BAB II ILMU SEMANTIK DAN MAKNA IDIOM A. Ilmu Semantik 1. Definisi Ilmu Semantik Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda), atau dari verba samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian dari ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna. Istilah semantik pun bermacam-macam, antara lain signifik, semasiologi, semologi, semiotic, sememik, dan semik. Menurut Lehrer, semantik merupakan bidang yang sangat luas, karena di dalamnya termasuk unsur-unsur dan fungsi bahasa yang berkaitan erat dengan psikologi, filsafat, antropologi, dan sosiologi. Antropologi berkaitan erat dengan semantik, antara lain karena analisis makna di dalam linguistik (bahasa) dapat menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa (sosiolinguistik) secara praktis. Filsafat berhubungan erat dengan semantik, karena masalah makna tertentu dapat dijelaskan secara filosofis (misalnya makna ungkapan dan peribahasa). Psikologi berhubungan erat dengan semantik, karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal atau nonverbal. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik, karena
18
19
ungkapan atau ekspresi tertentu dapat menandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu.1 Dalam bahasa Arab istilah semantik biasanya disebut dengan ilmu dilalah. Secara terminologis, ilmu dilalah dalam bahasa Arab adalah susunan tambahan yang berupa penunjukan kata benda yang tidak menunjukkan pada waktu tertentu. Ilmu dilalah ini menyamai dengan istilah dalam bahasa Inggris. Kedua istilah ini menunjukkan pada suatu cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antar simbol bahasa dan maknanya, mempelajari perkembangan makna kata-kata secara historis, macam-macam makna, majas dan hubungan-hubungan antar kata suatu bahasa. 2 Dari definisi tersebut, jelas bahwa ilmu dilalah
memfokuskan
pada makna suatu simbol bahasa, baik satu simbol atau kata seperti kata “Najmun” yang menunjukkan pada bintang yang nampak di langit dan menunjukkan pada tumbuh-tumbuhan di bumi, ataupun beberapa simbol seperti ungkapan-ungkapan idiom seperti kata “Baitul Mal”, “Majlis Sya’bi” dan lain-lain. Oleh karena itu, dengan hanya mengkaji kata-kata susunan ini tidak akan dapat mengungkap maknanya, karena hanya mengandung makna istilah khusus. Ilmu dilalah memusatkan perhatiannya pada tahapan perubahan makna pada suatu simbol bahasa disebabkan berlalunya waktu dan yang memilikinya berusaha mencari faktor-faktor yang menyebabkan perubahan tersebut sebagaimana 1
T.Fatimah Djajasudarma, Semantik 1, (Bandung:PT Refika Aditama,2012),hlm 4. 2
٣٣ ـ٣١. ) ص١٠٠٣ , ( دمشق، علم الداللة,منقور عبد اجلليل
20
bersungguh-sungguh mengkaji hubungan-hubungan makna antara simbol-simbol.3 2. Bidang Kajian Ilmu Semantik Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa semantik dapat mencakup bidang yang lebih luas, baik dari struktur dan fungsi bahasa maupun dari interdisiplin bidang ilmu. Akan tetapi, dalam hal ini objek semantik berkisar pada hubungan ilmu makna. Telah diketahui pula bahwa suatu ilmu memiliki bidang yang menjadi kajiannya. Bidang kajian inilah yang biasanya digunakan sebagai kriteria untuk menentukan, apakah suatu ilmu dapat disebut ilmu pengetahuan atau tidak. Hal yang sama berlaku pula dalam semantik. Semantik sebagai subdisiplin linguistik melingkupi kajian sebagai berikut: a. Jenis-Jenis Semantik Teori yang medasari dan dalam lingkungan mana semantik dibahas membawa ke pengenalan tentang jenis-jenis semantik. Adapun jenis-jenis semantik dibahas sebagai berikut: 1. Semantik Behavioris Semantik behavioris menganut konsep bahwa makna berada dalam rentangan stimulus dan respon, antara rangsangan dan jawaban. Makna ditentukan oleh situasi yang berarti ditentukan oleh lingkungan . karena itu, makna hanya dapat dipahami jika ada data yang dapat diamati yang berada dalam
3
Muhandis Az-Zuhri, Musoffa Basyir, dan Muhammad Jaeni, op.cit., hlm. 18-19.
