Perempuan Bercahaya
Diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat Poetika Indonesia dengan Penerbit Pustaka Pelajar Rina Ratih
i
Rina Ratih
Perempuan Bercahaya
Diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat Poetika Indonesia dengan Penerbit Pustaka Pelajar
Rina Ratih
iii
Perempuan Bercahaya Rina Ratih Desain Sampul Si Jack Perwajahan Buku Jendro Yuniarto Cetakan Pertama April2011 Penulis
Penerbit: PUSTAKA PELAJAR Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167 Telp. (0274) 381542, Fax. (0274) 383083 E-mail:
[email protected]
ISBN : xxx-xxx-xxxx
iv
Perempuan Bercahaya
Perempuan Substansial Rina Ratih Oleh Dr. Aprinus Salam
Cerita pertama yang menggugah saya tentang kesahduan perempuan adalah cerita Motinggo Busye dalam novelnya Perempuan-Perempuan Impian. Waktu itu saya masih kelas 1 SMP (sekitar tahun 1978). Saya sangat terharu, dan bermimpi, dan bercita-cita bahwa suatu ketika saya ingin mempunyai istri seperti perempuan yang diceritakan oleh Busye tersebut. Dalam cerita itu Busye secara canggih mampu menampilkan sosok wanita yang tangguh, cantik, solehah, dan memiliki kecerdasan spiritual dan sosial yang cemerlang dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Cerita Busye itu, tentang sosok perempuan yang melampaui dan mengatasi segala hal yang berkaitan dengan persoalan gender, kekuasaan dan dominasi patriarki, atau segala tetek bengek urusan perempuan. Perempuan ditampilkan sebagai sosok yang universal dan suci sehingga sosok tersebut menjadi “bebas nilai” dan tidak ada jerat sosial dan kehidupan yang mampu menggeretnya terjebak menjadi “perempuan biasa”. Barangkali hal itulah yang ingin dicandra oleh cerpencerpen Rina Ratih. Rina Ratih, tentu saja adalah salah satu Rina Ratih
v
perempuan yang sadar akan keperempuanannya dan nilai kesucian perempuan. Ia pun menulis mengenai perempuanperempuan dengan berbagai kisah menawan. Ratih memiliki kepekaan yang tinggi atas persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kaumnya sehingga dalam cerpen-cerpennya ia merasa perlu untuk menghadirkan sosok perempuan substansial. Bagi Ratih, perempuan memiliki dunia batin yang kompleks yang kadangkala tindakan atau pilihan-pilihannya tidak dapat dinilai dengan dan dalam cara biasa. Dari segi penokohan, cerpen-cerpen Ratih dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok “perempuan pertama” dan kelompok “perempuan kedua”. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kelompok perempuan pertama adalah perempuan yang menjadi istri pertama, sedangkan kelompok perempuan kedua adalah perempuan yang menjadi istri nomor dua, istri simpanan, ataupun perempuan selingkuhan. Hampir semua cerpen menghadirkan perempuan kelompok pertama. Hal itu dapat dilihat pada tokoh Ti dalam “Perempuan Bercahaya”, si anonim dalam “Perempuan Kedua”, tokoh Mona dalam “Perempuan Pengambil Hati”, tokoh Kasih dalam “Perempuan Pemuja Ketampanan”, tokoh Lasmi dalam “Malaikat Penjaga Perempuan”, dan tokoh Nurlita dalam “Perempuan itu Bernama Evie”. Rina Ratih menitikberatkan perhatiannya terhadap sikap dan pemahaman yang ada pada perempuan pertama. Sebagian besar perempuan pertama dihadirkan sebagai perempuan yang termasuk dalam kategori perempuan yang kuat dan tegar sebagaimana diperlihatkan dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati”. Setelah ditinggalkan oleh suaminya untuk menikah lagi, Mona tetap berjuang, bekerja keras untuk vi
Perempuan Bercahaya
