Ujian Tengah Semester MK. Manajemen Program Pangan dan Gizi
Tanggal: 25 April 2017
PERENCANAAN PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN GIZI UNTUK MENGATASI UNDERWEIGHT DI INDONESIA
Oleh : Netta Meridianti Putri I151160301
Koordinator Mata Kuliah: Dr. Drajat Martianto, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU GIZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
PERENCANAAN PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN GIZI UNTUK MENGATASI UNDERWEIGHT DI INDONESIA
RINGKASAN Setelah tahun 2007 prevalensi underweight cenderung meningkat, pada tahun 2010 yaitu 17,9% dan tahun 2013 menjadi 19,6% terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi namun kenyataannya masih banyaknya kasus gizi kurang dan gizi buruk menunjukkan bahwa asupan dan asuhan gizi tingkat keluarga belum memadai. Maka dari itu dibutuhkan langkah yang cukup strategis untuk mengatasi masalah kurang gizi di Indonesia. Berdasarkan perhitungan pertimbangan relevansi program, pengoptimalan konsumsi makanan guna pemenuhan kebutuhan energi dan protein balita dengan metode pendampingan gizi memiliki bobot tertinggi dalam kelayakan program. Program ini memberdayakan tenaga pendamping gizi yang akan direkrut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Program ini merupakan duplikasi program unggulan Sulawesi Selatan yang sudah terbukti dapat memperbaiki status gizi balita di daerah tersebut. Kegiatan yang akan dilakukan antara lain mengidentifikasi Teknik Pendampingan Gizi yang tepat, meningkatkan kesadaran akan manfaat Pendampingan Gizi serta memperkuat Implementasi Grant serta Monitoring dan Evaluasi. Monitoring dan evaluasi dilihat melalui laporan pemantauan terkait penilaian status gizi, hasil survey gizi, serta evaluasi baseline dan endline. Prevalensi underweight diharapkan menurun 5% dari 19.6% menjadi 14.6% pada tahun 2020 dengan adanya program pendampingan gizi ini.
LATAR BELAKANG Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan nilai gizi makanan dan kecukupan zat gizi yang dianjurkan (Khomsan, 1999). Perbaikan kualitas hidup anak merupakan salah satu upaya penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan indikator kualitas anak dan dijadikan indikator pembangunan. Usia balita merupakan golden age di mana pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan di masa depan. Pertumbuhan berhubungan dengan perubahan kuantitatif yaitu perubahan ukuran dan struktur. Anak tidak hanya besar secara fisik melainkan juga pembentukan organ, ukuran otak, dan struktur yang lebih besar. Perkembangan otak menyebabkan anak memiliki kemampuan lebih banyak untuk belajar, mengingat, dan berfikir sehingga anak dapat tumbuh dengan baik secara mental maupun fisik. Secara global malnutrisi merupakan masalah utama dan lebih sering terjadi di negara berkembang, diperkirakan 101 juta atau 16% anak kurang dari lima tahun mengalami gizi kurang (underweight) (UNICEF, WHO dan World Bank, 2012). Gizi kurang atau malnutrisi adalah kondisi kekurangan gizi akibat jumlah kandungan mikronutrien dan makronutrien tidak memadai. Secara bertahap, sebenarnya Indonesia telah mampu menurunkan prevelensi balita kurang gizi. Selama dua dasawarsa terakhir, Indonesia berhasil menurunkan prevalensi balita kurang gizi dari 31 % pada tahun 1989 menjadi 18,4 % pada tahun 2007. Ini menunjukan bahwa proses pencapaian target MDGs secara bertahap dapat dilakukan oleh Indonesia. Namun setelah tahun 2007 prevalensi underweight cenderung meningkat, pada tahun 2010 yaitu 17,9% dan tahun 2013 menjadi 19,6% terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Selain itu masih terdapat beberpa persoalan urgen yang menjadi kendala dalam pengurangan prevalensi balita kurang gizi di Indonesia. Pertama, terdapat disparitas prevalensi balita kurang gizi antar provinsi. Ini menunjukan bahwa secara nasional masih terdapat persoalan-persoalan balita kurang gizi di Indonesia. Coba bandingkan, di Provinsi DI Yogyakarta prevalensi balita kurang gizi mencapai 10,9 % sedangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih sekitar 33,6 %. Ini menunjukan perbedaan yang sangat jauh. Dan implikasinya ke depan akan menimbulkan semakin besarnya ketimpangan pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia. Kedua, terdapat juga kesenjangan antar daerah perkotaan dengan pedesaan. Di perkotaan angka balita kurang gizi mencapai 15,9 % lebih
rendah dibanding di daerah pedesaan yang mencapai 20,4 %. Ketiga, terdapat juga disparitas antar kelompok sosial ekonomi. Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi, pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang mempunyai perilaku gizi yang tidak sehat. Masih banyaknya kasus gizi kurang dan gizi buruk menunjukkan bahwa asupan dan asuhan gizi tingkat keluarga belum memadai. Maka dari itu dibutuhkan langkah yang cukup strategis untuk mengatasi masalah kurang gizi di Indonesia.
ANALISIS SITUASI
No.
Masalah Gizi
Prevalensi (%)
Cut Off Point (%)
1.
