Linguistika Akademia Vol.3, No.2, 2014, pp. 227~239 ISSN: 2089-3884
PERGESERAN MAKNA “IDIOM dan CLICHE” DITINJAU DARI FUNGSI ESTETIKA Intan Nurjannah e-mail:
[email protected] ABSTRACT Idiom is a group of words that form a phrase and can not translated literally or guess the meaning word by word. The purposes of this reseach are to determine the shift in interpreting the meaning of English idioms and cliche into Indonesian, and causes in that shift. The reseach method used was appropriate for translational equivalent method that is a method of determining that equivalent to other languages. In translating English idioms into Indonesian, there were a meaning shift process was not expected to result in a social situation; it was foregounding into the automatization translation it was corresponding to the expected social situation. Key words: idiom, meaning shift, automatization, foregrounding.
ABSTRAK Idiom adalah rangkaian kata yang membentuk suatu ungkapan dan tidak dapat diartikan secara harafiah ataupun ditebak berdasarkan kata per kata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pergeseran makna dalam menerjemahkan idiom dan cliche bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan faktor penyebab terjadinya pergeseran makna tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode padan translasional, yaitu metode yang alat penentunya adalah bahasa lain. Dalam menerjemahkan idiom bahasa Inggris ke bahasa Indonesia terjadi pergeseran makna dari penerjemahan foregrounding yaitu terjemahan yang tidak diharapkan pada situasi sosial menjadi penerjemahan automatization yaitu proses penerjemahan yang sesuai dengan situasi sosial. Kata kunci: idiom, pergeseran makna, automatization, foregrounding.
A. PENDAHULUAN Pengertian Idiom menurut MJ Lado di dalam bukunya yang berjudul Ungkapan Kata Kerja dan Idiom pada halaman kata pengantar(1989) adalah rangkaian kata yang membentuk suatu ungkapan (phrase) dan tidak diartikan secara harafiah (literally). Mengingat begitu banyaknya ungkapan yang bersifat idiomatik
228
dalam bahasa Inggris modern, maka sulit untuk dipelajari dan diingat dalam waktu yang singkat. Bagi yang sedang mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (second language), ungkapanungkapan yang bersifat idiomatik harus dipelajari jauh lebih awal agar dapat menguasainya dengan baik. Menurut Chaer (2007: 296) idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idioms juga dapat diartikan sebagai kelompok kata (phrases) atau ungkapan yang digunakan bersama-sama dengan arti dan susunan yang tetap. Bahasa Inggris memiliki banyak sekali Idioms. Arti Idioms tak dapat diterka/ ditebak dari kata per kata atau tata bahasanya itu secara terpisah dan tidak dapat diubah, misalnya: kata “BRING ABOUT” artinya menyebabkan, bukan BRING yang artinya membawa dan ABOUT yang artinya tentang. Oleh karena itu, Idioms hanya dapat dipelajari ataupun dikuasai dengan cara membiasakan diri menggunakan Idioms tersebut sesering mungkin, secara rutin atau dapat juga dengan cara dihafalkan (Riyanto, 2011: v). Ketidakmampuan dalam menguasai sebanyak mungkin idiom memang membuat kita seringkali bingung dalam memahami suatu percakapan atau tulisan. Untuk bisa fasih berbahasa Inggris, bukan hanya penguasaan tata bahasa (grammar) yang penting, tetapi juga penguasaan idiom secara baik dan benar. Dengan menggunakan idiom, suatu percakapan akan menjadi indah dan sedap didengar, sehingga cenderung tidak kaku atau terlalu formal. Dari sekian banyak idiom yang ada dalam bahasa Inggris, tidak semuanya digunakan dalam bahasa percakapan (spoken English), tetapi sebagian dapat ditemukan dalam bahasa tulisan (written English). (Tim Redaksi, 2008:5) Berdasarkan beberapa pengertian idiom di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian idiom adalah rangkaian kata yang membentuk suatu ungkapan dan tidak dapat diartikan secara harafiah ataupun ditebak artinya berdasarkan kata per kata. Dengan menggunakan idiom, maka suatu percakapan akan terdengar lebih indah sehingga kesan yang ditimbulkan akan terdengar lebih bersahabat. Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 227 – 239
