Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstrak: Perdarahan Intraserebral Hipertensif (PISH) sebagian besar terjadi di thalamus dan ganglia basalis sedikit terjadi di pons dan serebelum. Penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara penderita yang dioperasi dengan penderita yang hanya diberi medikamentosa, walaupun begitu banyak penderita yang tertolong dengan tindakan operasi. Seleksi penderita untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma kemanusiaan dan quality of survival. Banyak penelitian tentang tindakan - tindakan baru yang sesuai dengan kemajuan teknologi menjanjikan hasil dan prognosa yang lebih baik. Kata kunci: Perdarahan intraserebral hipertensif (PISH), aliran darah otak, aliran darah otak regional, sawar darah-otak, mikroaneurisma, ganglia basalis, thalamus, pons Abstract: Hypertensive Intracerebral Hemorrhage (hypertensive ICH) occurred oftenly at thalamus and basal ganglia and rarely in pons and cerebellum. Investigations of multicenters study showed that there was no significant difference between the group treated operatively and the group that receives medication only. Selection of patients for operative treatment should be very strict and should be focused on quality of survival. Recent operative treatments based on the advanced of medical technology promise better outcome and prognosis. Keywords: Hypertensive Intracerebral Hemorrhage (hypertensive ICH), cerebral blood flow (CBF), regional cerebral blood flow (rCBF), blood-brain barrier, microaneurysm, basal ganglia, thalamus, pons PENDAHULUAN Lebih dari 80% perdarahan intraserebral spontan terjadi di hemisfer serebral, selebihnya terletak infratentorial di dalam pons atau serebelum. Perdarahan yang berhubungan dengan hipertensi biasanya terletak lebih dalam, di ganglia basalis terutama di putamen dan thalamus. PATOFISIOLOGI Benes dan kawan-kawan1 menjelaskan ada dua jenis perdarahan intraserebral hipertensif (PISH): 1. Adanya perdarahan masif yang merusak jaringan otak disekitarnya, masuk dan menyumbat sistim ventrikel dan menyebabkan peningkatan fatal tekanan intrakranial. Pasien yang termasuk jenis ini mempunyai prognosa buruk apakah dilakukan operasi atau diberi pengobatan medikamentosa 2. Jenis kedua ialah dimana perdarahan berlangsung secara bertahap, sehingga hematoma berkembang secara perlahan. Tindakan operasi mengeluarkan hematoma lebih berhasil pada kelompok ini.
Perdarahan awal di parenkim otak , akan berhenti karena adanya tahanan jaringan otak . Hematoma akan mencapai ukuran maksimal dalam waktu 10-20 menit dengan sedikit penambahan volume setelah itu , kecuali bila terjadi eksaserbasi akut 2. Dalam hal demikian hematoma tiba-tiba akan bertambah besar, dalam waktu 6 jam setelah iktus, sering sebagai akibat dari batuk,. Pada perkembangan selanjutnya perdarahan ulang jarang terjadi pada perdarahan intraserebral hipertensif (PISH). Ditemukan 63 – 75 % perdarahan intraventrikular adalah fatal 4, walaupun begitu dengan adanya pemeriksaan rutin dengan CTScan, terbukti perdarahan intraventrikular yang ringan dapat sembuh. Kematian otak ( brain death ) dapat segera terjadi karena distorsi atau kompresi yang disebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang menekan batang otak 5. Perdarahan di thalamus dapat secara langsung meluas ke bagian atas batang otak dan dapat mengakibatkan kematian jaringan otak seperti halnya peningkatan tekanan intrakranial 6 . Perdarahan sekunder kedalam batang otak dapat
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
331
Tinjauan Pustaka
terjadi dan merupakan 30% penyebab kematian dari penderita-penderita dengan perdarahan supratentorial dengan peningkatan tekanan intrakranial 4. Regional cerebral blood flow(rCBF) juga berubah karena adanya hematoma didalam parenkim otak. Hematoma ini dapat merusak fungsi autoregulasi sehingga terjadi pengurangan rCBF 7. Daerah hipoperfusi disekitar hematoma ini sesuai dengan besarnya kompresi terhadap mikrosirkulasi sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial. Suzuki dan Elbina 8 menemukan adanya perubahan histologis progresif jang terjadi pada jaringan otak disekitar hematoma, Mereka menemukan adanya daerah nekrosis, daerah dengan perdarahan perivaskular dan