PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODING KONVENSIONAL DAN SISTEM BROODING THERMOS
(Skripsi)
Oleh : RANI FATMANINGSIH
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
ABSTRACT
BROILER PERFORMANCE IN CONVENTIONAL BROODING SYSTEM AND THERMOS BROODING SYSTEM
Rani Fatmaningsih This study purpose to determine the performance of broiler in the conventional brooding system and the thermos brooding system; and to know the best brooding system on the performance of broiler. The research was conducted from December 4, 2015-January 3, 2016, in the Experiment farm of PT Ramajaya. Broiler used are a broiler strain new lohmann aged 0--14 days as many as 200 individuals. Experiments based on case studies. The study used two brooding systems, namely P1: Conventional brooding system; P2: Thermos brooding system. The results showed that the performance of broiler in thermos brooding system such as feed intake, body weight, and feed conversion is better than the performance of the conventional brooding system. Keywords : broiler, brooding systems, performance
ABSTRAK
PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODING KONVENSIONAL DAN SISTEM BROODING THERMOS
Rani Fatmaningsih
Penelitian ini bertujuan mengetahui performa broiler pada sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos; serta mengetahui sistem brooding terbaik terhadap performa broiler. Penelitian ini dilaksanakan dari 4 Desember 2015--03 Januari 2016, di Kandang Percobaan PT Ramajaya Farm. Broiler yang digunakan adalah broiler strain new lohmann umur 0--14 hari sebanyak 200 ekor. Percobaan berdasarkan studi kasus, mengenai penggunaan dua sistem brooding, yaitu P1 : Sistem brooding konvensional; P2 : Sistem brooding thermos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa yang dihasilkan pada sistem brooding thermos seperti konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, dan konversi ransum lebih baik dibandingkan dengan performa pada sistem brooding konvensional. Kata kunci : broiler, sistem brooding, performa
PERFORMA BROILER PADA SISTEM BROODING KONVENSIONAL DAN SISTEM BROODING THERMOS
Oleh Rani Fatmaningsih Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN Pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Setiamarga, Lampung Tengah pada 01 Maret 1994. Penulis merupakan putri pertama dari pasangan ayahanda Edy Supriyanto, A.Ma. dan Ibunda Wagini serta kakak dari Adinda Niken Tri Kusuma.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 04 Terbanggi Besar pada 2006, sekolah menengah pertama di SMPN 2 Terbanggi Besar pada 2009, dan sekolah menengah atas di MAN 1 Lampung Tengah pada 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung Jurusan Peternakan melalui Seleksi Jalur Penerimaan Undangan pada 2012.
Penulis melaksanakan Praktik Umum pada Juli 2015 di feedlot PT Indo Prima Beef Bandar Jaya, Lampung Tengah . Penulis pada Januari sampai Maret 2016 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Gunung Tapa, Kecamatan Gedung Meneng, Kabupaten Tulang Bawang. Selama masa studi, penulis pernah menjadi asisten dosen dalam mata kuliah Ilmu Nutrisi Ternak Unggas dan penulis pernah menjadi Anggota Bidang Dana dan Usaha di Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2013/2014.
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah, engkau berharap. (Q.S Al Insyirah :6-8)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS Ibrahim : 7)
Seseorang yang berbuat baik tidak akan menunjukkan kepada semua orang jika dialah yang melakukannya, melainkan selalu menutupi dengan kerendahan hati dan ketulusan. Maka seseorang akan memiliki penilaian tersendiri ( Rani Fatmaningsih)
Allah Maha Sempurna Menciptakan hamba-Nya untuk selalu bersyukur atas nikmat-Nya. Karya kecil ini kupersembahkan terutama untuk Ibunda Wagini dan Ayahanda Edy Supriyanto yang telah mencurahkan segala kasih sayang, pengorbanan, motivasi, kesabaran dan ketabahan yang tiada henti untuk memberikan semangat maju bagi anak-anaknya. Semoga beliau selalu dalam lindungan Allah dan selalu diberikan kesehatan. Adinda Niken Tri Kusuma, mbah Warsinem, keluarga besar dari (Alm) Sakeh Sugiharto dan (Alm) Tirto Diharjo serta Sepupu-sepupu tercinta atas doa dan semangat yang diberikan. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan motivasi, semangat, bantuan tak terhingga setelah kedua orang tua. Alamamater tercinta yang telah menjadi saksi dalam membantu dan membentuk karakter hidupku.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr.Ir. Rr.Riyanti, M.P.--selaku Dosen Pembimbing Utama--atas persetujuan, bimbingan, nasehat, dan arahan dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi; 2. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Dosen Pembimbing Anggota--atas arahan, saran, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku Dosen Pembahas--atas bantuan, petunjuk, dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini; 4. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas perhatian, nasehat, dan bimbingan yang telah diberikan dari semester pertama kuliah hingga semester akhir ini; 5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--yang telah memberikan izin penelitian; memberikan nasehat, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian--yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan mengesahkan skripsi ini; 7. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.S., Mas Robby, Mas Eko, dan karyawan PT Rama Jaya Farm atas ide penelitian, bimbingan, izin tempat penelitian, dan arahan yang diberikan kepada penulis; 8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan yang telah memberikan banyak pengetahuan baru selama penulis kuliah; 9. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta telah memberikan dukungan, motivasi, dan bantuan secara moril dan materil tak terhingga kepada penulis; 10. Isnaini Novi Hapsari atas kerjasama, motivasi, dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini; 11. Sahabatku tercinta Dewi Fatimah S.Pt., Hesti S.Pt., Ines S.Pt., Elly S.Pt., Isnaini, Erma S.Pt., Yeni S.Pt., Lisa S.Pt., Novita S.Pd., dan Tantri S.Pd. atas waktu yang tersedia untuk saling berbagi ilmu dan cerita; 12. Bayu S.Pt., Atu’ Gusti S.Pt., Riri, Pak Zain, Roni Pasha S.Pt., Bang Apri S.Pt., Indra S.Pt. atas bantuan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian; 13. Angkatan 2012 atas kerjasama, semangat, serta kerja keras mengejar S.Pt. bersama. Angkatan 2010, 2011, 2013, dan 2014 atas kerjasama selama di perkuliahan.
Bandar Lampung, Agustus 2016 Penulis
Rani Fatmaningsih
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah .........................................................
1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................
3
C. Manfaat Penelitian ........................................................................
3
D. Kerangka Pemikiran......................................................................
3
E. Hipotesis ......................................................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler ..........................................................................................
7
B. Masa Brooding ..............................................................................
8
C. Performa Broiler............................................................................
15
a. Konsumsi ransum .....................................................................
16
b. Pertambahan berat tubuh ..........................................................
19
c. Konversi ransum.......................................................................
20
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................
23
B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................
23
a. Alat yang digunakan .................................................................