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
229
Penggunaan idiom bahasa Inggris dalam kehidupan seharihari untuk masyarakat Indonesia sangat jarang ditemukan, hal ini menyebabkan seringkali terjadi kesalahan dalam memahami makna idiom tersebut. Kesalahan ini disebabkan berdasarkan beberapa faktor, diantaranya adalah keterbatasan kemampuan masyarakat Indonesia yang terbiasa mengartikan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dari kata per kata. Misalnya sebuah idiom bahasa Inggris : chese and chalk secara harfiah jika diartikan kata per kata maka artinya adalah keju dan kapur, akan tetapi rangkaian kata chese and chalk adalah frasa nomina yang mengalami pergeseran makna. Analisis lebih lanjut akan dijelaskan dalam pembahasan. Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan penelitian tentang (1) pergeseran makna dalam mengartikan cliche dan idiom bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, (2) faktor penyebab terjadinya pergeseran makana tersebut. Karena penelitian ini akan membahas mengenai idiom-idiom dari bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka metode penelitian yang sesuai untuk digunakan adalah metode padan translasional. Yaitu metode padan yang alat penentunya berupa padanan pada bahasa lain (Soeparno, 2002: 120). B. LANDASAN TEORI Dalam paper ini, penulis menganalisis adanya pergeseran makna idiom bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, teori Linguistik yang tepat digunakan untuk mengkaji permasalahan ini adalah Teori Linguistik Struktural Aliran Praha. Aliran linguistik praha pertama-tama dikemukakan oleh lembaga non formal Prague Linguistic Circle yang dprakarsai oleh V. Mathesius, yaitu seorang guru besar di Universitas Caroline pada tahun 1926. Kelompok ini tidak pernah membatasi bidang linguistic dari studi mereka tidak ada system formal deduktif – namun mereka menghasilkan seperangkat prinsip-prinsip yang pada umumnya disetujui semua anggota kelompok di mana-mana (Bollinger 1968: 514). Menurut Soeparno (2002: 69), Aliran Praha disebut juga aliran fungsional karena titik telaahnya pada fungsi. Secara garis besar memang masih berada di dalam lingup strukturalisme Pergeseran Makna Idiom dan Cliche ditinjau dari Fungsi Estetika (Intan Nurjannah)
230
walaupun tidak lagi strukturalisme tulen sebagaimana ajaran Saussure. Aliran ini mempunyai ciri yaitu selalu menitik beratkan pada fungsi-fungsi bahasa, baik fungsi bahasa dalam masayarakat, fungsi bahasa dalam kasusasteraan,dan masalah-masalah aspek-aspek dan tingkatan-tingkatan bahasa ditinjau dari sudut pandangan fungsinya. Bidang garapan aliran Praha ini meliputi: 1. Fonologi, yaitu merupakan arti fungsional dari studi pola bunyi. 2. Konsep perspektif kalimat secara fungsional, pendekatan terhadap interpretasi linguistik dari stail dengan orientasi fungsional. 3. Studi fungsi estetik bahasa dan peranannya dalam kasusteraan. 