apa yang dikatakan sebagai status spongiosus ; keadaan ini terjadi dalam waktu 30 menit setelah terbentuknya hematoma . Berdasarkan letak hematoma dikenal istilah-istilah sebagai berikut: 1. Perdarahan putamen atau thalamus, menunjukkan perdarahan di ganglia basalis dan thalamus 2. Perdarahan subkortikal, menunjukkan perdarahan di substansia alba daerah subkortkal 3. Perdarahan pons, menunjukkan perdarahan di pons 4. Perdarahan serebelum, menunjukkan perdarhan di serebelum. Dalam suatu seri dari 5255 pasien yang didiagnosa dengan Head CT-Scan, ditemukan9: Perdarahan Putamen Perdarahan Subkortikal Perdarahan Thalamus Perdarahan Pons dan Serebelum
61% 18% 12% 9%
Perdarahan Intraserebral Primer Hipotesa bahwa perdarahan intraserebral hipertensif (PISH) disebabkan ruptur dari mikroneurisma arteri intraserebral dikemukakan pertama kali oleh Charcot dan Bouchart pada tahun 1868 1. Hampir satu abad mekanisme di anggap sebagai suatu hipotesa yang paling dapat diterima. Russel, Cole dan Yates 1 juga secara terpisah menjelaskan adanya mikroaneurisma yang berhubungan hipertensi arterial yang kronik. Mikroaneurisma ini mempunyai ukuran 0.2 – 1.0 mm dan mempunyai predileksi tempat di arteri-arteri basal ganglia. Charcot dan Bouchart menyatakan bahwa mikroaneurisma ini tampak 332
dengan mata telanjang dan mempunyai distribusi yang simetris pada kedua belah jaringan otak, yang distribusinya kadang-kadang tidak harus berada ditempatnya perdarahan (hematoma)10. Penelitian dengan mikroskop pada penderita hipertensi menunjukkan adanya degenerasi pembuluh darah otak. Hipertensi arterial dan betambahnya usia menunjukkan hubungannya dengan degenerasi pembuluh darah di daerah striatal. Bila dinding arteri menjadi lebih tipis, ini disebut mikroaneurisma , bila dinding arteri menjadi tebal disebut fibrinohialinosis. Hipertensi arterial yang kronik dapat menyebabkan kedua perubahan-perubahan seperti diatas 11,12 . Proses patologis ini dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah kecil (microinfarct) atau terbentuknya mikroaneurisma yang merupakan penyebab perdarahan intracerebral (PIS). Dinding dari arteri lenticulostriata dan arteri median memang diketahui lebih tipis daripada arteri- arteri kortical yang letaknya distal. Arteriarteri kecil ini (small , perforating arteries) didaerah lentikulostriata dan pons masingmasing berasal langsung dari arteri serebri media dan arteri basilaris., sehingga pada peningkatan tekanan darah , arteri-arteri ini akan lebih terancam oleh peningkatan tekanan intravaskular ketimbang arteri-arteri kortikal distal yang dilindungi oleh cabang-cabang sebelumnya. Anatomi ini dapat menjelaskan mengapa perubahan struktur pembuluh darah pada penderita hipertensi dan perdarahan yang diakibatkannya mempunyai predileksi di basal ganglia atau daerah pons. Menurut Cole dan Yates 1 mikroaneurisma lebih sering didapatkan pada daerah putamen, globus pallidus dan thalamus dan sedikit di daerah nukleus kaudatus, kapsula interna dan substansia alba. Keadaan ini dapat menjelaskan mengapa PISH terutama didapatkan diluar kapsula interna yaitu di daerah putamen dan thalamus (65%) , pons (11%) , serebelum (8%) , substansia alba subkortikal (16%). Sebaliknya perdarahan intraserebral non-hipertensif terutama didapatkan di daerah substansia alba subkortikal (45%) , substansia grisea bagian dalam (36%), pons 16% dan serebelum (3%). Angka-angka ini terdokumentasi jelas dari pemeriksaan autopsi dan di buktikan dengan pemeriksaan CT-Scan.
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
Abdul Gofar Sastrodiningrat
Perdarahan Intraserebral Sekunder Perdarahan intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan aneurysma , AVM, glioma, tumor metastasis, infark, pengobatan dengan antikoagulans , gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebral arteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika. Cerebral Amyloid Angiopathy Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Disamping hipertensi , amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia. Perdarahan Serebelum Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui. Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis. Perdarahan Pons Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal.
