakikatnya, tuah merupakan kekuatan gaib yang terjadi karena adanya berkah, berkat, atau barokah yang dikaruniakan Tuhan melalui sebilah keris. Selain itu, ada keris yang tuahnya berasal dari doa-doa dan mantra-mantra yang diucapkan oleh empu pembuatnya. Ada pula tuah keris yang berasal dari kekuatan jin atau makhluk halus. Sesaji yang diberikan pada keris merupakan sebuah harapan agar ada makhluk halus yang mau bertempat tinggal di dalam keris tersebut. Diantara semua jenis tuah keris tersebut, keris yang paling tinggi tuahnya adalah keris yang mengandung gabungan tuah dari ketiganya. Dalam pembuatan keris, para empu juga memasukkan daya magis kedalamnya. Daya magis ini merupakan sebuah sugesti yang disesuaikan menurut kebutuhan si pemesan. Sugesti itu berupa kewibawaan, keberhasilan, keberanian, kekayaan, bahkan bisa juga sakit, sial, maupun kematian. Tetapi ada juga keris yang sugestinya berupa makhluk yang mengerikan seperti raksasa, naga dan sebagainya (Doyodipuro, 1999: 15-20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
Setiap keris memiliki tuah tersendiri bagi pemiliknya. Tuah tersebut diciptakan melalui doa-doa atau mantra-mantra dari empu pembuatnya dan diwujudkan dalam bentuk pamor. Sang empu sebagai pencipta, merangkul segala daya pada bilah keris menjadi satu tujuan yaitu tercapainya apa yang dikehendaki oleh pemesan. Sebilah keris bukan hanya membawa manfaat bagi pemiliknya, tetapi juga bisa membawa petaka. “Sebilah keris jika tidak cocok dengan pemilik dari keris tersebut maka akan mendatangkan petaka bagi si pemilik keris tersebut (F.L. Winter, 2009:65-69).” Misalnya seperti dikisahkan tentang Ken Arok dan keris buatan Empu Gandring yang banyak memakan korban darah. Daya kekuatan atau tuah yang timbul dari sebilah keris, biasanya hanya disaksikan oleh pribadi seseorang. Hal ini tidak dapat diterangkan secara terperinci dan tidak ada saksi-saksi yang menguatkan adanya kejadian yang mustahil tersebut. Kekuatan atau daya magis keris tergantung dari jenis keris. Misalnya keris berpamor udan mas. Keris ini dipercaya dapat menjadikan suatu usaha lancar dan mendapat banyak keuntungan. Bila seseorang berprofesi sebagai juru bicara atau seorang pembawa acara, maka biasanya dia akan menggunakan keris jangkung yang berluk lima. Keris ini dipercaya mampu membuat seseorang pandai dan lancar dalam bertutur kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
BAB III PERGESERAN MAKNA KERIS
3.1
Makna Keris Zaman Dahulu
3.1.1
Berdasarkan Cara Pembuatan Keris Koesni dalam bukunya yang berjudul Pakem Pengetahuan Tentang Keris
menyebutkan ada perbedaan dalam pembuatan keris ageman dan keris tayuhan. Keris ageman dibuat menggunakan bahan yang sama dengan bahan keris tayuhan. Cara pembuatan keris ageman juga sama dengan pembuatan keris tayuhan. Perbedaannya terletak pada ritual-ritual yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah membuat keris. Selain itu, adanya mantra-mantra dalam pembuatan keris tayuhan tidak terdapat pada keris ageman. Sebilah keris menjadi keris tayuhan atau keris yang bertuah karena adanya beberapa ritual yang harus dijalani oleh sang empu. Enam hari sebelum membuat keris, empu harus melakukan beberapa tahapan ritual. Hari pertama dipergunakan empu untuk membersihkan besalen (tempat perapian), panyirepan (tempat air), dulang
landesan
(tempat
penempaan),
dan
ububan
(tempat
pembantu
menghembuskan angin). Hari kedua dipergunakan oleh empu untuk memikirkan dan memilih orang-orang yang akan membantunya membuat keris. Hari ketiga bahan-bahan yang dipilih untuk pembuatan keris harus dipersiapkan dan dibersihkan. Hari keempat sang empu mengumpulkan para pembantu yang dipilihnya dan diajak keluar untuk mencari tempat yang sepi untuk membicarakan segala hal yang berkaitan dengan proses pembuatan keris. Hari kelima, empu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
mengadakan selamatan dengan mengundang para tetangga untuk meminta doa restu agar pembuatan berjalan lancar dan terlepas dari segala godaan dan halangan. Hari keenam sang empu segera menetapkan mantram apa dan tuah apa yang akan disisipkan kedalam pusaka yang akan dibuat. Dan hari ketujuh, sang empu akan memulai membuat keris tersebut. Pagi hari sebelum matahari terbit, sang empu harus melaksanakan mandi keramas dengan rangkaian lima macam bunga untuk sebaran dalam air. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pensucian diri segala perasan dengki, marah, susah, dan sombong. Arti dari penggunaan bunga adalah barang siapa yang akan memulai membuat keris pusaka harus selalu bersanding dengan rasa guna dari pancaindera yang dinamakan pandulu (penglihatan), pangguru (pendengar), panggada (penciuman), pangrasa (perasaan), dan pangucap (perkataan). Selama membuat keris, jangan sampai pembuat keris tergoda oleh pemandangan lain dan jangan menuruti hawa nafsu lain, tergoda oleh suara lain, dan jangan menuruti hawa nafsu sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna (Koesni, 1979:12-13). Selain mandi kembang, puasa juga wajib dijalani sang empu. Puasa untuk persiapan ini dilakukan pada waktu senja semalam suntuk hingga terbit matahari. Sebelum senja hari, terlebih dahulu sang empu mandi keramas lalu mencari tempat suci. Sikap berpuasa harus duduk bersila dan tidak boleh bergerak. Dilarang makan, minum maupun menghirup bebauan yang membawa sari makanan dan minuman dan aroma yang tercela. Puasa ini biasa dilakukan di tempat-tempat sunyi jauh dari dari keramaian atau tempat tempat keramat. Tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
berpuasa disebari bunga-bunga dan lain sebagainya agar bisa tercium aroma wangi. Pada tengah malam, sang empu akan meninggalkan tempat berpuasanya untuk melakukan keperluan pribadi. Di waktu ini empu dapat minum tetapi tidak boleh makan. Setelah selesai, ia harus kembali ke tempatnya dan melanjutkan puasanya. Selama puasa, sang empu tidak berbicara sepatah katapun kepada orang lain (Koesni, 1979:18). Sebilah keris terbuat dari beberapa jenis besi. Hal ini disebutkan oleh Koesni dalam bukunya Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Menurut Koesni, sebilah keris terbuat dari beberapa macam besi, yaitu besi Balitung, besi Purosani, dan besi Penawang sebagai pengganti pamor. Besi Balitung merupakan besi murni yang berwarna hitam kecoklatcoklatan. Besi Purosani merupakan besi yang timbulnya sudah bercampur dengan baja. Besi Penawang adalah besi lunak berwarna putih pudar tetapi anti karat. Pada zaman dulu orang membuat keris dengan cara tradisional (Koesni: 1979:10). Langkah pertama membuat keris yaitu dengan memotong besi Purosani kurang lebih sepuluh sentimeter kemuan dibakar, ditempa, dan dibentuk memanjang lurus atau bengkok samar-samar. Setelah itu, besi Belitung selebar jari manis dan panjang kurang lebih sepuluh sentimeter sebanyak dua lembar dibakar dan di tengahnya disisipi besi Purosani lalu ditempa. Penempaan ini dilakukan untuk menyatukan antara besi Belitung dan besi Purosani. Setelah menyatu dapat dibentuk bengkok-bengkok menurut ketentuan dapurnya. Setelah sesuai dengan bentuk yang diinginkan, besi tadi dipotong ujung belakannya untuk membuat pesi yang panjangnya sekitar tujuh sentimeter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Langkah selanjutnya yaitu membuat lekuk-lekuk dan gambar yang sering disebut ricikan yang diikuti dengan pembuatan ganja yang diambil dari bagian pesi. Setelah ganja terbentuk, lalu diberi lubang di bawahnya yang nantinya akan ditusukkan atau dimasukkan pada pesi. Besi tiga lapis yang sudah dibentuk menyerupai keris ini disebut blabaran. Setelah blabaran selesai, besi penawang sebesar dua milimeter sebanyak dua lapis dibakar hingga leleh lalu ditumpahkan di tengah-tengah bagian atas mulai dari ganja hingga pucuknya sambil terus ditempa. Cairan besi penawang tersebut nantinya akan menjadi pamor penawang. Penyempurnaan blabaran ini adalah dengan dihaluskan. Sang Empu akan meneliti dengan rabaannya bentuk dari blabaran tersebut. Setelah segalanya sudah kelihatan dan terasa sempurna, barulah Sang Empu berani menyebutnya sebagai keris yang sejati. Blabaran keris yang sudah dihaluskan bentuk tangguh dan lain sebagainya tersebut, segera Sang Empu menayuh keris tersebut (Koesni, 1979:14-17). Pembuatan keris bertuah atau biasa disebut keris tayuhan tak lepas dari adanya mantra-mantra atau doa-doa yang diucapkan oleh sang empu. Mantramantra ini yang akan menjadikan bilah keris memiliki daya magis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Penggunaan
Mantra
Sebelum empu Aum, memasukkan
Terjemahan
sembahning Ya
anatha tinggalana de permohonan
besi ke dalam trilokasarana. api
yang
menyala
Tuhan,
semoga hamba
sembah
ini
Paduka
ketahui, sang Pelindung tiga buana.