23
b. Bahan yang digunakan ............................................................
23
C. Metode Penelitian ........................................................................
24
D. Analisis Data ...............................................................................
25
E. Prosedur Penelitian........................................................................
25
1. Persiapan kandang ....................................................................
25
2. Pemasukan Day Old Chick( DOC )...........................................
27
3. Pemberian ransum dan air minum.............................................
27
4. Pengaturan suhu brooder...........................................................
27
5. Pengaturan ventilasi ..................................................................
27
F. Peubah yang Diamati.....................................................................
28
a. Konsumsi ransum ......................................................................
28
b. Pertambahan berat tubuh ........................................................
28
c. Konversi ransum ......................................................................
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos ........................................................................
30
B. Pengaruh perbandingan sistem brooding terhadap konsumsi ransum ..........................................................................................
31
C. Perbandingan sistem brooding terhadap pertambahan berat tubuh ....................................................................................
40
D. Perbandingan sistem brooding terhadap konversi ransum ...........
46
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan
...........................................................................
52
B. Saran ......................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
53
LAMPIRAN ....................................................................................
57
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Karakter produksi strain new lohmann (MB 202) ...............................
8
2. Suhu pemanas yang dibutuhkan selama pemeliharaan ........................
9
3. Jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisi .........................................
17
4. Kandungan nutrisi ransum .................................................................
24
5. Konsumsi ransum broiler pada sistem brooding konvensional ...........
59
6. Pertambahan berat tubuh pada sistem brooding konvensional ............
60
7. Konversi ransum pada sistem brooding konvensional.........................
61
8. Konsumsi ransum broiler pada sistem brooding thermos....................
62
9. Pertambahan berat tubuh pada sistem brooding thermos.....................
63
10. Konversi ransum pada sistem brooding thermos ...............................
64
11. Suhu dan kelembapan pada sistem brooding konvensional dan thermos ......................................................................................
65
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Tata letak kedua sistem brooding ........................................................
24
2. Konsumsi ransum broiler .................................................................
32
3. Pengaruh suhu lingkungan terhadap aktivitas metabolisme tubuh ayam ......................................................................................
37
4. Pertambahan berat tubuh ......................................................................
40
5. Konversi ransum ..................................................................................
47
6. Tata letak perlakuan .............................................................................
58
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, dari 3 sampai 4 minggu sudah dapat dipanen. Populasi broiler perlu ditingkatkan karena broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan masyarakat sehingga dengan meningkatnya populasi broiler konsumsi protein hewani dimasyarakat dapat terpenuhi.
Broiler adalah unggas hasil rekayasa genetika yang memiliki karakteristik pertumbuhan cepat per satuan waktu serta menghasilkan kualitas daging dengan serat yang lunak. Menurut kecepatan pertumbuhannya, maka periode pemeliharaan broiler dapat dibagi menjadi dua yaitu periode starter dan finisher. Periode starter dimulai umur 1--21 hari dan periode finisher dimulai umur 22--35 atau sesuai umur dan bobot potong yang diinginkan (Murwarni, 2010). Fase hidup awal broiler terjadi pada dua minggu pertama yang merupakan masa kritis broiler. Oleh sebab itu, broiler memerlukan perhatian yang intensif. Masa kritis tersebut ialah masa brooding.
Masa brooding adalah periode pemeliharaan dari DOC (day old chick ) hingga umur 14 hari (atau hingga pemanas tidak digunakan). Baik tidaknya performa ayam di masa selanjutnya seringkali ditentukan dari bagaimana pemeliharaan di
2
masa brooding. Satu hal yang patut diperhatikan oleh peternak ialah kesalahan manajemen pada periode ini seringkali tidak bisa dipulihkan (irreversible) dan berdampak negatif terhadap performa ayam di periode pemeliharaan berikutnya.
Tujuan dilakukan brooding adalah untuk menyediakan lingkungan yang nyaman dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi anak ayam dan untuk menunjang pertumbuhan secara optimal. Pada saat anak ayam berumur 0 sampai 14 hari, akan terjadi perbanyakan sel atau “hyperplasia”. Perbanyakan sel ini meliputi perkembangan saluran pencernaan, perkembangan saluran pernapasan, dan perkembangan sistem kekebalan. Keberhasilan masa brooding ini sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, dan kualitas udara dalam kandang.
Suhu dan kelembapan kandang yang seragam pada saat masa brooding akan menghasilkan performa broiler yang baik.Pemeliharaan periode brooding adalah 14 hari, dengan pengaturan suhu 30--320 C dankelembapan 60--80% (Setiawan dan Sujana, 2009). Dewasa ini, perkembangan teknologi yang semakin meningkat menyebabkan terciptanya sistem baru untuk masa brooding yaitu sistem brooding thermos. Sistem brooding thermos merupakan proses brooding yang menggunakan tirai di dalam dan di luar kandang sehingga suhu dan kelembapan kandang dapat terjamin konstan. Umumnya peternak broiler di Indonesia masih menggunakan metode brooding konvensional yaitu dengan membuat lingkaran-lingkaran dari bahan seng kemudian dilengkapi satu buah brooder sebagai pengatur suhu dan kelembapan kandang.
3
Berdasarkan uraian diatas, terdapat dua sistem brooding berbeda yang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Namun, dua sistem brooding tersebut belum diketahui perfoma broiler pada fase tersebut. Oleh karena itu, peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian mengenai performa broilerpada sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini antara lain 1. mengetahui performa broiler pada sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos; dan 2. mengetahui sistem brooding yang paling baik terhadap performa broiler.
C. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengetahui performa broiler pada sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos serta dapat memberikan sumbangan informasi kepada peternak terhadap penggunaan sistem brooding yang sesuai dengan lingkungan kandang.
D. Kerangka Pemikiran
Broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, dari 3 sampai 4 minggu sudah dapat dipanen. Pertumbuhan broiler yang sangat singkat ini diperlukan upaya penanganan yang sangat intensif dimulai sejak pemeliharaan awal yakni masa brooding.
4
Masa brooding merupakan masa paling sensitif bagi broiler karena pada masa ini proses pertumbuhan ayam dimulai. Masa brooding merupakan masa penyesuaian dimana ayam memulai hidup dengan lingkungan yang baru, masa awal perkembangan dimana segala aspek kehidupan ayam terutama organ-organ penting pada tubuh ayam memulai masa perkembangan yang sangat cepat, dan masa menentukan hasil akhir yang kelak akan dicapai karena masa brooding ini merupakanpondasi dalam pemeliharaan broiler.
Fungsi utama sistem brooding ini mengatur suhu dan kelembapan di dalam kandang. Suhu dan kelembapan kandang yang seragam pada saat masa brooding akan menghasilkan performa broiler yang baik. Pemeliharaan periode brooding adalah 14 hari, dengan pengaturan suhu 30--320 C dankelembapan 60--80% (Setiawan dan Sujana,2009).