menghidupi kedua anaknya. Meskipun awalnya ia ingin membalas dendam atas perbuatan suaminya, ia kemudian mengurungkan niatnya tersebut setelah mengetahui bahwa suaminya sakit-sakitan. Hal tersebut juga ditampakkan dalam cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan”. Lasmi adalah tokoh yang mendapatkan penganiayaan dari suaminya. Ia difitnah berselingkuh dengan lelaki lain hingga akhirnya dibuang ke sungai. Namun, ia tidak memiliki keinginan untuk balas dendam. Ia hanya memilih untuk memendam lukanya dalam-dalam. “Perempuan Bercahaya” bercerita mengenai Ti yang merindukan suami yang mampu menjadi imam dalam shalat, pintar mengaji, dan dapat dijadikan panutan dalam mengarungi kehidupan. Meskipun ternyata suami Ti bukanlah kriteria ideal seperti yang diharapkan, bahkan sebaliknya, namun Ti berhasil mempertahankan pernikahannya selama tiga puluh tahun hingga akhirnya suaminya meninggal. Akan tetapi, kerinduan akan suami ideal tersebut tak juga pupus. Ti masih berharap akan ada lelaki yang bisa menjadi imam dalam shalatnya, pintar mengaji, dan bisa membimbingnya, sembari tetap bertawakkal kepada Tuhannya. Kasih dalam “Perempuan Pemuja Ketampanan” sebenarnya dapat menempati dua posisi. Ia berperan sebagai perempuan pertama sekaligus menjadi perempuan kedua. Ia beperan sebagai perempuan pertama ketika berpacaran dengan Hendro, sedangkan menjadi perempuan kedua ketika berpacaran dengan Yopi dan Aris. Kasih digambarkan sebagai perempuan tidak pernah menangis ketika hubungan percintaan dengan pacar-pacarnya berakhir. Sikap yang dipilih oleh perempuan-perempuan tersebut Rina Ratih
vii
berkaitan dengan pemahaman mereka sebagai perempuan pertama. Perempuan pertama atau istri pertama harus bisa menjadi panutan bagi anak-anaknya, harus bisa menjadi perempuan yang kuat tempat anggota keluarga yang lain bersandar. Setelah ditinggalkan oleh suaminya, Mona merasa bertanggung jawab terhadap kedua anaknya. Ia harus bisa menghidupi anak-anaknya dengan bekerja keras. Ti memang tidak diduakan oleh suaminya. Ia bahkan begitu dicintai, tetapi keinginannya akan suami yang ideal menjadikannya harus bertahan dengan keterbatasan suaminya. Hal yang sama juga dialami oleh tokoh Lasmi. Ia mengalami pergolakan batin yang sangat hebat akibat penganiayaan yang dilakukan oleh suaminya. Namun, ia tetap bertahan hidup meskipun ia toh tidak mau memenuhi keinginan suaminya yang sedang sekarat. Kelompok selanjutnya adalah kelompok “perempuan kedua”. Jika perempuan kedua biasanya dihadirkan sebagai perempuan pengganggu, dalam cerpen-cerpen ini perempuan kedua dihadirkan sebagai perempuan yang memiliki posisi yang sama dengan perempuan pertama. Hal itu digambarkan dalam “Perempuan Kedua” yang memperlihatkan bagaimana penderitaan perempuan kedua. Sri adalah istri kedua yang karena terlampau baik, ia kemudian sering dibohongi oleh suaminya. Ia merasakan kekecewaan setelah mengetahui bahwa dirinya hanya digunakan sebagai pelampiasan nafsu lelakinya itu, ia dinomorduakan. Kekecewaannya tersebut semakin dalam ketika ia ingat larangan ibunya untuk menjadi istri kedua. Konon, ibunya juga mengalami penderitaan yang sama sebagai istri kedua. Alhasil, Sri tidak mendapatkan suaminya secara utuh sekaligus kehilangan ibunya. viii
Perempuan Bercahaya
Perempuan kedua selanjutnya adalah Yanti dalam “Perempuan Pengambil Hati”. Awalnya ia memang dihadirkan sebagai perempuan penggoda sehingga suami Mona berhasrat menikahinya. Bisa jadi ini disebabkan oleh sudut pandang penceritaan yang dipegang Mona. Namun, Yanti adalah seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta yang bekerja keras karena suaminya sedang sakit. Sebagai istri kedua, tindakannya adalah tindakan yang mulia karena ia tidak serta merta meninggalkan suami yang telah pupus kekayaannya. Konon, mantan suami Mona ini adalah lelaki yang kaya. Kasih pun dapat dikategorikan sebagai perempuan kedua ketika ia berpacaran dengan Aris. Ia ternyata hanya dijadikan sebagai perempuan simpanan oleh Aris yang sudah memiliki istri dan anak. Selain itu, ia juga menjadi perempuan kedua Gunawan. Gunawan bermaksud menjadikan