Awignham astu, isun Jangan ada halangan, hamba mpu… mpu…..
(nama sang (nama empu) tidak mengucapkan
empu) tan awacana, de kata-kata, yang tidak berguna dan nir-arthaka darpa. Dang
dahana
sombong. bagni Api yang menyala-nyala ini semoga
niraweh sara sudharma
memberi pusaka yang berguna
Menempa besi
Semoga yang menyimpan diri saya
penawang
(keris itu) dan tekun memelihara saya dengan jalan. Bersihkan setiap selapan hari sekali (36 hari) dengan air leri. Siramilah diri saya setiap setahun sekali. Orang ini akan didekati rezeki. Semoga yang Maha Kuasa mengabulkan permohonan saya ini
Sebelum mulai
Aum, awighnam astu. Ya
Tuhan,
menayuh
Hanata sara inarcaya, halangan.
semoga
Adalah
tidak
pusaka
ada yang
yeka sara ulun. Ulun dihormati, ialah pusakaku. Hamba yun miminta, iggita de- ingin memohon, syarat tanda-tanda inanugrahan ri-adika
diberi anugrah yang baik.
Tabel 2 Mantra Zaman Dulu Khoesni, 1979:14-19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Setelah proses menayuh selesai, berarti proses pembuatan keris selesai dan bisa diserahkan pada pemesan keris. Lama proses pembuatan dari awal hingga akhir tidak bisa dibatasi waktunya. Jika lancar, maka dalam setengah bulan akan selesai. Tetapi jika kurang lancar, bisa memakan waktu hingga tiga tahun bahkan lebih (Koesni, 1979:17). Berdasarkan uraian pembuatan keris di atas dapat dilihat bahwa keris bukanlah senjata biasa seperti senjata-senjata tradisional lain pada umumnya. Tetapi keris merupakan senjata yang memiliki kekuatan magis. Keris adalah perwujudan tuah-tuah yang hanya bisa dirasakan dan disaksikan oleh pemegang keris tersebut.
3.1.2
Berdasarkan Macam-Macam Keris Berdasarkan cara pembuatannya keris dibagi menjadi dua yaitu keris
ageman dan keris tayuhan. Keris ageman merupakan keris yang hanya digunakan untuk hiasan atau dipakai dalam acara-acara biasa. Keris tayuhan adalah keris yang memiliki kekuatan magis. Keris ini dibuat dengan berbagai ritual dan mantra-mantra. Berdasarkan bentuknya, keris dibagi menjadi dua yaitu dapur bener dan dapur luk. Dapur bener merupakan keris yang memiliki bentuk lurus dan meruncing diujungnya. Dapur luk merupakan keris dengan bentuk kerlekuk-lekuk seperti bentuk ular yang sedang merayap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
Dapur luk ini masih dibagi lagi menjadi beberapa jenis berdasarkan jumlah luk atau lekuk pada keris. Jumlah luk ini selalu ganjil. Masing-masing bentuk memiliki pemaknaan yang berbeda-beda. Keris luk satu melambangkan sifat keberanian, kebenaran, kensentrasi dan kemakmuran. Luk tiga melambangkan akal budi, perlawanan, dan inisiatif. Luk lima melambangkan sifat kesatriya para Pandawa yaitu ketertiban dalam dunia, disiplin, dan persenjataan. Luk tujuh melambangkan kesaktian, kegembiraan dalam hidup, perguruan, dan ilmu pengetahuan. Luk sembilan melambangkan ketuhanan, kepuasan hidup, dan pintu gerbang surga (Moerbiman,1980:31-33). Berdasarkan macam-macam keris di atas dapat dilihat bahwa keris merupakan perlambang dari sifat-sifat yang selalu ingin diraih oleh manusia. Keris menjadi simbol harapan yang ingin diraih manusia.
3.1.3 Berdasarkan Perawatannya Sebagai salah satu benda pusaka, keris haruslah dirawat dan disimpan dengan baik. Zaman dahulu keris disimpan di tempat yang khusus dengan diberi bunga-bunga ataupun wewangian. Jika keris yang disimpan merupakan keris tayuhan yang bernilai tinggi, bunga yang disebarkan tidak akan layu tetapi langsung kering tanpa adanya proses pembusukan. Keris kadang juga disimpan bersatu dengan pakaiannya di dalam satu tempat. Keris disimpan dalam selongsong (wadah dari kain) dalam kondisi benar-benar tertutup rapat (Khoesni, 1976:104-105).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Perawatan juga dilakukan untuk menjaga keris tetap dalam kondisi bagus yaitu dengan memandikan keris atau sering disebut njamasi. Memandikan keris biasanya dilakukan oleh seorang empu pembuat keris atau seorang mranggi yaitu orang yang membuat warangka keris. Njamasi keris biasanya dilakukan pada bulan Suro. Njamasi dilakukan dengan cara merendam keris ke dalam wadah yang diisi air dan kembang setaman. Dua buah pace atau buah mengkudu yang sudah menguning disiapkan. Satu buah dihancurkan lalu diambil airnya, dan yang satunya dibelah dua. Buah pace yang sudah dihancurkan tersebut kemudian dicampurkan ke dalam air yang telah diberi kembang setaman dan air perasan jeruk secukupnya. Ramuan ini dibiarkan antara sepuluh hingga lima belas menit. Pegang keris dibagian pesinya kemudian diguyur dan dimandikan dengan air tersebut hingga merata. Setelah itu keris dibersihkan dengan buah lerak yang telah dibuang isinya. Buah lerak ini merupakan pengganti sabun saat ini. Keris kemudian digosok dengan sikat dan bantuan air lerak berulang-ulang hingga berbusa dan bersih. Perlu diperhatikan bahwa dalam menggosok keris harus satu arah, tidak boleh dibolak-balik. Mulai dari pesi, ganja, sampai ke ujung keris Pembersihan ini dilakukan hingga kotoran-kotoran yang menempel pada keris hilang dan keris menjadi bersih. Setelah bersih, keris kemudian dikeringkan dan langsung direndam ke dalam air pace dan kembang setaman tadi selama sepuluh hingga lima belas menit, lalu dikeluarkan dan digosok dengan buah pace yang dibelah. Tahap selanjutnya yaitu mengolesi ramuan Garu-Ratus-Rasamala hingga dua atau tiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
menit, kemudian keris dibakar di atas api hingga kering lalu disikat kemudian keris kembali digosok kembali buah pace pada keris lalu ditaburi dengan bubuk kayu cendana. Terakhir keris dibakar di atas api hingga keris dan diberi bubuk kayu jati kemudian disikat dengan bersih (Khoesni, 1976:104-107). Selain perlakuan biasa terhadap keris, ada beberapa perlakuan khusus yang dilakukan oleh para pecinta keris. Perlakuan tersebut berupa pemberian sesaji pada malam-malam tertentu. Pemberian sesaji ini biasa dilakukan pada malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Sesaji biasanya berupa kembang setaman dan dupa atau kemenyan yang dibakar. Ritual dilakukan pemilik keris menjelang magrib. Dupa atau kemenyan dibakar dan diletakkan di salah satu sudut ruangan disertai dengan kembang setaman. Perlakuan khusus yang lain adalah pemberian tumbal pada keris. Tumbal diberikan kepada keris-keris yang berjenis khusus. Keris seperti ini biasa disebut dengan keris Somyang. Keris ini biasanya digunakan untuk pesugihan. Sesajisesaji yang diberikan merupakan wujud penghormatan kepada empu pembuat keris, penghormatan kepada leluhur yang dahulu memiliki keris tersebut, dan penghormatan kepada si penunggu keris (wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
3.2
Makna Keris Saat Ini
3.2.1
Berdasarkan Cara Pembuatan Keris Proses pembuatan keris diungkapkan oleh Bambang Harsrinuksmo dalam
bukunya yang berjudul Ensiklopedi Keris. Proses pembuatan keris diawali dengan bersemadi. Sang empu akan berkonsentrasi dalam sebuah bilik tertutup,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