Menurut hasil penelitian Wijayanti (2011), broiler periode starter yang dipelihara pada suhu 28°C memiliki rata-rata konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh yang lebih tinggi dibandingkan denganayam yang dipelihara pada suhu 32°C. Ayam yang dipelihara pada suhu 28ºC memiliki konsumsi ransum 1.393,4 g, konsumsi air minum 3.651,4ml, pertambahan berat tubuh 166g, konversi ransum 1,6. Ayam yang dipelihara pada suhu 32ºC memiliki konsumsi ransum 1.119,5g, konsumsi air minum 4.251,9ml, pertambahan berat tubuh 148,1g, dan konversi ransum 1,3.
Dewasa ini, penggunaan sistem brooding terbagi menjadi dua yaitu sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos. Sistem brooding konvensional merupakan sistem brooding yang menggunakan pembatas berupa
5
lingkaran dari bahan seng didalam kandang dan terdapat satu indukan yang mengatur suhu dan kelembapan serta terdapat tirai penutup dari luar kandang. Kelebihan dari sistem ini adalah lebih terkontrol suhu dan kelembapan dalam area pembatas. Kelemahan dari sistem brooding ini yaitu penggunaan indukan yang kurang efisien, maksudnya setiap satu lingkaran pembatas memerlukan satu buah indukan. Selain itu, penggunaan sumber panas dari gas LPG yang tidak dilakukan sistem biosecurity dengan baik. Hal ini dapat memicu sebagai sumber penyakit bagi broiler.
Sistem broodingthermos merupakan sistem brooding yang menggunakan sumber panas lebih besar dan menyebarkan panas keseluruh ruangan. Sistem ini menggunakan pembatas berupa tirai dari dalam kandang dan luar kandang sehingga suhu dan kelembapan tetap terjamin tanpa ada pengaruh dari lingkungan luar kandang.
Berdasarkan uraian di atas, sistem brooding terbaik kemungkinan besar terdapat pada sistem brooding thermos. Hal ini lebih terjaminnya kestabilan suhu dan kelembapan di dalam kandang karena pada sistem thermos terdapat tirai yang menutupi area brooding. Hal ini menyebabkan panas yang dihasilkan dari brooder tidak dapat leluasa berpindah ke luar area brooding, dibandingkan dengan sistem konvensional yang tirainya hanya terdapat di dinding kandang.
6
E. Hipotesis Hipotesis yangdiajukan dalam penelitian ini adalah 1. adanya perbedaan performa broiler pada sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos; 2. sistem brooding thermos merupakan sistem brooding yang menghasilkan performa yang lebih baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Broiler
Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi ransum yang baik dan dapat dipotong pada usia relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaan lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1992).
Menurut Jayanata dan Harianto (2011), day old chick (DOC) yang berkualitas baikmemiliki ciri-ciri berasal dari indukan yang berkualitas, DOC sehat, bebas daripenyakit, aktif bergerak, lincah, tidak terlihat lesu, tubuh gemuk dan berbentukbulat, berbulu bersih dan mengkilat, mata terlihat tajam dan cerah, lubang anusbersih dan tidak terdapat kotoran, tidak terdapat bekas luka dan tidak cacat, sertabobot tubuh minimal 37 g atau rata-rata sebesar 40 g. Dalam pemeliharaannya, DOC sangat membutuhkan keadaan yang steril,sehingga kebersihan kandang harus terjaga saat penerimaan DOC.
Strain merupakan sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Berbagai strain broiler banyak dipelihara di Indonesia. Contoh strain broiler antara lain CP 707, Starbro, Hybro, dan Lohmann (Suprijatna et al., 2005).
8
Strain lohmann adalah strain yang diciptakan di Jerman pada 1972. Strain lohmann dipilih karena memiliki daya tahan tubuh yang baik dan tempramen yang tenang (Rasyaf, 2005). Performa strain new lohmann yang dipelihara 1--26 hari dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakter produksi strain new lohmann (MB 202) Umur(minggu)
Konsumsi ransum (g/ekor) -
FCR
DOC
Rata-rata bobot tubuh (g/ekor) 40
1
200
180
0,9
2
500
550
1,1
3
960
1.180
1,229
4
1.550
2.180
1,406
5
2.350
3.670
1,562
-
Sumber : PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2012
B. Masa Brooding Masa brooding adalah periode kritis pembentukan kerangka tubuh, sistem pencernaan, serta kekebalan tubuh. Masa brooding dimulai sejak DOC mulai masuk kandang sampai dengan lepas dari indukan ( 1--14 hari). Pada masa ini kondisi lingkungan sangat memengaruhi performa ayam, diantaranya suhu, kelembapan, dan tingkat toksisitas gas di udara. Periode brooding merupakan periode pemeliharaan dan proses penghangatan anak ayam dengan alat yang digunakan untuk brooding yang disebut brooder. Pemeliharaan periode brooding adalah14 hari, dengan pengaturan suhu 30--320C dan kelembapan 60--80% (SetiawandanSujana, 2009). Suhu optimal tergantung dari umur dan keadaan
9
penutupan bulu pada ayam. Tabel 2 merupakan panduan untuk suhu yang dibutuhkan ayam. Tabel 2. Suhu pemanas yang dibutuhkan selama pemeliharaan ayam pembibit Umur
Suhu --------------(0C)-------------
Hari 1--2
29--31
Hari 3--4
28
Hari 5--7
27
Minggu 2
26--24
Minggu 3
23--21
Minggu 4
21--19
Minggu 5
20--18
Minggu 6
18--20
Minggu 7
15--20
Sumber : Nova et al., 2014
Masa brooding merupakan bagian dari fase starter, masa permulaan bagi perkembangan dan pertumbuhan ayam. Ayam pada masa ini akan mengalami pertumbuhan dengan sangat pesat dan mencakup semua organ yang berperan bagi kehidupan dan produktivitas ayam (Nova et al., 2014).
Menurut Medion (2006), sel-sel yang menyusun organ vital dalam tubuh ayam sebagian besar akan tumbuh secara hyperplasia. Sel-sel tubuh akan bertambah jumlahnya dengan cara melakukan pembelahan sel. Apabila pertumbuhan pada fase ini terganggu maka dapat dipastikan sel-sel yang akan dihasilkan pun berkurang. Hal ini akan berpengaruh pada pertumbuhan selanjutnya, yang berupa pertumbuhan hypertropia, dimana sel akan memperbesar ukurannya atau pendewasaan sel. Menjadi suatu pemisalan adalah pada tahap awal pertumbuhan
10
sel seharusnya 1 sel bisa berkembang menjadi 8 sel, karena ada gangguan maka 1 sel hanya bisa membelah diri menjadi 6 sel. Perbedaan ini akan mengakibatkan pada fase pertumbuhan hypertropia, jumlah sel yang lebih sedikit akan menghasilkan organ yang lebih kecil dengan fungsi yang kurang optimal.