4. Studi fungsi bahasa baku dalam masyarakat modern. (Alwasilah, 1992:36) Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa aliran Praha menitik beratkan pada fungsi-fungsi bahasa. Salah satu fungsi dari bahasa yaitu sebagai alat, oleh karena itu bahasa harus dilihat dalam tiga faktor dalam setiap situasi ujaran, yang berupa: penutur, penanggap tutur, dan obyek. Fungsi estetika merupakan salah satu bidang dari aliran praha. Konsep ini dikemukakan oleh Jan Mukarovsky, pada tahun 1930an dan awal 1940an. Fungsi estetik menurut Mukarovsky adalah penyimpangan unsur-unsur linguistik yang disengaja untuk maksud estetika. Beliau juga menyebutkan bahwasanya munculnya telaah estetik tidak lepas dari penelitian formal struktural. Jika telaah struktural hanya menekankan pada telaah makna, sehingga aspekasoek yang mengungkapkan fakta estetik seperti terabaikan, kemudian muncul telaah estetika. (Ubaidillah, 2013:32) Mukarovsky menyebutkan fungsi estetika dalam konsepnya yang menyebutkan bahwa setiap obyek tindakan, termasuk bahasa, bisa memiliki fungsi praktisnya. Bahasa misalnya mempunyai fungsi praktis komunikasi. Manakala obyek atau tindakan itu sendiri, bukan untuk fungsi praktisnya, nilai praktisnya sudah ditinggalakan, maka obyek atau tindakan tersebut dikatakan mempunyai nilai estetis. Dalam pengertian ini maka fungsi estetik tidak terbatas hanya pada karya kasusteraan saja tetapi hadir dalam hubungannya Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 227 – 239
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
231
dengan obyek atau tindakan apapun. Hal ini karena kita mendekati dengan apa yang disebut foregrounding of the utterance (mengacu pada stimulus yang secara cultural tidak diharapkan muncul dalam situasi social) sebagai kebalikan dari automatization (mengacu pada stimulus yang biasa diharapkan dalam situasi sosial) (Alwasilah, 1993:40) Maksudnya begini, Automatization mengacu kepada stimulus yang bisa diharapkan dalam situasi sosial. Sebaliknya foregrounding (dalam bahasa Ceko : aktualisce) mengacu kepada stimulus yang secara kultural tidak diharapkan muncul dalam situasi sosial, hingga ia menarik perhatian. Dalam karya sastra seringkali ditemukan suatu penampilan khas, aneh, unik, ada kaget mencekam; pembaca terasa (dan ingin) dikejutkan. Berikut ini adalah contoh automatization dan foregrounding. Dalam bahasa Rusia ada ungkapan zdravztuuyte, yang bila diterjemahkan kedalam bahasa inggris akan mempunyai padanan fungsional (functional equivalent) good morning, good afternoon atau good evening dan ini dianggap sebagai ungkapan salam yang biasa. Sebaliknya kalau diterjemahkan be well mungkin masih bisa dimengerti sebagai ungkapan salam – artinya masih ada fungsi komunikasinya – namun mengandung perhatian khusus. Mungkin itu menimbulkan rasa kaget atau bertanya – tanyatentang maksud si penerjemah atau ditafsirkan sebagai usaha untuk menyampaikan suasana asing. Contoh lain adalah ungkapan, Bade ka mana dalam bahasa Sunda. Ungkapan ini lebih merupakan salam bertemu dijalan, dan sejajar dengan ungkapan. Hello ! dalam bahasa inggris. Sering ditemui mahasiswa pemula yang mempelajari bahasa Inggris menerjemahkannya secara harfiah, where are you going ? sewaktu bertemu orang asing. Ini menimbulkan rasa kaget baginya, mungkin dia menjawab, It’s my own business. Dua contoh diatas menggiring kita paada kesimpulan bahwa terjemahan bahasa merupakan automatization, sedangkan terjemahan harfiah (literal translation) adalah foregrounding, yaitu bahwa kata itu sendiri (be well, and where are you going) bukannya makna komunikatif pesan yang direspon. Sewaktu mereaksi terhadap kata-kata yang dimaksudkan dengan fungsi estetik, yang menurut pengertian Jan Mukarovsk : Pergeseran Makna Idiom dan Cliche ditinjau dari Fungsi Estetika (Intan Nurjannah)
232
the esthetically intentional distortion of the linguistic components, (Garvin in Hild, ed. 1969:266). (= Penyimpanan unsur-unsur linguistik yang sengaja untuk maksud estetika). (Alwasilah, 1992:41).