21
lingkungan pengalaman manusia. Dengan dikembangkan istilah stimulus, jawaban, dan karena sesuatu berulang-ulang terjadi, maka hal itu menjadi kebiasaan yang pada gilirannya menjadi gerakan refleks tidak bersyarat. 2. Semantik Deskriptif Semantik deskriptif yakni kajian semantik yang khusus memperhatikan
makna
yang
sekarang
berlaku.
Semantik
deskriptif pun hanya memperhatikan makna sekarang dalam bahasa yang diketahui secara umum, dan bukan karena kata tersebut kebetulan ada dalam bahasa daerah atau dialek bahasa yang bersangkutan. 3. Semantik Generatif Teori semantik generatif muncul tahun 1968. Teori ini sampai pada kesimpulan bahwa tata bahasa terdiri dari struktur semantik dan struktur luar yang merupakan perwujudan ujaran. Kedua struktur ini dihubungkan dengan suatu proses yang disebut transformasi. Teori ini menganggap bahwa model bahasa tidak boleh hanya terdiri dari kalimat-kalimat yang dapat diturunkan , tetapi harus dipandang sebagai sistem kalimat yang berisi representasi fonologi dan representasi semantik. Teori semantik generatif lebih banyak membicarakan makna yang muncul dalam kalimat.
22
4. Semantik Gramatikal Semantik gramatikal adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat. Sebagai contoh ambillah kata “aman” yang terdapat dalam kalimat “Daerah itu aman dan masih terkendali”. Dengan munculnya kata “terkendali” dalam suatu kalimat, agaknya memudarkan makna kata “aman”. Maksudnya daerah sesungguhnya tidak aman karena ada kata “terkendali”.Terkendali bermakna hura-hura, gangguan keamanan, masih dapat dikendalikan. Dengan demikian makna kata “aman” berubah karena kata itu telah berada dalam satuan kalimat. 5. Semantik Historis Semantik historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam rangkaian waktu. 6. Semantik Leksikal Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. 7. Semantik Logika Semantik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis bahasa. Semantik logika mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika seperti yang berlaku dalam matematika yang
23
mengacu kepada pengkajian makna atau penafsiran ujaran, terutama yang dibentuk dalam sistem logika yang oleh Carnap disebut sebagai semantik murni. 8. Semantik Struktural Semantik stuktural menganggap bahwa setiap bahasa adalah sebuah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan yang disebut struktur. Struktur itu terjelma dalam unsur berupa fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana yang membaginya menjadi kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana.4 b. Unsur-unsur semantik Unsur-unsur semantik terdiri dari sebagai berikut: 1. Tanda (Sign) dan Lambang (Symbol) Teori tanda dikembangkan oleh Perre pada abad ke-18. Dalam perkembangannya, teori tanda kemudian dikenal dengan semiotik, yang dibagi dalam tiga cabang yaitu semantik, sintaktik, dan pragmatik. Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaktik berhubungan dengan gabungan tanda-tanda, sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda di dalam tingkah laku berbahasa. Penggolongan tanda dapat dilakukan dengan cara:
4
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta:Rineka Cipta,2010), hlm 65-77.