Kasih sebagai istri keduanya, tetapi maksud tersebut tidak terwujud karena sebelum terjadi pernikahan keluarga Kasih mengetahui bahwa sebenarnya Gunawan telah memiliki istri. Namun, dalam berbagai kisah cintanya yang gagal itu, Kasih tidak pernah menangis ataupun bersedih. Bahkan, oleh teman-temannya ia dikenal sebagai perempuan “hebat”. Seperti halnya Yanti dan Kasih, Evie dalam “Perempuan itu Bernama Evie” adalah perempuan kedua. Pernikahannya tentu saja tidak direstui oleh keluarga laki-laki. Sialnya, ia pun akhirnya ditinggalkan oleh suaminya tersebut karena lebih memilih istri pertamanya yang digambarkan sangat setia. Sialnya lagi, Evie dituduh berselingkuh. Namun, tidak pernah ada perlawanan yang dilakukan Evie. Ia memilih untuk Rina Ratih
ix
merawat bayinya meskipun sendirian. Jika dilihat lebih lanjut, yang menjadi penengah hubungan antara perempuan satu, perempuan dua, dan lakilaki adalah keberadaan anak. Keberadaan anak selalu dihadirkan dalam setiap cerpen. Dalam “Perempuan Bercahaya”, kepergian anak-anaknyalah yang membuat Ti merasa kesepian dan teringat lagi akan keinginannya untuk memiliki suami yang dapat menjadi imamnya. Dalam “Perempuan Kedua”, keberadaan anak menjadikan Sri merasa terasing dan terkucil. Ia merasa sedih melihat suaminya yang bercengkerama dengan istri pertama dan anak-anaknya. Dalam “Perempuan Pengambil Hati”, Mona yang telah kecewa karena ditinggalkan oleh suaminya, bekerja keras pada sebuah perusahaan untuk menghidupi anak-anaknya. Selain itu, yang menyebabkan Mona kecewa adalah ketika melihat foto keluarga baru suaminya, yaitu dengan Yanti, yang juga telah memiliki anak yang lucu. Dalam “Perempuan Pemuja Ketampanan”, Kasih pun memutuskan untuk melupakan Aris setelah ia mengetahui bahwa Aris telah memiliki anak. Demikian halnya dalam “Malaikat Penjaga Perempuan”, anak menjadi jembatan penghubung antara ayah dan ibu yang telah mengalami pertengkaran hebat. Keberadaan anak pun memiliki arti yang sangat penting dalam “Perempuan itu Bernama Evie”. Tokoh laki-laki dalam cerpen ini menikah lagi karena istri sebelumnya tidak memiliki anak. di satu sisi ia mencintai istrinya yang pertama, tetapi di sisi lain ia merindukan keberadaan seorang anak yang telah dinantinya selama sepuluh tahun. Baik perempuan pertama maupun perempuan kedua x
Perempuan Bercahaya
dalam cerpen-cerpen Rina Ratih ditampilkan sebagai perempuan-perempuan yang gagah, yang memiliki sikap dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Selain itu, dilihat dalam berbagai perspektif, dalam cerpen-cerpen ini tidak ada perempuan yang lemah. Mereka adalah para perempuan yang tangguh dalam kriteria dalam dirinya. Sastra atau cerita adalah dunia ide, dunia wacana, atau dunia yang dibayangkan. Kriteria pragmatis dan sosiologis, atau bahkan politis seperti yang dilekatkan oleh budaya pattriarkis terhadap perempuan, dengan halus dilawan oleh cerpen-cerpen Ratih dengan mengendepankan perempuan substansial dengan nilai-nilai kesucian yang dapat ditawarkannya.
Rina Ratih
xi
Daftar Isi Pengantar Daftar Isi Halaman Persembahan
v xiii xv
Perempuan Bercahaya Perempuan Kedua Perempuan Pengambil Hati Perempuan Pemuja Ketampanan Malaikat Penjaga Perempuan Perempuan itu Bernama Evie
1 8 18 26 38 48
Rina Ratih Sri Sudaryani
55
Rina Ratih
xiii
untuk ibu Hj. Nuraeni, yang tiada pernah jemu mengalirkan doa-doa khusyuk yang mengajariku arti dari sebuah rindu yang masakannya selalu lebih enak dari masakanku terima kasih bagi suami Tirto Suwondo, yang telah meminangku menjadi istrinya yang kesabarannya melebihi kesabaranku anak-anakku: Poetry, Andrian, Nasrilia yang telah kulahirkan yang selalu kucium dahinya setiap malam tempatku melabuhkan rindu kado bagi sahabat, yang tangannya bagai malaikat dan wajahnya bercahaya
Rina Ratih
xv