Underweight Balita
19.6
>10
Kategori Masalah Sedang
Sumber Data Riskesdas 2013
Kriteria yang digunakan dalam penentuan masalah gizi yang ada adalah cut off values dari WHO Global Database on Child Growth and Malnutrition tahun 1995. Selain itu permasalahan underweight dari data Riskesdas tahun 20072013 ada kecendrungan peningkatan tanpa ada penurunan yang berarti dengan prevalensi 19.6 %. Secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013 (Gambar 3.14.4). Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015. (Bappenas, 2012) Diantara 33 provinsi di Indonesia,18 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Urutan ke 19 provinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1) Nusa Tenggara Timur; (2) Papua Barat; (3) Sulawesi Barat; (4) Maluku; (5) Kalimantan Selatan; (6) Kalimantan Barat; (7) Aceh; (8) Gorontalo; (9) Nusa Tenggara Barat; (10) Sulawesi Selatan; (11) Maluku Utara; (12) Sulawesi Tengah; (13) Sulawesi Tenggara; (14) Kalimantan Tengah; (15) Riau; (16) Sumatera Utara; (17) Papua, (18) Sumatera Barat dan (19) Jambi Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tiga provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang sudah mencapai sasaran yaitu: (1) Bali, (2) DKI Jakarta, (3) Bangka Belitung. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 persen (WHO, 2010). Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen, yang berarti masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi. Diantara 33 provinsi, terdapat tiga provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Gambar 1. Kecenderungan prevalensi status gizi BB/U <-2SD menurut provinsi, Indonesia 2007, 2010, dan 2013
PARTICIPATION ANALYSIS
Person/ group Categorize
Characteristics
Interest, motives, attitudes
Balita
Actor
Pelaku
Memiliki keinginan yang harus dipenuhi orang tua
Ibu
Target
- Bekerja atau ibu rumah tangga - Tidak bisa membuat keputusan sendiri - Menyediakan makanan di keluarga - Mudah terpengaruh dengan ucapan tetangga atau orang lain
- Mendambakan keluarga dan anak yang sehat. Serta menginginkan tumbuh kembang balita yang optimal. - Menginginkan yang terbaik untuk balitanya - Menciptakan situasi yang harmonis di dalam keluarga - Mengatur keuangan keluarga
Potential (strenght/weakness) (+) mudah dipengaruhi orang lain (-) susah diajarkan mengenai sesuatu karena pemikirannya yang masih (+): pintar memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengatur keuangan keluarga, sebagai pengasuh anak, lebih dekat dengan anak-anak (-): mudah stress, memiliki pengetahuan rendah, kurang bisa mengambil keputusan sendiri
Implication for the project Sasaran Program
- Peningkatan pengetahuan mengenai KMS dan informasi kesehatan - Mampu memilih bahan makanan yang tepat untuk mempersiapkan nutrisi bagi balita - Sebagai pelaksana dan pendukung terlaksananya program - Mampu merubah perilaku balita menjadi lebih baik
Suami
Affecting
Tetangga
Affecting
Kepala Beneficiary sekolah PAUD dan TK
- Pemimpin keluarga - Memberi dukungan untuk istri - Melindungi keluarga - Pekerja/pencari nafkah di dalam keluarga - Pengambil keputusan utama dalam keluarga - Suka bergosip - Mudah mempengaruhi dan dipengaruhi - Saling bantumembantu antar tetangga Bisa diajak kerjasama
- Menginginkan keluarga dan anaknya sehat serta tumbuh kembang anak yang optimal - Menginginkan yang terbaik untuk keluarga - Membuat keluarga bahagia, sejahtera, dan tercukupi kebutuhannya baik secara materi maupun moral
(+): dipercaya sebagai pemimpin, pengambil keputusan dalam keluarga, memberi dukungan bagi keluarga, sumber pemasukan keluarga (-):diragukan pengetahuannya terkait mengurus anak, keterbatasan waktu untuk mendampingi anak, cenderung mempercayakan semua hal kepada istri, cenderung memendam permasalahan sendiri
- Peningkatan pengetahuan dan pemberian keyakinan serta motivasi untuk mendukung istri dalam praktek pemberian makanan - Menyediakan dana - Mendukung ibu atau istri
Saling berbagi informasi
(+): saling membantu jika ada salah satu pihak yang mengalami kesusahan, perhatian (-): mudah terpengaruh, pengetahuan rendah
Memberi pengaruh positif terhadap lingkungan sekitar ibu dan balita
Menginginkan balita yang sehat dan cerdas
(+) mudah diajak kerja sama (-) kadang kurang tertarik dengan program
Memberikan dukungan dengan intervensi yang diberikan
Guru PAUD dan TK
Beneficiary
Pelayanan kesehatan: Posyandu puskesmas
Actor/active - Tenaga kesehatan , affecting medis yang sudah terlatih - Dipercaya oleh masyarakat - Mendukung masyarakat di bidang kesehatan - Memfasilitasi masyarakat yang sedang mengalami masalah kesehatan
Tokoh Agama
Affecting
Mempengaruhi pola pikir balita
- Mempengaruhi pola pikir masyarakat - Di percaya oleh
Menginginkan balita yang sehat dan cerdas
(+) mudah diajak kerja sama (-) kadang kurang tertarik dengan program
Sumber informasi balita
- Peningkatan pelayanan kesehatan - Bertanggung jawab atas kesehatan di masyarakat
(+): mendapat dukungan dari pemerintah, sudah terlatih sesuai bidangnya, mengadakan program – program yang mendukung peningkatan kesehatan (-): system pendukung yang kurang baik, biaya yang kurang
Menciptakan suasana lingkungan menjadi tenteram dan nyaman
(+) dipercaya masyarakat, memberi solusi atau pertimbangan, sebagai penengah jika ada masalah di
- Peningkatan pelayanan kesehatan sehingga memberikan kenyamanan kepada masyarakat - Menggunakan pengetahuan dan keahlian untuk berkoordinasi menyelesaikan permasalahan mengenai kesehatan - Memaksimalkan program dari pemerintah yang dapat mendukung peningkatan status gizi balita Memotivasi masyarakat tentang peningkatan status gizi
-
Tokoh Masyarakat
Affecting
-
Local gov.: - kepala dusun - Lurah -Camat -Bupati
Actor/acti ve, affecting
-
masyarakat Menjadi penengah jika ada masalah di masyarakat Mempengaruhi pola pikir masyarakat Di percaya oleh masyarakat Pengambil keputusan Menjadi penengah jika ada masalah di masyarakat Memiliki kekuasaan Dipatuhi oleh warga Sebagai pemimpin Mendukung segala upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
masyarakat balita (-) kurang pengetahuan terkait masalah kesehatan Menciptakan suasana lingkungan menjadi tenteram dan nyaman
Mengurangi masalah kesehatan di daerahnya
(+) dipercaya masyarakat, memberi solusi atau pertimbangan, menjadi penengah jika ada masalah di masyarakat (-) kurang pengetahuan terkait masalah kesehatan