membakar kemenyan sambil berdoa dan mengucapkan beberapa mantra yang berisi permohonan petunjuk dan bimbingan Tuhan. Pada hari baik menurut perhitungan primbon, sang empu membuat selamatan dan mengundang beberapa orang untuk berdoa bersama agar keris buatannya kelak tidak mencelakakan pemiliknya maupun orang lain. Ia juga memohon agar selama melaksanakan pekerjaan dapat berlangsung lancar dan selamat. Selamatan diakhiri dengan makan bersama dan sang empu memberikan penjelasan kepada para panjak atau orang yang membantunya dalam membuat keris. Ia juga menerangkan teknis pembuatan keris tersebut (Harsrinuksmo, 2004: 35). Bahan baku pembuatan keris adalah besi, baja, dan bahan pamor. Bahan pamor ini ada empat macam, yaitu batu meteorit atau batu bintang yang mengandung unsur titanium, nikel, senyawa besi, dan senyawa besi dari daerah lain yang bila dicampurkan dengan bahan besi dari daerah tertentu akan menimbulkan nuansa warna serta penampilan yang berbeda (Harsrinuksmo, 2004: 11). Besi pamor dipanaskan hingga membara, kemudian ditempa. Sang empu memegang palu kecil atau biasa disebut palu penimbal di tangan kanannya dan memegang capit atau alat penjepit di tangan kirinya kemudian memukul besi berulang-ulang. Besi tersebut dibuat berlapis-lapis paling sedikit 64 lapisan. Untuk keris berkualitas sederhana diperlukan lapisan sebanyak 128 buah. Sedangkan yang berkualitas baik harus lebih dari 200 lapisan. Setelah diperoleh ketajaman yang baik, disisipkan lapisan baja di tengahnya. Selama bekerja, termasuk hari-hari kosong, sang empu biasanya jarang berbicara kecuali dirasa perlu sekali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Setelah pekerjaan mencapai sembilan puluh persen, keris kemudian disepuh. Proses ini merupakan proses yang paling menegangkan karena riskan terhadap sebuah kegagalan. Jika penyepuhan gagal, berarti pekerjaan yang sudah dilakukan menjadi sia-sia dan dia harus mengulang dari awal lagi mulai dari kenduri dan seterusnya. Kegagalan dalam penyepuhan akan membuat bentuk sebilah keris yang hampir selesai menjadi meliuk dan agak berbentuk pilin. Karena besarnya risiko yang dihadapi, biasanya sang empu akan bersemadi untuk memohon kepada Tuhan agar tahap penyepuhan keris dapat berlangsung dengan selamat (Harsrinuksmo, 2004: 35-36). Di Yogyakarta terdapat beberapa pengrajin keris. Baik keris yang bertuah, tiruan keris zaman dulu, maupun keris sebagai kerajinan. Salah satu pengrajin keris yang ada di Yogyakarta adalah di Desa Banyu Sumurup Imogiri Bantul Yogyakarta. Di sini keris diproduksi sebagai kerajinan. Mereka membuat keris untuk dijual sebagai hiasan, pelengkap busana, maupun cinderamata. Keris ini tidak bertuah atau tidak memiliki daya magis, sehingga dalam pembuatannya tidak terdapat berbagai ritual ataupun mantra-mantra. Di Yogyakarta, juga terdapat pembuat keris bertuah. Proses pembuatan keris bertuah ini membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan pembuatan keris sebagai kerajinan. Seorang empu biasanya membuat sebilah keris berdasarkan pesanan seorang kolektor atau pecinta keris. Bentuk keris disesuaikan dari kehendak si pemesan. Hal inilah yang menyebabkan jumlah luk pada keris saat ini bermacam-macam bahkan bisa mencapai luk dua puluh sembilan. Jumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
luk ini melebihi dari jumlah konvensional yang sudah ada yaitu tiga belas (Tejo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012). Pembuatan keris didasari oleh perenungan-perenungan untuk menemukan ilham dalam membuat keris. Perenungan ini biasa lakukan di rumah atau tempat yang tenang, namun bukan tempat-tempat keramat seperti yang dilakukan para empu pada zaman dulu. Faktor usia juga diperhatikan dalam pembuatan keris. Seseorang yang berusia kurang dari empat puluh tahun dilarang menggunakan keris diatas luk lima. Keris luk tujuh hingga tiga belas hanya boleh digunakan untuk orang yang berusia lebih dari empat puluh tahun. Hal ini disebabkan karena luk lebih dari lima tidak akan kuat atau terlalu berat bagi orang yang belum berusia empat puluh tahun. Ritual lain sebelum pembuatan keris adalah topo bisu atau puasa membisu sebelum dan selama melaksanakan proses pembuatan keris. Selama menjalani puasa tidak boleh berhubungan badan dengan seorang wanita. Jika itu dilakukan, maka hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi. Misalnya, nyala api yang tidak bisa pijar sehingga besi tidak dapat terbakar dengan bagus, atau keris yang dihasilkan pecah. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan keris saat jauh berbeda dari zaman dulu. Batu meteorit yang sering digunakan sebagai batu pamor, mulai susah ditemukan. Kalaupun ada harganya sangat mahal. Hanya orang-orang tertentu saja yang memesan keris menggunakan batu meteorit. Dengan mahalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
harga batu meteorit tersebut, para pembuat keris kemudian menggantinya dengan menggunakan nikel. Para pembuat keris mulai mencari besi yang memiliki kandungan nikel cukup banyak. Besi-besi tua atau knalpot sepeda motor zaman dulu biasanya memiliki kandungan nikel yang bagus sehingga sering dicari sebagai bahan pembuat keris. Selain besi tua atau knalpot, pembuat keris juga sering menggunakan besi bekas gergaji listrik. Penggunaan besi-besi tersebut disebabkan karena kualitas baja di dalamnya jauh lebih bagus dibandingkan dengan jenis besi yang lain (Tejo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012). Pemakaian besi meteorit dalam pembuatan keris jarang dilakukan. Hanya orang yang mampu saja yang menggunakannya. Saat ini bahan yang sering digunakan dalam pembuatan keris adalah bekas gergaji mesin, besi bekas knalpot motor Honda zaman dulu, dan panci blirik zaman dulu. Bahan tersebut menurut pembuat keris memiliki kandungan nikel yang lumayan banyak. Penggunaan bahan-bahan ini karena pembuat keris saat ini belum bisa memahami apa yang sering disebut sebagai besi Purosani dan jenis besi lainnya yang dipakai oleh para empu zaman dulu dalam membuat keris. Setelah bahan terkumpul, dilakukan proses pembersihan dari karbon dengan cara dibakar dan ditempa. Sebelum memulai membakar, biasanya dilakukan pembuat sesaji. Sesaji yang digunakan dalam ritual tanda akan dimulainya pembuatan keris adalah nasi gurih, nasi golong, tumpeng robyong (nasi tumpeng lengkap), jajanan pasar, ingkung ayam, jenang-jenangan (seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
bubur untuk memperingati hari kelahiran), pisang raja satu tangkep atau dua lirang, dan campur sari berupa kembang setaman dan kemenyan. Proses pembakaran besi bertujuan untuk mensucikan besi dari hal-hal yang negatif. Hal-hal negatif tersebut seperti darah yang menempel pada besi. Besi pamor yang dibakar berupa plat besi ukuran satu milimeter sebesar kotak rokok dicampur nikel dan titanium. Pembakaran besi jangan terlalu panas. Kira-kira dari bahan lima kilogram menjadi tiga kilogram. Setelah panas, besi pamor ditempa, kemudian plat dengan ukuran yang sama, dibakar lalu ditempa. Kedua besi tersebut kemudian dijadikan satu dengan cara ditempa dan dilipat-lipat tergantung berapa lipatan yang diinginkan. Jika sudah dirasa cukup, besi dipotong sama panjang dan tengahtengahnya diberi aten-aten lalu dibentuk. Bentuk setengah jadi ini biasa disebut kodokan atau bakal keris. Ujung kodokan kemudian dipotong untuk dijadikan ganja. Setelah itu, baru kodokan dibentuk sesuai keinginan. Berbentuk lurus atau berkelok-kelok yang sering disebut keris luk. Hal yang paling susah dilakukan adalah menentukan tingkat kemiringan keris. Setelah bahan menjadi kodokan, ia juga melakukan sesaji. Sesaji biasanya berupa sanggan pisang raja (satu tundun pisang raja), kembang setaman (bunga tujuh rupa), menyan (kemenyan), dan tumpeng robyong atau nasi tumpeng lengkap. Pantangan yang selalu diingat adalah selama membakar besi untuk dijadikan keris, tidak boleh berhubungan badan dengan seorang wanita. Selain itu, ada doa-doa atau mantra-mantra khusus yang diucapkan sebelum, selama dan sesudah membuat keris. Inti dari doa dan mantera adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
minta keselamatan, minta berkah, dan berdoa semoga keris yang dibuat nantinya menjadi barang yang berguna dan bisa dipergunakan secara turun-temurun. Bahasa yang digunakan dalam mantra tersebut adalah bahasa Jawa. Proses terakhir yang dilakukan dalam membuat keris adalah penyepuhan. Penyepuhan dilakukan menggunakan air sumur Jalatunda dari tiga sumber mata air. Sebelum proses penyepuhan, pembuat keris juga selalu melakukan ritual dan sesaji agar proses penyepuhan dapat berjalan lancar dan berhasil. Lama proses pembuatan keris antara dua sampai tiga bulan. Untuk hulu keris dan warangka keris tidak membuat sendiri. Pembuat keris biasanya hanya memesan atau membelinya dari pengrajin hulu dan warangka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Berikut ini mantra-mantra yang biasa digunakan dalam pembuatan keris saat ini sebagai berikut: Penggunaan