Semua organ vital dalam tubuh ayam mengalami perkembangan pada fase ini. Mulai dari organ pencernaan, organ pernapasan, sistem kekebalan tubuh, kerangka tubuh ayam (tulang) dan juga yang tidak kalah penting adalah organ reproduksi. Pada broiler, organ pencernaan akan berkembang pesat pada umur 2--14 hari dan enzim-enzim pencernaan mulai disekresikan dan berfungsi secara optimal pada umur 4--21 hari. Organ pernapasan berkembang pesat pada umur 4--14 hari, sedangkan sistem kekebalan tubuh berfungsi optimal pada umur 7 hari (Medion, 2006).
Lebih lanjut Medion (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan sel-sel dalam tubuh akan tercermin pada pertumbuhan berat badan. Pada masa awal, pertumbuhan ayam berlangsung sangat cepat dengan feed conversion ratio (FCR) yang sangat rendah. Hampir semua ransum yang terkonsumsi dialokasikan untuk pertumbuhan. Hal ini terlihat dari tingkat FCR yang mencapai 1,03--1,20 dengan pertumbuhan berat badan pada akhir minggu pertama mencapai 4 kali (broiler) dan 2 kali (layer) dari berat badan awal (saat DOC). Sebuah proses pertumbuhan yang tidak dapat tercapai pada fase selanjutnya.
Periode brooding dan finisher saling berkaitan, sehingga periode ini membutuhkan perhatian khusus dalam pemeliharaannya demi tercapainya hasil yang maksimal. Periode pemanasan atau brooding sangat penting untuk
11
diperhatikan karena pada periode ini terjadi perkembangan fisiologis pada ayam yang menentukan tingkat keberhasilan berikutnya (Saputri,2014).
Pengecekan suhu di area brooding dilakukan sesering mungkin. Suhu pada minggu pertama 330C, kemudian diturunkan secara bertahap sampai mencapai 27--280C pada saat ayam berumur 2 minggu. Pengontrolan suhu dapat dilakukan dengan memasang thermometer dan pemantauan secara visual. Pengontrolan secara visual dapat dilakukan dengan memerhatikan penyebaran anak ayam di area brooding. Anak ayam menyebar secara merata di area brooding merupakan kondisi yang baik karena suhu yag ada di area brooding sesuai dengan yang dibutuhkan anak ayam. Apabila anak ayam berkumpul di sekitar pemanas tandanya suhu kurang panas, sebaliknya apabila anak ayam menjauhi pemanas menunjukkan suhu brooder terlalu panas (Nova et al., 2014). Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mencapai 340C dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak megalami cekaman panas. Broiler termasuk hewan homeotermis dengan suhu 240C, akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernapasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum. Akibatnya, pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi menjadi rendah. Tingginya suhu lingkungan dapat juga menyebabkan terjadi cekaman oksidatif dalam tubuh, sehingga menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebihan (Miller dan Madsen, 1993).
12
Salah satu pemanas yang sering digunakan yaitu pemanas infra merah. Pemanas infra merah adalah api yang berasal dari bahan bakar gas akan membakar keramik sampai membara. Bara api tersebut menghasilkan infra merah. Kemudian infra merah tersebut menghasilkan kalor yang disalurkan ke ruangan kandang. Pemanas infra merah ini berupa pemanas gasolek yang dipasang pada ketinggian 110--115 cm. Pemanas yang dihasilkan dari gasolek dapat diatur menggunakan regulator yang ada pada tabung gas. Pemakaian gasolek memiliki kelebihan yaitu panas yang dihasilkan relatif merata, stabil, dan tidak terpengaruh angin (Yasmir, 2003).
Area pemeliharaan (area brooding) DOC dapat berupa spot brooding, yaitu menggunakan pemanas kanopi atau radian, atau whole house brooding yaitu menggunakan sumber panas lebih besar dan menyebarkan panas keseluruh ruang kandang (Nova et al., 2014).
Nova et al., (2014) menyatakan bahwa anak ayam umur sehari tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri sampai ayam tersebut berumur 12--14 hari. Oleh sebab itu, penting disiapkan suhu lingkungan yang optimal agar anak ayam tidak mengalami cekaman. Dalam hal ini brooder telah dinyalakan kurang lebih 24 jam sebelum DOC tiba agar suhu dalam kandang sesuai dengan kebutuhan DOC yaitu 32--35 0C. Suhu litter 28--300C, dan kelembapan kandang 60--70%.
Suhu kandang yang terlalu panas atau dingin menyebabkan gangguan kesehatan dan pertumbuhan pada anak ayam. Suhu yang dingin akan menyebabkan anak ayam bergerombol mendekati brooder dan malas beraktivitas, termasuk makan dan minum. Secara fisiologis, suhu yang dingin dapat menyebabkan penyempitan
13
pembuluh darah paru-paru sehingga kerja paru-paru terganggu. Hal ini akan memicu hidrop ascites (perut kembung). Penyempitan pembuluh darah paru-paru juga dapat disebabkan oleh aliran angin yang kencang dan langsung mengenai tubuh ayam.Suhu yang terlalu panas saat brooding juga menimbulkan efek negatif. Pada suhu yang panas ayam akan menjauhi brooder dan mencari tempat lebih dingin dengan aliran udara yang lebih banyak. Ayam juga akan melakukan panting, meningkatkan konsumsi minum, dan mengurangi konsumsi ransum (Medion, 2006).
Freeman (1966) menyatakan bahwa di bawah suhu kritis rendah, aktivitas ternak dan konsumsi meningkat, dan jika terus turun, produksi panas tubuh mencapai titik maksimum, dan suhu tubuh serta intensitas metabolisme jatuh. Ketidak mampuan ternak mengatasi stres yang berkelanjutan, dapat menyebabkan kematian.
Faktor lingkungan akan merangsang ternak melalui kulit dan bulu serta selaput jala mata untuk diteruskan ke otak. Melalui susunan syaraf pusat, rangsangan akan mengaktifkan mekanisme homeostatis, yang mencakup; keseimbangan panas, pengaturan panas, tekanan darah, pernapasan, dan aktivitas lainnya dari tubuh (Hafez, 1969). Ketidakmampuan ternak untuk mempertahankan homeostatis agar tetap dalam batas-batas normal akan menyebabkan stres (Siegel,1980; North,1980; Young,1981).