C. ANALISIS Berdasarkan data yang diperoleh dari buku Handout Reading 3, penulis menganalisis adanya pergeseran makna idiom bahasa Inggris ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kata per kata. Penulis juga akan menganalisis pergeseran makna berdasarkan kedudukan kata dalam part of speech, yaitu menganalisis kata berdasarkan pekerjaan (tugas); atau kata fungsi suatu kata dalam sebuah kalimat. Adapun untuk penjelasan selengkanya, adalah sebagai berikut : 1. Grapevine = Kabar Burung Jika dilihat dari makna leksikal, grapevine memiliki makna tanaman anggur. Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun, banyak orang yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang ada dalam kamus (Chaer, 2007: 289). Dalam kalimat “We were anxious that you should hear this news directly from us, rather than hear it on the grapevine.” Apabila idiom grapevine diterjemahkan dengan penerjemahan foregrounding, yakni mendengar suatu kabar dari tanaman anggur maka akan terdengar aneh dan mengherankan bagi orang lain yang mengerti situasi sosial penggunaan ungkapan grapevine dalam kalimat diatas. Jika diterjemahkan dengan automatization, yaitu jika dalam bahasa Inggris to get to know something because it has been passed informally from person to person, rather than rom some official source, atau dalam bahasa Indonesia yaitu mendengar kabar tersebut dari kabar burung. Dalam kalimat di atas, terjemahan yang diharapkan yaitu terjemah automatization sehingga idiom hear it on the grapevine memiliki arti mendengarnya dari kabar burung. Jika dilihat berdasarkan part of speech, grapevine merupakan noun yang mengalami pergeseran makna. Dalam situasi sosial sebagaimana kalimat diatas, maka terjemahan automatization yang Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 227 – 239
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
233
tepat ialah kabar burung, karena jika diterjemahkan secara foregrounding yaitu tanaman anggur maka pembaca ataupun pendengar akan merasa heran dan aneh, bagaimana mendengar suatu kabar atau informasi langsung dari tanaman anggur yang jelas tidak bisa berbicara. Apabila pembaca atau pendengar mengartikan grapevine sebagai tanaman anggur maka pesan yang ingin disampaikan oleh penutur tidak akan tersampaikan dengan baik. 2. The writing was on the wall = Kenyataan yang buruk Penggunaan kata writing dalam idiom diatas membuktikan adanya pergeseran makna dalam frasa verba. Secara leksikal, writing mempunyai arti menulis, dan wall mempunyai arti dinding. Akan tetapi ketika kata writing terangkai secara bersama dengan kata wall dan menjadi sebuah idiom the writing on the wall, maka terjemah yang diharapkan yaitu terjemah secara automatization sehingga idiom tersebut memiliki arti kenyataan yang buruk. Dalam kalimat “We have struggled on as long as we could, but we were forced to accept that the writing was on the wall.” Apabila diterjemahkan secara foregrounding kita harus menulis di dinding, maka pendengar akan merasa kaget, bingung dan bertanya-tanya untuk apa menulis di dinding. Penerjemahan seperti ini sangat tidak diharapkan karena tidak sesuai dengan sitiasi sosial yang ada. Pergeseran makna ini terjadi karena adanya fungsi estetika. Sebagai hasil dari fungsi estetika tersebut, pendengar akan mampu memahami pesan yang disampaikan oleh penutur apabila menerjemahkannya sesuai dengan terjemah automatization yaitu menerima kenyataan yang buruk. 3. Explored every avenue = Berusaha sebaik mungkin dengan segala cara. Idiom di atas merupakan rangkaian dari kata keterangan dan kata benda yang menjadi frasa nomina karena inti dari rasa tersebut berada pada kata yang berkedudukan sebagai kata benda.