24
a. Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman. b. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut. c. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, baik yang bersifat verbal maupun yang bersifat nonverbal. Lambang atau simbol adalah unsur linguistik berupa kata ataupun kalimat. Lambang atau simbol memiliki hubungan tidak langsung dengan kenyataan. Tanda dalam bentuk huruf-huruf disebut lambang atau simbol, apa yang didengar dari seseorang yang berfungsi sebagai alat komunikasi disebut lambang atau simbol. Perbedaan tanda dan simbol terletak pada hubungannya dengan kenyataan, tanda menyatakan hubungan langsung dengan kenyataan, sedangkan simbol tidak. 2. Makna Leksikal dan Hubungan Referensial Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu makna dasar dan makna perluasan, atau makna denotatif dan makna konotatif. Hubungan antara kata, makna kata, dan dunia kenyataan disebut hubungan referensial. Hubungan yang terdapat antara kata sebagai satuan fonologis yang membawa makna, makna atau konsep yang dibentuk oleh kata, dunia kenyataan yang ditunjuk oleh kata, merupakan hubungan referensial.
25
3. Penamaan (Naming) Nama merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makhluk benda, aktivitas, dan peristiwa. Nama-nama ini muncul akibat dari kehidupan manusia yang kompleks dan beragam, alam sekitar
manusia
sangat
beragam.
Kadang
manusia
sulit
memberikan label satu per satu, oleh karena itu, muncul namanama kelompok, misalnya binatang burung, ikan, dan sebagainya. Penamaan di tiap daerah atau lingkungan kebudayaan tertentu bagi benda yang sama tentunya berbeda. Bahkan terkadang nama dan benda yang ada di suatu daerah tidak ditemukan di daerah lain. Masalah yang muncul sehubungan dengan perbedaan nama tersebut ialah apakah hubungan nama dengan benda.5 d. Makna 1. Pengertian Makna Kata makna dalam ilmu semantik sering disebut “tanda” (dalalah). Ali Al-Khuli memberikan pengertian makna atau tanda adalah sesuatu yang dipahami seseorang, baik berasal dari kata, ungkapan, maupun kalimat. Pengertian makna (sense-bahasa Inggris) dibedakan dari arti (meaning-bahasa Inggris). Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama leksikon). Mengkaji atau memberikan makna suatu kata
5
T.Fatimah Djajasudarma, op.cit., hlm. 35-51.
26
ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain.6 2. Teori Pemahaman Makna Ada beberapa teori dalam memahami makna, antara lain adalah sebagai berikut: a. Teori Referensial Teori referensial adalah teori yang pertama kali berusaha memahami hakikat makna. Teori ini menyatakan bahwa makna sebuah ungkapan kata ialah apa yang dirujukkan atau untuk apa ungkapan dipakai. b. Teori Konseptual Menurut teori ini, makna suatu ungkapan ialah ide atau konsep yang dikaitkan dengan ungkapan itu dalam pikiran orang yang mengetahui ungkapan itu. Berarti makna berada di dalam benak atau pikiran manusia, ketika sebuah kata didengar oleh pendengar atau dipikirkan oleh pembicara. c. Teori Behavioris Teori
behavioris
mengatakan
bahwa
makna
suatu
ungkapan ialah rangsangan (matsir) yang menimbulkannya, atau respon (istijab) yang ditimbulkannya, atau kombinasi dari rangsangan dan respon pada waktu pengungkapan kalimat itu.
6
Muhandis Az-Zuhri, Musoffa Basyir, dan Muhammad Jaeni, op.cit., hlm. 20-21.
27
Dengan teori ini, berarti lingkungan memiliki andil besar dalam pembentukan bahasa dan makna. d. Teori Kontekstual Menurut teori ini, cara untuk memahami makna bukan dengan
melihat,
mendeskripsikan,
atau
mendefinisikan
acuan/benda. Akan tetapi, makna dipahami melalui konteks kebahasaan yang digunakan dan konteks situasi kondisi pada saat ungkapan itu terjadi. Untuk memahami makna melalui konteks kebahasaan harus memperhatikan
aspek struktur
fonem, struktur morfologis, struktur sintaksis, struktur leksikal, unsur idiomatik serta unsur pragmatik.7 3. Aspek-Aspek Makna Aspek-aspek makna merupakan suatu pembahasan tentang makna dilihat dari segi terujarnya kata-kata dari pembicara kepada pendengar. Aspek-aspek tersebut terdiri dari: a. Pengertian (Sense) Pengertian (Sense) ,disebut juga tema. Setiap hari orang berbicara dan mendengarkan orang berbicara. Ketika orang berbicara, ia menggunakan kata-kata atau kalimat yang mendukung ide atau pesan yang ia maksud. Sebaliknya, kalau kita mendengarkan kawan bicara kita, maka kita mendengar kata-kata yang mengandung ide atau pesan seperti yang
7
ibid., hlm. 46-53.