Perdarahan Intraserebral Hipertensif
FAKTOR FAKTOR RISIKO Dalam sebuah analisa dari 14 case control studies dan 11 cohort studies ditemukan tiga major risk factors yaitu : umur , high alcohol intake dan hipertensi. Jenis kelamin laki-laki , merokok dan diabetes juga meningkatkan risiko, sedangkan kolesterol tinggi (hiperkolestrolemia) berhubungan dengan lower risk 13. 13,14 Beberapa peneliti menyelidiki hubungan kadar kolesterol dan tekanan darah. Mereka menemukan bahwa hiperkolesterolemia dengan pengobatan statin berhubungan dengan lower risk terhadap PISH , walaupun tidak ada hubungan antara nilai absolut kolesterol dan PISH. Dengan perkataan lain, kadar kolesterol rendah berhubungan dengan peningkatan risiko terhadap PISH , tetapi peningkatan risiko ini tidak tampak pada penderita dengan kolesterol rendah karena pengobatan dengan statin. Pada penelitian lanjutan ditemukan bahwa bila semua penderita hipertensi mendapat pengobatan maka 17% - 28% kejadian PISH dapat dicegah. Kelompok yang menggunakan Angiotensin Receptor Blockers lebih efektif dibandingan kontrol yang tidak mendapat Angiotensin Receptor Blockers. Kelompok yang menggunakan Calcium Channels Blockers tampak lebih efektif dari kelompok yang menggunakan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACE Inhibitors) atau kombinasi dari diuretik dan beta blockers. Dalam suatu penelitian untuk mencari genetic determinants terhadap PISH , ditemukan bahwa apolipoprotein E epsilon-4 allele secara bermakna berhubungan dengan peningkatan mortalitas 15 Beberapa peneliti menemukan perdarahan mikro (microbleeds) yang tampak pada image T2 weighted MRI dan memeriksanya apakah ada hubungan risiko terhadap PISH. Dalam suatu penelitian terhadap 59 penderita dengan PISH yang berulang , mereka 16 menemukan 92% dari pasien dengan PISH yang berulang mempunyai microbleeds pada image T2 MRI sebelumnya. Pada penelitian lain 17 terhadap 121 penderita PIS , dari setiap 5 pasien yang mendapat PISH , 4 penderita mendapat microbleeds sebelumnya sedangkan satu pasien tidak mendapat microbleeds. Dalam suatu cohort studies terhadap 94 penderita PISH18, kejadian perdarahan intraserebral dan gangguan kognitif
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
333
Tinjauan Pustaka
berhubungan dengan banyaknya microbleeds pada MRI sebelumnya. Dan dari 34 penderita PISH pada pemeriksaan ulang MRI setelah 16 bulan ditemukan 17 (50%) pasien mendapat microbleeds yang baru. Pada penelitian penderita - penderita perdarahan intraserebral (PIS) di Korea, PISH primer tanpa microbleeds lebih sering didapatkan pada penderita usia muda dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Sedangkan penderita PIS dengan microbleeds lebih sering di dapatkan pada penderita usia lanjut dengan microinfarct dan riwayat pemakaian obat-obat antitrombotik atau obat-obat antikoagulans. Ditemukan juga tiga penderita mendapat PIS setelah menerima injeksi intravena tissue Plasminogen Activator (tPA). Penelitian ini menunjukkan microbleeds sebagai faktor resiko baru terhadap PISH pada orang-orang usia lanjut usia dengan iskemia subkortikal dan mendapat pengobatan antitrombotik. PENGOBATAN Pengobatan Medikamentosa Semua penderita yang dirawat dengan ’intracerebral hemorrhage’ harus mendapat pengobatan untuk, 1. ”Normalisasi” tekanan darah 2. Pengurangan tekanan intracranial 3. Pengontrolan terhadap edema serebral 4. Pencegahan kejang. Penderita-penderita yang tidak sadar akan mendapat perawatan dengan ventilator. Pengaturan Tekanan Darah Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak. Dalam suatu studi retrospektif 19 memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH, mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. 334