Pergeseran Makna Idiom dan Cliche ditinjau dari Fungsi Estetika (Intan Nurjannah)
234
Dalam frasa nomina ini telah terjadi pergeseran makna dalam penterjemahan dengan tujuan untuk memperoleh fungsi estetika supaya pembaca atau pendengar tidak merasa aneh, bingung, ataupun heran ketika memahaminya. Secara leksikal, avenue memiliki arti jalan raya. Dalam suatu keadaan yang sedang menceritakan adanya suatu permasalahan yang sangat mendesak dan seseorang berkata “we explored every avenue”, apabila diterjemahkan secara foregrounding menjadi “kita menjelajah setiap jalan raya” .Penerjemahan ini akan menyebabkan pendengar merasa sangat bingung, aneh, dan mungkin akan mengajukan pertanyaan mengapa harus menyelesaikan suatu permasalahan dengan menjelajah tiap-tiap jalan raya. Terjemah yang tepat untuk situasi sosial ini yaitu dengan menggunakan terjemahan automatization, sehingga idiom tersebut memikiki makna berusaha sebaik mungkin dengan segala cara. Oleh karena itu, pergeseran makna yang terjadi dalam frasa nomina “explored every avenue” yang diterjemahkan dengan mempertimbangkan fungsi estetika menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan terjemahan foregrounding yang menimbulkan perasaan aneh, bingung, dan heran dalam diri pendengar. 4. White knights = Pahlawan. Dilihat dari arti dalam kamus, kata white merupakan kata sifat yang memberikan arti bahwa suatu benda memiliki warna atau bersifat putih, dan knight merupakan kata benda yang bermakna seorang ksatria. Frasa nomina diatas mengalami pergeseran makna dari seorang ksatria yang berwarna putih menjadi seorang pahlawan. Pergeseran ini terjadi karena apabila diterjemahkan sesuai dengan kamus kata per kata maka akan terdengar aneh oleh pendengar atau pembaca, maka terjadilah fungsi estetika yang menjadikan pendengar atau pembaca mampu memahami dengan baik pesan yang disampaikan oleh penutur. Dalam suatu kondisi dimana seseorang membutuhkan pertolongan, kemudian berkata “looking for white knights” maka jika diterjemahkan dengan foregrounding yaitu mencari seorang ksatria yang berkulit putih akan membuat pendengar terkejut dan merasa aneh, bahkan justru akan menimbulkan pertanyaan mengapa harus Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 227 – 239
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
235
mencari seseorang yang berkulit putih untuk memberikan pertolongan. Terjemah yang sesuai untuk kondisi sosial di atas yaitu terjemahan automatization: mencari seorang pahlawan. Pesan yang ingin disampaikan oleh penutur adalah ingin mencari seorang pahlawan, yaitu seseorang yang bersedia memberikan pertolongan untuk menyelesaikan permasalahannya. 5. Bowing to the inevitable = Pasrah Idiom diatas merupakan gabungan dari kata yang membentuk frasa adjectiva, ini disebut frasa adjectiva karena inti dari frasa tersebut adalah kata sifat. Frasa adjectiva tersebut mengalami pergeseran makna dari tidak dapat dihindarkan menjadi pasrah. Pergeseran makna ini terjadi dalam penerjemahan supaya pendengar tidak merasa terkejut, aneh, atau heran. Bowing to the inevitable jika diterjemahkan secara foregrounding adalah tidak dapat diharapkan, namun jika diterapkan penerjemahan ini dalam konteks dimana seseorang atau banyak orang merasa tidak bisa melakukan apa-apa lagi, dan mengatakan “we simply bowing to the inevitable” maka akan muncul fungsi estetika yaitu pendengar akan merasa kaget mendengar penerjemahan tersebut. Penerjemahan yang tepat sesuai dengan yang diharapkan dalam situasi sosial yang berdasarkan konteks tersebut yaitu dengan terjemahan automatization, sehingga idiom bowing to the inevitable bermakna pasrah. 6. Make an honest woman= Menikahi seorang wanita Idiom diatas merupakan gabungan kata yang membentuk frasa nomina. Make an honest woman merupakan frasa nomina karena head nya berada pada kata yang memiliki kedudukan sebagai noun atau kata benda. Jika dilihat berdasarkan makna leksikal, idiom ini memiliki arti membuat seorang wanita yang jujur. Akan tetepi, dalam sebuah surat yang ditulis di dalam buku handout reading 3 menceritakan tentang seorang laki-laki yang mengumumkan sesuatu si depan para tamu undangan di sebuah pesta. Si penutur berkata “he had decided to make an honest woman” , jika terjemahan yang digunakan adalah terjemahan foregrounding yaitu terjemahan yang tidak diharapkan Pergeseran Makna Idiom dan Cliche ditinjau dari Fungsi Estetika (Intan Nurjannah)