28
dimaksudkan oleh kawan bicara kita. Pengertian dapat dicapai apabila antara pembicara pembicara dan kawan bicara, antara penulis dan pembaca terdapat kesamaan bahasa. Jadi, apa yang kita katakan dan apa yang kita dengar pasti mengandung pengertian dan tema.pengertian dan tema berhubungan dengan apa yang kita katakan. b. Nilai rasa (Feeeling) Dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan dengan rasa dan perasaan. Terkadang apa yang dirasakan oleh seseorang terlompat dari mulutnya. Karena itu, pengertian atau pemahaman makna terhadap ucapan ataupun tulisan yang didengar maupun dibaca bisa dilihat dari nilai rasa atau perasaan pembicara atau pendengar maupun penulis atau pembaca. c. Nada (Tone) Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Dalam karya sastra, nada berhubungan dengan sikap penyair
atau
penulis
terhadap
pembaca.
Berdasarkan
pengertian ini, tentu saja pembicara akan memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan kawan bicara atau keadaan pembicara sendiri. Aspek makna nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Jika seseorang marah, maka sikap orang
29
tersebut kepada pendengar akan lain dengan perasaan bila sedang senang. Jadi, nada suara turut menentukan makna kata yang digunakan. d. Maksud (Intention) Aspek makna maksud merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Setiap kata atau kalimat yang di ucapkan ataupun ditulis pasti memiliki maksud yang ingin disampaikan. Apakah kata itu bersifat deklaratif, imperatif, naratif, pedagogis, persuasif,rekreatif, atau politis, semuanya mengandung maksud tertentu.8 4. Jenis-Jenis Makna Karena bahasa digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Jenis-jenis makna yang telah dibahas dalam berbagai buku linguistik atau semantik sangatlah banyak. beberapa diantaranya sebagai berikut: a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem “kuda” memiliki makna leksikal “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”.
8
Mansoer Pateda, op.cit., hlm. 89-95.
30
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada jika terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya dalam proses afiksasi prefiks “ber-“ dengan dasar “baju” melahirkan makna gramatikal “mengenakan atau memakai baju”. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu tempat, waktu, dan lingkungan pengguna bahasa itu. Misalnya, pada kata “kepala sekolah” berbeda makna dengan “kepala surat”. b. Makna Referensial dan Non Referensial Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Kata-kata seperti “kuda, merah, dan gambar” adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti “dan, atau, karena” adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata tersebut tidak mempunyai referens. c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif Makna denotatif adalah makna asli,makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Sedangkan makna konotatif adalah makna
lain
yang
31
ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata “melati” berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian. e. Makna Kata dan Makna Istilah Makna kata merupakan makna yang masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Misalnya, kata “tangan” dan “lengan” sebagai kata yang maknanya lazim dianggap sama. Sedangkan makna istilah merupakan makna yang memiliki makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. f. Makna Idiom dan Peribahasa Makna idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal
maupun
secara
gramatikal.