(+): memperlancar jalannya program, bisa diajak bekerja sama, memberikan dana di bidang kesehatan (-): Kurangnya sistem manajemen dalam alur pelaksanaan program, dana yang tersedia kurang dan tidak tanggap menangani program
Memotivasi masyarakat untuk meningkatkan praktek menyusui
menyediakan dana, serta sarana prasarana dalam pelaksanaan program
Tenaga ahli gizi
Affecting - Pemberi program Actor/active - Terlatih - Berpendidikan - Memiliki pengetahuan terkait kesehatan
Membantu dalam memberikan informasi yang baik terkait peningkatan status gizi balita
Causal Model Underweight pada Balita di Indonesia Faktor yang berhubungan dan berpengaruh: 1. Rendahnya asupan makanan, 2. Tingginya infeksi penyakit, 3. Rendahnya akses pangan dalam rumah tangga (RT), 4. Kurangnya kapasitas perhatian & kedekatan orangtua (pola asuh), 5. Minimnya fasilitas pelayanan kesehatan, 6. Buruknya kondisi lingkungan dalam mendukung PHBS, 7. Tingginya pertumbuhan penduduk, 8. Tingginya gap struktur ekonomi masyarakat, 9. Rendahnya pendidikan penduduk, 10. Rendahnya Sumber daya alam, 11. Minimnya dukungan kebijakan politik dan ideologi
(+): Sudah terlatih, memiliki informasi kesehatan yang terupdate, mudah berkomunikasi dengan orang lain (-): belum mendapat kepercayaan, keterbatasan penyampaian materi
Memotivasi dan memberikan informasi yang dapat meningktkan status gizi balita
PROBLEM TREE
Prevalensi Underweight sedang (1.96%)
Prevalensi Penyakit infeksi tinggi
Minimnya fasilitas pelayanan kesehatan
Buruknya kondisi lingkungan dalam mendukung PHBS
Minimnya dukungan kebijakan politik dan ideologi
Rendahnya Sumber Daya Alam
Rendahya intake makanan
Kurangnya kapasitas perhatian dan kedekatan orang tua (pola asuh)
Rendahnya pengetahuan dan pendidikan peduduk
Rendahnya akses pangan dalam Rumah Tangga
Tingginya gap struktur ekonomi masyarakat
Tingginya pertumbuhan penduduk
OBJECTIVE TREE
Prevalensi Underweight menurun
Prevalensi penyakit infeksi menurun
Meningkatnya fasilitas pelayanan kesehatan
Meningkatnya dukungan kebijakan politik dan ideologi
Meningkatnya kondisi lingkungan dalam mendukung PHBS
Meningkatnya Sumber Daya Alam
Meningkatnya intake makanan
Meningkatnya kapasitas perhatian dan kedekatan orang tua (pola asuh)
Meningkatnya pengetahuan dan pendidikan peduduk
Meningkatnya akses pangan dalam Rumah Tangga
Gap struktur ekonomi masyarakat menurun
Pertumbuhan penduduk menurun
Underweight pada balita di Indonesia secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi yang dapat menentukan status gizinya. Balita yang kurang asupan makan juga rentan terhadap penyakit infeksi seperti ISPA dan Diare yang juga secara langsung menghambat pertumbuhan optimal. Rendahnya asupan makan balita dipengaruhi langsung oleh rendahnya akses pangan dalam rumah tangga dan juga buruknya pola asuh orangtua kepada anak balitanya akibat rendahnya tingkat pendidikan pada orangtua. Hal ini biasa terjadi pada keluarga miskin dengan jumlah anggota keluarga yang banyak (kelahiran tak terkendali). Kemiskinan mempengaruhi rumah tangga dalam mengakses pangan dalam memenuhi asupan gizinya (World Bank, 2006). Data BPS bulan Maret tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 30,02 juta jiwa. BPS (2014) melaporkan bahwa persentase penduduk yang mengalami rawan pangan juga meningkat dari 44% (tahun 2006-2009) menjadi 51,3% (tahun 2010-2014). Tingginya penyakit infeksi pada balita dipengaruhi oleh akses pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan perilaku hidup bersih dan sehat. Unicef (2013) melaporkan bahwa akses sumber daya alam seperti minimnya air bersih di beberapa wilayah di Indonesia berpengaruh pada peningkatan kejadian penyakit infeksi seperti diare dan ISPA pada anak balita di Indonesia. Dukungan kebijakan dalam situasi politik yang kondusif dapat meningkatkan optimalisasi kerjasama lintas sektor dan lintas program, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan masalah underweight pada balita.
ALTERNATIF PROGRAM PENANGGULANGAN MASALAH
Rumusan tujuan jangka panjang (goal), jangka pendek, dan target/sasaran dengan mengacu pada prinsip SMART (Specific, Measurable, Achieveable, Realistic, Timely) - Tujuan jangka panjang (goal): Menurunkan prevalensi underweight pada Balita di Indonesia tahun 2018-2020 Spesific
Kasus underweight pada balita di Indonesia
Measurable
Cakupan : Indonesia (terukur dengan data Prevalensi & provinsi + wilayah)
Achieveable
Komitmen yang kuat
Realistic
Tujuan cukup realistis
Timely
Target 3 tahun (waktu tertarget)
- Tujuan jangka pendek (strategic objective): a.
Meningkatkan asupan makan balita di Indonesia hingga adekuat tahun 2018-2020
Spesific
Kasus : Kekurangan asupan makan pada Balita di Indonesia
Measurable
Cakupan : Indonesia (terukur dengan data konsumsi & ketersediaan pangan nasional)
Aggresive
Komitmen yang kuat
Realistic
Tujuan cukup realistis
Timely
Target 3 tahun (waktu tertarget)
b. Menurunkan status infeksi sasaran (balita) Spesific
Kasus : tingginya kejadian infeksi di Indonesia
Measurable
Cakupan : Indonesia (terukur dengan data Riskesdas nasional)
Achieveable
Komitmen yang kuat
Realistic
Tujuan cukup realistis
Time Bounding
Target 3 tahun (waktu tertarget)
- Intermediate result a. Meningkatkan ketersediaandan keragaman pangan rumah tangga b. Meningkatkan pola asuh orang tua kepada balita c. Mengoptimalkan konsumsi makanan guna pemenuhan kebutuhan energi dan protein balita d. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat rumah tangga e. Meningkatkan pelayanan kesehatan Ibu dan balita
- Sasaran program Ibu, bayi, balita, dan penyuluh kesehatan (kader, bidan, dan sebagainya)
- Desain Pelaksanaan Meningkatkan tingkat ketersediaan dan keragaman pangan rumah tangga Target Indikator 2013 2020 Peningkatan tingkat ketersediaan 2059 kkal/kap/hari 2200 kkal/kap/hari energi hingga mencapai angka kecukupan energi (AKE) Mengembalikan tingkat ketersediaan 77.85 57 gram/kap/hari protein hingga mencapai angka gram/kap/hari kecukupan protein (AKP) Meningkatkan skor PPH hingga 88,9% 100% mencapai skor PPH ideal. Program Berkebun di rumah (Pemberian bibit pohon pangan 90% seperti umbi-umbian, buah, ataupun sayuran.) Sumber dana: APBD dan sponsor Pihak terkait: Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perairan, dan Dinas Kesehatan bekerja sama dengan perusahaan swasta (sponsor) serta investor asing dan masyarakat setempat.