236
berada pada situasi sosial yang ada maka pendengar atau pembaca akan merasa terkejut, bahkan mungkin akan ada yang mengajukan pertanyaan, bagaimana mungkin bisa membuat seorang wanita yang bersikap jujur, hal itu seolah sangat tidak mungkin dilakukan. Disinilah terjadi pergeseran makna dari penerjemahan seseuai dengan kamus menjadi terjemah yang sesuai dengan kondisi sosial atau disebut dengan automatization. Dengan demikian, maka terjadilah fungsi estetika dimana pendengar atau pembaca akan mampu memahami maksud penutur dengan baik yaitu pesan yang ingin disampaikan adalah si penutur menceritakan bahwa seorang laki-laki mengumumkan sesuatu di sebuah pesta di depan banyak hadirin yakni bahwasanya dirinya ingin menikahi seorang wanita. 7. Popped the question = Melamar Pergeseran makna dalam idiom ini terdapat pada frasa nomina. Secara leksikal, popped bermakna meletus dan question berarti pertanyaan. Maka, secara leksikal idiom popped the question memiliki makna meletuskan sebuah pertanyaan. Akan tetapi, penggunaan terjemah foregrounding dirasa tidak tepat dalam menerjemahkan idiom ini dalam kalimat “he had the question the previous evening”. Disinilah terjadi pergeseran makna yang berasal dari makna kata di kamus menjadi makna kata sesuai dengan kondisi sosial yaitu terjemah automatization. Berdasarkan terjemah yang membuat orang lain merasa terkejut, heran karena arti kata yang tidak sesuai dengan situasi sosial, maka kemudian muncul fungsi estetika sebagai akibat terjemah tersebut. Oleh karena itu, idiom ini telah mengalami pergeseran makna, sehingga menimbulkan terjemahan automatization yang menngeser makna meletuskan sebuah pertanyaan menjadi melamar. Jika diterjemahkan seperti ini, maka pembaca atau pendengan akan memahami maksud penutur dengan baik, yaitu seorang laki-laki yang melamar seorang wanita yang dicintainya pada waktu kemarin sore. 8. Waxed lyrical = Merayu Pergeseran makna idiom ini terjadi ketika digunakan dalam sebuah kalimat “He talked some more about how happy Rose had made him Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 227 – 239
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
237
by agreeing to become his wife and waxed lyrical about how wonderful she is.” Dilihat berdasarkan kelas katanya, waxed memiliki kedudukan sebagai adjectiva, dan lyrical juga berkedudukan sebagai adjectiva atau kata sifat. Dari gabungan dua kata sifat tersebut, maka terbentuk sebuah frasa adjectiva yang memiliki arti penuh dengan kata pujian yang berlapis-lapis. Disinilah muncul fungsi estetika itu, pendengar atau pembaca akan merasa aneh, terkejut, dan bingung jika membaca atau mendengar kalimat yang menggunakan idiom seperti di atas dengan terjemahan foregrounding. Maka terjadilah pergeseran makna dalam menerjemahkan idiom tersebut. Pergeseran makna ini terjadi dari adjectiva menjadi verba, yaitu kata pujian yang berlapis-lapis diterjemahkan dengan terjemah automatization menjadi merayu yang memiliki kedudukan sebagai verba atau kata kerja. Oleh karena itu, makna yang sesuai dengan situasi sosial di atas adalah terjemah automatization, sehingga waxed lyrical memiliki makna merayu. Jika idiom diterjemahkan dengan terjemah ini maka pendengar atau pembaca akan mampu memahami pesan penutur yaitu bahwa dia mengatakan betapa bahagianya Rose dengan lamaran yang diajukannya untuk menjadi istrinya, dan dia merayu tentang betapa mengagumkan calon istrinya itu. 9. Chalk and cheese = Sangat berbeda