Misalnya
bentuk
“membanting tulang” bermakna “bekerja keras”. Sedangkan peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau
32
dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.9 B. Makna Idiom 1. Definisi Makna Idiom Idiom secara bahasa diambil dari kata
عبارة
dan
اصطالح
yang
berarti ungkapan dan kesepakatan. Jadi idiom adalah:
ِ ِ ِ اسبجات ُم جعيَّـنجة َّ َّاس جعلجى اِ ْستِ ْع جم ِاِلجا ِِف جم جعان جخ جَْم ُم ج ْ يب جوعبج جارات ا اصة جوُمنج ج وعةُ تجـجراك ج ُ صطجلج جح الن “ Struktur kalimat dan ungkapan yang penggunaanya disepakati orangorang untuk makna tertentu dan dalam kesepakatan tertentu pula”.10 Menurut Al-khuli, idiom adalah konstruksi kata yang maknanya secara keseluruhan berbeda dengan makna masing-masing unsurnya sedangkan Kridalaksana mendefinisikan bahwa idiom adalah (a) konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain, (b) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Pengertian (a) mengacu pada gabungan kata dengan preposisi seperti
يقومyang bermakna berdiri. Ketika kata ini bergabung dengan preposisi 9
Abdul Chaer, op.cit.,hlm.289-297. Muhandis Az-Zuhri, Musoffa Basyir, dan Muhammad Jaeni, op.cit., hlm. 41-42.
10
33
ِ ب
yang bermakna dengan dan menjadi.
ب
يقوم
bukan lantas
bermakna berdiri dengan, tetapi bermakna melakukan/ melaksanakan. Ketika يقومbergabung dengan preposisi
setelah menjadi
يقوم على
علىyang bermakna di atas dan
bukan berarti bermakna berdiri di atas,
tetapi bermakna berdasarkan. Pengertian (b) mengacu pada gabungan kata dengan kata lain seperti kata
قامyang bermakna berdiri, ketika bergabung dengan kata قعدyang
bermakna duduk lalu menjadi
قام وقعد
bukan berarti bermakna duduk
lalu berdiri, tetapi bermakna bingung, resah gundah gulana. Begitu pula kata
kata
أسالyang bermakna mengalirkan, ketika bergabung dengan
لعابهyang bermakna air liurnya kemudian menjadi أسال لعابهbukan
berarti mengalirkan air liurnya tetapi menggiurkan.11 2. Bentuk-Bentuk Makna Idiom Bentuk-bentuk makna idiom adalah bentuk yang dihasilkan dari analisis makna asal ke makna idiom berdasarkan macam bentuknya yaitu:
11
Basuni Immamudddin dan Nashiroh Ishaq, loc.cit.
34
a. Idiom penuh Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. misalnya Bentuk-bentuk “membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau” termasuk dalam idiom penuh. b. Idiom sebagian Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.misalnya, “buku putih” yang bermakna “buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus”, “daftar hitam” yang bermakna “daftar yang memuat namanama orang yang diduga atau dicurigai berbuat kejahatan”, dan “koran kuning” bermakna “koran yang biasa memuat berita sensasi”. Pada contoh tersebut, kata “buku,daftar, dan koran” masih memiliki makna leksikalnya.12 c. Ungkapan/ peribahasa Ungkapan atau peribahasa merupakan bagian dari makna idiom. Yang termasuk bentuk ungkapan misalnya:
قبل الرماء متأل الكنائن
12
Abdul Chaer, op.cit., hlm.296
35
Makna asli dari ungkapan di atas adalah “sebelum memanah, tabung tempat anak panah dipenuhi dulu”. Sementara makna ungkapannya adalah “sedia payung sebelum hujan”.13 1. Perubahan Makna Idiom Perubahan makna idiom adalah berwujud penambahan maupun pengurangan yang terjadi tidak hanya dari segi kuantitas kata, tetapi juga dari segi kualitasnya. Perubahan makna idiom diantaranya: a. Perluasan makna (generalisasi) Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena beberapa faktor menjadi memiliki maknamakna lain. Misalnya kata “saudara” yang pada mulanya hanya bermakna “seperut” atau “sekandungan”. Kemudian, maknanya berkembang menjadi “siapa saja yang sepetalian darah”. Lebih jauh lagi siapapun yang masih mempunyai kesamaan asal usul disebut juga saudara. Makna yang mengalami generalisasi adalah makna yang tadinya mempunyai arti khusus kemudian meluas sehingga melingkupi makna yang lebih luas lagi atau umum.14 b. Penyempitan makna (spesialisasi) Perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuahkata yang mulanya memiliki makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas. Misalnya kata “pendeta, ulama” 13 14
Muhandis Az-Zuhri, Musoffa Basyir, dan Muhammad Jaeni, op.cit., hlm. 44. Muhandis Az-Zuhri, Musoffa Basyir, dan Muhammad Jaeni, op.cit., hlm. 184-185.