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik ≤ 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan. 1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors 2. Angiotensin Receptor Blockers 3. Calcium Channel Blockers Medikamentosa untuk Mencegah Pembesaran Volume Hematoma Observasi menunjukkan bahwa 33% dari penderita akan menunjukkan penambahan volume hematoma. Penambahan volume hematoma ini terjadi pada jam-jam pertama dari onset dan selalu berhubungan dengan outcome yang lebih buruk. Diberikan Activated Factor VIIa dengan dosis 80-160 µg/kg diberikan dalam waktu 3-4 jam setelah onset. Obat ini efektif dalam membatasi perdarahan pasca operasi dan perdarahan koagulopatik. Pemberian obat ini secara statistik bermakna menurunkan mortalitas dan morbiditas 20 . Pengobatan eksperimental terhadap kerusakan sel-sel otak setelah ICH: 1. MMPs Inhibitor (MMP = Matrix Metalloproteinase) MMP adalah golongan enzim proteolitik yang menjadi aktif setelah PIS , menyebabkan kerusakan sawar darah otak, menyebabkan perdarahan dan edema serebral. Penelitian menunjukkan bahwa MMPs Inhibitor dapat mengurangi kerusakan-kerusakan akibat ICH eksperimental. 2. Minocycline melakukan supresi terhadap aktifitas monosit disekitar hematoma. PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI Untuk menentukan pasien mana yang harus di operasi adalah suatu masalah yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan / pedoman , 1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus di operasi 21 . 2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
Abdul Gofar Sastrodiningrat
CONTINUOUS VENTRICULAR DRAINAGE Continuous ventricular drainage sendiri bukanlah suatu tindakan pengobatan terhadap PIS ; biasanya dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus sekunder dan menurunkan tekanan intrakranial. Drainase ditujukan pada ventrikel yang tidak mengandung gumpalan darah. Pada saat ini telah ada percobaan memasukkan tPA atau urokinase kedalam ventrikel dan di aspirasi dalam interval waktu tertentu dan menunjukkan hasil yang lebih baik daripada hanya drainase 22,23. BURR HOLE ASPIRATION Burr hole aspiration adalah suatu teknik dalam situasi gawat darurat. Tindakan ini sudah lama ditinggalkan. KRANIOTOMI Jarak terdekat antara hematoma dan permukaan korteks biasanya merupakan pedoman yang baik untuk menentukan tempat kraniotomi. Insisi diatas korteks motorik hendaknya dicegah. Untuk suatu hematoma yang berada di dekat korteks motorik hendaknya mempertimbangkan approach dari anterior frontal , temporal atau parietal.. Kaneko dan kawan-kawan 2 menggunakan teknik bedah mikro untuk mengeluarkan hematoma didaerah insula. Mereka membuat insisi kecil di girus temporalis anterior superior lalu menampakkan insula. Suzuki dan Takaku1 menggunakan teknik bedah mikro melalui insisi transtemporal / transsylvian untuk meng approach hematoma di daerah putamen. Dalam 459 kasus intracerebral hemorrhage ; 305 nonsurgikal , 154 surgikal , Kanno dan kawan-kawan 24 , tidak menemukan perbedaan yang bermakna dalam outcome antara pasien yang di operasi dan pasien yang menerima medikamentosa . The international surgical trial in intracerebral hemorrhage melakukan pilihan acak terhadap 1033 pasien dalam kurun waktu 72 jam setelah terjadi onset. Rata-rata operasi dilakukan dalam waktu 20 jam setelah onset. Kriteria keberhasilan didasarkan atas usia, volume hematoma dan skor Skala Koma Glasgow. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok operatif dan nonoperatif didalam outcome dan mortalitas.