atau Bertolak Belakang Dilihat berdasarkan makna leksikal dan kelas katanya, chalk bermakna kapur dan memiliki kedudukan sebagai noun atau kata benda, dan cheese bermakna keju, yang memiliki kedudukan sebagai noun atau kata benda. Dalam kalimat “Rose and Mark are chalk and cheese“ terjemahan yang tidak diharapkan yakni kapur&keju, walaupun makna sebenarnya adalah kapur&keju, akan tetapi kata ini sudah menjadi sebuah ungkapan yang diharapkan dalam situasi sosial. Chalk and Cheese diterjemahkan menjadi terjemah automatization yaitu keadaan yang sangat berbeda atau bertolak belakang. Seseorang yang mengerti situasi sosial penggunaan idiom chalk and cheese akan merasa heran jika diterjemahkan dengan Pergeseran Makna Idiom dan Cliche ditinjau dari Fungsi Estetika (Intan Nurjannah)
238
penerjemahan foregrounding, bahkan mungkin akan muncul pertanyaan bagaimana mungkin Rose dan Mark adalah sebuah kapur dan keju, atau apakah kapur dan keju itu bernama Rose dan Mark? Oleh karena itu, terjemah yang sesuai dengan kondisi sosial ini adalah terjemah automatization. Dengan demikian, pendengar atau pembaca kalimat tersebut akan mampu memahami maksud dari si penutur dengan baik yaitu bahwa Rose dan Mark adalah dua orang yang memiliki karakteristik atau kepribadian yang sangat berbeda. 10. Tying the knot = Menikah Pergeseran makna idiom ini terdapat dalam kalimat “the idea of them tying the knot seems impossible”. Idiom tying the knot merupakan kategori frasa verba karena inti atau head dari frasa tersebut adalah kata kerja. Jika idiom tying the knot diartikan secara foregrounding yaitu mengikatkan sebuah tali. Terjemahan ini akan menimbulkan fungsi estetika yaitu perasaan heran, bingung, dan aneh bagi pendengar atau pembaca karena ada kesan yang kurang tepat atau kurang sesuai dengan situasi sosial pada kaliamat diatas. Maka dari itu, untuk menerjemahkan idiom tying the knot perlu menggunakan terjemahan yang sesuai dengan situasi sosial yang ada yaitu terjemah automatization. Sehingga, terjemah automatization yang tepat untuk konteks tersebut adalah menikah. Jika terjemah yang digunakan sesuai dengan makna yang diharapkan ada dalam situasi sosial tersebut maka pembaca atau pendengar akan merasa puas dengan terjemah kalimat diatas yaitu bahwa ide mereka untuk menikah terlihat tidak mungkin. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya terjadi pergeseran makna dalam menerjemahkan idiom dan cliche dengan menggunakan terjemah yang tidak diharapkan atau tidak sesuai dengan situasi sosial yang ada yaitu foregrounding menjadi terjemah yang diharapkan muncul pada situasi sosial yang ada yaitu automatization. Pergeseran makna ini ternyata akan menimbulkan fungsi-fungsi estetika , yaitu rasa aneh, heran, terkejut, Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 227 – 239
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
239
bingung, dan muncul pertanyaan-pertanyaan pada pendengar atau pembaca terjemah foregrounding tersebut.faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna ini diantaranya adalah faktor konteks atau situasi sosial dimana idiom itu digunakan. Selain itu, pergeseran idiom ini juga disebabkan oleh adanya pergeseran kedudukan kelas kata. E. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 1992. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa. Budiman, Arif. 2012. Handout Reading 3. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Lado, MJ. 1989. Ungkapan Kata Kerja dan Idiom. Jakarta: Penerbit Erlangga Riyanto, Slamet. 2011. Practical Idioms in English. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Redaksi,Tim. 2008. Contemporary Idiom Dictionary. Jogjakarta: Diva Press. Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogya: PT Tiara Wacana Yogya Ubaidillah. 2013. Diktat Mata Kuliah Teori Linguistik. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pergeseran Makna Idiom dan Cliche ditinjau dari Fungsi Estetika (Intan Nurjannah)