Mempertahankan keseimbangan suhu tubuhnya, ternak secara konstan memproduksi panas dan mengeluarkan panas ke lingkungannya. Panas sensibel selalu dialirkan dari dalam tubuh ke luar melalui permukaan kulit, dan diteruskan
14
ke udara lingkungan. Laju aliran panas sensibel, tergantung dari gradien suhu antara tubuh dan kulit, kondisi jaringan, luas permukaan tubuh, dan vasodilatasi subkutan (Abbas, 2009). Tahap berikutnya yakni transfer panas sensibel dari permukaan kulit melalui bulu dan boundary layer ke lingkungan luar melalui konduksi, konveksi, dan radiasi; atau pengeluaran panas melalui insensibel oleh evaporasi dari kulit maupun paru-paru (Bligh, 1985).
Chick guard (lingkaran pembatas) dapat dipindahkan setiap 2 hari sekali untuk memperluas area brooding sesuai dengan kebutuhan dan pertumbuhan ayam. Area brooding yang dilengkapi dengan brooder dan dibatasi oleh chick guard bermanfaat untuk menghemat 1/3 bahan bakar brooder dan untuk membatasi gerak ayam. Dengan demikian, energi yang dikonsumsi oleh ayam benar-benar dapat digunakan untuk pertumbuhan ayam dan tidak terbuang menjadi energi untuk bergerak yang berlebihan ( Nova et al., 2014).
Komara (2006) menyatakan bahwa ayam akan merasa tertekan jika suhu kandang pemeliharaan lebih tinggi dari suhu nyaman ayam yaitu 25--28 dinamakan dengan heat stress. Heat stress merupakan suatu cekaman yang disebabkan oleh suhu lingkungan pemeliharaan melebihi zona nyaman (> 28 dikarenakan ayam tidak dapat menyeimbangkan antara jumlah panas yang diproduksi dengan jumlah panas yang dikeluarkan dari tubuh. Tidak hanya heat stress, suhu lingkungan yang berfluktuatif juga menjadi ancaman bagi produktivitas ayam. Heat stress akan menimbulkan efek yang lebih besar pada ayam tua dibandingkan dengan ayam muda. Ayam dewasa mempunyai bulu yang telah sempurna dan kondisi ini akan mempersulit pembuangan panas tubuhnya.
15
Selain itu, ayam dewasa juga memiliki ukuran tubuh yang lebih besar sehingga panas tubuh yang dihasilkan lebih banyak.
Ada pengaruh beberapa tingkat cekaman suhu pada awal periode starter terhadap suhu tubuh dan konsumsi air minum broiler periode starter. Adapengaruh lama waktu pengamatan terhadap suhu tubuh, konsumsi ransum, konsumsi airminum dan bobot badan broiler periode starter. Ada pengaruh interaksi antara beberapa tingkat cekaman suhu pada awal periode starter dan lama waktu pengamatan terhadap suhu tubuh, konsumsi air minum dan bobot badan broiler periode starter (Yuswaning, 2005).
Menurut hasil penelitian Wijayanti (2011), broiler periode starter yang dipelihara pada suhu 28°C memiliki rata-rata konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh yang lebih tinggi dibandingkan denganayam yang dipelihara pada suhu 32°C. Ayam yang dipelihara pada suhu 28ºC memiliki konsumsi ransum 1.393,4 g, konsumsi air minum 3.651,4ml, pertambahan berat tubuh 166g, konversi ransum 1,6. Ayam yang dipelihara pada suhu 32ºC memiliki konsumsi ransum 1.119,5g, konsumsi air minum 4.251,9ml, pertambahan berat tubuh 148,1g dan konversi ransum 1,3.
C. Performa Broiler Performa adalah istilah yang diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai ekonomi seperti produksi susu, produksi telur, berat tubuh, persentase karkas,konversi ransum, efisiensi ransum, dan income over feed cost (IOFC) (Kurtini et al., 2014). Performa dapat dilihat melalui perkembangan dan
16
pertumbuhan ayam yaitu diketahui dengan cara melakukan penimbangan berat tubuh ayam setiap minggu sehingga akan diketahui rata-rata berat tubuh hariannya. Ayam yang memiliki fisik yang baik menandakan tingkat pertumbuhannya bagus dan akan menghasilkan performa yang baik. Performa broiler akan berbeda akibat perbedaan ketinggian atau suhu lingkungan sekitar kandang (Amrullah, 2004). Broiler mulai panting pada suhu lingkungan 290C dengan kelembapan 50% (Bell dan Weaver, 2002).
a. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jumlah waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan zat makanan lain (Wahju, 2004). Menurut Bell dan Weaver (2002), konsumsi ransum tiap ekor ternak berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh berat tubuh, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam pakan dan suhu lingkungan. Wahju (2004) menyatakan bahwa faktor genetik juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Secara umum, konsumsi meningkat dengan peningkatan berat tubuh ayam karena ayam berberat tubuh besar mempunyai kemampuan menampung makanan lebih banyak.
Pencahayaan merupakan penstimulasi yang kuat untuk meningkatkan produktivitas ayam. Adanya pencahayaan akan menstimulasi ayam untuk selalu mengkonsumsi ransum. Selain itu, cahaya merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroksin yang berfungsi meningkatkan proses metabolisme sehingga dapat memacu pertumbuhan anak ayam. Kebutuhan pencahayaan pada
17
fase ini adalah 10--20 lux atau 20--40 watt tiap 10 m2. Pencahayaan pertama kali diberikan selama 24 jam kemudian dikurangi secara bertahap sejalan dengan bertambahnya umur ayam (Medion, 2006).
National Research Council (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum setiap ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh berat tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Tabel 3 menunjukkan jenis ransum berdasarkan kandungan nutrisiyang dibutuhkan untuk pertumbuhan broiler:
Tabel 3. Jenis ransum berdasarkan kandungan nutrisi No
Jenis ransum Prestarter
Umur broiler (hari) 1--7
Protein (%) 23--24
Energi metabolisme (kkal/kg ransum) 3.050
1 2
Starter
8--28
21--22
3.100
3
Finisher
29--panen
18--20
3.200--3.300
Sumber : Santoso dan Sudaryani, 2009
Blakely dan Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan memengaruhi laju pertumbuhan dan bobot akhir karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi pakan yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum broiler tergantung dari strain, aktivitas, umur, besar ayam, dan suhu( Ichwan, 2003). Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004).
18
Kemampuan ternak mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Respon fisiologis terhadap suhu dingin adalah dengan meningkatkan konsumsi ransum, sehingga agar diperoleh pertumbuhan, produksi telur, atau produksi susu yang tinggi ternak harus ditempatkan didaerah yang cukup dingin. Ternak berada didaerah yang cukup panas akan memeroleh beban dari tingginya heat increatment. Oleh karena itu, ternak akan menurunkan feed intake, akibatnya ternak didaerah tersebut produktivitasnya rendah (Sarjana, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam pedaging fase starter yang dipelihara pada suhu 28ºC konsumsi ransumnya lebih banyak dibandingkan dengan ayam pedaging yang dipelihara pada suhu 32ºC (P<0,01). Hal ini terjadi karena ayam pada suhu 32ºC mendapat cekaman panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pada perlakuan 28ºC, sehingga ayam pada suhu 32 ºC menurunkan konsumsi ransum (Wijayanti, 2011).