Mantra
Terjemahan
Pada saat
Bismillahir Rahmannir
Dengan menyebut nama Tuhan Yang
selamatan
Rakhim
Maha Pengasih dan Penyayang
sebelum bekerja
Assalamu’alaikum,
Semoga keselamatan ada pada kita
wa’alaikum salam
semua
Asale wesi saka irenge
Besi berasal dari hitamnya
mripat
mata
Asale waja saka putihe
Baja berasal dari putihnya
mripat
mata
Asale sepuh saka banyune
Tua berasal dari air
mripat
mata
Pangerane braja ngadeg
Pangerannya halilintar berdiri
ana satengahe mripat
di separoh mata
Kang mengku sedaya wesi Yang berkuasa atas segala besi aji
bertuah
Iya Guru Sejati
Yaitu Guru Sejati
Pada saat
Salam ngalaikum salam
Semoga kedamaian selalu menyertai
penempaan
Niatingsun dadi pengulu
Niat saya menjadi penghulu
pertama
Saka karsaning Allah
Atas izin Allah
Jodone wesi bumi
Jodohnya besi bumi
Lawan pamor akasa
Melawan pamor angkasa
Ket raket, ngalairake daya
Dirakit, melahirkan kekuatan
suci
suci
Daya rahayu
Kekuatan menentramkan
Saka karsa lan
Atas izin dan
penguwasaning Allah
kuasa Allah
La illaha Illallah…
Tiada Tuhan selain Allah…..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Pada saat
Salam ngalaikum salam
Semoga kedamaian selalu menyertai
menyepuh keris
Tuk pitu, sumur pitu,
Tujuh mata air, tujuh sumur,
gumilir ilining warih
mengalir aliran air bening
Saking kulon, saking
Dari barat, dari
wetan
timur
Saking ngandap, saking
Dari bawah, dari
nginggil
atas
Saking lor, saking kidul,
Dari utara, dari selatan
Saking kiwa, saking
Dari kiri, dari
tengen
kanan
Kabeh-kabeh dadi
Semuanya diminta
sambatan
membantu
Aweh daya, urun jaya
Memberi kekuatan, memberi keunggulan
Saka keparenge Guru Alip Atas pemberian Guru Alip (Allah) Raja ing Ngalampitu
Raja di tujuh alam
Daya jaya kumpul
Kekuatan yang unggul menjadi satu
manjing karomah
berkah
Saka kersaning Allah
Atas izin Allah
Tabel 3 Mantra Saat Ini Harsrinuksmo, 1988:33-34
3.2.2
Berdasarkan Macam-Macam Keris Berdasarkan cara pembuatannya keris dibagi menjadi keris ageman dan
keris tayuhan. Keris ageman adalah keris yang mengutamakan segi keindahan saja. Keris ini tidak dibuat melalui ritual dengan berbagai mantra dan digunakan sebagai aksesoris atau barang kerajinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Berdasarkan bentuk dan kelengkapan bagian-bagiannya, keris dibagi menjadi dua ratus empat puluh dapur keris yang terbagi dalam keris lurus dan keris yang berkelok-kelok atau luk. Jumlah kelokan atau luk secara konvensional atau berdasarkan pakem pembuatan keris ada tiga belas. Jumlah luk keris selalu ganjil dimulai dari luk tiga, kemudian luk lima, luk tujuh, luk sembilan, luk sebelas, dan luk tiga belas. Masing-masing luk memiliki pemaknaan sendirisendiri(Harsrinuksmo, 2004:14). Luk tiga mengandung arti permohonan kepada Gusti atau Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini mengingatkan sebagai manusia harus selalu menyatu dengan Sang Penciptanya. Dalam filosofi Jawa, sering disebut dengan manunggaling kawulo lan Gusti. Sedangkan jika didasarkan pada agama Islam bisa berarti alif, lam, mim yang berarti manusia, Nabi Muhammad, dan Allah. Luk lima berarti pancasila. Pancasila di sini adalah Pancasila berdasar sotasoma, yaitu lima buah larangan atau sering disebut molimo. Molimo yaitu larangan untuk minum, maling, main, madat lan madon. Pengertian ini bisa dipahami sebagai larangan untuk minum minuman keras, larangan untuk mencuri, larangan untuk bermain judi, larangan untuk mengkonsumsi narkoba, dan larangan untuk bermain perempuan. Luk tujuh berarti pitulungan atau pertolongan. Artinya, apapun permintaanmu, mintalah pada Tuhan. Segala hal arahnya tetap kepada Tuhan. Luk sembilan merupakan dapur hanibal atau sabuk tampar. Hal ini berarti manusia harus selalu menutup babanan howo songo atau sembilan lubang yang ada pada fisik manusia. Dan sebagai manusia harus selalu bersikap waspada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Luk sebelas merupakan sabuk inten yang berarti memanjakan perut. Memanjakan perut bukan berarti selalu makan, namun selalu menjaga agar apa yang di dapat selalu mendapatkan berkah dari Tuhan. Luk tiga belas merupakan puncak bentuk luk keris. Luk ini berarti bahwa sebagai manusia harus selalu menjaga kestabilan jiwa dan menjaga ketenangan hati (Jiwo, wawancara pribadi, 15 Januari 2012). Saat ini muncul keris yang memiliki luk lebih dari tiga belas dan pamor di luar pamor yang sudah ada. Keris ini disebut dengan keris kamardikan. Meskipun bagian-bagian keris masih mengikuti pakem yang ada, namun pamornya lebih bervariasi. Pamor-pamornya baru seperti pamor gelombang cinta yang diciptakan Empu Sukamdi, dosen di ISI Solo. Jumlah luk juga menjadi dasar penentuan usia pemegang keris. Jika seseorang berusia kurang dari empat puluh tahun, maka dia hanya boleh menggunakan keris berluk kurang dari tujuh. Dia hanya boleh menggunakan keris luk tiga, luk lima atau keris lurus. Jika seseorang telah berusia lebih dari empat puluh tahun, maka dia sudah diperbolehkan memiliki keris berluk lebih dari lima. Berikut beberapa contoh jenis pamor dan tuahnya yang diyakini oleh para pecinta keris. Pamor
Bentuk Berbentuk seperti rumah siput, spiral
Kulbuntet
konsentrik yang terdapat pada sorsoran
Tuah Menangkis senjata dan untuk kesaktian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Seperti huruf u terbalik berlapis-lapis Batulapak
di basisi bilah, biasanya persis di pertemuan pesi dan bilah.
Seperti segi empat atau lingkaran Kuthamesir
empat sisi dengan sudut tumpul, berlapis-lapis konsentrik Seperti segitiga berlapis-lapis
Ujunggunung
terletak di sor-soran
Udanmas
Kancingkulina
sesama Tidak terlihat musuh, pemilik bisa menyimpan harta, dan dikasihi sesama. Menangkis bahaya
sepanjang bilah
banyak rejeki
Berupa pusar-pusar di tengah-tengah sor-soran atau ujung bilah keris
ujung keris Tiga garis pamor membelit gandhik atau kembang kacang
Buntel Mayit
dikasihi bawahan dan
Kekayaan, didekati
seperti huruf alif di dor-doran atau
Simbang Raja
kekurangan rejeki,
Berupa pusar-pusar banyak
Berupa garis pamor tegak pendek Alif
Pemiliknya tidak akan
Derajat dan banyak rejeki
Wibawa dan kepemimpinan Derajat, dikasihi atasan, kuat memegang derajat tinggi
Berupa pita atau garis tebal, pamor
Panas, hendak
membelit kedua tepi bilah
membunuh orang Cocok untuk orang yang
Pegat Waja
Pamor di tepi retak-retak
sedang bertengkar, menyebabkan sengsara
Kudhung Mayit Pedhot
Berupa pamor membelit ujung bilah Terputus-putus, pamor retak tak tersambung
Senjata makan tuan Selalu gagal dalam usaha
Tabel 4 Jenis-Jenis Pamor dan Tuah Keris Wawancara Pribadi, 5 Oktober 2011- 25 April 2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