Meningkatkan pola asuh orang tua kepada anak balita Target Indikator 2013 2020 Peningkatan pengetahuan, sikap, dan 90% perilaku tentang gizi kepada orang tua Sumber dana: APBD Pihak terkait: Dinas Kesehatan bekerja sama dengan penyuluh kesehatan. Mengoptimalkan konsumsi makanan guna pemenuhan kebutuhan energi dan protein balita Target Indikator 2013 2019 Peningkatan tingkat konsumsi energi 1727 kkal/kap/hari 2000 kkal/kap/hari hingga mencapai AKE Mengembalikan tingkat konsumsi protein 58.9 gram/kap/hari 52 gram/kap/hari hingga mencapai AKP Peningkatan tingkat konsumsi energi 1727 kkal/kap/hari 2000 kkal/kap/hari hingga mencapai AKE 90% Penyuluhan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) Sumber dana: APBD Pihak terkait: Dinas Kesehatan bekerja sama dengan penyuluh kesehatan. Meningkatkan kebersihan dan sanitasi lingkungan sekitar Target Indikator 2013 2020 Meningkatkan dan memudahkan akses air Akses terbatas 90% bersih Penyediaan tempat pembuangan dan Kurang 90% pengelolaan sampah sementara ataupun akhir Penyuluhan perilaku hidup bersih dan 90% sehat (PHBS) Sumber dana: APBD dan sponsor Pihak terkait: Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan bekerja sama dengan perusahaan swasta (sponsor) dan masyarakat setempat.
Pemerataan peningkatan fasilitas, pelayanan, dan akses informasi kesehatan untuk rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan. Target Indikator 2013 2020 Peningkatan strata dan maksimalisasi Madya Purnama pelayanan kesehatan Cakupan kepatuhan Imunisasi khususnya 73,8% 90% pada ibu hamil dan anak Penyuluhan untuk meningkatkan keluarga 90% sadar gizi (KADARZI) Sumber dana: APBD Pihak terkait: Dinas Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat setempat.
ASSESSMENT BOBOT PROGRAM INTERVENSI
BOBOT KRITERIA
KRITERIA
Money Material Time Manpower Severity of problem Social and community Sustainability Feasibility Social risk Policy Total
2 2 5 2
Meningkatkan ketersediaan, dan keragaman pangan rumah tangga Bobot Skor x skor 2 4 10 20 4 20 10 20
Meningkatkan pola asuh orang tua kepada balita
8 7 9 7
Bobot x skor 16 14 45 14
Skor
Mengoptimalkan konsumsi makanan guna pemenuhan kebutuhan energi dan protein balita Bobot x Skor skor 9 18 10 20 9 45 10 20
Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat rumah tangga
3 8 5 8
Bobot x skor 6 16 25 16
Skor
Meningkatkan pelayanan kesehatan Ibu dan balita
2 7 5 7
Bobot x skor 4 14 25 14
Skor
2
2
4
3
6
1
2
2
4
3
6
2
9
18
7
14
8
16
8
16
7
14
5 5 2 5
3 3 9 1
15 15 18 5
7 7 7 1
35 35 14 5
8 8 8 1
40 40 16 5
2 3 9 1
10 15 18 5
4 4 7 1
20 20 14 5
139
198
222
131
136
Berdasarkan perhitungan pertimbangan Relevansi Program di atas, program dari nilai bobot tertinggi yang memenuhi kriteria secara berurut adalah program no. 3, 2, 1, 5, dan 4. Pengoptimalan konsumsi makanan guna pemenuhan kebutuhan energi dan protein balita dengan metode pendampingan gizi memiliki bobot tertinggi dalam kelayakan program.
Deskripsi kegiatan: 1. Pengertian Pendampingan gizi adalah kegiatan dukungan dan layanan bagi keluarga agar dapat mencegah dan mengatasi masalah gizi (gizi kurang dan gizi buruk) anggota keluarganya. Pendampingan gizi dilaksanakan dengan prinsip-prinsip: -
Pemberdayaan keluarga atau masyarakat
-
Partisipatif, dimana tenaga pendamping berperan sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat yang didampingi
-
Melibatkan keluarga atau masyarakat secara aktif, dan
-
Tenaga pendamping hanya berperan sebagai fasilitator
Pendampingan asuhan gizi balita adalah kegiatan pendampingan tentang cara memberi makan, cara mengasuh, cara merawat, cara menilai pertumbuhan dan perkembangan anak yang dilakukan oleh seorang tenaga gizi pendamping (TGP) kepada ibu atau pengasuh balita dalam bentuk kunjungan rumah, konseling, kelompok diskusi terarah (KDT) yang dilakukan terhadap setiap individu atau kelompok dalam wilayah binaan yang telah ditentukan (Dinkes Sulsel, 2007) 2. Tenaga Gizi Pendamping (TGP) TGP adalah petugas yang berlatar belakang pendidikan gizi dan pernah mengikuti pelatihan pendampingan yang diberikan tugas untuk melakukan kegiatan pendampingan di bidang gizi bagi keluarga dan masyarakat di desa miskin. Tenaga Gizi Pendamping (TGP) selama didesa akan melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut: -
Melaksanakan Survei Mawas Diri (SMD)
-
Mengolah dan analisis data
-
Membuat daftar keluarga yang mempunyai bayi dan balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang, tidak naik berat badan, keluarga yang tidak pernah atau tidak teratur membawa bayi dan balitanya ke posyandu
-
Melaksanakan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
-
Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran
-
Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan
-
Mengidentifikasi masalah gizi yang terjadi pada keluarga sasaran
-
Melaksanakan intervensi gizi sesuai dengan pendekatan Positive Deviance (PD) atau pendekatan pilihan lainnya
-
Memberikan nasihat gizi pada keluarga sasaran sesuai permasalahannya
-
Melaksanakan penyuluhan gizi di posyandu dan kelompok pengajian, dll.
-
Melakukan pelatihan penyegaran kader
-
Menggerakkan keluarga yang mempunyai bayi dan anak balita untuk membawa anaknya ke posyandu setiap bulan.
-
Melakukan pembinaan posyandu
-
Mengusahakan agar seluruh anak balita di wilayah kerjanya memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS)
-
Mencatat data SKDN setiap bulan
-
Membantu sasaran untuk mendapatkan suplemen gizi (kapsul vitamin A dan sirup besi).
-
Menganjurkan keluarga sasaran untuk menggunakan garam beryodium.
-
Mengantarkan kasus rujukan dan menindaklanjuti masalah pasca rujukan/perawatan.