Hasil penelitian menggunakan suhu yang diteliti adalah suhu kamar sebagai cekaman dingin dan suhu di atas suhu kamar yaitu 390 C , 410C , dan 430C menghasilkan rata-rata konsumsi ransum broiler dengan perlakuan berturut-turut adalah 48.22 g, 50.41 g, 47.79 g dan 46.51 g (Yuswaning, 2005).
Air yang dikonsumsi ayam berhubungan dengan suhu di dalam kandang. Semakin panas suhu di dalam kandang semakin banyak konsumsi air minumnya. Banyaknya air yang dikonsumsi ayam akan berpengaruh terhadap pengurangan konsumsi ransum. Makin panas atau makin tinggi suhu di dalam kandang maka makin besar kebutuhan airnya. Biasanya kebutuhan air pada suhu panas tersebut berhubungan dengan tubuh ayam yang tidak mempunyai kelenjar keringat,
19
sehingga ayam terpaksa membuang kelebihan panas dengan cara menguapkan air melalui gelembung-gelembung udara di dalam tubuhnyadengan cara pernapasan. Apabila suhu lingkungan panas, ayam akan membuka paruhnya (panting),dimana uap air dikeluarkan (Wijayanti, 2011).
b. Pertambahan Berat tubuh Pertambahan berat tubuh dipengaruhi oleh jenis dan ransum yang dikonsumsi (Jull, 1982). Wahyu (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolisme, kandungan protein, dan suhu lingkungan.
Jull (1982) menyatakan bahwa persentase kenaikan berat tubuh dari minggu ke minggu berikutnya selama periode pertumbuhan tidak sama. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh genetik (strain), jenis kelamin, lingkungan, manajemen, kualitas, dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi ransum, suhu lingkungan, dan strain ayam. Ada strain ayam yang tumbuh dengan cepat pada awal dan ada yang tumbuh cepat pada masa akhir.
Rasyaf (1993) menyatakan bahwa berat tubuh dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang dikonsumsi, dengan demikian perbedaan kandungan zatzat makanan dan banyaknya volume ransum yang termakan seharusnya memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat tubuh ayam karena kandungan
20
zat-zat makanan yang seimbang tersebut mutlak diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada suhu 28ºC rata-rata pertambahan berat tubuhnya sebesar 166 g/ekor/minggu, sedangkan pada suhu 32ºC rataratapertambahan berat tubuhnya sebesar 148,1g/ekor/minggu. Hal ini disebabkan oleh ayam pada suhu 32ºC mengalami cekaman panas yang mengakibatkan menurunnya nafsu makan yang berpengaruh pada pertambahan bobot badan ( Wijayanti, 2011).
Menurut hasil penelitian Yuswaning (2005), suhu kamar sebagai cekaman dingin dan suhu di atas suhu kamar yaitu 390 C, 410C , dan 430C dan pengukuran berat tubuh yang dilakukan pada jam ke-12, ke-24 dan ke-36 pada periode cekaman dan setiap minggunya setelah ayam terbebas dari cekaman menghasilkanrata-rata bobot badan broiler dengan perlakuan berturut-turut adalah 199.80 g, 212.33 g, 201.83 g, dan 207.03 g.
c. Konversi Ransum Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan penambahan berat tubuh yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan berat tubuh ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar ayam dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan suhu lingkungan (Rasyaf, 2003). Konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi (g) dengan berat hidup (g) sampai ayam terjual ( Siregaret al., 1980).
21
Feed convertion ratio merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Angka konversi ransum yang kecil berarti jumlah ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Edjeng dan Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi konversi ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al, 2007).Amrullah (2004) menyatakan bahwa nilai konversi ransum broiler yang baik berkisar antara 1,75--2,00.
Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, khususnya biaya ransum, karena semakin tinggi konversi ransum maka biaya ransum akan meningkat karena jumlah ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot badan dalam jangka waktu tertentu semakin tinggi. Nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah (Anonim, 2013).
Tinggi rendahnya angka konversi ransum disebabkan oleh adanya selisih yang semakin besar atau kecil pada perbandingan antara ransum yang dikonsumsi degan pertambahan berat tubuh yang dicapai. Tingginya konversi ransum menunjukkan bahwa pertambahan berat tubuh yang rendah akan menurunkan nilai efisiensi penggunaan ransum (Wijayanti, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa broilerfase starter yang dipelihara pada suhu 28ºC konversi ransumnya lebih rendah dibadingkan dengan broiler yang dipelihara pada suhu 32ºC (P<0,01). Konversi ransum yang didapat pada suhu 28ºC sebesar 1,6 dan pada suhu 32ºC sebesar 1,3 (Wijayanti, 2011).
22
Penelitian Santoso (2002) menunjukkan bahwa konversi ransum padabroiler selama lima minggu pada kandang litter sebesar 1,6.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2015 sampai Januari 2016 di Instalasi Kandang Percobaan milik PT Rama Jaya Desa Fajar Baru 2, Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat yang digunakan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang panggung dengan luas 30x8 m, 2 thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan, 2 timbangan digital untuk menimbang DOC broiler dan ransum, 40 tempat makan dan minum broiler, 1 chick guard besar, 2 brooder ( gassolex ), 1 kalkulator untuk menghitung, dan alat tulis untuk mencatat data.
2. Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan adalah DOC broiler strain new lohmann umur 0 --14 hari sebanyak 2.000 ekor dengan rata-rata bobot tubuh awal 52 ± 1,7 gram. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil 8201 super dengan bahan pakan antara lain: jagung, bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung daging dan tulang, dedak padi, dedak gandum, minyak nabati, tepung batu, vitamin, mineral, dan antioksidan. Ransum tersebut produksi PT Malindo Feedmill, Tbk dengan kandungan nutrisi seperti tertera pada Tabel 4.
24
Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum Kandungan nutrisi
Persentase ---------------------(%)------------------
Protein Min
21.0
Serat Max
4.0
Lemak Min
4.0
Air Max
14
Abu Max
6.5
Kalsium
0.9--1.1
Fosfor
0.7--0.9
Sumber : PT Malindo, 2015
C. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kasus. Penelitian ini menggunakan dua sistem brooding berbeda yaitu P1 : Sistem brooding konvensional yaitu sistem brooding yang biasa peternak terapkan dengan ¾ bagian dinding atas terbuka, P2 : Sistem brooding thermos yaitu sistem brooding dengan dinding yang lebih tertutup dan dipasang tirai ganda. Gambar 1 memperlihatkan sistem brooding konvensional dan sistem brooding thermos :
(a)
(b) Gambar 1. Tata letak sistem brooding
Keterangan : a : sistem brooding konvensional; b : sistem brooding thermos
25
D. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data ditabulasi kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang.