36
yang aslinya bermakna “orang yang berilmu” tetapi dalam bahasa Indonesia mengalami penyempitan makna menjadi “guru agama kristen”. c. Perubahan makna total Perubahan makna secara total adalah perubahan sebuah makna dari makna asalnya ke makna baru, walaupun kemungkinan ditemukan unsur keterkaitan antara makna asal dengan makna yang baru. Contoh dalam bahasa Indonesia sekarang kata “gapura” telah berubah maknanya menjadi “pintu gerbang”. Kata ini berasal dari bentuk kata sifat nama Allah SWT غفورartinya “maha pengampun”. d. Ameliorasi (membaik) Ameliorasi adalah proses perubahan makna bahwa arti yang baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang lama. Misalnya, asal kata penggunaan kata
daripada kata
امرأة
“perempuan”. Kini, kata
tinggi daripada kata “perempuan”.15
15
Ibid., hlm.208-210.
امرأة
زوجة
“istri” lebih rendah
زوجةnilai rasanya lebih
yang secara etimologi bermakna
37
e. Peyorasi (memburuk) Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih rendah daripada kata sebelumnya. Contoh kata “kroni” kata sebelumnya bermakna “sahabat”, sedangkan makna baru bermakna “kawan dari seorang penjahat”. f. Sinestesia (pergeseran dua indera) Sinestesia adalah perubahan makna akibat terjadi pertukaran pemakaian alat indra untuk menangkap gejala yang terjadi disekitar manusia. Misalnya, rasa “pedas” yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa lidah menjadi ditanggap oleh alat indra pendengar telinga, seperti dalam ujaran “kata-katanya sangat pedas”. g. Asosiasi (persamaan sifat) Asosiasi adalah hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu. Misalnya, kata “amplop” makna sebenarnya adalah “sampul surat”, tetapi dalam kalimat “supaya urusan cepat selesai, beri saja amplop”, amplop itu bermakna “uang sogok”.16 h. Pergeseran makna (eufemisme) Pergeseran makna terjadi pada kata-kata bahasa Indonesia yang disebut eufemisme (melemahkan makna). Biasanya terjadi bagi katakata yang dianggap memiliki makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya. Contoh, kata “dipecat” dirasakan terlalu
16
Abdul Chaer, op.cit., hlm. 312-313.
38
keras, dengan demikian muncul kata “diberhentikan dengan hormat” atau “dipensiunkan”.17 i. Kekaburan makna Kekaburan makna disebabkan oleh sifat kata atau kalimat yang bersifat umum, kata atau kalimat tidak pernah homogen seratus persen kata akan jelas maknanya jika berada di dalam kalimat dan kalimat akan jelas maknanya jika berada di dalam konteks, batas makna yang dihubugkan dengan bahasa dan yang berada di luar bahasa tidak jelas, kurang akrabnya kata yang digunakan dengan acuannya. Misalnya, jika seseorang berkata “buku”, maka buku apa yang dimaksud, belum jelas. Kata “air” yang berbeda-beda maknanya jika berada di dalam kalimat, dan berbeda-beda pula konteksnya. Makna
“pandai” tidak jelas sampai manakah batas
makna kata “pandai”. Kata “demokrasi” orang akan bingung menerangkan secara jelas makna kata tersebut karena kurang akrabnya kata yang digunakan dengan acuannya.18
17 18
Achmad HP. dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta:Erlangga.2012),hlm.96. Mansoer Pateda, op.cit., hlm. 194.