-
Menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (DKT).
-
Menilai status gizi sasaran setiap bulan dan melaporkan secara berkala.
-
Melakukan pengumpulan data akhir dan mengevaluasi perubahan status gizi, Kadarzi, partisipasi masyarakat (D/S).
-
Memberikan paket intervensi gizi pada kelompok sasaran.
-
Membina hubungan kerjasama yang baik dan melakukan koordinasi dengan petugas gizi, bidan desa dan petugas kesehatan lain di wilayah kerjanya
3. Langkah-langkah pendampingan gizi a. Pengumpulan data dasar Pengumpulan data dasar dimaksudkan untuk mengidentifikasi atau menjaring (Screening) kelompok sasaran, yaitu keluarga yang mempunyai balita yang menderita KEP (BBU < -2SD), balita BGM dan atau balita tidak naik berat badan tiga kali berturut-turut (3T). Data dasar di samping diperlukan untuk menjaring kelompok sasaran, juga diperlukan untuk mengevaluasi kemajuan hasil intervensi setiap waktu tertentu dan untuk menilai keberhasilan program di setiap desa atau lokasi. Pengumpulan data dasar dilakukan oleh TGP dengan bantuan kader setempat. b. Penetapan sasaran Sasaran pendampingan pengasuhan balita adalah ibu, pengasuh atau anggota keluarga lain yang mempunyai balita dengan kriteria: -
Gizi buruk (BBU < -3 SD)
-
Gizi kurang (BBU -2 SD s.d. -3 SD)
-
Berat badan tidak naik berturut-turut tiga kali (3T)
Untuk mempermudahkan intervensi, kelompok sasaran dibagi dua, yaitu sasaran berkelompok dan sasaran individu. Penetapan kelompok sasaran dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan bidan, kepala desa dan atau Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas. c. Interview Tenaga pendamping membuat jadwal pendampingan, baik untuk sasaran perorangan atau sasaran berkelompok. Jadwal dibuat menurut wilayah posyandu, atau wilayah tempat tinggal sasaran, diupayakan agar sasaran yang berdekatan dijadwalkan dalam waktu yang sama. d. Intervensi Intervensi adalah serangkaian tindakan tentang cara memberi makan, cara mengasuh, cara merawat, cara menilai pertumbuhan dan perkembangan anak yang dilakukan oleh tenaga pendamping kepada ibu atau pengasuh anak dalam bentuk kunjungan rumah (home visit), konseling (counseling) dan kelompok diskusi terarah (Focus Group Discussion = FGD). Intervensi/pendampingan dilaksanakan dengan pendekatan asuhan gizi individu dan pendekatan asuhan gizi berkelompok. Pendekatan individu dilakukan terhadap sasaran yang tergolong gizi buruk atau sasaran yang tinggal berjauhan. Bagi sasaran yang tinggal berdekatan (berkelompok) dan sasaran yang menderita gizi kurang, pendampingan dilakukan menggunakan model asuhan gizi berkelompok. Sesi intervensi dilakukan dalam 3 tahap sebagai berikut: -
Pendampingan intensif Sesi ini dilakukan pendampingan intensif oleh tenaga gizi pendamping (TGP) guna membantu ibu menerapkan praktek asuhan gizi bagi balita dan keluarganya. Tenaga Gizi Pendamping (TGP) diharapkan dapat mengajarkan ibu atau pengasuh balita tentang cara pengolahan makanan anak, perawatan kebersihan dan higiene anak, pengobatan sederhana bagi anak yang sakit, dengan metode konsultasi. Bagi sasaran yang gizi buruk terutama gizi tingkat berat (disertai tandatanda klinis marasmus dan kwashiorkor), TGP berperan sebagai
perujuk atau mengantar langsung sasaran tersebut ke Puskesmas. Kegiatan pendampingan intensif berlangsung selama satu minggu berturut-turut (hari pertama sampai hari ketujuh). -
Penguatan Sesi ini dilaksanakan selama satu minggu yaitu hari kedelapan sampai hari keempat belas (minggu kedua). Pada sesi ini, sasaran tidak lagi dikunjungi setiap hari, namun hanya dua kali seminggu. Tujuannya adalah untuk memberikan penguatan atas apa yang dilakukan ibu atau pengasuh anak, sesuai dengan rekomendasi dan yang dianjurkan oleh tenaga pendamping. Bagi ibu atau pengasuh balita yang kurang mampu mengikuti instruksi dianjurkan untuk didekati secara persuasif agar ibu atau pengasuh balita mampu melakukan praktek asuhan gizi secara sederhana.
-
Praktek mandiri Setelah melakukan penguatan, ibu atau pengasuh balita diberi kesempatan dua minggu (hari ke-15 sampai ke-24) untuk mempraktek secara mandiri terhadap instruksi-instruksi yang dianjurkan. Pada sesi ini, sasaran tidak lagi dikunjugi kecuali pada hari ke-29 dimana tenaga pendamping
akan
melakukan
penilaian
terhadap
output
pendampingan. Sasaran yang belum lulus atau balita yang masih mengalami KEP, ibu atau pengasuh yang belum mampu melaksanakan asuhan gizi balita dengan baik, harus didampingi kembali sebagai sasaran pada sesi intensif pada kegiatan pendampingan tahap selanjutnya. 4. Pembinaan Kegiatan Posyandu Konselor gizi memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja Posyandu yang berada di wilayah kerja mereka. Kegiatan yang harus dilakukan antara lain: a. Melakukan penyegaran kader Posyandu dan pelatihan kader baru jika jumlah kader posyandu di wilayah kerja mereka kurang. b. Melengkapi sarana dan prasarana Posyandu c. Aktif dalam kegiatan penimbangan di Posyandu
d. Bersama dengan kader Posyandu melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang tidak membawa balitanya ke Posyandu e. Melakukan Penyuluhan Gizi f. Membentuk Posyandu Baru di wilayah yang belum terjangkau atau tidak memiliki Posyandu. g. Mengajak sasaran setiap bulan datang ke Posyandu h. Mengusahakan agar setiap balita di wilayah tugas memiliki KMS Membantu sasaran untuk mendapatkan suplemen gizi