E. Prosedur Penelitian 1. Persiapan kandang a. Proses pencucian dan sterilisasi Berikut ini beberapa langkah yang harus dikerjakan sebelum anak ayam (Day old chick atau DOC) dipelihara: 1) merapikan dan memisahkan peralatan sesuai dengan fungsinya. Selanjutnya, peralatan dibersihkan dan dicuci dengan air, kecuali alat pemanas seperti gasolek. Setelah dicuci semua peralatan dibersihkan dengan desinfektan. Peralatan yang sudah bersih dan steril disimpan ditempat yang bersih; 2) membersihkan semua kotoran dan barang tidak terpakai yang ada dalam kandang dan sekitar kandang. Kotoran ayam langsung dibersihkan dan diangkut keluar lokasi. Lantai kandang disapu sampai bersih, tirai penutup kandang dipasang, dan rumput disekitar kandang dibersihkan; 3) mencuci kandang dengan sprayer tekanan tinggi dimulai dari kandang bagian atas, dinding, tirai dan lantai kandang; 4) melakukan sterilisasi menggunakan desinfektan. Proses sterilisasi dilakukan ke seluruh bagian kandang dan lingkungan sekitar kandang; 5) menaburkan atau menyemprotkan kapur ke bagian kandang, lantai, dan sekeliling luar kandang. Dosis kapur yang dipakai 0,2--0,5 kg;
26
6) membiarkan kandang selama 2--3 hari hingga bagian dalam kandang dan sekitarnya kering. Penyemprotan dengan desinfektan dilakukan lagi 1--2 hari sebelum DOC datang dengan jenis desinfektan yang berbeda dari sebelumnya;dan 7) menaburkan sekam dengan ketinggian 5 cm. Sebelum digunakan, sekam harus difumigasi menggunakan formalin. b. Mempersiapkan pemanas, lingkaran, dan tirai 1) Memasang lingkaran pembatas (chick quard ) untuk sistem konvensional. Lingkaran pembatas biasa terbuat dari seng dan triplek. Lingkaran pembatas dibuat dengan ketinggian 50 cm dan diameter 2,75--4,00 meter. Lingkaran pembatas diperlebar sedikit demi sedikit sejak dua hari DOC masuk dengan memperhatikan kondisi DOC, sedangkan untuk sistem thermos tidak menggunakan chick quard. 2) Memasang tempat ransum ( chick feeder tray) dan tempat minum DOC Tempat ransum yang dibutuhkan sebanyak 10 buah untuk setiap lingkaran pelindung. Satu tempat ransum digunakan oleh sekitar 100 ekor DOC. Tempat ransum dipasang secara selang seling dengan tempat minum yang berkapasitas satu galon. 3) Meletakkan alat pemanas. Alat pemanas berupa gasolek dipasang pada ketinggian 110--125 cm. Panas yang dihasilkan dari gasolek dapat diatur menggunakan regulator yang ada pada tabung gas. Di tengah-tengah pelindung dipasang lampu pijar. 4) Memasang tirai untuk sistem konvensional, hampir semua dindingnya dipasang tirai atau layar, kecuali seperempat bagian atasnya ( 20--30 cm )
27
tetap terbuka. Adapun untuk sistem thermos seluruh bagian kandang baik di dalam maupun di luar dipasang tirai hingga rapat.
2. Pemasukan Day old chick( DOC ) Pemasukan DOC dilakukan dengan memperhatikan dan mengecek keadaan secara keseluruhan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Setelah dicek keadaannya, DOC ditimbang, divaksin ND V secara spray, dan diletakkan sesuai tata letak penelitian. Vaksin Gumboro diberikan pada umur 12 hari dan vaksin ND Clone diberikan pada umur 19 hari.
3. Pemberian ransum dan air minum Pemberian ransum dilakukan beberapa jam setelah DOC minum ( 3--4 jam setelah DOC minum ). Pemberian ransum harus dilakukan sesering mungkin, minimum lima kali sehari. Pemberian air dilakukan secara ad libitum.
4. Pengaturan suhu brooder Pemanas dinyalakan satu hari sebelum DOC datang. Tujuannya agar suhu disekitar lingkungan kandang sudah hangat dan merata. Suhu yang diperlukan untuk DOC diukur menggunakan 2 thermohygrometer yang diletakkan sekitar 5 cm diatas permukaan sekam pada setiap perlakuan terdapat 1 thermohygrometer. Suhu 34 --35 C pada minggu pertama. Menurunkan suhu brooder menjadi 29 -30
C pada umur 9 hari. Melepas pemanas pada umur 14 hari.
5. Pengaturan ventilasi Tirai ditutup seluruhnya pada umur 1 -- 7 hari, tetapi bila siang hari suhu kandang tinggi tirai dibuka seperempat bagian pada tirai tengah. Melepas tirai dalam pada
28
umur 8 hari. Membuka tirai tengah dan tirai atas pada umur 9--13 hari, tetapi pada malam hari tirai ditutup kembali. Membuka tirai seluruhnya pada umur 14 hari, tetapi tirai tengah dan bawah ditutup sedangkan tirai atas sudah dilepas. Menaikkan tirai bawah 15 cm dari lantai pada malam hari dan siang hari tirai dibuka seluruhnya.
F. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati : a. Konsumsi ransum Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) dihitung berdasarkan selisih antara jumlah ransum awal minggu yang diberikan (g) dengan sisa ransum pada akhir minggu (g) (Rasyaf, 2011). Perhitungan dilakukan setiap satu minggu pemeliharaan hingga minggu ketiga dengan mengumpulkan semua sisa ransum kemudian menimbang sisa ransum.
b. Pertambahan berat tubuh Pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) dihitung setiap minggu pada semua sampel berdasarkan selisih berat tubuh broiler akhir minggu (g) dengan berat tubuh minggu sebelumnya (g) (Rasyaf, 2011). Perhitungan dilakukan setiap satu minggu pemeliharaan hingga minggu ketiga. Perhitungan dilakukan dengan menimbang setiap ekor broiler pada setiap petak yang diambil secara acak kemudian hasil dirata-ratakan.