3.2.3 Berdasarkan Perawatannya Perawatan keris saat ini dilakukan dengan menyimpan keris di sebuah tempat khusus. Keris di simpan di sebuah almari yang memang khusus dibuat untuk menyimpan keris. Rata-rata almari tersebut adalah almari kuno atau almari kuno yang dipermak sehingga menjadi almari khusus penyimpanan keris. Selain disimpan di almari, keris juga sering disimpan di sebuah rak yang disebut ploncon. Rak ini hanya berupa bilahan kayu yang berlubang sebagai tempat keris. Ploncon biasanya diletakkan di satu ruangan yang memang di khususkan untuk menyimpan keris (Hedi, wawancara pribadi, 25 April 2012). Perawatan keris saat ini tidak hanya dilakukan setiap bulan Suro saja. Pembersihan keris dilakukan setiap saat jika keris tersebut terlihat kotor. Hal ini disebabkan jika keris dibersihkan setiap bulan Suro saja maka akan berkarat dan tidak lagi memiliki nilai jual tinggi. Tidak ada ritual khusus sebelum membersihkan keris. Ritual hanya berupa permohonan izin atau permisi kepada penunggu atau leluhur dengan cara berdoa menurut kepercayaannya (Suhadi, wawancara pribadi, 10 April 2012). Pembersihan keris dilakukan dengan cara merendam keris dalam air kelapa yang diberi perasan jeruk nipis dan sabun colek selama tiga hari. Setelah itu keris dibilas dengan air hingga bersih sambil disikat. Jika karat atau kotoran yang menempel pada keris belum bisa hilang, maka keris kembali direndam dalam air kelapa tersebut. Setelah benar-benar bersih, keris kemudian dijemur. Hasilnya keris akan berwarna putih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Selain dengan air jeruk nipis dan sabun colek, keris sering juga dibersihkan dengan minyak singer atau minyak yang biasa digunakan untuk melumasi mesin jahit. Minyak ini bisa membantu menghilangkan karat. Caranya keris diolesi minyak, didiamkan beberap menit, kemudian digosok dengan sikat dan dibersihkan dengan kain. Setelah bersih, keris kembali diolesi hingga rata lalu dibersihkan kembali. Tidak ada batasan waktu kapan dia harus membersihkan kerisnya. Jika dirasa keris sudah kotor, maka dia akan membersihkannya (Eko, wawancara pribadi, 20 Maret 2012). Proses njamasi selalu diikuti dengan proses mewarangi. Proses ini dilakukan dengan cara merendam keris yang sudah bersih ke dalam warangan dan direndam selama dua hari. Hal ini disebabkan jika keris hanya di jamasi saja, maka keris akan cepat keropos dan rusak. Fungsi utama mewarangi adalah untuk menjaga keris agar tidak mudah berkarat dan kualitas besi akan terjaga. Saat ini mewarangi menggunakan campuran minyak dan arsenik dalam kadar yang rendah. Jika kandaungan arsenik tinggi justru akan menyebabkan besi keris lunak dan mudah hancur. Selain perlakuan di atas, ada beberapa perlakuan khusus yang dilakukan oleh para pecinta keris. Perlakuan tersebut berupa pemberian sesaji pada malammalam tertentu. Pemberian sesaji ini biasa dilakukan pada malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Sesaji biasanya berupa kembang setaman dan dupa atau kemenyan yang dibakar. Ritual dilakukan pemilik keris menjelang magrib. Dupa atau kemenyan dibakar dan diletakkan di salah satu sudut ruangan disertai dengan kembang setaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Perlakuan khusus yang lain adalah adanya tumbal buat keris. Tumbal diberikan kepada keris-keris yang berjenis khusus. Keris seperti ini biasa disebut dengan keris Somyang, biasanya digunakan untuk pesugihan. Sesaji-sesaji yang diberikan merupakan wujud penghormatan kepada empu pembuat keris, penghormatan kepada leluhur yang dahulu memiliki keris tersebut, dan penghormatan kepada si penunggu keris (Sumitro, wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
3.3
Pergeseran Makna Keris Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pergeseran
makna keris dari zaman dahulu hingga saat ini sebagai berikut: Keterangan
Dahulu
Terdapat ritual
Sekarang
Terdapat ritual
selamatan, puasa, dan
selamatan, puasa,
semadi.
semadi.
Semadi dilakukan di
Semadi dilakukan di
tempat sepi dan keramat.
dalam ruangan khusus
Mantra-mantra
seperti kamar.
Berdasarkan Cara Pembuatan Keris menggunakan bahasa
sansekerta.
Bahan yang digunakan
Mantara menggunakan bahasa Jawa.
Bahan yang digunakan
yaitu besi Balitung, besi
yaitu besi bekas knalpot
Purosani, dan besi
atau bekas panci blirik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Penawang
Berdasarkan Macam-Macam
Menggunakan batu
menggunakan batu
meteorit
meteorit
Jenis keris luk hanya sampai luk tiga belas.
Keris
Tidak selalu
Jenis keris luk lebih dari luk tiga belas
Pamor berdasarkan pakem yang sudah ada.
Terdapat bentuk-bentuk pamor baru yang diciptakan.
Keris
di
disimpan
Keris di sebuah sebuah
tempat
yang
khusus
almari khusus atau rak
dengan
diberi
bunga-
yang disebut ploncon.
bunga atau wewangian. Njamasi dilakukan
setiap bulan Suro saja,
keris biasanya pada
Njamasi tidak dilakukan
bulan
tetapi setiap saat jika
Suro.
keris kotor
Berdasarkan
keris
Pembersihan
Pembersihkan
keris
Perawatannya dilakukan menggunakan
dilakukan
buah
air
pace,
setaman,
kembang
air
perasan
menggunkan
kelapa,
nipis,
air
sabun
jeruk colek,
jeruk nipis, buah lerak,
minyak singer, minyak
bubuk kayu jati.
dan arsenik dalam kadar
Keris selalu diberi bunga
yang rendah.
atau wewangian.
Pada
malam-malam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Terdapat
perlakuan
tertentu di beri bunga
khusus yaitu pemberian
setaman.
tumbal pada pada jenis
Keris
diberi
keris tertentu.
bahkan
tumbal
sesaji pada
malam-malam tertentu. Tabel 5 Pergerseran Makna Keris
Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat pergeseran makna keris zaman dulu hingga saat ini. Pergeseran makna ini terlihat dari cara pembuatan keris. Bahan yang dipergunakan untuk membuat keris zaman dulu dan sekarang berbeda. Hal ini disebabkan karena pembuat keris saat ini kurang memahami apa yang disebut yaitu besi Balitung, besi Purosani, dan besi Penawang. Bahan meteorit juga jarang digunakan bahkan tidak digunakan karena sulit didapatkan. Kalau ada, batu meteorit tersebut sangat mahal. Pergeseran lain adalah ritual dan mantra-mantra yang digunakan. Ritual dahulu hampir sama dengan saat ini. Perbedaannya hanya pada tempat bahasa dalam mantra. Jenis-jenis keris zaman dahulu dan saat ini hampir sama, masih sesuai pakem dengan pemaknaan yang sama pula. Akan tetapi, saat ini muncul keris dengan jumlah luk dan pamor diluar pakem yang ada. Hal ini memunculkan pemaknaan baru diluar makna-makna yang sudah ada. Dalam hal perawatan, keris zaman dahulu dan sekarang hampir sama. Perbedaannya terletak pada bahan yang digunakan. Dahulu menggunakan bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
yang lebih tradisional yang diambil dari alam, tetapi sekaran perawatan dilakukan dengan bahan yang diproduksi pabrik. Pemberian sesaji dan tumbal oleh beberapa kolektor keris masih dilakukan. Mereka masih mempercayai tuah yang terdapat pada keris. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pergeseran makna keris terjadi dalam hal makna. Keris dahulu dimaknai sebagai senjata pusaka yang harus dimiliki laki-laki dan memiliki tuah atau daya magis sesuai dengan bentuk dan pamor keris. Pergeseran ini disebabkan oleh perkembangan teknologi industri, perkembangan pendidikan dan kreatifitas manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
BAB IV PERGESERAN FUNGSI KERIS
4.1
Fungsi Keris Zaman Dahulu Masyarakat Jawa hidup dengan berbagai jenis lapisan kepercayaan. Salah
satunya adalah kepercayaan mengenai benda-benda bertuah berupa keris. Keris pada awal mulanya merupakan senjata yang kemudian menjadi barang keramat dan dihormati memiliki beberapa fungsi.
4.1.1 Keris Sebagai Senjata Pada awal pembuatannya, keris digunakan sebagai senjata. Keris digunakan untuk bela diri dan untuk menikam musuh dalam sebuah perkelahian. Oleh sebab itu, keris dibuat sangat tajam di kedua belah sisinya dan runcing di bagian ujungnya agar keris dapat dipergunakan untuk menangkis dan mematahkan pukulan-pukulan atau tusukan dari lawan. Sebagai senjata tikam, keris sering digunakan oleh pejuang-pejuang kemerdekaan dalam medan pertempuran melawan penjajah. Misalnya, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Untung Suropati dan lain sebagainya. Penggunaan keris sebagai senjata juga nampak pada cerita-cerita wayang. Misalnya cerita tentang perang Bharatayuda. Dalam cerita ini dikisahkan “Pandawa berperang melawan Astina dengan senjata keris pemberian para dewa” (Doyodipuro, 1999:21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
Perwujudan keris sebagai senjata juga terlihat dalam cerita atau legendalegenda yang berkembang dalam masyarakat Jawa. Salah satunya adalah legenda Ken Arok. Legenda ini bercerita tentang keris Empu Gandring. Keris juga digambarkan pada relief beberapa candi di Pulau Jawa. Terlihat dalam relief-relief pembuatan keris dan penggunaan keris sebagai senjata. Candicandi yang pada dindingnya terdapat relief keris antara lain Candi Prambanan di Yogyakarta, Candi Borobudur di Jawa Tengan, Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu Jawa Tengah dan Candi Penataran di Blitar Jawa Timur.