DESKRIPSI KOMPONEN
Komponen A Nama komponen Biaya Komponen Keterangan
Output Lama Pelaksanaan
Komponen B Nama komponen Biaya Komponen Keterangan
Mengidentifikasi Metode Pendampingan Gizi guna meningkatkan pemenuhan kebutuhan asupan makanan balita 300.000.000 Selama 6 bulan pertama pelaksanaan program, tujuannya adalah untuk mengembangkan pedoman teknis rinci untuk pendampingan gizi untuk mengatasi masalah kurangnya asupan makanan balita terutama energi dan protein. Kegiatan dalam komponen ini akan menentukan dan membangun konsensus pemangku kepentingan di teknis pendampingan gizi yang paling tepat. Secara khusus, mereka akan mengevaluasi kriteria dan menentukan pilihan untuk tenaga pendamping gizi termasuk biaya yang diproyeksikan, dan penerimaan target sasaran. Selain itu menilai kebutuhan pelatihan untuk tenaga pendamping gizi. Serta membangun kesadaran dan konsensus di antara mitra untuk program pendampingan gizi termasuk Bappenas, Depkes, dan sector swasta. Kemudian menetapkan peraturan dasar untuk program pedampingan gizi dan menerbitkan serta menyebarkan pedoman teknis untuk pendampingan di Indonesia. Fokus utama dari kegiatan ini akan menilai penerimaan ibu balita sebagai target sasaran. - Tenaga pendamping gizi yang tepat - Rencana pelatihan untuk tenaga pendamping gizi - Pedoman Teknis untuk program pendampingan gizi 6 bulan
Advokasi, Monitoring, dan Evaluasi 500.000.000 Tujuan dari komponen ini adalah untuk menciptakan kesadaran tentang manfaat pendampingann gizi antara para pembuat keputusan di tingkat nasional dan pemerintah daerah, dan di antara rumah tangga penerima program di wilayah proyek. Sepanjang pelaksanaan proyek, advokasi
Output
Lama Pelaksanaan
Komponen C Nama komponen Biaya Komponen Keterangan
akan dilakukan dengan pemerintah pusat dan daerah, dan publik serta sector swasta. Melalui moitoring dan evaluasi, data tentang status gizi, efektivitas biaya, serta persepsi dan kesadaran ibu balita akan dikumpulkan dan dianalisis. Data akan digunakan dalam menganalisis biaya dan manfaat, menilai keberlanjutan perubahan peraturan, dan menentukan evidence-based yang diperlukan untuk memfasilitasi adopsi program pendampingan gizi. Selanjutnya, rekomendasi spesifik untuk memperluas program pendampingan gizi akan disiapkan dengan para pemangku kebijakan. Hasil akan dibahas dan disosialisasikan pada lokakarya dan pertemuan konsultasi dengan sektor publik dan swasta. - Kesadaran publik dan informasi tentang manfaat pendampingan gizi meningkat; - Data Efektivitas diidentifikasi untuk pengembangan kebijakan; - Strategi yang dikembangkan untuk perluasan program pendampingan gizi; dan - Pertemuan nasional membahas pendampingan gizi dilakukan. 20 bulan
Manajemen Grant, Monitoring dan Audit 1.000.000.000 Komponen ini akan mendukung unit manajemen operasional proyek dan unit pelaksanaan proyek di daerah masing-masing proyek. PMU akan dibentuk di Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat BAPPENAS dan akan bertanggung jawab untuk: - Mengawasi perencanaan, administrasi, pembiayaan, pengadaan, kegiatan pelatihan dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait - Kegiatan koordinasi antara mitra pelaksana lokal termasuk pemerintah lokal, kepala desa, organisasi berbasis masyarakat, dan mitra proyek terkait lainnya di kabupaten.
Output
Lama Pelaksanaan
Komponen ini akan mencakup ulasan awal dan paruh waktu, konsultasi, dan konferensi nasional untuk mendiskusikan dan menyebarluaskan temuan, analisis, dan rekomendasi dari Proyek. - Survei baseline dan endline serta evaluasi yang dilakukan - Penilaian dampak status gizi - Laporan jangka menengah dan laporan evaluasi akhir disiapkan - Pelaksanaan audit eksternal - Kegiatan penelitian setidaknya satu kali dilakukan. 36 bulan
TABEL HIPPOPOC
INPUT -
Dana untuk kegiatan
-
Bahan dan Materi penyuluhan
-
Tenaga Pendamping Gizi
-
Tempat pelaksanaan penyuluhan
-
Alat-alat untuk penyuluhan
-
Peserta Penyuluhan
-
Dukungan Tokoh Masyarakat
-
Bahan dan Materi training kader
-
Tempat pelaksanaan training kader
-
Insentif
kader
dan
pendamping gizi -
Alat-alat untuk training kader
-
Tenaga Kesehatan
-
Kesiapan fasilitas kesehatan
-
Tenaga enumerator
tenaga
PROCESS
OUTPUT
-
Pendampingan gizi
-
-
Penyuluhan mengenai PGS
makan sasaran (balita)
underweight
dan pentingnya konsumsi
hingga adekuat
Balita di Indonesia
pangan beragam.
-
OUTCOME
Peningkatan
Penurunan
asupan
status
-
Revitalisasi Posyandu
infeksi sasaran (balita)
-
Pemanfaatan lahan tempat -
Peningkatan
tinggal untuk berkebun
ketersediaan
Penyuluhan
keragaman
-
pengolahan -
Peningkatan pola asuh
-
Pelatihan kader posyandu
orang
-
Peningkatan pemanfaatan
balita,
layanan kesehatan -
pangan
rumah tangga,
bahan lokal menjadi MPASI terjangkau
dan
-
tua
kepada
Pengoptimalan asupan
Pengambilan dan analisis
makan
data konsumsi
pemberian
dengan ASI/MP-
ASI dari Ibu ke balita,
-
Penurunkan prevalensi pada
-
Alat-alat pendukung pengumpulan
-
Peningkatan
perilaku
data
hidup bersih dan sehat
-
Tenaga administrasi
rumah tangga,
-
Transportasi
-
Panitia pelaksana
-
Insentif
untuk
-
Peningkatan pelayanan kesehatan
penyuluh,
tenaga
kesehatan, tenaga administrasi, dan panitia pelaksana -
Dukungan dari pemerintah setempat
-
Dukungan dari tokoh masyarakat
balita.