Perdarahan Intraserebral Hipertensif
STEREOTACTIC OR ENDOSCOPIC ASPIRATION OF PARENCHYMAL CLOT Dalam suatu seri dari 56 pasien dengan perdarahan di daerah gangglia basalis, aspirasi stereotaktik menunjukkan perbaikan yang jelas dari skor Skala Koma Glasgow, komplikasi lebih sedikit dan mortalitas lebih rendah dibandingkan dengan sekelompok penderita yang mendapat terapi medikamentosa 15). Dalam suatu seri pasien yang lain yang terdiri atas 63 pasien , tampak outcome menjadi lebih baik setelah aspirasi stereotaktik asalkan operasi dikerjakan pada 24 jam pertama dan lebih 60% dari hematoma dapat dievakuasi. 22 Lesli antara tahun 1996 – 1999 memilih secara acak 70 pasien dalam kurun wsktu 72 jam setelah onset untuk tindakan aspirasi stereotaktik dan tindakan nonoperatif. Pada penelitian ini urokinase dimasukkan kedalam hemotoma dengan interval 6 jam selama 48 jam dengan maksud menolong melarutkan hematoma. Walupun didapatkan perbedaan yang bermakna dalam pengurangan volume hematoma tetapi tidak ditemukan perbedaan dalam outcome dan mortalitas. 25. STEM CELL THERAPY Setelah hematoma di evakuasi, penelitipeneliti melakukan berbagai percobaan untuk memperoleh perbaikan fungsional dengan menggunakan stem cell untuk memperbaiki cerebral architecture yang telah rusak. Human neural stem cell di injeksikan intravena satu hari setelah PIS eksperimental pada tikus. Setelah dua bulan , stem cell telah bermigrasi di bagian pinggiran hematoma dimana mereka berdifrensiasi dengan neuronneuron dan astrosit-astrosit. Hewan – hewan ini mempunyai fungsi motorik yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal serupa ditemukan juga bila nestinpositive embryonic stem cell ditransplantasikan kedalam ventrikel yang kontralateral; tujuh hari setelah PIS eksperimental pada tikus . PIS tampaknya merupakan suatu kondisi dimana stem cell therapy dapat memegang peranan penting. Stem cell dapat di suntikkan langsung kedalam rongga hematoma dimana kerusakan sel sangat banyak terjadi dibatas antra hematoma dan jaringan otak. Stem cell di suntikkan pada saat operasi meng evakuasi hematoma.
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
335
Tinjauan Pustaka
HASIL AKHIR Walaupun prognosa PISH masih buruk, penelitian dan percobaan baru menunjukkan bahwa setelah melakukan perbaikan – perbaikan terhadap variabel-variabel dasar yang mempengaruhi outcome, pasien-pasien PIS menunjukkan outcome yang lebih baik bila dibandingkan dengan pasien-pasien dengan strok iskemik Penelitian menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan perdarahan pons menunjukkan prognosa baik apabila hematoma terletak dibagian dorsal dan volumenya kurang dai 4 ml. Pada suatu penelitian 3 ditemukan bahwa mortalitas penderita PISH menjadi lebih tinggi pada rumah sakit-rumah sakit yang menerapkan aturan ’Do-No–Resucitate orders’ (DNR). ILUSTRASI KASUS 1.
Gambar 3. Perdarahan thalamus dan intraventrikular. Pengobatan nonoperatif/medikamentosa, kedaan membaik, dirawat di ICU 5 hari.
3.
DR, 49 th, lk, hipertensi, peminum alkohol, merokok, obesitas
LHJ, 55 th, pr, hipertesi, perdarahan pons
Gambar 1. Perdarahan pons, Head CT pada 26 Maret 2006, kesadaran setara SKG 5
Gambar 4. Perdarahan lenticulostriata, Pengobatan non-operatif/medikamentosa
4.
TGL, 74 th, lk, PIS nonhipertensif
Gambar 2. Perdarahan Pons, Head CT pada 15 April 2006, Kesadaran setara SKG 13, Pengobatan nonoperatif/medikamentosa,
2.
336
SW, 65 th, pr, hipertensi, perdarahan thalamus dan intraventrikular Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
Abdul Gofar Sastrodiningrat
Gambar 5 & 6. Perdarahan intracerebral frontal kiri, Pengobatan non-operatif/ medikamentosa
KESIMPULAN 1. Penelitian menunjukkan bahwa pada perdarahan intraserebral hipertensif, tindakan operasi dan perawatan konservatif tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna walaupun demikian banyak penderita yang masih dapat tertolong dengan tindakan operasi 2. Dari seluruh penderita perdarahan intraserebral nonhipertensif hanya sedikit kasus yang harus di operasi 21. 3. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat. 4. Beberapa pengobatan dan tindakan dengan teknik baru telah dicoba dan terus dalam penelitian, menjanjikan harapan baik, seperti misalnya pemberian tissue Plasminogen Activator , Urokinase , Faktor VII , Stereotactic Endoscopic Aspiration dan Stem Cell Therapy. DAFTAR PUSTAKA 1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In: Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 1996 .p. 1890-1913. 2.
Kaneko EI, Koba T, Yokoyama T. Early surgical treatment for hypertensive intracerebral hemorrhage in Japan . J Neurosurg 1985;46:579 – 83.