Gambar 6 Relief di Candi Prambanan diYogyakarta http://griyasenipusaka.blogspot.com/2010/12/keris-jalak-budha-tegak.html Diunduh 03/02/2013 13:10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Gambar 7 Relief di Candi Borobudur di Jawa Tengah wikipedia.org/wiki/Berkas:Keris_Relief_at_Sukuh_Temple.jpg Diunduh 03/02/2013 13:00
Gambar 8 Relief di Candi Penataran di Blitar Jawa Tengah http://kadewatan.blogspot.com/2012/02/keris-jalak-budha-tegak.html Diunduh 03/02/2013 13:20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
4.1.2 Keris Sebagai Benda Pusaka Masyarakat Jawa hidup dengan berbagai jenis lapisan kepercayaan. Salah satunya adalah kepercayaan mengenai benda-benda bertuah berupa keris. Keris diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai benda pusaka yang memiliki kekuatan dan dihormati. Keris sebagai benda pusaka merupakan sebuah pengakuan dan kepercayaan yang mendalam sehingga menimbulkan sebuah anggapan bahwa keris buatan empu mempunyai keampuhan dan keagungan . Dengan segala ritual dan mantramantra, menjadikan keris memiliki daya magis hingga dikeramatkan dan menjadi benda pusaka (Koesni, 1979:7).
4.1.3 Keris Sebagai Kelengkapan dalam Upacara Selain sebagai senjata, keris juga digunakan dalam upacara-upacara tertentu atau sebagai sesaji. Keris yang digunakan sering disebut keris sajen. Keris sajen adalah keris kecil sederhana yang oleh orang Barat dalam beberapa buku disebut keris Majapahit. Di Pulau Jawa ditemukan berbagai prasasti yang menyebutkan bahwa keris juga menjadi kelengkapan sesaji pada upacara-upacara keagamaan pada waktu itu. Bahkan di desa-desa tertentu, pada akhir masa penjajahan Belanda, untuk melakukan upacara bersih desa disertakan pula sebilah keris kecil yang disebut keris sajen (Hasrinuksmo, 1988:15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
4.1.4 Keris Sebagai Identitas Pribadi Dalam filosofi keraton, keris menjadi sombol seorang laki-laki. Seorang laki-laki akan syah disebut sebagai laki-laki apabila dia memiliki lima unsur. Kelima unsur tersebut adalah wisma (rumah atau tempat tinggal), garwa (wanita atau istri), turangga (tunggangan atau kuda), kukilo (burung sebagai hiburan), lan curiga (senjata berupa keris) (Moerbiman:1980:34). Apabila kelima unsur tersebut telah dipenuhi, maka lelaki tersebut bisa dibilang memiliki kehidupan yang sudah mapan. Sehingga wajib hukumnya bagi seorang laki-laki memiliki sebilah keris agar ia dapat disebut sebagai seorang lakilaki dan pantas untuk hidup berumah tangga karena hidupnya telah mapan. Begitu tingginya nilai keris bagi filosofi Jawa, keris dianggap bisa menjadi wakil pemiliknya ketika tidak bisa hadir dalam sebuah acara. Di pulau Jawa, pada upacara pernikahan kalau pengantin pria berhalangan hadir, ia boleh mewakilkan dirinya dengan sebilah keris miliknya. Keris itulah yang akan disandingkan dengan pengantin perempuannya (Harsrinuksmo, 1988:15).
4.1.5
Keris Sebagai Lambang Status Sosial Sebuah keris juga menjadi lambang status sosial seseorang, misalnya
seorang raja. Kekuasaan seorang raja baru dipandang sah oleh rakyatnnya manakala raja itu mengenakan keris pusaka kerajaan. Keris yang yang digunakan raja ini tentu berbeda dengan yang digunakan oleh seorang abdi dalem (Harsrinuksmo, 1988:15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Para bangsawan dan kerabat kerajaan juga memiliki keris yang berbeda dengan yang dimiliki oleh rakyat jelata. Perbedaan tersebut terletak bahan, pamor keris, dan batu permata yang menempel pada keris. Keris seorang raja biasanya berlapis emas dan bertahta berlian. Keris ini dibuat secara khusus oleh seorang empu berdasarkan permintaan sang raja. (Iswandi, wawancara pribadi, 15 Januari 2012).
4.1.6
Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana Seperti budaya-budaya yang lain, dalam dunia perkerisan juga terdapat
kebiasaan-kebiasaan, tata kesopanan dan etika. Hal tersebut berkaitan dengan aturan-aturan yang harus ditaati ketika menggunakan keris sebagai kelengkapan berbusana. Penggunaan keris dalam busana Jawa bermacam-macam. Setiap letak penggunaan keris memiliki makna yang berbeda-beda. Cara penggunaan keris ada tujuh macam yaitu: ogleng atau angoglenganke keris, dederan atau andoran, kewal atau angewal keris, sungkeman atau anyumkemke pusaka, anganggar pusaka, sikep atau anyikep pusaka, dan brongsong atau ambrongsong pusaka (Koesni, 1979:113).
4.1.6.1 Ogleng atau Angoglenganke Keris Cara ini merupakan pemakaian keris yang diselipkan di sela-sela sabuk antara tumpukan kedua atau ketiga dari atas. Keris diletakkan condong ke kanan, dengan posisi warangka menengadah ke atas. Cara ini biasa digunakan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
suasana gembira dan tidak mengkhususkan diri menemui seseorang atau dalam pergaulan sehari-hari.
Gambar 9 Ogleng http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&show_int erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem Diunduh 30/08/2011, 0:41
4.1.6.2 Dederan atau Andoran Dederan atau andoran merupakan cara penggunaan keris yang diselipkan di sela-sela sabuk tumpukan kedua dan ketiga dari atas. Letak keris harus lurus ke atas dengan posisi warangka tetap menghadap ke kiri. Penggunaan keris ini diterapkan ketika akan menghadap sesepuh atau atasannya. Pemakaian keris seperti ini bermakna bahwa pengguna keris menghormati orang yang didatangi atau menghormati tempat yang dianggap suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Gambar 10 Dederan http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&show_int erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem Diunduh 30/08/2011, 01:31
4.1.6.3 Kewal atau Angewal Keris Kewal atau angewal keris merupakan cara pemakaian keris di sela-sela tumpukan sabuk antara larik kedua dan ketiga. Letak keris mendoyong ke kiri dengan ukiran atau warangkanya menghadap ke atas. Pada masa dulu pemakaian seperti ini biasa dilakukan oleh para prajurit dalam waktu siap siaga dan tidak dibenarkan digunakan pada saat baris-berbaris (Koesni, 1979:114).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Gambar 11 Kewal http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&sh ow_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem Diunduh 30/08/2011, 01:50
4.2
Fungsi Keris Saat Ini Dalam perkembangannya, keris tidak hanya menjadi salah satu
kelengkapan seorang lelaki ataupun lambang kekuasann tertentu. Keris menjadi sebuah benda pusaka dan benda seni yang memiliki nilai ekonomis tinggi. 4.2.1
Keris Sebagai Senjata Keris hingga saat ini masih digunakan sebagai senjata tetapi tidak seperti
zaman dulu. Sebagai benda koleksi, keris akan digunakan sebagai senjata ketika pemiliknya dalam keadaan terdesak misalnya ada pencuri atau perampok yang masuk ke dalam rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
4.2.1
Keris Sebagai Benda Pusaka Keris sebagai benda pusaka oleh golongan tertentu saat ini dianggap
sebagai senjata yang bertuah dan merupakan harta turun-temurun yang harus dihormati karena berasal dari sesepuh dan leluhur. Misalnya, keris peninggalan Sri Pakualam ke VII. Keris ini diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa sehingga oleh pemiliknya yaitu cucu Pakualam VII harus mendapat tempat khusus dan diberi sesaji. Saat ini keris peninggalan leluhur banyak dicari karena dinilai memiliki kualitas bahan dan daya tuah yang lebih dibandingkan dengan keris-keris yang dibuat saat ini. Seringkali seseorang rela melakukan puasa dan melakukan ritualritual untuk mendapatkan sebilah keris pusaka. Pengakuan keris sebagai benda pusaka juga terlihat pada penyimpanan dan perawatan keris yang dilakukan oleh pemilik keris. Keris diperlakukan secara khusus dengan dibuatkan tempat khusus dan pemberian sesaji (Lumintu, wawancara pribadi, 25 April 2012).
4.2.3
Keris Sebagai Kelengkapan Berbusana Keris lebih banyak dijadikan koleksi ataupun kelengkapan dalam
berbusana. Busana yang dimaksud adalah busana Jawa dimana keris digunakan dengan cara diselipkan pada
jarik atau kain batik yang digunakan sebagai
penutup anggota badan bagian bawah. Keris saat ini hanya digunakan sebagai kelengkapan busana Jawa pada acara-acara pernikahan, upacara tradisional atau busana para abdi dalem keraton.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Sebagai kelengkapan berbusana, keris tidak lagi mengikuti pakem-pakem seperti zaman dulu (Sumitro, wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
4.2.4
Keris Sebagai Benda Seni Keris merupakan salah satu benda budaya yang berwujud karya seni yang
lahir dari akal budi manusia. Dalam keris terdapat seni tempa, seni ukir, seni pahat, dan seni patung. Hiasan-hiasan pada keris, ukiran pada hulu keris, bentuk dan ukiran warangka, pamor pada keris, merupakan bentuk hasil karya seni tersebut. Semua itu membutuhkan rasa seni dan keahlian yang tinggi. Keris sebagai benda seni yang memiliki nilai keindahan. Keindahan keris yang paling dikagumi adalah pada pamornya. Ukiran pada gagang keris, penambahan batu permata mada mendak, ukiran pada pendok merupakan menilai tambah pada keindahan sebuah keris. Selain itu nilai filosofi yang terkandung dalam keris menjadikan nilai keindahan keris menjadi lebih sempurna. Karena nilai seni dan keindahannya, keris banyak dicari orang untuk dikoleksi. Beberapa orang bahkan rela membeli dengan nilai tinggi apabila keris tersebut dalam kondisi bagus dan kuno (Eko, wawancara pribadi, 20 Maret 2012).