Ibu
dan
Confounder (faktor perancu) yang mungkin dapat menjadi pengganggu dalam faktor yang mempengaruhi HIPPOPOC model di atas antara lain: 1. Persepsi budaya antar wilayah yang berbeda-beda, wilayah perkotaan dan perdesaan (sebaran data sama tidak berbeda jauh antara wilayah perdesaan & perkotaan) 2. Genetik (faktor ini tidak digambarkan dalam data dan secara langsung adalah pengaruh dari asupan makan kurang zat gizi bukan faktor keturunan. 3. Enumerator kurang terlatih 4. Tenaga kesehatan sulit ditemui 5. Fasilitator kurang mampu untuk menggali informasi 6. Hanya beberapa tenaga kesehatan setempat yang mengikuti pendidikan gizi 7. Tenaga kesehatan setempat kurang kooperatif untuk mengikuti kegiatan
Asumsi yang digunakan agar Output dan Outcome dapat tercapai antara lain: 1. Sebaran data sekunder yang dicakup normal 2. Kondisi politik kondusif dalam mendukung program 3. Stabilitas ekonomi global yang mendukung pengentasan kemiskinan 4. Kerja sama lintas sektor dan lintas program berjalan baik 5. Adanya partisipasi masyarakat yang mendukung program
PPM (PROJECT PLANNING MATRIX)
Overall goal
Hasil Penilaian terhadap kelayakan, biaya, dan dampak program pendampingan gizi di daerah proyek Output 1: Tenaga pendamping gizi diidentifikasi sesuai kriteria
Indikator Prevalensi underweight menurun 5% dari 19.6% menjadi 14.6% pada tahun 2020 Setidaknya 80% balita mengalami peningkatan azupan energi dan protein minimal 90% dari estimasi rata-rata kebutuhan
Setidaknya dua alternatif pilihan teknis dan biaya sudah diidentifikasi;
Sumber data Nutrition Survey (Antropometr i)
Asumsi Anggaran Baseline dan pemerintah untuk survei akhir Pendampingan gizi cukup
Ulasan proyek dua tahunan
Perjanjian formal dicapai dengan mitra kerja Output 2 Peningkatan kesadaran manfaat program pendampingan gizi
Setidaknya 80% dari target sasaran tahu tentang dampak merugikan dari underweight
Survei Baseline dan Endline
Terperinci implementasi dan pedoman pemantauan yang telah
Asumsi Biaya program pendampingan gizi diterima oleh mitra kerja
Asumsi Sepenuhnya tenaga pendamping gizi akan tersedia dan diterima oleh sasaran
Draft strategi untuk memperluas program pendampingan gizi
Output 3: Penguatan
Asumsi penting
Pemantauan proyek dan laporan
Komitmen Pemerintah mengenai politik dan keuangan untuk memperluas program pendampingan gizi
implementasi dan monitoring dan evaluasi Aktifitas
dikembangkan untuk unit pelaksanaan proyek
evaluasi
Kegiatan dengan Milestone 1. Mengidentifikasi Teknik Pendampingan Gizi yang tepat 1.1 Merekrut Konsultan 1.2 Melakukan lokakarya sosialisasi dengan pemangku kebijakan sektor publik dan swasta 1.3 Mengevaluasi kriteria untuk memilih tenaga pendamping gizi 1.4 Menilai proyeksi biaya dan efektivitas. 1.5 Mengembangkan pedoman teknis untuk program pendampingan gizi 1.6 Mencapai kesepakatan dengan mitra kerja 1.7 Mengembangkan pedoman penjaminan mutu 1.8 Menilai biaya dan manfaat dari pendampingan gizi 2. Meningkatkan Kesadaran akan Manfaat Pendampingan Gizi 2.1 Merekrut Konsultan 2.2 Melakukan survei persepsi dan kesadaran ibu balita 2.3 Menyelenggarakan lokakarya dan pertemuan dengan para pemangku kepentingan publik dan swasta 3. Memperkuat Implementasi Grant dan Monitoring dan Evaluasi 3.1 Survei baseline dan endline. 3.2 Melakukan penilaian status gizi 3.3 Melakukan audit eksternal 3.4 Mempersiapkan laporan pertengahan semester dan laporan evaluasi akhir
KOORDINASI DAN PRINSIP PENDEKATAN PARTISIPATIF Program Pendampingan Gizi merupakan salah satu program unggulan dalam Program Perbaikan Gizi di Sulawesi Selatan yang dinilai cukup sukses dan berpengaruh signifikan terhadap penurunan angka kurang gizi, yang kemudian akan di duplikasi tingkat nasional yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka gizi kurang dan gizi buruk, melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Program ini akan menekankan kerjasama yang erat antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Departemen Kesehatan (Depkes), perguruan tinggi, danlembaga penelitian, dan masyarakat sipil. Instansi terkait, pemerintah daerah, LSM, dan tokoh agama setempat akan berpartisipasi dalam pengembangan program advokasi yang relevan secara lokal. Pendampingan Gizi akan berhasil hanya jika ibu balita bersedia untuk berpartisipasi aktif untuk meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku dalam pemenuhan kebutuhan asupan makanan pada balita mereka. Advokasi adalah inti dari program ini. Program advokasi harus mudah dipahami dan informatif, dan harus mengatasi masalah ibu balita tentang pola makan dan pola asuh balita.
Stakeholder kunci lainnya Proyek ini akan memperkuat kerjasama antara masyarakat dan sektor swasta. Dukungan dari pemerintah kabupaten dan DPRD kabupaten juga akan menjadi penting dalam hal memastikan pembiayaan yang memadai. Pengertian dan dukungan dari pemimpin lokal yang berpengaruh akan diperlukan untuk memfasilitasi program pendampingan gizi. Evaluasi dampak program ini diusulkan agar independen dilakukan oleh sebuah lembaga.
MONITORING DAN EVALUASI
Key Performance Indicator
Mekanisme
Rencana dan Jadwal untuk
Pelaporan
Monitoring dan Evaluasi
Prevalensi balita underweight
Penilaian dampak biologis; hasil
berkurang setidaknya 5% dari
Laporan pemantauan survey gizi; evaluasi baseline dan
19.6% menjadi 15.4%
endline
Asupan harian zat gizi makro seperti
energid
an
protein
ditingkatkan dengan setidaknya memenuhi
90%
dari
estimasi
Hasil survey asupan makanan
Evaluasi baseline dan endline; laporan
tengah
tahunan
dan
tahunan
kebutuhan rata-rata
Untuk menjaga momentum, mekanisme monitoring dan evaluasi yang akuntabel perlu dibangun untuk memantau implementasi dan mengukur pencapaian target pembangunan. Pemahaman terhadap relevansi Agenda Pembangunan Pasca-2017 dan pembangunan nasional Indonesia perlu dimiliki tidak hanya oleh pemerintah dan pemangku kepentingan di level nasional, namun juga di tingkat lokal dan akar rumput. Untuk memperkuat sistem pelaporan pencapaian pembangunan oleh pemerintah, partisipasi publik dapat memberikan jangkauan yang lebih luas untuk memantau upaya-upaya pembangunan yang terjadi di akar rumput, dan menjadi alat akuntabilitas untuk memastikan upaya pembangunan dinikmati oleh mereka yang paling membutuhkan.