3.
Hemphill JC. Hospital usage on Do–No – Resucitate Orders and outcome after intracerebral hemorrhage. Stroke 2004; 35: 1130 – 4.
4.
Herbstein DS, Scaumburg HH. Hypertensive Intracerebral Hematoma. Arch Neurol 1974; 30:412-414.
Perdarahan Intraserebral Hipertensif
5.
Freytag E. Fatal hypertensive intracerebral hematomas. J. Neurol Neuro Surg Psychiatry 1968 ; 31:616 – 20.
6.
Jellinger K. Pathology and aetiology of ICH. In : Pia HW et al , editors . Spontaneous intracerebral hematomas. Berlin : Springer Verlag ;1980; 13-29.
7.
Kawakami H, Kutsuzawa T, Uemura K. Regional cerebral blood flow in patients with hypertensive intracerebral hemorrhage. Stroke 1974 ; 5 : 207- 13.
8.
Suzuki J, Elbina T. Sequential changes in tissue surrounding ICH . In : Pia HW et al, editors. Spontaneous intracerebral hematomas . Berlin : Springer Verlag ; 1980 ; 107 – 15.
9.
Kanaya H, Saiki I, Ohuchi T. Hypertensive intracerebral hemorrhage in Japan. An update on surgical treatment. In: Mizukami, et al, editors. Hypertensive intracerebral hemorrhage. New York: Raven Press ;1983 .p. 147- 63.
10. Roper AH, King RB. Intracranial pressure monitoring in comatose patients with cerebral hemorrhage. Acta Neurol 1984; 41:725- 8. 11. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors. Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 1971; 660-719. 12. Ojemann RG, Heros RC. Spontaneous brain hemorrhage. Stroke; 1983;14: 468 – 75 13. Ariesen MJ. Risk factors for intraberebral hemorrhage in general population: A systemic review. Stroke 2003; 34: 2060 – 5. 14. Woo D. et al. Effect of untreated hypertension on hemorrhagic stroke. Stroke 2004; 35:1703 – 8. 15. Marquardt G et al. Subacute stereotactic aspiration of intracerebral hematomas within the basal ganglia reduces recurrent of complications in the course of hemorrhagic strokes in non - comatose patients. Cerebrovasc Dis 2003; 15: 252 – 7. 16. Naka H. et al. Frequency of asymptomatic microbleeds on T2 weighted MR images of patients with recurrent stroke. Association with combination of stroke subtypes and leucoaraiosis . AJNR Am J Neuroradiol 2004 ;25:714 – 9. 17. Fan YH. et al. Cerebral microbleeds as a risk factor for subsequent intracerebral hemorrhages among patients of acute
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
337
Tinjauan Pustaka
ichemic 2459 – 62.
stroke.
Stroke,
2003;
34:
18. Greenberg SM, et al. Hemorrhage burden predicts recurrent intracerebral hemorrhage after lobar hemorrhage .Stroke 2004; 35:1415 – 20. 19. Ohwaki K, et al. Blood Pressure management in acute intracerebral hemorrhage: Relationship between elevated blood pressure and hematoma enlargement . Stroke 2004; 35: 1364 – 7. 20. Mayer SA, et al. Recombinant Factor VIIa for acute intracerebral hemorrhage. Neurocrit Care 2004 ; 1: 47-52. 21. Weisberg LA Thalamic hemorrhage. Clinical CT correlation. Neurology 1986; 17:1382 – 6. 22. Lee JI et al. Stereotactic aspiration of intracerebral hematoma: Significance on
338
surgical timing and hematoma volume reduction. Clin Neurosci 2003; 10: 439 – 43. 23. Naff N et al. Intraventricular urokinase speeds clot resolution: Results of a pilot, prospective, randomized, double blind, controlled trial. Neurosurgery 2004; 54: 1 – 7. 24. Kanno T, Sano H, Shinomya Y.et al. Role of surgery in hypertensive intracerebral hemorrhage. A comparative study of 305 nonsurgical and 154 surgical cases. J Neurosurg 1984 ; 61:1091 - 9 25. Teensra OP et al. Stereotactic intracerebral hematoma by Plasminogen Activator: A randomized controlled trial Stroke 2003; 34: 968 -74.
treatment of means of Multicenter (SICHPA).
Suplemen y Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006