4.2.5
Keris Sebagai Benda Koleksi Saat ini, keris lebih banyak difungsikan sebagai koleksi benda seni yang
memiliki nilai ekonomis tinggi hingga ratusan juta rupiah. Hal ini memunculkan istilah “kolekdol” dalam dunia pecinta keris. Kolekdol berarti dikoleksi tapi kemudian dijual lagi bila ada yang senang dan harganya cocok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Pengkoleksian keris ini juga tidak lepas dari hal-hal mistis yang walaupun secara tidak langsung tidak diakui oleh para kolektor keris. Misalnya, pamor buntel mayit dipercaya jika tidak cocok dengan pemiliknya maka akan menimbulkan kesengsaraan. Namun bila cocok, keris tersebut akan mendatangkan kemakmuran yang melimpah ruah. Oleh karena itu, tidak sembarang orang bersedia mengkoleksi keris tersebut. Contoh lain adalah keris berpamor junjung drajat. Keris ini berluk tiga belas dan dipercaya mampu mengangkat ataupun menjaga seseorang ketika menjadi pejabat atau memiliki kedudukan. Keris ini biasa dicari dan dikoleksi oleh orang-orang yang memiliki kedududukan atau jabatan tinggi. Koleksi keris ini sering juga difungsikan oleh kolektornya sebagai bisnis dan sebagai tabungan. Sebilah keris yang berusia tua dan dalam kondisi yang bagus akan memiliki nilai jual yang tinggi. Keris yang bernilai tinggi tersebut disimpan dan jika suatu saat ketika dia membutuhkan uang, keris tersebut akan dijual (Eko, wawancara pribadi, 10 April 2012). Jual beli keris ini biasa di lingkungan para pecinta keris. Pada zaman dahulu, digunakan istilah mas kawin atau mahar untuk membayar atau mengganti keris dengan uang. Mas kawin ini biasanya berupa barang lain yang dianggap pantas untuk mengganti keris. Barang-barang tersebut misalnya: ternak sapi atau kambing, sawah, hasil panen, atau barang berharga lainnya seperti emas. Perkembangan berikutnya keris dibayar atau ditukar dengan mata uang atau dengan benda pusaka lainnya. Zaman dahulu tidak ada tawar-menawar dalam proses jual beli keris ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Proses tawar-menawar tersebut masih dilakukan para kolekdol keris ataupun para pembuat keris saat ini. Jika harganya cocok, maka keris tersebut akan dilepas dan berpindah tangan dari satu orang ke orang yang lain (Eko, wawancara pribadi, 10 April 2012).
4.3
Pergeseran Fungsi Keris Berdasarkan uraian tersebut di atas, pergeseran fungsi keris dapat
disimpulkan sebagai berikut: Keterangan
Zaman Dahulu
Sekarang
Untuk bela diri dan
Digunakan
menikam musuh
sebagai senjata
dalam sebuah
dalam keadaan
perkelahian
tertentu
Keris Sebagai Senjata
Keris Sebagai Benda
Benda pusaka yang
Senjata yang bertuah
memiliki kekuatan
dan merupakan harta
dan harus dihormati.
turun-temurun yang
Pusaka
harus dihormati karena berasal dari sesepuh dan leluhur.
Simbol dan
Keris Sebagai Identitas kelengkapan seorang Pribadi laki-laki
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Raja, bangsawana, kerabat kerajaan,
Keris Sebagai Lambang
orang kaya biasanya -
Status Sosial
menggunakan keris bertahta berlian dan berlapis emas.
Terdapat tata cara menggunakan keris seperti ogleng atau angoglenganke keris, dederan atau andoran, kewal atau
Keris Sebagai
angewal keris,
Kelengkapan Berbusana
sungkeman atau anyumkemke pusaka, anganggar pusaka, sikep atau anyikep pusaka, dan brongsong atau ambrongsong pusaka
Keris hanya digunakan sebagai kelengkapan busana Jawa pada acara-acara pernikahan, upacara tradisional atau para abdi dalem. Sebagai kelengkapan berbusana, keris tidak lagi mengikuti pakempakem seperti zaman dulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
salah satu benda budaya yang berwujud karya seni yang lahir dari akal budi Keris Sebagai Benda Seni -
manusia. Dalam keris terdapat seni tempa, seni ukir, seni pahat, dan seni patung.
sebagai koleksi benda Keris Sebagai Benda -
seni yang memiliki nilai
Koleksi ekonomis tinggi
Tabel 5 Pergerseran Fungsi Keris
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat kita lihat pergeseran fungsi keris zaman dulu dan keris saat ini. Pergeseran ini terlihat pada fungsi keris lagi sebagai senjata tetapi dalam keadaan yang khusus, keris sebagai identitas pribadi, dan keris sebagai lambang status sosial. Keris lebih berfungsi sebagai benda pusaka dan benda seni yang bernilai ekonomis tinggi sehingga banyak dijadikan benda koleksi. Pergeseran fungsi keris ini disebabkan karena perkembangan teknologi yang semakin modern. Perang saat ini lebih didominasi oleh senjata-senjata yang canggih seperti senapan, bom dan nuklir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Selain itu latar belakang pendidikan menjadikan seseorang berpikir lebih realistis. Penelitian-penelitian terhadap keris mulai dilakukan baik dari segi sejarah, keindahaan dan filosofi-filofofinya. Hal ini menjadikan keris sebagai benda pusaka peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan. Perkembangan teknologi dan pendidikan ini juga melatarbelakangi pergeseran keris tidak lagi menjadi lambang status sosial. Saat ini walaupun masih dihormati, tetapi sistem strata kerajaan mulai ditinggalkkan. Pemerintahan tidak lagi berdasarkan monarki tapi demokrasi yang dipegang oleh pemerintah pusat Indonesia. Seseorang yang mengkoleksi atau memiliki keris yang bagus belum tentu keluarga kerajaan, karena saat ini keris telah banyak diperjual belikan sebagai benda koleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
BAB V PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna dan fungsi keris telah bergeser. Keris saat ini dimaknai dan difungsikan bukan lagi sebagai kelengkapan seorang lelaki, tetapi telah bergeser menjadi sebuah benda seni yang dikoleksi dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Keris menjadi senjata pusaka yang harus dirawat dan dipelihara. Kepercayaan akan kekuatan mistis keris masih melatar belakangi pengkoleksian keris saat ini. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa saat ini masih mempercayai kekuatan mistis yang terkandung dalam sebilah keris. Hal ini jelas terlihat pada ritual dan mantra yang masih digunakan pada saat pembuatan keris. Selain itu kepercayaan tentang daya magis juga terlihat pada perawatan keris yang dilakukan para kolektor terhadap koleksinya yaitu pada pemberian sesaji dan tumbal yang masih dilakukan hingga saat ini. Kepercayaan pada kekuatan mistis sebuah keris hinga saat ini disebabkan oleh adanya kearifan-kearifan lokal seperti masih perayaan sekaten, ritual mubeng beteng pada malam satu suro dan lain sebagainya. Pergesaran makna dan fungsi keris di sebabkan oleh perkembangan teknologi modern, perkembangan ilmu pengetahuan, dan sistem pemerintahan yang ada saat ini. Teknologi modrn menjadikan keris tidak dimaknai dan difungsikan lagi sebagai senjata tetapi lebih kepada benda pusaka. Perkembangan ilmu pengetahuan atau dunia pendidikan menjadikan keris dimaknai sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
benda seni peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan dan difungsikan sebagai benda koleksi. Simtem pemerintahan demokrasi bukan lagi kerajaan menjadikan keris tidak difungsikan sebagai lambang status sosial. Tetapi, nilainilai kearifan lokal masih menjadikan keris sebagai benda pusaka yang dipercaya memiliki tuah atau daya magis. Van Peursen menuliskan bahwa “ada tiga tahapan kebudayaan yaitu tahap mitis, tahap ontologis dan tahap fungsional”. (Peursen, 1989:18) Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa teori perkembangan budaya van Peursen tidak dapat diterapkan dalam kebudayaan keris. Hal ini karena kenyataan yang ada pada masyarakat Jawa
di zaman teknologi modern ini masih
mempercayai adanya kekuatan magis pada sebuah keris. Masyarakat Jawa pecinta keris kembali lagi pada tahapan mitis. Dia mempercayai tuah yang ada di dalam keris dan merawat keris koleksinya dengan memberikan sesaji bahkan tumbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
DAFTAR PUSTAKA
Geertz, Clifford., 1983. Abangan, Santri Priyayi dalam Masyakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya Harsrinuksmo, Bambang. 1988. Ensiklopedi Nasional Indonesia Keris dan Senjata Tradisional Lainnya. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. Harsrinuksmo, Bambang. 2004. Ensiklopesi Keris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hudoyo Doyodipuro, Ki. 1999. Keris Daya Magic-Manfaat-Tuah-Miseri. Semarang: Dahara Prize. Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koesni. 1979. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV. Aneka. Masroer. CH. J. 2004. The History of Java. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Jogjakarta. Moerbiman. 1980. Keris Senjata Pusaka, Jakarta: Yayasan Sapta Karya. Panji Nusantara. 2010. Keris For The World 2010. Panji Nusantara. Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Diterjemahkan oleh Misbah Zulfa Elizabeth dari judul asli The Ethnographic Interview. Yogyakarta: Tiara Wacana. Peursen, C.A. van, Prof. Dr. 1989. Strategi Kebudayaan. Diterjemahkan oleh Dick Hartoko dari Judul asli Cultuur In Stroomversnelling. Yogyakarta: Kanisius. P.J., Zoetmulder., 2000. Manunggaling Kawula Gusti : Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa; Suatu Studi Filsafat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Winter , F.L. Pustaka.