29
c. Konversi ransum Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi selama seminggu dibagi dengan pertambahan berat tubuh pada minggu yang sama (Rasyaf, 2011). Perhitungan konversi ransum dilakukan setiap satu minggu pemeliharaan sampai minggu ketiga.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Performa broiler minggu ke-2 pada sistem brooding konvensional yaitu konsumsi ransum 289,23 g/ekor/minggu, pertambahan berat tubuh 362,33 g/ekor/minggu, dan konversi ransum 0,82. Adapun sistem brooding thermos yaitu konsumsi ransum 298 g/ekor/minggu, pertambahan berat tubuh 430,1 g/ekor/minggu, dan konversi ransum 0,7. Performa minggu ke-2 memiliki dampak positif terhadap performa minggu ke-3 pada masing-masing sistem brooding yaitu konsumsi ransum 973,82 g/ekor/minggu dan 1091,3 g/ekor/minggu, pertambahan berat tubuh 675,25 g/ekor/minggu dan 761,59 g/ekor/minggu, serta konversi ransum 1,44 dan 1,46. 2. Performa broiler yang dihasilkan pada sistem brooding thermos lebih baik dibandingkan dengan sistem brooding konvensional.
B. Saran Perusahaan dan peternak broiler dapat menerapkan sistem brooding thermos karena menghasilkan performa lebih tinggi dibandingkan dengan sistem brooding konvensional. Selain itu, sistem brooding thermos tidak membutuhkan biaya yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M. 2009. Fisiologis PertumbuhanTernak. Universitas Andalas. Padang. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga Satu Gunung budi, Bogor. Anonim. 2013. Konversi ransum broiler. http://ragamcarabeternak.blogspot.co.id/2013/12/konversi-ransum-ayambroiler.html ( diakses pada 09 Juni 2016) Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta. Anwar, R. 2014. Pengaruh Penggunaan Litter Sekam Padi, Serutan Kayu, Dan Jerami Padi Terhadap Performa Broiler Di Closed House. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung Bell, D.D and W. D. Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Fifth edition. USA: Springer Science+Business Media, Inc. Blakely, J dan D. H. Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Penterjemah B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bligh.1985. Thermalphsiology. In: Yousef,M.K. Stress Physiology in Livestock. Vol. III. CRC. Yogyakarta. Edjeng S. dan R .Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Fadillah, R., A. Polana., S. Alam., dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta Fadilah. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Cetakan Pertama. Agromedia Media Pustaka. Jakarta Freeman, B.M. 1966. Physiological responses of the adult fowls to environmental temperature. Worlds poultry sci. J. 22: 140-145.
54
Gunawan dan D.T .H. Sihombing. 2004. Pengaruh Suhu Lingkungan Tinggi terhadap Kondisi Fisiologis dan Produktivitas Ayam Buras. Fakultas Peternakan IPB. Bogor Hafez, E.S.E. 1969. Adaptation Of Domestic Animals. Lea And Febiger. Philadelphia Hapsari, I.N. 2016. Perbedaan Sistem Brooding Konvensional dan Sistem Brooding Thermos terhadap Respon Fisiologis Broiler Fase Starter. Skripsi. Jurusan Peternakan. Universitas Lampung Ichwan, 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging.Tanggerang: Agro Media Pustaka. Jayanata, C. E.dan B. Harianto. 2011. 28 Hari Panen Ayam Broiler. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Jull, M.A. 1982. Poultry Husbandry. 3rd .Ed. Tata Mc-Graw-Hill Publish Co. Ltd., New Dehli. Komara, T. 2006. Perlunya broiler dipuasakan. Buletin CP. April 2006 No. 76/ Tahun VII, Jakarta. Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Buku Ajar Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Lohman, T.G. 1986. Broiler Management Program. Lohman Cuxhaven Medion. 2006. Saat masa awal menjadi penentu. http://info.medion.co.id(diakses pada 23 Mei 2016) Medion.2014.Manajemen Brooding. http://info.medion.co.id ( diakses pada 29 November 2015). Miller, K., E.B.Slebodzinska dan C. Madsen. 1993. Oxidative stress, antioxidants, and animal function. Animal Science Department University Of Tennessee.762812-2823 Murtidjo, B,A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta. Murwani, R. 2010. Broiler Modern. CV Widya Karya . Semarang. National Research Council. 1994. Nutrient requirement of poultry. Washington DC (USA):National Academy Press.
55
North, M. O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4thEd. Van Nostrand Reinhold Published. New York.
Nova, K., T. Kurtini, dan Riyanti. 2014. Buku Ajar Manajemen Usaha Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung. PT. Japfa comfeed Indonesia Tbk, 2012. MB 202 (Pedaging) dan MB 404 (Petelur). Poultry breeding division. PT. Malindo Feedmill Tbk. 2015. Pakan Komplit Broiler Fase Starter. Banten Rasyaf, M. 2005. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. ________. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M. 1993. Mengelola Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta. Sarjana, T.A. 2007. Manajemen Ternak Unggas. Buku Ajar. Program Studi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro Santoso, H dan Titik Sudaryani. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging Hari per Hari di Kandang Panggung Terbuka. Penebar Swadaya : Jakarta. Santoso, U. 2002. Pengaruh tipe kandang dan pembatasan ransum di awal pertumbuhan terhadap performans dan penimbunan lemak pada ayam pedanging unsexed. JITV 7(2): 84-89 Saputri,M. N. 2014. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Broiler Periode Brooding di PT Januputra Farm Yogyakarta. Tugas Akhir. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Setiawan, I dan E. Sujana.2009. Bobot Akhir,Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler yang Dipanen Pada Umur Yang Berbeda. Seminar Nasional Fakultas Peternakan UNPAD. Sholikins, H.2011. Manajemen Pemeliharaan Broiler di Peternakan UD Hadi Ps Kecamatan Ngunter Kabupaten Sukoharjo.Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Siegel, H.S. 1980. Blood cells and chemistry of young chickens during daily acth and cortisol administration. Poultry Sci. 47: 1811-1816 Siregar.A.P.,M.H. Togatorof, dan M. Sabrani.1980. Teknis Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group. Jakarta.
56
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B.Sumantri. Gramedia. Jakarta. Suprijatna, E., U. Atmosumarmo, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Wijayanti, R. P. 2011. Pengaruh Suhu Kandang yang Berbeda terhadap Performans Ayam Pedaging Periode Starter. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Yasmir dan A. Gunawan. 2003. Pemanas Kandang Broiler. http://dgunzsmoker.blogspot.co.id/2012/08/pemanas-kandangbroiler.html (diakses pada 29 November 2015) Yustiwira. 1996. Pengaruh Imbangan Energi – protein dalam Ransum dan Strain yang Berbeda terhadap Gala Tumbuh Broiler di Dataran Rendah. Skripsi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan. Yuswaning, I. P. 2005. Pengaruh Cekaman Panas Ayam Broiler Awal Periode "Starter" terhadap Suhu Tubuh serta Dampaknya terhadap Performans Umur 2-3 minggu. Skripsi. Program Studi Produksi Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang. Zumrotun. 2012. Manajemen brooding pada ayam broiler. http://vedca.siap.web.id/2012/03/22/manajemen-brooding-pada-ayambroiler-oleh-ir-zumrotun-mp-widyaiswara-pppptk-pertanian/. ( diakses pada 29 November 2015)