RINCIAN BIAYA
Kode
Persediaan dan layanan yang diberikan
Kuantitas
Biaya Biaya Per Satuan
Komponen A: Penilaian dan Identifikasi Teknis Pedampingan Gizi
Kontribusi Total
Swasta
300.000.000
200.000.000
Pemerintah 100.000.000
1.1 Pelatihan, Lokakarya, dan Seminar 1.1.1 Lokakarya pemangku kepentingan
1
50.000.000
50.000.000
1.1.2 Komunikasi / Lokakarya mitra kerja
1
50.000.000
50.000.000
1.2 Konsultasi Layanan
1
30.000.000
30.000.000
1.3.1 Uji penerimaan ibu balita
1
35.000.000
35.000.000
1.3.2 Uji efektifitas
1
35.000.000
35.000.000
1.4 Analisis kelayakan Komponen B: Advokasi, Monitorinng dan Evaluasi
1
100.000.000
100.000.000 400.000.000
1.3 Input Proyek lainnya
500.000.000
100.000.000
2.1 Peralatan dan Perlengkapan 1
50.000.000
Advokasi dengan pemerintah daerah Rekomendasi kebijakan dan lokakarya untuk pengembangan kebijakan
1
100.000.000
1
100.000.000
100.000.000
2.2.3 Lokakarya untuk pengembangan kebijakan 2.3 Konsultasi Services (misalnya, untuk pengelolaan dan pemantauan / penilaian)
1
50.000.000
50.000.000
2.3.1
Evaluasi efektivitas
1
100.000.000
100.000.000
2.3.2
Percobaan efikasi paralel
1
50.000.000
50.000.000
2.1.1 Edukasi target sasaran
50.000.000
2.2 Pelatihan, Lokakarya, dan Seminar 2.2.1 2.2.2
100.000.000
2.3.3 Mobilisasi sosial di setiap proyek daerah Komponen C: Manajemen Grant, Monitoring dan Audit 3.1 Pelatihan, Lokakarya, dan Seminar 3.1.1 Pertemuan pengarahan komite 3.1.2 Pertemuan awal 3.1.3 Ulasan paruh waktu 3.1.4 Pertemuan akhir 3.1.5 Roundtable Nasional 3.2 Konsultasi Services (misalnya, untuk pengelolaan dan pemantauan / penilaian) 3.2.1 Baseline survey dan penilaian dampak 3.2.2 Publikasi akhir 3.2.3 Pelaporan akhir 3.3 Audit eksternal 3.4 Manajemen dan Koordinasi Proyek 3.4.1 Koordinator staf PMO 3.4.2 Biaya operasional PMO 3.4.3 Staf PIU 3.4.4 Biaya operasional PIU
1
50.000.000
50.000.000 1.000.000.000
700.000.000
1 1 1 1 1
100.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000
1 1 1 1
150.000.000 50.000.000 50.000.000 100.000.000
150.000.000 50.000.000 50.000.000 100.000.000
1 1 1 1
100.000.000 100.000.000 100.000.000 100.000.000
100.000.000 100.000.000 100.000.000 100.000.000
300.000.000 100.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000
Dana akan dicairkan di bawah persyaratan kontrak kesepakatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Unit manajemen proyek akan menyalurkan dana ke unit pelaksanaan proyek, setelah permintaan yang tepat dan prosedur likuidasi. Badan Pelaksana dapat meminta uang muka awal dari pihak Bank atas dasar kontrak yang disetujui dan pengeluaran yang direncanakan untuk 6 bulan pertama proyek yang harus dibayar melalui rekening imprest. Pengaturan pelaksanaan secara rinci, seperti aliran dana, pengisian, dan prosedur administrasi, akan dirinci di manual pelaksanaan hibah dan harus dipersiapkan sebelum proyek awal.
STRUKTUR ORGANISASI Pusat Badan Pelaksana
BAPPENAS Pengarah Nasional BAPPENAS, Depkes, Sektor Swasta Badan Pelaksana Direktorat Komunitas Gizi, Departemen Kesehatan (Manajer Proyek)
Technical Advisor
Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Manajemen Proyek Satuan BAPPENAS (Koordinator Proyek)
Kecamatan Pelaksanaan Proyek Satuan Dinas Kesehatan
Desa Target Sasaran Ibu Balita
TIME FRAME KEGIATAN KEGIATAN 1. Identifikasi yang tepat Teknik Pendampingan Gizi 1.1 Merekrut Konsultan 1.2 Melakukan lokakarya sosialisasi dengan pemangku kepentingan sektor publik dan swasta 1.3 Mengevaluasi kriteria untuk memilih tenaga pendamping gizi 1.4 Menilai proyeksi biaya dan efektivitas. 1.5 Mengembangkan pedoman teknis untuk program pendampingan gizi 1.6 Mencapai kesepakatan dengan mitra kerja 1.7 Mengembangkan pedoman penjaminan mutu 1.8 Menilai biaya dan manfaat dari pendampingan gizi 2. Meningkatkan Kesadaran akan Manfaat Pendampingan Gizi 2.1 Merekrut Konsultan 2.2 Melakukan survei persepsi dan kesadaran ibu balita 2.3 Menyelenggarakan lokakarya dan pertemuan dengan para pemangku kepentingan publik dan swasta 2. Memperkuat Implementasi Grant dan Monitoring dan Evaluasi 3.1 Survei baseline dan endline 3.2 Melakukan penilaian status gizi 3.3 Melakukan audit eksternal 3.4 Mempersiapkan laporan pertengahan semester dan laporan evaluasi akhir
1
2
3
4
5
6
2018 7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
2019 7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
2020 7 8
9
10
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. 2010. Grant Implementation Manua: Grant Assistance Republic of Indonesia: Rice Fortification for the Poor (Financed by the Japan Fund for Poverty Reduction) Bappenas. 2010.Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Direktorat BGM Dirjen Binkesmas Depkes, Jakarta Dinas Kesehatan Sulsel. 2007. Buku Pedoman Pelaksanaan Pendapingan Gizi di Provinsi Sulawesi Selatan. Dinkes Prop. SulSel, Makassar. Khomsan A, dkk, 1999. Studi Pola Pengasuhan Anak, Stimulasi Psikososial, Perkembangan Psikomotor dan Mental Anak Baduta Media Gizi dan Keluarga, XXIII (2): 1-7. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Departemen Kesehatan