2009. Kitab Keris Klasik Tentang Keris. Yogayakarta: Panji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
Sumber Internet: http://hadinataroslan.files.wordpress.com/2010/11/ricikankeris1.jpg. 30/05/2011 0:16
Diunduh
http://harizant.multiply.com/journal/item/109/Cara_Pemakaian_Keris?&show_int erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diunduh 30/08/2011, 01:31 http://tosan-aji.blogspot.com/2010/11/keris.html. Diunduh 30/05/2011 0:16 http://griyasenipusaka.blogspot.com/2010/12/keris-jalak-budha-tegak.html. Diunduh 03/02/2013 13:10 http://kadewatan.blogspot.com/2012/02/keris-jalak-budha-tegak.html. 03/02/ 2013 13:20
Diunduh
wikipedia.org/wiki/Berkas:Keris_Relief_at_Sukuh_Temple.jpg. Diunduh 03/02/ 2013 13:00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Lampiran 1: Daftar Informan
1. Nama
: Eko Supriyono
Lahir
: 5 Oktober 1956
Alamat : Nyutran MG II/ 1594 Yogyakarta Pekerjaan: Pengusaha dan Kolektor Keris
2. Nama Lahir
: Hedi Herianto : 18 November 1962
Alamat : Tempuran RT 09 Taman Tirto Kasihan Bantul Yogyakarta Pekerjaan: Seniman
dan
Pengusaha
Kerajinan, Kolektor Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
3. Nama Lahir
: Jiwo Diharjo : 8 Juli 1935
Alamat : Banyu
Sumurup
Imogiri
Yogyakarta Pekerjaan: Pembuat dan pengrajin keris
4. Nama Lahir
: KRT Hastananegara : 21 Juli 1935
Alamat : Jl. Ibu Ruswo No. 45 Yogyakarta Pekerjaan: Wiraswasta, Kolektor Keris, Pendiri Pametri Wiji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
5. Nama Lahir
: Lumintu Suwarsono : 1931
Alamat : Pakualaman Yogyakarta Pekerjaan: Pensiunan wartawan, Kolektor Keris, Pendiri Pametri Wiji
6. Nama
: Prof. Dr. M. Dwi Marianto, MFA, PhD.
Lahir
: 19 Oktober 1956
Alamat
:
Jalan Tunggal
5, Sidoarum,
Yogyakarta 55564 Pekerjaan: Dosen Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Kolektor Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
7. Nama Lahir
: Suhadi : 1952
Alamat : Guwosari
Pajangan
Bantul
(timur Goa Slarong) Pekerjaan: Mranggi
8. Nama Lahir
: Sumitro : 1949
Alamat : Kompleks
Ndalem
Puro
Pakualaman Yogyakarta Pekerjaan: Karyawan, Trah
Kolektor
Puro
Yogyakarta
Keris,
Pakualaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
9. Nama Lahir
: Iswandi : 13 April 1951
Alamat : Jl. Bumijo No.6 Yogyakarta Pekerjaan: Pengusaha Katering, Kolektor Keris
10. Nama Lahir
: Tejo Bagus Suryono : 15 Februari 1981
Alamat : Cebongan Kidul RT 03 RW 01 Mlati Sleman Pekerjaan: Pembuat Keris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Lampiran 2: Daftar Istilah
angsar daya kesaktian atau kekuatan yang dipercaya oleh sebagian orang yang terdapat dalam sebuahkeris dapur istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau tipe bilah keris --dapur bener digunakan untuk menyebut keris yang berbentuk lurus dan ujungnya meruncing
--dapur luk digunakan untuk menyebut bilah keris yang berlekuk-lekuk atau berkelokkelok
empu seorang pandai besi pembuat keris
gandar bagian sarung keris yang langsung membungkus bilah keris, terbuat dari kayu, dan masuk dalam bungkus yang terbuat dari logam (pendok)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
ganja besi yang menjadi bagian atas keris, letaknya melintang, tengahnya berlubang dan masuk ke dalam besi yang menjadi tangkai keris, menempel pada bilah bagian pangkal --iras ganja yang menyatu pada bilah keris --susulan ganja yang terpisah dengan bilah keris tetapi bahannya tetap sama dengan bahan yang digunakan untuk membuat keris tersebut
keris sejenis senjata tikam bersarung yang terbuat dari logam bermata dua yang ada di nusantara, bilahnya berbentuk lurus atau berkelok-kelok --keris dalam keris yang dipakai oleh keluaraga istana --keris luar keris yang digunakan oleh orang diluar istana (bukan keluarga keraton)
mendhak bagiann dari keris yang berfungsi memisahkan bilah keris agar tidak bersentuhan langsung dengan warangka atau sarung keris, terbuat dari beberapa jenis logam bahkan di beberapa titiknya bisa dilengkapi dengan permata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
mas kawin pembayaran sejumlah uang atau barang lain, sebagai syarat transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris, pedang, atau tombak njamasi mencuci atau memandikan keris dengan menggunakan zat arsenic (zaman dulu dengan air jeruk nipis dicampur bisa ular), bertujuan untuk mengawetkan bentuk-bentuk pamor (lihat pamor) agar terlihat jelas, biasanya dilakukan satu tahun sekali pada saat tanggal satu suro
pamor gambar-gambar atau lukisan yang terdapat pada bilah keris, dihasilkan
akibat
perpaduan
dari campuran logam yang digunakan
untuk
membuat
keris --titipan/ceblokan pamor atau lukisan
yang
disusulkan
pembuatannya, setelah bilah keris selesai 90 persen pendok pembungkus gandar (lihat gandar)
yang
terbuat
dari
logam seperti emas, perak dan lain sebagainya, dan diberi ukiran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
pesi besi yang menjadi tangkai atau pangkal keris yang masuk ke dalam ukiran atau hulu keris, dengan
panjang setelangkap
atau empat ibu jari, besarnya hanya satu kelingking
ploncon rak untuk menyimpan keris
pusaka harta benda warisan peninggalan nenek moyang secara turun-temurun yang harus dihormati, biasanya hanya dipakai dalam upacara-upacara tertentu
singkep kantong atau sarung yang terbuat dari kain yang digunakan untuk menyimpan keris agar tidak rusak
srumbungan istilah untuk menyebut tangkai keris yang pecah atau putus, kemudian disambung atau diganti, atau sering juga disebut pesi cacat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
warangka sarung keris, terbuat dari kayu yang berserat, bertekstur indah, berfungsi untuk melindungi keris -- ladrang jenis warangka atau wadah keris yang dikenakan untuk
menghadiri
suatu
upacara, pesta, dan pemakai tidak
sedang
melaksanakan
suatu tugas
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Lampiran 3: Draft Pertanyaan ke Informan
Tanggal
:
Nama
:
Usia
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
Daftar pertanyaan: 1.
Sejak kapan Anda menyukai keris dan apa alasannya?
2.
Apa makna keris bagi Anda?
3.
Difungsikan sebagi apakah keris koleksi Anda?
4.
Sudah berapa banyak keris yang anda koleksi?
5.
Bagaimana Anda mendapatkan koleksi-koleksi keris Anda tersebut?
6.
Apakah Anda hafal dan mengetahui bagian-bagian keris?
7.
Bagaimana Anda memperlakukan koleksi Anda tersebut?
8.
Antar sesama pemilik keris terkadang saling pinjam. Apakah ada pesan khusus ketika meminjam keris tersebut?
9.
Dalam meminjam keris, biasanya secara gratis atau ada imbalannya?
10.
Bagaimana reaksi peminjam keris?
11.
Percayakah Anda dengan mitos-mitos tentang keris?
12. Selama mengoleksi keris, pernahkah Anda mengalami suatu peristiwa yang tidak masuk akal?
13. Bagaimana Anda menyikapi terhadap mitos-mitos keris tersebut? 14. Saat ini, apa alasan Anda mengoleksi keris? 85